Anda di halaman 1dari 155

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi

Sekitar  tahun  1970-an  mulai  berkembang  konsep  public policy


dalam ilmu administrasi publik. Pokok perhatian utama administrasi
publik  saat  itu  adalah  public policy.   Munculnya  public policy   dalam
administrasi  publik  disebabkan  banyaknya  teknisi  administrasi
menduduki  jabatan  politik  dan  bertambahnya  tuntutan  masyarakat
untuk  mendapatkan  kebijakan  yang  lebih  baik  (Thoha,  2008:  101-
102). 
Aktivitas analisis dalam kebijakan publik pada dasarnya terbuka
terhadap  peran  serta  disiplin  ilmu  lain.  Oleh  karena  itu,  dalam
kebijakan  publik  akan  terlihat  suatu  gambaran  bersintesisnya
berbagai  disiplin  ilmu  dalam  satu  paket  kebersamaan.  Berdasarkan
pendekatan  kebijakan  publik,  akan  terintegrasi  antara  kenyataan
praktis dan pandangan teoretis secara bersama-sama. Randal B. Ripley
(1985: 31) menyatakan bahwa dalam proses kebijakan telah termasuk
di dalamnya berbagai aktivitas praktis dan intelektual yang berjalan
secara bersama-sama.
Pertanyaan  kebijakan  publik  penuh  dengan  komplikasi  etis.
Oleh  karena  itu,  mereka  yang  bertanggung  jawab  untuk  membuat
keputusan  tentang  kebijakan  tidak  dapat  menghindari  mengambil

Kebijakan Publik Kebijakan Publik 13


sikap  pada  beberapa  isu  moral  yang  sulit.  Banyak  filsuf  tidak  ragu bahwa  masyarakat  terdiri  atas  beberapa  kelompok  kepentingan
untuk  berpikir  bahwa  pembuatan  kebijakan  mungkin  bermanfaat (interest-group) dan pemerintah “sebagai alat perekat” serta memiliki
jika  lebih  banyak  perhatian  dibayar  untuk  teorisasi  filsafat.  Hal pegangan  yang  kuat  dari  semua  unsur  kelompok  kepentingan  itu
tersebut  mungkin  benar,  tetapi  pembuat  kebijakan  tidak  dapat menjadi suatu kekuatan yang terintegrasi.
diharapkan  untuk  bekerja  melalui  sejumlah  besar  bahan  filosofis
3. Kewajiban  Partisipasi  Masyarakat  dalam  Penyusunan
kontemporer,  navigasi  semua  perselisihan  dan  sering  munculnya
Kebijakan
proposal revisionary ketika filsuf memanjakan pengetahuannya.
Melihat  fungsi  dari  filsafat  kebijakan,  partisipasi  masyarakat
Sebuah analisis  filosofis  kebijakan  adalah  diskusi  berkelanjutan
wajib  dalam  penyusunan  kebijakan  di  sebuah  negara  demokrasi.
tentang  penalaran  filosofis  sebenarnya,  yang  dapat  dimasukkan
Dalam konteks otonomi daerah pun, partisipasi masyarakat dijamin
untuk  bekerja  dengan  cara  langsung  membantu  pembuatan
melalui Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
kebijakan.  Ragam  masalah  yang  dihadapi  oleh  para  pembuat
Pada  Pasal  45  disebutkan  bahwa  anggota  DPRD  mempunyai
kebijakan,  dalam  setiap  kasus  memberikan  penjelasan  tentang
kewenangan  menyerap,  menampung,  menghimpun  dan
teorisasi filsafat dan dapat memberikan kontribusi yang berarti.
menindaklanjuti  aspirasi  masyarakat.  Pasal  139  menegaskan  bahwa
masyarakat  berhak  memberikan  masukan  secara  lisan  atau  tulisan
dalam  rangka  penyiapan  atau  pembahasan  rancangan  peraturan
B. Filosofi Kebijakan Publik
daerah.  Dijaminnya  kebebasan  masyarakat  menyampaikan  aspirasi
dan  berpartisipasi  dalam  penyusunan  seperti  kebijakan  publik  di
1. Pentingnya  Kebijakan daerah,  agar  kebijakan  publik  memenuhi  rasa  keadilan  dan  tidak
Kebijakan  (policy)  umumnya  digunakan  untuk  memilih  dan menimbulkan kontroversi di masyarakat. Oleh karena itu, perumusan
menunjukkan pilihan terpenting untuk mempererat kehidupan, baik kebijakan  publik  dimulai  dari  dan  oleh  rakyat,  serta  untuk  rakyat,
dalam  kehidupan  organisasi  kepemerintahan  maupun  privat. terutama di sebuah negara demokrasi.
Kebijakan harus bebas dari konotasi atau nuansa yang dicakup dalam
kata  politis  (political),  yang  sering  diyakini  mengandung  makna
keberpihakan  akibat  adanya  kepentingan.  Kebijakan  sebuah C. Nilai-nilai Dasar Demokrasi: Telaah Filosofis
ketetapan  berlaku  dan  dicirikan  oleh  perilaku  yang  konsisten  serta dalam Perumusan Kebijakan
berulang,  baik  dari  yang  membuatnya  maupun  yang  menaatinya
Secara harfiah, demokrasi berarti pemerintahan yang dilakukan
(yang  terkena  kebijakan). Adapun  kebijakan  publik  (public policy)
dengan  menjadikan  rakyat  (demos)  sebagai  pemegang  kekuasaan
merupakan rangkaian pilihan yang lebih kurang saling berhubungan
(kratos)  tertinggi.  Secara  formal,  demokrasi  dapat  didefinisikan
(termasuk  keputusan-keputusan  yang  tidak  bertindak)  yang  dibuat
sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Di
oleh badan dan pejabat pemerintah.
negara-negara  berpenduduk  kecil,  demokrasi  bisa  berjalan  secara
2. Fungsi  Filsafat  Kebijakan langsung,  yaitu  rakyat  secara  langsung  menentukan  hal  baik  untuk
Dalam  filsafat  kebijakan  (policy philosopies)  memperkenalkan pribadinya  melalui  mekanisme  diskusi  publik.  Di  negara-negara
konsep  pemerintahan  dalam  masyarakat  yang  pluralistis,  seperti berpenduduk  besar,  seperti  Indonesia,  rakyat  diwakili  oleh  orang-
Indonesia  dan  Amerika  Serikat  dengan  teori  Brokerism.  Di  antara orang  yang  duduk  dalam  perwakilan  rakyat,  dan  mereka
penganut  teori  ini,  yaitu  David  Easton  dan  Robert  Dahl  sangat memastikan  bahwa  seluruh  kerja  pemerintahan  mengacu  pada
membantu  memahami  pluralisme.  Teori  Brokerism  beranggapan kepentingan  rakyat.  Berdasarkan  sudut  pandang  ini,  demokrasi

14 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 15


mengandaikan  nilai-nilai  moral  tertentu  dalam  praktiknya,  seperti menyelewengkan  kehendak  serta  kepentingan  rakyat.  Karl  Marx,
nilai  kejujuran,  keadilan,  keterwakilan,  dan  keberpihakan  pada filsuf  politik  asal  Jerman,  juga  memiliki  versi  demokrasinya,  yakni
kepentingan  rakyat  yang  lebih  tinggi,  bukan  pada  kepentingan demokrasi  yang  digerakkan  oleh  kepentingan  kaum  pekerja  serta
sebagian kecil kelompok ataupun golongan yang ada di masyarakat. diciptakan melalui revolusi politik dan perjuangan kelas.
Sejauh  pengalaman  di  Indonesia  pascareformasi  pada  tahun Pada masa Yunani Kuno, yang menggunakan demokrasi sebagai
1998  lalu, demokrasi  dilihat dengan  hati  yang mendua.  Di satu  sisi, sistem  pemerintahannya,  para  filsuf  pun  masih  berdebat  tentang
banyak  orang  memuja  demokrasi  sebagai  satu-satunya  sistem hakikat demokrasi, serta cara-cara penerapannya. Plato dan Aristoteles
pemerintahan  yang  sesuai  untuk  mengantarkan  bangsa  Indonesia tidak  setuju  menerapkan  demokrasi  sebagai  sistem  pemerintahan.
menuju  keadilan  dan  kemakmuran.  Di  sisi  lain,  banyak  juga  orang Bagi  Plato,  pemimpin  dari  sebuah  masyarakat  harus  seorang  filsuf
mengutuk  demokrasi  karena  membiarkan  kekacauan  terjadi  atas raja,  yakni  pimpinan  yang  hidup  untuk  mencari  “yang  baik”  dan
nama  kebebasan  berpendapat.  Karena  banyak  kekacauan  yang menerapkannya  dalam  pola  pemerintahan  (Wattimena,  Reza  A.A.,
bersembunyi di balik adagium kebebasan berpendapat, usaha-usaha 2012).
konkret untuk membangun keadilan dan kemakmuran di Indonesia Menurut  Harrison  (1993:  132),  hal  tersebut  dikarenakan
terhambat. demokrasi memiliki nilai-nilai dasar yang memiliki aspek universal,
Pada level ontologis, konsep demokrasi juga telah mengundang dalam arti diakui oleh banyak orang sebagai nilai-nilai yang baik. Pada
pro  dan  kontra.  Banyak  orang  mendukung  nilai-nilai  dasar bagian  ini,  dengan  berpijak  pada  pemikiran  Harrison,  akan
demokrasi,  seperti  kebebasan  dan  kesetaraan  antarmanusia.  Akan dijabarkan  nilai-nilai  dasar  yang  menopang  paham  ataupun  sistem
tetapi,  banyak  juga  yang  berpendapat  bahwa  nilai-nilai  tersebut politik  demokratis  yang  berpijak  pada  tiga  nilai  dasar,  yakni
merusak tata sosial yang telah berabad-abad menyangga masyarakat pengetahuan  yang  memadai  tentang  hal-hal  yang  terjadi  di
manusia (Harrison,  Ros, 1993:  217). masyarakat, otonomi individu sekaligus otonomi masyarakat dalam
Sepanjang  sejarah  pemikiran  manusia,  konsep  demokrasi  pun membuat  kebijakan  publik,  serta  kesetaraan  antarmanusia  sebagai
terus  mengundang  perdebatan.  Para  filsuf  politik,  mulai  dari  masa subjek  hukum  yang  memiliki  harkat  dan  martabat  yang  sama.
Yunani  Kuno  hingga  sekarang,  tidak  memiliki  pendapat  yang  sama Argumen  ini  merupakan  pengembangan  dari  pemikiran  Ros
ketika  berbicara  tentang  demokrasi.  Seperti  dicatat  oleh  Harrison, Harrison dalam bukunya tentang demokrasi.
Jeremy Bentham, filsuf utilitarian asal Inggris, setuju dengan ide-ide
1. Nilai  Pengetahuan
dasar  demokrasi,  “In the first chapter it was remarked that throughout
Nilai  pertama  sebagaimana  dinyatakan  oleh  Harrison  (1993)
most of human history democracy has not been thought to be of value.
adalah  nilai  pengetahuan.  Semua  kebijakan  dalam  masyarakat
Even the selected group of philosophers discussed in the succeeding
demokratis  harus  berpijak  pada  pengetahuan  yang  bisa
historical chapters turned out to be equivocal about it. Bentham approved
dipertanggungjawabkan  dan  diterapkan  dengan  pengetahuan  yang
of it, at least towards the end of his life” (Harrison,  Ros,  1993:    132).
menyeluruh  tentang  konteks  yang  ada. Artinya,  tidak  hanya  data
Jean-Jacques  Rousseau,  filsuf  politik  Prancis,  menolak  konsep
yang  cocok  dengan  realitas,  tetapi  juga  penerapan  kebijakan  publik
dan  penerapan  demokrasi,  sebagaimana  diterapkan  di  Indonesia
dalam  masyarakat  demokratis  harus  dengan  cara-cara  yang  tepat.
sekarang ini. Baginya, dalam demokrasi, rakyat harus berpartisipasi
Dapat  juga  dikatakan  bahwa  masyarakat  demokratis  adalah
langsung dan tidak bisa diwakilkan. Perwakilan politik, seperti pada
masyarakat  pengetahuan.  Demokrasi  tidak  dapat  berfungsi  jika
DPR  di  Indonesia,  hanya  berujung  pada  penyelewengan  kehendak
pengetahuan tidak dikembangkan melalui penelitian yang bermutu.
rakyat.  Perwakilan  rakyat  menjadi  aktor  utama  yang

16 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 17


2. Nilai  Otonomi hal yang terjadi di luar dirinya, yakni di masyarakat. Moralitas yang
Menurut Harrison (1993: 162), otonomi adalah nilai yang bersifat ada  di  dalam  diri  manusia,  tidak  selalu  bisa  sejalan  dengan  hukum
universal  baik.  Dalam  arti,  manusia  dengan  berbagai  latar yang  berlaku  di  masyarakat.  Jika  hal  ini  terjadi,  orang  menjalankan
belakangnya  adalah  manusia  yang  utuh  jika  mampu  menjadi  tuan sesuatu  karena  hukum  mengharuskannya,  bukan  karena  kehendak
atas dirinya sendiri. Dengan demikian, otonomi adalah nilai yang baik dari  dalam  dirinya.  Dengan  kata  lain,  ketika    orang  terlibat  dalam
karena membiarkan manusia mengatur dirinya sendiri. hidup  sosial,  otonominya  terancam  sehingga  tidak  lagi  utuh,  tetapi
tinggal separuh karena harus bernegosiasi dengan orang dan situasi
Otonomi  adalah  salah  satu  nilai  dasar  dari  demokrasi.  Tanpa
sekitarnya. Oleh karena itu, demokrasi adalah demokrasi deliberatif,
otonomi,  tidak  akan  ada  demokrasi.  Pada  level  individual,  orang-
yakni  setiap  kebijakan  dibangun  atas  dasar  diskusi  rasional  antara
orang yang hidup di alam demokrasi adalah individu-individu yang
semua  pihak  yang  berkepentingan  dengan  kebijakan  tersebut.
mengatur dirinya sendiri dan siap bertanggung jawab atas keputusan
Dengan pola ini, otonomi setiap individu bisa tetap terjaga walaupun
yang  diambilnya  dalam  hidup.  Pada  level  kolektif,  masyarakat
status mutlaknya tidak bisa dipertahankan.
demokratis  adalah  masyarakat  yang  mengatur  dirinya  sendiri.  “Ide
sentral dari demokrasi,” demikian tulis Harrison, “adalah tata kelola 3. Nilai  Kesetaraan
diri sendiri, di dalam demokrasi rakyat mengatur dirinya sendiri.” Menurut  Harrison  (1993:  177),  pada  masa  Yunani  Kuno,
Dalam  masyarakat  demokratis,  ada  dua  hal  yang  perlu kebebasan dan kesetaraan adalah ciri utama dari demokrasi. Dengan
diperhatikan  dalam  pembuatan  kebijakan  publik,  yaitu  sebagai kata  lain,  semakin  besar  kebebasan  dan  kesetaraan  dalam  suatu
berikut. masyarakat, semakin demokratislah masyarakat tersebut.
a. Isi  dari  kebijakan  publik  yang  dibuat.  Dalam  masyarakat Dalam  sejarah  perkembangan  masyarakat  manusia,  dorongan
demokratis, kebijakan publik harus dibuat dengan berpijak pada untuk  menciptakan  masyarakat  demokratis  sangat  kuat.  Hal  ini
penelitian-penelitian bermutu yang telah dilakukan sebelumnya. terlihat  dari  semakin  besarnya  tuntutan  atas  kesetaraan  di  berbagai
b. Proses-proses dari pembuatan kebijakan publik. Proses tersebut bidang  kehidupan,  terutama  bidang  politik.  “Setiap  kekuasaan
harus terbuka untuk  publik dan  dibuat melalui proses diskusi penerus”,  demikian  tulis  Harrison,  “bertambah  sebagai  tanda
ataupun  konsultasi  dari  masyarakat  sekitar,  yang  terdiri  atas meningkatnya  kesetaraan,  membuat  kelompok-kelompok  yang
orang-orang  yang  otonom,  yakni  mampu  mengatur  dirinya berbeda  masyarakat  memiliki  kekuatan  politik  yang  lebih  setara”
sendiri. Konsep demokrasi radikal, yaitu setiap orang diajak ikut (Harrison, 1993: 177). Dengan status pengetahuan yang sahih dan nilai
serta dalam proses-proses pembuatan kebijakan publik, berdiri otonomi,  kesetaraan  adalah  fondasi  ketiga  dari  demokrasi.  Dengan
di atas fondasi dasar bahwa setiap orang adalah manusia yang kata lain, ketiga konsep ini adalah kondisi bagi terciptanya demokrasi.
otonom,  yakni  yang  mampu  membuat  keputusan  dan Di sisi lain, kesetaraan adalah suatu nilai politis. Sama seperti nilai
mengontrol  dirinya  lalu  bekerja  sama  untuk  membuat politis  lainnya,  makna  dari  kata  kesetaraan  pun  terus  berubah  dan
kebijakan  publik  yang  baik  untuk  kepentingan  bersama menjadi bagian dari perdebatan politik di masyarakat. Ada beragam
(Harrison,  1993:  177). tafsiran tentang makna sesungguhnya dari kesetaraan. Semua tafsiran
Dalam filsafat politiknya, Hegel melihat adanya masalah dalam tersebut  mengklaim  bahwa  mereka  adalah  fondasi  yang  terpenting
pandangan ini. Baginya, hukum yang ada di masyarakat tidak pernah dari  demokrasi.  Sebagaimana  dinyatakan  oleh  Harrison,  kesetaraan
identik  dengan  moralitas,  yang  berada  dalam  hati  individu.  Secara memungkinkan terciptanya demokrasi dan demokrasi memperbesar
logika,  ketika  setiap  orang  mampu  menentukan  dan  mengatur atmosfer kesetaraan di masyarakat.
dirinya sendiri, hal-hal yang dipikirkannya tidak identik dengan hal-

18 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 19


Secara konseptual, kesetaraan  adalah ide dasar dari demokrasi, akan  objek,  melakukan  simplifikasi  (bahkan  simplifikasi  berlebihan
bahkan sudah inheren dalam konsep demokrasi. Di level penerapan, atas  objek)  yang  bermuara  pada  ketidaklengkapan  perspektif,  dan
demokrasi  pada  akhirnya  menjelma  menjadi  vooting dan  suara berakibat sains implementatif yang berhulu atas ideologi, yang alih-
terbanyaklah  yang  menentukan  keputusan  tertinggi.  Dengan  kata alih  berdasarkan  wawasan  akan  kenusantaraan  yang  unik,  justru
lain,  demokrasi  berakhir  pada  dominasi  suara  mayoritas  atas  suara menjerumuskan  kebijakan  yang  jauh  dari  cerminan  akan  keunikan
minoritas. Hal ini tidak terelakkan karena prosedur demokrasi niscaya kenusantaraan  tersebut
akan  mengantarkan  seluruh  proses  pembuatan  keputusan  pada Perkembangan  terakhir  ilmu-ilmu  sosial  telah  menginsafi
situasi  semacam  itu.  Demokrasi  tidak  mendorong  terciptanya pengalaman ilmu-ilmu alam akan  konflik yang empiris dan  asumtif
kesetaraan,  tetapi  menciptakan  kesenjangan  antara  kepentingan (jika  tidak  ingin  menyebutnya  ideologis).  Sebagaimana  Cf.  Keen,  S.
mayoritas dan kepentingan minoritas. Hal inilah yang disebut dengan (2004)  menegaskan  bahwa  lahirnya  ilmu-ilmu  kompleksitas
demokrasi sebagai tirani mayoritas. berlandaskan pada hal ini, yaitu sistem apa pun yang didekati dengan
Lepas  dari  segala  kekurangannya,  demokrasi  tetap  merupakan metodologi ilmiah merupakan sistem yang kompleks, yaitu elemen-
bentuk  pemerintahan  yang  terbaik  di  antara  berbagai  bentuk elemen penyusunnya memiliki interdependensi yang erat dalam tali-
pemerintahan lainnya, yang lebih buruk karena demokrasi memiliki temali  yang  rumit  dan  tidak  sederhana.  Ilmu-ilmu  kompleksitas
mekanisme pengecekan kekuasaan yang paling tinggi sehingga tidak merupakan  ilmu  yang  bersandar  pada  temuan  empiris.  Dalam  hal
ada satu pun kekuasaan yang bisa diselewengkan untuk waktu yang ilmu ekonomi secara konvensional misalnya, peran ideologi ekonomi
lama. Dengan mekanisme pengecekan, proses-proses yang adil untuk politik  sangat  penting  sehingga  temuan  empiris  mengalah  dengan
mendirikan  masyarakat  yang  cerdas,  adil,  dan  makmur  bisa “keyakinan ideologis” akan konsep ekuilibrium, efisiensi pasar, dan
dipastikan  berjalan.  Proses-proses  demokrasi  dengan  nilai-nilai keuntungan  komparatif.
dasarnya,  seperti  pengetahuan  yang  mencukupi,  kesetaraan,  dan Padahal  temuan  empiris  merupakan  sesuatu  yang  nyata
otonomi warga negara, cukup kuat tertanam di masyarakat. ditemukan, dan membaca konsep Wawasan Nusantara sesuai dengan
perkembangan  zaman  (baca:  perkembangan  tren  sains  modern)
seharusnya  sadar  bahwa  wawasan  nusantara  merupakan  cara
D. Landasan Kebijakan: Wawasan Nusantara pandang  yang  empiris  atas  kehidupan  orang-orang  Indonesia  yang
sebagai Landas Kebijakan Nasional unik.  Konsep  framing merupakan  hal  yang  sangat  penting  dalam
penentuan  nilai  secara  kognitif  untuk  keputusan  yang  dapat
1. Hakikat  Wawasan  Nusantara memberikan  pengaruh  secara  makrososial.  Berbagai  contoh  diulas
Dengan segala keunikannya, bangsa Indonesia meyakini bahwa Taleb, N. N. (2007). Hal inilah yang merupakan tantangan dasar dari
“cara  pandang  bangsa  Indonesia  atas  dirinya  dengan  segala  aspek generasi sekarang dalam memahami, kemudian memberikan standar
atau  rujukan  atas  kehidupan  berbangsa  yang  lebih  baik  untuk  hari
geografis,  fisis, geologis, biologis, ekonomis, dan sosial”  merupakan
esok bangsa yang lebih baik.
satu-satunya  pedoman  dalam  kehidupan  berbangsa  dan  bernegara.
Cara pandang itu adalah wawasan nusantara. Ketika  tren  kacamata  untuk  wawasan  nusantara  adalah  ikhwal
empiris,  ilmu-ilmu  yang  empiris  seyogianya  menjadi  landasan
2. Wawasan  Nusantara  sebagai  Landas  Kebijakan  Nasional  pembangunan  kehidupan  bernegara.  Saat  tren  kacamata  untuk
Perkembangan  sains  modern  telah  menunjukkan  bahwa  ilmu wawasan  nusantara  berbentuk  interdisiplinaritas  yang  menyadari
pengetahuan  modern  tidak  boleh  berada  pada  kotak-kotak  disiplin karakter  kompleks  dari  bangsa  Indonesia  (bahwa  yang  sosiologis,
ilmu karena kotak-kotak tersebut tidak akan pernah melihat keutuhan antropologis, ekonomis, dan  sebagainya  saling berkaitan),  wawasan

20 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 21


nusantara  bersifat  interdisiplin  dalam  memberikan  dasar  kebijakan diperluas  dengan  pemahaman  akan  persaudaraan  sebangsa  dan
nasional dan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat secara umum. setanah  air  yang  memiliki  kekerabatan  yang  kuat,  mulai  dari  hasil
Satu-satunya  ideologi  yang  boleh  menjadi  napas  kebijakan penelitian  akan  motif,  ornamentasi,  artisitektural,  tarian,  makanan
nasional seharusnya adalah hal-hal yang secara observasional empiris, tradisional,  dan  sebagainya  dan  pendekatan  filomemetika  sebagai
bukan  spekulasi  atau  asumsi  teoretis  yang  dibentuk  entah  di  mana pohon  kekerabatan  yang  tercermin  dari  pemetaan  kognitif  atas
dan  kurang  mencerminkan  Indonesia. artifak-artifak  budaya  bangsa  yang  sangat  bhineka  (Dahlan  R.  dan
Situngkir  H.,  2009:  18-25).
3. Tren  Ekonomi  Modern  dan  Kebudayaan  sebagai  Panglima
Menariknya,  tren  ekonomi  modern  menunjukkan  eksploitasi
Dalam  buku  Sjahrir,  St.  (1949)  Transl. Wolf, C. Out of Exile,
utilitas  ke  arah  ini.  Inovasi  dan  kreativitas  merupakan  sebuah  nilai
ditunjukkan  tiang  nasionalisme  pada  masa  awal  kemerdekaan
penentu  yang  penting  pada  era  ekonomi  untuk  masa  depan,
bertumpu  pada  aspek  politis  dan  ekonomis,  bukan  budaya.  Hal
sementara  lanskap  inovasi  adalah  kebhinekaan  budaya.  Diversitas
tersebut  disebabkan  suatu  hal  yang  primal  dan  konsep  geografis
merupakan  hal  yang  sangat  penting  dalam  satu  kesatuan  aktivitas
dengan perbedaan sosial atas elemen-elemen masyarakat (baik secara
kolektif,  termasuk secara  kognitif  ditunjukkan  oleh  Page,  S.  (2007).
etnis,  ideologi,  maupun  agama)  yang  sering  digunakan  untuk
memecah-belah  harus  dientaskan  mulai  dari  kebangkitan  secara Perlindungan  yang  disertai  secara  simultan  dengan  upaya
bersama-sama (1908), kemudian dideklarasikan sebagai satu karakter restorasi  dan  penggalian  kebijaksanaan  luhur  budaya  bangsa
kebangsaan  (1928),  yang  menjadi  tiang  proklamasi  kemerdekaan Indonesia, yang berpuncak pada berbagai kebudayaan etnis bangsa,
negeri yang tidak mau dijajah secara pemikiran dan fisik (1945). yang  berbeda-beda  ini  menjadi  agenda  yang  penting  untuk
diperhatikan  karena  kebijaksanaan  tradisional  sering  menyimpan
Jasa-jasa  proklamator  merupakan  kerja  keras  pelaksana  tiang-
alternatif  solusi  atas  kemandegan  modernitas,  baik  secara  filosofis
tiang  pembangunan  kehidupan  pada  masa  Orde  Baru  hingga  pada
maupun hal-hal praktis, seperti ekologi misalnya. Sebagai contoh unik
masa Orde terkini merupakan hal yang harus dihargai.
adalah  temuan  yang  menarik  atas  aspek  matematis  kontemporer
Wawasan nusantara bukan sebuah konsep yang statis, melainkan “fraktal”  pada  seni  tradisi  Indonesia  (Dahlan  R.  dan  Situngkir  H.,
dinamis  seiring  dengan  perkembangan  kacamata  atas  aspek-aspek 2009).
yang  digunakan  dalam  memahami  Indonesia  saat  ini.
Hal  ini  merupakan  tantangan  perumusan  kebijakan  politik
Interdisiplinaritas ekonofisika merupakan sebuah contoh pendekatan
bangsa  Indonesia  yang  berwawasan  nusantara,  yaitu  berperspektif
empiris  atas  data  yang  dianalisis  dengan  berbagai  abstraksi  yang
empiris  yang  menerima  kompleksitas  sosial  sebagai  sebuah  realita
interdisiplin  dapat  memberikan  cara  pandang  alternatif  yang  dapat
yang sejati, dan  pendekatan  interdisiplin perlu sangat  diperhatikan.
menjadi sandaran akan kebijakan sosial dan ekonomi.
Kita merupakan generasi yang beruntung karena dapat menyaksikan
Demikian  pula,  dengan  hal-hal  lain  yang  berkaitan  dengan
kolaborasi  antardisiplin  ilmu  yang  memberikan  acuan-acuan  solusi
kehidupan berbangsa, seperti perubahan iklim dan berbagai dampak-
alternatif  untuk  mengatasi  rumitnya  kompleksitas  tersebut,  dan
dampak  ekologisnya  atas  posisi  bio-geografis  yang  kaya  dengan
terlibat dalam konstruksi wawasan nusantara dari perspektif tersebut,
keanekaragaman plasma nutfah sebagai kekayaan biodiversitas.
atau  jika  memungkinkan  memperjuangkan  kebijakan  publik  yang
Dalam  hal  ini,  kebudayaan  merupakan  tiang  dari  semua  aspek menempatkan  wawasan  kebangsaan  menjadi  wiyatamandala  bagi
sosial  bangsa.  Integritas  persatuan  dalam  landasan  politik  dan perumusannya hingga implementasinya.
ekonomi  yang  disyaratkan  sejak  masa  founding fathers  selayaknya

22 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 23


rangka  mengembangkan  teori-teori  umum  yang  dapat  diandalkan
E. Kebijakan Publik dan Permasalahannya tentang  kebijakan  publik  dan  pembentukannya  sehingga  dapat
diterapkan  di  lembaga-lembaga  dan  bidang-bidang  kebijakan  yang
1. Teori dan Proses Kebijakan Publik berbeda.  Analisis  kebijakan  publik  sangat  berguna  dalam
merumuskan ataupun mengimplementasikan kebijakan publik. Teori-
Teori  dan  proses  kebijakan  publik  memiliki  definisi  yang  tidak
teori dalam analisis kebijakan publik pada akhirnya dapat digunakan
hanya menekankan  pada hal-hal  yang diusulkan  pemerintah,  tetapi
untuk mengembangkan kebijakan publik yang baik pada masa yang
juga  mencakup  arah  tindakan  yang  dilakukan  oleh  pemerintah.
akan datang.
Perhatian para ilmuwan politik terhadap studi kebijakan publik juga
semakin  besar.  Menurut  James  Anderson  (1963),  adalah  sah  bagi 2. Permasalahan Kebijakan Publik
seorang ilmuwan politik memberikan saran-saran kepada pemerintah Masalah  didefinisikan  sebagai  suatu  kondisi  atau  situasi  yang
ataupun pemegang  otoritas  pembuat kebijakan  agar  kebijakan  yang menimbulkan  kebutuhan  atau  ketidakpuasan  pada  sebagian  orang,
dihasilkannya mampu memecahkan persoalan  dengan baik. yang menginginkan pertolongan atau perbaikan.
Sifat  kebijakan  publik  sebagai  arah  tindakan  dapat  dipahami Sementara itu, suatu masalah akan menjadi masalah publik jika
secara  lebih  baik  apabila  konsep  ini  diperinci  menjadi  beberapa melibatkan  banyak  orang  dan  mempunyai  akibat  tidak  hanya  pada
kategori,  antara  lain  tuntutan  kebijakan,  keputusan  kebijakan, orang-orang  yang  secara  langsung  terlibat,  tetapi  juga  sekelompok
pernyataan  kebijakan,  hasil  kebijakan,  dan  dampak  kebijakan. orang yang secara tidak langsung terlibat. 
Dengan mengacu pada tahap-tahap kebijakan yang ditawarkan Jones
a. Masalah-masalah  Publik
dan  beberapa  ahli  lainnya,  domain  kebijakan  publik  meliputi
penyusunan  agenda,  formulasi  kebijakan,  adopsi  kebijakan, Suatu masalah  akan  menjadi masalah  publik apabila  ada orang
implementasi, dan penilaian kebijakan. atau  kelompok  yang  menggerakkan  ke  arah  tindakan  untuk
mengatasi  masalah  tersebut.  Suatu  masalah  akan  menjadi  masalah
Kebijakan  publik  dibedakan  menjadi  analisis  kebijakan,
publik jika masalah tersebut diartikulasikan. Masalah-masalah publik
kebijakan  publik,  dan  anjuran  kebijakan.  Kebijakan  publik  secara
adalah  masalah-masalah  yang  mempunyai  dampak  luas  dan
garis  besar  mencakup  tahap-tahap  perumusan  masalah  kebijakan,
mencakup konsekuensi  bagi orang-orang yang tidak secara langsung
implementasi  kebijakan,  dan  evaluasi  kebijakan. Analisis  kebijakan
terlibat.
berhubungan  dengan  penyelidikan  serta  deskripsi  sebab  dan
konsekuensi  kebijakan  publik.  Dalam  analisis  kebijakan,  dapat Masalah-masalah publik dapat dikategorikan ke dalam beberapa
dianalisis  pembentukan,  substansi,  dan  dampak  dari  kebijakan kategori.  Kategori pertama,  menurut  Theodore  J.  Lowi  (1972),
tertentu.  Adapun  anjuran  kebijakan  secara  khusus  berhubungan masalah  publik  dapat  dibedakan  menjadi  masalah prosedural  dan
dengan  tindakan  yang  harus  dilakukan  oleh  pemerintah  dengan masalah substantif.
menganjurkan  kebijakan  tertentu  melalui  diskusi,  persuasi  atau Masalah  prosedural  berhubungan  dengan  cara  pemerintah
aktivitas politik. diorganisasikan  dan  cara  pemerintah  melakukan   tugas-tugasnya,
Ada  tiga  hal  pokok  yang  perlu  diperhatikan  dalam  analisis sedangkan  masalah  substantif  berkaitan  dengan  akibat-akibat  nyata
kebijakan  publik.  Pertama,  fokus  utamanya  adalah  penjelasan dari kegiatan manusia.
kebijakan, bukan anjuran kebijakan yang “pantas”. Kedua, sebab dan Kategori kedua, didasarkan pada asal-usul  masalah. Berdasarkan
konsekuensi  dari  kebijakan  publik  diselidiki  dan  diteliti  dengan kategori  ini,  masalah  publik  dapat  dibedakan menjadi  masalah  luar
menggunakan  metodologi  ilmiah.  Ketiga,  analisis  dilakukan  dalam negeri dan masalah dalam negeri.

24 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 25


Lowi  (1972)  menyatakan  bahwa  masalah  publik  juga  dapat 2) Masalah tersebut tidak dapat dipecahkan secara individual, tetapi
dibedakan berdasarkan kategori jumlah orang yang dipengaruhi serta kurang terorganisasi dan kurang mendapatkan dukungan.
hubungannya antara satu dengan yang lain. Berdasarkan kategori ini,
3. Masalah Publik dan Masalah Kebijakan
masalah publik dapat dibedakan menjadi masalah distributif, masalah
Pembahasan mengenai permasalahan publik tidak ada habisnya
regulasi, dan masalah redistributif.
karena  setiap  individu  memiliki  kepentingan  yang  berbeda-beda.
Masalah  distributif  mencakup  sejumlah  kecil  orang  dan  dapat
Kepentingan yang berbeda-beda tersebut membuat pihak-pihak yang
ditanggulangi satu per satu, sedangkan masalah regulasi mendorong
berkepentingan  (stakeholders)  bersuara  dan  ikut  “menitipkan”
timbulnya  tuntutan-tuntutan  yang  diajukan  dalam  rangka
suaranya.  Proses  tawar-menawar  (bargaining)  antaraktor  pembuat
membatasi  tindakan-tindakan  pihak  lain.  Adapun  masalah
kebijakan  dengan  menggunakan  kebebasan  dan  kewenangannya,
redistributif menyangkut  masalah  yang  menghendaki  perubahan
sering  disalahgunakan  bukan  untuk  menyinkronkan  kepentingan
sumber-sumber  antarkelompok  atau  kelas  dalam  masyarakat.
rakyat,  melainkan  untuk  kekuasaan  (power).
Kebijakan ini berawal dari konflik dan melibatkan konflik kelas.
Banyaknya  kepentingan  yang  masuk  membuat  aktor-aktor
b. Ciri  Pokok  Masalah  Kebijakan pembuat  kebijakan  sibuk  dalam  merumuskan  kebijakan  yang  akan
William  Dunn  (1999)  dalam  bukunya  Analisis Kebijakan Publik diterapkan.  Para  aktor  tersebut  harus  menyeleksi  satu  per  satu
mengemukakan  empat  ciri  pokok  masalah  kebijakan,  yaitu  sebagai masalah yang ada. Butuh waktu dan tenaga ekstra dari para lembaga
berikut. pembuat  kebijakan  (eksekutif,  legislatif,  dan  yudikatif )  untuk
1) Saling  kebergantungan.  Seperti  yang  dinyatakan  oleh  Ackoff membuat  kebijakan.  Setiap  kebijakan  yang  keluar  merupakan  hasil
(1974),  masalah-masalah  kebijakan  bukan  merupakan  suatu assessment dari masalah publik. Akan tetapi, apakah semua masalah
kesatuan  yang  berdiri  sendiri,  melainkan  bagian  dari  seluruh publik  adalah  masalah  kebijakan  atau  ada  yang  bukan  masalah
sistem masalah. kebijakan?
2) Subjektivitas.  Kondisi  eksternal  yang  menimbulkan  suatu Sebuah paradigma kebijakan publik yang kaku (rigid) dan tidak
permasalahan  didefinisikan,  diklarifikasikan,  dijelaskan,  dan responsif  akan  menghasilkan  wajah  negara  yang  kaku  dan  tidak
dievaluasi secara selektif. responsif  pula.  Sebaliknya,  paradigma  kebijakan  publik  yang
responsif  akan  menghasilkan  wajah  negara  yang  responsif  pula
3) Sifat  buatan.  Masalah-masalah  kebijakan  dipahami,
(Fadillah Putra, 2003). Itulah sebuah gambaran betapa rumitnya suatu
dipertahankan, dan diubah secara sosial.
kebijakan  publik.
4) Dinamika  masalah  kebijakan.  Cara  pandang  orang  terhadap
masalah  akan  menentukan  solusi  yang  ditawarkan  untuk a. Perbedaan  antara  Masalah    yang  Bukan  Kebijakan  dan
memecahkan  masalah  tersebut. Masalah  Kebijakan
Seorang pakar kebijakan kenamaan Barat, William Dunn (1995),
c. Tipe-tipe  Masalah  Kebijakan
membedakan  antara  masalah  yang  bukan  kebijakan  dan  masalah
Charles O. Jones (1963) membuat dua tipe masalah publik, yaitu
kebijakan.  Menurutnya,  terdapat  perbedaan  yang  cukup  signifikan
sebagai  berikut.
antara masalah kebijakan dan masalah non-kebijakan.
1) Masalah  tersebut  dikarakteristikkan  oleh  adanya  perhatian
1) Saling  bergantung  (interdependence),  artinya  bahwa  masalah
kelompok  dan  warga  kota  yang  terorganisasi  yang  bertujuan
kebijakan sering memengaruhi masalah kebijakan yang lainnya
untuk  melakukan  tindakan.
(complicated).  Russel  L.  Ackroff  menyebutnya  dengan  nama

26 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 27


messes,  yaitu  masalah  kebijakan  bukan  sebuah  masalah  yang
berdiri  sendiri,  melainkan  bagian  dari  keseluruhan  sistem Metamasalah
masalah (Ackroff, 1974: 21). Karena rumitnya masalah tersebut,
Pencarian masalah Pendefinisian masalah
analisis terhadap masalah kebijakan pun tidak sesederhana yang
dibayangkan.  Pendekatan  yang  digunakan  harus  menyeluruh
dan  komprehensif.
2) Subjektif  (subjective),  artinya  sebuah  kondisi  eksternal  yang Situasi
Fase-fase perumusan masalah
Masalah
masalah substansif
menimbulkan masalah didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan,
dan dievaluasi secara selektif. Sebuah masalah juga bisa bersifat
objektif, artinya dapat dipengaruhi oleh faktor yang datang dari
Pengenalan masalah Spesifikasi masalah
luar.
Para  administrator  diharapkan  mampu  memberikan  pelayanan
yang memuaskan kepada customers, dalam hal ini adalah masyarakat. Masalah
formal
Publik  sangat  menaruh  harapan  yang  besar  kepada  para
administrator  publik,  yaitu  harapan  agar  para  administrator  publik
memberikan pelayanan yang baik kepadanya (Irfan Islamy, 1997). Gambar  1.1  Fase  Perumusan  Masalah  Kebijakan
b. Perumusan  Masalah  Publik Sumber:  William  N.  Dunn  (1999:  226)
Dalam hal formulasi sebuah kebijakan, fase perumusan masalah Pencarian masalah menjadi awal ketika para perumus kebijakan
merupakan  fase  yang  sangat  krusial  dan  menentukan.  Fase akan  membuat  kebijakan.  Para  analis  kebijakan  harus  dapat
perumusan  masalah  menjadi  fundamen  dasar  dan  langkah  awal membedakan  antara  masalah  publik  dan  masalah  privat.  Jika
dalam  membuat  kebijakan. seseorang  kehabisan  bensin  dalam  sebuah  perjalanan  memakai
Langkah  awal  ini  akan  menentukan  cara  kebijakan  tersebut kendaraan  bermotor, hal tersebut dikatakan sebagai masalah  privat.
akan disusun. Jika masalah yang diangkat salah, akan berakibat fatal. Jika  terjadi  kelangkaan  minyak  dan  gas  yang  melanda  masyarakat
Oleh  karena  itu,  tidak  jarang  kebijakan  publik  yang  pada  akhirnya luas,  hal  itu  disebut  sebagai  masalah  publik.  Ilustrasi  tersebut
menyengsarakan,  bukan  berpihak  pada  rakyat. menggambarkan perbedaan yang sangat jelas antara masalah publik
Mengingat  pentingnya  fase  ini,  William  Dunn  (1999:  226) dan masalah privat. Para analis kebijakan pun harus siap dihadapkan
menyatakan ada empat tahap dalam perumusan masalah, antara lain pada metamasalah.
problem search  (pencarian  masalah), problem definition (pendefinisian Tahap selanjutnya pendefinisian masalah. Tahap ini merupakan
masalah), problem specification (menspesifikasi  masalah),  dan  problem penganalisisan dari metamasalah ke masalah substantif, yaitu terjadi
sensing (pengenalan masalah). pengategorian  masalah-masalah  yang  bersifat  dasar  dan  umum.
Setelah itu, para analis kebijakan dapat merumuskan masalah formal
yang lebih terperinci dan spesifik. Melalui spesifikasi masalah, proses
perpindahan  dari  masalah  substantif  ke  masalah  formal  dapat
dilakukan. Ketika masalah telah dispesifikasikan, pengenalan masalah
menjadi  tahap  selanjutnya.  Dalam  tahap  ini,  kesulitan  akan

28 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 29


menghampiri  pembuat  kebijakan.  Kesulitan  tersebut  terjadi  karena 3) Capacity (kemampuan)
ketidaksesuaian  masalah  substantif dengan representasi  formal dari Hal tersebut berkaitan dengan pertukaran yang disebabkan tidak
masalah yang ada. dapat  memerintah  para  individu  untuk  melakukan  hal-hal  di
c. Munculnya  Permasalahan:  Telaah  Metode  ROCCIPI luar kemampuannya. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman
mengenai kondisi-kondisi dari setiap individu.
Merujuk pada banyaknya persoalan mengenai kebijakan publik,
Robert  B.  Seidman,  Ann  Seidman,  dan  Nalin  Abeysekere  (1999) 4) Communication (komunikasi)
mencoba  merancang  metode  ROCCIPI. Munculnya  perilaku  bermasalah  dapat  diakibatkan
Mereka menyatakan bahwa suatu masalah dapat muncul akibat ketidaktahuan  masyarakat  tentang  suatu  peraturan.
dari  adanya  beberapa  hal  yang  ditesiskannya  tidak  berjalan Ketidaktahuan  tersebut  dipicu  oleh  komunikasi  yang  tidak
sebagaimana mestinya. berjalan  dengan  baik  (miss-communication).  Permasalahan
komunikasi  sebenarnya  merupakan  permasalahan  klasik  di
1) Rule (peraturan)
negara yang kaya akan budaya dan sangat plural ini.
Peraturan  dimaksudkan  untuk  mengatur  segala  perilaku
5) Interest (kepentingan)
manusia.  Peraturan  dalam  hal  ini  menyangkut  semua  masalah
publik  atau  masalah  yang  ditimbulkan  oleh  publik.  Masalah Kategori  ini  dapat  digunakan  untuk  menjelaskan  pandangan
publik  dapat  muncul  jika: individu  tentang  akibat  dan  manfaat  dari  setiap  perilakunya.
Akibat  dan  manfaat  yang  ditimbulkannya  bisa  dalam  bentuk
a) rancunya atau membingungkannya bahasa yang digunakan
materiil (keuntungan ekonomi) dan non-materiil (pengakuan dan
dalam  peraturan,  seperti  tidak  dijelaskannya  hal-hal  yang
penghargaan).
dilarang dan yang harus dilakukan oleh masyarakat;
b) beberapa  peraturan  berpeluang  menyebabkan  perilaku 6) Process (proses)
bermasalah; Proses  merupakan  sebuah  instrumen  yang  digunakan  dalam
c) peraturan  sering  memperluas  penyebagian  perilaku menemukan  penyebagian  perilaku  bermasalah  yang  dilakukan
bermasalah,  bukan  menghilangkannya; dalam  atau  oleh  suatu  organisasi.  Beberapa  proses  yang
digunakan untuk merumuskan masalah dalam organisasi, antara
d) peraturan  membuka  peluang  bagi  perilaku  yang  tidak
lain proses pengumpulan input, proses pengolahan input menjadi
transparan;
keputusan, proses output, dan proses umpan balik.
e) peraturan memberikan wewenang berlebih pada pelaksana
peraturan untuk bertindak represif. 7) Ideology (nilai  dan/atau  sikap)
Sekumpulan  nilai  yang  dianut  oleh  suatu  masyarakat  untuk
2) Opportunity (kesempatan)
merasa, berpikir, dan bertindak. Suatu nilai yang berlaku dalam
Seorang  individu  akan  dapat  melakukan  perilaku  bermasalah
masyarakat merupakan hasil kesepakatan bersama dalam sebuah
jika  kesempatan  yang  ada  terbuka  lebar.  Jika  kesempatan
kelompok.  Kemungkinan  terjadinya  konflik  sangat  besar
terbuka,  hal  itu  dapat  memengaruhi  seorang  individu  untuk
mengingat  nilai  tersebut  hidup  dalam  masyarakat  yang  plural
berperilaku  menyimpang.  Dalam  hal  ini,  lingkungan  menjadi
dan  heterogen  (sebuah  nilai  yang  dianut  sering  tidak  sesuai
faktor yang dominan penyebab perilaku yang menyimpang.
dengan pandangan setiap kelompok).

30 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 31


Ketujuh  hal  tersebut  (ROCCIPI)  dimaksudkan  untuk
mempersempit  dan  lebih  menyistematiskan  ruang  lingkup
pandangan  para  aktor  pembuat  kebijakan  atau  para  analis
kebijakan  dalam  mencoba  menemukan  penyebagian  suatu
persoalan yang datang dari masyarakat.
Harapan tersebut hanya akan terwujud ketika semua pihak yang
terkait  mengenai  kebijakan  meninggalkan  egoisme  masing-
masing dan  lebih mementingkan urusan bersama.

F. Dinamika Kebijakan Publik

Memahami  dinamika  kebijakan  publik  berarti  memahami


perubahannya.  Fokus  tersebut  terletak  pada  perumusan  kebijakan
dan proses implementasi kebijakan.
Tidak semua sistem dinamis, tetapi dinamika bisa terjadi dalam
suatu sistem. Robert Jervis mendefinisikan sistem sebagai serangkaian
unit elemen yang saling berhubungan sehingga perubahan dalam satu
elemen  akan  mengubah  keseluruhan  sistem  tersebut  (Jervis,  1997:
6).  Berkaitam  dengan  dinamika,  terdapat  sistem  yang  terbuka  dan
tertutup.  Sistem  yang  tertutup  merupakan  sistem  yang  responsif
terhadap perubahan yang diawali dari dalam sistem tersebut. Sistem
yang  terbuka  merupakan  sistem  yang  tidak  hanya  reponsif  dari
dalam, tetapi juga dari lingkungan di sekitarnya. Struktur suatu sistem
terdiri  atas  konstituennya,  peraturan  yang  mengatur  masukan
tertentu  ke  dalam  sistem,  dan  informasi  yang  dibutuhkan  sistem
untuk menerapkan peraturan. Penyelenggaraan sistem menciptakan
feedback yang  mengubah  struktur  pada  sistem  tersebut.

Kebijakan Publik 32 Kebijakan Publik


BAB 2

KONSEP DASAR
KEBIJAKAN PUBLIK

Kebijakan  publik  pada  umumnya  dipahami  sebagai  salah  satu


upaya  atau  tindakan  pemerintah  yang  dibuat  dalam  rangka
melaksanakan  tugas-tugas  pemerintahannya,  dalam  wujud
pengaturan  ataupun  keputusan.  Pada  praktiknya,  kebijakan  publik
merupakan  hasil  dari  proses  politik  yang  dijalankan  dalam  suatu
sistem pemerintahan negara, yang di dalammya terkandung langkah-
langkah atau upaya yang harus dilaksanakan oleh pemerintah selaku
penyelenggara  negara.  Dalam  praktiknya,  kebijakan  publik  tidak
terlepas  dari  peran  dan  fungsi  aparat  pemerintah  yang  disebut
birokrasi.
Kebijakan  publik  adalah  keputusan  yang  mengikat  bagi  orang
banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh
pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik,
kebijakan publik harus dibuat oleh otoritas politik, yaitu mereka yang
menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui
suatu  proses  pemilihan  untuk  bertindak  atas  nama  rakyat  banyak.
Selanjutnya,  kebijakan  publik  akan  dilaksanakan  oleh  administrasi
negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah.
Fokus  utama  kebijakan  publik  di  negara  modern  adalah
pelayanan publik, yaitu segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara
untuk  mempertahankan  atau  meningkatkan  kualitas  kehidupan

Kebijakan Publik 33 Kebijakan Publik


orang  banyak.  Menyeimbangkan  peran  negara  yang  mempunyai
kewajiban menyediakan  pelayan publik  dengan hak  untuk menarik A. Pengertian dan Hakikat Kebijakan Publik
pajak dan retribusi; dan menyeimbangkan berbagai kelompok dalam
masyarakat  dengan  berbagai  kepentingan  serta  mencapai  amanat 1. Pengertian Kebijakan Publik
konstitusi. Istilah  kebijakan  publik  merupakan  terjemahan  istilah  bahasa
Secara  empiris,  permasalahan  yang  berhubungan  dengan Inggris,  yaitu  public policy.  Kata  policy  ada  yang  menerjemahkan
kebijakan publik cukup kompleks. Fenomena kebijakan publik tidak menjadi  “kebijakan”  (Samodra  Wibawa,  1994;  Muhadjir  Darwin,
hanya pada proses formulasi dilakukan atau cara substansi kebijakan 1998)  dan  ada  juga  yang  menerjemahkan  menjadi  “kebijaksanaan”
publik  dituangkan  dan  diimplementasikan,  tetapi  juga  menyangkut (Islamy, 2001; Abdul Wahap, 1990). Meskipun belum ada kesepakatan
dampak  atau  implikasi  yang  ditimbulkan  dari  sebuah  kebijakan bahwa  policy  diterjemahkan  menjadi  “kebijakan”  atau
publik.  Oleh  karena  itu,  dalam  proses  perumusan  kebijakan  publik “kebijaksanaan”,  kecenderungan  untuk  policy digunakan  istilah
tidak  hanya  memberikan  suatu  tata  aturan  atau  norma-norma  yang kebijakan.  Oleh  karena  itu,  public policy  diterjemahkan  menjadi
harus ditaati, tetapi juga perlu diimbangi dengan kemampuan untuk kebijakan  publik.
mengantisipasi  dampak  dan  implikasinya,  termasuk  kapabilitas Menurut  Thomas  R.  Dye  (1992),  “Public Policy is whatever the
responsif dari sebuah kebijakan publik. government choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apa pun
Kebijakan  publik  harus  mampu  mengakomodasikan  berbagai pilihan pemerintah untuk melakukan  sesuatu atau tidak melakukan
kepentingan  yang  berbeda.  Kebijakan  publik  pun  harus  mampu sesuatu).  Menurut  Dye,  apabila  pemerintah  memilih  untuk
mengagregasikan berbagai kepentingan tersebut dalam suatu produk melakukan  sesuatu,  tentu  ada  tujuannya  karena  kebijakan  publik
kebijakan  yang  bersifat  prioritas,  urgen,  dan  mengarah  pada  upaya merupakan  “tindakan”  pemerintah.  Apabila  pemerintah  memilih
untuk menata kepentingan yang lebih luas. untuk  tidak  melakukan  sesuatu,  juga  merupakan  kebijakan  publik
Studi  kebijakan  publik  berusaha  untuk  meninjau  berbagi  teori yang ada tujuannya.
dan  proses  yang  terjadi  dalam  kebijakan  publik.  Dapat  dikatakan Sementara  itu,  Thomas  Dye  (1992:  2-4)  mendefinisikan  bahwa
bahwa  kebijakan  publik  tidak  lepas  dari  proses  pembentukan kebijakan  publik  adalah  segala  sesuatu  yang  dikerjakan  atau  tidak
kebijakan. Dengan demikian, salah satu tujuan studi kebijakan publik dikerjakan oleh pemerintah, alasan suatu kebijakan harus dilakukan
adalah  untuk  menganalisis  tahapan  demi  tahapan  proses dan  manfaat  bagi  kehidupan  bersama  harus  menjadi  pertimbangan
pembentukan  kebijakan  publik  sehingga  terwujud  suatu  kebijakan yang  holistik  agar  kebijakan  tersebut  mengandung  manfaat  yang
publik  tertentu.  Tahapan  demi  tahapan  tersebut  terangkum  sebagai besar  bagi  warganya  dan  tidak  menimbulkan  kerugian,  di  sinilah
proses  siklus  pembuatan  kebijakan  publik.  Setiap  tahapan  dalam pemerintah  harus bijaksana  dalam menetapkan suatu kebijakan.
proses pembentukan kebijakan publik mengandung berbagai langkah James E. Anderson Anderson (1970) menyatakan bahwa, “Public
dan metode yang lebih terperinci lagi. Tahapan yang terdapat dalam policies are those policies developed by governmental bodies and officials”
pembuatan  suatu  kebijakan  publik  memiliki  berbagai  manfaat  serta (kebijakan  publik  adalah  kebijakan  yang  dikembangkan  oleh  badan
konsekuensi dari adanya proses tersebut, khususnya bagi para aktor dan  pejabat  pemerintah).
pembuat  kebijakan  publik.
Menurut  David  Easton,  “Public policy is the authoritative
allocation of values for the whole society”(kebijakan  publik  adalah
pengalokasian  nilai-nilai  secara  sah  kepada  seluruh  anggota
masyarakat).

34 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 35


Berdasarkan  beberapa  pandangan  para  ahli  tersebut,  pada diartikan  sebagai  suatu  hukum.  Akan  tetapi,  tidak  hanya  hukum,
hakikatnya  kebijakan  publik  dibuat  oleh  pemerintah  berupa tetapi juga harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu
tindakan-tindakan  pemerintah.  Kebijakan  publik,  baik  untuk isu  yang menyangkut  kepentingan bersama  dipandang  perlu  untuk
melakukan  maupun  tidak  melakukan  sesuatu  mempunyai  tujuan diatur,  formulasi  isu  tersebut  menjadi  kebijakan  publik  yang  harus
tertentu. Kebijakan publik ditujukan untuk kepentingan masyarakat. dilakukan  dan  disusun  serta  disepakati  oleh  para  pejabat  yang
Selanjutnya,  Bridgeman  dan  Davis  (2004)  dalam  Suharto  (2008: berwenang.  Ketika  kebijakan  publik  ditetapkan  menjadi  suatu
5-8)  menerangkan  bahwa  kebijakan  publik  sedikitnya  memiliki  tiga kebijakan  publik,  seperti  menjadi  undang-undang,  Peraturan
dimensi  yang  saling  bertautan,  yakni  sebagai  tujuan  (objective), Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka
sebagai  pilihan  tindakan  yang  legal  dan  sah  secara  hukum kebijakan  publik  tersebut  berubah  menjadi  hukum  yang  harus
(authoritative choice),  dan  sebagai  hipotesis  (hypothesisi).  ditaati.
Tujuan  kebijakan  publik  adalah  seperangkat  tindakan Aminullah  dalam  Muhammadi  (2001:  371–372)  menyatakan
pemerintah  yang didesain untuk mencapai hasil-hasil  tertentu yang bahwa  kebijakan  adalah  suatu  upaya  atau  tindakan  untuk
diharapkan  oleh  publik  sebagai  konstituen  pemerintah.  Kebijakan memengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan. Upaya dan
publik sebagai pilihan tindakan yang legal dan sah karena kebijakan tindakan  tersebut  bersifat  strategis,  yaitu  berjangka  panjang  dan
publik  dibuat  oleh  lembaga  yang  memiliki  legitimasi  dalam  sistem menyeluruh.
pemerintahan.  Kemudian,  kebijakan  publik  sebagai  hipotesis Menurut Said Zainal Abidin (2004: 23),  kebijakan publik   tidak
adalah kebijakan yang dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis bersifat  spesifik  dan  sempit,  tetapi  luas  dan  berada  pada  strata
mengenai  sebab  dan  akibat.  Kebijakan  senantiasa  bersandar   pada strategis.  Oleh  karena  itu,  kebijakan  publik  berfungsi  sebagai
asumsi-asumsi mengenai perilaku. pedoman  umum  untuk  kebijakan  dan  keputusan  khusus  di
   Untuk keperluan praktis, Mustopodidjaja dalam Rakhmat (2009: bawahnya.
132)  menawarkan  working definition  yang  diharapkan  dapat Kebijakan  publik  yang  dibuat  oleh  pemerintah  bertujuan
mempermudah  pengamatan  atas  fenomena  kebijakan  yang  aktual. mengatur  kehidupan  bersama  untuk  mencapai  visi  dan  misi  yang
Dikatakan  bahwa  kebijakan  publik  adalah  suatu  keputusan  untuk telah disepakati, seperti dalam gambar berikut ini.
mengatasi  permasalahan  tertentu  agar  mencapai  tujuan  tertentu,
yang  dilaksanakan  oleh  instansi  yang  berwenang  dalam  rangka Kebijakan Publik
penyelenggaraan  tugas  pemerintahan  negara  dan  pembangunan.
Dalam  kehidupan  administrasi  publik,  secara  formal  keputusan
tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk perundang-undangan.     Masyarakat
Kebijakan publik dalam kepustakaan internasional disebut sebagai Dicita-
Awal Transisi citakan
public policy,  yaitu  suatu  aturan  yang  mengatur  kehidupan  bersama
yang  harus  ditaati  dan  berlaku  mengikat  seluruh  warganya.  Setiap
pelanggaran  akan  diberi  sanksi  sesuai  dengan  pelanggaran  yang
dilakukan  dan  sanksi  dijatuhkan  di  depan  masyarakat  oleh  lembaga Gambar 2.2 Kebijakan Publik
yang mempunyai tugas menjatuhkan  sanksi (Nugroho R., 2004: 1-7). Sumber:  Said  Zainal Abidin  (2004:  23)
Aturan  atau  peraturan  tersebut  secara  sederhana  dipahami Berdasarkan  gambar  di  atas,  bahwa  kebijakan  publik  sebagai
sebagai  kebijakan  publik. Dengan  demikian, kebijakan  publik dapat manajemen  pencapaian  tujuan  yang  dapat  diukur.  Menurut  Riant

36 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 37


Nugroho  D.  (2004:  52),  kebijakan  publik  bukan  berarti  mudah menampung  keinginan  mereka  adalah  satu  hal,  tetapi  sama
dibuat,  mudah  dilaksanakan,  dan  mudah  dikendalikan  karena pentingnya  adalah  kemampuan  para  pemimpin  untuk  menjelaskan
kebijakan  publik  menyangkut  politik. kepada masyarakat alasan suatu keinginan tidak bisa dipenuhi.
2. Terminologi Kebijakan Publik Charles Lindblom (1939) menyatakan bahwa kebijakan berkaitan
erat  dengan  pengambilan  keputusan  karena  sama-sama  memilih  di
Terminologi  kebijakan  publik  menunjuk  pada  serangkaian
antara  opsi  yang  tersedia.  Adapun  terminologi  publik
peralatan  pelaksanaan  yang  lebih  luas  dari  peraturan  perundang-
memperlihatkan keluasan yang luar biasa untuk didefinisikan. Akan
undangan,  mencakup  juga  aspek  anggaran  dan  struktur  pelaksana.
tetapi,  dalam  hal  ini  publik  berkaitan  erat  dengan  state,  market,  dan
Siklus kebijakan publik bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan,
civil society.  Ketiganya  menjadi  aktor  dalam  arena  publik  sehingga
pelaksanaan  kebijakan,  dan  evaluasi  kebijakan.  Keterlibatan  publik
publik  dapat  dipahami  sebagai  sebuah  ruang  dimensi  yang
dalam setiap tahapan kebijakan bisa menjadi ukuran tentang tingkat
kepatuhan negara pada amanat rakyat yang berdaulat atasnya. menampakkan interaksi di antara ketiga aktor tersebut.

Untuk  menjadi  agenda  kebijakan,  yakni  serangkaian  persoalan 4. Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis
yang  ingin  diselesaikan  dan  prioritasnya,  dapatkah  publik Dalam  pelaksanaannya,  kebijakan  publik  harus  diturunkan
memberikan  masukan  yang  berpengaruh  terhadap  isi  kebijakan dalam  serangkaian  petunjuk  pelaksanaan  dan  petunjuk  teknis  yang
publik  yang  akan  dilahirkan.  Begitu  juga  pada  tahap  pelaksanaan, berlaku internal dalam birokrasi. Berdasarkan sisi masyarakat, yang
dapatkah publik mengawasi penyimpangan pelaksanaan, juga apakah penting  adalah  adanya  suatu  standar  pelayanan  publik  yang
tersedia  mekanisme  kontrol  publik,  yakni  proses  yang menjabarkan  kepada  masyarakat  tentang  pelayanan  yang  menjadi
memungkinkan  keberatan  publik  atas  suatu  kebijakan  dibicarakan haknya, cara mendapatkannya, persyaratannya, dan bentuk layanan
dan berpengaruh secara signifikan. itu.  Hal  ini  akan  mengikat  pemerintah  (negara)  sebagai  pemberi
3. Rujukan Kebijakan Publik layanan  dan  masyarakat  sebagai  penerima  layanan.  Fokus  politik
Kebijakan  publik  menunjuk  pada  keinginan  penguasa  atau pada kebijakan publik mendekatkan kajian politik pada administrasi
pemerintah yang idealnya dalam masyarakat demokratis merupakan negara  karena  satuan  analisisnya  adalah  proses  pengambilan
cerminan  pendapat  umum  (opini  publik).  Untuk  mewujudkan keputusan  sampai  dengan  evaluasi  dan  pengawasan,  termasuk
keinginan  tersebut  dan  menjadikan  kebijakan  efektif,  diperlukan pelaksanaannya.  Dengan  mengambil  fokus  ini,  tidak  menutup
sejumlah  hal.  Pertama,  adanya  perangkat  hukum  berupa  peraturan kemungkinan  untuk  menjadikan  kekuatan  politik  atau  budaya
perundang-undangan  sehingga  publik  dapat  mengetahui  kebijakan politik  sebagai  variabel  bebas  dalam  upaya  menjelaskan  kebijakan
yang telah diputuskan. Kedua, kebijakan ini juga harus jelas struktur publik tertentu sebagai variabel terikat.
pelaksana  dan  pembiayaannya.  Ketiga,  diperlukan  adanya  kontrol 5. Prinsip-prinsip Kebijakan Publik
publik,  yakni  mekanisme  yang  memungkinkan  publik  mengetahui
Kebijakan  publik  dalam  praktik  ketatanegaraan  dan
kebijakan ini yang dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan
atau  tidak.  Dalam  masyarakat  autoriter,  kebijakan  publik  adalah kepemerintahan,  menurut  Nugroho  (2004:  100-105),  pada  dasarnya
keinginan penguasa semata sehingga penjabaran di atas tidak berjalan. terbagi dalam tiga prinsip, yaitu:

Dalam  masyarakat  demokratis,  yang  sering  menjadi  persoalan a. cara  merumuskan  kebijakan  publik  (formulasi  kebijakan);
adalah cara menyerap opini publik dan membangun suatu kebijakan b. cara  kebijakan  publik  diimplementasikan;
yang  mendapat  dukungan  publik.  Kemampuan  para  pemimpin c. cara kebijakan publik dievaluasi.
politik  untuk  berkomunikasi  dengan  masyarakat,  untuk

38 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 39


6. Kriteria Penentuan Kebijakan Publik Mengenai  tingkatan  kebijakan  publik  secara  teknis,  Lembaga
Menurut  Said  Zainal  Abidin  (2004:  56-59),  tidak  semua Administrasi  Negara (1997) mengemukakan sebagai  berikut.
kebijakan  publik  mempunyai  prioritas  yang  sama  untuk  diproses. a. Lingkup Nasional
Hal tersebut ditentukan oleh proses penyaringan melalui serangkaian
1) Kebijakan Nasional
kriteria. Berikut ini kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan
Kebijakan  nasional  adalah  kebijakan  negara  yang  bersifat
kebijakan.
fundamental  dan  strategis  dalam  pencapaian  tujuan  nasional/
a. Efektivitas,  mengukur  suatu  alternatif  sasaran  yang  dicapai
negara  sebagaimana  tertera  dalam  Pembukaan  UUD  1945.
dengan  suatu  alternatif  kebijakan  dapat  menghasilkan  tujuan
MPR,  Presiden,  dan  DPR  adalah  yang  berwenang  menetapkan
akhir yang diinginkan.
kebijakan  nasional.  Kebijakan  nasional  yang  dituangkan  dalam
b. Efisien, dana yang digunakan harus sesuai dengan tujuan yang peraturan  perundang-undangan  dapat  berbentuk  UUD,
dicapai. Ketetapan  MPR,  Undang-Undang  (UU),  Peraturan  Pemerintah
c. Cukup,  suatu kebijakan  dapat  mencapai  hasil  yang  diharapkan Pengganti  Undang-undang (PERPU).
dengan sumber daya yang ada. 2) Kebijakan Umum
d. Adil. Kebijakan umum adalah kebijakan Presiden sebagai pelaksanaan
e. Terjawab,  kebijakan  dibuat  agar  dapat  memenuhi  kebutuhan UUD, TAP MPR, UU, untuk mencapai tujuan nasional. Presiden
suatu golongan atau suatu masalah tertentu dalam masyarakat. berwenang  menetapkan  kebijakan  umum.  Kebijakan  umum
yang  tertulis  dapat  berbentuk  Peraturan  Pemerintah  (PP),
7. Tingkatan Kebijakan
Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden.
Secara  umum,  menurut  Said  Zainal  Abidin  (2004:  31-33),
3) Kebijakan Pelaksanaan
kebijakan  dapat  dibedakan  dalam  tiga  tingkatan,  yaitu  sebagai
Kebijaksanaan  pelaksanaan  merupakan  penjabaran  dari
berikut.
kebijakan  umum  sebagai  strategi  pelaksanaan  tugas  di  bidang
a. Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau
tertentu.  Dalam  menetapkan  kebijakan  pelaksanaan,  yang
petunjuk  pelaksanaan,  baik  yang  bersifat  positif  maupun  yang
berwenang  adalah  menteri/pejabat  setingkat  menteri  dan
bersifat negatif, yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi
pimpinan  LPND.  Kebijakan  pelaksanaan  yang  tertulis  dapat
yang  bersangkutan.
berbentuk  peraturan,  keputusan,  atau  instruksi  pejabat.
b. Kebijakan  pelaksanaan  adalah  kebijakan  yang  menjabarkan
b. Lingkup Wilayah Daerah
kebijakan  umum.  Untuk  tingkat  pusat,  peraturan  pemerintah
tentang pelaksanaan suatu undang-undang. 1) Kebijakan Umum
c. Kebijakan  teknis  adalah  kebijakan  operasional  yang  berada  di Kebijakan  umum  di  lingkup  daerah  adalah  kebijakan
bawah kebijakan  pelaksanaan. pemerintah  daerah  sebagai   pelaksanaan  asas desentralisasi dalam
rangka mengatur urusan Rumah Tangga Daerah. Dalam menetapkan
kebijakan  umum  di  daerah  provinsi,  yang  berwenang  adalah

40 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 41


Gubernur dan DPRD Provinsi. Di daerah Kabupaten/Kota ditetapkan Setelah  memaparkan  makna  kebijakan,  secara  sederhana
oleh  Bupati  Walikota  dan  DPRD  Kabupaten/Kota.  Kebijakan  umum kebijakan  publik  digambarkan  oleh  Bill  Jenkins  dalam  buku  The
di  tingkat  daerah  dapat  berbentuk  Peraturan  Daerah  Provinsi  dan Policy Process adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan
Peraturan Daerah  Kabupaten/Kota. yang  dilakukan  oleh  aktor  politik  untuk  menentukan  tujuan  dan
mendapatkan  hasil  berdasarkan  pertimbangan  situasi  tertentu.
2) Kebijakan Pelaksanaan
Selanjutnya,  Bill  Jenkins  (Michael  Hill,  1993:  34)  mendefinisikan
Kebijakan  pelaksanaan  di  lingkup  Wilayah/Daerah  ada  tiga
kebijakan  publik  sebagai:
macam,  yaitu:
“….A set of interrelated decisions taken by a political actor or group
a) kebijakan  pelaksanaan  dalam  rangka  desentralisasi  merupakan
of actors concerning the selection of goals and the means of achieving
realisasi pelaksanaan Peraturan Daerah;
them within a specified situation where these decisions should, in
b) kebijakan  pelaksanaan  dalam rangka dekonsentrasi  merupakan principle, be within the power of these actors to achieve.”
pelaksanaan kebijakan nasional di Daerah;
Dengan  demikian,  kebijakan  publik  sangat  berkaitan  dengan
c) kebijakan  pelaksanaan  dalam  rangka  tugas  pembantuan administasi negara ketika public actor mengoordinasi seluruh kegiatan
(medebewind) merupakan pelaksanaan tugas Pemerintah Pusat berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan
di Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. masyarakat  melalui  berbagai  kebijakan  publik/umum  untuk
Berikut ini yang berwenang menetapkan kebijakan pelaksanaan, memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu, diperlukan
antara lain: suatu administrasi yang dikenal dengan “administrasi negara.”
(1) dalam rangka desentralisasi adalah Gubernur/Bupati/Walikota; Menurut  Nigro  dan  Nigro  (M.  Irfan  Islamy,  2001:  1)  dalam
(2) dalam rangka dekonsentrasi adalah Gubernur/Bupati/Walikota; bukunya  Prinsip-prinsip Kebijakan Negara,  administrasi  negara
(3) dalam  rangka  tugas  pembantuan  adalah  Gubernur/Bupati/ mempunyai  peranan  penting  dalam  merumuskan  kebijakan  negara
Walikota; dan merupakan bagian dari proses politik. Administrasi negara dalam
mencapai  tujuan  dengan  membuat  program  dan  melaksanakan
(4) dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan tugas pembantuan
berbagai  kegiatan  untuk  mencapai tujuan  dalam  bentuk  kebijakan.
berupa Keputusan  dan  Instruksi  Gubernur/Bupati/Walikota;
Oleh  karena  itu,  kebijakan  dalam  pandangan  Lasswell  dan
(5) dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi  berbentuk Keputusan
Kaplan (Said Zainal Abidin, 2004: 21) adalah sarana untuk mencapai
Gubernur/Bupati/Walikota;
tujuan atau sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan
8. Aktivitas Kebijakan dalam Tataran Ilmiah tujuan, nilai, dan praktik.
Berdasarkan perspektif sejarah, aktivitas kebijakan dalam tataran Menurut  Said  Zainal  Abidin  (2004:  23),  kebijakan  publik
ilmiah  yang  disebut  analisis  kebijakan,  berupaya  menyinkronkan biasanya  tidak  bersifat  spesifik  dan  sempit,  tetapi  luas  dan  berada
antara pengetahuan dan tindakan. Menurut William N. Dunn (2003: pada  strata  strategis.  Oleh  karena  itu,  kebijakan  publik  berfungsi
89),  analisis kebijakan (policy analysis) dalam arti historis yang paling sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan-keputusan
luas  merupakan  suatu  pendekatan  terhadap  pemecahan  masalah khusus di bawahnya.
sosial  dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan  secara
sadar digali untuk dilakukan pengujian secara eksplisit dan reflektif
dengan  menghubungkan  pengetahuan  dan  tindakan.

42 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 43


Dalam  Kybernology  dan  konsep  kebijakan  pemerintahan, bahwa kebijakan adalah apa pun yang dipilih oleh pemerintah untuk
kebijakan  publik  merupakan  suatu  sistem  nilai  yang  lahir  dari melakukan  sesuatu  atau  tidak  melakukan  sesuatu  (public policy is
kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan seperti dalam gambar whatever government choose to do or not to do).
berikut. Selanjutnya,  menurut  Bullock  et  al.  (PKP2A  I  LAN,  2009:  11),
untuk bisa  disebut sebagai  kebijakan,  suatu keputusan perlu diikuti
KEARIFAN
Sumber berbagai pilihan langkah  tindakan  pelaksanaan  yang  bersasaran  mencapai  tujuan.
Oleh  karena  itu,  kebijakan  sebagai  suatu  konsep  meliputi  beberapa
hal berikut ini.

tercemar
a. Ketetapan, suatu kebijakan di dalamnya mengandung ketentuan-
ketentuan  tertentu  yang  memiliki  pengaruh  mengikat,  baik  ke
dalam maupun  keluar  dari pembuat kebijakan.
b. Maksud,  adanya  kebijakan  adalah  untuk  mencapai  tujuan-
“KEBIJAKSANAAN” KEBIJAKSANAAN KEBIJAKAN
Cara/alat memecahkan Pilihan terbaik dalam Pilihan terbaik dalam batas tujuan tertentu atau mengatasi permasalahan tertentu.
masalah berbentuk memecahkan masalah kompetensi dan secara
tindakan negatif berdasarkan hati nurani, normal mengikat c. Keputusan, untuk melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu.
secara etik dan moral
mengikat d. Suatu proses pelaksanaan dari hal-hal yang telah ditetapkan.
Berdasarkan  dua  pendapat  di  atas,  kebijakan  memiliki  makna
Bagan 2.1 Sistem Nilai Kearifan yang  berbeda  dengan  keputusan.  Kebijakan  pada  dasarnya
Sumber:  Said  Zainal Abidin  (2004:  23) merupakan  hasil  dari  sebuah  proses  pengambilan  keputusan  yang
harus  ditindaklanjutinya  dengan  pelaksanaan  keputusan  tersebut.
Setelah melalui analisis yang mendalam dan dirumuskan dengan
Dengan  demikian,  dapat  dinyatakan  bahwa  setiap  kebijakan
tepat  menjadi  suatu  produk  kebijakan  publik.
merupakan  keputusan,  sedangkan  keputusan  belum  tentu  menjadi
sebuah  kebijakan  (apabila  tidak  diimplementasikan).  Dalam  hal
implementasi  dimungkinkan  mengandung  suatu  langkah  tindakan
B. Aspek-aspek Penting dalam Kebijakan Publik
untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Sementara  itu,  pendapat  yang  berbeda  dikemukakan  oleh
Untuk  memahami  konteks  kebijakan  publik,  kita  dapat
Mustopadidjaja  (1994:  9)  yang  berpandangan  bahwa  masalah
melihatnya  berdasarkan  beragam  perspektif  yang  berbeda,
“dengan atau tanpa” pelaksanaan, suatu keputusan agar dapat disebut
khususnya apabila ingin melihat kebijakan publik secara kontekstual
sebagai  suatu  kebijakan,  perlu  dilihat  dalam  konteks  “sistem
berdasarkan substansinya, antara lain ekonomi, administrasi negara/
kebijakan”  yang  lebih  luas,  seperti  tingkat  keterlibatan  organisasi
politik, hukum, dan sebagainya. Secara umum, membahas kebijakan
pengambil  keputusan  dalam  proses  pelaksanaan  kebijakannya.
publik sebagai konsep atau teori maka perspektif yang mewarnainya
Khusus dalam kaitannya dengan konsep kebijakan publik, rumusan
lebih bersifat politis, legal formal, dan administratif.
definisi tersebut dilengkapi bahwa keputusan dimaksud diambil oleh
1. Kebijakan sebagai Suatu Konsep pemerintah  sebagai  pihak  yang  berwenang  dalam  rangka
Beragam  definisi  mengenai  konsep  kebijakan  (publik) penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan (PKP2A I
sebagaimana  dikemukakan  oleh  Thomas  Dye  (Mulyadi,  2010:  33) LAN,  2010:  112).

44 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 45


Melihat  fenomena  empiris  yang  sering  terjadi  dalam 2009:  13)  merumuskan  tiga  elemen  penting  dalam  sistem  kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan, dalam konteks ini penulis cenderung publik, yaitu sebagai berikut.
memersepsi  batasan  kebijakan  secara  kontekstual  seperti a. Lingkungan kebijakan (policy environments), yaitu keadaan yang
dikemukakan oleh Mustopadidjaja (1994: 9) bahwa suatu keputusan melatarbelakangi  atau  peristiwa  yang  menyebabkan  timbulnya
belum  tentu  menjadi  sebuah  kebijakan.  Hal  itu  dapat  dibenarkan sesuatu  “isu  (masalah)  kebijakan”,  yang  memengaruhi  dan
karena untuk menjadi suatu kebijakan harus ditindaklanjuti dengan dipengaruhi oleh para pelaku kebijakan dan kebijakan tersebut.
melegalformalkan  keputusan.
b. Kebijakan publik (public policies), yaitu keputusan atas sejumlah
Adapun kebijakan itu dilaksanakan atau tidak sangat bergantung atau  serangkaian  pilihan  yang  berhubungan  satu  sama  lain
pada cara pengelolaan terhadap implementasinya. (termasuk  keputusan  untuk  tidak  berbuat)  yang  dibuat  oleh
Masih  dalam  konteks  pengertian, Anderson  (Tachjan,  2008:  16) badan-badan  atau  kantor-kantor  pemerintah  dan  dimaksudkan
menyatakan  bahwa,  “Public policies are those policies developed by untuk  mencapai  tujuan  tertentu.
government bodies and officials.”  Dalam  hal  ini,  kebijakan  publik c. Pelaku  kebijakan  (policy stakeholders),  yaitu  individu  atau
dinyatakan sebagai kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga dan kelompok yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan-
pejabat  pemerintahan.  Rumusan  ini  memberikan  penjelasan  bahwa keputusan  pemerintah.
kebijakan  publik  dibuat  oleh  pemerintah  sebagai  organisasi  yang
berwenang  membuatnya  sekaligus  bersifat  formal  yang  memiliki
4. Aspek-aspek yang Berkaitan dengan Sistem Kebijakan
kekuatan legal untuk dilaksanakan.
Publik
Burdock  (Suaib,  1998)  menyatakan  perlunya  memerhatikan
2. Kebijakan Publik Merupakan Produk Pemerintah aspek-aspek  yang  berkaitan  dengan  kebijakan.  Menurut  Burdock,
Meskipun  pendapat  yang  dikemukakan  berbeda-beda,  pada terdapat tiga aspek kebijakan yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai
intinya  para  ahli  kebijakan  memiliki  kesepakatan  yang  sama,  yakni berikut.
bahwa  kebijakan  publik  merupakan  produk  dari  pemerintah a. Aspek  kesejarahan.  Perubahan  kebijakan  terjadi  dalam  konteks
(termasuk  lembaga-lembaga  pemerintahan)  yang  ditujukan  untuk kebijakan yang sama yang pernah dibuat pada masa lalu.
memberikan  arah  dan  pedoman  untuk  melakukan  suatu  tindakan
b. Aspek  lingkungan.  Kebijakan  publik  tidak  mungkin  terlepas
atau  tidak  melakukan  tindakan  yang  berkaitan  dengan  proses
dari  pengaruh  lingkungan,  yaitu  ketika  kebijakan  tersebut
penyelenggaraan  pemerintahan  (termasuk  masalah-masalah  yang
dibangun dan dilaksanakan.
berhubungan dengan masyarakat/warga negara).
c. Aspek  kelembagaan.  Suatu  kebijakan  publik  pasti  akan  selalu
Dalam  prosesnya,  kebijakan  publik  hendaknya  bersifat
berhubungan  dengan berbagai  lembaga/institusi.
komprehensif,  yakni  memerhatikan  berbagai  hal  yang  mungkin
Meskipun  aspek-aspek  penting  yang  dikemukakan  di  atas
dapat memengaruhi atau dipengaruhinya.
memiliki  perbedaan  konsep,  secara  kontekstual  terdapat  kesamaan
3. Elemen-elemen dalam Sistem Kebijakan Publik pandangan,  yaitu  lingkungan,  materi–substansi  kebijakan,  dan
Melaksanakan  atau  mengimplementasikan  kebijakan  publik organisasi/lembaga (pengusul–stakeholders; shareholders). Ketiga aspek
bukan  merupakan  hal  yang  sederhana.  Karena  sifatnya  yang  dapat tersebut memiliki hubungan dan saling berkaitan satu sama lain.
berimplikasi  luas,  baik  kepada  pemerintah  maupun  masyarakat, Secara  empiris  lingkungan  memiliki  pengaruh  yang  kuat
proses  kebijakan  publik  dalam  formulasinya  perlu  memerhatikan terhadap  proses  dan  dinamika  kebijakan  publik.  Kebijakan  publik
lingkungan. Berkaitan dengan proses tersebut, Dunn (PKP2A I LAN, akan mengatur secara normatif proses interaksi yang harus dilakukan

46 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 47


oleh publik dalam hubungannya dengan pihak lain. Lingkungan itu penting  untuk  dibangun  secara  maksimal  mengakomodasikan
dibagi  dalam  dua  batasan.  Pertama,  batasan  ruang  yang  berupa kepentingan-kepentingan  dimaksud.
lingkungan dalam (internal) dan lingkungan luar  (eksternal). Kedua, Menurut Lasswell dan Kaplan (Said Zainal Abidin Abidin, 2004:
lingkungan  dalam  batasan  waktu,  yaitu:  aspek  sejarah  dan  aspek 21),  kebijakan  adalah  sarana  untuk  mencapai  tujuan.  Kebijakan
futuristic oriented. sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai,
Lingkungan  dalam  (internal)  untuk  konteks  kebijakan  publik dan  praktik.  Pendapat  lain  tentang  kebijakan  menurut  Heinz  Eulau
dalam bahasan ini menyangkut lingkungan dari organisasi pengusul dan Kenneth Prewit adalah suatu keputusan yang menuntut adanya
atau  pengendali  kebijakan  yang  karena  otoritas  dan  wewenangnya perilaku  yang  konsisten  dan  pengulangan  bagi  pembuat  dan
memiliki peran dan fungsi sebagai policy maker. pelaksana  kebijakan.
Adapun  lingkungan  luar  (eksternal)  dalam  bahasan  kebijakan 2. Variabel-variabel dalam Menyusun Kebijakan
publik adalah menyangkut pihak-pihak di luar organisasi yang secara
langsung  kepentingan  dan  perannya  akan  terkena  implikasi  atau Variabel-variabel  dalam  menyusun  kebijakan  pada  dasarnya
pengaruh dari adanya kebijakan. dapat  dikatakan  sebagai  elemen-elemen  dasar  kebijakan  yang
menyangkut hal-hal yang mencerminkan keperluan terhadap adanya
Selain  lingkungan  dalam  arti  batasan  ruang,  kebijakan  publik
suatu pemahaman logis, keterlibatan institusional, dan formalisasi dari
juga  harus  memerhatikan  lingkungan  dalam  batasan  waktu.  Dalam
suatu  proses  atau  mekanisme  yang  harus  ditempuh  dalam  rangka
batasan  waktu,  aspek  sejarah  penting  untuk  diperhatikan  sebagai
penyusunan  kebijakan.
dasar  untuk  memformulasikan  kebijakan  agar  dalam
implementasinya tidak terlalu mendapat hambatan/kendala. Merujuk  pada  pendapat  Jones  (1976)  bahwa  dalam  perspektif
Adapun  aspek  orientasi  masa  depan  (futuristic oriented),  tidak konseptual,  variabel-variabel  yang  perlu  diperhatikan  dalam
hanya untuk menyelesaikan (mengatur) permasalahan yang ada atau penyusunan suatu kebijakan adalah sebagai berikut.
sedang terjadi saat ini, tetapi juga harus mampu mengantisipasi dan a. Persepsi/Definisi
memprediksikan  akomodasi  kepentingan  pada  masa  yang  akan Substansi/materi  kebijakan  perlu  diuraikan  secara  jelas,
datang. termasuk  latar  belakang  dan  permasalahan  yang  mendorong
perlunya mengangkat gagasan kebijakan tersebut. Pendefinisian
yang  jelas  dan  tegas  diharapkan  tidak  menimbulkan
C. Materi Substansi Kebijakan multipersepsi terhadap substansi kebijakan.
b. Agregasi
1. Hakikat Materi atau Substansi Kebijakan Identifikasi  ruang  lingkup  dan  kuantitas  berbagai  pihak  yang
akan terkena dampak sebuah kebijakan. Materi kebijakan harus
Materi atau substansi kebijakan, menurut  Jones (PKP2A I LAN,
2011),  merupakan  aspek  penting  lainnya  bagi  sebuah  kebijakan, mampu  mengakomodasikan  berbagai  kepentingan  stakeholders
antara  lain  menyangkut  muatan  pokok  yang  berupa  kepentingan dan shareholders secara proporsional dan berkeadilan, urgen, serta
(interesting)  para  pihak  kebijakan  publik  sebagai  bagian  dari prioritas.
administrasi  publik,  baik  dalam  teori  maupun  praktik,  tentu  tidak c. Organisasi/Lembaga
akan terlepas dari pengaruh kepentingan para pihak yang terlibat atau Dalam hal ini perlu dicermati tentang record para pelaku (policy
terkena implikasi di dalamnya. Oleh karena itu, dalam susbstansi ini, maker) yang terlibat dalam pengusulan sebuah kebijakan. Usulan

48 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 49


kebijakan  hendaknya  sesuai  dengan  wewenang  dan  otoritas dan  berkembang  dalam  masyarakat,  kemudian  dengan  kebijakan
instansi/organisasi pengusul. tersebut  akan  menentukan  nilai  yang  relevan  dengan  kepentingan
d. Agenda Setting masyarakat.
Tata cara  atau prosedur  yang  ditempuh  dalam mencapai  status Dalam  setiap  kebijakan  tidak  hanya  bertujuan  untuk
agenda (dari gagasan hingga mencapai status agenda). Sosialisasi menciptakan  adanya  keseimbangan  di  antara  kepentingan  yang
dan  internalisasi  kepada  para  stakeholders dan  shareholders berbeda, tetapi juga harus berfungsi sebagai pemberi nilai.
hendaknya  dilakukan  sejak  proses  perumusan,  pembahasan, Untuk  merumuskan  suatu  kebijakan  publik  dengan  baik,
sampai  dengan  ditetapkannya  suatu  kebijakan.  Hal  ini  penting terdapat  faktor  dominan  lain  yang  dapat  memengaruhinya,  yaitu
untuk  meminimalisasi  ketidakpuasan  dan  pemahaman  yang masalah  kepercayaan  (trust).  Dalam  bahasan  ini,  penulis  akan
berbeda. menyebutnya dengan istilah  kepercayaan  publik (public trust),  yaitu
e. Formulasi public dimaknai secara luas menyangkut para pihak yang terlibat dan
terimplikasi oleh kebijakan yang pamahamannya disesuaikan dengan
Dalam  hal  ini  beberapa  hal  yang  perlu  diperhatikan  adalah
kontekstual  bahasan.
lembaga  yang  mengusulkan  sebuah  kebijakan,  sumber  data/
informasi  termasuk  ketersediaan  anggaran,  dasar  hukum  yang Sebagai pijakan dasar untuk memahami makna publik, merujuk
dijadikan  acuan,  dan  prosedur  penetapan  kebijakan.  Dalam pada  pendapat  Inu  Kencana  (Mulyadi,  2009:  33),  bahwa  publik
formulasi  kebijakan,  kepentingan  dan  ego  sektoral  harus adalah  sejumlah  manusia  yang  memiliki  kebersamaan  berpikir,
diminimalisasi.  Lembaga  pengusul  (policy makers)  harus perasaan,  harapan,  sikap,  dan  tindakan  yang  benar  dan  baik
mengartikulasikan  dan  mengagregasikan  kepentingan  dalam berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.
rangka tugas pelayanannya. Selanjutnya, dalam konteks bahasan ini, istilah publik dibagi ke
dalam dua bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Inner public,  yaitu  pihak  yang  membuat,  melaksanakan,  dan
D. Kebijakan Publik dan Kepercayaan Publik mengendalikannya, serta mengevaluasinya.
b. Outer public,  mencakup  masyarakat  luas  yang  berkepentingan
1. Hakikat Sebuah Kebijakan Publik dan terimplikasi oleh  kebijakan publik.
Kebijakan  publik  dan  kepercayaan  publik  merupakan  dimensi
Hakikat  dari  sebuah  kebijakan  publik  pada  dasarnya  untuk
yang  saling  berkaitan.  Keterkaitan  di  antara  keduanya  akan
memberikan keadaan yang kondusif dalam suatu sistem penyeleng-
memengaruhi  efektivitas  kebijakan  dan  kondusivitas  publiknya.
garaan  pemerintahan  (administrasi  negara).  Oleh  karena  itu,  di
Efektivitas  kebijakan  publik akan  terwujud dalam bentuk lancarnya
dalamnya  akan  mengartikulasikan  nilai,  norma,  dan  etika  sebagai
pelaksanaan  tugas-tugas  pelayanan,  terciptanya  tertib  administrasi,
dasar  moral  praktik  pemerintahan.  Selain  itu,  tujuan  dan  sasaran
rendahnya  mal-administrasi,  mekanisme  yang  sederhana,  dan
sebagai  arah  yang  ingin  dicapai  dengan  adanya  kebijakan  ini  juga
mudahnya  untuk  diimplementasikan. Adapun  kondusivitas  publik
merupakan faktor lain yang tidak dapat diabaikan.
akan  terbangun  dalam  wujud  adanya  kesamaan  persepsi  tentang
Keseluruhan  faktor  tersebut  akan  terelaborasikan  dalam  suatu
kebijakan,  mudahnya  memahami  dan  mengimplementasikan
bentuk  kebijakan  secara  utuh.  Mulyadi  (2009:  43)  mengemukakan
kebijakan, dan daya dukung yang tinggi terhadap kebijakan sebagai
bahwa  pembuatan  dan  perumusan  kebijakan  berhubungan  dengan
suatu pola (pattern) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah.
proses pengidentifikasian dan penganalisisan nilai-nilai yang tumbuh
Kondisi publik yang kondusif terhadap suatu kebijakan akan menjadi

50 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 51


dorongan dan  spirit  yang efektif  bagi kebijakan  tersebut, begitupun Keduanya  harus  mampu  menunjukkan  tanggung  jawab,
sebaliknya. akuntabilitas,  dan  responsibilitas  yang  tinggi  sesuai  dengan
Pada sisi lain, kepercayaan publik secara luas akan memengaruhi kapasitasnya.
kebijakan dan kondusivitas publik. Ketika publik tidak lagi memiliki Di  tengah  krisis  kepercayaan  masyarakat  terhadap  pemerintah
kepercayaan  (trust)  kepada  para  pelaku  kebijakan  (policy makers), yang  begitu  tinggi,  tidak  mudah  untuk  dapat  memformulasikan,
akan  sulit  bagi  kebijakan  tersebut  untuk  diimplementasikan  secara mewujudkan,  dan  mengimplementasikan  suatu  produk  kebijakan
benar.  Daya  dukung  publik  akan  rendah,  dan  yang  kemungkinan publik.  Oleh  karena  itu,  para  pengambil  kebijakan  harus  mampu
terjadi adalah apatis dan apriori terhadap kebijakan, dan lebih jauhnya memahami kondisi lingkungannya dengan baik. Kebijakan publik pada
lagi  tidak  ada  kepatuhan  atau  ketaatan  sebagaimana  diharapkan. dasarnya  dibuat  untuk  menyelesaikan  masalah-masalah  publik  yang
Dalam situasi seperti ini, segala bentuk kebijakan yang dibangun akan teridentifikasi. Penyelesaiannya memerlukan tindakan-tindakan publik,
selalu dipermasalahkan. yaitu melalui pengaturan dan penetapan kebijakan (Dunn, 1994: 58).
Permasalahan  lain  adalah  ketika  pihak  inner public  tidak Dengan  demikian,  efektif  tidaknya  suatu  kebijakan  (ketika
memiliki  kepercayaan  terhadap  publiknya  (outer public).  Publik diimplementasikan)  tidak  dapat  dilepaskan  dari  ada  tidaknya
(outer)  akan  selalu dianggap  sebagai  pihak  yang harus  selalu  diatur kepercayaan  publik  terhadap  pemerintah  selaku  policy maker  dalam
secara  formal,  publik  yang  tidak  disiplin,  rendah  kualitas  tanggung proses formulasi  kebijakan.
jawabnya,  individualistis  dan  egosentris,  dan  sebagainya.  Situasi
2. Prinsip-prinsip untuk Membangun Kepercayaan Publik
seperti  ini  tentunya  akan  menjadikan  para  pembuat  kebijakan
terjebak  pada  pemikiran  formalistis,  detail,  dan  rigid  dalam Upaya  penciptaan  kepercayaan  publik  perlu  dilakukan  sejak
memformulasikan kebijakan. Dampak yang muncul adalah detailnya usulan  atau  rancangan  kebijakan  dibuat. Antisipasi  dan  identifikasi
muatan  kebijakan  yang  pada  akhirnya  menimbulkan  rigiditas  dan objektif  terhadap  kebutuhan  dan  nilai-nilai  masyarakat  merupakan
kekakuan  dalam  implementasinya. salah  satu  langkah  penting  bagi  terciptanya  kebijakan  publik  yang
efektif.
Kecenderungan ketidakpercayaan dari kedua belah pihak dalam
proses  formulasi  kebijakan  publik  ini  hendaknya  tidak  dibiarkan Oleh  karena  itu,  ada  prinsip-prinsip  yang  perlu  diperhatikan
mengalir mengikuti arus tanpa adanya upaya penghentiannya. dalam rangka membangun kepercayaan  publik, yaitu:
Dalam  memformulasikan  suatu  kebijakan,  hendaknya  tidak a. kebijakan publik harus diformulasikan karena adanya kebutuhan
didasarkan pada adanya motif “negatif”. Kebijakan harus dirumuskan masyarakat/publik  untuk  menyelesaikan  masalah-masalah
dengan  suasana  objektif  sebagai  akibat  dari  adanya  kebutuhan publiknya (responsibilitas);
bersama,  baik  pemerintah  maupun  masyarakat,  tentang  sesuatu  hal b. kebijakan  publik  harus  dibangun  dengan  memerhatikan  nilai-
yang menjadi kepentingannya. nilai publik yang berlaku;
Pemerintah dan masyarakat harus saling “mengintrospeksi” diri c. muatan/materi  kebijakan  publik  harus  mampu  meng–
agar kepercayaan di antara keduanya dapat tercipta dengan baik. Oleh akomodasikan keseimbangan  kepentingan yang berbeda secara
karena  itu,  pemerintah  hendaknya  dapat  menunjukkan  dan proporsional, objektif,  dan berkeadilan;
mengembangkan  strategi  yang  efektif  untuk  membangun d. kebijakan  publik  juga  harus  bersifat  antisipatif  dan  prediktif
kepercayaan publik yang tinggi. Pemerintah yang kuat, birokrasi yang terhadap perkembangan pada masa yang akan datang;
profesional,  masyarakat  yang  terdidik,  akan  menjadi  dorongan  dan
spirit  yang  kuat  bagi  terbangunnya  kebijakan  publik  yang  efektif.

52 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 53


e. pada  tataran  implementasi,  kebijakan  publik  harus  diterapkan Suatu  kebijakan  akan  efektif  apabila  didukung  oleh  tingkat
secara  konsisten,  tegas,  dan  akuntabel,  serta  mengikat  semua kepercayaan publik yang tinggi. Kepercayaan publik mencakup inner
pihak yang berkepentingan tanpa pembedaan; public dan outer public, keduanya harus berada dalam satu pola yang
f. adanya  proses  internalisasi  dan  sosialisasi  yang  intensif  agar saling percaya dalam keseimbangan dan proporsionalitas peran dan
pemahaman  dan  persepsi  publik  terhadap  kebijakan  dapat fungsinya.
terbangun  dengan  baik; Sehubungan  dengan  hal  tersebut,  penting  bagi  para  pengambil
g. proses  pengawasan  dan  pengendalian  atas  implementasi kebijakan  (pemerintah)  untuk  senantiasa  mewujudkan  dan
kebijakan  publik  harus  dilakukan  secara  sistematis  dan membangun  kepercayaan  publik  (public trust).  Salah  satunya  dapat
terkoordinasikan  dengan  baik. dilakukan  dengan  memerhatikan  prinsip-prinsip  penting  ketika
kebijakan  akan  dirumuskan.  Prinsip-prinsip  tersebut  perlu
3. Konsistensi Implementasi: Faktor Penumbuh diperhatikan sejak formulasi atau proses perumusannya hingga pada
Kepercayaan Publik saat  implementasinya.  Konsistensi,  ketegasan,  dan  akuntabilitasnya
Membangun  kepercayaan  publik  bukan  hal  yang  mudah harus dijaga agar efektivitas kebijakan publik dapat terwujud. Dalam
meskipun bukan pula sebagai suatu hal yang mustahil. Kepercayaan hal ini, masalah implementasi kebijakan adalah sebagai kuncinya.
publik  (public trust)  adalah  suatu  keniscayaan  yang  bisa  dibangun
dengan berbagai cara dan strategi. Kebijakan publik merupakan salah
satu  alat/instrumen  yang  dapat  digunakan  untuk  membangun E. Ruang Lingkup Kebijakan Publik
kepercayaan  publik.
Ketika  kebijakan  publik  dihasilkan  sebagai  salah  satu  produk 1. Jenis-jenis Kebijakan Publik
politik  pemerintahan,  kebijakan  tersebut  harus  disesuaikan  dengan
James E. Anderson (1970) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan
kebutuhan  masyarakat,  kebutuhan  politik,  kebutuhan  bangsa,  dan
publik  sebagai  berikut.
negara secara lebih luas lagi.
a. Substantive and Procedural Policies
Kebijakan publik merupakan upaya pengaturan terhadap proses
dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara agar tercipta Substantive policy adalah kebijakan dilihat dari substansi masalah
suatu  kondisi  dan  situasi  yang  kondusif.  Di  lingkungan  kebijakan yang  dihadapi  oleh  pemerintah.  Misalnya,  kebijakan  pendidikan,
publik, secara umum terbagi dalam dua bagian yang saling berkaitan, kebijakan  ekonomi, dan  lain-lain.
yaitu  lingkungan  internal  dan  lingkungan  eksternal.  Dalam  istilah Procedural policy adalah kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang
publik, bahasan tulisan ini dibagi ke dalam dua istilah. Pertama, inner terlibat dalam perumusannya (policy stakeholders). Misalnya Undang-
public, yaitu para pihak yang terlibat sekaligus terkena implikasi dari Undang  tentang  Pendidikan,  yang  berwenang  membuat  adalah
sebuah  kebijakan  publik.  Kedua,  outer public,  yaitu  public atau Departemen  Pendidikan  Nasional. Akan  tetapi,  dalam  pelaksanaan
masyarakat  luas  yang  secara  langsung  atau  tidak  langsung pembuatannya,  banyak  instansi/organisasi  lain  yang  terlibat,  baik
terimplikasi  oleh  sebuah  kebijakan  publik. instansi/organisasi pemerintah maupun organisasi bukan pemerintah,
Untuk membangun suatu kebijakan publik yang efektif, ada satu yaitu  DPR,  Departemen  Kehakiman,  Departemen  Tenaga  Kerja,
faktor  yang  dianggap  memiliki  pengaruh  yang  dominan,  yaitu Persatuan  Guru  Republik  Indonesia  (PGRI),  dan  Presiden  yang
kepercayaan  publik  (public trust). mengesahkan  undang-undang  tersebut.  Instansi-instansi/organisasi-
organisasi yang terlibat tersebut disebut policy stakeholders.

54 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 55


b. Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies b. mengidentifikasikan  aspek-aspek  yang  penting  dari  persoalan
Distributive policy  adalah  kebijakan  yang  mengatur  tentang policy;
pemberian pelayanan/keuntungan  kepada individu, kelompok, atau c. menolong  seseorang  untuk  berkomunikasi  dengan  orang  lain
perusahaan.  Contoh,  kebijakan  tentang  tax holiday. dengan  memusatkan  pada  aspek-aspek  yang  esensial  dalam
Redistributive policy  adalah  kebijakan  yang  mengatur  tentang kehidupan  politik;
pemindahan  alokasi  kekayaan,  pemilikan,  atau  hak-hak.  Contoh, d. mengarahkan  usaha  ke  arah  pemahaman  yang  lebih  baik
kebijakan  tentang  pembebasan  tanah  untuk  kepentingan  umum. mengenai  public policy dengan  menyarankan  hal-hal  yang
Regulatory policy  adalah  kebijakan  yang  mengatur  tentang dianggap penting dan yang tidak penting;
pembatasan/pelarangan  terhadap  perbuatan/tindakan.  Contoh, e. menyarankan  penjelasan  untuk  public policy dan  meramalkan
kebijakan tentang larangan memiliki dan menggunakan senjata api. akibatnya.
c. Material Policy Berikut ini pendekatan dan model politik yang digunakan dalam
mengamati  proses  kebijakan  publik.
Material policy adalah  kebijakan  yang  mengatur  tentang
pengalokasian/penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi a. Model Kelembagaan (Institution Model): Kebijakan sebagai
penerimanya. Contoh,  kebijakan  pembuatan  rumah  sederhana. Hasil dari Lembaga
d. Public Goods and Private Goods Policies Struktur  pemerintahan  dan  lembaga-lembaga  yang  ada  telah
Public goods policy adalah  kebijakan  yang  mengatur  tentang lama  menjadi  pusat  perhatian  dari  ilmu  politik.  Secara  tradisional,
penyediaan  barang-barang/pelayanan  oleh  pemerintah  untuk ilmu  politik  dirumuskan  sebagai  suatu  studi  tentang  lembaga-
kepentingan orang banyak. Contoh, kebijakan tentang perlindungan lembaga pemerintahan. Public policy adalah ditentukan, dilaksanakan,
keamanan dan, penyediaan jalan umum. dan dipaksakan secara otoritatif oleh lembaga-lembaga pemerintahan.
Lembaga  pemerintah  memberikan  public policy tiga  karakteristik,
Private goods policy adalah kebijakan  yang  mengatur  tentang
antara lain sebagai berikut.
penyediaan  barang-barang/pelayanan  oleh  pihak  swasta  untuk
kepentingan individu (perseorangan) di pasar bebas dengan imbalan 1) Pemerintah  meminjamkan  legitimasi  pada  kebijaksanaan
biaya tertentu. Contoh tempat hiburan, hotel, dan lain-lain. (policy). Kebijaksanaan pemerintah dipandang sebagai kewajiban
yang legal, yang harus dipatuhi oleh semua warga negara.
2. Model Pendekatan dalam Proses Pembuatan Kebijakan
2) Sifat  universalitas  dari  kebijakan  publik.  Kebijakan  pemerintah
Publik
menjangkau  semua  rakyat  dalam  suatu  masyarakat,  baik
Ada beberapa model yang bisa dipergunakan untuk menjelaskan individu  maupun  kelompok.
proses  pembuatan  public policy.  Dye,  Thomas  R.  (2011)  menjelaskan
3) Pemerintah  memonopoli  paksaan  dalam  masyarakat.  Hal  ini
bahwa  model  adalah  bentuk  abstraksi  dari  suatu  kenyataan.  Model
berarti  bahwa  pemerintah  sah  memberikan  sanksi  dan
merupakan  suatu  perwakilan  yang  disederhanakan  dari  beberapa
menghukum,  menuntut  loyalitas  dari  semua  rakyat,  dan
gejala dunia kenyataan.
mengeluarkan policy-policy yang mengatur seluruh  masyarakat.
Model  yang  dipergunakan  dalam  public policy  termasuk  model
Pendekatan  institusional  mempunyai  kelemahan,  di  antaranya
yang konseptual. Model seperti ini berusaha untuk:
sebagai  berikut.
a. menyederhanakan  dan  menjelaskan  pemikiran  tentang  politik 1) Tidak  menjelaskan  kaitan  antara  struktur  lembaga  pemerintah
dan  public policy; dan isi  kebijakan publik.

56 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 57


2) Pendekatan  ini  hanya  menjelaskan  mengenai  struktur, pembiayaan  atau  memberikan  pelayanan,  menarik  pajak,  dan
organisasi,   tugas,  dan  fungsi  lembaga-lembaga  tertentu  tanpa sebagainya.
secara sistematis menelaah akibat dari karakteristik kelembagaan 6) Evaluasi  kebijakan  (policy evaluation).  Penganalisisan  tentang
dengan hasil kebijakan. Akibatnya, tidak ada hubungan yang jelas program,  evaluasi  hasil  dan  pengaruhnya,  dan  menyarankan
antara  institusi  dan  policy sehingga  pendekatan  ini  sering perubahan dan penyesuaian.
dianggap tidak penting dan tidak produktif. Model  proses  hanya  menekankan  tahapan  aktivitas  yang
3) Dapat  menciptakan  perubahan  institusional  yang  akan dilakukan dalam menghasilkan public policy. Oleh karena itu, model
mengakibatkan perubahan kebijakan. Dalam kenyataannya tidak ini memiliki kelemahan, yaitu kurang memerhatikan isi substansi dari
selalu  ada  korelasi  perubahan  institusi  dengan  perubahan policy yang  akan  dibuat.      
kebijakan.  Secara  teoretis,  perubahan  kebijakan  dapat  terjadi
c. Model Rasionalisme: Kebijakan sebagai Pencapaian
karena  proses  implementasi  dan  dampak  kebijakan  yang  tidak
Keuntungan Sosial Secara Maksimal
sesuai dengan tujuan kebijakan.
Model ini melihat bahwa tujuan kebijakan adalah maksimalisasi
b. Model Proses: Kebijakan sebagai Suatu Aktivitas Politik
keuntungan  sosial.  Artinya,  pemerintah  harus  membuat  kebijakan
Model  proses  menggunakan  pendekatan  politik  modern yang mengakibatkan masyarakat luas mendapat keuntungan dengan
(behavioral)  sebagai  dasar  analisis  kebijakan  publik.  Pendekatan  ini mengurangi pembiayaan dalam jumlah besar yang dikeluarkan oleh
berpusat  pada  tingkah  laku  individu  atau  aktor  politik.  Salah  satu masyarakat.
tujuan  utamanya  adalah  untuk  mencari  pola-pola  tingkah  laku Policy  yang  rasional  adalah  dirancang  secara  tepat  untuk
(proses)  yang  dapat  diidentifikasi.  Dengan  demikian,  model  proses memaksimalkan  hasil  nilai  bersih  (net value achievement).  Istilah
berguna  dalam  membantu  memahami  aneka  macam  kegiatan  yang rasionalitas silih berganti dengan pengertian efisien.
terlibat  dalam  proses  pembuatan  policy.  Adapun  proses  kebijakan
Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk memilih policy yang
terdiri atas berikut ini.
rasional, yaitu:
1) Identifikasi masalah  (problem identification).  Identifikasi masalah
1) mengetahui  keinginan  atau  kebutuhan  masyarakat  (preferensi
kebijakan  melalui  tuntutan  dari  individu  atau  kelompok  untuk
nilai);
kegiatan  pemerintah.
2) mengetahui  seluruh  alternatif  kebijakan  yang  mendukung
2) Agenda setting. Fokus  perhatian  dari  media  massa  dan  pejabat
pencapaian  manfaat  kebijakan;
publik dalam masalah publik secara khusus untuk memutuskan
hal-hal yang akan diputuskan. 3) mengetahui  seluruh  konsekuensi  kebijakan;

3) Perumusan  usul  kebijakan  (policy formulation).  Penentuan 4) memperhitungkan rasio antara manfaat dan biaya yang dipikul


dari setiap alternatif;
agenda  permasalahan  dan  pengusulan  program  untuk
penyelesaian masalah. 5) memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.
4) Pengesahan  kebijakan  (policy legitimation).  Memilih  suatu Dengan demikian, pembuatan policy yang rasional memerlukan
usulan,  pembentukan  dukungan  politik  untuk  usulan  tersebut, adanya informasi tentang pilihan-pilihan policy, kemampuan prediktif
dan  mengesahkan sebagai  undang-undang hukum. untuk mengetahui secara tepat akibat dari pilihan policy tersebut, dan
kecerdasan untuk menghitung secara tepat perimbangan antara biaya
5) Pelaksanaan  kebijakan  (policy implementation).  Implementasi
dan keuntungan (the ratio of costs and benefits). Banyak halangan yang
kebijakan  melalui  pengorganisasian  birokrasi,  menyiapkan
menghambat terjadinya keputusan yang rasional.

58 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 59


Berikut  ini  beberapa  halangan  yang  merintangi  tercapainya d. Model Inkremental: Kebijakan sebagai Variasi dari
pembuatan policy yang rasional. Kebijakan Sebelumnya
1) Tidak ada nilai-nilai sosial yang disetujui. Nilai-nilai khusus dari Model ini melihat bahwa kebijakan publik sebagai keberlanjutan
individu dan kelompok saling berselisih. dari  kebijakan  pemerintah  sebelumnya  dengan  sedikit  mengadakan
2) Pertentangan manfaat dan biaya tidak dapat diperbandingkan. perubahan  atau  melakukan  modifikasi  kebijakan  yang  bersifat
3) Pembuat  kebijakan tidak  terdorong  untuk  membuat  keputusan “tambal sulam”. Ahli ilmu politik Charles E. Lindblom yang pertama
yang  berdasarkan  tujuan  masyarakat,  tetapi  hanya  keuntungan kali mengemukakan model inkremental dalam serangkaian kritiknya
pribadi dan kelompok, seperti kekuasaan, status, dan kekayaan. terhadap  model  pembuatan  keputusan  yang  rasional.  Dasar
pemikiran  inkrementalisme  adalah  bersifat  konservatif,  yaitu
4) Pembuat  kebijakan  tidak  termotivasi  untuk  memaksimalkan
pembuat  kebijakan  menerima  keabsahan  program-program  yang
keuntungan  sosial,  tetapi  hanya  memuaskan  tuntutan  untuk
telah  mapan  dan  secara  diam-diam  menyetujui  agar  kebijakan
kemajuan. Dengan kata lain, tidak berusaha mencari jalan terbaik
sebelumnya  tetap  dilaksanakan.  Perhatian  terhadap  program  baru
yang menguntungkan semua pihak, tetapi hanya menemukan satu
dipusatkan  untuk  menambah,  mengurangi,  dan  menyempurnakan
alternatif kebijakan yang dapat segera dikerjakan.
program-program  yang  telah  ada.  Ada  beberapa  alasan  pembuat
5) Adanya investasi besar dalam suatu kebijakan dapat menghalangi
kebijakan lebih bersifat inkrementalistis, antara lain sebagai berikut.
pembuat  kebijakan  mempertimbangkan  alternatif  yang
1) Keterbatasan  waktu,  informasi,  ataupun  biaya  untuk  meneliti
ditetapkan  sebelumnya.
atas  kebijakan  yang  sedang  berjalan  atau  meneliti  dari  semua
6) Hambatan  mengumpulkan  informasi  yang  diperlukan  untuk
kemungkinan alternatif dari suatu kebijakan yang ada.
mengetahui seluruh alternatif.
2) Menerima  keabsahan  dari  kebijakan  sebelumnya  karena
7) Baik kemampuan prediktif dari ilmu sosial dan perilaku maupun
ketidaktentuan  akibat-akibat  yang  ditimbulkan  dari  kebijakan
kemampuan  prediktif  dari  ilmu  fisik  dan  biologi  tidak  cukup
yang baru.
memadai untuk meningkatkan  kemampuan pembuat kebijakan
3) Mungkin  terdapat  investasi  dalam  program  yang  ada  sehingga
dalam memahami akibat dari setiap alternatif.
dapat menghalangi perubahan yang radikal.
8) Meskipun dilengkapi oleh kemajuan teknik analisis yang canggih,
4) Secara  politis,  inkrementalisme  adalah  cara  yang  bijaksana.
pembuat  kebijakan  tidak  mempunyai  inteligensia  yang
Penting  untuk  menurunkan  ketegangan  konflik,  memelihara
mencukupi  untuk  menghitung  secara  tepat  manfaat  dan  biaya
kestabilan, dan melindungi sistem politik.
ketika  muncul  masalah  rumit  dalam  bidang  politik,  ekonomi,
dan budaya yang harus ditangani.   Inkrementalisme didukung  pula  oleh  sifat  manusia  yang
cenderung  mempertahankan  stabilitas,  kurang  menyukai  konflik,
9) Ketidakpastian  mengenai  konsekuensi  dari  berbagai  alternatif
dan tidak mau bersusah payah mencari hal yang paling baik di antara
menyebabkan  pembuat  kebijakan  bersikap  kaku  mem–
yang  baik. 
pertahankan  keputusan  sebelumnya.
10) Sifat  terpecah  belah  dari  pembuatan  kebijakan  dalam  birokrasi e. Model Kelompok: Kebijakan sebagai Keseimbangan
yang  besar  sulit  mengoordinasikan  pembuatan  keputusan Kelompok
disebabkan  muncul  berbagai  input  dari  banyak  ahli Individu yang mempunyai kepentingan yang sama mengikatkan
menyamarkan  point sebenarnya  dari  keputusan  yang  akan diri  secara  formal  ataupun  informal  dalam  suatu  kelompok  dan
ditetapkan. melancarkan  tuntutan  terhadap  pemerintah  dinamakan  kelompok

60 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 61


kepentingan. Interaksi antarkelompok dalam masyarakat merupakan birokrat hanya melaksanakan kebijakan yang dibuat elite. Kebijakan
fakta  sentral  dari  politik  dan  public policy. Kelompok  merupakan mengalir dari elite ke massa melalui administrator. Model elite secara
jembatan  esensial  yang  menghubungkan  antara  individu  dan ringkas dapat dirumuskan sebagai berikut.
pemerintahnya.  Politik  merupakan  perjuangan  di  antara  kelompok- 1) Masyarakat  dibagi  dalam  dua  bagian,  yaitu  yang  mempunyai
kelompok  untuk  memengaruhi  kebijakan  publik.  Tugas  sistem kekuasaan  (dengan jumlah  sedikit) dan  yang tidak mempunyai
politik adalah mengatur konflik antarkelompok dengan cara: kekuasaan  (dengan  jumlah  banyak).  Massa  tidak  berperan
1) menetapkan  aturan  main  dalam  kelompok  yang  sedang memutuskan  kebijakan  publik.
berjuang; 2) Elite  yang  memerintah  tidak  mencerminkan  massa  yang
2) mengatur  kompromi  dan  menyeimbangkan  kepentingan; diperintah. Kebijakan mengalir dari kehendak elite. Rakyat hanya
menjadi objek keinginan elite.
3) membentuk  kompromi  dalam  bentuk  kebijakan  publik;
3) Gerakan  nonelite  yang  membahayakan  posisi  elite  harus
4) melaksanakannya. 
dikendalikan  secara  kontinu  untuk  mencapai  stabilitas  dan
Kebijakan  publik,  pada  waktu  tertentu  adalah  ekuilibrium  dari menghindari revolusi.
perjuangan  antarkelompok.  Perubahan  pengaruh  relatif  suatu
4) Elite membagi konsensus atas nama  nilai-nilai  dasar  dari suatu
kelompok  kepentingan  dapat  menyebabkan  perubahan  pada
sistem sosial yang ada dan perlindungan dari sistem tersebut. Di
kebijakan  publik.  Artinya,  policy akan  bergerak  ke  arah  yang
Indonesia, dasar konsensus elite adalah falsafah dan dasar negara
dikehendaki  oleh kelompok yang mendapatkan  pengaruh dan  akan
Pancasila.
menjauh dari keinginan kelompok yang kehilangan pengaruh.
5) Kebijakan  publik  tidak  merefleksi  tuntutan  masyarakat,  tetapi
Pengaruh  dari  kelompok  kepentingan  ditentukan  oleh  jumlah
menonjolkan nilai kepentingan sekelompok orang yang berkuasa
anggota,  kekayaan  yang  dimiliki,  kekuatan  organisasi,
(elite). Perubahan dalam kebijakan publik bersifat tambal sulam
kepemimpinan,  akses  ke  pembuat  keputusan,  dan  kohesi  internal (inkremental).
organisasi.  Pembuat  kebijakan  merespons  tekanan  dari  kelompok,
6) Elite  lebih  banyak  memengaruhi  massa  daripada  massa  yang
yaitu  melakukan  bargaining,  negosiasi,  dan  kompromi  atas  tuntutan
memengaruhi  elite.
yang saling bersaing di antara kelompok yang berpengaruh.
g. Model Teori Permainan (Game Theory): Kebijakan sebagai
f. Model Elite: Kebijakan sebagai Preferensi Elite
Pilihan Rasional dalam Situasi Kompetitif
Istilah  elite  adalah  bagian  yang  terpilih  atau  tersaring.  Dalam
Teori  permainan  merupakan  varian  dari  model  rasional  dan
kehidupan kelompok, elite adalah bagian yang superior secara sosial
merupakan  studi  mengenai  pembuatan  keputusan  rasional  dalam
dari suatu masyarakat. Adapun  dalam kehidupan politik, elite adalah
suatu  keadaan  ketika  terjadi  dua  atau  lebih  partisipan  yang
kelompok  tertentu  dari  suatu  masyarakat  yang  sedang  berkuasa.
mempunyai  pilihan  atas  kebijakan  dan  hasilnya  bergantung  pada
Kebijakan publik dilihat sebagai preferensi dari nilai-nilai elite yang
pilihan  masing-masing.  Istilah  game  mengandung  arti  pembuat
berkuasa.  Model  elite  menyarankan  bahwa  rakyat  dalam kebijakan harus memutuskan sesuatu yang hasilnya bergantung pada
hubungannya dengan kebijakan publik hendaknya dibuat apatis atau pilihan aktor  yang terlibat. Para pemain harus saling menyesuaikan
miskin  informasi. diri untuk saling merefleksikan pertimbangan masing-masing, bahwa
Dalam  model  ini,  elite  yang  lebih  banyak  membentuk  opini efektivitas  kebijakan  bukan  hanya  bergantung  pada  keinginan  dan
masyarakat dalam persoalan kebijakan dibandingkan dengan massa kemampuan, melainkan juga terhadap hal-hal yang akan dikerjakan
membentuk  opini  elite.  Pejabat  pemerintah,  administrator,  dan oleh partisipan lainnya.

62 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 63


Teori  ini  merupakan  bentuk  dari  rasionalisme  yang  diterapkan dalam  ilmu  politik  dan  ekonomi,  yaitu  gagasan  dari  homo economics
dalam situasi kompetitif, yaitu keberhasilannya bergantung pada hal- diasumsikan  kepentingan  pribadi  seorang  aktor  yang  berusaha
hal yang akan dikerjakan oleh para partisipan. Oleh karena itu, payoff memaksimalkan  keuntungan  pribadi,  sedangkan  homo politicus
(hasil  yang  menguntungkan)  bukan  hasil  pertimbangan  seorang diasumsikan  jiwa  publik  seorang  aktor  yang  berusaha  untuk
aktor, melainkan aktor lawannya. Ide model ini bermula dari chicken memaksimalkan kesejahteraan  sosial.
game. Dalam permainan ini, dua buah mobil dalam jalur yang sama, Teori ini berasumsi bahwa seluruh aktor politik, seperti pemilih,
dengan  posisi  di  tengah dan  berlawanan,  melaju  sama  kencangnya. pembayar pajak, kandidat, legislatif, birokrat, kelompok kepentingan,
Tentu, masing-masing pengemudi ingin menghindari kematian, tetapi partai, dan pemerintah berusaha memaksimalkan keuntungan dalam
juga  menghindari  gelar  tidak  terhormat  dengan  sebutan  “chicken”, politik ataupun dalam pasar.
gelar  pengecut  yang  menghindar  terlebih  dahulu.  Hasil  akhir
Menurut James Buchanan, individu datang bersama-sama dalam
permainan  bergantung  pada  yang  dikerjakan  oleh  masing-masing
politik  untuk  kepentingan  bersama.  Dengan  demikian,  orang  akan
pengemudi.  Kedua  pengemudi  harus  mencoba  meramalkan  reaksi
mengikuti kepentingan pribadinya, baik dalam politik maupun pasar.
yang akan  dilakukan lawan. Kunci dari model game adalah  strategi.
Akan  tetapi,  dengan  motivasi  diri  pribadi  dapat  saling
Strategi  adalah  pembuatan  keputusan  yang  rasional  dengan
menguntungkan  melalui  pengambilan  keputusan  kolektif.
seperangkat  tindakan  yang  dirancang  untuk  mencapai  payoff yang
Teori  pilihan  publik  mengakui  bahwa  pemerintah  harus
optimal setelah meramalkan yang akan dilakukan oleh lawan.
menjalankan  fungsi  tertentu  ketika  pasar  tidak  mampu
Konsep  penting  lainnya  adalah  “minimax”,  yang  maknanya
mengatasinya,  yaitu  kegagalan  pasar.  Oleh  karena  itu,  pemerintah
“meminimalkan  kekalahan  maximum  atau  memaksimalkan
harus menyediakan barang publik, yaitu barang dan jasa yang harus
pencapaian manfaat yang minimal” bagi para pemain yang bersaing
diberikan  kepada  semua  orang.  Pasar  tidak  dapat  menyediakan
setelah  memperhitungkan  hal-hal  yang  dikerjakan  lawan.  Strategi
barang  publik  karena  biayanya  melebihi  nilai  untuk  setiap  pembeli
minimax  adalah  strategi  konservatif  yang  dirancang  untuk
tunggal.  Pertahanan  nasional  adalah  contoh  yang  umum  sebagai
melindungi  pemain  dari  permainan  terbaik  lawan.  Rancangan
perlindungan dari invasi asing akan menjadi terlalu mahal jika bagi
tersebut  untuk  mengurangi  kekalahan  dan  mencapai  manfaat
satu  orang  untuk  membelinya  sehingga  tidak  ada  yang  dapat
minimum daripada mencapai manfaat maksimal dengan risiko akan
dikecualikan  dari  manfaatnya.  Dengan  demikian,  orang  akan
mengalami  kekalahan  besar  pada  waktu  lain.  Dalam  chicken game,
bertindak  secara  kolektif  melalui  pemerintah  untuk  menyediakan
pemain  sebaiknya  memilih  menghindar  karena  merupakan  pilihan
pertahanan.  Eksternalitas  merupakan  kegagalan  pasar  lainnya  dan
yang  meminimalkan  kekalahan  maksimum.
dibenarkan  bagi  pemerintah  untuk  melakukan  intervensi.
h. Teori Pilihan Publik (Public Choice Theory): Kebijakan Eksternalitas  terjadi  ketika  suatu  aktivitas  dari  seorang  individu,
sebagai Pengambilan Keputusan Kolektif oleh perusahaan,  atau  pemerintah  daerah  membebani  biaya-biaya  yang
Kepentingan Diri Individu tidak  dikompensasi  kepada  orang  lain.  Contohnya,  pembuangan
polusi  udara  dan  air  yang  mengakibatkan  orang  lain
Pilihan  publik  adalah  studi  ekonomi  pengambilan  keputusan
menanggungnya.  Pemerintah  merespons  hal  ini  dengan  mengatur
nonmarket, khususnya penerapan analisis ekonomi untuk pembuatan
kegiatan  yang  menghasilkan  eksternalitas  atau  memaksakan  denda
kebijakan publik. Dalam ilmu politik dipelajari perilaku dalam arena
publik  dan  berasumsi  bahwa  individu-individu  dipengaruhi  oleh pada kegiatan tersebut untuk mengimbangi biaya bagi masyarakat.
gagasannya dalam kepentingan publik. Dengan demikian, ada versi- Teori  pilihan  publik  membantu  menjelaskan  partai  politik  dan
versi yang berbeda mengenai motivasi manusia yang dikembangkan kandidat  umumnya  gagal  untuk  menawarkan  alternatif  kebijakan

64 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 65


yang jelas dalam kampanye pemilu. Partai politik dan kandidat tidak
tertarik  dalam  memajukan  prinsip,  tetapi  memenangkan  pemilu.
Mereka merumuskan posisi kebijakan untuk memenangkan pemilu;
mereka  tidak  memenangi  pemilu  untuk  merumuskan  kebijakan.
Dengan  demikian,  tap-tiap  partai  dan  kandidat  mencari  posisi
kebijakan yang  akan menarik jumlah pemilih terbesar.
Dalam  hal  implementasi  kebijakan,  disadari  atau  tidak,  sering
menjadi  masalah.  Kritik  yang  sering  muncul  terhadap  pemerintah
selaku  policy maker  (pengambil  kebijakan)  dan  unsur  pemerintah
lainnya sebagai pelaksana atau pengawas/pengendali kebijakan adalah
ketidakkonsistenan  dalam  penerapannya.  Ketidakkonsistenan  ini
dapat  muncul  dengan  berbagai  macam  indikasi,  antara  lain
ketidaktegasan  dalam  penerapan,  menyalahgunakan  kebijakan
dengan persepsi sendiri (untuk hal yang sudah jelas), perlakuan yang
pilih  kasih  (tebang  pilih),  bahkan  merancukan  kebijakan.  Hal-hal
inilah  yang  pada  akhirnya  menimbulkan  ketidakpercayaan  publik
terhadap  pemerintah  sebagai  pelaku  kebijakan.  Ketika
ketidakpercayaan  tersebut  menumbuhkan  sikap  apatis  atau  apriori
terhadap  kebijakan,  pada  akhirnya  dapat  menimbulkan
ketidakpatuhan  atau  pelanggaran  kebijakan  oleh  publik.  Paradoks
inilah  yang  menimbulkan  saling  tidak  percaya  dan  secara  otomatis
menimbulkan  ketidakefektifan  dari  kebijakan.
Dengan  demikian,  penting  bagi  semua  pihak,  baik  pemerintah
maupun  masyarakat,  untuk  saling  percaya  dalam  membangun  dan
mengimplementasikan  kebijakan  publik.  Dukungan  dalam
pengembangan  dan  perumusannya  serta  konsistensi  dalam
penerapan, akan membantu dalam menumbuhkan tingkat efektivitas
suatu  kebijakan.

66 Kebijakan Publik Kebijakan Publik


BAB 3
TEORI PENGAMBILAN
KEPUTUSAN: KEBIJAKAN PUBLIK

Tahap  pengambilan  keputusan  dalam  siklus  kebijakan


mendapatkan perhatian lebih dalam tahap awal pengembangan ilmu
kebijakan  ketika para  analis  banyak meminjam dari berbagai  model
pengambilan  keputusan  dalam  organisasi  yang  kompleks,
sebagaimana  dikembangkan  oleh  para  ahli  administrasi  publik  dan
organisasi bisnis (Anthony Cahill dan E. Sam Overman, 1990). Pada
pertengahan tahun 1960-an, diskusi tentang pengambilan keputusan
kebijakan publik berubah fokus ke perdebatan seputar model rasional
dan  model  inkremental  (David  Braybrooke  dan  Charles  Lindblom,,
1959:  79-88).
Model  rasional  dipilih  sebagai  model  tentang  cara  mengambil
keputusan, sementara model inkremental digambarkan sebagai model
yang secara aktual paling banyak dipraktikkan dalam pemerintahan
(Yehezkel  Dror,  1967:  385-392).  Pada  dekade  1970-an,  kenyataan  ini
memunculkan  kuatnya  upaya  untuk  mengembangkan  berbagai
model  pengambilan  keputusan  alternatif  dalam  berbagai  organisasi
yang kompleks. Sebagian upaya ini diarahkan untuk menyintesiskan
model rasional dan inkremental. Sebagian yang lain termasuk model
pengambilan  keputusan  yang  disebut  ‘garbage-can-  berfokus  pada
berbagai elemen rasional dari perilaku organisasional, demi mencapai
model alternatif selain rasionalisme dan inkrementalisme (M. Cohen,
J.  March  dan  J.  Olsen,  1971:  1-25).

Kebijakan Publik Kebijakan Publik 67


Saat ini mulai muncul upaya untuk bergerak lebih jauh dari tiga untuk  memecahkan  sebuah  masalah  publik.  Kedua,  pengambilan
model  yang  umum  dipakai  dan  mengembangkan  sebuah keputusan  dalam  kebijakan  publik  bukan  sebuah  hal  teknis,
pemahaman  yang  lebih  bernuansa  terhadap  berbagai  proses  yang melainkan sebuah proses politik secara inheren. Keputusan kebijakan
kompleks  berkaitan  dengan  pengambilan  keputusan  kebijakan publik  menciptakan  “pemenang”  dan  “pecundang”,  bahkan  jika
publik  (Gilbert  Smith  dan  David  May,  1980:  147-161). keputusan  yang  diambil  adalah  keputusan  untuk  tidak  melakukan
Tujuan  dari  bab  ini  adalah  untuk  membahas  berbagai  model apa pun atau mempertahankan status quo.
yang  ada  dalam  pengambilan  keputusan  kebijakan  publik  dan Definisi Brewer dan DeLeon tidak mengatakan apa pun tentang
menelaah perkembangan terbaru di bidang ini. Bab ini akan diakhiri signifikansi, arah yang berpotensi untuk diambil, atau cakupan dari
dengan menawarkan sebuah model alternatif pengambilan keputusan pengambilan  keputusan  publik.  Untuk  menangani  isu-isu  ini,
dalam  pemerintahan,  yang  memperhitungkan  permasalahan berbagai  teori  telah  dikembangkan  untuk  menjelaskan  cara
pembatasan kekuasaan dan signifikansi subsistem kebijakan. keputusan dibuat di pemerintahan sekaligus memberikan preskripsi
tentang seharusnya keputusan dibuat.
2. Perbedaan dan Persamaam Model
A. Pengambilan Keputusan Kebijakan Publik Berbagai  model  ini  memiliki  perbedaan  yang  signifikan,  tetapi
juga memiliki  beberapa kesamaan.
1. Berbagai Isu Konseptual Setiap  model  mengakui  bahwa  jumlah  aktor  kebijakan  yang
Gary  Brewer  dan  Peter  DeLeon  (1983:  179)  menggambarkan relevan  semakin  berkurang  seiring  dengan  berjalannya  proses
tahap pengambilan keputusan dalam kebijakan publik sebagai: kebijakan. Dus, agenda setting melibatkan sejumlah besar aktor-aktor
“…Pilihan  berbagai  alternatif  kebijakan  yang  selama  ini negara dan masyarakat. Pada tahap formulasi kebijakan, jumlah aktor
dimunculkan  dan  dampak  yang  mungkin  muncul  dalam yang relevan tetap besar, tetapi hanya mencakup aktor-aktor negara
masalah  yang  diestimasi…Tahap ini  adalah  tahap  yang  bersifat dan masyarakat yang menjadi bagian dari subsistem kebijakan. Tahap
politis ketika berbagai solusi potensial bagi suatu masalah tertentu pengambilan  keputusan  kebijakan  publik  melibatkan  aktor  yang
harus  dimenangkan  dan  hanya  satu  atau  beberapa  solusi  yang lebih  sedikit  lagi  karena  tahap  ini  menyisihkan  seluruh  aktor  non-
dipilih  dan  dipakai.  Jelasnya,  pilihan-pilihan  yang  paling negara, termasuk yang berasal dari level-level pemerintahan yang lain.
mungkin tidak akan direalisasikan dan memutuskan untuk tidak Hanya para politisi dan pejabat pemerintah yang memiliki kekuasaan
memasukkan  alur  tindakan  tertentu  adalah  suatu  bagian  dari untuk membuat keputusan otoritatif dalam area permasalahan yang
seleksi  ketika  akhirnya  sampai  pada  keputusan  yang  paling berpartisipasi dalam tahap ini (Joel D. Aberbach, Robert D. Putnam,
baik.” dkk.,  1981).
Definisi di atas memberikan beberapa poin kunci tentang tahap Berbagai  model  ini  juga  mengakui  bahwa  dalam  pemerintahan
pengambilan-keputusan  dalam  pembuatan  kebijakan.  Pertama, modern  derajat  kebebasan  yang  dinikmati  oleh  para  pengambil
pengambilan keputusan bukan sebuah tahap yang berdiri sendiri atau keputusan  dibatasi  oleh  sejumlah  aturan  yang  mengatur  jabatan-
sebuah  sinonim  bagi  keseluruhan  proses  pembuatan  kebijakan jabatan  politik  dan  administratif  serta  membatasi  pilihan-pilihan
publik,  melainkan  sebuah  tahap  spesifik  yang  berakar  pada  tahap- tindakan para pemegang jabatan.
tahap  sebelumnya  dalam  siklus  kebijakan.  Hal  ini  melibatkan Aturan-aturan  ini  mulai  dari  konstitusi  negara  bersangkutan
tindakan  memilih  dari  sejumlah  kecil  kebijakan  alternatif, sampai  mandat  spesifik  yang  ditujukan  pada  individu  pengambil
sebagaimana  diidentifikasikan  dalam  proses  formulasi  kebijakan, keputusan  melalui  berbagai  undang-undang  dan  regulasi  (John

68 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 69


Markoff,  1975).  Aturan-aturan  tersebut  tidak  hanya  menentukan ketika lembaga ini menjalankan perannya sebagai penafsir konstitusi,
keputusan  yang  mungkin  untuk  diambil  oleh  keagenan  ataupun tetapi hal seperti ini tidak rutin terjadi.
pejabat pemerintah, tetapi juga mengatur prosedur yang harus diikuti Di Amerika  Serikat,  atau  di  negara  lain  yang  menganut  sistem
untuk sampai pada keputusan itu. presidensiil,  meskipun  otoritas  untuk  mengambil  keputusan  ada  di
3. Manfaat Prosedur  Operasional tangan presiden (dan kabinet serta birokrasi yang bertindak mewakili
presiden), semua itu mensyaratkan adanya persetujuan dari legislatif.
Menurut Allison dan Halperin, berbagai aturan dan prosedur
Pada  level  mikro,  para  pengambil  keputusan  juga  berasal  dari  latar
operasional  memberikan  action-channels bagi  para  pengambil
belakang,  pengetahuan,  dan  pilihan  yang  berbeda-beda  yang
keputusan,  yaitu  seperangkat  prosedur  yang  teregularisasi  untuk
memengaruhi cara menafsirkan suatu masalah dan solusi yang tepat
menghasilkan tipe-tipe keputusan tertentu (Graham T. Allison dan
untuk masalah tersebut (Ralph K. Huitt, 1968). Pengambil keputusan
Morton  H.  Halperin,  1972).  Aturan  dan  SOP  ini  menjelaskan
berbeda,  yang  beroperasi  dalam  tatanan  institusional  yang  hampir
proses  pengambilan  keputusan  dalam  pemerintahan  menjadi
serupa  akan  memberikan  respons  yang  berbeda  ketika  dihadapkan
bersifat  rutin  dan  repetitif  (Graham  T.  Allison  dan  Morton  H.
pada situasi atau permasalahan yang sama atau hampir sama.
Halperin,  1972:  40-79).
Di balik area kesamaan dari berbagai model yang dikembangkan
Sementara  aturan  dan  SOP  ini  membatasi  kebebasan  para
untuk  menjelaskan  proses  pengambilan  keputusan,  model-model
pengambil keputusan, masih tersisa diskresi yang cukup besar pada
tersebut  juga  memiliki  perbedaan  yang  signifikan  antara  satu  dan
individu pengambil keputusan untuk sampai pada penilaian tentang
lainnya. Model yang paling banyak digunakan dalam analisis terhadap
cara yang terbaik untuk bertindak sesuai dengan keadaan yang ada.
tahap ini adalah model rasional, inkremental, dan garbage can.
Keputusan  tentang  proses  yang  terjadi  selanjutnya  dan  keputusan
yang  dianggap  terbaik  bervariasi  sebagai  hasil  tarik-menarik  antara
pengambil keputusan dan konteks ketika para pengambil keputusan B. Model-model Pengambilan Keputusan
beroperasi.
Pada  level  makro,  berbagai  negara  memiliki  tatanan Dua model  yang paling dikenal dalam pengambilan  keputusan
konstitusional dan aturan tentang struktur keagenan pemerintah serta kebijakan  publik  disebut  dengan  nama  model rasional  dan  model
aturan  perilaku  pejabat  yang  berbeda-beda.  Sebagai  sistem  politik inkremental.    Model  rasional  adalah  model  pengambilan  keputusan
mengonsentrasikan  otoritas  pengambilan  keputusan  di  lembaga bisnis  yang  diaplikasikan  di  arena  publik,  sementara  model
eksekutif  yang  dipilih  dan  birokrasi,  sementara  sebagian  yang  lain inkremental adalah model politik yang diaplikasikan dalam kebijakan
memungkinkan  lembaga  legislatif  dan  yudikatif  untuk  memainkan publik.
peran yang lebih besar. Model-model  yang  lain  berusaha  untuk  mengombinasikan
Sistem parlementer cenderung untuk masuk pada kategori yang rasionalitas  dan  inkrementalisme  dengan  komposisi  yang  berbeda
pertama dan sistem presidensiil pada yang kedua. Dus, di Australia, untuk setiap model. Sebaliknya, berbeda dengan model-model yang
Inggris,  Kanada,  dan  negara-negara  demokrasi  parlementer  lain, mengakui adanya rasionalitas; meskipun derajatnya berbeda, dalam
tanggung jawab pengambilan keputusan terletak di pundak kabinet proses  pengambilan  keputusan,  model  garbage can memotret  proses
dan  birokrasi.  Mungkin  ada  saatnya  ada  keputusan  yang  harus pengambilan  keputusan sebagai  sebuah proses  yang pada  dasarnya
mereka  terima,  yang  berasal  dari  legislatif,  terutama  pada  situasi tidak  rasional  (tidak  sepenuhnya  irasional)  yang  didasarkan  pada
ketika pemerintah yang berkuasa tidak menikmati sebuah mayoritas kepantasan dan perilaku pengambilan keputusan yang telah menjadi
di parlemen. Bisa juga aturan tersebut datang dari cabang yudikatif, ritual.

70 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 71


1. Model Rasional Komprehensif pendekatan  ini  sering  juga  disebut  sebagai  pendekatan  ilmiah,
Menurut Michael Carley (1980: 11),  sebuah model ideal dalam rekayasa, atau manajerialis.
pengambilan keputusan kebijakan publik secara rasional terdiri atas Dalam  studi  tentang  pengambilan  keputusan,  model  rasional
seorang  individu  rasional  yang  menempuh  aktivitas-aktivitas berakar  pada  usaha  awal  untuk  membangun  sebuah  disiplin  ilmu
berikut  ini. tentang perilaku organisasi dan administrasi publik. Berbagai elemen
a. Menentukan  sebuah  tujuan  untuk  memecahkan  sebuah dari model ini bisa ditemukan pada karya-karya para ahli administrasi
masalah. publik awal, seperti Henry Fayol di Prancis dan Luther Gulick serta
Lyndal Urwick di Inggris dan Amerika Serikat. Dengan menjadikan
b. Seluruh alternatif strategi untuk mencapai tujuan itu dieksplorasi
ide  yang  dikemukakan  oleh  Fayol  dalam  studinya  tentang  industri
dan didaftar.
batu bara di Prancis menjelang abad ke-20 (Henry Fayol, 1985).
c. Segala  konsekuensi  yang  signifikan  untuk  setiap  alternatif
Gulick  dan  Urwick  mengodifikasikan  sebuah  model  sebagai
diperkirakan  dan  kemungkinan  munculnya  setiap  konsekuensi
keputusan  terbaik  yang  bisa  diambil.  Model  podscorb  yang  mereka
diperhitungkan.
kembangkan  menyiratkan  bahwa  organisasi  dapat  memaksimalkan
d. Strategi  yang  paling  dekat  dengan  pemecahan  masalah  atau
kinerja  melalui  perencanaan,  pengorganisasian,  pengambilan
dapat memecahkan masalah dengan biaya paling rendah dipilih
keputusan,  penentuan  pilihan,  pengoordinasian,  perekrutan,  dan
berdasarkan kalkulasi tersebut.
penganggaran yang terencana (Luther Gullick, 1937). Bagi Gulick dan
Model rasional adalah rasional dalam pengertian bahwa model Urwick, pengambilan keputusan atas suatu tindakan tertentu berarti
tersebut  memberikan  preskripsi  berbagai  prosedur  pengambilan menimbang  antara  keuntungan  dan  biaya  yang  diperkirakan  harus
keputusan yang akan menghasilkan pilihan cara yang paling efisien dikeluarkan.
untuk  mencapai  tujuan  kebijakan.  Teori-teori  rasionalis  berakar
Para  analis  yang  mengusung  perspektif  ini  mulai  beargumen
dalam  aliran  pemikiran  positivisme  dan  rasionalisme  pada  zaman
bahwa  bentuk  pengambilan  keputusan  seperti  ini  hanya  akan
pencerahan    yang  berusaha  untuk  mengembangkan  pengetahuan
memberikan hasil maksimal jika seluruh alternatif yang mungkin dan
yang  ilmiah  untuk meningkatkan  kondisi  hidup  manusia  (Michael
biaya  dari  setiap  alternatif  dipertimbangkan  sebelum  keputusan
Carley,  1980:  11).
diambil disebut model pengambilan keputusan rational comprehensive
Ide-ide  ini  didasarkan  pada  keyakinan  bahwa  berbagai (Ward  Edwards,  1954:  380).
permasalahan sosial seharusnya diselesaikan melalui cara yang ilmiah
Model ini merupakan  model perumusan kebijakan yang paling
dan rasional, melalui pengumpulan segala informasi yang relevan dan
terkenal dan paling luas  diterima para kalangan pengkaji kebijakan
berbagai alternatif solusi, kemudian memilih alternatif yang dianggap
publik. Pada dasarnya model ini terdiri atas beberapa elemen, yaitu
terbaik (Carol  H.  Weiss,  1977: 531).
sebagai  berikut.
Tugas  analis  kebijakan  adalah  mengembangkan  pengetahuan
1) Pembuatan  keputusan  dihadapkan  pada  masalah  tertentu.
yang  relevan,  kemudian  menawarkannya  pada  pemerintah  untuk
Masalah  ini  dapat dipisahkan    dengan  masalah  lain  atau  dapat
diaplikasikan  (Bruce  Jennings,  1987:  33-59).
dipandang bermakna dibandingkan dengan masalah lain.
Pembuat  kebijakan  diasumsikan  bekerja  sebagai  teknisi  atau
2) Tujuan,  nilai,  atau  sasaran  yang  mengarahkan  pembuat
manajer  bisnis  yang  mengidentifikasi  suatu  masalah,  kemudian
keputusan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.
mengadopsi  cara  yang  paling  efektif  dan  efisien  untuk  mengatasi
3) Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki.
masalah  tersebut.  Karena  berorientasi  pada  pemecahan  masalah,

72 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 73


4) Konsekuensi  (biaya  dan  keuntungan)  yang  timbul  dari  setiap atau  secara  acak  tanpa  merujuk  dampak  dari  pilihannya
pemilihan alternatif diteliti. terhadap efisiensi.
5) Setiap  alternatif  dan  konsekuensi  yang  menyertainya  dapat b. Model  ini  mengasumsikan  bahwa  adalah  mungkin  bagi  para
dibandingkan  dengan  alternatif  lain.  Pembuat  keputusan pengambil keputusan untuk mengetahui konsekuensi dari setiap
memiliki  alternatif  beserta  konsekuensi  yang  memaksimalkan keputusan yang diambil, yang dalam kenyataannya kasus seperti
pencapaian  tujuan,  nilai  atau  sasaran  yang  hendak  dicapai. ini sangat jarang terjadi.
Keseluruhan  proses  tersebut  akan  menghasilkan  suatu c. Setiap  opsi  kebijakan  diikuti  oleh  berbagai  konsekuensi,  baik
keputusan rasional, yaitu keputusan yang efektif untuk mencapai yang  bersifat  positif  maupun  negatif,  yang  menjadikan  upaya
tujuan  tertentu. komparasi  berbagai  konsekuensi  tersebut  menjadi  sulit  untuk
Model  ini  didasarkan  atas  teori  ekonomi  atau  konsep  manusia dilakukan.  Karena opsi yang sama dapat efisien atau tidak efisien
ekonomi  (consept of an economic man).  Dalam  model  ini,  konsep bergantung  pada  situasinya,  tidak  mungkin  bagi  pengambil
rasionalitas  sama  dengan  konsep  efisiensi.  Oleh  karena  itu,  suatu keputusan  untuk  sampai  pada  kesimpulan  mutlak  tentang
kebijakan  yang  rasional  adalah  kebijakan  yang  sangat  efisien.  Rasio alternatif yang lebih baik daripada alternatif lain.
antara nilai yang dicapai dan nilai yang dikorbankan adalah positif  Penilaian Simon terhadap model rasional menyimpulkan bahwa
dan lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif yang lain. berbagai  keputusan  publik  pada  praktiknya  tidak  memaksimalkan
Penekanan  baru  terhadap  aspek  komprehensif  terbukti manfaat  di  atas  beban,  tetapi  hanya  cenderung  untuk  memenuhi
problematik  dan  kritik  segera  bermunculan. Ada  batasan-batasan kriteria  yang  ditetapkan  oleh  para  pengambil  keputusan  untuk  diri
manusiawi yang dimiliki oleh para pengambil keputusan untuk bisa pribadi  dalam  masalah  yang  sedang  menjadi  perhatian.  Satisfying
komprehensif  dalam  membangun  berbagai  alternatif  serta criterion adalah sesuatu yang nyata, sebagai sesuatu yang muncul dari
mengalkulasikan  keuntungan  dan  beban  yang  ditimbulkan  setiap hakikat rasionalitas manusia yang terbatas.
alternatif.  Selain itu, ada pula  batasan politik dan institusional  yang
2. Model  Inkremental
membatasi penyeleksian  opsi  dan  pilihan-pilihan  keputusan. Model
rasional-komprehensif  dikritik  menyesatkan,  bahkan  ada  yang Kritik  terhadap  model  rasional  komprehensif  akhirnya
menganggapnya mendekati sesat. melahirkan model penambahan atau inkrementalisme. Berawal dari
kritik  terhadap  model  rasional  komprehensif,  model  ini  berusaha
Mungkin  salah  satu  kritik  paling  keras  yang  diarahkan  pada
menutupi kekurangan yang ada dalam model tersebut dengan jalan
model rasional adalah kritik yang dilontarkan oleh ilmuwan behavioral
menghindari  banyak  masalah  yang  ditemui  dalam  model  rasional
Amerika, Herbert Simon (1955: 99). Bermula pada awal dekade 1950-
komprehensif.
an,  ia  berpendapat  dalam  serangkaian  buku  dan  artikel  bahwa  ada
beberapa  hambatan  yang  tidak  memungkinkan  para  pengambil Model  inkremental  pada  dasarnya  merupakan  kritik  terhadap
keputusan  untuk  mencapai  rasionalitas  yang  murni  dan model  rasional.  Pembuat  kebijakan  tidak  pernah  melakukan  proses
komprehensif dalam keputusannya, antara lain sebagai berikut. seperti  yang  diisyaratakan  oleh  pendekatan  rasional  karena  tidak
memiliki  cukup  waktu,  intelektual,  dan  biaya,  ada  kekhawatiran
a. Adanya  batasan-batasan  kognitif  pada  kemampuan  pengambil
muncul dampak yang tidak diinginkan akibat kebijakan yang belum
keputusan  untuk  mempertimbangkan  seluruh  opsi  yang  ada
pernah  dibuat  sebelumnya,  adanya  hasil-hasil  dari  kebijakan
sehingga  harus  bertindak  selektif  dalam  mempertimbangkan
sebelumnya  yang  harus  dipertahankan  dan  menghindari  konflik
alternatif-alternatif  tersebut.  Jika  demikian,  harus  memilih  di
(Wibawa,  1994:  11).
antara opsi yang ada berdasarkan landasan ideologi atau politik,

74 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 75


Model ini lebih bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan secara Sementara  itu,  konflik  akan  meningkat  apabila  pembuat
aktual  cara-cara  yang  digunakan  para  pejabat  dalam  membuat keputusan  memfokuskan  pada  perubahan  kebijakan  besar  yang
keputusan. dapat  menimbulkan  keuntungan  atau  kerugian  besar.  Karena
Ada  beberapa  hal  yang  harus  diperhatikan  dalam  mempelajari ketegangan  politik  yang  timbul  demikian  besar  dalam  menetapkan
model  penambahan (inkrementalisme),  yaitu sebagai berikut. program atau kebijakan baru, kebijakan  masa lalu diteruskan untuk
1) Pemilihan  tujuan  atau  sasaran  dan  analisis  empiris  terhadap tahun  depan,  kecuali  ada  perubahan  politik  secara  substansial.
tindakan  yang  dibutuhkan.  Keduanya  lebih  berkaitan  erat  satu Dengan  demikian,  pembuatan  keputusan  secara    inkrementalisme
sama lain. penting dalam rangka mengurangi konflik, memelihara stabilitas, dan
sistem politik.
2) Para  pembuat  keputusan  hanya  mempertimbangkan  beberapa
alternatif  untuk  menanggulangi  masalah  yang  dihadapi. Menurut  pandangan  kaum  inkrementalis,  para  pembuat
Alternatif-alternatif  ini  hanya  berada  secara  marginal  dengan keputusan  dalam  menunaikan  tugasnya  berada  di  bawah  keadaan
kebijakan yang sudah ada. yang  tidak  pasti,  yang  berhubungan  dengan  konsekuensi  dari
tindakannya untuk masa depan maka keputusan inkremental dapat
3) Untuk setiap alternatif, pembuat keputusan hanya mengevaluasi
mengurangi risiko atau biaya ketidakkepastian. Inkrementalisme juga
beberapa konsekuensi yang dianggap penting.
mempunyai  sifat  realistis  karena  didasari  kenyataan  bahwa  para
4) Masalah  yang  dihadapi  oleh  pembuat  keputusan  dibatasi
pembuat  keputusan  kurang  waktu,  kecakapan  dan  sumber-sumber
kembali  secara  berkesinambungan.  Inkrementalisme
lain  yang  dibutuhkan  untuk  melakukan  analisis  yang  menyeluruh
memungkinkan  penyesuaian  sarana-tujuan  dan  tujuan-sarana
terhadap semua penyelesaian alternatif masalah yang ada.
sebanyak mungkin sehingga masalah dapat dikendalikan.
Di  samping  itu,  orang  ingin  bertindak  secara  pragmatis,  tidak
5) Tidak  ada  keputusan  tunggal  atau  penyelesaian  masalah  yang
selalu  mencari  cara  hingga  yang  paling  baik  dalam  menanggulangi
dianggap “tepat” pengujian terhadap keputusan yang dianggap
suatu  masalah.  Singkatnya,  inkrementalisme  menghasilkan
baik bahwa persetujuan terhadap berbagai analisis dalam rangka
keputusan yang terbatas, dapat dilakukan dan diterima.
memecahkan  persoalan  tidak  diikuti  persetujuan  bahwa
keputusan  yang  diambil  merupakan  sarana  yang  paling  cocok Berbagai keraguan tentang praktikalitas kegunaan model rasional
untuk meraih sasaran yang telah disepakati. membawa  pada  usaha  untuk  mengembangkan  sebuah  teori
pengambilan  keputusan  yang  lebih  dekat  dalam  memperkirakan
6) Pembuatan  keputusan  secara  inkremental  pada  dasarnya
perilaku aktual dari para pengambil keputusan. Situasi ini mendorong
merupakan  remedial  dan  diarahkan  lebih  banyak  pada
munculnya  model  inkremental  yang  memotret  pengambilan
perbaikan  terhadap  ketidaksempurnaan  sosial  yang  nyata
keputusan  kebijakan  publik  sebagai  sebuah  proses  yang
sekarang ini daripada mempromosikan tujuan sosial pada masa
dikarakterisasikan  oleh  tawar-menawar  dan  kompromi  antara
depan.
berbagai  pengambil  keputusan  yang  memiliki  kepentingan  sendiri-
Inkrementalisme  merupakan  proses  pembuatan  keputusan  dan
sendiri.  Keputusan-keputusan  yang  dihasilkan  tentu  lebih
kebijakan yang merupakan hasil kompromi dan kesepakatan bersama
merepresentasikan  hal-hal  yang  secara  politik  fisibel  daripada
antara banyak  partisipan. Dalam kondisi seperti ini, keputusan yang
diinginkan.
bijaksana  akan  lebih  mudah  dicapai  kesepakatan  apabila  persoalan
yang dipersengketakan berbagai kelompok dalam masyarakat hanya Jasa  dalam  mengembangkan  model  inkremental  dalam  analisis
berupa  perubahan  terhadap  program  yang  sudah  ada  atau  hanya pengambilan  keputusan  kebijakan  publik  paling  layak  diatributkan
menambah atau mengurangi anggaran belanja. pada  ilmuwan  politik  Yale  University,  Charles  Lindblom  (1959:  79).

76 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 77


Ia  merangkum  model  ini  sebagai  sebuah  model  yang  terdiri  atas dan  dikenal  oleh  para  aktor  kebijakan,  berbeda  dengan
strategi yang saling mendukung dalam melakukan penyederhanaan ketidakpastian yang melingkupi tatanan yang masih baru, yang
dan pemusatan fokus. Strategi-strategi tersebut, yaitu sebagai berikut. membuat  kesepakatan  untuk  melakukan  perubahan  menjadi
a. Pembatasan  analisis  hanya  pada  beberapa  alternatif  kebijakan sulit  dicapai.  Hasil  yang  memiliki  kemungkinan  lebih  besar
yang familiar. untuk  muncul  adalah  kelanjutan  dari  status quo  atau  hanya
perubahan kecil dari status quo.
b. Sebuah analisis tujuan kebijakan yang berjalinkelindan dan nilai-
nilai dengan berbagai aspek empiris dari masalah yang dihadapi. b. Standard operating procedure  yang  menjadi  batu  penjuru  seluruh
sistem birokrasi cenderung lebih mengedepankan keberlanjutan
c. Sebuah  strategi  yang  mengedepankan  analisis  untuk  mencari
atau  kontinuitas  praktik-praktik  yang  sudah  ada.  Cara  para
masalah  yang  ingin  diselesaikan  daripada  tujuan-tujuan  positif
birokrat  mengidentifikasi  berbagai  opsi,  metode,  dan  kriteria
yang ingin dikejar.
untuk  dipilih  sering  ditetapkan  lebih  dahulu,  menghambat
d. Serangkaian percobaan, kegagalan, dan percobaan ulang.
inovasi, dan hanya mengulang tatanan yang sudah ada.
e. Analisis  yang  mengeksplorasi  hanya  sebagian,  bukan
Selanjutnya,  Lindbolm  juga  berpendapat  bahwa  model
keseluruhan, konsekuensi yang penting dari suatu alternatif yang
inkremental  yang  mensyaratkan  pemisahan  antara  tujuan  dan  cara
dipertimbangkan.
ternyata  tidak  bisa  dipraktikkan  dalam  praktik,  tidak  hanya  karena
f. Fragmentasi  kerja  analitis  untuk  berbagai  partisipan  dalam ada batasan waktu dan informasi seperti yang dikatakan Simon, tetapi
pembuatan kebijakan (setiap partisipan mengerjakan bagiannya juga karena para  pembuat kebijakan  tidak pernah bisa  memisahkan
dari keseluruhan domain). antara tujuan dan cara.
Dalam  pandangan  Lindbolm  (1959:  81),  para  pengambil Lindbolm berpendapat bahwa di sebagian besar area kebijakan,
keputusan  mengembangkan  berbagai  kebijakan  melalui  sebuah tujuan  tidak  dapat  dipisahkan  dari  cara.  Tujuan  yang  dituju  sering
proses  perbandingan  terbatas  yang  berurutan  dengan  kebijakan bergantung  pada  efektivitas  cara  yang  tersedia  untuk  mencapainya
sebelumnya,  yaitu  keputusan  yang  sudah  familiar.  Seperti Karena  kesepakatan  atas pilihan  kebijakan  sulit  untuk dicapai,  para
dikemukakan  dalam  artikelnya  yang  telah  banyak  dikutip,  “The pengambil  keputusan  menghindari  membuka  kembali  isu-isu  lama
Science of Muddling Through”,  para  pengambil  keputusan  bekerja atau  mempertimbangkan  kembali  pilihan-pilihan    yang  terlalu  jauh
dalam sebuah proses yang secara terus-menerus terbangun dari situasi berbeda  dengan  praktik  yang  ada  sehingga  membuat  kesepakatan
setapak demi setapak dan dalam derajat yang kecil. Keputusan yang menjadi  semakin  sulit  dicapai.  Hasilnya  adalah  berbagai  keputusan
diambil sedikit berbeda dari keputusan yang sudah ada. Dengan kata kebijakan yang hanya sedikit berbeda dengan kebijakan terdahulu.
lain, perubahan dari status quo bersifat inkremental.
Model  inkremental  melihat  pengambilan  keputusan  sebagai
Menurut  Harold  Gortmer  (1987:  257),  ada  dua  penyebab kegiatan praktis yang berfokus pada pemecahan masalah yang sedang
berbagai  keputusan  cenderung  tidak  terlalu  jauh  berbeda  dengan dihadapi daripada berupaya mencapai tujuan jangka panjang. Dalam
status quo, antara lain sebagai berikut. model  ini,  cara-cara  yang  dipilih  untuk  menyelesaikan  masalah
a. Karena proses tawar-menawar mensyaratkan distribusi sumber ditemukan melalui trial and error daripada evaluasi yang komprehensif
daya  yang  terbatas  di  antara  berbagai  partisipan,  akan  lebih dari  semua  cara  yang  ada.  Para  pengambil  keputusan  hanya
mudah  untuk  melanjutkan  pola  distribusi  yang  sudah  ada mempertimbangkan  beberapa  alternatif  yang  familiar  dan  dianggap
daripada membuat sebuah pola baru yang berbeda secara radikal. pantas, kemudian berhenti mencari alternatif lain ketika percaya bahwa
Keuntungan  dan  kelemahan  dari  tatanan  ada  sudah  diketahui sebuah alternatif yang dapat diterima telah ditemukan.

78 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 79


Dalam  tulisan  sebelumnya,  Lindbolm  dan  para  koleganya tanpa  ada  upaya  riil  yang  sistematis  untuk  menganalisis  berbagai
berkeyakinan  bahwa  pengambilan  keputusan  secara  inkremental strategi  alternatif.  Spektrum  itu  diilustrasikan  seperti  gambar  3.2  di
sangat  mungkin  ada  bersama  upaya-upaya  untuk  mencapai bawah ini.
keputusan secara lebih rasional.
Adapun  Braybrooke  dan  Lindbolm  (1963)  berpendapat  bahwa
empat tipe pengambilan kuputusan bisa digunakan bergantung pada
pengetahuan  yang  dimiliki  oleh  para  pengambil  keputusan  dan
seberapa besar perbedaan alternatif kebijakan dengan kebijakan yang
sudah ada. Hal ini memunculkan tabel yang ditunjukkan di bawah ini.

Tingkat  Pengetahuan  yang  Ada


Gambar  3.1
Tinggi Rendah Sebuah  Spektrum  Berbagai  Style Pengambilan  Keputusan
Perbedaan yang ada Tinggi Revolusioner Analitis Sumber:  Lindblom  (1963)
antara  kebijakan Rendah Rasional Inkremental, Meskipun  menerima  berbagai  kemungkinan  teoretis  bagi
alternatif dan yang terpisah-pisah berbagai styles pengambilan keputusan, dalam karya Lindbom yang
terdahulu (disjointed incremental) kemudian  menolak  seluruh  alternatif  lain  bagi  model  inkremental
berdasarkan  alasan-alasan  praktis.  Ia  berpendapat  bahwa  setiap
Tabel  3.1  Empat  Tipe  Pengambilan  Keputusan analisis  sinotik  yang  berusaha  untuk  mencapai  keputusan
Sumber: Diadaptasi dari David Braybrooke dan Charles Lindblom, A berdasarkan  berbagai  kriteria  berorientasi  maksimalisasi  akan
Strategy of Decision: Policy Evaluation as a Social Process,  New  York berakhir  dengan  kegagalan  dan  seluruh  pengambilan  keputusan
Dalam  pandangan  ini,  sebagian  besar  keputusan  tampaknya didasarkan  pada  analisis  yang  tidak  lengkap  dan  tergeneralisasi
diambil secara inkremental, melibatkan perubahan sangat kecil dalam (grossly incomplete analysis).
situasi yang hanya tersedia sedikit informasi dan pengetahuan. Akan Selanjutnya,  Lindblom  (1979)  berpendapat  bahwa  esensi  dari
tetapi,  ada  tiga  kemungkinan  lain,  model  rasional  muncul  sebagai inkrementalisme  adalah  untuk  menyistematisasikan  berbagai
salah  satu  kemungkinan  bersama-sama  dengan  dua  tipe  yang keputusan yang  dicapai melalui  cara ini,  dengan menekankan  pada
definisinya  tidak  terlalu  jelas  revolusioner  dan  analitis  serta  tidak pentingnya  mencapai  kesepakatan  politik  dan  belajar  dari  trial-and-
terlalu sering digunakan sebagai alternatif pengambilan keputusan. error daripada hanya berkutat dengan keputusan secara acak.
Dalam  perjalanan  karier  selanjutnya,  Lindblom  (1963) Menurut Andrew Weiss dan Edward Woodhouse (1992: 255), jika
berpendapat  bahwa  ada  spektrum style  pengambilan  keputusan. model  inkremental  dapat  memberikan  deskripsi  yang  akurat
Spektrum  ini  terentang  dari  kutub  synoptic  atau  komprehensif tentang  cara  membuat  keputusan  kebijakan  publik,  para  kritikus
rasional  sampai  pada  blundering  yang  hanya  mengikuti  perkiraan ternyata juga menemukan beberapa kesalahan sebagai implikasi dari

80 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 81


alur  penelaahan  yang  disarankan  model  ini,  antara  lain  sebagai Model gabungan seperti ini  memberikan ruang yang lebih luas
berikut. untuk  inovasi  daripada  model  inkremental  tanpa  dibebani  dengan
a. Model ini dikritik  karena sangat kurang memerhatikan orientasi tuntutan yang tidak realistis dari model rasional. Etzioni mengatakan
tujuan.  Sebagaimana  yang  dikatakan  oleh  Fosters  bahwa bahwa pengambilan keputusan seperti inilah yang lebih sering terjadi
inkrementalisme  akan  membuat  kita  melintasi  berbagai dalam  realitas  pengambilan  keputusan  kebijakan  publik.  Hal  lazim
persimpangan berulang-ulang tanpa mengetahui arah tujuan kita. ketika  serangkaian  keputusan  inkremental  diikuti  oleh  keputusan
yang secara substansial berbeda karena adanya sebuah permasalahan
b. Model  ini  dikritik  karena  kecenderungan  inherennya  pada
yang berbeda dari masalah yang dihadapi sebelumnya. Oleh karena
konservatisme,  terlalu  pesimis  terhadap  perubahan  berskala
itu,  pemindaian  gabungan  dipandang  sebuah  model  yang  bersifat
besar dan inovasi.
preskriptif dan deskriptif.
c. Model  ini  dianggap  tidak  demokratis  karena  membatasi
Akan  tetapi,  pendekatan  ini  dan  berbagai  pendekatan  lainnya
pengambilan  keputusan  hanya  pada  tawar-menawar
sebagian  besar  tetap  berada  dalam  kerangka  yang  dibangun  oleh
sekelompok  kecil  orang-orang  pilihan,  para  pembuat  kebijakan
model rasional dan inkremental. Pada dekade 1970-an, sebuah model
senior.
yang  berbeda  menyuarakan  bahwa  minimnya  penggunaan
Dengan  tidak  memerhatikan  analisis  dan  perencanaan  yang rasionalitas  merupakan  sesuatu  yang  inheren  dalam  proses
sistematis  dan  menegasi  kebutuhan  untuk  mencari  alternatif  baru, pengambilan  keputusan.  March  dan  Olsen  (1939)  menawarkan
model  ini  dianggap  mendorong  munculnya  keputusan  berdasarkan model garbage can yang menyangkal adanya penggunaan rasionalitas
perhitungan  jangka  pendek,  yang  akan  menimbulkan  konsekuensi dalam  pengambilan  keputusan,  bahkan  dalam  derajat  kecil
negatif  jangka  panjang.  Selain  itu,  model  ini  juga  dikritik  karena sebagaimana dipaparkan dalam model inkremental.
hanya memiliki kemampuan analitis yang sempit. Mereka memulai dengan asumsi bahwa model-model yang lain
Yehezkel  Dror  (1954:  164)  mencatat  contoh  inkrementalisme mempertahankan  asumsi  adanya  intensionalitas,  pemahaman
hanya  bisa  bekerja  ketika  ada  kontinuitas  problem  dalam  jangka masalah, dan prediktibilitas relasi antaraktor yang pada kenyataannya
waktu  yang  cukup  panjang,  yaitu  ketika  problem  ini  berusaha tidak  ditemui.  Dalam  pandangan  March  dan  Olsen,  pengambilan
diselesaikan melalui kebijakan tertentu. keputusan  adalah  sebuah  proses  yang  sangat  ambigu,  tidak
Model  ini  juga  mensyaratkan  cara  yang  dibutuhkan  untuk terprediksi,  kecil  sekali  kaitannya  dengan  upaya  untuk  mencapai
menjalankan kebijakan tersebut selalu bisa dipakai. Inkrementalisme tujuan-tujuan  tertentu.  March  dan  Olsen  (1937)  dengan  menolak
juga  memiliki  karakteristik  sebagai  model  pengambilan  keputusan instrumentalisme yang menjadi karakter sebagian besar model-model
di sebuah lingkungan yang relatif stabil dan sulit untuk diaplikasikan lain, berpendapat bahwa pengambilan keputusan adalah:
pada situasi-situasi tidak biasa, seperti krisis (D.C. Nice, 1987: 145). a. sebuah tong sampah, yaitu tempat berbagai masalah dan solusi
3. Model Garbage Can dilemparkan  oleh  para  partisipan  proses  pengambilan
keputusan;
Limitasi  model  rasional  dan  inkremental  membawa  para  ahli
b. campuran sampah dalam sebuah tong sebagian ditentukan oleh
pembuat  kebijakan  publik  mencari  alternatif  baru. Amitai  Etzioni
berbagai label yang ditempelkan di tong yang lain, sebagian lagi
(1967: 385-392) mengembangkan pemindaian gabungan model mixed
ditentukan  oleh  sampah  seperti  yang  dihasilkan  pada  saat  itu,
scanning  untuk  menjembatani  berbagai  kekurangan,  baik  model dicampuran  tong-tong  yang  tersedia,  serta  seberapa  cepat
rasional  maupun  inkremental,  dengan  mengombinasikan  elemen- sampah  bisa dikumpulkan dan  dibuang.
elemen keunggulan keduanya.

82 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 83


March dan Olsen (1937) dengan sengaja menggunakan metafora Keseluruhan  proses  tersebut  akan  menghasilkan  keputusan
tong  sampah  untuk  menghilangkan  aura  ilmiah  dan  rasional  yang rasional, yaitu keputusan yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu
diatributkan pada proses pengambilan keputusan oleh para teoretisi yang  diinginkan  (intended goal).
sebelumnya. March dan Olsen  berusaha memunculkan pemahaman
5. Model Kepuasan 
bahwa  para  pembuat  kebijakan  sering  tidak  mengetahui  tujuannya,
begitu  juga  hubungan  kausal  antara  problem  dan  tujuan  kebijakan Model  ini  menggunakan  pendekatan  pembentukan  kebijakan
yang dihadapi. Dalam pandangan March dan Olsen, para aktor hanya dari dimensi perilaku, memberikan tekanan pada aspek-aspek sosio-
mendefinisikan  tujuan dan  memilih  cara  secara serta–merta,  seiring psikologis dalam pembuatan keputusan organisasi.
dengan berjalannya proses kebijakan, yang hasilnya juga sangat tidak 6. Model Mixed Scanning
pasti dan tidak dapat diprediksi.
Model  pengamatan  campuran,  yakni  suatu  model  terhadap
Beberapa  studi  kasus  March  dan  Olsen  (1937)  telah pembuatan keputusan yang memperhitungkan keputusan-keputusan
membuktikan  preposisi  bahwa  keputusan  publik  sering  dibuat pokok  dan  inkremental,  menetapkan  proses-proses  pembuatan
dengan cara yang sangat ad-hoc dan acak. kebijakan  pokok  dan  urutan  tinggi  yang  menentukan  petunjuk-
Model  ini  mungkin  dianggap  sebagai  upaya  yang  terlalu petunjuk  dasar,  proses  mempersiapkan  keputusan  pokok  dan
membesar-besarkan  fakta  yang  terjadi.  Sementara  tujuan  utamanya menjalankan setelah keputusan itu tercapai.
cukup  memberikan  deskripsi  yang  akurat  tentang  cara  sebuah Model  ini  merupakan  upaya  menyambungkan  antara  model
organisasi membuat kebijakannya. Terlepas dari semua itu, kekuatan rasional  dan  model  inkremental.  Amitai  Etzioni  (1967)
utama dari model ini adalah kemampuannya untuk melepaskan diri memperkenalkan teori sebagai suatu pendekatan terhadap formulasi
dari  perdebatan  lama  antara  rasional  dan  inkremental.  Selain  itu, keputusan  pokok  dan  inkremental,  menetapkan  proses  formulasi
memberikan kesempatan untuk melakukan studi-studi pengambilan kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk dasar,
keputusan dalam konteks institusional yang lebih bernuansa. proses yang mempersiapkan keputusan pokok dan menjalankannya
4. Model Komprehensif setelah  keputusan  itu  tercapai.  Pada  dasarnya,  model  ini  sangat
menyederhanakan  masalah  (Nugroho,  2004:  124).
Model  ini  merupakan  model  yang  terkenal  dan  paling  luas
diterima di kalangan para pengkaji kebijakan publik. Pada dasarnya, Amitai  Etzioni  (1980)  mencoba  membuat  model  gabungan
model ini terdiri atas beberapa elemen, yaitu: dengan  penggunaan  mixedscanning.  Pada  dasarnya  ia  menyetujui
model  rasional,  namun  dalam  beberapa  hal  juga  mengkritiknya.
1) pembuat keputusan dihadapkan pada masalah tertentu;
Demikian  pula,  ia  melihat  kelemahan  model  pembuatan  keputusan
2) tujuan, nilai atau sasaran yang mengarahkan pembuat keputusan
inkremental.
dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya;
Etzioni  (1980),  memperkenalkan  mixed scanning sebagai  suatu
3) berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki;
pendekatan terhadap pembuatan keputusan yang memperhitungkan
4) konsekuensi  (biaya  dan  keuntungan)  yang  timbul  dari  setiap keputusan  pokok  dan  inkremental,  menetapkan  proses-proses
pemilihan alternatif diteliti; pembuat  kebijakan  urusan  tinggi yang  menentukan  petunjuk  dasar,
5) antara  alternatif  dan  konsekuensi  yang  menyertainya  dapat proses-proses  yang  mempersiapkan  keputusan  pokok,  dan
dibandingkan dengan alternatif lainnya. menjalankannya setelah keputusan itu tercapai.

84 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 85


Untuk menjelaskan mixed scanning, Etzioni memberikan gambaran Dengan  demikian,  penyelidikan  campuran  merupakan  bentuk
bahwa,  “Kita  beranggapan  akan  membuat  sistem  pengamatan  cuaca pendekatan  “kompromi”  yang  menggabungkan  pengguanaan
seluruh dunia dengan menggunakan satelit-satelit cuaca.” inkrementalisme dan rasionalisme sekaligus.
Pendekatan rasionalitas akan menyelidiki keadaan cuaca secara Walaupun demikian, Etzioni (1980), tidak memberikan pejelasan
mendalam  dengan  menggunakan  kamera  yang  mampu  melakukan yang  cukup  memadai  menyangkut  cara  pendekatan  itu  digunakan
pengamatan dengan teliti dan dengan pemeriksaan terhadap seluruh dalam praktiknya. Meskipun demikian, pendekatan yang ditawarkan
angkasa sesering mungkin. Etzioni  dapat  membantu  mengingatkan  kenyataan  penting  bahwa
Hal  ini  akan  memberikan  banyak  hasil  pengamatan  secara keputusan berubah secara besar dan proses keputusan yang berbeda
terperinci, biaya yang mahal untuk menganalisisnya, dan membebani adalah wajar sejalan dengan sifat keputusan yang berubah tersebut.
kemampuan  untuk  mengambil  tindakan.  Inkrementalisme  akan Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang rumit. Oleh
memusatkan  di  daerah-daerah  itu  serta  pola-pola  serupa  yang karena itu, beberapa ahli mengembangkan model-model perumusan
berkumbang  pada  waktu  yang  baru  lalu  dan  terdapat  di  wilayah kebijakan  publik  untuk  mengkaji  proses  perumusan  kebijakan  agar
terdekat.  Dengan  demikian,  inkrementalisme  mungkin  tidak  dapat lebih mudah dipahami. Dengan demikian, pembuatan model-model
mengamati  tempat-tempat  yang  kacau  di  daerah-daerah  yang  tidak perumusan  kebijakan  digunakan  untuk  lebih  menyederhanakan
dikenal. proses perumusan kebijakan yang berlangsung secara rumit.
Strategi  penyelidikan  campuran  (mixed scanning strategy)
7. Model Sistem
menggunakan  elemen-elemen  dari  dua  pendekatan  dengan
menggunakan  dua  kamera,  yaitu  sebuah  kamera  dengan  sudut Paine  dan  Naumes  (Budi  Winarno,  2004:  70-74)  menawarkan
pandang  lebar,  yang  mencakup  semua  bagian  luar  angkasa,  tetapi suatu model proses pembuatan kebijakan merujuk pada model sistem
tidak  sangat  terperinci  dan  kamera  yang  kedua  membidik  dengan yang dikembangkan oleh David Easton. Menurut Paine dan Naumes,
tepat  daerah-daerah  yang  diambil  oleh  kamera  pertama  untuk model  ini  merupakan  model  deskriptif  karena  lebih  berusaha
mendapatkan penyelidikan yang mendalam. menggambarkan hal nyata yang terjadi dalam pembuatan kebijakan.
Menurut  Etzioni,  (1980),  daerah-daerah  tertentu  mungkin  luput Menurut Paine dan Naumes, model ini disusun hanya dari sudut
dari penyelidikan campuran ini, namun pendekatan ini masih lebih baik pandang  para  pembuat  kebijakan.  Dalam  hal  ini,  para  pembuat
dibandingkan  dengan  inkrementalisme  yang  tidak  dapat  mengamati kebijakan dilihat perannya dalam perencanaan dan pengoordinasian
tempat-tempat yang kacau di daerah-daerah yang tidak dikenal. untuk  menemukan  pemecahan  masalah  yang    akan  menghitung
kesempatan  dan  meraih  atau  menggunakan  dukungan  internal  dan
Dalam penyelidikan campuran, para pembuat keputusan dapat
eksternal,  memuaskan  permintaan  lingkungan,  dan  secara  khusus
memanfaatkan  teori-teori  rasional  komprehensif  dan  inkremental
memuaskan  keinginan  atau kepentingan  para  pembuat  kebijakan.
dalam  situasi-situasi  yang  berbeda.  Penyelidikan  campuran  juga
memperhitungkan  kemampuan  yang  berbeda  dari  para  pembuat Dengan merujuk pada pendekatan sistem yang ditawarkan oleh
keputusan.  Semakin  besar  kemampuan  para  pembuat  keputusan Easton,  Paine  dan  Naumes    menggambarkan  model  pembuatan
memobilisasi  kekuasaan  untuk  melaksanakan  keputusan,  semakin kebijakan sebagai interaksi yang terjadi  antara lingkungan dan para
besar  pula  penyelidikan  campuran  dapat  digunakan  secara  realistis pembuat kebijakan dalam suatu proses yang  dinamis.
oleh para pembuat keputusan. Model  ini  mengasumsikan  bahwa  dalam  pembuatan  kebijakan
Menurut  Etzioni,  (1980),  apabila  bidang  cakupan  penyelidikan terdiri atas interaksi yang terbuka  dan dinamis antara para pembuat
campuran semakin besar, akan semakin efektif pembuatan keputusan kebijakan  dan  lingkungannya.  Interaksi    yang  terjadi  dalam  bentuk
tersebut  dilakukan. keluaran dan masukan (inputs dan outputs).

86 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 87


Keluaran  yang  dihasilkan  oleh  organisasi  akan  menjadi  bagian Gambar 3.2 adalah suatu versi yang disederhanakan dari gagasan
lingkungan dan berinteraksi dengan organisasi. ilmu  politik  yang  dijelaskan  oleh  seorang  ilmuwan  politik  bernama
Paine  dan  Naumes  (Budi  Winarno,  2004)  memodifikasi David  Easton.  Pemikiran  sistem  politik  yang  dikemukakan  oleh
pendekatan  ini  dengan  menerapkan  langsung    pada  proses Easton,  baik  secara  implisit  maupun  eksplisit  telah  digunakan  oleh
pembuatan  kebijakan. banyak  sarjana  untuk  melakukan  analisis  mengenai  sebab  dan
konsekuensi yang timbul akibat  adanya kebijakan  publik.
Menurut  model  sistem,  kebijakan  politik  dipandang  sebagai
tanggapan dari suatu sistem  politik terhadap tuntutan-tuntutan yang Menurut  model  sistem,  kebijakan  publik  merupakan  hasil  dari
timbul dari lingkungan yang  merupakan kondisi atau keadaan yang suatu  sistem  politik.  Konsep  “sistem”  menunjuk  pada  seperangkat
berada di luar batas-batas politik. lembaga  dan  kegiatan  yang  dapat  diidentifikasi  dalam  masyarakat
yang  berfungsi  mengubah  tuntutan  (demands)  menjadi  keputusan
Kekuatan yang timbul dari dalam lingkungan dan memengaruhi
yang otoritatif.
sistem politik dipandang sebagai masukan (inputs) dari sistem  politik,
sedangkan  hasil  yang  dikeluarkan  oleh  sistem  politik  merupakan Konsep  “sistem”  juga  menunjukkan  adanya  saling  hubungan
tanggapan  terhadap  tuntutan  dipandang  sebagai  keluaran  (outputs) antara  elemen-elemen  yang  membangun  sistem  politik  serta
dari sistem politik. mempunyai  kemampuan  dalam  menanggapi  kekuatan  di
lingkungannya. Masukan diterima oleh  sistem politik dalam bentuk
Sistem  politik  adalah  sekumpulan  struktur  untuk  proses  yang
tuntutan  dan  dukungan.
saling  berhubungan  yang  berfungsi  secara  otoritatif  untuk
mengalokasikan nilai-nilai bagi suatu masyarakat.
Structure
Hasil  dari  sistem politik  merupakan  alokasi-alokasi  nilai  secara Roles, Program
Self-Interess or Values
otoritatif dari sistem. Alokasi-alokasi ini merupakan kebijakan politik. Political Resources

Dalam hubungan antara keduanya, akan terjadi umpan balik antara Environmental Forces-


External dan Internal Innceration
Foroct & Structure
output yang  dihasilkan  sebagai  bagian  dari  input berikutnya.  Dalam Demands Requirements
Opportunities
hal ini, berjalannya sistem tidak akan pernah berhenti. Capabilities
Support
Konseptualisasi kegiatan  dan  kebijakan  publik ini  dapat dilihat
dalam gambar di bawah ini.
Objective. Strategies
Change in Environmental Role Performance
Forces
INPUTS A OUTPUTS
Organization Outcome

POLITICAL
SISTEM (Inputs) (Feedback) (Outputs)

Gambar  3.3  Model  Pembuatan  Kebijakan  yang  Dikembangkan


oleh  Pained  dan  Naumes
FEEDBACK Sumber: Paine dan  Naumes (Budi  Winarno,  2004)
Gambar  3.2  Kerangka  Kerja  Sistem  yang  Dikembangkan  Easton Tuntutan  timbul  apabila  individu  atau  kelompok  dalam  sistem
politik  memainkan  peran  dalam  memengaruhi  kebijakan  publik.
Sumber: Paine dan  Naumes (Budi  Winarno,  2004)
Kelompok  ini  secara  aktif  berusaha  memengaruhi  kebijakan  publik.
Sedangkan  dukungan  (supports)  diberikan  apabila  individu  atau

88 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 89


kelompok  menerima  hasil  pemilihan,  mematuhi  undang-undang, kehidupan  organisasional.  Permasalahannya  bukan  mendamaikan
membayar  pajak  dan  secara umum  mematuhi  keputusan  kebijakan. berbagai perbedaan yang ada antara model rasional dan inkremental,
Suatu  sistem  menyerap  bermacam-macam  tuntutan  yang  kadang- melainkan  membangun  alternatif  ketiga  yang  menggabungkan
kadang bertentangan  antara satu dan yang lain. keunggulan  dari  tiap-tiap  model.  Problem  yang  ada  adalah  untuk
Untuk  mengubah  tuntutan  menjadi  hasil  kebijakan  (kebijakan menpertautkan  keduanya,  dalam  arti  mempertautkan  realitas  sosial
publik),  suatu  sistem  harus  mampu  mengatur  penyelesaian sesungguhnya  yang  direpresentasikan  oleh  tiap-tiap  model  (Smith
pertentangan atau konflik dan memberlakukan penyelesaian ini pada dan  May,  1980:  156).
pihak yang bersangkutan. Karena suatu sistem dibangun berdasarkan Saat  ini,  beberapa  langkah  maju  telah  dicapai  ke  arah  yang
elemen-elemen  yang  mendukung  sistem  tersebut  dan  bergantung disarankan  oleh  Smith  dan  May  (1980:  342-53)  meskipun  ada
pada  interaksi  antara  berbagai  subsistem,  suatu  sistem  akan sebagian  kecil  orang  yang  menginginkan  untuk  kembali  ke  sebuah
melindungi dirinya melalui tiga hal, yaitu: model  rasional  komprehensif  atau  sepenuhnya  menolak
a. menghasilkan outputs yang secara layak memuaskan; inkrementalisme  sebagai  sebuah  deskripsi  tentang  sebagian  besar
b. menyandarkan diri pada ikatan yang berakar dalam sistem; pengambilan  keputusan  kebijakan  publik  aktual.  Sebagian  besar
c. menggunakan  atau  mengancam  untuk  menggunakan  kekuatan berpendapat  bahwa  pemikiran  Braybrooke  dan  Lindblom  tentang
(penggunaan otoritas). multiple-decision-making-styles  adalah  pilihan  yang  tepat dan  penting
untuk  menjelaskan kondisi  berbagai  model  pengambilan  keputusan
Dengan  penjelasan  yang  demikian,  model  ini  memberikan
yang cenderung untuk diadopsi.
manfaat dalam membantu mengorganisasikan penyelidikan terhadap
pembentukan  kebijakan 2. Model  Pengambilan  Keputusan  yang  berkaitan  dengan
Enam Perangkat Kondisi Kunci
Salah satu perkembangan yang paling menarik dapat ditemukan
C. Sebuah Model Subsistem dalam Pengambilan
dalam karya-karya John Forester (1984: 23-25). Ia berpendapat bahwa
Keputusan Publik
setidaknya ada enam model pengambilan keputusan yang berkaitan
1. Perdebatan  Keunggulan  Relatif  Model  Rasionalis  dan dengan  enam  perangkat  kondisi  kunci.  Menurutnya,  yang  rasional
Inkremental untuk  dilakukan  oleh  para  administrator  bergantung  pada  situasi
tempat    bekerja.
Pada  awal  dekade  1980-an,  semakin  jelas  bagi  para  pengamat
Model pengambilan keputusan yang dibuat oleh para pengambil
bahwa  perdebatan  lama  antara  para  pendukung  rasionalisme  dan
keputusan  bervariasi  menurut  isu  dan  konteks  institusional  yang
inkrementalisme  menghambat  karya  empiris  dan  pengembangan
melingkupinya. Pada tahun 1984, Forester menulis dalam artikelnya
teoretis dari subjek tersebut.
bahwa:
Sebagaimana  dikatakan  oleh  Smith  dan  May  (1980:  147)  bahwa
a. sebuah strategi bisa dipandang sebagai sesuatu yang praktis dan
sebuah  perdebatan  tentang  keunggulan  relatif  model  rasionalis  dan
berguna  atau  percuma  bergantung  pada  kondisi  yang  sedang
inkremental  telah  mendominasi  studi  ini  selama  bertahun-tahun.
dihadapi;
Berbagai  terma  yang  muncul  dalam  perdebatan  ini  telah  diketahui
b. waktu,  keahlian,  data,  dan  permasalahan  yang  terdefinisikan
oleh  banyak  orang,  tetapi  tidak  memberikan  efek  bagi  riset  empiris
dengan jelas, kalkulasi teknis mungkin bisa menjadi sesuatu yang
di  area  kebijakan  ataupun  administrasi  publik.  Oleh  karena  itu,
berguna. Akan  tetapi,  jika  waktu,  data,  definisi,  dan  kalkulasi
memerlukan lebih dari satu model untuk menjelaskan berbagai faset

90 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 91


tidak  terdefinisi  dengan  jelas,  kalkulasi  semacam  itu  akan lengkap,  menyesatkan  atau  secara  sengaja  dimanipulasi  dan  waktu
menjadi sesuatu yang tidak berguna; yang tersedia terbatas atau juga sengaja dimanipulasi. Bagan berikut
c. di  lingkungan  organisasional  yang  kompleks,  ketika  muncul menggambarkan  berbagai  parameter  pengambilan  keputusan.
kebutuhan  informasi,  jejaring  intelijen  akan  sama  penting, Tabel  3.2  Berbagai  Parameter  Pengambilan  Keputusan
bahkan lebih penting  daripada dokumen;
No.    Variabel Dimensi
d. di  lingkungan  konflik  antarorganisasi,  tawar-menawar  dan
kompromi menjadi sesuatu yang sangat penting; 1. Agen Tunggal – banyak
e. strategi  administratif  menjadi  efektif  dalam  sebuah  konteks 2. Setting Tunggal,  tertutup  –  banyak,  terbuka
politik dan organisasional. 3. Permasalahan Terdefinisi dengan jelas – multitafsir, ambigu
3. Syarat-syarat Pengambilan Keputusan Model Rasional 4. Informasi Sempurna  –  dikontestasikan
5. Waktu Tidak terbatas – dimanipulasi
Menurut Forester (1984: 25), agar pengambilan keputusan model
rasional dapat diimplentasikan, syarat-syarat berikut ini harus dipenuhi. Sumber:  diadaptasi  dari  John  Forester:  ‘Bounded Rationality and the
a. Jumlah agen (pengambil keputusan) harus dibatasi, apabila perlu Politics of Muddling Through’. Public Administration  (1984:  26).
sesedikit  mungkin.
b. Tatanan  organisasional  bagi  keputusan  harus  sederhana  dan
tertutup dari pengaruh aktor-aktor kebijakan lain. D. Kemungkinan Model Pengambilan Keputusan
c. Permasalahan yang dihadapi harus terdefinisi dengan jelas; atau
scope,  horizon,  dimensi  nilai,  dan  rantai  konsekuensi  harus Menurut  Forester,  ada  lima  kemungkinan  model  pengambilan
diketahui dan dipahami. keputusan,  yaitu  optimalisasi,  satisfycing,  pencarian  (search),  tawar-
d. Informasi harus dengan sempurna, lengkap, aksesibel, dan dapat menawar (bargain),  dan  organisasional.
dipahami. 1. Model Optimalisasi
e. Tidak  boleh  ada  desakan  untuk  mengambil  keputusan  secepat Optimalisasi adalah strategi yang digunakan ketika syarat-syarat
mungkin, yaitu waktu yang tersedia bagi pengambil keputusan model rasional komprehensif sepenuhnya terpenuhi. Prevalensi
harus  tersedia  dalam  jumlah  yang  tidak  terbatas  sehingga  bisa model-model lain bergantung pada banyaknya syarat yang tidak
mempertimbangkan  seluruh  kontingensi  yang  akan  terjadi terpenuhi.
beserta  konsekuensinya.
2. Model Satisfycing
Jika  kelima  syarat  tersebut  tidak  terpenuhi,  kasus  yang  paling
Model-model lain yang disarankan oleh Forester saling tumpang
sering muncul dalam praktik, Forester (1984: 25) berpendapat bahwa
tindih  sehingga  sulit  untuk  membedakan  dan  memaparkannya
kita  akan  menemukan  model-model  pengambilan  keputusan  yang
satu per satu.
lain.
3. Model  Pencarian
Dengan  demikian,  jumlah  agen  bisa  bertambah  sampai  tidak
terbatas;  tatanan  yang  ada  bisa  mencakup  berbagai  organisasi  yang Model pencarian adalah  salah satu model yang bisa  digunakan
berbeda  dan  relatif  terbuka  bagi  pengaruh  eksternal;  permasalahan ketika masalah yang dihadapi tidak terdefinisi dengan jelas.
yang dihadapi akan bersifat ambigu atau multitafsir; informasi tidak

92 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 93


4. Model  Tawar-Menawar Kompleksitas  subsistem  kebijakan  memengaruhi  keberhasilan
Model tawar-menawar adalah model yang bisa ditemukan ketika mencapai  kesepakatan  terhadap  suatu  pilihan  dalam  subsistem
berbagai  aktor  harus  mengambil  keputusan  dalam  situasi tersebut. Menurut Phillip H. Pollock III, Stuart A. Lillie, dan M. Elliot
ketiadaan informasi yang lengkap dan waktu yang mendesak. Vittes (1993: 29-50), beberapa pilihan dianggap sejalan dengan nilai-
nilai  utama  yang  dipegang  oleh  anggota  subsistem,  sementara
5. Model  Organisasional
sebagian  yang  lain  tidak  sehingga  kompleksitas  subsistem
Model  organisasional  melibatkan  berbagai  setting  dan  aktor,
menstrukturkan keputusan dalam kategori pilihan-pilihan keras atau
dengan  sumber  daya  waktu  dan  informasi  tersedia,  tetapi
lunak.
dihadapkan  pada  permasalahan  yang  beragam.  Model
Menurut Evert A.  Lindquist  (1988:  86),  pengambilan  keputusan
pengambilan keputusan ini melibatkan jumlah aktor yang lebih
relatif  dibatasi  oleh  informasi  dan  waktu,  serta  kejelasan  masalah.
banyak,  setting  yang  lebih  kompleks,  permasalahan  yang  lebih
Bagan  berikut  menggambarkan  empat  model  dasar  pengambilan
beragam dan kabut, informasi yang tidak lengkap dan terdistorsi,
keputusan. Empat model ini muncul sebagai basis dari dua dimensi
serta waktu yang terbatas dan mendesak.
yang dipaparkan dalam analisis ini, yaitu kompleksitas subsistem dan
Pemikiran Forester menjadi sebuah langkah maju penting dalam
derajat  konstrain.
memberikan klasifikasi dan taksonomi, adanya alternatif pilihan yang
Tabel:  3.3  Model  Dasar  Pengambilan  Keputusan
berguna,  selain  model  rasional,  inkremental,  dan  garbage can,  tetapi
yang  dilakukannya hanya  langkah  awal  dalam membangun  sebuah
Kompleksitas  Subsistem  Kebijakan
model  pengambilan  keputusan  yang  lebih  baik.  Sebuah  masalah
besar dalam taksonomi yang dibangun adalah keterputusannya dari Derajat Tinggi Rendah
argumennya sendiri. Konstrain
Tinggi Incremental Satisfying Search
Sebuah  penelaahan  yang  tertutup  dari  pembahasan  tentang
adjustment
berbagai  faktor  yang  memengaruhi  pengambilan  keputusan,
menurut Forester (1984: 26), orang akan berharap untuk menemukan Rendah Optimizing Rational Search
lebih dari satu model yang mungkin muncul dari lima pilihan model adjustment
kombinasi  dan  permutasi  variabel-variabel  yang  dikemukakannya. Sumber:  dimodifikasi  menurut    Martin  J.  Smith,  1994.  Policy
Dalam praktiknya, berbagai kategori tidak dapat dipilah-pilah. Networks and State Autonomy,’ Political Influence of Ideas: Policy
Kita dapat mengembangkan model Forester dengan mendesain Communities and the Socieal Sciences, eds. S. Brooks dan A.-G. Gagnon.
ulang  variabel-variabelnya.  Studi  tentang  agen  dan  setting  bisa New York: Praeger
disempurnakan  dengan  fokus  pada  subsistem  kebijakan,  sementara Dalam  model  ini,  subsistem  kebijakan  yang  kompleks  akan
pemikiran  tentang  permasalahan,  informasi,  dan  waktu  bisa  dilihat cenderung  memunculkan  strategi-strategi  penyesuaian  (adjustment)
sebagai  pemikiran  yang  terkait  dengan  tipe-tipe  konstrain  yang daripada strategi pencarian (search). Situasi tingginya derajat konstrain
dihadapi  oleh  para  pembuat  kebijakan.  Dengan  demikian,  dua cenderung  menghasilan  suatu  pendekatan  tawar-menawar  dalam
variabel utama di sini adalah: pengambilan  keputusan,  sementara situasi  derajat  konstrain  rendah
a. kompleksitas  subsistem  kebijakan  yang  menangani cenderung memunculkan aktivitas optimalisasi atau rasional.
permasalahan yang ada;
b. besarnya konstrain yang harus dihadapi.

94 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 95


Apabila  digabungkan,  kedua  variabel  ini  menghasilkan  empat
model dasar pengambilan keputusan. Penyesuaian inkremental gaya
Lindblom cenderung muncul dalam situasi ketika subsistem yang ada
bersifat  kompleks  dan  derajat  konstrain  yang  tinggi.  Dalam  situasi
semacam itu, akan  jarang  munculnya keputusan berskala  besar dan
berisiko tinggi. Pada skenario sebaliknya, ketika subsistem kebijakan
yang  ada  sederhana  dan  derajat  konstrain  rendah,  pendekatan
pencarian rasional dan perubahan besar sangat mungkin dilakukan.
Ketika  ada  sebuah  subsistem  yang  kompleks  dan  derajat  konstrain
yang rendah, akan ada kecenderungan untuk memunculkan strategi
penyesuaian,  tetapi  ditujukan  untuk  mencapai  optimalisasi.  Ketika
derajat  konstrain  tinggi,  tetapi  kompleksitas  subsistem  rendah,
strategi-strategi satisfycing akan menjadi kecenderungan yang umum
terjadi.
Memahami  uraian  tersebut,  bahwa  karakter  esensial  dalam
proses pengambilan keputusan kebijakan publik sama seperti tahap-
tahap lainnya dalam proses kebijakan. Sama halnya dengan tahapan
sebelumnya  dalam  proses  kebijakan  publik,  tahap  pengambilan
keputusan  bervariasi  menurut  sifat  alami  dari  subsistem  kebijakan
yang terlibat dalam proses dan derajat konstrain yang dihadapi oleh
para  pengambil keputusan.
Sebagaimana  dirangkum  oleh  John  Forester  (1984:  23),  yang
rasional  bagi  para  administrator  dan  politisi  ditentukan  oleh  situasi
tempat  bekerja.  Didesak  untuk  segera  memberikan  rekomendasi,
para  pengambil  keputusan  ini  tidak  bisa  melakukan  studi  yang
mendalam.  Ketika  dihadapkan  pada  persaingan  dan  kompetisi
organisasional,  sangat  rasional  jika  para  pengambil  keputusan  ini
menjadi  lebih  tertutup.  Semua  hal  yang  rasional  untuk  dilakukan
ditentukan oleh konteks yang dihadapi, baik dalam kehidupan sehari-
hari maupun dalam administrasi publik.

96 Kebijakan Publik Kebijakan Publik


BAB 4

TEORI NEGARA DAN


KEBIJAKAN PUBLIK

Sejak  diterima  secara  umum  sebagai  pengertian  yang


menunjukkan  organisasi  teritorial  suatu  bangsa  yang  memiliki
kedaulatan, kata “negara” mengalami berbagai pemahaman tentang
hakikatnya.
Negara merupakan integrasi dari kekuatan politik, atau organisasi
pokok  dari  kekuasaan  politik.  Negara  adalah  argency (alat)  dari
masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan
manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan
dalam  masyarakat.  Manusia  hidup  dalam  suasana  kerja  sama
sekaligus suasana antagonistis dan penuh pertentangan.
Negara  adalah  organisasi  yang  dalam  suatu  wilayah  dapat
memaksakan  kekuasaannya  secara  sah  terhadap  semua  golongan
kekuasaan  lainnya  dan  dapat  menetapkan  tujuan-tujuan  dari
kehidupan  bersama  itu.  Negara  menetapkan  cara  dan  batas-batas
sampai  kekuasaannya  dapat  digunakan  dalam  kehidupan  bersama,
baik oleh individu dan golongan atau asosiasi, maupun oleh negara.
Dengan demikian, negara dapat mengintegrasikan dan membimbing
kegiatan-kegiatan  sosial  dari  penduduknya  ke  arah  tujuan  bersama
(A.  Ubaidillah,  2000:  33).

Kebijakan Publik Kebijakan Publik 97


Tampaknya   manusia  tidak  akan  dapat  hidup  dengan  teratur Kelompok  inilah  yang  kemudian  dinamakan  polis.  Pada  waktu  itu,
tanpa  adanya  negara.  Mereka  juga  tidak  akan  hidup  tertib  dan negara tidak lebih dari suatu kota. Pemerintah dalam polis merupakan
menjamin  keamanan  bersama  tanpa  adanya  negara.  Tanpa  adanya hal  yang  tinggi  karena  di  atas  polis  tidak  ada  lagi  suatu  organisasi
wilayah,  ketertiban  umum  bagi  masyarakat  juga  tidak  mungkin kekuasaan lain yang menguasai dan memerintah polis itu. Inilah letak
terjamin  (A.  Ubaidillah,  2000:  124). keistimewan dari polis tersebut.
Ajaran  Plato  (429-347  SM)  mengenai  asal  mula  atau
terbentuknya negara adalah sangat sederhana, yaitu sebagai berikut.
A. Hakikat Negara dan Teori Terbentuknya Negara
1) Adanya  kebutuhan  dan  keinginan  manusia  yang  beraneka
macam sehingga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.
1. Hakikat Pengertian Negara 2) Setiap  orang  tidak  mampu  memenuhi  kebutuhannya  sendiri,
Negara merupakan organisasi yang paling tinggi dan mencakup lalu  terjadilah  pembagian  pekerjaan  yang  harus  menghasilkan
pengertian  yang  paling  luas.  Larson  (Lawson,  1991:  5)  menyatakan lebih dari keperluannya sendiri untuk dipertukarkan, kemudian
bahwa  negara  adalah  sebuah  konsep  inklusif  yang  meliputi  semua terbentuklah  desa.
aspek pembuatan  kebijakan  dan  pelaksanaan  sanksi hukumnya.
3) Antara  desa  dan  desa  terjadi  hubungan  kerja  sama  maka
Menurut  George  Jellinek  (1959),  negara  merupakan  gabungan berdirilah masyarakat negara.
manusia yang terorganisasi di suatu daerah tertentu yang dilengkapi
Thomas Hobbes (1588-1679) melihat masyarakat sebelum adanya
dengan kekuasaan asli pemerintah. 
negara. Dalam masyarakat ini, yang berlaku adalah ius naturalis atau
Menurut Max Weber (Gerth dan Mills, 1962: 78), negara adalah hukum  alam,  yaitu  tiap-tiap  orang  mempertahankan  dirinya  untuk
satu-satunya  lembaga  yang  memiliki  keabsahan  untuk  melakukan hidup. Oleh karena itu, dibentuklah lex naturalis atau undang-undang
tindakan  kekerasan  terhadap  warganya.  Selain  itu,  Weber  juga alam  yang  merupakan  suatu  peraturan  yang  ditemui  dengan
mendefinisikan  negara  sebagai  lembaga  kemasyarakatan  yang perantaraan  akal  yang  menyuruh  atau  melarang  dan  membatasi
(berhasil) memiliki monopoli hukum untuk menggunakan kekerasan kemerdekaan  untuk  kepentingan  orang  lain  (Schmid,  1965:  180).
fisik di suatu daerah tertentu. Tujuannya  untuk  menciptakan  perdamaian.
2. Terbentuknya  Negara Menurut Aristoteles, negara merupakan suatu persekutuan yang
Negara  terjadi  karena  suatu  persetujuan.  Berdasarkan mempunyai tujuan tertentu. Terjadinya negara karena penggabungan
persetujuan  itu,  lahirlah  kekuasaan  untuk  memerintah.  Kekuasaan keluarga  menjadi  suatu  kelompok  yang  lebih  besar,  kemudian
tertinggi  untuk  memerintah  dinamakan  kedaulatan.  Kedaulatan kelompok itu bergabung  lagi hingga menjadi suatu desa. Desa-desa
dipegang  oleh  orang yang  tidak  tunduk  pada kekuasaan  orang  lain itu  bergabung  lagi  hingga  timbul  negara  yang  sifatnya  masih  suatu
sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh kemauan manusia. Negara kota atau polis.
adalah berdaulat. Hugo de Groot (Grotius). 3. Teori  Terbentuknya  Negara
Bentuk dan sifat negara dalam kebudayaan Yunani purba masih Beberapa  teori  tentang  timbulnya  suatu  negara,  antara  lain
bersifat polis-polis atau the greek state, yaitu suatu tempat atau benteng sebagai  berikut.
di  puncak  bukit  yang  semakin  lama  semakin  diperkuat.  Orang  lain
a. Teori  Kenyataan
yang ingin hidup dengan aman ikut  menggabungkan diri,  bertempat
Timbulnya  suatu  negara  merupakan  soal  kenyataan.  Apabila
tinggal  di  sekeliling  benteng  untuk  perlindungan  keamanan.
pada  suatu  saat  unsur-unsur  negara  (wilayah,  rakyat,  pemerintah

98 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 99


yang berdaulat) terpenuhi,  pada saat itu pula  negara menjadi suatu bersamaan  dengan  tumbuh  kembangnya  kaum  borjuis  (golongan
kenyataan  (http://www.scribd.com). menengah) yang menghendaki perlindungan penguasa atas diri dan
kepentingannya.  John  Locke  mendalilkan  bahwa  dalam  pactum
b. Teori  Perjanjian  Masyarakat
subiectionis tidak  semua  hak manusia  diserahkan  kepada  raja.
Teori  ini  disusun  berdasarkan  anggapan  bahwa  sebelum  ada
Seharusnya  ada  beberapa  hak  tertentu  (yang  diberikan  alam)  tetap
negara, manusia hidup sendiri dan berpindah-pindah. Pada saat itu,
melekat  padanya.  Hak  yang  tidak  diserahkan  itu  adalah  hak asasi
belum ada masyarakat dan peraturan.
manusia yang terdiri atas hak hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Teori  perjanjian  masyarakat  beranggapan  bahwa  negara Hak-hak  itu  harus  dijamin  raja  dalam  UUD  Negara.  Menurut  John
dibentuk  berdasarkan  perjanjian  masyarakat.  Teori  perjanjian Locke, negara sebaiknya berbentuk kerajaan yang berundang-undang
masyarakat  atau  kontrak  sosial  menganggap  “perjanjian”  sebagai dasar atau monarki konstitusional.
dasar  negara   dan  masyarakat.  Negara  dan  masyarakat  dibentuk
Jean  Jacques  Rousseau  (1993)  dalam  bukunya  Du Contract
berdasarkan perjanjian masyarakat adalah teori asal mula negara yang
Social berpendapat  bahwa  setelah  menerima  mandat  dari  rakyat,
ditemukan  dalam  tulisan-tulisan  sepanjang  zaman,  sejak  pemikiran
penguasa  mengembalikan  hak-hak  rakyat  dalam  bentuk hak  warga
politik rasional dimulai. 
negara (civil rights). Ia juga menyatakan bahwa negara yang dibentuk
Teori perjanjian masyarakat diungkapkan dalam buku Leviathan. oleh  perjanjian  masyarakat  harus  menjamin  kebebasan  dan
Ketakutan akan kehidupan berciri survival of the fittest. persamaan.
Oleh karena itu, dibuatlah perjanjian masyarakat (social contract). Penguasa  hanya wakil  rakyat  yang  dibentuk  berdasarkan
Perjanjian  antarkelompok  manusia  yang  melahirkan  negara  disebut kehendak  rakyat  (volonte general). Apabila  tidak  mampu  menjamin
pactum unions.  Selain  itu,  terjadi  pula  perjanjian  yang  disebut  pactum kebebasan dan persamaan, penguasa dapat diganti.
subiectionis, yaitu perjanjian antarkelompok manusia dengan penguasa
c. Teori  Ketuhanan
yang  diangkat  dalam  pactum unionis.  Isi  pactum subiectionis adalah
Pengaruh teori ketuhanan dimulai pada abad pertengahan (abad
pernyataan penyerahan hak-hak alami  kepada penguasa dan berjanji
ke–5  sampai  abad  ke-15).  Doktrin  ketuhanan  dikenal  juga  sebagai
akan taat kepadanya. Penganut teori perjanjian masyarakat, antara lain
“doktrin teokratis.” Adanya gereja  memberikan keabsahan bagi raja
Grotius  (1583-1645),  John  Locke  (1632-1704),   Immanuel  Kant  (1724-
seakan-akan memberikan jaminan bahwa negara dipimpin oleh raja
1804),  Thomas  Hobbes  (1588-1679),  dan  J.J.Rousseau  (1712-1778).
yang  mengarahkan  warganya  menuju  jalan  yang  baik  dan  benar.
Ketika  menyusun  teori  perjanjian  masyarakat,  Thomas  Hobbes
Negara  yang  diberkati  oleh  gereja  dianggap  sebagai  negara  yang
berpihak  kepada  Raja  Charles  I  yang  sedang  berseteru  dengan
diberkati oleh Tuhan.
Parlemen  (Dede  Rosyada,  2000:  49).  Teorinya  itu  kemudian
Menurut  Hegel  (1937),  negara  merupakan  organisme
digunakan  untuk memperkuat  kedudukan  raja.  Ia  hanya
berdasarkan  kesusilaan  dan  hanya  negara  yang  akan  memberi
mengakui pactum subiectionis,  yaitu pactum yang  menyatakan
manusia  pada  kesusilaan  dan  kemerdekaan.  Tujuan  negara  adalah
penyerahan  seluruh  haknya  kepada  penguasa  dan  hak  yang  sudah
menyelenggarakan  kepentingan  umum,  di  atas  negara  tidak  ada
diserahkan  tidak  dapat  diminta  kembali.  Oleh  karena  itu,  Thomas
kekuasaan  lain.  Negara  adalah  kekuatan  tertinggi  dan  mempunyai
Hobbes  menegaskan  bahwa  negara  seharusnya  berbentuk  kerajaan
kekuasaan tertinggi di dunia. Negara adalah suatu irdiche gotthelt (raja
mutlak/absolut.
duniawi). Negara menjadi sintesis antara kemerdekaan universal dan
John Locke (Dede Rosyada, 2000: 49) menyusun teori perjanjian
individual.
masyarakat  dalam  bukunya  Two Treaties on Civil Government,

100 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 101


Bagi Hegel, sejarah umat manusia merupakan proses dari sebuah Pendekatan kelas merupakan analisis pokok yang diajukan oleh
ide  universal  yang  sedang  merealisasikan  atau  mengaktualisasikan Marx  untuk  melihat  ketimpangan  pola  produksi  yang  membentuk
dirinya.  Ide  besar  yang universal  tersebut  dapat  disamakan  dengan rangkaian  hubungan  produksi,  yang  mengharuskan  penindasan
ide  Tuhan  dalam  menciptakan  umat  manusia,  tidak  menjelma terhadap  kelas  proletariat  yang  dilakukan  oleh  kelas  borjuis  atas
dengan  segera.  Ide  tersebut  berproses  dengan  sejarah.  Ujung  dari kepemilikan modal yang mngukuhkan penguasaan terhadap alat-alat
proses  sejarah  adalah  dijelmakannya  ide  universal  menjadi  sebuah produksi. 
kenyataan, yakni  dengan terbentuknya sebuah  masyarakat manusia Kemunculan  kelas  diakibatkan  oleh  kontradiksi  pemenuhan
yang ideal. produksi untuk memenuhi kebutuhan sosial dan adanya surplus dari
Friederich  Julius  Stahl  (1802-1861)  menyatakan  bahwa  negara kerja produksi yang menjadi syarat munculnya ketidakadilan sosial.
tumbuh  secara  berangsur-angsur  melaui  proses  evolusi,  mulai  dari Dengan  kemunculan  kelas-kelas  yang  berbeda  dan  antagonistik,
keluarga, menjadi bangsa, kemudian menjadi negara. Negara bukan kelas-kelas produktif dan kelas berkuasa memberikan syarat kelahiran
tumbuh karena berkumpulnya kekuatan dari luar, melainkan karena negara  yang  merupakan  institusi  utama  untuk  mempertahankan
perkembangan  dari  dalam.  Negara  tidak  tumbuh  karena  kehendak kondisi ketidakadilan sosial tersebut.
manusia, tetapi kehendak Tuhan. Pada umumnya, negara mengakui
Menurut  Marx,  Max  Weber  (Gerth  dan  Mills,  1962:  78),  sejarah
bahwa  selain  hasil  perjuangan  atau  revolusi,  terbentuknya  negara
manusia merupakan  sejarah  pertentangan  kelas.  Pertentangan  kelas
adalah karunia atau kehendak Tuhan.
akan berhenti pada saat terciptanya masyarakat komunis, yaitu kelas
d. Teori  Kekuatan buruh  berkuasa.  Dalam  masyarakat  ini  tidak  ada  eksploitasi  karena
Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa negara semua  diatur  secara  bersama.  Tidak  ada  pemilikan  modal  (alat
yang  pertama  adalah  hasil  dari  dominasi,  kelompok  yang  kuat produksi) secara pribadi, baik oleh individu maupun kelompok.
terhadap  kelompok  yang  lemah.  Dalam  teori  kekuatan,  faktor
kekuatan  dianggap  sebagai  faktor  tunggal  yang  menimbulkan
negara.  Negara  dilahirkan  karena  pertarungan  kekuatan  dan  yang B. Teori Negara Menurut Al-Quran
keluar sebagai pemenang adalah pembentuk negara (Dede Rosyada,
2000:    54). 1. Negara sebagai Penggolongan Umat Manusia
e. Teori  Alamiah
Manusia  selalu  hidup  dalam  golongan,  ada  golongan  yang
Teori  alamiah  (natural theory) adalah  teori  tentang  asal  mula bernama  keluarga,  tetangga,  lorong  kampung,  daerah,  dan  negara.
negara  yang  dikemukakan  oleh Aristoteles  (A.  Ubaidillah,  2000:  45- Semua golongan tempat manusia menjadi sebagai anggotanya tidak
46). Menurut Aristoteles, negara adalah ciptaan alam. Kodrat manusia dibuat  atau  diciptakan  oleh  manusia.  Golongan  yang  beragam  itu
membenarkan  adanya  negara  karena  manusia  awalnya  adalah terjadi  karena  watak  manusia.  Hukum  di  dalam  Al-Quran
makhluk  politik,  (zoon politicon), kemudian  makhluk  sosial.
mengatakan bahwa golongan itu sudah ada dan menjadi sunnah-Nya
f. Pertentangan  Kelas dalam  kehidupan  manusia.  Dengan  demikian, Al-Quran  menolak
Teori  pertentangan  kelas  memandang  bahwa  masyarakat,  baik teori perjanjian masyarakat dalam pembentukan negara seperti yang
yang bersifat individu maupun kelompok  berada dalam konflik yang dikemukakan oleh  Hobbes dan  Locke (http://www.scribd.com/doc.).
menjadi hal tidak terhindarkan. Konflik yang ada akan menimbulkan Hukum  Al-Quran  juga  menolak  teori  teokrasi  dalam  terbentuknya
proses  dominasi  dan  subdominasi.  Marx  merupakan  tokoh  yang negara.
paling penting dalam teori kelas.

102 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 103


2. Kekuasaan dalam Negara memanifestasikan kodrat kemanusiaannya. Sebagai makhluk Tuhan,
Mengenai timbulnya kekuasaan di negara, Al-Quran mempunyai manusia  juga  mempunyai  kewajiban  untuk  mengabdi  kepada-Nya
pendirian yang berlainan dari teori-teori kekuasaan dalam negara. dalam bentuk penyembahan atau ibadah yang diajarkan oleh agama
atau keyakinan yang dianutnya. Hal-hal yang berkaitan dengan negara
Al-Quran  mengatakan  bahwa  manusia  dijadikan  sebagai
adalah  manifestasi  dari   kesepakatan  manusia. Adapun  hubungan
penguasa  negara,  dan  Tuhan  menjadikan  segolongan  manusia
dengan Tuhan yang tertuang dalam ajaran agama adalah wahyu dari
mempunyai kelebihan  dari golongan yang lain. Kelebihan  itu dapat
Tuhan. Oleh karena itu, ada benang emas yang berhubungan antara
berupa  keagungan  darah  dan  keturunan  (zaman  feodalisme  dan
agama dan negara.
monarki  absolut),  keagamaan  (abad  pertengahan),  kekayaan  (masa
kapitalisme),  dan  kekuatan  politik  (pemerintahan  parlementer). Berdasarkan uraian di atas, konsep hubungan negara dan agama
Kelebihan  itu  tidak  hanya  pada  hal-hal  yang  baik,  tetapi  juga  yang sangat  ditentukan  oleh  dasar  ontologis  manusia  masing-masing.
buruk seperti kelebihan dalam kelicinan dan kancil. Hal tersebut ada Keyakinan  manusia  sangat  memengaruhi  konsep  hubungan  agama
dalam  pertumbuhan  kekuasaan  di  negara  sejak  terjadinya  negara dan negara dalam kehidupan manusia.
dalam  masyarakat  bahwa  yang  memegang  kekuasaan  itu  selalu a. Hubungan  Agama  dan  Negara  Menurut  Paham  Teokrasi
golongan yang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan golongan Paham teokrasi terbagi dalam dua bagian, yaitu paham teokrasi
yang  lain  (http://dhymas.wordpress.com). langsung  dan  paham  teokrasi  tidak  langsung.  Menurut  paham
3. Hubungan Agama dengan  Negara teokrasi langsung, pemerintah diyakini sebagai otoritas Tuhan secara
langsung.  Adanya  negara  di  dunia  ini  atas  kehendak  Tuhan.  Oleh
Di  kalangan  kaum  muslimin,  terdapat  kesepakatan  bahwa
karena itu, yang memerintah adalah Tuhan pula.
eksistensi  negara  adalah  suatu  keniscayaan  bagi  berlangsungnya
kehidupan  bermasyarakat.  Menurut  Hussein  Muhammad  (A. Sementara  menurut  sistem  pemerintahan  teokrasi  tidak
Ubaidillah,  2000:  126),  negara  diperlukan  untuk  mencapai  tujuan langsung, yang memerintah bukan Tuhan, melainkan raja atau kepala
yang dicita-citakan masyarakat secara bersama-sama. Negara dengan yang  memiliki  otoritas  atas  nama  Tuhan.  Kepala  negara  atau  raja
otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan antara masyarakat. diyakini  memerintah  atas  kehendak  Tuhan  (http://
Adapun  agama  mempunyai  otoritas  untuk  mengatur  hubungan makalah85.blogspot.com/2008).
manusia dengan Tuhan. Dalam  paham  teokrasi,  hubungan  agama  dan  negara
Pada  hakikatnya,  negara  merupakan  suatu  persekutuan   hidup digambarkan  sebagai  dua  hal  yang  tidak  dapat  dipisahkan.  Negara
bersama  sebagai  penjelmaan  sifat  kodrati  manusia  sebagai  makhluk dapat  menyatu  dengan  agama  karena  pemerintahan  dijalankan
individu  dan  makhluk  sosial.  Oleh  karena  itu,  sifat  dasar  kodrat berdasarkan  firman-firman  Tuhan,  segala  tata  kehidupan  dalam
masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Dengan
manusia merupakan sifat  dasar negara pula sehingga  negara  sebagai
demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga
manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia
diyakini  sebagai  manifestasi  firman  Tuhan.   Dalam  pemerintahan
dengan  manusia  lain  untuk  mencapai  tujuan  bersama.  Dengan
teokrasi  tidak  langsung,  sistem  dan  norma-norma  di  negara
demikian,  negara  memiliki  sebab  akibat  langsung  dengan  manusia
dirumuskan  berdasarkan  firman-firman  Tuhan.  Dengan  demikian,
karena manusia adalah pendiri negara (Kaelani, 1999: 91-93).
negara  menyatu  dengan  agama.  Agama  dan  negara  tidak  dapat
Perlu disadari bahwa manusia sebagai warga negara merupakan dipisahkan  (A.  Ubaidillah,  2000:  126).
makhluk  sosial  dan  makhluk  Tuhan.  Sebagai  makhluk  sosial,
manusia  mempunyai  kebebasan  untuk  memenuhi  dan

104 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 105


b. Hubungan  Agama  dan  Negara  Menurut  Paham  Sekuler Kedua,  Islam  tidak  ada  hubungannya  dengan  negara  karena
Selain  paham  teokrasi,  menurut  Dede  Rosada  (2000:  60),  ada Islam  tidak  mengatur  kehidupan  bernegara  atau  pemerintahan.
pula paham sekuler dalam praktik pemerintahan dalam kaitan agama Menurut  aliran  ini,  Nabi  Muhammad  SAW.  tidak  memiliki  misi
dan  negara.  Paham  sekuler  memisahkan  dan  membedakan  antara untuk  mendirikan  negara.
hubungan agama dan negara. Di negara sekuler, tidak ada hubungan Ketiga,  Islam  tidak  mencakup  segala-galanya,  tetapi  mencakup
antarsistem  kenegaraan  dengan  agama.  Menurut  paham  ini,  negara seperangkat  prinsip  dan  tata  nilai  etika  tentang  kehidupan
adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain atau urusan bermasyarakat,  termasuk  bernegara.  Oleh  karena  itu,  dalam
dunia.  Adapun  agama  adalah  hubungan  manusia  dengan  Tuhan. bernegara,  umat  Islam  harus  mengembangkan  dan  melaksanakan
Menurut paham sekuler, dua hal ini tidak dapat disatukan. nilai-nilai etika yang diajarkan secara garis besar oleh Islam.
Di negara sekuler, sistem dan  norma hukum positif dipisahkan Sementara  itu,  Hussein  Muhammad  (A.  Ubaidillah,  2000:  128)
dengan  nilai  dan  norma  agama.  Norma  hukum  ditentukan  atas menyatakan  bahwa  dalam  Islam  ada  dua  model  hubungan  agama
kesepakatan  manusia  dan  tidak  berdasarkan  agama  atau  firman- dan  negara.  Model  pertama  disebut  sebagai   hubungan  integralistis
firman Tuhan, meskipun norma-norma tersebut bertentangan dengan dan model kedua disebut hubungan simbiosis-mutualistis.
norma-norma agama. Sekalipun paham ini memisahkan antara agama
Hubungan  integralistis  dapat  diartikan  sebagai  hubungan
dan  negara,  tetapi  negara  sekuler  membebaskan  warga  negaranya
totalitas,  yaitu  agama  dan  negara  merupakan  dua   lembaga  yang
untuk  memeluk  agama  sesuai  dengan  keyakinannya  dan  negara
menyatu  (integral).  Hal  ini  juga  memberikan  pengertian  bahwa
intervensif dalam urusan agama.
negara merupakan  suatu lembaga  politik sekaligus  lembaga agama.
c. Hubungan  Agama  dan  Negara  Menurut  Paham  Komunisme Konsep  ini  menegaskan  kembali  bahwa  Islam  tidak  mengenal
Paham  komunisme  memandang  hakikat  hubungan  negara  dan pemisahan  antara  agama  dan  politik  atau  negara.  Konsep  ini  sama
agama berdasarkan filosofi materialisme – dialektis dan materialisme dengan konsep teokrasi.
–  historis.  Paham  ini  menimbulkan  paham  ateis.  Paham  yang Model hubungan kedua adalah hubungan simbiosis-mutualistis.
dipeolopori  oleh  Karl  Marx  ini  memandang  agama  sebagai  candu Model  hubungan  agama  dan  segala  model  ini  menegaskan  bahwa
masyarakat.  Menurutnya,  manusia  ditentukan  oleh  dirinya  sendiri. antara  agama  dan  negara  terdapat  hubungan  yang  saling
Sementara agama, dalam menemukan dirinya sendiri. membutuhkan.  Menurut  pandangan  ini,  agama  harus  dijalankan
Kehidupan manusia, menurut Dede Rosada (2000: 60-61), adalah dengan baik. Hal ini hanya dapat terlaksana apabila ada lembaga yang
dunia  manusia  sendiri  yang  kemudian  menghasilkan  masyarakat bernama  negara.  Sementara  itu,  negara  juga  tidak  dapat  dibiarkan
negara. Agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia berjalan  sendiri  tanpa  agama  karena  akan  terjadi  kekacauan  dan
dan  keluhan  makhluk  tertindas.  Manusia  pada  hakikatnya  adalah amoral di negara.
materi.
Teori  seperti  ini  juga  dikemukakan  oleh  pemikir  politik  lslam
d. Hubungan  Agama  dan  Negara  Menurut  Islam lainnya,  seperti  Al-Ghazali  dan  Al-Mawardi.  Al-Mawardi
Menurut  Munawir  Sjadzali,  ada  tiga  aliran  yang  menanggapi mengungkapkan   bahwa  negara  dibangun  untuk  menggantikan
hubungan  agama  dan  negara  dalam  Islam.  Pertama,  aliran  yang tugas  kenabian  dalam  rangka  memelihara  agama  dan  mengatur
menganggap bahwa Islam adalah agama paripurna yang mencakup kehidupan dunia. Menurutnya, kekuasaan Tuhan adalah mutlak dan
segala-galanya,  termasuk  masalah  negara.  Oleh  karena  itu,  agama harus dijadikan landasan kekuasaan negara.
tidak dapat dipisahkan dari negara, dan urusan negara adalah urusan
agama, serta sebaliknya.

106 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 107


Selanjutnya, Al-Ghazali  dalam  bukunya Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad salah  satu  unsur  yang  dapat  memengaruhi  kebijakan  publik  di
(A.  Ubaidillah,  2000:  129)  mengatakan  bahwa  agama  dan  negara Indonesia. Asumsi keterkaitan antara perilaku birokrasi dengan
adalah  dua  anak  kembar.  Agama  adalah  dasar,  dan  penguasa/ kebijakan  didasarkan  pada  suatu  fakta  bahwa  para  pelaku
kekuasaan negara adalah penjaga. Segala sesuatu yang tidak memiliki kebijakan,  mulai  dari  perancangan,  implementasi,  hingga
dasar  akan  hancur,  dan  segala sesuatu  yang  tidak memiliki  penjaga evaluasi,  selalu  melibatkan  aparatur  birokrasi.  Oleh  karena  itu,
akan  sia-sia.  Al-Ghazali  menyimpulkan  bahwa  sultan  (pemimpin tingkat  kebergantungan  kebijakan  publik  terhadap  birokrasi
negara/kekuasaan)  adalah  keniscayaan  dalam  sistem  agama.  Sistem sangat tinggi. Di sisi lain, birokrasi adalah “aktor” atau “pelaku”
agama  adalah  keharusan  mutlak  dalam  mencapai  kebahagiaan dalam perancangan (formulasi), pelaksanaan (implementasi), dan
akhirat. evaluasi kebijakan publik. Adapun kebijakan publik sebagai “alat”
atau  “instrumen”  bagi  birokrasi  yang  digunakan  untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya.
C. Aspek-aspek Negara 4. Kebijakan
Kebijakan  adalah  rangkaian  konsep  dan  asas  yang  menjadi
Beberapa aspek negara, di antaranya sebagai berikut.
benang  merah  dan  dasar  rencana  dalam  pelaksanaan  suatu
1. Negara pekerjaan, kepemimpinan dalam pemerintahan atau organisasi.
Negara  adalah  sebuah  konsep  inklusif  yang  meliputi  semua Kebijakan  juga  diartikan  sebagai  pernyataan  cita-cita,  tujuan,
aspek  pembuatan  kebijakan  dan  pelaksanaan  sanksi prinsip,  sebagai  garis  pedoman  dalam  mencapai  sasaran  yang
hukumannya.  Negara  merupakan  sebuah  fakta  dominasi  dari telah direncanakan.
satu atau beberapa kelompok masyarakat  untuk mencapai suatu
tujuan yang dicita-citakan bersama.
2. Rezim D. Pemerintah, Negara, dan Kebijakan Publik
  Rezim adalah pemerintah yang berkuasa, dapat diartikan sebagai
orang  atau  sekelompok   orang  yang  menguasai  negara.  Rezim 1. Hakikat Tujuan Negara
lebih diartikan dengan prinsip, norma, aturan, dan pengambilan
Pada hakikatnya, tujuan negara adalah untuk kesejahteraan dan
keputusan  yang  dianut  oleh  sekelompok  penguasa  di  sebuah
keamanan.  Konteks  negara  di  sini  berbeda  dengan  pemerintah.
negara.
Negara  adalah  satu  kesatuan  antara  pemerintah,  rakyat,  wilayah,
3. Aparat  Birokrasi seperangkat  hukum  dan  peraturan,  dan  pengakuan  negara  lain.
  Birokrasi  adalah  sistem  pemerintahan  yang  dijalankan  oleh Pemerintah adalah institusi/individu yang dibentuk atas seperangkat
pegawai  pemerintah  karena  telah  berpegang pada hierarki dan proses tertentu untuk mengelola negara.
jenjang  jabatan.  Para  birokrat  hanya  merupakan  mesin  negara Pemerintah  sebagai  institusi  yang  mengelola  negara  memiliki
untuk  melaksanakan  tugas  sebagai  pegawai  pemerintahan. tujuan  untuk  mencapai  tujuan  umum  negara  tersebut.  Untuk
Dalam  praktiknya,  birokrasi  memiliki  kekuatan  dan Indonesia,  tujuan  negara  termaktub  dalam  alinea  keempat
kemandirian sendiri. pembukaan  UUD  1945,  yaitu  melindungi  segenap  bangsa  dan
Keterkaitan birokrasi dengan kebijakan publik sangat erat. Secara tumpah darah beserta kawan kawannya. 
langsung  ataupun  tidak  langsung  birokrasi  dianggap  sebagai

108 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 109


Kebijakan  publik  berkaitan  erat  dengan  objek  yang  berada  di b. Pendekatan  Implementasi  Kebijakan  Publik
tengah masyarakat, inklusif, dan bersifat influential. Kebijakan publik Pendekatan  implementasi  kebijakan  publik  bertujuan  untuk
dalam pemahaman ini ditinjau dari aspek tujuannya dapat berbentuk memahami  pelaksanaan  kebijakan  publik.  Dengan  memahami
dua hal, yaitu sebagai berikut. pelaksanaan  kebijakan  publik,  akan  diperoleh  informasi
a. Kebijakan  publik  yang  dibuat  karena  diperlukan  untuk mengenai  faktor  keberhasilan  dan  kendalanya.  Beberapa
menyesuaikan dengan keadaan yang ada. implementasi  kebijakan  publik,  antara  lain  pendekatan  yang
b. Kebijakan  publik dibuat untuk menciptakan  kondisi  ideal  yang dikemukakan  George  C.  Edward  III  (pendekatan  Edward),
ingin dicapai. pendekatan Warwick, dan pendekatan psikologis.
Tentang  pentingnya  memahami  berbagai  kebijakan  publik
2. Perlunya Warga Negara Memahami Kebijakan Publik
pemerintah,  terutama  kebijakan  pembangunan,  William  Liddle
Kebijakan  publik  merupakan  tindakan  atau  keputusan  yang (1986)  memandang  perlu  dikembangkannya  pendekatan  ilmu
dibuat  oleh  pemerintah  menyangkut  kepentingan  umum  (publik) kebijakan.  Ilmu  ini  menitikberatkan  perhatian  pada  kebijakan
yang  memiliki  tujuan  dan  cara  mencapai  tujuan  melalui  proses yang  diambil  pemerintah  di  bidang  pembangunan,  terutama
interaksi dengan kekuatan sosial politik. untuk  melihat  letak  keberhasilan  dan  kegagalan,  kemudian
Dalam  tahap  formulasi  kebijakan  publik,  peran  politik  sangat dimunculkan  gagasan  untuk  memecahkan  hambatan.  Ilmu  ini
besar, sedangkan pada implementasi peran birokrasi sangat menonjol. terjun  dari  bawah  dan  mencari  makna  kecil  yang  dapat
Pada  tahap  formulasi  dan  implementasi,  baik  politik  maupun dipecahkan.
adminitrasi  ikut  aktif  terlibat  di  dalamnya.  Hal  ini  juga  disebabkan
sistem  politik,  yaitu  proses  politik  dan  administrasi  merupakan
aktivitas  yang  penting  dalam  proses  konversi  (pembuatan  undang- E. Hubungan Administrasi Negara dengan
undang). Kebijakan Publik dan Level Kebijakan
3. Pendekatan sebagai Upaya Memahami Kebijakan Publik
1. Level-level Kebijakan Publik
Untuk  memahami  secara  lebih  mendalam  tentang  masalah
kebijakan publik yang begitu kompleks, dapat digunakan pendekatan a. Policy Level
analisis  kebijakan  publik  dan  pendekatan  implementasi  kebijakan Policy level  pada  tingkat  ini  terdapat  di  lembaga  tinggi  negara
publik. atau  badan  legislatif  yang  berwenang  mengeluarkan  peraturan
a. Pendekatan  Analisis  Kebijakan  Publik (kebijakan)  dalam  skala  terluas,  misalnya  dalam  bentuk  undang-
undang atau peraturan pemerintah.
Analisis kebijakan publik dapat dianggap sebagai cara atau alat
Policy level  yang  berkenaan  dengan  kebijakan  pembinaan
untuk  membantu  rakyat  dalam  memilih  kebijaksanaan  yang
pengusaha  kecil  dan  koperasi  adalah  UU  Nomor  9  tahun  1995
paling baik. Aspek-aspek yang dianalisis dalam kebijakan publik,
yaitu  analisis  perumusan  kebijakan,  analisis  pelaksanaan tentang  Usaha  Kecil  dan  UU  Nomor  25  tahun  1992  tentang
kebijakan, dan analisis penilaian kebijakan. Adapun pendekatan Perkoperasian.
dalam analisis  kebijakan  publik, antara lain pendekatan  sistem, Secara lebih detail dapat dikemukakan bahwa upaya pembinaan
pendekatan elite, dan pendekatan kelompok, pendekatan proses, koperasi  ini  diatur  dalam  Pasal  60–63  UU  No.  25  tahun  1992,  yang
pendekatan institusional. menugaskan  pemerintah  untuk  menciptakan  dan  mengembangkan

110 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 111


iklim  dan  kondisi  yang  mendorong  pertumbuhan  serta Perkebunan Inti Rakyat – Transmigrasi (PIR – Trans), Kredit Umum
pemasyarakatan koperasi; serta memberikan bimbingan, kemudahan Pedesaan (Kupedes), Kredit Kelayakan Usaha (KKU), dan sebagainya.
dan perlindungan kepada koperasi. Selain  itu,  ada  juga  program  perbankan  untuk  membantu
pengembangan  kelembagaan  usaha  kecil  dan  koperasi,  serta
b. Organizational Level 
pemberian  bantuan  teknis.
Setiap kebijakan perlu adanya pengaturan tentang pelaksana dari
suatu kebijakan, penanggung jawab, pengawasan terhadap kebijakan
2. Praktik  Hubungan  Administrasi  Negara  dengan
yang  akan  diberlakukan,  dan  sebagainya.  Oleh  karena  itu,  Bromley
Kebijakan Publik
menyebutnya  dengan  organizational level. Secara konseptual, kebijakan publik (public policy) dipelajari oleh
dua  ilmu  disiplin,  yaitu  ilmu  politik  dan  ilmu  administrasi  publik.
Pada  organizational level  terdapat  produk  kebijakan  yang
Tiap-tiap  disiplin  ilmu  tersebut  memiliki  sudut  pandang  yang
berkaitan dengan pembinaan  usaha kecil dan  koperasi, yaitu Inpres
berbeda-beda terhadap kebijakan publik. Hal ini disebabkan tiap-tiap
No.  4  tahun  1995  tentang  Gerakan  Nasional  Memasyarakatkan  dan
disiplin  ilmu  itu  memiliki  locus dan  focus yang  berbeda.  Locus ilmu
Membudayakan  Kewirausahaan  (GNMMK).  Selanjutnya,  dalam
administrasi  negara  adalah  organisasi  dan  manajemen,  sedangkan
tataran yang lebih rendah terdapat SK Menteri Koperasi dan PPK No.
focus ilmu administrasi negara adalah efektivitas dan efisiensi.
961/KEP/M/XI/1995  tentang  Petunjuk  Teknis  Pelaksanaan  Gerakan
Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan, dan Menurut  konsep  ilmu  administrasi  negara,  kebijakan  publik
No.  63/KEP/M/IV/1994  tentang  Pedoman  Pembinaan  dan berasal  dan  dibuat  oleh  pemerintah  (manajemen)  sebagai  fungsi
Pengembangan  Koperasi  dan  Pengusaha  Kecil  dalam  Repelita  VI, dinamis dari negara (organisasi), yang ditujukan untuk menciptakan
yang secara garis besar berisi dua aspek kebijakan. efektivitas  dan  efisiensi  pelaksanaan  tugas-tugas  pemerintahan  dan
kenegaraan. Ilmu administrasi negara memiliki delapan unsur (pilar)
c. Operating Level 
utama,  yaitu  organisasi,  manajemen,    personalia,  material,  financial,
Aturan-aturan  atau  kebijakan  yang  telah  jelas  penanggung human relation,  komunikasi,  dan  ketatausahaan.
jawabnya  dapat  dioperasikan  dengan  menggunakan  aturan
Kebijakan publik (public policy) adalah fungsi dari pilar organisasi
operasional  yang  disebut  operational level.
dan manajemen. Unsur organisasi dalam perspektif ini adalah negara,
Adapun  produk  kebijakan  pada  operational level  misalnya, sedangkan unsur manajemen adalah pemerintahan. Negara dipandang
pedoman yang dikeluarkan Bank Indonesia mengenai “Kebijakan dan sebagai  suatu  wadah  atau  organisasi  dalam  arti  statis.  Unsur  ini
Upaya Perbankan Dalam Membantu Pengembangan Usaha Kecil dan memerlukan  mesin  penggerak  yang  dapat  mendinamisasikannya.
Koperasi”  (1997).  Pedoman  ini  pada  dasarnya  memuat  ketentuan Unsur dinamis itu adalah manajemen, atau dalam sistem kenegaraan
bahwa  dalam  rangka  meningkatkan  kemampuan  perbankan  dalam dikenal sebagai pemerintahan. Dalam perspektif ini bertemunya unsur
pelayanan  usaha kecil dan  koperasi,  kalangan perbankan  (termasuk negara  dan  pemerintahan  akan  menghasilkan  sebuah  ketentuan,
bank  asing  dan  campuran)  diwajibkan  memenuhi  ketentuan  Paket peraturan atau hukum yang disebut kebijakan publik.
Kebijakan Januari 1990 yang menggariskan bahwa minimal 20% dari
Selanjutnya,  kebijakan  publik  akan  dilaksanakan  oleh
total kredit perbankan harus disalurkan untuk usaha kecil. Kredit ini
administrasi negara yang dapat dijalankan oleh birokrasi pemerintah.
sering  disebut  sebagai  Kredit  Usaha  Kecil  (KUK).  Di  samping  itu,
Fokus  utama  kebijakan  publik  dalam  negara  modern  adalah
pedoman  BI  ini  juga  menekankan  pentingnya  perbankan  untuk
pelayanan  publik,  yaitu  segala  sesuatu  yang  dapat  dilakukan  oleh
memberikan Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit kepada KUD (KKUD),
negara  untuk  mempertahankan  atau  meningkatkan  kualitas
Kredit  kepada  Koperasi  Primer  untuk  Anggotanya  (KKPA),  Kredit
kehidupan  orang  banyak.  Menyeimbangkan  peran  negara  yang

112 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 113


mempunyai  kewajiban  menyediakan  pelayan  publik  dengan  hak
untuk  menarik  pajak  dan  retribusi;  dan  pada  sisi  lain
menyeimbangkan  berbagai  kelompok  dalam  masyarakat  dengan
berbagai  kepentingan.

114 Kebijakan Publik Kebijakan Publik


BAB 5

ISU-ISU KEBIJAKAN PUBLIK

Kebijakan  publik  merupakan  salah  satu  tema  yang  senantiasa


mendapat dan menyita perhatian publik dalam berbagai kesempatan.
Kebijakan publik ada melalui proses yang panjang, bahkan rumit.
Hal  ini  menjadi  sebuah  keniscayaan  bahwa  kebijakan  publik
dipengaruhi oleh sekian banyak pemangku kepentingan (stakeholder).
Tarik-menarik kepentingan demikian hebatnya hingga masing-masing
kelompok dengan segala upaya berjuang agar kepentingannya dapat
diakomodasi  dalam  kebijakan  publik.
Berbagai  sarana  dan  media  digunakan,  mulai  dari  cara  yang
formal  ataupun  informal,  dari  meja  rapat  hingga  turun  ke  jalan.
Kelompok-kelompok  kepentingan  ini  hendak  meneriakkan
“kepentingannya”  menjadi  opini  publik. Masyarakat  diajak  untuk
berpikir  bersama,  yang  pada  akhirnya  dipengaruhi  hingga  sepakat
dengan kepentingan yang diteriakkan.
Tentu  hal  ini  tidak  mudah,  tidak  seperti  membalikkan  telapak
tangan.  Kelompok  ini  harus  terus  berjuang  karena  terdapat
kelompok  yang  demikian  keras  ingin  meneriakkan  kepentingan.  Di
sisi jalan yang lainnya juga ada yang meneriakkan kepentingan yang
ternyata  berbeda.

Kebijakan Publik Kebijakan Publik 115


Kebijakan publik dimulai dari pembentukan persepsi dan opini dan  pandangan  mengenai  sifat  masalahnya.  Dengan  demikian,  isu
publik   yang  mengkristal  menjadi  “isu  kebijakan  publik”.  Hal  ini kebijakan  merupakan  hasil  perdebatan  tentang  definisi,  klasifikasi,
senada  dengan  pendapat  Dunn  (2000)  bahwa  isu  kebijakan  dengan eksplanasi, dan evaluasi masalah.
begitu  lazimnya  merupakan  produk  atau  fungsi  dari  adanya Pada  sisi  lain,  isu  tidak  hanya  mengandung  makna  adanya
perdebatan,  baik  tentang  rumusan  perincian,  penjelasan,  maupun masalah  atau  ancaman,  tetapi  juga  peluang-peluang  bagi  tindakan
penilaian atas masalah tertentu. positif tertentu dan kecenderungan yang dipersepsikan memiliki nilai
Hal inilah yang kemudian oleh pakar kebijakan publik dikatakan potensial yang signifikan (Hogwood dan Gunn, 1972).
bahwa kelompok kepentingan ini menginginkan agar tema-tema yang Isu  merupakan  kebijakan  alternatif  atau  suatu  proses  untuk
diusung  masuk  dalam  agenda  kebijakan  publik.  Persepsi  dan  opini menciptakan  kebijakan  baru,  atau  kesadaran  suatu  kelompok
menjadi penting dan menjadi isu sentral dalam pembuatan kebijakan mengenai kebijakan tertentu yang dianggap bermanfaat (Alford dan
publik. Friedland).
Timbulnya isu kebijakan publik karena telah terjadi konflik atau
“perbedaan persepsional” di antara para aktor atas situasi problematik
A. Pengertian dan Hakikat Isu Kebijakan Publik yang  dihadapi  oleh  masyarakat  pada  suatu  waktu  tertentu.  Isu
kebijakan  bersifat  subjektif  karena  dipengaruhi  persepsi.  Adanya
1. Pengertian Isu Kebijakan Publik persepsi memengaruhi status peringkat dari suatu isu kebijakan.
Isu dalam sebuah kebijakan memiliki lingkup luas yang meliputi Berdasarkan peringkatnya, isu kebijakan publik secara berurutan
berbagai persoalan yang ada di tengah masyarakat. Oleh karena itu, dapat  dibagi  menjadi  empat  kategori  besar,  yaitu  isu  utama,  isu
memahami  konsep  isu  akan  sangat  membantu  para  analis  dalam sekunder,  isu  fungsional,  dan  isu  minor  (Dunn,  1990).  Kategorisasi
menganalisis  kebijakan  publik.  Isu  (issues)  dapat  diartikan  sebagai ini menjelaskan bahwa makna penting yang melekat pada suatu isu
problema  publik  yang  saling  bertentangan  (konflik)  satu  sama  lain akan  ditentukan  oleh  peringkat  yang  dimilikinya. Artinya,  semakin
(controversial public problem).  Isu  dapat  diartikan  juga  sebagai tinggi status peringkat yang diberikan atas suatu isu, semakin strategis
perbedaan pendapat di masyarakat tentang persepsi dan solusi (policy pula posisinya secara politis.
action) terhadap suatu masalah publik. 2. Pentingnya Isu Kebijakan untuk Dicermati
Isu kebijakan (policy issues) disebut juga masalah kebijakan (policy Isu  kebijakan  penting  dicermati  untuk  menjawab  persoalan
problem). Policy issues muncul karena telah terjadi silang pendapat di berikut  ini.
antara  para  aktor  mengenai  arah  tindakan  yang  telah  atau  akan
a. Proses  pembuatan  kebijakan  publik  dalam  sistem  politik  mana
ditempuh,  atau  pertentangan  pandangan  mengenai  karakter
pun  lazimnya  berawal  dari  adanya  tingkat  kesadaran  tertentu
permasalahan.  Menurut  William  Dunn  (1995),  isu  kebijakan
atas suatu masalah atau isu tertentu.
merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan, baik tentang
b. Derajat  keterbukaan,  yakni  tingkat  relatif  demokratis  atau
rumusan,  perincian,  penjelasan,  maupun  penilaian  atas  masalah
tidaknya suatu sistem politik, di antaranya dapat diukur dari cara
tertentu.
mekanisme  mengalirnya  isu  menjadi  agenda  kebijakan
Oleh  karena  itu, Dunn  (1995)  menyatakan  bahwa  isu  kebijakan
pemerintah  dan  kebijakan  publik  (Wahab,  2001).
tidak hanya mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan
yang  aktual  dan  potensial,  tetapi  juga  mencerminkan  pertentangan

116 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 117


3. Kriteria Isu (Masalah) Publik sebagai Agenda Kebijakan Abidin  (2004:  107)  menambahkan  bahwa  masalah  publik  dapat
dibagi  dalam  masalah  strategis  dan  masalah  yang  tidak  strategis
Kriteria isu dapat menjadi agenda kebijakan, antara lain sebagai
(taktis).  Masalah  strategis  adalah  masalah  yang  memenuhi  empat
berikut.
syarat berikut ini.
a. Isu-isu  akan  menjadi  awal  dari  munculnya  masalah  publik.
a. Luas  cakupannya. Artinya,  wawasan  cakupannya  tidak  hanya
Apabila  masalah  tersebut  mendapat  perhatian  yang  memadai,
meliputi satu sektor atau satu wilayah, tetapi meliputi beberapa
akan masuk dalam agenda kebijakan.
sektor/wilayah.
b. Suatu  isu  tidak  serta-merta  masuk  menjadi  agenda  kebijakan
b. Jangka  waktunya  panjang.  Pengertian  ini  erat  hubungannya
karena masalah kebijakan mencakup dimensi yang luas. Isu-isu
dengan  tujuan  dari  perencanaan  jangka  panjang.  Hal  ini  bisa
yang beredar dalam masyarakat akan bersaing satu dengan yang
ditafsirkan  bahwa  penyelesaian  masalah  memerlukan  waktu
lain untuk mendapatkan perhatian para elite politik sehingga isu
yang panjang dan dampak yang ditimbulkan mempunyai akibat
yang diperjuangkan dapat masuk ke agenda kebijakan.
yang jauh ke depan.
Dalam  sejumlah  literatur  (Kimber,  1974;  Salesbury,  1976;
c. Mempunyai keterkaitan yang luas. Substansi permasalahan dan
Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) disebutkan bahwa secara
cara-cara  penyelesaiannya  menyangkut  banyak  pihak  dalam
teoretis, suatu isu akan cenderung memperoleh respons dari pembuat
masyarakat.
kebijakan  untuk  dijadikan  agenda  kebijakan  publik  jika  memenuhi
beberapa kriteria tertentu. Kriteria itu adalah sebagai berikut. d. Mengandung  risiko  dan  keuntungan  yang  besar.  Rugi  yang
ditimbulkan  atau  hasil  yang  diperoleh  akibat  dari  penanganan
a. Isu  tersebut  telah  mencapai  titik  kritis  tertentu  atau  telah
masalah cukup besar, baik dalam nilai uang maupun dalam nilai
dipersepsikan  sebagai  suatu  ancaman  serius.  Jika  tidak  segera
sosial lainnya yang tidak dapat dinilai dengan uang.
diatasi, akan menimbulkan luapan krisis yang lebih hebat pada
masa datang. Oleh  karena  itu,  tidak  semua  masalah  atau  isu  akan  masuk  ke
dalam  agenda  kebijakan.  Lester  dan  Steward  dalam  Winarno  (2002:
b. Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang
60)  menyatakan  bahwa  suatu  isu  akan  mendapat  perhatian  apabila
dapat  menimbulkan dampak  (impact)  yang bersifat  dramatis.
memenuhi  beberapa  kriteria  berikut:
c. Isu  tersebut  menyangkut  emosi  tertentu  dilihat  dari  sudut
a. isu telah melampaui proporsi suatu krisis dan tidak dapat terlalu
kepentingan  orang  banyak  dan  mendapat  dukungan  berupa
lama  didiamkan;
liputan media massa yang luas.
b. isu  akan  mendapat  perhatian  apabila  mempunyai  sifat
d. Isu tersebut menjangkau dampak yang luas.
partikularitas, yaitu menunjukkan dan mendramatisasi isu yang
e. Isu  tersebut  mempermasalahkan  kekuasaan  dan  keabsahan
lebih besar;
(legitimasi) dalam masyarakat.
c. mempunyai  aspek  emosional  dan  mendapat  perhatian  media
f. Isu  tersebut menyangkut  suatu  persediaan  yang  fasionable.
massa karena faktor human interest;
d. mendorong munculnya pertanyaan menyangkut kekuasaan dan
legitimasi dari masyarakat;
e. isu tersebut sedang diminati oleh banyak orang.

118 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 119


dapat  dikelola  melalui  manipulasi  simbol-simbol  tertentu.  Dengan
B. Tahap-tahap Kebijakan Publik proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
4. Penilaian/Evaluasi Kebijakan
Tahap-tahap  kebijakan  publik  menurut  William  Dunn  (1995),
adalah sebagai berikut. Secara  umum,  evaluasi  kebijakan  dapat  dikatakan  sebagai
kegiatan  yang  menyangkut  estimasi  atau  penilaian  kebijakan  yang
1. Penyusunan Agenda mencakup  substansi,  implementasi,  dan  dampak  (Budi  Winanrno,
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis 2008:  225).
dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah ada ruang untuk Dalam  hal  ini,  evaluasi  dipandang  sebagai  suatu  kegiatan
memaknai  masalah  publik  dan  prioritas  dalam  agenda  publik  yang fungsional.  Artinya,  evaluasi  kebijakan  tidak  hanya  dilakukan  pada
dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai tahap  akhir,  tetapi  juga  dilakukan  dalam  seluruh  proses  kebijakan.
masalah publik dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, isu Dengan demikian, evaluasi kebijakan dapat meliputi tahap perumusan
tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih masalah  kebijakan,  program  yang  diusulkan  untuk  menyelesaikan
daripada isu lain. masalah kebijakan, implementasi, dan tahap dampak kebijakan.
Dalam  agenda setting juga  sangat  penting  untuk  menentukan
suatu  isu  publik  yang  akan  diangkat  dalam  agenda  pemerintah.
Penyusunan  agenda  kebijakan  seyogianya  dilakukan  berdasarkan C. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
tingkat urgensi dan  esensi  kebijakan,  juga keterlibatan  stakeholder.
2. Formulasi Kebijakan Kebijakan  publik  dibuat  dalam  rangka  memecahkan  masalah
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan, kemudian publik. Oleh karena itu, persoalan pertama dalam memformulasikan
dibahas  oleh  para  pembuat  kebijakan.  Masalah-masalah  tersebut kebijakan  publik  adalah  merumuskan  masalah  kebijakan  terlebih
didefinisikan  untuk  dicari  pemecahan  masalah  yang  terbaik. dahulu.
Pemecahan  masalah  tersebut  berasal  dari  berbagai  alternatif  atau Jones (1973) mendefinisikan masalah sebagai kebutuhan manusia
pilihan  kebijakan  yang  ada.  Sama  halnya  dengan  perjuangan  suatu yang  perlu  diatasi  atau  dipecahkan.  Sementara  Dunn  (1990)
masalah  untuk  masuk  dalam  agenda  kebijakan.  Dalam  tahap mengartikan  masalah  kebijakan  dengan  nilai,  kebutuhan,  dan
perumusan kebijakan, tiap-tiap alternatif bersaing untuk dapat dipilih kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat diidentifikasikan dan
sebagai  kebijakan yang diambil  untuk memecahkan  masalah. dicapai dengan melakukan  tindakan publik.
3. Adopsi/Legitimasi Kebijakan Kegiatan  membuat  masalah  publik  (public problems)  menjadi
Legitimasi  bertujuan  memberikan  otorisasi  pada  proses  dasar masalah  kebijakan  (policy problems)  disebut  dengan  penyusunan
pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur agenda  (agenda setting).  Dengan  demikian,  policy agenda  akan
oleh  kedaulatan  rakyat,  warga  negara  akan  mengikuti  arahan memuat masalah kebijakan yang perlu direspons oleh sistem politik
pemerintah. Akan tetapi, warga negara harus percaya bahwa tindakan yang  bersumber  dari  lingkungan.  Oleh  karena  itu,  kegiatan  awal
pemerintah adalah sah. proses  perumusan  kebijakan  publik  diawali  dengan  kegiatan
Dukungan  untuk  rezim  cenderung  berdifusi–cadangan  dari penyusunan  agenda  (agenda setting).
sikap  baik  dan  niat  baik  terhadap  tindakan  pemerintah  yang Agenda setting  merupakan  kegiatan  membuat  masalah  publik
membantu anggota menoleransi pemerintahan disonansi. Legitimasi menjadi masalah  kebijakan.  Menurut Jones (1973),  agenda  diartikan

120 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 121


sebagai  suatu  istilah  yang  digunakan  untuk  menggambarkan  suatu Menurut  Walker  (1982),  suatu  masalah  bisa  tampil  menjadi
isu yang dinilai oleh publik perlu diambil suatu tindakan. masalah  publik,  jika:
Menurut Darwin, agenda adalah suatu kesepakatan umum yang a. mempunyai dampak yang besar kepada banyak orang;
belum  tentu  tertulis  tentang  adanya  masalah  publik  yang  perlu b. ada  bukti  yang  meyakinkan  agar  lembaga  legislatif
menjadi  perhatian  bersama  dan  menuntut  campur  tangan memerhatikan masalah sebagai masalah serius;
pemerintah  untuk  memecahkannya.
c. ada  pemecahan  masalah  yang  mudah  dipahami  terhadap
1. Tahapan Proses Penyusunan Agenda Kebijakan masalah yang sedang diperhatikan.
Proses penyusunan agenda kebijakan menurut Anderson, antara Sementara  Jones  (1984)  mengemukakan  bahwa  masalah  publik
lain  private  problems,  public  problems,  issues, systemic  agenda,  dan mudah  menjadi  kebijakan  publik  ketika:
institusional  agenda. a. sikap  dan  dukungan  terhadap  masalah  publik  dapat
Penyusunan  agenda  kebijakan  diawali  dari  suatu  masalah dikumpulkan;
(problems)  yang  muncul  di  masyarakat.  Masalah  ini  dapat b. problem atau isu tersebut dinilai penting;
diungkapkan  oleh  seseorang  sebagai  masalah  pribadi  (private
c. masalah publik (issues) tersebut dapat dipecahkan.
problem).  Masalah  pribadi  merupakan  masalah-masalah    yang
mempunyai  akibat  terbatas  atau  hanya  menyangkut  satu  atau Jika  dicermati  dari  dua  pendapat  tersebut,  dapat  disimpulkan
sejumlah kecil orang yang terlibat langsung, kemudian berkembang bahwa masalah publik akan mudah tampil menjadi kebijakan publik
lebih  lanjut  menjadi  masalah  publik  (public problem). jika:

Masalah  publik  diartikan  sebagai  masalah  yang  mempunyai a. dinilai penting dan membawa dampak yang besar pada banyak


akibat yang luas, termasuk akibat-akibat mengenai orang-orang yang orang;
terlibat secara tidak langsung. b. mendapatkan  perhatian  dari  para  policy marker;

2. Bentuk Agenda Pemerintah c. sesuai  dengan  platform politik  (program politik);

Agenda  pemerintah  merupakan  sejumlah  daftar  masalah  para d. dapat dipecahkan.


pejabat publik, menaruh perhatian yang serius pada waktu tertentu.
Menurut Cobb dan Elder dalam John (1984), agenda pemerintah
dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut. D. Saluran Distribusi Kebijakan Publik
a. Agenda sistemis, merupakan semua isu yang dirasakan oleh para
anggota  masyarakat  politik  yang  patut  mendapat  perhatian 1. Makna dan Fungsi Saluran Distribusi
publik dan berada dalam yurisdiksi kewenangan pemerintah. Pada  perekonomian  saat  ini  kewajiban  saluran  distribusi
b. Agenda  institusional  merupakan  serangkaian  masalah  yang merupakan  salah  satu  kegiatan  yang  cukup  penting  dalam
secara tegas membutuhkan pertimbangan yang aktif dan serius menyalurkan  produk  ke  tangan  konsumen.  Kesalahan  dalam
dari pembuat keputusan yang sah/otoritas. menentukan  saluran  distribusi  akan  menghambat  dan  berpengaruh
John  (1984)  menyatakan  bahwa  tidak  semua  masalah  bisa kurang baik terhadap usaha penyebaran produk perusahaan.
menjadi  masalah  publik,  tidak  semua  masalah  publik  bisa  menjadi Saluran  distribusi  adalah  sekumpulan  organisasi  yang  saling
isu,  tidak  semua  isu  bisa  tampil  dan  masuk  dalam  agenda bergantung, yang terlibat dalam proses yang membuat produk atau
pemerintah. jasa siap digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna

122 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 123


bisnis. Ketentuan perusahaan dalam memilih saluran disribusi akan hubungan dagang adalah kebijakan harga, syarat penjualan, hak
menjadikan  operasi  perusahaan  menjadi  lebih  efisien  dalam teritorial, dan jasa tertentu yang harus dilaksanakan kedua belah
memperluas pasar, untuk mencapai konsumen  yang  dituju. pihak.
Adapun  fungsi  saluran  distribusi,  yaitu  informasi,  promosi, Kebijakan  harga  dalam  hal  tingkatan  diskon  setiap  perantara
kontak, penyesuaian, dan negosiasi. untuk  memberikan  laba  kepada  perantara.  Syarat  penjualan
2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Saluran Distribusi untuk mempermudah perantara dalam menjual produk, seperti
syarat  pembayaran,  diskon  tunai,  dan  retur  produk  cacat.  Hak
a. Perilaku dan Organisasi Saluran teritorial untuk memberikan keleluasaan perantara memasarkan
Saluran distribusi terdiri atas perusahaan yang mengikat dirinya produknya di suatu wilayah tanpa ada pesaing lain. Layanan dan
untuk  mencapai  sasaran  bersama.  Dua  atau  lebih  perusahaan tanggung jawab yang saling mengikat kedua belah pihak seperti
pada  tingkatan  yang  sama  bekerja  sama  untuk  mempelajari perantara  harus  mengikuti  standar  pelayanan  produsen,
peluang pemasaran yang baru. memenuhi  target  dan  sebaliknya,  produsen  mendukung
b. Keputusan Rancangan Saluran perantara melalui promosi.
Keputusan  rancangan  saluran  menjadi  salah  satu  faktor  yang f. Evaluasi Alternatif Utama
memengaruhi saluran distribusi disebabkan adanya: Mengidentifikasi beberapa alternatif saluran dan ingin memilih
1) analisis kebutuhan layanan jasa konsumen; salah satu yang paling memenuhi tujuan jangka panjang.
2) menetapkan tujuan dan kendala saluran; g. Merancang Saluran Distribusi Internasional
3) identifikasi alternatif utama. Tiap-tiap sistem saluran dapat berbeda-beda antara satu negara
c. Jenis Penyalur dan negara lain. Oleh karena itu, pemasar harus mengadaptasikan
Jenis  penyalur  dalam  faktor  yang  memengaruhi  saluran strategi  saluran  dengan  struktur  yang  telah  ada  di  tiap-tiap
distribusi, antara lain: negara.
1) tenaga penjualan perusahaan; h. Keputusan Manajemen Saluran
2) agen  pabrikan; 1) Memilih Anggota Saluran
3) distributor  industri. Produsen  harus  memiliki  kemampuan  yang  berbeda-beda
d. Banyaknya Saluran Pemasaran dan menarik perantara yang berkualitas tinggi, serta harus
Ada tiga strategi yang tersedia dalam saluran pemasaran, yaitu: bekerja  keras  untuk  memperoleh  sejumlah  perantara  yang
berkualitas.
1) distribusi intensif;
2) Memotivasi Anggota Saluran
2) distribusi eksklusif;
Perusahaan  tidak  hanya menjual   melalui  perantara, tetapi
3) distribusi selektif.
juga  pada  konsumen.  Perusahaan  memandang  perantara
e. Tanggung Jawab Anggota Saluran pemasaran sebagai pelanggan tingkat utama.
Setiap  perjanjian  lisensi  pasti  ada  persyaratan  dan  tanggung 3) Evaluasi Anggota Saluran
jawab  yang  harus  dipenuhi  oleh  pemegang  lisensi  jika  ingin
Produsen harus memeriksa secara berkala, membandingkan
memasarkan  produk  produsen.  Elemen  utama  dalam  bauran
kinerja  anggota  saluran  terhadap  standar-standar,  seperti

124 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 125


tingkat  persediaan  barang,  lama  waktu  pengiriman,
perlakuan  terhadap  barang  yang  rusak,  kerja  sama  dalam E. Kekuasaan terhadap Isu Kebijakan Publik
program promosi dan  pelatihan,  serta layanan  jasa  kepada
pelanggan. Kekuasaan  pada  umumnya  dipahami  sebagai  kemampuan
untuk  mencapai  hasil  yang  diharapkan  untuk  melakukan  sesuatu.
3. Sistem dan Integrasi Saluran
Dalam  penyusunan  kebijakan,  konsep  kekuasaan  secara  khusus
Saluran  ditribusi  berkembang  sangat  pesat  dengan  berbagai
dipertimbangkan  dalam  suatu  pemikiran  hubungan  “memiliki
sistem pemasaran berbeda. Ada tiga sistem pemasaran yang dikenal
kekuasaan” atas orang lain.
saat ini, yaitu sebagai berikut.
a. Sistem Pemasaran Vertikal 1. Kekuasaan sebagai Pengambilan Keputusan
Dalam praktiknya, sistem ini merupakan sistem kesatuan usaha Kekuasaan  dalam  pengambilan  keputusan  menekankan  pada
secara  vertikal  dari  mulai  produsen,  pedagang  besar,  dan tindakan  individu  atau  kelompok  yang  memengaruhi  pemutusan
pengecer.  Semua  anggota  saluran  menyatu  untuk  memasarkan kebijakan.
produk  dengan  kerja  sama  yang  sangat  rapi  mulai  produsen Penelitian  Rober  Dahl  (1961)  melihat  kepada  siapa  yang
hingga barang sampai ke konsumen. membuat keputusan penting atas isu-isu yang terjadi di New Haven,
b. Sistem Pemasaran Horizontal Connecticut, Amerika. Ia menyimpulkan tentang siapa yang berkuasa
dengan  mengkaji  preferensi  (keinginan)  kelompok-kelompok
Sistem  ini  merupakan  sistem  gabungan  perusahaan    yang
berkepentingan dan  membandingkannya dengan hasil  kebijakan.  Ia
melakukan  kerja  sama  untuk  memanfaatkan  peluang  pasar.
menemukan  bahwa  ada  perbedaan  sumber  daya  yang  memberikan
Misalnya,  kerja  sama  dengan  bank  dalam  hal  transaksi  atau
kekuasaan kepada warga masyarakat dan kelompok berkepentingan.
pembayaran  produk.
Sumber daya ini tidak didistribusikan dengan merata.
c. Sistem Pemasaran Multisaluran
Ada  penemuan  bahwa  individu  dan  kelompok  yang  berbeda
Sistem  ini  merupakan  sistem  yang  melayani  berbagai  segmen
mampu memberikan pengaruh pada isu kebijakan yang berbeda. Atas
pelanggan.  Perusahaan  dikatakan  memakai  sistem  ini  apabila
penemuan  tersebut,  Dahl  (1961)  menyimpulkan  bahwa  kelompok-
menggunakan dua atau lebih saluran pemasaran untuk melayani
kelompok masyarakat yang berbeda, termasuk kelompok yang lemah,
berbagai segmen pelanggan.
dapat “menekan” dalam sistem politik dan menguasai para  pembuat
4. Konflik Kerja Sama dan Persaingan keputusan  sesuai  dengan  keinginannya.  Hanya  sedikit  orang  yang
Dalam  perjalanannya,  hubungan  produsen  dengan  perantara berkuasa  langsung  atas  keputusan-keputusan  kunci,  yang  diartikan
tidak selalu berjalan mulus. Konflik antara kedua belah pihak sering sebagai  keberhasilan  atau  memveto  usulan  kebijakan.  Banyak  orang
terjadi  dalam  berbagai  hal,  misalnya  dalam  hal  ketidaksesuaian memiliki kekuasaan tidak langsung melalui kekuatan suara (vote).
tujuan,  peran  dan  hak  yang  tidak  jelas,  perbedaan  persepsi,  harga, Menurut  daftar  panjang  tentang  aset-aset  kemampuan,  Dahl
promosi,  pencapaian  target,  dan  lain-lain.  Dengan  adanya  risiko mengambil  status  sosial,  akses  terhadap  uang,  pinjaman  dan
konflik,  perusahaan  harus  mampu  mengelola  konflik  saluran  agar kekayaan, fasilitas-fasilitas resmi seperti memiliki kantor, pekerjaan,
tidak berujung negatif dan merugikan perusahaan, misalnya dengan dan  pengendalian  informasi  yang  penting  dalam  arena  politik.
mengadakan  pertemuan  kedua  belah  pihak  untuk  saling Banyaknya  sumber  daya  yang  dimiliki  para  pelaku  kebijakan
memberikan  masukan  yang  konstruktif. kesehatan  berbeda-beda  dan  akan  berfungsi  dalam  isi  dan  konteks
kebijakan  tertentu.

126 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 127


Pemberi  kritik  atas  pengkajian  Dahl  mengatakan  bahwa 3. Siapa yang Mempunyai Kekuasaan?
pengkajiannya  hanya  berfokus  pada  isu-isu  kebijakan  yang  dapat Jika kekuasaan mengacu pada kemampuan untuk memengaruhi
diamati  dan  tidak  memerhatikan  dimensi  kekuasaan  lain  yang orang  lain,  akan  timbul  pertanyaan,  siapa  yang  mempunyai
penting karena pengkajiannya melupakan bahwa kelompok dominan kekuasaan  untuk  menetapkan  dan  menolak  kebijakan?  Tidak  ada
mengeluarkan  pengaruh  mereka  dengan  membatasi  agenda jawaban  yang  tepat  untuk  pertanyaan  ini  karena  penyebaran
kebijakan pada pemikiran-pemikiran yang dapat diterima. Bachrach pengaruh  akan  bergantung  pada  isi  dan  konteks  dari  kebijakan
dan  Barats  (1962)  berpendapat  bahwa  kekuasaan  juga  dilakukan tertentu.  Meskipun  ada  perbedaan  dalam  isi  dan  konteks  kebijakan
ketika  A  mengeluarkan  tenaganya  untuk  menciptakan  atau dalam pembagian kekuasaan dalam proses kebijakan, berbagai usaha
memberlakukan  nilai-nilai  sosial  dan  politik serta kegiatan-kegiatan telah dilakukan untuk menyusun ke teori umum. Teori ini mengacu
kelembagaan  yang  dapat  membatasi  lingkup  proses  politik  hanya sifat  masyarakat  dan  negara.  Sejumlah  teori  meletakkan  kekuasaan
pada  pemikiran  umum  dari  isu-isu  tersebut  yang  tidak kepada  masyarakat  dibandingkan  pada  negara,  namun  semuanya
membahayakan  A. dikaitkan dengan peran dan kepentingan negara yang dimungkinkan
Akibatnya, kekuasaan sebagai latar belakang agenda menyoroti masuk  ke  dalam  proses  kebijakan.  Penekanan  pada  negara  karena
cara  para  kelompok  berkuasa  mengendalikan  agenda  tetap  menjadi peran dominan yang dimainkan dalam proses kebijakan.
isu  yang  mengancam  di  bawah  layar  radar  kebijakan.  Dijelaskan Teori-teori  tersebut  memiliki  dua  perbedaan  penting.  Pertama,
dengan  cara  berbeda,  kekuasaan  bukan  pembuat  keputusan pada  penilaian  bahwa  negara  tersebut  independen  dari  masyarakat
mencakup  kegiatan yang  membatasi  lingkup pembuatan  keputusan atau  gambaran  dari  pendistribusian  kekuasaan  dalam  masyarakat
untuk  menyelamatkan  isu  dengan  mengubah  nilai-nilai  masyarakat (berorientasi  pada  negara,  kemudian  pada  masyarakat).  Kedua,  cara
yang  dominan,  mitos  dan  lembaga  serta  prosedur  politik  (Bachrach pandang dari negara yang melayani prasarana dan kepentingan dari
dan  Barats,  1963).  Dalam  dimensi  kekuasaan  ini,  beberapa  isu  tetap suatu kelompok elite.
tersembunyi dan gagal memasuki arena politik. a. Pluralisme
2. Kekuasaan sebagai Pengendali Pikiran Pluralisme  merupakan  kelompok  dominan  dari  pemikiran
Steven  Lukes  (1974)  menggambarkan  kekuasaan  sebagai teoretis dalam pembagian kekuasaan dalam demokrasi liberal. Dalam
pengendali gagasan. Dengan kata lain, kekuasaan  berfungsi sebagai bentuk klasik, pluralisme berpendapat bahwa kekuasaan tersebar di
kemampuan  untuk  memengaruhi  orang  lain  dengan  membentuk seluruh  masyarakat.  Tidak  ada  satu  kelompok  yang  memegang
keinginan. Dalam dimensi ini, A melakukan kekuasaan kepada B pada kekuasaan  mutlak  dan  negara  memutuskan  di  antara  kepentingan
saat  A  memengaruhi  B  dengan  cara  yang  tidak  sesuai  dengan yang bersaing dalam  perkembangan kebijakan.
keinginan B. Sebagai contoh, orang-orang miskin memberikan suara Sifat  kunci  dari  pluralisme  adalah  membuka  persaingan
kepada  Presiden  Bush  pada  tahun  2004  meskipun  kebijakan  dalam pemilihan  di  antara  sejumlah  partai  politik,  kemampuan  para
negerinya tidak sesuai dengan keinginan mereka. individu untuk menata diri sendiri ke dalam kelompok penekan dan
Lukes berpendapat bahwa A memperoleh  kepatuhan B melalui partai  politik,  serta  kemampuan  kelompok  penekan  untuk
cara  yang  terselubung.  Cara  terselubung  ini  meliputi  kemampuan mengeluarkan pendapat secara bebas.
untuk  membentuk  arti  dan  cara  pandang  terhadap  kenyataan  yang Keterbukaan  negara  untuk  melobi  seluruh  kelompok  penekan
dilakukan  melalui  pengendalian  informasi,  media  massa,  dan negara sebagai wasit yang netral dalam mengadili tuntutan-tuntutan
pengendalian proses sosialisasi. yang saling bersaing. Meskipun masyarakat memiliki kelompok elite,
tidak ada satu kelompok yang mendominasi sepanjang waktu.

128 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 129


Untuk  kalangan  pluralis,  kebijakan  kesehatan  muncul  sebagai kepentingan  tertentu.  Akibatnya,  kebijakan  akan  terpecah  secara
hasil  dari  konflik  dan  tawar-menawar  di  antara  sejumlah  besar ekonomi  dan  tidak  sesuai  dengan  kepentingan  umum.  Penganut
kelompok-kelompok yang terbentuk untuk melindungi kepentingan kelompok ini berpendapat bahwa kebijakan kesehatan yang menarik
khusus  dari  anggotanya.  Negara  memilih  yang  terbaik  dari  setiap kembali  pemerintah  akan  ditolak  oleh  para  birokrat,  bukan  karena
gagasan  dan  usulan  yang  diajukan  oleh  kelompok  berkepentingan keuntungan  atau  kerugian  teknis  yang  diakibatkan  oleh  kebijakan,
untuk  masyarakat. melainkan  karena  birokrat  lebih  memilih  kebijakan  yang  akan
Pluralisme  telah  menjadi  pokok  skeptisme  karena memperkukuh  jabatannya  dan  memperluas  pengaruhnya.
menggambarkan  negara  sebagai  wasit  netral  dalam  pembagian Sebagai  contoh,  di  Bangladesh,  Departemen  Kesehatan  dan
kekuasaan. Tantangan utama yang pertama kali muncul datang dari Kesejahteraan  Keluarga  menolak  usulan  untuk  mengontrakkan
teori tentang pilihan masyarakat dan kedua dari teori elite. fasilitas sektor umum pada organisasi nonpemerintah untuk menata
pelaksanaan  dan  pemberian  layanan,  juga  menolak  proposal  untuk
b. Pilihan Rakyat
membangun  suatu  organisasi  otonomi  untuk  mengatur  proses
Para ahli teori pilihan rakyat sepakat dengan para pluralis bahwa kontrak. Pendukung pilihan  rakyat akan  menjelaskan penolakan ini
masyarakat terbentuk dari kelompok-kelompok yang bersaing untuk atas  dasar  kekhawatiran  kelebihan  tenaga,  mengurangi  kesempatan
meraih  tujuan  masing-masing.  Akan  tetapi,  mereka  mem– untuk  penyewaan  dan  perlindungan  serta  pemikiran  akan
permasalahkan  kenetralan  negara.  Para  ahli  teori  pilihan  rakyat berkurangnya tanggung jawab sesuai dengan undang-undang.
menyatakan  bahwa  negara  merupakan  suatu  kelompok
Para  kritikus  menyatakan  bahwa  pilihan  rakyat  terlalu
berkepentingan  yang  berkuasa  atas  proses  kebijakan  untuk  meraih
menekankan  pada  kekuasaan  birokrasi  dalam  proses  kebijakan  dan
kepentingan pelaksana negara, yaitu para pejabat terpilih dan pegawai didorong  oleh  ideologi  sebagai  oposisi  untuk  meningkatkan
pemerintahan. pengeluaran publik dan pemerintahan yang besar.
Untuk  tetap  berkuasa,  para  pejabat  terpilih  berusaha  untuk
c. Elitisme
memfasilitasi kelompok dengan anggaran, barang, jasa, dan peraturan
yang  mendukung  dengan  harapan  bahwa  kelompok-kelompok  ini Ahli teori elitisme menyatakan bahwa kebijakan didominasi oleh
akan  tetap  menjadikannya  berkuasa.  Sama  halnya,  pejabat minoritas  istimewa.  Mereka  berpendapat  kebijakan  umum
pemerintah  menggunakan  lembaga  dan  kedekatan  mereka  untuk menggambarkan nilai dan kepentingan dari para elite atau aristokrat,
para  pembuat keputusan politik untuk memperoleh “sewa”  dengan bukan “rakyat” seperti yang dianggap oleh pluralis. Para elite modern
menyediakan  akses  khusus  kepada  sumber  daya  umum  dan mempertanyakan sistem politik modern mencapai cita-cita demokrasi
peraturan yang sesuai dengan keinginan kelompok tertentu. yang  dinyatakan  oleh  kaum  pluralis  liberal.  Sebagai  contoh,
demokrasi  di  Amerika,  akademisi  menunjukkan  kaum  elite
Akibatnya,  pejabat  pemerintah  mempunyai  harapan  untuk
membentuk  keputusan  kunci.
memperluas  kerajaan  birokrasinya  yang  akan  mengarah  ke  besarnya
President  G.W.  Bush  dan  ayahnya,  memiliki  kepentingan
gaji dan kesempatan untuk naik jabatan, kekuasaan, perlindungan, dan
keuangan  besar  di  sektor  pertahanan  dan  energi,  sedangkan  Wakil
gengsi. Oleh karena itu, negara dikatakan memiliki dinamika internal
Presiden  Dick  Cheney  merupakan  mantan  kepala  eksekutif
yang dapat mengarah ke perkembangan kekuasaan pemerintah.
perusahaan  minyak  besar.  Sebaliknya,  kelompok  yang  mewakili
Para  ahli  teori  pilihan  rakyat  berpendapat  bahwa  sikap kepentingan  perusahaan  kecil,  buruh,  dan  kepentingan  konsumen
mementingkan  kepentingan  sendiri  dari  para  pejabat  negara  akan hanya  mampu  memberikan  pengaruh  sedikit  dalam  proses
menimbulkan  suatu  kebijakan  yang  dipahami  oleh  kelompok kebijakan.

130 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 131


Dalam  hal  kebijakan  kesehatan,  banyak  kebijakan  kesehatan sehingga  mereka  menjadi  kalangan  yang  dominan.  Di  beberapa
dianggap  tidak  begitu  penting  secara  marginal.  Akibatnya,  teori tempat, kalangan elite demikian sedikit sehingga dapat dikenali dari
elitisme  tidak  akan  berguna  untuk  menunjukkan  kekuasaan  dalam nama keluarganya.
kebijakan  kesehatan.
4. Model Distribusi Kekuasaan
Isu-isu  marginal  seperti  itu  sering  disebut  sebagai  “politik
Para scholars (Andrain,  1992:  154) telah  menciptakan  beberapa
rendah”.
model  yang berbeda  untuk  menganalisis  soal  distribusi  kekuasaan.
Ahli lain yang mengkaji elitisme membuat perbedaan antara “elite Ada  tiga  model  yang  ditawarkan  para  sarjana  ilmu  politik  dalam
politik” yang terbentuk dari mereka yang menggunakan kekuasaannya memahami  distribusi  kekuasaan,  yaitu  model  elite  berkuasa,  model
setiap saat dan mereka yang termasuk pejabat pemerintah dan pejabat pluralis, dan model kekuasaan popular atau populis.
tinggi  administrasi,  pemimpin  militer,  dan  untuk  beberapa  kasus
a. Model Elite
keluarga yang berpengaruh secara politis serta pemimpin perusahaan
Model elite berkuasa atau yang memerintah. Konsep mengenai
besar dan golongan politik lain, seperti elite politik dan pemimpin partai
adanya  elite  yang  memerintah  atau  berkuasa  telah  tedapat  dalam
oposisi,  pemimpin  serikat  buruh,  orang-orang  bisnis  dan  anggota
tulisan Vilfredo Pareto dalam bukunya The Inind and Society; Gaetano
kelompok elite sosial yang lain (Bottomore, 1966).
Mosca  dalam  karyanya  The Ruling Class,  juga  dalam  tulisan  Wright
Bagi  para  ahli  teori  elitisme,  kekuasaan  dapat  didasarkan  pada
Inills,  The Power Elite.  Mereka  mengemukakan  bahwa  dalam  semua
beragam sumber daya kekayaan, hubungan keluarga, keahlian teknis,
masyarakat akan selalu ada suatu kelompok kecil yang berkuasa atas
atau  lembaga.  Akan  tetapi,  untuk  satu  anggota  kalangan  elite,
mayoritas warga.
kekuasaan tidak mungkin bergantung pada satu sumber.
Gaetano  Mosca bahkan  hanya  membagi kategori warga (dalam
Menurut para ahli teori elitisme, masyarakat terdiri atas kalangan
konteks kekuasaan) dalam dua kelompok besar.  Pertama, kelompok
kecil  yang  memiliki  kekuasaan,  dan  sebagian  besar  lagi  tanpa
atau  kelas  yang  memerintah  (pemerintah),  yang  terdiri  atas  sedikit
memiliki  kekuasaan  apa  pun.  Hanya  kalangan  kecil  yang  memiliki
orang,  melaksanakan  fungsi  politik,  memonopoli  kekuasaan,  dan
kekuasaan  untuk  menyusun  kebijakan  publik.  Secara  khusus,  para
menikmatinya. Kedua, kelas yang diperintah, jumlahnya banyak, dan
elite berasal dari tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi.
berkecenderungan dimobilisasi oleh penguasa dengan cara-cara yang
Kalangan  non-elite  dapat  dimasukkan  dalam  lingkaran berdasarkan  hukum  dan  paksaan.
pemerintahan  jika  menerima  kesepakatan  dasar  dari  para  elite.
b. Model Pluralis
Kebijakan publik menggambarkan nilai dari para elite. Hal ini tidak
selalu  menimbulkan  konflik  dengan  nilai  yang  dianut  masyarakat. Asumsi  yang  terbangun  dalam  masyarakat  yang
Seperti pendapat Lukes (1974) bahwa para elite dapat memanipulasi relatif demokratis adalah setiap individu menjadi satu anggota suatu
nilai yang dianut masyarakat agar dapat mencerminkan nilainya. kelompok  atau  lebih  berdasarkan  preferensinya  atas  kepentingan
yang melatarbelakanginya.
Kelompok kepentingan muncul, tetapi tidak memiliki kekuasaan
yang  sama  dan  tidak  memiliki  akses  yang  sama  terhadap  proses Dalam  konteks  ini,  kelompok  berfungsi  sebagai  wadah
penyusunan  kebijakan.  Nilai  yang  dianut  para  elite  sifatnya perjuangan kepentingan para anggota dan menjadi perantara antara
konservatif  dan  akibatnya  perubahan  kebijakan  akan  bersifat para  anggotanya  sehingga  model  elite  yang berkuasa  adalah  para
instrumental. Teori elitisme sesuai untuk berbagai negara di Amerika kelompok  yang  saling  bersaing  dan berdialektika  sesama  kelompok
Latin, Afrika,  dan  Asia,  yaitu  ketika  para  politikus,  birokrat  senior, lain  dalam  memengaruhi  keputusan  yang  akan  dibuat  pemerintah
pebisnis, profesional dan militer membuat ikatan kebijakan yang kuat untuk  terlaksananya  keinginan  dan  kebutuhan  kelompok.

132 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 133


c. Model Kekuasaan Populer tetapi melalui tindak inkonstitusional-kekerasan, seperti paksaan
Asumsi yang mendasari  model populis  atau kerakyatan adalah tidak berdarah revolusi, dan/atau kudeta.
demokrasi.  Pada  sistem  politik  demokrasi  (liberal)  yang  dibangun 5. Sirkulasi Elite Kekuasaan
adalah sikap individualisme yang diasumsikan sebagai:
Cara  pandang  lain  untuk  melihat  sirkulasi  elite  adalah  sebagai
1) setiap warga negara yang telah dewasa mempunyai hak memilih berikut.
dalam  pemilihan  umum;
a. Individu-individu  dari  strata  bawah  berhasil  memasuki  ruang
2) setiap warga negara yang sudah dewasa, yang mempunyai minat elite yang sudah ada.
besar untuk aktif dalam proses politik;
b. Aktor  individu  atau  kelompok  yang  berasal  dari  strata  bawah
3) setiap  warga  negara  yang  dewasa  mempunyai  kemampuan membuat  suatu  kelompok  elite  baru  yang  diperhitungkan  dan
untuk  mengadakan  penilaian  terhadap proses  politik  karena terlibat dalam perbutan kekuasaan dengan elite yang sudah ada.
memiliki informasi yang memadai.
Ada tiga bentuk pertukaran atau sirkulasi elite yang berlangsung
Karena kewenangan tidak terbagi secara merata, kekuasaan (agar dalam mekanisme pertukaran, yaitu sebagai berikut.
tidak berperilaku otoriter atau totaliter) harus dialihkan. Alasan lain
a. Pertukaran  atau  sirkulasi  elite  antara  pihak  pemerintah  dan
bahwa  kewenangan  dan/atau  kekuasaan  perlu  dialihkan  adalah
kelompok  oposisi  yang  berasal  dari  dalam  kelas-kelas
semakin  lama  seseorang  memegang  suatu  jabatan,  orang  tersebut
politik (political class).
menganggap dan memperlakukan jabatan yang dipegangnya sebagai
b. Pertukaran  atau  sirkulasi  elite  antara  yang  tergabung  dalam
milik  pribadi.   Akibatnya,  tidak  hanya  semakin  tidak kreatif  dalam
kelompok  political class dan  kelompok  yang  pernah  berkuasa
melaksanakan  fungsi  dan  perannya  dalam  bertugas,  tetapi juga
atau sedang berkuasa.
semakin  cenderung  menyalahgunakan  jabatan  untuk kepentingan
pribadi  atau  kelompoknya.  Oleh  karena  itu,  peralihan  kewenangan c. Pertukaran  atau  sirkulasi  elite  antara  yang  berkuasa  (therulling
seseorang  atau  kelompok  orang  kepada  orang  atau  kelompok  lain class) dan yang dikuasai (the ruled class).
merupakan  suatu keharusan.  
Menurut Paul Coun (Surbakti, 1992: 89), secara umum terdapat
light cars peralihan kewenangan, yaitu sebagai berikut.
F. Meta–analisis dan Isu Kebijakan Publik
1) Turun-menurun,  artinya jabatan  atau  kewenangan  yang
dialihkan  kepada  keturunan  atau  keluarga pemegang  jabatan
terdahulu. Hal ini dapat dilihat dalam sistem politik yang utonarid 1. Konsepsi Meta–analisis
dan/atau otokrasi tradisional. Meta-analisis  merupakan  suatu  teknik  statistika  yang
2) Peralihan  kewenangan  dengan  cara ptharcyalaii.  Peralihan  ini menggabungkan dua atau lebih penelitian sejenis   sehingga diperoleh
melalui  kontrak  sosial  yang  berbentuk  pemulihan,  baik  yang paduan data secara kuantitatif. Berdasarkan prosesnya, meta-analisis
dilakukan  secara  langsung  maupun  melalui  badan perwakilan merupakan  suatu  studi  observasional  retrospektif,  artinya  peneliti
rakyat.  Hal  ini  dipraktikkan  dalam  sistem  politik  yang membuat  rekapitulasi  data  tanpa  melakukan  manipulasi
demokratis. eksperimental.
3) Peralihan  kewenangan  melalui  paksaan.  Artinya,  jabatan  atau Meta-analisis lebih tidak bersifat subjektif dibandingkan dengan
kewenangan  terpaksa  dialihkan  kepada  orang  atau  kelompok metode tinjauan lain. Meta–analisis tidak fokus pada kesimpulan yang
lain  dengan  tidak  menurut  prosedur  yang  sudah  disepakati, didapat  pada  berbagai  studi,  tetapi  fokus  pada  data,  seperti

134 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 135


melakukan operasi pada variabel-variabel, besarnya ukuran efek, dan semakin  banyaknya  replikasi  atau  verifikasi  penelitian,  yang  sering
ukuran  sampel.  Untuk  menyintesis  literatur  riset, meta- memperbesar terjadinya variasi hasil penelitian.
analisis statistika  menggunakan  hasil  akhir  dari  studi-studi  yang Menurut Soekamto (1988), meta–analisis bersifat kuantitatif dan
serupa  seperti  ukuran  efek  atau  besarnya  efek.  Fokus  pada  ukuran memakai  analisis  statistik  untuk  memperoleh  seri  informasi  yang
efek  dari  penemuan  empiris  ini  merupakan  keunggulan meta- berasal dari sejumlah data dari penelitian-penelitian sebelumnya.
analisis dibandingkan dengan metode tinjauan literatur lain.
Menurt  Borg  (1983),  meta–analisis  merupakan  teknik
Meta-analisis memungkinkan adanya pengombinasian hasil-hasil
pengembangan  paling  baru  untuk  menolong  peneliti  menemukan
yang beragam serta memerhatikan ukuran sampel relatif dan ukuran
kekonsistenan atau ketidakkonsistenan dalam pengkajian hasil silang
efek. Hasil dari tinjauan ini akurat mengingat jangkauan analisis ini
dari hasil penelitian.
yang  sangat  luas  dan  analisis  yang  terpusat. Meta-analisis juga
menyediakan jawaban terhadap masalah yang diperdebatkan karena 2. Meta–analisis dalam Kebijakan Publik
adanya konflik dalam penemuan beragam studi serupa. Meta–analisis  merupakan  metode  atau  pendekatan  yang
Meta-analisis  adalah  suatu  analisis  integratif  sekunder  dengan digunakan  dalam  studi  kebijakan  publik,  yang  bertujuan  untuk
menerapkan prosedur statistik terhadap hasil-hasil pengujian hipotesis memahami  dan  mengkritisi  gagasan,  ide,  bahasa,  asal-usul,  asumsi,
penelitian. Analisis  sekunder  merupakan  analisis  ulang  (reanalisis) model,  dan  signifikansi  yang  digunakan  dalam  melakukan  sebuah
terhadap data untuk tujuan menjawab pertanyaan penelitian dengan analisis kebijakan  publik.
teknik-teknik statistik yang lebih baik atau menjawab pertanyaan baru Dalam  melakukan  meta–analisis  kebijakan  publik  diawali
dengan data lama yang dimiliki.  Analisis sekunder merupakan ciri- dengan memahami makna dan gagasan tentang publik. Istilah publik
ciri penting terhadap riset dan kegiatan evaluasi. merupakan  segala  aktivitas  manusia  yang  dipandang  perlu  untuk
Menurut  Glass  (1981),  meta–analisis  merupakan  analisis diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau oleh
kuantitatif  dan  menggunakan  sejumlah  data  yang  cukup  banyak tindakan  bersama.
serta menerapkan metode statistik dengan mempraktikkannya dalam Melalui  metode  ini  dapat  ditekan  kesalahan  menjadi  sekecil
mengorganisasikan sejumlah informasi yang berasal dari sampel besar mungkin. Analisis  kebijakan  dilakukan  untuk  menciptakan  secara
yang fungsinya untuk melengkapi maksud-maksud lainnya.
kritis,  menilai,  dan  mengomunikasikan  pengetahuan  yang
Menurut  Sugiyanto  (2004),  meta-analisis  merupakan  studi relevan  dengan  kebijakan  dalam  satu  atau  lebih  tahap  proses
dengan cara menganalisis data yang berasal dari studi primer. Hasil pembuatan  kebijakan.
analisis studi primer digunakan sebagai dasar untuk menerima atau
Dunn  (2004)  merumuskan  lima  metode  analisis  kebijakan  yang
mendukung  hipotesis, menolak/menggugurkan  hipotesis  yang
sangat  membantu  dalam  memformulasikan  kebijakan  publik,  yaitu
diajukan oleh beberapa peneliti.
perumusan  masalah  (problem structuring),  peramalan  (forecasting),
Menurut  Sutjipto  (1995),  meta-analisis  adalah  salah  satu  upaya rekomendasi (recommendation), pemantauan (monitoring), dan evaluasi
untuk  merangkum  berbagai  hasil  penelitian  secara  kuantitatif.
(evaluation).
Dengan kata lain,  meta-analisis sebagai suatu teknik ditujukan untuk
Perumusan  masalah  akan  membantu  menghasilkan  masalah
menganalisis kembali hasil-hasil penelitian yang diolah secara statistik
berdasarkan  pengumpulan  data  primer.  Hal  ini  dilakukan  untuk yang hendak dipecahkan. Peramalan akan membantu menghasilkan
mengkaji keajegan atau ketidakjegan hasil penelitian yang disebabkan formulasi  atau  hasil-hasil  kebijakan  yang  diharapkan.  Rekomendasi

136 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 137


akan  membantu  untuk  menghasilkan  adopsi  kebijakan.  Monitoring Pemindahan  pusat  UIN  SGD  Bandung  dengan  pengembangan
akan  membantu  menghasilkan  hasil-hasil  akibat  implementasi UIN  SGD  Bandung    di  Jalan  Soekarno–Hatta  menjadi  pilihan  atau
kebijakan. Evaluasi akan membantu menghasilkan kinerja kebijakan. rekomendasi  kebijakan  yang  dihasilkan.  Jika  memenuhi  unsur  dan
Perumusan  masalah,  peramalan,  dan  rekomendasi  merupakan kriteria,  terdapat  relevansi  antara  masalah  yang  dihadapi  dan
metode  yang  digunakan  sebelum  (ex ante)  kebijakan  diadopsi  dan rekomendasi  kebijakan  yang  diambil.
diimplementasikan, sedangkan  metode  monitoring  dan  evaluasi
digunakan  setelah  (ex post)  kebijakan  diadopsi  dan  di–
implementasikan.
Ex ante adalah  penelitian dan  analisis terhadap suatu kebijakan
yang belum ada/belum terjadi. Ex-post analysis adalah penelitian dan
analisis terhadap suatu kebijakan yang telah ada.
3. Penerapannya dalam Isu Kebijakan Publik
Komponen ex ante dan ex post ini yang dipilih sehingga analisis
akan  dilakukan  terhadap  produk  kebijakan  yang  telah  terjadi/telah
ada.  Misalnya  analisis  yang  dilakukan  terhadap  dokumen
perencanaan UIN SGD Bandung,  yakni analisis formulasi kebijakan
yang dilakukan sehingga melahirkan konsep perencanaan UIN SGD
Bandung sekaligus evaluasi atas substansi kebijakan yang memenuhi
kaidah-kaidah  perencanaan  (kampus  baru)  yang  telah  diatur  dalam
peraturan  perundang-undangan  ataupun  sudut  pandang  kelayakan
yang lain.
Jika  perencanaan  UIN  SGD  Bandung    di  Jalan  Soekarno–Hatta
diikhtiarkan  untuk  menjawab  isu  dan  masalah  (publik)  yang
dihadapi  oleh  UIN  SGD  Bandung,  analisis  pertama  yang  dilakukan
adalah  apa  saja  isu  dan  problematika  publik  yang  saat  ini  dihadapi
oleh UIN SGD Bandung.
Ketika  problematika  dan  isu  publik  UIN  SGD  Bandung    telah
teridentifikasi, terdapat analisis problematika dan isu publik tersebut
memenuhi  kriteria  dan  teori  tentang  kelayakan  isu  sebagai  agenda
kebijakan. Artinya, kriteria kelayakan dijadikan dasar pijakan untuk
menilai  masalah  dan  isu  (publik)  yang  dihadapi  oleh  UIN  SGD
Bandung  memenuhi unsur-unsur tersebut atau tidak.

138 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 139


BAB 6
KOMPONEN, AKTOR, DAN
FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KEBIJAKAN PUBLIK

A. Komponen Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Easton (1969) merupakan pemanfaatan
strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-
masalah  publik  atau  pemerintah.  Menurutnya,  kebijakan  publik
merupakan  bentuk  intervensi  negara  untuk  melindungi  kepentingan
masyarakat  (kelompok)  yang  kurang  beruntung.
Berdasarkan  definisi  tersebut,  kebijakan  publik  merupakan
proses  pengambilan  keputusan  (decision making).  Berdasarkan
definisinya, sebuah kebijakan publik akan efisien ketika berada dalam
ranah  pemerintahan.  Artinya,  kekuasaan  negara  dalam  kebijakan
publik ini sangat besar.
Kebijakan  publik  mengandung  tiga  komponen  penting  yang
saling  berkaitan  dalam  proses  formulasi  kebijakan  publik,  yaitu
pelaku  kebijakan,  isi  kebijakan,  dan  lingkungan  kebijakan.
1. Pelaku/Aktor Kebijakan
Orang-orang  atau  pelaku  yang  terlibat  dalam  perumusan
kebijakan  disebut  aktor  kebijakan.  Menurut  James   Anderson,  aktor
kebijakan  dibagi  dalam  dua  peran,  yaitu  pelaku  resmi  dan  pelaku
tidak resmi.

140 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 141


a. Pelaku Resmi terhadap  isi  kebijakan,  sebab  dari  lingkunganlah  pelaku  kebijakan
Pelaku  resmi  adalah  pemerintah  yang  terdiri  atas  legislatif, dapat menyusun sebuah strategi pembuatan suatu isi kebijakan bagi
eksekutif, dan  yudikatif. ruang  publik.  Kebijakan  publik  sebagai  pengalokasian  nilai-nilai
kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat
Legislatif  adalah  lembaga  yang  bertugas  merumuskan  dan
sehingga  pelaku  kebijakan  dalam  membuat  kebijakan  publik  harus
membentuk  kebijakan  berupa  undang-undang  dan  menjadi  sebuah
memerhatikan  lingkungan  tuntutan  sebuah  kebijakan  berasal.
kebijakan.  Undang-undang  tersebut  menjadi  payung  hukum  bagi
pembuatan kebijakan publik pada level berikutnya, seperti instruksi 3. Isi Kebijakan
presiden,  peraturan  pemerintah,  keputusan-keputusan  hingga Isi kebijakan adalah hasil akhir dari sebuah formulasi kebijakan
peraturan daerah di bawahnya. yang  telah  terwujud  dalam  bentuk  undang-undang,  peraturan
Setelah kebijakan dibuat oleh lembaga legislatif, fungsi eksekutif pemerintah,  atau  peraturan  daerah.  Wujud  dari  kebijakan  publik
adalah  melaksanakan  kebijakan  publik  tersebut  atau tersebut  tertuang  dalam  isi  kebijakan  yang  memuat  pertimbangan,
mengimplementasikan  kepada  publik  tentang  isi  dari  sebuah penetapan, dan keputusan yang selanjutnya terdiri atas bab dan pasal
kebijakan yang telah lahir. hingga aturan-aturan tambahan. Isi dari kebijakan tentu disesuaikan
dengan kondisi lingkungan setempat, yaitu awal kebijakan itu berasal.
Lembaga  pemerintah  yudikatif  bertugas  mengawasi  dan
Apabila isi kebijakan tidak diarahkan pada suatu kondisi lingkungan
memberikan  pertimbangan  sanksi  apabila  terdapat  kesalahan  atau
yang  sesuai,  akan  terjadi  kegagalan  implementasi  kebijakan  publik.
kekeliruan dalam proses implementasi sebuah kebijakan publik.
Isi kebijakan tentu harus mengakomodasi kepentingan publik, bukan
b. Pelaku Tidak Resmi kepentingan  golongan  tertentu  sehingga  dapat  menjawab  tuntutan
Pelaku tidak resmi berasal dari luar lembaga pemerintah, seperti masyarakat.
kelompok kepentingan, partai politik, organisasi massa, warga negara, 4. Hubungan antara Pelaku Kebijakan, Lingkungan, dan Isi
dan individu. Pelaku ini tidak mempunyai peran dalam pengambilan Kebijakan
keputusan kebijakan, tetapi berperan dalam memberikan saran, usul,
masukan, bahkan intervensi kepada pelaku resmi pembuat kebijakan a. Pelaku Kebijakan dan Lingkungan Kebijakan
agar  dapat  meloloskan  atau  menggunakan  bentuk  kebijakan  yang Kebijakan  dibuat  untuk  memenuhi  tuntutan  masyarakat  atau
mereka  inginkan. publik  yang  menginginkan  adanya  sebuah  perubahan.  Pelaku
kebijakan terdiri atas kelompok masyarakat, organisasi profesi, partai
2. Lingkungan Kebijakan
politik,  badan-badan  pemerintah,  wakil  rakyat,  dan  analisis
Teori  sistem  berpendapat  bahwa  pembuatan  kebijakan  publik kebijaksanaan.  Mereka  bertugas  membuat  kebijakan  atas  masukan
tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan. Tuntutan terhadap dari lingkungan tempat lahir sebuah isu tentang kebijakan.
kebijakan  dapat  dilahirkan  karena  pengaruh  lingkungan  dan
Lingkungan  kebijakan  adalah  suasana  tertentu  ketika  kejadian
ditransformasikan  dalam  suatu  sistem  politik.  Akan  tetapi,  proses
di sekitar isu kebijakan timbul, memengaruhi, dan dipengaruhi juga
perumusan  kebijakan  publik  yang  dihasilkan  tentu  memerhatikan oleh  pelaku  kebijakan.  Pelaku  kebijakan  dalam  menyusun  sebuah
pula  faktor  sumber  daya  alam,  iklim,  topografi,  jumlah  penduduk, kebijakan  tentunya  harus  berdasarkan  input yang  berasal  dari
distribusi  penduduk,  lokasi  spasial,  kebudayaan,  struktur  sosial, lingkungan  yang  berpangkal  pada  masyarakat  atau  publik.
sistem  ekonomi,  dan  politik.  Dalam  kasus  kebijakan  tertentu  perlu Lingkungan lahir karena adanya tuntutan, harapan, atau keinginan.
diperhatikan  pula  lingkungan  internasional  dan  kebijakan Selanjutnya, hal ini oleh pelaku kebijakan dijadikan sebuah kebijakan
internasional  (Anderson,  1979).  Lingkungan  sangat  berpengaruh untuk  publik.

142 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 143


Sebagai  pelaku  kebijakan  harus  melihat  tuntutan  dari Berdasarkan proses dan analisis dalam mengambil dan membuat
lingkungan  tersebut  untuk  memenuhi  tuntutan  publik  yang keputusan,  pelaku  kebijakan  dengan  mudah  menyusun  sebuah  isi
menginginkan  perubahan.  Akan  tetapi,  selaku  pelaku  kebijakan kebijakan  yang  sesuai  dengan  kondisi  yang  dibutuhkan.  Pelaku
dalam  memformulasi  sebuah  kebijakan  kadang-kadang  dalam kebijakan  meng–input masukan  dari  publik  melalui  agenda setting,
menghasilkan  sebuah  keputusan  atau  kebijakan  belum  tentu kemudian  dirumuskan,  ditetapkan,  dilaksanakan,  dan  dievaluasi
masyarakat  menerima  kebijakan  tersebut.  Hal  ini  disebabkan  oleh sehingga kebijakan itu layak atau tidak bagi ruang publik.
beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
c. Lingkungan dan Isi Kebijakan
1) Kebijakan tidak sesuai dengan kondisi lingkungan Lingkungan  sangat  berpengaruh  terhadap  isi  kebijakan  sebab
Ada  beberapa  kebijakan  yang  dibuat  oleh  pelaku  kebijakan dari lingkunganlah pelaku kebijakan dapat menyusun sebuah strategi
sangat  tidak  sesuai  dengan  kondisi  daerah  setempat.  Keputusan pembuatan  suatu  isi  kebijakan  bagi  ruang  publik.  Kebijakan  publik
tersebut justru merugikan atau tidak bermanfaat. Hal ini dikarenakan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat
dalam  mengambil  keputusan,  pelaku  kebijakan  tidak  menimbang keberadaannya  mengikat.  Pemerintah  dapat  melakukan  sesuatu
segala  aspek  yang  muncul  terhadap  lingkungan.  Setiap  daerah tindakan  kepada  masyarakat  dan  tindakan  tersebut  merupakan
berbeda  pula  kondisi  lingkungannya  sehingga  akan  berpengaruh bentuk  dari  sesuatu  yang  dipilih  oleh  pemerintah  yang  merupakan
terhadap  penerimaan  sebuah  keputusan  atau  kebijakan  yang bentuk  dari  pengalokasian  nilai-nilai  kepada  masyarakat.  Dalam
dikeluarkan  oleh  pelaku  kebijakan  maka  akan  lahir  sebuah  isi melahirkan  sebuah  keputusan  atau  isi  kebijakan,  para  pelaku
kebijakan yang tidak relevan dengan lingkungan setempat. kebijakan  meng–input berbagai  masukan  dari  lingkungan,  yaitu
2) Kebijakan yang dikeluarkan atas dasar kepentingan lingkungan  tempat  publik  berada  sangat  berpengaruh  terhadap  isi
beberapa pelaku kebijakan suatu kebijakan. Sudah tentu setiap lingkungan mempunyai kondisi
Kebijakan dikeluarkan atas dasar kepentingan pelaku kebijakan yang  berbeda-beda  sehingga  perbedaan  lingkungan  ini  akan
yang  didasarkan  atas  pertimbangan  lingkungan  tempat  pelaku berpengaruh pada isi kebijakan yang akan dibuat. Isi kebijakan yang
kebijakan berada. Artinya, kebijakan yang dikeluarkan tersebut dirasa lahir  belum  tentu  akan  dengan  cepat  dan  mudah  diterima  oleh
akan  menguntungkan  pelaku  kebijakan  dibandingkan  dengan lingkungan yang berbeda.
memikirkan  kepuasaan  publik  pada  umumnya. Artinya,  lingkungan  sangat  berpengaruh  terhadap  lahirnya
b. Pelaku Kebijakan dan Isi Kebijakan sebuah isi kebijakan sebab dari lingkungan yang bergejolak akan lahir
sebuah agenda setting yang oleh pelaku kebijakan sangat layak untuk
Pelaku  kebijakan  dalam  menentukan  isi  kebijakan  tetap
dapat  dijadikan  sebuah  kebijakan  bagi  publik.  Jika  lingkungan
memerhatikan  dan  berpedoman  pada  lingkungan  tempat  isu
kurang  memberikan  pengaruhnya,  kebijakan  yang  lahir  pun  akan
kebijakan itu muncul dan diangkat sebagai suatu permasalahan.
kurang  bermanfaat  bagi  publik.
Dalam  pembuatan  suatu  kebijakan  yang  akan
diimplementasikan  kepada  publik,  pelaku  kebijakan  harus  melihat Secara garis besar dapat dikatakan bahwa antara lingkungan dan
secara subjektif atas dasar  kesadaran para pelaku kebijakan  teradap isi  kebijakan  sangat  berpengaruh  bagi  pelaku  kebijakan  dalam
pilihan-pilihan  yang  tersedia  untuk  mengatasi  masalah  masyarakat mengambil  sebuah  keputusan  dalam  melahirkan  sebuah  isi  dari
banyak.  Isi  kebijakan  juga  tetap  diusahakan  agar  dapat  menyentuh sebuah kebijakan bagi masyarakat luas.
secara  langsung  dan  bermanfaat  pada  ruang  publik.  Dalam
menyusun  sebuah  kebijakan,  pelaku  kebijakan  harus  melakukan
proses kebijakan dan proses analisis atas isi kebijakan tersebut.

144 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 145


a. Tipologi Kebijakan Menurut Ripley dan Franklin
B. Faktor yang Berpengaruh dalam Pembuatan
Menurut  Ripley,  kebijakan  publik  dapat  dikategorikan  menjadi
Kebijakan
dua bagian besar, itu kebijakan dalam negeri dan kebijakan luar negeri
1. Hakikat Faktor yang Berpengaruh dan  pertahanan.  Tiap-tiap  kategori  tersebut  memiliki  beberapa  tipe
kebijakan  berdasarkan  tujuannya.  Ripley  yang  menelaah  hubungan
Menurut  Russel  L.  Ackhoff  (1972),  keberhasilan  dalam
antara berbagai tipe kebijakan dengan dinamika interaksi antara aktor
memecahkan  suatu  masalah  memerlukan  penemuan  solusi  yang
yang  terlibat  dalam  pengimplementasian  menyimpulkan  bahwa
tepat  terhadap  masalah  yang  juga  tepat.  Kita  lebih  sering  gagal
kebijakan  dengan  tipe  tertentu  secara  substansi  memiliki  tingkat
memecahkan suatu masalah yang salah daripada menemukan solusi
kesulitan pengimplementasian yang berbeda-beda.
yang salah terhadap masalah yang tepat.
Berpijak  pada  pendapat  tersebut,  jelas  bahwa  untuk 1) Kebijakan Dalam Negeri (Domestic Policy)
memecahkan  masalah  yang  berakhir  pada  perumusan  kebijakan, a) Distributive Policy (Kebijakan Distributif)
dituntut  untuk  hati-hati  dan  mempunyai  kajian  yang  mendalam Kebijakan  distributif  adalah  kebijakan  dan  program  yang
terhadap  setiap  keputusan  yang  berdampak  kepada  masyarakat. diarahkan untuk mendorong sektor privat untuk melakukan aktivitas
Suatu masalah akan menjadi masalah publik apabila ada orang atau yang tidak akan dilakukan apabila tidak disubsidi oleh pemerintah.
kelompok  yang  menggerakkan  ke  arah  tindakan  untuk  mengatasi
Kebijakan  tipe  ini  relatif  lebih  mudah  dalam  pengim-
masalah  tersebut.  Artinya,  suatu  masalah  publik  akan  menjadi
plementasiannya  karena  hubungan  antarfaktor  yang  terlibat  tidak
masalah publik jika masalah tersebut diartikulasikan.
rawan  timbul  konflik  kepentingan.  Jika  kebijakan  tipe  ini  tidak
2. Tipe Kebijakan mencapai  hasil  yang  diharapkan  di  Indonesia,  biasanya  berkaitan
Dokumen kebijakan yang dihasilkan dari proses formulasi selain dengan perilaku oknum aktor pelaksana yang mencurangi subsidi.
memuat dasar hukum dan konsiderannya, juga memuat tujuan, baik b) Competitive Regulatory Policy (Kebijakan Pengaturan
tersurat  maupun  tersirat  yang  ingin  dicapai.  Berdasarkan  tujuan- Persaingan)
tujuan tersebut, dapat dibuat kategori tipe-tipe kebijakan.
Kebijakan  tipe  ini  adalah  kebijakan  yang  dibuat  untuk
Pengategorian tipe kebijakan dibuat untuk kepentingan analisis membatasi  aktivitas  sektor  privat  untuk  memproduksi  jasa  dan
kebijakan  publik,  khususnya  bagi  studi  implementasinya  karena barang  tertentu  dengan  menetapkan  kriteria  yang  harus  dipenuhi
tidak ada kaitan langsung antara tipe kebijakan dan manfaat praktis karena  banyaknya  peminat.  Regulasi  alat  dan  sarana  transportasi
dalam  praktik  kebijakan.  Bagi  studi  implementasi,  kategorisasi umum  merupakan  jenis  kebijakan  ini.
kebijakan  berguna  untuk  membantu  pemahaman  tingkat  kesulitan
  Kebijakan  tipe  ini  memiliki  tingkat  kesulitan  peng–
implementasi  setiap  tipe  kebijakan,  yang  pada  akhirnya  bisa
implementasian  “sedang”  karena  meskipun  akan  ada  intervensi
menghasilkan rekomendasi yang berguna bagi proses implementasi.
kepentingan  dari  pihak  yang  terkena  akibat  kebijakan,  tingkat
Theodore  Lowie  adalah  orang  yang  pertama  kali  melakukan konflik yang timbul tidak begitu besar.
pengategorian  kebijakan  sebagai  salah  satu  alat  bantu  analisis
kebijakan.  Kategori  tersebut  kemudian  dikembangkan  lebih  lanjut c) Protective Regulatory Policy (Kebijakan Pengaturan
oleh  Ripley  menjadi  tipologi  kebijakan  yang  berguna  dalam Perlindungan)
menganalisis proses dan masalah implementasi. Kebijakan  pengaturan  perlindungan  adalah  kebijakan  yang
didesain  untuk  membatasi   aktivitas-aktivitas  sektor  privat  yang

146 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 147


dapatmembahayakan atau merugikan sebagian masyarakat yang lain persenjataan  untuk  pertahanan  negara.  Untuk  jenis  kebijakan  ini,
(misalnya,  polusi  kendaraan  dan  pabrik,  pembuatan  obat-obatan, pengimplementasiannya  dilakukan  langsung  oleh  angkatan
minuman keras, dan lain-lain). Berbagai kebijakan yang menyangkut bersenjata,  bukan  oleh  pemerintah.
kelestarian lingkungan hidup juga termasuk tipe kebijaksanaan ini.
b) Strategic Policy
Kebijakan tipe ini relatif “sulit” dalam pengimplementasiannya.
Kebijakan strategi ini untuk menegaskan sikap dan menjalankan
Benturan kepentingan antara pelaku bisnis dan keamanan masyarakat
kebijaksanaan  luar  negeri  dan  militer  di  negara  lain.  Misalnya
yang  dilindungi  melalui  kebijakan  ini  rawan  menimbulkan  konflik
kebijakan perdagangan luar negeri, pemberian bantuan pada negara
dalam  skala  yang  cukup  tinggi.  Demikian  pula,  kemungkinan
lain  yang  sedang  mengalami  musibah,  keikutsertaan  dalam
benturan kepentingan antaraktor pelaksana yang terlibat.
pertahanan perdamaian dunia, dan lain-lain.
d) Redistributive Policy (Kebijakan Pendistribusian Ulang)
c) Crisis Policy
Kebijakan  pendistribusian  ulang  adalah  kebijakan  yang
Kebijakan  ini  dilakukan  sebagai  respons  atas  masalah-masalah
diasumsikan  dapat  menghasilkan  perkembangan  kesejahteraan,
luar negeri yang tiba-tiba dihadapi oleh negara, misalnya ada invasi
kepemilikan, hak, dan nilai-nilai lain di antara kelas sosial (kelompok
dari negara asing.
etnis/suku).  Dengan  kata  lain,  tujuan  kebijakan  ini  adalah
Berdasarkan  tipologi  kebijakan  yang  dilakukan  oleh  Ripley,
mendistribusikan  kembali  nilai-nilai  yang  lebih  dari  satu  kelompok
untuk kondisi Indonesia pada umumnya kebijakan domestiklah yang
masyarakat pada kelompok masyarakat yang kekurangan (misalnya,
memiliki relevansi dengan permasalahan implementasi dalam konteks
penetapan  harga  BBM  dan  energi  listrik  berdasarkan  perbedaan
administrasi  publik.  Kebijakan  yang  menyangkut  masalah
penggunaannya: industri, industri rumah tangga, rumah tangga, dan
pertahanan/  militer  umumnya  diputuskan  dan  diimplementasikan
sebagainya).
untuk kalangan  dan  lingkup  yang khusus  seperti  militer  dan  relatif
Kebijakan  tipe  ini  juga  relatif  sulit  dilaksanakan  karena  tingkat
tertutup bagi administrasi publik.
konfliknya  bisa  sangat  tinggi,  terutama  dari  yang  merasa  dirugikan
Tipologi  tersebut  dibuat  berdasarkan  kenyataan  empiris  di
oleh  kebijakan  ini.  Misalnya,  ketika  subsidi  BBM  dicabut  walaupun
Amerika  Serikat.  Tidak  semua  kebijakan  yang  dilakukan  di  setiap
diganti dengan Program Kompensasi Pencabutan BBM (PKPS-BBM)
negara bisa dengan tepat dikategorikan dalam salah satu tipe tersebut.
yang  berkaitan  langsung  dengan  kepentingan  rakyat  miskin,
Ripley dan Franklin juga mengatakan bahwa sebuah kebijakan dapat
kebijakan  ini  tetap  menuai  protes  keras  dan  demonstrasi  terjadi  di
mengandung ciri lebih dari satu tipe kebijakan.
hampir seluruh wilayah Indonesia.
b. Tipologi Kebijakan Menurut George C. Edwards III
2) Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan
George  Edward  III  mengategorikan  kebijakan  secara  berbeda
a) Structural Policy
dengan  yang  dilakukan  oleh  Ripley  dan  Franklin  (yang
Tujuan  utama  dari  kebijakan  ini  untuk  memperoleh, mengaitkannya  dengan  interaksi  antaraktor).  Edwards
menyebarkan,  dan  mengatur  personel  serta  kebutuhan  militer. mengategorikan  berdasarkan  sifat  atau  karakteristik  kebijakan.
Kebijakan  dan  program  ini  dibiayai  sepenuhnya  oleh  pemerintah Menurutnya,  ada  beberapa  jenis  kebijakan  yang  pada  dasarnya
sebagaimana  pada  distributive policy,  namun  tentang  siapa,  jumlah mudah  menemui permasalahan dalam pengimplementasiannya.
dan  waktu  pelaksanaannya  harus  diputuskan  terlebih  dahulu.
Misalnya, pembangunan atau penutupan instalasi militer dan sistem

148 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 149


1) New Policies terorganisasi  dengan  baik,  akibatnya  pengimplementasian
    Kebijakan  ini  bukan  hanya  kebijakan  yang  baru  disahkan, program  mudah  menghadapi  kesulitan.  Contoh  kebijakan  ini
melainkan  juga  kebijakan  yang  belum  pernah  dilaksanakan adalah  program-program  pemulihan  Indonesia  pascakrisis
sebelumnya. ekonomi  pada  tahun  1997,  misalnya  program  BLBI  yang  tidak
tuntas  dan  berhasil  mengembalikan  kerugian  negara  akibat
2) Decentralized Policies
utang-utang  pengusaha  swasta.  Selain  itu,  ada  juga  kebijakan
Kebijakan  ini  adalah  kebijakan  yang  dibuat  oleh  pemerintah pembangunan  kembali  Aceh  pascabadai  tsunami  akhir  tahun
pusat, namun program pengimplementasiannya diserahkan pada 2004.
setiap  daerah.  Kesulitan  yang  timbul  disebabkan  interpretasi
6) Judicial Policies
yang beragam antardaerah dan kesiapan setiap daerah yang tidak
sama  sehingga  pengimplementasian  dan  hasilnya  pun  berbeda Kebijakan  ini  adalah  kebijakan  yang  mengandung  penerapan
dari tujuan utama  kebijakan  tersebut. sanksi  hukum  bagi  pelanggarnya.  Pada  dasarnya  kebijakan  ini
mudah menemui kesulitan saat implementasi karena melibatkan
3) Controvercial Policies
badan  lain  yang  berlainan  fungsi  dan  kewenangan.  Misalnya,
Kebijakan  yang  kontroversial  adalah  kebijakan  yang pada  kasus  pencemaran  lingkungan  ditemukan  adanya
mengandung   reaksi  dan  penafsiran  yang  saling  bertentangan pelanggaran oleh aparat administrasi publik maka penyelidikan
secara tajam. Kebijakan demikian mudah menemui kesulitan saat dan  pembuktian  harus  dilakukan  oleh  lembaga  yang  berbeda,
diimplementasikan karena yang merasa dirugikan akan berusaha yang persepsi dan penafsirannya atas pelanggaran  tersebut juga
menggagalkannya.  Contoh  kebijakan  ini  adalah  Kebijakan Anti bisa  berbeda.  Selain  itu,  kebijakan  demikian  belum  dilengkapi
Prostitusi  di  Kabupaten  Tangerang  dan  rencana  UU APP  (Anti dengan  perangkat-perangkat  hukum  yang  jelas  (kebijakannya
Pornografi dan Pornoaksi) yang hingga saat ini belum mendapat sudah ada dan diimplementasikan, tetapi aturannya belum ada).
persetujuan  karena  mengundang  kontroversi  dari  berbagai Batas-batas  kewenangan  dan  koordinasi  adalah  masalah  yang
kalangan secara tajam. umumnya terjadi pada kebijakan jenis ini sehingga sering terjadi
4) Complex Policies saling lempar tanggung jawab atau berebut wewenang.
Kebijakan  yang  kompleks  adalah  kebijakan  yang  mengandung 7) Combination of Characteristics
banyak  aspek  sekaligus  melibatkan  berbagai  badan  dalam Sebuah kebijakan bisa memiliki beberapa karakteristik sekaligus
pengimplementasiannya.  Banyak  aspek  yang  berkaitan  dan sehingga tingkat kesulitan dalam pelaksanannya juga lebih tinggi
beragamnya  pihak  yang  terlibat  (lintas  sektoral  dan  lintas dibandingkan  dengan  implementasi  yang  hanya  memiliki  satu
departemen) menyebabkan kebijakan jenis ini mudah menemui karakteristik.  Jika  RUUAPP  berhasil  menjadi  UU,  kebijakan  ini
permasalahan.  Contohnya  UU  Lingkungan  Hidup. Aspek  yang akan  memiliki  karakteristik  sebagai  new policy,  yudicial policy,
berkaitan  sangat  beragam  mulai  air,  udara,  tanah,  hutan,  dan sekaligus  controvercial  dan  complex policy.
sebagainya. Aktor yang berkaitan pun sangat banyak.
Relevansi tipe kebijakan Edward III ini bagi studi implementasi
5) Crisis Policies adalah  jika  proses  implementasi  dipahami  sebagai  kombinasi
Kebijakan krisis adalah kebijakan yang dibuat untuk menanggapi problem generating  dan  problem solving  yang  saling  berkaitan,
situasi-situasi  krisis  yang  mendesak  dilakukannya  tindakan apabila telah diketahui permasalahan dalam implementasi,  akan
segera.  Program  dari  kebijakan  sering  tidak  terencana  dan lebih mudah mengupayakan  pemecahan  masalahnya.

150 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 151


Jika  problem generating  berkaitan  dengan  implementasi  atau Faktor-faktor  sistem  politik/tata  pemerintahan,  misalnya
teknik  yang  digunakan  pemerintah  dalam  kebijakan  (enforcement, berpengaruh terhadap penstrukturan proses implementasi. Ada yang
inducement, benefaction, dan gabungan dari ketiganya), problem solving distrukturkan  secara  legal  formal  dan  ada  yang  cenderung  lebih
berkaitan  dengan  komponen  utama  sumber  daya  yang  harus  ada pragmatis.  Ketika  kontrol  publik  sangat  besar  terhadap  kinerja
untuk  melaksanakan  kebijakan  yang  dimaksud.  Komponen- pemerintahan, struktur yang legal formal lebih disukai implementor
komponen  sumber  daya  tersebut  adalah  dukungan  politik,  dana, untuk  menghindari  klaim  publik  atau  sebagai  tameng  dalam
kompetensi  administratif,  dan  kepemimpinan  yang  kreatif,  yang akuntabilitas publik. Oleh karena itu, implementasi diterapkan sesuai
harus  tersedia dengan  derajat  yang   berbeda-beda bergantung  pada dengan textbook dan diskresi dihindari.  
kebijakan  yang  diimplementasikan. Faktor  lingkungan  ekonomi  misalnya  sistem  ekonomi  pasar,
Sebagai  contoh  kebijakan  yang  harus  menggunakan  teknik terpimpin, atau campuran. Tiap-tiap sistem melahirkan kebijakan dan
enforcement,  misalnya  kebijakan  anti-terorisme   atau  kebijakan cara pengimplementasian yang berbeda pula.
menaikkan  harga  BBM  maka  komponen  utama  yang  harus  tersedia Diskresi  merupakan  keleluasaan  implementor  kebijakan,
adalah  dukungan  politik  sebab  tanpa  dukungan  politik  yang  kuat, terutama yang berhadapan langsung dengan kelompok sasaran untuk
kebijakan  tersebut  tidak  dapat  diimplementasikan  dengan  baik. menafsirkan dan memilih cara yang mungkin berbeda dengan yang
Demikian  pula,  jika  kebijakan  yang  diimplementasikan disepakati sebelumnya, sepanjang tidak keluar dari tujuan utamanya.
menggunakan  teknik  inducement,  sumber  daya  berupa  kompetensi Akan  tetapi,  kewenangan  untuk  melakukan  diskresi  juga  harus
administrasif  implementor  harus  kuat,  dan  seterusnya  bergantung dilakukan dengan hati-hati karena bisa merangkap pelakunya dengan
pada  teknik  yang  digunakan  dalam  menginterpretasikan  kebijakan pelanggaran  prosedur  walaupun  dengan  tujuan  yang  mulia,  atau
yang harus diimplementasikan. kewenangan tersebut disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.  
Sementara  itu,  ketika  tingkat  kepercayaan  publik  relatif  tinggi,
struktur  implementasi  bisa  bersifat  lebih  pragmatis  sesuai  dengan
C. Faktor-faktor Strategis yang Berpengaruh dalam kebutuhan yang ada sehingga diskresi bagi para implementor menjadi
Perumusan Kebijakan dimungkinkan.
Studi yang  dilakukan  oleh  F. van  Waarden  (Hill  dan  Hupe,  t.t.:
Kondisi  lingkungan  akan  memengaruhi  hasil  akhir  sebuah
165-167) membahas tentang hal tersebut secara lebih terperinci.
implementasi  kebijakan  meskipun  tidak  secara  langsung.  Sebuah
kebijakan telah diperhitungkan secara rasional, struktur implementasi 1. Faktor Politik
telah  dipersiapkan  sebaik  mungkin,  aktor  pelaksana  dan  pola Dalam  perumusan  suatu  kebijakan  diperlukan  dukungan  dari
komunikasi juga telah persiapkan secara matang, namun hasil akhir berbagai  faktor  kebijakan,  baik  aktor  dari  kalangan  pemerintah
bisa berbeda bergantung pada kondisi lingkungan tempat kebijakan (presiden,  menteri,  panglima  TNI,  dan  lain-lain)  maupun  dari
tersebut  diimplementasikan.  Perbedaan  faktor  kondisi  lingkungan kalangan  bukan  pemerintah  (pengusaha,  media  massa,  LSM,  dan
inilah yang kemudian melahirkan istilah diskresi dalam implementasi lain-lain).
kebijakan publik (walaupun tidak pernah dinyatakan secara implisit
2. Faktor Ekonomi/Finansial
dalam model-model  implementasi).
Faktor  ini  perlu  dipertimbangkan  apabila  kebijakan  tersebut
Secara umum, faktor-faktor kondisi lingkungan yang dipandang
akan  menggunakan  dana  yang  cukup  besar  atau  akan  berpengaruh
dapat  memengaruhi  implementasi  kebijakan  adalah  faktor  sistem
pada  situasi  ekonomi  di  negara/daerah.    Sejak  diberlakukannya
politik, sistem ekonomi, dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku.

152 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 153


otonomi  daerah  kabupaten/kota  di  Indonesia,  sejak  saat  itu  pula 6. Faktor Pertahanan dan Keamanan
semua  daerah  sudah  berlomba-lomba  untuk  membuat/ Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau pemerintah daerah
memunculkan  ide-ide  baru  dalam  bentuk  kebijakan  tanpa tidak akan mengganggu stabilitas keamanan negara/daerah. Misalnya,
memerhatikan keuangan daerah sehingga banyak pula daerah dalam dalam  pembangunan  gerbang  batas  negara/daerah  yang  dapat
pelaksanaan  anggaran  mengalami  defisit.  Hal  ini  memengaruhi menimbulkan konflik antardaerah dan masyarakat. Oleh karena itu,
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masyarakat. perlunya melakukan sosialisasi dengan berbagai pihak yang berkaitan
3. Faktor Administrasi/Organisatoris dan  koordinasi  antara  negara  dan  negara  atau  antara  daerah  yang
berbatasan.
Dalam kemampuan administratif termasuk kemampuan sumber
daya aparatur yang melaksanakan kebijakan pemerintahan, kadang- Dengan mengetahui model dan faktor-faktor yang memengaruhi
kadang banyak dipaksakan dengan sumber daya yang ada, misalnya keputusan  tersebut  akan  dapat  menentukan  pilihan  dari  setiap
dengan  terbukanya  aturan  untuk  memperbolehkan  daerah kebijakan  yang  akan  diambil  oleh  pemerintah  berdasarkan  kriteria
melakukan  pemekaran. permasalahan,  termasuk  dengan  melihat  sifat,  cakupan,  dan
kepelikan  suatu  masalah  dengan  menerapkan  prosedur  analisis
4. Faktor Teknologi kebijakan  dalam  memahami  setiap  permasalahan. Artinya,  dalam
Faktor  teknologi  dapat  mendukung  penyelenggaraan menetapkan  keputusan  harus  terdapat  kriteria-kriteria  tertentu,
pemerintahan apabila  kebijakan  tersebut diimplementasikan.  Secara termasuk  menetapkan  pendekatan  yang  digunakan  sehingga  setiap
kenyataan,  teknologi  yang  ada  pada  prinsipnya  dapat  mendukung kebijakan  publik  dapat  bermanfaat  terhadap  penyelenggaraan
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, tetapi sumber daya manusia pemerintahan  dan  pembangunan  masyarakat.
yang  mempergunakan  teknologinya  tidak  siap.  Contoh  sederhana
perangkat  komputer/laptop  hanya  dipergunakan  untuk  mengetik.
Apabila  dilihat  pada  program-program  yang  ada,  dalam  perangkat D. Aktor Kebijakan dan Hubungan Antaraktor
tersebut  mampu  mengimplementasikan  untuk  kegiatan/penciptaan
lainnya bergantung pada kesiapan SDM–nya. Selain  tersirat  tipe  atau  jenis  kebijakannya,  juga  tersurat  aktor-
aktor  (badan/instansi)  yang  bertanggung  jawab  untuk  meng–
5. Faktor Sosial, Budaya, dan Agama
implementasikannya.  Aktor-aktor  ini  memengaruhi  implementasi
Kebijakan  yang diciptakan  tidak  menimbulkan benturan  sosial, dalam cara yang berbeda.
budaya,  dan  agama.  Contohnya  yang  terjadi  di  Kota  Padang  dalam
Jika tipe kebijakan berpengaruh terhadap tingkat kesulitan yang
rencana pembangunan Rumah Sakit SLAOM dan kegiatan ekonomi,
dapat terjadi dalam proses implementasi, aktor-aktor pelaksana dan
dikritik  oleh  masyarakat  dan  lembaga-lembaga  masyarakat  karena
hubungan  antaraktor  berpengaruh  langsung  terhadap  keberhasilan
akan berpengaruh tegaknya agama Islam. Hal ini juga harus menjadi
implementasi.  Umumnya  penjelasan  mengenai  aktor  dan  pola
perhatian  pemerintah  daerah.  Di  satu  sisi  pemerintah  ingin
hubungannya  menggunakan  teori  yang  dipinjam  dari  disiplin  ilmu
memajukan daerah dan meningkatkan  ekonomi masyarakat dengan
organisasi,  psikologi,  dan  ilmu  politik.   Istilah  “disposisi”  atau
mendatangkan investor luar untuk membangun daerah, tetapi di sisi
“kepatuhan”  misalnya  digunakan  untuk  menggambarkan  sikap
lain  masyarakat  juga  melakukan  protes  terhadap  rencana
mental  aktor  pelaksana  terhadap  kebijakan  yang  harus
pembangunan tersebut. Hal ini diperlukan sinergi antara masyarakat
diimplementasikan.  Interest atau  kepentingan  digunakan  untuk
dan pemerintah sehingga mempunyai pemahaman dan persepsi yang menggambarkan adanya hubungan emosi dalam wujud kepentingan
sama dalam membangun daerahnya.  akan memengaruhi  cara implementor melaksanakan tugasnya.

154 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 155


Hubungan  antaraktor  dapat  bersifat horizontal (layers),  vertikal b. anggota-anggota dari badan perwakilan rakyat (legislatif/DPR dan
(levels),  ataupun  antarlembaga  (locus-loci).  Secara  umum  dapat MPR);
dikatakan  bahwa  semakin  banyak  aktor  (layers, levels, loci)  yang c. badan dan orang-orang yudikatif secara parsial;
terlibat  dalam  implementasi  sebuah  kebijakan,  akan  semakin  sulit
d. birokrasi  dari  sekwilda,  kepala  kanwil  hingga  level  terbawah
kebijakan  tersebut  diimplementasikan  dan  mencapai  tujuan  yang
(misalnya:  petugas  trantip  sebagai  street level bureaucrat)  yang
diharapkan.  Hal  ini  mudah  dipahami  karena  semakin  banyak  aktor
mengamankan perda ketertiban di daerah-daerah).
yang  terlibat,  akan  semakin  banyak  biaya  koordinasi  yang
dbutuhkan,  semakin  banyak pula  kepentingan yang  bersaing untuk 2. Aktor Outside Government
didahulukan,  belum lagi  masalah kewenangan  dan  tanggung jawab a. Kelompok-kelompok  kepentingan  (interest groups)  yang  bisa
antaraktor yang harus diperjelas terlebih dahulu. berwujud  LSM  (NGO),  yaitu  kelompok/ikatan  profesional,
Dinamika  hubungan  antaraktor/instansi/organisasi/lembaga kelompok  bisnis,  perserikatan  buruh,  organisasi  atau  lembaga
dalam implementasi kebijakan dibahas oleh semua teori implementasi keagamaan.
meskipun  dengan  intensitas  dan   sebutan  berbeda  karena  sangat b. Akademisi,  peneliti  dan  konsultan,  pihak  swasta  (perusahaan
jarang  kebijakan  yang  hanya  diimplementasikan  oleh  organisasi yang  memberikan  layanan  sesuai  dengan  permintaan
tunggal. pemerintah).
Bardach  (1976)  memasukkannya  sebagai  bagian  yang  harus c. Politisi.
diperhatikan  dalam scenario writing proses implementasi; Van Meter d. Media massa.
dan  Van  Horn  membahasnya  dalam  “Penguatan  dan  Komunikasi
e. Opini  publik.
Interorganisasi”;  Edwards  III  membahasnya  dalam  “Struktur
Birokrasi”,  Sabatier  dan  Mazmanian  membahasnya  dalam  variabel f. Kelompok  sasaran  kebijakan  (beneficiaries).
“Kemampuan  Kebijakan  Menstrukturkan  Implementasi”;  Grindle g. Lembaga-lembaga  donor  (di  antaranya  Bank  Dunia,  IMF,  yang
membahasnya dalam “Kedudukan Pengambil Keputusan” dan dalam di  Indonesia  cukup  berpengaruh  dalam  menentukan  kebijakan
“Kekuasaan, Kepentingan dan Strategi Aktor yang Terlibat”. dan  implementasinya).
Mereka  memberikan  perhatian  terhadap pentingnya  pengaruh 3. Lokus Peran Aktor dalam Proses Kebijakan
hubungan  antaraktor/organisasi  dari  perspektif  pembuat  kebijakan
Merujuk  pada  siklus  kebijakan,  peran-peran  aktor  dapat
(top-down), yang memandang bahwa hubungan antaraktor berpotensi
dideskripsikan sebagai berikut.
menimbulkan  kerumitan,  bukan  sebagai  faktor  yang  dapat
mendukung  keberhasilan  implementasi.  a. Tahap Identifikasi Masalah Menjadi Agenda Kebijakan
Secara  umum  aktor-aktor  atau  yang  terlibat  dalam  proses Untuk  kebijakan  pembangunan  yang  rutin  dan  sudah
kebijakan  publik dibagi  dalam dua  kategori besar, yaitu aktor  inside terprogramkan melalui GBHN atau repelita, peran inside government,
government dan  aktor  outside government. khususnya birokrat dalam tahap atau fungsi identifikasi masalah lebih
besar.  Hal  ini  disebabkan,  sebagai  pejabat  karier  mereka  jauh  lebih
1. Aktor Inside Government
menguasai teknis-teknis permasalahan dibandingkan dengan pejabat-
Aktor inside government dalam  konteks Negara  Indonesia  (yang pejabat  politis.  Pada  saat  penyusunan  GBHN  peran  aktor  legislatif
berbeda dengan negara lain) meliputi:
lebih  menonjol,  juga  aktor  outside government,  terutama  kelompok
a. eksekutif  (presiden: staf penasihat presiden: para menteri, para kepentingan  dan  kalangan  akademisi.  Tingkat  konflik  dalam
kepala daerah) yang umumnya merupakan jabatan politis; memperebutkan akan  menjadi agenda  kebijakan  biasanya rendah.

156 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 157


Untuk  kebijakan  situasional  yang  harus  diambil  untuk c. Tahap Implementasi Program/Kebijakan
merespons kondisi-kondisi sosial yang terjadi atau isu-isu sosial yang Pada tahap ini aktor yang paling berperan adalah para birokrat
hangat, peran outside government sangat besar. dari  semua  level.  Walaupun  demikian,  terdapat  peran  aktor-aktor
Aktor-aktor dari berbagai kelompok kepentingan yang berkaitan inside government lainnya (kepolisian dan badan yudikatif) serta aktor-
pada  permasalahan  kebijakan  politisi  non–legislatif,  media  massa, aktor  outside government  (LSM,  peneliti,  dan  para  konsultan)  pada
opini  publik,  akademisi,  saling  bersaing  untuk  memasukkan implementasi kebijakan yang sesuai.
kepentingannya  menjadi  agenda  pemerintah.  Pada  proses  agenda Pada  kebijakan  yang  bersifat  top-down,  program  yang  harus
setting kebijakan  yang  dihasilkan  sering  jauh  dari  sempurna,  baik diimplementasikan  bersifat  multi  dan  lintas  sektoral  sehingga
karena tekanan waktu maupun karena informasi yang tidak lengkap. semakin  banyak  pula  aktor  yang  terlibat.  Semakin  banyak  lapisan
Akibatnya  pada  proses  implementasi,  risiko  kegagalan  bisa  lebih secara  vertikal  ataupun  horizontal  dalam  struktur  birokrasi  yang
besar dibandingkan dengan pengimplementasian kebijakan rutin dan terlibat, semakin rentan pula timbul konflik kepentingan, sementara
terprogram. revisi program tidak mudah dilakukan.
b. Tahap Formulasi Kebijakan Pada kebijakan tingkat daerah (otonom), tujuan kebijakan gagal
Pada tahap inisiasi formulasi kebijakan, aktor-aktor yang banyak tercapai  bukan  hanya  disebabkan  kegagalan  pada  tahap
berperan adalah eksekutif dan birokrat. Permasalahan yang berhasil implementasi,  melainkan  juga  karena  kebijakan  yang  jauh  dari
menjadi  agenda  kebijakan  pemerintah  diolah  dahulu  oleh  eksekutif sempurna  dan  bersifat  reaktif  pada  permasalahan  yang  timbul  di
(presiden  beserta  staf  penasihat  dan  menteri-menteri)  serta  jajaran daerah.
birokrat  level  atas  menjadi  rancangan  UU  Perpu.  Untuk  kebijakan Dalam  kerangka  sistem,  implementasi  adalah  proses  konversi
yang menjadi wewenang daerah otonom yang berperan adalah Kepala (throughput)  yang  mengubah  input (kebijakan,  tujuan,  dan  sarana)
Daerah beserta Stafnya. menjadi output dan  outcomes.
Pada tahap legislasi kebijakan, yang paling berperan adalah aktor- Persepsi,  disposisi,  dan  kapabilitas  para  implementers  akan
aktor dari badan legislatif karena  rancangan atau proposal program sangat  memengaruhi  ketika  suatu  program  dijalankan.  Sangat
(beserta rencana anggarannya) harus mendapatkan persetujuan aktor- mungkin  terjadi  kebijakan  yang  sama  diinterpretasikan  dan
aktor  legislatif  sebelum  dapat  dijalankan.  Revisi,  reinterpretasi  atas diimplementasikan  secara  berbeda  oleh  aktor-aktor  pelaksana  di
proposal  yang  diajukan  pemerintah  sangat  mungkin  terjadi  pada daerah yang berbeda sehingga hasilnya pun tidak akan sama.
tahap ini. Partai-partai politik (melalui wakil-wakilnya) saling berebut Pada  kebijakan  yang berasal  dari  pusat, namun  pelaksanaan  di
pengaruh.  Kompromi,  koalisi,  negosiasi,  dan  advokasi  juga  terjadi daerah  diserahkan  pada  kebijakan  masing-masing  kepala  daerah.
dalam proses ini. Hasil  implementasinya  juga  akan  sangat  beragam.  Kemampuan/
Advokasi pada proses hearing (dengar pendapat) juga melibatkan kapabilitas,  kepentingan,  dan  persepsi  aktor  daerah  sangat
peran  aktor  dari  badan  eksekutif  dan  birokrat,  serta  aktor  outside memengaruhi  hasil  implementasi.  Kebijakan  otonomi  daerah  dan
government  yang  berkaitan  dengan  permasalahan.  Tingkat  konflik kebijakan sumber keuangan daerah yang ditafsirkan sangat beragam
yang  terjadi  dalam  tahap  ini  cenderung  lebih  tinggi  dibandingkan oleh setiap daerah sehingga hasilnya pun sangat beragam.
dengan tahap-tahap lainnya.

158 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 159


d. Tahap Evaluasi Kebijakan pelaksana  paling  bawah,  akan  semakin  besar  kemungkinan
Pada tahap evaluasi, aktor yang secara formal memiliki otoritas keterlambatan  pengambilan  keputusan  yang  sesuai,  semakin  besar
adalah lembaga legislatif. Secara empris, di Indonesia proses evaluasi pula terjadinya miskomunikasi dan penyimpangan dari tujuan. Pada
sering dimulai (biasanya lebih efektif) dan disuarakan terlebih dahulu kasus-kasus implementasi kebijakan demikian (biasanya yang bersifat
oleh aktor-aktor  outside government seperti  LSM, media massa, opini sentralistis) diperlukan petunjuk pelaksanaan dan SOP yang jelas dan
publik. Hal ini disebabkan belum berfungsinya lembaga yudikatif di terperinci, selain pengawasan yang ketat agar implementasi berjalan
Indonesia secara optimal sebagai lembaga kontrol. sesuai dengan struktur yang telah ditentukan.
Bagi  negara  berkembang  seperti  Indonesia,  banyak  program Hubungan antarlembaga/instansi secara organisasional dimaknai
kebijakan  yang  dananya  berupa  pinjaman  lunak  atau  bantuan  dari sebagai  hubungan  kerja  sama  yang  sederajat,  yaitu  masing-masing
luar  negeri  atau  lembaga-lembaga  keuangan  internasional.  Dalam memiliki  tugas  dan  kewenangan  berbeda  atas  penyelesaian  suatu
kondisi seperti ini, penilaian dan evaluasi dari lembaga-lembaga donor program.  Hubungan  aktor  antarlembaga  sering  terdapat  pada
tersebut juga memengaruhi nasib selanjutnya dari program/kebijakan kebijakan  yang  besar  dan  luas  cakupannya,  misalnya  kebijakan
tersebut. pengentasan  kemiskinan,  kebijakan  peningkatan  ekonomi,  dan
kebijakan  sejenisnya.  Hubungan  ini  tentu  lebih  rumit  dan  lebih
Evaluasi  berarti  menilai  program-program  yang  dilaksanakan
membutuhkan  kerja  sama,  koordinasi,  dan  komunikasi  yang  lebih
dapat menghasilkan dampak perusahaan (outcomes) yang diinginkan
intens. Sering terjadi suatu instansi menahan data yang diperolehnya
oleh  kebijakan  atau  tidak.  Hasil  evaluasi  berwujud  justifikasi,
meskipun  diperlukan  oleh  instansi  lainnya  dengan  alasan  bukan
rekomendasi, bahkan terminasi atau penghentian program/kebijakan
wewenang dan kewajibannya memberikan data tersebut. Akibatnya,
jika dampak yang tidak diharapkan akan terjadi.
pekerjaan  yang  sama  dapat  dilakukan  oleh  beberapa  instansi,  yang
4. Hubungan Horizontal, Vertikal, dan Antarlembaga dalam ironisnya kadang-kadang memberikan hasil yang berbeda.
Proses Kebijakan Beberapa  studi  mengatakan  bahwa  keberhasilan  implementasi
Dalam  konteks  implementasi,  memberikan  perhatian  yang mencapai  tujuan  kebijakan  akan  lebih  tinggi  ketika  peran  utama
cukup  besar  pada  pola  hubungan  antaraktor  sangat  penting  sebab diserahkan pada satu lembaga tunggal yang bersifat otonom.
merekalah  yang  menentukan  sebuah  kebijakan  dilaksanakan.
Desentralisasi  implementasi  juga  menjadi  pilihan  untuk
Hubungan  horizontal  antaraktor  secara  organisasional  dimaknai
meminimalkan kerumitan hubungan yang bersifat horizontal, selain
sebagai hubungan kerja yang memiliki status kewenangan sederajat.
itu agar implementor dapat menyesuaikannya dengan kebutuhan dan
Hubungan  ini  dapat  menjadi  masalah  ketika  struktur  implementasi
kondisi lingkungan tempat kebijakan tersebut diterapkan. Studi-studi
memiliki  hubungan  interdependensi  dan  pola  sekuensial  pada
implementasi  pada  dekade  akhir  juga  mengkaji  dan  mengambil
pelaksanaan  program.  Keterlambatan  penyelesaian  tugas  oleh  satu
model dari pendekatan teori komunikasi untuk menstrukturkan pola
bagian  akan  berakibat  terhambatnya  kelanjutan  pelaksanaan  tugas
komunikasi yang efektif dalam pengimplementasian program.
yang lain. Hubungan horizontal membutuhkan koordinasi yang kuat
serta komunikasi yang jelas dan lancar.
Hubungan  vertikal  secara  organisasional  dimaknai  sebagai
hubungan kewenangan dan tanggung jawab antaraktor yang berbeda
tingkatannya.  Semakin  jauh  jarak  antara  pengambil  keputusan  dan

160 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 161


BAB 7
PENDEKATAN DAN
PROSES PEMBUATAN
KEBIJAKAN PUBLIK

A. Hakikat Pembuatan Kebijakan Publik

Pembuatan  keputusan/kebijakan  (decision making)  berada  di


antara  perumusan  kebijakan  dan  implementasi,  tetapi  kedua  hal
tersebut  saling  berkaitan  satu  sama  lain.  Keputusan/kebijakan
memengaruhi  implementasi  dan  implementasi  tahap  awal  akan
memengaruhi tahap pembuatan keputusan yang akan memengaruhi
implementasi  berikutnya.
Keputusan adalah sebuah proses dan keputusan/kebijakan awal
yang  hanya  merupakan  sinyal  penunjuk  arah  dorongan  awal,
nantinya  akan  mengalami  revisi  dan  diberi  spesifikasi.  Jika
didefinisikan pembuatan keputusan sebagai proses penentuan pilihan,
gagasan tentang keputusan akan menyangkut serangkaian poin dalam
ruang  dan  waktu  ketika  pembuat  kebijakan  mengalokasikan  nilai
(values).
Beberapa  keputusan/kebijakan  melibatkan  alokasi  nilai  dan
distribusi  sumber  daya  melalui  perumusan  kebijakan  atau  melalui
pelaksanaan program.

162 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 163


1. Nilai-nilai (Ukuran) yang Memengaruhi Tindakan dari adanya  perangkat  sistemis  yang  mampu  mengeliminisasi
Para Pembuat Keputusan dalam Kebijakan Publik kecenderungan  tersebut. 
Tahap formulasi kebijakan sebagai suatu proses yang dilakukan c. Nilai-nilai Pribadi
secara  ajeg  dengan  melibatkan  para  stakeholders  (aktor)  untuk Keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai pribadi yang dianut oleh
menghasilkan  serangkaian  tindakan  dalam  memecahkan  masalah pribadi  pembuat  keputusan  untuk  mempertahankan  status  quo,
publik melalui identifikasi dan analisis alternatif, tidak terlepas dari reputasi, kekayaan, dan sebagainya.
nilai-nilai  yang  memengaruhi  tindakan  para  aktor  dalam  proses
Proses  formulasi  kebijakan  dalam  konteks  ini  lebih  dipahami
tersebut.
sebagai  suatu  proses  yang  terfokus  pada  aspek  emosi  manusia,
Anderson,  Winarno,  dan Wibawa mengemukakan bahwa  nilai- personalitas,  motivasi,  dan  hubungan  interpersonal.  Fokus  dari
nilai (ukuran) yang memengaruhi tindakan para pembuat keputusan pandangan  ini  adalah  siapa  mendapatkan  nilai,  waktu
dalam proses kebijakan dapat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu mendapatkannya nilai, dan cara mengaktualisasikan nilai yang telah
sebagai  berikut. dianutnya.
a. Nilai-nilai Politik d. Nilai-nilai Kebijakan
Keputusan  dibuat  atas  dasar  kepentingan  politik  dari  partai Keputusan dibuat atas dasar persepsi pembuat kebijakan tentang
politik atau kelompok kepentingan tertentu. Seperti umumnya pada kepentingan  publik  atau  pembuatan  kebijakan  yang  secara  moral
paradigma  kritis  dalam  kebijakan  publik,  dalam  fase  formulasi dapat  dipertanggungjawabkan.  Contohnya  nilai  moral,  keadilan,
kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kemerdekaan, kebebasan, kebersamaan, dan lain-lain. Pandangan ini
kebijakan  publik  tidak  boleh  dilepaskan  dalam  fokus  kajiannya. melihat  pembuat  kebijakan  sebagai  personal  mampu  merespons
Apabila  melepaskan  kenyataan  politik  dari  proses  pembuatan stimulasi  dari  lingkungannya. Artinya,  di  sini  akan  banyak  terlihat
kebijakan  publik,  kebijakan  yang  dihasilkan  akan  miskin  aspek tentang  seorang  pembuat  kebijakan  mengenali  masalah,  cara
lapangannya,  sementara  kebijakan  publik  tidak  pernah  steril  dari menggunakan informasi yang dimiliki, cara menentukan pilihan dari
aspek  politik.  Berdasarkan  konteks  ini,  proses  formulasi  kebijakan berbagai alternatif yang ada, cara memersepsi realitas yang ditemui,
dipahami  sebagai  proses  pengambilan  keputusan  yang  sangat serta cara informasi diproses dan dikomunikasikan dalam organisasi.
ditentukan  oleh  faktor  kekuasaan,  yaitu  sumber-sumber  kekuasaan
e. Nilai-nilai Ideologi
berasal  dari  strata  sosial,  birokrasi,  akademis,  profesionalisme,
kekuatan modal, dan sebagainya.   Nilai-nilai ideologi seperti nasionalisme dapat menjadi landasan
pembuatan  kebijakan,  baik  kebijakan  dalam  negeri  maupun  luar
b. Nilai-nilai Organisasi
negeri.  Selain  itu,  ideologi  juga  masih  merupakan  sarana  untuk
Keputusan  dibuat  atas  dasar  nilai-nilai  yang  dianut  organisasi, merasionalisasikan dan melegitimasikan tindakan-tindakan kebijakan
seperti  balas  jasa  (rewards)  dan  sanksi  (sanction)  yang  dapat yang dilakukan oleh pemerintah.  
memengaruhi  anggota  organisasi  untuk  menerima  dan
Masalah  nilai  dalam  diskursus  analisis  kebijakan  publik
melaksanakannya.  Pada  tataran  ini  tindakan  yang  dilakukan  oleh
merupakan  aspek  metapolici  karena  menyangkut  substansi,
para stakeholders lebih dipengaruhi serta dimotivasi oleh kepentingan
perspektif, sikap dan perilaku, baik yang tersembunyi maupun yang
dan  perilaku  kelompok  sehingga  produk-produk  kebijakan  yang
dinyatakan  secara terbuka  oleh  para  aktor  yang  bertanggung  jawab
dihasilkan  lebih  mengakomodasi  kepentingan  organisasi  daripada
dalam  perumusan  kebijakan  publik.  Masalah  nilai  menjadi  relevan
kepentingan publik secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan
untuk  dibahas  karena  ada  satu  anggapan  yang  mengatakan  bahwa

164 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 165


idealnya  pembuat  kebijakan  seharusnya  memiliki  kearifan  sebagai uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan normatif,
seorang filsuf raja, yang mampu membuat serta mengimplementasikan namun  tidak  membumi.
kebijakannya secara adil sehingga dapat memaksimalkan kesejahteraan Sesungguhnya  formulasi  kebijakan  publik  yang  baik  adalah
umum tanpa melanggar kebebasan pribadi. Walaupun demikian, realita sebuah uraian atas kematangan pembacaan realitas sekaligus alternatif
menunjukkan  bahwa  banyak  keputusan  kebijakan  tidak  mampu solusi yang fisibel terhadap realitas (Fadillah, 2001: 49-50).
memaksimasi  ketiga  nilai  tersebut  di  atas.  Selain  itu,  tidak  ada  bukti
pendukung  yang  cukup  meyakinkan  bahwa  nilai  yang  satu  lebih
penting dari nilai yang lain. Oleh karena itu, keputusan kebijakan harus B. Pendekatan dalam Pembuatan Kebijakan Publik
memperhitungkan  multinilai  (multiple values).  Kesadaran  akan
pentingnya  multiple values  dilandasi  oleh  pemikiran  ethical pluralism,
Untuk  lebih  jauh  memahami  formulasi  kebijakan  publik,  ada
yaitu  dalam  teori  pengambilan  keputusan  disebut  dengan  istilah
beberapa hal yang dijadikan pendekatan dalam pembuatan kebijakan
multiobjective decision making.
publik, yaitu sebagai berikut.
Pada  tataran  ini,  para  pembuat  kebijakan  idealnya
memerhatikan  semua  dampak,  baik  positif  maupun  negatif  dari 1. Pendekatan Kekuasaan dalam Pembuatan Kebijakan
tindakannya, tidak hanya bagi para warga unit geopolitik, tetapi juga Publik
warga yang lain, bahkan generasi pada masa yang akan datang. Oleh Model  kekuasaan  (power)  memandang  pembuatan  keputusan
karena  itu,  proses  pembuatan  kebijakan  yang  bertanggung  jawab sebagai  sesuatu  yang  dibentuk  dan  ditentukan  oleh  struktur
merupakan  proses  yang  melibatkan  interaksi  antara  kelompok- kekuasaan,  yaitu  kelas,  orang  kaya,  tatanan  birokratis,  dan  tatanan
kelompok  ilmuwan,  pemimpin  organisasi  profesional,  para politik,  kelompok  penekan,  dan  kalangan  profesional  atau  ahli
administrator, dan para politisi. pengetahuan teknis. Ada enam macam pendekatan kekuasaan dalam
Dalam  fase  formulasi  kebijakan  publik,  realitas  politik  yang pembuatan keputusan, antara lain sebagai berikut.
melingkupi  proses  pembuatan  kebijakan  publik  tidak  boleh a. Elitisme: berfokus pada cara kekuasaan dikonsentrasikan
dilepaskan  dari  fokus  kajiannya.  Apabila  melepaskan  kenyataan
Model  proses  kebijakan  elitis  berpendapat  bahwa  kekuasaan
politik  dari  proses  pembuatan  kebijakan  publik,  kebijakan  publik
terkosensentrasi  di  tangan  sebagian  orang  atau  kelompok.  Menurut
yang  dihasilkan  akan  miskin  aspek  lapangannya.  Sebuah  produk
pandangan  elitisme,  pembuatan  keputusan  adalah  proses  yang
kebijakan  publik  yang  miskin  aspek  lapangannya  akan  menemui
dilaksanakan demi keuntungan elite tertentu. Sebagai sebuah model
banyak persoalan pada tahap penerapan berikutnya.
pembuatan  keputusan,  tujuan  elitisme  didasarkan  pada  analisis
Formulasi  kebijakan  publik  adalah  langkah  yang  paling  awal terhadap cara dunia riil berjalan. Di dunia riil ada pihak-pihak yang
dalam proses kebijakan  publik secara keseluruhan. Oleh  karena  itu, berada di atas yang memegang kekuasaan dan ada massa yang tidak
hal-hal yang terjadi pada tahap ini akan sangat menentukan berhasil memegang  kekuasaan.  Model  ini  berasal  dari  ilmu  sosial  modern,
tidaknya kebijakan publik yang dibuat pada masa yang akan datang. yakni  berakar  pada  pendapat  seorang  ahli  bernama  Karl  Marx.  Ia
Perlu adanya kehati-hatian lebih dari para pembuat kebijakan ketika berpendapat  bahwa  elitisme  adalah  sesuatu  yang  tidak  dapat
akan  melakukan  formulasi  kebijakan  publik.  Formulasi  kebijakan dihindari, masyarakat tanpa kelas adalah mitos, dan demokrasi hanya
publik yang baik adalah formulasi kebijakan publik yang berorientasi sandiwara.  Demokrasi  juga  dapat  dilihat  sebagai  sebentuk  politik,
pada  implementasi  dan  evaluasi.  Para  pengambil  kebijakan  sering yaitu  elite  politik  bersaing  untuk  mendapatkan  suara  dari  rakyat
beranggapan  bahwa  formulasi  kebijakan  yang  baik  adalah  sebuah untuk  mengamankan  legitimasi  kekuasaan.

166 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 167


b. Pluralisme: berfokus pada cara kekuasaan didistribusikan keputusan  dan  dalam  implementasi  kebijakan  publik  dalam
Dalam  mengkaji  kebijakan  publik,  kaum  pluralis  cenderung demokrasi  liberal.  Aliran  liberal  khususnya,  mengkritik  cara
mengasumsikan kebijakan publik adalah hasil dari persaingan bebas pertumbuhan  big government  membuat  pembuatan  keputusan
antara  ide  dan  kepentingan.  Kekuasaan  dianggap  didistribusikan menjadi dikuasai oleh kelompok profesional yang lebih tertarik pada
secara luas dan  sistem politik sangat  teratur sehingga proses politik pengambilan  keuntungan  dan  kepentingan  sendiri  daripada
pada  esensinya  dikendalikan  oleh  tuntutan  dan  opini  publik.  Di kepentingan publik yang mereka layani.
wilayah pluralis, partisipasi dalam permainan politik terbuka untuk f. Teknokrasi: berfokus pada kekuasaan pakar teknis
semua orang, tetapi pandangan demokrasi liberal ini ditentang karena Model  pembuatan  keputusan  ini  menganggap  masyarakat
banyak  pihak  yang  beranggapan  tidak  selalu  benar  bahwa  orang sebagai entitas yang bergerak menuju aturan berdasarkan rasionalitas
dengan  kebutuhan  yang  banyak  paling  aktif  berpartisipasi  dalam ilmiah. Model ini adalah ide-ide yang banyak dieksplorasi dalam fiksi
politik. sains  dan  merupakan  tema  esensial  dari  para  filsuf.  Model  ini
c. Marxisme: berfokus pada konflik kelas dan kekuasaan menopang  teori  manajemen.
ekonomi Sebagai gerakan sosial, teknokrasi muncul di AS sebelum perang
Gagasan bahwa masalah dan agenda adalah satu set dalam satu dunia  pertama.  Pada  periode  antara  dua  perang  dunia,  kampanye
dimensi yang tidak bisa diamati secara behavioral adalah gagasan yang mendukung agar masyarakat diatur secara rasional.
bisa  dijumpai  dalam  teori-teori  yang  lebih  luas,  yang  disebut  teori 2. Pendekatan Pilihan Publik dalam Pembuatan Kebijakan
mendalam.  Teori  mendalam  ini  menyatakan  bahwa  pelaksanaan Publik
kekuasaan  dalam  mendefinisikan  masalah  dan  menetapkan  agenda
Pendekatan  kebijakan  sebagian  besar  berkembang  dari
merupakan sesuatu yang terjadi di tingkat yang lebih dalam daripada
kekecewaan terhadap pendekatan yang murni pada politik, yakni dari
yang terlihat di permukaan atau di level keputusan.
segi  eksekutif,  legislatif,  dan  konstitusi.  Kotak  hitam  David  Easton
d. Korporatisme: berfokus pada kekuasaan kepentingan yang memberikan prosfek analisis yang melihat pada politik dan kebijakan
terorganisasi dengan  cara  yang  mengabaikan  institusi  dan  konstitusi  serta
Korporatisme adalah istilah yang berasal dari abad pertengahan menitikberatkan  pada  proses  kebijakan  secara  keseluruhan.   Akan
dan dalam gerakan fasis pada periode antara perang dunia. Istilah ini tetapi,  muncul  kesadaran  akan  arti  penting  penempatan  kebijakan
mengandung  teori  tentang  masyarakat  yang  didasarkan  pada publik dalam konteks institusi.
pelibatan  kelompok-kelompok  dalam  proses  pembuatan  kebijakan Dalam  konteks  ini  dispesifikasikan  tiga  kerangka  analisis
negara  sebagai  model  untuk  mengatasi  konflik  kepentingan.  Akan institusional, yaitu sebagai berikut.
tetapi,  sebagai  kerangka  analitis  yang  dikenal  sebagai  neo- a. Institusionalisme Politik
korporatisme  telah  ternoda,  lebih  banyak  daripada  konsep  lainnya. Kerangka  pertama  adalah  sezaman  dengan  fungsionalisme
Istilah  ini  menjadi  teori  populer  pada  1970-an  dan  1980-an  sebagai struktural  David  Easton.  Perhatiannya  melampaui  struktur  formal
explanatory, dan lebih signifikan sebagai alat yang dipakai para politisi dari institusi-institusi dan mengkaji hal-hal yang institusi lakukan atau
dan kelompok lainnya. cara  menjalankan  fungsi  itu  dalam  realitas,  yang  berbeda  dengan
e. Profesionalisme: berfokus pada kekuasaan kalangan gagasan  tipe  rasional.  Sebagai  sebuah  pendekatan,  kerangka  ini
profesional orientasinya  empiris  dan  penyampaian  gagasannya  melalui  studi
Perhatian  utama  dalam  analisis  kebijakan  kontemporer  adalah kasus  yang  mudah  dipahami,  bukan  dengan  model  teoretis  yang
elite  profesional  mendapatkan  kekuasaan  dalam  pembuatan dipakai dalam teori ekonomi.

168 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 169


b. Institusionalisme Sosiologis 2. Tahap Pembuatan Kebijakan Publik (Policy Making)
Institualisme sosiologis lebih memilih pendekatan historis untuk a. Subalokasi  sumber  daya.
studi  kasus,  dan  berbeda  dengan  institualisme  ekonomi  yang  lebih b. Penetapan tujuan operasional, dengan beberapa prioritas.
fokus pada institusi perusahaan. Institusi ekonomi berkembang dari c. Penetapan  nilai-nilai  yang  signifikan,  dengan  beberapa
teori-teori  perusahaan  yang  aplikasi  utamanya  dalam  hal  analisis prioritas.
ekonomi.
d. Penyiapan alternatif-alternatif kebijakan secara umum.
c. Institusionalisme Ekonomi e. Penyiapan  prediksi  yang  realistis  atas  berbagai  alternatif,
Pendekatan  yang berasal  dari arah  lain, seperti  teori hubungan beserta  keuntungan  dan kerugiannya.
antara masyarakat dan negara, dan konsekuensinya definisi institusi f. Membandingkan  masing-masing  alternatif  yang  ada
yang  berbeda.  Dengan  demikian,  meskipun  bersama-sama sekaligus menentukan alternatif yang terbaik.
menitikberatkan pada soal institusi, mereka berbeda dalam hal lain,
g. Melakukan  ex-ante evaluation  atas  alternatif  terbaik  yang
seperti makna dari konsep institusi yang sesungguhnya.
telah dipilih.
Masing-masing  memberikan  pandangan  yang  berbeda  tentang
cara  institusi  membentuk  cara  pengambilan  keputusan,  dan 3. Tahap Pasca–Pembuatan Kebijakan Publik (Post Policy-
khususnya  dalam  institualisme  ekonomi,  tentang  cara  institusi
Making Stage)
disusun agar berfungsi secara efisien. a. Memotivasi kebijakan yang akan diambil.
b. Mengambil  dan  memutuskan  kebijakan  publik.
c. Mengevaluasi  proses  pembuatan  kebijakan  publik  yang
C. Tahapan Proses Pembuatan Kebijakan Publik telah dilakukan.
d. Komunikasi  dan  umpan  balik  atas  seluruh  fase  yang  telah
Dalam  proses  formulasi  kebijakan  publik,  Yehezkhel  Dror dilakukan.
(Fadillah, 2001: 75-76) membagi tahap proses kebijakan publik dalam Analisis  kebijakan  dilakukan  untuk  menciptakan,  secara  kritis
18  langkah  yang  merupakan  uraian  dari  tiga  tahap  besar  dalam menilai  dan  mengomunikasikan  pengetahuan  yang  relevan  dengan
proses pembuatan  kebijakan publik, yaitu sebagai berikut. kebijakan  dalam  satu atau lebih  tahap proses  pembuatan  kebijakan.
1. Tahap Meta–Pembuatan Kebijakan Publik (Metapolicy- Tahap-tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung
Making Stage): yang  terjadi  sepanjang  waktu.  Setiap  tahap  berhubungan  dengan
a. Pemrosesan nilai. tahap  yang  berikutnya,  dan  tahap  terakhir  (penilaian  kebijakan)
dikaitkan  dengan  tahap  pertama  (penyusunan  agenda),  atau  tahap
b. Pemrosesan realitas.
di tengah, dalam lingkaran aktivitas yang tidak linear.
c. Pemrosesan masalah.
Aplikasi prosedur dapat membuahkan pengetahuan yang relevan
d. Survei, pemrosesan, dan pengembangan sumber daya. dengan  kebijakan  yang  secara  langsung  memengaruhi  asumsi,
e. Desain, evaluasi, dan redesain sistem pembuatan kebijakan keputusan,  dan  aksi  dalam  satu  tahap  kemudian  secara  tidak
publik. langsung  memengaruhi kinerja  tahap-tahap berikutnya.
f. Pengalokasian masalah, nilai, dan sumber daya. Aktivitas  yang  termasuk  dalam  aplikasi  prosedur  analisis
g. Penentuan  strategi  pembuatan  kebijakan. kebijakan  adalah  tepat  untuk  tahap-tahap  tertentu  dari  proses

170 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 171


pembuatan  kebijakan,  seperti  ditunjukkan  dalam  bagan  7.1.,  yaitu kebijakan yang ada atau yang diusulkan, mengenali kendala yang
sejumlah cara penerapan analisis kebijakan dapat memperbaiki proses akan  terjadi  dalam  pencapaian  tujuan  dan  mengestimasi
pembuatan  kebijakan  dan  kinerjanya  (N.  Dunn,  2000:  23). kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.
c. Rekomendasi  membuahkan  pengetahuan  yang  relevan  dengan
Perumusan kebijakan  tentang  manfaat  atau  biaya  dari  berbagai  alternatif,
Penyusunan Agenda
masalah yang  akibatnya  pada  masa  mendatang  telah  diestimasikan
melalui  peramalan.  Hal  ini  membantu  pengambilan  kebijakan
Peramalan Formulasi Kebijakan pada  tahap  adopsi  kebijakan.  Rekomendasi  membantu
mengestimasi  tingkat  risiko  dan  ketidakpastian,  mengenal
eksternalitas  dan  akibat  ganda,  menentukan  kriteria  dalam
Rekomendasi Adopsi Kebijakan pembuatan  pilihan,  dan  menentukan  pertanggungjawaban
administratif bagi  implementasi kebijakan.
Pemantauan Implementasi Kebijakan d. Pemantauan  (monitoring)  menyediakan  pengetahuan  yang
relevan  dengan  kebijakan  tentang  akibat  dari  kebijakan  yang
diambil  sebelumnya.  Hal  ini  membantu  pengambil  kebijakan
Penilaian Penilaian Kebijakan
pada  tahap  implementasi  kebijakan  dengan  menggunakan
berbagai  indikator  kebijakan  di  bidang  pendidikan,  kesehatan,
Bagan 7.1 Kedekatan Prosedur Analisis Kebijakan dengan Tipe-tipe perumahan, kesejahteraan, dan lain-lain. Pemantauan membantu
Pembuatan  Kebijakan menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang tidak
Sumber:  William  N.  Dunn  (2000:  25) diinginkan  dari  kebijakan  dan  program,  mengidentifikasi
Keterangan: hambatan  dan  rintangan  implementasi,  dan  menemukan  letak
pihak-pihak  yang  bertanggung  jawab  pada  setiap  tahap
a. Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan
kebijakan.
dengan  kebijakan  yang  mempersoalkan  asumsi-asumsi  yang
mendasari  definisi  masalah  dan  memasuki  proses  pembuatan e. Evaluasi  (penilaian)  membuahkan  pengetahuan  yang  relevan
kebijakan  melalui  penyusunan  agenda  (agenda setting). dengan  kebijakan  tentang  ketidaksesuaian  antara  kinerja
Perumusan  masalah  dapat  membantu  menemukan  asumsi- kebijakan  yang  diterapkan  dan  yang  dihasilkan.  Hal  ini
asumsi  yang  tersembunyi,  mendiagnosis  penyebabnya, membantu  pengambilan  kebijakan  terhadap  proses  pembuatan
memetakan  tujuan  yang  memadukan  pandangan  yang kebijakan.  Evaluasi  tidak  hanya  menghasilkan  kesimpulan
bertentangan  dan  merancang  peluang-peluang  kebijakan  yang mengenai  cara  masalah  terselesaikan,  tetapi  juga  menyumbang
baru. pada  klarifikasi  dan  kritik  terhadap  nilai-nilai  yang  mendasari
kebijakan,  membantu  dalam  penyesuaian,  dan  perumusan
b. Peramalan  dapat  menyediakan  pengetahuan  yang  relevan
kembali  masalah  (Dunn,  2000:  26-29).
dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi pada masa
mendatang  sebagai  akibat  dari  diambilnya  alternatif,  termasuk
tidak  melakukan  sesuatu.  Hal  ini  dilakukan  dalam  tahap
formulasi kebijakan. Peramalan dapat menguji masa depan yang
potensial.  Secara  normatif  bernilai  mengestimasi  akibat  dari

172 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 173


keputusan yang berkenaan telah dikritik dan perlu diubah. Kebiasaan
D. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembuatan lama  itu  akan  terus  diikuti  apabila  suatu  kebijaksanaan  yang  telah
Kebijakan ada dipandang memuaskan.
Sebagaimana  telah  pernah  disinggung  sebelumnya  bahwa Kebiasaan lama sering diwarisi oleh para administrator yang baru
pembuatan  keputusan/kebijaksanaan  bukan  merupakan  pekerjaan dan  mereka  secara  terang-terangan  mengkritik  atau  menyalahkan
yang mudah  dan  sederhana. Setiap administrator  dituntut memiliki kebiasaan  lama  yang  telah  berlaku  atau  yang  dijalankan  oleh  para
kemampuan/keahlian, tanggung jawab dan kemauan, sehingga  dapat pendahulunya,  apalagi  para  administrator  baru  ingin  segera
membuat  kebijaksanaan  dengan  segala  risikonya,  baik  yang menduduki  jabatan  kariernya.
diharapkan (intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended
3. Adanya Pengaruh Sifat-sifat Pribadi
risks).
Berbagai  macam  keputusan  yang  dibuat  oleh  pembuat
Hal  tersebut  selalu  terjadi  pada  setiap  usaha  perumusan
keputusan  banyak  memengaruhi  oleh  sifat-sifat  pribadinya.  Seperti
kebijakan, khususnya  kebijakan yang dibuat oleh  pemerintah untuk
dalam  proses  penerimaan/pengangkatan  pegawai  baru,  faktor  sifat-
kepentingan rakyat ketika kenyataannya proses penentuan keputusan
sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar.
atau  kebijakan  kental  dengan  berbagai  macam  pengaruh  yang
bersifat negatif. 4. Adanya Pengaruh dari Kelompok Luar
Faktor-faktor  yang  memengaruhi  pembuatan  keputusan/ Lingkungan  sosial  dan  para  pembuat  keputusan  juga
kebijakan  menurut  Nigro  dan  Nigro  (M.  Irfan  Islamy,  1986:  25-26), berpengaruh  terhadap  pembuatan  keputusan,  seperti  masalah
antara  lain  adanya  pengaruh  tekanan  dari  luar,  adanya  pengaruh pertikaian kerja, pihak-pihak yang bertikai kurang respek pada upaya
kebiasaan lama (konservatisme), adanya pengaruh sifat-sifat pribadi, penyelesaian oleh  orang dalam, tetapi keputusan yang diambil  oleh
adanya pengaruh dari kelompok luar, dan adanya pengaruh keadaan pihak-pihak yang dianggap dari luar dapat memuaskan.
masa lalu. Pembuatan  keputusan  sering  juga  dilakukan  dengan
1. Adanya Pengaruh Tekanan dari Luar mempertimbangkan  pengalaman  dari  orang  lain  yang  sebelumnya
Administrator sering harus membuat keputusan karena adanya berada di luar bidang pemerintahan.
tekanan  dari  luar  walaupun  ada  pendekatan  pembuatan  keputusan 5. Adanya Pengaruh Keadaan Masa Lalu
dengan  nama  rational comprehensive,  yang  berarti  administrator
Pengalaman  latihan  dan  pengalaman  (sejarah)  pekerjaan  yang
sebagai  pembuat  keputusan  harus  mempertimbangkan  alternatif
terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan. Misalnya, orang
yang akan dipilih berdasarkan penilaian rasional. Akan tetapi, proses
sering membuat keputusan untuk tidak melimpahkan sebagian dari
dan  prosedur  pembuatan  keputusan  tidak  dapat  dipisahkan  dari
wewenang dan  tanggung  jawab kepada orang lain  karena  khawatir
dunia  nyata  sehingga  adanya  tekanan-tekanan  dari  luar  ikut
wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan disalahgunakan.
berpengaruh terhadap proses pembuatan keputusannya.
Di  samping  adanya  faktor-faktor  tersebut  di  atas,  Gerald  F.
2. Adanya Pengaruh Kebiasaan Lama Caiden  (1982)  menyatakan  adanya  beberapa  faktor  yang
Kebiasaan  lama  organisasi  (Nigro  menyebutnya  dengan  istilah menyebabkan  sulitnya  membuat  kebijaksanaan,  yaitu  sulit
sunk costs) seperti kebiasaan investasi modal, sumber dan waktu sekali memperoleh  informasi  yang  cukup,  bukti-bukti  sulit  disimpulkan;
dipergunakan  untuk  membiayai  program  tertentu,  cenderung  akan adanya  berbagai  macam  kepentingan  yang  berbeda  memengaruhi
selalu  diikuti  kebiasaan  itu  oleh  para  administrator  kendatipun pilihan  tindakan  yang  berbeda  pula,  dampak  kebijaksanaan  sulit

174 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 175


dikenali, umpan balik keputusan bersifat sporadis, proses perumusan sesuatu.  Dalam  melihat  suatu  masalah,  pembuat  keputusan  hanya
kebijaksanaan tidak dimengerti dengan benar, dan sebaliknya. mengamati  gejala-gejala  masalahnya  tanpa  mencoba  mempelajari
secara  mendalam  sebab-sebab  timbulnya  masalah  tersebut.  Pejabat
pemerintah  mungkin  ada  yang  menolak  pola  bertindak  yang
E. Kesalahan Umum dalam Pembuatan Kebijakan sederhana ini, tetapi selalu membuat pemecahan masalahnya secara
sederhana. Padahal tidak ada satu masalah pun (apalagi masalah yang
besar/fundamental)  dapat  dipecahkan  dengan  pola  bertindak  yang
Nigro dan Nigro (Islamy, 1986: 25-26) menyatakan tujuh macam
sederhana.
kesalahan  umum  yang  terjadi  dalam  proses  pembuatan  kebijakan,
yaitu sebagai berikut. 4. Menggantungkan pada Pengalaman Satu Orang
1. Cara Berpikir yang Sempit (Cognitive Nearsightedness) (Overreliance On One’s Own Experience)
Pada  umumnya  banyak  orang  meletakkan  bobot  yang  besar
Adanya  kecenderungan  manusia  membuat  keputusan  hanya
pada  pengalaman  pada  waktu  yang  lalu  dan  penilaian  pribadinya.
untuk memenuhi kebutuhan seketika sehingga melupakan antisipasi
ke  masa  depan. Adanya  lingkungan  pemerintahan  yang    beragam Walaupun  seorang  pejabat  yang  berpengalaman  mampu  membuat
telah  menyebabkan  pejabat  pemerintah  sering  membuat  keputusan keputusan  yang  lebih  baik  dibandingkan  dengan  yang  tidak
berpengalaman,  mengandalkan  pada  pengalaman  dari  seseorang
dengan  dasar-dasar  pertimbangan  yang  sempit  tanpa
bukan  pedoman  yang  terbaik.  Hal  ini  disebabkan  keberhasilan
mempertimbangkan  implikasinya  pada  masa  depan.  Sering  pula
seseorang  pada  waktu  yang  lampau  bukan  karena  tidak  membuat
pembuat  keputusan  hanya  mempertimbangkan  satu  aspek
keputusan  yang  tepat,  melainkan  karena  adanya  faktor
permasalahan dengan melupakan kaitannya dengan aspek-aspek lain
keberuntungan  saja.
sehingga gagal mengenali masalahnya secara keseluruhan.
Sehubungan  dengan  itu,  pembuat  keputusan  perlu  ber–
2. Adanya Asumsi Bahwa Masa Depan Akan Mengulangi
konsultasi  dengan  rekan,  bawahan,  dan  orang  lain  untuk  menimba
Masa Lalu (Assumption That Future Will Repeat Past)
pengalaman.  Pembuatan  keputusan  bersama  akan  menghasilkan
Banyak  anggapan  yang  menyatakan  bahwa  pada  suatu  masa keputusan yang lebih bijaksana.
yang  stabil,  orang  akan  bertingkah  laku  sebagaimana  para
pendahulunya  pada  masa  yang  lampau.  Akan  tetapi,  keadaan 5. Keputusan yang Dilandasi oleh Prakonsepsi  Pembuat
sekarang jauh dari stabil karena banyak orang bertingkah laku dengan
Keputusan (Shared Decision Produces Wiser Decisions)
cara yang sangat mengejutkan. Kendatipun ada perubahan yang besar Dalam  banyak  kasus,  keputusan  sering  dilandaskan  pada
pada  perilaku  orang-orang,  masih  banyak  pejabat  pemerintah  yang prakonsepsinya pembuat keputusan. Hal ini tidak terlalu salah, tetapi
beranggapan bahwa perubahan itu normal dan  akan segera kembali tidak  jujur.  Keputusan  administratif  akan  lebih  baik  hasilnya  jika
seperti  semula.  Padahal  dalam  membuat  keputusan,  para  pejabat didasarkan  pada  penemuan  ilmu  sosial.  Penemuan-penemuan  ini
pemerintah  harus  meramalkan  keadaan  dan  peristiwa  yang  akan sering  diabaikan  apabila  bertentangan  dengan  gagasan/konsepsi
datang, yang berbeda dengan masa lampau. pembuat  keputusan.  Pemikiran  yang  prakonsepsional  akan
membatasi  pemanfaatan  penemuan  ilmu  sosial  dalam  membuat
3. Menyederhanakan Sesuatu (Over Simplification) keputusan  di  lembaga-lembaga  pemerintahan.  Fakta-fakta  yang
Selain adanya kecenderungan untuk berpikir secara sempit, ada ditemukan  oleh  ilmu  sosial  akan  sangat  berguna  bagi  pembuatan
pula  kencenderungan  pembuat  keputusan untuk menyederhanakan keputusan  pemerintah.

176 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 177


6. Tidak Adanya Keinginan untuk Melakukan Percobaan Kesalahan  tersebut,,  menurut  pengamatan  Yehezkhel  Dror
(Unwillingness to Experiment) (Fadillah, 2001: 78), praktik-praktik pembuatan kebijaksanaan negara
Cara  untuk  mengetahui  suatu  keputusan  dapat  diimplikasikan sekarang  ini  masih  kurang  memuaskan.  Hal  ini  disebabkan  oleh
atau  tidak  adalah  dengan  mengetesnya  secara  nyata  pada  ruang banyak  faktor,  antara  lain  pembuat  kebijaksanaan  kurang
lingkup yang kecil (terbatas). Adanya tekanan waktu, pekerjaan yang mempunyai  kepemimpinan  politis  yang  baik,  kurang  bersifat
menumpuk, dan sebagainya menyebabkan pembuat keputusan tidak inovatif,  tetapi  yang  lebih  utama  adalah  kekurangmampuannya
memiliki kesempatan melakukan proyek percobaan (pilot project) atau dalam memanfaatkan bantuan ilmu-ilmu sosial dan fisika.
ada  kecurigaan  sementara  pihak  (anggota-anggota  legislatif)  bahwa Menurut  Dror,  untuk  meningkatkan  proses  pembuatan
apabila  pejabat  pemerintah  melakukan  kegiatan  percobaan  pada kebijaksanaan diperlukan adanya relovasi ilmiah dalam bentuk ilmu
suatu  program  berarti  landasan  pemikiran  dalam  penyusunan kebijaksanaan  yang  baru  dengan  paradigma  yang  baru.  Ilmu
program  tersebut  kurang  baik. kebijaksanaan  yang  baru  harus  memuat  teknik  yang  membantu
Selain  itu,  kegiatan  percobaan  dianggap  membuang  banyak proses  pembuatan  kebijaksanaan.
uang. Pejabat pemerintah kurang berani bereksperimen karena takut Sesuai  dengan  pendapat  Dror  tentang  paradigma  yang  baru
menanggung  risiko  dan  beranggapan  bahwa  bereksperimen  sama tersebut,  ilmu-ilmu  kebijakan  seharusnya:
halnya  dengan  berjudi.  Karena  problema-problema  yang  dihadapi
a. berhubungan  dengan  sistem-sistem  pembinaan  masyarakat,
pemerintah semakin besar dan kompleks, pemerintah harus mampu
khususnya sistem perumusan kebijaksanaan negara. Hal tersebut
mendorong  pejabatnya  untuk  lebih  berani  melakukan  eksperimen
tidak  secara  langsung  menyangkut  isi  kebijaksanaan,  tetapi
dan berani menanggung risiko.
mengenai  metode,  pengetahuan,  dan  sistem  yang  telah
7. Keengganan untuk Membuat Keputusan (Reluctance to diperbarui untuk pembuatan  kebijaksanaan  yang lebih baik;
Decide) b. memusatkan  perhatian  pada  sistem  pembuatan  kebijaksanaan
Beberapa orang enggan untuk membuat keputusan kendatipun negara  pada  jenjang  makro  (subnasional,  nasional,  dan
mempunyai  cukup  fakta.  Hal  ini  dikarenakan  mereka  menganggap transnasional).  Selain  itu,  juga  perlu  memerhatikan  proses
membuat  keputusan  itu  sebagai  tugas  yang  sangat  berat,  penuh pembuatan  keputusan  individual,  kelompok,  dan  organisasi
risiko, dapat membuat orang frustrasi, kurang adanya dukungan dari dilihat dari perspektif pembuatan kebijaksanaan negara;
lembaga atau atasan terhadap tugas pembuatan keputusan, lemahnya c. bersifat  interdisipliner,  dengan  memfungsikan  ilmu-ilmu
sistem pendelegasian wewenang unutuk membuat keputusan, takut perilaku  dan  manajemen  serta  menyerap  elemen-elemen  yang
menerima kritikan dari orang lain atas keputusan yang telah dibuat, relevan dari disiplin ilmu pengetahuan lainnya;
dan sebagainya.
d. menggabungkan penelitian murni dan terapan;
Kesalahan  tersebut  merupakan  kesalahan  yang  sangat  fatal,
e. memanfaatkan  pengetahuan  dan  pengalaman  para  pembuat
khususnya  dalam  pembuatan  suatu  kebijakan  yang  menyangkut
kebijaksanaan  dan  melibatkan  mereka  sebagai  partner dalam
kepentingan  bersama  sehingga  semaksimal  mungkin  kesalahan
membangun  ilmu-ilmu  kebijaksanaan;
tersebut  harus  diminimalisasi  atau  dihilangkan  jika  tidak  ingin
mendapatkan masalah pada tahap pengimplementasian di lapangan f. mencoba  untuk  menyumbangkan  pada  pilihan  nilai  dengan
yang berdampak pada citra buruk para penentu kebijakan sekaligus meneliti  implikasi  dan  isi  nilai  yang  ada  pada  kebijaksanaan
kebijakannya. alternatif;

178 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 179


g. mendorong adanya kreativitas yang terorganisasi seperti dalam
menemukan alternatif  yang baru;
h. menekan  pengembangan  pembuatan  kebijaksanaan  masa  lalu
ataupun  antisipasinya  pada  masa  depan  sebagai  pedoman
pembuatan  kebijaksanaan;
i. terlibat  secara  intensif  dengan  proses  perubahan  dan  dengan
kondisi perubahan sosial;
j. menghargai proses pembuatan kebijaksanaan ekstrarasional dan
irasional seperti intuisi dan karisma serta mencoba memperbaiki
proses ini dengan rasional;
k. mendorong  percobaan  (eksperimentasi)  sosial  dan  usaha-usaha
untuk  menemukan  lembaga  sosial  dan  hukum  baru  bagi
perilaku sosial dan politik;
l. mempunyai  kesadaran  akan  dirinya  sendiri  dan  secara  tetap
memonitor  serta  mendesain  kembali  ilmu-ilmu  kebijaksanaan;
m. menyiapkan  para  profesionalisme  untuk  memenuhi  jabatan-
jabatan  pembuat  keputusan  yang  tidak  akan  mencampurkan
misinya  atau  identifikasi  dirinya  dengan  orientasi  klinis  dan
analisis rasional terhadap masalah kebijaksanaan;
n. berhati-hati  dalam  membuktikan  kebenaran  dan  keberhasilan
data serta mempertahankan standar ilmiah.
Komentar Nigro dan Nigro terhadap paradigma baru Dror bahwa
fokus  analisis  Dror  sangat  luas,  yaitu  perbaikan  pembuatan
kebijaksanaan pada keseluruhan sistem sosial. Seluruh pengetahuan
yang ada dimanfaatkan dalam desain yang besar tersebut.
Butir-butir  dalam  paradigma  Dror  mencakup  aspek  luas  yang
diperlukan  dalam  menjadikan  policysciences berguna  bagi  policy
maker dalam  merumuskan  kebijaksanaan  negara  yang  lebih  baik.
Kebaikan dan kemanfaatan paradigma Dror tentu masih perlu diuji,
baik  melalui  eksperimen  yang  dilakukan  oleh  para  perumus
kebijaksanaan negara dengan menilai dampak positif dan negatifnya
maupun  melalui  diskusi  para  ahli  di  bidang  ilmu  kebijaksanaan
untuk  memperoleh  pengakuan  ilmiah.

180 Kebijakan Publik Kebijakan Publik


BAB 8
MODEL FORMULASI
KEBIJAKAN PUBLIK

Hal  penting  dalam  proses  kebijakan  publik  adalah  formulasi


(perumusan)  kebijakan  (policy formulation).   Tahap  ini  dianggap
sebagai  tahap  fundamental  dalam  siklus  kebijakan  publik  karena
formulasi  kebijakan  publik  adalah  inti  dari  kebijakan  publik.
Formulasi  kebijakan  merupakan  sebuah  tugas  berat  karena
membutuhkan  pengkajian  dan  keseriusan  dari  aktor-aktor  yang
terlibat dalam formulasi kebijakan. Kekeliruan atau kesalahan dalam
formulasi  kebijakan  akan  berdampak  pada  proses  implementasi
sehingga  tujuan  kebijakan  yang  dibuat  untuk  meningkatkan
kesejahteraan masyarakat hanya bersifat politis.
Widodo  (2007:  43)  menyatakan bahwa  ketika  proses  formulasi
kebijakan  tidak  dilakukan  secara  tepat  dan  komprehensif,  hasil
kebijakan yang diformulasikan tidak bisa mencapai tataran optimal.
Artinya, tidak bisa diimplementasikan  (unimplementable). Akibatnya,
tujuan  dan  sasaran  kebijakan  sulit  dicapai  sehingga  masalah  publik
yang mengemuka di masyarakat tidak bisa dipecahkan. Oleh karena
itu, pada tahap ini perlu dilakukan analisis secara komprehensif agar
diperoleh  kebijakan  publik  yang  bisa  diimplementasikan,  dapat
mencapai tujuan dan sasarannya, dan mampu memecahkan masalah
publik yang mengemuka di masyarakat.

181
Agar  kebijakan  yang  dihasilkan  sesuai  dengan  kebutuhan d. mengarahkan  usaha  ke  arah  pemahaman  yang  lebih  baik
masyarakat,  salah  satu  alternatif  yang  dilakukan  adalah  kemauan mengenai  public policy  dengan  menyarankan  hal-hal  yang
pemerintah  untuk  membangun  jaringan  dengan  aktor  di  luar dianggap penting dan yang tidak penting;
pemerintah,  yaitu  aktor  privat  dan  aktor  civil society.  Pemerintah e. menyarankan  penjelasan  untuk  public policy  dan  meramalkan
sudah tidak tepat memandang aktor-aktor tidak resmi sebagai “lawan akibatnya.
politik”, tetapi sudah saatnya pemerintah menjadikan aktor-aktor itu
sebagai  “sahabat”  dalam  membicarakan  produk-produk  kebijakan  2. Konsep Dasar Formulasi Kebijakan Publik
publik di daerah. Formulasi  kebijakan  sebagai  bagian  dalam  proses  kebijakan
Karena tidak dapat dimungkiri bahwa sebagian kebijakan publik publik  merupakan  tahap  yang  paling  krusial  karena  implementasi
yang  dikeluarkan  pasti  memiliki nilai  “politis”.  Untuk  menghindari dan  evaluasi  kebijakan  hanya  dapat  dilaksanakan  apabila  tahap
kebijakan yang bersifat “politis” tentu dimulai dari proses formulasi formulasi  kebijakan  telah  selesai.  Di  samping  itu,  kegagalan  suatu
kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang politis ini lahir karena kebijakan kebijakan  atau  program  dalam  mencapai  tujuan  sebagian  besar
yang  dirumuskan  hanya  melibatkan  kelompok-kelompok  tertentu. bersumber  pada  ketidaksempurnaan  pengelolaan  tahap  formulasi
Dalam pandangan teori elite, kelompok-kelompok tertentu itu adalah (Wibawa,  1994:  2). 
dari elite yang memerintah. Tjokroamidjojo  (Islamy,  1991:  24)  mengatakan  bahwa  policy
formulation  sama  dengan  pembentukan  kebijakan  merupakan
serangkaian  tindakan  pemilihan  berbagai  alternatif  yang  dilakukan
A. Hakikat Model Formulasi Kebijakan secara terus-menerus dan tidak pernah selesai, termasuk pembuatan
keputusan.  Lebih  jauh  tentang  proses  pembuatan  kebijakan  negara
1. Hakikat  dan  Kegunaan  Model  Formulasi  Kebijakan (publik) Udoji  (Wahab,  2001:  17)  merumuskan  bahwa  pembuatan
Publik kebijakan negara sebagai:
“The whole process of articulating and defining problems,
      Model  didefinisikan  sebagai  bentuk  abstraksi  dari  suatu
formulating possible solutions into political demands, channelling those
kenyataan.  Silallahi  (1989:  35)  mendefinisikan  bahwa  model  adalah
demands into the political systems, seeking sanctions or legitimation of
sarana  untuk  menggambarkan  situasi  atau  serangkaian  kondisi
the preferred course of action, legitimation and implementation, monitoring
sedemikian  rupa  sehingga  perilaku  yang  terjadi  di  dalamnya  dapat
and review (feedback).”
dijelaskan. Menurut Thoha (2008: 124), model yang digunakan dalam
kebijakan  publik  termasuk  golongan  model  konseptual. Formulasi  kebijakan  sebagai  suatu  proses,  menurut  Winarno
(1989:  53),  dapat  dipandang  dalam  dua  macam  kegiatan.  Kegiatan
Kegunaan model menurut Thoha adalah:
pertama  memutuskan  secara  umum  hal-hal  yang  harus  dilakukan
a. menyederhanakan  dan  menjelaskan  pemikiran  tentang  public
atau perumusan diarahkan untuk memperoleh  kesepakatan tentang
policy;
alternatif  kebijakan  yang  dipilih,  suatu  keputusan  yang  menyetujui
b. mengidentifikasikan  aspek-aspek  yang  penting  dari  persoalan adalah hasil dari proses seluruhnya. Kegiatan selanjutnya diarahkan
policy; pada cara keputusan kebijakan dibuat, dalam hal ini suatu keputusan
c. menolong  seseorang  untuk  berkomunikasi  dengan  orang  lain kebijakan  mencakup  tindakan  oleh  seorang  pejabat  atau  lembaga
dengan  memusatkan  pada  aspek-aspek  (features)  yang  esensial resmi  untuk  menyetujui,  mengubah  atau  menolak  alternatif
dalam kehidupan politik; kebijakan yang dipilih.

182 183
Menurut  Woll  dalam  Tangkilisan  (2003:  8),  formulasi  kebijakan Tahap VI, penilaian kebijakan publik adalah langkah terakhir dari
adalah  pengembangan  sebuah  mekanisme  untuk  menyelesaikan suatu  proses  kebijakan.  Penilaian kebijakan  publik  dilakukan  untuk
masalah publik, yaitu pada tahap para analis kebijakan publik mulai mengetahui  dampak  kebijakan  publik.
menerapkan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah
pilihan  kebijakan  merupakan  pilihan  yang  terbaik  dari  kebijakan
yang lain. B. Tipologi Model Kebijakan Publik
Pada  hakikatnya  tahap  formulasi  kebijakan  merupakan  tahap
fundamental dalam proses kebijakan publik. Oleh karena itu, dalam Menurut  Nicholas  Henry  (1975)  dalam  Islamy  (2007:  36),
tahap ini perlu pengkajian secara komprehensif dengan membangun mengelompokkan dua tipologi dalam analisis model  kebijakan, yaitu
jejang aktor dalam formulasi kebijakan, yaitu aktor publik, privat, dan kebijakan  publik  dianalisis  dari  sudut  proses  dan  kebijakan  publik
civil society.  Jejaring  aktor  dalam  formulasi  kebijakan  dimaksudkan dianalisis dari sudut hasil dan akibatnya.
untuk  menghindari  monopoli  pemerintah  dalam  proses  kebijakan 1. Tipologi  Model  Kebijakan  Publik  Dianalisis  dari  Sudut
sehingga  kebijakan  yang  dilahirkan  tidak  bersifat  politis,  tetapi Proses
diharapkan dapat menyelesaikan  persoalan publik.
Tipologi  yang  termasuk  dalam  kelompok  penganalisisan  dari
3. Tahapan Formulasi Kebijakan Publik sudut proses, antara lain sebagai berikut.
Islamy  (2007:  77-118)  memaparkan  tahap-tahap  perumusan a. Model  Institusional
kebijakan  publik, yaitu  sebagai  berikut. Model  ini  merupakan  model  yang  tradisional  dalam  proses
Tahap I, perumusan masalah kebijakan publik. Tahap ini adalah pembuatan  kebijakan  publik.  Fokus  atau  pusat  perhatian  model  ini
tahap  ketika  masalah  diangkat,  kemudian  para  pembuat  kebijakan terletak pada struktur organisasi pemerintah karena kegiatan politik
mencari  dan  menentukan  identitas  masalah  kebijakan  serta berpusat pada lembaga pemerintah. Oleh karena itu, kebijakan publik
merumuskannya. secara  otoritatif  dirumuskan  dan  dilaksanakan  di  lembaga-lembaga
Tahap II, penyusunan  agenda  pemerintah.  Dari  sekian  banyak pemerintah.
masalah  umum,  hanya  sedikit  yang  memperoleh  perhatian  dari b. Model Elite Massa
pembuat  kebijakan.  Pilihan  pembuat  kebijakan   terhadap  sejumlah
Menurut   Nicholas  Henry  (1975)  dalam  Setyodarmodjo  (2005:
kecil  masalah  umum  menyebabkan  timbulnya  agenda  kebijakan.
251),  model  ini  memandang   administrator  pemerintahan  tidak
Tahap III,  perumusan  usulan  kebijakan  publik,  yaitu  kegiatan tampil sebagai “pelayan rakyat”, tetapi bertindak sebagai “penguasa”.
menyusun  dan  mengembangkan  serangkaian  tindakan  yang  perlu
Dalam model ini, kekuasaan pemerintah berada di tangan kaum
untuk  memecahkan  masalah.
elite.  Kaum  elite  menentukan  kebijakan  publik,  sedangkan  pejabat
Tahap IV,  pengesahan  kebijakan  publik  adalah  proses pemerintah  atau  para  administrator  hanya  melaksanakan  kebijakan
penyesuaian  dan  penerimaan  secara  bersama   terhadap  prinsip- yang  ditentukan  oleh  kaum  elite.  Dengan  demikian,  masyarakat
prinsip yang diakui dan ukuran yang diterima. hanya menerima yang dikehendaki pejabat.
Tahap V,  pelaksanaan  kebijakan  publik,  yaitu  usulan  kebijakan
yang  telah  diterima  dan  disahkan  oleh  pihak  yang  berwenang,
kemudian  keputusan kebijakan  itu siap  diimplementasikan.

184 185
c. Model Kelompok b. kantor  kepresidenan,  yaitu  presiden  atau  aparat  eksekutif.
David  B.  Truman  (1951)  dalam  Islamy   (2007:  42) menyatakan Keterlibatan  presiden  dan  perumusan  kebijakan  ditunjukkan
bahwa  interaksi  kelompok  merupakan  kenyataan  politik.  Individu dengan  pembentukan  komisi  kepresidenan,  task forces,  dan
yang  memiliki  kepentingan  yang  sama  mengikatkan  secara  formal komite antarorganisasi;
ataupun informal dalam kelompok kepentingan (interest group), yang c. kongres  (lembaga  legislatif ).  Lembaga  ini  berperan  dalam
dapat  mengajukan  dan  memaksakan  kepentingannya  kepada melegislasi  kebijakan  baru  ataupun  merevisi  kebijakan  yang
pemerintah. dianggap  keliru.  Di  negara  demokrasi,  peran  legislatif  dalam
Menurut  teori  kelompok,  kebijakan  publik  merupakan perumusan  kebijakan  didasarkan  pada  keberadaan  mekanisme
perimbangan  (equilibrium)  yang  dicapai  sebagai  hasi  perjuangan check and balances  dengan  pihak  eksekutif;
kelompok. Untuk menjaga perimbangan tersebut, tugas/peran sistem d. kelompok  kepentingan,  yaitu  aktor  yang  terlibat  dalam
politik   adalah  menengahi  konflik  yang  terjadi  di  antara  kelompok- perumusan  kebijakan  spesifik.
kelompok  tersebut.  Menurut  Winarno  (2007:  123),  kelompok-kelompok  yang
d. Model Sistem Politik terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik dibagi dalam dua
kelompok,  yaitu  para  pemeran  serta  resmi  dan  para  pemeran  serta
     Model  ini  sebenarnya  merupakan  pengembangan  dari  teori
tidak  resmi.  Kelompok   pemeran  serta  resmi  adalah  agen-agen
sistem  David  Easton.  Model  ini  didasarkan  pada  konsep  teori
pemerintah (birokrasi), presiden (eksekutif), legislatif, dan yudikatif.
informasi  (input, withinputs, outputs, dan  feedback)  dan  memandang
Adapun  kelompok  pemeran  serta  tidak  resmi  meliputi  kelompok
kebijakan  publik  sebagai  respons  suatu  sistem  politik  terhadap
kepentingan, partai politik, dan warga negara individu.
kekuatan lingkungan (sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, geografis,
dan sebagainya) yang ada di sekitarnya.     Menurut  Moore  (1995:  112),  secara  umum  aktor  yang  terlibat
dalam  permusan  kebijakan  publik,  yaitu  aktor  publik,  aktor  privat,
2. Aktor dalam Formulasi Kebijakan Publik
dan aktor masyarakat (civil society). Ketiga aktor ini sangat berperan
        Menurut Howlett dan Ramesh (1995: 50-59), beberapa aktor atau dalam sebuah proses penyusunan kebijakan publik. Hubungan ketiga
organisasi  yang  berpengaruh  dalam  proses  pembuatan  kebijakan, aktor tersebut  seperti digambarkan di bawah ini.
antara lain eksekutif dan legislatif yang dihasilkan melalui pemilihan
umum  (elected officials),  pejabat  atau  birokrat  yang  diangkat
(appointed officials), kelompok kepentingan (interest group), organisasi Aktor
peneliti, dan  media massa. Selain lima  hal tersebut, aspek lain yang Civil Publik
berpengaruh  dalam  kebijakan  publik,  antara  lain  bentuk  organisasi Society
negara, struktur birokrasi, organisasi kemasyarakatan, dan kelompok
bisnis.  
Sesuai  dengan  pendapat  Lester  dan  Steward  (2000)  dalam Aktor
Kusumanegara  (2010:  88-89),   para  aktor  perumus  kebijakan  terdiri
Privat
atas:
Gambar  8.1
a. agen pemerintah, yaitu para birokrat. Mereka adalah aktor yang
Hubungan  Aktor  dalam  Formulasi  Kebijakan  Publik
mengembangkan  sebagian  besar  usulan  kebijakan  (inisiator
kebijakan); Sumber:  diadaptasi  dari  Moore  (1995:  112)

186 187
Lidblom  (1980)  dalam  Agustino  (2008:  41)  mengatakan  bahwa Aktor  yang  paling  dominan  dalam  tahap  perumusan  kebijakan
aktor  pembuat  kebijakan  dalam  sistem  pemerintahan  demokratis dengan tuntutan yang bersifat intern. Artinya, mempunyai kekuasaan
merupakan  interaksi  antara  dua  aktor  besar,  yaitu  inside government atau  wewenang  untuk  menentukan  isi  dan  memberikan  legitimasi
actors  dan  outside government  actors.  Para  aktor  pembuat  kebijakan terhadap rumusan kebijakan yang disebut pembuat kebijakan (policy
ini  terlibat  sejak  kebijakan  publik  masih  berupa  isu  dalam  agenda maker).  Sementara  itu,  aktor  yang  mempunyai  kualifikasi  atau
setting hingga proses pengambilan keputusan berlangsung. Kategori  karakteristik lain dengan tuntutan ekstern dikenal sebagai kelompok
inside government actors  adalah  presiden,  lembaga  eksekutif  (staf kepentingan,  partai  politik,  pimpinan  elite  profesi,  dan  lain-lain.
khusus pemerintahan), para menteri, dan aparatur birokrasi. Adapun Untuk dapat tetap bertahan bermain dalam sistem tersebut, mereka
kategori  outside government  actors  di  antaranya  lembaga  legislatif, harus memiliki komitmen terhadap aturan main, yang pada mulanya
lembaga yudikatif, militer, partai politik, kelompok kepentingan, dan dirumuskan secara bersama-sama oleh semua aktor. Pada tataran ini,
kelompok penekan serta media massa. komitmen para aktor akan menjadikan mereka mematuhi aturan atau
norma  bersama.  Selain  itu,  kepatuhan  terhadap  norma  ini  menjadi
keharusan karena diasumsikan bahwa pencapaian tujuan sistem akan
C. Komponen Proses Formulasi Kebijakan terwujud  jika  semua  aktor  mematuhi  norma  bersama.    
3. Orientasi Nilai
Sebagai  suatu  proses,  tahap  formulasi  kebijakan  terdiri  atas
Proses  formulasi  kebijakan  pada  prinsipnya  berhubungan
beberapa  komponen  (unsur)  yang  saling  berhubungan  secara
dengan  proses  mengidentifikasi  dan  menganalisis  nilai-nilai  yang
respirokal  sehingga  membentuk  pola  sistemis  berupa  input–proses–
beragam,  kemudian  menentukan  nilai-nilai  yang  relevan  dengan
output–feedback.  Menurut  Wibawa  (1994:  13),  komponen  (unsur)
kepentingan  masyarakat  sehingga  setiap  kebijakan  yang  dihasilkan
yang terdapat dalam proses formulasi kebijakan, antara lain sebagai
akan  mempunyai  implikasi  nilai,  baik  secara  implisit  maupun
berikut.
eksplisit. Oleh karena itu, aktor-aktor yang berperan dalam formulasi
1. Tindakan kebijakan tidak hanya berfungsi menciptakan adanya keseimbangan
Tindakan  kebijakan  adalah  tindakan  disengaja  yang  selalu di  antara  kepentingan-kepentingan  yang  berbeda  (muddling through
dilakukan secara terorganisasi dan berulang untuk membentuk pola- or balancing interests),  tetapi  juga  harus  berfungsi  sebagai  penilai
pola  tindakan  tertentu  sehingga  akan  menciptakan  norma-norma (valuer),  yakni  mampu  menciptakan  adanya  nilai  yang  dapat
bertindak  bagi  sistem  kebijakan.  Jika  pada  tahap  awal  tumbuhnya disepakati bersama yang didasarkan pada penilaian rasional (rational
sistem  kebijakan  dan  tujuan  dari  sistem  ditetapkan  terlebih  dahulu judgements) untuk pencapaian hasil yang maksimal.   
untuk  menentukan  tindakan  yang  akan  dilakukan  untuk  mencapai
tujuan  tersebut,  ketika  sistem  telah  berjalan,  norma  yang  terbentuk
oleh  pola  tindakan  tersebut  akan  mengubah  atau  memengaruhi D. Proses Formulasi Kebijakan
tujuan  sistem. 
2. Aktor Sejalan  dengan  pendapat  Winarno,  Islamy  (1991:  77)  membagi
proses  formulasi  kebijakan  dalam   tahap   perumusan  masalah
Orang  atau  pelaku  yang  terlibat  dalam  proses  formulasi
kebijakan,  penyusunan  agenda  pemerintah,  perumusan  usulan
kebijakan  akan  memberikan  dukungan  ataupun  tuntutan  serta
kebijakan,  pengesahan  kebijakan  pelaksanaan  kebijakan,  dan
menjadi sasaran dari kebijakan yang dihasilkan oleh sistem kebijakan.
penilaian  kebijakan.

188 189
1. Perumusan Masalah Kebijakan b. Kepemimpinan  politik  dapat  pula  menjadi  suatu  faktor  yang
Pada prinsipnya, walaupun suatu peristiwa, keadaan, dan situasi penting  dalam  penyusunan  agenda  pemerintah,  ketika  para
tertentu  dapat  menimbulkan  satu  atau  beberapa  masalah,  agar  hal pemimpin  politik  didorong  atas  pertimbangan  keuntungan
itu  menjadi  masalah  publik  tidak  hanya  bergantung  pada  dimensi politik  atau  keterlibatannya  untuk  memerhatikan  kepentingan
objektifnya,  tetapi  juga  secara  subjektif,  baik  oleh  masyarakat umum,  sehingga  mereka  selalu  memerhatikan  problem  publik,
maupun para pembuat keputusan, dipandang sebagai suatu masalah menyebarluaskan, dan  mengusulkan  usaha pemecahannya.
yang  patut  dipecahkan  atau  dicarikan  jalan  keluarnya.  Oleh  karena c. Timbulnya  krisis  atau  peristiwa  yang  luar  biasa  dan
itu, suatu masalah bisa berubah menjadi masalah umum tidak hanya mendapatkan  perhatian  besar  dari  masyarakat  sehingga
dihayati oleh banyak orang sebagai suatu masalah yang perlu segera memaksa para pembuat keputusan untuk memerhatikan secara
diatasi,  tetapi  masyarakat  perlu  memiliki  political will  untuk saksama  terhadap  peristiwa  atau  krisis  tersebut  dengan
memperjuangkannya  masalah  tersebut  ditanggapi  positif  oleh memasukkan  dalam  agenda  pemerintah.
pembuat  kebijakan.  Selain  itu,  masyarakat  juga  bersedia d. Adanya  gerakan  protes  termasuk  tindakan  kekerasan  sehingga
memperjuangkan dan masalah umum itu menjadi masalah kebijakan, menarik  perhatian  para  pembuat  keputusan  untuk
memasukkannya  kedalam  agenda  pemerintah,  dan memasukkannya  dalam  agenda  pemerintah. 
mengusahakannya menjadi kebijakan publik. Langkah pertama yang
e. Masalah-masalah khusus atau isu-isu politis yang timbul dalam
harus  dilakukan  oleh  setiap  pembuat  kebijakan  adalah
masyarakat  sehingga  menarik  perhatian  media  massa  dan
mengidentifikasikan  masalah  yang  akan  dipecahkan,  kemudian
menjadikannya  sebagai  sorotan.  Hal  ini  dapat  menyebabkan
membuat perumusan yang jelas terhadap masalah tersebut.  Kegiatan
masalah  atau  isu  tersebut  semakin  menonjol  sehingga  lebih
ini merupakan upaya untuk menentukan identitas masalah kebijakan
banyak  lagi  perhatian  masyarakat  dan  para  pembuat  kebijakan
dengan terlebih dahulu mengerti dan  memahami  sifat dari masalah
tertuju pada masalah atau isu tersebut.
tersebut  sehingga  akan  mempermudah  dalam  menentukan  sifat
proses  perumusan  kebijakan. Adapun  Jones  (1977:  32)  mengajukan  suatu  pedoman  untuk
meneliti atau mempelajari tentang syarat-syarat suatu problem publik
2. Penyusunan  Agenda  Pemerintah dapat masuk dalam agenda pemerintah, antara lain sebagai berikut.
Karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak, a. Dilihat dari peristiwanya, yang meliputi ruang lingkup, persepsi
para  pembuat  keputusan  akan  memilih  dan  menentukan  masalah masyarakat, definisi, dan intensitas orang-orang yang dipengaruhi
yang  seharusnya  memperoleh  prioritas  utama  untuk  diperhatikan oleh peristiwa tersebut.
secara  serius  dan  aktif  sehingga  biasanya  agenda  pemerintah  ini b. Organisasi kelompok, yang meliputi luasnya anggota kelompok,
mempunyai sifat yang khas, lebih konkret  dan jumlahnya terbatas. struktur  kelompok,  dan  mekanisme  kepemimpinan.
Anderson  (1966:  57-59)  menyebutkan  beberapa  faktor  yang
c. Cara mencapai kekuasaan, yang terdiri atas perwakilan, empati,
dapat  menyebabkan  masalah  umum  dapat  masuk  dalam  agenda
dan  dukungan.
pemerintah, yaitu sebagai berikut.
d. Proses  kebijaksanaan,  yang  meliputi  struktur,  kepekaan,  dan
a. Apabila  terdapat  ancaman  terhadap  keseimbangan  antar–
kepemimpinan.
kelompok  (group equlibirium),  yaitu  ketika  kelompok-kelompok
tersebut mengadakan reaksi dan menuntut tindakan pemerintah
untuk mengambil prakarsa guna mengatasi ketidakseimbangan
tersebut.

190 191
Selanjutnya,  setelah  masalah  publik  tersebut  dimasukkan  ke bobot  kebaikan  dan  kekurangannya  masing-masing.  Dengan
dalam agenda pemerintah, para pembuat keputusan memprosesnya mengetahui  bobot  yang  dimiliki  oleh  masing-masing  alternatif,
dalam  fase-fase.  Jones  membagi  fase  tersebut  dalam  empat  tahap, para  pembuat  keputusan  dapat  memutuskan  alternatif  yang
yaitu sebagai berikut. lebih baik untuk dilaksanakan/dipakai. Untuk dapat melakukan
a. Problem definition agenda,  yaitu  hal-hal  (masalah)  yang penilaian terhadap berbagai alternatif dengan baik, dibutuhkan
memperoleh  penelitian  dan  perumusan  secara  aktif  dan  serius kriteria tertentu serta informasi yang relevan.
dari para pembuat keputusan. d. Memilih alternatif yang memuaskan. Proses pemilihan alternatif
b. Proposal agenda,  yaitu  hal-hal  (masalah)  yang  telah  mencapai yang  memuaskan  untuk  dilaksanakan  dapat  dilakukan  setelah
tingkat  diusulkan,  artinya  telah  terjadi  perubahan  fase pembuat  kebijakan  berhasil  dalam  melakukan  penilaian
merumuskan masalah  dalam fase memecahkan masalah. terhadap alternatif kebijakan. Suatu alternatif yang telah dipilih
secara  memuaskan  akan  menjadi  usulan  kebijakan  yang  telah
c. Bargaining agenda,  yaitu  usulan-usulan  kebijakan  ditawarkan
diantisipasi untuk dapat dilaksanakan dan memberikan dampak
untuk memperoleh dukungan secara aktif dan serius.
positif.  Tahap  pemilihan  alternatif  yang  memuaskan  selalu
d. Continuing agenda, yaitu hal-hal (masalah) yang didiskusikan dan
bersifat objektif dan subjektif, artinya bahwa pembuat kebijakan
dinilai secara terus-menerus.  
akan  menilai  alternatif  kebijakan  sesuai  dengan  kemampuan
3. Perumusan Usulan Kebijakan rasio  yang  dimilikinya,  dengan  didasarkan  pada  pertimbangan
Tahap ini merupakan kegiatan menyusun dan mengembangkan terhadap  kepentingan  pihak-pihak  yang  akan  memperoleh
serangkaian  tindakan  yang  perlu  untuk  memecahkan  masalah, pengaruh sebagai konsekuensi dari pilihannya.  
meliputi hal-hal berikut ini. 4. Pengesahan Kebijakan
a. Identifikasi  alternatif  dilakukan  untuk  kepentingan  pemecahan Sebagai suatu proses kolektif, pengesahan kebijakan merupakan
masalah.  Problem yang hampir sama atau mirip, dapat dipakai proses penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap prinsip-
alternatif  kebijakan  yang  telah  pernah  dipilih.  Akan  tetapi, prinsip yang diakui  dan  diterima (comforming to recognized principles
problem  yang  sifatnya  baru,  para  pembuat  kebijakan  dituntut or accepted standards). Landasan utama untuk melakukan pengesahan
untuk secara kreatif menemukan dan mengidentifikasi alternatif adalah variabel-variabel sosial, seperti sistem nilai masyarakat, ideologi
kebijakan  baru  sehingga  masing-masing  alternatif  jelas negara, sistem politik, dan sebagainya.
karakteristiknya.  Pemberian  identifikasi  yang  benar  dan  jelas
Proses  pengesahan  suatu  kebijakan  diawali  dengan  kegiatan
pada  setiap  alternatif  kebijakan  akan  mempermudah  proses
persuasion  dan  bargaining  (Andersson,  1966:  80).  Persuasion  diartikan
perumusan alternatif.
sebagai usaha untuk meyakinkan orang lain tentang suatu kebenaran
b. Mendefinisikan  dan  merumuskan  alternatif  bertujuan  agar atau nilai kedudukan seseorang sehingga mereka mau menerimanya
masing-masing alternatif yang telah dikumpulkan oleh pembuat sebagai milik sendiri. Bergaining diterjemahkan sebagai suatu proses
kebijakan jelas pengertiannya. Semakin jelas alternatif itu diberi dua  orang  atau  lebih  yang  mempunyai  kekuasaan  atau  otoritas
pengertian,  akan  semakin  mudah  pembuat  kebijakan  menilai mengatur/menyesuaikan sebagian tujuan yang tidak disepakati agar
serta mempertimbangkan aspek positif dan negatif dari masing- dapat  merumuskan  serangkaian  tindakan  yang  dapat  diterima
masing alternatif tersebut. bersama.  Contoh  bargaining adalah  perjanjian  (negotiation),  saling
c. Menilai  alternatif,  yakni  kegiatan  pemberian  bobot  pada  setiap memberi  dan menerima (take and give),  dan  kompromi (compromise).
alternatif sehingga jelas bahwa setiap alternatif mempunyai nilai Baik  persuasion maupun  bargaining,  keduanya  saling  melengkapi

192 193
sehingga  penerapan  kedua  kegiatan  atau  proses  tersebut  akan  bisa Dengan  demikian,  jaringan  (network)   menurut  Dubini  dan
memperlancar  proses pengesahan  kebijakan. Aldrich  (1991)  dalam  Faidal  (2007),  digunakan  untuk  menunjukkan
pola  hubungan  antarindividu,  antarkelompok,  dan  antarorganisasi. 
Jaringan  dapat  berbentuk  formal  atau  informal  para  area  lokal,
E. Jaringan Aktor dalam Formulasi Kebijakan interlokal, ikatan bisnis ataupun intersektor. 
Publik (Pendekatan Baru dalam Formulasi 4. Pendekatan Baru dalam Penyusunan Kebijakan 
Kebijakan)
Menurut  pandangan  teori  elite,  kebijakan  publik  dapat
Pergeseran paradigma administrasi publik menurut Denhart dan dipandang  sebagai  nilai  dan  pilihan  dari  elite  yang  memerintah.
Denhar  (2003)  dalam  bukunya  The New Public Service:  Serving, Not Argumentasi  pokok  dari  teori  elite  adalah  bukan  rakyat  yang
Steering dari  Old Public Administration  (OPA)  ke  New Public menentukan  kebijakan  publik,  melainkan  berasal  dari  elite  yang
Management  (NPM)  dan  New Public Service  (NPS)   menimbulkan memerintah dan dilaksanakan oleh pejabat dan badan pemerintah.
fenomena   baru  dalam  penyelenggaraan  peran  administrasi  publik, Pandangan  teori  elite  dalam  formulasi  kebijakan  tentu  tidak
khususnya dalam keterlibatan dalam proses kebijakan publik. dapat  memecahkan  masalah  publik,  tetapi  hanya  akan  melahirkan
1. Paradigma The Old Public Administration  (OPA) masalah  baru  karena  tidak  diberikannya  ruang  bagi  publik  untuk
ikut berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan. Padahal, kerangka
Paradigma  The Old Public Administration    yang
baru  dalam  penyelenggaraan  pemerintahan  untuk  mewujudkan
pemerintahannya  bersifat   sentralistis  dan  membatasi  peran  warga
pemerintahan  yang  baik  (good governance)  perlu  sinergitas  antara
negaranya  diganti  dengan  pemerintahan  yang  berjiwa  usaha  atau
pemerintah, privat, dan civil society.
yang lebih dikenal dengan paradigma New Public Management (NPM).
Oleh  karena  itu,  dalam  kerangka  good governance,  tindakan
2. Paradigma New Public Service bersama (colletive action)  adalah  sebuah keharusan.  Dalam  kerangka
Paradigma  New Public Service  memandang  posisi  warga  negara ini,  keinginan  pemerintah  untuk  memonopoli  proses  kebijakan  dan
sangat  penting  bagi  kepemerintahan  demokratis.  Warga  negara memaksakan  kebijakan  tersebut   harus  ditinggalkan  dan  diarahkan
diposisikan sebagai pemilik pemerintahan (owners of government) dan pada  proses  kebijakan  yang  inklusif,  demokratis,  dan  partisipatis.
mampu bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih Setiap  aktor  kebijakan  harus  berinteraksi  dan  saling  memberikan
baik.  Kepentingan  publik  tidak  lagi  dipandang  sebagai  agregasi pengaruh  (mutually inclusive)  dalam  rangka  merumuskan  kebijakan
kepentingan  pribadi,  tetapi  sebagai  hasil  dialog  serta  keterlibatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 
publik dalam mencari nilai dan kepentingan bersama.
Paradigma  good governance,  administrasi  publik  menuntut
3. Jaringan (Networks) pembangunan jejaring dalam proses kebijakan publik. Jejaring dalam
Dalam ilmu sosial,  istilah networks pertama kali digunakan pada kebijakan  publik  bukan  hanya  meliputi  partisipasi  dan  kerja  sama,
tahun  1940-an  dan  1950-an  untuk  menganalisis  dan  memetahkan melainkan  menampung  keberadaan  konflik,  opini  elite,
hubungan, kesalingterkaitan, dan dependensi personal. Dalam kasus pembentukan  kelompok  atau  subsistem  kebijakan  yang  baru. 
pembuatan  kebijakan,  konsep  networks  memberikan  perhatian  pada
cara  kebijakan  muncul  dari  hubungan  (interplay)  antara  orang  dan
organisasi  serta memberikan gambaran yang lebih informal tentang
kebijakan   “riil”  dilaksanakan  (Parson,  2011:  187).

194 195
BAB 9

GOOD GOVERNANCE
DAN PARTISIPASI PUBLIK

Perubahan  paradigma  dalam  bidang  kepemerintahan  pada  era


pascareformasi  ini  menjadi  topik  utama  dalam  paradigma  baru
kepemerintahan di Indonesia. Aparatur pemerintah yang merupakan
unsur  pelayanan  masyarakat  perlu  lebih  dahulu  menghayati  serta
menerapkannya sesuai dengan tuntutan zaman yang sudah berubah.
Paradigma lama yang selama ini menjadi aspek pemerintahan dengan
kecenderungan dan kekuasaan berubah menjadi kewenangan untuk
pelayanan  masyarakat  dan  pemberdayaan  masyarakat.  Sejalan
dengan  perubahan  era  reformasi  tersebut,  baik  secara  internal
maupun  perubahan  lingkungan  strategis  yang  sudah  merupakan
keharusan  setiap  pegawai  negeri  (aparatur)  memahami  dan
melaksanakan secara baik.
Sesuai dengan amanat  Peraturan Pemerintah  Nomor 101 tahun
2000  tentang  Diklat  Jabatan Pegawai  Negeri  Sipil  yang  menetapkan
Dasar-dasar  Kepemerintahan  yang  Baik  (Good  Governance)  untuk
diikuti oleh  calon pegawai  yang akan  menduduki jabatan  eselon IV,
untuk  menjadikan  jabatan  pegawai  negeri  sipil  pada  jenjang  eselon
IV, sebagai sumber daya manusia aparatur negara yang mempunyai
kompetensi  yang  bersikap  dan  berperilaku  yang  menentukan
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

196 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 197


Bertolak dari amanat PP tersebut, dasar dari kepemerintahan yang Istilah kepemerintahan dalam bahasa Inggris disebut governance
baik  dapat  diaplikasikan  (diterapkan)  dalam  kehidupan yang  berarti  act,  fact,  manner,  of  governing,  yang  artinya  tindakan,
kepemerintahan.  Hal  ini  mengingat  banyak  faktor  yang fakta, pola, dari kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
memengaruhi  perubahan  paradigma  dari  pemerintah menjadi Governance  merupakan  suatu  proses  atau  kegiatan.  Menurut
kepemerintahan  yang  mempunyai  pengertian  yang  jauh  mendalam Kooiman (1993), governance merupakan serangkaian kegiatan (proses)
dan  memerlukan  waktu  untuk  penerapannya. interaksi  sosial  politik  antara  pemerintah  dan  masyarakat  dalam
berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan
intervensi pemerintah atas kepentingan tersebut.
A. Hakikat Dasar Good Governance (Kepemerintahan Menurut  Bintoro  Tjokroamidjojo  (2002:  34)  dalam  buku
yang Baik) Paradigma  Baru  Management  Pembangunan,  governance  berarti
memerintah,  menguasai,  mengurusi,  mengelola.
1. Pengertian dan Paradigma Kepemerintahan Yang Baik
Di  samping  memiliki  pengertian  kepemerintahan,  governance
(Good Governance)
juga  mengandung  arti  pengurusan,  pengelolaan,  pengarahan,
Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut tentang pengertian pembinaan, penyelenggaraan, dan pemerintahan.
dan    menjadi  dasar  serta  prinsip  good  governance  dalam  kehidupan
b. Kepemerintahan yang Baik (Good  Governance)
bernegara  dan  bermasyarakat,  perlu  memahami  pengertian  dan
beberapa  perbedaan  antara  kepemerintahan  (governance)  dan Pengertian  istilah  good  adalah  nilai-nilai  yang  sesuai  dengan
pemerintah  (government). keinginan  rakyat  atau  nilai  yang  dapat  meningkatkan  kemampuan
rakyat  dalam  mencapai  tujuan  nasional,  yaitu  kemandirian,
a. Pemerintahan (Government) pembangunan  berkelanjutan,  dan  keadilan  sosial.  Selain  itu,  istilah
Pemerintah  merupakan  salah  satu  unsur  dari  tiga  unsur good merupakan aspek-aspek fungsional dari pemerintah yang efektif
berdirinya  sebuah  negara  di  samping  rakyat  dan  wilayah. dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan.
Selanjutnya, unsur pemerintah merupakan sebuah kekuasaan (power) Menurut  Pinto  (1994),  istilah  governance  mengandung  arti
untuk  menjalankan  pemerintahan  dengan  melayani  kepentingan praktik  penyelenggaraan  kekuasaan  dan  kewenangan  oleh
rakyat serta bertugas/berhak menjalankan roda pemerintahan dengan pemerintah dalam mengelola urusan pemerintahan secara umum, dan
peraturan  perundangan  serta  peraturan  lainnya  untuk  mengatur pembangunan  ekonomi  khususnya.
rakyat  dengan  tujuan  tercapainya  kesejahteraan  rakyat.  Kekuasaan
World Bank dan OECD  menyinonimkan good governance dengan
yang  diberikan  tersebut  merupakan  tugas  untuk  mengatur  dan
penyelenggaraan  manajemen  yang  solid  dan  bertanggung  jawab,
pelaksanaan  ketertiban  dan  keamanan  dalam  masyarakat  serta
sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
melakukan  pungutan  pajak  dan  retribusi  serta  mengatur  jalannya
alokasi  investasi,  menghindarkan  korupsi/KKN,  baik  secara  politik
perekonomian di sebuah negara.
maupun  administrasi,  menjalankan  disiplin  anggaran  serta
Pengertian  pemerintah  atau  government  secara  harfiah  berarti penciptaan  legal  and  political  framework  bagi  tumbuhnya  wiraswasta.
“The  Authoritative  direction  and  administration  of  the  affairs  of  men/
Menurut UNDP, good governance adalah hubungan yang sinergis
women  in  nation,  state,  city,  etc” atau  “pengarahan  dan  administrasi dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat, dalam
yang berwenang atas kegiatan orang-orang di sebuah negara, Negara prinsip  partisipasi,  supremasi  hukum,  transparansi,  cepat  tanggap,
bagian, kota,  dan sebagainya.” membangun konsensus, kesetaraan, efektif dan efisien, bertanggung
jawab serta visi strategis.

198 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 199


Menurut AKIP (LAN dan BPKP, 2000), proses penyelenggaraan Dengan demikian, kemampuan suatu negara mencapai tujuan negara
kekuasaan negara dalam menyediakan public good and sevices disebut sangat  bergantung  pada  kualitas  tata  kepemerintahan,  yaitu
governance  (pemerintah  atau  kepemerintahan),  sedangkan  praktik pemerintah  melakukan  interaksi  dengan  sektor  swasta  dan
terbaiknya  disebut  good  governance  (kepemerintahan  yang  baik). masyarakat  (Thoha,  2000:  12).
Dituntut  dalam  pelaksanaan,  yaitu  koordinasi  (aligment)  yang  baik Konsep  governance  tidak  hanya  melibatkan  pemerintah  dan
dan integrasi, profesionalisme, serta etos kerja dan moral yang tinggi. negara, tetapi juga peran berbagai aktor di luar pemerintah dan negara
Mewujudkan  pemerintah  yang  baik  diperlukan  komitmen  dari sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas (Rochman, 2000:
semua  pihak  (pemerintah  dan  masyarakat).  Wujud  kepemerintahan 141).  Sejalan  dengan  konsep  governance,  Santosa  (2008:  130)
yang  baik  (good  governance)  adalah  penyelenggaraan  negara  yang menegaskan bahwa dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan, ada
solid, bertanggung jawab, efektif, dan efisien dengan menyinergikan tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
interaksi yang konstruktif di antara domain negara. Governance  adalah  mekanisme  pengelolaan  sumber  daya
Good governance bersenyawa dengan sistem administrasi negara ekonomi  dan  sosial  yang  melibatkan  pengaruh  sektor  negara  dan
dengan  berupaya  menyempurnakannya.  Bagir  Manan  (1999) nonpemerintah dalam suatu kegiatan kolektif (Rochman, 2000: 142).
menyatakan  bahwa  sangat  wajar  apabila  tuntutan  penyelenggaraan Pinto  (Widodo,  2008:  107)  mengatakan  bahwa  governance  adalah
pemerintahan  yang  baik  ditujukan  pada  pembaharuan  administrasi praktik  penyelenggaraan  kekuasaan  dan  kewenangan  oleh
negara dan penegakan hukum. pemerintah  dalam  pengelolaan  urusan  pemerintahan  secara  umum
J.B. Kristiadi  (1991) berpendapat bahwa good  governance  dicapai dan  pembangunan  ekonomi pada  khususnya.
melalui pengaturan yang tepat di antara dua fungsi pasar dan fungsi Lembaga Administrasi Negara (2000: 1) mengartikan governance
organisasi,  termasuk  organisasi  publik  sehingga  tercapai  transaksi sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara/pemerintah dalam
dengan biaya rendah. melaksanakan penyediaan public goods and services. Lebih lanjut, LAN
Mustopadidjaja  berpandangan  bahwa  kredibilitas  manajemen (2000:  5)  menegaskan  bahwa  dilihat  dari  segi  functional  aspect,
pemerintahan di negara-negara demokratis konstitusional pada masa governance  dapat  ditinjau  dari  apakah  pemerintah  telah  berfungsi
mendatang akan lebih banyak ditentukan oleh kompetensinya dalam secara  efektif  dan  efisien  dalam  upaya  mencapai  tujuan  yang  telah
pengelolaan  kebijakan  publik.  Peran  pemerintah  melalui  kebijakan digariskan, atau sebaliknya.
publiknya sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya mekanisme Dalam  pengertian  yang  lebih  kompleks,  United  Nations
pasar yang benar sehingga penyimpangan yang terjadi di pasar dapat Development  Programme  (UNDP)  mengemukakan,  “Governance  is
dihindari.  Oleh  karena  itu,  upaya-upaya  perwujudan  ke  arah  good defined  as  the  exercise  of  political,  economic,  and  administrative  authority
governance  dapat  dimulai  dengan  membangun  landasan to  manage  a  nation’s  affairs.”  Kepemerintahan  diartikan  sebagai
demokratisasi  penyelenggaraan  negara  dan  dilakukan  upaya pelaksanaan  kewenangan  politik,  ekonomi,  dan  administratif  untuk
pembenahan terhadap penyelenggaraan pemerintahan. me-manage  urusan-urusan  bangsa.  Lebih  lanjut,  UNDP  juga
menegaskan,  “It  is  the  complex  mechanisms,  process,  relationships  and
2. Konsep Governance institutions  through  which  citizens  and  groups  articulate  their  interests,
Istilah  governance  menunjukkan  suatu  proses  ketika  rakyat  bisa exercise  their  rights  and  obligations  and  mediate  their  differences.”
mengatur  ekonominya,  institusi,  dan  sumber-sumber  sosial  serta Pemerintahan  adalah  suatu  institusi,  mekanisme,  proses,  dan
politiknya  tidak  hanya  dipergunakan  untuk  pembangunan,  tetapi hubungan  yang kompleks sebagai  jalan  bagi  warga negara (citizens)
juga untuk menciptakan kohesi,  integrasi, dan kesejahteraan rakyat. dan  kelompok  yang  mengartikulasikan  kepentingannya,

200 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 201


melaksanakan  hak  dan  kewajibannya,  dan  menengahi  atau (Keban,  2000:  52).  Mereka  memberikan  tekanan  pada  beberapa
memfasilitasi perbedaan di antara mereka (Widodo, 2008: 108). indikator, antara lain:
Pengertian  governance  yang  dikemukakan  oleh  UNDP,  menurut a. demokrasi,  desentralisasi,  dan  peningkatan  kemampuan
Lembaga Administrasi Negara (2000: 5), mempunyai tiga kaki, yaitu pemerintah;
economic,  politic,  dan  administrative.  Economic  governance  mencakup b. hormat  terhadap  hak  asasi  manusia  dan  kepatuhan  terhadap
proses pembuatan  keputusan yang  memengaruhi  aktivitas  ekonomi hukum  yang  berlaku;
negara  atau  berhubungan  dengan  ekonomi  lainnya,  baik  secara c. partisipasi rakyat;
langsung  maupun  tidak  langsung.  Economic  governance  memiliki
d. efisiensi,  akuntabilitas,  transparansi  dalam  pemerintah,  dan
pengaruh  atau  implikasi  terhadap  equity,  poverty,  dan  quality  of  life.
administrasi  publik;
Political  governance  merujuk  pada  proses  pembuatan  keputusan  dan
implementasi  kebijakan  negara/pemerintah  yang  legitimate  dan e. pengurangan anggaran militer;
authoritative.  Oleh  karena  itu,  negara  terdiri  atas  tiga  cabang f. tata ekonomi yang berorientasi pasar.
pemerintahan  yang  terpisah,  yaitu  legislatif,  eksekutif,  dan  yudisial Lembaga  Administrasi  Negara  (2000:  6)  mendefinisikan  good
yang mewakili kepentingan politik pluralis dan membolehkan setiap governance sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid
warga  negara  memilih  secara  bebas  wakilnya.  Administrative dan  bertanggung  jawab,  serta  efisien  dan  efektif   dengan  menjaga
governance adalah sistem implementasi kebijakan yang melaksanakan “kesinergisan”  interaksi  yang  konstruktif  di  antara  domain-domain
sektor publik secara efisien, tidak memihak, akuntabel, dan terbuka. negara, sektor swasta, dan masyarakat (society).
Berdasarkan uraian tersebut, unsur utama yang dilibatkan dalam Pada  tataran  ini,  good  governance  berorientasi  pada  dua  hal
penyelenggaraan  kepemerintahan  menurut  UNDP  terdiri  atas  tiga pokok.  Pertama,  orientasi  ideal  negara  yang  diarahkan  pada
macam, yaitu the state (negara/pemerintah), the private sector (swasta), pencapaian  tujuan  nasional.  Pada  tataran  ini,  good  governance
dan  civil  society  organization  (organisasi  masyarakat).  Hubungan  di mengacu  pada  demokratisasi  dalam  kehidupan  bernegara  dengan
antara  ketiga  unsur  utama  dalam  penyelenggaraan  governance elemen-elemen  konstituennya,  seperti  legitimacy,  accountability,
tentunya  saling  memengaruhi,  saling  membutuhkan,  bahkan  saling scuring of human right, autonomy and devolution of power, dan assurance
ketergantungan  dalam  upaya  mewujudkan  kepemerintahan  yang of  civilian  control.  Kedua,  pemerintahan  yang  berfungsi  secara  ideal,
baik  (Widodo,  2008:  110). yaitu  secara  efektif  dan  efisien  dalam  melakukan  upaya  mencapai
Berdasarkan batasan definitif di atas, dapat disimpulkan bahwa  tujuan nasional. Dalam konteks ini, good governance bergantung pada
pengertian  governance  adalah  suatu  proses  interaksi  yang  setara, struktur  serta  mekanisme  politik  dan  administratif  berfungsi  secara
selaras,  dan  seimbang  antara  domain  dalam  melaksanakan efektif dan efisien.
pembangunan  ekonomi,  politik,  dan  administrasi.  Konsekuensi 4. Syarat Terciptanya Good Governance
interaksi antardomain ini  menyebabkan bergesernya pola pelayanan
Santosa  (2008:  131)  mengatakan  bahwa  syarat  terciptanya  good
sektor  publik  ke  sektor  swasta  yang  sering  disebut  privatisasi  atau
governance,  meliputi  partisipatoris,  rule  of  law  (penegakan  hukum),
swastanisasi.
transparansi, responsiveness (daya tanggap), konsensus, persamaan hak,
3. Konsep Good Governance efektivitas dan efisiensi, dan akuntabilitas.
Konsep  good  governance  sejak  tahun  1991  dipromosikan  oleh a. Partisipatoris. Setiap pembuatan peraturan atau kebijakan selalu
beberapa agensi multilateral dan bilateral, seperti JICA, OECD, GTZ melibatkan unsur  masyarakat (melalui wakil-wakilnya). 

202 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 203


b. Rule  of  law;  harus  ada  perangkat  hukum  yang  menindak  para Hal  ini  merupakan  fondasi  legitimasi  dalam  sistem  demokrasi
pelanggar,  menjamin  perlindungan  HAM,  tidak  memihak, karena prosedur dan metode pembuatan keputusan harus transparan
berlaku kepada semua warga.  agar terjadi partisipasi efektif. Kondisi semacam ini mensyaratkan bagi
c. Transparansi;  adanya  ruang  kebebasan  untuk  memperoleh siapa  saja  yang  terlibat  dalam  pembuatan  keputusan,  baik
informasi  publik  bagi  warga  yang  membutuhkan  (diatur  oleh pemerintah,  sektor  swasta  maupun  masyarakat,  harus  bertanggung
undang-undang).  Ada  ketegasan  antara  rahasia  negara  dan jawab kepada publik serta institusi stakeholders.
informasi  yang  terbuka  untuk  publik.  Di  samping  itu,  institusi  governance  harus  efisien  dan  efektif
d. Responsiveness;  lembaga  publik  harus  mampu  merespons dalam  melaksanakan  fungsinya,  responsif  terhadap  kebutuhan
kebutuhan  masyarakat,  terutama  yang  berkaitan  dengan  “basic masyarakat, memberikan  fasilitas  dan  peluang  daripada melakukan
needs” (kebutuhan dasar) dan HAM.  kontrol  serta  melaksanakan  peraturan  perundang-undangan  yang
e. Konsensus;  jika  ada  perbedaan  kepentingan  yang  mendasar berlaku.
dalam  masyarakat,  penyelesaian  harus  mengutamakan  cara Implementasi  dari  semua  indikator  good  governance  sangat
dialog/musyawarah menjadi konsensus.  dibutuhkan sebagai syarat bagi terciptanya pemerintahan yang baik
f. Persamaan  hak;  pemerintah  harus  menjamin  bahwa  semua (good  governance)  serta  pemerintahan yang  bersih  (clean  government).
pihak,  tanpa  terkecuali,  dilibatkan  dalam  proses  politik,  tanpa Dalam  mengimplementasikan  indikator  tersebut,  salah  satu  yang
ada satu pihak pun yang dikesampingkan.  dibutuhkan  agar  dapat  mewujudkan  kepemerintahan  yang  baik
adalah  kreativitas  pemimpin  dalam  melaksanakan  fungsi  atau
g. Efektivitas  dan  efisiensi;  pemerintah  harus  efektif  (absah)  dan
peranannya melalui pola kepemimpinan demokratis yang senantiasa
efisien  dalam  memproduksi  output  berupa  aturan,  kebijakan,
menciptakan  sinergi  antar–berbagai  elemen  pembangunan  secara
pengelolaan keuangan negara, dan lain-lain. 
optimal.
h. Akuntabilitas;  suatu  perwujudan  kewajiban  dari  suatu  instansi
pemerintahan  untuk  mempertanggungjawabkan  keberhasilan 5. Prinsip-prinsip Kepemerintahan yang Baik
dan kegagalan pelaksanaan misinya. Implementasi akuntabilitas Untuk  mewujudkan  good  governance,  ada  berbagai  karakteristik
dilakukan  melalui  pendekatan  strategis,  yang  akan dan ciri dalam perwujuduan good governance. Ciri-ciri good governance
mengakomodasi  perubahan-perubahan  cepat  yang  terjadi  pada menurut  PP No. 101 tahun 2000, yaitu:
organisasi dan secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan a. profesionalitas,
tersebut, sebagai antisipasi terhadap tuntutan pihak-pihak yang
b. akuntabilitas,
berkepentingan. 
c. transparansi,
Nilai yang terkandung dari pengertian beserta karakteristik good
governance tersebut merupakan nilai-nilai yang universal sifatnya dan d. pelayanan prima,
sesuai  dengan  cita-cita  perjuangan  bangsa  Indonesia  sebagaimana e. demokrasi,
tertuang  dalam  GBHN  1999-2004.  Oleh  karena  itu,  diperlukan f. efisiensi dan efektivitas,
pengembangan  dan  penerapan  sistem  pertanggungjawaban  yang
g. supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dapat  berlangsung  secara berdaya guna  dan  berhasil 6. Perubahan Paradigma
guna. Kondisi semacam ini perlu adanya akuntabilitas dan tersedianya Perubahan  paradigma  dari pengertian  pemerintah  (government)
akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas.  antara  lain  unsur  kekuasaan  (power)  diubah  menjadi  unsur

204 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 205


kewenangan  (authority)  yang  bertugas  melayani  masyarakat  atau Perbedaan antara pemerintah (government) dan kepemerintahan
public  service. yang  baik  (good  governance)
Selanjutnya, pengertian tersebut dalam good governance terdapat
GOVERNMENT GOOD  GOVERNANCE
tiga unsur berkaitan, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat yang
hidup saling berkaitan satu sama lain. Paradigma sebelumnya, rakyat 1. Kekuasaan  (power)  klasik 1. Kewenangan/pelayanan/modern
merupakan  sisi  lain  yang  terpisah  dari  pemerintah,  berarti  rakyat 2. Sentralisasi 2. Desentralisasi (otonomi)
harus mengikuti keinginan pemerintah melalui aturan dan kebijakan
3. Pengerahan  masyarakat 3. Pemberdayaan masyarakat
yang diambil walaupun tujuannya sama, yaitu ingin  meningkatkan
kesejahteraan rakyat serta ketertiban dalam masyarakat. 4. Dominasi  ekonomi 4. Ekonomi  pasar
Pemerintah  dalam  keberadaannya  sebagai  pelayan  terhadap 5. Pembinaan  masyarakat 5. Civil society
kebutuhan masyarakat di banyak bidang kehidupan masyarakat luas, 6. Top  down 6. Botom  up
bukan  berarti  rakyat  atau  masyarakat  yang  melayani  pemerintah
seperti  beberapa  periode  masa  lalu.  Perubahan  paradigma  tersebut Kondisi  masyarakat  sekarang  jauh  berbeda  dari  kondisi
memerlukan  waktu  karena  kesiapan  aparatur  pemerintah  atau masyarakat pada kemerdekaan lebih dari setengah abad lalu. Banyak
masyarakat  perlu  proses  dan  penahapan  yang  baik.  Untuk kemajuan  di  berbagai  bidang  kehidupan,  seperti  ekonomi,  sosial
menciptakan  masyarakat  madani  yang  merupakan  kelompok  di budaya,  politik  telah  semakin  meningkatkan  kualitas  hidup
antara  pemerintah  dengan  perseorangan  yang  berinteraksi  secara masyarakat.  Kemajuan  tersebut  semakin  kompleks,  dinamis,  dan
sosial,  politik,  dan  ekonomi.    Kelompok  masyarakat  sipil  tersebut sangat beragam walaupun ada sebagian besar masyarakat yang masih
telah  dirasakan  manfaatnya  oleh  masyarakat  melalui  fasilitas hidup di bawah garis kemiskinan.
partisipasi  masyarakat  dengan  cara  mobilisasi  untuk  meningkatkan Khusus di  bidang perekonomian,  Indonesia  sempat mengalami
kesejahteraan  di  berbagai  bidang  sebagai  masyarakat  yang  madani fluktuasi  ekonomi  beberapa  dasawarsa  sebelum    akhir  tahun  1990-
(civil society). an.  Era  orde  baru  hanya  sempat  bertahan  pada  tahun  1998  setelah
Masyarakat  madani  merupakan  kelompok  masyarakat  yang gelombang politik besar dari reformasi muncul. Diawali dengan krisis
telah  menyadari  perbaikan  kesejahteraan,  tingkat  pendidikan  dan ekonomi  dan  berlanjut  menjadi  krisis  multidimensional  sebelum
peradaban masyarakat secara keseluruhan yang tujuannya terbentuk lahirnya  reformasi,  menyebabkan  negara  ini  masih  belum  bisa
kekuasaan  baru  dalam  masyarakat.  Masalah  ini  sebagai  akibat  dari bangkit untuk melepaskan diri dari berbagai krisis sampai sekarang.
semakin lemahnya  ketergantungan sosial ekonomi pada kekuasaan Dari kegagalan tersebut muncul menguatnya tuntutan aktualisasi
formal  (M. Ryaas Rasyid, 2000). peranan  masyarakat  aktif  dalam  pembangunan.  Dominasi  peran
Transformasi    struktural  tersebut  ditandai  dengan  proses pemerintah dalam pembangunan mulai dipertanyakan dan semakin
demokratisasi  yang  semakin  tumbuh  dan  berkembang, menguatnya  kesadaran  akan  nilai-nilai  demokrasi  yang  ditandai
pemberdayaan    dan  peningkatan  partisipasi  masyarakat  dalam dengan kebebasan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan,
berbagai  bidang, penegakan supremasi hukum  dan  pemberantasan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
korupsi,  kolusi,  dan  nepotisme  di  lingkungan  pemerintah, Di  bidang  penyelenggaraan  pemerintah  banyak  negara  yang
penghormatan  terhadap  hak-hak  asasi  manusia,  dinamika  interaksi sudah  menemukan  pola  baru  melalui  pendekatan  pembangunan
sosial, politik, dan ekonomi antara pemerintah dan masyarakat. dengan  melibatkan  peran  aktif  masyarakat,  termasuk  dunia  usaha
serta LSM secara lebih besar.

206 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 207


Pola  tersebut  kemudian  berubah  menjadi  format  baru pemerintahan  negara  dan  penyelenggaraan  pembangunan  ataupun
kepemerintahan  yang mengubah  pandangan  klasik  yang selama  ini pelayanan  publik  telah  bergeser  menjadi  format  kepemerintahan
lebih dominan  dalam pembangunan masyarakat. yang lebih dikenal dengan istilah governance.

1. Aktor dalam Kepemerintahan


B. Konsepsi Penyelenggaraan Pemerintahan a. Negara dan Pemerintahan
(Governing) Konsepsi  kepemerintahan  pada  dasarnya  adalah  kegiatan
kenegaraan  dengan  melibatkan  sektor  swasta  dan  kelembagaan
Konteks  masyarakat  dalam  masyarakat  kontemporer  yang masyarakat  madani  (civil  society).  Pengertian  negara/pemerintahan
dinamis,  kompleks,  dan  aneka  ragam  (Koinman,  1993:  255-259).
mencakup keseluruhan lembaga politik dan sektor publik. Peranan dan
Adapun karakteristik masyarakat tersebut, yaitu sebagai berikut.
tanggung  jawab  negara  atau  pemerintah  meliputi  penyelenggaraan
a. Permasalahan  sosial  dalam  masyarakat  umumnya  disebabkan pelayanan  publik,  penyelenggaraan  kekuasaan  untuk  memerintah,
interaksi berbagai faktor dan tidak bisa  dibatasi oleh munculnya membangun  lingkungan  yang  kondusif  bagi  tercapainya  tujuan
faktor tertentu secara terisolasi pembangunan, baik lokal, nasional, maupun global.
b. Pengetahuan  politis  ataupun  teknis  tentang  permasalahan  dan
b. Sektor Swasta sebagai Pelaku (Actor)
pemecahannya di antara banyak faktor.
Sektor  swasta  mencakup  perusahaan  swasta  yang  aktif  dalam
c. Tujuan kebijakan publik tidak mudah untuk dirumuskan bahwa interaksi dalam sistem pasar, industri  manufakturing (pengelolaan),
lebih  sering  menjadi  bahan  untuk  disempurnakan
perdagangan, perbankan, koperasi, dan sektor informal lainnya dalam
ketidakpastian menjadi aturan, bukan sebagai pengecualian.
beberapa  kegiatan  yang  bersifat  penyerapan  tenaga  kerja,
Kegiatan  dalam  rangka  kepemerintahan  dapat  didefinisikan peningkatan  produksi,  investasi,  pengembangan  usaha,  sumber
sebagai  proses  interaksi  antara  berbagai  aktor  dalam  pemerintahan penerimaan  masyarakat,  dan  pertumbuhan  ekonomi.
dengan kelompok sasaran atau berbagai individu masyarakat.
c. Masyarakat Madani (Civil  Society)
Menurut  Offe    (1985:  310),  hasil  dari  tindakan  administratif
Masyarakat  madani  merupakan  kelompok  masyarakat  dalam
dalam  berbagai  bidang  bukan  merupakan  hasil  dari  pelaksanaan
konteks  kenegaraan  yang  berada  di  antara  pemerintah  dan
tugas pemerintah berdasarkan  peraturan perundang-undangan yang
perseorangan,  baik  perseorangan  maupun  kelompok  tersebut
ditetapkan  sebelumnya,  melainkan  hasil  dari  kegiatan  produksi
berinteraksi  secara  sosial,  politik,  dan  ekonomi.  Kelembagaan
bersama (coproduction) antara lembaga pemerintah dan klien masing-
masyarakat sipil dirasakan oleh masyarakat melalui fasilitas partisipasi
masing.
masyarakat dengan mobilisasi.
Penyelenggaraan  pemerintahan  (governing)  dalam  masyarakat
saat  ini  pada  intinya  merupakan  proses  koordinasi,  pengendalian 2. Prinsip-prinsip Kepemerintahan
(steering),  pemengaruhan  (influence),  dan  penyeimbangan  (balancing) Prinsip  mendasar  dalam  melandasi  perbedaan  antara  konsepsi
dari setiap hubungan (interaksi). Artinya, format pemerintahan yang kepemerintahan (governance) dan pola pemerintahan yang tradisional
baru diperlukan untuk memenuhi tuntutan perubahan pola interaksi terletak  pada  adanya  tuntutan  yang  kuat  agar  peranan  pemerintah
sosial politik antara pemerintah dan masyarakat. dikurangi dan peran masyarakat termasuk lembaga dunia usaha dan
Format interaksi antara pemerintah dan masyarakat dari “sarwa LSM/ornop  semakin  ditingkatkan  dan  terbuka  aksesnya.
negara”  atau  pemerintahan  (government)  sebagai  paradigma  klasik

208 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 209


Menurut  Duclaud  Williems    dan  Kooiman  (1993:  251),  selama 5. Prinsip-prinsip Tata Pemerintahan yang Baik (Good
ini  struktur  kekuasaan  pemerintah,  metode,  dan  instrumen Governance)
pemerintahan  tradisional  menunjukkan  kegagalan.  Ruang  lingkup UNDP  merekomendasikan  beberapa  karakteristik  governance,
kegiatan interaksi sosial politik yang baru telah muncul, tetapi format yaitu legitimasi politik, kerja sama dengan institusi masyarakat sipil,
kelembagaan dan pola tindakan mediasi berbagai kepentingan yang kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan
berbeda  masih  belum  tersedia.  Adanya  isu  baru  yang  strategis keuangan  (financial),  manajemen  sektor  publik  yang  efisien,
menjadi  pusat  perhatian  seluruh  aktor  dalam  interaksi  sospol  di kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil, dan dapat
lingkungan pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan dipercaya. 
konvergensi  atau  kesearahan  tujuan  dan  kepentingan  untuk
Adapun  World  Bank  mengungkapkan  sejumlah  karakteristik
menghasilkan  dampak  yang  bersifat  sinergis  atau  situasi  win  win
good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris,
solution.
terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang
3. Good Governance Merupakan Sebuah Cita-cita Bersama bertanggung jawab, birokrasi yang profesional, dan aturan hukum.
Good governance merupakan sebuah cita-cita bersama yang akan Asian Development Bank menegaskan adanya konsensus umum
diwujudkan  dalam  bernegara.  Menurut  Kooiman  (1998:  2), bahwa good governance dilandasi oleh empat pilar, yaitu accountability, 
pengertian governance ditafsirkan sebagai seni mengendalikan (art of transparency, predictability,  dan  participation. 
steering)  yang  menampilkan  kepastian  memerintah  (govern  ability) Jumlah  komponen  atau  prinsip  yang  melandasi  tata
melalui penggunaan instrumen alternatif pemerintahan dengan cara pemerintahan  yang  baik  sangat  bervariasi  dari  satu  institusi  ke
penggunaan  pengaruh  untuk  mencetak  lingkungan  (tomold institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya.
environtment),  dalam  rangka  mencapai  tujuan  yang  telah  ditetapkan Akan tetapi, ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-
dengan sarana memengaruhi perilaku warga (masyarakat). prinsip  utama  yang  melandasi  good  governance,  yaitu
akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
4. Upaya Membangun Good Governance
Membangun  good  governance  adalah  mengubah  cara  kerja  state,
membuat  pemerintah  accountable,  dan  membangun  pelaku-pelaku
di  luar  negara  untuk  ikut  berperan  membuat  sistem  baru  yang C. Paradigma Good Governance dalam Pelayanan
bermanfaat  secara  umum.  Dalam  konteks  ini,  tidak  ada  satu  tujuan Publik
pembangunan  yang  dapat  diwujudkan  dengan  baik  hanya  dengan
Penyelenggaraan  pemerintahan,  pembangunan,  dan  pelayanan
mengubah  karakteristik  dan  cara  kerja  institusi  negara  dan
publik  yang  dilakukan  oleh  pemerintah  atau  pemerintah  daerah,
pemerintah.
selama  ini  didasarkan  pada paradigma  rule  government  (pendekatan
Untuk  mengakomodasi  keragaman,  good  governance  juga  harus legalitas).
menjangkau  berbagai  tingkat  wilayah  politik.  Oleh  karena  itu,
Dalam  merumuskan,  menyusun,  dan  menetapkan  kebijakan
membangun  good  governance  adalah  proyek  sosial  yang  besar. Agar
senantiasa  didasarkan  pada  pendekatan  prosedur  dan  keluaran
realistis,  usaha  tersebut  harus  dilakukan  secara  bertahap.  Untuk
(output), serta dalam prosesnya menyandarkan atau berlindung pada
Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar
peraturan perundang-undangan atau pendekatan legalitas.
dapat menangani realitas yang ada.

210 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 211


Penggunaan  paradigma  rule  government  atau  pendekatan Kebijakan  pelayanan  publik  pada  era  otonomi  daerah  sangat
legalitas,  saat  ini  cenderung  mengedepankan  prosedur,  hak  dan strategis  dalam  upaya  mewujudkan  kepemerintahan  yang  baik.
kewenangan  atas  urusan  yang  dimiliki  (kepentingan  pemerintah Dengan  demikian,  pelayanan  publik  memiliki  nilai  strategis  dan
daerah), dan kurang memerhatikan prosesnya. Pengertiannya, dalam menjadi prioritas untuk dilaksanakan.
proses merumuskan, menyusun, dan menetapkan kebijakan, kurang Apabila  memahami  esensi  kepemerintahan  yang  baik  dan
optimal  melibatkan  stakeholder  (pemangku  kepentingan  di hubungannya dengan tujuan pemberian otonomi daerah, sebenarnya
lingkungan birokrasi, ataupun masyarakat). jelas arahnya, yaitu pemerintah daerah diberi tugas dan fungsi, serta
Penyelenggaraan  pemerintahan,  pembangunan,  dan  pelayanan tanggung jawab dan kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan
publik  menurut  paradigma  good  governance,  dalam  prosesnya  tidak publik yang  baik.
hanya  dilakukan  oleh  pemerintah  daerah  berdasarkan  pendekatan Beberapa pertimbangan pelayanan publik (khususnya di bidang
rule  government  (legalitas)  atau  hanya  untuk  kepentingan perizinan  dan  nonperizinan) menjadi strategis dan  prioritas sebagai
pemerintahan  daerah.  Paradigma  good  governance  mengedepankan kunci  masuk  untuk  melaksanakan  kepemerintahan  yang  baik  di
proses  dan  prosedur,  yaitu  proses  persiapan,  perencanaan, Indonesia.  Salah  satu  pertimbangan  pelayanan  publik  menjadi
perumusan,  dan  penyusunan  suatu  kebijakan  senantiasa strategis dan prioritas untuk ditangani karena saat ini penyelenggaraan
mengedepankan  kebersamaan  dan  dilakukan  dengan  melibatkan pelayanan  publik  sangat  buruk  dan  signifikan  dengan  buruknya
seluruh  pemangku  kepentingan. penyelenggaraan  good  governance.
Pelibatan  elemen  pemangku  kepentingan  di  lingkungan Dampak  pelayanan  publik  yang  buruk  sangat  dirasakan  oleh
birokrasi sangat penting karena merekalah yang memiliki kompetensi warga  dan  masyarakat  luas  sehingga  menimbulkan  ketidakpuasan
untuk mendukung  keberhasilan  dalam  pelaksanaan  kebijakan. dan  ketidakpercayaan  terhadap  kinerja  pelayanan  pemerintah.
Pelibatan  masyarakat  juga  harus  dilakukan  dan  seharusnya  tidak Buruknya  pelayanan  publik  mengindikasikan  kinerja  manajemen
dilakukan formalitas. Penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) pemerintahan yang kurang  baik.
terhadap  para  pemangku  kepentingan  dilakukan  secara  optimal
melalui  berbagai  teknik  dan  kegiatan,  termasuk  proses  perumusan 1. Good Governance Merupakan Manifestasi Penyelenggaraan
dan  penyusunan  kebijakan. Pemerintahan yang Amanah
Penyelenggaraan  kepemerintahan  yang  baik,  pada  dasarnya Dalam literatur ilmu politik, administrasi, dan kebijakan publik,
menuntut  keterlibatan  seluruh  komponen  pemangku  kepentingan, good  governance  merupakan  paradigma  pengelolaan  sektor  publik
baik  di  lingkungan  birokrasi  maupun  di  lingkungan  masyarakat. yang  terinspirasi  dari  konsep  yang  dikembangkan  di  sektor  bisnis,
Penyelenggaraan  pemerintahan  yang  baik  adalah  pemerintah  yang yaitu  good  corporate  governance  (tata  kelola  perusahaan  yang  baik).
dekat  dengan  masyarakat  dan  dalam  memberikan  pelayanan  harus Proses  pengadopsian  good  corporate  governance  ke  sektor  publik
sesuai  dengan  kebutuhan  masyarakat.  Esensi  kepemerintahan  yang ditandai oleh lahirnya konsep “pemerintahan wirausaha” (reinventing
baik  (good  governance)  dicirikan  dengan  terselenggaranya  pelayanan government)  yang  diintrodusir  oleh  Osborne  dan  Gaebler  (1992).
publik  yang  baik.  Hal  ini  sejalan  dengan  esensi  kebijakan Paradigma  good  governance  kemudian  digunakan  sebagai  kriteria
desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan keberhasilan pembangunan suatu negara atau pemerintahan. Badan-
keleluasaan pada daerah untuk mengatur dan mengurus masyarakat badan  pembiayaan  internasional,  seperti  World  Bank  dan  Asian
setempat, serta meningkatkan  pelayanan publik. Development  Bank  menghubungkan  paradigma  ini  dengan
persyaratan  untuk  memperoleh  bantuan. 

212 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 213


2. Faktor Penyebab Kinerja Manajemen Pemerintahan dan  meningkatkan  kinerja  manajemen  pemerintahan  daerah  untuk
Buruk meningkatkan  kualitas pelayanan  publik.
Kinerja manajemen pemerintahan yang buruk dapat disebabkan Banyak  pemerintah  daerah  yang  telah  mengambil  langkah-
berbagai faktor, antara lain sebagai berikut. langkah  positif  dalam  menetapkan  kebijakan  peningkatan  kualitas
a. Ketidakpedulian  dan  rendahnya  komitmen  top  pimpinan, pelayanan  publik  berdasarkan  prinsip-prinsip  good  governance.
pimpinan manajerial atas, menengah dan bawah, serta aparatur Paradigma  good  governance  menjadi  relevan  dan  menjiwai
penyelenggara  pemerintahan  lainnya  untuk  bersama-sama kebijakan pelayanan publik pada era otonomi daerah, yang diarahkan
mewujudkan  tujuan  otonomi  daerah. untuk  meningkatkan  kinerja  manajemen  pemerintahan,  mengubah
b. Kurangnya  komitmen  untuk  menetapkan  dan  melaksanakan sikap  mental,  perilaku  aparat  penyelenggara  pelayanan  serta
strategi dan kebijakan meningkatkan kualitas manajemen kinerja membangun  kepedulian  dan  komitmen  pimpinan  daerah  dan
dan kualitas pelayanan publik. aparatnya  untuk  memperbaiki  dan  meningkatkan  pelayanan  publik
Meningkatnya kualitas pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh yang berkualitas.
kepedulian  dan  komitmen  pimpinan  dan  aparat  penyelenggara Pelayanan  publik  merupakan  bagian  dari  pemerintahan  yang
pemerintahan untuk  menyelenggarakan  kepemerintahan  yang baik. baik  (good  governance),  yang  salah  satu  parameternya  adalah  cara
Perubahan  signifikan  pelayanan  publik  akan  dirasakan  manfaatnya aparatur pemerintah  memberikan pelayanan  kepada rakyat. Prinsip
oleh  masyarakat  dan  berpengaruh  terhadap  meningkatnya good  governance  bisa  terwujud  jika  pemerintahan  diselenggarakan
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah. secara  transparan,  responsif,  partisipatif,  taat  hukum  (rule  of  law),
Terselenggaranya  pelayanan  publik  yang  baik  memberikan sesuai dengan konsensus, nondiskriminasi, akuntabel, serta memiliki
indikasi  membaiknya  kinerja  manajemen  pemerintahan.  Selain  itu, visi yang strategis.
menunjukkan  adanya  perubahan  pola  pikir  yang  berpengaruh
3. Faktor-faktor Penyebab Buruknya Pelayanan Publik
terhadap  perubahan  yang  lebih  baik  terhadap  sikap  mental  dan
perilaku  aparat  pemerintahan  yang  berorientasi  pada  pelayanan Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik, antara lain
publik. sebagai  berikut.
Pelayanan  publik  yang  baik  akan  berpengaruh  untuk a. Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para
menurunkan  atau  mempersempit  terjadinya  KKN  dan  pungli  yang elite politik dan tidak pro–rakyat.
telah  merebak  di  semua  lini  ranah  pelayanan  publik,  serta  dapat b. Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan teknis-mekanis,
menghilangkan diskriminasi dalam pemberian pelayanan. bukan  pedekatan  kemanusiaan.
Dalam  konteks  pembangunan  daerah  dan  kesejahteraan c. Kecenderungan  masyarakat  yang  mempertahankan  sikap
masyarakat,  perbaikan  atau  peningkatan  pelayanan  publik  yang menerima  (pasrah)  telah  diberikan  oleh  pemerintah  sehingga
dilakukan  pada  jalur  yang  benar,  memiliki  nilai  strategis  dan berdampak pada sikap kritis masyarakat yang tumpul.
bermanfaat  bagi  peningkatan  dan  pengembangan  investasi  dan d. Adanya  sikap-sikap  pemerintah  yang  berkecenderungan
mendorong kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat mengedepankan  informaliti  birokrasi  dan  mengalahkan  proses
luas (masyarakat dan swasta). formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi.
Paradigma  good  governance  merasuk  dalam  pikiran  sebagian
besar  stakeholder  pemerintahan  di  pusat  dan  daerah,  serta
menumbuhkan  semangat  pemerintah  daerah  untuk  memperbaiki

214 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 215


Ada  beberapa  cara  perbaikan  di  sektor  pelayanan  publik  yang tantangan-tantangan  dalam  hal  pelayanan  terhadap  masyarakat,
patut  dipertimbangkan,  yaitu: menciptakan  organisasi-organisasi  yang  mampu  memperbaiki
a. mempercepat  terbentuknya  UU  Pelayanan  Publik; efektivitas dan efisiensi pada saat sekarang dan pada masa yang akan
b. pembentukan pelayanan publik satu atap (one stop services); datang.

c. transparansi biaya pengurusan pelayanan publik; Berikut ini adalah prinsip-prinsip dari reinventing government.

d. membuat  Standar  Operasional  Prosedur  (SOP)  dan  reformasi a) Mengarahkan Daripada Mengayuh (Steering  Rather  Than
pegawai yang berkecimpung di pelayanan publik; Rowing)
e. pelaksanaan Otonomi Daerah memungkinkan pelaksanaan tugas Berfokus  pada  pengarahan,  bukan  pada  produksi  pelayanan
umum; publik.
f. pemerintahan dan tugas pembangunan berjalan lebih efektif dan 1) Memisahkan fungsi “mengarahkan” (kebijaksanaan dan regulasi)
efisien serta dapat menjadi sarana perekat integrasi bangsa. dari fungsi “mengayuh” (pemberian layanan dan compliance).
4. Peran Administrasi Negara dan Pemerintahan pada Masa 2) Peranan pemerintah  lebih sebagai fasilitator daripada langsung
Mendatang melakukan semua kegiatan operasional.
Peran  administrasi  negara  dan  pemerintahan  pada  masa 3) Metode-metode yang digunakan, antara lain privatisasi, lisensi,
mendatang  dengan  melihat  beberapa  tuntutan  masyarakat  di  atas konsesi, kerja sama operasional, kontrak, voucher, insentif pajak,
dengan kondisi pemerintah sebagai pelayan masyarakat saat ini, yaitu: dan lain-lain.
a. pemerintahan  dengan  sistem  birokrasi  yang  lamban  dan 4) Pemerintah  harus  menyediakan  (providing)  beragam  pelayanan
terpusat; publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses
b. pemenuhan  terhadap  ketentuan  dan  peraturan  (bukan produksinya.
berorientasi misi); 5) Pemerintah  memfokuskan  pada  pemberian  arahan,  sedangkan
c. rantai  hierarki/komando  yang  rigid  maka  pemerintah  harus produksi  pelayanan  publik  diserahkan  pada  swasta  atau  pihak
berupaya  mengubah  perannya  untuk  masa  yang  akan  datang ketiga.
melalui penerapan konsep reinventing government. 6) Produksi  pelayanan  publik  oleh  pemerintah  harus  dijadikan
sebagai perkecualian, bukan suatu keharusan. Pemerintah hanya
5. Reinventing Government memproduksi  pelayanan  publik  yang  belum  dapat  dilakukan
Menurut  David  Osborne  dan  Peter  Plastrik  (1997)  dalam pihak  nonpublik.
bukunya  Memangkas  Birokrasi,  reinventing  government  adalah
b) Pemerintah Adalah Milik Masyarakat
transformasi  sistem  dan  organisasi  pemerintah  secara  fundamental
untuk menciptakan peningkatan dramatis dalam efektivitas, efisiensi, Prinsip  ini  artinya  memberdayakan  daripada  melayani
dan  kemampuan  untuk  melakukan  inovasi. (empowering  rather  than  serving).
Transformasi  ini  dicapai  dengan  mengubah  tujuan,  sistem 1) Mendorong  mekanisme  kontrol  atas  pelayanan  lepas  dari
insentif,  pertanggungjawaban,  struktur  kekuasaan,  budaya  sistem, birokrasi dan diserahkan kepada masyarakat.
dan  organisasi  pemerintahan.  Pembaharuan  adalah  penggantian 2) Masyarakat  dapat  membangkitkan  komitmen  yang  lebih  kuat,
sistem  yang  birokratis  menjadi  sistem  yang  bersifat  wirausaha. perhatian  lebih  baik  dan  lebih  kreatif  dalam  memecahkan
Pembaharuan    membuat  pemerintah  siap  untuk  menghadapi masalah.

216 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 217


3) Mengurangi ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. berdasarkan prosedur yang benar dan  baku, tetapi pemenuhan
Dengan  adanya  prinsip  ini,  pemerintah  sebaiknya  memberikan prosedur  bukanlah  tujuan.  Tujuan APBD  adalah  meningkatkan
wewenang  kepada  masyarakat  sehingga  masyarakat  mampu kesejahteraan  masyarakat.
menolong  dirinya  sendiri  (community  self-help). e) Pemerintah yang Berorientasi Hasil
c) Pemerintahan yang Kompetitif Prinsip  ini  artinya  membiayai  hasil,  bukan  masukan  (funding
Prinsip  ini  artinya  menyuntikkan  persaingan  dalam  pemberian outcomes, not  input).
pelayanan (injecting competition into service delivery). 1) Berusaha  mengubah  bentuk  penghargaan  dan  insentif:
membiayai  hasil,  bukan  masukan.
1) Pemberian jasa/layanan harus bersaing dalam usaha berdasarkan
kinerja dan harga. 2) Mengembangkan  standar  kerja,  yang  mengukur  seberapa  baik
memecahkan  masalah.
2) Persaingan  adalah  kekuatan  fundamental  yang  tidak
memberikan  pilihan  lain  yang  harus  dilakukan  oleh  organisasi 3) Semakin  baik  kinerja,  semakin  banyak  dana  yang  dialokasikan
publik. untuk mengganti dana yang dikeluarkan unit kerja.
3) Pelayanan  publik  yang  dilaksanakan  oleh  pemerintah  tidak f) Pemerintah Berorientasi pada Pelanggan
bersifat monopoli, tetapi harus bersaing. Prinsip  ini  artinya  memenuhi  kebutuhan  pelanggan,  bukan
4) Masyarakat  dapat  memilih  pelayanan  yang  disukainya.  Oleh birokrasi  (meeting  the  needs  of  customer,  not  be  bureaucracy).
sebab itu, pelayanan sebaiknya mempunyai alternatif. Kompetisi 1) Mengidentifikasi pelanggan yang sesungguhnya.
merupakan satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus 2) Pelayanan masyarakat harus berdasarkan kebutuhan riil.
meningkatkan  kualitas  pelayanan.  Dengan  kompetisi,  banyak 3) Instansi  pemerintah  harus  responsif  terhadap  perubahan
pelayanan  publik  yang  dapat  ditingkatkan  kualitasnya  tanpa kebutuhan  dan  selera  konsumen.
harus memperbesar biaya.
4) Perlu dilakukan penelitian untuk mendengarkan pelanggan.
d) Pemerintah Digerakkan oleh Misi 5) Perlu penetapan standar pelayanan kepada pelanggan.
Prinsip ini mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan 6) Pemerintah perlu meredesain organisasinya untuk memberikan
(transforming  rule-driven  organizations)  menjadi  digerakkan  oleh  misi nilai maksimum kepada para pelanggannya.
(mission-driven). 7) Menciptakan  dual  accountability  (masyarakat  dan  bisnis,  serta
1) Secara internal, dapat dimulai dengan mengeliminasi peraturan DPRD  dan  pejabat).
internal  dan  secara  radikal  menyederhanakan  sistem
g) Pemerintah Wirausaha
administrasi.
Prinsip  ini  artinya  menghasilkan  daripada  membelanjakan
2) Perlu  ditinjau  kembali  visi  yang  harus  dilakukan  oleh
(earning  rather  than  spending).
pemerintah.
1) Pemerintah  wirausaha  memfokuskan  energinya  bukan  hanya
3) Misi  pemerintah  harus  jelas  dan  peraturan  perundangan  tidak membelanjakan uang (melakukan pengeluaran uang), melainkan
boleh  bertentangan  dengan  misi  tersebut. Apa  yang  dapat  dan juga  memperolehnya.
tidak dapat dilakukan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya.
2) Dapat diperoleh dari biaya yang dibayarkan pengguna dan biaya
4) Tujuan  pemerintah  bukan  mandatnya,  melainkan  misinya. dampaknya (impact fees); pendapatan atas investasinya dan dapat
Contoh:  cara  penyusunan  APBD.  APBD  harus  disusun menggunakan insentif seperti dana usaha (swadana).

218 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 219


3) Partisipasi  pihak  swasta  perlu  ditingkatkan  sehingga  dapat dengan mekanisme pasar (sistem insentif), bukan dengan mekanisme
meringankan  beban  pemerintah. administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).
h) Pemerintah Antisipatif (Anticipatory  Government) Ada dua cara alokasi sumber daya, yaitu mekanisme pasar dan
Prinsip  ini  artinya  mencegah  daripada  mengobati  (preventon mekanisme  administratif.  Mekanisme  pasar  terbukti  yang  terbaik
rather  than  cure). dalam mengalokasikan sumber daya.
1) Bersikap proaktif. 1) Pemerintah  wirausaha  menggunakan  mekanisme  pasar,  tidak
memerintah  dan  mengawasi,  tetapi  mengembangkan  dan
2) Menggunakan  perencanaan  strategis  untuk  menciptakan  visi
menggunakan sistem insentif agar tidak merugikan masyarakat.
daerah.
2) Lebih baik merestrukturisasi pasar untuk memecahkan masalah
3) Visi membantu meraih peluang tidak terduga, menghadapi krisis
daripada  menggunakan  mekanisme  administrasi,  seperti
tidak terduga, tanpa menunggu perintah.
pemberian layanan atau regulasi, komando, dan control.
i) Pemerintahan Desentralisasi (Decentralized  Government)
3) Tidak semua pelayanan publik harus dilakukan oleh pemerintah.
Prinsip ini artinya dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja
4) Kebijaksanaan  publik  harus  dapat  memanfaatkan  mekanisme
(from  hierarchy  to  participation  and  teamwork)  dengan  melihat
pasar  untuk  memenuhi  kebutuhan  masyarakat.
beberapa tantangan dari masyarakat, di antaranya sebagai berikut.
5) Partisipasi pihak swasta perlu ditingkatkan.
1) Perkembangan teknologi sudah sangat maju.
2) Kebutuhan masyarakat  dan  bisnis  semakin  kompleks. 6. Relevansi Reinventing  Government dengan Administrasi
3) Staf banyak yang berpendidikan tinggi maka pemerintah perlu: Publik di Indonesia
Birokrasi  memainkan peranan utama dalam pembangunan dan
(a) menurunkan  wewenang  melalui  organisasi,  dengan
semakin  kuat  menunjukkan  kecenderungan  yang  kurang  baik.
mendorong  mereka  yang  berurusan  langsung  dengan
pelanggan  untuk  lebih  banyak  membuat  keputusan a) Sulit  ditembus.
(pengambilan  keputusan  bergeser  kepada  masyarakat, b) Sentralistis, top down, dan hierarki sangat panjang.
asosiasi, pelanggan, LSM); c) Birokrasi menyebabkan kelambanan dan mematikan kreativitas.
(b) bertujuan untuk memudahkan partisipasi masyarakat, serta d) Birokrasi  dianggap  mengganggu  mekanisme  pasar  karena
terciptanya suasana kerja tim; menciptakan  distorsi  ekonomi  dan  menyebabkan  inefisiensi
(c) pejabat  yang  langsung  berhubungan  dengan  masyarakat organisasi.
(from-line  workers)  harus  diberi  kewenangan  yang  sesuai. e) Era turbulance and uncertainty, teknologi informasi yang canggih,
Dengan  kewenangan  yang  diberikan  akan  memungkinkan demanding  community,  dan  persaingan  ketat,  menjadikan
terjadinya  koordinasi  cross  functional  antarinstansi  yang birokrasi tidak dapat bekerja dengan baik.
berkaitan.
f) Era  globalisasi  dan  knowledge  based  economy,  birokrasi  perlu
j) Pemerintah Berorientasi pada Mekanisme Pasar (Market melakukan  perubahan  menuju  profesionalisme  birokrasi  dan
Oriented  Government) menekankan  efisiensi.
Prinsip  ini  artinya  mendongkrak  perubahan  melalui  pasar
(leveraging  change  throught  the  market),  mengadakan  perubahan

220 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 221


Di Indonesia, upaya deregulasi dan debirokratisasi sudah mulai
dilakukan  sejak  tahun  1983,  namun  baru  menyentuh  sektor  riil  dan D. Partisipasi dalam Konsep Good Governance
moneter,  sementara  debirokratisasi  belum  menyentuh  sisi
kelembagaan. Era demokrasi saat ini menjadikan proses partisipasi masyarakat
sebagai  tolok ukur  bagi  pemerintah  dalam  pelaksanaan
Penataan kelembagaan pemerintah melalui reinventing (Sunarno,
pemerintahan. Isu partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik juga
2008), antara lain sebagai berikut.
telah menjadi isu global. Hal tersebut ditandai dengan munculnya isu
a) Reorientasi.  Meredefinisikan  visi,  misi,  peran,  strategi, good  governance  dalam  mengelola  kebijakan  sebuah  negara.  Istilah
implementasi, dan evaluasi kelembagaan pemerintah. governance  menunjukkan  suatu  proses  ketika  rakyat  bisa  mengatur
b) Restrukturisasi.  Menata  ulang  kelembagaan  pemerintah, ekonominya, institusi, dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak
membangun  organisasi  sesuai  dengan  kebutuhan  dan  tuntutan hanya  dipergunakan  untuk  pembangunan,  tetapi  juga  untuk
publik. menciptakan kohesi, integrasi, dan kesejahteraan rakyat.
c) Aliansi.  Menyinergikan  seluruh  aktor,  yaitu  pemerintah,  dunia Dengan  demikian,  menurut  Thoha  (2000,  12),  kemampuan
usaha, dan masyarakat dalam tim yang solid. suatu negara mencapai tujuan negara sangat bergantung pada kualitas
Berdasarkan  penjelasan  di  atas,  bentuk  dan  peranan tata kepemerintahan, yaitu pemerintah  melakukan interaksi dengan
pemerintahan pada masa mendatang adalah: sektor swasta dan masyarakat.
a) mendorong  kompetisi  antar–pemberi  jasa;  memberikan Membangun  good  governance  tidak  hanya  tanggung  jawab
wewenang kepada warga; pemerintah,  tetapi  juga  peran  serta  (partisipasi)  masyarakat  secara
b) mengukur  kinerja  perwakilannya  dengan  memusatkan  pada keseluruhan.  Artinya,  salah  satu  prasyarat  bagi  terbentuknya  good
hasil,  bukan  masukan; governance adalah adanya partisipasi publik.
c) digerakkan oleh tujuan/misi, bukan oleh peraturan; 1. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
d) menempatkan klien sebagai pelanggan; Menurut  Ach.  Wazir  Ws.  et.  al.  (1999:  29),  partisipasi  bisa
e) lebih baik mencegah masalah daripada hanya memberikan servis diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar dalam interaksi
setelah masalah muncul; sosial  dalam  situasi  tertentu.  Dengan pengertian  itu,  seseorang  bisa
f) mencurahkan  energi  untuk  memperoleh  uang,  tidak  hanya berpartisipasi  apabila  ia  menemukan  dirinya  dengan  atau  dalam
membelanjakan; kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam
hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan, dan tanggung jawab
g) mendesentralisasikan  wewenang  dengan  menjalankan
bersama.
manajemen partisipasi;
Partisipasi  masyarakat  menurut  Sbandi  (2007:  27)  adalah
h) menyukai mekanisme pasar daripada mekanisme birokratis;
keikutsertaan  masyarakat  dalam  proses  pengidentifikasian  masalah
i) memfokuskan  pada  mengatalisasi  semua  sektor  pemerintah, dan  potensi  yang  ada  di  masyarakat,  pemilihan  dan  pengambilan
swasta,  dan  lembaga  sukarela  dalam  tindakan  untuk keputusan  tentang  alternatif solusi  untuk  menangani  masalah,
memecahkan  masalah. pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat
dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

222 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 223


Mikkelsen  (1999:  64)  membagi  partisipasi  menjadi  enam Pendekatan  partisipatif  disadari  mutlak  diperlukan  dalam
pengertian, yaitu sebagai berikut. mencapai keberhasilan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam
a. Partisipasi  adalah  kontribusi  sukarela  dari  masyarakat  pada pembangunan  bukan  mobilisasi  masyarakat  dalam pembangunan.
proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah kerja sama antara
masyarakat  dan  pemerintah  dalam  merencanakan,  melaksanakan,
b. Partisipasi  adalah  “pemekaan”  (membuat  peka)  pihak
dan  membiayai pembangunan.
masyarakat  untuk meningkatkan  kemauan  menerima  dan
kemampuan  untuk  menanggapi  proyek-proyek  pembangunan. Untuk  mengembangkan  dan  melembagakan  partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, harus diciptakan suatu perubahan
c. Partisipasi  adalah  keterlibatan  sukarela  oleh  masyarakat  dalam
persepsi  pemerintah  terhadap  pembangunan.  Pembangunan  harus
perubahan yang ditentukannya sendiri. dianggap  sebagai  suatu  kewajiban  moral  dari  seluruh  masyarakat,
d. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bukan suatu ideologi baru yang harus diamankan.
bahwa orang atau kelompok yang berkaitan mengambil inisiatif Untuk  membangkitkan partisipasi  masyarakat  dalam
dan  menggunakan  kebebasannya  untuk  melakukan  hal  itu. pembangunan,  diperlukan  sikap  toleransi  dari  aparat  pemerintah
e. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat terhadap  kritik,  pikiran  alternatif  yang  muncul  dalam  masyarakat
dan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring sebagai  akibat  dinamika pembangunan  karena  kritik  dan  pikiran
proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan alternatif  itu  merupakan  satu  bentuk  partisipasi  masyarakat  dalam
dampak-dampak  sosial. pembangunan.
f. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan Dalam  penyelenggaraan  pembangunan,  masyarakat  sudah
diri, kehidupan, dan lingkungan. sewajarnya  ikut  melakukan  (berperan).  Pemerintah  harus  bekerja
Berdasarkan  definisi  partisipasi  di  atas,  partisipasi  adalah bersama masyarakat karena pemerintah bekerja bukan untuk dirinya
keterlibatan aktif dari seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) sendiri,  melainkan  untuk  masyarakat.  Upaya  ini  merupakan
secara  sadar  untuk  berkontribusi  secara  sukarela  dalam  program rangkaian  proses  menuju  penguatan  peran  masyarakat,  bukan
pembangunan  dan  terlibat  mulai  dari  perencanaan,  pelaksanaan, hanya  peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
(community  driven  development).
monitoring sampai pada tahap evaluasi.
Dengan  kuatnya  peran  masyarakat,  penyelenggaraan
2. Urgensi Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan pembangunan  akan  lebih  bisa  dilakukan  secara  transparan,
sebagai Pilar Good Governance akuntabel,  dan  berorientasi  kepada  rakyat  atau  bernuansa   good
Pembangunan di Indonesia, khususnya di daerah terus dilakukan governance di segala lapisan.
melalui  berbagai program,  namun  keberhasilannya  belum  sepadan Keterlibatan masyarakat akan lebih mendorong penyelenggaraan
dengan investasi karena kurang memerhatikan partisipasi masyarakat pembangunan  yang  lebih  memiliki  roh  (bermoral  tinggi)  dan
(Colletta  dan  Kayam,  1987:  333). mendekati  pada  pemecahan  masalah  yang  sebenarnya  (yang
Dengan demikian, diperlukan pendekatan yang pelaksanaannya dibutuhkan  masyarakat  lokal)  karena  masyarakat  dikenal  dengan
mengikutsertakan  masyarakat.  Partisipasi  masyarakat  dalam komunitas yang sangat dekat dengan akar rumput.
pembangunan  merupakan  kebutuhan  dasar  seperti  kebutuhan Berpartisipasi  dalam  penyusunan  kebijakan  pelayanan  publik
sandang,  pangan,  papan,  pendidikan,  kesehatan,  dan  transportasi adalah  hak  dasar  warga  negara.  Partisipasi  bukan  kewajiban,
(Sumardi  dan  Evers,  1982:  341). melainkan  kegiatan  yang  dilakuan  dalam  upaya  menuntut
pemenuhan hak-hak  dasar  masyarakat.

224 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 225


Pentingnya  partisipasi  masyarakat  seperti  yang  dikemukakan
oleh  Conyers  (1991:  154-155),  yaitu  sebagai  berikut. E. Upaya Penguatan Civil Society
a. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat untuk memperoleh
informasi  mengenai  kondisi,  kebutuhan,  dan  sikap  masyarakat 1. Hakikat Civil Society
setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta Wacana  masyarakat  sipil  merupakan  konsep  yang  berasal  dari
proyek-proyek akan  gagal. pergolakan  politik  dan  sejarah  Eropa  Barat  yang  mengalami  proses
b. Masyarakat  akan  lebih  memercayai  proyek  atau  pro– transformasi  dari  pola  kehidupan  feodal  menuju  kehidupan
gram pembangunan  jika  merasa  dilibatkan  dalam  proses masyarakat  industri  kapitalis.  Jika  dicari  akar  sejarahnya  dari  awal,
persiapan dan perencanaannya. perkembangan  wacana  civil  society  dapat  dirunut  dari  mulai  Cicero
sampai Antonio  Gramsci.  Menurut  Dawam  Rahardjo,  wacana  civil
c. Merupakan suatu hak demokrasi apabila masyarakat dilibatkan
society sudah mengemuka pada masa Aristoteles. Konsepsi Aristoteles
dalam  pembangunan.
diikuti oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) dengan istilah societies
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi masyarakat civilies, yaitu sebuah komunitas  yang mendominasi komunitas  yang
adalah  meningkatnya  kemampuan  (pemberdayaan)  setiap  orang lain.  Term  yang  dikedepankan  oleh  Cicero  lebih  menekankan  pada
yang  terlibat,  baik  langsung  maupun  tidak  langsung  dalam  sebuah konsep  negara  kota  (city-state),  yakni  untuk  menggambarkan
program  pembangunan  dengan  cara  melibatkan  masyarakat  dalam kerajaan, kota, dan  bentuk korporasi lainnya  sebagai kesatuan yang
pengambilan keputusan dan kegiatan selanjutnya untuk jangka yang terorganisasi.
lebih  panjang.
Pada  tahun  1767,  wacana  masyarakat  madani  dikembangkan
Partisipasi merupakan media penting dalam upaya mewujudkan oleh Adam Ferguson dengan mengambil konteks sosio-kultural dan
demokratisasi  dalam  sistem  pemerintahan.  Masyarakat,  merupakan politik  Skotlandia.  Ferguson  menekankan  masyarakat  sipil  pada
instrumen  penting  dalam  sebuah  kebijakan.  Artinya,  dalam  tradisi sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat.
berdemokrasi  setiap  kebijakan  merupakan  representasi  dari
Pemahaman  ini  digunakan  untuk  mengantisipasi  perubahan
keinginan (partisipasi) dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
sosial  yang  diakibatkan  oleh  revolusi  industri  dan  munculnya
Bentuk  partisipasi  masyarakat  dalam  pembangunan  menjadi kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan individu.
sarana penting  dalam  mewujudkan  pemerintahan  (governance)  yang Dengan konsep ini, Ferguson berharap bahwa publik memiliki spirit
demokratis. untuk menghalangi munculnya despotisme karena dalam masyarakat
Pembangunan sebagai proses peningkatan kemampuan manusia sipil itulah solidaritas sosial muncul serta diilhami oleh sentimen moral
untuk  menentukan  masa  depannya  mengandung  arti  bahwa dan  sikap  saling  menyayangi  dan  memercayai  antarwarga  negara
masyarakat  perlu  dilibatkan  dalam  proses  itu.  Dalam  hal  inilah secara alamiah.
partisipasi mengambil tempatnya. Pada  tahun  1792,  muncul  wacana  masyarakat  sipil  yang
Partisipasi merupakan bagian proses dan definisi pembangunan. memiliki  aksentuasi  berbeda  dengan  yang  sebelumnya.  Konsep  ini
Dalam  hal  ini  pula  partisipasi  merupakan  kesadaran  mengenai dimunculkan  oleh  Thomas  Paine  (1737-1803)  yang  menggunakan
kontribusi  yang  dapat  diberikan  oleh  pihak-pihak  untuk istilah masyarakat sipil sebagai kelompok masyarakat yang memiliki
merealisasikan suatu kegiatan. Besarnya pengaruh konsep partisipasi posisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggap sebagai anti–
dalam  pembangunan,  pasti  dibutuhkan  usaha  yang  besar  untuk tesis  dari  negara.  Dengan  demikian,  negara  harus  dibatasi  hingga
mewujudkan,  baik  dalam  tataran  kebijakan  maupun  praktik. sekecil-kecilnya dan merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan

226 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 227


yang  diberikan  oleh  masyarakat  demi  terciptanya  kesejahteraan 2. Posisi dan Peran Civil Society
umum. Civil society dalam posisinya di negara merupakan dua sisi yang
Transformasi  dari  masyarakat  feodal  menuju  masyarakat  Barat berbeda peran dan tugasnya. Peranan negara sebagai penyelenggara
modern saat itu dikenal dengan istilah civil society. Dalam tradisi Eropa pemerintahan  bertugas  untuk  melindungi  dan  menyejahterakan
sekitar pertengahan abad XVIII, pengertian civil society dianggap sama rakyatnya.  Sementara  civil  society  berperan  sebagai  pengontrol  dari
dengan pengertian negara (state), yakni satu kelompok/kekuatan yang kinerja negara yang bertugas memberikan input pada negara terhadap
mendominasi seluruh  kelompok masyarakat lain. Akan  tetapi, pada problematika yang dihadapi oleh rakyatnya.
ujung abad XVIII, terminologi ini mengalami pergeseran makna. State Dalam  meraih  sebuah  perubahan  menuju  arah  perbaikan,
dan  civil  society  dipahami  sebagai  dua  entitas  yang  berbeda,  sejalan diminta ataupun tidak oleh pemerintahan, sudah menjadi keharusan
dengan  proses  pembentukan  sosial  dan  perubahan  struktur  politik bagi civil society untuk bergerak menuju perubahan yang berarti bagi
di  Eropa  sebagai  pencerahan  dan  modernisasi  dalam  menghadapi kepentingan publik, pemerintah,  dan negara.
persoalan duniawi. Dalam mendefinisikan term masyarakat sipil ini
sangat bergantung pada kondisi sosio-kultural suatu bangsa. 3. Penguatan Civil Society
Dalam perspektif Islam, civil society bermakna sebagai masyarakat Penguatan  civil  society  dalam  arus  demokrasi  harus  disadari
menjadi kebutuhan mutlak bagi terselenggaranya pemerintahan yang
madani.  Adapun  kelompok  ilmuwan  memaknainya  sebagai
“kuat” dan “bersih”.
masyarakat  warga  atau  masyarakat  kewargaan.  Kontroversi  juga
muncul di antara kelompok yang mengagungkan civil society sebagai Lemahnya  civil  society  di  Indonesia  ditandai  dengan  maraknya
jalan keluar dari satu sistem politik yang tidak adil. Runtuhnya rezim penolakan  terhadap  kebijakan  negara/pemerintah  oleh  rakyat  dan
otoritarian Soeharto menyebabkan wacana tentang civil society seakan- penolakan tersebut tidak mendapat respons dari negara/pemerintah.
akan kehilangan dasar pijak untuk dibicarakan kembali. Akan tetapi, Pada  proses  penentuan  kebijakan  birokrasi,  pemerintah  masih
jika civil society hanya dipakai sebagai suatu alat analisis politik, wacana merasa  bahwa  warga  masyarakat  sebagai  “objek”  dari  kebijakan.
tersebut menjadi sangat relevan untuk dibicarakan. Pandangan ini akan membuat pemerintah “alergi” terhadap usulan-
Adi  Suryadi  Culla  (1999)  menjelaskan  civil  society  jika usulan  warga  masyarakat  dalam  penentuan  kebijakan.  Paradigma
dipadankan dalam bahasa Indonesia, akan dijumpai kata masyarakat transparansi anggaran kepada publik masih dianggap sebagai rahasia
madani, masyarakat warga, atau masyarakat kewargaan, masyarakat negara oleh birokrasi pemerintah.
sipil, masyarakat beradab, atau masyarakat berbudaya. Dalam bahasa Cara  yang  dapat  dilakukan  dalam  menguatkan  civil  society  di
Indonesia,  istilah  society diartikan dengan “masyarakat”, civil  society Indonesia, antara lain sebagai berikut.
ada  juga  yang  mengartikannya  dengan  masyarakat  berbudaya a. Meningkatkan  pemahaman  pendidikan  di  kalangan  civil  society
(civilized  society). dengan  menukar  informasi  dan  pendidikan  di  kalangan
Mendekati  pengertian  masyarakat  berbudaya,  terjemahan  lain masyarakat  sipil  melalui  studi-studi  kelompok belajar,  lembaga
yang  juga  sering  digunakan  adalah  masyarakat  madani.  Madani swadaya  masyarakat,  paguyuban,  dan  sebagainya  untuk
merujuk  pada  kata  madinah,  sebuah  kota  di  wilayah Arab,  tempat mengontrol  penyelenggaraan  pemerintahan  yang  “bersih”  dan
syariat Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. tepat sasaran sehingga negara/pemerintah tidak akan sewenang-
wenang  dalam  membuat  kebijakan.

228 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 229


b. Mengubah  paradigma  negara/birokrasi  pemerintahan  sebagai
pelayan dan pengayom bagi rakyatnya, bukan sebagai penguasa
bagi rakyatnya.
c. Adanya  keinginan  dari  negara/pemerintah  untuk  memberikan
ruang seluas-luasnya bagi civil society dalam melakukan kontrol,
akses informasi beserta partisipasi civil society dalam merumuskan
kebijakan.

230 Kebijakan Publik Kebijakan Publik


BAB 10

PENDEKATAN PELAKSANAAN
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah
implementasi  kebijakan.  Implementasi  sering  dianggap  hanya
merupakan  pelaksanaan  dari  hal-hal  yang  telah  diputuskan  oleh
legislatif  atau  para  pengambil  keputusan,  seolah-olah  tahapan  ini
kurang  berpengaruh.  Akan  tetapi,  dalam  kenyataannya,  tahapan
implementasi  menjadi  begitu  penting  karena  suatu  kebijakan  tidak
akan  berarti  jika  tidak  dapat  dilaksanakan  dengan  baik  dan  benar.
Dengan  kata  lain,  implementasi  merupakan  tahap  suatu  kebijakan
dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan.
Dua perspektif awal dalam studi implementasi didasarkan pada
pertanyaan  sejauh  mana  implementasi  terpisah  dari  formulasi
kebijakan,  yakni  suatu  kebijakan  dibuat  oleh  pusat  dan
diimplementasikan  oleh  daerah  (bersifat  top-down)  atau  dengan
melibatkan  aspirasi  dari  bawah  termasuk  yang  akan  menjadi  para
pelaksananya  (bottom-up).  Persoalan  ini  hanya  merupakan  bagian
dari  permasalahan  yang  lebih  luas,  yakni  mengidentifikasikan
gambaran  dari  suatu  proses  yang  sangat  kompleks,   dari  berbagai 
ruang dan waktu, serta  beragam aktor yang terlibat di dalamnya.

Kebijakan Publik Kebijakan Publik 231


mulai  marak,  terutama  karena  fakta  menunjukkan  berbagai
A. Hakikat Pendekatan Implementasi Kebijakan intervensi  pemerintah  untuk  mengatasi  masalah-masalah  sosial
terbukti  tidak  efektif.
1. Definisi Implementasi Kebijakan Hargrove  menyatakan  bahwa  selama  ini  studi  tentang  public
  Konsep  implementasi  berasal  dari  bahasa  Inggris,  yaitu  to policy  hanya  menitikberatkan  pada  studi  tentang  proses  pembuatan
implement.  Dalam  kamus  besar  Webster  (Wahab,  2006:  64),  to kebijakan  dan  evaluasi,  tetapi  mengabaikan  permasalahan
implement  (mengimplementasikan)  berarti  to  provide  the  means  for pengimplementasian. Proses administrasi antara formulasi kebijakan
carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), dan dan  hasil  kebijakan  dianggap  sebagai  kotak  hitam  (black  box)  yang
to  give  practical  effect  to  (untuk  menimbulkan  dampak/akibat tidak  berhubungan  dengan  kebijakan  (terutama  karena  budaya
terhadap sesuatu). administrasi di negara Inggris yang bersifat relatif tertutup).  Hingga
akhir tahun  1960-an,  anggapan  umum bahwa  mandat  politik dalam
Menurut  Van  Meter  dan  Van  Horn  (Wahab,  2006:  65),
policy  sudah  sangat  jelas  dan  orang-orang  administrasi  akan
implementasi  adalah  tindakan-tindakan  yang  dilakukan  oleh
melaksanakannya sesuai dengan yang diinginkan oleh atasannya.
individu/pejabat  atau  kelompok  pemerintah  atau  swasta  yang
Secara  umum,  yang  membuat  perbedaan  pendekatan  dalam
diarahkan  pada  tercapainya  tujuan  yang  telah  digariskan  dalam
teori implementasi berkaitan dengan hal berikut ini.
keputusan  kebijakan.
a. Keragaman isu-isu kebijakan atau jenis kebijakan. Isu atau jenis
2. Hakikat Implementasi Kebijakan kebijakan  yang  berbeda  menghendaki  perbedaan  pendekatan
  Hakikat  utama  implementasi  kebijakan  menurut  Mazmanian pula karena ada jenis kebijakan yang sejak awal diformulasikan
dan  Sabatier  (Widodo,  2010:  87)  adalah  memahami  hal-hal  yang sudah  rumit  dengan  melibatkan  banyak   faktor  dan  banyak
seharusnya  terjadi  setelah  suatu  program  dinyatakan  berlaku  atau aktor. Ada pula yang relatif  mudah. Kebijakan yang cakupannya
dirumuskan.  Pemahaman  tersebut  mencakup  usaha-usaha  untuk luas  dan  menghendaki  perubahan  yang  relatif  besar  tentu  cara
mengadministrasikannya  dan  menimbulkan  dampak  nyata  pada implementasi  dan  tingkat  kesulitannya  akan  berbeda  dengan
masyarakat. kebijakan yang lebih sederhana. 
Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, b. Keragaman  konteks  kelembagaan,  yang  bisa  meluas
disimpulkan  bahwa  implementasi  merupakan  suatu  kegiatan  atau menyangkut  generalisasi  dapat  diterapkan  pada  sistem  politik
usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan dan  konteks  negara  yang  berbeda.  Kebijakan  yang  sama  dapat
memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari diimplementasikan dengan cara yang berbeda bergantung pada
suatu  kebijakan. sistem politik serta kemampuan sistem administrasi negara yang
bersangkutan.
3. Pendekatan  Implementasi  Kebijakan
Studi implementasi  secara sungguh-sungguh dianggap muncul
pertama kali pada tahun 1970-an ketika Jeffrey Pressman dan Aaron
Wildavsky  (1973)  menerbitkan  buku  Implementation  dan  Erwin B. Sejarah Perkembangan Studi Implementasi
Hargrove  (1975)  dengan  bukunya  The  Misssing  link:  the  Study  of Kebijakan
Implementation  of  Social  Policy  yang  mempertanyakan  missing  link Sejarah perkembangan studi implementasi baru dimulai sekitar
antara  formulasi  kebijakan  dan  evaluasi  dampak  kebijakan  dalam tahun  1970-an  ketika  perkembangan  dalam  studi  kebijakan
studi   kebijakan  publik.  Sejak  saat  itu,  studi  tentang  implementasi mengalami pergeseran minat dari fokus pada ujung depan dari proses

232 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 233


kebijakan, yakni keputusan (politik) menjadi fokus pada tahap pasca– Pada  sudut  pandang  ini  juga  lebih  dipertegas  bahwa  proses
keputusan. politik tidak hanya berhenti saat kebijakan sudah diputuskan, tetapi
juga  tetap  berlangsung  pada  level  pelaksana  tingkat  bawah  yang
1. Karya yang Dianggap Mengawali Era Studi Implementasi
banyak  menentukan  tingkat  keberhasilan  implementasi.  Dengan
Karya yang dianggap mengawali era studi implementasi adalah
demikian, perlu mempertimbangkan aspirasi, tujuan, dan kebutuhan
tulisan  Pressman  dan  Wildavsky,  yaitu  Implementation  pada  tahun
para  pelaksana,  termasuk  kesulitan  yang  dihadapi.  Permasalahan
1973.  Tulisan  mereka  membahas  implementasi  program
dalam proses implementasi bisa tampak berbeda dari perspektif level
pembangunan  ekonomi  perkotaan  di  Aucland  USA,  dengan
yang  berbeda.   Dengan  kata  lain,  antisipasi  yang  sudah  dilakukan
mewancarai  aktor  pelaksana  dan  mengkaji  dokumen-dokumen
kebijakan  untuk  menemukan  hal-hal  yang  tidak  beres.  Hasilnya pada masalah-masalah implementasi yang akan dan dapat terjadi dari
adalah  suatu  pendekatan  yang  bersifat  rasional  perspektif  dengan top  level  perspektif,  bisa  berbeda  saat  implementasi  running  up  di
model  sudut  pandang  top-down. tingkat  bawah.
Tumbuhnya model rasional perspektif sebagai tonggak awal studi Sudut pandang model sintesis muncul sekitar tahun 1982 dengan
implementasi sangat wajar karena kebutuhan saat itu adalah  banyak tokohnya  Randall  P.  Ripley  dan  Grace  Franklin.  Model  sintesis
kebijakan  mengalami  kegagalan  saat  diimplementasikan  dan  cara memadukan  kedua  model  sebelumnya  (top-down  dan  bottom  up)
menghasilkan suatu formula implementasi yang tingkat kegagalannya dengan  tekanan  utama  yang  bisa  beragam,  mulai  jaringan  interaksi
rendah. antaraktor pelaksana sampai pada pendekatan sosiologis. Oleh karena
Model  sudut  pandang  top-down  yang  rasional  perspektif itu, dalam beberapa literatur juga disebut sebagai model hibrid.
kemudian mendapatkan kritik. Kritik pertama bahwa pandangan ini Model  sintesis/hibrid  ini  pada  hakikatnya  ingin  menegaskan
masih  terlalu  menitikberatkan  pada  sudut  pandang  pembuat bahwa tidak ada model perspektif yang bisa diterapkan pada setiap
kebijakan.  Dengan  menyediakan  prasyarat  sukses  sebuah masalah implementasi. Setiap kategori kebijakan memiliki kekhasan
implementasi yang telah dihitung dan dianalisis dengan cermat oleh tersendiri  sehingga  pendekatannya  pun  harus  disesuaikan  dengan
pembuat  kebijakan  dan  pelaksana  tingkat  atas  (high  level kondisi tersebut. Kategori model sintesis ini sesungguhnya dilakukan
bureaucrazy),  kebijakan  akan  lebih  berhasil  dalam  implementasinya. hanya  untuk  mempermudah  pengategorian  berbagai  pendekatan
Pendekatan ini melupakan peran pelaksana tingkat bawah yang pada studi implementasi yang muncul belakangan.
kenyataannya lebih banyak berperan.
Kritik  kedua  bahwa  pendekatan  perspektif  untuk  persoalan 2. Kategori  Perbedaan  Era  dan  Fokus  Implementasi
implementasi  hanya  bersifat  terbatas  pada  ruang  dan  waktu  serta Kebijakan
permasalahan  yang  serupa.  Sebagaimana  diketahui  variasi  masalah Menurut  Gogin  dkk.  (1990),  perbedaan  era  dan  fokus
kebijakan  yang  luas,  serta  ruang  dan  waktu  pemerintahan  yang implementasi kebijakan  dikategorikan  sebagai  berikut.
berbeda,  akan  membawa  perbedaan  pula  dalam  cara  pemecahan
a. Penelitian  Generasi  Pertama
masalahnya. Oleh karena itu, model top-down kemudian diikuti oleh
model sudut pandang bottom-up dan model sintesis. Fokus penelitian generasi pertama, yaitu:
Model  bottom-up  yang  dikomandani  oleh  Michael  Lypsky 1) suatu aturan diwujudkan sebagai hukum dan program,
merupakan  kritik  atas  pandangan  model  top-down  yang  menafikan 2) menguraikan sifat kerumitan dan dinamika proses implementasi,
kontribusi  peran  pelaksana  tingkat  bawah  (street  level  beaurocrazy)
3) menekankan  pentingnya  subsistem  kebijakan,
pada proses implementasi.

234 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 235


4) mengidentifikasi  faktor-faktor  yang  berhubungan  dengan  hasil Van  Horn  (1975):  Hood  (1976),  Gunn  (1975),  Sabatier  dan
suatu program, dan Mazmanian  (1979).
5) mendiagnosis  beberapa  penyakit  yang  sering  mengganggu d. Kritik bottom-up terhadap model top-down dalam hal pentingnya
proses implementasi. faktor lain dan interaksi organisasional: Lipsky (1971), Wetherley
b. Penelitian  Generasi  Kedua dan  Lipsky  (1977),  Elmore  (1978,  1979),  Hjern  et  al.  (1978).

Fokus penelitian generasi kedua, yaitu: e. Teori hibrid/sintesis: implementasi sebagai  evolusi (Majone dan


Wildavsy, 1978):  sebagai pembelajaran (Browne dan Wildavsky,
1) jenis dan isi kebijakan;
1984):  sebagai  kontinum  kebijakan  tindakan  (Lewis  dan  Flynn,
2) organisasi pelaksana dan sumber daya; 1978,  1979:  Barret  dan  Fudge,  1981):  sebagai  analisis
3) pelaksana  kebijakan:  sikap,  motivasi,  hubungan  antarpribadi, interorganisasional  (Hjern,  1982,  Hjern  dan  Porter,  1981):
komunikasi, implementasi  dan  tipe  kebijakan  (Ripley  dan  Franklin,  1982):
4) hasil: pengakuan bahwa implementasi bisa berubah setiap saat, sebagai  bagian  dari  subsistem  kebijakan  (1986-an)  dan  sebagai
identifikasi faktor penentu keberhasilan, berbagai persoalan yang manajemen  sektor  publik  (Hughes,  1994).
muncul.
c. Penelitian  Generasi  Ketiga
Fokus penelitian generasi ketiga, yaitu: C. Pendekatan Rasional Top-Down dalam
Implementasi Kebijakan
1) bentuk  komunikasi  antarlembaga  pemerintahan,
2) penyusunan desain penelitian, dan Pendekatan  ini  pertama  kali  muncul  saat  studi  implementasi
3) mengkaji variabel-variabel prediktor dalam implementasi. mulai menjadi kajian serius sekitar awal tahun 1970-an. Pendekatan
ini bersifat top-down, yang mengasumsikan bahwa hal-hal yang sudah
Wayne  Parsons  memberikan  gambaran  yang  lebih  terperinci
diputuskan (policy) adalah alternatif terbaik, dan agar mencapai hasil 
tentang perkembangan studi implementasi, yang bukan baru dimulai
maka kontrol administrasi dalam pengimplementasiannya adalah hal
saat model rasional top-down muncul, bahkan jauh  sebelumnya.
mutlak.
3. Perkembangan  Studi  Implementasi:  Beserta  Tokoh  dan Ciri  dari  pendekatan  ini  adalah  memandang  pembuatan
Karyanya kebijakan  sebagai  suatu  proses  yang  berlangsung  secara  rasional.
Berikut ini garis besar perkembangan studi implementasi dengan Implementasi adalah melaksanakan tujuan yang telah dipilih dengan
tokoh dan karyanya. menentukan  tindakan-tindakan  rasional  untuk  mencapai  tujuan.
a. Pada  tahun  1940-an  karya  Sleznick  tentang  TVA,  yakni Implementasi  kebijakan  merupakan  proses  administrasi  yang
penemuan  tahap  implementasi. terpisah dari penentuan kebijakan (yang bersifat politik).
b. Analisis  kegagalan:  Derthick  (1972):  Pressman  dan  Wildavsky Dengan demikian, implementasi sebagai proses interaksi antara
(1973), Bardach (1977) yang menganalisis alasan kebijakan gagal penentuan  tujuan  dan  tindakan  untuk  mencapai  tujuan  (Pressman
dilaksanakan sehingga mencapai tujuannya. dan  Wildavsky,  1973).
c. Model  rasional  (top-down)  untuk  mengidentifikasikan  faktor- Pendekatan  ini  juga  mengasumsikan  bahwa  setiap  kegagalan
faktor  yang  menjadikan  implementasi  berhasil:  Van  Meter  dan kebijakan dalam  mencapai  dampak  yang  diinginkan, harus  dicari

236 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 237


faktor-faktornya  dari  kegagalan  proses  implementasi  membangun
mata rantai hubungan sebab akibat agar kebijakan bisa berdampak. Perencanaan

Berikut  beberapa  tokoh,  karakteristik,  dan  hasil  karya


pendekatannya.
Analisis
1. Pendekatan  Jeffrey  Pressman  dan  Aaron  Wildavsky:
Defisit Implementasi (1973)
Karya Pressman dan Wildavsky adalah model implementasi yang
pertama  kali  muncul.  Tulisan  mereka  yang  berjudul  Implementation Perancangan

(1973)  menyatakan  bahwa   implementasi  dapat  berhasil  bergantung


pada  keterkaitan  antara  berbagai  organisasi  dan  departemen  pada
tingkat lokal yang terlibat dalam implementasi. Oleh karena itu, kerja Implementasi
sama,  koordinasi,  dan  kontrol  memegang  peranan  sangat  penting.
Jika tindakan bergantung pada kaitan dari mata rantai implementasi,
tingkat  kerja  sama  antar–departemen  yang  dibutuhkan  dalam  mata
Pemeliharaan
rantai  tersebut  harus  mendekati  100%. Apabila  ada  hubungan  kerja
sama  dalam  rangkaian  mata  rantai  tersebut  yang  defisit,  akan
menyebabkan  kegagalan  implementasi.  Rumusan  Pressman  dan
Wildavsky  ini  melihat  bahwa  persoalan  implementasi  dan  tingkat Gambar  10.1
keberhasilannya bisa dianalisis secara matematis. Model  Implementasi  Kebijakan  Jeffrey  Pressman  dan
Rumusan  mereka  mungkin  berguna  ketika  policy  implementasi Aaron  Wildavsky
tidak  melibatkan  banyak  aktor  dan  berbagai  tingkatan  sehingga Sumber:  Defisit  Implementasi  (1973)
faktor-faktor  hubungan  yang  kritis  bisa  diperhitungkan  untuk  bisa
Dengan kata lain, pendekatan kolaborasi antaraktor yang terlibat
segera  diambil  tindakan  perbaikan.  Akan  tetapi,  rumusan  ini  sulit
bisa  direkomendasikan  untuk  mengatasi  kemacetan  hubungan
diterapkan  pada  kebijakan  yang  melibatkan  berbagai  aktor,  apalagi
dalam mata rantai implementasi (Bowen, 1982). 
mengingat hubungan antaraktor dari berbagai organisasi/departemen
sangat  jarang  berlangsung  mulus  karena  masing-masing  juga Selanjutnya, mereka juga mengatakan bahwa pembuat kebijakan
mengejar pencapaian tujuannya. Pendekatan Game Theory mungkin seharusnya tidak menjanjikan hal-hal yang tidak dapat dipenuhi karena
lebih  bisa  dimanfaatkan  daripada  teori  probabilitas  untuk implementasi  kebijakan  membutuhkan  sistem  kontrol  dan
menganalisis implementasi. komunikasi top-down serta sumber daya yang dapat menjalankan tugas
implementasi  tersebut.  Jika  sistem  tidak  mengizinkan  kondisi  seperti
itu,  sebaiknya  pembuat  kebijakan  membatasi  janji  pada  tingkat  yang
bisa dipenuhi dalam proses implementasi (Parsons, t.t.: 466).

238 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 239


2. Pendekatan  Donald  Van  Meter  dan  Carl  Van  Horn: b. besarnya  penerimaan  atas  tujuan  kebijakan  dari  para  aktor
Perspektif  Teoretis  Proses  Implementasi  Kebijakan  (1975) implementasi.
Dalam tulisannya yang relatif singkat “The Policy Implementation Berdasarkan  karakteristik  tersebut,  mereka  kemudian
Process”  pada  Jurnal  Administration  and  Society,   Vol.  5  no.  4  tahun mengategorikan kebijakan dalam empat tipe yang masing-masing dapat
1975,  Donal  Van  Meter  dan  Carl  Van  Horn  mendefinisikan memengaruhi tingkat keberhasilan implementasi, yaitu sebagai berikut.
implementasi sebagai: a. Isi  kebijakan dengan tujuan perubahan kecil dengan konsensus
“  ...  policy  implementation  encompasses  those  action  by  publik kecil di antara para pelaksananya.
and privat individuals (or groups) that are directed  at the achievement b. Isi kebijakan dengan tujuan perubahan besar dengan konsensus
of  objectives  set  forth  in  the  prior  policy  decisions.  This  includes  both besar di antara para pelaksananya.
one-tome  efforts  to  transform  decision  into  operational  terms,  as  well c. Isi kebijakan dengan tujuan perubahan besar dengan konsensus
as  contuining  efforts  to  achieve  the  large  and  small  changes  mandated kecil.
by  policy decisions.”  (Van  Meter  dan Van  Horn,  1975:  447).
d. Isi kebijakan dengan tujuan perubahan besar dengan konsensus
  Model yang ditawarkan oleh mereka bergerak dari pendekatan besar.
umum  yang  dikembangkan  oleh  pendahulunya,  Pressman  dan
  Pada  banyak  kasus,  kebijakan  dengan  perubahan  yang  terjadi
Wildavsky, menjadi sebuah model proses implementasi. Pendekatan
secara  sedikit  demi  sedikit  (inkremental)  mendapat  banyak
sebelumnya  dianggap  sangat  membantu  memahami  proses
dukungan,  atau  sebaliknya,  jika  kebijakan  menghendaki  perubahan
implementasi, namun sangat kurang dalam kerangka teoretis. Model
yang  radikal,  pertentangan  antaraktor  juga  tinggi  sehingga  akan
yang  mereka  kembangkan  bertumpu  pada  tiga  pilar,  yaitu  sebagai
menghambat  implementasi.  Jika  menginginkan  kebijakan
berikut.
terimplementasikan  dengan  baik,  sebaiknya  dengan  perubahan
a. Teori organisasi, khususnya tentang perubahan organisasi yang marginal yang terjadi secara inkremental.
dipengaruhi oleh karya Max Weber (Amitai Etzioni, 1974).
Kasus kebijakan dengan tingkat perubahan tinggi dan mendapat
b. Studi  tentang  dampak  kebijakan  publik,  terutama  kebijakan dukungan  yang  tinggi,  atau  sebaliknya,  kebijakan  dengan  tingkat
yang  bersifat  hukum. perubahan  rendah,  namun  kurang  didukung,  umumnya  jarang
c. Studi  tentang  hubungan  interorganisasi,  termasuk  hasil  studi terjadi.
Pressman dan Wildavsky. Di  Indonesia  misalnya,  kebijakan  yang  mengatur  tentang
Mereka  menyatakan  pentingnya  membedakan  isi  (content) Otonomi  Daerah  yang  menuntut perubahan  yang  besar, baik  dalam
kebijakan  karena  efektivitas  implementasi  akan  sangat  bervariasi struktur kepemerintahan di daerah maupun dalam sumber keuangan
bergantung  pada  tipe  dan  isu  kebijakan,  faktor-faktor  yang daerah  mendapat  dukungan  besar  dari  para  implementor  dan
memengaruhi  proses  implementasi  juga  akan  sangat  berbeda. hasilnya  jika  hanya  diukur  dari  tingkat  pemerataan  pembangunan
Menurut  mereka,   tipe  kebijakan  akan  memerlukan  karakteristik dapat  dikatakan  cukup  berhasil.  Sebaliknya,  kebijakan  yang  hanya
proses, struktur, dan hubungan antarfaktor yang berbeda pula dalam sedikit  menghendaki  perubahan,  namun  kurang  mendapatkan
implementasinya.  Kemudian  mereka  mengklasifikasikan  kebijakan dukungan  juga  dapat  terjadi  ketika  kebijakan  tersebut  bersifat
berdasarkan dua karakteristik  pokok, yaitu: kontroversial  atau merugikan kepentingan implementor.
a. besarnya perubahan yang dituju oleh kebijakan tersebut  karena Penerimaan  atau  consensus  atas  tujuan  kebijakan  dianggap
semakin besar perubahan yang diharapkan akan berdampak pula penting  karena  para  implementor  yang  akan  menentukan  berhasil
pada perubahan organisasional pelaksananya; tidaknya  kebijakan  mencapai  tujuannya.  Oleh  karena  itu,  mereka

240 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 241


menekankan  pentingnya  partisipasi  implementor  dalam  proses mengontrol agar implementasi berjalan sesuai dengan tujuan dan
pembuatan kebijakan dengan mengutip Gross dkk. (1971: 7) sebagai standar yang telah ditetapkan.
berikut. d. Karakteristik  lembaga/organisasi  pelaksana  (termasuk
a. Partisipasi  akan  mengangkat  semangat  para  staf  implementor kompetensi  dan  ukuran  agen  pelaksana,   tingkat  kontrol
yang sangat dibutuhkan dalam proses implementasi. hierarkis pada unit pelaksana terbawah pada saat implementasi,
b. Partisipasi  akan  meningkatkan  komitmen  yang  dibutuhkan dukungan politik dari eksekutif dan legislatif, serta  keberkaitan
untuk  menghasilkan  perubahan. formal dan informal dengan lembaga pembuat kebijakan.
c. Partisipasi  akan  memperjelas  inti  dari  tujuan  dan  sasaran  yang e. Lingkungan  politik,  sosial,  dan  ekonomi  (apakah  sumber  daya
ingin dicapai pada para implementor. ekonomi  mencukupi;  seberapa  besar  dan  bagaimana  kebijakan
dapat memengaruhi kondisi sosial ekonomi yang ada; bagaimana
d. Partisipasi akan mengurangi resistensi para implementor.
tanggapan  publik  tentang  kebijakan  tersebut;  apakah  elite
Model  yang  diajukan  oleh  Van  Meter  dan  Van  Horn mendukung  implementasi).
menekankan pentingnya partisipasi implementor dalam penyusunan f. Disposisi/tanggapan  atau  sikap  para  pelaksana  (termasuk
tujuan  kebijakan,  namun  pendekatan  mereka  termasuk  kategori pengetahuan  dan  pemahaman  isi  dan  tujuan  kebijakan,  sikap
pendekatan top-down. Mereka mengatakan bahwa standar dan tujuan atas kebijakan, serta intensitas sikap).
kebijakan  dikomunikasikan  pada  implementor  melalui  jaringan
Untuk  lebih  jelasnya,  model  Van  Meter  dan  Van  Horn  tampak
interorganisasional.  Dengan  perkataan  lain,  para  implementor
pada gambar di bawah ini.
memahami  serta  menyetujui  tujuan  dan  standar  yang  telah
ditetapkan, bukan  turut menentukan  tujuan dan  standar tersebut.  
Komunikasi
Standar dan Antarorganisasi
Berbeda  dengan  penulis  lain  yang  mencoba  memberikan Sasaran dan Pengukuhan
pendekatan  preskriptif  (Chritopher  Hood,  misalnya),  mereka Kebijakan Aktivitas

mencoba  memberikan  kerangka  teoretis  untuk  menganalisis  proses


implementasi  sehingga  dapat  mengenali  simpul-simpul  yang  bisa
menjadi  penghambat  keberhasilan  implementasi.
Selanjutnya,  Van  Meter  dan  Van  Horn  menyatakan  bahwa  ada
Karakteristik Organisasi
enam variabel  (kelompok variabel) yang harus diperhatikan karena Komunikasi Antar–
organisasi
dapat  memengaruhi  keberhasilan  implementasi,  antara  lain  sebagai
berikut. Sikap Kinerja
Pelaksana Kebijakan
a. Tujuan  kebijakan  dan  standar  yang  jelas,  yaitu  perincian Sumber Daya

mengenai  sasaran  yang  ingin dicapai  melalui  kebijakan  beserta


standar  untuk  mengukur  pencapaiannya.
b. Sumber  daya  (dana  atau  berbagai  insentif  yang  dapat Kondisi Sosial,
Ekonomi, dan Politik
memfasilitasi keefektifan implementasi).
c. Kualitas  hubungan  interorganisasional.  Keberhasilan Gambar  10.  2
implementasi  sering  menuntut  prosedur  dan  mekanisme Model  Implementasi  Kebijakan  Menurut Van  Meter  dan  Van  Horn
kelembagaan  yang  memungkinkan  struktur  yang  lebih  tinggi
Sumber: Diadaptasi dari Van  Meter dan  Van Horn  (1975: 460)

242 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 243


Karena hanya merupakan sebuah artikel, penjelasan Van Meter Untuk  mengatasi  atau  meminimalisasi  dampak  buruk
dan  Van  Horn  mengenai  modelnya  kurang  terperinci.  Menurut permainan  politik  tersebut,  yang  pada  akhirnya  merugikan
Mazmanian  dan  Sabatier,  model  ini  memiliki  keterbatasan,  yakni kepentingan masyarakat yang seharusnya menjadi tujuan utama dari
hanya  sesuai  digunakan  pada  program  yang  bertujuan sebuah  kebijakan,  pembuat  kebijakan  harus  memberikan  perhatian
mendistribusikan  barang  dan  pelayanan  publik  dan  terlalu  abstrak, ekstra pada dua hal berikut.
dengan  kategori  yang  tidak  jelas  bentuknya  serta  variabelnya  sulit a. Penulisan  skenario  implementasi  (scenario  writing).  Artinya,
untuk dioperasionalkan. Sebagai sebuah artikel, gaung tulisan mereka pembuat  policy  harus  memperkirakan  skenario  proses
cukup  memancing  minat  para  pemerhati  implementasi  sehingga implementasinya  berikut  syarat-syarat  yang  dibutuhkan  agar
modelnya  selalu  disebut-sebut  dalam  karya  penulis  implementasi policy dapat dilaksanakan dengan baik (tujuan dan sasaran yang
berikutnya.  Tidak  berlebihan  jika  dikatakan  karya  atau  model  yang jelas,  komunikasi, pelaksananya,  koordinasi  antar–pelaksana,
mereka  maksudkan  sebagai  upaya  memberikan  sebuah  perspektif sumber  daya  yang  cukup).  Dengan  penulisan  skenario
teori  bagi  studi  implementasi  yang  dirasakan  sangat  kurang,  telah implementasi, kesulitan yang muncul dalam proses implementasi
cukup  berhasil  menggugah  para  akademisi  lain  untuk  mengikuti akan lebih mudah diantisipasi.
jejaknya sehingga muncul berbagai model  implementasi kebijakan. b. Fixing  the  game. Artinya,  politisi  (the  top)  yang  berkepentingan
3. Pendekatan Eugene Bardach: The Implementation Game dengan  pencapaian  tujuan  sebagaimana  yang  tertuang  dalam
policy  harus  mengikuti  keseluruhan  jalannya  implementasi  dan
Eugene  Bardach  (1977)  menulis  hasil  analisisnya  dari  berbagai segera memperbaiki  penyimpangan yang terjadi  di  antara para
kasus yang ia teliti tentang implementasi kebijakanan dalam bukunya implementor  (jika  perlu  dengan  tawar-menawar,  persuasi,  dan
yang  berjudul  The  Implementation  Game:  What  Happen  After  a  Bill manuver).
Become a Law? Ia menyatakan bahwa proses politik dalam suatu policy
Lebih  lanjut  pada  bukunya  Getting  Agencies  to  Work  Together
tidak  berhenti  hanya  pada  saat  penyusunannya,  tetapi  juga  sampai
(1998),  Bardach  mengakui  peran  penting  para  pelaksana  tingkat
pada tahap pelaksanaan kebijakan tersebut.
bawah  (the  street  level)  dalam  suatu  implementasi  kebijakan  dan
Berbagai  trik  politik  berlangsung  saat  sebuah  policy  dijalankan, menekankan pentingnya pendekatan informal, bahkan berkolaborasi
sehingga tujuan utama dari policy tidak tercapai. Menurutnya, sebuah jika perlu, demi tercapainya tujuan policy.
implementasi adalah suatu permainan tawar-menawar, persuasi, dan
4. Pendekatan Christopher Hood (1978)
manuver  dalam  kondisi  ketidakpastian  oleh  orang  dan  kelompok
untuk  memaksimalkan  kekuasaan  dan  pengaruh  mereka. Hood dalam bukunya Limit to Administration menyarankan lima
syarat  (yang  merupakan  keterbatasan  administrasi)  agar
Hal  ini  terjadi  karena  kontrol  rasional   organisasi  tidak  dapat
implementasi bisa berlangsung sempurna, yaitu sebagai berikut.
berjalan dengan sendirinya pada policy yang dijalankan oleh berbagai
aktor  dan  institusi.  Dengan  kata  lain,  proses  implementasi  telah a. Implementasi  yang  ideal  adalah  produk  dari  organisasi  yang
padu, seperti militer dengan garis komando yang jelas.
berpotensi  memunculkan  konflik  kepentingan  dan  kekuasaan  di
antara para aktor pelaksananya.  b. Norma-norma ditegakkan dan tujuan ditentukan dengan jelas.
Permainan yang demikian tentu bisa berakibat tidak sehat bagi c. Orang-orangnya  dapat  dipastikan  akan  melaksanakan  hal-hal
implementasi  sebuah  policy  karena  dapat  mengakibatkan yang diminta.
terpecahnya  sumber  daya,  kaburnya  tujuan,  dilema  dan  kesulitan d. Harus  ada  komunikasi  yang  sempurna  dari  dalam  dan  antar–
administrasi, dan terkurasnya energi. organisasi.
e. Tidak ada tekanan waktu.

244 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 245


Tentunya  akan  sangat  sulit  memenuhi  kriteria  tersebut  agar circumstances  external  to  the  implementing  agency  do  not  impose
sebuah  kebijakan  terimplementasikan  dengan  sempurna,  terlebih crippling  constraints)
karena  beberapa kebijakan  tidak  harus  dilaksanakan  dengan  aturan b. Tersedia  cukup  waktu  dan  sumber  daya  untuk  melaksanakan
seperti di atas jika ingin berhasil. program  (that  adequate  time  and  sufficient  resources  are  made
Mungkin  karena  Hood  menyadari  keterbatasan  tersebut,  ia available  to  the  programme).
memberikan  judul  yang  ironi  bagi  bukunya.  Sebagai  contoh, c. Tidak ada kendala dalam penyediaan keseluruhan sumber daya
beberapa  dekade  yang  lalu  ketika  kebijakan  keluarga  berencana, yang  dibutuhkan,  termasuk  sumber  daya  yang  dibutuhkan
yang  bersifat  sentralistis  dan  harus  dilaksanakan  sesuai  dengan dalam  setiap  tahapan  implementasi  (that  not  only  are  there  no
acuan aturan tertentu, justru gagal ketika diterapkan di Irian Jaya. constraints  in  terms  of  overall  resources  but  also  that,  each  stages  in
Norma keluarga kecil bahagia sejahtera yang ditafsirkan tunggal: the  implementation  process,  the  required  combination  of  resources  is
dicapai  melalui  pembatasan  kelahiran,  di  Irian  Jaya  justru  dituding actually  available).
sebagai program jawanisasi dan islamisasi. Kecurigaan itu disebabkan d. Kebijakan  yang akan  diimplementasikan  didasarkan pada  teori
program  yang  bersifat  nasional  tanpa  memerhatikan  keunikan sebab-akibat yang valid (that the policy to be implemented  is based
wilayah  dan  masyarakatnya,   yang  jumlah  kelahiran  terbatasi  oleh upon  a  valid  theory  of  cause  and  effect).
proses seleksi alam, sementara program transmigrasi dari Jawa yang
e. Hubungan  sebab-akibat  tersebut  hendaknya  bersifat  langsung
umumnya  beragama  Islam  juga  berlangsung  pada  saat  yang
dan  sesedikit  mungkin  ada  hubungan  antara  atau  intervening
bersamaan.
variable  (the  relationship  between  cause  and  effect  is  direct  and  that
5. Pendekatan  Brian  W.  Hogwood  dan  Lewis  A.  Gunn: there  ara  a  few,  if  any,  intervening  links).
Implementasi  yang  Sempurna  (1978) f. Diimplementasikan oleh lembaga tunggal yang tidak bergantung
Hogwood dan Gunn adalah penulis dari Inggris yang sangat kuat pada lembaga-lembaga lainnya, namun jika melibatkan lembaga
mempertahankan  pendapatnya  tentang pentingnya  pendekatan  top- lain hendaknya hubungan kebergantungan antarlembaga sangat
down  dalam  proses  implementasi,  meskipun  banyak  kritik  atas minim  (that  there  is  a  single  implementing  agency  that  need  not
pendekatan  tersebut.  Bagi  mereka,  pendekatan  bottom-up  yang depend  upon  other  agencies  for  success,  or  if  other  agencies  must  be
cenderung  mendekati  permasalahan  implementasi  kasus  per  kasus involved,  that  the  dependency  relationships  are  minimal  in  number
dianggap  tidak  menarik  karena  para  pembuat  kebijakan  adalah and  importance).
orang-orang  yang  telah  dipilih  secara  demokratis  sehingga  sudut g. Adanya  pemahaman  yang  menyeluruh  dan  kesepakatan  atas
pandang  mereka  tentang  implementasi  bukan  suatu  hal  yang tujuan  yang  hendak  dicapai  dan  kondisi  ini  harus  ada  dalam
mencederai  demokrasi.  Ide  dasar  mereka  bermula  dari  publikasi seluruh proses implementasi (that there is complete understanding
Gunn  pada  tahun  1978 yang  mengkaji  tentang  penyebab of,  and  agreement  upon,  the  objectives  to  be  achieved,  and  that  these
implementasi sering mengalami kegagalan, kemudian dikembangkan conditions  persists  throughout  the  implementation  process).  
dalam tulisan yang berjudul Policy Analysis for the Real World (1984).
h. Dalam rangka mencapai tujuan yang telah disepakati, mungkin
Dalam  buku  tersebut,  mereka  memberikan  proposisi  untuk untuk  menspesifikasikan  tugas-tugas  yang  harus  dilaksanakan
mencapai implementasi yang sempurna bagi para pembuat kebijakan, oleh tiap-tiap pihak yang terlibat, dalam urutan langkah-langkah
antara lain sebagai berikut. pelaksanaan secara lengkap, detail, dan sempurna (in the moving
a. Situasi  di  luar  badan/organisasi  pelaksana  tidak  menimbulkan toward  agreed  objectives  it  is  possible  to  specify,  in  complete  detail
kendala-kendala  besar  bagi  proses  implementasi  (that and  perfect  sequence,  the  tasks  to  be  performed  by  each  participant).

246 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 247


i. Adanya  komunikasi  dan  koordinasi  yang  sempurna  antara khususnya  dalam  kajian  tentang   implementasi  kebijakan.  Akan
berbagai elemen yang terlibat dalam program (that there is perfect tetapi,  karya  Edwards  paling  banyak  dikutip  oleh  penulis  dan
communication  among,  and  co-ordination  of,  the  various  elements pemerhati  implementasi  di  Indonesia  dibandingkan  dengan  model
involved  in  the  programme). yang  dikembangkan  oleh  duet  Van  Meter  dan  Van  Horn.
j. Bahwa  yang  berwenang  dapat  menuntut  dan  menerima Dibandingkan dengan tulisan Van Meter dan Van Horn yang hanya
kepatuhan yang sempurna (that those in authority can demand and sebuah  artikel,  paparan  George  C.  Edwards  III  mengenai  konsep-
obtain  perfect  obedience). konsep yang dibahasnya jauh lebih dalam dan operasional. Mungkin
Menurut  Hogwood  dan  Gunn,  untuk  mencapai  implementasi karena  alasan  inilah  karyanya  banyak  dikutip  di  dalam  negeri
yang  sempurna,  mungkin  ketika  dapat  mengontrol  seluruh  sistem meskipun  variabel-variabel  yang  ia  ajukan  hampir  serupa,  bahkan
administrasi,  sehingga  kondisi  yang  mereka  sebutkan  di  atas  dapat lebih sederhana dibandingkan dengan variabel-variabel yang diajukan
terpenuhi.  Mereka  memandang  bahwa  proposisi  tersebut  adalah oleh pendahulunya.
syarat  normatif  yang  harus  diupayakan  agar  implementasi  berjalan Dalam  bukunya  yang  berjudul  Implementing  Public  Policy  yang
menuju  sempurna.   Di  dunia  nyata  selain  kondisi  demikian  sangat diterbitkan pada tahun 1980, Edwards III menyatakan bahwa proses
sulit, bahkan mustahil dipenuhi sepenuhnya. implementasi sebagai:
Bagi  negara-negara  maju  dengan  prinsip  demokrasinya  “…the  state  of  policy  making  between  the  establishment  of  a
mengharapkan syarat ke-10 terpenuhi yang menuntut dan menerima policy  (such  as  the  passage  of  a  legislative  act,  the  issuing  of  an
kepatuhan yang sempurna dari aparat pelaksana adalah tidak mungkin. executive  order,  the  handing  down  of  a  judicial  decision,  or  the
Bagi   negara-negara  berkembang,  syarat-syarat  yang  sulit promulgation of a regulatory  rule) and the consequences  of the policy
dipenuhi  lebih  banyak  lagi,  terutama  yang  berkaitan  dengan for  the  peple  whom  it  effect.”
ketersediaan  waktu  dan  sumber  daya  secara  menyeluruh  (SDM, Menurut  Edwards,  implemantasi  diartikan  sebagai  tahapan
dana, skills, teknologi) bagi setiap program yang diimplementasikan. dalam  proses  kebijaksanaan,  yang  berada  di  antara  tahapan
Karena  keterbatasan  sumber  daya  (dan  waktu),  banyak  kebijakan penyusunan  kebijaksanaan  dan  hasil  atau  konsekuensi  yang
(program) yang harus dilaksanakan secara inkremental. ditimbulkan  oleh  kebijaksanaan  (output,  outcome).  Aktivitas
Selain itu, syarat ke-8 yang menuntut spesifikasi tugas yang detail, implementasi  menurutnya  terdiri  atas  perencanaan,  pendanaan,
lengkap dalam urutan-urutan yang sempurna tidak harus sedemikian pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi,
ketat   karena  implementor  lebih  memilih  memenuhi  SOP  daripada dan lain-lain.
bertindak  memenuhi  kebutuhan  masyarakat.   Dalam  model  yang  dikembangkannya,  ia  mengemukakan
Dengan  sudut  pandang  yang  sangat  top-down  oriented,  tidak empat  faktor kritis  yang memengaruhi  keberhasilan atau  kegagalan
tersisa peluang diskresi bagi implementor yang sangat diperlukan agar implementasi.   Pendekatan  yang  dilakukan  dengan  mengajukan
tujuan  kebijakan  dapat  tercapai  dalam  situasi  dan  kondisi  yang pertanyaan,  ”Prakondisi  apa  yang  harus  ada  agar  implementasi
beragam di lapangan.   berhasil?”  dan  “Apa  yang  menjadi  kendala  pokok  bagi  suksesnya
6. Pendekatan  George  Charles  Edwards  III:  Pendekatan suatu  implementasi?”  dan  menemukan  empat  variabel  tersebut
Masalah  Implementasi  (1980)  setelah mengkaji beberapa pendekatan yang dilakukan penulis lain.

Karyanya  tidak  pernah  dikutip  dan  dibahas  oleh  para  penulis


Asing  (Amerika  dan  Inggris)  dalam   buku  tentang  kebijakan  publik

248 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 249


Komunikasi  seharusnya  sudah  dibangun  sejak  formulasi,
Komunikasi
sehingga muatan-muatan atau materi yang akan menjadi “jiwa” suatu
kebijakan  dapat  diketahui  dan  disesuaikan  dengan  tuntutan
kebutuhan  yang  berkembang.
Intensitas  dalam  mengomunikasikan  kebijakan  publik  pada
tataran  implementasi  diperlukan  agar  dukungan  dan  komitmen
Sumber Daya
pihak-pihak  terkait  dapat  terbentuk.
Agustino  (2006:  157)  mengemukakan  bahwa  kebijakan  yang
Implementasi dikomunikasikan  pun  harus  tepat,  akurat,  dan  konsisten.
Komunikasi  (pentransmisian  informasi)  diperlukan  agar  para
pembuat keputusan dan para implementor semakin konsisten dalam
Disposisi
melaksanakan  setiap  kebijakan  yang  akan  diterapkan  dalam
masyarakat.  Selanjutnya,  ia  mengemukakan  tiga  indikator
keberhasilan  komunikasi  dalam  konteks  kebijakan  publik,  yaitu
sebagai  berikut.

Struktur Birokrasi
1) Transmisi
Sebuah  kebijakan  yang  akan  diimplementasikan  harus
Gambar  10.3 disalurkan  pada  pejabat  yang  akan  melaksanakannya.  Masalah
transmisi sering terjadi ketika pelaksana tidak menyetujui kebijakan
Model  Hubungan  Antarvariabel  Implementasi  Kebijakan
(disposisi) dengan mendistorsikan perintah kebijakan atau menutup
Edward  III
komunikasi  yang  diperlukan.  Masalah  transmisi  juga  terjadi  ketika
Sumber:    Diolah  berdasarkan  pemikiran  Edward  III  (1980:  148)
kebijakan  yang  akan  diimplementasikan  harus  melalui  struktur
Keempat  variabel  tersebut,  yaitu  komunikasi,  sumber  daya, birokrasi  yang  berlapis  atau  tidak  tersedianya  saluran  komunikasi
disposisi  atau  sikap  pelaksana,  dan  struktur  birokrasi.  Keseluruhan yang memadai (sumber daya).
variabel saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain 2) Kejelasan (Clarity)
dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan implementasi.
Kejelasan  tujuan  dan  cara  yang  akan  digunakan  dalam  sebuah
a. Komunikasi kebijakan merupakan hal yang mutlak agar dapat diimplementasikan
Komunikasi  memiliki  peran/fungsi  yang  cukup  penting  untuk sebagaimana  yang  telah  diputuskan. Akan  tetapi,  hal  tersebut  tidak
menentukan keberhasilan kebijakan publik dalam implementasinya. selalu  terjadi.  Ada  berbagai  alasan  yang  menyebabkan  sebuah
Salah satu kelemahan dalam proses kebijakan publik ini, khususnya kebijakan tidak dirumuskan secara jelas, di antaranya:
yang terjadi di Indonesia, adalah masalah implementasinya. Salah satu a) kerumitan  dalam  pembuatan  kebijakan  yang  terjadi  antara
faktornya adalah komunikasi yang lemah. Kelemahan komunikasi ini eksekutif  dan  legislatif  sehingga  cenderung  menyerahkan
sebenarnya tidak hanya terjadi pada saat implementasinya, tetapi juga pelaksanaannya kepada bawahan;
terjadi pada saat formulasi.
b) adanya opisisi dari masyarakat atas kebijakan tersebut;

250 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 251


c) kebutuhan  mencapai  konsensus  antara  tujuan  yang  saling untuk memperoleh dan menggunakan dana, kewenangan untuk
bersaing  saat  merumuskan  kebijakan  tersebut; meminta  kerja  sama  dengan  badan  pemerintah  yang  lain,  dan
d) kebijakan baru yang para perumusnya belum terlalu menguasai lain-lain
masalah; 4) Fasilitas.  Fasilitas  fisik  termasuk  hal  yang  penting  bagi
e) biasanya  terjadi  pada  kebijakan  yang  menyangkut  aturan keberhasilan  implementasi  kebijakan  oleh  para  implementor.
hukum.  Fasilitas fisik sebagai sarana dan prasarana pendukung diperlukan
untuk  memperlancar  proses  komunikasi  kebijakan.  Tanpa
Pada  bagian  ini,  selain  mengaitkan  implementasi  dengan  tipe/
fasilitas fisik yang memadai, implementasi juga tidak akan efektif.
jenis  kebijakan,  tampaknya  Edwards III  juga  banyak  mengacu  pada
Fasilitas fisik ini beragam bergantung pada kebutuhan kebijakan.
hasil  studi  Bardach  dalam  Implementation  Game.
c. Disposisi
3) Konsistensi
Disposisi  adalah  sikap  dan  komitmen  dari  pelaksana  terhadap
Implementasi  yang  efektif  selain  membutuhkan  komunikasi
kebijakan  atau  program  yang  harus  dilaksanakan  karena  setiap
yang  jelas,  juga  yang  konsisten.  Proses  transmisi  yang  baik,  namun
kebijakan  membutuhkan  pelaksana-pelaksana  yang  memiliki  hasrat
dengan  perintah  yang  tidak  konsisten  akan  membingungkan
kuat  dan  komitmen  yang  tinggi  agar  mampu  mencapai  tujuan
pelaksana.  Banyak  hal  yang  menyebabkan  arah  kebijakan  menjadi
kebijakan  yang  diharapkan.  Ada  tiga  unsur  utama  yang
tidak konsisten, di antaranya:
memengaruhi  kemampuan  dan  kemauan  aparat  pelaksana  untuk
a) kompleksitas kebijakan yang harus dilaksanakan;
melaksanakan kebijakan, antara lain sebagai berikut.
b) kesulitan  yang  muncul  saat   memulai  implementasi  kebijakan
1) Kognisi,  yaitu  seberapa  jauh  pemahaman  pelaksanan  terhadap
baru;
kebijakan. Pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangat penting
c) kebijakan  memiliki  beragam  tujuan  dan  sasaran,  atau bagi  aparat  pelaksana. Apabila  sistem  nilai  yang  memengaruhi
bertentangan dengan kebijakan lain; sikapnya  berbeda  dengan  sistem  nilai  pembuat  kebijakan,
d) banyaknya  pengaruh  berbagai  kelompok  kepentingan  atas  isu implementasi  kebijakan  tidak  akan  berjalan  dengan  efektif.
yang dibawa oleh kebijakan tersebut. Ketidakmampuan  administratif  dari  pelaksana  kebijakan,  yaitu
ketidakmampuan  dalam  menanggapi  kebutuhan  dan  harapan
b. Sumber  Daya
yang  disampaikan  oleh  masyarakat  dapat  menyebabkan
Sumber  daya  yang  diperlukan  dalam  implementasi  menurut pelaksanaan suatu program tidak efektif.
Edwards III, yaitu sebagai berikut.
2) Arahan dan tanggapan pelaksanaan. Hal ini meliputi penerimaan,
1) Staf,  yang  jumlah  dan  kemampuannya  sesuai  dengan  yang ketidakberpihakan  ataupun  penolakan  pelaksana  dalam
dibutuhkan. menyikapi  kebijaksanaan.
2) Informasi, yaitu berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakan 3) Intensitas respons atau tanggapan pelaksana.
dan  data  yang  berkaitan  dengan  kebijakan  yang  akan
dilaksanakan. d. Struktur  Birokrasi

3) Kewenangan.  Artinya,  kewenangan  yang  dibutuhkan  bagi Struktur  birokrasi  Edwards  III  adalah  mekanisme  kerja  yang
implementor sangat bervariasi bergantung pada kebijakan yang dibentuk  untuk  mengelola  pelaksanaan  sebuah  kebijakan.  Ia
harus  dilaksanakan.  Kewenangan   dapat  berwujud  membawa menekankan  perlu  adanya  Standart  Operating  Procedure  (SOP)  yang
kasus ke meja hijau, menyediakan barang dan jasa, kewenangan mengatur tata aliran pekerjaan di antara para pelaksana, terlebih jika

252 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 253


pelaksanaan  program  melibatkan  lebih  dari  satu  institusi.  Ia  juga a. Content of Policy  (Isi Kebijakan)
mengingatkan  bahwa  adakalanya  fragmentasi  diperlukan  ketika Isi  kebijakan  atau  program  akan  berpengaruh  pada  tingkat
implementasi  kebijakan  memerlukan  banyak  program  dan keberhasilan implementasi. Kebijakan  kontroversial,  kebijakan  yang
melibatkan  banyak  institusi untuk  mencapai  tujuannya. dipandang  tidak  populis,  kebijakan  menghendaki  perubahan  besar,
akan mendapatkan perlawanan baik dari kelompok sasaran, maupun
7. Pendekatan Merilee S. Grindle: Content of Policy and Context
dari  implementornya  yang  merasa  sulit  melaksanakan  kebijakan
of Implementation (1980)
tersebut  atau  merasa  dirugikan.  Isi  kebijakan  yang  dapat
Grindle  dalam  bukunya  yang  berjudul   Politics  and  Policy
memengaruhi implementasi menurut Grindle adalah sebagai berikut.
Implementation  in  the  Third  Word  (1980)  mengatakan  bahwa  dalam
1) Kepentingan  yang  dipengaruhi  oleh  adanya  program
mengimplementasikan  sebuah  kebijakan  bergantung  pada  content
(isi) dan context-nya, serta tingkat keberhasilannya bergantung pada  Apabila kebijakan tersebut tidak menimbulkan kerugian di salah
kondisi  tiga  komponen  variabel  sumber  daya  implementasi  yang satu  pihak  (misalnya,  jenis  kebijakan  redistribution  menurut
diperlukan. kategori Ripley dan Lowie), implementasinya akan lebih mudah
karena  tidak  menimbulkan  perlawanan  bagi  yang
Melaksanakan kebijakan dipengaruhi kepentingannya  dirugikan.
oleh:
(a) Isi kebijakan:
Tujuan
1. Kepentingan yang terpengaruhi
2) Jenis  manfaat  yang  akan  dihasilkan
kebijakan
oleh kebijakan Hasil Kebijakan
2. Tipe manfaat yang akan a. Dampak pada Kebijakan yang memberikan manfaat kolektif atau pada banyak
dihasilkan masyarakat, individu, dan
3. Derajat perubahan yang kelompok orang  akan  mudah  diimplementasikan  karena  mendapatkan
diinginkan b. Perubahan dan
4. Letak pengambilan keputusan penerimaan oleh dukungan dari kelompok sasaran atau masyarakat.
5. Pelaksana program masyarakat
6. Sumber daya yang dikerahkan
(b) Konteks Implementasi 3) Jangkauan  perubahan  yang  diinginkan
1. Kekuasaan, kepentingan, dan
strategi aktor yang terlibat Semakin   luas  dan  besar  perubahan  yang  diinginkan  melalui
2. Karakteristik lembaga dan
Tujuan yang
ingin dicapai
penguasaan kebijakan  tersebut,  akan  semakin  sulit  pula  dilaksanakan.
3. Keputusan dan daya tanggap
Misalnya, kebijakan antikorupsi dan KKN yang telah berkali-kali
Program aksi dan proyek individu yang
didesain dan dibiayai
dibuat  oleh  beberapa  presiden  RI  dengan  berbagai  badan
pemeriksa, tetapi menjadikan Indonesia  sebagai negara dengan
Program yang dijalankan tingkat  korupsi  tertinggi  di  dunia  karena  kebijakan  tersebut
seperti yang direncanakan
menuntut  banyak  perubahan  perilaku  yang  tidak  dilaksanakan
Mengukur keberhasilan dengan konsekuen. Kredibilitas pesan kebijakan tidak terpenuhi
karena isi kebijakan yang mengatur tentang adanya sanksi tidak
Gambar:  10.4 dilakukan  dengan   konsisten.

Implementation as a Political and Administrative Process 4) Kedudukan  pengambil  keputusan

Sumber: Diadaptasi dari Merilee S. Grindle (1980) Semakin  tersebar  kedudukan  pengambil  keputusan  dalam


kebijakan  (baik  secara  geografis  maupun  organisatoris),  akan
semakin  sulit  pula  implementasinya.  Kasus  demikian  banyak
terjadi  pada  kebijakan  yang  implementasinya  melibatkan
banyak instansi.

254 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 255


5) Pelaksana  program berkepentingan atas suatu program, mereka akan menyusun strategi
Ketika pelaksana program memiliki kemampuan dan dukungan untuk  memenangkan  persaingan  yang  terjadi  dalam  implementasi
yang  dibutuhkan  oleh  kebijakan,  tingkat  keberhasilannya  juga sehingga mereka dapat menikmati output-nya.
akan tinggi. 2) Karakteristik  lembaga  dan  penguasa
6) Sumber  daya  yang  disediakan Implementasi  suatu  program  dapat  menimbulkan  konflik  bagi
Tersedianya  sumber  daya  yang  dibutuhkan  untuk yang  kepentingannya  dipengaruhi.  Strategi  penyelesaian  konflik
mengimplementasikan  kebijakan  akan  mempermudah mengenai  “siapa  mendapatkan  apa”  (misalnya,  penggusuran  pasar
pelaksanaannya. Sumber daya ini berupa tenaga kerja, keahlian, tradisional  menjadi  supermarket)  dapat  menjadi  petunjuk  tidak
dana, sarana, dan lain-lain. langsung  mengenai  ciri-ciri  penguasa  atau  lembaga  yang  menjadi
implementor.
b. Context of Implementation (Konteks Implementasi)
Konteks  implemetasi  juga  akan  berpengaruh  pada  tingkat
keberhasilannya  karena  baik  mudahnya  kebijakan  maupun D. Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan
dukungan  kelompok  sasaran,  hasil  implementasi  tetap  bergantung Implementasi Kebijakan
pada  implementornya.
Karakter dari pelaksana akan memengaruhi tindakan pelaksana Berbagai  pendekatan  dalam  implementasi  kebijakan,  berkaitan
dalam  mengimplementasikan  kebijakan  karena  pelaksana  adalah dengan  implementor,  sumber  daya,  lingkungan,  metode,
individu  yang  tidak  mungkin bebas  dari  kepercayaan,  aspirasi,  dan permasalahan,  ataupun  tingkat  kemajemukan  yang  dihadapi  di
kepentingan pribadi yang ingin dicapai. masyarakat.   Sumber  daya  manusia  sebagai  implementor
mempunyai peranan yang penting dalam pengendalian implementasi
Dalam  mengimplementasikan  suatu  kebijakan,  terdapat  suatu
kebijakan  publik.
kemungkinan  dari  pelaksana  untuk  membelokkan  sesuatu  yang
sudah  ditentukan  demi  kepentingan  pribadinya  sehingga  dapat Menurut  Mazmanian  dan  Sabatier  (1983),  ada  tiga  faktor  yang
menjauhkan  tujuan dari  kebijakan  sebenarnya.    memengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu: (1) karakteristik dari
masalah  (tractability  of  the  problems);  (2)  karakteristik  kebijakan/
Konteks  implementasi  yang  berpengaruh  pada  keberhasilan
undang-undang  (ability  of  statute  to  structure  implementation);  (3)
implementasi menurut Grindle adalah sebagai berikut.
lingkungan  (nonstatutory  variables  affecting  implementations).
1) Kekuasaan,  kepentingan,  dan  strategi  aktor  yang  terlibat
Strategi,  sumber,  dan  posisi  kekuasaan  implementor  akan
menentukan  tingkat  keberhasilan  kebijakan  yang  di–
implementasikannya.  Apabila  suatu  kekuatan  politik  merasa

256 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 257


kelompok  sasarannya  homogen.  Sebaliknya,  apabila  kelompok
Karakteristik Masalah
1. Kesediaan teknologi dan teori teknis. sasarannya heterogen,  implementasi program  akan  relatif  lebih
2. Keragaman perilaku kelompok sasaran.
3. Sifat populasi. sulit  karena  tingkat  pemahaman  setiap  anggota  kelompok
4. Derajat perubahan perilaku yang sasaran program berbeda.
diharapkan.
3) Proporsi  kelompok  sasaran  terhadap  total  populasi.  Sebuah
Daya Dukung Peraturan Variabel Non–Peraturan program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya
1. Kejelasan konsistensi tujuan 1. Kondisi sosial, ekonomi, dan mencakup semua populasi.   Sebaliknya, sebuah program relatif
atau sasaran. teknologi.
2. Teori kausal yang memadai. 2. Perhatian pers terhadap masalah
mudah  diimplementasikan  apabila  kelompok  sasarannya  tidak
3. Sumber keuangan yang cukup. kebijakan. terlalu besar.
4. Integrasi organisasi pelaksana. 3. Dukungan publik.
5. Diskreasi pelaksana. 4. Sikap dan sumber daya kelompok 4) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program
6. Rekrutemn dari pejabat sasaran utama.
pelaksana. 5. Dukungan kewenangan. yang bertujuan memberikan pengetahuan  atau bersifat kognitif
7. Akses formal. 6. Komitmen pejabat pelaksana.
akan  mudah  diimplementasikan  daripada  program  yang
bertujuan  mengubah  sikap  dan  perilaku  masyarakat.   Sebagai
contoh,  implementasi  Undang-Undang  No.  14  tahun  1992
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sulit diimplementasikan
karena  menyangkut  perubahan  perilaku  masyarakat  dalam
Proses Implementasi berlalu lintas.
Output Kesediaan Dampak nyata Perbaikan
kebijakan Kelompok output mendasar b. Karakteristik  Kebijakan
organisasi Sasaran kebijakan peraturan
pelaksana mematuhi output sebagai 1) Kejelasan isi kebijakan. Hal ini berarti semakin jelas dan terperinci
kebijakan depersepsi
isi  sebuah  kebijakan,  akan  mudah  diimplementasikan  karena
implementor  mudah  memahami  dan  menerjemahkan  dalam
Gambar  10.5 tindakan  nyata.  Sebaliknya,  ketidakjelasan  isi  kebijakan
Implementasi  Kebijakan  Mazmanian  dan  Sabatier merupakan  potensi  lahirnya  distorsi  dalam  implementasi
kebijakan.
Sumber:  Subarsono  (2005:  95)
2) Seberapa  jauh  kebijakan  tersebut  memiliki  dukungan  teoretis.
a. Karakteristik  Masalah Kebijakan yang memiliki dasar teoretis memiliki sifat yang lebih
1) Tingkat  kesulitan  teknis  dari  masalah  yang  bersangkutan.  Di mantap  karena  sudah  teruji,  walaupun  beberapa  lingkungan
satu pihak ada beberapa masalah sosial yang secara teknis mudah sosial tertentu perlu ada modifikasi.
dipecahkan,  seperti  kekurangan  persediaan  air  minum  bagi 3) Besarnya  alokasi  sumber  daya  finansial  terhadap  kebijakan
penduduk atau harga beras tiba-tiba naik.  Di pihak lain terdapat tersebut.  Sumber  daya  keuangan  adalah  faktor  krusial  untuk
masalah-masalah  sosial  yang  sulit  dipecahkan,  seperti setiap  program  sosial.   Setiap  program  juga  memerlukan
kemiskinan,  pengangguran,  korupsi,  dan  sebagainya.  Oleh dukungan  staf  untuk  melakukan  pekerjaan  administrasi  dan
karena  itu,  sifat  masalah  akan  memengaruhi  mudah–tidaknya teknis,  serta  memonitor  program  yang  semuanya  itu
suatu  program  diimplementasikan. memerlukan  biaya.
2) Tingkat kemajemukan kelompok sasaran. Hal ini berarti bahwa 4) Seberapa  besar  adanya  keterpautan  dan  dukungan  antar–
suatu  program  relatif  mudah  diimplementasikan  apabila institusi  pelaksana.  Kegagalan  program  sering  disebabkan

258 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 259


kurangnya koordinasi vertikal dan horizontal antarinstansi yang dapat  memiliki  kemampuan  untuk  memengaruhi  badan-badan
terlibat dalam implementasi program. pelaksana  secara  tidak  langsung  melalui  kritik  yang
5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana. dipublikasikan  terhadap  kinerja  badan-badan  pelaksana,  dan
membuat pernyataan yang ditujukan pada badan legislatif.
6) Tingkat  komitmen  aparat  terhadap  tujuan  kebijakan.   Kasus
korupsi  yang  terjadi  di  negara-negara  dunia  ketiga,  khususnya 4) Tingkat  komitmen  dan  keterampilan  dari  aparat  dan
Indonesia  salah  satu  sebabnya  adalah  rendahnya  tingkat implementor. Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk
komitmen aparat untuk melaksanakan tugas dan pekerjaannya. merealisasikan  tujuan  yang  telah  tertuang  dalam  kebijakan
adalah  variabel  yang  paling  krusial.   Aparat  badan  pelaksana
7) Seberapa  luas  akses  kelompok-kelompok  luar  untuk
harus  memiliki  keterampilan  dalam  membuat  prioritas  tujuan
berpartisipasi  dalam  implementasi  kebijakan.  Suatu  program
dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.
yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat,
relatif  mendapat  dukungan  daripada  program  yang  tidak
melibatkan  masyarakat.  Masyarakat  akan  merasa terasing atau
teralienasi  apabila  hanya  menjadi  penonton  terhadap  program E. Kriteria Pengukuran Implementasi Kebijakan
yang ada di wilayahnya.
c. Lingkungan  Kebijakan Menurut  Grindle  (1980:  10)  dan  Quade  (1984:  310),  untuk
mengukur  kinerja  implementasi  suatu  kebijakan  publik  harus
1) Kondisi  sosial  ekonomi  masyarakat  dan  tingkat  kemajuan
memerhatikan  variabel  kebijakan,  organisasi,  dan  lingkungan.
teknologi.  Masyarakat  yang  sudah  terbuka  dan  terdidik  lebih
Perhatian  itu  perlu  diarahkan  karena  melalui  pemilihan  kebijakan
mudah  menerima  program  pembaruan  dibandingkan  dengan
yang  tepat,  masyarakat  dapat  berpartisipasi  memberikan  kontribusi
masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian pula,
yang optimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan
Selanjutnya,  ketika  sudah  ditemukan  kebijakan  yang  terpilih
implementasi program karena program-program tersebut dapat
diperlukan  organisasi  pelaksana  karena  di  dalam  organisasi  ada
disosialisasikan  dan  diimplementasikan  dengan  bantuan
kewenangan  dan  berbagai  sumber  daya  yang  mendukung
teknologi  modern.
pelaksanaan kebijakan bagi pelayanan publik.
2) Dukungan  publik  terhadap  suatu  kebijakan.  Kebijakan  yang
Adapun  lingkungan  kebijakan  bergantung  pada  sifatnya  yang
memberikan  insentif  biasanya  mudah  mendapatkan  dukungan
positif  atau  negatif.  Jika  lingkungan  berpandangan  positif  terhadap
publik.  Sebaliknya,  kebijakan  yang  bersifat  dis-insentif,  seperti
suatu  kebijakan,  akan  menghasilkan  dukungan  positif  sehingga
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) atau kenaikan pajak
lingkungan  akan  berpengaruh  terhadap  kesuksesan  implementasi
akan  kurang  mendapat  dukungan  publik.
kebijakan.  Sebaliknya,  jika  lingkungan  berpandangan  negatif,  akan
3) Sikap kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih
terjadi benturan sikap sehingga proses implementasi terancam akan
yang  ada  dalam  masyarakat  dapat  memengaruhi  implementasi
gagal.  Lebih  daripada  tiga  aspek  tersebut,  kepatuhan  kelompok
kebijakan  melalui  berbagai  cara,  antara  lain  (1)  kelompok
sasaran  kebijakan  merupakan  hasil  langsung  dari  implementasi
pemilih  dapat  melakukan  intervensi  terhadap  keputusan  yang
kebijakan  yang menentukan  efeknya terhadap masyarakat.
dibuat  badan-badan  pelaksana  melalui  berbagai  komentar
dengan  maksud  mengubah  keputusan;  (2)  kelompok  pemilih

260 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 261


Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley program  dan  pemanfaat,  kesesuaian  program  dengan  organisasi
dan Franklin (1986: 12) didasarkan pada tiga aspek, yaitu: pelaksana,  dan  kesesuaian  program  kelompok  pemanfaat  dengan
a. tingkat  kepatuhan  birokrasi  terhadap  birokrasi  di  atasnya  atau organisasi pelaksana.
tingkatan birokrasi sebagaimana diatur dalam undang-undang; Selain  kriteria  pengukuran  implementasi  kebijakan  tersebut,
b. adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah; perlu pula dipahami adanya hubungan pengaruh antara implementasi
kebijakan  dengan  faktor  lain.  Hal  ini  sesuai  dengan  pendapat  Van
c. pelaksanaan dan dampak (manfaat) yang dikehendaki dari semua
Meter  dan  Van  Horn  bahwa  terdapat  variabel  bebas  yang  saling
program yang ada terarah.
berkaitan  sekaligus  menghubungkan  antara  kebijakan  dan  prestasi
Menurut Goggin et. al. (1990: 20-21, 31-40), proses implementasi
kerja. Variabel yang dimaksud oleh keduanya meliputi:
kebijakan  sebagai  upaya  transfer informasi  atau  pesan  dari  institusi
a. ukuran  dan  tujuan  kebijakan;
yang lebih tinggi ke institusi yang lebih rendah diukur keberhasilan
kinerjanya berdasarkan variabel: b. sumber  kebijakan;
a. dorongan dan paksaan di tingkat federal; c. ciri atau sifat badan/instansi pelaksana;
b. kapasitas pusat/negara; d. komunikasi  antarorganisasi  yang  berkaitan  dan  komunikasi
kegiatan yang dilaksanakan;
c. Dorongan dan paksaan di tingkat pusat dan daerah.
e. sikap para pelaksana;
Variabel dorongan dan paksaan di tingkat pusat ditentukan oleh
legitimasi  dan  kredibilitas,  yaitu  semakin  sahih  kebijakan  yang f. lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.
dikeluarkan  oleh  pemerintah  pusat  di  mata  daerah,  semakin  besar Menurut  Quade  (1984:  310),  dalam  proses  implementasi
kredibilitasnya, begitu pula sebaliknya. kebijakan yang ideal akan terjadi interaksi dan reaksi dari organisasi
Untuk mengukur kekuatan isi dan pesan kebijakan, dapat dilihat pengimplementasi,  kelompok  sasaran,  dan  faktor  lingkungan  yang
melalui: mengakibatkan  munculnya  tekanan,  dan  diikuti  dengan  tindakan
tawar-menawar  atau  transaksi.  Dari  transaksi  tersebut  diperoleh
a. besarnya dana yang dialokasikan, dengan asumsi bahwa semakin
umpan  balik  ketika  pengambil  kebijakan  dapat  digunakan  sebagai
besar dana yang dialokasikan, semakin serius kebijakan tersebut
bahan  masukan  dalam  perumusan kebijakan  selanjutnya.
dilaksanakan;
Quade  memberikan  gambaran  bahwa  terdapat  empat  variabel
b. bentuk kebijakan yang memuat, antara lain kejelasan kebijakan,
yang  harus  diteliti  dalam  analisis  implementasi  kebijakan  publik,
konsistensi pelaksanaan, frekuensi pelaksanaan, dan diterimanya
antara lain sebagai berikut.
pesan  secara  benar.  Sementara  itu,  untuk  mengetahui  variabel
kapasitas  pusat  atau  kapasitas  organisasi  dapat  dilihat  melalui a. Kebijakan yang diimpikan, yaitu pola interaksi yang diimpikan
seberapa  jauh  organisasi  pelaksana  kebijakan  mampu agar  orang  yang  menetapkan  kebijakan  berusaha  untuk
memanfaatkan  wewenang yang dimiliki, hubungannya dengan mewujudkan.
struktur  birokrasi  yang  ada,  dan  mengoordinasikan  berbagai b. Kelompok  target,  yaitu  subjek  yang  diharapkan  dapat
sumber daya yang tersedia dalam organisasi dan masyarakat. mengadopsi  pola  interaksi  baru  melalui  kebijakan  dan  subjek
Model  kesesuaian  implementasi  kebijakan  atau  program  dari yang  harus  berubah  untuk  memenuhi  kebutuhannya.
Korten  juga  relevan  digunakan  sebagai  kriteria  pengukuran c. Organisasi  yang  melaksanakan,  yaitu  berupa  unit  birokrasi
implementasi kebijakan. Dengan kata lain, keefektifan kebijakan atau pemerintah  yang  bertanggung  jawab  mengimplementasikan
program menurut Korten bergantung pada tingkat kesesuaian antara kebijakan.

262 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 263


d. Faktor  lingkungan,  yaitu  elemen  di  lingkungan  yang d. dukungan dari pejabat atasan;
memengaruhi  implementasi  kebijakan. e. komitmen  dan  kemampuan  kepemimpinan  pejabat  pelaksana
Sebagai komparasi, dapat dipahami pemikiran Mazmanian dan (Keban,  2007:  16).
Sabatier  yang  mengembangkan  “kerangka  kerja  analisis Adapun variabel terikat yang ditunjukkan melalui tahapan dalam
implementasi”  (Wahab,  1991:  117).  Menurutnya,  peran  penting proses  implementasi,  mencakup:
analisis  implementasi  kebijakan  negara  adalah  mengidentifikasi
a. output kebijakan  badan  pelaksana;
variabel  yang  memengaruhi  pencapaian  tujuan  formal  pada
b. kesediaan  kelompok  sasaran  mematuhi  output  kebijakan;
keseluruhan  proses  implementasi.  Variabel  yang  dimaksud  oleh
Mazmanian dan Sabatier diklasifikasikan dalam tiga kategori umum, c. dampak  nyata  output  kebijakan,
yaitu: d. dampak output kebijakan sebagaimana yang dipersepsikan;
a. mudah atau sulitnya dikendalikan masalah yang digarap; e. perbaikan.
b. kemampuan  kebijakan  untuk  menyistematisasikan  proses
implementasinya;
c. pengaruh  langsung  variabel  politik  terhadap  keseimbangan F. Model-model Implementasi Kebijakan Negara
dukungan bagi tujuan yang termuat dalam kebijakan.
Ketiga  variabel  ini  disebut  variabel  bebas  yang  dibedakan 1. Model  yang  Dikembangkan  oleh  Brian  W.  Hogwood  dan
dengan tahap implementasi yang harus dilalui sebagai variabel terikat. Lewis  A.  Guun  (1978-1986)
Variabel  mudah  atau  sulitnya  suatu  masalah  dikendalikan, Dalam  mengimplementasikan  kebijaksanaan  negara,  menurut
mencakup kesukaran teknis, keragaman perilaku kelompok sasaran, model ini, terdiri atas syarat-syarat berikut.
persentase  kelompok  sasaran  dibandingkan  dengan  jumlah
a. Kondisi  Eksternal  yang  Dihadapi  oleh  Badan/Instansi
penduduk, dan ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan.
Pelaksanaan  tidak  akan  menimbulkan  gangguan/kendala  yang
Variabel  kemampuan  kebijakan  untuk  menyistematisasikan
serius.  Kendala/hambatan  pada  saat  implementasi  kebijaksanaan
proses  implementasi,  mencakup:
sering  di  luar  kendali  para  administrator.  Hambatan  yang  bersifat
a. kejelasan dan konsistensi tujuan;
fisik, misalnya dalam pembangunan pertanian yang dipengaruhi oleh
b. ketepatan alokasi sumber daya; musim, kemacetan  tol, dan  hama  penyakit.  Hambatan yang bersifat
c. keterpaduan hierarki dalam dan di antara lembaga pelaksana; politis, misalnya kebijaksanaan yang tidak diterima/tidak disepakati
d. aturan keputusan dari badan pelaksana; oleh  berbagai  pihak  (partai  politik  atau  yang  mempunyai
kepentingan).
e. rekruitmen  pejabat  pelaksana;
f. akses formal pihak luar. b. Untuk  Pelaksanaan  Program  Tersedia  Waktu  dan  Sumber-
sumber  yang  Cukup  Memadai
Variabel  di  luar  kebijakan  yang  memengaruhi  proses
implementasi,  mencakup: Dalam hal ini, menitikberatkan bahwa alasan yang dikemukakan
terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek. Selain itu,
a. kondisi sosial ekonomi dan teknologi;
apabila  dana  khusus untuk membiayai pelaksanaan  program sudah
b. dukungan  publik;
tersedia, namun harus dapat dihabiskan dalam tempo yang singkat.
c. sikap dan sumber daya yang dimiliki kelompok;

264 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 265


c. Perpaduan  Sumber-sumber  yang  Diperlukan  Tersedia diperlukan  apabila  pelaksanaan  tugas  tersebut  menyimpang  dari
Misalnya, perpaduan antara dana, tenaga kerja, tanah, peralatan, rencana.
dan  bahan-bahan  bangunan  yang  diperlukan  untuk  membangun i. Komunikasi  dan  Koordinasi  yang  Sempurna
proyek  seharusnya  dapat  dipersiapkan  secara  serentak,  namun
Koordinasi  sudah  tentu  bukan  hanya  menyangkut  persoalan
ternyata  salah  satu  atau  mungkin  kombinasi  dari  beberapa  sumber
mengomunikasikan  informasi  atau  membentuk  struktur-struktur
tersebut  mengalami  kelambatan  dalam  penyediaan  sehingga
administrasi yang cocok, melainkan juga menyangkut persoalan yang
pelaksanaan dan penyelesaian proyek tersebut tertunda.
lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kekuasaan.
d. Kebijaksanaan  yang  Akan  Diimplementasikan
j. Pihak-pihak  yang  Memiliki  Wewenang  Kekuasaan  Dapat
Didasari oleh  suatu hubungan kausalitas  yang andal  dalam hal Menuntut  dan  Mendapatkan  Kepatuhan  yang  Sempurna
kebijaksanaan  ini  oleh  tingkat  pemahaman  yang  tidak  memadai
Orang-orang yang memiliki wewenang seharusnya juga memiliki
mengenai persoalan yang akan ditanggulangi. Apabila ternyata kelak
kekuasaan dan mampu menjamin tumbuh kembangnya sikap patuh
kebijaksanaan itu gagal, kemungkinan penyebabnya bersumber pada
yang  menyeluruh  dan  serentak  dari  pihak-pihak  lain  (baik  yang
ketidaktepatan  teori  yang  menjadi  landasan  kebijaksanaan  tersebut,
berasal dari dalam badan/organisasi maupun yang berasal dari luar).
bukan karena implementasi yang keliru (Pressman dan Wildavsky).
2. Model  yang  Dikembangkan  oleh  Van  Meter  dan  Van  Horn
e. Hubungan  Kausalitas  Bersifat  Langsung  dan  Hanya  Sedikit
(1975)
Mata  Rantai  Penghubungnya
Model  ini  disebut  sebagai  A  Model  of  the  Policy  Implementation
Menurut  Pressman  dan  Wildasky,  semakin  banyak  hubungan
Process  (model  proses  implementasi  kebijaksanaan).Tipologi
dalam  mata  rantai,  semakin  besar  pula  risiko  bahwa  beberapa  di
kebijaksanaan  menurut  Van  Meter  dan  Van  Horn,  yaitu  jumlah
antaranya akan terbukti lemah atau tidak dapat dilaksanakan.
masing-masing perubahan yang akan dihasilkan dan jangkauan atau
f. Hubungan  Saling  Ketergantungan  Harus  Kecil lingkup  kesepakatan  terhadap  tujuan  di  antara  pihak-pihak  yang
Hal ini disebabkan hubungan ketergantungan dengan organisasi- terlibat dalam proses implementasi.
organisasi ini harus pada tingkat yang minimal, baik dalam arti jumlah Hal lain yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn bahwa
maupun  kadar  kepentingannya. jalan  yang  menghubungkan  antara  kebijakan  dan  prestasi  kerja
g. Pemahaman  yang  Mendalam  dan  Kesepakatan  terhadap dipisahkan  oleh  sejumlah  variabel  bebas  (independent  variable)  yang
Tujuan saling berkaitan. Variabel-variabel bebas itu, antara lain:
Tujuan  tersebut  harus  dirumuskan  dengan  jelas,  spesifik,  dan a. ukuran  dan  tujuan  kebijaksanaan;
dapat dikuantitatifkan, dipahami, serta disepakati oleh seluruh pihak b. sumber-sumber  kebijaksanaan;
yang  terlibat  dalam  organisasi,  bersifat  saling  melengkapi  dan c. ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksanaan;
mendukung,  serta mampu berperan  sehingga pelaksanaan  program
d. komunikasi antarorganisasi terkait dan kegiatan pelaksanaan;
dapat dimonitor.
e. sikap para pelaksana;
h. Tugas-tugas  Diperinci  dan  Ditempatkan  dalam  Urutan  yang
f. lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.
Tepat
Tugas-tugas tersebut dilaksanakan dengan benar dan tepat pada
waktunya  serta  melakukan  tindakan-tindakan  perbaikan  yang

266 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 267


3. Model  yang  Dikembangkan  oleh  Daniel  Mazmania  dan  Paul c. Pengaruh  langsung  berbagai  variabel  politik  terhadap
A.  Sabatier keseimbangan  dukungan  bagi  tujuan  yang  termuat  dalam
Model  ini  disebut  A  Frame  Work  for  Implementation  Analysis keputusan  kebijaksanaan  tersebut,  mencakup:
(kerangka  analisis  implementasi).  Mazmania  dan  Sabatier 1) kondisi sosio-ekonomi dan teknologi;
berpendapat  bahwa  peran  penting  dari  analisis  implementasi 2) dukungan  publik;
kebijaksanaan  negara  adalah  mengidentifikasikan  variabel-variabel
3) sikap  dan  sumber-sumber  yang  dimiliki  kelompok;
yang  memengaruhi  tercapainya  tujuan-tujuan  formal  pada
4) dukungan dari pejabat atasan;
keseluruhan  implementasi.
5) komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat-pejabat
Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi
pelaksana.
tiga kategori besar, antara lain sebagai berikut.
a. Mudah–tidaknya masalah  yang akan  dikendalikan,  mencakup: Tahap-tahap dalam proses implementasi, yaitu:
1) kesukaran  teknis; 1) output kebijaksanaan badan-badan  pelaksana;
2) keragaman perilaku kelompok sasaran; 2) kesediaan  kelompok  sasaran  mematuhi  output
kebijaksanaan;
3) persentase kelompok sasaran dibandingkan dengan jumlah
penduduk; 3) dampak  nyata  output  kebijaksanaan;
4) ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan. 4) dampak output kebijaksanaan sebagai dipersasi;
b. Kemampuan  keputusan  kebijaksanaan  untuk  menstrukturkan 5) perbaikan mendasar dalam undang-undang.
secara tepat proses implementasinya, mencakup:
1) kejelasan dan konsistensi tujuan;
2) digunakan teori kausal yang memadai;
3) ketetapan alokasi sumber dana;
4) keterpatuan hierarki dalam dan di antara lembaga-lembaga
pelaksana;
5) aturan-aturan keputusan dari badan pelaksana;
6) rekrutmen  pejabat  pelaksana;
7) akses formal pihak luar.

268 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 269


BAB 11

EVALUASI IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PUBLIK

Evaluasi kebijakan dalam perspektif alur proses/siklus kebijakan
publik,  menempati  posisi  terakhir  setelah  implementasi  kebijakan
sehingga  sudah  sewajarnya  jika  kebijakan  publik  yang  telah  dibuat
dan  dilaksanakan  lalu  dievaluasi.  Dari  evaluasi  akan  diketahui
keberhasilan  atau  kegagalan  sebuah  kebijakan  sehingga  secara
normatif  akan  diperoleh  rekomendasi  bahwa  kebijakan  dapat
dilanjutkan,  perlu  perbaikan  sebelum  dilanjutkan,  atau  harus
dihentikan.
Evaluasi  juga  menilai  keterkaitan  antara  teori  (kebijakan)  dan
praktiknya  (implementasi)  dalam  bentuk  dampak  kebijakan,  yaitu
dampak  tersebut  sesuai  dengan  yang  diperkirakan  atau  tidak.
Berdasarkan hasil evaluasi pula, kita dapat menilai sebuah kebijakan/
program  memberikan  manfaat  atau  tidak  bagi  masyarakat  yang
dituju.  Secara  normatif,  fungsi  evaluasi  sangat  dibutuhkan  sebagai
bentuk pertanggungjawaban publik, terlebih pada masa masyarakat
yang semakin kritis menilai kinerja pemerintah.

270 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 271


b. Analisis  dalam  dan  untuk  proses  kebijakan,  yakni  kajian  yang
A. Lingkup Studi Implementasi dan Studi Evaluasi menggunakan  teknik  analisis,  riset,  dan  advokasi  dalam
Kebijakan Publik pendefinisian  masalah  sampai  implementasinya.  Dengan  kata
lain, kategori pertama menganalisis untuk tujuan deskripsi dan
1. Hakikat Analisis Kebijakan Publik
eksplanasi proses kebijakan, sedangkan yang kedua analisis untuk
Analisis kebijakan publik telah berkembang  jauh sebelum minat tujuan  penilaian  secara  analitis  terhadap  proses  kebijakan  (dan
pada studi implementasi muncul, bahkan analisis studi evaluasi telah jika memungkinkan bersifat preskiptif  bagi  kasus yang diriset).
lahir terlebih dahulu. Jika studi kebijakan publik dianalogikan sebagai
Berdasarkan  rumusan  Parsons  tersebut,  analisis  implementasi
induknya, studi implementasi adalah anak bungsu yang lahir setelah
dan  analisis  evaluasi  adalah  bagian  dari  analisis  kebijakan  publik,
studi  evaluasi  (meskipun  dalam  urutan  siklus  kebijakan  tidak  akan
hanya pada satu tahap proses dan kedalaman analisis yang berbeda
ada evaluasi jika implementasi tidak dilakukan).
tentunya.  Walaupun  demikian,  pada  umumnya  yang  dipahami
Analisis  kebijakan  publik  (policy  analysis)  adalah  kajian  multi– sebagai  analisis  kebijakan  adalah  yang  lebih  berfokus  pada  proses
disiplin  terhadap  kebijakan  publik  yang  bertujuan  untuk pembuatan kebijakan, sebagaimana yang dikatakan oleh Lasswell.
mengintegrasikan dan  mengontekstualisasikan  model  dan  riset  dari
Adapun  analisis  implementasi  dan  analisis  evaluasi  memiliki
disiplin tersebut yang mengandung orientasi problem dan kebijakan
fokus  berbeda  sesuai  dengan  namanya  walaupun  tetap  merupakan
(Parsons,  2001:  xii).  Menurut  Wildavsky  (1979),  analisis  kebijakan
analisis yang multidisiplin.
publik adalah subbidang terapan yang isinya tidak dapat ditentukan
berdasarkan disiplin yang terbatas, tetapi dengan segala sesuatu yang Menurut  rumusan  Sabatier  dan  Mazamnian,  melakukan  studi
sesuai dengan situasi dari masa dan hakikat persoalannya. implementasi berarti berusaha memahami yang terjadi setelah suatu
program  diberlakukan,  yakni  peristiwa  dan  kegiatan  dalam  usaha
Analisis kebijakan publik menurut Harold Laswell (Parsons, 2001)
untuk mengadministrasikannya dan usaha-usaha untuk memberikan
adalah  analisis  yang  multimethod,  multidisciplinary,  berfokus  pada
dampak  tertentu  pada  masyarakat.  Berdasarkan  rumusan  itu,
masalah,  berkaitan  dengan  pemetaan  kontekstualitas  masalah
lingkup  studi  implementasi  adalah  seluruh  kegiatan  dan  peristiwa
kebijakan,  opsi  kebijakan,  dan  hasil  kebijakan.  Selain  itu,  bertujuan
yang terjadi setelah suatu kebijakan diberlakukan.
untuk  mengintegrasikan  pengetahuan  dalam  suatu  disipilin  yang
menyeluruh  untuk  menganalisis  pilihan  publik  dan  pengambilan Analisis  dalam  studi  implementasi  misalnya,  tidak
keputusan. mempertanyakan  apakah  sebuah  kebijakan  yang  gagal  dalam
pengimplementasiannya  adalah  sebuah  kebijakan  yang  tepat  untuk
Berdasarkan  pendapat  Lasswell  tersebut,  tampaknya  lingkup
mencapai  tujuan  yang  diinginkan  (ini  adalah  pertanyaan  evaluatif).
analisis  kebijakan  publik  lebih  berfokus  pada  persoalan  proses
Studi  implementasi  mempertanyakan  ada–tidaknya  kesalahan  atau
pembuatan  kebijakannya,  yakni  dari  tahap  pendefinisian  masalah,
kekurangan dalam proses pengimplementasian dan penyebabnya.
agenda setting, formulasi kebijakan  sampai legalisasi kebijakan.
Antara  analisis  studi  evaluasi  dan  analisis  studi  implementasi
2. Kategori Luas Analisis dalam Studi Kebijakan Publik sering  terjadi  overlap  karena  keduanya  dapat  berawal  dari
Parsons (2001) menyatakan ada dua kategori luas analisis dalam permasalahan  yang  sama.  Studi  implementasi  hanya  berkaitan
studi kebijakan publik, yaitu sebagai berikut. dengan  cara  agen  publik  mengimplementasikan  sebuah  kebijakan
a. Analisis proses kebijakan adalah analisis mendefinisikan proses untuk  mencapai  perubahan.
kebijakan,  dimulai  dari  mendefinisikan  masalah  sampai  pada
implementasi dan pengevaluasiannya.

272 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 273


3. Tujuan Analisis dalam Studi Kebijakan Publik Menurut  Browne  dan  Wildavsky  (1982),  “Evaluators  are  able  to
Tujuan  dan  lingkup  analisis  (riset)  evaluasi  menurut  Carol  H. tell  us  a  lot  about  what  happened-which  objectives,  whose  objectives,  were
Weiss (1972: 4) adalah: achieved-and  a  little  about  why-the  causal  connections”  (Hill  dan  Hupe,
1974: 12), yang merupakan wilayah analisis implementasi.
“To  measure  the  effects  of  a  program  against  the  goals  it  set
out  to  accomplish  as  a  means  of  contributing  to  subsequent  decision Michael  Hill  dan  Peter  Hupe  memperjelas  perbedaan  lingkup
making  about  the  program  and  improving  future  programming.  The studi implementasi dan studi evaluasi dalam tabel berikut ini.
effect  emphasizes  the  outcomes  of  the  program,  rather  than  its
Tabel 11.1 Implementing and Evaluation Research
efficiecy,  honesty,  morale,  or  adherence  to  rule  or  standars.  The
comparison  of  effects  with  goals  stresses  the  use  of  explicit  criteria       Object                         Research  Act
for  judging  how  well  the  program  is  doing.”
Implementation  Process/Behaviours Discription
Weis  (1972:  61)  secara  tegas  menyatakan  bahwa  tujuan  analisis
evaluasi lebih pada pengukuran efek dan dampak sebuah program/ Outputs      Explanation
kebijakan  pada  masyarakat,  dibandingkan  dengan  pengukuran  atas Outcomes      Theory  Building  and   Testing
efisiensi, kejujuran pelaksanaan, dan lain-lain yang berkaitan dengan
Causal  Connections Analytical  Judgement
standar-standar  pelaksanaan.  Tujuan  kebijakan  adalah  untuk
menghasilkan  dampak/perubahan. Evaluation       Outcomes-value  Link Value  Judgement
Adapun  yang  membedakan  antara  analisis  studi  implementasi
dan analisis studi evaluasi sebagaimana pendapat Parsons (1995: 461), Sumber:  Hill  dan  Hupe  (2002:  12)
bahwa,  “…  evaluation  eximines  ‘how  public  policy  and  the  people  who 5. Tujuan  dan  Fungsi  Evaluasi
deliver  it  may  be  appraised,  audited,  valued  and  controlled”  while  the
a. Tujuan  Evaluasi
study  of  implementation  is  about  “how  policy  is  put  into  action  and
practice.” 1) Mengukur  efek  suatu  program/kebijakan  pada  kehidupan
masyarakat  dengan  membandingkan  kondisi  antara
4. Perbedaan Analisis Evaluasi dengan Analisis Akademis sebelum  dan  setelah  adanya  program  tersebut.  Mengukur
Menurut Weiss (1972: 6-7), ada beberapa hal yang membedakan efek  menunjuk  pada  perlunya  metodologi  penelitian.
analisis evaluasi dengan analisis akademis, yaitu sebagai berikut. Adapun  membandingkan  efek  dengan  tujuan
a. Evaluasi  ditujukan  untuk  pembuatan  keputusan,  untuk mengharuskan  penggunaan  kriteria  untuk  mengukur
menganalisis  problem  sebagaimana  yang  didefinisikan  oleh keberhasilan.
pembuat  keputusan,  bukan  oleh  periset  sebab  pembuat 2) Memperoleh  informasi  tentang   kinerja  implementasi
keputusan berkepentingan terhadap hasil evaluasi. kebijakan serta menilai kesesuaian dan perubahan program
b. Evaluasi  adalah  riset  yang  dilakukan  dalam  setting  kebijakan, dengan rencana.
bukan  dalam  setting  akademis.  Oleh  karena  itu,  pertanyaan 3) Memberikan  umpan  balik  bagi  manajemen  dalam  rangka
evaluasi  diarahkan  oleh   program.  Peneliti  tidak  membangun perbaikan/penyempurnaan  implementasi.
asumsi dan hipotesisnya sebagaimana pada studi-studi lain. 4) Memberikan  rekomendasi  pada  pembuat  kebijakan  untuk
c. Evaluasi  memberikan  penilaian  atas  pencapaian  tujuan,  bukan pembuatan keputusan lebih lanjut mengenai program pada
mengevaluasi tujuan.

274 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 275


masa  mendatang.  Sebagai  bentuk  pertanggungjawaban 2. Evaluasi  Kebijakan  dan  Dampaknya
publik/memenuhi  akuntabilitas  publik. Evaluasi  kebijakan  dan  dampaknya,  artinya  mengevaluasi
b. Fungsi  Evaluasi   (William  N.  Dunn;  Ripley) kebijakan serta kandungan programnya sehingga diperoleh informasi
mengenai  manfaat  (efek)  kebijakan,  dampak  (outcome)  kebijakan,
Evaluasi  kebijakan  berfungsi  untuk  memenuhi  akuntabilitas
kesesuaian kebijakan/program dengan tujuan yang ingin dicapainya
publik karena sebuah kajian evaluasi harus mampu memenuhi esensi
(kesesuaian antara sarana dan tujuan).
akuntabilitas tersebut, antara lain sebagai berikut.
1) Memberikan  eksplanasi  yang  logis  atas  realitas  pelaksanaan 3. Dimensi  Kajian  pada  Studi  Evaluasi
sebuah  program/kebijakan.  Dalam  studi  evaluasi  perlu Menurut Palumbo, dimensi kajian pada studi evaluasi mencakup
dilakukan penelitian/kajian tentang hubungan kausal atau sebab keseluruhan  siklus  dalam  proses  kebijakan,  dari  saat  penyusunan
akibat. desain  kebijakan,  implementasi,  hingga  selesai  diimplementasikan.
2) Mengukur kepatuhan, artinya mampu melihat  kesesuaian antara Jika dikaitkan dengan kebutuhan informasi yang diperoleh dari hasil
pelaksanaan dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan. evaluasi,  dimensi  evaluasi  kebijakan  meliputi  penentuan  agenda,
pendefinisian  masalah,  forecasting  (definisi  sasaran),  pendefinisian
3) Melakukan auditing untuk melihat output kebijakan sampai pada
ukuran,  distribusi  masalah,  analisis  keputusan,  desain  kebijakan,
sasaran yang dituju, ada-tidaknya kebocoran dan penyimpangan
analisis  feasibilitas  politik,  terminasi,  pooling  dan  survei,  legitimasi
pada penggunaan anggaran, ada-tidaknya penyimpangan tujuan
kebijakan,  evaluasi  formatif,  evaluasi  sumatif,  dampak,  dan
dan pelaksanaan program
implementasi.
4) Akunting  untuk  melihat  dan  mengukur  akibat  sosial  ekonomi
Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kajian
dari kebijakan. Misalnya, seberapa jauh program yang dimaksud
dalam studi evaluasi kebijakan meliputi dimensi-dimensi berikut ini.
mampu  meningkatkan  pendapatan  masyarakat,  dampak  yang
ditimbulkan telah sesuai dengan yang diharapkan. a. Evaluasi  proses  pembuatan  kebijakan  atau  sebelum  kebijakan
dilaksanakan. Menurut Palumbo, pada tahap ini diperlukan dua
kali evaluasi.

B. Dimensi Evaluasi b. Evaluasi desain kebijakan, untuk menilai alternatif yang dipilih


sudah  merupakan  alternatif  yang  paling  hemat  dengan
mengukur  hubungan  antara  biaya  dan  manfaat  (cost-benefit
Secara garis besar ada dua dimensi penting yang harus diperoleh
analysis), yang bersifat rasional dan terukur.
informasinya dari studi evaluasi dalam kebijakan publik.
c. Evaluasi  legitimasi  kebijakan,  untuk  menilai  derajat
1. Evaluasi  Kinerja  Pencapaian  Tujuan  Kebijakan
penerimaan  suatu  kebijakan  atau  program  oleh  masyarakat/
Evaluasi  kinerja  pencapaian  tujuan  kebijakan,  yakni stakeholder/kelompok  sasaran  yang  dituju  oleh  kebijakan
mengevaluasi  kinerja  orang-orang  yang  bertanggung  jawab tersebut.  Metode  evaluasi  diperoleh  melalui  jajak  pendapat,
mengimplementasikan  kebijakan  sehingga  akan  memperoleh survei, dan lain-lain.
jawaban  atau  informasi  mengenai  kinerja  implementasi,  efektivitas,
d. Evaluasi  formatif,  dilakukan  pada  saat  proses  implementasi
dan efisiensi yang berkaitan.
kebijakan  sedang  berlangsung.  Tujuan  evaluasi  formatif  adalah
untuk  mengetahui  sebuah  program  diimplementasikan  dan
kondisi  yang  dapat  diupayakan  untuk  meningkatkan

276 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 277


keberhasilannya.  Dalam  istilah  manajemen,  evaluasi  formatif b. Evaluasi  yudisial,  yaitu  evaluasi  yang  berkaitan  dengan  objek-
adalah monitoring terhadap pengaplikasian kebijakan. Evaluasi objek  hukum.
formatif  banyak  melibatkan  ukuran-ukuran  kuantitatif  sebagai c. Evaluasi  politik,  yaitu  evaluasi  yang  dilakukan  oleh  lembaga-
pengukuran  kinerja  implementasi. lembaga politik.
e. Evaluasi  sumatif,  dilakukan  pada  saat  kebijakan  telah
3. Aspek-aspek Evaluasi Formatif
diimplementasikan  dan  memberikan  dampak.  Tujuan  evaluasi
Aspek-aspek kinerja implementasi yang dievaluasi dalam evaluasi
sumatif  adalah  untuk  mengukur  efektivitas  kebijakan/
formatif, antara lain sebagai berikut.
program memberikan  dampak  yang  nyata  pada  masalah  yang
ditangani. a. Effort  evaluation,  yaitu  mengevaluasi  kecukupan  input  program.
b. Performance  evaluation,  yaitu  mengkaji  output  dibandingkan
dengan input program.
C. Evaluasi Formatif c. Effectiveness  evaluation,  yaitu  mengkaji  pelaksanaannya  sesuai
dengan sasaran dan tujuan.
d. Effeciency evaluation, yaitu membandingkan biaya dengan output
1. Tujuan Evaluasi Formatif yang dicapai.
Evaluasi  formatif  bertujuan  untuk  mengevaluasi  pelaksanaan e. Process  evaluation,  yaitu  mengkaji  metode  pelaksanaan,  aturan
program yang memiliki ciri-ciri: dan prosedur dalam pelaksanaan.
a. merupakan evaluasi terhadap proses; Menurut  Wiiliam  N.  Dunn  (1999:  609),  aspek-aspek  kinerja
b. menilai tingkat kepatuhan pelaksana atas standar aturan; kebijakan  yang  harus  dievaluasi   sebagaimana  yang  tampak  dalam
c. menggunakan  model-model  dalam  implementasi; tabel berikut ini.
d. bersifat kuantitatif; Tabel  11.2  Kategori  Evaluasi
e. melihat  dampak  jangka  pendek  dari  pelaksanaan  kebijakan/   Kategori Pertanyaan Ilustrasi
program.
Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan Unit pelayanan
Tujuan evaluasi formatif adalah untuk melihat: telah tercapai?
a. sebuah program mencapai target populasi yang tepat;
Efisiensi Seberapa banyak upaya yang Cost-benefit  ratio,
b. penyampaian  pelayanannya  telah  sesuai  dan  konsisten  dengan diperlukan  untuk  mencapai manfaat  bersih,
spesifikasi program atau tidak; hasil yang diinginkan? unit biaya.
c. sumber  daya  apa  yang  dikeluarkan  dalam  melaksanakan Kecukupan Seberapa jauh pencapaian Biaya tetap,
program tersebut (Rossi dan Freeman dalam Parsons, t.t.: 550).
hasil yang diinginkan untuk efektivitas tetap.
2. Jenis Evaluasi Formatif memecahkan  masalah?
a. Evaluasi administratif, yaitu evaluasi yang dilakukan di lingkup Pemerataan Apakah biaya manfaat Kriteria pareto,
pemerintahan  yang  dikaitkan  dengan  aspek-aspek  ketaatan didistribusikan secara merata kriteria kaldor-
finansial dan prosedur. pada  kelompok-kelompok hicks,  kriteria
yang berbeda? rawls.

278 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 279


Responsivitas Apakah hasil kebijakan Konsistensi d. mengkaji  cara  program  memengaruhi  kelompok  sasaran,  dan
memuaskan  kebutuhan/ dengan survei perbaikan  kondisi  kelompok  sasaran  disebabkan  oleh  adanya
preferensi atau nilai-nilai warga negara. program ataukah karena faktor lain.
kelompok  tertentu? 3. Dimensi Dampak
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang Program  publik     Dimensi  dampak  yang  dikaji  dalam  evaluasi  kebijakan  ini,
diinginkan berguna atau harus merata dan meliputi:
bernilai? efisien. a. dampak  pada  masalah  publik  (pada  kelompok  sasaran)  yang
diharapkan atau tidak;
Sumber:  William  N.  Dunn  (1999:  609)
b. dampak  pada  kelompok  di  luar  sasaran  yang  disebut
 
eksternalitas/dampak  melimpah  (spillover  effects);
D. Evaluasi Sumatif/Evaluasi Dampak c. dampak sekarang dan dampak yang akan datang;
d. dampak  biaya  langsung  yang  dikeluarkan  untuk  membiayai
program   dan  dampak  biaya  tidak  langsung  yang  dikeluarkan
1. Pengertian  Dampak
publik  akibat  suatu  kebijakan  (misalnya,  dampak  terhadap
Dampak adalah  perubahan kondisi  fisik ataupun sosial  sebagai pengeluaran  rumah  tangga  akibat  relokasi  pemukiman  yang
akibat  dari  output  kebijakan.  Akibat  yang  dihasilkan  oleh  suatu menyebabkan  jarak  ke  sekolah/tempat  kerja  semakin  jauh).
intervensi  program  pada  kelompok  sasaran  (baik  akibat  yang
diharapkan  maupun  tidak  diharapkan),  dan  sejauh  mana  akibat 4. Aprraisal Dimensi Dampak
tersebut  mampu  menimbulkan  pola  perilaku  baru  pada  kelompok Menurut Langbein (1980), dalam memperkirakan dampak perlu
sasaran  (impact).  Akibat  yang  dihasilkan  oleh  suatu  intervensi memperhitungkan  dimensi-dimensi  berikut  ini.
program  pada  kelompok  sasaran,  baik  yang  sesuai  dengan  yang a. Waktu
diharapkan   maupun  tidak  dan  akibat  tersebut  tidak  mampu Dimensi waktu penting diperhitungkan karena kebijakan dapat
menimbulkan perilaku  baru pada kelompok  sasaran  (effects). memberikan  dampak  yang  panjang,  baik  sekarang  maupun  pada
2. Tujuan Evaluasi  Sumatif/Dampak masa  yang  akan  datang.  Semakin  lama  periode  evaluasi  waktu,
Evaluasi  sumatif  umumnya  dilakukan  untuk  memperoleh semakin  sulit   mengukur  dampak,  sebab:
informasi  yang  berkaitan  dengan  efektivitas  sebuah  kebijakan/ 1) hubungan  kausalitas  antara  program  dan  kebijakan  semakin
program  terhadap  permasalahan  yang  diintervensi.  Evaluasi  ini kabur;
bertujuan  untuk:  2) pengaruh faktor lain yang harus dijelaskan juga semakin banyak,
a. menilai  bahwa  program  telah  membawa  dampak  yang jika  efek  terhadap  individu  dipelajari  terlalu  lama,  akan  sulit
diinginkan terhadap individu, rumah tangga, dan lembaga; menjaga track record individu dalam waktu yang sama;
b. menilai  bahwa  dampak  tersebut  berkaitan  dengan  intervensi 3) semakin terlambat sebuah evaluasi dilakukan, akan semakin sulit
program; mencari data dan menganalisis pengaruh program yang diamati.
c. mengeksplorasi adanya akibat yang tidak diperkirakan, baik yang
positif maupun yang negatif;

280 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 281


b. Selisih  antara  Dampak  Aktual  dan  yang  Diharapkan f. Faktor-faktor  Kegagalan  Dampak
Selain  memerhatikan  efektivitas  pencapain  tujuan,  seorang   Sebuah  kebijakan/program  dapat  gagal  memperoleh  dampak
evaluator harus pula memerhatikan dampak yang tidak diinginkan, yang  diharapkan  meskipun  proses  implementasi  berhasil
dampak  yang  hanya  sebagian  dari  yang  diharapkan,  dan  dampak mewujudkan  output  sebagaimana  yang  dituntut  oleh  program
yang bertentangan dari yang diharapkan. tersebut,  namun  gagal  mencapai  outcomes–nya;  apalagi  jika  proses
implementasi gagal mewujudkan keduanya. Menurut Anderson, hal
c. Tingkat  Agregasi  Dampak
tersebut dapat disebabkan oleh faktor berikut.
Dampak  juga  bersifat  agregatif,  artinya  bahwa  dampak  yang
1) Sumber daya yang tidak memadai.
dirasakan  secara  individual  dapat  merembes  pada  perubahan  di
2) Cara  implementasi  yang  tidak  tepat  (misalnya,  pilihan-pilihan
masyarakat secara keseluruhan.
tindakan  yang  kontra  produktif,  seperti  studi  banding  atau
d. Tipe Dampak membeli  mobil  bagi  pejabat  yang  memakan  banyak  biaya
Ada empat tipe utama dampak program, yaitu sebagai berikut. dengan tujuan meningkatkan kapasitas layanan).
1) Dampak  pada  kehidupan  ekonomi:  penghasilan,  nilai  tambah, 3) Masalah  publik  sering  disebabkan  banyak  faktor,  tetapi
dan sebagainya. kebijakan yang dibuat hanya mengatasi satu faktor.
2) Dampak  pada  proses  pembuatan  kebijakan. 4) Cara  menanggapi  kebijakan  yang  dapat  mengurangi  dampak
3) Dampak  pada  sikap  publik:  dukungan  pada  pemerintah, yang  diinginkan  (misalnya,  karena  takut  dianggap  melanggar
program, dan sebagainya. prosedur,  implementers  bertindak  sesuai  dengan  textbook
4) Dampak  pada  kualitas  kehidupan  individu,  kelompok,  dan walaupun situasinya mungkin berbeda).
masyarakat yang bersifat nonekonomis. 5) Tujuan-tujuan  kebijakan  tidak  sebanding,  bahkan  bertentangan
satu  sama  lain  (misalnya,  kebijakan  untuk  menumbuhkan
e. Unit-unit  Sosial  Terdampak
industri  dalam  negeri  yang  memberikan   insentif  pajak  dan
Sebuah  kebijakan/program  dapat  membawa  dampak  pada kemudahan  modal,  di  sisi  lain  ada  kebijakan  kenaikan  harga
berbagai unit sosial, antara lain sebagai berikut. listrik dan kenaikan harga sumber energi).
1) Dampak  individual:  biologis  (penyakit,  cacat  fisik  karena 6) Biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dari masalahnya.
kebijakan  teknologi  nuklir  misalnya),  psikologis  (stres,  depresi,
7) Banyak masalah publik yang tidak dapat diselesaikan.
emosi),  lingkungan  hidup  (tergusur,  pindah  rumah),  ekonomis
(naik–turunnya  penghasilan,  harga,  keuntungan),  sosial  serta 8) Timbulnya  masalah  baru  sehingga  mendorong  pengalihan
personal. perhatian dan tindakan.

2) Dampak  organisasional:  langsung  (terganggu  atau  terbantunya 9) Sifat dari  masalah yang akan dipecahkan (Anderson, 1996).


pencapaian  tujuan  organisasi),  tidak  langsung  (peningkatan
semangat kerja, disiplin).
3) Dampak pada masyarakat (meningkatnya kesejahteraan).
E. Studi Evaluasi Kebijakan
4) Dampak  pada  lembaga  dan  sistem  sosial  (meningkatnya
Evaluasi  program  atau  kebijakan  tidak  dapat  dilakukan  hanya
kesadaran kolektif masyarakat; menguatnya solidaritas sosial).
melalui  kajian  teoretis  atau  melalui  data-data  sekunder.  Jika  hal
tersebut dilakukan, penilaian dan rekomendasi yang dihasilkan tidak

282 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 283


valid  karena  hanya  berdasarkan  perkiraan.  Untuk  dapat  disebut 4) Pertimbangkan  informasi-informasi  yang  dibutuhkan  oleh
sebagai sebuah studi/kajian, evaluasi kebijakan harus memenuhi  hal- pembuat  keputusan  untuk  masa  mendatang,  bukan  hanya
hal berikut ini. kebutuhan saat ini. Bersikaplah sebagai ilmuwan, bukan teknisi
evaluasi.
1. Karakteristik Penelitian Evaluasi
a. Evaluasi  harus  empiris,  tidak  spekulatif  hipotetik  atau b. Persiapan  Sebelum  Menguji  Program
asumtif teoretis. 1) Definisi  Program  Secara  Jelas
b. Tidak bias pada satu alternatif atau dampak tertentu. Harus  dipastikan  bahwa  label  yang  diberikan  pada  sebuah
c. Rasional, harus sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan program  memiliki makna  dan  maksud  yang sama  bagi  semua  yang
di hadapan pakar. terlibat sehingga jelas data yang harus diukur (definisi konsep harus
d. Kajian harus dilakukan dari berbagai aspek. jelas,  sehingga  definisi  operasionalnya  juga  jelas  dan  dapat
direplikasikan).
e. Andal  dan  sahih,  baik  dalam  analisis,  ketersediaan  data,
maupun reliabilitas datanya. 2) Spesifikasi  Sasaran
2. Teknis Penelitian Evaluasi Karena sasaran merupakan kriteria keberhasilan program, harus
dinyatakan  secara  spesifik  agar  dapat  diperoleh  tolok  ukurnya.
Penelitian  evaluasi  kebijakan  bukan  hal  yang  dapat  dipandang
Tujuan/sasaran  kadang-kadang  hanya  disebutkan  secara  umum,
sepele karena dari hasil penelitian tersebut diharapkan ada masukan/
jangka  panjang,  bahkan  kontradiksi  dan  tidak  berkaitan  dengan
umpan balik dan penilaian-penilaian yang akurat atas sebuah kinerja
aktivitas  program.  Jika  hal  ini  terjadi,  peneliti  bertanggung  jawab
kebijakan/program,  serta  hasilnya  dapat  dipertanggungjawabkan.
untuk  merumuskannya  secara  bersama-sama  dengan  perencana
Oleh karena itu, Leonard Rutman (1992) memberikan panduan yang
program dan  manajer program. 
perlu diperhatikan.
Pendekatan  di  atas  adalah  pendekatan  goal-end  oriented.   Dapat
a. Sebelum  Pelaksanaan
juga digunakan pendekatan lain, misalnya pendekatan sistem (Amitai
1) Gunakan prosedur-prosedur ilmiah.
Etzioni)  atau  goal-free  evaluation  (Susan  Salasin)  karena  goal-end
a) Mengamati dan memahami tujuan evaluasi. oriented  approach  dipandang  memiliki  keterbatasan,  yaitu:
b) Mengamati  dan memilih  kriteria. a) mengabaikan  sasaran  yang  tidak  dinyatakan  secara  eksplisit
c) Mengamati sensitivitas metode. (misalnya,  keberlangsungan program);
2) Fokus  pada  proses  dan  outcomes  kebijakan/program,  bukan b) sulit  merumuskan  tujuan  dari  pernyataan  tujuan  program/
hanya pada outcomes-nya. kebijakan  yang  mencerminkan  retorika  politik,  justifikasi 
3) Jangan  batasi  dampak  hanya  pada  sasaran-sasaran  yang bantuan  pendanaan,  mobilisasi  dukungan,  dan  legitimasi
dinyatakan secara formal karena tidak semua sasaran kebijakan program;
dinyatakan  secara  formal.  Konsekuensi  yang  mungkin  terjadi c) sasaran selalu bisa berubah sebagai respons atas tuntutan-internal
akibat  program/kebijakan  juga  dipertimbangkan.  Untuk  itu, organisasi dan lingkungan;
manfaatkan  hasil penelitian yang berkaitan, gunakan logika, atau d) mengabaikan  efek samping  dari  kebijakan. 
pengalaman atas program yang serupa.

284 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 285


3) Keterkaitan  Rasional sebagai  component  testing  untuk  menguji  sumbangan  keefektifan
Harus  ada  keterkaitan  rasional  antara  program  yang  akan masing-masing  komponen  terhadap  program.
dievaluasi dengan sasaran yang dituju dan dampak yang diharapkan. b) Spesifikasikan  Sasaran-sasaran  dan  Efeknya
Ada–tidaknya  kaitan  rasional  dapat  menentukan  bahwa  program
Bukan  hanya  yang  dinyatakan  secara  formal  dalam  dokumen
tersebut yang harus dimodifikasi  atau sasaran  dan hasil  yang harus
atau oleh  pengelola program, melainkan juga sasaran-sasaran latent
diubah. Misalnya, program pelatihan angkatan kerja dengan sasaran
dan dampak lain yang diharapkan oleh masyarakat (misalnya, kasus
jangka  panjang  berkurangnya  angka  pengangguran.  Program
program  Bantuan  Langsung  Tunai/BLT  yang  ditujukan  untuk
tersebut  lebih  masuk  akal  jika  dikaitkan  dengan  sasaran  jangka
meringankan beban masyarakat miskin akibat kenaikan harga BBM,
pendek, yaitu pencapaian tenaga kerja berketerampilan.
dapat  ditanggapi  beragam.  Karena  jawabannya  dapat  beragam,
4) Pastikan  Kegunaan  Evaluasi demikian  pula  dampaknya). 
Studi evaluasi dimaksudkan sebagai akuntabilitas program, serta c) Spesifikasikan  Variabel-variabel  Antesedennya
untuk  memberikan  informasi  yang  berkaitan  dengan  pelaksanaan
Anteseden  variable  adalah  faktor  konteks  yang  dapat
dan  hasil  program  kepada  pembuat  keputusan  dan  manajemen,
memengaruhi  jalannya  program  (misalnya,  karakteristik  target
namun  studi  evaluasi  sering  dilakukan  dengan  maksud-maksud
kebijakan; sifat dasar permasalahan sehingga memerlukan intervensi
tertentu,  yang  disebut  oleh  Edward  Suchman  sebagai
pseudoevaluations. kebijakan).

Pseudoevaluation  adalah  studi-studi  evaluasi  yang  dilakukan d) Spesifikasikan  Variabel-variabel  Intervening–nya  dengan
dengan  maksud  terselubung,  contohnya: Menanyakan
a) eyewash (evaluasi “cuci mata”), yaitu evaluasi yang dilakukan hanya Setelah  program  dijalankan,  faktor-faktor  yang  dapat
pada tampak depan program demi mengesankan keberhasilan; mendukung atau menghambat pencapaian sasaran program, yaitu:
b) whitewash,  yaitu  evaluasi  yang  dilakukan  dengan  maksud 1) antecedent  factors;
menutupi kegagalan program selama dilakukan investigasi; 2) program  implementation;
c) submarine, yaitu evaluasi yang dilakukan dengan maksud politis 3) intervening;
untuk  menghancurkan  sebuah  program; 4) goals/effects;
d) posture, yaitu evaluasi yang dilakukan hanya sebagai formalitas
e) Measurement
untuk  kepentingan  kelanjutan  pendanaan;
Setelah  mengetahui  hal-hal  yang  harus  diukur,  langkah
e) postponement,  yaitu  evaluasi  yang  dilakukan  untuk  tujuan
selanjutnya  adalah  memilih  teknik  pengukuran  yang  tepat  untuk
menghentikan  sementara  sebuah  program.
menilai. Oleh karena itu, diperlukan ketepatan indikator (tolok ukur)
Oleh  karena  itu,  evaluator  juga  harus  mengetahui  orang-orang
yang digunakan, reliabilitas alat ukur (hasil yang diberikan konsisten
yang  menghendaki  dan  mendanai  studi  evaluasi  untuk  mencegah
meskipun  dilakukan dalam situasi yang berbeda), dan  validitas alat
timbulnya ketegangan dengan administrator program.
ukur (ketepatan alat  ukur dalam mengukur fenomena).
5) Spesifikasikan  Variabel-variabel  Evaluasi
c.    Kriteria  yang  Harus  Dipenuhi  dalam  Evaluasi
a) Spesifikasikan  Komponen-komponen  Program  1) Relevansi: harus mampu memberikan informasi yang tepat pada
Dengan  memperjelas  komponen-komponen  aktivitas  dari pembuat dan pelaku kebijakan, mampu menjawab secara benar
program tersebut (misalnya, PKK dengan 10 programnya). Tujuannya pertanyaan dalam waktu yang tepat.

286 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 287


2) Signifikan: harus mampu memberikan informasi yang baru  dan 2) Faktor-faktor apa yang menyebabkan variasi tersebut?
penting. Apakah  karena  faktor  yang  berkaitan  dengan  isi
3) Validitas:  mampu  memberikan pertimbangan  yang  tepat  sesuai program/kebijakan,  karena  cara  kerja  dalam
dengan hasil nyata/data empiris mengenai hasil kebijakan. pengorganisasian implementasi kebijakan (output yang
terkait  dengan  kinerja  implementers),  atau  karena
4) Reliabilitas:  dapat  membuktikan  bahwa  hasilnya  diperoleh
lingkungan implementasi kebijakan yang memengaruhi
dengan penelitian yang teliti.
variasi outcomes tersebut.
5) Objektif:  tidak  memihak/bias.
3) Bagaimana  strategi  untuk  lebih  meningkatkan  kinerja
6) Tepat  waktu. implementasi  kebijakan?  Jawaban  atas  pertanyaan
7) Daya guna:  hasil  penelitian  dapat dipahami  dan   dimanfaatkan tersebut  adalah  tugas  pengevaluasi  untuk  memilih
oleh  pelaku dan  pembuat kebijakan. variabel-variabel  yang  dapat  diubah  (actionable
3. Problem  dalam  Studi  Evaluasi variables).
a. Ketidakpastian dan ketidakjelasan tujuan kebijakan. b. Menurut  Randall  B.  Ripley,  untuk  mengukur  capaian  riil
sebuah program/kebijakan, dari hasil kajian  evaluasi harus
b. Evaluasi  tidak  dilakukan  dengan  sistematis  sehingga  sulit
diperoleh jawaban-jawaban atas pertanyaan berikut ini.
menguji  kausalitas  bahwa  dampak  disebabkan  oleh
kebijakan  tersebut. 1) Kelompok dan kepentingan mana yang memiliki akses
dalam  pembuatan  kebijakan?
c. Dampak kebijakan  menyebar di luar sasaran  kebijakan.
2) Apakah  pembuatan  kebijakan  dilakukan  secara
d. Kesulitan dalam memperoleh data primer.
terperinci,  terbuka,  dan  memenuhi  prosedur?
e. Data sekunder yang tersedia sering kurang valid.
3) Apakah  program-program  kebijakan  didesain  secara
f. Resistensi pejabat/penanggung jawab program yang merasa logis?
diawasi.
4) Apakah  sumber  daya  yang  menjadi  input  program
g. Evaluasi cenderung kurang melihat dampak (kurang valid), telah   memadai untuk  mencapai  tujuan?
tetapi lebih suka mengukur dan menilai output-nya.
5) Apa  standar  implementasi  yang  baik  bagi  kebijakan
4. Pertanyaan-pertanyaan  dalam  Studi  Evaluasi tersebut?
a. Menurut  Sofian  Effendi,  tujuan  dari  evaluasi  kebijakan 6) Apakah  program  dilaksanakan  sesuai  dengan  standar
publik  adalah  untuk  mengetahui  variasi  dalam  indikator- efisiensi  ekonomi?  Apakah  uang  digunakan  dengan
indikator  kinerja  yang  digunakan  untuk  menjawab  tiga tepat dan jujur?
pertanyaan  pokok  berikut  (Nugroho,  1981:  284). 7) Apakah  kelompok  sasaran  memperoleh  pelayanan
1) Bagaimana  kinerja  implementasi  kebijakan,  sejauh seperti yang didesain dalam program?
mana variasi kesesuaian  capaian kebijakan (output dan 8) Apakah  program  juga  memberikan  dampak  pada
outcomes  yang  dihasilkan  dari  proses  implementasi) kelompok nonsasaran? Apa jenis dampaknya?
dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan?
9) Apa  dampak  yang  diharapkan  dan  tidak  diharapakan
pada masyarakat?

288 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 289


10) Kapan tindakan program dilaksanakan dan dampaknya
diterima oleh masyarakat?
11) Apakah tindakan dan dampak telah sesuai dengan yang
diharapkan?
5. Implikasi  Hasil  Evaluasi  terhadap  Program/Kebijakan
       Hasil  kajian  evaluasi  atas  sebuah  program/kebijakan  akan
berimplikasi   pada  keberlangsungan  program/kebijakan,  yang
menurut Weis (Shafritz dan Hyde, 1987) adalah sebagai berikut.
a. Meneruskan  atau  mengakhiri  program.
b. Memperbaiki praktik  dan prosedur administrasinya.
c. Menambah atau mengurangi strategi dan teknik implementasi.
d. Melembagakan program ke tempat lain.
e. Mengalokasikan sumber daya ke program lain.
f. Menolak atau menerima pendekatan/teori yang digunakan oleh
program/kebijakan  sebagai  asumsi.
Secara  teoretis  siklus  terakhir  dalam  proses  kebijakan  adalah
evaluasi,  yang  bertujuan  memberikan  informasi  mengenai  kinerja
program/kebijakan  setelah  diimplementasikan.
Evaluasi  sangat  penting  sebagai  bentuk  akuntabilitas  publik
pemerintah  atas  kinerjanya.  Akan  tetapi,  melakukan  evaluasi  atas
sebuah  program/kebijakan  yang  dapat  memberikan  masukan  bagi
pemerintah/pembuat  keputusan  dengan  hasil  yang  dapat
dipertanggungjawabkan  tidaklah  mudah.  Selain  karena  kesulitan
yang bersifat instingtif (karena sifat dampak yang berdimensi luas dan
dapat menyebar), juga beragam kebijakan menuntut beragam metode
pengukuran  yang  sesuai;  serta  kurangnya  usaha  yang  serius  untuk
itu.
Untuk  menghasilkan  studi  evaluasi  yang  berguna,  memahami
kriteria evaluasi yang harus dipenuhi, memahami metode penelitian
evaluasi,  serta  memilih  metode  pengukuran  yang  tepat  adalah
syaratnya.

290 Kebijakan Publik Kebijakan Publik


DAFTAR PUSTAKA

A.,  Etzioni.  1967.  Mixed  Scnning:  a  ‘Third  Approach’  to  Decision


Making. Public Health Administrative Review.
A.F., Jorm et.al. 1992. Effectiveness of Complementary and Self-help
Treatments for Depression. Medical Journal of Australia.
Abdullah, Ahmad Sanusi. 2003. The Malaysian Bureaucracy, Four
Decades of Development. Pearson: Prentice Hall. 
Achmadi, Z.A. 1997. Kebijakan Publik dan Pembangunan. Malang:
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijkan Publik. Bandung: AIPI-
Bandung dan Puslit KP2W Lemlit Unpad.
Alexander,  Kouzmin.  1983.  Public  Sector  Administration:  New
Perspective. Longman: Cheshire.
Ali, Siti Hawa. 1989. Imperialisme Profesional, Kerja Sosial di Dunia
Ketiga. Malaysia: University Sains Malaysia.
Amitai and Etzioni, Eva. 1964. Social Change, Sources, Patterns and
Consequences. New York, London: Basic Books.
Anderson, James E. 1970. Public Policy Making. New York: Reinhart
and Wiston.
Anggoro, Kusnanto. 2009. “Konflik Kekerasan, Otonomi Daerah dan
Integrasi Nasional,” Diskusi Nasional Refleksi Satu Dasawarsa

Kebijakan Publik Kebijakan Publik 307


Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Era Reformasi (1999- David  and  Ted  Gaebler.  1992.  Reinventing  Government:  How  the
2009),  diselenggarakan  oleh  Pusat  Kajian  Kinerja  Otonomi Entepreuneurial  Spirit  is  Transforming  the  Public  Sector.  New
Daerah. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. York: Hodson-Wesley Publishing Company, Inc.
. 2009.  “Pengantar,”  dalam  Post-Conflict David, Rosenbloom H. 1998. Public Administration Understanding
Peacebuilding: Naskah Akademik untuk Penyusunan Manual Management,  Politics  and  Law  in  the  Public  Sector.  Second
Companion-2, oleh Tim ProPatria Institute, pdf copy. Edition. Mc. Graw-Hill International Edition.
Anonimus  The  Worl  Bank  Group.  2004.  Decentralization  & Den  Hardt  B.  Robert.  2000.  Theories  Public  Organization.  Third
Subnational  Regional  Economics.  What,  Why,  and  Where, Edition, Headcourt. Brace: College Publishers.
http:www1.world bank.org/publicsector/Decentralization Sub Dharma, Surya  dan Pinondang Simanjuntak. 2000. “Paradigma
National Economics/what.htm, (diakses 2 Desember  2013). Birokrasi Pemerintah dan Otononomi Daerah”, Jurnal Bisnis dan
Anonimus  UN.  2002.  Implementation  of  the  UN  Millennium Birokrasi, Vol. III. No. 3 Oktober.
Declaration. Report of the Secretary General. Fifty-seventh Session. Dolbeare,  Kenneth  M.  (ed.).  1975. Public  Policy  Evaluation.  Sage
New York: UN General Assembly. Year: Books in Politics and Public Policy.
Anthony,  Mc.  Grew.  1997.   The  Transformation  of  Democracy. Dun, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta.
California:  Polity Press the Open University. Gadjah Mada University Press.
Bardach,  Eugene.  1978.  The  Implementation  Game-What  Happens .  1994.  Public  Policy  Analysis:  an  Introduction.
After a Bill Becomes a Law. MIT Press. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc., Englewood Cliffs.
Bellone,  Carl  K.  1980.  Organization  Theory  and  the  New  Public Dye,  Thomas  R.  2011.  Understanding  Public  Policyi.  Singapore:
Administrator. Boston-London-Sidney: Allyn and Bacou Inc. Longman.
Berkley and Rouse. 1997. The Craft of Public Administration. Seventh E. Owen, Hugs. 1998. Public Management and Administration, an
Edition. Brown and  Bench mark Publisher. Introduction. Palgrade: Publisher.
Bowman Edward, Kogut Bruce. 1995. Rededigning the Firm. Oxford: Easton D. 1965. A System Analysis of Political Life. New York: Wiley.
University Press.  F., Fukuyama. 1989. The End of History? National Interest. Summer.
Caiden, Gerald E. 1971. The Dynamics of Public Administration. New . 2004.The State Building, Governance and World
York: Hplt, RInerhart and Winston, Inc. Order in the Twenty-First. Century: Profile Books Limited.
Carley  Michael  and  Jan  Christie.  1992.  Managing  Sustainable Fernanda, Desi. 1999. Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Pelayanan
Development, Earthcan. London: Publication Ltd. Umum. Makalah. Bandung: Fisip Unpad.
Chain, Gaus.  2003. The Limits of Naturalism. Crambidge: University Forrester,  John.  1984.  “Bounded  Rationality  and  the  Politics  of
Press. Muddling Through”. Public Administration Review.
Cohen, M., J. March & J. Olsen, ‘A Garbage Can. 1972. Model of Francis, Gouldlart J. and Kelly N. James. 1995. Transforming the
Organizational Choice’, Administrative Science Quarterly. Organization. Mc. Graw-Hill, Inc. 
Dahl, R.A. 1961. Who Govern? Democracy and Power in an America G., Schmid. 2004. Economic and Programmatic Aspects of Congenital
City. New Heaven, CT: Yale University Press. Syphilis Control, Bulletin of the World Health Organization.

308 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 309


Gerald, Caiden E. (ed.). 1982. Strategies for Administrative Reform. Lindblom,  C.E.  1959.  The  Science  of  Muddling  Through.  Public
Toronto: Lexington Book. Administrative  Review.
. 1991. Administratve Reform Comes of Age. Berlin Ling, Suk Lee Mei. 1995. Liberalisation and Deregulation of Malaysians
New York: Walter de Gryter. Service Sector. University of Malaysia Press.
Gerald, Ferris R.  et.al. 2002. Human Resources Menagement. Prentice M., Creson. 1971. The Unpolitics of Air Pollution. Baltimore, MD:
Hall. The John Hopkins Hospital University Press.
Grindle, Merilee S. (ed.). 1980. Politics and Policy Implementation in M.,  Edelman.  1998.  Constructing  the  Political  Spectacle.  Chicago:
the Third World:  Baltimore: John Hopkins university Press. Chicago University Press.
Harold, G.F. and Jeane Bell Nicholson.1999. Organization Theory a MacRae, Duncan Jr., and James A. Wilde. 1985. Policy Analysis for
Public Administration Perspective. Second Edition. Hadcourt: Public Decisions. Lanham, MD: University Press of America.
Brace College Publishers. Maidment, Richard, Goldbladt David, and Mitchell Jeremy. 1998.
Harrison, Ros. 1993. Democracy. London: Routledge. Governance in the Asia Pacific. USA: Routledge.
Hill,  Michael  and  Peter  Hupe.  2002.  Implementing  Public  Policy: March J.G. and Simon H.A. 1958. Organizations. New York: John
Governance in Theory and Practice. London: Sage Publication. Wiley and Sons.
Islamy,  M.  Irfan.  2003.  Prinsip-prinsip  Perumusan  Kebijaksanaan Meltsner,  Arnold  J.  1976.  Policy  Analysist  in  the  Bureaucracy.
Negara. Jakarta: Bumi Aksara. California: University of California Press.
J., Nye 2002. The Paradox of American Power: Why the World’s Only Meltsner, Arnold J. 1986. Policy Analysis in the Bureaucracy. University
Superpower Cannot Go It Alone. Oxford: Oxford University Press. of California Press.
Kammeier,  H.  Detlef.  2002.  Linking  Decentralization  to  Urban Meyer, Robert R. and Ernest Greenwood. 1984. Rancangan Penelitian
Development,  United  Nation  Human  Settlements  Programme. Kebijakan Sosial. Jakarta: Rajawali.
UN-HABITA. Mills, C. Wright . 1959.  The Power Elite. New York: Oxford University
Karhi, Nisjar S. 1997. Beberapa Catatan tentang “Good Governance”. Press.
Jurnal  Administrasi  dan  Pembangunan,  Vol.  1,  No.2,  Jakarta: Milton,  Esman  J.  1991.  Management  Dimentions  of  Development.
Himpunan Sarjana Administrasi Indonesia. Kumarian: Press.
Kessler R.C. dkk. 2001. The Use of Complementary and Alternative Mulyadi, Deddy. 2010. Membidik Jalan Menuju Public Trust: Isu-isu
Therapies to Treat Anxienty and Depression in the United State. Aktual  Administrasi  Publik  dan  Kebijakan  Pelayanan  Publik.
American Journal of Psychiatry. Bandung: STIA LAN Bandung Press.
Kingdon, John W. Agendas. 1984. Alternative and Public Policies. Nagel, Stuart S. (ed.). t.t. Policy Theory and Policy Evaluation. New
Toronto: Little Brown & Company. York: Greenwood.
Kristiadi,  J.B.  1997.   Dimensi  Praktis  Manajemen  Pembangunan  di Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi Teori
Indonesia. Jakarta: STIA Press. dan Praktek). Surabaya: PMN.
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor dalam Proses Nigro,  Felix  A.  dan  Lioyd  G.  Nigro.  1980.  Modern  Public
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media. Administration. New York: Harper, Row, Publishers.
Leemans,  A.F.  1970.  Changing  Patterns  of  Local  Government, Nugroho, Dian. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan
International Union of Local Authorities, the Hague. Evaluasi. Jakarta: Gramedia.

310 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 311


Nugroho, Riant.  2008. Public Policy. Jakarta: Elexmedia Komputindo. Rossi, Peter H. and Walter Williams (eds.). 1972. Evaluating Social
Osborne, David and Peter Plastrik. 1997. Banishing Bureaucracy: the Programs-Theory; Practice, and Politics. New York: Seminar Press.
Five Strategies for Reinventing Government. Hodson-Wesley New Rutman, Leonard (ed.). 1977. Evaluation Research Methods- a Basic
York: Publishing Company Inc. Guide. London: Sage Publication.
P., Bachrach dan Baratz M.S. 1962. The Two Faces of Power. In Castles S., Lukes 1974. Power: a Radical Approach. London: Macmillan.
FG,  Murray D.J. dan Potter D.C.  (eds.) Decision, Organization Saefullah, A.D. 1999. “Konsep dan Metode Pemberian Pelayanan Umum
and Society. Harmondsworth: Penguin. yang Baik”, Makalah. Bandung: FISIP Unpad.
. 1963. Decision and Nondecisions: An analytical Salam,  Setyawan,  Dharma.  2002.  Manajemen  Pemerintahan
framework. American Political Science Review. Indonesia. Jakarta: Jambatan.
Parsons, Wayne.  2005. Public Policy. Jakarta: Prenada Media. Savage,  M.  Charles.  1990.  Fifth  Generation  Management.  Digital
Peter,  Evens.  1978.  The  Alliance  of  Multinational  State  and  Local Press.
Capital in Brazil. New Jersey: Princetown University Press. Savas,  E.S.  1987.  Privatization,  the  Key  to  Better  Government.
Peth, Senge M.2002. The Fifth Discipline Fieldbook. Terjemahan Hari Chatman New Jersey: House Publisher, Inc.
S. Bandung: Inter Aksara. Sedarmayanti. 2004. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik).
Poister,  Theodore  H.  2003.  Measuring  Performance  in  Public  and Bandung: Mandar Maju.
Nonprofit Organizations. San Fransisco: John Wiley & Sons. Siagian, Sondang P. 2003. Administrasi Pembangunan. Jakarta: Bumi
Pramusinto, Agus. 2006. “Bangunan Pemerintahan Baik di Indonesia, Aksara.
Kasus  Upaya  Pemerintah  Daerah  untuk  Meningkatkan Simon, Herbert, A. 1957. Administrative Behavior. 2nd Edn. New
Transparency”. Makalah dipresentasikan pada Konferensi EROPA: York: Macmillan.
Memodernkan  Reformasi  Pelayanan  Sipil  di  Sejalan  dengan .  1955.  “Behavioral  Model  of  Rational  Choice’,
Nasional. Tujuan Pembangunan, Bandar Seri Begawan Brunai Quarterly”, Journal of Economics.
Darussalaam.
Smith, Gilbert & David May. 1980. ‘The Artificial Debate Between
Prasetijo, Adi.2009. Good Governance dan Pembangunan Berkelanjutan. Rationalist and Incrementalist Models of Decision-Making’, Policy
Disajikan dalam Meretas Pemikiran Naya. Bandung : CSD & SBM and Politics.
ITB.
Sobandi, Baban. 2004. Etika Kebijakan Publik, Moralitas-Profetis dan
Pressman,  Jeffrey  L.  & Aaron  Wildavsky.  1984.  Implementation. Profesionalisme Kinerja. Bandung:  Humaniora.
California: Unversity of California Press.
Soenarko.  2000.  Public  Policy:  Pengertian  Pokok  untuk  Memahami
Ripley, Randall B. 1985. Policy Analysis in Political Science. Chicago: dan Analisis Kebijaksanaan Pemerintah. Surabaya: Air Langga
Nelson Hall. University Press.
Riyadi  dkk.  2004.  Perencanaan  Pembangunan  Daerah.  Jakarta: Steve Leach et. al. 1994. The Changing Organisation and Management
Gramedia Pustaka Utama. of Local Government. London : Macmillan Press LTD.
Riyadi.  2007.  “Membangun  Efektivitas  Kebijakan  Publik  dengan Suaeb,  Eka.  1998.  Proses  Kebijaksanaan  Publik  di  Indonesia.
Orientasi Kepercayaan Publik (Public Trust),” Artikel. Bandung: Manajemen Pembangunan. Bandung: PKP2A I LAN.
STIA LAN.
Subarsono, A.G. 2010. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori, dan
Aplikasi). Cetakan V. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

312 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 313


Suryawikarta,  Bay.  1999.   “Deregulasi  dan  Debirokratisasi  dalam Weis,  Carol  H.  1972.  Research:  Methods  for  Assesing  Program
Pelayanan Umum”, Makalah. Bandung: FISIP Unpad. Effectiveness. New Jersey: Prentice Hall.
Swanson A. Richard. 1996. Analysis for Improving Performance. San Wexley, Kenneth N. 2003. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia.
Francisco: Berret-Kochler Publishers, Bandung: Rineka Cipta.
T.,  Zeltner  dkk.  2000.  Tobacco  Company  Strategies  to  Undermine WHO.  2004.  Guidelines  on  Developing  Consumer  Information  on
Tobacco  Control  Activities  at  the  World  Health  Organization. Proper Use of Complementary and Alternative Medicine. Geneva:
Geneva: WHO. WHO.
T.B., Bottomore. 1966. Classes in Modern Society. New York: Pentheon Widodo,  Joko.  2003.  Good  Governance:  Telaah  dari  Dimensi
Books. Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan
Tachjan, H. 2008. Implementasi Kebijakan  Publik. Bandung: AIPI- Otonomi Daerah. Jakarta: Insan Cendikia.
PUSLIT KP2W LEMLIT UNPAD. Willie, Pietersen. 2002. Reiventing Strategy. John Wily and Sons, Inc. 
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: Raya Winarno, Budi. 2004. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Grafindo Persada. Media Pressindo.
.  2010.  Ilmu  Administrasi  Publik  Kontemporer.. Z. Chowdhury. 1995. Essential Drugs for the Poor. London: Zed.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Zeethari, Valarie, A. A. Patasuraman and Leonard L. Bery. 1990.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 2003. Analisa Kebijaksanaan dalam Proses Delivering  Quality Service-Balancing  Customer.  Perception  and
Perencanaan Pembangunan Nasional. Majalah Administrator. Expectation. USA: The Free Press.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang  Nomor  9  tahun  2004  tentang  Perubahan  atas
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
Van  Meter,  Donald  S.  &  Carl  E.  van  Horn.  1975.  The  Policy
Implementation Process. Administration & Soiaty Juornal.
Wahab, Solichin Adul. 1997. Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Wasistiono,  Sadu.  1999.  Konsep  dan  Metode  Pelayanan  Umum.
Makalah. Bandung: FISIP Unpad.
Wattimena, Reza A.A. (ed.). 2012. Filsafat Politik untuk Indonesia.
Surabaya: Pustakamas.
.  2007.  Melampaui  Negara  Hukum  Klasik.
Yogyakarta: Kanisius.

314 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 315


BIODATA PENULIS

Sahya Anggara lahir di Rajagaluh, Majalengka, Jawa


Barat pada tahun 1967. Setelah lulus SLTA, ia
meneruskan ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Sunan Gunung Djati Bandung pada Fakultas Syari’ah
Jurusan Perdata Pidana Islam (PPI).
Setelah menyelesaikan studinya, ia mengabdi
menjadi dosen di perguruan tinggi yang sama. Sekarang Universitas
Islam Negeri (UIN) pada Jurusan Administrasi Negara, Dosen Pasca–
sarjana UNIS Tangerang, dan Pascasarjana STIH Bangka Belitung.
Jenjang pendidikan lanjutan S2 dan S3 ditempuh di Universitas
Padjadjaran (UNPAD) Bandung Program Studi Ilmu Sosial, Ilmu
Administrasi.

316 Kebijakan Publik Kebijakan Publik 317

Anda mungkin juga menyukai