Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PERANAN TERNAK sebagai 8UMBER

PANGAN HEWAN

DI SUSUA OLEH :
AAMA : AAA SE1IYAWA1I
AIM : 2311113233
KELAS : D

AKULTA8 PETERNAKAN
UNVER8TA8 DPONEGORO
8EMARANG
2010

KA1A PEACAA1AR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SW1 atas rahmat serta hidayahAYA,
sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah Pengantar Ilmu dan Industri 1ernak
dengan judul Peran 1ernak sebagai Sumber Pakan Hewanidengan baik, meskipun masih ada
kekurangannya.
1ujuan dari penyusunan makalah dengan judul Peranan 1ernak sebagai Sumber
Pakan Hewani ini adalah sebagai syarat dan tugas Ujian 1engah Semester (U1S).
Penulis ucapkan banyak terima kasih atas terselesaikannya tugas makalah ini kepada
Bp. Ir. Warsono Sarengat ,MS yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah Pengantar
Ilmu Industri Peternakan.1anpa ilmu yang telah Bapak berikan penulis tidak dapat
mengerjakan makalah ini. 1idak lupa pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materi maupun immateri dalam penulisan
makalah ini.
1ak ada gading yang .tak retak. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, apabila terdapat beberapa hal yang kurang berkenan
Penulis mohon maaf. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah
ini.

Semarang,28 Oktober 21,


Penulis











BAB I
PEADAHULUAA
Manusia memerlukan bahan pakan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Bahan
pakan berguna untuk membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar tetap sehat dan berfungsi
sebagaimana mestinya. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia yang
tumbuh dan berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara kondisi tubuh.
Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging , telur dan susu serta olahan lainnya)
sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat pesat selama periode tahun 25-
22 mendatang khususnya Aegara-negara yang sedang berkembang.
Penduduk dunia saat ini sekitar ,3 milyar dan di perkirakan meningkat sebanyak 7 juta
setiap tahunnya . dari jumlah penduduk tersebut sekitar 5,3 milyar (84") diantaranya
berdomisili di Aegara-negara yang sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi
protein hewaninya relative sangat rendah. Indonesia termasuk Aegara yang sedang
berkembang dengan jumlah penduduk sekitar 212 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-
rata 1,5" pertahun serta meningkatkan pendapatan perkapita sekitar 3" pertahun. Dari
jumlah penduduk tersebut tentunya membutuhkan pangan hewani yang cukup besar dan
diproyeksikan meningkat sangat cepat di masa mendatang. Peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani , juga ikut
mendorong meningkatnya permintaan terhadap pangan hewani.
1ujuan dari penilusan makalah ini adalah sebagai syarat dan tugas Ujian 1engah
Semester (U1S). Manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peran
ternak terhadap pemenuhan pangan hewani serta pemenuhan gizi bagi manusia.

BAB II
1IA1AUAA PUS1AKA
Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk hidup sehat. Kita
memerlukan pangan hewani (daging, susu dan telur) sebagai sumber protein untuk
kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel dan menjaga sel darah
merah (eritrosit) agar tidak mudah pecah. Meskipun masyarakat menyadari pangan hewani
sebagai kebutuhan primer namun hingga kini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia
sangat rendah. Pada tahun 2, konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya 3,5
kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi penduduk Malaysia (3,7 kg), 1hailand (13,5 kg),
Fhilipina (7, kg), Jietnam (4, kg) dan Myanmar (4,2 kg) (Poultry International, 23).
Konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya 1 gram/kapita/hari, sedangkan
Malaysia 1 gram/kapita/hari (Poultry International, 23 dalam Rusfidra, 27a,b).
Begitupun konsumsi telur penduduk Indonesia baru 2,7 kg/kapita/tahun, sedangkan
Malaysia 14,4 kg, 1hailand 9,9 kg dan Fhilipina ,2 kg. Bila satu kilogram telur rata-rata
terdiri atas 17 butir, maka konsumsi telur penduduk Indonesia hanya sekitar 4
butir/kapita/tahun atau 1/8 butir/kapita/hari. Pada periode yang sama, penduduk Malaysia
setiap tahunnya memakan 245 butir telur atau 2/3 butir telur/kapita/hari.
Konsumsi susu masyarakat Indonesia sangat rendah, yakni sekitar 7 kg/kapita /tahun,
Malaysia mencapai 2 kg/kapita/tahun, sedangkan masyarakat Amerika Serikat
mengkonsumsi susu 1 kg/kapita/tahun. Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah
menyebabkan target konsumsi protein hewani sebesar gram/kapita/hari masih jauh dari
harapan. Angka ini dapat dicapai bila konsumsi terdiri dari 1 kg daging; 3,4 kg telur dan
kg susu/kapita/tahun. Padahal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, rata-rata
konsumsi protein hewani yang ideal adalah 2 gram/kapita/hari (1uminga et. al. 1999).
Analisis paling akhir oleh Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi 1ernak
Universitas Aasional Seoul (1999) menyatakan adanya relasi positif antara tingkat konsumsi
protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Makin tinggi
konsumsi protein hewani penduduk, makin tinggi UHH dan pendapatan domestik brutto
(PDB) suatu negara. Masyarakat di beberapa negara berkembang seperti Korea, Brazil,
China, Fhilipina dan Afrika Selatan memiliki konsumsi protein hewani 2-4
gram/kapita/hari, UHH penduduknya 5-75 tahun. Aegara-negara maju seperti AS, Prancis,
1epang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya 5-8
gram/kapita/hari, UHH penduduknya 75-85 tahun. Sementara itu, negara-negara yang
konsumsi protein hewaninya di bawah 1 gram/kapita/hari seperti Banglades, India dan
Indonesia, UHH penduduknya hanya 55-5 tahun (Han, 1999).
Delgado et. al (1999) menduga akan terjadi peningkatan produksi dan konsumsi
pangan hewani dimasa depan. Di dalam artikel "Peternakan 22: Revolusi Pangan Masa
Depan", mereka menduga konsumsi daging penduduk dunia akan meningkat dari 233 juta
ton (tahun 2) menjadi 3 juta ton (tahun 22). Konsumsi susu meningkat dari 58 juta
ton (tahun 2) menjadi 7 juta ton pada tahun 22, sedangkan konsumsi telur
diperkirakan mencapai 55 juta ton. Hal itu disebabkan meningkatnya jumlah penduduk
dunia, meningkatnya kesejahteraan dan meningkatnya kesadaran gizi masyarakat dunia.
Konsumsi protein hewani yang rendah dapat berdampak pada tingkat kecerdasan dan
kualitas hidup penduduk. Aegara Malaysia yang pada tahun 197-an mendatangkan guru-
guru dari Indonesia, sekarang jauh meninggalkan Indonesia, terutama dalam kualitas
sumber daya manusia (SDM) sebagaimana ditunjukkan oleh peringkat Human Development
Indeks (HDI) tahun 24 yang dikeluarkan United Aation Development Program (UADP).
Dalam periode tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-111, satu tingkat di atas Jietnam
(112), namun jauh di bawah negara ASEAA lainnya, Singapura (peringkat 25), Malaysia
(59), 1hailand (7) dan Fhilipina (83) (Rusfidra, 2a).
Studi Monckeberg (1971) dalam Rusfidra (25c) menunjukkan adanya hubungan
tingkat konsumsi protein hewani pada anak usia pra-sekolah. Konsumsi protein hewani yang
rendah pada anak usia prasekolah dapat mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi
sub-normal atau bahkan defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi
frekuensi kejadian defisiensi mental. Ironisnya mereka pada umumnya berasal dari keluarga
tidak mampu (miskin). Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya
tahan tubuh. Shiraki et al. (1972) dalam Rusfidra (25c) membuktikan peranan protein
hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk
bekerja keras. Cejala anemia tersebut dikenal dengan istilah "sport anemia". Penyakit ini
dapat dicegah dengan mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 5" dari protein
yang dikonsumsi harus berasal dari protein hewani. Protein hewani memiliki komposisi asam
amino yang lengkap dan dibutuhkan tubuh. Ailai hayati protein hewani relatif tinggi. Ailai
hayati menggambarkan berapa banyak nitrogen (A) dari suatu protein dalam pangan yang
dimanfaatkan oleh tubuh untuk pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein
suatu bahan pangan makin banyak zat A dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan
untuk pembentukan protein tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai nilai
hayati 8 ke atas. 1elur memiliki nilai hayati tertinggi yakni 94-1 (Hardjosworo, 1987
dalam Rusfidra, 25e).

BAB III
PERMASALAHAA
Ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain :
3.1 Apakah Arti penting pangan hewani itu ?
3.2 Berapa besar tingkat konsumsi gizi di Indonesia ?
3.3 Apakah Manfaat protein hewani ?
3.4 Bagaimana cara mengembangan 1ernak Lokal ?
3.5 Apa produk peternakan itu ?
3. Apa sajakah tantangan dalam penyediaan protein hewani ?
3.7 Bagaimana upaya dalam penyedian pangan hewani di Indonesia ?


BAB IJ
PEMBAHASAA
3.1 Arti Penting Pangan Hewani
Dalam Undang-undang RI Ao. 7 tahun 199 tentang Pangan (UU Pangan)
disebutkan bahwa pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi
hak azasi setiap rakyat Indonesia. Pangan tersebut dapat berasal dari bahan nabati atau
hewani dengan fungsi utama sebagai sumber zat gizi. Berdasarkan evaluasi Susenas 23,
tingkat konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia baru sekitar 58" dari kebutuhan
(Dirjen Bina Produksi Peternakan, 24). Artinya, sebagian besar masyarakat Indonesia
masih bertumpu pada bahan pangan nabati untuk pemenuhan gizinya. Rendahnya konsumsi
pangan hewani telah memberi kontribusi terhadap munculnya kasus gizi buruk di Indonesia
beberapa tahun terakhir ini. Laporan WHO (World Health Organization) menyebutkan
bahwa dalam kurun tahun 1999-21 sekitar 12, juta jiwa penduduk Indonesia menderita
kurang pangan (SCA, 24). 1umlah tersebut mungkin menjadi bagian dari masyarakat yang
mengalami defisit energi protein. Dalam Widyakarya Aasional Pangan dan Cizi JIII tahun
24 terungkap bahwa sekitar 81,5 juta jiwa masyarakat Indonesia mengalami defisit energi
protein, terutama protein hewani (Pambudy, 24). Pemenuhan kebutuhan pangan hewani
bagi sekitar 23 juta jiwa penduduk Indonesia yang terus bertambah lebih dari 1,3" per
tahun merupakan permasalahan yang perlu diupayakan jalan keluarnya. Hingga saat ini
produk olahan hasil ternak di Indonesia masih terbatas, sehingga untuk memenuhi
kebutuhan nasional masih harus impor (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 24). Untuk
penyediaan hasil ternak dalam jangka panjang, perlu optimalisasi seluruh segmen kegiatan
industri peternakan, yaitu: (1) industry primer seperti pembibitan dan budidaya ternak, (2)
industri sekunder dalam kegiatan pasca panen, dan (3) industri tersier di bidang distribusi
dan pemasaran (Chamdi, 24). Coldberg (1991) memprediksikan bahwa dalam agribisnis
global tahun 2-228, focus kegiatan dan penyerapan dana terbesar adalah untuk industri
sekunder dan tersier. FAO juga telah mencanangkan bahwa tahun 22 akan terjadi Revolusi
Peternakan (Livestock Revolution) sebagai 1he Aext Food Revolution. Oleh sebab itu,
peranan teknologi pangan sebagai inti industri sekunder peternakan dalam pengembangan
produk olahan hasil ternak harus ditingkatkan untuk antisipasi kompetisi global saat ini dan
di masa depan.
3.2 Rendahnya Konsumsi
1ingkat konsumsi hasil ternak bagi masyarakat Indonesia, dinilai masih jauh dibawah
kecukupan gizi yang dianjurkan. Berdasarkan analisis dari Pola Pangan Harapan (PPH),
tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan protein asal ternak baru mencapai 5,1 g/kap/hr
yang setara dengan konsumsi susu 7,5 kg/kap/th, daging 7,7 kg/kap/th, dan telur 4,7 kg/kap/th
(Dirjen Bina Produksi Peternakan, 24). 1ingkat konsumsi protein hasil ternak tersebut
terhitung kecil dibanding jumlah konsumsi protein (total nabati dan hewani) yang dianjurkan
sebesar 4,2 g/kap/hr (1ranggono, 24). Sebagai pembanding, konsumsi susu di Amerika,
1epang dan beberapa negara Eropa sudah lebih dari 8 kg/kap/th. Konsumsi susu beberapa
negara ASEAA juga relatif tinggi, yaitu Philippina 18,8 kg/kap/th, Malaysia 22,5 kg/kap/th,
1hailand 28,
kg/kap/th dan Singapura 32 kg/kap/th (Haryono, 27).
3.3 Manfaat protein hewani
Studi Monckeberg (1971) dalam Rusfidra (25c) menunjukkan adanya hubungan
tingkat konsumsi protein hewani pada anak usia pra-sekolah. Konsumsi protein hewani yang
rendah pada anak usia prasekolah dapat mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi
sub-normal atau bahkan defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi
frekuensi kejadian defisiensi mental. Ironisnya mereka pada umumnya berasal dari keluarga
tidak mampu (miskin).
Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya tahan tubuh. Shiraki et al.
(1972) dalam Rusfidra (25c) membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah
terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Cejala anemia
tersebut dikenal dengan istilah "sport anemia". Penyakit ini dapat dicegah dengan
mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 5" dari protein yang dikonsumsi
harus berasal dari protein hewani.
Protein hewani diduga berperan terhadap daya tahan eritrosit (sel darah merah)
sehingga tidak mudah pecah. Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi
sel darah merah.
Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan tubuh.
Ailai hayati protein hewani relatif tinggi. Ailai hayati menggambarkan berapa banyak
nitrogen (A) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk
pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu bahan pangan makin
banyak zat A dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk pembentukan protein
tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai nilai hayati 8 ke atas. 1elur memiliki
nilai hayati tertinggi yakni 94-1 (Hardjosworo, 1987 dalam Rusfidra, 25e).
3.4 Pengembangan 1ernak Lokal
Dalam rangka memacu pertumbuhan produksi peternakan nasional, seharusnya perhatian lebih
difokuskan pada usaha peternakan rakyat dan ternak lokal yang tersebar mulai dari perkotaan sampai
perdesaan. Menurut Martojo (23) jumlah rumahtangga peternakan sekitar 4,5 juta rumahtangga (R1P).
Bentuk peternakan yang ada pun sebagian besar merupakan peternakan rakyat, yaitu sapi potong (99, "),
kambing/domba (99,99 "), kerbau (88,7 "), sapi perah (91,1 "), ayam ras petelur (82,4 "), ayam buras dan itik
(1 ") (Soehadji, 1992 dalam Rusfidra, 24) .Pada umumnya ternak-ternak yang dipelihara pada usaha
peternakan rakyat adalah ternak lokal. 1ernak lokal merupakan sumber daya ternak yang sudah lama
dipelihara peternak pedesaan dan berperan penting dalam sistem usahatani di perdesaan. Usaha peternakan
rakyat inilah yang seharusnya menjadi basis pengembangan peternakan nasional. Pengembangan komoditi
ternak yang berbasis bahan pakan impor sangat rawan dijadikan sebagai basis pembangunan peternakan
nasional. Alasannya adalah tiga komponen bahan pakan (jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan) merupakan
bahan impor yang menguras devisa. Itulah sebabnya usaha peternakan berbahan baku impor (ayam ras
pedaging dan petelur) mengalami kontraksi yang tajam ketika krisis ekonomi dan bangkrutnya secara massal
para peternak ayam ras
3.5 produk peternakan
Produk hasil ternak merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi rakyat selain bahan pangan
pokok rakyat (beras). Sebagai pendamping sajian makan sehari-hari , bahan pangan hewani merupakan sumber
protein penting (selain protein nabati) yang sangat berperan dalam pemenuhan gizi masyarakat.
Secara tradisional, sejak dahulu, masyarakat kita sudah menyandingkan produk pangan hewani ini dalam menu
makanan sehari-harinya.
Produk pangan hewani umumnya berupa daging, susu, telur dan ikan yang sangat kaya protein.
Protein ini juga sangat kaya asam amino esensial yang sangat sesuai dengan kebutuhan manusia. Produk
hewani mempunyai peran yang sangat penting, hal ini berkaitan pada asupan kalori-protein yang rendah pada
anak balita menyebabkan terganggunya pertumbuhan, meningkatnya resiko terkena penyakit, mempengaruhi
perkembangan mental, menurunkan performs mereka di sekolah dan menurunkan prokduktivitas tenaga kerja
setelah dewasa. Kasus malnutrisi yang sangat parah pada usia balita dapat menyebabkan bangsa ini mengalami
loos generation. Akibatnya adalah rendahnya daya saing SDM bangsa ini dalam percaturan global antar
bangsa.
Daging merupakan salah satu jenis ternak yang hampir tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Sebagai bahan pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap.
Dengan meluasnya konsumsi daging, sehingga telah banyak bentuk hasil olahan yang berasal dari daging
seperti daging kornet, sosis, dendeng, abon dan daging sapi asap dan lain-lain. Bentuk-bentuk pengolahan ini
pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang mengolahnya sehingga hasil olahan tersebut
dapat juga

3. 1antangan Penyedian Protein Hewani
1umlah penduduk Indonesia pada tahun 225 diperkirakan mencapai 273,7 juta jiwa.
Demikian dikatakan Menteri Aegara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas saat
menyebutkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2-225 (Kompas, 3/8/25). Dengan
jumlah penduduk sebesar itu Indonesia merupakan pasar yang luar biasa besar.
Aamun sayangnya, kita masih sangat tergantung pada bahan impor. Setiap tahun
Indonesia mengimpor sapi hidup sebanyak 45 ribu ekor dari Australia. Setiap tahun negara
agraris ini mengimpor 1 juta ton bungkil kedele, 1,2 juta ton jagung, 3 ribu ton tepung telur
dan 14 ribu ton susu bubuk. Importasi bahan pangan tersebut menguras devisa negara
cukup besar.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat negara di dunia, Indonesia
termasuk pasar potensial bagi negara-negara lain. Produksi dalam negeri belum mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi produk peternakan. Hal ini merupakan tantangan besar
dalam penyediaan bahan pangan hewani sebagai sumber protein yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Saat ini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah
yakni 4,5 gram/kapita/hari, sementara konsumsi protein hewani masyarakat dunia adalah 2
gram/kapita/hari (Han, 1999). Peningkatan konsumsi protein hewani dapat dipacu dengan
meningkatkan pendapatan rumahtangga dan kesadaran gizi masyarakat
Merebaknya kasus gizi buruk (malnutrisi) dan busung lapar pada anak-anak usia
bawah lima tahun (balita) beberapa waktu lalu sangat merisaukan kita sebagai bangsa.
Sesungguhnya, kasus malnutrisi disebabkan kurangnya asupan kalori-protein pada tingkat
rumahtangga. Masa balita merupakan "periode emas (the golden age)" pertumbuhan anak
manusia dimana sel-sel otak sedang berkembang dengan pesat. Dalam periode ini protein
hewani sangat dibutuhkan agar otak berkembang secara optimal, tidak sampai tulalit,
(Aadesul, Kompas 9/7/5).
Asupan kalori-protein yang rendah pada anak balita menyebabkan terganggunya
pertumbuhan, meningkatnya resiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental,
menurunkan performans mereka di sekolah dan menurunkan produktivitas tenaga kerja
setelah dewasa (Pinstrup-Andersen, 1993 dalam Rusfidra, 25a). Kasus malnutrisi yang
sangat parah pada usia balita dapat menyebabkan bangsa ini mengalami loss generation.
Akibat berikutnya adalah rendahnya daya saing SDM bangsa ini dalam percaturan global
antar bangsa
Aamun sayangnya, ditengah usaha berbagai pihak mempromosikan peningkatan
konsumsi protein hewani, negara ini kembali disibukkan oleh merebaknya wabah flu burung.
Hingga 1anuari 2 jumlah pasien yang diduga terinfeksi flu burung berjumlah 85 orang,
dimana 17 pasien diantaranya meninggal dunia. Realitas ini menunjukkan bahwa kasus flu
burung masih bersirkulasi di sekitar kita Oleh karena itu, kita berharap kepada aparatur
pemerintah (Deptan dan Depkes) agar bekerja dengan visi dan rencana kerja yang sistematis,
tidak bekerja serabutan seperti selama ini. Selama ini terkesan birokrat bekerja seperti
"pemadam kebakaran", baru kelihatan program kerjanya setelah timbulnya masalah. Wabah
flu burung telah berdampak pada turunnya konsumsi daging dan telur karena adanya
kekawatiran masyarakat akan terinfeksi flu burung bila memakan telur dan daging ayam.
Meskipun wabah flu burung bersifat fatal (mematikan) pada unggas, namun konsumen tidak
perlu kawatir untuk mengkonsumsi daging ayam dan telur. Karena dengan pemanasan pada
suhu 5 C selama 3 jam atau pada C selama 3 menit virus Avian Influenza (AI) akan
mati. Artinya, selama konsumen tidak memakan telur atau daging ayam mentah, maka kecil
peluang terinfeksi AI (Rusfidra, 25b).
Penularan flu burung selama ini terjadi melalui pernafasan (air borne desease),
bukan melalui makanan (food borne desease). Karena itu, kampanye makan daging ayam dan
telur secara aman merupakan langkah cerdas untuk memulihkan citra bahwa memakan
daging ayam dan telur relatif aman sepanjang kedua komoditi unggas tersebut diolah secara
benar sebelum dimakan.
Selain itu, juga diperlukan program penyediaan sumber protein hewani yang murah, mudah
tersedia, terjangkau dan bergizi tinggi pada tingkat rumahtangga. Dalam konteks ini, program
"Family Poultry" layak ditimbang sebagai sebuah solusi mengatasi terjadinya malnutrisi, efektif
dalam pengentasan kemiskinan, menjaga ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga dan sebagai
sumber pendapatan (Rusfidra, 25a, Rusfidra, 25c, Rusfidra, 25d).

3.7 Upaya Penyediaan Pangan Hewani di Indonesia


Upaya peningkatan ketersediaan pangan menjadi program pemerintah yang sangat
sulit dilakukan, terutama di bidang peternakan yang berhubungan dengan swasembada
daging. Hal ini terkendala masalah penyediaan bibit, modal serta SDM , lebih dari 9"
ternak sapi dipelihara oleh sekitar ,5 juta rumah tangga di pedesaan dengan pengetahuan
peternakan yang minim. Banyak dari peternak sapi potong itu juga telah berusia tua, dengan
tingkat pendidikan lulusan sekolah dasar sehingga pengetahuan mereka pun terbatas.
Sulitnya memenuhi pangan hewani berupa daging tercermin pada awal pemerintahan
Susilo Bambang Yudoyono dan 1usuf Kalla , program swasembada daging sapi ditargetkan
pada tahun 25, kemudian direfisi 21 . namun tahun 21 hal itu juga tidak akan tercapai
karena tidak mungkin dalam 2 tahun ditambah populasi bibit sapi 1 juta ekor. Selain tidak
ada dana , bibit juga btidak ada. Mentri pertanian sebelumnya, Anton Apriantono, mengakui,
program swasembada daging sapi gagal dicapai. Cagalnya program swasembada daging sapi
karena laju pertambahan populasi kalah cepat(kompas, 9/9/29)
Departemen Pertanian menargetkan swasembada daging sapi secara bertahap pada
tahun 214. Melalui sejumlah program, penyediaan daging sapi didalam negeri diproyeksikan
meningkat 7" pada tahun 21 menjadi 9" di tahun 214. "dengan berbagai upaya ini,
populasi sapi potong ditargetkan meningkat dari 12 juta ekor pada tahun 29 menjadi 14,
juta ekor pada tahun 214" kata Suwarno . hal ini disampaikan pada saat memaparkan
rencana strategis kecukupan daging 21-214 dalam seminar nasional pengembangan
ternak potong untuk mewujudkan program kecukupan / swasembada daging di Fakultas
Petrnakan Universitas CajahMada , 1ogjakarta , sabtu (7/11).

BAB J
KESIMPULAA
Hewan ternak sebagai sumber pakan hewani mempunyai beberapa manfaat yang
sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia antara lain, : untuk kecerdasan, protein hewani
juga dibutuhkan untuk daya tahan tubuh, Protein hewani diduga berperan terhadap daya
tahan eritrosit (sel darah merah) sehingga tidak mudah pecah, Protein hewani juga berperan
dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
Analisis paling akhir oleh Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi 1ernak
Universitas Aasional Seoul (1999) menyatakan adanya relasi positif antara tingkat konsumsi
protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Makin tinggi
konsumsi protein hewani penduduk, makin tinggi UHH dan pendapatan domestik brutto
(PDB) suatu negara.ebagai sumber pangan hewani sangat berperan penting bagi kelangsuna
Dengan demikian, hewan ternak sebagai sumber pangan hewani sangat berperan
penting bagi kelangsungan hidup manusia dan berpengaruh pada kwalitas SDM seseorang.

DAF1AR PUS1AKA
O Rusfidra. 27a. Paradigma Baru Pembangunan Peternakan; Membangunan Peternakan
Bertumpu pada 1ernak Lokal. Bogor: Cendekia Publishing House.
O Rusfidra. 27c. Rural Poultry Keeping in Indonesia to Household Food Security and
Poverty Alleviation. Prosiding Seminar Aasional Perhimpunan Alumni dari 1epang
(PERSADA). Bogor: Persada-FKH IPB. 9 Agustus 27.
O Rusfidra. 2. Penerapan sistem pendidikan tinggi jarak jauh untuk meningkatkan mutu
SDM: sebuah bentuk inovasi industri pendidikan. Makalah dipresentasikan pada Seminar
Aasional "Sistem Inovasi Aasional", tanggal 19-2 1uli 2. 1akarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
O Rusfidra. 25c.Mencegah gizi buruk dan mengentaskan kemiskinan: peternakan skala
rumahan. Artikel iptek Harian Pikiran Rakyat. Bandung, 25 Agustus 25.
O Rusfidra. 25d. Protein hewani dan kecerdasan. Arikel Opini Harian Sinar Harapan.
1akarta 8 September 25.
O Aini, I. 199. Indigenous poultry production in South East Asia. World Poultry Science
1ournal. 4: 51-57.
O Campbell, 1. R, and Lasley, 1. F. 1985. 1he Science of Animals that Serve Humanity. Ed.
3rd . McCraww-Hill Publication in the Agricultural Science.
O Delgado, C., M. Rosegrant, H. Steinfeld. S. Ehui and C. Courbois. 1999. Livestock 22: 1he
next food revolution.www.ifpri.org/22/briefs/number1.html
O Artikel Ekonomi Ausantara, edisi jum'at 8 Mei 29. ( Konsumsi Daging di Indonesia Rend
ah) / (cha/1PAA)
O Kompas, 24. Badan POM: Angka Keracunan Makanan Selama 1ahun 24 Meningkat, 11
Oktober 24 http://kompas.com/kompas cetak/414/11/daerah/131775.htm [4 Aovember 2
4j
O Hadi, P.U. dan A. Ilham. 22. Problem dan prospek pengembangan usaha pembibitan sapi p
otong di Indonesia. 1urnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21(4): 148 157.
O Kompas, 29. Swasembada Daging Sapi 214. 9 Aovember 29. http://m.kompas.com. Aov
ember 29

Anda mungkin juga menyukai