Anda di halaman 1dari 17

1.

Mushab ibn umair


Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya
Mushab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, empat belas tahun (atau lebih
sedikit) setelah kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun 571 M (Mubarakfuri, 2007:
54), sehingga Mushab bin Umair dilahirkan pada tahun 585 M.
Ia merupakan pemuda kaya keturunan Quraisy; Mushab bin Umair bin Hasyim
bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi.
Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, Mushab adalah seorang
pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat
menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Sandal
Mushab adalah sandal al-Hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik,
dan dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma
parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati. (al-Jabiri, 2014: 19).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya,
paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari
Mushab bin Umair. (HR. Hakim).
Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana
makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makana
sudah ada di hadapannya.
Menyambut Hidayah Islam
Orang-orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah istri beliau Khadijah, sepupu
beliau Ali bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyallahu
anhum. Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain. Ketika intimidasi
terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul itu kian menguat, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah alArqam bin Abi al-Arqam radhiyallahu anhu. Sebuah rumah yang berada di bukit
Shafa, jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy.
Mushab bin Umair yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala,
pecandu khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya,
sehingga ia mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama
yang menyimpang. Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya

warsisan nenek moyang semata. Dengan sendirinya ia bertekad dan


menguatkan hati untuk memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa
sallam di rumah al-Arqam dan menyatakan keimanannya.

Kemudian Mushab menyembunyikan keislamannya sebagaimana sahabat yang


lain, untuk menghindari intimidasi kafir Quraisy. Dalam keadaan sulit tersebut, ia
tetap terus menghadiri majelis Rasulullah untuk menambah pengetahuannya
tentang agama yang baru ia peluk. Hingga akhirnya ia menjadi salah seorang
sahabat yang paling dalam ilmunya. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam mengutusnya ke Madinah untuk berdakwah di sana.
Wafatnya
Mushab bin Umair adalah pemegang bendera Islam di peperangan. Pada Perang
Uhud, ia mendapat tugas serupa. Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir
hayat sahabat yang mulia ini. Ia berkata:

Mushab bin Umair radhiyallahu anhu membawa bendera perang di medan


Uhud. Lalu datang penunggang kudak dari pasukan musyrik yang bernama Ibnu
Qumai-ah al-Laitsi (yang mengira bahwa Mushab adalah Rasulullah), lalu ia
menebas tangan kanan Mushab dan terputuslah tangan kanannya. Lalu Mushab
membaca ayat:

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. (QS. Ali Imran: 144).

Bendera pun ia pegang dengan tangan kirinya. Lalu Ibnu Qumai-ah datang
kembali dan menebas tangan kirinya hingga terputus. Mushab mendekap
bendera tersebut di dadanya sambal membaca ayat yang sama:

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. (QS. Ali Imran: 144).

Kemudian anak panah merobohkannya dan terjatuhlah bendera tersebut.


Setelah Mushab gugur, Rasulullah menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin
Abi Thalib (Ibnu Ishaq, Hal: 329).
2. Salman al farizi
Masuk Islamnya Salman Al-Farisi
Suatu hari di Ammuriyyah, lewat sekumpulan pedagang dari suku Kalb. Salman
meminta mereka untuk membawanya ke jazirah Arab dengan membayarkan
sapi-sapi dan kambing-kambing milikya. Mereka pun setuju. Namun sesampainya
di Wadil Qura, mereka justru menjual Salman kepada seorang Yahudi sebagai
budak. Tinggallah Salman bersama Yahudi tersebut. Allah Maha Mengetahui
kesungguhan hati Salman. Suatu ketika, anak paman si Yahudi datang dan
membeli Salman darinya. Kemudian dia membawa Salman ke Madinah. Salman
bisa mengetahuinya dengan ciri-ciri yang disebutkan sahabatnya. Sejak saat itu,
Salman tinggal di Madinah. Sementara itu, tiba masanya Allah mengutus RasulNya. Salman tak mengetahui hal ini sampai ketika Rasulullah SAW hijrah ke
Madinah. Pada suatu hari, Salman berada di atas pohon kurma, sementara
tuannya sedang duduk. Datanglah anak paman tuannya menceritakan tentang
datangnya seorang dari Mekkah di Quba. Orang-orang mengira bahwa dia
seorang Nabi. Mendengar cerita tersebut Salman gemetar karenanya. Dia
berusaha bertanya, namun justru membuat marah tuannya hingga meninjunya
dengan keras.
Tak putus harapan, Salman berusaha mencari tahu tentang jati diri orang yang
dikira Nabi tersebut. Berbekal cirri-ciri yang dia ketahui dari sahabatnya, Salman
beberapa kali mendatangi Rasulullah SAW. Kali pertama, Salman mendatangi
beliau SAW dengan membawa sesuatu sebagai sedekah. Ternyata beliau
menyuruh para sahabat memakannya, sementara beliau sendiri menahan diri
darinya. Satu bukti bagi Salman. Kedatangan kedua, Salman kembali membawa
sesuatu. Kali ini dia menghadiahkannya kepada Rasulullah SAW. Beliau SAW lalu
memakannya dan memerintahkan para sahabat untuk makan. Inilah bukti yang
kedua bagi Salman. Ketiga kalinya, Salman mendatangi Rasulullah SAW ketika
beliau sedang mengiringi jenazah seorang sahabat di pekuburan Baqi. Beliau
SAW mengenakan dua pakaian sejenis jubah. Salman mengucapkan salam,
kemudian berkeliling untuk mencari cap kenabian di bagian punggung Rasul
SAW. Beliau SAW menyadari hal ini, lalu melepaskan selendang dari punggung
beliau. Salman pun bisa melihat tanda kenabian itu. Inilah Salman, seketika itu
dia tertelungkup di hadapan Rasul SAW, lalu mencium beliau dan menangis.
Salman akhirnya masuk Islam. Kesungguhannya dalam mencari kebenaran,
mengantarkannya kepada hidayah yang selama ini dia cari.
Kehidupan Salman Al-Farisi dalam Islam
Hari-hari setelahnya, Salman masih tersibukkan dalam perbudakan,
sehingga tidak mengikuti perang Badar dan Perang Uhud. Dengan
bantuan dari Rasulullah SAW, Salman berhasil membebaskan diri dari
perbudakan. Sejak saat itu, Salman tak pernah terluput dari mengikuti

peperangan bersama Rasul SAW, serta peperangan di masa Khulafa


Rasyidin. Pada peristiwa perang Khandaq tahun 5 H, Salman
menyumbangkan ide yang cemerlang berupa pembuatan parit besar
sebagai strategi pertahanan kaum Muslimin. Dengan cara inilah kota
Madinah selamat dari upaya penyerangan pasukan gabungan Musyrikin
Quraisy dan Yahudi saat itu. Sautu ketika Rasulullah SAW
mempersaudarakan antara Abu Darda dengan Salman al-Farisi ra. Mereka
menjalani kehidupan di dunia ini dengan kecintaan karena Allah. Hingga
mereka berdua terpisahkan karena menjalani tugas masing-masing. Abu
Darda menjadi seorang Qadhi (hakim) di Damaskus. Adapun Salman,
beliau menjadi Gubernur di Madain, Irak . suatu hari Abu Darda mengirim
surat untuk Salman, yang isinya, Marilah menuju bumi yang suci
(Syam). Maka Salman membalas surat tersebut, Sesungguhnya bumi itu
tidak bisa menyucikan diri seseorang. Hanyalah amalan yang bisa
menyucikan seorang hamba.
Akhir kehidupan Salman Al-Farisi
Sebagian ulama menyebutkan adanya ijima (kesepakatan ulama) bahwa
umur beliau mencapai 250 tahun, adapun yang menyebutkan lebih dari itu
telah terjadi silang pendapat (lihat Al Majmu Syarhul Muhadzdzab, Al
Bidayah Wan Nihayah). Setelah melalui perjalanan panjangnya, beliau
wafat dan dimakamkan di Madain, Irak pada tahun 36 H. beliau telah
meninggalkan banyak pelajaran berharga bagi kaum Muslimin. Semoga
Allah meridhainya.
3. ABU DZAR AL-GHIFARI
(Pelayan Dhuafa dan Pelurus Penguasa)
Sosoknya tak dapat dilepaskan sebagai tokoh yang paling giat menerapkan
prinsip egaliter, kesetaraan dalam hal membelanjakan harta di jalan Allah.
Ditentangnya semua orang yang cenderung memupuk harta untuk kepentingan
pribadi, termasuk sahabat-sahabatnya sendiri. Dukungannya kepada semangat
solidaritas sosial, kepedulian kalangan berpunya kepada kaum miskin, bukan
hanya dalam ucapan. Seluruh sikap hidupnya ia tunjukkan kepada upaya
penumbuhan semangat tersebut. Sikap wara dan zuhud selalu jadi perilaku
hidupnya. Sikapnya inilah yang dipuji Rasulullah SAW. Saat Rasul akan
berpulang, Abu Dzar dipanggilnya. Sambil memeluk Abu Dzar, Nabi berkata Abu
Dzar akan tetap sama sepanjang hidupnya. Dia tidak akan berubah walaupun
aku meninggal nanti. Ucapan Nabi ternyata benar. Hingga akhir hayatnya
kemudian, Abu Dzar tetap dalam kesederhanaan dan sangat saleh.
Jundub bin Junadah bin Sakan atau lebih dikenal dengan nama Abu Dzar alGhifari atau Abizar al-Ghifari. Abu Dzar alGhifari merupakan salah satu dari
Assabiqunal Awwalun. AlGhifari merupakan julukan bagi Abu Dzar karena ia
berasal dari daerah Ghifar. Ghifar merupakan salah satu nama kabilah yang
gemar melakukan perjalanan yang jaraknya sangat jauh dan tiada tandingannya
baik dalam jarak tempuh maupun keberaniannya.Ia memeluk Islam dengan
sukarela, Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk
menyatakan keislamannya.

Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah untuk meneriakkan


bahwa ia seorang Muslim, hingga ia dipukuli oleh suku Quraisy. Atas bantuan dari
Abbas bin Abdul Muthalib, ia dibebaskan dari suku Quraisy, setelah suku Quraisy
mengetahui bahwa orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar. Ia mengikuti
hampir seluruh pertempuran-pertempuran selama Nabi Muhammad hidup.
Dia dikenal sangat setia kepada Rasulullah. Kesetiaan itu misalnya dibuktikan
sosok sederhana ini dalam satu perjalanan pasukan Muslim menuju medan
Perang Tabuk melawan kekaisaran Bizantium. Karena keledainya lemah, ia rela
berjalan kaki seraya memikul bawaannya. Saat itu sedang terjadi puncak musim
panas yang sangat menyayat.
Dia keletihan dan roboh di hadapan Nabi SAW. Namun Rasulullah heran kantong
airnya masih penuh. Setelah ditanya mengapa dia tidak minum airnya, tokoh
yang juga kerap mengkritik penguasa semena-mena ini mengatakan, Di
perjalanan saya temukan mata air.
Saya minum air itu sedikit dan saya merasakan nikmat. Setelah itu, saya
bersumpah tak akan minum air itu lagi sebelum Nabi SAW meminumnya.
Dengan rasa haru, Rasulullah berujar, Engkau datang sendirian, engkau hidup
sendirian, dan engkau akan meninggal dalam kesendirian. Tapi serombongan
orang dari Irak yang saleh kelak akan mengurus pemakamanmu. Abu Dzar AlGhifary, sahabat setia Rasulullah itu, mengabdikan sepanjang hidupnya untuk
Islam.

Masuk Islam
Tidak diketahui pasti kapan Abu Dzar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir dan
tinggal dekat jalur kafilah Mekkah, Syria. Bersama ibu dan saudara lelakinya,
Anis Al-Ghifar, Abu Dzar hijrah ke Nejed Atas, Arab Saudi. Ini merupakan hijrah
pertama Abu Dzar dalam mencari kebenaran. Di Nejed Atas, Abu Dzar tak lama
tinggal.
Mendengar datangnya agama Islam, Abu Dzar pun berpikir tentang agama baru
ini. Saat itu, ajaran Nabi Muhammad ini telah mulai mengguncangkan kota
Mekkah dan membangkitkan gelombang kemarahan di seluruh Jazirah Arab. Abu
Dzar yang telah lama merindukan kebenaran, langsung tertarik kepada
Rasulullah, dan ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia pergi ke Mekkah, dan sekalisekali mengunjungi Kabah. Sebulan lebih lamanya ia mempelajari dengan
seksama perbuatan dan ajaran Nabi. Waktu itu masyarakat kota Mekkah dalam
suasana saling bermusuhan.
Demikian halnya dengan Kabah yang masih dipenuhi berhala dan sering
dikunjungi para penyembah berhala dari suku Quraisy, sehingga menjadi tempat
pertemuan yang populer. Nabi juga datang ke sana untuk shalat. Seperti yang
diharapkan sejak lama, Abu Dzar berkesempatan bertemu dengan Nabi. Dan
pada saat itulah ia memeluk agama Islam, dan kemudian menjadi salah seorang
pejuang paling gigih dan berani.

4. Bilal ibn rabbah


Orang yang pertama kali mengumandangkan azan dalam sejarah islam adalah
Bilal bin Rabah. pada awalnya dia adalah seorang budak yang berasal dari
Abessinia (Ethiopia), keturunan Habsyi. tubuhnya kekar dan kulitnya hitam
legam, namun suaranya merdu. Majikannya bernama Umayyah bin Khalaf Jamhi
al Quraisy, seorang pemuka kaum musyrikin mekah dan penentang dakwah
islam. Ketika bilal mendapat berita tentang datangnya seorang rasul yang diutus
Allah SWT. untuk memimpin umat manusia. bilal merasa tertarik mengikuti
dakwah itu dan akhirnya ia masuk islam. tindakannya ini membuat majikannya
marah. dia kemudian menyiksa dan memaksa bilal kembali kepada kepercayaan
jahiliah, yakni meyembah Berhala. Siksaan berat yang di terima Bilal dari
majikannya, Umayyah bin Khalaf, berupa di jemur di atas padang pasir panas di
tengah teriknya matahari, kemudian di atas perutnya di letakkan batu besar.
namun siksaan itu tidak sedikit pun mmpu mengubah keimanannya. bilal
pantang menyerah dan tetap teguh pada pendiriannya. melihat siksaan yang di
terima bilal itu, seorang sahabat Nabi saw, Abu Bakar as Siddiq, merasa sangat
iba, dia kemudian datang ke Umayyah untuk membeli Bilal. setelah itu, ia
membebaskan bilal dari statusnya sebagai budak. Nabi Muhammad saw merasa
gembira melihat tindakan Abu Bakar tersebut.
sebagai penghormatan atas keteguhan iman bilal dan kemerduannya. Rasulullah
saw. menunjuknya sebagai muazin setiap kali tiba waktu salat. di diminta oleh
Nabi sdaw untuk mengumandangkan azan setiap kali tiba waktu sholat fardhu,
sehingga ia di juluki Mu'azzin Rasulillah (juru azan Rasulullah). bahkan pernah ia
mengusulkan kepada Nabi saw, untuk menambah kalimat As shalatu Khairun
minan naum (sholat lebih baik dari pada tidur) pada azan salat subuh. Nabi saw
menerima usul itu. bilal tetap bertigas sebagai juru azan sampai Nabi saw wafat
pada 11H/632 M.
5. Abdullah ibn umar
Abdullah ibn Umar adalah salah satu sahabat Nabi yang berhati lembut dan
begitu mendalam cintanya kepada Rasulullah. Sepeninggal Rasulullah SAW,
apabila ia mendnegar nama Rasulullah disebut di hadapannya, ia menangis.
Ketika ia lewat di sebuah tempat yang pernah disinggahi Rasulullah, baik di
Mekah maupun di Madinah, ia akan memejamkan matanya, lantas butiran air
bening meluncur dari sudut matanya.
Sebagai sahabat Rasul, ahli ibadah dan dikaruniai mimpi yang haq, karena
mimpinya dibenarkan Rasulullah, ia menjadi sosok yang tak punya minat lagi
kepada dunia. Sebuah kecenderungan yang sudah nampak sejak ia remaja,
ketika pertama kali gairahnya bangkit untuk ikut berjihad.
Dermawan. Bagaimana mungkin Ibn Umar dikatakan tak berhasrat pada dunia,
sedang ia pedagang yang sukses? Bisa saja. Sebagai pedagang ia
berpenghasilan banyak karena kejujurannya berniaga. Selain itu ia menerima

gaji dari Baitul Maal. Tunjangan yang diperolehnya tak sedikitpun disimpan untuk
dirinya sendiri, tetapi dibagi-bagikannya kepada fakir miskin. Berdagang buat Ibn
Umar hanya sebuah jalan memutar rezeki Allah di antara hamba-hambanya.
Hati-hati. Adalah Abdullah ibn Umar orangnya, yang kalau dimintai fatwa enggan
berijtihad. Karena takut berbuat kesalahan, meskipun ajaran Islam yang
diikutinya sejak berusia 13 tahun memberi satu pahala bagi yang keliru
berijtihad, dan dua pahala bagi yang benar ijtihadnya. Karena khawatir keliru
berijtihad, ia pun menolak jabatan kadi atau kehakiman. Padahal ini jabatan
tertinggi di antara jabatan kenegaraan dan kemasyarakatan, jabatan yang juga
"basah".
6. Saad ibn waqqash
Saad bin Abi Waqqash mengenalkan dirinya. Ia adalah orang ketiga yang
memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah dari busurnya
di jalan Allah.
Saad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf hidup di tengah-tengah Bani
Zahrah yang merupakan paman Rasulullah SAW. Wuhaib adalah kakek Saad dan
paman Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah.
Saad dikenal orang karena ia adalah paman Rasulullah SAW. Dan beliau sangat
bangga dengan keberanian dan kekuatan, serta ketulusan iman Sa'ad. Nabi
bersabda, Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!
Keislamannya termasuk cepat, karena ia mengenal baik pribadi Rasulullah SAW.
Mengenal kejujuran dan sifat amanah beliau. Ia sudah sering bertemu Rasulullah
sebelum beliau diutus menjadi nabi. Rasulullah juga mengenal Saad dengan
baik. Hobinya berperang dan orangnya pemberani. Saad sangat jago memanah,
dan selalu berlatih sendiri.

Kisah keislamannya sangatlah cepat, dan ia pun menjadi orang ketiga dalam
deretan orang-orang yang pertama masuk Islam, Assabiqunal Awwalun.

Saad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya.
Sedemikian dalam sayangnya Saad pada ibunya, sehingga seolah-olah cintanya
hanya untuk sang ibu yang telah memeliharanya sejak kecil hingga dewasa,
dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan.

Ibu Saad bernama Hamnah binti Sufyan bin Abu Umayyah adalah seorang
wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan
anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan
memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek
moyangnya; penyembah berhala. Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Saad bin

Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit,
Saad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang
digunakannya dalam Perang Badarperang kemenangan pertama untuk kaum
Muslimin.

Pahlawan perkasa ini menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H


dengan meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di
pemakaman Baqi, makamnya para syuhada.
7. Shuhaib ibn sinnan
RASULULLAH Shalallahu alaihi wa sallam pernah berkata bahwa orang-orang
yang paling pertama dan utama masuk Islam ada empat. Pertama, Rasullulah
sendiri, sebagai tokoh dari Arab. Kedua, Shuhaib bin Sinan sebagai tokoh dari
Romawi. Ketiga, Bilal sebagai tokoh dari Abyssina. Dan keempat, Salman al-Farisi
sebagai tokoh dari Farsi.
Shuhaib bin Sinan memang berasal dari Romawi. Bahkan, nama al-Rumi yang
kerap digandengkan kepada namanya berasal dari kata Romawi. Namun, catatan
sejarah menunjukkan, nenek moyang Shuhaib sebetulnya berasal dari Arab, dan
merupakan keluarga terhormat.

Nenek moyang Shuhaib pindah ke Iraq jauh sebelum datangnya Islam. Di negeri
ini, ayah Shuhaib diangkat menjadi hakim dan walikota oleh Kisra, Raja Persia .
Shuhaib dan orangtuanya tinggal di istana yang terletak di pinggir sungai Eufrat
ke arah hilir Jazirah dan Mosul . Mereka hidup dalam keadaan senang dan
bahagia.

Suatu ketika datang orang-orang Romawi menyerbu dan menawan sejumlah


penduduk, termasuk Shuhaib. Setelah ditawan, Shuhaib dijualbelikan sebagai
budak dari satu saudagar ke saudagar lain. Ia menghabiskan masa kanak-kanak
dan permulaan masa remaja di Romawi sebagai budak. Akibatnya, dialeknya pun
sudah seperti orang Romawi.
Pengembaraannya yang panjang sebagai budak akhirnya berakhir di Makkah.
Majikannya yang terakhir membebaskan Shuhaib karena melihat kecerdasan,
kerajinan, dan kejujuran Shuhaib. Bahkan, sang majikan memberikan
kesempatan kepadanya untuk berniaga bersama. Surat Al-Baqarah ayat 207.
Ibnu Abbas, Anas bin Musayyab, Abu Utsman an-Nahdiy, Ikrimah, dan yang lain
berkata, ayat ini diturunkan Allah Subhanahu wa Taala berkenaan dengan
peristiwa yang menimpa Shuhaib. Sementara kebanyakan ulama berpendapat,
ayat ini umum untuk setiap mujahid yang berperang di jalan Allah, seperti
halnya fiman Allah dalam Surat at-Taubah ayat 111: Sesungguhnya Allah telah

membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka. Mereka berperang
pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji
benar Allah dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya (selain Allah)? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan
itu, dan itulah kemenangan yang besar.
Sebuah catatan menunjukkan, Shuhaib baru mengetahui turunnya ayat
mengenai dirinya setelah bertemu Umar bin Khattab dan kawan-kawannya di
Tharf al-Hurrah. Mereka berkata pada Shuhaib, Perniagaanmu beruntung.
Kalian sendiri bagaimana? Saya tidak merugikan perniagaanmu di jalan Allah.
Apa yang kalian maksud dengan perniagaanku beruntung? tanya Shuhaib.
Para sahabat kemudian memberitahu bahwa Allah telah menurunkan ayat yang
berkaitan dengan dia.
8. Muad ibn jabal
ia adalah seorang tokoh dari kalangan Anshar yang ikut baiat pada Perjanjian
Aqabah kedua, hingga termasuk Ash-Shabiqul Awwalungolongan yang pertama
masuk Islam. Dan orang yang lebih dulu masuk Islam dengan keimanan serta
keyakinannya seperti demikian, mustahil tidak akan turut bersama Rasulullah
dalam setiap perjuangan.

Maka demikianlah halnya Mu'adz. Tetapi kelebihannya yang paling menonjol dan
keitstimewaannnya yang utama ialah fiqih atau keahliannya dalam soal hukum.
Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang
menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan
sabdanya: "Umatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah
Mu'adz bin Jabal. Mu'adz adalah seorang yang murah tangan, lapang hati dan
tinggi budi. Tidak sesuatu pun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya
secara berlimpah dan dengan hati yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu'adz
telah menghabiskan semua hartanya.

Ketika Rasulullah SAW wafat, Mu'adz masih berada di Yaman, yakni semenjak ia
dikirim Nabi ke sana untuk membimbing kaum Muslimin dan mengajari mereka
tentang seluk-seluk Agama.

Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu'adz kembali ke Yaman. Umar tahu bahwa
Mu'adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka ia mengusulkan kepada
Khalifah Abu Bakar agar kekayaan Mu'adz itu dibagi dua. Tanpa menunggu
jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu'adz dan mengemukakan
masalah tersebut.

Mu'adz adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya
sekarang ia telah menjadi kaya raya, maka kekayaan itu diperolehnya secara
halal, tidak pernah diperolehnya dengan berbuat dosa. Bahkan juga tak hendak
menerima barang yang syubhat. Mu'adz pindah ke Syria (Suriah), di mana ia
tinggal bersama penduduk dan orang yang berkunjung ke sana sebagi guru dan
ahli hukum. Dan tatkala Abu Ubaidah bin Jarrahamir atau gubernur militer di
sana serta shahabat karib Mu'adzmeninggal dunia, ia diangkat oleh Amirul
Mukminin Umar sebagai penggantinya di Syria.

Tetapi hanya beberapa bulan saja ia memegang jabatan itu, Mu'adz dipanggil
Allah untuk menghadap-Nya dalam keadaan tunduk dan menyerahkan diri.
9. Al-miqdad ibn amr
Di masa jahiliyah ia terikat janji dengan Aswad Abdu Yaghuts untuk diangkat
sebagai anak hingga namanya berubah menjadi Miqdad bin Aswad. Tetapi
setelah turunnya ayat mulia yang melarang merangkaikan nama anak dengan
nama ayah angkatnya dan mengharuskan merangkaikannya dengan nama ayah
kandungnya, maka namanya kembali dihubungkan dengan nama ayahnya, yaitu
Amr bin Sa'ad.

Miqdad bin Amr termasuk golongan yang pertama kali masuk Islam. Ia adalah
orang ketujuh yang menyatakan keislaman secara terang-terangan dan rela
menanggung penderitaan dan siksaan, serta kekejaman kaum Quraisy.
Keberanian dan perjuangannya di medan Perang Badar akan selalu diingat oleh
kaum Muslimin sampai saat ini.
Miqdad bin Amr pernah tampil berbicara mengobarkan semangat di tengah
ketakutan dan kegalauan kaum Muslimin dalam peperangan Badar karena
kekuatan musuh yang begitu dahsyat. Miqdad berkata, "Wahai Rasulullah,
teruslah laksanakan apa yang dititahkan Allah, dan kami akan bersama anda.
Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti apa yang dikatakan Bani Israil
kepada Nabi Musa, 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah', sedang
kami akan mengatakan kepada anda, 'Pergilah Engkau bersama Tuhanmu dan
berperanglah, dan kami ikut berjuang di sampingmu'. Demi yang telah mengutus
engkau membawa kebenaran! Seandainya engkau membawa kami melalui
lautan lumpur, kami akan berjuang bersamamu dengan tabah hingga mencapai
tujuan." Di antara sikap bijaknya adalah kehati-hatiannya dalam menilai orang.
Sikap ini juga ia pelajari dari Rasulullah SAW yang telah menyampaikan kepada
umatnya, "Berubahnya hati manusia lebih cepat dari periuk yang sedang
mendidih."

Miqdad sering menangguhkan penilaian terakhir terhadap seseorang sampai


dekat saat kematian mereka. Tujuannya ialah agar orang yang akan dinilainya
tidak mengalami hal baru lagi. Adakah perubahan setelah kematian?
10.Said ibn Amr
Said bin Amir, adalah satu dari ribuan orang yang keluar ke daerah Tanim di
luar Mekah atas undangan para pemuka Quraisy untuk menyakikan pelaksanaan
hukum mati atas khubaib bin Adi, salah seorang sahabat Muhammad setelah
mereka menangkapnya dengan cara licik.

Sebagai pemuda yang kuat dan tangguh, Said mampu bersaing dengan orangorang yang lebih tua umurnya untuk berebut tempat di depan, sehingga dia
mampu duduk sejajar di antara para pemuka Quraisy seperti Abu Sufyan bin
Harb, Shafwan bin Umayyah, dan lain-lainya yang menyelenggarakan acara
tersebut.

Semua ini membuka jalan baginya untuk menyaksikan tawanan Quraisy yang
terikat dengan tambang itu. Sementara tangan anak-anak, para pemuda, dan
kaum wanita mendorongnya ke pelataran kematian dengan kuatnya, mereka
ingin melampiaskan dendam kesumat terhadap Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam, membalas kematian orang-orang mereka yang terbunuh di Badar dengan
membunuh Khubaib.

Manakala rombongan besar dengan seorang tawanan tersebut telah tiba di


tempat yang sudah disiapkan untuk membunuhnya, si anak muda Said bin Amir
al-Jumahi berdiri tegak memandang Khubaib yang sedang digiring ke tiang salib.
Said mendengar suara Khubaib di antara teriakan kaum wanita dan anak-anak,
dia mendengarnya berkata, Bila kalian berkenan membiarkanku shalat dua
rakaat sebelum aku kalian bunuh?
Said melihat Khubaib menghadap kiblat, shalat dua rakaat, dua rakaat yang
sangat baik dan sangat sempurna.
Said melihat Khubaib menghadap para pembesar Quraisy dan berkata, Demi
Allah, kalau aku tidak khawatir kalian menyangka bahwa aku memperlama shalat
karena takut mati, niscaya aku akan memperlama shalatku.
Kemudia Said melihat kaumnya dengan kedua mata kepalanya mencincang
jasad Khubaib sepotong demi sepotong padahal Khubaib masih hidup, sambil
berkata, Apakah kamu ingin Muhammad ada di tempatmu ini sedangkan kamu
selamat?[1]

Khubaib menjawab sementara darah menetes dari jasadnya, Demi Allah, aku
tidak ingin berada di antara keluarga dan anak-anakku dalam keadaan aman dan
tenang sementara Muhammad tertusuk oleh sebuah duri.
Maka orang banyak pun mengangkat tangan mereka tinggi-tinggi ke udara,
teriakan mereka gegap gempita menggema di langit.
Di saat itu Said bin Amir melihat Khubaib mengangkat pandangannya ke langit
dari atas tiang salib dan berkata, Ya Allah, balaslah mereka satu persatu,
bunuhlah mereka sampai habis, dan jangan biarkan seorang pun dari mereka
hidup dengan aman.

Akhirnya Khubaib pun menghembuskan nafas terakhirnya, dan tidak ada seorang
pun yang mampu melindunginya dari tebasan pedang dan tusukan tombak
orang-orang kafir.
Orang-orang Quraisy kembali ke Mekah, mereka melupakan Khubaib dan
kematiannya bersama dengan datangya peristiwa demi peristiwa besar yang
mereka hadapi.
Namun tiak dengan anak muda yang baru tumbuh ini, Said bin Amir, Khubaib
tidak pernah terbenam dari benaknya sesaat pun.
Said melihatnya dalam mimpinya ketika dia tidur, membayangkannya dalam
khayalannya ketika dia terjaga, berdiri di depannya ketika dia shalat dua rakaat
dengan tenang dan tenteram di depan kayu salib, Said mendengar bisikan
suaranya di keua telinganya ketika dia berdoa atas orang-orang Quraisy, maka
dia khawatir sebuah halilintar akan menyambar atau sebuah batu dari langit
akan jatuh menimpanya.
Peristiwa kematian Khubaib mengajarkan sesuatu kepada Said tentang persoalan
besar yang belum dia ketahui selama ini.
Peristiwa kematian Khubaib mengajarkan kepadanya bahwa kehidupan sejati
adalah jihad di jalan akidah yang diyakininya sampai mati.
Peristiwa kematian Khubaib mengajarkan kepadanya bahwa iman yang
terpancang kuat bisa melahirkan dan menciptakan keajaiban-keajaiban.
Khubaib mengajarkan kepadanya perkara lainnya, yaitu seorang laki-laki yang
dicintai sedemikian rupa oleh para sahabatnya adalah seorang nabi yang di
dukung oleh kekuatan dan pertolongan langit.
Pada saat itu Allah Taala membuka dada Said bin Amir kepada Islam, maka dia
berdiri di hadapan sekumpulan orang banyak, mengumumkan bahwa dirinya
berlepas diri dari dosa-dosa dan kejahatan-kejahatan orang Quraisy,
menanggalkan berhala-berhala dan patung-patung menyatakan diri sebagai
seorang muslim.

11.Hamzah ibn abdul muthalib


Siapakah beliau ini? Lengkapnya, ia bernama Hamzah Abu 'Amaarah bin 'abdul
Muthalib bin Hasyim bin 'abdi Manaaf al Quraisy al Haasyimi, Ibunya bernama
Halah binti Wuhaib bin abdu manaf bin Zuhrah. Beliau merupakan paman Nabi
Shalallahu alaihi wa salam, sekaligus saudara sepersusuan, serta kerabat
dekatnya dari jalur ibu. Dilahirkan dua tahun sebelum Nabi Shalallahu alaihi wa
salam. Memeluk Islam pada tahun ke-delapan dari kenabian atau pada tahun keenam kenabian setelah nabi memasuki Darul Arqaam, berdasarkan riwayat lain.
Terkenal dengan sebutan Asadullah (singa Allah) dan Sayyidusy-Syuhadaa'
(penghulu para syuhada'). Di perang badar beliau berhasil menghempaskan
beberapa tokoh musyrikin. Seperti Syaibah bin Rabi'ah, Thu'aimah bin Adi dan
'Utbah bin Rabi'ah. Begitu pula pada perang Uhud. Beliau berhasil menewaskan
30 orang lebih. Sebelum akhirnya gugur di tangan Wahsyi, budak milik Jubair bin
Muth'im.
Ibnu 'abdil Barr rahimahullah meriwayatkan, "Sesungguhnya Nabi Shalallahu
alaihi wa salam berdiri di hadapan Hamzah yagng telah syahid. Beliau Shalallahu
alaihi wa salam menitikkan air mata. dan ketika melihatnya menjadi korban
kebiadaban, beliau Shalallahu alaihi wa salam menarik napasnya. Tidak ada yang
lebih menyakitkan hati beliau Shalallahu alaihi wa salam daripadanya. Lalu
beliau Shalallahu alaihi wa salam melanjutkan ucapannya :"semoga Allah
merahmatimu, wahai paman. Padahal dulu engkau orang yang menyambung tali
silaturahim dan banyak melakukan kebajikan".
Hamzah radhiallahu anhu, sang singa Allah ini dikuburkan bersama 'Abdullah bin
Jahsy, dalam satu liang lahat.
12.Abdullah ibn masud
Abdullah bin Mas'ud pernah berkata tentang pengetahuannya mengenai
Kitabullah (Al-Qur'an) sebagai berikut, "Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia.
Tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur'an, melainkan aku tahu di mana dan
dalam situasi bagaimana diturunkan. Seandainya ada orang yang lebih tahu
daripada aku, niscaya aku datang belajar kepadanya."
Abdullah bin Mas'ud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Kisah Umar bin AlKhathab berikut memperkuat ucapannya. Pada suatu malam, Khalifah Umar
sedang dalam perjalanan, ia bertemu dengan sebuah kabilah. Malam sangat
gelap bagai tertutup tenda, menutupi pandangan setiap pengendara. Abdullah
bin Mas'ud berada dalam kabilah tersebut. Khalifah Umar memerintahkan
seorang pengawal agar menanyai kabilah.
Kemudian diperintahkannya pula menanyakan, "Ayat Al-Qur'an manakah yang
paling ampuh?"

Abdullah menjawab, "Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup kekal lagi
terus-menerus mengurus (makhluk-Nya) tidak mengantuk dan tidak pula tidur..."
(QS Al-Baqarah: 255).
"Tanyakan pula kepada mereka, ayat Al-Qur'an manakah yang lebih kuat
hukumnya?" kata Umar memerintah.
Abdullah menjawab, "Sesungguhnya Allah memerintah kamu berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang kamu
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS An-Nahl: 9). Demikian
seterusnya, ketika Umar memerintahkan pengawal untuk bertanya tentang AlQur'an, Abdullah bin Mas'ud langsung menjawabnya dengan tegas dan tepat.
Abdullah bin Mas'ud bukan hanya sekedar qari' (ahli baca Al-Qur'an) terbaik,
atau seorang yang sangat alim atau zuhud, namun ia juga seorang pemberani,
kuat dan teliti. Bahkan dia seorang pejuang (mujahid) terkemuka. Dia tercatat
sebagai Muslim pertama yang mengumandangkan Al-Qur'an dengan suara
merdu dan lantang. Abdullah bin Mas'ud hidup hingga masa Khalifah Utsman bin
Affan memerintah
13.Hudzaifah ibn Al yaman
Rasulullah menilai dalam pribadi Hudzaifah Ibnul Yaman terdapat tiga
keistimewaan yang menonjol. Pertama, cerdas, sehingga dia dapat meloloskan
diri dalam situasi yang serba sulit. Kedua, cepat tanggap, berpikir cepat, tepat
dan jitu, yang dapat dilakukannya setiap diperlukan. Ketiga, cermat memegang
rahasia, dan berdisiplin tinggi, sehingga tidak seorang pun dapat mengorek yang
dirahasiakannya. Hudzaifah Ibnul Yaman sangat cermat dan teguh memegang
segala rahasia mengenai orang-orang munafik selama hidupnya, sampai kepada
seorang khalifah sekali pun. Bahkan Khalifah Umar bin Khathtab. Walau
demikian, amat sedikit orang yang mengetahui bahwa Hudzaifah Ibnul Yaman
sesungguhnya adalah pahlawan penakluk Nahawand, Dainawar, Hamadzan, dan
Rai. Dia membebaskan kota-kota tersebut bagi kaum Muslimin dari genggaman
kekuasaan Persia. Hudzaifah juga termasuk tokoh yang memprakarsai
keseragaman mushaf Alquran, sesudah kitabullah itu beraneka ragam coraknya
di tangan kaum Muslimin.
14.Ammar Ibn yasir
Demikian halnya Ammar, berkat nikmat dan petunjuk-Nya, Allah telah
memberikan kepada Ammar ganjaran setimpal, dan menilai takaran kebaikannya
secara penuh. Hingga disebabkan tingkatan petunjuk dan keyakinan yang telah
dicapainya, maka Rasulullah menyatakan kesucian imannya dan mengangkat
dirinya sebagai contoh teladan bagi para sahabat.
Beliau bersabda, Contoh dan ikutilah setelah kematianku nanti, Abu Bakar dan
Umar. Dan ambillah pula hidayah yang dipakai Ammar untuk jadi bimbingan!

Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin membangun masjid di Madinah, beliau


turut serta mengangkat batu dan melakukan pekerjaan yang paling sukar. Di
tengah-tengah khalayak ramai yang sedang hilir mudik itu, terlihatlah Ammar
bin Yasir sedang mengangkat batu besar.
Rasulullah juga melihat Ammar, dan langsung mendekatinya. Setelah
berhampiran, maka beliau mengipaskan debu yang menutupi kepala Ammar
dengan tangannya. kemudian bersabda di hadapan semua shahabatnya,
"Malangnya Ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!"
Ammar selalu terjun bersama Rasulullah dalam tiap perjuangan dan peperangan
bersenjata, baik di Badar, Uhud, Khandaq, dan Tabuk. Dan tatkala Rasulullah
telah wafat, perjuangan Ammar tidaklah berhenti. Ia terus berjuang dan berjihad
menegakkan agama Allah.
Ketika terjadi pertentangan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah,
Ammar berdiri di samping menantu Rasulullah tersebut. Bukan karena fanatik
atau berpihak, tetapi karena tunduk kepada kebenaran dan teguh memegang
janji! Ali adalah khalifah kaum Muslimin, dan berhak menerima baiat sebagai
pemimpin umat.
Ketika meletus Perang Shiffin yang mengerikan itu, Ammar ikut bersamanya.
Padahal saat itu usianya telah mencapai 93 tahun. Orang-orang dari pihak
Muawiyah mencoba sekuat daya untuk menghindari Ammar, agar pedang
mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga menjadi manusia golongan
pendurhaka.
Tetapi keperwiraan Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu pasukan tentara
juga, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Maka sebagian dari
anak buah Muawiyah mengintai-ngintai kesempatan untuk menewaskannya.
Hingga setelah kesempatan itu terbuka, mereka pun membunuh Ammar.
Maka sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu,
yaitu golongan yang membunuh Ammar, yang tidak lain dari pihak Muawiyah!
Jasad Ammar bin Yassir kemudian dipangku Khalifah Ali, dibawa sebuah ke
tempat untuk dishalatkan bersama kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan
pakaiannya.
Setelah itu, para sahabat kemudian berkumpul dan saling berbincang. Salah
seorang berkata, Apakah kau masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika
kita sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW dan tiba-tiba wajahnya
berseri-seri lalu bersabda, "Surga telah merindukan Ammar?"
"Benar," jawab yang lain.
Dan waktu itu juga disebutnya nama-nama lain, di antaranya Ali, Salman dan
Bilal..." timpal seorang lagi.
Bila demikian halnya, maka surga benar-benar telah merindukan Ammar. Dan
jika demikian, maka telah lama surga merindukannya, sedang kerinduannya

tertangguhkan, menunggu Ammar menyelesaikan kewajiban dan memenuhi


tanggungjawabnya. Dan tugas itu telah dilaksanakannya dan dipenuhinya
dengan hati gembira.
15. Ubaidah bin shamit
Ubadah bin Shamit yang mulanya hanya menjadi wakil kaum keluarganya dari
suku Khazraj, sekarang meningkat menjadi salah seorang pelopor Islam, dan
salah seorang pemimpin kaum Muslimin.
Pada suatu hari Rasulullah SAW, menjelaskan tanggung jawab seorang amir atau
wali. Didengarnya Rasulullah menyatakan nasib yang akan menimpa orangorang yang melalaikan kewajiban di antara mereka atau memperkaya dirinya
dengan harta, maka tubuh Ubadah gemetar dan hatinya berguncang.
Ia bersumpah kepada Allah tidak akan menjadi pemimpin walau atas dua orang
sekalipun. Dan sumpahnya ini dipenuhi sebaik-baiknya dan tak pernah
dilanggarnya.
Di masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khathab, tokoh ng bergelar AlFaruq ini pun tidak berhasil mendorongnya untuk menerima suatu jabatan,
kecuali dalam mengajar Umar dan memperdalam pengetahuan mereka dalam
soal agama.
Memang, inilah satu-satunya usaha yang lebih diutamakan Ubadah dari lainnya,
menjauhkan dirinya dari usaha-usaha lain yang ada sangkut-pautnya dengan
harta benda dan kemewahan serta kekuasaan. Oleh sebab itu, ia berangkat ke
Suriah dan merupakan salah seorang dari tiga sekawan, bersama Muadz bin
Jabal dan Abu Darda, menyebarkan ilmu, pengertian dan cahaya bimbingan di
negeri itu.
Ubadah juga pernah berada di Palestina untuk beberapa waktu dalam
melaksanakan tugas sucinya, sedang yang menjalankan pemerintahan ketika itu
adalah Muawiyah. Ubadah termasuk rombongan perintis yang telah dididik oleh
Nabi Muhammad SAW dengan tangannya sendiri, yang telah beroleh limpahan
mental, cahaya dan kebesarannya.
Dan seandainya di kalangan orang-orang yang masih hidup, ada yang dapat
ditonjolkan untuk percontohan luhur sebagai kepala pemerintahan yang
dikagumi oleh Ubadah dan dipercayainya, maka orang itu tidak lain tokoh
terkemuka yang sedang berkuasa di Madinah; Umar bin Khathab.
Sekiranya Ubadah melanjutkan renungannya dan membanding-bnadingkan
tindak-tanduk Muawiyah dengan apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar, jurang
pemisah di antara keduanya menganga lebar, dan sebagai akibatnya akan
terjadilah bentrokan dan memang telah terjadi.
Berkata Ubadah bin Shamit RA, Kami telah baiat kepada Rasulullah SAW, tidak
takut akan ancaman siapa pun dalam menaati Allah! Ubadah adalah seorang
yang paling teguh memenuhi baiat. Dan jika demikian, maka ia tidak akan takut

pada Muawiyah dengan segala kekuasaannya, dan ia akan tegak mengawasi


segala kesalahan Muawiyah.

Anda mungkin juga menyukai