Anda di halaman 1dari 8

Nama : Shifa Sabilla Hanum (NO.

31 & 32)
Kelas : X-IPS 3

Biografi tentang Abdullah bin Zubair

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Zubair bin al-Awwam bin


Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai.Beliau adalah anak dari bibi
Rasulullah. Ibunya bernama Asma binti Abu Bakar as-Siddiq.
Gelarnya ‘Aidzullah’ (yang berlindung pada Allah). Ayahnya, al-Zubair bin
al-Awwam termasuk pengikut setia Rasulullah dan salah satu dari sepuluh
sahabat yang diberi kabar gembira akan masuk surga. Ia termasuk salah
seorang dari “Empat ‘Abadillah” (empat orang yang bernama Abdullah)
yang dikenal menghafal seluruh ayat-ayat Al-Qur’an, Tiga orang ‘Abadillah
lainnya adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar bin
Khatab, dan Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu ‘anhum.

Kelahiran dan masa kecil beliau


Pada awal hijrah kaum muslimin ke Madinah, beredar kabar bahwa
dukun-dukun Yahudi telah memantrai kaum muslimin dengan kemandulan
sehingga mereka tidak akan bisa mempunyai keturunan. Pada saat itulah,
Abdullah bin Zubair lahir di Quba, sebuah tempat dekat kota Yastrib
(sekarang bernama Madinah.red) dan merupakan kelahiran muslimin
pertama di kalangan muslimin setelah hijrah. Dengan kelahiran beliau maka
tampaklah kebohongan kabar tersebut. Hal itu juga menjadi bukti
kelemahan dan tipu muslihat orang Yahudi.
Sebelum disusui, Abdullah bin Zubair dibawa menghadap Rasulullah
SAW, ditahniq dan didoakan oleh beliau. Dari kecil Abdullah bin Zubair
telah menunjukkan hal-hal yang luar biasa dalam kegairahan, kecerdasan
dan keteguhan pendirian. Beruntunglah Abdullah mendapatkan didikan
langsung dari Rasulullah sejak kecil. Maka tidak heran jika pada umur 8
tahun, ia memberikan sumpah setia (bai’at) kepada Rasulullah untuk
tegaknya ajaran Islam yang disambut Rasulullah dengan senyuman.
Lingkungan hidup dan hubungannya yang akrab dengan Rasulullah
SAW, telah membentuk kerangka kepahlawanan dan prinsip hidupnya
sesuai dengan agama Islam. Masa mudanya dilalui dengan tekun beribadah,
hidup sederhana dan senantiasa patuh kepada Rasulullah SAW. Ia benar-
benar seorang laki-laki yang mengenal tujuannya dan menempuhnya dengan
kemauan yang keras membaja dan keimanan yang teguh.

Berbagai perang yang diikuti beliau


Abdullah bin Zubair tercatat oleh sejarah sebagai salah seorang
panglima besar Islam. Darah mulianya yang memang berasal dari pasangan
mujahid-mujahidah sejati membuatnya tumbuh berkembang menjadi
seorang pemuda yang gagah perkasa. Kelebihan beliau dipergunakan untuk
berperang di jalan Allah bersama tentara muslimin di perang-perang yang
dialami muslimin, terlebih ketika ia bersama mujahid-mujahid lainnya ikut
dalam ekspedisi penaklukan Afrika, Andalusia (Spanyol), dan
Konstantinopel (Turki). Begitulah kehebatan sistem tarbiyah Islamiyah yang
bisa mencetak pemuda belia menjadi tokoh pejuang dalam menegakkan
Islam. Semua peristiwa tersebut mengundang kekaguman penduduk
Madinah kepadanya. Dalam pertempuran di Afrika sendiri, kaum Muslimin
yang jumlahnya hanya dua puluh ribu tentara, pernah menghadapi musuh
yang berkekuatan sebanyak seratus dua puluh ribu orang.
Pertempuran berkecamuk, dan pihak Islam terancam bahaya
besar. Melihat kondisi yang kurang menguntungkan tersebut, Abdullah bin
Zubair berpikir untuk mencari rahasia kekuatan lawan. Akhirnya ia
menemukan jawaban bahwa letak kekuatan mereka tidak lain adalah raja
Barbar yang merangkap sebagai panglima tentaranya sendiri. Tak putus-
putusnya raja itu berseru terhadap tentaranya dan membangkitkan semangat
mereka dengan cara istimewa yang mendorong mereka untuk menerjuni
maut tanpa rasa takut.
Abdullah bin Zubair memperkirakan bahwa pasukan yang gagah
perkasa ini tak mungkin ditaklukkan kecuali dengan jatuhnya panglima
yang menakutkan itu. Ia berpikir keras bagaimana dapat sampai kepada raja
tersebut. Dengan semangat dan keberaniannya, Ibnu Zubair memanggil
sebagian kawan-kawannya, lalu ia berkata: "Lindungi punggungku dan mari
menyerbu bersamaku!" Dan tak ubahnya anak panah yang lepas dari busur,
ia membelah pasukan yang berlapis menuju raja musuh, dan tatkala sampai
di hadapannya, ِAbdullah bin Zubair menikam raja itu dengan sekali
tikaman sehingga membuatnya jatuh tersungkur. Kemudian dengan cepat ia
bersama kawan-kawanya mengepung tentara yang berada di sekeliling raja
dan menghancurkan mereka, lalu mereka serentak bertakbir Allahu Akbar!
Tatkala kaum Muslimin melihat bendera mereka berkibar di tempat
panglima Barbar berdiri untuk menyampaikan perintah dan mengatur siasat,
tahulah mereka bahwa kemenangan telah tercapai. Dan ternyata, dugaan
Abdullah bin Zubair tidak meleset, dengan segera semangat temput musuh
langsung redup. Sebagian mereka menyerahkan diri kepada muslimin
dan bertekuk lutut di hadapan para mujahid yang gagah berani dan sebagian
yang lain kabur ketakutan. Abdullah bin Abi Sarah, panglima tentara Islam,
mengetahui peranan penting yang telah dilakukan oleh Ibnu Zubair. Maka
sebagai imbalannya, ia menyuruh Abdullah bin Zubair untuk
menyampaikan berita kemenangan itu ke Madinah kepada khalifah Utsman
bin Affan.
Di masa Khalifah Usman bin Affan ra, Abdullah bin Zubair ra duduk
sebagai anggota panitia yang bertugas mengkodifikasi Al-Qur’an. Ketika
Yazid bin Muawiyah naik sebagai khalifah, Abdullah bin Zubair termasuk
orang-orang yang tidak mau berbaiat terhadapnya karena menganggap
bahwa Yazid tidak pantas menjadi khalifah. Ia berpendapat seharusnya
kekhalifahan harus diputuskan secara demokrasi, bukan diwarisi. Hal ini
yang membuatnya enggan membaiat atas kekhalifahan Yazid.
Setelah gugurnya Husain bin Ali ra di Pertempuran Karbala, Ibnu
Zubair kembali ke Makkah, danmulai membentuk pasukan. Secepatnya ia
mengkonsolidasikan kekhalifahannya dengan mengirim seorang gubernur
ke Kufah. Segera, Ibnu Zubair memantapkan kekuasaannya di Iraq,
Selatan Arabia dan sebagian besar Syria, serta sebagian Mesir. Ibnu Zubair
memperoleh keberuntungan karena ketidakpuasan rakyat terhadap
kekuasaan Bani Umayyah. Salah seorang pendukungnya adalah Muslim bin
Shihab, ayah dari Ibnu Shihab al-Zuhri yang di kemudian hari menjadi
cendekiawan muslim terkenal.
Yazid mencoba untuk menghentikan pemberontakan Ibnu Zubair
dengan menyerbu Mekkah pada tahun 64 H, ia mengirim pasukan yang
dipimpin oleh Husain bin Numair. Pada saat pengepungan Mekkah, Husain
menggunakan manjaniq (semacam alat pelontar besar.red), bahkan peluru
ketapel ini pernah menghancurkan Ka'bah. Tetapi karena mendengar
kematian Yazid yang tiba-tiba, maka Husain bin Numair menghentikan
pengepungan tersebut dan kembali ke Damaskus. Maka bebaslah Ibnu
Zubair dan ia membangun kembali Ka'bah yang berantakan karena serbuan
pasukan Umayyah.
Kematian Yazid yang tiba-tiba ini juga mengakibatkan kekuasaan
Bani Umayyah makin berantakan dan terjadi perang saudara antar
mereka. Selanjutnya, Abdullah bin Zubair memploklamirkan dirinya
sebagai Amirul mukminin. Sekalipun proklamasi itu tidak lebih dari sekedar
nama, namun lawan-lawan dinasti Bani Umayyah di Suriah, Mesir, Arab
Selatan, dan Kufah sempat mengakui beliau sebagai khalifah.

Akhir hayat beliau


Abdullah bin Zubair menemui ajalnya ketika terjadi penyerbuan yang
dipimpin Hajjaj bin Yusuf wakil dari Abdul Malik bin Marwan yang
merupakan khalifah bani Umayyah ketika itu. Pengepungan yang dilakukan
oleh Hajjaj terhadap kota Mekkah yang menjadi pusat kekuasaan Abdullah
bin Zubair selama sekitar 8 bulan.
Hajjaj bin Yusuf mengepung kota Makkah sambil terus
melemparinya dengan manjaniq yang amunisinya adalah batu yang dibakar.
Serangan bertubi-tubi ini membuat menyebabkan kerusakan yang cukup
parah di kota Mekkah serta membakar kiswah(kain penutup.red) ka’bah dan
merubuhkan tiang-tiang penyangganya.
Didorong motivasi dari ibunya, Abdullah bin Zubair terus
melanjutkan perlawanannya setelah sebelumnya semangat beliau sempat
meredup ketika melihat anak-anaknya menyerahkan diri. Beliau terkepung
ketika menyerbu ke tengah pasukan musuh yang langsung menyergap dan
membunuhnya. Tidak hanya itu, dengan kejam kepala beliau pun dipenggal
dan tubuh beliau disalib. Atas perintah khalifah Abdul Malik, tubuh beliau
diserahkan kepada ibunya untuk dikuburkan. Semoga Allah meridhoi
mereka. Wallahu A’lam.

Biografi Mu’adz bin Jabal

Mu'adz bin Jabal (Bahasa Arab:‫ )معاذ بن جبل‬adalah sahabat nabi yang
berbai'at kepada Rasulullah sejak pertama kali. Sehingga ia termasuk orang
yang pertama kali masuk Islam (as-Sabiqun al-Awwalun). Mu'adz terkenal
sebagai cendekiawan dengan wawasannya yang luas dan pemahaman yang
mendalam dalam ilmu fiqh, dan bahkan Rasulullah menyebutnya sebagai
sahabat yang paling mengerti yang mana yang halal dan yang haram.
Mu'adz juga merupakan duta besar Islam yang pertama kali yang
dikirim Rasulullah.
Nama panjangnya adalah Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus al-
Khazraji, sedangkan nama julukannya adalah “Abu Abdurahman”. Ia
dilahirkan di Madinah dan memeluk Islam pada usia 18 tahun. Fisiknya
gagah, berkulit putih, berbadan tinggi, berambut pendek dan ikal, dan
bergigi putih mengkilat.

Berbagai perang yang diikuti beliau


Muadz termasuk dalam rombongan berjumlah sekitar 72 orang
Madinah yang datang berbai’at kepada Rasulullah. Setelah itu ia kembali ke
Madinah sebagai seorang pendakwah Islam di dalam masyarakat Madinah.
Ia berhasil mengislamkan beberapa orang sahabat terkemuka
misalnya Amru bin al-Jamuh. Rasulullah mempersaudarakannya
dengan Ja’far bin Abi Thalib. Rasulullah mengirimnya ke negeri Yaman
untuk mengajar. Rasulullah mengantarnya dengan berjalan kaki sedangkan
Mu’adz berkendaraan, dan Nabi bersabda kepadanya: ” Sungguh, aku
mencintaimu“.

Akhir hayatnya beliau


Thariq bin Abdurrahman mengisahkan bahwa tersebar wabah kolera
di Syam. Saking rata penyebarannya, sampai orang-orang berkomentar, ‘Ini
adalah banjir. Hanya saja tak ber-air’. Komentar ini sampai ke telinga
Muadz, ia pun berkhotbah, ‘Telah sampai padaku apa yang kalian ucapkan.
Tapi, ini adalah rahmat dari Rab kalian dan doa Nabi kalian. Seperti
kematian orang shaleh sebelum kalian. Mereka takut dengan sesuatu yang
lebih buruk dari ini. Yaitu seseorang keluar dari rumahnya di pagi hari
dalam keadaan tidak tahu apakah ia beriman atau munafik. Dan mereka
takut kepemimpinan anak-anak kecil (yang tidak kompeten)’.” (Shifatu ash-
Shafwah, 1/189).
Abdullah bin Rafi’ berkata, “Saat Abu Ubaidah bin al-Jarah wafat
karena wabah kolera. Orang-orang mengangkat Muadz bin Jabal sebagai
pemimpin. Sakitnya bertambah parah. Orang-orang berkata pada Muadz,
‘Berdoalah kepada Allah untuk menghilangkan kotoran (wabah) ini’. Muadz
menjawab, ‘Ini bukanlah kotoran. Tapi ini adalah doa nabi kalian. Dan
keadaan wafatnya orang-orang shaleh dan syuhada sebelum kalian. Allah
mengistimewakan siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya di
antara kalian. Masyarakat sekalian, ada empat hal yang kalau kalian mampu
untuk tidak bertemu sedikit pun dari empat hal ini, lakukanlah’.
Mereka bertanya, ‘Apa itu?’
Muadz menjawab, ‘Akan datang suatu masa dimana kebatilan begitu
dominan. Sehingga seseorang di atas agamanya bertemu dengan yang lain,
orang itu berkata, ‘Demi Allah, aku tak tahu sedang sakit apa aku ini. Aku
tidak merasakan hidup di atas petunjuk. Tidak pula mati di atasnya.
Seseorang memberi orang lain harta dari harta-harta Allah dengan syarat
mereka mengucapkan kedustaan yang membuat Allah murka. Ya Allah,
datangkanlah untuk keluarga Muadz ketentuan untuk mereka. Dan
sempurnakanlah rahmat ini’.
Anak Muadz berseloroh, ‘Bagaimana kau anggap (wabah) ini sesuatu
yang ingin segera didatangkan dan rahmat?’
Muadz berkata, ‘Wahai anakku (beliau nukilkan firman Allah),
َ‫ْال َح ُّق ِم ْن َر ِبِّكَ فَال ت َ ُكون ََّن ِمنَ ْال ُم ْمت َِرين‬
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu
termasuk orang-orang yang ragu.” [Quran Al-Baqarah: 147].
Anaknya menjawab, ‘Aku (ia menukil firman Allah)
َ‫صابِ ِرين‬ َّ ‫ست َِجدُنِي إِ ْن شَا َء‬
َّ ‫َّللاُ ِمنَ ال‬ َ
“Insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
[Quran Ash-Shaffat: 102]
Kemudian kedua istrinya terkena wabah ini. Keduanya wafat.
Sementara Muadz, terjangkiti wabah ini di jempolnya. Ia usap dengan
mulutnya sambil berkata, “Ya Allah, sesungguhnya ini kecil. Berkahilah.
Sesungguhnya Engkau Maha memberi keberkahan pada yang kecil.” Muadz
pun wafat karena wabah ini.
Sejarawan sepakat bahwa Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu wafat
karena penyakit tha’un (kolera). Ia wafat di sebuah wilayah di Yordania
(Syam) pada tahun 28 H. Adapun usianya saat wafat, sejarawan berbeda
pendapat. Pendapat pertama menyatakan ia wafat saat berusia 38 tahun. Dan
pendapat lainnya menyatakan 33 tahun. Semoga Allah meridhai dan
merahmati Muadz bin Jabal, pemimpin para ulama di akhirat kelak.

Anda mungkin juga menyukai