Anda di halaman 1dari 9

BERGERAK DALAM DIAM, ………

DARI ASRAMA UNTUK INDONESIA


“2015, sekitar 20% mahasiswa baru ITB tinggal di asrama selama TPB dan beberapa tahun ke
depan, 100% mahasiswa baru ITB akan tinggaal di asrama selama TPB”

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah ‘azza wa jalla, zat yang maha membolak-balikan hati,
dan dengan penuh kerendahan hati untuk membagi tulisan ini kepada yang lain, penulis
sampaikan catatan ini sebagai hasil pengalaman penulis selama menjadi tutor di Asrama ITB,
Oktober 2012-Mei 2015, Insya Allah. Ya, tutor asrama, sebuah amanah yang penulis pandang
berat, yang mengemban misi utama pengembangan karakter kepada sekitar 20% mahasiswa TPB
pada 2015, yang dipastikan akan bertambah hingga mencapai 100% pada beberapa tahun ke
depan, seiring dibangunnya beberapa gedung asrama baru.

Asrama ITB,

Hingga awal tahun 2015, jumlah Asrama ITB ada lima, yang tersebar pada lima lokasi berbeda
dengan karakteristik mahasiswa yang berbeda pula. Asrama Kidang Pananjung, berada di Jalan
Cisitu Lama VIII, nomor 12, dikhususkan untuk mahasiswa putra. Asrama Kanayakan, berada di
Jalan Kanayakan Bawah, nomor 61, dikhususkan untuk mahasiswa putri. Asrama Sangkuriang
atau disebut juga Asrama Rusunawa, berada di Jalan Sangkuriang Dalam, nomor 55,
dikhususkan untuk mahasiswa putra (Gedung A dan D) dan Putri (Gedung B dan C). Asrama
Jatinangor, berada di Jalan Winaya Mukti, Nomor 1, dikhususkan untuk mahasiswa yang
menempuh kuliah di Kampus ITB Jatinangor. Dan Asrama Internasional, berada di Jalan Cisitu
Lama, sekitar 300 m dari Asrama Kidang Pananjung, dikhususkan untuk mahasiswa asing yang
menempuh kuliah di Kampus ITB Ganesha. Dari lima asrama tersebut, hanya Asrama Kidang
Pananjung, Asrama Kanayakan, dan Asrama Sangkuriang lah yang hingga saat ini dijadikan
tempat persinggahan pertama bagi sekitar 20% mahasiswa baru ITB, sebagai central penanaman
nilai-nilai karakter mahasiswa ITB.

Nilai-Nilai Karakter Mahasiswa ITB,

Sebelum mengulas lebih jauh tentang nilai-nilai karakter mahasiswa ITB, ulasan singkat tentang
nilai-nilai karakter pada beberapa universitas di luar negeri akan penulis sampaikan terlebih
dahulu. Yang pertama adalah University of Maryland, USA, dengan nilai-nilai karakter yang
dibangun di universitas tersebut yaitu integrity, character, dan ethics. Yang kedua adalah
University of Illinois at Urbana Champaign, USA, dengan nilai-nilai karakter yang dibangun di
universitas tersebut yaitu self respect, responsibility, trustworthiness, dan citizenship. Yang
ketiga adalah Seattle University, USA, dengan nilai-nilai karakter yang dibangun di universitas
tersebut yaitu happiness, spirituality, love, ethics, dan meaningful live. Yang keempat atau yang

1
terakhir adalah Massachusetts Institute of Technology, USA, dengan nilai-nilai karakter yang
dibangun di universitas tersebut yaitu trustworthiness, respect, responsibility, fairness, caring,
dan citizenship. Penjelasan lebih detail tentang nilai-nilai karakter tersebut dapat teman-teman
baca sendiri pada wabsite universitas yang bersangkutan, karena poin yang ingin penulis
sampaikan disini adalah pemahaman bersama bahwa universitas-universitas tersebut, yang
semuanya berada di USA, negara adidaya, negara dengan perkembangan teknologi yang maju,
ternyata memiliki asa kepada mahasiswanya agar mereka memiliki nilai-nilai karakter tertentu,
yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan universitas tersebut.

Lalu bagaimana dengan ITB? Di dalam dokumen Presentasi ”Pengembangan Karakter


Mahasiswa ITB” yang disampaikan oleh Dr. Brian Yuliarto, disebutkan bahwa ada 5 nilai
karakter yang ingin ITB kembangkan kepada mahasiswanya. Lima nilai karakter tersebut yaitu
ketuhanan, integritas, profesional, kepemimpinan, dan nasionalis. Masing-masing nilai tersebut
kemudian dijabarkan kembali ke dalam sub-sub nilai yang lebih spesifik. Ketuhanan dijabarkan
sebagai etika, moral, empati, humanis, religius, dan rendah hati. Integritas dijabarkan sebagai
kepedulian, berbudi pekerti, kebijaksanaan, kearifan, keluhuran, dan kejujuran. Profesional
dijabarkan sebagai keunggulan, kebenaran ilmiah, tekun, kreatif, inovatif, dan kritis objektif.
Kepemimpinan dijabarkan sebagai kepeloporan, teladan, tanggung jawab, mandiri, adil, dan
estetika. Nasionalis dijabarkan sebagai wawasan kebangsaan, kejuangan, pengabdian, wawasan
kebinekaan, satria, dan pengorbanan. Dalam sosialisasinya, 5 nilai karakter tersebut dibungkus
dalam sebuah jargon, “Jargon Pengembangan Karakter Mahasiswa ITB” yaitu IPK, Integritas,
Prestasi, dan Komitmen.

Strategi dan Tahapan Pengembangan Karakter

Di dalam dokumen yang sama, yaitu dokumen presentasi ”Pengembangan Karakter Mahasiswa
ITB”, dijabarkan pula strategi dan tahapan pengembangan nilai-nilai karakter tersebut. Strategi
umum dimulai dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan karakter
(lingkungan berkarakter), mendorong setiap elemen yang ada agar memberikan keteladanan
kepada yang lain, memfasilitasi dan memberikan pengetahuan tentang pengembangan karakter,
dan melibatkan berbagai elemen dalam pelaksanaannya, disebut juga sebagai empat pilar
pengembangan karakter mahasiswa ITB. Yang kemudian oleh Prof. Juke Siregar, dikelompokan
menjadi tiga tahap pengembangan yaitu tahap pengenalan (self-awarness) atau pengembangan 1
dilakukan pada mahasiswa tingkat 1 (TPB), tahap pengembangan (exploration) atau
pengembangan 2 dilakukan pada mahasiswa tingkat 2 dan 3, dan tahap penglepasan (aktualisasi
diri) yang dilakukan pada mahasiswa tingkat akhir.

Pada tahap pengenalan, yang ditujukan kepada mahasiswa baru, pengembangan nilai karakter
difokuskan di lingkungan asrama, “Pengembangan Karakter Berbasis Asrama”. Di dalam
dokumen disebutkan beberapa alasan yang mendasari pemfokusan tersebut yaitu sebagai berikut.

“Karakter tidak bisa terlepas dari kehidupan sehari-hari. Dengan pembinaan di asrama,
seorang mahasiswa bisa dididik selama 24 jam sehari dan dengan itu, karakter akan lebih

2
efektif dikembangkan. Kegiatan yang dikembangkan bersifat rutin dan konsisten sebagai
upaya membentuk kebiasaan yang nantinya menjadi karakter.”

Namun, mengingat kapasitas asrama ITB yang ada belum mampu menampung seluruh
mahasiswa baru, yang jumlahnya sekitar 3500, maka hingga 2015 ini baru sekitar 20% saja dari
jumlah mahasiswa baru yang ada yang menerima pengembangan karakter berbasis asrama.
Adapun pada tahap pengembangan, yang ditujukan pada mahasiswa tingkat 2 dan 3,
pengembangan nilai-nilai karakter difokuskan pada organisasi kemahasiswaan, unit-unit, dan
himpunan-himpunan. Dan pada tahap penglepasan, yang ditujukan kepada mahasiswa tingkat
akhir, pengembangan nilai-nilai karakter difokuskan pada aktualisasi profesi, seperti kerja
praktek, kompetisi ilmiah, seminar ilmiah, dan lain sebagainya.

Pengembangan Karakter Berbasis Asrama,

Pengembangan karakter berbasis asrama diuraikan dengan cukup ringkas di dalam dokumen
presentasi “Konsep Pembinaan Asrama ITB” yang disusun oleh Lembaga Kemahasiswaan ITB,
2012. Di dalamnya disebutkan tentang visi dan misi asrama.

“Visi Asrama ITB: menciptakan atmosfer yang kondusif bagi pengembangan kreativitas
intelektual, mental dan spiritual, minat-bakat profesional serta solidaritas sosial dan
kepedulian moral mahasiswa sebagai generasi penerus yang memegang kebenaran ilmiah
juga memahami kemajemukan nasional dan internasional.

Misi Asrama ITB: menyelenggarakan program pembinaan untuk mendukung kegiatan


akademik serta potensi minat dan bakat mahasiswa, menumbuhkan semangat kerjasama
dan kompetensi dengan konsep dasar maju bersama, membentuk mahasiswa baru menjadi
pribadi sehat jasmani dan rohani, mandiri, bermoral tinggi, berprestasi, dan membentuk
mahasiswa yang peka dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang majemuk.”

Yang kemudian berdasarkan hasil rapat kerja UPT Asrama, 30-31 Januari 2015, visi dan misi
asrama ITB tersebut diperbaharui untuk menyesuaikan dengan harapan-harapan besar yang ingin
dicapai Asrama ITB ke depan. Visi dan misi Asrama ITB hasil pembaharuan masih dalam proses
pembahasan lebih lanjut. Sementara itu, di dalam dokumen juga disebutkan tentang jargon
pengembangan karakter berbasis asrama, yaitu IPK, Integritas, Prestasi, dan Komitmen, yang
mengikuti jargon pengembangan karakter secara umum. Disebutkan juga tentang bidang-bidang
pembinaan yaitu akademik (1), minat, bakat, dan wawasan (2), mental dan spiritual (3), dan
kepedulian sosial (4), yang kemudian dijabarkan dengan lebih detail di dalam “Grand Design
Pembinaan Karakter”.

3
Tutor Asrama ITB, Sejarah, Misi Utama, Fungsi, dan Batasan

Di dalam dokumen presentasi “Konsep Pembinaan Asrama ITB”, disebutkan bahwa


pengembangan karakter berbasis asrama dilakukan berdasarkan konsep Pendidikan Orang
Dewasa (POD).

“Konsep Pendidikan Orang Dewasa (POD) dilakukan dengan langkah membentuk sikap
kemandirian, kematangan moralitas, dan mengembangkan potensi diri atau jiwa
kepeloporan para penghuni asrama. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan
keberhasilan studi, memperkokoh nilai moralitas, dan meningkatkan realisasi berbagai
potensi yang ada dalam diri serta melatih jiwa kepeloporan dan kepemimpinan para
penghuni asrama.”

Agar konsep POD berjalan dengan baik, dibentuklah senior resident (kakak asrama), yang pada
awal diinisiasinya ditujukan untuk mahasiswa tingkat 3 ke atas dengan persyaratan tertentu,
seperti IPK tinggi, memiliki prestasi ilmiah, pengalaman organisasi yang cukup, dan tentunya
bersedia tinggal di asrama untuk membina mahasiswa baru.

Senior resident pertama kali ada pada akhir tahun 2012, tepatnya Oktober 2012, sehingga
namanya belum begitu terdengar di kampus ITB. Penyeleksian pada saat itu dilakukan oleh
lembaga kemahasiswaan yang sebelumnya mempublikasikan info ini melalui himpunan-
himpunan, media sosial, dan papan pengumuman yang ada di kampus. Seleksi dilakukan melalui
serangkaian tahapan yang meliputi seleksi dokumen, wawancara, dan training for tutor yang
akhirnya menetapkan 20 mahasiswa sebagai senior resident berdasarkan SK Kepala Lembaga
Kemahasiswaan ITB. 20 mahasiswa tersebut disebar ke asrama-asrama ITB, yaitu Asrama
Kidang Pananjung, Asrama Sangkuriang, dan Asrama Kanayakan. Sebelum mulai bertugas, para
senior resident dibekali dengan berbagai materi pembinaan seperti materi program
pengembangan karakter mahasiswa ITB, peran strategis pembinaan asrama dalam
pengembangan karakter mahasiswa, psikologi pendampingan asrama, strategi pendekatan dan
komunikasi interpersonal, dan role play pembinaan mahasiwa.

Sekitar 2,5 bulan berjalan, yaitu dari pertengan Oktober 2012 hingga akhir Desember 2012,
sistem pengelolaan Asrama diamanahkan ke UPT, sebuah unit khusus yang ditugaskan oleh
Rektorat ITB untuk mengelola asrama, termasuk mengelola pengembangan karakter mahasiswa
baru di asrama. Mulai bulan Januari 2013, proses transisi mulai terasa, dari yang tadinya
dipegang oleh Lembaga Kemahasiswaan, berangsur dipegang oleh UPT Asrama ITB. Pada
proses transisi inilah, istilah senior resident mulai berubah menjadi tutor Asrama ITB. Tutor
Asrama ITB kemudian mulai berkembang di bawah Pimpinan UPT Asrama ITB, yang di
dalamnya terdiri dari satu kepala dan tiga wakil (sistem kepemimpinan kolegial). Kepala UPT
dijabat oleh Dr. Ir. Agung Wiyono H. S., M.S., M.Eng., beliau adalah dosen teknik sipil ITB.
Wakil Kepala Bidang Pembinaan dijabat oleh Dr. Eng. Raden Dadan Ramdan, S.T., beliau
adalah dosen teknik material. Wakil Kepala Bidang Sumber Daya dijabat oleh Dr. Eng. Sidik
Permana, beliau adalah dosen fisika. Dan Wakil Kepala Bidang Sistem Manajemen Informasi
dijabat oleh Dr. techn. Saiful Akbar, S.T., M.T., beliau adalah dosen teknik informatika.

4
Hingga awal 2015, tutor UPT Asrama ITB berjumlah 42 orang, yang memiliki misi utama
pengembangan karakter kepada mahasiswa TPB yang tinggal di asrama. Dalam menunaikan
misinya, tutor menjalankan 4 fungsi pengembangan karakter, yang merupakan bentuk
implementasi dari empat pilar pengembangan karakter mahasiswa ITB, yaitu fungsi lingkungan,
fungsi keteladanan, fungsi keterlibatan, dan fungsi pengetahuan. Fungsi lingkungan menuntut
tutor agar mampu menciptakan lingkungan berkarakter di dalam asrama, sebuah lingkungan
yang mendorong penghuninya untuk berprestasi, berkarya, dan mengamalkan nilai-nilai
mahasiswa ITB. Fungsi keteladanan menuntut tutor untuk berprestasi dibidang akademik dan
non-akademik sehingga dapat menjadi inspirasi bagi penghuni yang lain. Lebih jauh dari itu,
fungsi keteladanan menuntut tutor untuk mampu memberikan contoh dalam hal-hal nyata di
lapangan, seperti tidak mengeluh ketika air mati, lampu mati, pintu rusak, sarung bantal kurang,
kursi rusak, dan lain sebagainya, tetapi menanggapi hal-hal tersebut dengan cara memberikan
solusi, setidaknya solusi alternatif. Fungsi keteladanan lain dicontohkan tutor dalam mengelola
keuangan kegiatan, yaitu sistem pengelolaan yang transparan (terbuka), accountable (dapat
dipertanggungjawabkan), dan fairness (wajar).

“Pembinaan tidak mungkin berjalan dengan lancar, tanpa didukung ketersediaan air yang
cukup, lampu yang memadai, …… tutor harus mampu memberikan contoh kepada adik-
adiknya bagaimana menyolusikan air mati, lampu mati, pintu rusak, …… Tutor juga
harus mampu memberikan contoh cara mengelola keuangan kegiatan yang transparan,
accountable, dan fairness. Inilah yang dibutuhkan bangsa ini.“ - Dr. Ir. Agung Wiyono H. S.,
M.S, M.Eng. -

Fungsi keterlibatan menuntut tutor untuk mampu melibatkan penghuni dalam berkegiatan,
melibatkan penghuni dalam mengimplementasikan nilai-nilai karakter mahasiswa ITB. Fungsi
pengetahuan menuntut tutor untuk mampu menanamkan nilai-nilai karakter melalui diskusi,
konseling, apel pagi, talk show, dan kegiatan-kegiatan tertentu yang membuka ruang bagi tutor
untuk berbicara kepada penghuni tentang materi tertentu, yang didalamnya tersirat dan atau
tersurat penanaman nilai-nilai karakter mahasiswa ITB.

Dalam membina mahasiswa baru, tutor tidak bisa melakukannya dengan sekehendak hati, tetapi
harus berada pada jalur yang benar, tidak boleh menerobos batasan-batasan yang ada. Setidaknya
ada dua batasan besar yang tidak boleh diterobos tutor selama melakukan pembinaan,
sebagaimana yang sering disampaikan Kepala UPT Asrama ITB, yang isinya kurang lebih
sebagai berikut.

“Tidak boleh ada intervensi politik dalam pelaksanaan pembinaan, tidak boleh ada
intervensi SARA dalam pelaksanaan pembinaan, proses pembinaan harus mengutamakan
kepentingan yang lebih besar.” - Dr. Ir. Agung Wiyono H. S., M.S, M.Eng. -

Politik dan SARA, setidaknya itu adalah dua batasan besar yang tidak boleh dicampur-adukan
ketika melakukan pembinaan. Hal ini cukup masuk akal, mengingat posisi tutor dalam kegiatan
pengembangan karakter sangat strategis, tutor dapat mengumpulkan mahasiswa TPB di
asramanya kapanpun dan dimanapun, sehingga jika tidak ada batasan yang jelas dan tegas,
potensi tutor untuk mengarahkan 20% mahasiswa baru tersebut ke hal-hal yang tidak diinginkan
bisa saja terjadi, belum lagi ketika 100% mahasiswa baru diwajibkan tinggal di asrama, peran

5
tutor akan semakin strategis. Contoh sederhana dari pengimplementasian batasan ini adalah
dalam memimpin doa, tutor atau mahasiswa baru yang memimpin doa dituntut untuk tetap
menghormati pemeluk agama lain, yaitu dengan meminta izin terlebih dahulu kepada pemeluk
agama lain untuk memimpin doa dengan tata cara agama yang dianutnya. Dengan begini,
keharmonisan dalam pelaksanaan pembinaan akan tetap terjaga.

Aturan Tutor Asrama ITB

Tutor Asrama ITB memiliki aturan yang tegas. Mungkin yang paling tegas dibandingkan aturan
yang ada di unit-unit atau himpunan-himpunan. Tutor hanya diperbolehkan tidak mengikuti
kegiatan asrama ketika ada ibadah, ada urusan dengan orang tua, sakit, ada acara beasiswa, dan
ada kuliah wajib. Selain itu, tutor akan mendapatkan poin sesuai pelanggaran yang dilakukan.
Konfirmasi terlambat mengikuti kegiatan asrama dengan alasan selain tersebut di atas, mendapat
poin 1. Terlambat mengikuti kegiatan asrama tanpa konfirmasi, mendapat poin 2. Konfirmasi
tidak hadir dalam kegiatan asrama dengan alasan selain tersebut di atas, mendapat poin 4. Tidak
hadir tanpa konfirmasi, mendapat poin 6. Jumlah poin yang didapat oleh masing-masing tutor
diakumulasikan selama 1 tahun, dengan evaluasi dilakukan setiap akhir semester.

Aturan tutor yang tegas ini dikendalikan penuh oleh koordinator tutor. Dengan demikian, peran
koordinator dalam menjaga keharmonisan, ketenggangrasaan, dan kekeluargaan antar tutor
sangat besar. Ketika koordinator tidak mampu mengolah emosinya terhadap tutor-tutor dengan
jumlah poin yang besar, bisa jadi akan mengurangi unsur kekeluargaan, keharmonisan, dan
ketenggangrasaan antar tutor. Lebih jauh dari itu, fungsi aturan poin bukanlah untuk
menyudutkan tutor-tutor dengan jumlah poin yang besar, tetapi lebih ditekankan pada dua fungsi
utama yaitu untuk merekam dan untuk mengevaluasi. Ibarat orang menyanyi, keseriusan dalam
pembawaan akan lebih diperlihatkan ketika ada yang merekam dibandingkan ketika tidak
direkam sama sekali. Begitupun dengan aturan poin, yang fungsi pertamanya adalah untuk
merekam komitmen tutor selama bertugas menanamkan nilai-nilai karakter mahasiswa ITB
kepada mahasiswa TPB, sehingga diharapkan tutor serius dalam menjalankannya, tidak ada
unsur main-main. Dengan begini, mekanisme evaluasi akan lebih mudah dan terarah juga, tutor-
tutor dengan jumlah poin yang lebih besar dipastikan akan mendapatkan teguran dan pendekatan
personal yang lebih besar dibandingkan dengan tutor-tutor yang jumlah poinnya lebih kecil.
Tutor-tutor yang rajin akan terlindungi.

Aturan poin secara umum hanya bisa mengukur komitmen yang dimiliki masing-masing tutor
dalam melakukan pembinaan karakter, inipun sebenarnya hanya dari sisi tertentu saja. Lebih jauh
dari itu, tutor asrama ITB juga dituntut untuk mengumpulkan log sheet dua mingguan, yang
secara umum berisi laporan singkat hal-hal yang sudah dilakukan tutor setiap dua minggunya
yang berhubungan dengan pembinaan karakter kepada mahasiswa TPB. Dari log sheet ini, dapat
dikuantifikasi seberapa besar kontribusi dan prestasi yang sudah dilakukan tutor selama dua
minggu. Dari sini juga dapat dilihat seberapa besar integritas yang dimiliki tutor yaitu kesesuaian
apa yang ditulis di dalam log sheet dengan apa yang dilakukan di lapangan. Terlepas dari aturan
yang ada ini, tutor tetap harus menjalankan fungsi keteladanan, yaitu IPK yang tinggi (di atas 3)
dan mempunyai prestasi-prestasi lainnya, baik yang berhubungan dengan akademik seperti

6
kompetisi-kompetisi ilmiah maupun non-akademik. Sebagai informasi saja, calon tutor UPT
Asrama ITB periode 2015/2016 IPK-nya di atas 3,5 yang berasal dari berbagai fakultas.

Grand Design Pembinaan Karakter dan SOP Pembinaan

Tidak ada unsur main-main dalam menanamkan nilai-nilai karakter ITB kepada mahasiswa TPB.
Ini dibuktikan dengan disusunnya grand design pembinaan karakter (GDPK) dan berbagai
macam standard operational procedure (SOP) dalam pembinaan. Penyusunan dimulai pada Juni
2014 yang melibatkan berbagai elemen seperti Wakil Kepala UPT Asrama Bidang Pembinaan,
Asisten UPT Asrama, koordinator tutor masing-masing asrama, dan perwakilan tutor.
Penyusunan GDPK mengacu pada nilai-nilai karakter yang ingin dibangun di asrama ITB, dari
sini diturunkan dalam bentuk substansi, kemudian metode, dan terakhir adalah parameter
penilaian. GDPK umum yang ada kemudian digunakan sebagai referensi dalam
mengklasifikasikan metode pembinaan berdasarkan periode pelaksanaan, membuat kalender
pembinaan, membuat sistem penanggung jawab dari tutor, dan membuat SOP pembinaan (ada 44
SOP). Informasi mengenai GDPK dan SOP Pembinaan secara lebih detail dapat dilihat di dalam
Buku Saku Asrama ITB.

Menurut penulis, ada 4 program pembinaan karakter unggulan berdasarkan GDPK yang ada
yaitu konseling, apel, pembinaan terpusat, dan pembentukan kabinet. Konseling merupakan
metode pembinaan yang dilakukan setiap dua minggu kepada kelompok-kelompok kecil
berjumlah 10-20 orang yang dipegang oleh seorang tutor. Pada metode ini, tutor akan banyak
melakukan diskusi (komunikasi dua arah) seputar kepribadian, keadaan akademik, keuangan,
kesehatan, dan sosial setiap anak. Tutor juga diwajibkan menyampaikan materi tertentu sesuai
GDPK, yang mana di dalam materi yang disampaikan terdapat nilai-nilai karakter mahasiswa
ITB yang ditanamkan, baik tersurat maupun tersirat. Kelembutan, keterbukaan, dan cara
persuasif merupakan kunci keberhasilan penggunaan metode ini dalam menanamkan nilai-nilai
karakter mahasiswa ITB. Apel merupakan metode pembinaan yang dilakukan setiap minggu
kepada kelompok-kelompok yang lebih besar (masih dalam satu asrama) yaitu berjumlah sekitar
200 orang yang dipegang oleh 10-15 tutor sesuai jumlah tutor yang ada di asrama tersebut. Pada
metode ini, satu orang tutor bertugas menyampaikan materi tertentu sesuai GDPK di depan
peserta apel, yang mana di dalam materi yang disampaikan terdapat nilai-nilai karakter
mahasiswa ITB yang ditanamkan, baik tersurat maupun tersirat. Teknik penyampaian yang baik
dengan mengutamakan unsur-unsur peningkatan tingkat kesadaran bersama merupakan kunci
keberhasilan penggunaan metode ini. Pembinaan terpusat merupakan metode pembinaan yang
dilakukan setiap bulan kepada semua mahasiswa TPB yang tinggal di asrama. Materi pembinaan
terpusat disampaikan oleh pimpinan ITB dan atau pimpinan UPT Asrama ITB. Materi yang
disampaikan juga sesuai dengan GDPK yang ada, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai karakter
mahasiswa ITB yang ditanamkan, baik tersurat maupun tersirat.

Sementara itu, pembentukan kabinet merupakan metode pembinaan karakter yang


mengedepankan fungsi keterlibatan, sedangkan konseling, apel, dan pembinaan terpusat lebih
mengedepankan fungsi pengetahuan. Kabinet dibentuk di samping sebagai upaya
mengimplementasikan fungsi keterlibatan yang dimiliki oleh tutor, juga sekaligus sebagai upaya

7
menyiapkan calon tutor periode berikutnya. Struktur kabinet asrama terdiri dari presiden dan
wakil presiden beserta menteri-menteri dengan sistem kepemimpinan hierarki. Kementrian-
kementrian di dalam kabinet dibentuk berdasarkan kebutuhan GDPK. Struktur kabinet dijabat
oleh mahasiswa TPB sebagai hasil musyawarah tim formatur yang berasal dari seluruh
perwakilan fakultas.

Pengembangan Karakter Berbasis Akademik dan Upgrading of Sense

Sesuai dengan hasil rapat kerja UPT Asrama ITB, 30-31 Januari 2015, sebagaimana yang
disampaikan oleh Dr. Ir. Agung Wiyono H. S., M.S, M.Eng., kegiatan-kegiatan pembinaan
karakter harus didorong ke arah peningkatan akademik mahasiswa TPB yang tinggal di asrama
(Pengembangan Karakter Berbasis Akademik). Tindak lanjut dari kebijakan ini adalah
dilakukannya modifikasi SOP Pembinaan Karakter. Sanksi-sanksi yang tertulis di dalam SOP,
yang bisa jadi mengganggu akademik mahasiswa TPB, diubah menjadi pengerjaan soal-soal
kuliah dan atau resume materi kuliah. Setiap tutor diharuskan memiliki text book atau setidaknya
e-book materi kuliah TPB dari berbagai fakultas. Ketika ada pelanggaran peraturan yang
dilakukan mahasiswa TPB, tutor memberikan sanksi kepadanya berupa pengerjaan soal-soal
kuliah atau resume mata kuliah bab tertentu, sebisa mungkin disesuaikan dengan kebutuhan
mahasiswa tersebut, selanjutnya mahasiswa yang melanggar tersebut mempresentasikannya
dihadapan tutor.

Adapun upgrading of sense (peningkatan kesadaran) masih sebatas isu yang dihembuskan
diinternal tutor asrama. Isu ini dimunculkan sebagai usaha menyempurnakan GDPK yang sudah
ada, yang mana output dari GDPK yang selama ini sudah dijalankan masih sebatas persentase
komitmen, prestasi, dan integritas tanpa ada penjelasan lebih lanjut tentang trend of sense
(kecenderungan kesadaran) yang dihasilkan mahasiswa asrama yaitu cenderung meningkat,
konstan, atau menurun. Bisa jadi disiplinnya mahasiswa TPB di asrama dalam mengikuti
kegiatan asrama karena mereka takut mendapatkan sanksi. Bisa jadi teraturnya belajar
mahasiswa TPB di asrama karena ada peraturan yang mewajibkannya. Bisa jadi senyum, sapa,
salam, dan spiritual (budaya 4S) yang diperlihatkan mahasiswa di asrama karena tutor senantiasa
mengingatkan. Dengan demikian, perlu ada periodisasi waktu implementasi GDPK di asrama,
untuk melihat trend of sense mahasiswa. Secara mudah, waktu satu tahun yang terdiri dari 8
bulan efektif untuk kuliah dibagi menjadi 4 periode waktu, masing-masing 2 bulan. Dua bulan
pertama, tutor masih menggencarkan pemberian sanksi pengerjaan soal dan resume materi kuliah
terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan mahasiswa TPB, menggencarkan publikasi
peraturan, dan senantiasa saling mengingatkan. Dua bulan berikutnya, tutor mulai mengurangi
pemberian sanksi, bahkan sampai pada keadaan zero punishment, namun tetap menggencarkan
publikasi peraturan dan senantiasa saling mengingatkan. Dua bulan berikutnya lagi, tutor mulai
mengurangi publikasi peraturan, bahkan sampai pada keadaan zero regulations, namun tetap
senantiasa saling mengingatkan. Dua bulan terakhir, lingkungan asrama sampai pada keadaan
zero punishment, zero regulations, and soft stimulation. Dengan demikian, trend of sense
mahasiswa asrama akan terlihat. Tutor dapat sewaktu-waktu meningkatkan keadaan asrama jika
memang sudah mengkhawatirkan, misalnya pada bulan ketiga, saat pemberlakuan zero
punishment, yang hadir kegiatan asrama menurun drastis (besar kecilnya penurunan dapat dibuat

8
standar sesuai kesepakatan) maka tutor dapat meningkatkan keadaan menjadi 25% sanksi, 50%
sanksi, atau lainnya sesuai dengan hasil analisa pengamatan yang dilakukan.

“Bergerak dalam diam,

berkarya dalam sepi,

bersuara tanpa berkumandang,

mengembalikan nilai-nilai luhur dahulu kala,

dari asrama untuk Indonesia.”

Anda mungkin juga menyukai