Anda di halaman 1dari 3

NAMA: MUHAMMAD FAIZ BIN SHAHIFFUL BAHRIM

NIM: 11170331000075
MATKUL: RELASI GENDER AGAMA
TUGAS UTS

Resume Seminar Membincang Agama Dan Gender, Perempuan Dalam


Kekristenan

Seorang teolog laki-laki dari Sri Lanka pernah mengatakan bahwa salah
satu tanda kekristenan yang besar di Barat kemudian di bawa ke Asia adalah
ianya didominasi oleh patriarki. Patriarki merupakan sebuah sistem di mana lelaki
memegang tampuk kekuasaan dan dominasi dalam pentadbiran manakala wanita
adalah orang bawahan. Ianya merupakan pemahaman yang mengutamakan
nilai-nilai pengalaman, pemikiran dan perasaan manusia laki-laki. Disisi yang lain,
Maria Nogotoko seorang perempuan teolog Indonesia (salah seorang pelopor
teologi feminis di Asia) mengatakan, sekalipun agama kristien lahir di Asia namun
ia menjadi agama khas Barat karena secara dasar dan kuatnya kekristenan itu
adalah di Barat.

Di sini, bisa kita lihat dominasi patriarki amat jelas di seluruh dunia ini dan
disepanjang sejarah gereja-gereja. Apa yang lahir dari pandangan maupun
pemikiran laki-laki ianya di anggap seperti karakter Illahi. Perkara ini banyak
dilaporkan dalam pertemuan di gereja sedunia. Sehingga hari ini, gereja di
seluruh dunia masih membincangkan hal-hal tersebut yang dibangkit oleh
feminis. Ianya bertujuan demi menuntut keadilan bagi semua ini. Dampaknya,
bisa kita lihat di Afrika masih menolak kaum perempuan untuk menjadi imam
atau pendeta. Mengapa ini terjadi? Ini dikarenakan menurut mereka perempuan
ini tidak mempresentasikan Allah.
Seorang teolog yang lain mengatakan harus diakui bahwa perempuan
adalah anggota aktif persatuan komunitas kristen sejak mulanya. Menurutnya,
bisa dilihat perempuan banyak berkunjung ke gereja dan yang melakukan
aktivitas di gereja juga didominasi oleh perempuan. Bahkan yang banyak
melakukan ibadah juga adalah dari kaum perempuan. Pada masa reformasi di
abad ke 16 memang ada tuntutan untuk menafsirkan perspektif baru terhadap
kitab suci terutama mengenai peran warga gereja juga dorongan untuk melihat
peran perempuan dan lelaki di dalam gereja yang dicadangkan oleh pembaharu
gereja. Ketika ini era reformis sedang giat disebarkan di sekitar Eropa seperti
negara Perancis dan Jerman Namun demikian, harus diakui bahwa komunitas
religius Kristen masih memandang kaum perempuan sebagai orang bawahan
atau warga kelas dua.

Teolgis feminis melakukan kritiknya bukan hanya pada wacana tetapi


mengkritik juga sosial yang mendorong perubahan dan ini sudah dilakukan pada
awal abad ketika patriarki sedang mendominasi. Maria Nakatopo, mengatakan
bahwa berdasarkan pengalamannya, dia menyadari bahwa gereja pada umunya
(gereja Asia khususnya) perempuan itulah yang lain. Pengalaman perempuan
sebagai pihak yang diliankan. Maria berseloroh namun serius mengatakan
“sedikit orang kristen Asia yang percaya bahwa Tuhan Allah adalah seorang
Barat”.

Teologi feminis yang mengadopsi kritik feminis dan merekonstruksi para


digma gender menggunakannya dalam kajian-kajian teologi. Antara lain,
menantang bola-bola teologi yang mengjustifikasi dominasi laki-laki. Teologi
feminis juga menolak pahaman dan pemikiran seperti keyakinan bahwa hanya
laki-laki yang dapat mepresentasikan Allah sebagai pemimpin gereja dan
masyarakat dan juga sebagai imam. Tambahan perkara yang ditolak oleh feminis
adalah tentang perempuan diciptakan oleh Allah untuk sub ordinasi untuk
laki-laki dan perempuan akan berdosa jika menolak sub ordinasi ini. Pada
akhirnya, perkembangan yang terkini kita bisa lihat kritik teologi feminis dari Asia,
Afrika dan Amerika Latin karna pengalaman kolonialisme mendesakkan kajian
yang konial yang melihat interseksi gender.

Para teolog feminis berhasil menunjukkan bahwa marginalisasi


perempuan itu terjadi dalam kehidupan sosial maupun keagamaan. Karena
waktu itu kehidupan keagamaan adalah satu. Meskipun ada perempuan itu
mempunyai sebuah oposisi dan peran yang lebih baik namun statusnya tetap
rendah dari laki-laki. Perempuan juga dilarang bersumpah dan mengajukan cerai.
Kemudian tubuh dan seksualitas perempuan dikontrol oleh laki-laki dan menjadi
alasan bagi margilisasi ritual perempuan dalam agama. Waktu dahulu hanya
lelaki yang memimpin politik serta agama. Kekristenan juga mewarisi taradisi
mayarakat Roman yang sangat patriarki.

Pemahaman lain yang mendominasi dalam banyak hal pemikiran teologis


ketika itu antaranya laki-laki adalah manusia yang sungguh dan utuh. Laki-laki
juga merupakan manusia yang mempunyai hak untuk membuat hukum dan
peraturan. Selain itu menentukan nilai-nilai dan mengkontrol kehidupan
orang-orang yang lebih rendah dari mereka. Perempuan mempunyai nilai moral
yang rendah dan dunia kehidupan perempuan ini sudah ditentukan.

Seorang bapak gereja pada abad ke-3 selepas Masehi mengatakan


perempuan itu tidak layak memimpin dalam komunitas kristen. Perempuan yang
memimpin adalah perempuan yang tidak tahu malu. Perempuan dikecualikan
dari peran-peran utama dalam komunitas kristen itu.

Anda mungkin juga menyukai