Anda di halaman 1dari 76

BAB IV

PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Selayang Pandang Kementerian Agama RI

Kementerian Agama adalah kementerian yang bertugas menyelenggarakan

pemerintahan dalam bidang agama. Usulan pembentukan Kementerian Agama

pertama kali disampaikan oleh Mr. Muhammad Yamin dalam Rapat Besar

(Sidang) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(BPUPKI), tanggal 11 Juli 1945. Dalam rapat tersebut Mr. Muhammad Yamin

mengusulkan perlu diadakannya kementerian yang istimewa, yaitu yang

berhubungan dengan agama.

Menurut Yamin, "Tidak cukuplah jaminan kepada agama Islam dengan

Mahkamah Tinggi saja, melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan

agama Islam sendiri. Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama

Islam yang berhubungan dengan pendirian Islam, wakaf dan masjid dan penyiaran

harus diurus oleh kementerian yang istimewa, yaitu yang kita namai Kementerian

Agama.” Namun demikian, realitas politik menjelang dan masa awal

kemerdekaan menunjukkan bahwa pembentukan Kementerian Agama

memerlukan perjuangan tersendiri. Pada waktu Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI) melangsungkan sidang hari Ahad, 19 Agustus 1945 untuk

membicarakan pembentukan kementerian/departemen, usulan tentang

Kementerian Agama tidak disepakati oleh anggota PPKI. Salah satu anggota

PPKI yang menolak pembentukan Kementerian Agama ialah Mr. Johannes

Latuharhary.

45
46

Keputusan untuk tidak membentuk Kementerian Agama dalam kabinet

Indonesia yang pertama, menurut B. J. Boland, telah meningkatkan kekecewaan

orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang

berkenaan dengan dasar negara, yaitu Pancasila, dan bukannya Islam atau Piagam

Jakarta. Diungkapkan oleh K. H. A. Wahid Hasjim sebagaimana dimuat dalam

buku Sejarah Hidup K. H. A. Wahid Hasjim dan Karangan tersiar (Kementerian

Agama, 1957: 856), "Pada waktu itu orang berpegang pada teori bahwa agama

harus dipisahkan dari negara. Pikiran orang pada waktu itu, di dalam susunan

pemerintahan tidak usah diadakan kementerian tersendiri yang mengurusi soal-

soal agama. Begitu di dalam teorinya. Tetapi di dalam prakteknya berlainan."

Lebih lanjut Wahid Hasjim menulis, "Setelah berjalan dari Agustus hingga

November tahun itu juga, terasa sekali bahwa soal-soal agama yang di dalam

prakteknya bercampur dengan soal-soal lain di dalam beberapa tangan

(departemen) tidak dapat dibiarkan begitu saja. Dan terasa perlu sekali

berpusatnya soal-soal keagamaan itu di dalam satu tangan (departemen) agar soal-

soal demikian itu dapat dipisahkan (dibedakan) dari soal-soal lainnya. Oleh karena

itu, maka pada pembentukan Kabinet Parlementer yang pertama, diadakan

Kementerian Agama. Model Kementerian Agama ini pada hakikatnya adalah

jalan tengah antara teori memisahkan agama dari negara dan teori persatuan

agama dan negara."

Usulan pembentukan Kementerian Agama kembali muncul pada sidang

Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diselenggarakan pada

tanggal 25-27 November 1945. Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)


47

merupakan Parlemen Indonesia periode 1945-1950, sidang pleno dihadiri 224

orang anggota, di antaranya 50 orang dari luar Jawa (utusan Komite Nasional

Daerah). Sidang dipimpin oleh Ketua KNIP Sutan Sjahrir dengan agenda

membicarakan laporan Badan Pekerja (BP) KNIP, pemilihan

keanggotaan/Ketua/Wakil Ketua BP KNIP yang baru dan tentang jalannya

pemerintahan.

Dalam sidang pleno KNIP tersebut usulan pembentukan Kementerian

Agama disampaikan oleh utusan Komite Nasional Indonesia Daerah Keresidenan

Banyumas yaitu K. H. Abu Dardiri, K. H. M Saleh Suaidy, dan M. Sukoso

Wirjosaputro. Mereka adalah anggota KNI dari partai politik Masyumi. Melalui

juru bicara K. H. M. Saleh Suaidy, utusan KNI Banyumas mengusulkan, "Supaya

dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan

agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan

Kebudayaan saja, tetapi hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan

tersendiri.”

Usulan anggota KNI Banyumas mendapat dukungan dari anggota KNIP

khususnya dari partai Masyumi, di antaranya Mohammad Natsir, Dr. Muwardi,

Dr. Marzuki Mahdi, dan M. Kartosudarmo. Secara aklamasi sidang KNIP

menerima dan menyetujui usulan pembentukan Kementerian Agama. Presiden

Soekarno memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta akan hal itu.

Bung Hatta langsung berdiri dan mengatakan, "Adanya Kementerian Agama

tersendiri mendapat perhatian pemerintah." Pada mulanya terjadi diskusi apakah


48

kementerian itu dinamakan Kementerian Agama Islam ataukah Kementerian

Agama. Tetapi akhirnya diputuskan nama Kementerian Agama.

Pembentukan Kementerian Agama dalam Kabinet Sjahrir II ditetapkan

dengan Penetapan Pemerintah No 1 sampai dengan tanggal 3 Januari 1946 (29

Muharram 1365 H) yang berbunyi; Presiden Republik Indonesia, Mengingat: usul

Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan:

Mengadakan Kementerian Agama. Pembentukan Kementerian Agama pada waktu

itu dipandang sebagai kompensasi atas sikap toleransi wakil-wakil pemimpin

Islam, mencoret tujuh kata dalam Piagam Jakarta yaitu "Ketuhanan dengan

kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Maksud dan tujuan membentuk Kementerian Agama, selain untuk

memenuhi tuntutan sebagian besar rakyat beragama di tanah air, yang merasa

urusan keagamaan di zaman penjajahan dahulu tidak mendapat layanan yang

semestinya, juga agar soal-soal yang bertalian dengan urusan keagamaan diurus

serta diselenggarakan oleh suatu instansi atau kementerian khusus, sehingga

pertanggungan jawab, beleid dan taktis berada di tangan seorang menteri.

Pembentukan Kementerian Agama, sebagaimana diungkapkan R. Moh.

Kafrawi (mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama), "dihasilkan dari suatu

kompromi antara teori sekuler dan Kristen tentang pemisahan gereja dengan

negara, dan teori muslim tentang penyatuan antara keduanya. Jadi Kementerian

Agama itu timbul dari formula Indonesia asli yang mengandung kompromi antara

dua konsep yang berhadapan muka, sistem Islami dan sistem sekuler."
49

Pengumuman berdirinya Kementerian Agama disiarkan oleh pemerintah

melalui siaran Radio Republik Indonesia. Haji Mohammad Rasyidi diangkat oleh

Presiden Soekarno sebagai Menteri Agama RI Pertama. H. M. Rasyidi adalah

seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari

dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah. Rasjidi

saat itu adalah menteri tanpa portofolio dalam Kabinet Syahrir. Dalam jabatan

selaku menteri negara (menggantikan K. H. A. Wahid Hasyim), Rasyidi sudah

bertugas mengurus permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.

Kementerian Agama mengambil alih tugas-tugas keagamaan yang semula

berada pada beberapa kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri yang

berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama, kemasjidan dan urusan

haji; Kementerian Kehakiman yang berkenaan dengan tugas dan wewenang

Mahkamah Islam Tinggi; dan Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan

Kebudayaan yang berkenaan dengan masalah pengajaran agama di sekolah-

sekolah.

Sehari setelah pembentukan Kementerian Agama, Menteri Agama H.M.

Rasjidi dalam pidato yang disiarkan oleh RRI Yogyakarta menegaskan bahwa

berdirinya Kementerian Agama adalah untuk memelihara dan menjamin

kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya. Kutipan transkripsi pidato

Menteri Agama H.M. Rasjidi yang mempunyai nilai sejarah, tersebut diucapkan

pada Jumat malam, 4 Januari 1946. Pidato pertama Menteri Agama tersebut

dimuat oleh Harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta tanggal 5 Januari 1946.


50

Dalam Konferensi Jawatan Agama seluruh Jawa dan Madura di Surakarta

tanggal 17-18 Maret 1946, H.M. Rasjidi menguraikan kembali sebab-sebab dan

kepentingan Pemerintah Republik Indonesia mendirikan Kementerian Agama

yakni untuk memenuhi kewajiban Pemerintah terhadap Undang-Undang Dasar

1945 Bab XI pasal 29, yang menerangkan bahwa "Negara berdasar atas

Ketuhanan Yang Maha Esa" dan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut

agamanya dan kepercayaannya itu" (ayat 1 dan 2). Jadi, lapangan pekerjaan

Kementerian Agama ialah mengurus segala hal yang bersangkut paut dengan

agama dalam arti seluas-luasnya.

Tahun-tahun berikutnya merupakan masa konsolidasi dan pengembangan

kementerian. Peralihan kekuasaan kepada Pemerintah RI menjadi momentum

penting untuk memperkuat posisi kementerian. Pada tanggal 23 April 1946,

Menteri Agama mengeluarkan Maklumat yang isinya:

Pertama, Shumuka yang dalam zaman Jepang termasuk dalam kekuasaan

Residen menjadi Jawatan Agama Daerah, yang selanjutnya ditempatkan di bawah

Kementerian Agama. Ke dua, hak untuk mengangkat penghulu Landraad

(sekarang bernama Pengadilan Negeri), ketua dan anggota Raad Agama yang

dahulu ada di tangan pemerintah kolonial Hindia Belanda, selanjutnya diserahkan

kepada Kementerian Agama. Ke tiga, hak untuk mengangkat penghulu masjid,

yang dahulu ada tangan Bupati, selanjutnya diserahkan kepada Kementerian

Agama.
51

Melalui perjuangan yang gigih dan tanpa pamrih para pendahulu kita,

sejarah Kementerian Agama menyatu dengan sejarah NKRI. Bahkan dalam masa

revolusi fisik dan diplomasi mempertahankan kemerdekaan, Kantor Pusat

Kementerian Agama turut hijrah ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Kementerian

Agama di masa H. M. Rasjidi dapat disebut "kementerian revolusi", karena ketika

awal dibentuk, Kementerian Agama sejak 12 Maret 1946 berkantor di ibukota

revolusi, Yogyakarta.

Dalam Maklumat Kementerian Agama No 1 tanggal 14 Maret 1946

diumumkan alamat sementara kantor pusat Kementerian Agama adalah di Jalan

Bintaran No 9 Yogyakarta. Kemudian bulan Mei 1946 alamat Kementerian

Agama pindah ke Jalan Malioboro No 10 Yogyakarta. Kantor ini tersedia berkat

jasa baik tokoh Muhammadiyah K.H. Abu Dardiri dan K.H. Muchtar. Dalam

waktu tersebut tugas-tugas Menteri Agama secara fakultatif tetap memiliki akses

dengan Jakarta.

Setelah berdirinya Kementerian Agama, urusan keagamaan dan peradilan

agama bagi umat Islam yang telah berjalan sejak prakemerdekaan menjadi

tanggung jawab Kementerian Agama. Semula hal itu berlaku di Jawa dan Madura,

tetapi setelah terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

didorong oleh mosi integral Mohammad Natsir (periode berlakunya UUDS 1950)

dan penyerahan urusan keagamaan dari bekas negara-negara bagian Republik

Indonesia Serikat (RIS) kepada Menteri Agama, maka secara de jure dan de facto,

tugas dan wewenang dalam urusan agama bagi seluruh wilayah RI menjadi

tanggung jawab Menteri Agama.


52

Pada waktu memperingati 10 tahun berdirinya Kementerian Agama, tahun

1956, Menteri Agama K. H. Muhammad Ilyas menegaskan kembali politik

keagamaan dalam Negara Republik Indonesia. Ditegaskannya, bahwa fungsi

Kementerian Agama adalah merupakan pendukung dan pelaksana utama asas

Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada perkembangan selanjutnya, dalam rangka

meningkatkan pelayanan publik, saat ini Kementerian Agama terdiri dari 11 unit

eselon I yaitu : Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Badan Penelitian dan

Pengembangan, dan Pendidikan dan Pelatihan, dan 7 Direktorat Jenderal yang

membidangi Pendidikan Islam, Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Bimbingan

Masyarakat Islam, Bimbingan Masyarakat Kristen, Bimbingan Masyarakat

Katolik, Bimbingan Masyarakat Hindu, Bimbingan Masyarakat Buddha, dan

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Selain 11 unit kerja tersebut, Menteri Agama juga dibantu oleh 3 (tiga) staf

ahli dan 2 (dua) pusat yaitu : Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan

Keagamaan, Staf Ahli Bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi, Staf Ahli

Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pusat Kerukunan Umat Beragama, Pusat

Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu.

1. Visi dan Misi Kementerian Agama

a. VISI Kementerian Agama

"Terwujudnya Masyarakat Indonesia yang Taat Beragama, Rukun,

Cerdas, dan Sejahtera Lahir Batin dalam rangka Mewujudkan Indonesia

yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong

Royong" (Keputusan Menteri Agama Nomor 39 Tahun 2015).


53

b. MISI Kementerian Agama

1. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama

2. Memantapkan kerukunan intra dan antar umat beragama

3. Menyediakan pelayanan kehidupan beragama yang merata dan

berkualitas

4. Meningkatkan pemanfaata dan kualitas pengelolaan potensi ekonomi

keagamaan

5. Mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang berkualitas

dan akuntabel

6. Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan umum berciri agama,

pendidikan agama pada satuan pendidikan umum, dan pendidikan

keagamaan

7. Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan

terpercaya

(Keputusan Menteri Agama Nomor 39 Tahun 2015)

2. Tugas dan Fungsi Kementerian Agama

a. Tugas: Kementerian Agama mempunyai tugas menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang agama untuk membantu Presiden dalam

menyelenggarakan pemerintahan negara.

b. Fungsi: Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Agama

menyelenggarakan fungsi, yaitu:


54

1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang

bimbingan masyarakat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan

Khonghucu, penyelenggaraan haji dan umrah, dan pendidikan agama

dan keagamaan;

2. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan

administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan

Kementerian Agama;

3. Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang menjadi tanggung

jawab Kementerian Agama;

4. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian

Agama;

5. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Agama di daerah;

6. Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah;

7. Pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan di

bidang agama dan keagamaan;

8. Pelaksanaan penyelenggaraan jaminan produk halal; dan

9. Pelaksanaan dukungan substantif kepada seluruh unsur organisasi di

lingkungan Kementerian Agama.

3. Tujuan Pembangunan Kementerian Agama

Bidang Agama:

a. Peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama dalam

rangka meningkatkan kualitas kehidupan beragama.


55

b. Pengukuhan suasana kerukunan hidup umat beragama yang harmonis

sebagai salah satu pilar kerukunan nasional.

c. Pemenuhan kebutuhan akan pelayanan kehidupan beragama yang

berkualitas dan merata.

d. Peningkatan pemanfaatan dan perbaikan kualitas pengelolaan potensi

ekonomi keagamaan dalam meningkatkan kontribusi pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan percepatan pembangunan.

e. Peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang

trasparan dan akuntabel untuk pelayanan ibadah haji yang prima.

f. Peningkatan kualitas tata kelola pembangunan bidang agama dalam

menunjang penyelenggaraan pembangunan bidang agama yang efektif,

efisien, transparan dan akuntabel.

Bidang Pendidikan:

a. Peningkatan akses pendidikan yang setara bagi masyarakat tidak mampu

terhadap pendidikan dasar-menengah (wajib belajar 12 tahun).

b. Peningkatan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat pada

berbagai jenjang pendidikan.

c. Penurunan tingkat kegagalan masyarakat dalam menyelesaikan

pendidikan pada jenjang pendidikan dasar-menengah (wajib belajar 12

tahun).

d. Peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang

pendidikan.
56

e. Peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam melakukan

proses mendidik yang profesional di seluruh satuan pendidikan.

f. Peningkatan akses masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan

agama pada satuan pendidikan umum yang berkualitas.

g. Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan keagamaan yang

berkualitas.

B. Sekilas Tentang Tafsir Kementerian Agama RI

1. Latar Belakang Penulisan Tafsir Kementerian Agama RI

Mengacu pada sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian

Agama RI, bahwa Kementerian Agama RI mempunyai tanggung jawab untuk

menjalankan amanat pasal 29 UUD 1945, dalam Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Disebutkan dalam RPJMN bahwa

prioritas peningkatan kualitas kehidupan beragama meliputi: (Sambutan

Kepala Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, Spiritulitas dan

Akhlak, Tafsir Al-Qur’an Tematik, 2012, hal. Xiii).

a. Peningkatan kualitas pemahaman dan pengalaman agama

b. Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama

c. Peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama

d. Pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan lancer

Selanjutnya, penyusunan tafsir tematik ini dilakukan berdasarkan

masukan dan rekomendasi para ulama Al-Qur’an tanggal 8-10 Mei 2006 di

Yogyakarta dan 14-16 Desember 2006 di Ciloto. Jika sebelumnya tafsir


57

tematik berkembang melalui karya individual, maka kali ini Kementerian

Agama menggagas agar terwujud sebuah karya tafsir tematik yang disusun

oleh sebuah tim sebagai karya bersama. Ini juga sebagai wujud realisasi

tanggung jawab Kementerian Agama terhadap amanat pasal 29 UUD 1945

(Sambutan Menteri Agama Departemen Agama RI, Spiritulitas dan Akhlak,

Tafsir Al-Qur’an Tematik, 2012, hal. Xi)

Selain itu, sesuai dengan dinamika masyarakat dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, masyarakat memerlukan adanya tafsir yang lebih

praktis. Sebuah tafsir yang disusun secara sistematis berdasarkan tema-tema

aktual di tengah masyarakat, sehingga diharapkan dapat memberi jawaban atas

berbagai problematika umat. Oleh karena itu, tafsi Kementerian Agama ini

hadir dengan pendekatan tematik.

Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI disusun oleh lembaga resmi

dibawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia, yakni Lajnah

Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Kemudian tim kerja tersebut menyajikan karya

tafsirnya dengan metode tematik atau Tafsir tematik atau dikenal juga dengan

sebutan maudhu’i. Tafsir Maudhi adalah suatu metode tafsir yang

pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam Al-

Qur’an. (Tim Forum Karya Ilmiah Raden Purna Siswa 2011 MHM Lirboyo,

2013 hal. 230)

Tim penyusun menyajikan tema-tema yang dibahas berdasarkan

pendekatan induktif dan deduktif. Dengan pendekatan induktif, tim penyusun

berupaya memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan dengan


58

berangkat dari nash al-Qur’an menuju realita. Sementara dengan

pendekatan deduktif, tim penyusun berangkat dari persoalan dan realita

yang terjadi kemudian mencari solusinya dari al-Qur’an. (Kata Pengantar

Ketua Tim Penyusun Tafsir Tematik Departemen Agama RI, Spiritulitas dan

Akhlak, Tafsir Al-Qur’an Tematik 2012, hal. Xxix)

Tabel 4.1

Adapun Keputusan Menteri Agama No. 30 Tahun 1980 menyebutkan

sebagai berikut

NO NAMA JABATAN

1 Prof. K.H. Ibrahim Husain, LML. Ketua

2 K.H. Syukri Ghozali Wakil Ketua

3 R.H. Hoesein Thoib Sekretaris

4 Prof. K.H. Bustmi A, Gani Anggota

5 Prof. Dr K.H. Muchtar Yahya Anggota

6 Drs. Kamal Muchtar Anggota

7 Prof. K.H. Anwar Musddad Anggota

8 K.H. Sapari Anggota

9 Prof. K.H.M. Salim Fachri Anggota

10 K.H. Muchtar Lutfi EL Anshari Anggota


59

11 Dr. J.S. Badudu Anggota

12 H.M. Amin Nashir Anggota

13 H.A. Aziz Darma Wijaya Anggota

14 K.H.M. Nur Asjik, MA Anggota

15 K.H.A. Razak Anggota

Tabel 4.2

Sedangkan berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 280 Tahun 2003

adalah sebagai berikut

NO NAMA JABATAN

1 Prof. Dr. H.M. Atho Pengarah


Mudhar

2 Prof. H. Fadhal AE. Pengarah


Bafadal, M. Sc.

3 Dr. H. Ahsin Sakho Ketua


Muhammad, MA

4 Prof. K.H. Ali Mustafa Wakil Ketua


Yaqub, MA
60

5 Drs. H. Muhammad Sekretaris


Shohib

6 Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Anggota


Nawawi, MA

7 Prof. Dr. H. Salman Harun Anggota

8 Dr. Hj. Faizah Ali Anggota


Sibromalisi

9 Dr.H. Muslih Abdul Karim Anggota

10 Dr.H. Ali Audah _

11 Dr. Muhammad Hisyam _

12 Prof. Dr. Hj. Huzaimah T. _


Yanggo, MA

13 Prof. Dr. H.M. Salim _


Umar, MA

14 Prof. Dr. H. Hamdani _


Anwar, MA

15 Drs. H. Sibli Sardjaja, _


LML

16 Drs. H. Mazmur Sya’rani _

17 Drs. H. M. Syatibi AH _

18 Drs.H. Rosehan Anwar, Staf Sekretaris


61

APU

19 H. Abdul Aziz Sidqi, Staf Sekretaris


M.Ag

20 Jonni Syatri, S,Ag Staf Sekretaris

21 Muhammad Musadad, Staf Sekretaris


S.TH.I

K.H. Sahal Mahfudz


22 Penasehat

Prof. K.H. Ali Yafie


23 Penasehat

Prof. Drs.H. Asmuni


24 Abd.Rahman Penasehat

Prof. Drs. Kamal Muchtar


25 Penasehat

K.H. Syafi’i Hadzami


26 Penasehat

Prof.Dr. H.M. Quraish


27 Shihab, MA Narasumber

Prof.Dr.H. Said Agil


28 Husni Al- Narasumber
Munawar,MA

Tabel 4.3

Tim lain yang ditunjuk terlibat dalam upaya penyempurnaan tafsir adalah

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tim yang dibentuk dari LIPI

dihususkan untuk menyempurnakan penafsiran pada ayat-ayat kauniyah

dengan pendekatan sains. Adapun susunan kepanitiaan sebagai berikut:


62

NO NAMA JEBATAN

Prof.Dr.H. Umar Anggara Jenie, Apt,


1 Pengarah
M.Sc.

2 Dr.H. Heri Harjono Ketua

3 Dr.H. Muhammad Hisyam Sekretaris

4 Dr. H. A. Rahman Djuansah Anggota

5 Dr.H. hoemam Rozie Sahal Anggota

6 Prof. Dr. Arie budiman Anggota

7 Ir. H. Dudi Hidayat, M.Sc. Anggota

8 Prof. Dr. H. Syamsul farid Ruskanda Anggota

Sedangkan dalam upaya menafsirkan ayat-ayat kauniyah, tim LIPI

dibantu oleh kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknoligi (BPPT) yang

pada waktu itu dijabat oleh Prof. Dr. Ir. H. Said Djauharsyah Jenie, Scm Sed.

Dengan dibantu Staf Sekretariat Dra. E. Tjempakasri, M.Lib. dan Drs. Tjetjep

kurnia.

2. Metode dan corak penafsiran Tafsir Kementerian Agama RI

Adapun kitab tafsir kemenag RI yang digunakan oleh peneliti adalah kitab

Tafsir dengan edisi yang disempurnakan. Perkembangan zaman telah

mendorong beberapa pihak menyarankan untuk penyempurnaan kembali tafsir


63

Kementrian Agama yang sudah ada. Hal ini bukan karena tafsir yang sudah ada

tidak relevan lagi akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperbaiki agar

pembaca pada masa kini mendapat hal-hal baru dengan gaya bahasa yang

cocok untuk kondisi masa kini. Berikut akan dipaparkan tentang beberapa

perbaikan yang telah dilakukan oleh tim penyempurnaan tafsir kementerian

agama RI:

a. Judul, Judul disesuaikan dengan kandungan ayat yang akan di tafsirkan,

kadang tim melakukan perubahan pada judul yang dianggapnya kurang

tepat sesuai kandungan ayat yang akan ditafsirkan.

b. Penulisan kelompok ayat, Dalam penulisan yang menjadi standar acuan

adalah rasm yang secara resmi sudah beredar luas dikalangan masyarakat

Indonesia. Jika kelompok ayatnya terlalu panjang, maka tim membagi lagi

dalam beberapa kelompok dan diberinya judul baru.

c. Terjemah, Penerjemahan dilakukan dengan mengacu pada Al-Qur’an

Depertemen Agama tahun 2002 yang telah diterbitkan pada tahun 2004.

d. Kosakat, ini merupakan terobosan baru dari Tafsir Kementerian Agama.

Pada edisi sebelumnya kajian kosakata belum mendapatkan perhatian. Pada

edisi ini, kajian kosakata cenderung diketengahkan. Dalam pemaknaan

kosakata, yang diketengahkan adalah makna dasar dari kosakata tersebut

kemudian diuraikan pemaknaannya pada ayat al-Qur’an dan kemudian

mengetengahkan arti yang paling pas. Pada langkah selanjutnya diuraikan

secara luas sesuai yang diperlukan dalam penafsiran.


64

e. Munāsabah, Ada dua kriteria munāsabah yang digunakan dalam

menafsirkan tafsir Kementerian Agama ini, yakni munāsabah antara satu

surah dengan surah sebelumnya dan munasabah antar kelompok ayat

dengan ayat sebelumnya.

f. Asbābun nuzūl, Asbābun nuzūl dalam penafsiran ini dijadikan sub tema.

Jika dalam kelompok suatu ayat ada beberapa Asbābun nuzūl, maka yang

pertama yang dijadikan sub tema. Sedangkan Asbābun nuzūl yang lain

diterangkan dalam uraian tafsir.

g. Tafsir, Secara garis besar, penafsiran tidak banyak mengalami perubahan.

Jika ada perbaikan adalah pada redaksi, meringkas uraian yang sudah ada,

membuang uraian yang tidak perlu, mentahrij hadits atau mengungkap yang

belum ditahrij, atau mengeluarkan hadits yang tidak sahih. Tafsir ini juga

memiliki nuansa ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi secara sederhana

sebagai refleksi kemajuan teknologi abad mutakhir ini, hal ini juga

mengungkapkan kepada saintis bahwa Al-Qur’an berjalan sesuai tuntutan

zaman. Ayat-ayat kauniah dalam hal ini dikaji oleh Lembaga ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI).

h. Kesimpulan, Sebagai langkah terakhir dari penafsiran, dibuatlah kesimpulan

dari masing-masing tema. Dalam kesimpulan diketengahkan sisi-sisi

hidayah.

Dari hasil analisa peneliti Tafsir kementerian RI edisi yang disempurnakan

secara umum menggunakan metode tafsir Tahlili karena menjelaskan Al-Quran

dengan menguraikan dari berbabagai seginya dan mejelaskan apa yang


65

dimaksudkan oleh al-quran, juga dilakukan secara berurutan ayat demi ayat

kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan

mushaf al-Quran, menjelaskan kosa kata, konotasi kalimatnya, latarbelakang

turunnya ayat, serta munasabah baik sebelum atau sesudahnya. Sedangkan

secara khusus menggunakan metode Maudu’i karena tafsir ini menggolongkan

ayat sesuai dengan temanya.

Adapun mengenai corak penafsirannya, Al-Qur’an dan Tafsirnya bercorak

adab al-ijtima‟i karena tafsir ini disusun mencakup beberapa aspek terkait

sosial kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan, juga bercorak Hida’i yakni

setiap bahasan ayat diberi tema-tema sebagai arah yang dimaksud ayat tersebut

agar pembaca mendapatkan pencerahan dan hidayah setelah membacanya

(Muqoddimah 2010: xxxv).

C. Paparan Data dan Pembahasan

1. Sekilas Tentang JUZ 29

Juz 29 berisi 11 surah yang dimulai dengan surah ke 67 yaitu surah Al-

Mulk sampai dengan surah yang ke 77 yaitu Al-Mursalah, artinya yang diutus.

Urutan surahnya yaitu Al-Mulk (kerajaan), Al-Qalam (pena), Al-Haqqah

(kiamat), Al–Ma’arij (tangga tempat naik), Nuh, Al-Jin, surah Al-Muzammil

(orang-orang yang berselimut), (Al-Muddatstsir (orang yang berkelumun), (Al-

Qiyamah (hari kiamat), Al-Insan (manusia) dan Al-Mursalah (yang diutus).

Menurut Quraish Shihab kesebelas surah ini diturunkan di Makkah al-

Karomah. Surah-surah yang diturunkan di Makkah ayatnya pendek-pendek

namun isinya padat menembus hati orang yang bersikeras mempertahankan


66

kemusrikan. Surah ini berisi banyak tantangan kepada pendirian kaum kafir

yang salah, juga berisi tasliyah atau pengobat hati bagi Nabi Muhammad yang

selalu dibantah oleh kaumnya. Berisi peringatan yang keras bagi orang-orang

yang tidak mengikuti ajaran yang benar, disamping memberikan harapan bagi

orang yang mematuhi dakwah Rasulullah saw (Al-Azhar, 20007-7524).

Pada dua surah yang bergandengan dekat, yaitu al-Muzammil dan al-

Muddattshir terbayang bagaimana Rasulullah memulai dakwahnya. Rasul

seakan diselimuti oleh kebingungan demi menghadapi tugas yang berat,

kemudian beliau diperintahkan bangun untuk memulai berjuang melakukan

dakwah, membulatkan tekad kepada Tuhan yang membersihkan diri sendiri

lahir dan batin dan dari apapun pengaruh alam ini. Menurut Buya HAMKA,

dengan membaca surah Al-Muzammil, kita melihat bahwa Nabi saw.

diperintahkan untuk memperkuat jiwa, memperteguh jiwa dan menjadikan

pribadi yang utuh dan tahan menghadapi segala rintangan dengan melakukan

qiyamullail.

Buya HAMKA juga mengatakan jika membaca surah Al-Qalam kita

diberitahu betapa besar kepentingan yang terkandung dalam penulisan di dalam

qalam atau pena untuk mencatat ilmu pengetahuan pada umumnya dan wahyu

illahi pada khususnya. Surah Al-Qalam memberi kita dua ingatan, yaitu ingatan

yang pertama bahwa agama umat memerlukan catatan supaya tidak hilang

bahkan hadis-hadis sabda Nabi pun dicatat agar jangan sampai dilupakan oleh

orang-orang.
67

Kemudiaan surah Nuh adalah surah yang ke 71, seluruh ayatnya pendek-

pendek dan menerangkan perjuangan suka-duka seorang Rasul Allah

menyampaikan dakwah pada umumnya agar meninggalkan menyembah

berhala dan menyembah Allah yang Maha Tunggal. Surah Nuh bukan saja

sebagai obat kecewa bagi Nabi Muhammad saw. bahkan juga menjadi

perangsang bagi tiap-tiap mereka yang merasa memikul tanggung jawab

menyambut pusaka Nabi-Nabi melakukan dakwah di muka bumi ini, menyeru

manusia kepada jalan yang benar.

Demikian juga surah Jin, Buya HAMKA mengungkapkan bahwa dengan

mengatahui makna surah ini menambah keyakinan kita tentang adanya

makhluk halus yang berada di luar jangkauan penglihatan manusia atau panca

indra yang lima, tetapi dapat diyakinkan oleh orang yang dibukakan Tuhan

baginya, karena rohani terkadang dapat melihat apa yang tidak dapat kita lihat

oleh mata lahir (Tafsir al-azhar, 2007: 7524-7526).

2. Metodelogi Penamaan Surah pada Juz 29 Tafsir Kementerian Agama RI

Tahun 2010

Dalam pembahasan ulumul Qur’an ada salah satu bahasan yang

memaparkan mengenai penamaan surah di dalam Al-Qur’an. Mengenai

penamaan surah ini penulis mengutip dari Sahroni, (2019: 3) yaitu menurut

Imam Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H) yang mengatakan bahwa semua surah-

surah di dalam Al-Qur’an mempunyai nama yang diberikan oleh Rasulullah (al-

Thabari, 2000: 100). Ada pendapat dari Syaikh Sulaiman al-Bajirami (w. 1221

H) mengungkapkan bahwa nama-nama surah menurut petunjuk Rasulullah


68

karena nama-nama surah beserta urutan-urutan surah dan ayat di dalam Al-

Qur’an semuanya petunjuk Rasulullah atas bimbingan malaikat Jibril. As-Suyuti

juga menegaskan bahwa semua penamaan surah dalam Al-Qur’an telah

ditentukan oleh Rasulullah dan semuanya berdasarkan atsar yang sahih.

Adapun metodologi penamaan surah pada juz 29 yang terdiri dari 11 surah

(Al-Mulk, al-Qalam, al-Haqqah, al-Ma’arij, Nuh, al-Jin, al-Muzammil, al-

Muddaththir, al-Qiyamah, al-Insan dan al-Mursalat) penulis telusuri terbagi

menjadi dua bagian, yaitu ada nama surah yang ditetapkan berdasarkan tauqify

atau langsung dari Nabi dan nama surah yang ditetapkan berdasarkan ijtihad.

1. Penamaan Surah al-Mulk

Penamaan surah ini berdasarkan tauqify ada empat nama yaitu surah al-

Mulk, surah taba>rrak, surah Taba>rakalladzi Biyadihilmulk, dan surah

munjiya>t. Sedangkan penamaan surah ini yang berdasarkan ijtihadi ada

empat nama yaitu al-Mulk, al-Wa>qiyah, al-ma>ni’ah, dan muja>dalah.

Dinamakan surah al-Mulk yang bermakna kerajaan karena kandungan dalam

ayat ini adalah membahas tentang pengagungan Allah kepada dzat-Nya yang

ada di tangan-Nya segala kerajaan-kerajaan langit dan bumi. Nama al-Mulk

sudah terkenal di berbagai kitab tafsir. Dalam kitab al-Munir menjelaskan

dinamakan surah al-Mulk karena pembukaan surah dimulai dengan

menyucikan Allah dan mengagungkan dzat-Nya yang memiliki kerajaan yaitu

pada firman Allah ayat pertama surah al-Mulk,

)1 :67/‫ ( الملك‬١ ‫ش ْيءٍ قَ ِدي ٌْۙر‬ َ ‫ِي بِيَ ِد ِه ْال ُم ْل ُۖكُ َوه َُو‬
َ ‫ع ٰلى ُك ِل‬ ْ ‫تَ ٰب َركَ الَّذ‬

Artinya: Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia


Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Mulk/67:1)
69

Penamaan surah ini dengan nama surah Taba>rak yaitu dilihat dari

riwayat Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah bersabda: (Surah Taba>rak itu

mencegah dari siksa kubur) dari Rofi’ bin Khodij dan Abi Hurairah, mereka

berdua mendengar Rasulllah bersabda: Telah dturunkan padaku surah

Taba>rak yaitu 30 ayat. Sebagaimana as-Sakhowi menyebutnya dalam

Jumalul Quro dan juga disebutkan oleh As-Suyuti dalam kitabnya al-Itqon.

Begitu juga al-Alusi, al-Qosimi dalam tafsir keduanya.

Nama yang ketiga yaitu dengan nama surah taba>rakalladzi biyadihil

mulk. Penamanya dengan alasan karena didengar dari Rasulullah yaitu dari

yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.: Dari Nabi bersabda “Sesungguhnya

surah Al-Qur’an berisi 30 ayat yang memberi syafaat kepada seseorang

sampai Ia diampuni adalah surah taba>rakalladzi biyadihil mulk.”

Penamaan yang ke empat yaitu surah al-Munjiyat. Dalam al-Itqon dari

tarikh Ibnu Asakir dari hadis Anas bin Malik yaitu (Sesungguhnya Rasulullah

menamainya surah al-Munjiyah. Dan Ibnu athiyah menyebut dalam tafsirnya

hadist dari Jabir bin Abdillah yang diangkat: (Sesungguhnya surah itu

menjaga dari siksa kubur dan menolong orang yang menghafalnya tidak

mendapat siksa kubur). Penamaan ini juga disebutkan oleh beberapa mufassir

dalam tafsirnya yaitu az-Zamaksyari, At-Tabari, Ar-razi, al-Qurtubi dan al-

Badhawi. Jadi, dinamakan al-Munjiyat karena dapat melindungi seseorang

dari azab kubur.

Adapun pemberian nama secara Ijtihad dengan alasan yaitu, dinamakan

surah Taba>rak al-Mulk karena perkataan Ibnu Abbas berkata “Telah


70

dturunkan surah taba>rak almulk di Makkah”. Kemudian penamaan surah al-

Mulk dengan al-Waqiyah yang artinya melindung atau menolong, al Mani’ah

yang artinya mencegah. Nama-nama ini juga digunakan oleh banyak

mufassir.

2. Penamaan Surah al-Qalam

Surah al-Qalam penamaannya berdasarkan tauqifi atau langsung dari

Nabi. Nama ini juga sering ditemukan di banyak mushaf dan kitab tafsir dan

sunnah. Dinamakan surah al-Qalam karena menjadi permulaan pada awal

ayat ini sebagaimana Allah bersumpah dengan nama al-Qalam yaitu:

)1 :68/‫ ( القلم‬١ َ‫ط ُر ْو ٌۙن‬


ُ ‫ۤن َۚو ْالقَلَ ِم َو َما َي ْس‬
Artnya: Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan. (Al-Qalam/68:1)

Kemudian penamaan secara Ijthadi yaitu surah nun dan Dalam

kesepakatan penamaan surah Nun karena sebagian sahabat telah menemukan

catatan pada mushaf Sunnah tahun 193 H. Kemudian pada mushaf yang

tercatat pada mushaf tahun 800 H dan juga mushaf pada kepemimpinan

usmaniyah. Sebagian mufassir juga menggunakan nama ini dalam tafsirnya.

Salah satunya At-Tabari dalam tafsirnya, dan az-Zamakhsyari, dan Al-

Baidhawi. Diterjemahkan juga oleh Tirmidzi dalam kitab jami’nya

sebagaimana sebagain mufassir menyebutnya. Dinamakam dengan surah ini

juga dikarenakan surah ini menggunakan satu huruf saja dalam ayat

pertamanya sepert juga penamaan surah Qaf dalam dan Sad.

Dalam kitan al-Munir, (2016: 64) dijelaskan bahwa penamaan surah al-

Qalam karena surah ini dibuka dengan Qalam atau pena yang digunakan
71

bersumpah oleh Allah. Hubungannya dengan konten ayatnya yaitu Allah

bersumpah dengan al-Qalam untuk pengangungan karena dalam penciptaan

dan yang menyempurnakankalam tersebut ada bukti yang menujukkan

hikmah yang agung. Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Kassyaf yang

dimaksud dengan al-Qalam menurut mayoritas ulama adalam jins (jenis

pena). Allah swt bersumpah dengan semua yang digunakan untuk menulis di

langit dan bumi.

3. Penamaan Surah al-Haqqqah

Penamaan surah ini berdasarkan tauqifi yaitu al-Haqqah. Yang berarti

hari yang pasti terjadi dalam artian ialah hari akhir. Penamaan surah ini

dengan nama al-Haqqah karena tercatat dalam mushaf dan kitab tafsir dan

sunnah. Dalam kitab al-Munir karangan Wahbah Azzuhaili (2016: 100)

disebutkan bahwa penamaan surah ini dengan al-Haqqah dikarenakan surah

ini dibuka dengan pertanyaan mengenai kiamat demi membesarkan

keadaannya dan mengagungkan kepentingannya. Al-Haqqah adalah salah

satu nama dari hari kiamat sebab di dalamnya terwujud janji dan ancaman.

Al-Haqqah adalah hari kiamat yang pasti terjadi, pasti datang tanpa keraguan

di dalamnya.

Secara ijtihad, penamaan surah al-Haqqah ada dua nama yaitu surah al-

Silsilah dan surah al-Wa’iyah. Nama ini juga digunakan oleh Fairuz Zabadi

dalam penjelasannya dan nama ini belum berdasarkan atsar yang sohih. Nama

al-Wa’iyah diambil dari ayat 12 surah ini. Kedua nama tersebut adalah hasil

penamaan berdasarkan ijtihad dan bukan ditetapkan oleh Nabi.


72

4. Penamaan Surah Al-Ma’arij

Penamaan surah ini berdasarkan tauqifi yaitu al-Ma’arij. Al-Ma’arij

berarti tempat naik. Lafaz Ma’raj sendiri berasal dari kata ‘araja yang

artinya sangat tinggi. Ma’raj adalah tempat malaikat naik. Nama surah ini

sudah dikenal di berbagai mushaf dan kitab tafsir. Penamaannya dengan surah

al-Ma’arij diambil dari ayat pertama pada surah ini. Adapun Penamaan

berdasarkan ijithadi adalah surah sa ala sailun atau sa ala. Diketahui dengan

nama ini pada masa sahabat bahwa Ibnu Abbas berkata: Diriwayatkan surah

sa ala di Makkah. Dan Ibnu Zubair juga meriwayatkan demikian. Kemudian

juga digunakan oleh sebagian mufassir seperti As-Syaukani dan al-Alusi.

Kemudian penamaan ini juga diambil dari ayat pertama, kata saala salun,

yaitu

ٍ ‫س ۤا ِٕى ٌۢل بِعَ َذا‬


)1 :70/‫ ( المعارج‬١ ‫ب َّواقِ ٌۙ ٍع‬ َ ‫سا َ َل‬
َ
Artinya: Seseorang bertanya tentang azab yang pasti terjadi, (Al-
Ma'arij/70:1)

Nama yang ketiga yaitu Al-Waqi’. Penamaan dengan nama al-Waqi’

juga ditemukan pada catatan mushaf tahun 4431 H. Assuyuti juga

menggunakan nama ini pada kitabnya al-Itqon. Alasan penamaannya diambil

dari kata terakhir pada ayat pertama. Jadi, penamaan surah al-Ma’arij

berhubungan dengan isi konten ayat ini yang mana pembahasannya mengenai

mi’raj atau tempat yan tinggi.

5. Penamaan Surah Nuh


73

Penamaan surah nuh berdasarkan tauqifi atau ditetapkan langsung oleh

Nabi. Nama ini dikenal dengan surah Nuh dan sudah digunakan dalam

banyak mushaf, kitab tafsir dan kitab sunnah. Karena Ibnu Abbas berkata:

Telah diturunkan surah Nuh di Makkah. Proses penamaanya karena surah ini

mempunyai kandungan surah berisi tentang kisah Nabi Nuh bersama

kaumnya dan juga dakwahnya.

Dalam kitab al-Munir karangan Wahbah Az-Zuhaili disebutkan tentang

proses penamaan surah Nuh yaitu dinamakan surah Nuh karena surah ini

menyebuh nama Nuh as, kisahnya dengan kaumnya dari mulai berdakwah

hingga terjadi topan, sebagaimana tersebut dalam permulaan surah yaitu

surah Nuh pada ayat pertama:

Sedangkan penamaan secara ijtihad yaitu surah Inna arsalnaa Nuuhan.

Penamaan ini sebagaimana juga digunakan oleh al-Bukhori dalam kitab

sohihnya begitu juga oleh perkataan ulama salaf menamainya dengan

mengambil kata Nuh di ayat awal. Nama ini tidak digunakan oleh Tirmizi

dalam kitab jami’nya. Telah sampai perkataan Ibnu Zubair ra: Telah

diturunkan surah Inna arsalnaa Nuuhan di Makkah dan penamaan ini tdak

ditetapkan oleh Nabi melainkan adalah kesepakatan.

6. Penamaan Surah Jin

Penamaan surah Jin berdasarkan penamaan dari Rasulullah. Nama ini

sudah digunakan dibanyak mushaf seperti dalam kitab tafsir, ayat yang

diterjemahkan oleh Tirmidzi dalam kitab Jami’nya. Dan disampaikan pula

oleh perkatan Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair, telah dikeluarkan oleh Ibnu
74

Mardawiyah berkata, telah diturunkan surah Jin di Makkah. Proses

penamaannya karena surah Jin sendri mengandung isi yang menjelaskan

tentang sebuah peristiwa mengenai Jin. Wahbah Azzuhaili juga

menambahkan bahwa surah ini dinamakn surah Jin karea berkaitan dengan

keadaan para Jin. Yaitu ketika mereka mendengar Al-Qur’an dan

mengimaninya. Kemudia mereka menjelaskan hubugan mereka degan

manusia, paya mereka dalam mencuri pendengaran, mereka dilempar dengan

bintang yang dibakar dan hal-hal lain mengenai pembicaraan Jin dimana

mereka ada yang mukmin dan ada yang kafir. Dari penamaan ini, dalam

pemberian nama surah Jin, ini berhubungan dengan asbabun Nuzul surah dan

konten ayat pada surah ini.

Adapun penamaan bedasarkan ijtihad yaitu Qul Uuhyiy . Dinamakan

dengan qul uuhiya karena telah dikeluarkan dari Ai’syah ra. dari Ibnu

Mardawiyah, berkata: Telah dturunkan surah qul Uuhiya di Makkah, juga

diterjemahkan oleh Bukhori dalam kitab Sohihnya di kitab tafsir. Nama ini

juga digunakan oleh beberapa ulama tafsir yaitu al-Alusi dalam tafsirnya

sebagaimana juga disampakan oleh al-Biqa’i. Ibnu Asyur berkata: Telah

dikenal oleh orang-orang yang berilmu dalam kitab-kitab Quraniyyah dengan

dengan nama Qul Uhiya, dan penamaan surah ini diambil dari pembukaan

pada ayat pertama pada surah ini.

7. Penamaan Surah Al-Muzammil


75

Penamaan surah al-Muzammil langsung dari nabi. Jadi pengambilan

nama al-Muzammil tidak ada nama melalui jthad. Proses penamaan surah

ini yaitu sudah banyak digunakan dalam mushaf dan kitab tafsir. Telah

disampaikan juga oleh Ibnu Abbas: telah diturunkan surah al-Muzammil di

Makkah kecuali dua ayat yaitu ayat dan dijelaskan dengan ketentuan yang

dipanggil dengan firman Allah ayat pertama surah al-Muzammil. Wahbah

Azzuhaili dalam kitabnya al-Munir (2016: 197) juga menyebutkan bahwa

surah ini dinamakan surah al-Muzammil, artinya orang yang berselimut

dengan pakaian-pakaiannya. Hal inidisebabkan urah tersebut bercerita

tentang Nabi Muhammad saw. Pada awal turun wahyu. Selain hal itu, surah

ini dimulai dengan perintah Allah swt agar Nabi beranjak dari berslimut

yakni berbalut diri pada malam hari dan bangkit untuk menyampaikan

risalah Tuhannya.

8. Penamaan Surah Al-Muddaththsir

Penamaan surah ini langsung dari Nabi atau nama berdasarkan tauqifi.

Telah sampai pekataan Inbnu Abbas bahwasannya, berkata: (Telah

diturunkan surah Al-Muddaththir di Makkah dan Ibnu Zubair juga

meriwayatkan demikian. Penamaa ini juga sering ditemukan dalam mushaf-

mushaf, kitab tafsir dan kitab sunnah. Dinamakan al-Muddathir karena surah

ini dibuka dengan sifat yang menyifati Nabi dalam firmannya ayat pertama

pada surah ini:

)1 :74/‫ ( المدثر‬١ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها ْال ُمدَّثِ ٌۙ ُر‬


Artinya: Wahai orang yang berkemul (berselimut)! (Al-Muddassir/74:1)
76

Jadi Nabi menamakan surah ini dengan surah al-Muddaththir juga

berhubungan dengan asbabun nuzul ayat. Kemudian dari penamaaan ini

hubungannya dengan konten ayat yaitu dalam ayat ini menjelaskan tentang

kesungguhan Nabi dalam memberikan peringatan kepada mereka yang

angkuh. Menurut Wahbah Azzuhaili (2016: 221) surah ini dinamkan dengan

al-Muddaththir karena dimulai dengan sifat yang disempatkan pada Nabi saw.

Asal kata al-Muddththir yakni adalah orag yang berselimut dengan pakaianny

untuk tidur atau untuk kehangatan. Ad-Sitsar adalah nama untuk barang yang

digunakan untuk berselimut.

9. Penamaan Surah Al-Qiyamah

Penamaan surah ini berdasarkan tauqifi yaitu dari Nabi. Penamaan surah

ini dengan nama al-Qiyamah karena sering dtemukan dalam banyak mushaf

dan kitab tafsir dan kitab sunnah. Disampakan juga oleh perkataan Ibnu

Abbas berkata: Telah diturunkan surah al-Qiyamah di Makkah. Wahbah Az-

Zuhaili dalam tafsirnya al-Munir (2016: 249) tentang penamaan surah al-

Qiyaman bahwa dinamakan dengan surah al-Qiyaman karena dimulai

dengan sumpah Allah dengan hari kiamat karena keagungan hari itu,

pembuktian kejadiannya, dan sangahan kepada orang-orang yang

mengingkarinya.

Nama yang berdasarkan ijtihad yaitu laa Uqsimu. Penamaan surah pada

masa sahabat Ibnu Abbas berkata: telah dIturunkan surah laa uqsmuu

biyaumil qiyamah di Makkah, dan dari Ibnu Zubair berkata: telah

diturunkan surah laa uqsimu di Makkah. Nama ini juga disebutkan oleh as-
77

Sakhowi sebagaimana telah disampakan juga oleh al-Alusi dalam tafsirnya.

Kemudian as-Suyuti juga menyebutnya terkait banyaknya nama.

Dinamakan surah laa uqsimuu karena ayat ini dimulai dengan kalimat

awal pada ayat pertama yaitu:

)1 :75/‫ ( الق ٰيمة‬١ ‫َل ا ُ ْق ِس ُم بِيَ ْو ِم ْال ِق ٰي َم ٌِۙة‬


ٰٓ َ
Artnya:. Aku bersumpah dengan hari Kiamat, (Al-Qiyamah/75:1)

Dan Penamaan ini adalah menrut kesepakatan dan belum pernah

ditetapkan oleh Nabi. Penamaanya juga berhubungan dngan knten ayat,

yaitu tentang har kamat.

10. Penamaan Surah Al-Insan

Penamaan surah ini berdasarkan tauqifi yaitu al-Insan. Diketahui juga

dari perkataan Ibnu Abbas yaitu: Telah diturunkn surah al-Insan di Madinah.

Begitu pula nama ini digunakan oleh banyak mushaf dan kitab tafsir.

Kemudian dalam proses menamakannya yaitu karena surah ini dibuka dengan

menyebut manusa dan penciptaannya. Seperti yang disebutkan pada ayat

pertama surah ini. Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya al-Munir (2016: 274)

memaparkan bahwa suah ini dinamakan dengan al-Insan karena dimulai

dengan penjelsan mengenai penciptaan menuaisa dan perwujudannya, setelah

sebelumnya tidak ada, kemudian menjadi khalifah di bumi. Allah

menciptakan semua keaikan, bahan tambang, dan perbendaharaan lainnya

untuk manusia. Sedangkan penamaan berdasarkan ijtihadi mempunyai lima

nama yaitu Hal ataa ‘alaa Insan, Hal Ataa, Ad-Dahr, al-Ibror, al-Amsyaj’.
78

Dinamakan surah Hal Ataa ‘alal Insan oleh sahabat seperti yang

dikeluarkan leh Ibnu Mardawiyah dari Ibnu Zubair berkata: Telah diturunkan

di Makkah surah Hal Ataa ‘alal Insan. Demikian nama ini juga digunakan

oleh At-Tabari dalam tafsirnya begitu juga Hakim dalam riwayat yang sama,

dan mereka menamakan dengan surah itu karena ayat pertama dalam

pembukaan surah. Kemudian penamaan surah hal Ataa juga digunakan oleh

beberapa ulama. Sepert Ibnu Jauz dan al-Alusi. Penamaan ini menurut ijtihad

sahabat dan bukan dtetapkan oleh Nabi. Penamaan surah ad-Dahr , al-Amsyaj

dan al-Abror juga bukan dar nabi, melainkan menurut ijthad dan digunakan

oleh para mufassir. Alasannya karena kata-kata yang digunakan ada pada ayat

di dalam surah ini. Ulama yang menggunakan nama ini yaitu al-Qosimi dan

al-Alusi dalam tafsirny kemudian juga al-Biqa’i dalam kitabnya

nazmuddurror.

11. Penamaan Surah al-Mursalat

Penamaan surah ini berdasarkn tauqifi yaitu al-Mursalat karena surah ini

dimulai dengan sumpah seperti yang terdapat dalam ayat pertama dan nama

ini juga sering digunakan dalam kitab tafsirdan sunnah. Sedangkan penamaan

berdasarkan ijtihad ada dua nama yaitu wal mursalaati urfa dan al-‘urfa.

Dinamakan surah wal mursalati urfa karena dimabil dari awal ayat pada

surah yaitu dan penaman al’Urfa seperti yang ditercatat dalam beberapa

kitab ulama salah satunya al-Biqa’i, Namun kedua nama ini tidk ditetapan

oleh nabi.
79

Wahbah Azzuhaili dala tafsirnya al-Munir (2016: 301) menuis bahwa

surah ini dinamakan dengan surah al-Mursalat karena surah ini dijadikan

sebagai sumpah yakn demi malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan.

Menurut penulis metodelogi atau langkah dalam penamaan surah pada

juz 29 ini berkaitan dengan asbabun nuzul surah itu sendiri. Ini dikarenakan

asbabun nuzul surah menjawab kejadian yang terjadi atau sedang timbul

permasalahan dan tentu kesemua itu berhubungan dengan konten dari pada

surah itu sendiri. Yang kedua penamaan surah juga berhubungan dengan tema

dari surah karena ulama ada yang menamakan surah melalui tema dari sebuah

surah. Yang ke tiga, langsung dari perkataan Nabi Muhammad yang banyak

diriwayatkan oleh para penulis hadist. Yang ke empat, penamaannya diambil

dari satu kata pada ayat yang pertama, karena alasan yang digunakan oleh

banyak para mufassir pada kitab tasirnya yaitu di ambil dari salah satu kata

pada ayat pertama yang ada beberapa surah sekaligus menjadi tema dari surah

itu sendiri.

10. Hubungan Nama Surah Dengan Konten Ayat Pada Juz 29 Tafsir

Kementerian Agama RI Tahun 2010

1. Muna>sabah antara surah Al-mulk dengan Kandungannya


Surah Al-Mulk ada 30 ayat dan termasuk ke dalam golongan surah

Makkiyah yang diturunkan setelah surah At-Tur. Nama surah ini diambil

dari kata al-mulk, ayat pertama surah yang artinya Kerajaan atau Kekuasaan.

Surah ini juga dinamai surah Tabarak (Maha Suci) yang diambil pada kata

pertama dan ayat pertama dalam surah ini.


80

Nama surah al-Mulk dan kandungan surah memiliki keterkaitan atau

hubungan. Korelasinya yaitu surah ini mempunyai nama al-Mulk yang

artinya “Kerajaan”, karena di dalam surah ini terdapat penjelasan-penjelasan

yang menerangkan bahwa Allah adalah raja, penguasa kerajaan bumi dan

akhirat.

Dalam tafsir Quraish Shihab kitab al-Misbah menulis tema dan tujuan

utama surah ini menurut Thaba’ Thaba’I adalah penjelasan tentang

ketercakupan segala sesuatu oleh rububiyyah (pemeliharaan, pengendalian

dan pengaturan) Allah swt. Hal ini bertolak beakang dengan pandangan

kaum muyrikin yang beranggapan bahwa setiap bagian dari alam raya ada

Tuhan pengatur dan pengendalinya, apakah pengatur malaikat atau

selainnya. Karena Tuhan menurut mereka hanya berfungsi sebagai

Tuhannnya segala tuhan.

Al-Biqa’I berpendapat bahwa tujuan utama surah ini adalah ketundukan

mutlak kepada Allah Yang Maha Sempurna kekuasaan Nya. Namanya surah

al-Mulk membuktikan hal tersebut karena kekuasaan mengantar kepada

ketundukan. Demikian juga nama Tabaraka karena yang demikian itu

halnya tentulah mantap dan bersinambung keadaannya lagi melimpah

anugerahnya yang kesemuanya mengantar kepada ketunduan (Quraish

Shihab, 2011: 192)

)1 :67/‫ ( الملك‬١ ‫ش ْيءٍ قَ ِدي ٌْۙر‬ َ ‫ِي ِبيَ ِد ِه ْال ُم ْل ُۖكُ َوه َُو‬
َ ‫ع ٰلى ُك ِل‬ ْ ‫تَ ٰب َركَ الَّذ‬
Artinya: “Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. Al-Mulk {68}1).
Kata ََ‫“ ت َ ٰب َرك‬Tabarak” mempunyai arti Maha suci. Sedangkan kata َُ‫ا ْل ُم ْلك‬

artinya Kekuasaan atau kerajaan. Ini berarti dalam surah Al-Mulk atau surah
81

Tabarak pembahasannya banyak yang menerangkan bahwa Allah adalah

Sang Maha Penguasa karena Ialah yang menciptakan seluruhnya. Baik

langit, bumi dan isinya. Allah penguasa di akhirat maka milik Allah lah

segala hari akhir, hari kiamat dan hari kematian.

Pokok-pokok isi kandungan dalam ayat ini seperti yang dikutip dalam

Tafsir Kementerian Agama RI (2010: 219), yaitu:

“Hidup dan mati itu adalah ujian bagi manusia. Allah menciptakan langit
dan bumi bertingkat-tingkat dan semua ciptaan-Nya memiliki keseimbangan
dan keharmonisan. Perintah Allah untuk memperhatikan alam semesta
untuk mempertebal keimanan kepada-Nya, azab yang diancamkan kepada
orang-orang kafir; janji Allah swt kepada orang-orang yang beriman. Allah
swt menjadikan bumi dengan sempurna sehingga mudah bagi manusia
karena amat sedikit di antara mereka yang mensyukuri nikmat-Nya, Dan
surah Al-Mulk menunjukkan bukti-bukti kebesaran dan kekusaan Allah
yang terdapat di alam semesta ini. Allah menganjurkan agar manusia
mempehatikannya dengan seksama hingga ereka dapa beriman kepada-Nya.
Bilamana mereka tetap ingkar, Allah akan menimoakan azab kepadanya.”

Kandungan isi yang terdapat dalam surah ini pada intinya menjelaskan
tentang kekuasaan Allah pada seluruh ciptaannya. Hidup dan mati Allah
jadikan ujian bagi manusia, Allah ingin mengetahui siapa di antara mereka
yang baik atau buruk amalnya dan Allah tentu mengetahui semua itu karena
Allah adalah sang Penguasa dunia. Kemudian Allah menciptakan langit dan
bumi bertingkat-tingkat agar manusia memperhatikan alam semesta supaya
imannya semakin bertambah, Iman karena Allah merupakan raja dunia dan
akhirat. Sebagai raja maka Allah berhak memberi aturan pada seluruh
ciptaannya. Allah mewajibkan manusia bersyukur dengan nikmat yang
diberikannya. Tatkala manusia lupa akan nikmat yang telah diberikan, Allah
berhak mengazab mereka. Korelasi antara nama surah al-Mulk dengan
kaandungan surah yaitu surah al-Mulk memaparkan tentang menyucikan
Allah dan mengagungkan dzat-Nya yang memiliki kerajaan yaitu Surah ini
membahas tentang kerajaan,
2. Muna>sabah antara Surah Al-Qalam dengan Kandungannya
82

Surah ini populer dengan nama surah al-qalam, juga sebagai surah Nun,

ada juga yang menggabung kedua kata itu, yakni surah Nun wa al-Qalam.

Mayorits ulama menyatakan bahwa keseluruhan ayat-ayat adalah Makkiyah,

yakni turun sebelum Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah. Beberapa

riwayat mengecualikan sekian ayat. Riwayat yang dinisbatkan kepada

sahabat Nabi saw. Ibn Abbas ra, menyatakan bahwa awal surah ini sampai

dengan ayat 16 adalah Makkiyah, lalu ayat 17 sampai dengan ayat 33 adalah

Madaniyyah, selanjutnya ayat 34 sampai dengan 47 dalah Makkiyah lagi.

Dan selebihnya adalah Madaniyyah lagi.

Thaba’ Thaba’i berpendapat bahwa surah ini bertujuan menghibur Nabi

Muhammad saw. setelah beliau dicerca oleh kaum muysrikin sebagai orang

gila. Dengan surah ini Allah memenangkan hati beliau melalui janji serta

pujian atas akhlak luhur beliau sambil mengingatkan agar tidak mematuhi

atau melunakkan sikap menghadapi mereka.

Tema utama surah ini, menurut al-Biqa’i adalah menampakkan apa

yang tersembunyi serta menjelaskan apa yang samar. Ada firman-Nya

dalam surah al-Mulk yang lalu ayat 26 yaitu:

)26 :67/‫ ( الملك‬٢٦ ‫ّٰللا َُۖواِنَّ َما ٰٓ اَن َ۠ا نَ ِذيْر ُّم ِبيْن‬
ِ ‫قُ ْل اِنَّ َما ْال ِع ْل ُم ِع ْن َد ه‬
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya ilmu (tentang hari
Kiamat itu) hanya ada pada Allah. Dan aku hanyalah seorang
pemberi peringatan yang menjelaskan.” (Al-Mulk/67:26)

Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang berada dalam kesesatan

yang nyata, yaitu dengan menegaskan siapa yang memperoleh petunjuk dan

yang membuktikan keberadaannya dalam petunjuk dengan menyandang imu


83

yang merupakan cahaya yang sangat jelas dan tidak mungkin tersesat siapa

pun yang mengerti cahaya itu melalui penerimaannya atas petunjuk al-

Quran. Bukti yang paling jelas tentang tujuan ini adalah namannya, yakni

al-Qalam.

Sahabat Nabi saw. Jabir Ibn Abdilah ra. menyatakan bahwa surah al-

Qalam adalah surah kedua yang diterima Nabi saw. Sesudahnya adalah

surah al-Muzammil baru kemudian al-Mudatstsir. Tetapi, riwayat yang

dinilai lebih kuat adalah yang menyatakan bahwa surah pertama yang

diterima awal ayat-ayatnya oleh Nabi saw. adalah Iqra, kemudia terhenti

wahyu sekian lama lalu turunlah surah al-Mudatstsir.

Sayyid Quthub berpendapat lain. Menurutnya tidak dapat ditentukan

kapan persis surah ini turun, baik awal maupun akhirnya. tidak juga dapat

Dipastikan bahwa awalnya turun lebih dahulu dan selebihya turun

kemudian. Banyak riwayat yang menyatakan bahwa surah ini adalah surah

kedua turun sesudah surah iqra’ dan disepakati dari segi perurutan aneka

mushaf bahwa ia adalah yang kedua, tetapi tema surah dan uslub (gayanya)

menjadikan kami mengubah selain itu, bahkan hampir dapat dikatakan

bahwa ia turun setelah sekian lama dari masa dakwah Nabi yang bersifat

umum, yakni setelah tiga tahun dari dakwah beliau yang diarahkan kepada

orang per orang. Ia turun pada saat kaum muysrikin Makkah menolak dan

memerangi dakwah Nabi sehingga menuduh Nabi dengan tuduhan yag

sangat buruk (gila). Al-Qur’an membantah dan menafikan serta mengancam

mereka yang menghalangi dakwah sebagaimana terbaca pada awal surah.


84

Sementara ulama menyatakan bahwa penafian kegilaan itu bukanlah

karena adanya tuduhan kaum muysrikin, tetapi lahir dari perasaan atau rasa

takut Nabi sendiri ketika menerima wahyu pertama. Nah, perasaan itu yang

dinafikan sehingga sangat wajar jika surah ini merupakan surah kedua yang

beliau terima. Pendapat semacam ini pun ditolak oleh Sayyid Quthb, bukan

saja karena tidak adanya riwayat yang pasti tentang hal tersebut, tetapi juga

karena konteks ayat-ayat surah ini demikian menyatu yang menunjukkan

bahwa akhir surah yang menyatakan:

ٗ‫الذ ْك َر َو َيقُ ْولُ ْونَ اِنَّه‬ َ ‫ار ِه ْم لَ َّما‬


ِ ‫س ِمعُوا‬ ِ ‫ص‬َ ‫َوا ِْن يَّكَا ُد ا َّل ِذيْنَ َكف َُر ْوا لَي ُْز ِلقُ ْونَكَ ِبا َ ْب‬
)51-51 :68/‫ ( القلم‬٥١ ۘ ‫لَ َمجْ نُ ْون‬
Artinya: Dan sesungguhnya orang-orang kafrir itu benar-benar hampir
menggelincirkanmu dengan pandangan mereka, tatkala mereka
mendengar adz zikr dan mereka berkata: “Sesungguhnya mereka
benar-benar orang yang gila.”

Disisi lain menurut Sayyid Qutb kandungan surah ini yang

menggambarkan keinginan kaum muysrikin untuk bertemu dengan Nabi di

pertegahan jalan yakni agar Nabi saw. melemah dan mereka pun akan

melemah menujukkan bahwa ia tidak turun pada masa dakwah perorangan

tetapi ketika Nabi telah memasuki dakwah yang bersifat umum dan setelah

kaum musrikin menyadari bahayanya terhadap kepercayaaan mereka.

Sayyid Quth menolak juga pendapat yang menyatakan bahwa sebagian

surah ini Makkiyah dan sebagian lagi Madaniyyah. Ulama itu menegaskan

bahwa semua ayat-ayatnya adalah Makkiyah yang sangat menonjol.

Adapun menurut Quraish Shihab kesumuanya memiliki alasan masing-

masing. Yang pertama berdasar riwayat-riwayat yang banyak dan kedua

berdasar analisis surah. Dalam konteks sejarah yang diandalkan adalah


85

kebenaran riwayyat orang-orang yang menyaksikannya, sedang akal hanya

berperan dalam memilih dan memilah riwayat. Akal tidak dapat digunakan

untuk menetapkan masa yaang menyatakan surah ini merupakan surah

kedua sebagaimana diakui juga oleh sayyid Quth. Jumlah ayat-ayat suah ini

menurut cara perhitungan semua ulama sebanyak 52 ayat (Quraish Shihab,

2011: 235-237)

Pena atau pulpen adalah alat tulis yang biasa digunakan oleh siswa atau

mahasiswa untuk mencatat atau menulis apapun yang perlu dicatat. Baik

untuk kehidupan pribadi atau untuk orang lain. Timbul pertanyaan seberapa

pentingkah pena hingga masuk ke dalam salah satu nama surah dalam Al-

Qur’an yaitu surah ke 68? Al-Qalam yang berarti pena adalah surah yang

terdiri dari 52 ayat dan surah ini termauk ke golongan surah al-Makkiyah.

Ayat-nya pendek-pendek dan diturunkan setelah surah al-‘alaq.

)1-1 :68/‫ ( القلم‬١ َ‫ط ُر ْو ٌۙن‬


ُ ‫ۤن َۚو ْالقَلَ ِم َو َما يَ ْس‬
Artinya: “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.” (QS. Al-Qalam
[67]1)
Nama surah al-Qalam sendiri diambil dari ayat pertama surah ini, yaitu

‫ ْالقَلَ ِم‬yang artinya pena atau pulpen. Surah al-Qalam juga biasa disebut

dengan surah Nun yang juga diambil dari ayat pertama surah ini yaitu ‫ۤن‬

Nama surah tentunya mempunyai hubungan tersendiri dengan isi ayat yang

terdapat dalam surah ini sehingga namanya menjadi surah al-Qalam.

Kata al-Qalam berarti pena tertentu atau alat tulis apapun termasuk

komputer, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Qalam adalah alat

tulis tertentu yang digunakan oleh para malaikat untuk mencatat amal baik
86

dan buruk bagi manusia serta segala kejadian yang tertera dalam lauhul

mahfuz atau ada pena yang digunakan sahabat untuk menuliskan ayat Al-

Qur’an. Namun pendapat ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

pena adalah alat tulis apapun termasuk komputer (Tafsir Kementerian

Agama RI, 2010: 262).

Pokok isi kandungan surah ini yaitu sebagaimana dikutip dalam tafsir

Kementerian Agama RI (2010: 263), yaitu:

“Nabi Muhammad bukanlah orang yang gila melainkan manusia yang


berbudi pekerti yang agung; larangan bertoleransi dalam bidang
kepercayaan; larangan mengikuti sifat-sifat orang yang dicela Allah; nasib
yang dialami orang-orang yang tidak bersyukur terhada nikmat Allah;
kecaman-kecaman Allah kepada mereka yang ingkar dan azab yang akan
menimpa mereka; Al-Quran adalah peringatan bagi seluruh alam”am yang
ditulis dengannya

Pada ayat pertama Allah bersumpah dengan al-Qalam yang berarti pena

dan segala macam yang ditulis dengannya. Tentunya hal ini untuk

menyatakan bahwa qalam itu termasuk nikmat yang besar yang

dianugerahkan Allah kepada manusia. Dengan ayat ini Allah

mengisyaratkan kepada kaum muslimin bahwa ilmu yang mereka miliki

sangat luas, tiada batas dan tiada terhingga.

Berarti pena merupakan alat yang banyak manfaatnya dari dulu hingga

masa sekarang. Berhubung arti pena tidak hanya pulpen atau alat tulis yang

biasa digunakan seorang siswa, melainkan juga alat tulis seperti komputer.

Maka sudah sangat jelas terlihat bagaimana alat tulis berperan penting dan

merupakan nikmat Allah yang wajib disyukuri.


87

Dalam penjelasan ayat tersebut Allah bersumpah dengan qalam, bahwa

Nabi Muhamad bukanlah orang gila, melainkan orang mulia budi

pekertinya. Ini tertera dalam ayat 3 surah Al-Qalam, yaitu:

)3-3 :68/‫ ( القلم‬٣ ‫غي َْر َم ْمنُ ْو ۚ ٍن‬


َ ‫َوا َِّن لَكَ ََلَجْ ًرا‬
Artinya: “Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan
orang gila.” (al-Qalam {68}2).

Tafsir dari ayat ini dalam tafsir Kementerian Agama: 265-266


mengatakan, “Dalam ayat tersebut Allah menyatakan dengan tegas kepada
Nabi Muhamad bahwa beliau tidak memerlukan suatu nikmat pun dari
orang lain selain dari nikmat Allah. Mugkinkan Muhammad iu dikatakan
seorang yang gila? Karena memperoleh nikmat yang besar dari Alah.”

Dengan ayat ini Allah menjawab tuduhan orang-orang quraisy itu

dengan menyuruh mereka mempelajari kembali sejarah hidup Nabi yang

besar dan tumbuh di hadapan kepala mata mereka sendiri. Bukankan

sebelum menjadi rasul, orang-orang yang mengatakan Dia gila itu adalah

orang yang paling mereka hormati dan orang yang paling mereka percayai?

Paparan ini dapat dimaknai bahwa Allah bersumpah dengan pena

memberitakan kepada Nabi bahwa tuduhan orang-orang muysrik tersebut

yang mengatakan nabi gila, adalah tidak benar. Nabi adalah seorang rasul

yang dari kecil berperilaku mulia dan semua orang pada saat itu sangat

mepercayainya.

Hubungan pada nama surah al-Qalam dengan kandungan surah ini

saling berkaitan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa Allah

bersumpah dengan qalam yang dalam hal ketika orang-orang muysrik

menuduhnya gila. qalam merupakan nkmat Tuhan yang besar yang banyak

manfaat, salah satunya hingga saat ini, zaman ini masih tetap memiliki
88

sejarah karena adanya alat tulis yang digunakan untuk mencatat berbagai

ilmu pengetahuan yang ada. Sehingga ilmu-ilmu yang ada pada zaman

dahulu tidak hilang dimakan waktu.

3. Muna>sabah antara Surah Al-Haqqah dengan Kandungannya


Surah yang popular dengan nama Surah al-Waliyah ini disepakati oleh

ulama sebagai surah Makkiyah.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Sayyidina Umar ra. Berkata:

“Suatu ketika di Makkah Aku keluar untuk menghadang Rasululah sebelum

aku memeluk Islam. Aku mendapatkan beliau telah mendahuluiku ke masjid

Al-Harram maka Aku berdiri di belakangnya, lalu kudengar beliau

membuka shalatnya (dengan membaca) sura al-Haqqqah. Aku merasa

takjub dengan susunan Al-Qur’an. Maka aku berkata dalam hatiku: “Tukang

tenung.” Lalu beliau membaca dan bukan pula perkataan tukang tenun.

Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran dari ayat 42 sampai kahir surah.

Ketika itu Islam menyentuh hatiku pada setiap relungnya.”

Ini berarti surah al-Haqqah turun sebelum tahun ke lima hijriyah karena

Umar Ibn al-Khattab ra. memluk Islam setelah berhijrahnya kaum muslimin

ke Habsyah (Ethiopia) yang terjadi pada Tahun kelima sebelum hijah Nabi

ke Madinah.

Nama surah al-Haqqqah yang terambil dari kata pertama pada surah ini.

Ada juga yang menamainya surah al-Silsilah karena kata tersebut ditemukan

pada ayat yang ke 32. Nama lainnya adalah al-Wahiyah yang terambil dari

kata yang ditemukan pada ayat ke 12 (Quraish Shihab, 2011: 273)


89

Tema utama surah ini adalah gambaran tentang kedahsyatan Hari

kiamat serta ancaman kepada mereka yang meragukan keniscayaannya. Al-

Biqa’I secara singkat menyatakan bahwa tujuan utama surah ini adalah

penyucian Allah melalui pembangkitan makhluk untuk menetapkan

kebenaran dan membinasakan kebatilan dengan jalan yang membuktikan

betapa luas ilmu Allah, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang besar

maupun yang kecil dan detail, serta betpa sempurna kuasan-Nya terhadap

seluruh makhluk baik muskim yang berserah diri kepada-Nya mauun yang

durhaka. AL-Biqa’I jua menjadikan nama Al-Haqqqah sebagai bukti tujuan

utama karena kata Al-Haqqah dapat berarti kepastian terjadinya Hari

Kiamat tanpa sedikit keraguan pun atau tampaknya secara jelas hakikat

segala sesuatu. Adapun Sayyid Quthb menulis bahwa surah ini adalah surah

yang sungguh dahsyat lagi mmenakutkan karena sejak awal hingga akhirnya

surah ini menampakkan kepadanya kengerian yang luar biasa serta

keseriusan yang pasti (Quraish Shihab , 2011: 274)

Surah ini terdiri dari 52 ayat, termasuk surah makkiyah dan

diturunkannya sesudah surah al-Mulk. Memiliki nama al-Haqqah yang

artinya hari kiamat yang diambil dari ayat pertama, kedua dan ketiga.

Pokok isi kandungan yang tertera dalam kitab tafsir Kementerian

Agama RI Tahun (2010: 298), yaitu:

“Peringatan terhadap azab yang ditimpakan kepada kaum Nuh,


Samud, ‘Ad, Fir’aun da kaum-kaum sebelum mereka yang durhaka kepada
Allah dan rasul-Nya pada hari kiamat; kejadian-kejadian pada hari kiamat
dan hari penghisaban; penegasan Allah bahwa AL-quran iu benar-benar
wahyu-Nya”
90

Al-Haqqah mempunyai makna ‘Hari Kiamat’. Kata Al-Haqqah dapat

dilihat dalam ayat pertama, kedua dan ketiga dari surah al-Haqqah. Seperti

firman Allah, yaitu:

ُ‫اَ ْل َح ۤاقَّ ٌۙةُ َما ْال َح ۤاقَّةُ ۚ َو َما ٰٓ اَد ْٰرىكَ َما ْال َح ۤاقَّة‬
Artinya: 1) Hari Kiamat 2) apakah hari Kiamat itu? 3) Dan tahukah kamu
apakah hari Kiamat itu?

Secara bahasa al-Haqqah berarti pasti terjadi. Hari kiamat dinamai al-

Haqqah hari yang itu pasti terjadi. Manusia tidak dapat menerangkan

kejadian dan sifatnya karena kejadian hari kimat termasuk perkara ghaib

yang tidak mudah dilihat dengan panca indra lahir manusia. Hubungan

nama surah al-Haqqah dengan isi kandungan dari ayat ini yaitu pokok

kandungan surah adalah menerangkan tentang azab-azab yang Allah

timpakan kepada manusia pada saat dahulu. Allah menjelaskan telah

menimpakan azabnya kepada kaum yang durhaka pada saat itu. Ini adalah

sebuah peringatan untuk manusia agar mengambil pelajaran dari apa yang

terjadi pada masa dahulu tentang ‘Ad Firaun, kaum Nuh, Samud dan kaum

sebelumnya yang durhaka terhadap Allah swt. Ini tertera pada ayat 4 -7,

yaitu:

‫عاد فَا ُ ْه ِل ُك ْوا‬


َ ‫ َواَ َّما‬٥ ‫الطا ِغ َي ِة‬ َّ ‫ َفا َ َّما ثَ ُم ْو ُد َفا ُ ْه ِل ُك ْوا ِب‬٤ ‫ع ِة‬ َ ‫ار‬ ِ ‫عاد ٌۢ ِب ْال َق‬ ْ ‫َك َّذ َب‬
َ ‫ت ثَ ُم ْو ُد َو‬
‫س ْو ًما فَت ََرى‬ ُ ‫س ْب َع لَ َيا ٍل َّوثَمٰ ِن َيةَ اَي ٌٍَّۙام ُح‬ َ ‫علَ ْي ِه ْم‬ َ ‫س َّخ َرهَا‬ َ ٦ ‫عا ِت َي ٍة‬ٌۙ َ ‫ص ٍر‬َ ‫ص ْر‬ َ ‫ْح‬ ٍ ‫ِب ِري‬
)7-4 :69/‫الحاقة‬ ۚ
ۤ ( ٧ ‫از نَ ْخ ٍل خَا ِويَ ٍة‬ ُ ‫ص ْرعٰ ٌۙى َكاَنَّ ُه ْم اَ ْع َج‬ َ ‫ْالقَ ْو َم فِ ْي َها‬
Artinya: 4) Kaum Samud, dan ‘Ad telah mendustakan hari Kiamat. 5) Maka
adapun kaum Samud, mereka telah dibinasakan dengan suara yang
sangat keras, 6.) sedangkan kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan
dengan angin topan yang sangat dingin, 7) Allah menimpakan
angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-
menerus; maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati
bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah
kosong (lapuk). (Al-Haqqah/69:4-7)
91

Dalam ayat itu Allah beri azab kaum Samud dan kaum ‘Ad Firaun

karena kelalaiannya terhadap larangan Tuhan. Kaum Samud Allah beri azab

dengan suara yang sangat keras sedangkan kaum ‘Ad Firaun dibinasakan

dengan angin topan yang sangat dingin. Ini adalah salah satu pelajaran jika

manusia bisa memepelajarinya. Hal ini merupakan gambaran kiamat yang

pasti terjadi ketika Allah telah berkehendak.

Dalam surah al-Haqqah diterangkan pula beberapa peristiwa yang akan

terjadi ketika hari kiamat nanti tiba. Ini tertera dalam ayat 13-15 pada surah

al-Haqqah, yaitu:

ً‫ض َو ْال ِج َبا ُل فَ ُد َّكتَا َد َّكة‬ُ ‫ت ْاَلَ ْر‬ ِ ‫ص ْو ِر نَ ْفخَة َّو‬


ِ َ‫ َّو ُح ِمل‬١٣ ٌۙ ‫اح َدة‬ ُّ ‫فَ ِا َذا نُ ِف َخ فِى ال‬
ٌُۙ
ۤ
)15-13 :69/‫ ( الحاقة‬١٥ ‫ت ْال َواقِ َعة‬ ِ ‫ فَ َي ْو َم ِٕى ٍذ َّوقَ َع‬١٤ ً ‫اح َد ٌۙة‬
ِ ‫َّو‬
Artinya: 13.) Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup, 14.) dan
diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya
sekali benturan. 15.) Maka pada hari itu terjadilah hari Kiamat,
(Al-Haqqah/69:13-15)

Ayat tersebut menjelaskan tentang gambaran hari yang pasti terjadi di

kemudian hari. Kata “Wahiyah” pada ayat 16 mempunyai arti lemah dan

rapuh. Kata ini berasal dari Fi’il Waha> yahwi wahyan yang artinya lemah.

Al-Wa>hiy adalah bentuk isim fa’il yang artinya lemah dan bentuknya

dalam munannas adalah wahiyyah. Allah menerangkan pada ayat ini

peristiwa hari kiamat yaitu ketika peniupan sangkakala, maka gunung-

gunung berterbangan dan enjadi berbenturan, langit pun terbelah karena

telah menjadi rapuh dan lemah (Kemenag, 2010: 305).

Kata Al-Haqqah terambil dari kata haqqa yang berarti pasti terjadina.

Kata yang digunakan ayat ini dapat dipahami sebagai adjctiv dari sesuatu

yang disebutkan, yakni peristiwa atau situasi. Dengan demikian ia dapat


92

dipahami dalam arti suatu peristiwa yang pasti. Tidak ada satu peristiwa dan

situasi yang ebih pati dripada kehadiran hari kiamat atas dasar ini Al-

Haqqah dipahami dalam arti hari kiamat (Qurasih Shihab, 2011: 276)

Korelasi nama surah Al-Haqqah dengan kandungan surahnya adalah al-

haqqah yang artinya hari kiamat atau hari yang pasti terjadi maka dalam

pokok kandungannya menerangkan tentang peristiwa dan gambaran yang

akan terjadi pada hari kiamat kelak. Surah ini memberi peringatan kepada

mereka yang tidak menaati Rasulullah saw. dengan memberikan contoh-

contoh tentang azab yang ditimpakan kepada umat-umat dahulu yang

mengingkari para rasul Allah.

4. Muna>sabah antara Surah Al-Ma’arij dengan Kandungannya


Ayat-ayat ini disepakati turun sebelum Nabi saw. berhijrah ke Madinah.

Ada yang mengecualikan ayat 24, tetapi pendapat ini tidak dinilai kuat.

Dalam kitab-kitab sunnah, surah ini dinamai surah Sa’ala Sa>’il( un ),

sedang dalam berbagai mushaf, namanya adalah surah al-Ma’arij. Ada juga

riwayat yang menamainya surah al-Waqi’ (bukan al-waqi’ah). Ketiga nama

itu terambil dari kata-kata yang terdapat dalam ayat-ayatnya.

Tema utama surah ini adalah pembuktian tentang keniscayaan kiamat

serta peringatan terhadap mereka yang mengingkarinya sambil

menggambarkan kedahsyatannya. Demikian Menurut al-Biqa’I, Thahir Ibn

‘Asyur, dan Sayyid Quthub. Surah ini dinilai sebagai surah yang ke-78 dari

segi perurutan turunnya surah. Ia turun sebelum surah al-Haqqah dan

sebelum surah an-naba’. Jumlah ayat-ayatnya menurut cara perhitungan

mayoritas ulama sebanyak 44 ayat (Quraish Shihab, 2011: 307)


93

Surah ini terdiri dari 44 ayat, termasuk kelompok surah Makkiyah,

diturunkan sesudah surah al-Haqqah. Perkataan al-Ma’arij yang menjadi

nama surah ini adalah kata jamak dari Mi’raj diambil dari kata al-Ma’arij

yang terdapat pada ayat ke tiga surah ini yang artinya menurut bahasa

adalah tempat naik, sedangkan para mufassir memberi arti macam-macam,

di antaranya adalah langit, karunia, dan derajat atau tingkatan yang

diberikan Allah kepada penghuni surga (Kemenag, 2010: 327).

Pokok isi yang terkandung dalam surah ini Sebagaimana tertera dalam
Tafsir Kementerian Agama RI (2010: 327) adalah “Perintah bersabar
kepada Nabi Muhammad dalam menghadapi ejekan dan keingkaran orang-
orang kafir; kejadian-kejadian pada hari kiamat; azab Allah tidak dapat
dihindarkan dengan tebusan apapun; sifat-sifat manusia yang mendorong
mereka ke dalam api neraka; amal perbuatan yang dapat membawa manusia
ke martabat yang tinggi, peringatan Allah akan mengganti kaum yang
durhaka dengan kaum yang lebih baik.”

Nama surah al-Ma’arij diambil dari kata al-Ma’arij yang terdapat

dalam surah ini pada ayat ketiga, yaitu:

)3 :70/‫ ( المعارج‬٣ ‫ج‬ ِ ‫ّٰللا ذِى ْال َم َع‬


ِ ‫ار‬ ِ ‫ِمنَ ه‬
Artinya: (Azab) dari Allah, yang memiliki tempat-tempat naik. (Al-
Ma'arij/70:3)

Al-Ma’arij adalah bentuk jamak dari kata mi’raj yang berasal dari

kata ‘araja ya’riju yang berarti naik ke atas. Dengan demikian mi’raj adalah

alat yang digunakan untuk naik. Mi’raj adalah peristiwa naiknya Nabi

Muhammad dari masjidil Aqsa ke Sudratl Muntaha. ‘Araja juga diartikan

dengan bertempat tinggal sehingga at-Thaba’thabai dalam tafsirnya al-

Mizan memahami al-Ma’arij dengan maqam (derajat/tempat) para malaikat.

Dalam konteks ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia adalah pemilik tempat
94

naik (al-Ma’arij) yaitu pemilik semua langit yang merupakan sumber

kekuatan dan keputusan.

Pelakunya adalah para malaikat dan ruh untuk menggambarkan betapa

sulit dan jauh tempat itu serta betapa agung Allah. Dari tempat tersebut,

malaikat-malaikat dan ruh naik kepadanya dalam sehari yang kadarya 50

ribu tahun dalam hitungan manusia. Para ulama mengartikan kata ruh disini

dengan malaikat Jibril jiwa seorang mukmin yang dengan amal solehnya Ia

naik kepada-Nya yakni ke tempat turunnya perintah Allah, atau ketinggian

yang mampu dicapai makhluk masing-masing sesuai dengan maqam

mereka di sisi Allah (kemenag, 2010: 329).

Pada ayat ketiga penafsiran Kemenag menerangkan bahwa azab itu


datang dari Allah pda waktu yang telah ditentukan dan jika datang, tidak
seorang pun yang dapat menolaknya. Maksud perkataan “Zil Ma’arij”
(mempunyai tangga) yang terdapat dalam dalam ayat ini adalah bahwa azab
datang dari Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna. Tidak ada sifat
kekurangan sedikit pun pada Allah, dan kedatangan azab itu semata-mata
atas kehendak dan keputusasaan-Nya, bukan berdasarkan permintaan
makhluk, seperti yang dilakukan oleh An-Nadar bin al-Haris itu (Tafsir
Kemenag, 2010: 330)

Jadi yang dimaksud dengan Zil Ma’arij sendiri adalah yang

mempunyai tangga yaitu Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Sempurna.

Hubungan nama surah Al-Ma’arij dengan pokok kandungan ayatnya adaah

Al-Ma’arij yang berarti pemilik tempat naik atau juga pemilik langit

berhubungan dengan tema ayat ini yaitu peringatan terhadap mereka yang

mengingkari Allah dan Azab itu pasti datang dari Allah yang Maha Tinggi

lagi Maha Sempurna.

5. Muna>sabah antara Surah Nuh dengan Kandungannya


95

Seluruh ayat-ayat surah ini disepakati turun sebelum Nabi Muhammad

saw. berhijrah ke Madinah. Namanya surah Nuh dikenal luas dalam kitab-

kitab tafsir serta tercantum pula dalam mushaf yang dicetak atau ditulis oleh

berbagai sumber. Nama tersebut diambil dari ayat yang pertama yang

berbicara tentang Nabi Nuh as.

Tujuan surah ini menurut al-Biqa’I adalah pembuktian tentang

kesempurnaan kuasa Allah swt atas apa yang diperingatkan-Nya pada surah

yang lalu (al-Ma’arij), yaitu membinasakan mereka yang sebelumnya telah

diancam dan penggantian mereka dengan generasi yang lebih baik.

Demikian pembuktian tentang kuasa-Nya mewujudkan kiamat. Penamaan

surah ini dengan Nuh, merupakan bukti yang sangat jelas tentang tujuan itu

karena pembinasaan kaum beliau akibat pembangkangan sudah demikian

terkenal dan diuraikan oleh Al-Qur’an dalam beberapa tempat Quraish

Shihab, 2011 (335).

Surah ini merupakan surah yang ke 73 dari segi perurutan turunnya

surah-surah Al-Qur’an. Ulama Makkah dan Madinah menghitung ayatnya

sebanyak 30 ayat sedang ulama basrah sebanyak 29 ayat. Ayat-ayat tersebut

kait-berkait sehingga ayat-ayat surah ini dapat dinilai terdiri dari hanya satu

kelompok ayat (Quraish Shihab, 2011 (336).

Pokok kandungannya yang tertera dalam tafsir Kemneterian Agama


(2010: 350), yaitu “Pengutusan Nabi Nuh kepada kaumnya; dakwah Nabi
Nuh kepada kaumnya agar beriman kepada Allah yang telah menciptakan
alam ini; penentangan kaumnya doa Nabi Nuh; dam kehancuran umatnya
yang ingka dan keselamatan mereka yang beriman”
96

Adapun hubungan Nama surah Nuh dengan kandungan isi yang ada

dalam surah ini kesemuanya membahas tentang kisah Nabi Nuh,

pengutusan dakwah Nabi Nuh kepada kaumnya beserta pertentangan kaum

Nabi Nuh kepada kaumya. Pengutusan Nabi Nuh sendiri difirmankan dalam

ayat pertama yaitu:

َ ‫س ْلنَا نُ ْو ًحا ا ِٰلى قَ ْو ِم ٰٓه اَ ْن اَ ْنذ ِْر قَ ْو َمكَ ِم ْن قَ ْب ِل اَ ْن يَّأْتِيَ ُه ْم‬


١ ‫ع َذاب اَ ِليْم‬ َ ‫﴿ اِنَّا ٰٓ اَ ْر‬
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan
perintah), “Berilah kaummu peringatan sebelum datang
kepadanya azab yang pedih.” (Nuh/71:1)

Nabi Nuh adalah Nabi yang ke tiga setelah Adam dan Idris Beliau

diutus oleh Allah kepada kaumnya yang saat itu menyembah berhala. Allah

telah memerintahkan Nuh agar berdakwah kepada kaumnya agar mereka

beriman kepada-Nya dan mengehentikan penyembahan berhala. Allah

mengancam jika tidak mengindahkan peringatan itu maka akan ditimpa azab

yang dahsyat sebagai akibat keingkaran mereka.

6. Muna>sabah antara Surah Al-Jin dengan Kandungannya


Ayat-ayat ini disepakati turun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad saw.

ke Madinah. Ia diduga turun pada tahun ke-10 atau ke-11 dari kenabian,

yakni sekitar tiga tahun sebelum hijrah. Ibn Ishaq menyebutkan surah ini

turun setelah Nabi saw. kembali dari Thaif untuk menemui suku Tsaqif dan

yang ketika itu beliau tidak disambut dengan baik.

Tujuan utama uraian surah ini menurut banyak ulama adalah

menunjukkan kemuliaan Nabi Muhammad saw. yang ajarannya melampaui

jenis manusia bahkan disambut baik oleh jin, Al-Biqa’I yang juga

berpendapat demikian menjelaskan bahwa surah ini menampakkan


97

kemuliaan Nabi Muhammad saw. yang merupakan pembuka dan penutup

(para nabi) di mana Allah melunakkan hati manusia dan jin serta makhluk

lain sehingga beliau mampu menguasai hati mereka yang sejenis (manusia)

dan menguasai pula jiwa yang berbeda jenis dengan manusia, yakni jin. Hal

ini melalui keagungan Al-Qur’an, padahal masa keberadaan beliau ditengah

kaumnya kurang dari dua setengah persen dari bilangan keberadaan Nabi

Nuh as. Di tengah kaumnya. Nabi Nuh as. merupakan awal Nabi yang

diutus kepada para pembangkang tetapi tidak beriman kepada beliau kecuali

jumlah yang terbatas. Makna ini (masih menurut Al-Biqa’i) ditunjuk oleh

nama surah ini surah al-jinn dan surah Qul Uhiya Ilayya yang bila

diperhatikan uraiannya akan mengantarkan kita memahami tujuan tersebut

(Quraish Shihab, 2011: 365).

Surah ini merupakan surah yang ke 40 dari segi perurutan surah-aurah

Al-Qur’an. Ia turun sesudah surah al-A’raf dan sebelum surah Yasin.

Jumlah ayat-ayatnya menurut berbagai cara perhitungan adalah dua puluh

delapan ayat (Quraish Shihab, 2011: 366).

Surah al-Jin terdiri dari 28 ayat, termasuk kelompok surah Makkiyah

dan diturunkan sesudah surah Al-A’raf. Nama AL-Jin sendiri diambil dari

kata al-Jinn yang terdapat pada ayat pertama surah ini (Tafsir Kemenag,

2010: 375). Dalam ayat tersebut dan ayat-ayat berikutnya diterangkan

bahwa Jin sebagai makhluk halus yang berimana kepada Allah dan al-

Quran. Surah ini termasuk kelompok surah makkiyah yang belakangan,

sekitar dua tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Pada saat itu gangguan
98

Quraisy kepada Nabi dan pegikut-pengikunya sudah makin memuncak.

Nabi Pun meninggalkan kota itu, dan pergi hendak berdakwah ke Thaif,

sebuah kota ini menolak dan memperlakukan Nabi dengan sangat kejam,

sehigga hampir saja ia terbunuh.

Dengan perasaan duka dan hati tertekan, Nabi meninggalkan kota itu

dan kembali ke kota kelahirannya. Nabi tidak pernah membaca Al-Qur’an

untuk jin dan tidak pernah pula melihatnya. Adapun yang terjadi adalah

bahwa Nabi Muhammad bersama beberapa orang sahabat menuju Ukaz dan

pada waktu itu jin-jin yang menuju ke langit telah dihambat oleh lontaran-

lontaran bara api lalu jin-jin itu berkata, “Mestilah haambatan ini

dikarenakan suatu peristiwa.” Dari kejadian itu, mereka tiba di Tihamah

kota Nabi Muhammad sedang solat subuh itu, mereka berkata, “Inilah yang

menghambat kita mengarungi langit.” ketika jin itu balik menemui warga

masing-masing, mereka berkata “Wahai kaum kami, sesungguhnya kami

telah mendengarkan al-Qur an yang menakjubkan dan memberi petunjuk

kepada jalan yang benar lalu kami berimana kepadanya. Kami sekali-sekali

tidak akan mempersekutukan seseorag atau apapun dengan Tuhan kami.”

Kemudian Allah menurunkan wahyu-Nya, “Katakanlah hai Muhammad…”

peristwa ini terjadi tiga tahun sebelum hijrah (Tafsir Kemenag, 2010: 380-

381)

Diriwayatkan juga oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas bahwa
Nabi Muhammad beserta rombongan sahabatnya pergi ke pasar Ukkazh.
Setibanya di Tihamah Rasulullah saw. Dan rombongannya berheni untuk
sholat Subuh. Hal ini menyebabkan berita-berita di langit yang biasa dicuri
setan terhalang. Bahkan justru ereka dikejar bintang-bintang sehingga
terpaksa pulang ke kaumnya. Setelah tiba di kuamnya, setan itu ditanya:
99

“Apa yang teradi sehingga kalian kembali?” Mereka menjawab: “Kami


terhalang untuk mendapatkan berita langit, bahkan justru kami dikejar
bintang-bintang”. Kaumnya berkata: “Tidak mungkin terhalang antara kita
dengan langit.” Tentu ada sebabnya. Bersebarlah kalian ke Timur dan Barat
dan carilah sebab penghalangnya.” Mereka menyebar mencari sebabnya
hingga sebagian mereka mendengar bacaan Al-Qur’an Rasulullah saw. Serta
memperhatikannya dan mereka berkata: “Demi Allah, ini yang menghalangi
kita dengan berita dari langit.” Mereka pun pulang ke kaumnya dan
enyampaikan kejadian itu serta mengagumi Al-Qur’an yang membawa
mereka ke jalan petunjuk Allah sehingga mereka beriman, maka Allah
menurunkan ayat tersebut. (HR. Bukhari) (Wajidi Sayidi, 2009: 250)

Pokok kandungan daam surah Jin tertera dalam Tafsir Kementerian


Agama (2010: 375) yaitu:
“Pengetahuan tentang Jin diperoleh Nabi Muhammad dengan jalan
wahyu; pernyataan iman segolongan jin kepada Allah; jin ada yang mukmin
dan ada pula yang kafir; janji kepada jin dan manusia untuk melimpahkan
nikmat-Nya bila mereka mengikuti jalan yang lurus; janji perlindungan
Allah terhadap Nabi Muhammad dan wahyu yang dibawanya.”

Penamaan surah jin diambil dari ayat pertama yaitu::


( ١ ‫ع َجب ًٌۙا‬
َ ‫س ِم ْعنَا قُ ْر ٰانًا‬
َ ‫ي اَنَّهُ ا ْستَ َم َع نَفَر ِمنَ ا ْل ِج ِنَ فَقَالُ ْٰٓوا اِنَّا‬ َ ‫قُ ْل ا ُ ْو ِح‬
َّ َ‫ي اِل‬
)1 :72/‫الجن‬
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Telah diwahyukan kepadaku bahwa
sekumpulan jin telah mendengarkan (bacaan),” lalu mereka
berkata, “Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan
(Al-Qur'an), (Al-Jinn/72:1)

Jin adalah makhluk ciptaan Allah yang diciptakan untuk menyembah

Nya. Jin kurang lebih sifatnya sama dengan manusia. Jin juga ada yang

ingkar dan ada juga yang sangat taat kepada Allah. Ada yang melaksanakan

dosa dan khilaf. Jin dalam surah Ke- 40 menguraikan tentang bahasan-

bahasan yang menjelaskan keagungan Nabi Muhammad, sehingga jin pun

yang tidak sengaja mendengar pembacaan ayat tersebut terkagum kagum

dan luluh.

Berdasarkan paparan tersebut bisa dilihat bahwa nama surah Jin

memiliki hubungan dengan pokok isi kandungannya yatiu yang dijelaskan


100

dalam ayat-ayat surah Jin adalah tentang ucapan-ucapan jin ketika

mendengarkan bacaan Al-Qur’an. mereka mendapat kesan bahwa Al-Qur’an

itu suatu kitab yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Rasulullah

mengetahui bahwa jin mendengar bacaan Al-Qur’an melalui wahyu yang

Allah berikan ini. Ini juga merupakan keistimewaan Rasulullah yang

menakjubkan.

Surah al-Jin mengisahkan ucapan-ucapan jin ketika mendengar bacaan

Al-Qur’an. Mereka mendapat kesan bahwa Al-Qur’an itu suatu kitab yang

memberi petunjuk kepaa jalan yang benar. Dalam surah ini juga dijelaskan

kepada manusia, antara lain: tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu,

Nabi saw tidak dapat memberi manfaat atau mudarat kepada orang-orang

kafir, tidak seorang pun yang dapat ,elndunginya dari amarah Allah bila ia

berani mendurhakai-Nya dan tidak mengeahui kapan waktu penyiksaan

orang-orang jahat. Hanya Allah yang mengetahauinya.

7. Muna>sabah antara Surah Al-Muzammil dengan Kandungannya


Surah al-Muzzammil kecuali ayat akhirnya salah satu surah yang

diturunkan sebelum Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah.

Demikianlah kesepakatan ulama. Ada juga yang berpendapat akhir ayat

surah ini pun turun di Makkah setahun setelah turunnya awal surah. Akan

tetapi, pendapat ini mengandung kemusyrikan karena pada ayat terakhir ini

disebutkan tentang adanya kaum muslimin yang berperang, padahal

peperangan baru terjadi pada tahun kedua dari hijrah Nabi saw. ke Madinah.

Jika kita berkata bahwa surah ini makkiyah, itu tidaklah mutlak berarti

bahwa surah ini atau bagian awal dari ayat-ayatnya merupakan wahyu
101

ketiga yang diterima Nabi saw. Setelah awal surah Iqra dan surah al-Qalam.

Memang, banyak ulama berpendapat demikian, berdasarkan beberapa

riwayat yang menjelaskan sebab turunnya. Antara lain bahwa, suatu ketika

Nabi Muhammad saw. sedang berjalan, tiba-tiba beliau mendengar suara

dari atas, dan ketika beliau mengarahkan pandangan ke langit. Beliau

melihat malaikat yang datang kepadanya di Gua Hira. Rasa takut yang

mencekam melihat malaikat atau mengingat peristiwa di Gua Hira di mana

beliau ketika itu dipeluk sedemikian kerasnya oleh malaikat sehingga terasa

bagaikan nyawanya akan putus, menyebabkan beliau tergesa-tergesa

kembali dan meminta untuk diselimuti. Ketika itu. Turunlah awal surah ini,

atau riwayat yang lain awal surah al-muddatstsir (Quraish Shihab, 2011:

399)

Pendapat yang menyatakan bahwa awal surah ini termasuk wahyu-

wahyu pertama yang diterima Nabi Muhamad saw. bukanlah hal yang sulit

untuk dibuktikan, melihat kandungannya yang sejalan dengan kandungan

wahyu-wahyu pertama yang semuanya merupakan bimbingan dan petunjuk

praktis demi suksesnya misi dakwah. Tetap menyatakan bahwa ia

merupakan wahyu ketiga atau ke empat tidaklah mudah untuk

membuktikannya, bahkan mungkin justru sebaliknya. Apalagi dengan

adanya ayat lain yang mengisyaratkan bahwa ayat-ayat pertama surah ini

justru turun menanggapi sikap Nabi dan kaum musyrikin setelah turunnya

sekian banyak ayat-ayat Al-Qur’an. Sahabat Nabi saw. Jibril Ibn Abdillah

ra, menceritaka bahwa tokoh-tokoh kaum musyrikin berkumpul di balai


102

pertemun “Dar An Nadwah” membahas keadaan Nabi apakah beliau

seorang tukang tenung atau penyihir atau gila, dan ketika Nabi mendengar

kesimpulan mereka beliau sangat sedih sehingga menyendiri dan berselimut.

Riwayat di atas dapat dipahami bahwa pembicaraan tokoh-tokoh kaum

muysrikin tersebut tentunya setelah sekian banyak ayat Al-Qur’an yang

turun dan demikian sulit untuk diterima dapat yang menyatakan bahwa

wahyu ini adalah wahyu ke-3 atau ke-4.

Surah ini dikenal dengan nama surah al-Muzammil. Ini adalah satu-

satunya namanya. Tema utama surah ini adalah bimbingan kepada Nabi

agar mempersiapkan mental untuk menerima tugas penyampaian risalah

serta rintangan-rintangannya, sekaligus ancaman kepada para pengingkar

kebenaran. Tujuan utamanya menurut al-Biqa’I adalah informasi bahwa

amal-amal kebajikan menampik rasa takut dan menolak marabahaya. Ia

meringankan beban, khususnya bila amal kebajikan berupa kehadiran

kepada Allah serta berkonsentrasi mengabdi kepadanya pada kegelapan

malam. Namanya Al-Muzammil (yang berselimut) menunjukkan tema dan

tujuan pokok itu. Jumlah ayat-ayatnya menurut perhitungan ulama Madinah

delapan belas ayat, menurut ulama basrah sembilan belas, dan selain mereka

dua puluh ayat (Quraish Shihab, 2011: 400).

Ibnu Abbas berkata, “Awal mula Jibril datang di gua Hira, Nabi

Muhammad takut kepadanya. Maka dalam keadaan gemetar, Nabi

Muammad pulang meninggalkan Gua Hira. Setiba di rumah beliau berkata,

“Selimutilah aku, selimutilah aku,” Ketika Nabi dalam keadaaan berselimut,


103

Jibril pun datang kepadanya dengan menyampaikan ayat ini (Tafsir

Kemenag, 2010: 399).

Al-Muzammil adalah isim fail yang terambil dari fi’il zamala yazmulu

zamlan, zimlan, zamalan wa zima>lan yang berarti memikul beban yang

berat. Seorang yang kuat dinamai izmil, karena ia mampu memikul beban

yang berat. Kata zamala juga berarti membonceng atau menggandeng. Dari

sini lahr kata zamil yang berarti teman akrab yang bagaikan bergandengan.

Kata zamal juga berarti menyembunykan atau menyelubungi bada dengan

selimut maka makna al-Muzammil juga bermakna menyembunyikan atau

menyelubungi badan dengan selimut (Tasir Kementerian Agama. 2011:

398-399).

Dalam kitab Tafsir Kementerian Agama (2010: 397) surah al-

Muzammil termasuk kelompok Makkiyah, kecuali ayat 10, 11, dan 12.

Ketiga ayat ni termasuk kelompok Madaniyyah. Surah ini ada 20 ayat yang

diturunkan sesudah surah al-Qalam. Dinamakan surah al-Muzammil karena

diambil dari ayat pertama yaitu Ya ayyuhal Muzammil, yang dimaksud

adalah orang yang berselimut ialah Nabi Muhammad.

Pokok kandungan ayatnya adalah: “Petunjuk-petunjuk yang harus


dilakukan oleh Rasulullah saw untuk menguatkan rohani guna persiapan
menerima wahyu, yaitu dengan bangun di malam hari untuk salat Tahajud,
membaca al-Quran dengan tartil, bertasbih, dan bertahmid, perintah
bersabar terhadap celaan orang-orang yang mendustakan Rasul; umat Islam
diperintahkan untuk salat, menunaikan zakat, membelanjakan harta di jalan
Allah, dan memohon ampunan kepada-Nya.”

Allah berfirman:

)1 :73/‫ ( المزمل‬١ ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها ا ْل ُم َّز ِم َُل‬


104

Artinya: Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! (Al-Muzzammil/73:1)

Nama surah al-Muzammil diambil dari salah satu kata pada ayat
pertama yaitu ‫ل‬َُ ‫ ا ْل ُم َّز ِم‬yang artinya orang yang berselimut. Dalam ayat ini,
Allah memerintahkan Nabi Muhamad yang sedang berselimut supaya
mendirikan shalat pada sebagian malam. Sran Allah epada Nabi Muhammad
ini didahuli dengan kata-kata “hai orang yang berselimut.”

Berdasarkan paparan itu dapat diketahui korelasi antara nama surah al-

Muzammil dengan pokok isi yang terkandung dalam surah ini yang mana

al-muzammil artinya orang yang berselimut kaitannya dengan kandungn

surah adalah peringatan untuk melakukan solat malam bagi orang-orang

yang berselimut. Shalat malam juga berfungsi menguatkan rohani demi

terjaganya ketaatan.

Surah al-Muzammil menjelaskan tentang bagaimana cara Rasulullah

yang harus dilakukan untuk menguatkan rohani guna menerima wahyu.

Adapun cara-cara tersebut salah satunya adalah bangun salat malam yang

tertera dalam ayat 1-2:

ٌۙ ً ‫ قُ ِم الَّ ْي َل ا ََِّل قَ ِلي‬١ ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها ْال ُم َّز ِم ٌۙ ُل‬


)2-1 :73/‫ ( المزمل‬٢ ‫ًْل‬
Artinya: 1) Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! 2) Bangunlah
(untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil, (Al-
Muzzammil/73:1-2)

8. Muna>sabah antara Surah Al-Muddatstsir dengan Kandungannya


Ayat-ayat surah ini disepakati oleh ulama turun sebelum Nabi berhijrah.

Bahkan, sekian ayatnya (ayat 1 sampai ayat7) dinilai oleh banyak ulama

sebagai bagian dari wahyu-wahyu pertama yang diterima oleh Nabi

Muhammad saw. bahkan, ada yang berpendapat awal surah ini turun

setelah turunnya lima ayat pertama surah iqra’. Ditemukan dalam riwayat

shahih al-Bukhari dan shahih Muslim yang menyatakan bahwa surah al-
105

Mudatsthir merupakan wahyu kedua yang diterima nabi saw. Memang, ada

pendapat yang menjadikan surah al-Muzammil sebagai wahyu kedua antara

lain di dasarkan pada riwayat Ibn Ishaq. Hanya saja, walaupun kisah yang

diutarakannya mirip dengan kisah turunnya awal surah al-Muddatstsir, pada

akhir redaksi riwayat tersebut ditemukan semacam keraguan dari

perawihnya, apakah dia al-Mudatstir atau al-Muzammil (Quraish Shihab,

2011: 437)

Hadist yang dikemukakan oleh Bukhari dan Muslim menyangkut

sejarah turunnya surah ini justru menjelaskan bahwa surah al-Muddatstsir

turun sebelum turunnya iqra’. Namun ulama-ulama hadist tidak berpendapat

demikian karena mereka menemukan dalam redaksi hadist tersebut suatu

petunjuk yang dapat dijadikakan dasar bagi pendapat yang menyatakan

iqra’ adalah wahyu pertama yang turun, apalagi jika dilihat banyaknya

riwayat lain yang mendukung kedudukan surah iqra’ sebagai wahyu

pertama.

Dalam riwayat Bukhari, seorang sahabat nabi saw. Jabir ibn Abdillah ra

ditanya: “Wahyu Al-Qur’an manakah yang turun permulaan?” Jabir

menjawab: “Yaa ayyuha almudDatstsir.” Penanya meminta konfirmasai

bukankah surah iqra’? “Jabir menjawab: “Aku tidak menyampaikan

kepadamu kecuali apa yang diberitakan oleh Rasulallah saw kepada kami.”

Dalam riwayat lain, juga pada shahih al-Bukhari dan shahih Muslim,

Jabir menyampaikan apa yang menurutnya diberitakan oleh Rasul yaitu:

“Ketika aku sedang berjalan, aku mendengar suara dari atas. Maka, ku
106

arahkan pandangan ku ke langit. Tiba-tiba kulihat malaikat yang datang

kepadaku di gua hira duduk di atas sebuah kursi antara langit dan bumi

maka aku bertekuk lutut dan terjatuh ke tanah. Aku segera kembali kepada

keluargaku (Khadijah) dan berkata: “zammiluni… zammiluni.” Maka,

turunlah ayat-ayat yaa ayyuha al-mudatstir sampai dengan waarrujza

fahjur.

Ibn kastir berkomentar tentang riwayat ini bahwa: “Redaksi di atas

menunjukkan adanya wahyu yang telah turun sebelum al-Mudatstsir karena

Nabi dalam hadist di atas mengatakan : “Tiba-tiba malaikat yang datang

kepadaku di gua hira dan seterusnya. Ini berarti malaikat tersebut (Jibril)

telah datang sebelumnya ke sana untuk membawa wahyu pertama iqra’

bismirabbika (Quraish Shihab, 2011: 438).

Diriwayatkan dari Jabir Ibn Abdullah, katanya, “Rasulullah saw.,


bersabda “Aku pernah ke gua Hira ketika selesai berkhalwat aku turun
sampai ke tengah lebah, lalu ada yang memanggilku, aku mengarahkan
pandanganku ke depan, belakang, kanan, dan kiri tiba-tiba ada malaikat
duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Kemudian aku mendatangi
Khadijah di rumah dan kukatakan padanya: Selimutilah aku, selimutilah
aku dan siramlah aku air dingin dan turunlah ayat tersebut kepadaku (HR.
Bukhari.) (Wajidi Sayadi, 2009: 254).

Sejarah turunnya Al-Qur’an meberitakan bahwa pernah terjadi selang

waktu yang lama setelah turunnya iqra’ di mana ketika itu Nabi saw. tidak

menerima wahyu sehingga jika surah al-Mudatstsir ini akan dinamakan juga

surah pertama yang turun yang dimaksud adalah surah pertama setelah

selang waktu tersebut, bukan yang pertama secara keseluruhan. Antara al-

Muddatstsir dan al-Muzammil tidak dapat dipastikan mana yang terdahulu

dan mana yang kemudian. Kisah turunnya mirip yakni seperti yang
107

diceritakan Jabir di atas. Ayat-ayat awalnya pun berbicara menyangkut hal

yang sama, yaitu pembinaan terhadap diri Rasulallah saw. dalam rangka

menghadapi tugas-tugas penyebaran agama (Quraish Shihab, 2011: 438).

Nama surah al-Muddatstsir dikenal melalui apa yang tertera dalam

mushaf Al-Qur’an sejak dulu. Ini adalah satu-satunya nama bagi kumpulan

ayat-ayat ini. Tema utamanya, menurut al-Biqa’i adalah mendorong untuk

bersungguh-sungguh dalam usaha memberi peringatan terhadap mereka

yang angkuh sambil membuktikan keniscayaan kebangkitan dan

mengisyaratkan pula tentang balasan serta ganjaran yang akan diperoleh

yang durhaka atau yang taat. Tujuan ini (ditulis al-Biqa’i) sangat jelas bagi

yang memperhatikan panggilan dan siapa yang dipanggil oleh awal surah ini

serta sebab turunnya. Jumlah ayat-ayat surah ini menurut perhitungan

banyak ulama sebanyak 55 ayat (Quraish Shihab, 2011: 439).

Pokok kandungan surah al-Muddatstsir yang dalam Tafsir Kementerian


Agama, 2010: 411 yaitu: Perintah untuk mulai berdakwah mengagungkan
Allah, membersihkan pakaian, menjauhi maksiat, memberikan sesuatu
dengan ikhls, dan bersabar dalam menjalankan perintah serta menjauhi
larangan allah; Allah akan mengazab orang-rang yang menentang Nabi
Muhammad dan mendustakan Al-Quran; tiap-tiap manusia terikat dengan
apa yang telh diusahakannya.

Pada ayat pertama dari surah ini Allah berfirman:

)1 :74/‫ ( المدثر‬١ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها ا ْل ُمدَّثِ َُر‬


Artinya: Wahai orang yang berkemul (berselimut)! (Al-Muddassir/74:1)

Nama surah ini diambil dari salah satu kata pada ayat pertama yaitu

َ‫ا ْل ُمدَّثِ ُر‬ yang bermakna orang yang berkemul. Jika pada pembahasan

sebelumnya surah al-Muzammil bermakna orang yang berselimut maka


108

pada surah al-Muddatstsir juga bermakna orang yang berselimut. Namun

perbedaannya, pada surah al-Muzammil Allah memerintahkan Nabi

Muhammad untuk melakukan salat malam dan pada surah al-Muddatstsir

Allah memerintahkan untuk memberi peringatan atau berdakwah.

Kata al-muddatstsir adalah isim fa’il dari tadassara. Menurutt al-Ragib

al-Asfahani, kata muddasir berasal dari kata mutadassir, di-idgham-kan

menjadi dal. Sedangkan menurut pengarang al-Mu’jam al-Wasith, kata

tadassara berarti seseorang yang memakai disar yaitu sejenis kain yang

diletakkan di atas baju yang dipakai untuk menghangatkan atau dipakai

sewaktu orang berbaring atau tidur. Sebab itu kata disar dapat diartikan

orang yang berselimut. Ulama tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan

yang berselimut adalah NabI Muhammad. Makna ini dapat dipahami dari

sabab Nuzul yang berkenaan dengan pembahasan sebelumnya. (Tafsir

Kementerian Agama, 2010: 412)

Adapun korelasi antara nama surah al-Muddatstsir dengan pokok

kandungan surah ini yaitu bisa diketahui pada ayat 1-2:

)2-1 :74/‫ ( المدثر‬٢ ‫ قُ ْم فَا َ ْنذ ُۖ ِْر‬١ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها ْال ُمدَّثِ ٌۙ ُر‬
Artinya: 1) Wahai orang yang berkemul (berselimut)! 2)bangunlah, lalu
berilah peringatan! (Al-Muddassir/74:1-2)

Ayat ini dalam penafsirannya Kementerian Agama (2010: 413-414)


disebutkan bahwa Nabi Muhammad sedang terselubung degan selimut
karena diliputi perasaan takut melihat rupa Malaikat Jibril, lalu turunlah
wahyu yang memerintahkan agar segera bangun dan memperingatkan umat
yang masih sesat itu supaya mereka mengenal jalan yang benar. Perkataan
“qum” (bangunlah) menunjukkan bahwa seorang Rasul harus rajin, ulet dan
tidak mengenal puus asa karena ejekan orang yang tidak senang menerima
seruannya. Rasul tidak boleh malas dan berpangku tangan. Semenjak ayat
ini turun, Nabi tidak pernah berhenti melaksanakan tugas dakwah.
109

Kutipan tafsir kementerian Agama di atas menerangkan ketika Rasul

sedang berselimut maka Allah memerintahkan untuk memberi peringatan

kepada umat yang masih sesat agar mengenal jalan yang benar. Secara

khusus dapat disimpulkan bahwa surah al-Muddatstsir di dalamnya berisi

perintah kepada Nabi Muhammad oleh Allah untuk tidak mudah menyerah

dalam berdakwah dan harus memiliki rasa sabar. Adapun secara umum

Allah memerintahkan kepada seluruh umat Islam untuk melakukan dakwah

yang disertai ancaman bagi orang yang mengahalanginya. Jadi nama surah

al-Muddatstsir yang artinya orang yang berselimut berhubungan dengan

tema surah ini yaitu memerintahkan Rasul yang sedang berselimut untuk

bangun melakukan tugasnya berdakwah kepada orang yang sesat.

9. Muna>sabah antara Surah Al-Qiyamah dengan Kandungannya


Ayat ayat surah ini disepakati turun sebelum Nabi Muhammad saw.

berhirah ke Madinah. Namanya yang dikenal luas adalah “Surah Al-

Qiyamah” karena ayatnya yang pertama ialah sumpah menyangkut

keniscayaan kiamat, kandungannya juga menguraikan tentang kiamat.

Sayyidina Umar ra. Berkata: “siapa yang bertanya tentang kiamat atau ingin

mengetahui hakikat kejadiannya, hendaklah dia membaca surah ini.” Ada

juga yang menamainya Surah Laa Uqsimu karena itulah kalimat pertama

surah ini. Banyak ulama menegaskan bahwa tema surah ini adalah persoalan

kiamat itu.

Menurut al-Biqa’i tujuan utama surah ini adalah membuktikan

keagungan al-Muddatstsir, yakni Nabi Muhammad saw. yang diperintahkan

oleh surah sebelum surah ini untuk menyampaikan peringatan (ayat 1-2
110

surah yang lalu). Keagungan itu bersumber dari keagungan yang

mengutusnya serta kesempurnaan kekuasaan-Nya. Dia-Lah yang Maha

Kuasa itu yang menyingkap untuk beliau pengetahuan-pengetahuan

sehingga menjadi sangat jelas, yaitu melalui apa yang dijelaskan pada akhir

surah yang lalu yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah peringatan yang

agung, apalagi dengan kandungannya yang amat luhur, namanya yang

sangat jelas, lafal dan gayanya yang sangat mempesona (Quraish Shihab,

2011: 525).

Menurut Sayyid Quthub surah yang pendek ini memenuhi jiwa manusia

dengan aneka hakikat, pengaruh, serta gambaran dan peristiwa langgam dan

kesan yang tidak dapat dihadapinya serta tidak pula melepaskan diri

darinya. Surah ini memenuhi jiwa seseorang dengan sangat kuat dan dengan

gaya yang unik yang menjadikan surah ini memiliki ciri Qur’ani tersendiri,

baik dalam gaya redaksinya atau gaya musikalnya (Quraish Shihab, 2011:

526).

Surah al-Qiyamah terdiri atas 40 ayat, 199 kata dan 652 huruf yang

termasuk ke dalam kelompok surah Makkiyah, dan diturunkan sesudah

surah al-Qari’ah pada ayat pertama. Dinamakan al-Qiyamah karena

sebagian besar ayat ini menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Saat pahala

dan siksaan yang dialami manusia tiada batasnya. Pada hari itu manusia

menyesal karena sedikitnya perbuatan baik yang telah dikerjakannya (Tafsir

kemenerian agam, 2010:437). Menurut Quraish Shihab merupakan surah

yang ke 31 dari segi peruturan dan sebelum surah al-Humazah. Jumlah ayat-
111

ayatya menurut cara erhitungan banyak ulama sebana 39 ayat sedang

menurut ulama Kufah sebanyak 40 ayat (Quraish Shihab, 2011: 526).

Pokok kandungan surah al-Qiyamah tertera Dalam tafsir Kementerian


Agama, (2010: 437) yaitu: Allah memastikan kedatanga hari kiamat itu,
disertai gambaran tentang huru-hara yang terjadi pada masa itu. Surah ini
menyebutkan sebagian dari jaminan Allah terhadap kemurnian al-Quran, yakni
ayat-ayatnya terpelihara dengan baik dalam dada Nabi, sehingga beliau tidak lupa
sedikitpun tentang urutan dan pembacaannya
.
Allah berfirman;

)1 :75/‫ ( الق ٰيمة‬١ ‫َل ا ُ ْق ِس ُم بِيَ ْو ِم ْال ِق ٰي َم ٌِۙة‬


ٰٓ َ
Artinya: Aku bersumpah dengan hari Kiamat, (Al-Qiyamah/75:1)

Ayat tersebut menceritakan tentang gambaran pada hari kiamat, bahkan

pada ayat pertama Allah bersumpah dengan hari kiamat. Ini berarti hari

kiamat iu pasti terjadi.

Seperti yang dikutip pada penafsiran Kementerian Agama pada ayat


pertama yaitu: “Dalam ayat itu Allah bersumpah dengan hari kiamat.
Makasudnya ialah Allah menyatakan dengan tegas bahwa har kiamat itu
pasti datang. Oleh karena itu, manusia hendaknya bersiap-siap
menghadapinya dengan beriman dan mengerjakan amal soleh karena hari
kiamat merupakan hari pembalasan amal.”

Nama surah al-Qiyamah sendiri diambil dari salah satu kata di ayat

pertama yaitu ‫ ا ْل ِق ٰي َم َِة‬yang mempunyai arti hari kiamat. Korelasi antara nama

surah al-Qiyamah dengan pokok kandungan ayat pada surah ini ialah surah

ini membahas tentang hari kiamat yang berupa gambaran hari kiamat, dan

huru hara yang terjadi pada hari itu yaitu salah satunya ialah ketika ada yang

menanyakan kapan hari kiamat itu? maka dijawab Allah yaitu ketika mata

terbelalak karena ketakutan, hilangnya cahaya bulan dan saling bertemunya

matahari dan bulan, ini diterangkan pada pada ayat 6, 7, 8 dan 9.


112

‫س‬ َّ ‫ َو ُج ِم َع ال‬٨ ‫ف ْالقَ َم ٌۙ ُر‬


ُ ‫ش ْم‬ َ ‫ َو َخ‬٧ ‫ص ٌۙ ُر‬
َ ‫س‬ َ َ‫ فَ ِا َذا بَ ِرقَ ْالب‬٦ ‫يَسْـَٔ ُل اَيَّانَ يَ ْو ُم ْال ِق ٰي َم ِة‬
)9-6 :75/‫ ( الق ٰيمة‬٩ ‫َو ْالقَ َم ٌۙ ُر‬
Artinya: 6) Dia bertanya, “Kapankah hari Kiamat itu?” 7) Maka apabila
mata terbelalak (ketakutan), 8) dan bulan pun telah hilang
cahayanya, 9) lalu matahari dan bulan dikumpulkan, (Al-
Qiyamah/75:6-9)

10. Munasabah antara Surah Al-Insan dengan Kandungannya

Kumpulan ayat surah ini diperselisihkan oleh ulama mengenai masa

turunnya, antara yang berpendapat bahwa surah ini seluruhnya Makkiyah

dan yang mengatakan Madaniyyah seluruhnya, di samping pendapat lain

yang mengatakan bahwa sebagian surah ini Makkiyah dan sebagian lainnya

Madaniyyah. Mayoritas ulama berpendapat bahwa surah ini Makkiyah.

Kandungan uraiannya sangat sejalan dengan ayat-ayat Makkiyah. Memang,

ada ayat yang terkesan berbicara tentang situasi di Madinah, yaitu ayat

sembilan. Di sana ada kata (‫ )اسير‬Asir yang dipahami dalam arti ‘tawanan

perang’, sedangkan peperangan antara kaum muslimim dan lawan-lawan

mereka baru terjadi di Madinah. Namun demikian kata tersebut tidak harus

diartikan tawanan perang. Bisa saja dalam arti orang yang ditawan, dalam

hal ini hamba sahaya yang diperlakukan kasar dan dihalangi kebebasanya.

Mereka yang demikian ini halnya cukup banyak pada Makkah, antara lain,

sekadar untuk menyebt nama seperti Bilal dan Ammar ibn Yasir ra (Quraish

Shihab, 2011: 559).

Nama surah ini yang paling populer adalah surah al-Insan. Kata tersebut

ditemukan pada awal ayatnya. Pada masa Nabi saw. Surah ini lebih dikenal

dengan nama Hal Ata A’la al-insan yang merupakan rangkaian kata-kata
113

paruh pertama ayatnya yang pertama. Ada juga yang menamainya surah Ad-

Dahr. Nama ini ditemukan dalam banyak mushaf. Nama lain untuknya

adalah surah Al-Amsyaj karena kata tersebut hanya ditemukan sekai dan

dalam surah ini saja. Tema utama surah ini adalah peringatan keadaan

manusia tentang dirinya yang pernah tidak wujud serta kewajibannya

mengabdi kepada Allah dan balasan serta ganjaran yang disediakan Allah

bagi yang taat dan durhaka.

Sayyid Quthub berpendapat bahwa surah ini adalah ajakan yang sangat

lembut menuju kataatan kepada Allah, berlindung kepada-Nya, memohon

ridha-Nya, menggugat nikmat-Nya, menghindari siksa-Nya, serta waspada

terhadap cobaan-Nya. Menurut Al-Biqa’i tujuan utama surah ini adalah

peringatan kepada manusia menyangkut apa yang diuraikan pada surah

sebelum ini, yakni surah al-Qiyamah, yaitu adanya kehadiran kepada Allah

swt untuk menerima balasan dan ganjaran. Tujuan ini dibuktikan melalui

nama surah ini ‘al-Insan’ dengan jalan memperhatikan awal dan tujuan

penciptaannya, sebagaimana ditunjuk juga oleh namanya yang lain yaitu Ad-

Dahr dan al-Amsyaj (Quraish Shihab, 2011: 560).

Dalam Tafsir Kementerian Agama (201: 462) diterangkan surah Al-

Insan terdiri dari 31 ayat termasuk kelompok surah Madaniyyah, diturunkan

sesudah surah ar-Rahman. Nama al-Insan sendiri diambil dari perkataan al-

Insan yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Surah ini juga dinamakan

surah Ad-Dahr (masa) dan Hal A’ta yang keduanya diambil dari perkataan

yang terdapat pada ayat pertama. Dinamakan surah Amsyaj yang diambil
114

dari perkataan yang terdapat pada ayat kedua. Dalam hadist riwayat Mulim

disebutkan bahwa Ibnu Abbas menceritakan, di antara kebiasaan Rasulullah

saw. Adalah membaca surah as-Sajadah dan Hal ataa ‘ala nsani pada shalat

Subuh pada hari Jumat. Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah

mengungkapkan surah al-Insan merupakan surah yang ke 30 atau ke 31 dari

segi perurutan turunnya surah-surah Al-Qur’an. Ada yang berpendapat

bahwa ia turun sebelum surah al-Qiyamah. Yang berpendapat bahwa surah

ini Madaniyyah menilainya sebagai surah ke 98 yang turun sebelum surah

ath-talaq dan susudah surah ar-rahman (Quraish Shihab, 2011: 560).

Adapun dalam tafsir Kementerian Agama RI dipaparkan mengenai


pokok kandungan surah al-Insan ( 2010: 462), yaitu: Penciptaam manusia
dari Nutfah (sperma) laki-laki dan sel telur perempuan, Petunjuk-petunjuk
untuk mencapai kehidupan yang sempurna engan menempuh jalan yang
lurus, Sifat-sifat orang baik (al-Abrar), yakni memberi makan orang miskin,
anak yatim dan orang yang ditawan semata mata karena Allah, takut kepada
hari kiamat, mengerjakan solat Tahajud , d an sabar dalam menjalankan
hukum-hukum Allah. Ganjaran bagi orang-rang yang mengikuti petunjuk
dan ancaman terhadap orang yang mengngkarinya. Ganjaran bagi orang-
orang yang mengikuti petunjuk dan ancaman terhadap orang yang
mengingkarinya.

Kata al-Insan terambil dari akar kata Nasiya Yansa> yang artinya lupa

atau dari kata anisa ya’nasu yang artinya lembut atau tenang. Keduanya

merupakan ciri-ciri yang ada pada manusia. Dengan demikian manusia iu

memiliki sifat lupa, yaitu pada sesuatu yang telah dilakukan atau yang

berkaitan dengan dirinya, dan dapat juga berarti senang melupakan

kesalahan-kesalahan orang lain pada dirinya. Dari makna tenang

mengisyaratkan bahwa manusia akan selalu berada dalam keadaan tenang

bila bertemu dengan sesama, lebih-lebih bila ia berada di tempat yang dirasa
115

asing. Al-Insan bila disebut dalam bentuk ma’rifat (definitif) menunjuk

kepada seluruh jenis manusia tanpa terkecuali, baik yang mukmin maupun

kafir (Tafsir Kementerian Agama, 2010: 463).

Hal yang menyangkut manusia, yaitu sifat lupa memang menjadi ciri

tersendiri maka manusia dianjurkn memohon ampunan kepada Allah. Ini

dikarenakan manusia tidak pernah tidak berbuat salah. Setiap manusia

mempunya khilaf atau lupa sehingga wajar saja jika itu dilakukan oleh

banyak orang. Namun, dari lupa itu, anjuran untuk berdoa, memohon

ampunas atas khilaf yang disengaja atau pun yang tidak disengaja.

Korelasi antara nama surah Al-Insan dengan kandunagan yang terdapat

dalam surah ini yaitu sebab kandungan surah ini berbicara tentang manusia.

Seperti yang terdapat dalam surah al-Insan ayat 1-3,

َ‫سان‬ ِ ْ ‫ اِنَّا َخ َل ْقنَا‬١ ‫شيْـًٔا َّم ْذ ُك ْو ًرا‬


َ ‫اَل ْن‬ َ ‫ان ِحيْن ِمنَ ال َّد ْه ِر لَ ْم يَ ُك ْن‬ َِ ‫س‬ َ ‫ىَاْل ْن‬
ِ ْ َ‫عل‬ َ ‫ه َْل اَ ٰتى‬
َّ ‫ اِنَّا َه َد ْي ٰنهُ ال‬٢ ‫صي ًْرا‬
‫سبِ ْي َل اِ َّما شَا ِك ًرا َّواِ َّما‬ ِ َ‫س ِم ْيعً ٌۢا ب‬
َ ُ‫َاج نَّ ْبتَ ِل ْي ِه فَ َجعَ ْل ٰنه‬ ْ ُّ‫ِم ْن ن‬
ٍ ُۖ ‫طفَ ٍة اَ ْمش‬
)3-1 :76/‫ ( اَلنسان‬٣ ‫َكفُ ْو ًرا‬
Artinya: 1) Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa,
yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?2)
Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. 3.)
Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus;
ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur. (Al-Insan/76:1-3)

Penamaan surah ini di ambil dari salah satu kata pada ayat petama yaitu

َ‫ان‬
ِ ‫س‬َ ‫اْل ْن‬
ِ ْ yang artinya manusia. Ayat di atas mengabarkan bahwa Allah

menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur. Allah telah

memberi kabar bahwa akan menguji manusia dengan segala perintah dan

larangan. Oleh karena itu Allah bekali manusia itu akal, indra melihat dan
116

indra mendengar. Selain itu dikatakan juga ada manusia yang ikut dan ada

juga yang kufur. Jadi, munasabah antara nama surah al-nsan dengan

kandungan ayatnya adalah dalam pembahasan surah tersebut menejelaskan

tentang penciptaan awal manusia, ujian yang ditetapkan Allah untuk

manusia, pemberian akal dan jalan bagi manusia untuk memilih mana jalan

ke surga dan mana jalan menuju ke neraka.

11. Munasabah antara Surah Al-Mursalat dengan Kandungannya


Ayat-ayat surah ini dinilai oleh banyak ulama sebagai ayat-ayat yang
turun sebelum Nabi berhijrah.
‘Abdullah Ibn Mas’ud meriwayatkan bahwa: “Ketika kami sedang
berada dalam gua di Mina, tiba-tiba turun surah wa al-mursalat ‘Urfa.”
(HR.Bukhari dan muslim).

Dengan riwayat ini, surah al-Mursalat dapat dinilai sebagai salah satu

surah yang paling awal diterima Nabi saw. karena keberadaan beliau di gua

mengisyaratkan upaya menghindari kaum musyrikin Makkah, sedang situasi

semacam ini terjadi pada awal masa Islam. Gua yang dimaksud bukan gua

Hira, tetapi gua yang dikenal gua al-Mursalat. Memang, ada ulama yang

mengecualikan ayat 58. Ini atas dasar pandangan yang menyatakan

kemunafikan baru terjadi di Madinah, dan ayat tersebut mereka nilai

berbicara tentang orang munafik yang diperintahkan ruku’ (shalat) tetapi

enggan. Ada juga yang menyatakan bahwa ayat itu turun menyangkut

utusan Tsaqif yang datang ke Madinah setelah terjadinya perang Hauzan.

Dalam riwayat ini, dinyatakan bahwa Nabi saw. membacakan ayat tersebut

kepada mereka, tetapi mereka enggan shalat dengan alasan bahwa ruku’

adalah sesuatu yang aib untuk mereka. Riwayat dan pendapat ini lemah
117

karena bisa di atas telah turun jauh sebelum Nabi membacakannya kepada

mereka. Di sisi lain, bisa saja kata ruku’ pada ayat di atas bermakna perintah

untk memeluk Islam (Quraish Shihab, 2012: 593).

Namanya yang populer pada masa sahabat adalah surah wa al-mursalat.

Ada juga menambahkan kata ‘Urfa. Bahkan ada yang hanya menamainya

‘Urfa. Dalam berbagai mushaf namanya ditulis al-Mursalat. Tanpa huruf

wau di depannya. Betapapun berbeda-beda, yang jelas nama-nama tersebut

diambil dari ayat pertama surah ini. Tema utama surah ini adalah tentang

keniscayaan kiamat serta bukti kuasa Allah membangkitkan manusia

disertai dengan ancaman bagi para pengingkarnya. Al-Biqa’I juga

berpendapat walau dengan redaksi yang berbeda. Menurutnya, tujuan utama

surah ini adalah adalah penjelasan tentang akhir (perjalanan hidup) manusia

dengan pemberian ganjaran bagi yang bersyukur, yaitu kenikmata surgawi,

dan pembalasan bagi yang kafir, yaitu siksa dari neraka. Itu terjadi pada hari

dijatuhkannya putusan (hari kiamat) setelah Allah menghimpun jasad dan

menghisapkan manusia dan yang sebelumnya seluruh wujud telah dilipat-

Nya dan alam yang kita kenal diubah-Nya. Karena memang Allah

Mahakuasa (Quraish Shihab, 2011: 594).

Surah al-Mursalat terdiri 50 ayat, termasuk kelompok surah Makkiyah,

diturunkan sesudah surah al-Humazah. Nama Al-Mursalat yang bermakna

malaikat-malaikat yang diutus diambil dari perkataan al-Mursalat yang

terdapat pada ayat pertama dalam surah ini (Tafsir kementerian Agama,

2010: 487). Sedangkan menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah


118

mengungkapkan surah ini menurut riwayat sahabat Nabi saw. Jabir Ibn

Abdillah ra. merupakan surah yang ke 33 yang diterima oleh Nabi

Muhammad saw. Jumlah ayat-ayatnya sebanyak 50 ayat (Quraish Shihab,

2011: 594).

Pokok kandungan surah al-Mursalat yang terdapat dalam tafsir


Kementerian Agama, (2010: 487) yaitu: Penegasan Allah bahwa semua
yang diancamkan-Nya pasti terjadi; peristiwa-peristiwa yang terjadi
sebelum hari kebangkitan; peringatan Allah akan kehancuran umat-umat
yang dahulu yang mendustakan Nabi-Nabi dan asal kejadian manusia dari
air yang hina; keadaan orang kafir dan orang mukmin di hari kiamat.

Secara kebahasaan kata al-Mursalat adalah bentuk plural dari kata

mursalah yang berarti sesuatu yang diutus. Dalam konteks ayat ini, sebagian

mufasir mengartikan kata al-mursalat dengan angin yang diutus, sedangkan

sebagian yang lain mengartikan kata tersebut dengan para malaikat yang

diutus (Tafsir Kementerian agama. 2010: 488).

Allah berfirman:

ٰ
)1 :77/‫المرسلت‬ ( ١ ‫ع ْرفً ٌۙا‬ َِ ‫س ٰل‬
ُ ‫ت‬ َ ‫َوا ْل ُم ْر‬
Artinya: 1) Demi (malaikat-malaikat) yang diutus untuk membawa
kebaikan, (Al-Mursalat/77:1-5)

Penamaan surah Al-Mursalat terambil dari salah satu kata pada ayat

ِ ‫س ٰل‬
pertama yaitu َ‫ت‬ َ ‫ ََ ا ْل ُم ْر‬yang artinya ‘malaikat yang diutus’. Dikutip dari

tafsir kementerian Agama R1, (2010: 489) penafsiran ayat pertama pada

surah ini yaitu:

“Allah bersumpah dengan malaikat-malaikat yang menyebarkan


kebaikan. Al-mursalah atau malaikat-malaikat yang diutus adalah para
malaikat yang bertugas untuk menyampaikan nikmat atau karunia ilahi yang
kepada suatu kaum atau mendatangkan siksaan kepada kelompok lain yang
pantas menerimanya. Sebagian ulama mengartikan al-Mursalah itu dengan
119

angina yang bertiup terus menerus ke segala arah atas perintah Tuhan untuk
menyebarkan rahmat dan nikmat ke dunia ini.”

Pada ayat tersebut Allah bersumpah atas malaikat yang memiliki tugas

menyebarkan kebaikan yaitu untuk menyampaikan nikmat kepada suatu

kaum. Dalam ayat tersebut Allah bersumpah atas nama malaikat yang telah

diutus dengan tugasnya masing-masing. Malaikat memiliki tugas dari Allah

yang berbeda antara lain, yang pertama Allah bersumpah atas malaikat yang

diutus membawa kebaikan. Yang ke dua Allah bersumpah atas malaikat

yang terbang dengan kencangnya. Yang ke tiga Allah bersumpah atas

malaikat yang menyebarkan rahmat Allah dengan seluas-luasnya dan yang

ke lima Allah bersumpah atas malaikat yang menyampaikan wahyu. Ini

tertera pada surah al-Mursalat ayat 1, 2, 3, dan 5, yaitu:

٤ ‫ت فَ ْرقً ٌۙا‬
ِ ‫ فَ ْال ٰف ِر ٰق‬٣ ‫ت نَ ْش ًر ٌۙا‬
ِ ‫ َّوالنه ِش ٰر‬٢ ‫صفً ٌۙا‬
ْ ‫ع‬ ِ ‫ فَ ْالع‬١ ‫ع ْرفً ٌۙا‬
ِ ‫ٰص ٰف‬
َ ‫ت‬ ُ ‫ت‬ ِ ‫س ٰل‬
َ ‫َو ْال ُم ْر‬
)5-1 :77/‫المرسلت‬ ٰ ( ٥ ‫ت ِذ ْك ًر ٌۙا‬
ِ ‫فَ ْال ُم ْل ِق ٰي‬
Artinya: 1) Demi (malaikat-malaikat) yang diutus untuk membawa
kebaikan, 2) dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan
kencangnya, 3) dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan
(rahmat Allah) dengan seluas-luasnya, 4) dan (malaikat-malaikat)
yang membedakan (antara yang baik dan yang buruk) dengan
sejelas-jelasnya, 5) dan (malaikat-malaikat) yang menyampaikan
wahyu, (Al-Mursalat/77:1-5)

Muna>sabahnya yaitu nama surah al-Mursalat yang bermakna

‘malaikat yang diutus’ dan kandungan ayat surah ini membahas tentang

bagaimana Allah bersumpah atas-atas malaikat yang diutus dengan tugasnya

masing-masing. Allah bersumpah atas nama malaikat-malaikat itu bahwa

hari yang pasti itu akan terjadi. Apa hari yang pasti itu? Itu lah hari yang

ditunggu oleh manusia, yaitu hari akhir, hari kebangkitan, hari yang
120

dijanjikan yang mana pada hari itu Allah hidupkan kembali mahkluk yang

telah mati dahulu dan dikumpulkannya di padang mahsyar atau tempat

keadilan. Jadi surah ini menerangkan berba gai tugas malaikat dan sumpah

Allah atas nama malaikat itu bahwa hari yang dijanjikan itu pasti datang.

Anda mungkin juga menyukai