Anda di halaman 1dari 22

JAWABAN UAS

Nama : Litany Eldest


NPM :

PROBLEM 1
A. Dampak urbanisasi terhadap air, makanan, ekosistem, kesehatan manusia dan aspek lainnya,
dengan beberapa contoh dari penelitian di seluruh dunia. Urbanisasi akan menjadi salah satu tren
paling transformatif di abad 21 (PBB, 2017). Saat ini, sekitar 4 miliar orang (55% dari populasi
dunia) tinggal di perkotaan. Pusat-pusat kota akan menyerap migrasi desa ke kota yang
signifikan dan sebagian besar pertumbuhan penduduk selama beberapa dekade mendatang.
Karenanya, proporsi ini diharapkan meningkat menjadi 68%, mencapai 6,3 miliar orang pada
tahun 2050, menambahkan 2,3 miliar lebih banyak orang ke daerah perkotaan (UNDESA, 2018).
Sebagian besar peningkatan ini (sekitar 90%) kemungkinan besar terjadi di dua wilayah
termiskin di dunia, Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara, di mana populasi perkotaan
kemungkinan besar akan berlipat ganda dalam 20 tahun mendatang (UNDESA, 2018). Kota
dengan pertumbuhan tercepat memiliki sumber daya keuangan yang lebih sedikit daripada kota
rata-rata dan tingkat pertumbuhan populasi tahunan mereka ditemukan berkorelasi negatif
dengan pendapatan per kapita (Macdonald et al., 2014). Sumber daya yang terbatas tidak dapat
mengimbangi kebutuhan pembangunan infrastruktur perkotaan. Selain itu kota dengan
pertumbuhan tercepat seringkali terletak di daerah dengan ketersediaan air yang terbatas.
Analisis oleh Macdonald et al. (2014) menunjukkan bahwa 68% kota besar berada di negara
berpenghasilan rendah hingga menengah, terutama di Tiongkok, Asia Tengah, dan Meksiko.
Air Bersih dan Sanitasi adalah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG 6) spesifik
dalam rangkaian 17 SDG yang saling berhubungan yang diadopsi pada tahun 2015 oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk mengatasi masalah kelangkaan air dan meningkatkan sanitasi
untuk semua orang. SDG 6 mencakup berbagai aspek termasuk air minum, sanitasi dan
kebersihan, perawatan dan penggunaan kembali air limbah dan kesehatan ekosistem. Ini terkait
dengan SDG lainnya, seperti Kota Berkelanjutan (SDG 8) dan Kesehatan (SDG 3). Semua
bentuk pembangunan (ketahanan pangan, promosi kesehatan dan pengurangan kemiskinan) dan
pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian dan industri serta menjaga ekosistem yang sehat
terkait dengan sumber daya air (Laporan UN SDG-6, 2018). Urbanisasi membantu menciptakan
kemakmuran ekonomi, karena menurut Bank Dunia> 80% dari PDB global dihasilkan di kota
(WB, 2019). Namun, hal itu memiliki berbagai dampak (positif maupun negatif) terhadap
kesejahteraan manusia dan lingkungan (Tabel 1). Mulai dari akses dan kualitas komoditas dasar,
seperti air dan makanan, hingga dampak pada kesehatan manusia dan ekosistem melalui limbah
(padat dan cair) yang dihasilkan oleh pusat-pusat perkotaan dan pengelolaannya (atau
kekurangannya). Ini juga termasuk dampaknya terhadap kesejahteraan sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat. Beberapa contoh spesifik dari dampak tersebut dan tempat-tempat di mana
hal ini telah dirasakan dengan kuat disajikan pada Tabel 1. Sifat dampak ini bervariasi dari satu
wilayah ke wilayah lainnya tergantung pada konteks sosial, budaya dan lingkungan. Karena
potensi transformatifnya, urbanisasi dan dampaknya terhadap masyarakat menjadi agenda utama
organisasi internasional seperti PBB (New Urban Agenda, UN Habitat III) dan World Bank
Group (WB, 2019).

Alam dan Ruang Lokasi Hasil Penelitian Referensi


Lingkup Dampak (Negara/Kota)
AIR
Kelangkaan ekstrim Secara global, kota- Permintaan air Mekonnen and
air minum dan tidak kota di dunia perkotaan akan Hoekstra,
bisa diminum menghadapi meningkat 80% pada 2016; Vanham et al.,
kekurangan pada tahun 2050. Empat 2018; Sengupta,
tingkat yang berbeda- miliar orang 2018; Flörke et al.,
beda; sepuluh kota di menghadapi 2018
ambang krisis air kelangkaan air yang
parah setidaknya
selama 1 bulan per
tahun dan 1,8 miliar
selama setidaknya
enam bulan per
tahun; hampir
setengah dari mereka
tinggal di India dan
Cina. Waduk air
minum (Mettur)
mengering di
Chennai (India) awal
tahun 2020 dan air
minum harus
diangkut dengan truk.
Cape Town (Afrika)
kehabisan air minum
pada 2018.
Penipisan permukaan Eksploitasi global 11 dari 20 kota Macdonald et al.,
dan air tanah yang berlebihan dari terbesar di dunia 2014; Flörke et al.,
air permukaan dan air yang mengalami 2018
tanah di pusat-pusat tekanan air berada di
perkotaan; India dan Cina. 61
Bengaluru, Delhi, dan kota dari 481 kota
kota-kota India yang diteliti hanya
lainnya bergantung pada air
tanah, dengan 59 kota
mengalami
peningkatan jejak air
tanah. Di kota
Bengaluru di India,
misalnya, kedalaman
permukaan air
meningkat dari
sekitar 10 m menjadi
90 m dalam 20 tahun
terakhir.
Kontaminasi badan Nairobi (Kenya); Lintas sektor di Corcoran et al.,
permukaan air Accra (Ghana); sebagian besar negara 2010; McArthur et
(aliran, danau, Bangalore (India) berkembang: volume al., 2012; Drechsel
sungai, dll.) Delhi (India); Sao besar air limbah yang and Keraita,
Paulo (Brazil); tidak diolah dan 2014; Jamwal and
Bengal Basin diolah dengan buruk Lele, 2017; Thebo et
(Bangladesh); Hanoi dibuang ke sungai al., 2017; Sengupta,
(Vietnam) perkotaan dan 2018
pinggiran kota.
Sampah dari kota
mencemari daerah
aliran sungai.
Kontaminasi air tanah Puri (India); Lubang rendam dan Vijay dkk., 2010;
dari septic tank / Bangalore (India); tangki septik yang Ramesh dkk., 2012;
lubang rendam dll. Karachi (Pakistan); bocor telah McArthur et al.,
Hanoi (Vietnam); menyebabkan 2012; Sengupta, 2018
Jakarta (Indonesia) kontaminasi air tanah
yang signifikan di
beberapa kota di
Asia, Afrika dan
Amerika Latin.
Kualitas air tanah: Bangkok (Thailand); Eksploitasi air tanah Onodera et al.,
intrusi air laut Jakarta (Indonesia); yang berlebihan di 2008; Sengupta, 2018
Buenos Aires kota-kota pesisir yang
(Argentina); Istanbul menyebabkan intrusi
(Turkey) air laut. Dalam
beberapa kasus,
eksploitasi air tanah
yang berlebihan
menyebabkan
penurunan
permukaan tanah,
misalnya Mexico
City, Jakarta, Beijing.
Peningkatan Total luas lahan Penggunaan air Jiménez and Asano,
ketersediaan tanaman pertanian beririgasi limbah langsung dan 2008; Qadir et al.,
yang diproduksi dalam 20 km dari tidak langsung 2010; Thebo et al.,
secara lokal daerah perkotaan memastikan pasokan 2014
adalah 130 Mha air irigasi sepanjang
secara global tahun untuk petani di
daerah perkotaan dan
pinggiran kota di
Selatan global, dan
dengan demikian
meningkatkan
produktivitas.
Budidaya Perairan Kolkata (India) East Kolkata Bunting et al.,
Kumasi (Ghana) Wetlands (EKW) 2010; Barkham,
Bangladesh mendukung 2016; Otoo and
pengolahan air Drechsel,
limbah kota serta 2018; Yeboah-
produksi ikan, Agyepong et al.,
sayuran, dan beras. 2019
Lahan basah
menghasilkan 10.000
ton ikan dan 40–50%
sayuran hijau yang
tersedia di pasar
Kolkata. Budidaya
ikan di kolam
pengolahan air
limbah yang
dibangun juga
dilaporkan, mis. di
Ghana di mana
tindakan pencegahan
seperti memasak /
memanggang ikan
sebelum dikonsumsi
direkomendasikan. Di
Bangladesh, produksi
ikan mampu
menutupi semua
biaya sistem
pengolahan air
limbah lokal.
Kesehatan manusia
dan ekosistem
Kontaminasi 30 Jt secara global Kontaminasi Drechsel et al.,
makanan (Cina, India, makanan dengan 2010; Thebo et al.
Meksiko, Pakistan, patogen dan racun (2014)
dan beberapa negara karena irigasi dengan
lain) air limbah rumah
tangga dan industri
Pencemaran dan Melbourne Kontaminasi kimiawi Muyen et al.,
degradasi tanah (Australia): dan mikroba pada 2011; Jamwal and
Bangalore (India)c lahan yang menerima Lele (2017)
air limbah dan
kotoran yang tidak
diolah atau diolah
dengan baik dengan
bahan kimia organik,
logam, metaloid.
Akumulasi garam
yang dihasilkan
adalah degradasi
tanah (salinisasi,
sodifikasi)
Jasa dan dampak Kunshan (China); Lahan basah air hujan Barkham,
ekosistem Kolkata (India); Koh di daerah pinggiran 2016; Nitivattananon
Chang (Thailand); kota dapat and Srinonil, 2019
Chennai (India menyediakan
berbagai jasa
ekosistem. Misalnya,
lahan basah ekologis
di Taman Hutan di
barat laut kota
Kunshan tidak hanya
meningkatkan
kualitas air tetapi
juga mendukung
kehidupan liar
dengan menyediakan
habitat bagi> 60
spesies dan 10.000
burung migran yang
mengunjungi Taman
tersebut. Kontaminasi
lingkungan pesisir
dari pembuangan air
limbah telah dicatat
di Koh Chang dan
Chennai, untuk
memberikan dua
contoh.
Mata pencaharian
Peningkatan mata Accra (Ghana) Memastikan pasokan Van Veenhuizen and
pencaharian petani Cotonou (Benin) air irigasi sepanjang Danso,
pinggiran kota (P) Kolkata (India) tahun bagi petani di 2007; Barkham, 2016
daerah pinggiran kota
dan dengan demikian
meningkatkan
pendapatan. Sekitar
30.000 orang mencari
nafkah dari East
Kolkata Wetlands.
Meningkatnya beban Dampak kesehatan Drechsel et al.,
penyakit dan dari air limbah; 2010; Keraita and
hilangnya peluang hilangnya pasar Drechsel, 2015
mata pencaharian karena persepsi
kontaminasi
Lainnya (sosial,
budaya, dll.)
Realokasi air dari North America, Asia, Mentransfer air dari Molle and Berkoff,
pedesaan ke Latin America, daerah pedesaan ke 2006; Macdonald et
perkotaan Middle East pusat kota untuk al., 2014; Garrick et
memenuhi al., 2019
permintaan penduduk
perkotaan.
Diperkirakan 16
miliar meter kubik air
dialokasikan kembali
per tahun. Transfer
air lintas lembah
mendukung sekitar
12% kota-kota besar
secara global.
Impor jenis makanan USA, China, India, Negara-negara ini Hoekstra and
dan 'perdagangan air Brazil, Argentina, adalah eksportir air Mekonnen, 2012
virtual' Canada, Australia, virtual bruto utama
Indonesia, France and dan bersama-sama
Germany, Ghana, etc. mereka menyumbang
lebih dari setengah
ekspor air virtual
global (2.320 G meter
kubik per tahun)

U/P/F stand for urban, peri-urban and further afield, respectively


b. ) Why wage vs Income Difference? Hal ini dapat dijelaskan melalui penelitian yang telah
dilakukan oleh J Vernon Henderson (2019) dengan judul URBANIZATION IN THE
DEVELOPING WORLD : TOO EARLY OR TOO SLOW?
Dalam Penelitiannya henderson menggunakan sumber dari Standar Hidup dan
Pengukuran Survei yang menyediakan data pendapatan dan upah (untuk setiap jam pekerja)
untuk enam negara Afrika diantaranya Ethiopia, Ghana, Malawi, Nigeria, Tanzania, dan Uganda,
dengan populasi gabungan lebih dari 400 juta orang. Pendapatan rumah tangga diperoleh dari
berbagai pertanyaan dalam bentuk survei. Survei ini mencakup semua pendapatan upah dan
penerimaan bisnis (termasuk pertanian) dikurangi biaya bisnis per bulan. Dua grafik teratas pada
Gambar menunjukkan plot binscatter dari (log) pendapatan bersih rumah tangga terhadap (log)
kepadatan, dengan dan tanpa variabel kontrol. Dua grafik di bawah menunjukkan plot serupa
untuk data upah. Estimasi elastisitas dari best fit line seperti yang ditunjukkan pada gambar
tergolong tinggi. Semakin tinggi kepadatan meningkatkan pendapatan bersih rumah tangga
sekitar 32 persen dan upah per jam sekitar 5 persen, dengan variabel kontrol. Pada tingkat 5
persen, elastisitas kepadatan dari upah per jam melebihi yang biasanya ditemukan di negara
maju, tetapi berada dalam kisaran perkiraan dalam penelitian baru-baru ini di negara berkembang
lainnya (misalnya, Quintero dan Roberts 2018; Duranton 2016; Combes dkk. 2019; Chauvin
dkk. 2017). Namun bagi mereka elastisitas pendapatan mungkin lebih penting. Bagaimanapun,
keluarga yang bermigrasi secara permanen ke kota. Faktanya elastisitas kepadatan pendapatan
bersih adalah kelipatan dari upah yang kemungkinan besar mencerminkan peningkatan dalam
jam kerja dan variasi kesempatan kerja bagi anggota keluarga, seperti yang dianalisis dalam
Henderson et al. (2019). Grafik menunjukkan potensi non-linieritas, gradien kepadatan menjadi
lebih datar dari sekitar 8 hingga 550 orang / kilometer persegi. Ini jauh di bawah rata-rata
kepadatan kota-kota di Afrika. Menurut Henderson (2019), bagian datar ini tidak ada
hubungannya dengan pengukuran pendapatan. Setelah titik ini, gradien meningkat secara tajam,
sebuah rumah tangga terlihat bergerak dari kepadatan 550 menjadi 8100 orang / kilometer
persegi, hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan pendapatan hingga empat kali lipat.
Sementara LSMS melaporkan, responden dengan kepadatan mendekati 20.000, responden yang
seperti itu termasuk jarang sehingga estimasi pendapatan pada kepadatan yang tinggi dapat
menjadi tidak tepat. Plot yang sesuai untuk upah per jam menunjukkan hasil serupa tetapi dengan
kemiringan yang tidak terlalu curam dan memiliki range confidence yang lebih luas. Secara
keseluruhan, estimasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa upah dan pendapatan Afrika
sensitif terhadap tingkat kepadatan dan pindah ke lokasi yang lebih padat dapat memberikan
keuntungan yang tinggi bagi keluarga Afrika.
PROBLEM 2
A

 Hubungan Urbanisasi ke kota dengan pembangunan konstruksi di daerah perkotaan

Urbanisasi, proses menjadi kota, sudah tidak bisa dihindari. Perkotaan di Indonesia terus
tumbuh dan berkembang. Penduduk perkotaan terus meningkat dari 49,8% (2010), 53,3%
(2015), dan diperkirakan mencapai 56,7% (2020) (BPS, 2015). Persoalannya arus urbanisasi
tidak terkelola secara produktif dan berkelanjutan. Urbanisasi masih dinilai hanya sebagai
masalah seperti kemiskinan dan kualitas hidup masyarakat rendah, persoalan sosial, ekonomi
dan budaya, krisis air bersih, pangan dan lingkungan kumuh. Indonesia belum mampu
memanfaatkan peluang urbanisasi, ditandai dengan peningkatan PDRB/kapita 4% per
peningkatan 1% penduduk perkotaan dan pembangunan infrastruktur 3% dibanding 5,8%
pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, pembangunan perkotaan harus direncanakan
dengan matang demi menghadapi urbanisasi. Urbanisasi dapat menjadi peluang sebagai
mesin pertumbuhan yang mengurangi kesenjangan sosial dan mendorong tanggung jawab
sosial, mempromosikan keberlanjutan lingkungan hidup, serta meningkatan kesejahteraan
masyarakat. Kebijakan nasional pembangunan perkotaan dan wilayah termuat dalam Nawa
Cita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Pemerintah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat kota-desa, serta
mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi
domestik. Pertumbuhan antarkota, serta kota-desa, yang tidak seimbang menyebabkan
konsentrasi aliran finansial dan perdagangan pada kota metropolitan dan tidak menjangkau
kota menengah dan desa. Hal itu disebabkan konektivitas yang terbatas dan pengaruh
perkembangan ekonomi global. Alih fungsi lahan di kawasan peri-urban semakin menggerus
kawasan hijau dan lahan tidak terbangun, serta mengakibatkan degradasi lingkungan.
Ketidakseimbangan pembangunan desa-kota serta tidak terpadunya perencanaan
pembangunan mengancam ketahanan pangan akibat krisis air, serta kerentanan wilayah akan
risiko bencana dan ancaman perubahan iklim. Lalu apa yang harus dilakukan untuk meredam
urbanisasi? RPJMN 2015-2019 memberikan arah kebijakan pembangunan perkotaan dan
wilayah yaitu perwujudan kota-kota berkelanjutan dan berdaya saing, pemerataan
pembangunan di luar Pulau Jawa, dan pengembangan kota layak huni, kota hijau yang
berketahanan iklim dan bencana, kota cerdas, berdasarkan karakter fisik, potensi ekonomi,
dan budaya lokal. Pertama, pengembangan kota sebagai peredam urbanisasi ke Jakarta dibagi
atas tiga lapis. Pembangunan infrastruktur, properti, dan industri di kawasan Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi (lapis pertama). Mendorong Kota Bandung, Semarang, dan Surabaya
sebagai kota metropolitan (lapis kedua), dan mengembangkan kota-kota metropolitan di luar
Jawa seperti Medan, Padang, Pontianak, Balikpapan, Manado, Makassar (lapis ketiga).
Kedua, pemerintah memperkuat kapasitas kepemimpinan daerah dalam pembangunan yang
kolaboratif, terpadu, dan berkelanjutan dengan memperkuat peranan urban development and
management advisor lokal (perguruan tinggi, komunitas masyarakat), peran pengabdian
asosiasi profesi, advokasi pemerintah daerah, dan penerapan e-governance. Ketiga,
keterlibatan seluruh pihak yang terpadu dan setara dalam pembangunan berkelanjutan dengan
penyusunan skema kerja sama multipihak, pemberian insentif kepada swasta atau
masyarakat, serta pembentukan atau penguatan institusi atau lembaga integrasi
pembangunan. Keempat, kepala daerah diharapkan tidak mengandalkan anggaran pusat,
tetapi memperkuat ekonomi lokal dan informal perkotaan dan perdesaan, memanfaatkan
berbagai peluang pendanaan melalui skema pembiayaan multipihak dan pendanaan global.
Sementara itu, optimalisasi pajak/retribusi sebagai pendukung dan APBN sebagai pengungkit
mobilisasi pendanaan alternatif. Kelima, membentuk masyarakat cerdas, inovatif, dan
berwawasan digital demi terwujudnya kota-desa berkelanjutan untuk semua, melalui
pemerataan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan teknologi masuk
desa. Sosialisasi dan penerapan TIK sesuai dengan kearifan lokal, peningkatan peran kaum
muda dan membangun jejaring kota-desa. Keenam, mengoptimalkan pembangunan
infrastruktur dan pemahaman masyarakat untuk mewujudkan kota-desa yang aman,
berketahanan, dan berwawasan lingkungan dengan optimalisasi program eksisting dan
mempercepat keterpaduan wilayah pengembangan strategis, pola konsumsi dan produksi
berkelanjutan, implementasi konsep ‘kota hijau’. Ketujuh, berbekal aset ekonomi, sosial dan
budaya, dan lingkungan alami daerahnya, pemerintah daerah mengembangkan potensi itu
secara kreatif dan inovatif sebagai investasi kota/kabupaten secara berkelanjutan.
Optimalisasi BUMD dan dana desa membangun desa unggulan (desa
wisata/pusaka/hijau/kreatif/digital) yang berefek ganda bagi kota/kabupaten dan ekonomi
nasional untuk kemakmuran masyarakat.
 Mengapa Peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan terhadap
ruang dan gedung tinggi?
Properti sejak lama dianggap sebagai salah satu instrumen investasi yang menjanjikan, jika
dibandingkan dengan jenis investasi lainnya seperti saham ataupun deposito, properti dianggap
lebih menguntungkan. Berbicara tentang investasi properti, salah satu jenis properti yang saat ini
banyak dilirik oleh para investor adalah apartemen. Dengan lahan di kota yang semakin terbatas
dan populasi yang semakin bertambah, maka ketika ada peningkatan pendapatan jenis properti
ini dianggap lebih menjanjikan, karena minat untuk membeli apartemen terus meningkat seiring
dengan kenaikan harga rumah tapak yang sangat tinggi. Perkembangan harga jual apartemen
juga terbilang cukup baik, rata-rata kenaikannya bisa mencapai 5 hingga 10 persen per tahun.
Contohnya seperti apartemen Meikarta, saat di-launching tahun 2017 lalu harga jualnya Rp 127
juta dan dalam waktu satu tahun sudah mencapai Rp 340 juta. Kemudian ada juga Vasanta
Innopark, saat pertama kali dilaunching tahun 2017 harganya Rp 270 juta dan saat ini telah
mencapai Rp 318 juta

 Jika tujuannya adalah indikator ekonomi dan kualitas hidup, mana yang lebih efektif
dalam pembangunan kota? Membangun gedung tinggi untuk perkantoran atau tempat
tinggal?

Menurut Penelitian Arrauda (2015) Dari analisis yang sudah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa responden yang berminat untuk membeli apartemen lebih banyak
dari responden yang berminat dengan perbandingan 65% : 35%. Alasan utama yang
paling banyak diungkapkan oleh responden untuk membeli apartemen adalah untuk
investasi. Lalu alasan kedua terbanyak adalah faktor lokasi yang strategis dari apartemen.
Alasan dominan yang diungkapkan oleh responden untuk tidak membeli apartemen
adalah karena mem-prioritaskan tanah atau rumah terlebih dahulu. Alasan lain yang juga
dominan adalah karena tidak adanya halaman di apartemen yang bisa mengakomodasi
kegiatan bersama keluarga ataupun hobi.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Alva Ayu (2016) yang menunjukkan
bahwa pembangunan rusunawa lebih dianggap low cost dan mampu mengurangi adanya
slump area dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Penelitian ini memperlihatkan
bahwa sebagian besar penghuni rusunawa merasa bahwa rusunawa memiliki kondisi
yang lebih baik dibandingkan dengan tempat tinggal sebelumnya. Selain itu fasilitas
umum dan khusus juga sudah tersedia. Namun, salah satu kekurangannya adalah tidak
tersedia fasilitas pendidikan, khususnya sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan
sekolah menengah umum (SMU) di sekitar lingkungan pemukiman. Rusunawa
merupakan salah satu alternatif penanganan kawasan kumuh di perkotaan yang efektif.
Pembangunan rusunawa dapat lebih mempunyai potensi tidak hanya dalam penanganan
permukiman kumuh, rusunawa juga diharapkan mampu meningkatkan kualitas
lingkungan permukiman melalui pendekatan township development. Pembangunan
rusunawa juga dapat diarahkan pada pembangunan perkotaan yang lebih manusiawi
sekaligus solusi peningkatan kualitas permukiman karena ketersediaan sarana dan
prasarana dasar yang layak bagi perumahan dan permukiman. Untuk itu, pembangunan
rusunawa harus dapat diintegrasikan kepada pembangunan suatu unit lingkungan hunian
yang mampu menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan dalam lingkungan
permukiman tersebut.

 Hubungan peningkatan harga tanah di perkotaan dengan ketinggian gedung yang


dibangun?
Permasalahan permukiman yang dihadapi kota besar semakin kompleks. Tingginya tingkat
kelahiran dan migrasi penduduk yang terbentur pada kenyataan bahwa lahan di perkotaan
semakin terbatas dan nilai lahan yang semakin meningkat serta mayoritas penduduk dari tingkat
ekonomi rendah, menimbulkan permukiman-permukiman padat di kawasan yang dianggap
strategis yaitu kawasan pusat kota, industri dan perguruan tinggi. Alternatif pembangunan yang
dianggap paling sesuai dengan kondisi di atas yaitu pembangunan kearah vertikal, dalam hal ini
adalah Rumah Susun. Pemerintah juga dituntut agar dapat memanfaatkan sumber daya ruang dan
tanah secara maksimal bagi peningkatan pendapatan daerah, di sisi lain adanya kebutuhan
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan umum, termasuk penyediaan sarana dan prasarana
sosial, budaya, taman dan ruang terbuka hijau menyebabkan pemerintah harus merencanakan
dengan baik mengenai penggunaan lahan di perkotaan. Kendala lain yang juga tidak boleh
dilupakan adalah keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat. Menurut hasil kajian studi
pasar perumahan di Indonesia menunjukkan bahwa penduduk perkotaan sebanyak 65%
berpenghasilan di bawah 1,3 juta rupiah per bulan (Hasil Studi Pasar Perumahan/Home Project).
Pemanfaatan lahan yang digunakan sebagai kawasan hunian, perkantoran, dan perdagangan jasa
telah lama diterapkan di kota-kota besar di Indonesia seperti
Jakarta,Bandung,Semarang,Surabaya, dan Medan. Hunian yang dibangun di kota-kota besar ini
juga dilengkapi fasilitas yang cukup untuk mendukung aktivitas penghuni dalam kegiatan sehari-
hari seperti sarana pendukung seperti tempat parkir, taman, tempat pertemuan dan tempat
pengembang usaha. Hal yang mengacu pada Nilai Vertikal Bangunan (NVRB) dapat
didefinisikan sebagai nilai/harga dari sebuah bangunan berlantai banyak yang memanfaatkan sisi
vertikal ruangnya.Harga yang dimaksud bisa dikategorikan sebagai harga transaksi baik itu harga
jual/beli maupun harga sewa bangunan. Nilai vertikal ruang perkotaan berkaitan erat dengan
kekuatan ekonomi dari bangunan berlantai banyak. Konsep ini juga pertama dikemukakan oleh
Bergel (dalam Yunus,2000) yang menjelaskan tentang ketinggian bangunan memiliki nilai dan
harga tersediri pada ruang di tiap-tiap lantainya. Pemanfaatan vertikal ruang ini pada
kenyataannya akan mampu mengakomondasikan kegiatan-kegiatan penduduk kota dan mampu
memberikan ruang untuk tempat tinggal kearah vertikal. Selain itu juga Bergel menekankan
faktor faktor yang terkait dengan ketinggian bangunan tersebut, faktor aksesibilitas sebagai
faktor penentu kekuatan ekonomi dari sebuah bangunan vertikal. Nilai vertikal ruang bangunan
ditentukan oleh faktor aksesibilitas, dengan arti kata sebuah bangunan akan mempunyai nilai
vertikal ruang tertinggi bila berada pada lantai dasar atau mendekati tanah. Harga transaksi akan
semakin murah jika berada pada lantai yang semakin menjauhi lantai dasar. Dan semakin mahal
bila terletak pada bangunan yang mendekati lantai dasar

 Apa kelebihan dan kerugian membangun gedung-gedung pencakar langit di perkotaan?

Keuntungan utama dari bangunan yang sangat tinggi adalah:

1. Bangunan tinggi menghemat ruang dan menampung lebih banyak penghuni


dibandingkan dengan bangunan yang lebih pendek. Pemanfaatan lahan difokuskan ke
atas, bukan ke samping sehingga memberikan penghematan yang signifikan.
2. Lantai yang lebih tinggi relatif lebih lapang dan menerima lebih banyak sinar matahari
sehingga tidak ada masalah ruangan lembab tanpa sinar matahari alami.
3. Bangunan yang lebih tinggi adalah pilihan yang lebih baik untuk ide bangunan hijau
karena lebih terang, lapang, dan memberikan lebih banyak area permukaan untuk
memasang panel surya.
4. Bangunan tinggi jauh lebih ekonomis daripada membeli tanah untuk bangunan kecil
apalagi harga lahan di kota metropolitan sangat mahal dibanding harga konstruksi yang
relatif stabil.
5. Menghadirkan pemandangan kota yang menyenangkan apabila kita tinggal di lantai atas.
Selain itu, lantai yang jauh di atas tanah memberikan kebebasan dari suara jalanan.
6. Menyediakan fasilitas terpadu seperti pusat rekreasi umum, taman, parkir mobil, kolam
renang, dll. Hal ini merupakan opsi untuk hidup di perkotaan dengan aktivitas yang padat
dan kebutuhan akan fasilitas.
7. Rumah susun tinggi sengaja dibangun dengan semua keperluan di area kecil, karenanya
membersihkan dan merawatnya akan lebih mudah. 
8. Ruang tamu yang jauh di atas tanah akan lebih terisolasi, ideal untuk kehidupan damai
tanpa gangguan.
9. Ideal bagi mereka yang ingin tinggal sementara dan mereka yang memiliki sistem kerja
berpindah-pindah dan menginginkan kehidupan yang praktis

Kerugian utama bangunan tinggi meskipun tampaknya sepele tetapi dapat membuat banyak
perbedaan sebagai berikut :
1. Pembangunan gedung yang sangat tinggi membutuhkan insinyur dan arsitek yang sangat
terampil untuk merancang bangunan, sehingga meningkatkan total biaya. Lebih banyak
masalah keamanan terjadi saat membangun perancah. Kurangnya keselamatan
membunuh banyak pekerja di lokasi.
2. Bangunan yang sangat tinggi menanggung kekuatan angin dan kekuatan seismik terpisah
dari beban mati dan beban hidup. Hal ini sangat beresiko dan menambah peluang
robohnya bangunan saat gempa.
3. Bangunan di atas ketinggian 100 lantai menghadapi masalah osilasi, terkadang berakibat
tabrakan kaca jendela. Osilasi yang konstan dapat memberikan perasaan mual kepada
penghuni gedung.
4. Fondasi bangunan yang sangat tinggi dengan tanah berada pada beban yang luar biasa
dan sedikit saja kegagalan tanah atau pergeseran tanah dapat menyebabkan runtuhnya
bangunan.
5. Lebih banyak orang yang tinggal di daerah kecil artinya menambah kesulitan dalam
mencegah kemacetan lalu lintas dan timbulnya sejumlah masalah manusia dan masalah
sosial.
6. Karena populasi yang berlebihan, ada beban yang tidak seimbang pada layanan kota
seperti pasokan air, limbah, listrik, dll. Sulit untuk mencegah kecelakaan karena
kebakaran, bencana gempa bumi, dll.
7. Orang-orang yang tinggal di apartemen bertingkat merasa kesepian. Mereka merasa sulit
untuk mempertahankan hubungan yang berkelanjutan dengan satu sama lain, karena
kebanyakan dari mereka hanya menyewa apartemen dan banyak berpindah-pindah.
8. Mereka jarang berkomunikasi dengan tetangga, sehingga rasa kepemilikan tidak ada di
antara penduduk ini. Ketika mereka menghadapi masalah dalam hidup, mereka merasa
tidak berdaya dan tertekan.
9. Selain itu, apartemen bertingkat tinggi biasanya di daerah perkotaan yang padat
penduduk dan orang-orang dapat hidup dalam kondisi sempit. Tidak ada ruang yang
memadai seperti halaman belakang pribadi dan taman bermain untuk mengadakan acara
kumpul-kumpul.

Kenaikan biaya tanah dan permintaan untuk memuaskan kebutuhan populasi besar di kota-
kota telah membuka pintu untuk pembangunan gedung-gedung tinggi, umumnya dikenal
sebagai bangunan bertingkat highrise atau skyscraper. Saat ini bangunan bertingkat telah
menjadi hal yang esensial dan tidak terhindarkan di kota-kota metropolitan. Bangunan
dengan lebih dari lima lantai disebut bangunan bertingkat, dan sebagian besar bangunan
tinggi di kota memiliki lima hingga dua belas lantai. Namun, di kota-kota metro seperti
Kolkata, Delhi, Mumbai, Chennai, dan Hyderabad, bangunan lantai 30 hingga 45 sudah biasa
berkembang.
 Hubungan endogenous antara penyediaan lantai gedung dengan tekanan aglomerasi

Sulit untuk mengklaim bahwa penyelesaian gedung-gedung tinggi baru adalah variabel eksogen.
Ancaman nyata dalam proses identifikasi berasal dari adanya potensi endogenitas, dan ini dapat
muncul jika peningkatan aglomerasi di satu kota menyebabkan tekanan permintaan gedung-
gedung tinggi lebih banyak. Selain itu, omitted variable bias juga dapat hadir jika konstruksi
pencakar langit terjadi di tempat-tempat di mana nilai tanah lebih rendah atau ketika aturan
zonasi telah diterapkan diubah untuk meningkatkan jumlah kegiatan komersial.
“ Reverse causality might occur if the completion of tall buildings happens in places where
firms’ demand for building and firms agglomeration is higher. A first look at Figure 6 might
suggest that reverse causality could be present”
PROBLEM 3
A
Experienced density adalah pengukuran jumlah populasi dalam jarah 10 kilometer dari
jumlah penduduk rata-rata. Sedangkan Naïve density adalah pengukuran jumlah populasi per
kilometer persegi. Experienced density dianggap lebih tepat untuk menjelaskan fenomena
hubungan antar populasi sebuah kota dengan tingkat upah yang diterima masyarakatnya
karena naïve density mungkin tidak secara tepat mencerminkan kepadatan yang sebenarnya
yang dihadapi oleh individu atau perusahaan yang ada. De loca dan Puga (2017) dan
Henderson, Kriticos, dan Nigmatulina (2020) telah mengusulkan pengukuran experienced
density dengan menghitung populasi dalam radius tertentu disekitar individu. Pengukuran
dengan experienced density meskipun memperhitungkan batas wilayah yang tidak merata
namun dapat menangkap lebih baik seberapa dekat individu pada umumnya dengan orang
lain dengan kondisi populasi yg tersebar secara tidak merata

 Apa yang dimaksud travel speed density?

Travel Speed density adalah hubungan jarak yang ditempuh oleh seorang pengemudi menuju
ke pusat kota

 Apa ada hubungannya dengan tingkat kepadatan gedung perkantoran/pertokoan?

The relationship between urban form and driving has received much attention from the
literature and is the subject of several surveys, including Ewing and Cervero (2001), Handy
(2005), Cao, Mokhtarian, and Handy (2009), Ewing and Cervero (2010), Boarnet (2011), and
Stevens (2017). The primary focus of this literature is relationship between urban form and either
total travel distance by households (e.g., Bento, Cropper, Mobarak, and Vinha, 2005,
Brownstone and Golob, 2009) or the journey to work (e.g., Gordon, Kumar, and Richardson,
1989, Giuliano and Small, 1993, Glaeser and Kahn, 2004)
The possibility that an individual or household’s location choice may depend on their predis
sition to travel is widely recognized and Cao et al. (2009) survey the econometric techniques
t have been applied to the problem. However, the literature has yet to identify a good source
random or quasi-random variation in neighborhood choice. To the extent that the literature
plements instrumental variables estimations to deal with sorting, it relies on variables such as
e or housing stock age that seem unlikely to satisfy the relevant exogeneity condition and are
bject to the conceptual problem.
 Apakah peningkatan travel speed density berdampak positif bagi perekonomian kota?

Berdasarkan penelitian Chong et al 2019, Peningkatan konektivitas antar kota berkat HSR
memberikan dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi perkotaan. Ada
heterogeneous effects yang disebabkan karakteristik seperti capital stock, human capital, dan
urban ekonomi yang bervariasi antar daerah. Tanpa memperhatikan efek tersebut maka hasil
yang diperoleh menjadi spurious. Dekomposisi dampak dari High Speed Rail (HRS)
menggunakan metode IVGMM dan Spatial Econometric Model, dimana Kontribusi HSR
terhadap pertumbuhan ekonomi perkotaan sebagian besar dihasilkan dari direct effect (efek
lokal dari kota itu sendiri) dibandingkan indirect effect (spillover effect dari kota-kota lain
yang saling bertetanggaan).
Rose & Haynes (2016), Chen & Haynes (2017),Roland-Holst (2009), Zheng & Kahn(2013),
Michaels,Rauch & Redding (2012),dan Tikoudis,Sundberg& Karlström (2012) menemukan
hasil serupa dimana Infrastruktur kereta api cepat memiliki dampak yang positif dan
signifikan pada performa ekonomi daerah, namun jarang yang berfokus pada peningkatan
konektivitas antar kota.
Donaldson& Hornbeck (2016),Elhorst & Oosterhaven (2008)dan Faber(2014) mendapati
bahwa Efek dari infrastruktur transportasi bervariasi tergantung karakteristik dan kondisi
daerah, serta kualitas infrastruktur tersebut. Peningkatan konektivitas dapat mengubah
distribusi ruang dari aktivitas ekonomi, sehingga manfaat ekonomi dari infrastruktur
transportasi dapat ambigu.

PROBLEM 4

A.
 Apa yang dimaksud dengan Delineasi Kota?

Deliniasi merupakan tahapan yang cukup penting untuk menetapkan kawasan atau areal


sebagai orientasi bagi pedoman pembangunan pada kawasan di sekitarnya, sehingga nilai
dan fungsinya tetap terpelihara . Dalam pemetaan dilakukan delineasi atau penarikan garis
batas sementara suatu objek atau wilayah (desa, kecamatan, kota, atau suatu negara) menjadi
peta.

 Bagaimana pengukuran delineasi kota di Jabodetabek?

etropolitan Jabodetabekpunjur terdiri dari 191 Kecamatan yang berasal dari 10 Kota dan 4
Kabupaten. Rincian kecamatan yang terdapat di masing-masing kabupaten dan kota adalah
sebagai berikut:
 Kota Administrasi Jakarta Barat terdiri dari 8 kecamatan
 Kota Administrasi Jakarta Pusat terdiri dari 8 kecamatan
 Kota Administrasi Jakarta Selatan terdiri dari 10 kecamatan
 Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari 10 kecamatan
 Kota Administrasi Jakarta Utara terdiri dari 6 kecamatan
 Kota Bekasi terdiri dari 12 kecamatan
 Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan
 Kota Depok terdiri dari 11 kecamatan
 Kabupaten Bekasi terdiri dari 23 kecamatan
 Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan
 Sebagian Kabupaten Cianjur terdiri dari 4 kecamatan (Kecamatan Cugenang, Kecamatan
Pacet, Kecamatan Sukaresmi, dan Kecamatan Cipanas)
 Kota Tangerang terdiri dari 13 kecamatan
 Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 kecamatan
 Kabupaten Tangerang terdiri dari 29 kecamatan

Kawasan Metropolitan Jabodetabekpunjur telah ditetapkan berdasarkan Peraturan


Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.

Kebijakan Tata Ruang Nasional menempatkan Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus Kawasan Strategis Nasional (KSN). Kedudukan Kawasan
Perkotaan Mebidangro sebagai KSN adalah Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan dengan sudut
Kepentingan Ekonomi (Lampiran X PP 13/2017: Penetapan Kawasan Strategis Nasional).

Tujuan penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur adalah untuk:

1. Mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antardaerah sebagai satu


kesatuan wilayah perencanaan dengan memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan
ketahanan;
2. Mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan,
untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air
tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir; dan
3. Mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan
karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan
pembangunan yang berkelanjutan.

Sasaran penyelenggaraan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah:

a. Terwujudnya kerja sama penataan ruang antarpemerintah daerah melalui:


1. Sinkronisasi pemanfaatan kawasan lindung dan budi daya untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk;
2. Sinkronisasi pengembangan prasarana dan sarana wilayah secara terpadu; dan
3. Kesepakatan antardaerah untuk mengembangkan sektor prioritas dan kawasan prioritas
menurut tingkat kepentingan bersama;

b. terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan fauna dengan
ketentuan:

1. Tingkat erosi tidak mengganggu;


2. Tingkat peresapan air hujan dan tingkat pengaliran air permukaan menjamin tercegahnya
bencana banjir dan ketersediaan air sepanjang tahun bagi kepentingan umum;
3. Kualitas air menjamin kesehatan lingkungan;
4. Situ berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber air baku, dan sistem irigasi;
5. Pelestarian flora dan fauna menjamin pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa beserta ekosistemnya; dan
6. Tingkat perubahan suhu dan kualitas udara tetap menjamin kenyamanan kehidupan
lingkungan;

c. tercapainya optimalisasi fungsi budi daya dengan ketentuan:

1. Kegiatan budi daya tidak melampaui daya dukung dan ketersediaan sumber daya alam
dan energi;
2. Kegiatan usaha pertanian berskala besar dan kecil menerapkan teknologi pertanian yang
memperhatikan konservasi air dan tanah;
3. Daya tampung bagi penduduk selaras dengan kemampuan penyediaan prasarana dan
sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta dapat mewujudkan jasa pelayanan yang
optimal;
4. Pengembangan kegiatan industri menunjang pengembangan kegiatan ekonomi lainnya
5. Kegiatan pariwisata tetap menjamin kenyamanan dan keamanan masyarakat, serasi
dengan lingkungan, serta membuka kesempatan kerja dan berusaha yang optimal bagi
penduduk setempat dalam kegiatan pariwisata, sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan penduduk; dan
6. Tingkat gangguan pencemaran lingkungan yang serendah-rendahnya dari kegiatan
transportasi, industri, dan permukiman melalui penerapan baku mutu lingkungan hidup;

d. tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan fungsi budi daya.

Kebijakan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah mewujudkan keterpaduan


penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam rangka keseimbangan antara pengembangan
ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup.
Strategi penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan pelaksanaan dari
kebijakan yang meliputi:

1. mendorong terselenggaranya pengembangan kawasan yang berdasar atas keterpaduan


antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan;
2. mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat menjamin tetap
berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air
permukaan, serta menanggulangi banjir dengan mempertimbangkan daya dukung
lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan;
3. mendorong pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien
berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan yang berkelanjutan.

Measuring Cities : Delineation and Metrics

Measuring cities: delineation and metrics


• Defining our units
• The study of the fundamental trade off of urban economics is a study of how the ‘local
environment’ a↵ects individual outcomes and how that environment is shaped by individual
actions
• Some characteristics of the local environment can potentially be measured in continuous
space (eg, employment density)
• Others (eg, city population, measures of urban shape) require defining some units: cities
• Until quite recently, the question of using appropriate units was largely ignored
• Data advances have allowed us to define our units or, in some cases, work with continuous
space directly Delineating cities is currently a vibrant area of research (eg, JUE special issue,
2020)
To delineate cities, first choose an approach...
• Two main approaches to urban delineation: functional (commuting flows) or
morphological (continuous built-up)
• No approach is obviously better conceptually. It may depend on the question at
hand (or worse, on the answer to the question at hand).
• Two problems with all existing approaches:
• They rely on arbitrary thresholds (de Bellefon et al., 2020)
• Delineations are sensitive to fine details of the approach (for area, for the
population of specific cities, less for overall urban population)
To delineate cities, first choose an approach...
• Population: delineation approaches do a relatively good job at counting
population, except when cities are close to each other
• Density:
• Because city area is not well measured, ‘naive density’ (=total
population/area) should be avoided
• Use ‘experienced density’ instead (eg, density within some distance perhaps
discounted with distance and averaged across the population of the unit)
• Experienced density can be parameterised in many ways

Anda mungkin juga menyukai