Anda di halaman 1dari 31
INDUSTRI PAKAN TERNAK UNGGAS DIINDONESIA: TINJAUAN DARI PENGGUNAAN MAKRONUTRIEN PROTEIN PAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada ° Pada tanggal 9 Juli 2008 di Yogyakarta Oleh Prof. Dr. Ir. Zuprizal, DEA. Bismillahirrochmanirrochim Yang saya hormati, Keiua, Sekretaris, dan para Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada Ketua, Sekretaris, dan para Anggota Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada Ketua, Sekretaris, dan para Anggota Senat Akademik Universitas Gadjah Mada Rektor, dan para Wakil Rektor Senior, Wakil Rektor, Dekan, para Wakil Dekan, Serta segenap Pejabat Struktural dilingkungan Universitas Gadjah Mada Para Dosen, Karyawan, Mahasiswa, sanak saudara, handai taulan, dan Hadirin para tamu undangan yang berbahagia Assalamu’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-N ya pada kita sernua, sehingga pada pagi yang berbahagia ini kita dapat berkumpul bersama di tempat yang terhormat ini untuk mengikutt Rapat ‘Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada dengan acara pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar pada Fakultas Petermakan UGM. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi besar, Nabi Muhammad SAW, bescrta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman, amien ya robbal’allamin. Pada kesempatan ini, saya ucapkan terima kasih kepada Majelis Guru Besar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar saya yang berjudul: Industri Pakan Ternak Unggas di Indonesia: Tinjauan dari Penggunaan Makronutrien Protein Pakan Hadirin yang saya hormati Industyi temak unggas di tanah air saat ini merupakan industri peternakan yang terbesar dalam menyumbangkan kebutuhan akan protein hewani asal 2 temak yang berupa produk telur dan daging ayam bagi bangsa kita. Hampir dapat dipastikan, bahwa sampai saat ini tidak seorangpun dari bangsa Indonesia, baik yang ada di desa-desa, ataupun di perkotaan, di pegunungan- pegunungan ataupun yang hidup di pesisir pantat, yang belum pernah mengkonsumsi produk peternakan yang berasal dari ternak unggas baik yang berupa telur ataupun daging ayam. Kalau ibu-ibu dan bapak- bapak beserta keluarga sedang menyantap hidangan di atas meja makan yang berupa daging ataupun telur ayam, maka apakah bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian pemah merenungkan sejenak dari mana asalnya produk-produk tersebut?, inilah dunia peternakan, dunia kami dan dunia kita semua. Hadirin yang saya hormati Diperkirakan pada tahun 2008, tidak kurang dari 10 juta rakyat Indonesia bertumpu hidupnya dari bisnis perunggasan dengan sirkulasi keuangan triliunan rupiah pertahunnya. Walaupun pada beberapa tahun terakhir, industri perunggasan di tanah air tak henti-hentinya diguncang masalah dan dirundung malang, kita masih ingat di saat-saat terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 yang melanda bangsa kita saat itu, dunia perunggasan juga terkena imbasnya. Di bisnis perunggasan, krisis moneter saat itu menyebabkan tingginya biaya produksi peternakan unggas, khususnya harga pakan yang melambung tinggi (karena bahan baku pakan temak unggas masih sebagian besar berasal dari import)dan diikuti dengan rendahnya daya beli masyarakat, hal ini menyebabkan ratusan ribu peternak unggas di tanah air gulung tikar dengan kerugian mencapai triliunan rupiah. Banu saja dunia bisnis perunggasan akan bangkit setelah melewati masa-masa krisis moneter, pada akhir tahun 2003 kembali dunia perunggasan Indonesia diguncang dengan “isu” menyebamya wabah flu burung (Avian influenza/AD di tanah air, ‘Tsu’ wabah ini tidak saja menghancurkan bisnis perunggasan di Indonesia untuk yang kesekian kalinya, tetapi juga menjadikan ketakutan yang berlebihan bagi selunuh masyarakat kita di tanah air, Dunia perunggasan di tanah air sekali lagi diguncang “gempa”, walaupun demikian kita selalu berharap bisnis perunggasan. di tanah air di tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang akan tetap jaya dan berkembang dengan pesat. Belajar dari pengalaman-pengalaman yang sangat 3 . berharga yang pernah dihadapi bersama di masa-masa yang lalu, menjadikan dunia perunggasan di Indonesia lebih dewasa dan lebih tangguh untuk menghadapi tantangan yang lebih berat dan lebih komplek di masa-masa yang akan datang. Hadirin yang saya hormati Data statistik (FAO, 2006) menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 2005 merupakan negara penghasil telur dan daging ayam terbesar urutan kesembilan di dunia dalam produksi daging ayam (broiler). USA (18,5 juta ton), China (14,7 juta ton), Brazil (8,9 juta ton), Mexico (2,3 jutaton), France (1,97 juta ton), India ( 1,96 juta ton), UK (1,57 juta ton), Spain (1,34 juta ton), Indonesia (1,27 juta ton), dan Japan (1,24 juta ton), sedangkan untuk telur yang berasal dari ayam petelur (layer) adalah sebagai berikut: China (24,3 juta ton), USA (5,33 juta ton), India (2,49 juta ton), Japan (2,46 juta ton), Rusia (2,05 juta ton), Mexico (1,91 juta ton), Brazil (1,56 juta ton), France (1,05), Indonesia (0,88 juta ton), dan Turkey (0,83 juta ton) (Windhorst, 2006). . Dari data tersebut di atas, maka terlihat bahwa pesatnya perkembangan industri perunggasan di tanah air saat ini tidak terlepas dari sejarah perkembangan dunia peternakan di Indonesia yang dimulainya pada akhir tahun 1960-an di mana era tersebut adalah awal dari mulai masuknya ayam pedaging (broiler) dan ayam petelur (/ayer) di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan protein hewani asal ternak bagi bangsa kita saat itu. Saat ini, setelah kita melewati lebih kurang 40 tahun dari awal mulai masuknyaayam broiler dan ayam layer ke Indonesia, kita sudah dapat dikatakan tidak tergantung dari import untuk pemenuhan sebagian besar akan kebutuhan daging dan telur ayam bagi bangsa kita, walaupun dalam kenyataann yakitabelum mampu untuk memenuhi secara keseluruhan akan kebutuhan standar gizi yang baik dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat kita. Data statistik pada tahun 2005 menunjukkan bahwa konsumsi daging (termasuk daging yang berasal dart unggas dan ternak ruminansia) masyarakat kita adalah sebesar 7,11 kg daging perkapita/tahun (19,5 g/kapita/hari), dan untuk konsumsi telur adalah 4,71 kg telur atau setara dengan 75 butir telur perkapita/tahun (0,2 butir/ 4 kapita/hari), sampai dengan tahun 2008 ini perubahan konsumsi daging dan telur ayam untuk masyarakat kita diperkirakan belum bergeser banyak bila dibandingkan dengan tahun 2005. Konsumsi daging dan telur ayam untuk negara kita ini, bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, masih tertinggal cukup jauh. Sebagai contoh: pada tahun 2002 saja, penduduk Malaysia sudah mengkonsumsi 33 kg daging/kapita/tahun hanya yang berasal dari daging unggas saja, dan mengkonsumsi 293 butir telur ayam perkapita/ tahunnya, sedangkan masyarakat Thailand sudah mengkonsumsi 12,5 kg daging unggas/kapita/tahun dan mengkonsumnsi telur sebanyak 142 butir/kapita/ tahunnya (FAO, 2006). Proyeksi rata-rata konsumsi telur penduduk dunia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai sebesar 9,8 kg telur/kapita/tahunnya (Anonim, 2008a). Jadi, dengan masih rendahnya konsumsi telur ataupun daging unggas bagi bangsa kita saat ini, ke depan, membuka peluang yang sangat besar dalam pengembangan industri perunggasan pada khususnya ataupun industri peternakan pada umumnya. Tantangan yang harus dihadapi dunia perunggasan di Indonesia di masa- masa yang akan datang adalah tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat yang berupa daging dan telur ayam saja, tetapi juga harus direncanakan bagaimana agar dapat mengekspor produk-produk perunggasan {telur dan daging) secara massif untuk mendatangkan devisa bagi negara. Tentu hal ini tidak mudah, walaupun demikian usaha-usaha ke arah tersebut terus dikembangkan oleh beberapa perusahaan perunggasan yang terkemuka di tanah air untuk menembus pasar global. Ke depan, hal lain yang juga dapat kita harapkan dari dampak pengembangan usaha bidang perunggasan di tanah air ini adalah diharapkan dapat menyerap tenaga kerja di subsektor peternakan _pada khususnya dan sektor pertanian pada umumnya. Hadirin yang saya hormati Perkembangan yang pesat dari industri perunggasan di tanah air saat ini tidak terlepas dari industri penunjang utama lainnya yaitu industri pakan ternak, khususnya untuk pakan ternak unggas. Diperkirakan, khusus untuk memenuhi kebutuhan pakan ayam pedaging saja (broiler), produksi pakan tcrus meningkat. Hal ini terlihat dari produksi DOC (Day Old Chick) (kutuk) 5 hanya untuk ayam pedaging saja diperkirakan pada tahun 2008 sebesar 1,250 milyar ekor, dengan rata-rata produksi DOC perminggunya tidak kurang dari 23 jutaekor, belum lagi ditambah kebutuhan pakan untuk ayam petelur (ayer) dan unggas-unggas yang lainnya (pakan untuk burung puyubh, itik, dan Jain-tain), sehingga industri pakan ternak unggas akan menjadi hal yang sangat penting untuk mencukupi kebutuhan akan pakan ternak-ternak tersebut. Pakan menjadi komponen yang sangat vital dalam usaha ternak unggas, hal ini disebabkan karena biaya pakan (makanan ternak) yang merupakan Komponen terbesar dalam usaha peternakan unggas dapat mencapai 60-75% dan biaya tidak tetap (variable cost) yang dikeluarkan dalam usaha peternakan unggas (Richard dan Church, 1998). Untuk itu salah satu kunci utama keberhasilan usaha petermakan unggas adalah bagaimana kita dapat menguasai dengan baik pembuatan pakan yang serasi yang memenuhi persyaratan kebutuhan nutrien (zat gizi) bagi ternak dan tentu saja dengan nilai ekonomis yang sangat baik atau yang dapat bersaing di pasaran. Hadirin yang saya hormati Di Indonesia penelitian-penelitian di bidang nutrisi dan pakan ternak unggas terus berkermbang dengan pesat, tetapi kita masih ketinggatan bila dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Sebagai salah satucontoh yaitu: sampai akhir milenium kedua, kita belum memiliki standar kebutuhan nutrien untuk terak unggas yang benar-benar sesuai dengan kondisi peternakan yang ada di negara kita yang beriklim tropis yang sangat berbeda dengan negara-negara dimana standar kebutuhan nutrien untuk temak unggas tersebut dibuat, seperti halnya: standar kebutuhan nutrien untuk temak unggas (Nutrient requirements of poultry) yang dikeluarkan oleh NRC-USA (National Research Council, USA). Standar kebutuhan nutrien untuk unggas ini di Amerika telah diperkenalkan sejak tahun 1944. Demikian pula di Eropa, kita mengenal standar kebutuhan nutrien temak unggas yang dikeluarkan oleh Prancis (AEC) dan juga ARC yang dibuat di Ingegris. Standar-standar kebutuhan nutrien untuk ternak unggas ini sangat dibutuhkan dalam membuat atau memformulasikan pakan yang serasi bagi temak unggas, karena sampai saat ini estimasi kebutuhan akan nutrien untuk 6 ternak unggas yang digunakan oleh industri pakan ternak unggas di Indonesia masih menggunakan standar kebutuhan yang di buat oleh negara-negara Amerika (NRC) dan Eropa (AEC & ARC). Beberapa hasil penelitian tentang berapa standar kebutuhan nutrien yang tepat di negara kita telah cukup banyak dilaporkan, tetapi dari beberapa hasil penelitian tersebut belum memberikan angka yang seragam antara peneliti satu dengan peneliti yang lainnya, Hal penting lainnya yang menjadikan catatan tersendiri yaitu belum adanya kesempatan bersama di antara para peneliti dan pihak industri pakan ternak unggas yang ada di tanah air ini untuk duduk bersama dan membuat satu buku standar (seperti halnya NRC ataupun AEC) tentang berapa standar kebutuhan nutrien yang tepat bagi temak unggas di negeri kita yang beriklim tropis ini. Hadirin yang saya hormati Sejalan dengan perkembangan penelitian-penelitian tentang nutrisi dan pakan ternak unggas yang cukup mendasar seperti halnya penelitian-penelitian yang telah kami sebut di atas, maka secara praktis di lapangan industri pakan ternak unggas juga berkembang dengan sangat pesat. Kalau pada era tahun 1960-an pembuatan pakan ternak di Indonesia masih mencampur sendiri dengan menggunakan sekop, maka pada era tahun 1970-an pembuatan pakan sudah merupakan aktivitas industri, walaupun masih berskala kecil (pabrik pakan sudah menggunakan vertical mixer). Gelombang perubahan industri pakan ternak unggas di Indonesia dimulai sekitar tahun 1980-an dengan berdirinya industri pabrik pakan yang berskala besar dengan menggunakan teknik-teknik perhitungan yang lebih akurat dan manajemen yang lebihefisien, serta dalam pencampuran pakan telah menggunakan mixer horizontal. Pada dasawarsa tahun 1990-an dan sampai dengan sekarang, industri pakan unggas telah menggunakan teknologi tinggi dengan perhitungan-perhitungan yang jauh lebih akurat dan lebih ekonomis. Untuk menghadapi atau memasuki era milenium ketiga maka industri pakan temak unggas di tanah air tidak saja dituntut untuk lebih efisien lagi, tetapi juga harus memperhitungkan satu bentuk industri yang produk-produknya juga ramah lingkungan dan juga sesuei dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena ke depan suka atau tidak suka, maka industri pakan ternak unggas di Indonesia akan menghadapi 7 persaingan yang cukup berat baik secara nasionai ataupun secara global. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini, kami menghimbau perlu adanya peningkatan kerjasama dalam bidang penelitian-penelitian nutrisi dan pakan unggas baik antara pusat-pusat riset seperti halnya universitas dengan pihak industri, sehingga kedepan, perkembangan industri pakan ternak unggas yang ada di tanah air tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan dapat bergandengan tangan dengan masyarakat luas untuk bersama-sama dalam menghadapi tantangan bersama di masa yang akan datang. Hadirin yang saya hormati Industri pakan ternak unggas saat ini sudah merupakan industri ulama dalam menunjang industri perunggasan yan g san gat penting di tanah air. Pada tahun 2007, kapasitas produksi terpasang pada pabrik-pabrik pakan ternak di tanah air beryumiah lebih kurang 11 juta ton pertahun. Tetapi produksi pakan ternak yang ada saat ini baru lebih kurang 6-7 juta ton saja pertahunnya. Tinggi rendahnya produksi pakan yang ada saat ini tidak terlepas dari jumlah ayam yang diproduksi, terutama jumlah produksi DOC ayam broiler ataupun ayam petelur. Pada tahun 2006 jumlah produksi pakan terak lebih kurang 7,27 juta ton, ini diperkirakan dari jurlah impor bungkil kedelai yang mencapai 1,49 juta ton Gjumlah pakan yang diproduksi dapat diprediksi dani jumlah impor bungkil kedelai, karena kita mengimpor 100% bungkil kedelai untuk pakan temak). Pada tahun 2007, produksi pakan temak sebesar 7,6 juta ton (Anonim, 2007), Dengan produksi sekitar 7,6 juta ton tersebut Indonesia termasuk sepuluh besar produksi industri pakan temak di region Asia Pasifik. Untuk daerah Asia Pasifik pada tahun 2007 ada 10 besar negara memproduksi sekitar 184,7 juta ton pakan unggas yang terdiri dari China 84,0 juta ton, Japan 24,7 juta ton, Korea 15, 7 juta ton, Thailand 10,3 juta ton, India 10.1 juta ton, Philippines 9,2 juta ton, Indonesia 7,6 juta ton, Taiwan 7,2 juta ton, Australia 5,4 juta ton, dan Malaysia 4,9 juta ton (Anonim, 2008b). Untuk negara kita produksi sebesar 7,6 juta ton terscbut terdiri dari 46% pakan untuk dayer (ayam petelur), 39% pakan untuk broiler (ayam pedaging), 7% pakan untuk breeder (pembibitan) dan 8% sisanya untuk itik, puyuh dan babi (Dit. BTNR Ditjennak, Deptan, 2007, dalam Anonim, 2007), Hadirin yang saya hormati Pembuatan pakan ternak unggas oleh industri pabrik-pabrik pakan termak yang ada di Indonesia masih menggunakan bahan pakan konvensional seperti halnya jagung untuk bahan pakan sumber energi, dan juga beberapa bahan pakan sumber protein baik yang berasal dari bahan pakan sumber protein hewani ataupun yang berasal dari bahan pakan sumber protein nabati Penggunaan bahan pakan sumber protein, baik yang berasal dari hewani ataupun nabati masih memegang peranan yang sangat utama dalam menyusun formula untuk ransum ternak unggas. Hal ini discbabkan karena protein adalah bagian nutrien yang sangat penting dalam pakan ternak unggas, sehingga temak unggas yang tidak mendapat protein yang semestinya dalam ransumnya, maka ternak tersebut tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Secara umum bahan pakan sumber protein yang digunakan untuk membuat pakan lernak unggas dapat dibedakan dalam tiga bagian besar, yaitu: (1) bahan pakan sumber protein yang berasal dari tanaman (protein nabati), (2) bahan pakan sumber protein yang berasal dari hewan (protein hewani), dan (3) bahan pakan sumber protein yang dibuat secara sintetik. Secara umum kualitas protein hewani lebih baik jika dibandingkan dengan protein nabati. Hal ini disebabkan karena komposisi dan imbangan asam-asam amino dalam protein hewani yang san gat serasi, serta nilai kecernaan (digestibility value) protein dan asam-asam amino dari bahan pakan sumber protein hewani jauh lebih baik jika dibandingkan dengan bahan pakan sumber protein nabati. Zuprizal e¢ al. (1992) melaporkan bahwa dani beberapa bahan pakan sumber protein yang berasal dari nabati, yang lazim digunakan dalam membuat pakan ayam broiler, hanya bungkil kedelai (soyabean meal) yang mempunyai * nilai nutitif yang hampir samadengan bahan pakan sumber protein yang berasal dari hewan. Hal ini dicerminkan salah satunya dengan nilai kecermnaan riil (tre digestibility value) protein dan asam-asam amino yang terkandung dalam bungkil kedelai tersebut. Lebih lanjut dilaporkan bahwa nilai kecernaan riil protein bungkil kedelai untuk ayam broiler phase starter sebesar 85%, sedangkan untuk nilai kecernaan rii] asam amino lisinnya dapat mencapai sebesar 87%. Dengan tingginya nilai nutritif yang terkandung dalam bungkil kedelai inilah, yang menjadikan bungkil kedelai digunakan sebagai bahan 9 pakan utama sebagai sumber protein untuk membuat pakan ternak unggas oleh industri pabrik-pabrik pakan di seluruh dunia, termasuk industri pabrik pakan di Indonesia. Hadirin yang saya hormati Pada saat ini untuk memenuhi kebutuhan industri pabrik pakan ternak di Indonesia akan bahan pakan sumber protein, industri pakan temak unggas masih menggunakan bahan pakan sumber protein nabati utama yang berasal dari bungkil kedelai (soyabean meal), dan bahan pakan protein hewani yang, berupa tepung ikan (fisft real) (walaupun sampai saat ini sudah banyak industri pabrik pakan yang sudah tidak menggunakan tepung ikan lagi dalam formuta Tansummnya), alaupun tepung daging, baik tepung daging yang berasal dari ternak besar (ruminansia) (meat meal) ataupun dari unggas (poultry meat meal). Ketergantungan industri pakan termak unggas di tanah air akan bungkil kedelai merupakan salah satu persoalan yang sangat penting untuk dipecahkan di masa yang akan datang. Di negara kita, tidak seperti halnya di USA, di mana bungkil kedelai merupakan hasil samping dari pembuatan minyak kedclai (soyabean oil) sehingga tidak terjadi kompetisi penggunaan kedelai baik sebagai bahan pangan (food) ataupun sebagai bahan pakan (feed). Di Indonesia, kedelai merupakan komoditi pangan yang sangat penting untuk industri tempe dan tahu, sehingga kita tidak pernah menghasilkan bungkil kedelai sebagai by product dari industri minyak kedelai. Penggunaan bahan pakan sumber protein konvensional untuk membuat pakan ternak menghadapi beberapa kendala, baik dari segi kualitas atupun kuantitasnya. Salah satu kendala yang dihadapi tidak saja oleh negara kita, tetapi oleh seluruh masyarakat dunia saat ini dan beberapa tahun ke depan adalah kekhawatiran akan kekurangan kedelai dan juga jagung untuk bahan pakan, karena adanya persaingan penggunaan bahan-bahan tersebut batk untuk pangan (food), pakan (feed) dan energi (biofuel). Diperkirakan akan terjadi kenaikan penggunaan biji-bijian untuk kebutuhan pangan (foc!) sebesar 45% dari tahun 1996 sampai tahun 2030, sedangkan penggunaan biji-bijian untuk kebutuhan pakan (feed} dan kebutuhan yang lainnya akan meningkat 10 jauh lebih tajam lagi yaitu sebesar 60% (Anonim, 2008c). Persaingan ini tidak hanya menyebabkan tingginya harga pakan temak, khususnya industri pakan unggas, tetapi juga menyebabkan tingginya harga pangan (Windhorst, 2007). Untuk itu perlu dicarikan bahan pakan sumber protein ataupun bahan pakan sumber energi alternatif yang dapat digunakan dalam pembuatan pakan unggas. Beberapa penelitian dalam bidang nutrisi unggas melaporkan bahwa penggunaan asam-asam amino sintetik dalam pakan ternak unggas dapat mengurangi dalam penggunaan bahan pakan sumber protein yang konvensional. Hadirin yang saya hormati Protein yang merupakan molekul organik penyusun sel yang sangat penting, merupakan makro molekul ataupun polimer dari asam-asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Protein ditemukan di semua sel hidup (Mc Donaid er ad., 2002), tidak ada kehidupan tanpa protein. Protein biasanya mengandung lebih kurang 16% nitrogen, dan kadang-kadang terdapat juga didalamnya sulfur, zat besi ataupun fosfor (Colin ef al., 2004), Pada temak unggas 20-30% protein tubuhnya terdapat dalam bentuk bulu. Protein yang terkandung dalam bahan pakan ataupun ransum ternak unggas tidak semata-mata dinilai dari jumlahnya, tetapi yang utama adalah kualitas dari protein tersebut. Kualitas protein bahan pakan untuk ternak unggas tidak hanya tergantung dari jumlah dan imbangan dari asam-asam amino yang terkandung didalamnya, tetapi juga tergantung dari nilai kecernaan (digestibility value) dan nilai ketersediaannya (availability value) (Zuprizal, 2006). Kelebihan protein dalam tubuh akan mengalami eliminasi dan dikeluarkan dari dalam tubuh dalam bentuk senyawa-senyawa yang mengandung unsut nitrogen. Untuk mengeliminasi kelebihan nitrogen di dalam tubuh menggunakan sebagian besar energi metabolisme. Pada temak unggas, kelebihan nitrogen yang tidak digunakan di dalam tubuh baik untuk penambahan berat badan ataupun produksi telur harus dikonversikan ke dalam komponen non toksik metabolik yang disebut asam urat yang dikeluarkan bersama feses melalui kloaka yang kita sebut sebagai ekskreta. i Produksi dari limbah nitrogen yang berupa asam urat membutuhkan sejumlah energi yang signifikan yang diambil dari energi yang dibutuhkan untuk produksi telur ataupun daging. Dampak dari proses metabolisme protein dan asam amino di dalam tubuh ini dapat meningkatkan penambahan produksi panas tubuh dan menyebabkan turunnya feed intake (konsumsi pakan) dan Tmengurangi kinerja ayam broiler ataupun layer, hal ini akan terlihat lebih jelas terutama di daerah tropik seperti negara kita. Di dalam beberapa kasus yang sering terjadi, nutrien pembatas utama pada kondisi stress yang diakibatkan oleh panas (heat stress) bukanlah protein dan asam-asam amino, tetapi adanya penurunan secara keseluruhan dari konsumsi energi (energy intake) pada ternak unggas. Walaupun demikian, kualitas dan kuantitas protein dan asam amino di dalam pakan harus tetap dijaga dengan baik. Beberapa nutrisionis di negara-negara tropik sering keliru dalam menterjemahkan penomenaini, yaitu dengan mencoba untuk menghemat biaya pakan dengan menurunkan kualitas protein pakan dengan menggunakan bahan-bahan pakan sumber protein yang rendah nilai kecernaan asam-asam aminonya, hat ini sebaliknya, dapat menyebabkan turunnya feed intake dan menyebabkan turunnya kinerja produksi temak unggas secara keseluruhan yang akhirnya dapat menyebabkan kerugian perusahaan tersebut (Coon, 2004). Hadirin yang saya hormati Pentingnya penggunaan keseimbangan protein dan asam-asam amino yang baik dalam pakan disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain: (1) biaya untuk protein dan asam amino adalah biaya nutrien termahal yang tercapat -dalam pakan untuk satuan unit berat pakan yang diproduksi (apalagi sampai saat ini bahan pakan sumber protein yang digunakan oleh pabrik pakan dalam negeri masih didatangkan dari luar negeri), (2) pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya sisa protein yang tidak tercerna oleh unggas yang dapat dibuang melatui limbah kotoran unggas yang dapat mencemari udara (bau yang menyengat) atau pencemaran air tanah oleh nitrat dan nitrit dari limbah sisa protein yang tidak tercerna, (3) penggunaan protein pakan dan asam-asam amino yang kurang baik dapat menyebabkan heat stress pada 12 ternak unggas yang disebabkan oleh meningkatnya heat increment yang berasal dari meningkatnya panas metabolisme tubuh karena adanya inefficient dalam penggunaan protein dan asam-asam amino untuk kebutuhan tubuh baik untuk produksi telur ataupun daging. Ke depan, dalam usaha kita di bidang industri perunggasan, perlu mendapat perhatian khusus bagaimana kita dapat menekan biaya pakan seefisien mungkin (terutama dari efisiensi penggunaan bahan pakan sumber protein), menciptakan peterakan yang ramah lingkungan, dan tentunya dengan tetap meningkatkannya produkti vitas temak sehingga didapatkan usaha bidang peternakan yang optimum. Hadirin yang saya hormati Sermua hewan ternak, termasuk ternak ruminansia (sapi, domba, kambing dan kerbau) ataupun ternak non-ruminansia (babi, unggas, dan tainnya) pada dasamya membutuhkan !ima nutrien dasar yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan dan produksi yang normal bagi temak tersebut. Kelima nutrien tersebut adalah: energi (yang sebagian besar berasal dari karbohidrat dan lemak), air, protein, vitamin, dan mineral. Walaupun dengan manajemen pemeliharaan yang terbaik sekalipun, teak tidak dapat menggunakan 100% dari nutrien yang dikonsumsinya tersebut. Pada ternak unggas, sebagian dari nutrien yang tidak dapat digunakan akan disekresikan dan dibuang melalui kotoran yang berbentuk ekskreta. Sekresi nutrien tersebut dapat berasal dari rendahnya nilai kecernaan bahan pakan yang diberikan, dan adanya ekses akibat dari pemberian nutrien yang berlebihan dalam pakan. Kedua faktor tersebut dan bersama-sama dengan adanya pencemaran kotoran oleh pakan yang tumpah, serta adanya sekresi dari sel-sel tubuh yang mati menyebabkan tingginya kandungan nitrogen dalam ekskreta dan akhimya dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Untuk menghindari hal-hal tersebut dapat diatasi dengan beberapa langkah, antara lain: Pertama, perbaikan dalam manajemen pemberian pakan (pakan tidak diberikan secara berlebihan). Dilaporkan bahwa apabila terjadi pemborosan dalam pemberian pakan yang berupa tumpahan pakan hanya sebesar 5% saja dari yang semestinya, maka peternak akan mengalami kerugian yang sangat berarti, dan lingkungan juga mengalami tambahancemaran 13 oleh nitrogen, Kedua, mengurangi kemungkinan kelebihan nutrien dalam pakan dengan caramembuat scakurat mungkin kebutuhan nutrien untuk ternak, Untuk protein pengurangan 1% kandungan protein kasar dalam pakan dengan memperhatikan kebutuhan dan keseimbangan asam-asam amino esensial dalam. ransumnya, dapat mengurangi 8-10% nitrogen yang hilang di dalam ekskreta. Hal ini juga mengurangi produksi arnonia dalam kotoran, dan akhimya dapat Mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh bau yang menyengat dan kotoran unggas tersebut (Kerr dan Easter, 1995, Coon, 2004). Ketiga meningkatkan nilai kecernaan protein dan asam-asam arnino yang ada dalam bahan pakan ataupun ransum yang diberikan kepada ternak. Sebagai ihustrasi, proses pencemaan adalah penguraian bahan makanan kedalam bentuk nutrien yang terjadi di dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Oleh sebab itu semakin tinggi nilai kecernaan nutrien dalam bahan pakan ataupun ransum yang kita berikan pada temak maka semakin tinggi pula nutrien yang dapat diabsorpsi dan digunakan oleh ternak tersebut, dan tentunya semakin sedikit nutrien yang disekresikan (dibuang) dalam ekskreta. Pada proses pencernaan terjadi satu seri proses mekanis, kimiawi, dan mikrobiologis, serta dapat dipengaruhi olch banyak faktor. Beberapa bahan pakan ada yang lebih baik nilai kecernaannya dibanding bahan yang lainnya, tetapi beberapa treatment teknologi dapat meningkatkan nilai kecernaan bahan pakan yang digunakan. Zuprizal er al. (1992) melaporkan bahwa dengan adanya proses penyosohan dari rapeseed meal dapat meningkatkan nilai kecernaan riil protein dan asam-asam amino yang terkandung didalamnya. Hal yang sama dilaporkan oleh Spiehs (2007). yang melaporkan bahwa langkah lainnya yang dapat dilakukan yaitu dengan memilih bahan-bahan pakan untuk ransum ternak dengan nilai kecernaannya yang tinggi. Hadirin yang saya hormati Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan (digestibility) dan nilai ketersediaan (availability) asam-asam amino pada ternak unggas telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti dalam kurun 4 waktu dua dekade terakhir ini. Dilaporkan bahwa faktor lingkungan seperti halnya temperatur lingkungan (temperatur di daerah tropis dan sub tropis) dan status fisiologi (stater dan finisher, jantan dan betina) pada ternak unggas sangat berpengaruh terhadap nilai kecernaan (digestibility) dan nilai ketersediaan (availability) asam-asam amino bahan pakan. Faktor temperatur lingkungan. Telah diketahui bahwa temperatur lingkungan (kandang) yang ideal bagi temak unggas pada masa pertumbuhan adalah sekitar t=21°C, pengaruh temperatur lingkungan terhadap performan ayam sudah sangat dikenal. Secara umum Jaju pertumbuhan akan menurun dengan meningkatnya temperatur lingkungan di atas zona termik netralite, yang menurut Cobb (1991) temperatur t=32°C sudah merupakan temperatur yang eksesif (kritis). Negara kita yang beriklim tropis dengan temperatur lingkungan yang cukup tinggi dapat menyebabkan terjadinya perubahan fisiclogis digestif pada ternak unggas, dan pacla akhimya dapat menurunkan secara keseluruhan performan produksi dari ternak unggas tersebut. Zuprizal et al. (1993) melaporkan bahwa nilai kecernaan menurun dengan meningkatnya temperatur lingkungan (kandang) dari t=21°C ke 1=32°C. Terjadi penurunan sebesar 12% untuk nilai kecernaan riil (true digestibility) protein dari rapeseed meal, dan hanya terjadi penurunan sebesar 5% untuk soyabean meal (bungkil kedelai). Begitu pula halnya untuk nilai kecemaan riil dari asam-asam amino yang juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Adanya penurunan nilai kecemaan protein ataupun asam-asam amino ini disebabkan oleh pengaruh “chock thermic” dari tingginya temperatur lingkungan (kandang) yang ada. Dalam kondisi yang buruk akibat panas tersebut maka debit aliran darah akan meningkat pada alat-alat respirasi bagian atas dan bagian-bagian aktif dalam pembuangan panas lainnya (jengger, dan lain-lainnya), sedangkan debit aliran darah di alat pencemaan (the gastro- intestinal tract) akan menurun. Penurunan debit aliran darah ini sangat penting pada proventrikulus dibandingkan pada usus halus Gejunum ataupun ileum). Dengan adanya penurunan debit aliran darah ke alat-alat pencernaan ini, menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas enzimatik, khususnya enzim-enzim protease yang sangat penting peranannya pada proses pencemaan protein yang berasal dari bahan pakan, dan pada akhirmya menurunkan nilai kecernaan protein 15 ataupun asam-asam amino dengan meningkatnya temperatur lingkungan (kandang). Perubahan yang diakibatkan adanya “heat stress” pada unggas dan implikasinya terhadap nilai nutritif dari protein dan asam amino pakan juga dilaporkan oleh Gonzales-Esquerra dan Leeson (2006). Dilaporkan lebih jauh bahwa terjadi perubahan akan kebutuhan asam-asam amino dan protein dengan meningkamya temperatur lingkungan. Hal ini disebabkan antara lain oleh adanya perubahan intake, nilai digestibility, dan pools dari asam-asam amino di dalam darah, serta juga perubahan metabolisme dari beberapa nutrien lainnya. Faktor umur dan jenis kelamin. Pada ayam pedaging (broiler), efisiensi penggunaan protein pakan menurun secara reguler sepanjang masa pertumbuhan. Efisiensi penggunaan protein ini lebih rendah pada ayam betina dibandingkan dengan ayam yang jantan. Dari beberapa hasil penelitian mempertihatkan bahwa nilai kecemaan semu (apparent digestibility value) dari protein bahan pakan menurun dengan meningkatnya umur hewan. Penurunan dari nilai kecernaan semu tersebut dimungkinkan oleh dua penyebab, yaitu: (1) penurunan ini mungkin disebabkan oleh adanya penggunaan protein yang lebih baik pada hewan muda, (2) atau disebabkan lebih banyaknya protein dalam ekskreta yang berasal dari protein mikrobia pada hewan yang lebih tua. Zuprizal et ai. (1992) melaporkan bahwa nilai kecernaan riil (true digestibility value) dari protein dan asam-asam amino menurun dengan meningkatnya uur ayam pedaging dari umur 3 ke 6 minggu. Menurunnya nilai kecernaan mii] protein dan asam-asam amino dengan meningkatya umur ayam, dapat dijelaskan oleh penurunan aktivitas enzimatik, khususnya: enzim- enzim protease (enzyme tripsin) dan juga menurunnya absorpsi asam-asam amino di usus (kbususnya di usus halus). Pada ayam pedaging di masa pertumbuhan, aktivitas enzim tripsin dan enzim-enzim protease lainnya sangat tinggi pada masa ayam berumur 14 sampai 2! hari. Setelah ayam berumur lebih dari 3 minggu, maka aktivitas dari enzim-enzim digestif akan sangat bervariasi bahkan ada yang menurun. Begitu pula halnya pengaruh umur terhadap absorpsi intestinal dari asam-asam amino, absorpsi asam amino lisin akan lebih baik pada ayam muda dibandingkan yang lebih tua (Larbier dan Leclercq, 1994). 16 Hal ini terlihat bahwa hidrolisis protein pakan oleh enzim-enzim digestif lebih penting dan absorpsi asam-asam amino intestinal juga sangat penting pada ayam yang lebih muda dibandingkan ayam yang lebih twa. Hal inilah yang menyebabkan tingginya nilai kecernaan pada ayam pedaging umur 3 minggu apabila dibandingkan dengan ayam pedaging yang berumur6 minggu. Implikasi dari hasil riset inilah yang sekarang banyak diterapkan di industri pakan ternak unggas, yaitu dengan membuat pakan yang disebut pakan pre starter (pakan yang hanya diberikan pada minggu awal umur ayam). Karakteristik pakan pre starter ini adalah selain nilai kecernaan pakan harus tinggi, juga density pakan harus ditingkatkan. Kalau dahulu pakan ayam pedaging phase starter mengandung protein kasar berkisar antara 20-229 saja, sekarang pada pakan pre starter mengandung protein kasar tidak kurang dari 25% bahkan bisa lebih besar lagi. Pakan ini harus mempunyai daya cema yang tinggi dan keseimbangan asam-asam aminonya hanus baik, terutama asam- asam amino csensial, seperti halnya asam amino lisin. Hadirin yang saya hormati Faktor lain yang belum mendapat perhatian dalam menyusun/ memformulasikan ransum oleh pabrik-pabrik pakan yang ada sekarang ini adatah faktor jenis kelamin ayam, khususnya pada ayam pedaging. Dari hasil penelitian yang pernah dilaporkan bahwa terjadi interaksi antara temperatur lingk ungan dengan jenis kelamin pada ayam pedaging. Nilai kecernaan asam- asam amino pada ayam betina menurun dengan temperatur kandang yang tinggi, tetapi pada ayam jantan pengaruh tersebut tidak terlihat secara signifikan. Zuprizal er al. (1993) melaporkan bahwa terjadi penurunan nilai ‘kecernaan riil (trwe digestibility value) asam-asam amino sebesar 12 point untuk ayam betina, dan hanya 3 point untuk ayam jantan. Dengan memperhatikan adanya interaksi antara faktor temperatur lingkungan, faktor jenis kelamin dan faktor kualitas bahan pakan yang akan digunakan dalam membuat ransum, maka industri pakan temak dapat memformulasikanransum yang ideal untuk pakan ayam pedaging. Ketiga faktor tersebut sangat penting di negara kita, karena negara kita beriklim tropis dan juga apabila industri- industri pakan temak unggas yang ada saat ini akan menggunakan bahan pakan 7 alternatif sebagai bahan pakan utama yang akan digunakan dalam membuat ransum, karena bahan-bahan pakan alternatif mempunyai kualitas nutrien yang telatif kurang baik. Hadirin yang saya hormati Dengan memperhatikan nilai kecemaan dari bahan pakan dan beberapa faktor yang dapat mempengannhinya, maka industri pakan temak unggas yang ada di negara kita saat ini, sadah scharusnya mempertimbangkan penggunaan nilai kecernaan baik protein ataupun asam-asarn amino untuk membuat ataupun memformulasikan ransum yang dihasilkan. ~ Hal ini disebabkan karena formulas ransum yang berdasarkan pada nilai kecemaan asam-asam amino akan lebih akurat dan lebih ekonomis apabila dibandingkan dengan formulasi ransum yang konvensional yang berdasarkan hanya semata-mata pada komposisi kimia protein kasar ataupun total asam- amino yang ada di dalam pakan yang digunakan tersebut. Dengan memperhatikan nilai kecernaan protein ataupun asam-asam amino yang ada, baik pada bahan pakan dan pakan unggas yang digunakan di negara kita, maka kita dapat mengeftsiensikan penggunaan pakan dan pada akhimya dapat menghemat biaya pakan yang digunakan oleh peternak dalam memproduksi daging ataupun telur ayam. Diperkirakan hanya dengan meningkatkan 10% nilai kecernaan protein dan asam-asam amino dari pakan yang digunakan peternak saat ini, maka kita akan menghemat devisa yang terbuang dalam bentuk kotoran unggas sampai triliunan rupiah pertahunnya, karena saat ini produksi total pakan nasional sebesar 7,2 juta ton per tahun. Hadirin yang saya hormati Untuk mendapatkan formulasi ransum yang kandungan nutriennya ideal dan juga menguntungkan dari segi ckonomis serta mengurangi semnima] mungkinekses pencemaran yang diakibatkan oleh tidak efisiennya penggunaan protein dalam pakan ternak unggas, maka beberapa konsep dalam memformulasikan ransum di industri pakan temak unggas terus berkembang. Salah satu konsep yang cukup banyak mendapatkan perhatian dari kalangan nutrisionis ternak unggas adalah konsep protein ideal. Konsep protein ideal 18 secara umum diterima sebagai alat yang efisien untuk menentukan kebutuhan, asam-asam amino bagi temak. Konsep protein ideal adalah sering diterjemahkan dengan profil optimal dari asam amino esensial dalam pakan ternak. Walaupun pengetahuan kita tentang kebutuhan asam-asam amino esensial untuk pertumbuhan yang ‘optimum bagi ternak sudah cukup baik, tetapi perhatian kita tentang keburuhan asamn-asam amino non esensial masth sangat kurang. Hal ini dapat memberikan gambaran yang kurang tepat akan kebutuhan nitrogen intake bagi ternak kita, dikarenakan bahwa asam-asam amino non esensial dapat merepresentasikan lebih dari 50% akan kebutuhan nitrogen intake bagi termak unggas. Sampai saat ini, pengetahuan kita tentang proporsi yang optimum untuk asam-asam amino non esensial dalam konsep protein ideal masih kurang jelas. Menurut Stranskes et al. (1988) dalam Heger (2003) mendefinisikan konsep protein ideal adalah keseimbangan yang baik antara asam-asam amino esensial dengan asam-asam amino non esensial. Hal ini dapat diperjelas bahwa konsep protein ideal yang terpenting adalah campuran yang setmbang antara kebutuhan asam-asam amino esensial dengan sumber nitrogen yang cukup untuk memenuhi sintesis asam-asam amino non esensial untuk pertumbuhan yang optimum bagi ternak unggas. Secara praktis di lapangan, konsep protein ideal juga dapat direpresentasikan dengan profil dari setiap asam amino esensial dengan persentase kandungan asam amino lisin di dalam pakan. Hal ini disebabkan karena asam amino lisin yang merupakan asam amino “suk esensial” (Larbier dan Leclercq, 1994) dan juga merupakan asam amino pembatas utama (the first limiting essential amino acid for growth) schingga dalam menyusun fansum teak unggas, khususnya untuk ayam broiler pada masa pertumbuhan kebutuhan beberapa asam amino esensial lainnya diekspresikan dengan kebutuhan asam amino lisin tersebut. Penerapan konsep protein ideal dalam memfor-mulasikan pakan untuk ternak unggas merupakan langkah yang sangat penting untuk diterapkan, tidak saja untuk mencapai performan ayam yang baik dan dapat mendatangkan keuntungan yang optimum, tetapi yang sangat penting adalah mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari limbah kotoran ayam. Hal ini 19 sangat penting Karena untuk beberapa tahun ke depan, problem utama peternakan unggas di tanah air kita adalah masalah pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari limbah kotoran ternak unggas. Konsep protein ideal apabila diterapkan dalam formulasi ransum untuk ternak unggas dapat Mengurangi secara signifikan limbah dari protein pakan yang tidak tercema. Implementasi dari penggunaan konsep ini dengan memperhatikan juga tentang keseimbangan asam-asam amino esensial dan nilai kecernaan protein, serta asam-asam amino dalam pakan akan membenkan obyektif yang baik terhadap performan yang dicapai, profitability dan juga respek terhadap lingkungan (Ajinomoto, 2007). Penerapan metode ini sudah cukup banyak dilaporkan, seperti pada teak non-ruminansia (unggas dan babi) (Ajinomoto, 2007), pada kalkun (Firman dan Boling, 1998), pada ayam broiler digabung dengan nilai kecernaan asam-asam amino (Dari et af., 2005), dan pada pakan untuk aquakultur (Aquaculture feeds) (Miles dan Chapman, 2007). Hadirin yang saya hormati Seiring dengan terus berkembangnya industri perunggasan di tanah air dan dalam rangka mencukupi kebutuhan sumber protein hewani asal temak unggas (telur dan daging ayam) sebagai bagian dari kearmanan dan ketahanan pangan asal ternak bagi bangsa kita, maka industri pakan temak, khususnya industri pakan ternak unggas juga akan ikut berkembang. Ke depan, pabrik-pabrik pakan ternak dalam membuat/ memformulasikan pakan ternak unggas sudah harus mempertimbangkan penggunaan sumber protein bahan pakan dengan seefisien mungkin. Penggunaan formulasi ransum dalam menentukan kebutuhan nutrien, khususnya protein dan asam-asam amino sebaiknya tidak hanya berdasarkan komposisi kimianya saja (cara konvensional), tetapi sudah harus mempertimbangkan nilai kecernaan dan nilai ketersediaan, serta konsep-konsep penyusunan ransum yang ideal. Hal ini tidak saja dapat memberikan hasil produksi yang optimum bagi ternak unggas (baik broiler ataupun layer), tetapi juga dapat menckan biaya pakan dan juga mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan adanya penggunaan protein pakan yang kurang efisien (kurang optimum), dan pada akhimya dapat menguntungkan kita semua. 20 Penelitian-penelitian tentang pembuatan pakan yang ideal dan serasi ‘bagi temak unggas tentu terus akan berkembang. Bagi negara kita yang beriklim tropis dan adanya bahan pakan alternatif yang cukup berlimpah (walaupun kualitasnya kurang batk) membuka peluang penelitian bersama antara universitas ataupun lembaga-lembaga penelitian lainnya dengan pihak industri perunggasan, khususnya industri pakan ternak unggas, yang selama ini belum terjalin dengan baik dan harmonis. Pada kesempatan ini kami mengundang pihak industri pakan ternak di tanah air untuk dapat bekerja sama dengan UGM, khususnya Fakultas Petemakan UGM, sehingga ke depan kita dapat bersara-sama memecahkan persoalan-persoalan yang kita hadapi di bidang perunggasan, khususnya di bidang pakan unggas, dan kita bersama-sama dapat memberikan konstribusi yang maksimum untuk Negara Republik indonesia yang kita cintai ini, amien. Hadirin yang saya hormati Sebelum saya mengakhiri pidato pengukuhan ini, tak lupa saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmat-Nya yang telah mengijinkan saya untuk menerima amanah yang sangat tinggi di bidang akademik dengan memangku jabatan sebagai seorang Guru Besar pada Fakultas Peternakan UGM. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia, melalui Menteri Pendidikan Nasional, atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk memangku jabatan sebagai Guru Besar dalam bidang Emu Makanan Ternak pada Fakultas Peternakan UGM. Demikian juga ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Rektor Universitas Gadjah Mada beserta jajarannya, Pimpinan dan Anggota Majelis Guru Besar, Pimpinan dan Anggota Senat Akademik, Dekan Fakultas Peternakan dan jajarannya, Pimpinan dan Anggota Senat Fakultas, Tim Penilaian karya ilmiah saya baik di tingkat Fakultas ataupun di tingkat Universitas yang telah menyetujui dan mengusulkan saya memperoleh jabatan sebagai Guru Besar. Pada kesempatan ini juga, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada guru-guru saya di TK Bhayangkara, dan di SD Muhammadiyah Pendopo PTSI, Sumatera Selatan serta SD N V 21 Pembangunan Bandarjaya, Lampung-Tengah yang telah memberikan pengetahuan dasar yang tidak ternilai besarnya kepada saya dan saya selalu mendo’akan semoga semua amal kebaikan guru-guru saya tersebut mendapat tidho dan balasan dani Allah SWT, amien. Ucapan terima kasih saya sampaikan juga pada guru-guru saya yang ada di SMP N I Poncowati, Bandarjaya, Lampung-Tengah, SMAN IKIPII Yogyakarta (yang sekarang menjadi SMA N 10 Yogyakarta) yang telah banyak menanamkan pengetahuan dan nilai- nilai kedisiplinan kepada diri saya, sehingga saya merasakan nilai-nilai tersebut sampai saat ini sangat bermanfa’ at untuk kehidupan saya, semoga amal baik dari semua guru-guru saya tersebut mendapat balasan yang lebih baik dart Allah SWT sebagai amal jariyah yang terus mengalir sampai nanti di akhirat, amien ya robbal’allamin. Kepada Dr. Soekanto Lebdosukojo, M.Sc. (Alm) dan Dr. Hari Hartadi, M.Sc. yang untuk pertama kali mengajak saya masuk sebagai asisten mahasiswa di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak (Jurusan NMT) Fakultas Petemmakan UGM, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besamya. Ucapan terima kasih saya sampaikan juga kepada Prof. Dr. Soedomo Reksohadiprodjo, M.Sc.(Alm), Prof. Dr. Ir. Ristianto Utomo, M.S., dan Ir. Widyantoro, M.S. selaku dosen pembimbing dan penguji Skripsi saya yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat untuk terus berprestasi. Kepada rekan-rekan sejawat dt Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak, khususnya Lab. Ilmu Makanan Temak, saya ucapkan juga terima kasih yang sebesar-besarnya. Ucapan terima kasih khusus saya sampaikan kepada Bapak saya Drs. M. Kamal, M.Sc. dan keluarga, yang telah menjadi Senior dan sekaligus orang tua angkat saya di Jurusan NMT, beliaulah yang pertama kali menawari saya untuk masuk bergabung menjadi Dosen di Jurusan NMT, Fakultas Peternakan UGM, bahkan beliaulah yang meminta langsung kepada orang tua saya untuk merelakan saya menjadi staf pengajar di Jurusan NMT, kepada beliau dan keluarganya semoga Allah SWT selaiu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, amien. Kepada Prof. Dr. Soeharto Prawirokusumo, M.Sc. sebagai Dekan Fakuitas Peternakan UGM saat itu yang telah memberikan ijin kepada saya untuk melanjutkan studi saya keluar negeri diucapkan terima kasih. 22 Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Tri Yuwanta, S.U., DEA dan keluarga yang telah memberikan bantuan yang insyaA ah tidak akan pernah terlupakan, ci saat kami dalam menghadapi kesulitan tinggal di negeri orang di daerah Tours, France, beliau sekeluargalah yang menjadi tumpuan harapan kami saat itu. Pak Tri juga memberikan kepercayaan kepada kami untuk dapat bersama- sama beliau menjalankan amanah sebagai pengurus Fakultas Petemakan periode 2004-2008, terima kasih Pak ‘Tri, do’a kami selalu untuk Bapak dan keluarga. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami haturkan kepada Prof. P.Jego, Prof. C.M. Mathieu, Dr. M. Larbier sebagai pembimbing pada saat saya menempuh program S2 (DEA) dan program doktorat (S3) di ‘Universite de Rennes I, Rennes, France, dan riset yang saya kerjakan di bawah bimbingan Dr. M. Larbier di Station de Recherches Avicol (SRA) de U Institute National de la Recherche Agronomique (INRA) Centre de Tours, Nouzilly, France. Ucapan terima kasih juga kami sekeluarga sampaikan kepada keluarga Monsieur et Madame Chagneau yang telah menjadi keluarga kami saat kami berada di Tours, France. Kepada Dr. J.R. Bonami dan Dr. Widodo, saya ucapkan juga tcrima kasih atas kesediaan telah menerima saya sebagai peserta program Post-Doc di Lab. CNRS, de l ‘Universite de Montpellier I, Montpellier, France. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh Dosen saya dan teman- teman sejawat Dosen, karyawan, serta mahasiswa (S1, $2, dan $3)di Fakultas Peternakan UGM khususnya, dan di UGM pada umumnya atas bantuan dan kerjasamanya yang baik selama ini sehingga terciptanya suasana proses belajar dan mengajar yang menycnangkan dan baik di Universitas yang kita cintai ini, Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada teman-teman yang ada di Universitas Gadjah Mada, di Yayasan UGM, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, karena terbatasnya tempat dan waktu yang diberikan dalam acara pengukuhan ini. Kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai dan hormati, Ayahanda H. Rozali Enek dan Ibunda Hj. Rosminah yang telah melahirkan saya, membesarkan, mendidik, menyayangi dan memberikan dasar-dasar tentang nilai-nilai keagamaan, budi luhur, kerja keras dan kejujuran, saya 23 ucapkan terima kasih, dan kami selalu berdoa semoga Allah SWT selalu memberikan keschatan dan kebahagiaan dunia akhirat kepada keduanya, amien. Kepada kedua orangtua mertua saya, Bapak (Alm) Moch. Anwar dan Ibunda Ma’ rifah saya ucapkan terima kasih atas kasih sayang dan do’ anya kepada kami sckeluarga sehingga kami sckeluarga dapat menempuh kehidupan ini dengan tenteram dan kebahagiaan lahir batin. Kepada semua beliau ini kami selalu berdo’a, semoga Allah SWT mengasihi mereka sebagaimana mereka mengasihi kami ketika kecil, dan semoga diampum segala dosa-dosanya, amien. Kepada ketujuh adik-adik saya beserta keluarganya, mbak dan kakak- kakak, serta adik ipar saya dan keluarganya, dan semua keluarga besar kami baik yang berada di Lampung ataupun di Semarang, saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan pengertiannya selama ini yang diberikan kepada kami sekeluarga, semoga segala kebaikan mendapat balasan dari Allah SWT, amien. Kepada istri saya yang tercinta, Dra. Hj. Naimah Akif, Apt., dan kepada anak-anak saya, Fahmi Hakim dan Ulfah Khoirunnisa, papa ucapkan terima kasih atas pengertian, pengorbanan dan kebersamaannya dalam suka maupun duka, yang dengan setia dan penuh kasih sayang serta kesabarannya telah memberikan kesejukan bagi kehidupan papa. Papa ucapkan sekali lagi terima kasih yang sebesar-besarnya. Akhirnya, kepada segenap hadirin yang saya muliakan, yang telah rela meluangkan waktu, dan dengan sabar mengikuti pidato pengukuhan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, amien ya robbal'allamin. Billaahittaufig wal hidayah, Wassalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh 24 DAFTAR PUSTAKA Ajinomoto Eurolysine SAS, 2007. The concept of ideal protein. htip:// www.ajinomoto-eurolysine.com Anonim. 2007, Pakan, ngikut saja. Poultry Indonesia. April 2007. Vol. 11. 117-18. Anonim. 2008a. Global egg up take to grow by 12 mt by 2015. Poultry International 47 (5):6—7. Anonim. 2008b. World feed panorama: growth areas in global feed production. Feed International 29 (1): 12-17. Anonim, 2008c. World grain consumption. Feed International 29 (3): 14. Cobb, R. 1991. Managing chickens in the tropic. Poult. Inter. 30 (4): 24- 28. Colin, GS., Brant, G, and Ensminger, M.E. 2004. Poultry Science. Pearson, Prentice Hall, New Jersey, USA. Coon, C. 2004, The ideal amino acid requirements and profile for broilers, layers, and broiler breeders. Attp://www.thepoultry site.com Dari, R.L., Penz Jr, A-M., Kessler, A.M., and Jost, H.C. 2005. Use of digestibility amino acids and the concept of ideal protein in feed formulation for broilers. J. Appl. Poult. Res. 14:195-203. PAO.2006. Database: hitp:/Avww fuo.org. Firman, JD., and Boling, S.D. 1998, Lysine: ideal protein in turkeys. Poultry Science Vol. 77, issue 1, 105-110. Gonzales-Esquerra, R. and Leeson, $. 2006. Physiological and metabolic responses of broilers to heat stress —implications for protein and amino acid nutrition. World’s Poultry Sciences Journal 62: 282-295. Heger. J. 2003. Essential to non-csscntial amino acid rations. In: Amino acids in Animal Nutrition. Ed. J.P.F. D’Mello. CABI Publishing.UK. Keer, B.J. and Easter, R.A. 1995. Effect of feeding reduced protein, amino acid-supplemented diets on niyrogen and energy balance in grower pigs. Journal of Animal Science 73: 3000-3008. Larbier, M. and Leclercq, B. 1994, Nutrition and Feeding of Poultry. INRA. Nottingham University Press. UK. 25 Mc Donald, P., Edwards, R.A., Greenhalgh, JIFD., and Morgan, C.A. 2002. Animal nutrition. Sixth Ed. Prentice Hall, Pearson Education, Edinburgh Gate, , Harlow, Essex CM20 2JE, UK. Miles, R. D, and Chapman, F.A. 2007. The concept of ideal protein in formulasi of aquaculture feeds. hitp:/Avww,thefishsite.com. Richard, O. K. and Church, D.C. 1998, Livestock feeds and feeding. 4" Ed. Prentice Hall, New Jersey, USA. Spiehs, M.J. 2007. Nutritional and feeding strategies to minimize nutrient losses in livestock manure. hitp:/Avww.thepoultry site.com. Windhorst, H, W. 2006. Changes in poultry production and trade worldwide. World's Poultry Sciences Journal 62: 585-602. Windhorst, H. W. 2007. Bio-energy production —a threat to the global egg industry?. World’s Poultry Sciences Journal 63: 365-379. Zuprizal. 2006, Nutrisi Unggas (PTN 634). Jurusan MNT, Fakultas Petemakan UGM, Yogyakarta. Zuprizal, Larbier, M., and Chagneau, A.M. 1992. Effect of age and sex on true digestibility of amino acids of rapesced and soybean meals in growing broilers. Poultry Science 71:1486-1492. Zuprizal, Larbier, M., Chagneau, A.M., and Geraert, P.A. 1993. Influence of ambient temperatur on true digestibility of protein and amino acids of rapesced and soybean meals in broilers. Poultry Science 72:289-295. 26 BIODATA Nama : Prof. Dr. In. Zuprizal, DEA. TempavTgi.lahir : Palembang, 31-08-1959 Pekerjaan : Dosen Fakultas Petemakan Universitas Gadjah Mada NIP : 131471485 Alamat Kantor : Fakultas Peternakan, UGM Jl. Fauna no.3, Bulaksumur, Yogyakarta $5281 Telepon Kantor =: (0274) 513363, (0274) 588688 psw 73118 Fax. Kantor (0274) 521578 Alamat Rumah Perum Griya Arga Permai Blokiino.11, Kwarasan, Yogyakarta 55292, Telp. 581169 E-mail zuprizal @ugm.ac.id Data Keluarga: Orang tua H. Baginda Rozali Enek (Ayah) ‘Hj. Rosminah (Ibu) Mertua (Alm) Moch. Anwar (Bapak mertua) Ma’rifah (Ibu mertua) Istri Dra. Naimah Akif, Apt (Semarang, 10 Desember 1963) Anak 1. Fahmi Hakim (Tours, France, 15 November 1990) 2. Ulfah Khoirunnisa (Yogyakarta, 16 Juli 1995) Riwayat Pendidikan: 1. SD : SD Muhammadiyah Pendopo PTSI Sumsel (1967-1968) SDN V Pembangunan, Bandarjaya, Lam-Teng (1972) 2. SMP : SMPNIPoncowati, Bandarjaya, Lam-Teng (1975) 3. SMA : SMANIKIPIE(SMAN 10) Yogyakarta (1979) 4, SI (ir) : Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta (1984) 5. $2(DEA) : Universite de Rennes I, Rennes, France (1989) 6. S3(Dr) — : ‘Universite de Rennes I, Rennes, France (1992) 7. Post-doc. + Universite Mont II, Montpellier, France (1999) 27 Riwayat Jabatan: 1. CPNS : 01-03-1985 2. AsistenAhliMadya : Q1-10-1986 3. Asisten Ahli : 01-04-1993 4. Lektor Muda > Q1-07-1995 5. Lektor : 01-01-2000 6. Lektor Kepala : O1-01-2001 7. Guru Besar : 01-12-2006 Riwayat Pekerjaan: 1 > 10, UL. 12. Asisten Dosen Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UGM, 1981-1984. Dosen Fakultas Petemakan UGM, 1985 - sekarang. Pengelola Program Studi Ilmu Petemakan (S2) Program Pascasarjana UGM (PPs-UGM), 2000 — 2002. Pengelola Program Doktor (S3) Terstruktur Bidang Ilmu Peternakan Program Pascasatjana UGM (PPs-UGM), 2002. Anggota Senat Akademik UGM (SA-UGM), 2002-2007. Anggota Komisi 1 (Komisi Pengembangan Akademik) SA-UGM, 2002- 2007, Sekretaris Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UGM, 2003-2004. Sekretaris Pengurus Harian Yayasan UGM, 2004-2008, 2008-2012. Anggota Tim Jaminan Mut Akademik Program Pascasarjana UGM, 2003- 2004. Anggota Senat Fakultas Peternakan UGM, 2004-sekarang Anggota Tim Auditor Umum LP-POM MUID.I. Yogyakarta, 2004- 2007. Sekretaris Komisi I (Komisi Pengembangan Akademik) SA-UGM, 2004 — 2007. . Wakit Dekan I Bidang Akademik dan Penelitian, Fakuitas Peternakan UGM, 2004-2008. Komisaris PT. BPR Duta Gama, Yogyakarta, 2005-2008. 28 Tanda Jasa/Penghargaan: 1. Peneliti Muda Indonesia Terbaik di Perancis Tahun 1992, (Le Prix Mahar Schutzenberger d’Encouragement aux jeunes Chercheusr Indonesiens Travaillanten France) tanggal 26 Mei 1992, Paris, Perancis. 2. Dosen Teladan I Fakultas Peternakan UGM., tanggal 17 Agustus 1994, 3. Penghargaan dari Menteri Riset dan Teknologi/Ketua Dewan Riset Nasional sebagai Penerima Penghargaan [mu Pengetahuan dan Teknologi Kategori Yunior dalam Bidang Kebutuhan Dasar Manusia, dalam rangka Peringatan Dasawarsa Dewan Riset Nasional, Tanggal 29 Nopember 1994, Jakarta. 4, Satyalancana Karya Satya X Tahun. KepPres RI, No. 166/TK/Tahun 1999, tanggal 26 November 1999. 5. Dosen Berprestasi Pada Unit Kerja Pengembangan Pendidikan yang diperbantukan di Kantor Pusat Universitas Gadjah Mada, tanggal 19 Desember 2003. 6. Satyalancana Karya Satya XX Tahun. KepPres RI, No. 020/TK/Tahun 2006, tanggal 22 April 2006. Organisasi Profesi: J. Anggota [SP] (Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia) dari tahun 1984- sckarang. 2. Anggota KAGAMA (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) dani tahun 1984-sekarang. 3. Anggota IAPI ([katan Alumni Prancis Indonesia) dari ‘Tahun 1993- sekarang. 4. Anggota WPSA (The Wolrd’s Pautiry Sciences Association) Indonesia . dari tahun 1994-sekarang. 5. Anggota AINI (Asosiasi IImu Nutrisi Indonesia) dari tahun 1996- sekarang. 6. AnggotaKAPGAMA (Keluarga Alumni Peternakan Universitas Gadjah Mada) dari tahun 2004-sckarang 7. Ketua {fl Pengurus ISPI (Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia) Cabang, Yogyakarta, Periode tahun 2000-2004. 8. Wakil Ketua I Pengurus IAPI (Jkatan Alumni Prancis Indonesia), Komisariat Daerah Istimewa Yogyakarta, Periode tahun 2004-2009, 29 Publikasi: Telah menulis sebanyak 102 publikasi, baik nasional maupun intemasional. Sebanyak 28 publikasi diantaranya merupakan penulis pertama. Berikut ini beberapa publikasi yang dipilih untuk mewakili tahun publikasi. 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Zuprizal, M. Larbier, A.M. Chagneau, and M. Lessire. Effect of protein intake on true digestibility of amino acids in rapeseed meals for adult rooster force fed with moistened feed. Anim. Feed Sci. Technol 34:255-260. Zuprizal, M. Larbier, dan A.M. Chagneau. Effect of age and sex on true digestibility of arnino acids of rapeseed and soybean meals in growing broilers. Poultry Science 71:1486-1492. Zuprizal, M. Larbier, A.M. Chagneau, dan P.A. Geraert. Influence of ambient temperatur on true digestibility of protein and amino acids of rapeseed and soybean meals in broilers. Poultry Science 72:289- 295. Zuprizal. Potensi Unggas Air Lokal Terhadap Produksi Foie Gras (Hati Berlemak). Laporan Hasil Penelitian DPP UGM, Yogyakarta. Nomor Kontrak: UGM/3974/M/09/01. Tanggal 14 Juni 1993. Zuprizal, Sudjadi, D. Sasongko HS., dan M. N. Cahyanto. 1995. Penggunaan Teknik Rekombinan untuk Mendapatkan Keturunan Ayam yang Dapat Mensintesa Lisin di dalam Tubuhnya. fx: Lokakarya ‘Nasional Bioteknologi Peternakan, 23-24 Januari. BPT Ciawi-Bogor. Zuprizal, M. Larbier, dan A.M. Chagneau. Comparison Between “Theoritical” and “Measured” Values of True Digetibility of Protein and Amino Acids of Diets in Cockerels. Buletin Peternakan 20 (2):98- 107. Rudiansyah, Zuprizal, dan M. Kamal. Pengaruh Penambahn Bro- Gesat dalam Ransum Komersial terhadap Kinerja Ayam Broiler Jantan Umur 2-6 Minggu. Buletin Peternakan. Vol. 21 (2): 96-107. Zuprizal, M. Larbier, dan A.M. Chagneau. The endogenous amino acids excretion obtained in growing broiler and adult cockerels. Buletin Peternakan. Supp. Ed., December 1998 p.514-521. 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 30 Santoso, U., M. N. Cahyanto, D, Sulistiawati, Zuprizal, dan H. B. Trianto. High w-3 Fatty Acid Eggs Produced by Laying Hens Fed with Sardine Oil. Indonesian Food and Nutrition Progress. Vol. 6, Number 2 p, 39-43. Zuprizal. Komposisi kimia dedak padi sebagai bahan pakan lokal dalam ransum ternak. Buletin Peternakan Edisi Tambahan 2000 p-282-286. Zuprizal. Memanfaatkan dedak padi dalam ransum unggas, Poultry Indonesia. Pebruari 2001 p. 55. Zuprizal, C.T. Noviandi, Indratiningsih, T. Yuwanta, dan S. Harimurti. The addition effect of sardine oil in quail ration on omega-3 fatty acid composition of eggs. The 3” ISTAP, Faculty of Animal Science, Gadjah Mada University. Rohaeni, E. S., T. Yuwanta, dan Zuprizal. Penampilan dan Nitrogen Ekskreta serta Kolestero] Darah pada Ayam Broiler yang Mendapat Pakan All Grain dan Non All Grain pada Level Protein yang Berbeda. Buletin Peternakan. Vol. 27 (4}: 151-160. Zuprizal. Antibiotik, probiotik dan fitobiotik dalam pakan unggas. Poultry Indonesia. Januari 2004 p. 52-54. Zuprizal, C. T. Noviandi, dan Indratiningsih. Pengaruh penggunaan minyak ikan femuru dan minyak sawit dalam ransum terhadap citra rasa telur puyuh. Prosiding Seminar Nasional, Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta. p. 193-199. Zuprizal, T. Yuwanta, S. Keman, dan N. Iriyanti. Penambahan vitamin Edalam ransum yang mengandung minyak ikan dan minyak kelapa sawit terhadap performan ayam kampung. Buletin Peternakan 30 (2):53-59. Zuprizal ,T. Yuwanta, dan N. Iriyanti. Penambahan vitamin Edalam Tansum yang mengandung minyak ikan lemuru dan minyak kelapa sawit ditinjau dari profil darah dan performan ayam kampung. Proceeding Seminar Nasional AINI VI, Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta, tanggal 26-27 Juli 2000 p. 256-263.

Anda mungkin juga menyukai