Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena Rahmat dan Hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad

SAW, yang telah membimbing umat dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang yang diridhoi

oleh Allah SWT yaitu agama Islam.

Walaupun penulis sudah berupaya semaksimal mungkin, demi terselesainya karya ilmiah ini, penulis

tetap menyadari bahwa kemampuan penulis jauh dari kesempurnaan, dan sudah pasti masih banyak

kekurangannya. Sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun semangat penulis yang sangat penulis

harapkan.

Sidikalang, Oktober 2022

Kelompok

1
DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR................................................................................................1

DAFTAR ISI...............................................................................................................2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................3

B. Rumusan Masalah..........................................................................................3

BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Pancasila ............................................................................................ 4

2. Pancasila sebagai sosiohistoris bangsa Indonesia.....................................6

3. Implementasi Pancasila Dalam Berbagai Orde.........................................7

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan ................................................................................................... 10

2. Saran ..............................................................................................................10

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa pancasila

terikat oleh satu kekuatan secara hukum, terikat struktur kekuasaan secara formal, serta meliputi

susunan kelembagaan dengan cita-cita hukum yang merupakan dasar negara yang tercantum dalam

materi mutan UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia.1 Bentuk negara hukum Indonesia adalah

negara hukum pancasila, susuai dengan bunyi pasal 1 ayat 3 negara Indonesia adalah negara

Hukum. Menurut Abdul Aziz Hakim negara hukum adalah negara yang berlandaskan atas hukum

dan keadilan bagi warga negaranya. Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan alat-alat

perlengkapan negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur

dengan hukum. Hal demikian mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warga negaranya.

Kedudukan pancasila sebagai dasar negara yang diaplikasikan kedalam UUD 1945 sebagai norma

aturan tertinggi dalam hierarki peraturan Perundangundangan di Indonesia, menurut K.C Wheare

dalam bukunya Konstitusi modren kata konstitusi dapat dipahami dalam dua makna yaitu pertama,

kata konstitusi

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana Sejarah Pancasila?

2. Pancasila sebagai sosiohistoris bangsa Indonesia ?

3. Bagaimana Implementasi Pancasila Dalam Berbagai Orde ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PANCASILA

Dalam rapat BPUPKI tanggal 1 juni 1945, Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar
pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas
badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada
pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.

Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada
tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan mengenai calon
dasar negara untuk Indonesia. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang berbicara, dua di
antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon
dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara
yang terdiri atas lima hal, yaitu:

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Peri Kesejahteraan Rakyat

Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal,
yaitu:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam ermusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno
mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:

1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)


2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

4
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.

Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota
BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya
sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan
orang, yaitu:

1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin

Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang
dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan “Piagam Jakarta”.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan
Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore
hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang
menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di
belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik
memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta
disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara
lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta
berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.

5
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat
Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
Di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa” hingga akhirnya menjadi
Pancasila seperti saat ini.

B. PANCASILA SEBAGAI SOSIOHISTORIS

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD
1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas
nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu
disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966.

Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia
adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela
dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo
(1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan
dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi
semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat
hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir
batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh
rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”

Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga
merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan
dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi
semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu
merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah
manusia sesuai dengan principium identatis-nya.

Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman
sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal.
Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain
sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari
pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus
dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha
memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan
Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
6
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh
ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat
dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal
Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid
Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang
Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada
Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4
dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya
berisi:
1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-
Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.

C. IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM BERBAGAI ORDE

a. Masa Orde Lama


Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi
dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan
dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional
dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa
pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode
Implementasi Pancasila yang berbeda yaitu :

7
1. Periode 1945-1950
Konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensil, namun dalam
praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan. setelah penjajah dapat diusir,
persatuan mulai mendapat tantangan. upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar
negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh
DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar islam.

2. Periode 1950-1959
Penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology
liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan. walaupun dasar negara tetap
Pancasila, tetapi rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan
suara terbanyak (voting). Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan
terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis.

3. Periode 1956-1965
Dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan
rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan
pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila
dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur
hidup, politik konfrontasi, dan menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang
ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat
yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan
Pancasila dengan ideologi lain.
Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan
paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan
pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin,
ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional.Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi
ekonomi yang memprihatinkan.

b. Orde Baru
Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila melalui P4
(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa.
Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sekaligus
berhasil mengatasi paham komunis di Indonesia.Akan tetapi, implementasi dan aplikasinya sangat
mengecewakan. Beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak

8
sesuai dengan jiwa Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah
dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM
terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara.
Pancasila selama Orde Baru diarahkan menjadi ideologi yang hanya menguntungkan satu
golongan, yaitu loyalitas tunggal pada pemerintah dan demi persatuan dan kesatuan hak-hak
demokrasi dikekang.

c. Pada masa reformasi


Terlepas dari kenyataan yang ada, gerakan reformasi sebagai upaya memperbaiki kehidupan
bangsa Indonesia ini harus dibayar mahal, terutama yang berkaitan dengan dampak politik,
ekonomi, sosial, dan terutama kemanusiaan. Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan
gelombang reformasi ini guna meraih kekuasaan sehingga tidak mengherankan apabila banyak
terjadi perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi
kemanusiaan yang sangat memilukan. Banyaknya korban jiwa dari anak-anak bangsa dan rakyat
kecil yang tidak berdosa merupakan dampak dari benturan kepentingan politik. Tragedi “amuk
masa” di Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya,
serta daerah-daerah lainnya merupakan bukti mahalnya sebuah perubahan. Dari peristiwa-peristiwa
tersebut, nampak sekali bahwa bangsa Indonesia sudah berada di ambang krisis degradasi moral dan
ancaman disintegrasi.
Kondisi sosial politik ini diperburuk oleh kondisi ekonomi yang tidak berpihak kepada
kepentingan rakyat. Sektor riil sudah tidak berdaya sebagaimana dapat dilihat dari banyaknya
perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar dan dengan sendirinya akan diikuti dengan
pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah pengangguran yang tinggi terus bertambah seiring
dengan PHK sejumlah tenaga kerja potensial. Masyarakat kecil benar-benar menjerit karena tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini diperparah dengan naiknya

Harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta harga bahan kebutuhan pokok lainnya.
Upaya pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat dengan menyediakan dana sosial belum
dapat dikatakan efektif karena masih banyak terjadi penyimpangan dalam proses penyalurannya.
Ironisnya kalangan elite politik dan pelaku politik seakan tidak peduli den bergaming akan jeritan
kemanusiaan tersebut.
Di balik keterpurukan tersebut, bangsa Indonesia masih memiliki suatu keyakinan bahwa krisis
multidimensional itu dapat ditangani sehingga kehidupan masyarakat akan menjadi lebih baik.
Apakah yang dasar keyakinan tersebut? Ada beberapa kenyataan yang dapat menjadi landasan bagi
bangsa Indonesia dalam memperbaiki kehidupannya, seperti: (1) adanya nilai-nilai luhur yang
berakar pada pandangan hidup bangsa Indonesia; (2) adanya kekayaan yang belum dikelola secara
optimal; (3) adanya kemauan politik untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam rapat BPUPKI tanggal 1 juni 1945, Dalam maklumat itu sekaligus dimuat
dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk
selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi
kemerdekaan Indonesia.

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD
1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang
menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan
dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia.
Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan
No.XX/MPRS/1966.

B. Saran

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca terkhusus pemakalah

10

Anda mungkin juga menyukai