Anda di halaman 1dari 13

KISAH SALMAN AL-FARISI DAN ABU HURAIRAH

Disusun untuk memenuhi tugas etika islami

Oleh :
Nama : Mochammad Iqbal Yudo Prawiro
NIM : 1911011084

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2020

A. Ringkasan kisah
1. Salman Al-farisi

Salman adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari bangsa Persia, yaitu dari
sebuah desa bernama Jayyun di kota Isfahaan. Ayahnya adalah seorang kepala desa. Karena
sikap baiknya kepada sang ayah, Salman dipercaya ayahnya untuk mengawasi api yang dia
nyalakan. Demikianlah, ayah Salman adalah seorang Majusi yang menyembah api.
Aku dilahirkan dan membaktikan diri di lingkungan Majusi, sehingga aku sebagai penjaga api
yang bertanggung jawab atas nyalanya api dan tidak membiarkannya padam.

Pada suatu ketika, ia mendengar tentang seorang bernama Muhammad yang


membawa ajaran baru. Setelah bertemu beberapa kali dengan Nabi Muhammad, Salman
menyimpulkan bahwa tanda-tanda kenabian ada pada diri Muhammad. Salman pun yakin
dengan kebenaran ajaran yang dibawa Nabi Muhammad. Status Salman sebagai budak telah
menghalangi Salman ikut serta dalam perang Badar dan Perang Uhud. Salman dapat
dimerdekakan setelah para sahabat mengumpulkan uang. Setelah itu, Salman pun turut
berjuang menegakkan ajaran Islam. Pada suatu ketika, Rasulullah telah mendengar berita
bahwa orang-orang kafir Quraisy akan menyerang kota Madinah. Berita itu datang secara
mendadak. Saat tentara Quraisy telah mendekati kota Madinah, penduduk Madinah ketakutan.
Ketakutan dan kepanikan penduduk Madinah itu dikisahkan dalam surat Al-Ahzab ayat 10.
Rasulullah dan para sahabat segera mengadakan musyawarah. Dalam musyawarah itu muncul
ide yang sangat cemerlang. Ide itu disampaikan oleh Salman Al-Farisi. Ia adalah keturunan
Persia. Taktik-taktik peperangan telah dikuasainya. Ia mengusulkan untuk membuat khandak
atau parit di sekeliling kota Madinah. Rasulullah pun menyutujui usul Salman Al-Farisi. Umat
Islam Madinah bergotong royong membuat parit. Tentara Quraisy sungguh terkejut ketika
sampai di pinggir kota Madinah. Mereka melihat parit yang terhampar luas. Mereka tidak
dapat menembus parit dan hanya bisa berkemah di pinggir parit. Allah menurunkan angin
topan. Akibatnya, kemah-kemah orang Quraisy beterbangan. Akhirnya, mereka memutuskan
kembali ke Mekkah. Orang-orang Islam telah berhasil mengalahkan orang-orang Quraisy
yang jumlahnya jauh lebih banyak. Parit-parit itu telah membuat orang-orang Quraisy patah
semangat. Salman Al-Farisi memiliki jasa besar ketika terjadi perang Khandak.

2. Abu Hurairah
Abu Hurairah berasal dari kabilah Bani Daus Ia diperkirakan lahir 21 tahun sebelum
hijriah, dan sejak kecil sudah menjadi yatim. Ketika mudanya ia bekerja pada Basrah binti
Ghazawan, yang kemudian setelah masuk Islam dinikahinya. Nama aslinya pada masa
jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba matahari) dan ia dipanggil sebagai Abu Hurairah
(ayah/pemilik kucing) karena suka merawat dan memelihara kucing. Diriwayatkan Atsar
oleh “Imam At-tirmidzi”dengan sanad yang mauquf hingga Abu Hurairah. Abdullaah bin
Raafi' berkata, "Aku bertanya kepada Abu Hurairah, "Mengapa engkau bernam kuniyah Abu
Hurairah?" Ia menjawab, "Apakah yang kau khawatirkan dariku?" Aku berkata, "Benar,
demi Allah, sungguh aku khawatir terhadapmu." Abu Hurairah berkata, "Aku dahulu bekerja
menggembalakan kambing keluargaku dan di sisiku ada seekor kucing kecil (Hurairah). Lalu
ketika malam tiba aku menaruhnya di sebatang pohon, jika hari telah siang aku pergi ke
pohon itu dan aku bermain-main dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah
(bapaknya si kucing kecil). Taufail bin Amr seorang pemimpin Bani Daus, kembali ke
kampungnya setelah bertemu dengan Nabi Muhammad dan menjadi muslim. Ia menyerukan
untuk masuk Islam, dan Abu Hurairah segera menyatakan ketertarikannya meskipun
sebagian besar kaumnya saat itu menolak. Ketika Abu Hurairah pergi bersama Thufail bin
Amr ke Mekkah Nabi Muhammad mengubah nama Abu Hurairah menjadi Abdurrahman
(hamba Maha Pengasih). Ia tinggal bersama kaumnya beberapa tahun setelah menjadi
muslim, sebelum bergabung dengan kaum Muhajirin di Madinah tahun 629. Abu Hurairah
pernah meminta Nabi untuk mendoakan agar ibunya masuk Islam, yang akhirnya terjadi. Ia
selalu menyertai Nabi Muhammad sampai dengan wafatnya Nabi tahun 632 di Madinah.

Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi
Muhammad, yaitu sebanyak 5.374 hadits. Di antara yang meriwayatkan hadist darinya adalah
Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah dan lain-lain. Imam
Bukhari pernah berkata: "Tercatat lebih dari 800 orang perawi hadits dari kalangan sahabat
nabi dan Tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah". Abu Hurairah mempunyai
seorang anak perempuan yang menikah dengan Said al-musayyid yaitu salah seorang tokoh
tabi'in terkemuka. Pada tahun 678 atau tahun 59 H, Abu Hurairah jatuh sakit, meninggal di
Madinah, dan dimakamkan di Jannatul Baqi.

B. Hikmah yang bisa di teladani dari kisah Salman Al-Farisi dan Abu Hurairah
1. Salman Al-Farisi

Masuknya Islam Salman Al-Farisi

1. Di antara hasil/buah mentaati kedua orang tua adalah dicintai orang.


2. Masuk penjara, cekal, rantai adalah cara musuh Islam menghalangi kaum muslimin
dalam menegakkan agama Allah.
3. Jika gigih memperjuangkan keimanan maka urusan dunia terasa ringan.
4. Berpegang pada keimanan lebih kokoh dari seluruh rayuan.
5. Hendaknya seorang mukmin senantiasa siap mental menghadapi segala kemungkinan.
6. Terkadang orang-orang jahat mengenakan pakaian/menampakkan diri sebagai orang
baik-baik.
7. Jalan mencapai ilmu tidak bisa ditempuh melainkan dengan senantiasa dekat dengan
orang yang berilmu.
8. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah memberikan jalan keluar dari
problematika hidupnya.
9. Takaran keimanan seseorang adalah mencintai dan membenci karena Allah.
10. Di antara akhlak terpuji para nabi adalah mau mendengarkan seseorang yang sedang
berbicara dengan baik.
11. Seorang pemimpin hendaknya senantiasa memantau kondisi bawahannya.
12. Diperbolehkan membeli budak dari tawanan perang, menghadiahkan dan
memerdekakannya.
13. Saling tolong menolong adalah gambaran dari wujud hidup bermasyarakat. Salman tidak
pernah berputus asa mencari hidayah Allah, meski harus menerima ujian yang sungguh
berat dan perjalanan yang sangat panjang. Semoga Allah menjaga hidayah atas diri kita.

[1] HR. Ahmad, 5/441; ath-Thabrani dalam al-Kabir (6/222); Ibnu Sa’ad dalam ath-
Thabaqat, 4/75; al-Baihaqi dalam al-Kubra, 10/323.

Salman Al-farisi anak teladan yang berbakti


Salman al-Farisi adalah orang yang berasal dari keluarga miskin, sementara ibunya
sangat ingin naik haji, tetapi untuk berjalanpun dia tidak bisa. Demikian juga uang untuk
pergi ke Tanah Suci tidak punya. Salman al-Farisi begitu bingung menghadapi kondisi itu.
Namun akhirnya, Salman memutuskan untuk mengantar ibunya naik haji dengan cara
menggendong ibunya dari suatu tempat yang begitu jauh dari Makkah. Diperlukan waktu
berhari-hari untuk melaksanakan perjalanan itu sehingga tanpa terasa punggung Salman al-
Farisi sampai terkelupas kulitnya.” Dia ingin membahagiakan ibunya yang sedang sakit
dengan mengantarkannya menuju rumah Tuhan bahkan dengan menggendongnya. Betapa
besar pengorbanan dan usahanya.

Salman Al-Farisi ketika hendak menikah

Tersebutlah seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita shalihah yang
selama ini telah menarik perhatiannya. Tapi bagaimanapun, di sisi lain dalam pandangan
Salman, Madinah bukanlah tempat dia tumbuh dewasa. Ia berpikir, melamar seorang gadis
pribumi tentu menjadi urusan pelik bagi seorang pendatang seperti dirinya. Maka,
disampaikanlah gejolak hatinya itu kepada sahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya,
yakni Abu Darda’.

“Subhanallah, walhamdulillah..” betapa senang hati Abu Darda’ mendengar


pengakuan dan itikad baik Salman. Persiapan pun dilakukan. Setelah persiapan rampung,
beriringanlah kedua sahabat itu menuju rumah wanita shalihah yang dimaksud.

Subhanallah, betapa indahnya kebesaran hati Salman al-Farisi yang tak sedikitpun
merasa telah direndahkan sebagai sahabat yang kedudukannya mulia di mata Nabi.  Dia
begitu paham betapapun besarnya cinta kepada seorang wanita,  tidaklah serta-merta
memberinya hak untuk memiliki wanita itu.Bagi Salman, sebelum lamaran diterima,
sebelum ijab qabul diikrarkan, tetaplah cinta tidak menghalalkan hubungan dua insan.

Salman pun sangat paham akan arti persahabatan sejati. Apalagi Abu Darda’ telah
dipersaudarakan oleh Rasulullah saw dengan Salman. Bukanlah seorang saudara jika ia tidak
turut bergembira atas kebahagiaan saudaranya. Bukanlah saudara jika ia merasa dengki atas
kebahagiaan dan nikmat yang dikaruniakan Allah atas saudaranya.
Hal ini sebagaimana Sabda Nabi, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna
imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” [HR
Bukhari]

Salman Al-Farisi berbagi tanpa batas

1. Keutamaan beliau dalam semangatnya menjemput hidayah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meniti suatu


jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”
(HR. Ahmad)

2. Bahaya fanatik terhadap ajaran nenek moyang.

Sapi Betina (Al-Baqarah):170 – Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah


apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”.

Beliau ketika ditanya, Siapa Anda? Kemudian menjawab, Saya anak Islam.
Beliau tidak fanatik terhadap agama nenek moyang bapaknya.

3. Ilmu tidak bisa diraih dengan jiwa yang santai dan enak.

Imam Malik Rahimahullah:


“Tidak akan mendapatkan ilmu agama sampai orang itu mencicipi pahit getirnya
kemelaratan”.

4. Menuntut ilmu kepada yang Ahlinya.

Kebenaran itu diterima dari siapa saja, tapi jangan mencari kebenaran dari siapa
saja. Perbedaannya adalah ‘menerima’ dan ‘mencari/mengambil’.

5. Keutamaan melazimi dan bermajelis ilmu dengan ulama.


6. Tanyalah kepada Ahli Ilmu jika tidak mengetahui.

Lebah (An-Naĥl):43 – Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-
orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,

7. Wafatnya ulama termasuk musibah.

8. Bahwa tidak ada zaman yang kosong dari kebenaran. Akan selalu ada pembawa
kebenaran meskipun sedikit pengikutnya.

9. Menuntut ilmu membutuhkan waktu yang lama.

10. Jangan tertipu oleh penampilan.

11. Fitnah harta

12. Perhatiannya orang Yahudi dalam menunggu Nabi akhir zaman.

13. Rasulullah memiliki tanda-tanda kenabian.

14. Semangatnya shahabat dalam menyegerakan perintah Nabi.

15. Anjuran saling tolong menolong dalam kebajikan.

16. Orang yang bertaqwa akan diberikan jalan keluar.

17. Perhatian Nabi terhadap para shahabat.

18. Loyalitas bukan kepada nasab dan bangsa, namun kepada Allah (Agama).

2. Abu Hurairah

Setan pencuri zakat dan Abu Hurairah

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskan kepadaku menjaga harta zakat


pada bulan Ramadhan. Ternyata ada seseorang datang dan mengambil sebagian makanan, lalu
saya menangkapnya. Saya berkata kepadanya, ‘Sungguh, saya akan melaporkanmu kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Dia berkata, ‘Sungguh, saya orang yang
membutuhkan. Saya mempunyai keluarga dan saya mempunyai kebutuhan yang mendesak.’
Lantas saya melepasnya. Selanjutnya saya melepasnya. Pagi harinya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku. ‘Apa yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi
malam?’ Saya menjawab, ‘Wahai Rasulullah! Dia mengatakan bahwa dia akan mengajariku
beberapa kalimat yang bermanfaat bagiku, lantas saya melepaskannya.’ Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apa kalimat-kalimat itu?’ Saya menjawab, ‘Dia
berkata kepadaku, ‘Apabila kamu telah berbaring di tempat tidur, bacalah ayat kursi dari awal
sampai akhir.’ Dia menambahkan, ‘Niscaya engkau senantiasa mendapat perlindungan dari
Allah. Setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.’ Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Ketahuilah! Sungguh, dia berkata benar kepadamu padahal dia pendusta.
Tahukah kamu siapa yang engkau ajak bicara semenjak tiga hari yang lalu, wahai Abu
Hurairah?’ Aku menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Dia adalah setan’.” (HR. Al-Bukhari).

Abu Hurairah dan para Sahabat berebut warisan Rasulullah SAW

suatu ketika Abu Hurairah melewati sebuah pasar di Madinah, berhentilah Abu
Hurairah di pasar itu. Tak lama kemudian, tiba-tiba Abu Hurairah berkata kepada orang-orang
yang ada di pasar itu. “Di sana ada warisan Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang sedang
dibagikan, kenapa kalian masih di sini? Kenapa kalian tidak pergi ke sana mengambil bagian
kalian?” Lalu orang-orang tadi bergegas berbondong-bondong menuju ke masjid, kami
melihat ada sekelompok orang yang sedang shalat, sekelompok yang lain sedang membaca
Al-Qur’an, dan sekelompok yang lain lagi sedang berdiskusi ihwal halal dan haram,” jawab
mereka menjelaskan.

“Nah, itu warisan Kanjeng Nabi Muhammad yang ku maksud,” ujar Abu Hurairah
sambil memberitahukan kepada mereka ihwal warisan yang Kanjeng Nabi dimaksud.

Secara fatalistik memerintahkan kita untuk ibadah terus menerus di masjid dan
meninggalkan kehidupan dunia. Bisa saja saat itu konteksnya sedang masuk waktu shalat.
Bisa jadi seperti itu.

Namun pada akhir kisah ini sang muallif kitab Al Fawaid al Mukhtaroh Lisaliki
Thariqi al Akhiroh memberikan catatan dengan menukil sebuah hadis nabi;
‫إِ َّن اأْل َ ْنبِيَا َء لَ ْم ي َُو ِّرثُوا ِدينَارًا َواَل ِدرْ هَ ًما إِنَّ َما َو َّرثُوا ْال ِع ْل َم‬

“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya


mereka hanyalah mewariskan ilmu.”

Jadi shalat, membaca Al-Qur’an, dan diskusi ihwal halal-haram tak ubahnya simbol
keilmuan. Kalau hari ini kita sedang sibuk dalam hal keilmuan –baik ilmu agama atau ilmu
yang lainnya– itu berarti kita sedang mewarisi misi kenabian.

Ketika Abu Hurairah kelaparan

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, Allah yang
tidak ada Tuhan selain Dia, aku pernah menempelkan perutku ke tanah karena sangat lapar.
Kadang aku menaruh batu di perutku karena lapar.

Suatu hari aku duduk di jalan yang biasa mereka lalui keluar, kemudian melintas Abu
Bakar. Aku bertanya kepadanya tentang sebuah ayat dari Al-Qur'an dan aku tidak bertanya
kepadanya kecuali karena mengharapkan dia memberiku makanan, akantetapi dia berlalu dan
tidak memberiku. Kemudian Nabi saw. lewat di depanku dan tersenyum ketika beliau
melihatku, dan beliau tahu apa yang aku rasakan dan ada apa di balik raut wajahku, kemudian
beliau bersabda, "Hai Abu Hirr (bapak kucing)." Aku menyahut, "Labbaik, ya Rasulullah."
Sabda beliau, "Ikutlah." Sabda beliau, "Ya Abu Hirr." Aku sahut, "Labbaik, ya Rasulullah."
Sabda beliau, "Ambillah dan berikan kepada mereka."

Maka aku mengambil bejana itu, kemudian memberikan seorang lau minum sampai
kenyang, kemudian mengembalikan bejana itu kepadamu. Lalu aku berikan kepada seorang
lagi dan minum sampai kenyang, kemudian dia mengembalikan bejana itu kepadaku. Lantas
aku berikan lagi kepada yang lain dan minum sampai kenyang dan mengembalikan bejana itu
kepadaku, sampai selesai kepada Nabi saw. Dan semua orang telah kenyang. Kemudian
beliau mengambil bejana itu dan meletakkannya di tangan beliau, kemudian melirik kepadaku
dan tersenyum sambil bersabda, "Abu Hirr." Aku jawab, "Labbaik, ya Rasulullah." Sabda
beliau, "Tinggal aku dan kamu." Aku jawab, "Engkau benar, wahai Rasulullah." Sabda beliau,
"Duduk dan minumlah." Aku pun duduk dan minum. Beliau bersabda lagi, "Minumlah." Dan
aku pun minum lagi, dan beliau bersabda, "Minumlah." Sampai aku mengatakan, "Tidak,
demi Zat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak menemukan tempat lagi (di
perutku)." Sabda beliau, "Perlihatkan kepadaku." Maka aku berikan bejana itu kepada beliau,
dan kemudian beliau memanjatkan puji syukur kepada Allah dan meminum yang tersisa.

Kecintaannya Abu Hurairah pada Kucing

Abu Hurairah lahir dengan nama Abdu Syamsi ibn Shakhr Ad-Dausi, pada masa
jahiliyah, dan 30 tahun lebih muda dari Rasulullaah SAW. Setelah masuk Islam, beliau
dinamakan Abdurrahman oleh Rasulullaah. Nama Abu Hurairah didapatkan oleh beliau
karena beliau memiliki seekor kucing peliharaan yang selalu beliau gendong dan elus-elus
kemanapun beliau pergi. Kucing itu ibarat bayang-bayang yang selalu mengikuti beliau
kemana saja. Kucingnya juga sering dimandikan, dibersihkan, dan tentunya diberi makanan
yang layak.

Selain kucing itu, Abu Hurairah juga memiliki beberapa ekor kucing peliharaan di
rumahnya. Kesukaan Abu Hurairah pada kucing, merupakan inspirasi yang beliau dapat dari
Rasulullaah SAW yang juga sangat mencintai hewan lucu tersebut. Kucing Rasulullaah
bernama Muezza, yang sangat penurut dan menyayangi Rasul. Nah, karena kecintaannya pada
kucing itulah, kemudian Abdurrahman ini diberi julukan Abu Hurairah, yang berarti Bapak
Kucing.

Kecintaan Abu Hurairah terhadap Rasulullah

Ketika Rasulullaah SAW telah meninggal. Kecintaan Abu Hurairah pada Rasul yang
tak pernah padam membuatnya terus menerus meriwayatkan hadits Rasulullah. Apa yang
beliau sabdakan, perintahkan, tuntunkan, semua diriwayatkannya dengan sangat jelas. Bahkan
sampai ketika ada beberapa orang jahat yang berusaha memalsukan hadits Rasul dengan
menggunakan namanya sebagai periwayat, karena kemampuan mengingat dan meriwayatkan
Abu Hurairah yang sangat tajam tersebut.
Umar mengancam Abu Hurairah, “Berhentilah meriwayatkan hadits, wahai Abu
Hurairah…jika tidak maka kau akan kukembalikan ke tanah Dausi (tanah kelahiran Abu
Hurairah di masa jahiliyahnya)!”. Mendengar ancaman sang Khalifah, Abu Hurairah
kemudian menunduk patuh dan mulai berhenti sejenak meriwayatkan hadits-hadits
Rasulullaah.

Kenapa Umar bin Khattab memerintahkan demikian? Ternyata saking cintanya pada
Rasulullaah, Abu Hurairah terlalu semangat terus menghafal dan menyampaikan hadits-hadits
Rasul, namun mulai sedikit berkurang intensitas interaksinya dengan ayat-ayat suci Al-
Qur’an. Nah, untuk tujuan mengingatkan itulah, Umar sampai mengancam, demi kebaikan
Abu Hurairah sendiri, karena Rasulullaah pun pasti akan kurang suka jika melihat Abu
Hurairah sedikit berkurang hubungannya dengan Al-Qur’an.

Abu Hurairah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW

Abu Hurairah pernah sowan kepada Kanjeng Nabi yaitu curhat hafalan haditsnya
karena sering hilang dari ingatan atau mudah lupa. Padahal Abu Hurairah sering menerima
hadis dari nabi, bahkan jumlahnya sudah banyak tapi selalu hilang dari ingatan. Akhirnya
Nabi meminta sorbannya Abu Hurairah untuk digelar di depan nabi, setelah itu Nabi
menempelkan tangannya di atas sorban itu. Setelah itu Nabi meminta sorbannya untuk
ditempelkan di dadanya Abu Hurairah. Kemudian Abu Hurairah tidak pernah lupa lagi.

"Pertanyaannya, kenapa Abu Hurairah datangnya kepada Kanjeng Nabi? Kenapa?


Karena keyakinannya Abu Hurairah bahwa Kanjeng Nabi orang yang punya derajat tinggi di
hadapan Gusti Allah. Doanya makbul,".

Inilah bentuk tawasul karena Nabi mampu melakukan itu. Karena Kanjeng Nabi di
situ sebagai media perantara orang yang paling dekat dengan Allah, sehingga doanya
dikabulkan. Itu artinya menurut Babah Najib bahwa ketika orang meminta kepada Nabi, pasti
Nabi membantu. sering-sering tawasul kepada Kanjeng Nabi dengan perbanyak shalawat.
Apalagi ketika mempunyai masalah dalam hidupnya apa pun itu bentuknya untuk meminta
solusi kepada Kanjeng Nabi.

C. Komitmen terhadap orang tua


Komitmen adalah niat yang terus dipertahankan. Kita harus berkomitmen untuk
selalu berbakti dan menuruti perintah orang tua selama tidak melanggar hukum agama dan
Negara. meraih keridlaan Allah yang menjanjikan banyak nikmat abadi dan supaya timbul
rasa takut pada ancaman siksaNya.Nilai kesempurnaan manusia bila dikatrol dengan visi dan
ilmu atau kemampuan dan keterampilan.Ilmu, kemampuan dan keterampilan dalam
membentuk kerja sama , memelihara saling pengertian,saling menghormati dan saling
memberi manfaat dengan melakukan komunikasi yang baik. Hadits Shahih :Dari Abu
Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
“Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang
tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk
syurga.”[Hadits Riwayat Muslim 2551, Ahmad 2:254, 346]

Komitmen demikian dapat meninggikan derajat orang tua dan menjadikan amal dan
terus mengalir pahalanya. Kebaikan orang tua akan menjadi kebaikan anak.Pertahanan watak
dan pengembangan kata hatinya untuk memunculkan kenikmatan-kenikmatan dan segala
fasilitas , rajin dan terus bersemangat, setia meniti jalan yang istiqomah. Kemampuan dan
keterampilan dalam membentuk kerja sama , memelihara saling pengertian,saling
menghormati dan saling memberi manfaat dengan melakukan komunikasi yang baik.

Yang dapat kita lakukan untuk berbakti atau memuliakan orang tua, termasuk kepada
orang tua yang telah tiada:

1. Lemah Lembut Dalam Bertutur Kata Kepada Orang Tua


Jagalah setiap tutur kata kita sebagai anak agar senantiasa lemah lembut tatkala
berbicara kepada orang tua. Jauhi ucapan-ucapan bernada tinggi, apalagi kata-kata kasar.

2. Membantu Berbagai Pekerjaan Rumah


Banyak dari kita yang tidak menyadari sebenarnya ada berbagai rutinitas orang
tua, terutamanya Ibu yang sebenarnya cukup melelahkan, namun atas dasar tanggung
jawab sebagai orang tua, perkara-perkara rutinitas dalam keseharian itu tidak menjadikan
mereka berkeluh kesah.

3. Senantiasa Bersikap Sopan dan Santun


Tidak sekedar ucapan yang lemah lembut saja yang harus kita jaga, namun juga
disertai dengan sikap sopan dan santun terhadap orang tua.

4. Doa Anak Yang Shalih Untuk Orang Tua Yang Telah Meninggal
Bagi Kaum Muslimin yang mana kedua orang tua atau salah satunya telah
tiada, bahwasanya doa dari anak yang sholeh begitu luar biasa memberi manfaat bagi
orang tua yang telah meninggal. Telah banyak hadits yang menerangkan tentang
bagaimana kebaikan yang akan didapatkan orang tua di kehidupan setelah mati tatkala
memiliki anak-anak yang sholeh yang mau mendoakan mereka.

5. Menjaga Silahturahmi Dengan Kerabat ataupun Teman Orang Tua


Termasuk juga dalam ini adalah menyambung hubungan dengan teman atau
sahabat dari orang tua kita yang telah tiada. Dalam syariat Islam bahwasanya dituntunkan
untuk kita senantiasa menyambung tali silahturahmi.

Anda mungkin juga menyukai