Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem perawatan kesehatan berubah dengan cepat. Perawat jaman sekarang
berhadapan dengan perawatan klien yang mengharapkan asuhan keperawatan yang
berkualitas dan mengharapkan perawatan profesional sebagai penyedia perawatan kesehatan
terdidik dengan baik.
Pelayanan keperawatan mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan
pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Salah satu faktor yang mendukung keyakinan diatas
adalah kenyataan yang dapat dilihat di unit pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit, di
mana tenaga yang selama 24 jam harus berada di sisi pasien adalah tenaga perawatan. Namun
sangat disayangkan bahwa pelayanan keperawatan pada saat ini masih jauh dari apa yang
diharapkan. Keadaan ini bukan saja disebabkan oleh terbatasnya jumlah tenaga keperawatan
yang kita miliki, tetapi terutama dikarenakan oleh terbatasnya kemampuan profesional yang
dimiliki oleh sebagian besar jenis tenaga ini.
Keperawatan merupakan suatu profesi yang sangat menuntut kedisiplinan dan rasa
tanggung jawab yang tinggi. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya kepada
pasien, perawat dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang memenuhi etika
keperawatan, dimana pelayanan yang diberikan oleh perawat selalu berdasarkan cita-cita yang
luhur dan niat yang murni dan tidak membedakan suku dan ras.
Dalam melaksanakan tugas yang profesional, para perawat mampu serta ikhlas
memberikan pelayanan yang bermutu berdasarkan keterampilan yang memenuhi standar serta
dengan kesadaran bahwa pelayanan yang diberikan merupakan bagian dari upaya kesehatan
secara menyeluruh. Seorang perawat dalam melakukan tugasnya selalu penuh dengan banyak
resiko, setiap tindakan yang diambil seorang perawat akan mengakibatkan suatu perubahan
dalam hidup seorang pasien
Pengambilan keputusan yang benar dan sesuai dengan legal etis keperawatan adalah
sesuatu yang sangat penting untuk di pelajari oleh seorang calon perawat. Bagaimana seorang
perawat harus menghadapi korban yang meminta untuk melakukan Euthanasia atau aborsi,
dan bagaimana seorang perawat harus mengambil sikap untuk membela dirinya dalam tameng
hukum, semuanya itu akan kami bahas secara rinci dalam makalah kami ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi pengambilan keputusan ?
2. Bagaimana teori pengambilan keputusan ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip etika keperawatan ?
4. Bagaimana pengambilan keputusan etik keperawatan ?
5. Bagaimana kode etik keperawatan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengambilan keputusan.
2. Untuk Mengetahui pengambilan keputusan.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika keperawatan.
4. Untuk mengetahui pengambilan keputusn etik keperawatan.
5. Untuk mengetahui bagaimana kode etik keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Hubungan Personil dan Pengambilan Keputusan


1. Hubungan Personil dalam Kode Etik Keperawatan
Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman
perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan. Aturan yang berlaku
untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode
etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap
kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan. Kode etik keperawatan:
a. Perawat dan Klien
1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan
martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama
yang dianut serta kedudukan sosial.
2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara
suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama klien.
3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan
asuhan keperawatan.
4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang
berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
b. Perawat dan Praktek
1) Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui
belajar terus-menerus.
2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai
kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan
konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.

3
4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
selalu menunjukkan perilaku profesional.
c. Perawat dan Masyarakat
Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan
mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

d. Perawat dan Teman Sejawat


1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun
dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana
lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
keseluruhan.
2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.
e. Perawat dan Profesi
1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan
pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan
pendidikan keperawatan.
2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi
keperawatan.
3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan
memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan
yang bermutu tinggi.

2. Definisi Pengambilan keputusan


Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas utama
dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan (decision making) diproses
oleh pengambilan keputusan (decision maker) yang hasilnya keputusan (decision).

Defenisi-defenisi Pengambilan Keputusan Menurut Beberapa Ahli :


a. G. R. Terry
Pengambilan keputusan dapat didefenisikan sebagai “pemilihan alternatif
kelakuan tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada”.
b. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel Pengambilan keputusan adalah pemilihan
diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak adalah inti dari

4
perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak ada keputusan
suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
c. Theo Haiman Inti dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu
pemilihan cara bertindak. Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai
suatu cara bertindak yang dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif,
berarti penempatan untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
d. Drs. H. Malayu S.P Hasibuan Pengambilan keputusan adalah suatu proses
penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah alternative untuk melakukan
aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.
e. Chester I. Barnard Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku
perorangan dan dalam gambaran proses keputusan ini secara relative dan dapat
dikatakan bahwa pengertian tingkah laku organisasi lebih penting dari pada
kepentingan perorangan.
f. Pengambilan Keputusan adalah kesanggupan individu melakukan tindakan
berlandasakan satu diantara alternatif dengan mengidentifikasi dan memilih,solusi
yang mengarah pada hasil akhir yang diinginkan organisasi. Diukur dengan
indikator: 1) mengidentifikasi masalah, 2)mengidentifikasi kriteria keputusan, 3)
memberi bobot pada kriteria, 4)mengembanbgkan alternatif-alternatif, 5)
menganalisa alternatif masalah ,6) memilih satu alternatif , 7) melaksanakan
alternatif tersebut, 8) evaluasi keputusan (Sri Wahyuningsih, 2013)
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan adalah proses pemilihan alternatif solusi untuk masalah. Secara umum
pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih
alternatif solusi yang ada.

3. Teori Pengambilan Keputusan


a. Teori Rasional Komprehensif
Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak
diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur-unsur utama
dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat
dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-
masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.

5
b. Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat
keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan
kepentingannya
c. Berbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara
saksama.
d. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif Yang
diPilih diteliti.
e. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya, dapat
diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.
f. Pembuat keputusan akan memilih alternatif’ dan akibat-akibatnya’ yang dapat
memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau Sasaran yang telah digariskan.
b. Teori Inkremental.
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori
pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus
dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang
sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh
oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari.

Pokok-pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut :


1. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan
untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait
daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah.
2. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif
yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif
ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marginal bila
dibandingkan dengan kebijaksanaan yang ada sekarang.
3. Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja
yang akan dievaluasi.
4. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didedifinisikan secara
terarur. Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkin untuk
mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan
tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat
ditanggulangi.

6
5. Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap
masalah. Batu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa
berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu
meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat
sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
6. Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-
perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki
ketidaksempunaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial
yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan
sosial yang sama sekali baru di masa yang akan datang.

4. Klasifikasi Keputusan
Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang dipakai
a. Keputusan strategis, keputusan yang dibuat oleh eksekutif tertinggi.
b. Keputusan administratif, yaitu keputusan yang dibuat manajer tingkat menengah
dalam menyelesaikan masalah yang tidak biasa dan mengembangkan teknik
inovatif untuk perbaikan jalannya kelembagaan.
c. Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin yang mengatur peristiwa harian
yang dibuat sesuai dengan aturan kelembagaan, dan peraturan-peraturan lainnya.
Berdasarkan situasi  yang mendorong dihasilkannya suatu keputusan , keputusan
manajemen dibagi menjadi dua macam:
a. Keputusan terprogram, yaitu keputusan yang diperlukan dalam situasi
menghadapi masalah. Masalah yang biasa dan yang terstruktur memunculkan
kebijakan dan keseimbangan dan peraturan untuk membimbing pemecahan
peristiwa yang sama. Misalnya keputusan tentang cuti hamil.
b. Keputusan yang tidak terprogram, yaitu keputusan kreatif yang tidak terstruktur
dan bersifat baru, yang dibuat untuk menangani situasi tertentu. Misalnya
keputusan yang berkaitan dengan pasien.
Berdasarkan proses pembuatan keputusan, keputusan manajemen juga dapat
dibedakan menjadi dua model:
a. Keputusan model normatif atau model ideal memerlukan proses sistematis dalam
pemilihan satu alternative dan beberapa alternatif; perlu waktu yang cukup untuk
mengenal dan menyukai pilihan yang ada.

7
b. Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih pragmatis) berdasarkan pada
pengamatan dalam membuat keputusan yang memuaskan ataupun yang terbaik.

5. Faktor-Faktor  yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan


a. Faktor Iman
Iman selalu mengandung kepercayaan. Beriman kepada Tuhan, berarti
mempercayaiNya lebih dari apapun di dunia ini. Percaya Dia mengasihi kita, Dia
dapat diandalkan, kehidupan kita menjadi berharga jika sesuai dengan
maksudNya, menyandarkan hidup kita pada Dia. Iman mengandung kesetiaan.
Jika kepercayaan lebih bersifat pasif, maka kesetiaan lebih bersifat aktif.
b. Faktor Tabiat
Keputusan etis manusia juga sangat dipengaruhi oleh faktor dalam batin
kita seperti prasangka, hati nurani, motivasi yang adalah bagian dari tabiat kita.
Tabiat adalah susunan batin. Pemberi arah pada keinginan, kesukaan dan
perbuatan orang. Susunan batin ini dibentuk oleh interaksi (hubungan) dengan
lingkungan sosial sekitar dan Allah. Tabiat mengandung hati nurani, pengetahuan
apa yang baik dan buruk. Tabiat mengandung kecenderungan dan motivasi untuk
berbuat selaras dengan batin kita. Tabiat bukan sekedar pengertian mental. Tabiat
bersifat berkembang dan dinamis dan dapat dibentuk. Tabiat tidak sama dengan
watak. Watak ada dalam diri manusia secara alamiah waktu lahir. Bersifat tetap.
Watak adalah “bahan mentah” dari tabiat kita. Kita bertanggungjawab
mengolahnya. Tabiat adalh bagian dari kepribadian. Tabiat hampir mirip dengan
budi pekerti, namun budi pekerti selalu positif, sedangkan tabiat dapat negatif dan
positif.

c. Faktor Lingkungan
Ada hubungan timbal balik, pengaruh saling mempengaruhi antara kita
dengan lingkungan sosial. Di antara hal saling mempengaruhi antara kita dengan
lingkungan adalah tabiat (susunan batin manusia, yang memberikan arahan
bagaimana ia bertindak), meskipun tabiat kita berdiri sendiri dalam diri kita.
Perlunya tabiat yang kuat dalam masyarakat modern. Dalam masyarakat modern,
lingkungan sosial banyak kehilangan kekuasaan sebagai patokan etis walaupun
masih memegang peranan. Ini tampak di masyarakat perkotaan, atau negara yang
di mana orang mentingkan kebebasan individual. Masyarakat modern punya

8
kebebasan yang lebih besar daripada masyarakat tradisional. Dalam situasi ini,
adalah bahaya jika orang menyerahkan kebebasannya dalam modernitas yang
tidak bebas nilai. Juga berbahaya jika menggantikan pertimbagan-pertimbangan
budaya dan tradisi dengan diletakkan di bawah kekuasaan massa.
d. Faktor Norma/Hukum
Hukum atau norma adalah pemberi arahan, menolong agar manusia dapat
berjalan benar dalam menjalani hidup dalam kasih karunia tersebut. Etika sering
ada dalam situasi yang spesifik, unik, yang tidak dapat didekati dengan hukum-
hukum atau norma-norma umum. Tidak akan mungkin ada moralitas yang tanpa
norma, dan tidak ada etika yang tanpa situasi tertentu. Etika selalu menyangkut
norma dan situasi. Tugas kita adalah bagaimana menggunakan dua hal itu, tidak
jatuh pada satu ektrim tertentu.
e. Faktor Situasi
Situasi harus benar-benar kita kenali sehingga kita tepat dalam menerapkan
norma-norma dan nilai-nilai etis dalam situasi tertentu. Cermat dalam melihat
situasi akan menolong kita melakukan perbuatan yang tepat dan berguna dalam
situasi itu. Suatu persoalan atau masalah akan dapat kita ketahui dengan kita
melihat dan memahami situasinya. Namun kita juga harus menyadari, bahwa kita
punya keterbatasan dalam mencermati situasi. Entah kerena pengetahuan kita atau
karena factor yang lain. Namun paling tidak ada beberapa unsur dalam situasi:
tempat, waktu, benda, orang, struktur, gagasan, kejadian dan Tuhan. Dalam
mengenali situasi kita perlu mencermati hal-hal yang dapat mempengaruhi, yakni
prasangka, kepentingan, pandangan, pengetahuan, pengalaman, dan nilai-nilai
yang kita anut.

B. Konsep Dasar Pengambilan Keputusan dalam Keperawatan


1. Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan
Sumijatun (2009) mengatakan bahwa etika keperawatan merupakan fondasi
yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan, terutama yang terkait dengan
permasalahan etis, oleh karena itu seluruh perawat harus memahami tentang etika itu
sendiri. Etika dapat digambarkan dari pengetahuan yang focus pada apa yang benar
dan yang baik serta tepat dan adil. Etika keperawatan bermaksud untuk
mengidentifikasi, mengorganisasi, memeriksa dan membenarkan tindakan-tindakan
kemanusiaan dengan merapkan prinsip-prinsip tertentu. Selain itu juga menegaskan

9
tentang kewajiban-kewajiban yang secara sukarela diemban oleh perawat dan mencari
informasi mengenai dampak keputusan—keputusan perawat yang mempengaruhi
kehidupan klien dan keluarganya, sejawat, serta system asuhan kesehatan secara
keseluruhan. Perawat mengemban identitas professional dengan berikrar untuk
mengerti, menerjemahkan dan memperluas pohon pengetahuan, mengkritik dan
mengatur diri dengan disiplin yang sama, serta membudayakan sikap dan tingkah laku
terpuji yang kemudian dijadikan acuan (PPNI, 2003).
Sebagai seorang profesional, perawat bertanggung jawab dan mengemban
tanggung gugat untuk membuat keputusan dan mengambil langkah-langkah tentang
asuhan keperawatan yang diberikan. Kemampuan pengambilan keputusan yang tepat
dan akurat sangat dibutuhkan perawat untuk dapat menyelamatkan pasien yang
dihadapi. Agar perawat dapat melakukan tugasnya dengan baik, setiap perawat harus
memahami dan mampu menerapkan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar
profesi keperawatan (Hidayat, 2012). Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang
harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan
pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka
proses keperawatan/ pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thopson,
1981).

Dalam mengambil keputusan perawat harus tetap berdasar kepada prinsip moral etika
keperawatan yaitu:
a. Autonomy (Otonomi)
Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. Otonomi berkaitan
dengan hak seseorang untuk mengatur dan membuat keputusan sendiri, meskipun
demikian masih terdapat berbagai keterbatasan, terutama yang terkait dengan
situasi dan kondisi, latar belakang individu, campur tangan hukum, dan tenaga
kesehatan profesional yang ada. Konflik yang sering terjadi berkaitan dengan
otonomi pasien yang menenempatkan perawat pada posisi beresiko. Namun
keyakinan terhadap tugas dan prinsip bahwa perawat mampu melaksanankan tugas
secara mandiri dan menerima konsekwensi yang berlaku (Dreyer, 2011).
b. Beneficience (Berbuat baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
10
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Asas manfaat
berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal yang baik dan tidak
membahayakan orang lain. Kesulitan biasanya muncul pada saat menentukan
siapa yang harus memutuskan hal yang terbaik untuk seseorang. Prinsip ini
menuntut perawat untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pasiennya atas
dasar kebaikan, namun dalam kenyataan sehari hari prinsip ini sering membuat
risiko bagi profesi perawat itu sendiri.
c. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan berkaitan dengan kewajiban perawat untuk dapat berlaku adil
pada semua orang yaitu tidak memihak atau berat sebelah. Persepsi keadilan bagi
perawat dan pasien sering berbeda, terutama yang terkait dengan pemberian
pelayanan. Perawat akan mendahulukan pasien yang situasi dan kondisinya
memerlukan penanganan segera dan menunda melayani pasien lain yang
kebutuhannya termasuk di bawah prioritas. Tidak seluruh pasien dapat memahami
situasi ini, sehingga akan menimbulkan rasa kurang nyaman bagi pasien yang
merasa dirinya kurang diperhatikan oleh perawat. Jika ditinjau dari prisip ini,
tindakan perawat telah memberikan asuhan keperawatan sesuai instruksi dokter.

d. Nonmaleficience (Tidak merugikan)


Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk tidak menimbulkan
kerugian atau cedera pada pasiennya. Kerugian atau cedera dapat diartikan
sebagai kerusakan fisik seperti nyeri, kecacatan, kematian, atau adanya gangguan
emosi seperti perasaan tidak berdaya, merasa terisolasi, dan adanya penyesalan.
e. Veracity (Kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien
dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat
beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika
kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan

11
paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi,
mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya.
Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
f. Fidelity (Menepati janji)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan
kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g. Confidentiality (Karahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun
dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan
bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan
pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus
dihindari.
h. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

2. Metode Pengambilan Keputusan Etik Keperawatan

Pengambilan keputusan merupakan suatu tindakan pemilihan, dimana


pimpinan menentukan suatu kesimpulan tentang apa yang harus dilakukan/tidak
dilakukan dalam suatu situsasi tertentu. Merupakan pendekatan yang sistematis
terhadap suatu masalah yang dihadapi. Kemampuan perawat ketika menangani pasien
dalam kondisi-kondisi kritis tentu tidak lepas dari latar belakang pendidikan yang
pernah ditempuh serta pengalaman yang pernah dijalani. Termasuk di sini adalah
kemampuan perawat dalam mengambil keputusan saat gawat darurat. Perawat
memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mengambil langkah-langkah
keperawatan yang diperlukan sesuai dengan standar keperawatan. Perawat dalam

12
menjalankan tugasnya harus sesuai dengan kode etik dan Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan (Mudayana, 2014).
Berdasarkan proses pembuatan keputusan, keputusan dapat dibedakan menjadi
dua model, yaitu:
a. Keputusan model normatif atau model ideal memerlukan proses sistematis dalam
pemilihan satu alternative dan beberapa alternative; perlu waktu yang cukup untuk
mengenal dan menyukai pilihan yang ada.
b. Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih pragmatis) berdasarkan pada
pengamatan dalam membuat keputusan yang memuaskan ataupun yang terbaik.

Menurut Townsend (2003), menggunakan beberapa langkah yang dapat digunakan


dalam pengambilan keputusan etis. Langkahnya mirip dengan langkah dalam proses
keperawatan.

a. Pengkajian
Mengumpulkan data subjektif dan objektif tentang suatu situasi
b. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah diantara dua atau lebih alternative tindakan
c. Perencanaan
1) Eksplorasi keuntungan dan konsekuensi dari tiap tiap pilihan
2) Mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam teori etik
3) Menyeleksi tindakan
d. Implementasi
Mengambil keputusan dan membicarakan keputusan yang telah dibuat kepada
orang lain
e. Evaluasi
Evaluasi hasil

Kozier et. Al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai


berikut:

a. Mengembangkan data dasar,


b. Mengidentifikasi konflik,
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut,
d. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat,

13
e. Mendefinisikan kewajiban perawat, dan
f. Membuat keputusan.

Metode Murphy dan Murphy :

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan


b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternative-alternatif yang mungkin dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternative
keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah
umum perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil actual dari keputusan telah tampak dan menggunakan
informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan etis dalam praktik


keperawatan yaitu:
a. Factor agama dan adat istiadat
b. Factor sosial
c. Factor IPTEK
d. Factor Legislasi dan eputusan yuridis
e. Factor dana atau keuangan
f. Factor pekerjaan atau posisi klien atau perawat
g. Factor kode etik keperawatan

3. Cara meningkatkan kemampuan perawat dalam mengambil keputusan


Berdasarkan penelitian Sri Wahyuningsih dalam 2nd International Seminar on
Quality and Affordable Education (ISQAE 2013) didapatkan bahwa yang pertama,
pengambilan Keputusan memiliki pengaruh langsung positif terhadap kinerja, artinya
jika wewenang pengambilan keputusan meningkat diberikan pada perawat, maka
berakibat meningkatnya kinerja perawat. Dan yang kedua adalah Pelatihan memiliki

14
pengaruh langsung positif kepercayaan terhadap pengambilan keputusan, artinya jika
frekuensi pelatihan kerja perawat meningkat, maka meningkatkan kecepatan perawat
dalam pengambilan keputusan. Sehingga dengan semakin seringnya seorang perawat
terpapar dengan situasi yang diperlukan untuk diambil keputusan maka semakin mahir
seorang perawat dalam memberikan keputusan sesuai dengan prinsip etik keperawatan
serta perawat yang kompeten dan terlatih akan semakin cakap dalam mengambil
keputusan yang tepat baik saat perawat berada dilingkungan rumah sakit yang
berinterksi antar petugas kesehatan lain ataupun pasien dan saat perawat berada di
tengah-tengah masyarakat dalam pandangannya sebagai tenaga medis.

4. Contoh kasus pengambilan keputusan oleh perawat


Seorang laki-laki berumur 60 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
tidak bisa buang air kecil selama + 5 hari, dengan riwayat yang sama 2 minggu
sebelumnya terpasang Dower Cateter (DC) setelah diperiksa didapatkan diagnosa
dokter umum yaitu inkontinensia urine, sehingga dokter meminta perawat untuk
memasang DC sesuai dengan ukuran kelamin dewasa. Pada saat perawat pelaksana
melakukan tindakan pemasangan DC, perawat melaporkan kepada dokter bahwa
selang DC tidak dapat masuk ke saluran kencing pasien dikarenakan ada tahanan,
sehingga dokter meminta perawat untuk menghentikan tindakan, namun pasien
merasa tidak puas sehingga pasien dan keluarga meminta kepada dokter agar perawat
memasang ulang DC. Akhirnya permintaan pasien dipenuhi, namun saat tindakan
pemasangan DC dilakukan tiba-tiba keluar darah segar dari saluran kencing pasien,
Namun pasien masih memaksa perawat untuk tetap melanjutkan tindakan tersebut
dengan alasan pasien tidak merasakan sakit dan ingin bisa Buang Air Kecil (BAK).
Disini apa yang seharusnya dilakukan oleh perawat, menghentikan pemasangan
dengan resiko pasien tidak bisa BAK atau melanjutkan pemasangan DC selama pasien
menunggu pemeriksaan tunjangan lebih lanjut? Selanjutnya pasien dirujuk ke dokter
spesialis urologi dan didapatkan diagnosa kanker prostat.
a. Prinsip etik yang berkaitan dengan kasus
1) Otonomi (autonomy),
Sebagai seorang perawat, sudah pasti perawat berusaha untuk memberikan
asuhan keperawatan yang terbaik bagi pasiennya. Saat pasien meminta dokter

15
agar perawat memasang ulang DC, perawat melakukan tindakan sesuai
instruksi dokter dengan permintaan pasien.
2) Asas Manfaat (Beneficience)
Prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan tindakan yang menguntungkan
pasiennya atas dasar kebaikan, namun dalam kenyataan sehari hari prinsip ini
sering membuat risiko bagi profesi perawat itu sendiri. Perawat melakukan
tindakan pemasangan DC untuk yang kedua kali atas permintaan pasien,
namun terjadi keadaan yang tidak diinginkan yaitu keluar darah segar dari
saluran kencing pasien.
3) Tidak merugikan (non-maleficiency)
Pada kasus diatas perawat berusaha agar pasien dapat kembali melakukan
eliminasi urine, namun karena saat pemasangan DC didapatkan tahanan
sehingga perawat segera melaporkan kepada dokter agar pasien mendapatkan
penangan yang lain.
4) Asas kejujuran (veracity)
Pada kasus di atas perlu didiskusikan dengan pasien dan keluarganya mengenai
diagnosa pasien atas pemeriksaan yang telah dilakukan.

b. Pembuatan keputusan
Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai
berikut: (1). Mengembangkan data dasar, (2). Mengidentifikasi konflik, (3).
Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut, (4).
Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat, (5). Mendefinisikan
kewajiban perawat, dan (6). Membuat keputusan.

1. Mengembangkan data dasar:


a) Menentukan orang yang terlibat: pasien, keluarga pasien, dokter, dan
perawat.
b) Tindakan yang diusulkan: tidak menuruti keinginan pasien untuk
memasang ulang DC.
c) Maksud dari tindakan tersebut: agar tidak membahayakan diri pasien.
d) Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak dilakukan tindakan
pemasangan ulang DC, Pasien dan keluarganya menyalahkan perawat

16
dan apabila keluarga pasien kecewa terhadap pelayanan di Rumah Sakit
mereka bisa menuntut ke rumah sakit.
2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut: Penderitaan Pasien tidak
dapat BAK selama + 5 hari. Pasien meminta dokter agar perawat memasang
ulang DC padahal pada pemasangan DC yang pertama didapatkan tahanan
pada saluran kencing pasien. Keluarga mendukung keinginan pasien agar
pasien dapat BAK. Konflik yang terjadi adalah:
a) Pemasangan DC Ulang mengakibatkan perdarahan dari saluran kencing
pasien.
b) Adanya perdarahan pada saluran kencing pasien mengakibatkan pasien
dan keluarga khawatir sehingga mengakibatkan pasien tidak nyaman dan
tidak puas dengan pelayanan yang diberikan.
3. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
konsekuensi tindakan tersebut:
a) Tidak menuruti keinginan pasien tentang pemasangan DC.
Konsekuensi:
1) Tidak memperparah perdarahan dari saluran kencing pasien.
2) Pasien tidak bisa BAK.
3) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri.
4) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut.
b) Tidak menuruti keinginan pasien, dan perawat membantu untuk
meredakan nyeri dengan manajemen nyeri.
Konsekuensi:
1) Tidak memperparah perdarahan dari saluran kencing pasien.
2) Pasien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya
(meningkatkan ambang nyeri).
3) Keinginan pasien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi
c) Menuruti keinginan pasien untuk memasang ulang DC sambil menunggu
pemeriksaan tunjangan lebih lanjut. Artinya pemasangan DC dilanjutkan
meskipun terdapat perdarahan pada saluran kencing.
Konsekuensi:
1) Risiko memperparah perdarahan pada saluran kencing pasien.
2) Hak pasien sebagian dapat terpenuhi.
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat:

17
Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena
dokterlah yang secara legal dapat memberikan instruksi pemasangan DC pada
pasien sesuai dengan diagnosa kedokteran. Namun hal ini perlu didiskusikan
dengan pasien dan keluarganya mengenai efek samping yang ditimbulkan dari
pemasangan DC. Perawat membantu pasien dan keluarga pasien dalam
membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan
terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi
mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping pasien,
mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
a) Memfasilitasi pasien dalam manajemen nyeri.
b) Membantu proses adaptasi pasien terhadap nyeri/ meningkatkan ambang
nyeri.
c) Mengoptimalkan sistem dukungan
d) Membantu pasien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif
terhadap masalah yang sedang dihadapi
e) Membantu pasien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan keyakinannya.
6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan
konsekuensi masing-masing terhadap pasien. Perawat dan dokter perlu
mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan/ paling tepat
untuk pasien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih
dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau
meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif
diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan
yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan pasien/ keluarganya akan
dilaksanakan.
Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik
merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau
suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding.
Pengambilan keputusan merupakan suatu tindakan yang melibatkan berbagai
komponen yang harus dipertimbangkan secara matang oleh perawat, terutama yang
terkait dengan permasalahan pada tatanan klinik. Tindakan kelalaian dapat di

18
minimalisir dengan pengetahuan serta pemahaman penuh tentang kode etik perawat
yang akan menjadikan pedoman perawat profesional dalam melakukan tindakan
praktik keperawatan secara professional sehingga keselamatan dan kenyamanan
pasien selalu menjadi prioritas utama. Pelanggaran berkaitan kode etik tersebut
banyak di pengaruhi oleh karakteristik perawat, pasien, dan kurangnya pemahaman
tentang landasan teori berkaitan kode etik perawat (Hidayat, 2012).

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman
perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan. Pengambilan Keputusan
adalah kesanggupan individu melakukan tindakan berlandasakan satu diantara alternatif
dengan mengidentifikasi dan memilih,solusi yang mengarah pada hasil akhir yang diinginkan
organisasi. Diukur dengan indikator: 1) mengidentifikasi masalah, 2)mengidentifikasi kriteria
keputusan, 3) memberi bobot pada kriteria, 4)mengembanbgkan alternatif-alternatif, 5)
menganalisa alternatif masalah ,6) memilih satu alternatif , 7) melaksanakan alternatif
tersebut, 8) evaluasi keputusan. semakin seringnya seorang perawat terpapar dengan situasi
yang diperlukan untuk diambil keputusan maka semakin mahir seorang perawat dalam
memberikan keputusan sesuai dengan prinsip etik keperawatan serta perawat yang kompeten

19
dan terlatih akan semakin cakap dalam mengambil keputusan yang tepat baik saat perawat
berada dilingkungan rumah sakit yang berinterksi antar petugas kesehatan lain ataupun pasien
dan saat perawat berada di tengah-tengah masyarakat dalam pandangannya sebagai tenaga
medis.

B. Saran
Sebagai perawat harus memahami suatu penyakit dari sudut medik maupun
keperawatan adalah hal yang mutlak sebelum berhadapan dengan berbagai macam kasus.
Oleh sebab itu baik sekali bila perawat menumbuhkan minat baca untuk menambah wawasan
guna menetapkan keputusan yang tepat bagi kepentingan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Sumijatun. 2011. Membudayakan Etika dalam Praktik Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Tim Diklat RS Haji Jakarta. 2016. Modul Pelatihan ICU (Intensive Care Unit) Dasar. Jakarta

Wahyuningsih, Sri. 2013. Kepercayaan Dan Pengambilan Keputusan Terhadap


Ady Saputra, 2010. Legal etik dalam praktik keperawatan
https://adysputra.wordpress.com/makalah-legal-etik-dalam-praktik-keperawatan-2/. Diakses
tanggal 28 September 2016.

Alvika, 2013. Prinsip legal etis pada pengambilan http://therealvika.blogspot.co.id/2013/03/prinsip-


legal-etis-pada- pengambilan_21.html. Diakses tanggal 25 September 2016.

Alvine Ramicci, 2013. Pengambilan keputusan legal etis.


http://alvina-ramicci.blogspot.co.id/2013/01/pengambilan-keputusan-legal-etis.html. Diakses
tanggal 25 September 2016.

20
Gaeda, 2015. Prinsip Legal Etik dan Pengambilan http://gaeda1998.blogspot.co.id/2015/11/prinsip-
legal-etik-dan-pengambilan.html. Diakses tanggal 25 September 2016.

Lely Jumriani, 2012. Pengambilan keputusan dan model.


http://lelyjumrianibakti.blogspot.co.id/2012/09/pengambilan-keputusan-dan-
model.html. Diakses tanggal 24 September 2016

Mariyam, 2013. Etika Keperawatan dan prinsip-psinsip


http://mariyam82.blogspot.co.id/2013/03/etika-keperawatan-dan-prinsip-prinsip.html.
Diakses tanggal 25 September 2016.

Ners Dewi, 2013. Pengambilan Keputusan Legal Etis


http://nersdewi.blogspot.co.id/2013/01/pengambilan-keputusan-legal-etis.html. Diakses
Tanggal 28 September 2016.

21

Anda mungkin juga menyukai