Anda di halaman 1dari 89

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN BERDASARKAN

PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG


PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2010
TENTANG PAJAK DAERAH DI KOTA SINGKAWANG

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai


Gelar Sarjana (Strata-1) Pada Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta Diajukan Oleh:

Nama : Wilman Hendrysal

Nim : 20160610154

Jurusan : Ilmu Hukum

Kosentrasi : Hukum Administrasi Negara

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021

i.
HALAMAN PERSETUJUAN

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN BERDASARKAN


PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH
DI KOTA SINGKAWANG

Disusun Oleh:

Wilman Hendrysal
NIM: 20160610154

Telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi pada 2021

Dosen Pembimbing

Bagus Sarnawa, S.H., M.Hum.


NIK. 19680821 199303 1 003

i. ii
HALAMAN PENGESAHAN

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN BERDASARKAN


PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH
DI KOTA SINGKAWANG

Telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada ujian


akhir/pendadaran Pada hari dan dinyatakan lulus.

Tim Penguji Tanda Tangan

1. Ketua : Beni Hidayat S.H.,M.Hum. ….……….…..


NIK. 19731231199804 153 030
2. Anggota : Bagus Sarnawa, S.H., M.Hum. ………………
NIK. 19680821 199303 1 003
3. Anggota : Sunarno, S.H., M.Hum., Ph.D. ..……………..
NIK. 19721228200004 153 046

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum.


NIK 19710409199702153028
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Bismillahirrahmanirrahim

Saya yang betanda tangan dibawah ini:


Nama : Wilman Hendrysal
Nim : 20160610154
Judul : PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN
BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2017
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 11
TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DI KOTA SINGKAWANG

Dengan ini menyatakan bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil


penelitian, pemikiran dan pemaparan asli dari penulis. Sepanjang pengetahuan
penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis dan diterbitkan orang lain,
kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah
yang telah lazim.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena
karya tulis ilmiah ini dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari
pihak manapun.
Bantul, 16 Oktober 2020

Wilman Hendrysal
20160610154
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbal’alamin

Alhamdullilah skripsi ini telah saya selesaikan dengan InsyaAllah baik. Skripsi ini

saya persembahakan kepada:

1. Untuk orangtua saya ayah Nurman S.H.,M.Kn.dan mama Heny Suharni

yang tercinta, terimakasih telah mendidik saya dengan baik dan tegas.

Terimakasih atas kasih sayang Ayah dan Mama. Tidak juga lupa

terimakasih atas doa-doa Ayah dan Mama sehingga saya dapat

menyelesaikan pendidikan sampai S1 ini dengan baik. Terimakasih untuk

semua yang telah diberikan.

2. Kepada Adik saya Muhammad Risman Firtony terimakasih atas motivasi,

doa dan dukungan selama ini.

3. Untuk keluarga besar Aminullah dan Arbini, saya ucapkan juga

terimaksaih untuk doa dan dukungannya.


MOTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguh nya bersama

kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan),

tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah

engkau berharap.” (Qs. Al-Insyirah: 6-8)

“Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah

dilaksanakan/dipebuatnya.” (Ali Bin Abi Thalib)

‘’Barang siapa yang memudahkan jalannya orang menuntut ilmu, maka Allah

memudahkan jalan ke surga’’ (H.R. Tirmidzi)


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr.Wb.

Alhamdulillahhirabbil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan

kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuni, dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak lupa shalawat serta

salam tetap tercurah kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga dan para sahabatnya serta semua pengikutnya sampai di akhir zaman.

Adapun skripsi ini disusun untuk sebagai tugas akhir dan suatu syarat mencapai gelar

sarjana di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, maka penulis

menyusun skripsi ini dengan judul: “PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK

RESTORAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2017

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN

2010 TENTANG PAJAK DAERAH DI KOTA SINGKAWANG”. Dalam penulisan

skripsi ini, penulis tidak lepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga

akhir.
2. Dr. Trisno Raharjo, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bagus Sarnawa, S.H., M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi ini

ia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dorongan serta pengetahuan yang sangat berguna bagi penel
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah mendidik, membimbing dan memberikan pengarahan sert
tercinta, terimakasih yang tak terhingga atas doa,

pengorbanan, ketulusan, dorongan semangat dan kasih sayang yang

tak pernah habis untuk penulis baik dukungan secara moriil maupun

materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi ini

dengan baik.

6. Teman-temanku Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta yang tak bisa penulis sebut satu-persatu terimakasih atas

doa dan semangat serta dorongan kalian berikan satu sama lain untuk

memperjuangkan impian masing-masing.

Dan kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah memberikan semangat serta doa kepada penulis. Atas segala kebaikan

yang diberikan kepada penulis semoga Allah SWT memberikan balasan yang

setimpal dan diberi karunia serta pahala.


Penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, ountuk itu dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun.Dan akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat

untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Wassalamu’alaikum. Wr.Wb

Bantul, 16 Oktober 2020

Wilman Hendrysal
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.....................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.....................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................................v
MOTTO........................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR................................................................................................vii
DAFTAR ISI..................................................................................................................x
ABSTRAK...................................................................................................................xii

BAB I..............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................7
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................8
D. Manfaat Penelitian................................................................................................8

BAB II............................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................9
A. Pemerintahan Daerah............................................................................................9
B. Otonomi Daerah..................................................................................................14
C. Pengertian Pajak..................................................................................................26
D. Retribusi..............................................................................................................38

BAB III.........................................................................................................................42
METODE PENELITIAN...........................................................................................42
A. Jenis Penelitian...................................................................................................42
1. Penelitian Hukum Yuridis...........................................................................................42
2. Penelitian Hukum Empiris................................................................................43
B. Lokasi Penelitian dan Sumber Data....................................................................43
1. Data Primer........................................................................................................43
2. Data Sekunder...................................................................................................44
C. Teknik Pengumpulan Data..................................................................................45
D. Analisis Data.........................................................................................................46

BAB IV.........................................................................................................................47
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...................................................................47
A. Deskripsi Wilayah Penelitian.............................................................................47
1. Profil Kota Singkawang..........................................................................................47
2.Profil Badan Keuangan dan Aset Daerah Kota Singkawang.........................51
B. Pengaturan Pajak Restoran di Kota Singkawang................................................54
C. Pelaksanaan Pajak Restoran Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Kota Singkawang................................................................................................55
D. Faktor Penghambat Pemungutan Pajak Restoran...............................................60
BAB V..........................................................................................................................58
PENUTUP....................................................................................................................58
A. Kesimpulan.........................................................................................................58
B. Saran....................................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................60
ABSTRAK

Pajak mempunyai fungsi yang sangat penting bagi negara baik sebagai
pengatur kegiatan-kegiatan dalam mengelola anggaran Negara maupun
sebagai alat untuk membiayai kegiatan pemerintah. Secara umum pajak adalah
pungutan dari masyarakat oleh negara indonesia (pemerintah) berdasarkan
undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib
membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas
jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
hukum yuridis-empiris yaitu dengan dilatar belakangi kesesuaian anatara hasil
wawancara dengan metode penelitian yang dibutuhkan penulis dalam
menyusun skripsi ini.Teknik pengumpulan data menggunakan teknik empiris
kualitatif yaitu dengan melakukan Tanya jawab secara langsung antara peneliti
dengan responden atau narasumber, dalam hal ini yaitu Badan Keuangan
Daerah Kota Singkawang. Hasil penelitian menunjukan bahwa Badan
Keuangan Daerah Kota Singkawang telah melakukan tugas dan fungsinya
sesuai prosedur yaitu memberi pengarahan dan membuat Surat Peringatan/
Surat Teguran kepada restoran – retoran yang belum membayar kewajiban
dalam membayar pajak daerah terutama kota singkawang. Permasalahan yang
penulis kaji dalam studi ini terkait dengan Sikap masyarakat yang sesukanya
untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya mengakibatkan satu masalah
baru, yaitu menimbulkan utang pajak bagi wajib pajak terutama pada Restoran
yang ada di Kota Singkawang yang semakin meningkat setiap waktu sehingga
telah menjadi pekerjaan rumah baru bagi Pemerintah Daerah Singkawang.
kota Singkawang telah mengeluarkan peraturan daerah Nomor 6 Tahun 2017
tentang perubahan atas peraturan daerah Nomor 11 Tahun 2010 yang
menetapkan peraturan tentang pajak daerah.

Kata Kunci: pajak daerah, peraturan daerah, restoran


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia melaksanakan reformasi sistem perpajakan untuk pertama

kalinya pada tahun 1983. Hal ini ditandai dengan terbentuknya self assessment

system dan implementasi regulasi baru pada saat itu. Pajak daerah paling awal

tidak diterapkan hingga tahun 1997. Sebelum reformasi pajak dan retribusi

daerah, setiap pemerintah daerah merumuskan banyak jenis pajak dan retribusi

daerah. Setelah dicek keadaannya, masing-masing daerah tidak mampu

menunjukkan kinerjanya sebagai sumber pendapatan daerah dalam APBD melalui

Pendapatan Asli Daerah (PAD) daerah.1

Otonomi daerah memang dapat membawa perubahan positif bagi daerah

dalam hal otonomi daerah. Karena sistem pemerintahan yang terpusat cenderung

menempatkan daerah sebagai partisipan atau periferal yang kurang penting dalam

pembangunan, maka kewenangan tersebut menjadi tertanam. Sejak pelaksanaan

otonomi daerah, model hubungan pusat dan daerah mengalami perubahan yang

berdampak cukup besar, termasuk dalam pengelolaan keuangan daerah otonom

akibat pelaksanaan desentralisasi. “Kebijakan desentralisasi tersebut membuka

peluang bagi pemerintah daerah untuk memaksimalkan pendapatan daerah.2

Realisasi tujuan tersebut harus memperhatikan aspek-aspek tertentu, yaitu dalam

pembiayaan pembangunan, salah satunya dengan mewujudkan kemandirian dan

merealisasikan dari suatu bangsa yaitu dengan menggunakan sumber dana yang

berasal dari dalam negeri berupa pajak. Memanfaatkan pendapatan asli daerah,

1
Wildah Mafaza. (2016). Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Dalam Pendapatan Asli
Daerah”, Jurnal Perpajakan (JEJAK).Vol. 11 No. 1 hlm. 1.
2
Soraya Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Sejarah (Makassar: Alauddin Press, 2011), hlm. 73
1
pemerintah daerah melakukan upaya keras untuk mencari sumber-sumber

pendapatan yang mempunyai potensi seraya memaksimalkan sumber-sumber

pendapatan asli daerah yang telah dipungut selama ini. Upaya untuk membuat

kemandirian daerah, pendapatan asli daerah menjadi faktor yang sangat penting,

dimana PAD akan menjadi sumber dana dari daerah sendiri.

“Pendapatan Asli Dareah (PAD), kita akan ber- fokus pada dua aspek

utama, yaitu pajak dan retribusi, meskipun masih banyak aspek penerimaan

resmi lain yang masih tergolong dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah

satu cara untuk meningkatakan penerimaan daerah yaitu dengan

memaksimalkan potensi dalam sektor pariwisata. Keterkaitan industri pariwisata

dengan penerimaan daerah berjalan melalui jalur PAD dan bagi hasil

pajak/bukan pajak. Prioritas memajukan pembangunan sektor ekonomi masih

bergantung pada bagaimana tindakan pemerintah dengan dukungan atau

partisipasi masyarakat disebut partisipasi masyarakat dalam pembangunan

ekonomi, karena jika kita melihat kenyataan bahwa negara berkembang selalu

menghadapi kondisi atau masalah status, Dibandingkan dengan kenyataan

bahwa negara maju biasanya ini lebih sulit daripada di negara yang disebut

modernisasi. Modernisasi adalah proses dimana penduduk suatu negara

mengenali dan memahami keterbelakangannya dengan membandingkan dengan

negara atau penduduk lain, kemudian melakukan upaya agar prestasi yang telah

dicapai dapat mengurangi ketertinggalannya terhadap negara atau penduduk

lain

2
Di antara berbagai sumber pendapatan lain yang dapat dipungut oleh masing-

masing daerah, “Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Perimbangan Keuangan

antara Pusat dan Daerah” menetapkan bahwa pajak dan retribusi daerah

merupakan salah satu sumber pendapatan yang berasal dari daerah dan dapat

didasarkan pada kondisi mereka sendiri. Pembangunan "Zona Pembangunan

Nasional Indonesia pada dasarnya dilakukan oleh masyarakat bersama dengan

pemerintah dan makadari itu peran masyarakat dalam pembiayaan pembangunan

harus terus ditumbuhkan dengan meningkatkan kewajiban untuk membayar pajak,

jelas bahwa pajak sebagai sumber terbesar penerimaan negara untuk membiayai

pembangunan yang telah direncanakan, dan yang akan menikmati hasilnya

jugauntuk masyarakat, oleh karena itu penting sekali meningkatkan pemasukan

suatu negara dari sektor pajak dengan mewajibkan untuk wajib pajak membayar

pajak.

Klasifikasi pajak Indonesia dapat dibagi menjadi dua (dua) kategori pajak

pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah

pusat. Sedangkan pajak daerah dikelola oleh pemerintah provinsi dan kabupaten /

kota. Pajak termasuk pajak pusat Indonesia saat ini adalah pajak penghasilan

(PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM), dan bea materai. Sedangkan pajak daerah dibagi menjadi pajak

provinsi, antara lain pajak kendaraan bermotor, biaya transfer kendaraan bermotor,

pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok.

Sedangkan Pajak Kabupaten / Kota meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak

hiburan, pajak iklan, pajak penerangan jalan, pajak mineral dan batuan bukan

logam, pajak parkir dan pajak.


Pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak tanah dan bangunan perkotaan

dan pedesaan, biaya pembelian tanah dan bangunan .3” Secara umum perpajakan

didasarkan pada pajak yang dipungut kepada masyarakat oleh negara Indonesia

(pemerintah). Undang-undang ini diberlakukan oleh mereka yang wajib

membayar pajak secara langsung tetapi belum memperoleh kinerja secara

langsung (anti prestasi / remunerasi). Hasilnya adalah Untuk mendanai belanja

negara untuk pemerintahan dan pembangunan.Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun

2000 tentang perubahan atas UU Nomor Tahun 1997 tentang pajak daerah dan

retribusi daerah dalam, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah “iuran wajib

yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan

langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.4

Pajak mempunyai fungsi yang sangat penting bagi negara baik sebagai

pengatur kegiatan-kegiatan dalam mengelola anggaran Negara maupun sebagai

alat untuk membiayai kegiatan pemerintah maka perlu ditumbuhkan adanya

kesandaran dalam masyarakat untuk membayar pajak.Membahas tentang pajak

tidak hanya soal uang yang dikeluarkan wajib pajak kepada Negara akan tetapi

harus melihat keadaan kehidupan dan kesejahteraan orang lain seperti yang dapat

kita lihat di suatu daerah.

3
E.S. Maznawaty., V. Ilat., I. Elim. (2015) “Analisis Penerimaan Pajak Daerah Dalam Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku Utara”, Jurnal Emba, Vol.3, No.3, hlm. 907
4
Puja Rizqy Ramadhan. (2019). “Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara”, Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol 5, No 1, hlm. 82.
Hukum pajak termasuk dalam hukum publik, yang mana merupakan suatu

bagian dari tata tertibatauaturan yang mengatur hubungan antara penguasan dan

masyarkat. Dengan demikian, hukum pajak memuat cara mengatur pembayaran

pajak yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengam hukum

Pajak adalah peraturan yang menetukan dan menentapkan kewajiban bagi warga

negara untuk membayar pajak pada negara. Pemungutannya bersifat memaksa dan

mengandung ketentuan sanksi hukum bagi pelanggarnya.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan dan “Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa merupakan landasan hukum bagi Pemerintah

untuk melaksakan pemungutan pajak. Dalam kedua undang-undang tersebut,

pemerintah memiliki hak untuk memungut pajak dan menjatuhkan sanksi

administratif dan pidana kepada mereka yang gagal menjalankan tugasnya.

Menurut undang-undang, pemerintah sudah memiliki kekuatan koersif yang kuat

dan senjata yang ampuh, tetapi kesadaran publik masih perlu membayar. Hal ini

terlihat jelas dari kegagalan implementasi rencana perpajakan dalam beberapa

tahun terakhir, banyaknya kasus penggelapan pajak, banyaknya kasus

penyelundupan penggelapan pajak, hingga seruan boikot pajak dan berbagai kasus

perpajakan lainnya.

Sistem perpajakan yang menggunakan sistem self assessment (Merupakan

sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada wajib pajak untuk

menentukan sendiri beasarnya pajak).5 Masyarakat yang wajib pajak diberi

kesempatan untuk melaksanakan kewajiban membayar pajakannya sendiri,dengan

5
Mardiasmo,2018,Perpajakan, penerbit Andi,Yogyakarta,hlm. 9.
suatu harapan masyarakat akan memenuhi kewajiban pajakannya dengan benar,

apabila pemahaman masyarakat yang semakin dewasa dan peduli terhadap

pentingnya untuk membayar pajak, bukan tidak mungkin sifat memaksa pajak

akan hilang dengan sendirinya.

Masyarakat yang sesukanya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya

mengakibatkan satu masalah baru, yaitu menimbulkan utang pajak bagi wajib

pajak.Contoh kasusnya seperti di Kota Singkawang yang mana merupakan

daerah yang masuk kedalam lingkup Daerah Kalimantan Barat yang seperti kita

ketahui bahwa daerah Singkawang merupakan kota yang banyak pengunjungnya

hampir setiap pekannya masyarakat Kalimantan barat berlibur ke Kota

Singkawang.

Kenaikan jumlah pengunjung yang dalam hal ini adalah para pendatang

yang ingin berlibur didaerah wisata Kota Singkawang.. Sehingga di mungkinkan

bagi para pengunjung membutuhkan tempat makan dalam berwisata. Berbagai

macam pilihan tempat makan atau restoran tersedia di seluruh Kota singkawang

mulai dari restoran, rumah makan, warung tegal.

Restoran di Kota Singkawang semakin meningkat setiap waktunya.

Semakin menjamurnya restoran di Kota Singkawang telah menjadi pekerjaan

rumah baru bagi Pemerintah Daerah Singkawang. Restoran memang relatif lebih

mahal dibandingkan rumah makan ataupun warteg, namun jika restoran tersebut

dalam jumlah besar maka tak khayal akan menjadi lahan baru bagi perpajakan di

daerah khususnya Kota Singkawang. Salah satu kota berkembang seiring dengan

meningkatnya bisnis rekreasi atau pariwisata adalah Pajak Restoran. Sektor ini

memiliki prospek yang bagus untuk penerimaan daerah karena dengan


meningkatknya sektor pariwisata, penerimaan Pajak Restoran juga akan meningkat

sehingga dapat menyumbangkan kontribusi yang cukup besar satu jenis pajak yang

memiliki prospek bagus dan bisa menambahkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kota Singkawang telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017

tentang perubahan atas peraturan daerah Nomor 11 Tahun 2010 yang menetapkan

peraturan tentang pajak daerah.Peraturan ini dirasa memberikan sumbangsih pada

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Singkawang agar dapat memberikan

kemajuan pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat wilayah tersebut.

Tetapi kurang rincinya peraturan tersebut mengakibatkan hal-hal lain yang

menyangkut tentang kejelasan restoran dengan nilai pendapatan, keadaan fisik,

sarana dan prasarana atau hal-hal yang lain tentang restoran tidak disebutkan dalam

Perda tersebut. Hal ini dapat membuat para pemilik restoran yang terkena pajak

restoran semakin melalaikan kebijakan yang ada karena cemburu kepada pemilik

restoran lain yang tidak terkena pajak serta tidak semua restoran menghasilkan

pendapatan tinggi.

Kebijakan tentang pajak restoran tersebut dirasa masih terlalu sederhana dan

seperti dipaksakan berlaku di masyarakat. Hal ini yang mendorong penulis untuk

membahas lebih lanjut terkait pajak khususnya di Kota Singkawang yang berjudul

“Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor

6 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan daerah Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Pajak Daerah Di Kota Singkawang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan, maka penulis

merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak restoran dalam


peningkatan pendapatan asli Daerah Kota Singkawang ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan pemungutan

pajak restoran Daerah Kota Singkawang?


C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak restoran dalam


peningkatan pendapatan asli Daerah Kota Singkawang.
2. Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang menghambat pelaksannan
pemungutan pajak restoran Daerah Kota Singkawang

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dunia

akademis yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

memberikan gambaran informasi secarta umum kepada pihak-pihak

yang membutuhkan studi yang berkaitan dengan Pajak.

2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan pada Pemerintah untuk dapat

meningkatkan Efektifitas Pajak, dalam hal ini melalui faktor apa saja

yang mempengaruhi pendapatan pajak.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015

juncto (jo). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat daerah menurut asas Otonomi Daerah dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemerintah Daerah merupakan salah satu dari alat dalam sistem

penyelenggaraan pemerintahanan. Pemerintah daerah juga merujuk kepada

otoritas administratif dari suatu daerah yang lebih kecil dari pada sebuah

negara. Dimana negara Indonesia adalah merupakan sebuah negara dengan

wilayahnya yang terdiri dari atas berbagai daerah-daerah Provinsi. Daerah

provinsi itu juga dibagi lagi menjadi atas daerah Kabupaten dan daerah

Kota. Setiap daerah provinsi, maupun daerah kabupaten, dan daerah kota

juga mempunyai pemerintahan daerah yang juga diatur dengan undang-

undang. Kepala daerah juga yang berperan sebagai badan eksekutif yang

menyusun dan melaporkan anggaran untuk mendapatkan persetujuan,

kemudian melaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.6

Menurut The Liang Gie, Pemerintah Daerah adalah satuan-satuannya

organisasi dari pemerintah yang berwenang untuk

6
Putra, Rizal Fauzi Pradana, 2016, Peran Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah Di Kabupaten Cilacap, Yogyakarta, Fakutas Hukum Universitas Muhammadiyah hlm. 7
menyelenggarakan segenap tugas kepentingan setempat dari sekelompok

yang mendiami suatu wilayah yang dipimpin oleh kepala pemerintahan

daerah.7

Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah

diatur dalam undang-undang, bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah

diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat,

serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip

demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.8”

Pengertian tersebut, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi

atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah

kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan

daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-

undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota

mengatur sendiri urusan pemerintahannya.9

“UUD 1945 hasil amandemen pada Bab VI Pasal 18 ayat (3)

dikatakan, bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota

memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya

dipilih melalui pemilihan umum. Selanjutnya tentang pemerintahan daerah

provinsi, kabupaten, dan kota dikatakan pula, bahwa Gubernur, Bupati

dan Walikota masing-masing


7
The Liang Gie, 1968, Pertumbuhan Daerah PemerintahanDaerah di Negara Kesatuan
RepublikIndonesia, Gunung Agung, Jakarta, hlm. 44
8
Ani Sri Rahayu, 2018, Pengantar Pemerintahan Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.2
9
Ibid, hlm. 2.
sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota.” Melalui
pemahaman tersebut, dapat dikatakan bahwa pemerintahan daerah adalah

perangkat pemerintah daerah beserta DPR Daerah.Maka, adapun

pemerintahan daerah kabupaten/kota adalah bupati/walikota beserta

DPRD Kabupaten/kota.

“Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali

urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai rusan

pemerintah pusat.Pemerintah daerah berhak menempatkan peraturan

daerah dan peraturan- peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan

tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan

daerah diatur dalam undang-undang.10

UUD 1945 Bab VI Pasal 18 tentang Pemerintah Daerah, secara

eksplisit dijelaskan dengan umum bagaimana pemerintah daerah berfungsi

dalam pembangunan dan pemerintahan negara sebagai berikut:11

1. Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, Peme2rintah daerah provinsi,

kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonom daerah dan tugas pembantuan.

2. Pasal 18 ayat (5) UUD 1945, pemerintah daerah menjalankan

otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh

undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.

3. Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, pemerintah daerah berhak

menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk

melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”

10
Ibid, hlm. 3
11
Andi Pangerang dan Syafa’at Anugrah, 2018, Pokok-Pokok Hukum Pemerintahan Daerah, hlm 34
Dalam Penyelenggaraan pemerintahan di daerah terdapat asas-asas

penyelenggaraan pemerintahan daerah yakni sebagai berikut:

a. Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang

mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara

negara. Kepastian hukum sebagaimana dimaklumi bahwa suatu

negara hukum asas legalitas tidak boleh ditinggalkan, meskipun

hal ini berlainan secara factual dengan apa yang telah ada,

namun tidak boleh bertentangan.

b. Tertib penyelenggara negara

Asas tertib penyelenggara negara adalah asas yang menjadi landasa

keteraturan, kesesuaian, dan keseimbangan dalam

pengendalian penyelenggara negara.

c. Kepentingan umum

Asas kepentingan umum adalah asas yang Memprioritaskan

prinsip kepentingan bersama dengan cara yang ambisius,

inklusif, dan selektif.

d. Keterbukaan

Asas keterbukaan adalah hak untuk terbuka kepada publik untuk

memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif

tentang penyelenggaraan negara, dengan tetap memperhatikan

asas perlindungan individu, hak asasi manusia golongan, dan

rahasia negara.
e. Proposionalitas

Asas proporsionalitas merupakan asas yang mengutamakan

keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara

negara.

f. Akuntabilitas

Asas akuntabilitas merupakan asas yang menetapkan bahwa

setiap kegiatan dan hasil akhir penyelenggara negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada publik atau masyarakat selaku

penguasa tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

g. Efisiensi

Asas efisiensi adalah asas yang bertujuan untuk meminimalkan

penggunaan sumber daya dalam penyelenggaraan pemerintahan

nasional untuk mencapai hasil kerja yang baik.

h. Efektivitas

Prinsip efektivitas adalah prinsip yang berorientasi pada tujuan

dengan cara yang efektif dan efisien.

i. Keadilan

Asas keadilan dalam setiap perbuatan dalam penyelenggaraan

negara harus mencerminkan keadilan setiap warga negara secara

proporsional.

Urusan yang tidak diserahkan kepada daerah dalam rangka

pelaksanaan asas desentralisasi yang merupakan kewenangan dan

bertanggung jawab daerah sepenuhnya. Dalam hal ini sepenuhnya


pembiayaan, demikian juga dengan perangkat daerah itu sendiri,

yaitu terutama dinas-dinas yang ada di daerah.12

Penyelenggaraan fungsi dari pemerintahan daerah yang akan

terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan

diikuti dengan pemberiansumber-sumber dari penerimaan yang cukup

kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-UndangNomor 33

Tahun 2004 Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan serta diselaraskan

dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua

sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang

akan diserahkan kepada daerah menjadi sebagai sumber keuangan

daerah.Pemerintah Daerah adalah salah satudari aparat/pejabat yang

mana berurusan langsung dengan masyarakat. Yang di maksud kepala

daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah

sebagai unsur dari penyelenggaraan pemerintahan daerah.13

Ketetapan Nomor 33 Tahun 2004 mengatur keuangan negara,

terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu kekuasaan

pengelolaan keuangan nasional adalah bagian dari kekuasaan pemerintah,

dan bagian keuangan nasional presiden memberikan kekuasaan

pengelolaan dari kekuasaan negara. . Gubernur / bupati / walikota

berfungsi sebagai kepala daerah, bertanggung jawab mengelola keuangan

daerah, dan memiliki kekayaan daerah tersendiri atas nama pemerintah

daerah.
12
Daan Suganda, 1992, Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, Pemerintahan di Daerah, .Sinar Baru,
Bandung , hlm. 87
13
Suharizal,Muslim Chaniago, 2017, Hukum Pemerintahan Daerah, Thafa Media, Yogyakarta, hlm.49
B. Otonomi Daerah

Istilah otonomi daerah berasal dari penggalan dua kata bahasa Yunani,

yakni “autos” yang berarti sendiri dan “nomos” yang berarti Undang-

Undang. Otonomi Daerah merupakan esensi dari pelaksanaan pemerintahan

daerah yang desentralistik, namun dalam perkembangannya konsep otonomi

daerah selainmengandung arti zelfwetgeving (membuat peraturan sendiri) juga

mencangkup zelfbestuur (pemerintahan sendiri).14 C.W. Van Der Pot

memahami konsep otonomi daerah sebagai eigen huishouding (menjalankan

rumah tangganya sendiri).15 Oleh karena itu, otonomi daerah dapat dipahami

sebagai kewenangan atau kekuasaan suatu daerah atau daerah untuk mengatur

dan mengurus sendiri pemerintahannya untuk kepentingan wilayah atau

wilayah Indonesia dan masyarakat setempat dalam sistem negara kesatuan

Indonesia. Pengertian yang lebih luas dapat dipahami sebagai kekuasaan atau

kekuasaan untuk mengatur dan mengelola otonomi suatu daerah atau daerah

untuk pengaturan perimbangan ekonomi, politik dan keuangan (termasuk

masyarakat) untuk mengatur kepentingan, budaya dan kesadaran daerah atau

daerah dan masyarakat setempat. bentuk adat istiadat, adat istiadat masing-

masing lingkungan di setiap daerah.16

14
Agus Salim Andi Gadjong, 2007, Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum, Cetakan Pertama,
Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 108-109.
15
Laica Marzuki, 2006, Berjalan-Jalan di Ranah Hukum, Cetakan Kedua, Edisi Revisi, Sekretariat Jenderal
& Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta,hlm.161.
16
Lukman Santoso, 2015, Hukum Pemerintahan Daerah, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
hlm.73-74.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Daerah Pasal 1 huruf (c) yang berbunyi: “Otonomi Daerah

adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang undangan yang

berlaku”. Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 huruf (h) yang berbunyi: “Otonomi

Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakatsesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Setelah di

revisi kembali Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah berganti menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah Pasal 1 Ayat (5) yang berbunyi: “Otonomi Daerah

adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang- undangan”.17

“Setelah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan

zaman, keadaanb, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelanggaraan

pemerintahan daerah, maka Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah” diganti menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 Ayat (6) yang berbunyi: “Otonomi

Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”, kemudian pada

17
Ibid, hlm.74.
Hakikatnya Otonomi daerah diberikan sebagai kesatuan masyarakat

hukum, dan rakyat berhak mengurus dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan sesuai dengan keinginan dan kepentingan masyarakat,

sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan

masyarakat lainnya. minat. . Kekuasaan tersebut diberikan oleh pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah, dalam proses pelaksanaannya dilaksanakan

oleh kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan

bantuan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). "Konsep otonomi daerah,

menurut Ismail Sunny sebagaimana yang dikutip oleh Ni’matul Huda, ada

lima tingkatan, yaitu:18

1. Sebuah negara kesatuan dengan otonomi terbatas.

Melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang

Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Indonesia menjadi

contoh negara yang menuntut otonomi terbatas. Meski

mengedepankan prinsip desentralisasi, esensinya sangat

sentralistik. Ini memberdayakan pemerintah pusat dalam

banyak hal.

2. Sebuah negara kesatuan dengan otonomi luas. Secara

ekonomi, otonomi luas harus didukung oleh kekayaan dan

keuangan. Oleh karena itu, perlu disusun regulasi tentang

perimbangan kekayaan finansial antara pemerintah pusat

dan pemerintah daerah. Keseimbangan ini diperlukan agar

18
Ni’matul Huda,2005, Otonomi Daerah, Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika Cetakan
Kedua, Pustaka Pelajar, hlm.87-88.
pengelolaan kekayaan dan keuangan tidak hanya di tangan

pemerintah pusat.

3. “Negara quasi federal dengan provinsi atas kebaikan


pemerintah pusat.

Ciri-ciri Negara semacam ini adalah kekuasaan pada

pemerintah pusat untuk menentukan berlaku tidaknya

keputusan- keputusan yang ditetapkan oleh daerah-daerah

bagian. Karenanya, negara model-model begini disebut

juga Negara Federal Semu.”

4. “Negara Federal dengan pemerintahan federal, seperti

Negara Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan

Swiss.”

5. “Negara Konfederasi dengan bentuknya yang paling

ekstrem, suatu negara dapat dikatakan berbentuk

konfederasi jika pemerintah pusat bergantung pada

“goodwill”yakni negara-negara anggota konfederasi atau

negara- negara anggota “commonwealth”.”

“Konsep otonomi daerah, dikenal pula asas desentralisasi, asas

dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Sehingga sebagai konsekuensi

dari pemberlakuan otonomi daerah tersebut, maka dibentuk pula perangkat

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yaitu melalui


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang

kemudian diganti lebih relevan dengan Undang- Undang Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah.19” “Dalam sistem representasi sosial, negara

merupakan organisasi yang cukup luas, dilihat dari sudut empiris selalu

mengikuti prinsip sentralisasi sejak lahir hingga akhir hayat. Namun,

organisasi besar dan sangat kompleks seperti organisasi bentuk negara

Indonesia tidak hanya dapat memenuhi prinsip sentralisasi, tetapi juga

sangat membutuhkan prinsip desentralisasi. Oleh karena itu, mengadopsi

prinsip desentralisasi tidak berarti melepaskan prinsip sentralisasi. Seperti

yang ditegaskan Herbert Werlin, ia mengatakan bahwa tanpa asas

sentralisasi maka asas desentralisasi tidak akan terjadi, oleh karena itu

untuk menjalankan suatu organisasi sebagai negara harus menerapkan asas

good governance yaitu pada asas. Sentralisasi, Prinsip Desentralisasi,

Prinsip Desentralisasi dan Prinsip Pengelolaan Bersama.20”

“Dalam otonomi daerah hubungan kewenangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lain bertalian dengan cara pembagian

urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah

tangganya. Cara penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi

terbatas atau otonomi luas. Dapat digolongkan sebagai otonomi terbatas

apabila.21 Pertama, urusan rumah tangga daerah ditentukan secara kategori

19
Ibid, hlm 81
20
Sirajuddin.2016, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah, Cetakan Pertama, Setara , Malang,hlm.52-
53.
21
Bagir Manan,2001 Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH UII, Yogyakarta, hlm.37
dan pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula.

Kedua, apabila sistem supervise dan pengawasan dilakukan sedemikian

rupa, sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan

secara bebas cara-cara untuk mengatur dan mengurus rumah tangga

daerahnya. Ketiga, sistem hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan

kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak dari

otonomi daerah itu sendiri.Otonomi luar biasa bertolak dari prinsip

diatas,maka semua urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan

rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan sebagai urusan pusat.Dalam

negara modern, lebih-lebih apabila dikaitkandengan paham negara

kesejahteraan, urusan pemerintahan tidak dapat dikenal jumlahnya.22”

“Otonomi Daerah yang dicanangkan seperti sekarang ini

diharapkan akan meningkatkan dan mempercepat perkembangan yang

sangat signifikan terhadap pertumbuhan pembangunan daerah, disamping

itu juga menciptakan keseimbangan pembangunan antar daerah di

Indonesia. Kebijaksanaan pembangunan yang sentralistik dampaknya

sudah kita ketahui, yaitu adanya ketimpangan antar daerah, terutama antara

Jawa dan luar Jawa dan antara Indonesia Bagian Barat dan Indonesia

Bagian Timur. Ahli pembangunan ekonomi regional sudah melanjutkan

kajian yang intensif akan hal tersebut, akan tetapi pembangunan daerah

tidak akan datang dan terjadi dengan begitu saja. Pembangunan di daerah”

“baru akan berjalan jika sejumlah prasyarat dapat terpenuhi, terutama oleh

para penyelenggara pemerintahan di daerah, yaitu pihak


22
Ibid, hlm 37
Legislatif dan Eksekutif di daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta

DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota). 23

Otonomi Daerah memiliki sejumlah kewenangan, terutama 11 (sebelas)

kewenangan yang wajib terpenuhi, sebagaimana yang telah ditentukan oleh

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Kesebelas kewenangan yang wajib terpenuhi itu merupakan modal dasar yang

sangat penting untuk pertumbuhan pembangunan daerah yang diharapkan oleh

Pemerintah Daerah.Dibawah ini ada 5 (lima) hal yang harus diperhatikan oleh

Pemerintah Daerah antara lain sebagai berikut:”

1. Fasilitas

Di antara fungsi lainnya, fungsi pemerintah daerah yang sangat

penting adalah memajukan segala bentuk kegiatan di daerah, khususnya

di bidang ekonomi. Segala bentuk perizinan harus disederhanakan, bukan

sebaliknya, yaitu dengan menciptakan berbagai bentuk birokrasi yang

akan menyulitkan para pengusaha dan investor untuk berinvestasi di

daerah. Logika yang harus digunakan pemerintah daerah adalah

memanfaatkan sarana dan prasarana serta sumber daya lokal (tanah,

hutan, pertambangan, dll) untuk kegiatan ekonomi daerah. Yang

terpenting adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja yang seluas-

luasnya bagi warga, yang juga dapat mengurangi jumlah pengangguran

di daerah tersebut.Pemerintah daerah juga dapat memberikan fasilitas

perpajakan untuk mendorong investasi, sehingga dari segi ekonomi tidak

Hal lain hanya sebagai obyek perampasan, kegiatan tersebut hanya dapat
23
Syaukani H.R, Afan Gaffar, dan M.Ryaas Rasyid, 2003, Otonomi Daerah Dalam NegaraKesatuan,
Cetakan Ketiga, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm.217
meningkatkan pendapatan daerah. Jika pemerintah daerah memiliki

kecenderungan untuk memungut, tidak mungkin pengusaha atau investor

mencari tempat atau daerah lain untuk menanamkan modalnya, sehingga

dapat memberikan insentif usaha yang lebih baik.


2. Pemerintah Daerah Harus Kreatif

Pembangunan daerah juga terkait dengan inisiatif lokal,

inisiatif membutuhkan kreativitas pengelola pemerintahan. Oleh

karena itu, aparat pemerintah daerah memang perlu hari ini berkreasi,

jika tidak masyarakat akan mempertanyakan kemampuannya. Jika ini

terjadi, maka biasanya pemerintahannya tidak akan bertahan lama.

Jika gubernur / bupati / walikota tidak dapat menstimulasi kreativitas

pemerintah untuk mendorong dan memajukan pembangunan ekonomi,

maka tidak mungkin dia dapat memperpanjang masa jabatannya.

Kreativitas ini menyangkut bagaimana mengalokasikan dana dari dana

penyaluran umum secara tepat, adil, proporsional dan transparan.

Gaji / Honor, biaya operasional, fasilitas sosial, biaya sarana dan

prasarana material. Kreativitas juga melibatkan kemampuan

menciptakan keunggulan komparatif bagi daerah sehingga pemilik

modal di daerah dapat merasakan pertumbuhan daerahnya. ekonomis.

Kreativitas juga menyangkut kemampuan menarik dana khusus dari

pemerintah pusat sehingga dana dalam jumlah besar dari Jakarta bisa

ditarik ke daerah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus

mampu menyusun rencana sosial dan ekonomi yang menarik agar

pemerintah pusat dapat memberikan dukungan tanpa ragu.


3. Politik Lokal yang Stabil

Masyarakat dan pemerintah daerah harus menciptakan suasana

politik lokal yang kondusif bagi perkembangan dunia Sahara dan

ekonomi regional. Orang mungkin tidak ingin menambah uang di

daerah yang situasi politik lokalnya tidak stabil. Karena pemerintah

daerah tidak transparan dalam merumuskan kebijakan publik, mereka

mendorong gerakan protes dan tentu saja mengganggu jalannya

pemerintahan daerah. Selain itu, eksekutif harus bekerja dalam

suasana yang tenang untuk menstimulasi kreativitas. Seperti kita

ketahui bersama, Gubernur / Bupati / Walikota seringkali kesal karena

anggota DPRD sangat arogan dan selalu mengancam untuk meminta

pertanggungjawaban setiap saat, jika tidak maka sistem

pertanggungjawaban tahunan akan ditolak. Jika Gubernur / Bupati /

Walikota selalu diancam atau bahkan dibekukan oleh DPRD di

kemudian hari, investor tidak akan bersedia menanamkan modalnya di

suatu daerah karena dunia usaha ingin menentukan dengan siapa harus

ditangani. Jika penanggung jawab distrik berubah setiap tahun karena

alasan yang sulit dibenarkan, ini tidak akan terjadi.

4. Pemerintah Harus Menjamin Kesinambungan.

Tren yang cukup mengejutkan dari semua sisi adalah bahwa

pemerintah daerah seringkali mengganggu tatanan yang ada. Beberapa

orang sebelumnya telah sepakat bahwa baik melalui "kontrak" dalam

negeri atau perjanjian dengan pihak asing, seringkali diancam untuk

diperiksa, bahkan pemerintah daerah yang baru ingin

menonaktifkannya berdasarkan otonomi daerah. Pengusaha asing dan


pengusaha domestik sering kesal karena mencoba merusak sikap yang

telah disepakati sebelumnya dari politisi dan birokrat lokal. Bagi

pengusaha asing, setelah kontrak ditandatangani dan ditandatangani,

memiliki hubungan hukum, jika kontrak dibatalkan, dampak

hukumnya akan sangat besar, terutama di bidang bisnis internasional.

Oleh karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan kapabilitas

aparaturnya, terutama dalam menangani bisnis internasional.

Seseorang harus ahli di bidang kontrak serta hukum perusahaan dan

komersial agar kelak bisa tertipu. Selain itu dunia usaha juga akan

terlindungi dari segi kelangsungan usaha.

5. “Pemerintah Daerah Harus Komunikatif dengan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) terutama dalam Bidang Perburuhan dan

Lingkungan Hidup.

Pemerintah Daerah sekarang dituntut untuk memahami

dengan intensif dan aspirasi yang berkembang di kalangan

perburuhan, baik yang menyangkut upah minimum dan jaminan

lainnya yang terkait hak-hak buruh pada umumnya, perlindungan

kepada buruh wanita, ataupun menyangkut keselamatan kerja, dan

kesehatan kerja.Dengan demikian Pemerintah Daerah hendaknya

menjadi jembatan antara kepentingan dunia usaha dengan aspirasi

kalangan pekerja atau buruh.Pemerintah Daerah juga harus lebih

sensitif dengan masalah atau isu lingkungan hidup. Dengan demikian

sikap-sikap radikal dari kalangan buruh yang didukung oleh Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) akan dapat di akomodasi dan pada

akhirnya dua kepentingan akan dapat terjembatani. Tentu saja sikap-

sikap yang seperti diperlihatkan oleh para pejabat masa lampau, yang
selalu memihak kepentingan pengusaha harus ditinggalkan. Kelima

unsur di atas merupakan prasyarat bagi terselenggaranya

pembangunan ekonomi daerah yang memiliki cakupan kebijakan

otonomi yang luas, peluang daerah yang sangat luas, dan sangat

tergantung pada pemerintah daerah itu sendiri.Bagi pemerintah daerah

hal yang terpenting adalah sistem yang menciptakan kesempatan kerja

bagi warga negara. Di negara modern, indikator paling mendasar dari

keberhasilan pemerintah adalah sejauh mana pemerintah berhasil

menciptakan lapangan kerja bagi warga lokal, kemudian memiliki

kemampuan untuk menghadapi inflasi sebagai penyeimbang neraca

perdagangan internasional. Inilah pertanyaan utama yang muncul

setiap kali pemerintahan berganti melalui pemilihan umum.

Penciptaan lapangan kerja merupakan isu yang sangat penting, karena

“multiplier effect” sangat tinggi, dan bidang pekerjaan sangat erat

kaitannya dengan harga diri dan martabat individu agar dapat bekerja

dan mencari nafkah. . Orang yang memiliki pekerjaan atau pekerjaan

jangka panjang memiliki martabat yang lebih tinggi daripada orang

lain yang masih menganggur. Ketenagakerjaan atau kesempatan kerja

juga berkaitan erat dengan dua aspek ekonomi yang sangat penting,

yaitu peningkatan daya beli dan tren menabung, sehingga dengan

menciptakan lapangan kerja yang tinggi maka daya beli juga akan

meningkat, yang juga akan mempengaruhi tren menabung. Akhirnya,

itu akan mempengaruhi basis pajak suatu negara. Peningkatan daya

beli berarti pajak penjualan atas barang dan jasa juga akan meningkat,

yang berarti pendapatan negara dan daerah juga akan meningkat,

kemudian semua ini akan dikembalikan kepada masyarakat dalam


bentuk proyek pembangunan dan berbagai insentif lainnya.. Roda

pembangunan juga akan berputar dengan sendirinya, pada akhirnya

seiring dengan berkembangnya perekonomian maka kesejahteraan

masyarakat akan meningkat. Situasi ini hanya dapat terjadi dalam

suasana politik yang stabil di tingkat nasional dan lokal. Kestabilan

akan menentukan semangat dan kepercayaan masyarakat kepada

pemerintah, karena jika terjadi gejolak politik, ada demonstrasi harian

dan keamanan serta ketertiban terganggu, maka tidak mungkin bagi

individu atau badan hukum untuk berinvestasi di suatu tempat atau

wilayah tertentu.
C. Pengertian Pajak

Pajak dalam suatu istilah asing disebut juga : tax(Inggris); import

contribution, taxe, droit, gravamen, tasa (Spannyol) dan belasting (Belanda).

Sedangkan menurut literatur Amerika selain istilaah tax dikenal juga dengan

istilah tariff. Pajak adalah iuran yang wajib dipungut oleh pemerintah dari

masyarakat (wajib pajak) yang berguna untuk menutupi pengeluaran rutin

negara serta pembiayaan pembangunan tanpa balas jasa yang didapat serta

ditunjukkan secara langsung.

Definisi atau pengertian Pajak menurut Undang-Undang Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut: “Pajak adalah

kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung”.

Peraturan daerah Kota Singkawang nomor 6 tahun 2017 tentang

perubahan atas peraturan daerah nomor 11 tahun 2010 tentang pajak daerah

Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Pengertian pajak menurut

beberapa ahli :

1. Dr.P.J.A Andriani, pajak adalah iuran dari masyarakat kepada negara

dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajib pajak untuk membeyar

menurut peratutan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak

mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk secara

langsung.24

24
Thomas Sumarsan, 2009, Perpajakan Indonesia, Esia Media, Jakarta, hlm. 3
2. Rochmat Soemitro Pajak adalah Biaya yang dibayarkan rakyat ke kas

negara sesuai dengan undang-undang (dapat ditegakkan), tetapi tidak

ada layanan timbal (anti prestasi) yang dapat langsung dibuktikan dan

dapat digunakan untuk membayar biaya-biaya umum. Kemudian

definisi tersebut dikoreksi dan diubah menjadi: Perpajakan mengacu

pada transfer kekayaan dari masyarakat ke kas untuk menutupi

pengeluaran sehari-hari, dan surplus digunakan untuk tabungan

masyarakat, yang merupakan sumber utama investasi publik..25

3. Sommerferld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.,

Perpajakan adalah penerimaan dari swasta kepada sektor pemerintah,

bukan karena ilegalitas, tetapi pekerjaan wajib pajak dilakukan sesuai

dengan peraturan yang telah ditetapkan tanpa kompensasi langsung dan

proporsional, sehingga pemerintah dapat melaksanakan tugasnya

dengan tepat sasaran..26

a. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem dalam pemungatan pajak terbagi dalam beberapa sistem yaitu :

1. Official Assessment System


Merupakan pemungutan pajak dimana darisuatu kewenangannya

dalam penentuan besarnya pajak terutang ada di pemerintah daerah.

Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor(BBN-KB), Pajak Air Pemrukaan.

25
Andrian Sutedi, 2013, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta , hlm. 2
26
Muqodin, 1999, Perpajakan Buku Satu. Edisi Revisi, UII Press dan Ekonomi, Yogyakarta, hlm. 1
2. Self Assessment System

Merupakan pemungutan pajak yang kewenangannya ada didalam

wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Contoh: Pajak

3. With Holding System

Ini adalah sistem pemungutan pajak yang memberi pihak ketiga

(bukan otoritas pajak, atau wajib pajak yang bersangkutan)

kekuatan untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar oleh

wajib pajak atau sejumlah kecil pajak. Fitur-fitur tersebut adalah

kekuatan untuk menentukan jumlah yang harus dibayarkan kepada

wajib pajak oleh pihak ketiga, otoritas pajak, dan pihak selain

wajib pajak..27

b. Asas- Asas Pajak

“Terdapat asas-asas yang harus diperhatikan dalam pengenaan

pajak. Menurut Adam Smith dalam bukunya The Four Maxims

terdapat 5 asas dalam pengenaan pajak yaitu sebagai berikut:

1. Asas Equality

Dalam suatu negara tidak diperbolehkan mengadakan

diskriminasi di antara wajib pajak. Pengenaan pajak terhadap

subjek pajak hendaknya dilakukan sesuai dengan

kemampuannya.

27
Hasan, Faisal ibnu, 2017, Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Self Assesment Sistem , Yogyakarta, hlm 11
2. Asas Certainty

Pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak harus pasti untuk

menjamin adanya kepastian hukum, baik mengenai subjek,

objek, besarnya pajak, dan saat pembayarannya.


3. Asas Convenience

Pajak hendaknya dipungut pada saat paling tepat bagi para wajib

pajak.

4. Asas Effeciency

Biaya pemungutan pajak hendaknya seminimal mungkin, artinya

biaya pemungutan pajak harus lebih kecil dari pemasukan

pajaknya

5. Asas Ekonomi

Sebagai fungsi budgeter atau anggaran, pajak juga digunakan

sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, tidak

mungkin suatu negara menghendaki merosotnya kehidupan

ekonomi masyarakat, oleh karena itu pemungutan pajak harus

diusahakan agar jangan sampai menghambat lancarnya produksi

dan perdagangan. Selain itu harus diusahakan agar jangan

menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan

dan jangan samspai merugikan kepentingan umum.28”

c. Jenis - jenis pajak

Pajak Berdasarkan jenis pajak ada berapa macam yaitu :

1) Menurut Golongannya

Adapun menurut golongannya pajak terbagi dua macam :

a) Pajak Langsung

Pajak langsung ialah pajak yang dipungut secara perodik (berkal)

berdasarkan kohir (daftar piutang pajak) yang sesungguhnya yang

tidak lain dari pada tindasan-tindasan dari surat-surat ketetapan

28
Adrian Sutedi, Hukum Pajak, Op.cit., hlm. 29.
pajak. Yang dibebeankan kepada wajib pajak dan tidak bisa

dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penghasian (PPh),

Pajak kekayaan.

b) Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung ialah pajak yang hanya dipungut ketika

terdapat suatu peristiwa atau perbuatan seperti penyerahan barang

tak gerak, pembuatan suatu akta, dan pajak ini tidak dipungut

dengan surat ketetapan pajak, jadi tidak ada kohirnya.

Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea materi, Bea

balik nama dan warisan.

2) Menurut Sifatnya

Menurut sifatnnya pajak terbagi dalam dua macam :

a) Pajak subjektif

Kewajiban yang melekat pada diri seseorang/badan dan hapusnya

tergantung pada domisilinya. Merupakan Pajak yang dipengaruhi

dari keadaan subjeknya.

b) Pajak Objektif

Pajak yang melekat pada suatu objek seperti ditentukan dalam

undang-undang , dan kewajiban pajak objektif hanya timbul pada

saat dipenuhinya besarnya jumlah pajak tergantung keadaan objek

dan tidak dipengaruhi keadaan subjeknya.

c) Menurut Lembaga Pemungutnya

Berdasarkan lembaga pemungutan pajak ada dua yaitu :

1). Pajak Pusat


Pemerintah pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat, dan diawasi sesuai dengan undang-undang

perpajakan. Meski begitu, pemerintah pusat harus

melaksanakan pemungutan dan pengelolaan pajak, namun di

antara beberapa jenis pajak, sebagian dari penerimaan pajak

tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Badan yang

menganugerahkan fungsi dan wewenang administrasi

perpajakan adalah Administrasi Perpajakan Pusat, yang

dipungut oleh pemerintah pusat. Contoh: Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB).

2). Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah yang dipungut oleh pemerintah (provinsi) dan

pemerintah (kabupaten / kota), dan pajak tersebut telah

dikelola dan dipungut oleh pemerintah daerah. Contoh: Pajak

Kendaraan Bermotor. (PKB)29

3) Pembagian Pajak berdasarkan wewenang

Pembagian pajak berdasarkan wewenang pemungutnya :

a) Pajak Pusat atau Negara

Pajak pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada

pada pemerintah pusat yang pelaksanaanya juga dilakukan

29
R.Santoso Brotodiharjo,1987,Pengantar Ilmu Hukum Pajak,PT ERESCO, Bandung, hal. 93-94
Departemen Keuangan melaluin Direktorat Jendral Pajak. Berikut

pembagagian pajak pusat :

1) Pajak Penghasilan.

2) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah.

3) Pajak Bumi dan Bangunan.

4) Bea Materai.

5) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

b). Pajak Daerah

Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada

pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh

Dinas Pendapatan Daerah. Yang mana Pajak dipungut untuk

digunakan oleh pemerintah untuk kebutuhan daerah “diatur

dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak daerah yang

berlaku saat ini dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Pajak Daerah Provinsi, sebagai berikut:

a) Pajak Kendaraan Bermotor.

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d) Pajak Air Permukaan.

e) Pajak Rokok.”
2) “Pajak Daerah Kabupaten/Kota, sebagai berikut:
a) Pajak Hotel.

b) Pajak Restoran.

c) Pajak Hiburan.

d) Pajak Reklame.

e) Pajak Penerangan Jalan.

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

g) Pajak Parkir.

h) Pajak Air Tanah.

i) Pajak Sarang Burung Wale.

j) Pajak Bumi dan Bangunan” Perdesaan dan Perkotaan.

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.30


c. “Tarif Pajak
“Tarif untuk setiap jenis pajak adalah:

Tarif pajak kendaraan bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

1). Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling

rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi

sebesar 2% (dua persen).

2). Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan

seterusnya, tarif dapat ditetapkan secara progresif paling

rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar

10% (sepuluh persen)”

30
Putri, Nurul Septiani, 2017, Upaya Pemerimtah Daerah Dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Penajam pasar Utara, Yogyakarta, hlm 10
3). Tarif pajak kendaraan bermotor “angkutan umum,

ambulans, pemadam kebakaran, sosial agama, lembaga

sosial dan keagamaan, pemerintah/TNI/POLRI,

pemerintah daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan

dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah

sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi

sebesar 1% (satu persen).”

4). “Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat besar

ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu

persen) dan paling tinggi sebesar 0,2 (nol koma dua

persen).”

5). “Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan

paling tinggi masing-masing sebagai berikut:

a). Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen).

b). Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu

persen).”

6). “Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat beratdan

alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum,

tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing

sebagai berikut:

a). Penyerahan pertama sebesar 0,75% ( nol koma tujuh

puluh lima persen).

b). Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%

( nol koma nol tujuh puluh lima persen).”


7). “Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan

paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif

pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk bahan bakar

kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima

puluh persen) lebih rendah dari tariff pajak bahan bakar

kendaraan bermotor untuk kendaraan pribadi.”

“8). Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tingg

sebesar 10% (sepuluh persen).

9).Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh

persen) dari cukai rokok.

10). Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar

10% (sepuluh persen).

11). Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar

10% (sepuluh persen).

12).Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar

35% (tiga puluh lima persen).

13).Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tnggi sebesar

25% (dua puluh lima persen).

14).Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi

sebesar 10% (sepuluh persen).

15). Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan

ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima

persen).

16).Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling sebesar 30%”

(tiga puluh persen).


17). Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar

20% (dua puluh persen).

18). Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling

tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

19).Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkantoraan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol

koma tiga persen).

20). Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

Tarif pajak tersebut di atas ditetapkan dengan Peraturan


Daerah.31

d. Hapusnya Utang Pajak

“Melihat timbulnya utang pajak bahwa utang pajak timbul

karena surat ketetapan pajak (ajaran formal), ajaran ini ditetapkan oleh

official assessment system. Perbedaan dengan ajaran materiil bahwa

utang pajak timbul karena undang-undang ajaran ini diterapkan pada

sistem self assessment.”

“Hapusnya utang pajak disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:32

1) Pembayaran
Utang pajak yang melekat pada wajib Pajak akan dihapus

karena pembayaran pajak yang dilakukan ke kas negara.

2) Kompensasi

Tidak diperbolehkan menggunakan tagihan dari orang selain

31
Mardiasmo, 2018, Perpajakan, CV ANDI OFFSET, Yogyakarta, hlm 16-17
32
Waluyo,2017, Perpajakan Indonesia,Salemba Empat, Jakarta, hlm 19
pajak untuk menunjukkan keputusan kompensasi hutang pajak,

sehingga jika Wajib Pajak memiliki tagihan yang dibayarkan

dalam bentuk pajak maka akan terjadi kompensasi. Pajak

berlebih yang diterima oleh wajib pajak sebelumnya harus

dikompensasikan dengan jumlah kena pajak lainnya.

Kompensasi semacam ini disebut kompensasi pembayaran

(perhatikan Pasal 11 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan).

3) Daluwarsa
Kedaluwarsa didefinisikan sebagai kedaluwarsa penagihan.

Hak untuk memungut pajak telah habis masa berlakunya ketika

pajak tersebut kedaluwarsa atau sejak akhir periode pajak

(tahun pajak yang relevan atau bagian dari tahun pajak yang

relevan). Hal ini untuk memberikan kepastian hukum ketika

pajak tidak dapat dipungut lagi. Namun, jika waran dan waran

dikeluarkan, pajak tangguhan dapat terjadi.

4) Pembebasan
Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya ,

tetapi karena ditiadakan pembebasan umumnya tidak diberikan

terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi.


5) Penghapusan
Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan

pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan wajib pajak.

Misalnya: keadaan keuangan Wajib Pajak.”

D. Retribusi

“Pada prinsipnya urusan pemerintahan yang berdasarkan otonomi semata-

mata menjadi tanggung jawab daerah yang bersangkutan dalam pembiayaannya

sesuai dengan konsep otonomi daerah mandiri yang tersirat. Kemandirian

dalam pembiayaan ini berarti daerah dapat mengumpulkan dananya sendiri.

Atas dasar itu, masing-masing satuan pemerintahan daerah diberikikan

kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan daerah.

Berdasarkan pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sumber-

sumber keuangan daerah itu terdiri atas :33

1. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :

a. Hasil pajak daerah;

b. Hasil retribusi daerha;

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

d. Lain-lain PAD yang sah”

2. Dana perimbangan; dan

3. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

33
Ridwan, 2009, Hukum Administrasi di Daerah, Ctk. 1, FH UII Press, Yogyakarta, hlm.78
Retribusi adalah suatu pembayaran dari rakyat ke pemerintah dimana

terdapat hubungan Antara balas jasa yang langsung di terima dengan

adanyapembayaran retribusi tersebut.16 Sedangkan retribusi daerah menurut

Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah Pasal 1 angka 64 berbunyi: “Pasal 1 angka 64 : pungutan daerah

sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau badan”.

“Selain itu retribusi daerah juga berarti pemungutan yang didasarkan

atas pemberian jasa dari pemerintah daerah kepada pemakai jasa. Retribusi

daerah dilakukan dengan membayar secara langsung tanpa diangsur dan

bersifat wajib jika ingin diberikan jasa oleh pemerintah daerah sesuai dengan

peraturan perundang- undangan yang berlaku di daerah yang bersangkutan.

Apabila retribusi tersebut tidak dibayar dengan baik oleh wajib retribusi maka

retribusi dapat ditagih dengan surat paksa atau dengan cara lain seperti yang

telah diatur dalam peraturan retribusi daerah masing-masing.

Retribusi daerah bukanlah pembayaran yang di pungut oleh daerah

sebagai penyelenggara perusahaan atau usaha yang dapat dianggap sebagai

perusahaan karena retribusi daerah lebih merupakan pembelian jasa dari

pemerintah dan bukannya pembayaran tanpa jasa baik.34

34
Agus Salim Nasution, 2001, Materi Pokok Pajak dan Retribusi Daerah, Ctk.3, Universitas Terbuka,
Jakarta,hal. 6.2
42
Retribusi memiliki unsur-unsur sebagai berikut:35

a. retribusi hanya berlaku bagi orang-orang tertentu yang langsung

ditunjuk;

b. retribusi memiliki unsur paksaan yang bersifat ekonomis, srtinya

kalautidak membayar iuran maka orang yang bersangkutan tidak

diperkenankan memperoleh atau menikmati jasa dari negara;

c. tegen prestasinya bersifat langsung dalam arti bahwa siapa yang

membayar iuran maka ia berhak menikmati jasa negara,

sedangkan mereka yang tidak membayarnya, tidak diperkenankan

menikmati” jasa negara.

Jenis-jenis retribusi ialah sebagai berikut:36 Jenis-jenis retribusi jasa umum,

retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu yang ditetapkan sebagai mana

dengan suatu peraturan pemerintah berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Retribusi jasa umum

a. Retribusi jasa umum tidak bersifat pajak dan tidak bersifat

retribusijasa usaha atau disebut retribusi perizinan yang tertentu.

b. Jasa yang bersangkutan adalah merupakan kewenangan daerah

yang dalam rangka melaksanakan desentralisasi.

c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang atau pribadi,

serta badan yang diharuskan untuk membayar retribusi, disamping

itu juga untuk melayani kepentingan serta kemanfaatan bagi

umum.

35
Bohari, 2004, Pengantar Hukum Pajak, Ctk.5, Raja Grafindo, Jakarta, hal. 27-28
36
Ariska, 2017,Pengelolaan Retribusi Kawasan Wisata Pantai Parangtritis Dalam Upaya Peningktan
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, hlm 6
43
d. “Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.

e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai


penyelenggaraanya.

f. Retribusi dapat dipungut secara efektif serta efisien, serta

merupakan salah satusumber pendapatan daerah yangpotensial.

g. Pemungutan retribusi juga memungkinkan bagi penyediaan jasa

tersebut dengan tingkat atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

2. Retribusi jasa usaha

a. Retribusi jasa usaha adalah bersifat bukan pajak dan berifat bukan

retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu.

b. Jasa yang bersangkutan merupakan jasa yang bersifat komersial

yang seyogyanya disediakan oleh swasta tetapi belum bisa

memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah

yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah.

3. Retribusi perizinan tertentu

a. Perizinan tersebutjugatermasuk dari kewenangan pemerintahan

yang diserahkan kepada daerah yang mana dalam rangka asas

desentralisasi.

b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan karena guna melindungi

kepentingan umum.

Biaya yang menjadi beban dari daerah dalam menyelenggarakan

izin tersebut serta biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari

pemberian izin tersebut cukup besar. Sehingga, layak dibiayai dari

retribusi dari perizinan.”


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian

“Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan

menggunakan metode hukum empiris, metode hukum empiris dilakukan dengan

cara menelaah hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang diperoleh

secara obyektif berdasarkan data, informasi, dan pendapat di tempat. Informasi

mengenai identifikasi hukum dan validitas hukum diperoleh melalui wawancara

dengan pihak-pihak yang berkompeten terkait dengan pertanyaan penelitian

penulis.

Penulis melakukan penelitian hukum dengan hasil mengkaji Peraturan

Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor

11 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah. Jenis-jenis penelitian yang dilakukan

penulis, yaitu:

1. “Penelitian Hukum Yuridis

Penelitian hukum adalah model penelitian hukum sosiologis,

objek penelitiannya adalah perilaku masyarakat, dan perilaku orang

yang diteliti adalah perilaku yang dihasilkan dari interaksi dengan

sistem normatif yang ada. Penelitian hukum sosiologis juga dapat

digunakan untuk menguji efektivitas hukum dalam masyarakat.37”

37
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2017, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, hlm. 51-52
2. Penelitian Hukum Empiris

Penelitian hukum empiris tidak hanya penelitian hukum yang

dilakukan melalui kajian sistem normatif. Hukum sebenarnya

dirumuskan dan diterapkan oleh masyarakat yang hidup dalam

masyarakat. Artinya keberadaan hukum tidak lepas dari kondisi

sosial. Berbeda dengan hukum tertentu. Terkait sistem perilaku

sosial dan manusia “.38”

B. Lokasi Penelitian dan Sumber Data

Wilayah lokasi penelitian adalah Badan Keuangan Daerah Kota

Singkawang. Pemilihan lokasi tersebut dengan mempertimbangkan

obyek dari penelitian hukum ini, serta telah disesuaikan dengan akses

dan waktu yang dimiliki. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data

yang diperlukan, jenis yang pertama disebut sebagai data primer dan

jenis data yang kedua disebut data sekunder adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Sumber data primer yaitu data yang diambil dari sumbernya atau

dari lapangan, melalui wawancara berdasarkan pedoman wawancara

atau bertanya secara lisan dengan pihak yang berkepentingan atau

responden yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan

berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. ilmu pengetahuan

hukum mengikat yang terdiri dari bahan hukum antara lain:

a) Undang-Undang Dasar pasal 23A dasar hukum pajak yang tertinggi;

38
Ibid, hlm 44
b) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 yang telah diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa;

c) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan;

d) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 8 Tahun 2010, tentang

pajak Daerah

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian

kepustakaan melalui penelitian kepustakaan yaitu penelitian

kepustakaan melalui penelitian masalah teoritis, konsep, pendapat,

doktrin dan asas hukum yang berkaitan dengan topik penulisan dan

hukum yang mengikat.Karsipan dan penelitian kepustakaan. tahu

caranya. Bahan hukum sekunder meliputi bahan pustaka dan bahan

referensi, seperti:

a). Buku-buku ilmiah tentang hukum khususnya mengenai Pajak;

b). Jurnal-jurnal dan literatur yang berkaitan dengan pelaksanaan

penyanderaan terhadap penunggak pajak;

c). Doktrin, pendapat dan kesaksian dari ahli hukum baik yang

tertulis maupun tidak tertulis yang berkaitan dengan pelaksanaan

penyanderaan terhadap penunggak pajak;


C. Teknik Pengumpulan Data

Pengolahan data yang didapatkan dari studi lapangan maupun dari

studi kepustakaan dilakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut :39

1. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab lisan langsung antara peneliti dan

narasumber atau narasumber atau tergugat untuk memperoleh

informasi dengan mengajukan pertanyaan..

2. Studi Kepustakaan
Dengan melakukan penelitian yang dilakukan dengan mengkaji

mengumpulkan data sekunder dengan cara mesmbaca dan

mempelajari pada pustaka, Perundang-undangan, buku hukum serta

tulisan para ahli dan literatur pendukung yang berkaitan dengan

materi penelitian.

D. Responden dan Narasumber

1. Responden

Responden adalah suatu subjek yang memberikan jawaban atas

pertanyaan dalam suatu penelitian. Responden dari peneliti ini adalah

Warkop Akang selaku pelaku usaha Restoran di Kota Singkawang.

2. Narasumber

Narasumber adalah subyek yang memberikan kita informasi

baik mewakili suatu lembaga kepada peneliti berdasarkan pedoman

wawancara yang terkait dengan masalah yang diteliti dalam hal ini

39
Ibid, hlm 161
adalah kepala Kantor Badan Keuangan Aset Daerah Kota

Singkawang.

E. Analisis Data

Hasil penelitian ini yang bersumber dari data primer dan

data sekunder akan dianalisis secara deskriptif, yaitu pada saat

menganalisis peneliti, untuk memberikan gambaran atau

pemahaman tentang topik penelitian, objek penelitian dan hasil

penelitian.40 Dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang

menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan

oleh kepala Badan Keuangan Daerah Kota Singkawang yang

diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Penelitian ini

menggunakan analisis kualitatif ini tidak semata-mata bertujuan,

mengungkapkan kebenaran saja, akan tetapi juga memahami

kebenaran tersebut.41

40
Ibid, hlm 183
41
Ibid, hlm 192

46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Deskripsi Wilayah Penelitian


1. Profil Kota Singkawang

“Kota Singkawang adalah sebuah desa di Kerajaan Sambas. Desa

Singkawang saat itu merupakan tempat persinggahan para pedagang dan

penambang emas di Monterado. Sebagian besar penambang dan pedagang

berasal dari Tiongkok. Singkawang juga merupakan tempat transit

pengangkutan produk mineral emas (yaitu bubuk emas). Saat itu, mereka

(Tionghoa) menyebut Singkawang oleh San Keuw Jong. Mereka menilai

prospek pembangunan Singkawang tidak optimis, sehingga beberapa

penambang beralih karier. Mereka berperan sebagai petani dan pedagang di

Singkawang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan akhirnya mereka

tinggal dan menetap di Singkawang.

“Kota Singkawang pada awalnya adalah bagian dan ibukota dari

wilayah Kabupaten Sambas (Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959)

dengan status Kecamatan Singkawang. Kemudian pada tahun 1981 Kota

Singkawang menjadi Kota Administratif Singkawang (Peraturan

Pemerintah Nomor 49 Tahun 1981). Kota Singkawang juga pernah

diusulkan menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II


Singkawang yaitu melalui usul pemekaran Kabupaten Sambas

menjadi 3 daerah Otonom. Namun Kotamadya Daerah Tingkat II

Singkawang belum direalisir oleh Pemerintah Pusat, waktu itu hanya

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkayang yang disetujui,

sehingga wilayah Kota Administratif Singkawang menjadi bagian dari

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkayang (Undang- Undang

Nomor 10 Tahun 1999), sekaligus menetapkan Pemerintah Kabupaten

Daerah Tingkat II Sambas beribukota di Sambas.Akhirnya Singkawang

terwujud menjadi Daerah Otonom berdasarkan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Singkawang, diresmikan pada

tanggal 17 Oktober 2001 di Jakarta oleh Menteri Dalam Negeri dan

Otonomi Daerah atas nama Presiden Republik Indonesia.42”

“Kota Singkawang merupakan salah satu bentuk pemerintahan kota

di Kalimantan Barat. Secara astronomis, Kota Singkawang terletak

antara 0֯44’55,85” sd 01֯0’01’21,51” Lintang Utara dan

108051’47,6”sd109010’19” Bujur Timur. Secara geografis luas wilayah

Singkawang meliputi 504 kilometer persegi. Berdasarkan letak

administratif, Kota Singkawang memiliki batas-batas : Utara – Kabupaten

Sambas, Selatan – Kabupaten Bengkayang, Barat – Laut Natuna, Timur –

Kabupaten Bengkayang. Kota Singkawang merupakan kota pantai

sekaligus

42
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/61/name/kalimantan-
barat/detail/6172/kota-singkawang. Diakses pada tanggal 4 november 2020 jam 23.30 wib
47
perbukitan. Ini adalah Perpaduan Topografi yang sangat unik. Gunung

Besar yang terletak di selatan kota, langsung menyentuh garis pantai Laut

Natuna. Pegunungan di selatan kawasan Singkawang membentang dari

Pegunungan Poteng di timur hingga Pegunungan Besar di barat,

memberikan kesan kota yang asri dan sejuk. Beberapa bukit bahkan

mencapai kedalaman kota, seperti Gunung Sari (305 m) dan Gunung

Roban (212 m). Kecuali daerah pegunungan dan perbukitan di bagian

selatan, medan Kota Singkawang biasanya datar dengan kemiringan 0-8%.

Daerah ini memiliki kemiringan 0-8% dan terletak di utara dan barat kota,

di utara Singkawang dan Singkawang Barat dan sebagian besar tengah

Singkawang. Daerah lereng rendah biasanya berada pada ketinggian antara

0-12 meter di atas permukaan laut. “Karena bentuk fisiologisnya yang

unik, maka iklim mikro Kota Singvang beriklim tropis, dan udaranya lebih

sejuk dari Kota Pontianak. Curah hujan kota ini sangat tinggi, yaitu rata-

rata 2.780 mm per tahun, dan rata-rata 134 hari hujan per tahun. Curah

hujan relatif tinggi terjadi pada bulan April hingga Juli dan Oktober hingga

Desember, dengan curah hujan maksimum 490 mm, dan terdapat 20 hari

hujan pada bulan Desember. Kondisi iklim mikro di Kota Singkawang bisa

dikatakan tidak stabil, dengan suhu berkisar antara 21,8 derajat Celcius

hingga 30,05 derajat Celcius, serta masih dipengaruhi oleh perubahan

iklim musim dan lautan.43”””

a. Visi Kota Singkawang


1) Harmonis Dalam Keberagaman Agama, Etnis Dan Budaya

2) Ekonomi Kerakyatan Yang Handal, Kreatif Dan Mandiri


43
https://portal.singkawangkota.go.id/geografis/diakses pada tanggal 4 november 2020 jam
23.30 wib
48
3) Bersih, Tegas, Amanah Dan Efektif Dalam Penyelenggaraan Tata

Kelola Pemerintahan

4) Adil Dan Merata Dalam Pembangunan Infrastruktur, Kesehatan

Dan Pendidikan

5) Terdepan Dalam Perdagangan, Jasa dan Pengembangan Pariwisata.

b. “Misi Kota Singkawang

1) Mewujudkan dan mendukung harmonisasi dalam Keberagaman

agama, etnis dan budaya;

2) Mewujudkan pemberdayaan ekonomi Kerakyatan yang handal,

kreatif dan mandiri.

3) Mengoptimalkan dana dan mengendalikan potensi sumber daya

alam, dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

4) Mewujudkan pemerintahan yang bersih, tegas, amanah dan efektif

yang berorientasi pada pelayanan publik yang prima berbasis

teknologi informasi dan komunikasi;

5) Mewujudkan sumber daya manusia yang sehat dan cerdas;

6) Mewujudkan pembangunan infrastruktur yang terarah dan dikelola;

49
7) Mewujudkan Kota Singkawang sebagai kota perdagangan, jasa dan

pariwisata.”

Presentase Jumlah Penduduk Kota Singkawang

Tabel 1

Presentase Distribusi Penduduk (Persen)


Kecamatan
2020 2019 2018

Kota Singkawang 100,00 100,00 100,00


Singkawang Barat 25,10 25,10 25,11
Singkawang Selatan 22,27 22,27 22,26
Singkawang Tengah 30,52 30,52 30,52
Singkawang Timur 10,33 10,33 10,33
Singkawang Utara 11,79 11,79 11,79
Sumber : http://portal.singkawangkota.go.id/geografis/ diunduh pada hari selasa, 4 November
2020,Jam 14.35

Luas Kota Singkawang


Tabel 2
Luas Wilayah Kecamatan
Luas Area (Km2) Persentase terhadap luas
Kecamatan kabupaten (%)
2019 2018 2019 2018
Singkawang Selatan 224, 224, 44,54 44,54
48 48
Singkawang Timur 166, 16,26 32,99 32,99
26
Singkawang Utara 66, 66,65 13,22 13,22
65
Singkawang Barat 15, 15,04 2,98 2,98
04
Singkawang Tengah 31, 31,57 6,26 6,26
57
Kota Singkawang 504, 504, 100,00 100,00
00 00
Sumber : http://portal.singkawangkota.go.id/geografis/ diunduh pada hari selasa, 4
November 2020,Jam 14.35

2.Profil Badan Keuangan dan Aset Daerah Kota Singkawang

Tugas dan Fungsi Badan Keuangan dan Aset Daerah Kota Singkawang

Badan Keuangan dan Aset Daerah merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah

Daerah dibidang pendapatan, pengelolaan keuangan yang dipimpin oleh

Kepala Badan dan bertanggungjawab dan berkedudukan dibawah Walikota

melalui Sekretaris Daerah. Tugas Badan Keuangan dan Aset Daerah yaitu

tugas membantu Walikota dalam melaksanakan fungsi penunjang urusan

pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan daerah di bidang keuangan

daerah. Dalam melaksanaakan tugas sebagaimana Badan Keuangan dan Aset

Daerah mempunyai fungsi yaitu:

a) perumusan kebijakan teknis di bidang keuangan daerah;

b) pelaksanaan tugas dukungan teknis di bidang keuangan daerah;

c) pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas dukungan

teknis di bidang keuangan daerah;

d) pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi-fungsi penunjang

urusan pemerintahan daerah di bidang keuangan daerah;


e) pelaksanaan administrasi Badan Keuangan Daerah; dan

f) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

2). Visi dan Misi BKAD (Badan Keuangan dan Aset Daerah ) Kota

Singkawang

a) Visi BKAD ( Badan Keuangan dan Aset Daerah) Kota Singkawang

(1) Harmonis Dalam Keberagaman Agama Etnis dan Budaya;

(2) Ekonomi Kerakyatan Yang Handal, Kreatif dan Mandiri;

(3) Bersih, Tegas, Amanah dan Efektif Dalam Penyelanggaraan Tata

Kelola Pemerintahan;

(4) Adil dan Merata Dalam Pembangunan Infrastruktur, Kesehatan

dan Pendidikan; Terdepan Dalam Perdagangan, Jasa dan

Pengembangan Pariwisata.

b) Misi BKAD (Badan Keuangan dan Aset Daerah) Kota Singkawang

(1) Mewujudkan dan memelihara harmonisasi dalam

keberagaman agama, etnis dan budaya;

(2) Mewujudkan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang

handal, kreatif dan mandiri;

(3) Mengoptimalkan pemanfaatan dan pengendalian potensi

sumber daya alam, dalam upaya peningkatan pendapatan

masyarakat;

(4) Mewujudkan pemerintahan yang bersih, tegas, amanah dan

efektif yang berorientasi pada pelayanan publik yang prima

berbasis teknologi informasi dan komunikasi;


(5) Mewujudkan sumber daya manusia yang sehat dan cerdas;

(6) Mewujudkan pembangunan infrastruktur yang terarah

dan berkesinambungan;

(7) Mewujudkan Kota Singkawang sebagai kota perdagangan, jasa

dan pariwisata.

Gambar 1

Bagan Struktur Organisasi Badan Keuangan dan Aset Daerah Kota

Singkawang

Sumber: Kantor Badan Keuangan dan Aset Daerah


B. Pengaturan Pajak Restoran di Kota Singkawang

Dasar Hukum dalam pengaturan pajak restoran sudah diatur dalam

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi

Daerah, Peraturan Walikota Singkawang Nomor 10 Tahun 2012 Tentang

Pemungutan Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak parkir dan Pajak

Penerangan Jalan, dan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang perubahan

atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang pajak daerah. Penjelasan

mengenai Objek, subjek dan Wajib Pajak sebagai berikut Objek Pajak Restoran

adalah Pelayanan yang disediakan oleh Restoran, Subjek Pajak Restoran adalah

orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan atau minuman dari restoran,

dan wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan

restoran.

Kota Singkawang dalam Peraturan Daerahnya menetapkan Pajak Restoran

Sebesar 10% adapun Kewajiban Wajib Pajak sebagai berikut:

1. Setiap Wajib Pajak, Wajib mengisi surat Pemberitahuan Pajak Daerah

(SPTPD) dengan benar, Jelas, lengkap dan ditandatangani wajib pajak.

2. STPD yang dimaksud dalam point (1) diambil oleh wajib pajak di Badan

Keuangan Daerah.

3. SPTPD berisi pelaporan atas omset penerimaan bruto wajib pajak denan

dipungut bayaran dan disampaikan paling lam 7 (Tujuh) setelah masa pajak.

4. Jenis Pemungutan Untuk pajak ini adalah SELF ASSESSMENT ( Wajib Pajak

Menghitung, melaporkandan menyetorkan pajaknya sendiri).

Sanksi Yang diberikan kepada wajib pajak yang tidak atau kurang bayar

setelah jatuh Tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga

sebesar 2% perbulan dan ditagih melalui surat tagihan pajak daerah.


C. Pelaksanaan Pajak Restoran Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Asli
Daerah Kota Singkawang
Pajak Daerah yaitu Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau

badan kepada pemerintah daerah tanpa balas jasa langsung yang dapat

ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang- undangan

yang berlaku. Pajak daerah adalah kontribusi wajib oleh orang pribadi atau

badan kepada daerah yang bersifat memaksa tanpa mendapat timbal balik

secara langsung.44

Mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan kesadaran dan kepatuhan

masyarakat (Wajib Pajak) untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Mengingat reformasi pajak yang telah dilaksanakan

Ditjen Pajak masih belum memberikan hasil yang signifikan, maka kesadaran

dan kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan

penerimaan pajak, maka perlu secara Intensif dikaji tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, khususnya Wajib Pajak Badan.45

44
Novi Andriani, “Eksistensi Pengaturan Pajak Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah”, Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 1 (Maret 2017), Hal 62.
45
Muchsin Ihsan,“Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak, Penyuluhan Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak, Dan
Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kota Padang”, Jurnal Akutansi. Vol. 1 No.
13 (2013), hlm. 2.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kantor Badan Keuangan

dan Aset Daerah Kota Singkawang sebelum melakukan peningkatan

pemungutan pajak para pemilik restoran harus melakukan pendaftaran dan

penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWD) proses pelaksanaan

Standar pelayanan Pajak Restoran yaitu dengan Persyaratan :

a. Fotocopy identitas diri (KTP/SIM/PASPOR)

b. Fotocopy Akta Pendirian (Untuk badan usaha)

c. Fotocopy Surat Izin Usaha yang dimiliki

d. Surat Kuasa apabila pemilik/pengelola usaha/penanggung jawab

berhalangan.

Setelah pemilik restoran mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah, Tahap

selanjutnya pihak instansi melakukan pengarahan untuk wajib pajak melakukan

prosedur selanjutnya yaitu seperti bagan yang ada dibawah ini.

Prosedur Penyampaian

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)

56
Penjelasan Dari bagan diatas sebagai berikut:

1. Wajib pajak melakukan pengisisan formulir Surat Pemberitahuan Pajak

Daerah (SPTPD) Setiap wajib pajak, wajib mengisi Surat Pemberitahuan

Pajak Daerah (SPTPD) dengan benar, jelas, lengkap dan ditanda tangani oleh

wajib pajak.

2. SPTPD sebagaimana dimaksud pada point (1) diambil sendiri oleh wajib

pajak di Badan Keuangan Daerah.

3. SPTPD berisikan pelaporan atas omset penerimaan bruto Wajib Pajak

dengan dipungut bayaran dan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari setelah

masa pajak.

4. Jenis pemungutan untuk Pajak ini adalah SELF ASSESSMENT (wajib pajak

menghitung, melaporkan, dan menyetorkan pajaknya sendiri).

5. Setelah melakukan pengisian formulir wajib pajak menyerahkan ke Petugas

Badan Keuangan Daerah.

6. Petugas melakukan pencatatan dan memverifikasi ke dalam sistem.

7. SPTPD selanjutnya diberikan ke bendahara atau kasir BANK untuk

diberikan tanda bukti pembayaran.

8. Terakhir petugas menyerahkan lembar pertama SPTPD dan Tanda Bukti

Pembayaran Kepada pemilik Restoran atau Wajib Pajak.

Dalam Proses pelaksanaan diatas Instansi berwenang juga memberikan sebuah

Inovasi agar terlaksananya pemungutan pajak restoran secara baik bersama, Kepala

Bagian Retribusi Pajak Daerah Kota Singkawang telah memberikan adanya alat kasir

yang terhubung langsung antara pihak usaha dengan Badan Keuangan Dan Aset Daerah.

57
Alat tersebut diberikan agar dalam pemungutan pajak di Kota Singkawang dapat berjalan

sesuai peraturan yang berlaku. Oleh karena itu pelaksanaan pemungutan pajak restoran di

Kota Singkawang untuk saat ini sudah efektif sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6

Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Pajak Daerah.

Badan Keuangan Aset Daerah Kota Singkawang melakukan cara atau terobosan

lain juga dalam mengefektifkan pemungutan pajak di Kota Singkawang sesuai dengan

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah

Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah. Bapak Parlinggoman menyatakan bahwa

terdapat faktor yang mengakibatkan pemungutan pajak daerah Kota Singkawang tersebut

tidak berjalan dengan optimal , salah satu kendalanya ialah adanya corona virus disease

2019 (Covid 19) yang mengakibatkan pendaptan asli Daerah Kota Singkawang

mengalami penurunan 20%. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah daerah Kota

Singkawang memberikan dispensasi dari bulan mei – juni memberikan keringanan dalam

pembayaran wajib pajak sesuai SK pemerintahan Walikota Singkawang yaitu:

a. Potongan 100% dengan omset perbulan kurang dari

Rp.10.000.000.

b. Potongan 50% dengan omset perbulan lebih dari Rp.10.000.000

sampai dengan Rp. 20.000.000.

c.Potongan 25% dengan omset perbulan lebih dari Rp.20.000.000.

Memberikan dispensasi keringanan pembayaran wajib pajak Kota Singkawang

Untuk upaya peningkatan pendapatan asli daerah, hal ini dilakukan agar tetap efektif

pendapatan kota singkawang akibat adanya corona virus disease 2019 (Covid 19) yang

banyak merugikan masyarakat. Oleh karena itu penulis akan menguraikan surat edaran

58
pemberian relaksasi pajak daerah kepada wajib pajak yang terdampak.

corona virus disease 2019 (Covid 19), yaitu sebagai berikut:

Surat Edaran Dispensasi Pajak

Gambar 1

59
Hasil wawancara dengan Bapak Parlinggoman selaku narasumber Kepala Bagian

Retribusi Pajak Daerah Kota Singkawang, beliau mengatakan bahwa adapun

permasalahan terkait pemungutan pajak yang menjadi masalah di Kota Singkawang

yang tidak sesuai dengan Perda yang berlaku ialah yang terdapat di Warkop Akong yang

pemiliknya adalah Hardianto Bun.

Dalam hal ini pemerintah daerah kota singkawang dalam melaksanakan prosedur

penegakkan peraturan daerah membuat surat teguran/surat peringatan untuk melakukan

pemungutan pajak daerah Penulis memberikan salah satu contoh yaitu sebagai berikut:

Gambar 2

Surat Teguran 1 yang diberikan kepada Warkop Akong/Hardianto Bun

60
Pasal yang mengatur lebih jelas tentang sanksi administratif terkait tentang

pemungutan pajak restoran yang terdapat pada pasal 9 ayat 2 (a) dan 2 (b) yang

bunyinya.46 “Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran

pajak,dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan

yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal

pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.”

“Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan

Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per

bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari

bulan dihitung penuh 1(satu) bulan.”

46
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

61
Dilihat dari bunyi sanksi yang telah penulis jelaskan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa Warkop Akong/Hardianto Bun harus memperhatikan

peraturan yang sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

Bapak Parlinggoman selaku subyek penelitian dalam wawancarannya,

Bapak Parlinggoman mengatakan bahwa Badan Keuangan Daerah Kota

Singkawang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga

Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan dan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pajak

Daerah yang telah menjadi kewajibannya dalam melakukan pemungutan pajak

restoran. Saat ini Warkop Akong/Hardianto Bun telah mematuhi dan mengurus

segala hal persyaratan yang sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun

2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Pajak Daerah.

D. Faktor Penghambat Pemungutan Pajak Restoran


Pemeriksaan pajak merupakan serangkaian kegiatan untuk mencari,

mengumpulkan, dan mengelola data atau keterangan lainnya untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam

rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tujuan yang

diharapkan dan pelaksanaan pemeriksaan pajak yaitu agar dapat membantu

pembentukan akal
62
sehat para wajib pajak untuk lebih memenuhi kewajiban perpajakannya. 47 Badan

Keuangan Daerah Kota Singkawang dalam melakukan pemberian sanksi

administratif mengenai pemungutan pajak restoran di Kota Singkawang, masih

terdapat adanya hambatan yang terjadi dilapangan.

Faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6

Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Pajak Daerah, khususnya terkait tentang pemungutan pajak restoran ada

dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Hal ini dikarenakan bahwa dalam

pemungutan pajak Kota Singkawang Badan Keuangan Dan Aset Daerah yang

telah memberikan adanya alat kasir yang terhubung langsung antara pihak usaha

dengan Badan Keuangan Dan Aset Daerah pemerintah Kota Singkawang belum

optimal sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah.

Beberapa faktor penghambat pelaksanaan pemungutan pendapatan pajak

restoran Kota Singkawang dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah

ialah sebagai berikut:

a. Kurang Korperatif

Dalam hal ini bahwa Wajib Pajak kurang membantu Badan Keuangan

Daerah Kota Singkawang dalam melakukan tugas dan fungsinya

sehingga menghambat dalam pemungutan pajak daerah Kota

Singkawang.

47
Dina Saputri, “Pengaruh Pengetahuan Pajak, Pemeriksaan Pajak, Dan Tarif Pajak Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Badan”, Jurnal Akutansi, Vol. 2 No. 3, (2014)

63
b. Kurang Jujurnya Wajib Pajak Wajib Pajak dalam hal ini membuat

Badan Keuangan Daerah Kota Singkawang susah untuk menjalankan

tugas dan fungsinya apabila tidak adanya kejujuran dalan

melaksanakan pembayaran pajak.

c. Adanya Corona Virus Disease 2019 (Covid 19)

Seluruh pelaku usaha secara umum terdampak secara langsung dengan

adanya pandemi COVID-19. Dampak ini disebabkan oleh seiring

dengan dibatasinya wisatawan, penerbangan, dan ditutupnya tempat

wisata dan restoran. Sehingga menimbulkan gangguan pada rantai nilai

dunia usaha sehingga banyak usaha pada berbagai sektor dan skala

usaha yang berhenti operasi sementara atau permanen.48

48
Nafis Dwi Kartiko, Insentif Pajak Dalam Merespons Dampak Pandemi Covid-19 Pada Sektor
Pariwisata, Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara Vol. II, No.1, (2020), hlm. 124-137
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

“Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti uraikan

mengenai Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran Dalam Meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah Kota Singkawang Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor

6 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Pajak Daerah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pemungutan pajak restoran dalam peningkatan pendapatan asli

Daerah Kota Singkawang Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun

2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Pajak Daerah dapat disimpulkan bahwa Alur pemungutan pajak yaitu

pemilik resto harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah(NPWD),

selanjutnya wajib pajak mendaftarkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah

(SPTPD) ke intansi terkaait untuk bisa melakukan pembayaran pajak restoran

selain itu, inovasi yang lain untuk meningkatkan pendapatan asli daerah

Kota Singkawang Badan Keuangan Dan Aset Daerah telah memberikan

adanya alat kasir yang terhubung langsung dengan instansi, dan memberikan

dispensasi atau diskon pembayaran pajak agar wajib pajak tetap melakukan

pembayaran pajak. Dan bila tetap tidak melakukan pembayaran maka akan

diberikan sanksi denga aturan yang sudah berlaku. dengan itu pemungutan

pajak restoran telah berjalan dengan baik sehingga tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

58
59
2. Pelaksanaan suatu peraturan daerah tidak luput dari sebuah

permasalahan/hambatan yang terjadi dilapangan. Faktor penghambat

pelaksanaan pemungutan pajak restoran Kota Singkawang dalam

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah yaitu:

a) Kurang Korperatif para wajib pajak;

b) Kurang Jujurnya Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran

pajak;

c) Adanya Corona Virus Disease 2019

(Covid 19) yang menyebabkan perekonomian masyarakat menurun.

B. Saran

Hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan

mengenai Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Singkawang

Melalui Pemungutan Pajak Restoran Berdasarkan Peraturan Daerah

Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah

Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, maka penulis

memberikan saran yaitu sebagai berikut:

1. Pemerintah Kota Singkawang seharusnya lebih

bekerjasama dalam memajukan Kota Singkawang untuk

melakukan pemungutan Pajak Daerah Kota Singkawang

terutama pajak restoran karena dapat memberikan efek

dalam pembangunan Kota Singkawang, Sehingga dapat


mewujudkan Visi dan Misi Kota Singkawang.

2. Pemerintah Kota Singkawang dengan Instansi Terkait harus

mempunyai terobosan yang lebih efektif lagi selain

memberikan alat kasir juga memberikan layanan digital

atau melakukan pembayaran secara online agar pemilik

restoran dengan muda melakukan pembayaran pajak.

3. Untuk Para Wajib Pajak agar lebih taat dan patuh dalam

melakukan pembayaran pajak daerah Kota Singkawang

agar terealisasikan pembangunan Kota Singkawang sesuai

dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Pajak Daerah.”

.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Agus Salim Nasution, 2001, Materi Pokok Pajak dan Retribusi Daerah, Ctk.3,

Universitas Terbuka, Jakarta.

Agus Salim Andi Gadjong, 2007, Pemerintahan Daerah; Kajian Politik

dan Hukum, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Bogor.

Andrian Sutedi, 2013, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta.

Andi Pangerang dan Syafa’at Anugrah, 2018, Pokok-Pokok Hukum Pemerintahan

Daerah, Depok, Raja Grafindo Persada.

Bagir Manan, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH UII,

Yogyakarta.

Bohari, 2004, Pengantar Hukum Pajak, Ctk.5, Raja Grafindo, Jakarta.

Daan Suganda, 1992, Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, Pemerintahan di

Daerah, .Sinar Baru, Bandung.

Laica Marzuki, 2006, Berjalan-Jalan di Ranah Hukum, Cetakan Kedua, Edisi

Revisi, Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,

Jakarta.

Lukman Santoso,2015, Hukum Pemerintahan Daerah, Cetakan Pertama, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.

Mardiasmo, 2018, Perpajakan, CV ANDI OFFSET, Yogyakarta.

Mardiasmo,2018,Perpajakan,penerbit ANDI,Yogyakarta.
Muqodin, 1999, Perpajakan Buku Satu. Edisi Revisi, UII Press dan Ekonomi,

Yogyakarta.

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2017, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Ni’matul Huda, 2014, Perkembangan Hukum Tata Negara, Perdebatan

& GagasanPenyempurnaan, Cetakan Pertama, Yogyakarta.

Ni’matul Huda, 2005, Otonomi Daerah, Filosofi, Sejarah Perkembangan

dan Problematika, Cetakan Kedua, Yogyakarta

Ridwan,2009, Hukum Administrasi di Daerah, Ctk. 1, FH UII Press, Yogyakarta.

R.Santoso Brotodiharjo,1987,Pengantar Ilmu Hukum Pajak,PT ERESCO,

Bandung.

Sirajuddin. 2016, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah, Cetakan Pertama,

Setara Press, Malang.

Suharizal,Muslim Chaniago, 2017, Hukum Pemerintahan Daerah, Thafa Media,

Yogyakarta.

Syaukani H.R, Afan Gaffar, dan M.Ryaas Rasyid, 2003, Otonomi Daerah

Dalam NegaraKesatuan, Cetakan Ketiga, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

The Liang Gie, 1968, Pertumbuhan Daerah PemerintahanDaerah di Negara

Kesatuan RepublikIndonesia, Gunung Agung, Jakarta.

Thomas Sumarsan, 2009, Perpajakan Indonesia, Esia Media, Jakarta.

Waluyo,2017, Perpajakan Indonesia,Salemba Empat, Jakarta.


Jurnal:

Ariska, 2017,Pengelolaan Retribusi Kawasan Wisata Pantai Parangtritis Dalam

Upaya Peningktan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bantul,

Yogyakarta.

Dina Saputri. (2014) . “Pengaruh Pengetahuan Pajak, Pemeriksaan Pajak, Dan

Tarif Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan”, Jurnal

Akutansi, Vol. 2 No. 3.

E.S. Maznawaty., V. Ilat., I. Elim. (2015) “Analisis Penerimaan Pajak Daerah

Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku

Utara”, Jurnal Emba. Vol. Vol.3, No.3.

Hasan, Faisal ibnu, 2017, Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Self Assesment Sistem

, Yogyakarta.

Muchsin Ihsan. (2013) .“Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak, Penyuluhan Pajak,

Kualitas Pelayanan Pajak, Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kota Padang”, Jurnal Akutansi.

Vol. 1 No. 13.


Nafis Dwi Kartiko, (2020), Insentif Pajak Dalam Merespons Dampak Pandemi

Covid-19 Pada Sektor Pariwisata, Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara

Vol. II, No.1,

Novi Andriani. (2017). “Eksistensi Pengaturan Pajak Daerah Dalam

Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah”, Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 1.

Puja Rizqy Ramadhan. (2019). “Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Terhadap

Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara”, Jurnal

Akuntansi dan Bisnis, Vol 5, No 1.

Putri, Rizal Fauzi Pradana, 2016, Peran Pemerintah Daerah Dalam

Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Cilacap,

Yogyakarta.

Putri, Nurul Septiani, 2017, Upaya Pemerimtah Daerah Dalam Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam pasar Utara,

Yogyakarta.

Wildah Mafaza. (2016). Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Dalam

Pendapatan Asli Daerah”, Jurnal Perpajakan (JEJAK).Vol. 11 No. 1.


Internet:
http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/61/name/kalim

antan- barat/detail/6172/kota-singkawang. Diakses pada tanggal 4 November

2020 jam 23.30 wib.

https://portal.singkawangkota.go.id/geografis/ diakses pada tanggal 4

November 2020 jam 23.30 wib

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang

Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Anda mungkin juga menyukai