Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SC

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Pencapaian Stase Maternitas

Program Profesi Ners STIK Immanuel Bandung

Oleh:

Isabel D Nikijuluw
NIM. 1490121003
PPN XXVI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL

BANDUNG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA POST PARTUM SC (SECTIO CAESAREA)

1. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau Sectio Caesarea
adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar R,
2002: 117).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan
janin dari dalam rahim (Carpenito L. J, 2001).
a. Sectio primer (efektif) yaitu sectio dari semula telah direncanakan karena tidak
diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul sempit conjugata vera (CV
kurang 8 cm).
b. Sectio sekunder, dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa
(partus percobaan) dan bila tidak ada kemajuan atau partus percobaan gagal,
baru dilakukan sectio.
c. Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section) ibu pada kehamilan yang lalu
mengalami sectio caesarea (previos caesarean secton) dan pada kehamilan
selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
d. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy) adalah suatu
operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea, langsung
dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
e. Operasi Porro (Porro operation) adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin
dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan
histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.

Jenis-Jenis Sectio Caesaria


a. Section caesaria klasik atau corporal : insisi meanjang pada segmen atas uterus
b. Section caesaria transperineals profunda : insisi pada bawah rahim, bisa dengan
teknik melintang (kerr) atau memanjang (kronij).
c. Section caesaria extra peritonilis : Rongga peritoneum tidak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section caesaria Hysteroctomi : Setelah section sesaria dilakukan hysteroktomy
dengan indikasi: Atonia uteri, plasenta accrete, myoma uteri, infeksi intra uterin
berat

2. Anatomi Fisiologis

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam

rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak di

perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur akibat

rangsang hormon estrogen dan progesteron (Bobak, 2005).

1. Stuktur eksterna

a. Vulva

Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa.

Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran

panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang

dibatasi perineum.
b. Mons pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan

berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di

atas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea dan

ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons

berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus.

c. Labia mayora

Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang

menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis.

Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah

bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada garis tengah.

Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina.

Pada wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia

mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di

bawahnya.

Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada

perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka.

Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada

permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih gelap

daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan semakin

menipis ke arah luar perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal,

dan tidak tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri,

dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas,

yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.


d. Labia minora

Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan

kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang , memanjang ke arah

bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu dengan fourchett. Sementara

bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan

medial labia minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang

sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkankan

labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.

Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva. Suplai saraf yang

sangat banyak membuat labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi

erotiknya.

e. Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat

di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat

adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan

lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans

dan badan klitoris membesar.

Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu substansi lemak

seperti keju yang memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah

klitoris berasal dari kata dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena

klitoris dianggap sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah

dan persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu,

sentuhan dan sensasi tekanan.


f. Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau

lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum

terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina.

Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh

bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di

dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.

g. Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan

terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah

di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis terletak di

antara fourchette dan himen

h. Perineum

Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus

vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.

2. Struktur interna
a. Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang

tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian

mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding

pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum

ovarii proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium adalah

menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat lahir, ovarium

wanita normal mengandung banyak ovum primordial. Di antara interval

selama masa usia subur ovarium juga merupakan tempat utama produksi

hormon seks steroid dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,

perkembangan, dan fungsi wanita normal.

b. Tuba fallopi

Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang

ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-lekuk

mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan

berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong

di sepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis

lapisan otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan peristaltis.

Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang

terbesar ialah pada saat ovulasi.

c. Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang

tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk simetris,

nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus

yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus
yang merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus,

yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks

dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga

fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium,

kehamilan dan persalinan.

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :

1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu

lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan permukaan

padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga,dan lapisan dalam

padat yang menghubungkan indometrium dengan miometrium.

2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot

polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal membentuk

lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan di daerah fundus,

membuat lapisan ini sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan.

3) Peritonium perietalis

Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali seperempat

permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat kandung kemih dan

serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu

membuka rongga abdomen karena peritonium perietalis tidak menutupi

seluruh korpus uteri.

d. Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan

mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap

stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama


siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari mukosa

vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan

vagina berasal dari traktus genetalis atas atau bawah. Cairan sedikit asam.

Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman.

Apabila pH nik diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang

terus mengalir dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

3. Etiologi atau Indikasi

Adapun indikasi untuk melakukan Sectio Caesarea menurut (Mochtar R,


2002: 118) adalah sebagai berikut :
a. Indikasi Ibu
1) Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) dan totalis.
2) Panggul sempit.
3) Disproporsi sefalo-pelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala
dengan panggul.
4) Partus lama (prolonged labor).
5) Ruptur uteri mengancam.
6) Partus tak maju (obstructed labor).
7) Distosia serviks.
8) Pre-eklampsia dan hipertensi.
9) Disfungsi uterus.
10) Distosia jaringan lunak.

b. Indikasi janin:
1) Letak lintang.
2) Letak bokong.
3) Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.
4) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain
tidak berhasil.
4. Patofisiologi

Sectio Caesaria

Post Op SC

Insisi jaringan

Terputusnya jaringan Luka General anestesi Estrogen


meningkat

Pengeluaran Terbuka Kontraksi


mediator nyeri post dientri uterus Penurunan
mningkat Laktasi

Merangsang Perawatan kurang


mediator reseptor Perdarahan Ketidakefektifan
meningkat menyusui
Resiko Infeksi

Nyeri Akut Intoleransi Resiko Syok


Aktivitas Hipovolemik

Gangguan
Pola Tidur

5. Tanda dan Gejala


Menurut Prawirohardjo (2007) tanda gejala pada klien dengan post sectio
caesarea, antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.
6. Penatalaksanaan
Teknik SC transperitaneal profunda
a. Persiapan pasien
Pasien dalam posisi trandenburg ringan. Dilakukan anastesi spinal / peridural pada
oprasi efektif atau anastesi umum pada darurat alat operasi, obat dan darah
dipersiapkan
b. Pelaksanaan
1) Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan oprasi
dipersempit dengan kain suci hama.
2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simpisis ampai
dibawah umbilikus lapis demi lais sehingga kavum peritonium terbuka.
3) dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
4) Dibuat bladder flap yaitu dengan menggunting peritonium kandung kencing di
depn segmen bawah rahim secara melintang pada vesikouterma ini disisihkan
secara tumpul ke arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum
kandung kencing
5) Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan plikavesikouretra
tadi sc tajam dengan pisau sedang ± 2 cm. Kemudian diperlebar sc melintang
secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator. Arah insisi pada segmen
bawah rahim dapat melintang (transversal)
6) Setelah kavum uteri terbuka selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan.
Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan
diotong plasenta dilahirkan secara manual ke dalam otot rahim intramuscular
disuntik oksitosin. Laisan dinding rahim dijahit :
Lapisan I : Dijahit jelujur pada endometrium dan miometrium
Lapisan II : Dijahit jelujur hanya pada miometrium saja
Lapisan III : Dijahit jelujur pada plika vesikoureterina
7) Setelah dinding rahim selesai dijahit kedua admeksa dieksplorasi
8) Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut
dijahit
7. Kemungkinan Data Fokus
a. Wawancara
1. Identitas klien
Nama, umur, TTV, pekerjaaan, pendidikan , agama, suku, nama suami
2. Keluhan utama
Pasien yang setelah menghadapi persalinan biasanya merasa nyeri karena adanya
jahitan pada perineum.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merasa nyeri dengan adanya bekas jahitan pada perineum, ibu mengungkapkan
secara verbal adanya rasa nyeri pada pinggang dan menjalar pada daerah bokong,
skala nyeri sedang (0-10) ibu tampak gelisah, keluar keringat yang berlebih serta
lendir dan darah dari vagina,Peningkatan TTV.
4. Riwayat kesehatan Masa lalu
Penyakit yang di derita seperti hipertensi, DM, Asma
5. Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah di antara keluarga pernah mengalami penyakit turunan seperti jantung,
asma, DM.
6. Riwayat Kehamilan
Jumlah anak, pernah abortus/ tidak
7. Riwayat menstruasi
HPHT, siklus menstruasi dan lamanya hari, pola haid teratur / tidak, haid keluar
sedikit/banyak.
8. Riwayat Kontrasepsi
Apakah pernah menggunakan alat kontrasepsi dan alat kontrasepsi apa yang di
pakai
9. Riwayat Pernikahan
Apakah setelah masa kehamilan klien pernah berhubungan seks
10. Pola aktivitas sehari-hari
Untuk mengetahui bagaimana nutrisi pasien dengan mengetahui jumlah protein,
kalori dan vitamin yang dikonsumsi. Ada juga pola eliminasi bagaimana jumlah,
frekuensi, konsistensi dari BAB dan BAK. Kemudian ada pola istirahat dan tidur
dari pasien
11. Psikologis, sosial, ekonomi, spiritual
 Untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang, apakah ibu merasa takut atau
cemas dengan keadaan sekarang
Untuk mengetahui kehamilan ini direncanakan / tidak, diterima / tidak, jenis
kelamin yang diharapkan dan untuk mengetahui pasien dan keluarga yang
menganut adat istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan pasien
khususnya pada post partum misalnya pada kebiasaan makan dilarang makan ikan
atau yang amis-amis

b. Pemeriksaan fisik (head to toe)


 Keadaan umum : baik
 Kesadaran : biasanya composmentis/coma
 TTV : TD Meningkat, suhu menurun (infeksi/dehidrasi), TB & BB
 Rambut : distribusi rambut, mudah tercabut/tidak, ada lesi/tidak, warna rambut,
kebersihan rambut
 Mata : refleks pupil terhadap cahaya, konjungtiva anemis/tidak, sklera
(ikhterik/tidak), fungsi mata, pergerakan bola mata.
 Muka : bentuk muka (bulat, panjang, oval), simetris /tidak, kebersihan muka,
lesi/tidak.
 Telinga : kebersihan, keluhan, fungsi pendengaran
 Hidung : bentuk hidung, secretada/tidak, keluhan , fungsi penciuman
 Mulut : mukosa bibir kering/tidak, hygiene mulut dan lidah, karies/ tidak
 Leher : ada peningkatan JVP/tidak, pembesaran kelenjar tiroid /tidak, nyeri
menelan/tidak
 Dada : bentuk , pergerakan dinding dada apakah sama atau tidak, paru - paru
whezing / tidak, ronchi /tidak, bunyi perkusi sonor/tidak, jantung I, II, payudara
sejajar/tidak , colostrum keluar/tidak, puting menonjol/tidak.
 Abdomen : Untuk mengetahui ada luka bekas operasi/tidak, adastrie/tidak, ada
tidaknya linea alba nigra
 Vulva : Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda infeksi, varices,
pembesaran kelenjar bartolini dan perdarahan
 Fundus uteri : Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm dibawah
umbilicus. Bila uterus lembek , lakukan masase sampai keras. Bila fundus
bergeser kearah kanan midline , periksa adanya distensi kandung kemih.
 Kandung kemih
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5, kandung kemih ibu cepat terisi karena
diuresis post partum dan cairan intra vena.
 Lochea
Lochea rubra berlanjut sampai hari ke-23, menjadi lochea serosa dengan aliran
sedang. Bila darah mengalir dengan cepat, dicurigai terjadinya robekan servik.
 Perineum
Episiotomi dan perineum harus bersih, tidak berwarna, dan tidak edema dan
jahitan harus utuh.
 Punggung : ada kelainan bentuk/tidak (kifosis, skoliosis, lordosis)
 Ekstermitas : kebersihan, ROM, refleks babinski, edema ada/tidak
 Genetalia: terdapat blood show, pada pemeriksaan VT sudah dapat pembukaan
sorulx, perinium menonjol, vulva membuka.
 Anus : kebersihan, ada hemoroid/tidak

c. Pemeriksaan diagnostik
 USG
 Aminograpi/Fotografi
 Fetoskopi
8. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan

1 DS : Post partum sc Nyeri Akut


- Pasien mengatakan nyeri
pada luka jahitan Insisi jaringan
- Pasien mengatakan nyeri
bertambah saat bergerak Terputusnya jaringan
-
DO :
Pengeluaran mediator nyeri
- Ekspresi wajah meringis
- Pasien tampak memegang
perut Merangsang mediator reseptor

Nyeri akut

2 DS : Post partum sc Resiko Infeksi


- Pasien mengatakan
takut untuk berjalan Luka insisi
- Pasien mengatakan
mengganti pembalut
Luka terbuka
2x/hari
DO :
Perawatan kurang
- Tidak ada kemerahan
- Kerekatan jahitan kuat
- Terdapat darah warna terang Resiko Infeksi
- Lochea rubra
- Ekimosis
- Bau : seperti darah biasa
dan tidak busuk.

- Leukosit : 7.800 mm3


3 DS : Post partum sc Resiko Syok
- Pasien merasa pusing Hipovolemik
General anestesi

DO :
- Pasien terlihat lemas Kontraksi uterus mningkat
- Adanya Perdarahan

Perdarahan meningkat

Resiko syok Hipovolemik

4 DS : Post partum sc Gangguan Pola Tidur


- Pasien mengatakan
kurang tidur dan susah tidur Nyeri akut
- Pasien mengatakan cemas
DO :
Gangguan Pola tidur
- Ekspresi wajah tanpak cemas
- Tampak lesu
- Konjungtiva anemis

5. DS : Post partum sc Menyusui Tidak


- Pasien mengatakan tidak ada
Efektif
ASI yang keluar
Estrogen meningkat
- Pasien mengatakan cemas
terhadap bayinya
Penurunan Laktasi

DO :
- Tidak ada ASI yang keluar Ketidakefektifan menyusui
- Payudara Bengkak
9. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:
a. Nyeri Akut b.d Agen pencendera fisik
b. Resiko Infeksi b.d Prosedur invasif
c. Resiko Syok Hipovolemik b.d Perdarahan
d. Gangguan Pola Tidur b.d Hambatan Limgkungan
e. Menyusui Tidak Efektif b.d Ketidakadekuatan suplai ASI
10. Rencana Asuhan Keperawatan
No Dx kep Tujuan Intervensi Rasional

1 1. Nyeri akut b.d agen TUPEN


Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Merupakan intervensi monitoring yang
pencedera fisik
keperawatan selama 2 jam durasi, frekuensi, kualitas, intensitas efektif untuk mengetahui karakter dari
(adanya jahitan luka) diharapkan nyeri berkurang nyeri nyer
TUPAN 2. Monitor TTV
Setelah dilakukan tindakan 2. Agar mengetahui kondisi terkini klien
keperawatan selama 3 x 24 jam 3. Berikan lingkungan yang nyaman
diharapkan dengan Kriteria Hasil : 3. Agar memberikan rasa nyaman
4. Ajarkan Teknik non farmakologis
1) Keluhan nyeri menurun untuk mengurangi rasa nyeri (Teknik 4. Agar mengurangi rasa nyeri yang
2) Meringis menurun relaksasi napas dalam) dirasakan klien juga meningkatkan
3) Gelisa menurun relaksasi
5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
5. Agar menghilangkan nyeri dengan
analgetik
2 2. Resiko infeksi b.d TUPEN
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Mengetahui perubahan tanda dan gejala
prosedur invasif
keperawatan selama 2 jam
2. Berikan perawatan luka pada edema terjadinya infeksi
3. diharapkan resiko infeksi
berkurang 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 2. Agar luka menjadi sembuh dan
kontak dengan pasien terhindar dari infeksi
TUPAN
Setelah dilakukan tindakan 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 3. Mencegah terjadinya penularan infeksi
keperawatan selama 3 x 24 jam
5. Anjurkan meningkatkan asupan pada saat melakukan Tindakan
diharapkan dengan Kriteria Hasil :
1) Kadar sel darah putih nutrisi 4. Agar pasien mengetahui penyebab
membaik terjadinya infeksi serta tanda dan gejala
2) TTV normal
dan menghindarinya
3) Menunjukan kemampuan
mencegah infeksi 5. Agar kebutuhan nutrisi tercukupi

3 4. Resiko Syok TUPEN


Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan 1. Mengetahui tanda dan gejala perdarahan
Hipovolemik b.d
keperawatan selama 30 menit 2. Monitor terjadinya perdarahan 2. Mengetahui jumlah dan frekuensi
perdarahan diharapkan resiko infeksi 3. Kolaborasi pemberian obat perdarahan
berkurang pengontrol perdarahan 3. Agar perdaraham dapat dihentikam
5.
4. Kolaborasi pemberian transfuse 4. Agar mengganti darah yang keluar
TUPAN darah jika perlu
lewat perdarahan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan dengan Kriteria Hasil :

1. Resiko syok hypovolemia


menurun

4 6. Gangguan pola tidur TUPEN


Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 1. Mengetahui pola aktifitas tidur yang di
b.d hambatan
lingkunga keperawatan selama 1 x 24 jam 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur butuhkan
diharapkan gangguan pola tidur
7. 3. Modifikasi lingkungan 2. Mengetahui faktor penyebab
membaik
4. Tetapkan jadwal tidur pengganggu tidur
TUPAN
5. Jelaskan pentingnya tidur cukup 3. Agar pasien merasa nyaman dengan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam selama sakit lingkungan yang mendukung
diharapkan dengan Kriteria Hasil:
6. Anjurkan menepati kebiasaan waktu 4. Agar proses pola istirahat terjadwal
1. Keluhan sulit tidur menurun tidur dengan baik
2. Keluhan tidak puas tidur 5. Agar klien mengetahui pentingnya
menurun
kebutuhan tidur
3. Keluhan istirahat tidur tidak
cukup menurun 6. Agar pola istirahat klien bisa membaik
5 8. Menyusui tidak efektif TUPEN
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tujuan atau kegunaan 1. Agar Ibu mengetahui tujuan menyusui
berhubungan dengan
keperawatan selama 30 menit
ASI 2. Agar klien mampu percaya diri dalam
ketidakadekuatan diharapkan menyusui tidak efektif
teratasi 2. Dukung ibu meningkatkan menyusui
suplai ASI
kepercayaan diri dalam menyusui 3. Agar klien mengetahui manfaat
TUPAN
Setelah dilakukan tindakan 3. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu menyusui
keperawatan selama 3 x 24 jam
dan bayi 4. Agar ASI dapat dihasilkan dengan baik
diharapkan menyusui tidak efektif
teratasi dengan Kriteria Hasil: 4. Ajarkan perawatan payudara post
partum
1. Tetesan atau pancaran ASI
meningkat
2. Suplai ASI adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan


dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA.Jogjakarta: Mediaction
PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai