Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKHIAL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Pencapaian Stase Keperawatan Medikal Bedah
Program Profesi Ners STIK Immanuel Bandung

Oleh:

Yunita Marcelina Selanno

NIM. 1490120102

PPN XXVI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL

BANDUNG

2021
ii
A. Pendahuluan
Asma bronkhial merupakan salah satu penyakit kronik yang menyerang antara 100-150
juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkhial tidak hanya masalah kesehatan
masyarakat di negara maju, tetapi juga terjadi di negara berkembang (WHO, 2016). Angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit asma diseluruh dunia diperkirakan akan meningkat
20% pada 10 tahun kedepan, jika tidak terkontrol dengan baik. Asma merupakan lima
penyakit terbesar yang menyumbang kematian di dunia dengan prevalensi mencapai 17,4%.
Prevalensi asma di seluruh dunia dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50% (PDPI,
2014). Penyakit pernafasan ini merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian terbanyak di Indonesia (Sihombing, 2010). Penyakit asma termasuk dalam sepuluh
besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 sampai 2018, prevalensi penyakit asma di Indonesia
tahun 2018 pada semua umur menurut provinsi sebesar 2,4%. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012, asma bronkhial merupakan penyebab kematian ke-4 di
Indonesia sebesar 5,6%.
Dampak asma dapat merugikan setiap manusia yang mengalaminya. Penyakit ini bisa
menimbulkan masalah pada jalan nafas dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Asma
bronkhial adalah salah satu penyakit non communicable (penyakit yang tidak menular)
kronis pada saluran pernafasan yang hiper reaktif dan menyempit akibat berbagai
rangsangan yang ditandai adanya serangan sesak nafas, mengi dengan tingkat keparahan
serta frekuensi setiap orang berbeda (WHO, 2016). Hal tersebut dapat menyebabkan
penyempitan jalan nafas yang menyeluruh sehingga timbul sesak nafas yang reversibel baik
secara spontan maupun dengan terapi. Asma bronkhial menyebabkan resiko mengalami
eksaserbasi akut dan memicu diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Penyakit asma
merupakan suatu kondisi darurat dan seringkali kurang berhasil dalam penanganannya.
Kondisi tersebut akan meningkatkan kejadian masuk rumah sakit, lebih buruknya terjadi
gagal napas dan kematian (Hodder et al, 2010).

3
B. Pengertian
Asma adalah gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodic
(kontraksi spasme pada spasme saluran pernafasan). Bronkus mengalami inflamsi atau
peradangan dan hiperresponsif sehingga saluran nafas menyempit dan menimbulkan
kesulitan dalam bernafas. Asma adalah penyakit obtruksi saluran pernafasan yang bersifat
reversible dan berbeda dari obstruksi saluran pernafasan lain seperti pada penyakit
bronchitis yang bersifat irreversible dan berkelanjutan (Saktya, 2018).
Asma Bronkhial adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan
yang dikarenakan oleh hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan
peradangan dan peyempitan yang bersifat sementara. Asma merupakan penyakit paru yang
tidak menular, dengan gejala berupa serangan sesak,dan bunyi nafas terdengar mengidan
batuk berulang. Serangan dapat berlangsung hanya selama beberapa menit, jam, hari, atau
sampai beberapa minggu. Asma bronkhial adalah salah satu penyakit kronik dengan pasien
terbanyak di dunia (Juanidi, 2010).

C. Etiologi
Penyebab penyakit asma menurut Hasdianah (2014) ini dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Faktor Intrinsik
Yaitu psikologis dapat mencetuskan suatu serangan asma, karena rangsangan
tersubut dapat mengaktivasi sistem parasimpatis yang diaktifkan oleh emosi, rasa takut
dan cemas. Karena rangsangan parasimpatis ini juga dapat mengaktifkan otot polos
bronkious, maka apapun yang meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskkan
asma. Dengan demikian dapat mengalami asma mungkin serangan terjadi akkibat
gangguan emosi.
b. Kegiatan jasmani
Yaitu asma yang timbul karna bergerak badan atau olahraga terjadi bila seseorang
mengalami gejala-gejala asma selama atau setelah olahraga atau melakukan gerak
badan. Pada saat penderita sedang istirahat, ia bernafas melalui hidung. Sewaktu udara
masukmelalui hidung,udaradipanaskan danakan menjadi lembab.Saat melakukan gerak
badanpernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara yang

4
dihirup semakin banyak, hal ini lah yang menyebabkan otot yang peka disaluran
pernafasan mengencang sehingga sauran udara menjadi lebih sempit, yang
menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala asma.
c. Faktor Ekstrinsik
Yaitu allergen yang merupakan factor pencetus asma yang sering dijumpai. Seperti
debu, bulu, polusi udara dan sebagainya yang dapat menimbukan serangan asma pada
penderita yang peka. Dan juga terdapat pada obat-obatanyang sering mencetuskan
serangan asma adalah reseptor beta, atau biasanya disebut dengan beta-blocker.
d. Faktor Lingkungan
Sepeeti cuaca yang lembab serta hawa gunung sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak menjadi dingin sering merupakan faktor provokatif untuk
serangan. Kadang-kadang asma berhubungan dengan satu musim. Lingkungan lembab
yang disertai dengan banyaknya debu rumah atau berkembangnya virus infeksi saluran
pernafasan, merupakan pencetus serangan asma yang perlu diwaspadai

D. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Sistem Pernafasan

Anatomi system pernafasan

5
Anatomi keadaan normal danAsma Bronkhial
Organ pernapasana.
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yangpertama, mempunyai
dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang
masuk ke dalam lubang hidung.

b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung, dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan
rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke
bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faringsampai ketinggian
vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu
dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang
terdiri dari tulang- tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.

6
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu
getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai
11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IVdan V, mempunyai struktur
serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke
bawah dan ke samping kearah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan
lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiridari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung
bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besarterdiri dari
gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada
lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan
dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru),
lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobusinferior. Tiap lobus tersusun
oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus
inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru
kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen
pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis,dan 3 buah segmen pada

7
lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolu sini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ketengah rongga dada
ataukavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.
Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan
normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki
permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada
sewaktu ada gerakan bernapas.
Proses terjadi pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi
pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus

8
respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena
pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta
kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), di sini terjadi oksidasi
(pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui
peredaran darah vena masuk kejantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke
bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis kejaringan
paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel darialveoli. Proses
pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari
metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktusurogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang
menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk
menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan
waktu bernapasepiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam
laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan
makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara
bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus.Bernapas merupakan gerak refleks
yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat
pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh
karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini
berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan
sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah.
Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus
lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan
kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara
sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar
maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.

9
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi
cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan dengan
demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses
respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga
pleura dan paru-paru. Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada
terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka
dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan padaperempuan. Pernapasan perut,
jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,maka ini dinamakan pernapasan perut.
Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas
lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak
ditemukan pada laki-laki.
2. Fisiologi Sistem Pernafasan
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat
membutuhkan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkanoksigen selama 4 menit
akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagi dan bisa
menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau
pikiran dan anoksia serebralis.
a. Pernapaan paru
Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi
pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru ataupernapasan eksterna, oksigen
diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang berhubungan dengan
darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari darah, oksigen
menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari
jantung dipompakan ke seluruh tubuh.
Di dalam paru-paru karbon dioksida merupakan hasil buangan yang menembus
membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipabronkus berakhir
sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan
pulmoner :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalamalveoli
dengan udara luar.

10
2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh
tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlahyang tepat,
yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) Difusigas yang menembus membran alveolidan kapiler karbon dioksida lebih
mudah berdifusi dari pada oksigen.

Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketikakonsentrasi dalam


darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak
mengandunng oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil
karbon dioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan
eksterna.

b. Pernapasan sel
Transpor gas paru-paru dan jaringan
Selisih tekanan parsial antara O2dan CO2 menekankan bahwa kunci dari
pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk kedalam jaringan melalui darah,
sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah. Akan
tetapi jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara
keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan
protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk kedalam
serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang mengubah
menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan O2
dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah
mnjadi 17 kali.
Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem
kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang masuk
ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke
jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah. Aliran darah bergantung pada

11
derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah
ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya tarik)
hemoglobin.
Transpor oksigen melalui beberapa tahap yaitu :
1) Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita menarik
napas tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli
komposisi udara berbeda dengan komposisi udara atmosfer tekanan parsial
O2dalamalveoli 105 mmHg.
2) Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk mengambil
oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat oksigen dengan
tekanan parsial 40 mmHg. Karena adanya perbedaan tekanan parsial itu apabila
tiba pada pembuluh kapiler yang berhubungan dengan membran alveoli maka
oksigen yang berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk ke dalam pembuluh
kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial oksigen dalam pembuluh
menjadi 100 mmHg.
3) Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan
keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu
oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar dan
sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat
kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekananparsial CO2 atau pH.
Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada jumlah hemoglobin
dalam darah.
4) Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa
melalui cairan interstisial lebih dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam cairan
interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri
(100mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial (20 mmHg)
menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang cepat dari pembuluh kapiler ke
dalam cairan interstisial.
5) Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-20 mmHg.
Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk kedalam sel. Dalam sel oksigen
ini digunakan untuk reaksi metabolisme yaitu reaksi oksidasi senyawa yang

12
berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) menghasilkan H2O, CO2
dan energi.

Reaksi hemoglobin dan oksigen

Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut O2. Hemoglobin


adalaah protein yang terikat pada rantai polipeptida, dibentuk porfirin dan satu atom
besi ferro. Masing-masing atom besi dapat mengikat secara reversible (perubahan
arah) dengan satumolekul O2. Besi berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya
adalah oksigenasi bukan oksidasi.

Transpor karbondioksida

Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2 sehingga terdapat


lebih banyak CO2 dari pada O2 dalam larutan sederhana. CO2 berdifusi dalam sel
darah merah dengan cepat mengalami hidrasi menjadi H2CO2 karena adanya
anhydrase (berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam plasma.

Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah melalui kapiler-kapiler


jaringan. Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah beraksi dengan gugus amino dari
protein, hemoglobin membentuk senyawa karbamino (senyawa karbondioksida).

Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan oleh selisih


antara garis kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 diantara 49 ml CO2 dalam
darah arterial 2,6 ml dalah senyawakarbamino dan 43,8 ml dalam HCO2 (Syaifuddin,
2009).

E. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau
lebih dari konstraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi, yang menyempitkan jalan nafas,
atau pembengkakan membran yang melapisi bronkhi, atau penghisap bronkhi dengan mukus
yang kental. Selain itu, otot-otot bronkhial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di
dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum diketahui, tetapi ada
yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem otonom.

13
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam
paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin,
dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membaran mukosa dan pembentukan mucus
yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui sistem parasimpatis, Asma idiopatik atau nonalergik, ketika ujung saraf pada
jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi
yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor α-dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki.
Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi
ketika reseptor β-adregenik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α-dan β-
adregenik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi
reseptor alfa mengakibatkan penurunan cAMP, mngarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta adrenergik
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi
dan menyababkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-
adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Wijaya dan Putri, 2014).

14
F. Pathway

Ekstrinsik Instrinsik/ Idiopatik

Respon alergi/Hipereaktivitas Kecemasan Mk: Ansietas

Inflamasi dinding Sumbatan mukus Edema Spasme Otot Ketegangan di


bronchus bronchus seluruh tubuqh

Wheezing Obstruksi saluran Alveoli tertutup Penerapan teknik


nafas (bronchospasme) relaksasi otot progresif

Mk : Bersihan Jalan Hipoksemi Mk : Gangguan Nafas


Tidak Efektif Pertukaran Gas
Penyempitan jalan nafas Asidosis metabolik

Peningkatan kerja Status Asmatikus


pernafasan

Peningkatan kebutuhan
oksigen

Hiperventilasi MK : Pola Nafas


Tidak Efektif

Retensi CO2

Asidosis respiratorik

(Padila, 2015)

15
G. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma menurut Halim Dan okusumo
(2000) dalam Padila (2015) diantaranya ialah :
a. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6) BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:

1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum


2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Rongen paru
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.

16
H. Klasifikasi
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik, dan campuran (mixed) (Ghofur, A.
2016) :
a. Asma alergik / ekstrinsik
Merupakan suatu jenis asma yang disebabkan oleh allergen ( misalnya bulu binatang,
debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain). Alergen yang paling umum adalah
alergen yang perantaraan penyebarannya melalui udara (air borne) dan alergen yang
muncul secara musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyairiwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eczema atau
rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma
pada umumnya dimulai pada saat kanak-kanak.
b. Idiopaticatau nonallergic asthma / intrinsic
Merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik.
Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, emosi dan polusi
lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis
beta adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai faktor
pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih berat dan sering
kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkhitis dan emfisema. Pada
beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma
ini dimulai pada saat dewasa (> 35 tahun).
c. Asma Campuran (mixed asthma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan. Dikarakteristikkan dengan bentuk
kedua jenis asmaalergi dan idiopatik atau nonalergik.
Klasifikasi keparahan asma dibedakan pada 3 kategori umur, yaitu umur 0-4 tahun, 5-11
tahun dan > 12 tahun –dewasa. letak perbedaannya adalah (Masriadi, 2016) :
1. Kategori umur 0-4 tahun, fungsi paru tidak menjadi parameter gangguan. Hal ini
karena pada anak-anak di bawah 4 tahun masih sulit untuk dilakukan uji fungsi paru
menggunakan spirometer. Pada kategori umur ini, asma diklasifikasikan sebagai
asma persisten jika dalam 6 bulan terjadi ≥ 2 serangan yang membutuhkan steroid
oralatau episode mengi sebanyak ≥ 4 episode setahun yang lamanya lebih dari sehari,

17
serta memiliki faktor resiko untuk asma persisten. Sedangkan pada kategori umur 5-
11 tahun dan ≥ 12 –dewasa, asma diklasifikasikan seabagai persisten jika terjadi ≥ 2
serangan yang menimbulkan steroid oral dalam setahun
2. Kategori umur 5-11 tahun dengan umur ≥ 12 tahun dewasa, terdapat perbedaan pada
ukuran uji fungsi paru.Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya
gejala :
a) Serangan asma akut ringan, dengan gejala :
1) Rasa berat di dada
2) Batuk kering ataupun berdahak
3) Gangguan tidur malam karena batuk atau sesak nafas
4) Mengitidak ada atau mengi ringan (arus puncak respirasi) kurang dari 80%.
b) Serangan asma akut sedang, dengan gejala :
1) Sesak dengan mengi agak nyaring
2) Batuk kering atau berdahak
3) APE antara 50-80%
c) Serangan asma akut berat, dengan gejala :
1) Sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-putus
2) Tidak bisa berbaring, posisi mesti ½ duduk agar dapat bernafas
3) APE kurang dari 50%

I. Penataksanaan
Penatalaksanaan menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
Non farmakologi, tujuan dari terapi asma :
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
e. Menghindari efek samping obat asma
f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel

18
Farmakologi, obat anti asma :

a. Bronchodilator
Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol
b. Antikolinergin
Iptropiem bromid (atrovont)
c. Kortikosteroid
Predrison, hidrokortison, orodexon.
d. Mukolitin
BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan banyak minum air putih.

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015) yaitu :
1) Spirometri
Untuk mengkaji jumlah udara yang dinspirasi
2) Uji provokasi bronkus
3) Pemeriksaan sputum
4) Pemeriksaan cosinofit total
5) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
6) Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
7) Foto thorak untuk mengetahui adanya pembengkakan, adanya penyempitan bronkus dan
adanya sumbatan
8) Analisa gas darah
Untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigenasi.

K. Komplikasi
Komplikasi menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
a. Pneumothorak

19
b. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis
c. Atelektasis
d. Aspirasi
e. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung
f. Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafas
Asidosis

L. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Biodata klien (nama, unur, pekerjaan, pendidikan, dan data pribadi lainnya)
b) Keluhan utama (pada umumnya klien mengatakan sesak napas)
c) Riwayat penyakit masa lalu (apa klien pernah mengalami penyakit asma
sebelumnya atau mempunyai riwayat alergi)
d) Riwayat penyakit keluarga (adakah keluarga klien yang memiliki penyakit asma
sebelumnya)
e) Aktivitas istirahat
1) Gejala : Ketidakmampuan melakukan aktivitas, Ketidakmampuan untuk
tidur, Keletihan, Kelemahan, Malaise.
2) Tanda : Keletihan, Gelisah, Insomnia, Kehilangan atau kelemahan massa
otot.
f) Sirkulasi
1) Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
2) Tanda : Peningkatan tekanan darah, Peningkatan frekuensi paru, Distensi
vena leher, Warnaa kulit/membran mukosa: normal/abu-abu/sianosis, Pucat
dapat menunjukkan anemia.
g) Integritas Ego
1) Gejala : Mual, Muntah, Perubahan pola tidur.
2) Tanda : Ansietas, Ketakutan, Peka ransangan.
h) Makanan Cairan
1) Gejala : Mual, Muntah, Nafsu makan buruk/anoreksia, Ketidakmampuan
untuk makan karena distress pernapasan.

20
2) Tanda : Turgor kulit buruk, Edema dependen, Berkeringat, Penurunan
berat badan.
i) Hygiene
1) Gejala : Penurunan kemampuan, Penurunan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas.
2) Tanda : Kebersihan tubuh kurang, Bau badan.
j) Pernapasan
1) Gejala : Napas pendek, dispnea saat beraktivitas, rasa dada tertekan,
Ketidakmampuan untuk bernapas, Batuk menetap dengan produksi sputum
setiap hari selama 3 bulan berturut-turut, Batuk hilang timbul, Iritan
pernapasan dalam jangka panjang misalnya; merokok, debu, asap, bulu-bulu,
serbuk gergaji. Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus, Faktor
keturunan dan keluarga.
2) Tanda : Pernapasan biasa cepat atau lambat, Penggunaan otot bantu
pernapasan, Kesulitan berbicara, Pucat, Syanosis pada bibir dan dasar kuku.
k) Keamanan
1) Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat faktor
lingkungan, adanya berulangnya infeksi.
2) Tanda : Berkeringat, Kemerahan
l) Seksualias
Gejala : Penurunan libido
m) Intervensi Sosial
1) Gejala : Ketergantungan, Gagal dukungan dari perorangan orang terdekat,
Penyakit.
2) Tanda : Ketidakmampuan membuat suara atau mempertahankan suara
karena distress pernpasan, Keterbatasan mobilitas fisik, Kelainan hubungan
dengan anggota keluarga lainnya.

21
Analisa data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1 Subyektif (S) : Edema mukosa, inflamasi Bersihan jalan napas
1) Ibu anak dinding bronkus, dan inefektik berhubungan
mengatakan bahwa peningkatan sekresi mukus dengan adanya
anak sesak bronkospasme
2) Ibu anak mengatakan Bronkospasme
bahwa anak batuk
dan berdahak Ketidakefektifan jalan napas
3) Ibu anak mengatakan
anak merasakan sakit
di daerah dada

Obyektif (O) :
1) Anak tampak sesak
2) Anak tampak
memegang dadanya
3) Tampak batuk-batuk
4) Tampak
menggunakan otot
bantu pernapasan
5) Pada auskultasi
terdengar bunyi
tambahan (wheezing)
2 Subyektif (S) : Sekresi mukus meningkat Gangguan pertukaran
1) Ibu anak gas berhubungan
mengatakan anak Sumbatan mukus dengan sumbatan
batuk-batuk mukus pada alveoli
2) Ibu anak Alveoli tertutup yang ditandai dengan
mengatakan anak mukosa bibir sianosis,

22
merasakan sesak Gangguan pertukaran gas terdengar bunyi
Obyektif (O) : ronkhi.
1) Anak tampak batuk-
batuk
2) Mukosa bibir
tampak sianosis
3) Anak tampak pucat
4) Auskultasi terdengar
bunyi wheezing di
sertai dengan ronkhi
3 Subyektif (S): Bronkhospasme Ketidakseimbangan
1) Ibu anak nutrisi kurang dari
mengatakan anak Penyempitan jalan napas kebutuhan tubuh
tidak mau makan berhubungan dengan
Peningkatan kerja pernafasan penurunan masukan
Obyektif (O): peroral
1) Anak tampak tidak Penurunan masukan oral
mau makan
2) Makanan yang ketidakseimbangan nutrisi
diberikan tampak kurang dari kebutuhan tubuh
tidak dihabiskan
3) Anak sesak

2. Daftar Diagnosa Keperawatan


1) Bersihan jalan napas inefektik berhubungan dengan adanya bronkospasme
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sumbatan mukus pada alveoli yang
ditandai dengan mukosa bibir sianosis, terdengar bunyi ronkhi.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan peroral

23
24
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi
NO Diagnosa Tujuan Rasional
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Auskultasi bunyi 1. Beberapa spasme bronkus
napas inefektik tindakan keperawatan, naps, catat adanya terjadi dengan obstruksi
berhubungan selama 3x24 jam klien bunyi napas. jalan napas dan dapat di
dengan adanya dapat bernapas dengan 2. Kaji frekuensi manifestasikan adanya
bronkospasme maksimal. pernapasan. dengan bunyi napas.
3. Berikan posisi 2. Hasil kajian yang di dapat
Kriteria evaluasi: yang nyaman pda dapat membantu untuk
 Klien nampak klien. mengetahui derajat asma
rileks 4. Hindarkan faktor- yang di derita.
 Klien tidak sesak faktor yang dapat 3. Peninggian tempat tidur
napas memperparah atau posisi yang tepat dapat
 Klien tidak batuk- keadaan klien mempermudah fungsi
batuk. misalnya debu, pernapasan dengan

 Bunyi napas asap rokok, dan menggunakan gravitasi.

normal lain-lain. 4. Faktor-faktor pencetus


5. Kolaborasi untuk yang ada jika tidak di
pemberian hindarkan dapat
bronkodilator menyebabkan klien
bertambah sesak.
5. Membantu untuk
melebarkan jalan napas.

2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi 1. Berguna dalam evaluasi


pertukaran gas tindakan keperawatan pernapasan atau derajat distress pernapasan
berhubungan selam 3x24 jam kedalaman atau kronisnya proses
dengan pertukaran gas dalam pernapasan penyakit

25
sumbatan tubuh klien dapat 2. Tinggikan kepala 2. Dengan posisi yang tinggi
mukus pada maksimal. tempat tidur, atur pengiriman oksigen dapat
alveoli yang posisi senyaman lebih cepat berlangsung
ditandai dengan Kriteria ealuasi: mungkin bagi klien dan juga membantu untuk
mukosa bibir  Klien tidak sesak 3. Klien terus kulit tidak terjadinya kolaps
sianosis, napas dan warma paru
terdengar bunyi  Klien tidak membran mukosa 3. Sianosis yang terjadi dapat
ronkhi. pucat/sianosis mulut mengindikasikan pada
 Bunyi paru normal 4. Auskultasi bunyi beratnya hipoksmia
napas, catat adanya 4. Bunyi napas mungkin
bunyi tambahan redup akeranpenurunan
5. Palpasi fremitus lairan udara atau area
6. Awasi status konsolidasi
mental atau tingkat 5. Penurunan getaran vibrasi
kesadaran klien. diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak

6. Gelisah dan ansietas adalah


manifestasi umum pada
keadaan hipoksia
3 Ketidakseimban Setelah dilakukan 1. Mengakaji indeks 1. Kurang dari indeks masa
gan nutrisi tindakan keperawatan masa tubuh klien tubuh normal menunjukkan
kurang dari selam 3x24 jam 2. Kolaborasi dengan adanya kekurangan nutrisi
kebutuhan ketidakseimbangan bagian gizi untuk 2. Makanan yang mudah di
tubuh klien dapat maksimal. pemberian telan membantu klien
berhubungan makanan untuk makan
dengan Kriteria Evaluasi:
penurunan  Klien tampak
masukan menghabiskan

26
peroral porsi makanan
yang diberikan
 Klien tampak
tidak lemas

DAFTAR PUSTAKA

27
Hasdianah dan Suprapto, S. I. 2014. Patologi & Patofisilogi Penyakit. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Hodder R., Lougheed D., Rowe H.B., Fitz Gerald J.M., Kaplan A.G., and McIvor A.
(2010). Management of Acute Asthma in Adults in The Emergency Department:
Nonventilatory Management. 182(2):55- 67. CMAJ

Junaidi, Iskandar. 2010. Penyakit Paru & Saluran napas. Jakarta: BIP Gramedia

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : CV.Trans Info


Media.

Padila. 2015. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha medika

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2003. Asma : Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI.

Saktya, U. A. (2018). Buku ajar keperawatan medical bedah sistem respirasi.


Yogyakarta: Deepublish.

Sihombing et al., 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma


Pada Usia ≥ 10 Tahun Di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). J. Respir.
Indo. 30(2): 85-91.

Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia. Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi


II. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.

Wijaya AS, Putri YM. 2014. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

World Health Organization (WHO). 2016. Asthma Fact Sheets. Diunduh dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/06Juli2021

28

Anda mungkin juga menyukai