Etika Islam Mochammad Iqbal Yudo
Etika Islam Mochammad Iqbal Yudo
Oleh :
Nama : Mochammad Iqbal Yudo Prawiro
NIM : 1911011084
2020
A. Ringkasan kisah
1. Salman Al-farisi
Salman adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari bangsa Persia, yaitu dari
sebuah desa bernama Jayyun di kota Isfahaan. Ayahnya adalah seorang kepala desa. Karena
sikap baiknya kepada sang ayah, Salman dipercaya ayahnya untuk mengawasi api yang dia
nyalakan. Demikianlah, ayah Salman adalah seorang Majusi yang menyembah api.
Aku dilahirkan dan membaktikan diri di lingkungan Majusi, sehingga aku sebagai penjaga api
yang bertanggung jawab atas nyalanya api dan tidak membiarkannya padam.
2. Abu Hurairah
Abu Hurairah berasal dari kabilah Bani Daus Ia diperkirakan lahir 21 tahun sebelum
hijriah, dan sejak kecil sudah menjadi yatim. Ketika mudanya ia bekerja pada Basrah binti
Ghazawan, yang kemudian setelah masuk Islam dinikahinya. Nama aslinya pada masa
jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba matahari) dan ia dipanggil sebagai Abu Hurairah
(ayah/pemilik kucing) karena suka merawat dan memelihara kucing. Diriwayatkan Atsar
oleh “Imam At-tirmidzi”dengan sanad yang mauquf hingga Abu Hurairah. Abdullaah bin
Raafi' berkata, "Aku bertanya kepada Abu Hurairah, "Mengapa engkau bernam kuniyah Abu
Hurairah?" Ia menjawab, "Apakah yang kau khawatirkan dariku?" Aku berkata, "Benar,
demi Allah, sungguh aku khawatir terhadapmu." Abu Hurairah berkata, "Aku dahulu bekerja
menggembalakan kambing keluargaku dan di sisiku ada seekor kucing kecil (Hurairah). Lalu
ketika malam tiba aku menaruhnya di sebatang pohon, jika hari telah siang aku pergi ke
pohon itu dan aku bermain-main dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah
(bapaknya si kucing kecil). Taufail bin Amr seorang pemimpin Bani Daus, kembali ke
kampungnya setelah bertemu dengan Nabi Muhammad dan menjadi muslim. Ia menyerukan
untuk masuk Islam, dan Abu Hurairah segera menyatakan ketertarikannya meskipun
sebagian besar kaumnya saat itu menolak. Ketika Abu Hurairah pergi bersama Thufail bin
Amr ke Mekkah Nabi Muhammad mengubah nama Abu Hurairah menjadi Abdurrahman
(hamba Maha Pengasih). Ia tinggal bersama kaumnya beberapa tahun setelah menjadi
muslim, sebelum bergabung dengan kaum Muhajirin di Madinah tahun 629. Abu Hurairah
pernah meminta Nabi untuk mendoakan agar ibunya masuk Islam, yang akhirnya terjadi. Ia
selalu menyertai Nabi Muhammad sampai dengan wafatnya Nabi tahun 632 di Madinah.
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi
Muhammad, yaitu sebanyak 5.374 hadits. Di antara yang meriwayatkan hadist darinya adalah
Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah dan lain-lain. Imam
Bukhari pernah berkata: "Tercatat lebih dari 800 orang perawi hadits dari kalangan sahabat
nabi dan Tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah". Abu Hurairah mempunyai
seorang anak perempuan yang menikah dengan Said al-musayyid yaitu salah seorang tokoh
tabi'in terkemuka. Pada tahun 678 atau tahun 59 H, Abu Hurairah jatuh sakit, meninggal di
Madinah, dan dimakamkan di Jannatul Baqi.
B. Hikmah yang bisa di teladani dari kisah Salman Al-Farisi dan Abu Hurairah
1. Salman Al-Farisi
[1] HR. Ahmad, 5/441; ath-Thabrani dalam al-Kabir (6/222); Ibnu Sa’ad dalam ath-
Thabaqat, 4/75; al-Baihaqi dalam al-Kubra, 10/323.
Tersebutlah seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita shalihah yang
selama ini telah menarik perhatiannya. Tapi bagaimanapun, di sisi lain dalam pandangan
Salman, Madinah bukanlah tempat dia tumbuh dewasa. Ia berpikir, melamar seorang gadis
pribumi tentu menjadi urusan pelik bagi seorang pendatang seperti dirinya. Maka,
disampaikanlah gejolak hatinya itu kepada sahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya,
yakni Abu Darda’.
Subhanallah, betapa indahnya kebesaran hati Salman al-Farisi yang tak sedikitpun
merasa telah direndahkan sebagai sahabat yang kedudukannya mulia di mata Nabi. Dia
begitu paham betapapun besarnya cinta kepada seorang wanita, tidaklah serta-merta
memberinya hak untuk memiliki wanita itu.Bagi Salman, sebelum lamaran diterima,
sebelum ijab qabul diikrarkan, tetaplah cinta tidak menghalalkan hubungan dua insan.
Salman pun sangat paham akan arti persahabatan sejati. Apalagi Abu Darda’ telah
dipersaudarakan oleh Rasulullah saw dengan Salman. Bukanlah seorang saudara jika ia tidak
turut bergembira atas kebahagiaan saudaranya. Bukanlah saudara jika ia merasa dengki atas
kebahagiaan dan nikmat yang dikaruniakan Allah atas saudaranya.
Hal ini sebagaimana Sabda Nabi, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna
imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” [HR
Bukhari]
Beliau ketika ditanya, Siapa Anda? Kemudian menjawab, Saya anak Islam.
Beliau tidak fanatik terhadap agama nenek moyang bapaknya.
3. Ilmu tidak bisa diraih dengan jiwa yang santai dan enak.
Kebenaran itu diterima dari siapa saja, tapi jangan mencari kebenaran dari siapa
saja. Perbedaannya adalah ‘menerima’ dan ‘mencari/mengambil’.
Lebah (An-Naĥl):43 – Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-
orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,
8. Bahwa tidak ada zaman yang kosong dari kebenaran. Akan selalu ada pembawa
kebenaran meskipun sedikit pengikutnya.
18. Loyalitas bukan kepada nasab dan bangsa, namun kepada Allah (Agama).
2. Abu Hurairah
suatu ketika Abu Hurairah melewati sebuah pasar di Madinah, berhentilah Abu
Hurairah di pasar itu. Tak lama kemudian, tiba-tiba Abu Hurairah berkata kepada orang-orang
yang ada di pasar itu. “Di sana ada warisan Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang sedang
dibagikan, kenapa kalian masih di sini? Kenapa kalian tidak pergi ke sana mengambil bagian
kalian?” Lalu orang-orang tadi bergegas berbondong-bondong menuju ke masjid, kami
melihat ada sekelompok orang yang sedang shalat, sekelompok yang lain sedang membaca
Al-Qur’an, dan sekelompok yang lain lagi sedang berdiskusi ihwal halal dan haram,” jawab
mereka menjelaskan.
“Nah, itu warisan Kanjeng Nabi Muhammad yang ku maksud,” ujar Abu Hurairah
sambil memberitahukan kepada mereka ihwal warisan yang Kanjeng Nabi dimaksud.
Secara fatalistik memerintahkan kita untuk ibadah terus menerus di masjid dan
meninggalkan kehidupan dunia. Bisa saja saat itu konteksnya sedang masuk waktu shalat.
Bisa jadi seperti itu.
Namun pada akhir kisah ini sang muallif kitab Al Fawaid al Mukhtaroh Lisaliki
Thariqi al Akhiroh memberikan catatan dengan menukil sebuah hadis nabi;
إِ َّن اأْل َ ْنبِيَا َء لَ ْم ي َُو ِّرثُوا ِدينَارًا َواَل ِدرْ هَ ًما إِنَّ َما َو َّرثُوا ْال ِع ْل َم
Jadi shalat, membaca Al-Qur’an, dan diskusi ihwal halal-haram tak ubahnya simbol
keilmuan. Kalau hari ini kita sedang sibuk dalam hal keilmuan –baik ilmu agama atau ilmu
yang lainnya– itu berarti kita sedang mewarisi misi kenabian.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, Allah yang
tidak ada Tuhan selain Dia, aku pernah menempelkan perutku ke tanah karena sangat lapar.
Kadang aku menaruh batu di perutku karena lapar.
Suatu hari aku duduk di jalan yang biasa mereka lalui keluar, kemudian melintas Abu
Bakar. Aku bertanya kepadanya tentang sebuah ayat dari Al-Qur'an dan aku tidak bertanya
kepadanya kecuali karena mengharapkan dia memberiku makanan, akantetapi dia berlalu dan
tidak memberiku. Kemudian Nabi saw. lewat di depanku dan tersenyum ketika beliau
melihatku, dan beliau tahu apa yang aku rasakan dan ada apa di balik raut wajahku, kemudian
beliau bersabda, "Hai Abu Hirr (bapak kucing)." Aku menyahut, "Labbaik, ya Rasulullah."
Sabda beliau, "Ikutlah." Sabda beliau, "Ya Abu Hirr." Aku sahut, "Labbaik, ya Rasulullah."
Sabda beliau, "Ambillah dan berikan kepada mereka."
Maka aku mengambil bejana itu, kemudian memberikan seorang lau minum sampai
kenyang, kemudian mengembalikan bejana itu kepadamu. Lalu aku berikan kepada seorang
lagi dan minum sampai kenyang, kemudian dia mengembalikan bejana itu kepadaku. Lantas
aku berikan lagi kepada yang lain dan minum sampai kenyang dan mengembalikan bejana itu
kepadaku, sampai selesai kepada Nabi saw. Dan semua orang telah kenyang. Kemudian
beliau mengambil bejana itu dan meletakkannya di tangan beliau, kemudian melirik kepadaku
dan tersenyum sambil bersabda, "Abu Hirr." Aku jawab, "Labbaik, ya Rasulullah." Sabda
beliau, "Tinggal aku dan kamu." Aku jawab, "Engkau benar, wahai Rasulullah." Sabda beliau,
"Duduk dan minumlah." Aku pun duduk dan minum. Beliau bersabda lagi, "Minumlah." Dan
aku pun minum lagi, dan beliau bersabda, "Minumlah." Sampai aku mengatakan, "Tidak,
demi Zat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak menemukan tempat lagi (di
perutku)." Sabda beliau, "Perlihatkan kepadaku." Maka aku berikan bejana itu kepada beliau,
dan kemudian beliau memanjatkan puji syukur kepada Allah dan meminum yang tersisa.
Abu Hurairah lahir dengan nama Abdu Syamsi ibn Shakhr Ad-Dausi, pada masa
jahiliyah, dan 30 tahun lebih muda dari Rasulullaah SAW. Setelah masuk Islam, beliau
dinamakan Abdurrahman oleh Rasulullaah. Nama Abu Hurairah didapatkan oleh beliau
karena beliau memiliki seekor kucing peliharaan yang selalu beliau gendong dan elus-elus
kemanapun beliau pergi. Kucing itu ibarat bayang-bayang yang selalu mengikuti beliau
kemana saja. Kucingnya juga sering dimandikan, dibersihkan, dan tentunya diberi makanan
yang layak.
Selain kucing itu, Abu Hurairah juga memiliki beberapa ekor kucing peliharaan di
rumahnya. Kesukaan Abu Hurairah pada kucing, merupakan inspirasi yang beliau dapat dari
Rasulullaah SAW yang juga sangat mencintai hewan lucu tersebut. Kucing Rasulullaah
bernama Muezza, yang sangat penurut dan menyayangi Rasul. Nah, karena kecintaannya pada
kucing itulah, kemudian Abdurrahman ini diberi julukan Abu Hurairah, yang berarti Bapak
Kucing.
Ketika Rasulullaah SAW telah meninggal. Kecintaan Abu Hurairah pada Rasul yang
tak pernah padam membuatnya terus menerus meriwayatkan hadits Rasulullah. Apa yang
beliau sabdakan, perintahkan, tuntunkan, semua diriwayatkannya dengan sangat jelas. Bahkan
sampai ketika ada beberapa orang jahat yang berusaha memalsukan hadits Rasul dengan
menggunakan namanya sebagai periwayat, karena kemampuan mengingat dan meriwayatkan
Abu Hurairah yang sangat tajam tersebut.
Umar mengancam Abu Hurairah, “Berhentilah meriwayatkan hadits, wahai Abu
Hurairah…jika tidak maka kau akan kukembalikan ke tanah Dausi (tanah kelahiran Abu
Hurairah di masa jahiliyahnya)!”. Mendengar ancaman sang Khalifah, Abu Hurairah
kemudian menunduk patuh dan mulai berhenti sejenak meriwayatkan hadits-hadits
Rasulullaah.
Kenapa Umar bin Khattab memerintahkan demikian? Ternyata saking cintanya pada
Rasulullaah, Abu Hurairah terlalu semangat terus menghafal dan menyampaikan hadits-hadits
Rasul, namun mulai sedikit berkurang intensitas interaksinya dengan ayat-ayat suci Al-
Qur’an. Nah, untuk tujuan mengingatkan itulah, Umar sampai mengancam, demi kebaikan
Abu Hurairah sendiri, karena Rasulullaah pun pasti akan kurang suka jika melihat Abu
Hurairah sedikit berkurang hubungannya dengan Al-Qur’an.
Abu Hurairah pernah sowan kepada Kanjeng Nabi yaitu curhat hafalan haditsnya
karena sering hilang dari ingatan atau mudah lupa. Padahal Abu Hurairah sering menerima
hadis dari nabi, bahkan jumlahnya sudah banyak tapi selalu hilang dari ingatan. Akhirnya
Nabi meminta sorbannya Abu Hurairah untuk digelar di depan nabi, setelah itu Nabi
menempelkan tangannya di atas sorban itu. Setelah itu Nabi meminta sorbannya untuk
ditempelkan di dadanya Abu Hurairah. Kemudian Abu Hurairah tidak pernah lupa lagi.
Inilah bentuk tawasul karena Nabi mampu melakukan itu. Karena Kanjeng Nabi di
situ sebagai media perantara orang yang paling dekat dengan Allah, sehingga doanya
dikabulkan. Itu artinya menurut Babah Najib bahwa ketika orang meminta kepada Nabi, pasti
Nabi membantu. sering-sering tawasul kepada Kanjeng Nabi dengan perbanyak shalawat.
Apalagi ketika mempunyai masalah dalam hidupnya apa pun itu bentuknya untuk meminta
solusi kepada Kanjeng Nabi.
Komitmen demikian dapat meninggikan derajat orang tua dan menjadikan amal dan
terus mengalir pahalanya. Kebaikan orang tua akan menjadi kebaikan anak.Pertahanan watak
dan pengembangan kata hatinya untuk memunculkan kenikmatan-kenikmatan dan segala
fasilitas , rajin dan terus bersemangat, setia meniti jalan yang istiqomah. Kemampuan dan
keterampilan dalam membentuk kerja sama , memelihara saling pengertian,saling
menghormati dan saling memberi manfaat dengan melakukan komunikasi yang baik.
Yang dapat kita lakukan untuk berbakti atau memuliakan orang tua, termasuk kepada
orang tua yang telah tiada:
4. Doa Anak Yang Shalih Untuk Orang Tua Yang Telah Meninggal
Bagi Kaum Muslimin yang mana kedua orang tua atau salah satunya telah
tiada, bahwasanya doa dari anak yang sholeh begitu luar biasa memberi manfaat bagi
orang tua yang telah meninggal. Telah banyak hadits yang menerangkan tentang
bagaimana kebaikan yang akan didapatkan orang tua di kehidupan setelah mati tatkala
memiliki anak-anak yang sholeh yang mau mendoakan mereka.