Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PARKINSON

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Pencapaian Stase Keperawatan Medikal Bedah

Program Profesi Ners STIK Immanuel Bandung

Oleh:

Yunita Marcelina Selanno


NIM. 1490120102
PPN XXVI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL

BANDUNG

2021
ii
LAPORAN PENDAHULUAN

AMI (ACUT MIOCARD INFARK)

A. Pendahuluan

Berkembangnya pola makan dan gaya hidup masyarakat seiring


perkembangan dunia menyebabkan transisi epidemiologi penyakit. Menurut WHO sejak
tahun 2008, penyakit tidak menular (PTM) 3,4 kali meningkat lebih pesat dari sebelumnya.
Dilaporkan terjadi kasus kematian sebanyak 57 juta jiwa, (36%) diantaranya disebabkan
karena penyakit tidak menular. Diprediksi kasus kematian karena penyakit tidak menular ini
meningkat 15% secara global antara tahun 2010 sampai dengan 2020. Kasus kematian akibat
penyakit tidak menular terbanyak disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut data American
Heart Association ada 81.100.000 kasus penyakit jantung diseluruh dunia, diantaranya
sebanyak 17.600.000 kasus penyakit jantung koroner dimana jantung koroner adalah
manifestasi infark miokard akut. (Budiman, Sihombing, Pradina, 2015 : 32).
Infark miokard akut adalah suatu keadaan lanjutan mekanisme iskemia miokardium,
yang umumnya disebabkan oleh adanya sumbatan total pembuluh darah koroner yang telah
mengalami insufisiensi sebelumnya dan sistem kolateralnya tidak bekerja dengan baik serta
mengakibatkan rusaknya sebagian miokardium yang bersangkutan. Penyakit ini adalah
penyebab utama kematian pada orang dewasa. Laporan American  Heart Association tahun
2010 kasus infark miokard akut tercatat terjadi 8.500.000. Terhitung sebanyak 7.200.000
(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. (Budiman, Sihombing, Pradina,
2015 : 32)
Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada negara
berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2002, penyakit Infark Miokard Akut
merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%). Direktorat
Jendral Pelayanan Medik meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung
yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa.
Kasus terbanyak adalah penyakit jantung iskemik, yaitu sekitar 110.183 kasus. Case Fatality
Rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh
gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%). (Budiman, Sihombing,
Pradina, 2015 : 32

3
B. Pengertian
Penyakit parkinson adalah penyakit gangguan saraf kronis dan progresif yang ditandai
dengan gemetar, kekakuan, berkurangnya kecepatan gerakan, dan ekspresi wajah kosong
seperti topeng dengan salvias berlebihan.[ CITATION Ami151 \l 1033 ]

C. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi
Kulit merupakan barier protektif yang memiliki fungsi vital seperti perlindungan
terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik maupun pengaruh kimia,
serta mencegah kelebihan kehilangan air dari tubuh dan berperan sebagai
termoregulasi. Kulit bersifat lentur dan elastis yang menutupi seluruh permukaan tubuh
dan merupakan 15% dari total berat badan orang dewasa (Paul et al., 2011). Fungsi
proteksi kulit adalah melindungi tubuh dari kehilangan cairan elektrolit, trauma
mekanik dan radiasi ultraviolet, sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen,
merespon rangsangan sentuhan, rasa sakit dan panas karena terdapat banyak ujung
saraf, tempat penyimpanan nutrisi dan air yang dapat digunakan apabila terjadi
penurunan volume darah dan tempat terjadinya metabolisme vitamin D.
Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu dermis yang merupakan suatu lapisan
jaringan ikat.
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel berlapis bertanduk,
mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda
pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal terdapat pada telapak tangan dan kaki.
Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit.
2. Dermis
Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, dermis terutama
terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa
kolagen akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan serabut
elastin terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat
kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan saling
bersilang dalam jumlah yang besar dan serabut elastin akan berkurang
mengakibatkan kulit terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak berkeriput.

4
Di dalam dermis terdapat folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat,
saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan
ujung saraf dan sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah
kulit.
3. Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah
tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis
untuk regenerasi.

D. Etiologi
Parkinson merupakan suatu kondisi neurodegenerative yang progresif akibat kematian sel-
sel dopaminergic/sel-sel pada substansia nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur
Gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa
mengatur/menahan Gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Dan penyebab kematian sel-
sel SNc belum diketahui dengan pasti tetapi faktor-faktor yang memungkinkan menjadi
penyebab adalah : genetic, lingkungan, umur, ras, cedera kranioserebral, stress emosional.
Parkinson diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Primer atau idiopatik :

a) Penyebab tidak diketahui

b) Sebagian besar merupakan penyakit parkinson

c) Ada peran toksin yang berasal dari lingkungan

d) Ada peran faktor genetis, bersifat sporadis

2) Curah jantung yang meningkat :

a) Timbul setelah terpajan suatu penyakit/zat

5
b) Infeksi dan paska infeksi otak (ensefalitis)

c) Terpapar kronis oleh toksin

d) Efek obat

e) Paska strok (vascular)

f) Lain-lain: hipotiroid, hipoparatiroid, tumor/trauma otak, hidrosefalus bertekanan

normal.

4.

Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :

a) Usia lebih dari 40 tahun

b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada Wanita meningkat

setelah menopause

c) hereditas

d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam

2) Faktor resiko yang dapat diubah :

a) Mayor : Hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi

lemak jenuh, kalori

b) Minor : Inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional,agresif, ambisius,

kompetitif), stress psikologis berlebihan

E. Manisfestasi Klinis
1) Lokasi subternal, rerosternal, dan precordial
2) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, rasa tertindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir
3) Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri
4) Nyeri membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat
5) Faktor pencetus : Latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan

6
6) Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernapas, cemas dan
lemas
7) Dispnea

F. Patofisiologi
Menurut Guyton (2012), patofisiologi abses sebagai berikut:
Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran
atau perluasan infeksi ke bagian lain tubuh. Cedera jaringan yang disebabkan oleh Infeksi
Microbial, Reaksi Hipersentivitas, Agen Fisik, Bahan kimia iritan dan korosif dan
Nekrosis menyebabkan peradangan atau inflamasi. Sehingga oleh jaringan dilepaskan
histamin, bradikinin, serotinin ke cairan sekitarnya. Zat-zat ini khususnya histamin
meningkatkan aliran darah lokal dan juga meningkatkan permeabilitas kapiler, vena dan
vanula, memungkinkan sejumlah besar cairan dan protein, termasuk fibrinogen, bocor
masuk kedalam jaringan. Terjadi edema eksternal lokal serta cairan ekstrasel dan cairan
limfe keduanya membeku karena efek koagulasi eksudat jaringan atas fibrinogen yang
bocor. Jadi terjadi edema hebat dalam ruang sekitar sel yang cedera. Hal ini
mengakibatkan regangan dan distorsi jaringan yang menyebabkan nyeri (dolor) dan
memperlihatkan tanda rubor dan kalor. Masalah keperawatan yang muncul adalah
gangguan pemenuhan kebutuhan kenyamanan (Nyeri).
Setelah peradangan dimulai area yang radang diinvasi oleh neutrofil dan makrofag serta
memulai melakukan fungsi skavengernya membersihkan jaringan dari agen infeksi atau
toksik. Makrofag yang telahb erada dalam jaringan mulai kerja fagositiknya. Akibatnya
leukosit dalam darah meningkat dan mengeluarkan pirogen. Pirogen endogen akan
mengalir dalam darah dan akan bergerak dari tempat produksinya menuju pusat
termoregulator di hipotalamus. Pirogen endogen yang sudah berada pada hipotalamus,
akan merangsang sel-sel hipotalamus untuk mensekresikan asam arakhidonat.
Pensekresian asam arakhidonat akan menstimulasi pengeluaran prostaglandin E2 yang
menyebabkan demam. Masalah keperawatan yang muncul adalah Hipertermi.
Makrofag dapat mengfagositosis jauh lebih banyak bakteri dari pada neutrofil dan mereka
dapat juga memakan banyak jaringan nekrotik. Bila neutrofil dan makrofag menelan
bakteri dan jaringan nekrotik dalam jumlah besar maka neutrofil dan makrofag akan mati,
menyebabkan terbentuknya rongga dalam jaringan yang meradang yang berisi berbagai
bagian jaringan nekrotik, neutrofil yang mati dan makrofag yang mati. Campuran ini
disebut nanah. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.

7
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses,
nekrosis jaringan dan kulit menyebabkan abses pecah dan menyebabkan kerusakan pada
kulit. Masalah keperawatan yang muncul Kerusakan Integritas Kuli

8
PATHWAY

1
G. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboraturium akan dilihat peningkatan jumlah sel darah
putih.
2) Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
Rontgen, Ultrasonography, CT Scan, dan Magnetik Resonance
Imaging(MRI).

H. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan alira darah coroner
untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark
miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Pada prinsipnya, terapi pada
kasus ini ditujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan cepat, intensif dan
mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard akut atau
kematian mendadak. Oleh karena setiap kasusu berbeda derajat keparahan
atau riwayat penyakitnya, maka cara terapiterbaik adalah individualisasi dan
bertahap, dimulai dengan masuk rumah sakit (ICCU) dan istirahat total (bed
rest)
Beberapa terapi yang dapat diberikan antara lain :
 Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat.diberikan
melalui vena perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawall mungkin
dan dikerjakan dimanapun. Direkomendasikan penderita infrak miokard
akut <12 jam yang mempunyai elevasi segmen ST atau left bundle branch
block (LBBB) diberikan IV fibrinolitik jika tanpa kontra indikasi.
Sedangkan penderita yang mempunyai riwayat pendarahan intra kranial,
stroke atau pendarahan aktif tidak diberikan terapi fibrinolitik. Dosis
streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan dalam tempo 30-60 menit.
 Terapi Antiplatelet :
 Aspirin

2
Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase platelet
secara ireversibel. Proses tersebut mencegah formasi tomboksan
A2. Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi platelet
diberikan dosis awal paling sedikit 160 mg dan dilanjutkan dosis
80-325 mg per hari
 Tiklopidin
Merupakan derivate tienopiridin yang efektif sebagai pengganti
aspirin untuk pengobatan angina tidak stabil. Mekanismenya
berbeda dengan aspirin. Tiklopidin menghambat agregasi platelet
yang dirangsang ADP dan menghambat transformasi reseptor
fibrinogen platelet menjadi bentuk afinitas tinggi.
 Clopidogrel
Clopidogrel mempunyai efek menghambat agregasi platelet melalui
hambatan aktivasi ADP dependent pada kompleks glikoprotein
IIb/IIIa. Efek samping clopidogrel lebih sedikit dibandingkan
tiklopidin dan tidak pernah dilaporkan menyebabkan neutropenia.
 Antagonis Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis glikoprotein IIb/IIIa menghambat reseptor yang berinteraksi
dengan protein-protein seperti fibrinogen dan faktor von Willebrand.
Secara maksimal menghambat jalur akhir dari proses adesi, aktivasi
dan agregasi platelet.
 Terapi antithrombin
 Unfractioned heparin
 Low molecular-weight heparins
 Direct antithrombin
 Terapi nitrat organic
 Nitrogliserin
Penggunaan nitrogliserin per oral untuk menanggulangi serangan
angina akut cukup efektif. Begitu pula sebagai profilaksis jangka
pendek misalnya langsung sebelum melakukan aktivitas atau
menghadapi situasi lain yang dapat mengiduksi serangan.

3
 Isosorbide dinitrate
Kerjanya hamper sama dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long-
acting. Secara sublingual mulai kerjanya dalam 3 menit dan
bertahan sampai 2 jam. Resorpsinya juga baik, tetapi efek lintas
pertamanya cukup besar
 Isosorbide mononitrate
Obat ini terutama digunakan oral sebagai profilaksis untuk
mengurangi frekuensi serangan. Kadang-kadang juga digunakan
pada dekompensasi yang tidak berhasil dengan obat-obat yang biasa
digunakan.

I. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status Kesehatan pasien

(Setiadi, 2012)

1) Biodata
 Identitas Klien : Nama, TTL, Jenis Kelamin, Agama, Suku bangsa,
Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan, Alamat, Tanggal
Pengkajian, Diagnosa Medis.
 Identitas Penanggung Jawab : Nama, Hubungan dengan klien,
Alamat
2) Riwayat Kesehatan Klien
 Keluhan utama
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat penyakit masa lalu
 Riwayat penyakit keluarga
 Genogram

4
3) Pola Kebiasaan Sehari-hari
 Pola makan dan minum
 Pola eliminasi
 Pola istirahat
 Personal Hygiene
 Pola aktivitas
 Kebiasaan lain
4) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tingkat kesadaran, Tanda-tanda vital
 Data Fisik : Head to toe atau Persistem dengan cara inspeksi,
palpasi,auskultasi dan perkusi
 Head to toe ( Kepala dan rambut, mata, hidung,telinga, mulut, leher,
dada dan punggung, paru-paru, jantung, abdomen, genitalia, anus,
kulit)
 Persistem ( Sistem respirasi, sistem kardiovaskuler, sistem
persarafan, sistem perkemihan dan eliminasi, sistem pencernaan dan
eliminasi, sistem integument,
5) Data Psiko - Sosial – Spiritual
 Data Psikologis : Pengaruh penyakit terhadap persepsi, persepsi klien
terhadap penyakit, harapan klien terhadap pelayanan keperawatan
 Data sosial : Hubungan klien, Peran dan Fungsi klien
 Data Spiritual
6) Data Penunjang
7) Terapi

b) Analisa Data

Analisa data berupa semua hasil pengkajian yang abnormal, untuk

mendapatkan masalah keperawatan. Setelah melakukan pengkajian,

5
selanjutnya data yang di dapatkan dianalisa untuk menentukan diagnosa

keperawatan dari peritonitis.

c) Diagnosa Keperawatan

Merupakan suatu pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau

masalah aktual, atau risiko dalam mengidentifikasi dan menentukan

intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau

mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya,

(Tarwoto dan Wartonah, 2015). Diagnosa yang muncul yaitu :

 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi


 Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
 Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas
 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang proses penyakit

d) Perencanaan & Intervensi Keperawatan

6
Diagnosa Rencana Keperawatan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Nyeri akut Setelah dilakukan NIC :


tindakan keperawatan - Identifikasi lokasi, - Agar mengetahui skala nyeri
berhubungan dengan
diharapkan : karakteristik, durasi, yang dirasakan klien
agen pencedera fisik frekuensi, kualitas,
NOC: intensitas nyeri
- Agar mengetahui apa saja
 Pain level - Identifikasi respons
nyeri non verbal reaksi nonverbal klien terkait
 Pain Control
ketidaknyamanan yang
 Comfort Level
dirasakan
Kriteria hasil :

 Mampu
- Agar mengetahui kondisi
mengontrol nyeri - Monitor TTV
terkini klien
(tahu penyebab
nyeri dan mampu
- Fasilitasi istirahat dan - Agar kondisi klien tetap baik
menggunakan
tidur dengan istirahat yang cukup
Teknik non
farmakologi untuk
mengurasi rasa
- Agar mengurangi rasa nyeri
nyeri) - Ajarkan Teknik non
farmakologis untuk yang dirasakan klien juga
 Skala nyeri dapat
mengurangi rasa meningkatkan relaksasi dan
berkurang menjadi

17
2 nyeri (Teknik kemampuan koping klien
 Wajah klien relaksasi napas
tampak tidak dalam)
meringis lagi - Agar menghilangkan nyeri
 TTV klien dalam - Kolaborasi
batas normal pemberian analgetik
jika perlu
2 Hipertemia Setelah dilakukan NIC :
tindakan keperawatan - Identifikasi penyebab - Mengetahui secara pasti
berhubungan
diharapkan : hipertemia penyebab hipertemia
dengan proses
NOC:
penyakit
- Monitor suhu tubuh
 Thermoregulation - Agar mengetahui keadaan
umum klien dengan suhu
Kriteria hasil : tubuh terkini
- Sediakan lingkungan - Agar terciptanya
 Suhu tubuh dalam
yang dingin lingkungan yang nyaman
rentang normal - Basahi dan kipasi
 Nadi dan RR dalam - Agar suhu dapat turun
permukaan tubuh
rentang normal - Lakukan pendinginan - Upaya untuk menurunkan
 Tidak ada eksternal suhu kembali ke normal
perubahan warna - Anjurkan tirah baring - Agar dapat beristirahat
kulit dan tidak ada dengan baik
- Kolaborasi - Agar nutrisi tetap
pusing
pemberian cairan dan terpenuhi dan suhu bisa

18
elektrolit intravena turun
jika perlu
3 Gangguan integritas Setelah dilakukan NIC :
tindakan keperawatan - Identifikasi penyebab - Agar mengetahui penyebab
kulit/jaringan
diharapkan : gangguan integritas pasti gangguan integritas kulit
berhubungan dengan kulit di jaringan
NOC:
penurunan mobilitas
 Tissue Integrity :
- Ubah posisi tiap 2 - Untuk menghilangkan stress
skin and mucous
jam jika tirah baring pada otot-otot punggung
 Wound healing :
primary and
secondary - Gunakan produk - Agar kulit dan jaringan terjaga
intention berbahan dan tidak terjadi sensitifitas
ringan/alami dan
pada kulit
Kriteria hasil : hipoalergik pada kulit
sensitif
 Perfusi jaringan
normal
- Anjurkan - Menjaga kelembapan kulit
 Tidak ada tanda- menggunakan
tanda infeksi pelembab
 Ketebalan dan
- Meningkatkan asupan nutrisi
tekstur jaringan - Anjurkan
meningkatkan asupan agar kulit tidak kering dan
 Menunjukan
nutrisi jaringan juga baik
pemahaman dalam
proses perbaikan

19
kulit dan mencegah
terjadinya cidera -
berulang
 Menunjukan
terjadinya proses
penyembuhan luka

4 Defisiensi Setelah dilakukan NIC :


tindakan keperawatan - Identifikasi kesiapan - Agar penerima informasi siap
pengetahuan
diharapkan : dan kemampuan dan informasi yang diberikan
berhubungan dengan menerima informasi
pun dapat tersampaikan
NOC:
kurang pengetahuan dengan baik
 Knowledge :
tentang proses disease process - Sediakan materi dan
 Knowledge : media Pendidikan - Agar penyampaian materi
penyakit
Kesehatan yang diberikan dapat menarik
Health behaviour
secara singkat padat dan jelas.
Kriteria hasil : - Jadwalkan
- Mencari waktu yang tepat agar
Pendidikan
 Klien dan keluarga Kesehatan sesuai saat penyampaian pun
menyatakan kesepakatan nyaman.
pemahaman
- Berikan kesempatan
tentang penyakit,
untuk bertanya - Agar ada timbal balik antara
kondisi, prognosis
pemberi informasi dan

20
dan program - Anjurkan minum penerima informasi
pengobatan cukup cairan - Agar kulit dan jaringan tidak
 Klien dan keluarga terhidrasi
- Anjurkan
mampu
menggunakan
melaksanakan pelembab - Menjaga kelembapan kulit
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
 Klien dan keluarga
mampu
menjelaskan
Kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim
Kesehatan lainnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, H. K. (2015). Aplikai Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction Publishing
Jogjakarta.
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA.Jogjakarta: Mediaction
PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

22

Anda mungkin juga menyukai