Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat sebagai profesi yang ikut serta dalam mengusahakan tercapainya
kesejahteraan fisik, material dan mental spiritual bagi masyarakat, selalu
berpedoman pada sumbernya, yaitu kebutuhan pelayanan keperawatan
masyarakat. Perawat dibutuhkan secara universal bagi klien. Oleh karena itu,
pelayanan yang diberikan perawat harus baik dan benar (Anney, 2014).
Melaksanakan tugas yang profesional perawat harus berdaya guna serta ikhlas
memberikan pelayanan yang bermutu dengan memelihara dan meningkatkan
integritas pribadi yang luhur. Keputusan Musyawarah Nasional VI Persatuan
Perawat Indonesia telah memberlakukan kode etik keperawatan Indonesia bagi
semua warga keperawatan pada tanggal 14 April 2010 (Suhaemi, 2016).
Faktor teknologi yang semakin berkembang mempengaruhi kehidupan
manusia. Contoh meningkatnya teknologi, abortus, pencangkokan organ,
euthanasia, bayi tabung dan masih banyak lagi. Tenaga medis diharapkan mampu
memelihara dan melakukan tindakan sesuai dengan kode etik yang telah ada.
Dalam melaksanakan tugas keperawatan, seorang perawat harus mengambil
keputusan dalam upaya palayanan keperawatan klien. Keputusan yang diambil
berdasarkan pertimbangan dan kemampuan secara ilmiah dan beretika. Hal yang
baik bagi pelayanan keperawatan dapat dilihat dari norma, standar professional
dan keyakinannya (Hendrik, 2014).
Menurut American Ethics Commision Bureun on Teaching, tujuan etika
profesi keperawatan adalah mampu mengenal dan mengidentifikasi unsur moral
dalam praktik keperawatan, membentuk strategi dan menganalisis masalah moral
yang terjadi dalam praktik keperawatan, dan menghubungkan prinsip moral yang
baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, orang lain dan Tuhan
(Tauren, 2015).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Etik Keperawatan?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Hukum Keperawatan?
3. Apayang Dimaksud Kode Etik Keperawatan?
4. Apa Yang Dimaksud Dilemma Etik?
5. Bagaimana Prinsip Penyelesaian Masalah Etik Keperawatan?
6. Bagaimana Masalah Etika Keperawatan End of Life?
7. Bagaimana Penyelesaian Masalah Etik Keperawatan?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Etik Keperawatan
2. Untuk Mengetahui Hukum Keperawatan
3. Untuk Mengetahui Kode Keperawatan
4. Untuk Mengetahui Dilemma Etik
5. Untuk Mengetahui Prinsip Penyelesaian Masalah Etik Keperawatan
6. Untuk Mengetahui Etika Keperawatan End of Life
7. Untuk Mengetahui Penyelesaian Masalah Etik Keperawatan

BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Pengertikan Etika Keperawatan

2
Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang menurut
Araskar dan David (2014) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau standar yang
diharapkandan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat diartikan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan keputusan, benar atau
tidaknya suatu perbuatan (Tauren, 2015).
Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Curret English ASHornby
mengartikan etika sebagai sistem dari prinsip-prinsip moral atau aturan-
aturan prilaku. Menurut definisi AARN (2013), etika berfokus pada yang
seharusnya baik salah atau benar, atau hal baik atau buruk. Etika berasal dari
bahasa yunani yaitu etos yang berarti watak, kebiasaan, model perilaku cara
berkata atau bertindak dimana melalui etika orang lain akan mengenal siapa diri
kita sedangkan moral berasal dari kata latin –mos-(gen:moris) yang berarti tata
adat atau kebiasaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan
manusia, sedangkan objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan atau soal
bermoral atau tidaknya perbuatan manusia, maka perbuatan yang dilakukan tanpa
sadar atau secara tidak bebas tidak bisa dikenai penilaian dan sanksi moral.
Masalah etika dewasa ini sering di artikan sebagai motif atau dorongan yang
mempengaruhi suatu perilaku manusia (Suhaemi, 2016).
B. Hukum Keperawatan
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung
pada pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum
administrasi dan hukum pidana (UU Kesehatan No. 23 tahun 2010). Hukum
kesehatan adalah kumpulan peraturan yang berkaitan langsung dengan pemberian
perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan
hukum administrasi (Masruroh, 2016).
Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan
1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawata
2. Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
3. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hokum (Blais,
2017).
C. Kode Etik

3
Kode etik profesi merupakan pernyataan yang komprehensif dari bentuk tugas
dan pelayanan dari profesi yang memberi tuntunan bagi anggota dalam
melaksanakan praktek di bidang profesinya, baik yang berhubungan dengan
pasien, keluarga, masyarakat dan teman sejawat, profesi dan diri sendiri.
Sedangkan kode etik keperawatan merupakan daftar perilaku atau bentuk
pedoman (panduan etik) prilaku profesi keperawatan secara professional (Conny
& Trias, 2015). Dengan tujuan utama adanya kode etik keperawatan adalah
memberikan perlindungan bagi pelaku dan penerima praktek keperawtan.
1. Perawat dan Klien
a. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat
dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin,
aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan social.
b. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa
memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya,
adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien
c. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang
membutuhkan asuhan keperawatan
d. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan
oleh berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
2. Perawat dan Praktik
a. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi dibidang
keperawatan melalui belajar terus menerus.
b. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang
tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan pengetahuan
serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
c. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang
akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang
bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan
delegasi kepada orang lain

4
d. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
dengan selalu menunjukkan perilaku professional.
3. Perawat dan Masyarakat
a. Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk
memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi
kebutuhan dan kesehatan masyarakat.
4. Perawat dan Teman Sejawat
a. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat
maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara
keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh
b. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan
illegal.
5. Perawat dan Profesi
a. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar
pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam
kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan
b. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi
keperawatan
c. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun
dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi (Suhaemi, 2016).

D. Dilema Etik
Menurut Dalami (2014) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit
dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang
memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Masalah eika keperawatan pada
dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, yang lebih dikenal dengan istilah
etika biomedis atau bioetis (Suhaemi, 2016). Dalam dilema etik tidak ada yang

5
benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung
pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.

E. Prinsip Moral dalam Menyelesaikan Masalah Etik


Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif
yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak
memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk
membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang
rasional dan bukan emosional (Hendrik, 2014).
Prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh perawat dalam pendekatan
penyelesaian masalah / dilema etis adalah:
1. Otonomi
Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan
hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung
jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa
seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya
menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang didiperlukan
dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah
menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu
adalah kepentingannya.
Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi
kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti
tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah Sakit, ekonomi,
tersedianya informsi dan lain-lain. Contoh: Kebebasan pasien untuk
memilih pengobatan dan siapa yang berhak mengobatinya sesuai dengan
yang diinginkan.

2. Benefisiensi
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan
juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang
lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi
konflik dengan otonomi.

6
3. Keadilan (justice)
Hak setiap orang untuk diperlakukan sama. Merupakan suatu prinsip
moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu mendapat
tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk
kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut beauchamp
dan childress adalah mereka uang sederajat harus diperlakukan sederajat,
sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai
dengan kebutuhan mereka.
Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka
menurut prinsip ini harus mendapatkan sumber-sumber yang besar pula,
sebagai contoh: Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat
baik dibangsal maupun di ruang VIP harus sama dan sesuai SAK.
4. Non malefisien
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera secara fisik
dan psikologik. Segala tindakan yang dilakukan pada klien.
5. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprehensif dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada
pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
salama menjalani perawatan.
Walaupun demikian terdapat beberapa argument mengatakan adanya
batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis
pasien untuk pemulihan, atau adanya hubungan paternalistik bahwa
“doctor knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki
hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran
adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya
6. Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah

7
kewajiban seeorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
7. Kerahasiaan (confidentiality).
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang
klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak
ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin
kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar
area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien
dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
8. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa
tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk
menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang mana
tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali (Blais, 2017).

F. Masalah atau Isu Etika Keperawatan


Berbagai masalah etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan
telah menimbulkan konflik antara kebutuhan klien dengan harapan perawat
falsafah keperawatan. Masalah etik keperawatan pada dasarnya merupakan
masalah etik kesehatan. Salah satu masalah keperawatan yang sering terjadi
adalah Isu End Of Life (Suhaemi, 2016).
End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan
kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichikyo, 2016). End of
life care adalah perawatan yang diberikan kepada orang-orang yang berada di
bulan atau tahun terakhir kehidupan mereka (NHS Choice, 2015). End of life
akan membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada
dalam fase tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan
dapat meningkatkan kenyamanan pasien tersebut. End of life merupakan

8
bagian penting dari keperawatan paliatif yang diperuntukkan bagi pasien yang
mendekati akhir kehidupan.
End of life care bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik-
baiknya dan meninggal dengan bermartabat (Curie, 2014). End of life care
adalah salah satu kegiatan membantu memberikan dukungan psikososial dan
spiritual (Putranto, 2015). Jadi dapat disimpulkan bahwa End of life care
merupaka salah satu tindakan keperawatanyang difokuskan pada orang yang
telah berada di akhir hidupnya, tindakan ini bertujuan untuk membuat orang
hidup dengan sebaik-baiknya selama sisa hidupnya dan meninggal dengan
bermartabat.
Prinsip-Prinsip End Of Life
Menurut NSW Health (2005) Prinsip End Of Life antara lain :
a. Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian
Tujuan utama dari perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun
ketika hidup tidak dapat dipertahankan, tugas perawatan adalah untuk
memberikan kenyamanan dan martabat kepada pasien yang sekarat, dan
untuk mendukung orang lain dalam melakukannya.

b. Hak untuk mengetahui dan memilih


Semua orang yang menerima perawatan kesehatan memiliki hak untuk
diberitahu tentang kondisi mereka dan pilihan pengobatan mereka. Mereka
memiliki hak untuk menerima atau menolak pengobatan dalam
memperpanjang hidup. Pemberi perawatan memiliki kewajiban etika dan
hukum untuk mengakui dan menghormati pilihan-pilihan sesuai dengan
pedoman.
c. Menahan dan menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup
Perawatan end of life yang tepat harus bertujuan untuk memberikan
pengobatan yang terbaik untuk individu. Ini berarti bahwa tujuan utama
perawatan untuk mengakomodasi kenyamanan dan martabat, maka menahan
atau menarik intervensi untuk mempertahankan hidup mungkin
diperbolehkan dalam kepentingan terbaik dari pasien yang sekarat.
d. Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan
Keluarga dan tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk bekerja sama untuk
membuat keputusan bagi pasien yang kurang bisa dalam pengambilan
keputusan, dengan mempertimbangkan keinginan pasien.
e. Transparansi dan akuntabilitas

9
Dalam rangka menjaga kepercayaan dari penerima perawatan, dan untuk
memastikan bahwa keputusan yang tepat dibuat, maka proses pengambilan
keputusan dan hasilnya harus dijelaskan kepada para pasien dan akurat
didokumentasikan.
f. Perawatan non diskriminatif
Keputusan pengobatan pada akhir hidup harus non-diskriminatif dan harus
bergantung hanya pada faktor-faktor yang relevan dengan kondisi medis,
nilai-nilai dan keinginan pasien.
g. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan tidak berkewajiban untuk memberikan perawatan yang
tidak rasional, khususnya, pengobatan yang tidak bermanfaat bagi pasien.
Pasien memiliki hak untuk menerima perawatan yang sesuai, dan tenaga
kesehatan memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengobatan yang
sesuai dengan norma-norma profesional dan standar hukum.
h. Perbaikan terus-menerus
Tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk berusaha dalam memperbaiki
intervensi yang diberikan pada standar perawatan end of life baik kepada
pasien maupun kepada keluarga.

Teori The Peaceful End of Life (EOL)


Teori Peacefull EOL ini berfokus kepada 5 Kriteria utama dalam perawatan
end of life pasien yaitu:
1. Terbebas dari Nyeri
Bebas dari penderitaan atau gejala disstres adalah hal yang utama diinginkan
pasien dalam pengalaman EOL (The Peaceful End Of Life). Nyeri merupakan
ketidaknyamanan sensori atau pengalaman emosi yang dihubungkan dengan
aktual atau potensial kerusakan jaringan
2. Pengalaman Menyenangkan
Nyaman atau perasaan menyenangkan didefinisikan secara inclusive oleh
Kolcaba (1991) sebagai kebebasan dari ketidaknyamanan, keadaan tenteram
dan damai, dan apapaun yang membuat hidup terasa menyenangkan.
3. Pengalaman martabat (harga diri) dan kehormatan
Setiap akhir penyakit pasien adalah “ingin dihormati dan dinilai sebagai
manusia” (Ruland & Moore, 1998). Di konsep ini memasukkan ide personal
tentang nilai, sebagai ekspresi dari prinsip etik otonomi atau rasa hormat
untuk orang, yang mana pada tahap ini individu diperlakukan sebagai orang

10
yang menerima hak otonomi, dan mengurangi hak otonomi orang sebagai
awal untuk proteksi
4. Merasakan Damai
Damai adalah “perasaan yang tenang, harmonis, dan perasaan puas, (bebas)
dari kecemasan, kegelisahan, khawatir, dan ketakutan” (Ruland & Moore,
1998). Tenang meliputi fisik, psikologis, dan dimensi spiritual.
5. Kedekatan untuk kepentingan lainnya
Kedekatan adalah “perasaan menghubungkan antara antara manusia dengan
orang yang menerima pelayanan” (Ruland & Moore, 1998). Ini melibatkan
kedekatan fisik dan emosi yang diekspresikan dengan kehangatan, dan
hubungan yang dekat (intim).

Perbedaan Mati Klinis dan Biologis


Mati klinis ditandai dengan henti nafas dan jantung (sirkulasi) serta
berhentinya aktivitas otak tetapi tidak irreversibel dalam arti masih dapat
dilakukan resusitasi jantung paru dan kemudian dapat diikuti dengan
pemulihan semua fungsi. (Soenarjo et al, 2013)
Mati biologis merupakan kelanjutan mati klinis apabila pada saat mati
klinis tidak dilakukan resusitasi jantung paru. Mati biologis berarti tiap organ
tubuh secara biologis akan mati dengan urutan: otak, jantung, ginjal, paru-paru,
dan hati. Hal ini disebabkan karena daya tahan hidup tiap organ berbeda-beda,
sehingga kematian seluler pada tiap organ terjadi secara tidak bersamaan. (Soenarjo
et al, 2013)

Mati Biologis (Biological


Perbedaan Mati Klinis (Clinical Death)
Death)
Tanda Berhentinya detak jantung, Kematian yang terjadi akibat
denyut nadi dan pernafasan. degenerasi jaringan di otak
dan organ lainnya.
Fungsi Organ Beberapa organ seperti mata dan Beberapa organ akan mati
ginjal akan tetap hidup saat (tidak dapat berfungsi
terjadi mati klinis. kembali) setelah mati
biologis.
Organ dalam Organ dalam tubuh dapat Organ dalam tubuh tidak
tubuh digunakan sebagai transplantasi. dapat digunakan untuk
transplantasi.
Sifat Reversibel / dapat kembali Ireversibel/ tidak dapat

11
kembali
Pemerikasaan Pemeriksaan keadaan klinis Pemeriksaan keadaan klinis
dan Pemeriksaan Neurologis
o
Suhu Tubuh Hipertermia (> 36 C) dan Hipotermia (< 36oC)
terkadang ditemui Hipotermia
Kriteria 1) Berhentinya detak jantung 1) Dilatasi bilateral dan
2) Berhentinya denyut nadi
fixaxi pupil
3) Berhentinya pernafasan
2) Berhentinya semua reflek
spontan. 3) Berhentinya respirasi
tanpa bantuan
4) Berhentinya aktivitas
cardiaovaskuler
5) Gambaran gelombang otak
datar

G. Penyelesaian masalah etik


Menurut Suhaemi (2016) terdapat enam langkah efektif yang membantu
didalam penyelesaian dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan etik
yaitu:
1) Identifikasi Masalah Etik
Sebelum seorang perawat dapat mengidentifikasi masalah etik,
seorang perawat harus menyadari adanya masalah etik. Menyadari
masalah etik ini terbentuk dari adanya hubungan yang dekat antara pasien
dengan perawat. Masalah etik yang terjadi di perawat karena tidak
mampunya memenuhi kebutuhan pasien dan tujuan yang diharapkan.
Begitu juga yang terjadi di dalam kasus, tentunya perawat yang
merawatnya merasakan konflik tersebut. Perawat akan memperhatikan
keinginan pasien dan selalu bersama pasien.
Perawatan pada pasien terminal berhubungan dengan pendekatan dan
masalah pencapaian tujuan. Pengakhiran kehidupan membuat perawat
berada pada situasi etik yang tidak menentu, membuat perawat berada di
ujung tanduk antara menghormati pasien akan otonominya,
memberitahukan diagnose penyakitnya, dan memberikan banyak
informasi yang tidak sesuai dengan keinginan pasien. Disini perawat
mengalami situasi yang sama ketika merawat pasien terminal dengan

12
kondisi tidak stabil atau seperti ketika perawat memberikan perawatan
yang tidak adekuat
2) Mengumpulkan informasi dalam Pengembangan Penyelesaian
Perawat mengumpulkan data melalui banyak cara, dapat melalui
pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan. Dan dalam mengidentifikasi
masalah etik dapat terkaji melalui teknik perawatan pada pasien, situasi,
usia, tingkat perkembangan, tingkat kemampuan dan perhatian terhadap
kesehatan. Dan masalah etik akan berbeda tergantung dari area klinik yang
ada. Kasus pasien mengalami kanker stadium lanjut yang telah menjalar
keseluruh tubuh dan tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Sehingga
perlu perhatian lebih berkaitan dengan pengobatan, pendekatan pada
pasien, dan kompetensi tenaga kesehatan yang terlibat didalamnya.
3) Mengembangkan analisa alternative dan membandingkan
Didalam mengembangkan alternative untuk menyelesaikan masalah
etik harus diperhatikan hasil yang diterima oleh pasien dan dampak
terhadap perawat itu sendiri. Alternatif yang dipilih berdasarkan tidak ada
resiko terhadap perawat, tidak menimbulkan reaksi yang negative dari
pihak lain (termasuk didalamnya tenaga medis dan administrasi rumah
sakit).
Alternatif yang dapat diberikan pada kasus disini oleh seorang
perawat dengan memberikan informasi akan atau melalui komunikasi
antara pasien, keluarga, tim medis dan lainnya. Dan perawat disini
memberikan informasi berkaitan dengan hal tersebut (Dalami, 2014).
Alternatif yang lain dengan mendiskusikan terapi yang diberikan pada
pasien dengan dokter yang menangani sehingga didapatkan informasi yang
lengkap dan jelas. Tentunya didalam teknik perawatan juga harus
diperhatikan seperti perhatian, sentuhan, pemberian informasi merupakan
hal yang penting didalam perawatan paliatif terhadap pasien.
4) Memilih alternatif
Diperoleh melalui diskusi dengan teman kerja, atasan, hal ini akan
membantu didalam sensitivitas akan masalah etik yang ada dan
penyelesaiannya. Penelitian menunjukkan permasalahan etik yang
sebelumnya membantu didalam pengambilan keputusan yang berkaitan

13
dengan masalah tersebut. Akan tetapi perlu diperhatikan didalam
pengambilan keputusan ada batasan–batasannya seperti struktur organisasi
didalam peran, kekuatan hubungan dan hal ini berdampak terhadap
keputusan perawat didalam penyelesaian masalah etik Dan yang paling
berperan didalam penyelesaian masalah etik adalah adanya hubungan
interpersonal yang baik antara pasien dan perawat dan juga dengan tenaga
kesehatan lainnya. Hal ini akan membuat penyelesaian masalah etik
menjadi efektif.
5) Melaksanakan keputusan
Ketika sudah direncanakan alternative-alternatif yang ada dibuatlah
keputusan untuk menyelesaikan masalah etik. Terkait dengan kasus
setelah alternative diberikan dan pasien yang tetap dengan pendirian
dilakukan tindakan euthanasia, maka perawat harus siap dengan keputusan
tersebut. Perawat tetap melaksanakan perawatan terminal pada pasien
sehingga pada tahap kematian. Konflik perasaan yang terjadi di dalam diri
perawat harus diatasi. Perasaan bersalah, takut, menyesal disingkirkan
setelah keputusan tersebut dibuat.
6) Mengevaluasi
Dalam tahap evaluasi perlu dilihat kembali apakah hasil yang
didapatkan sesuai dengan keinginan pasien, adanya konflik baru diantara
perawat atau tenaga kesehatan lain. Dalam kenyataan ketika memenuhi
kewajiban untuk merawat pasien dalam menyelesaikan masalah etik sering
menyebabkan menurunnya kualitas kerja yang efektif antara perawat itu
sendiri dan juga berdampak terhadap struktur organisasi.
Perlu dievaluasi juga alasan moral yang terbentuk didalam mengambil
keputusan dan cara kerja perawat dalam mengatasi masalah etik. Sehingga
didapatkan kualitas personal, pendidikan, pengalaman dan lingkungan
kerja yang berkualitas.

14
BAB 3

ANALISIS SITUASI

A. Kasus
“Pasien Dhuafa”
Seorang pasien laki-laki, umur 72 tahun, sudah tidak bekerja dan tidak
mempunyai mata pencaharian lagi, hidupnya tergantung dari para saudara yang
tidak bisa menolong banyak. Suatu hari dia jatuh pingsan dan dibawa ke suatu
Rumah sakit dan dimasukkan ke High Care Unit. Pasien diberikan oksigen.
Pemeriksaan labolatorium menunjukkan bahwa kedua ginjalnya sudah tidak
berfungsi, sehingga harus dipasang kateter. Setalah dilakukan observasi beberapa
jam, sang dokter menganjurkan memasukkan ke ruang ICU karena perlu diberi
bantuan pernafasan melalui ventilator. Dokter jaga meminta persetujuan anggota
keluarganya. Saudaranya memutuskan untuk menolak menandatangani surat
penolakan. Mengapa? Karena atas pertimbangan manfaat dan finansial walaupun
dirawat di ICU, belum tentu pasien tersebut akan bisa disembuhkan dan bisa
normal kembali seperti sedia kala. Pertimbangan keluarga adalah dua (2) hari
dirawat di ruang HCU dengan obat-obat saja sudah menelan biaya beberapa juta,
bagaimana jika harus diteruskan di ICU? Pembiayaannya akan tidak bisa terbayar
dan kondisinya belum tentu bisa baik lagi.

B. Cara Penyelesaian
End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan
kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichikyo, 2016). End of life
care adalah perawatan yang diberikan kepada orang-orang yang berada di bulan
atau tahun terakhir kehidupan mereka (NHS Choice, 2015). End of life akan
membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada dalam fase
tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan dapat
meningkatkan kenyamanan pasien tersebut. End of life merupakan bagian penting
dari keperawatan paliatif yang diperuntukkan bagi pasien yang mendekati akhir
kehidupan.
Dalam dilema etik hal ini dipantau dari beberapa aspek (Masruroh 2016)
diantaranya:
a. Mengembangkan data dasar :

15
Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut
informasi yang ada mengenai dilema etik yang sedang dihadapi.
Mengembangkan data dasar melalui :
1) Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat
meliputi : Klien, keluarga dokter, dan perawat.
2) Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : agar meningkatkan
kenyamanan bagi pasien
3) Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan
tidak melanggar peraturan yang berlaku.
4) Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak melakukan tindakan
perawatan di ICU makan pasien akan tidak mendapatkan kebutuhan
oksigen yang maksimal dan tambah parah.
b. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :
Pasien jatuh pingsan dan dibawa ke suatu Rumah sakit dan dimasukkan ke
High Care Unit. Pasien diberikan oksigen. Pemeriksaan labolatorium
menunjukkan bahwa kedua ginjalnya sudah tidak berfungsi, sehingga harus
dipasang kateter. Setalah dilakukan observasi beberapa jam, sang dokter
menganjurkan memasukkan ke ruang ICU karena perlu diberi bantuan
pernafasan melalui ventilator. Dokter jaga meminta persetujuan anggota
keluarganya. Saudaranya memutuskan untuk menolak menandatangani surat
penolakan. Mengapa? Karena atas pertimbangan manfaat dan finansial
walaupun dirawat di ICU, belum tentu pasien tersebut akan bisa disembuhkan
dan bisa normal kembali seperti sedia kala. Pertimbangan keluarga adalah dua
(2) hari dirawat di ruang HCU dengan obat-obat saja sudah menelan biaya
beberapa juta, bagaimana jika harus diteruskan di ICU? Pembiayaannya akan
tidak bisa terbayar dan kondisinya belum tentu bisa baik lagi.
Konflik yang terjadi dipantau dari kode etik dan prinsip etik adalah:
1) Tindakan perawatan ICU untuk mempertahankan hidup sesuai procedure
dan kebijakan dalam penanganan rumah sakit sesuai prinsip etik
Beneficience.
2) Tidak memenuhi keinginan keluarga terkait dengan pelanggaran hak klien
dan keluarga yang dapat melanggar nilai autonomy.
c. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
konsekuensi tindakan tersebut
1) Tidak menuruti keinginan keluarga untuk mendapat perawatan di ICU.
Konsekuensi :
a) Tidak mempercepat kematian klien

16
b) Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya
c) Tidak melanggar peraturan perundangan pasal 344 KUHP yaitu
Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang
itu sendiri, yang disebutnya dengannya dengan nyata dan bersungguh
sungguh,dihukum penjara paling lama 12 tahun. Keluhan nyeri pada
klien akan tetap berlangsung
d) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
e) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
2) Menuruti keinginan keluarga untuk tidak melanjutkan tindakan
Konsekuensi :
a) Hak klien dan keluarga sebagian dapat terpenuhi.
b) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.
c) Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.
3) Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses
berdukanya.
Konsekuensi :
a) Tidak mempercepat kematian klien
b) Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya
4) Menjelaskan with-drawing yaitu menghentikan semua terapi yang sudah
diberikan kepada pasien sejak awal namun terbukti tidak bermanfaat.
Konsekuensi :
a) Tenaga medis aman dari proses hukum
b) Klien memahami tujuan pengobatan yang diberikan
c) Klien memahami bahwa tindakan sesuai dengan procedure dan
peraturan rumah sakit
5) Menjelaskan With-holding diartikan sebagai tindakan untuk tidak
memberikan terapi baru walau ada indikasi penyakit baru, namun tindakan
yang sudah terlanjur diberikan tidak dihentikan
Konsekuensi :
d) Tenaga medis aman dari proses hukum
e) Klien memahami tujuan pengobatan yang diberikan
f) Klien memahami bahwa tindakan sesuai dengan procedure dan
peraturan rumah sakit
g) Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya
d. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :
Pada kasus di atas dokter, perawat dan keluarga adalah pihak-pihak yang
membuat keputusan, karena mereka berperan dalam derajat kesehatan pasien
yang secara kuantitas mengerti keadaan klien. Perawat dan dokter membantu
keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu
mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang
dapat mengobservasi mengenai respon kontrol emosi dan mekanisme koping

17
klien, mengajarkan sistem dukungan dari keluarga serta sistem berduka
keluarga dan lain-lain.
e. Mendefinisikan kewajiban perawat
1) Memfasilitasi klien dalam manajemen ansietas yang sesuai
2) Membantu proses adaptasi klien terhadap penyakit.
3) Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien
4) Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan keyakinannya
5) Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif
terhadap masalah yang sedang dihadapi
6) Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.
f. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan
konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu
mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat
untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih
dahulu misalnya with holding atau with drawing untuk membantu
kelangsungan hidup klien. Dan perlu diperhatikan di dalam Kode Etik
Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor:
434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus
senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.”
Kemudian di dalam penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa
naluri yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah
mempertahankan hidupnya. Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter.
Dokter harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk
insani, berarti bahwa baik menurut agama dan undang-undang Negara,
maupun menurut Etika Kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan
mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman
tidak mungkin akan sembuh lagi.

18
BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien-pasien sakit berat yang mengandalkan bantuan ventilator dan alat-


alat penunjang hidup lainnya, seringkali membingungkan dokter yang
merawatnya. Dari sisi medis, pasien tidak ada harapan hidup karena hampir semua
organ vital tubuhnya sudah rusak. Namun di sisi lain, mencabut semua alat bantu
hidup dianggap sebagai tindakan “pembunuhan” yang tentunya bisa berbuntut
peluang penuntutan oleh keluarga pasien. Di luar itu, biaya perawatan ICU yang
tidak murah semakin membengkak dan bisa jadi keluarga pasien pun tak sanggup
menanggungnya.
Situasi tersebut seringkali dialami oleh dokter dan perawat yang bertugas
di ICU. End-of life decisions, atau keputusan untuk mengakhiri hidup pasien-
pasien yang tidak ada harapan hidup, dilihat dari pertimbanganetis dan medis,
menjadi pembuka acara Simposium Nasional ketiga yang diselenggarakan
Perhimpunan Kedokteran Emergensi Indonesia (PDEI). Acara berlangsung 26-27
Agutsus 2006 lalu di Hotel Milenium, Jakarta. Dijelaskan oleh Dr. Sun Sunatrio
SpAn-KIC, semua pasien kritis yang memiliki harapan hidup wajib masuk ICU.
Namun hanya ada empat kemungkinan bagi pasien yang masuk ICU: sembuh

19
(getting better), meninggal, mengalami mati batang otak (brain stem death),
atau dalam kondisi tidak ada harapan hidup dan sepenuhnya bergantung dengan
bantuan ventilator. “Pasien jenis terakhir inilah yang terkadang menjadi dilema
bagi dokter. Dari sisi penilaian medis, pemberian ventilator tidak akan bermanfaat,
hanya memperpanjang proses kematian.
Masalahnya di Indonesia, tambah dokter dari Departemen Anastesiologi
FKUI/RSCM ini, belum banyak dokter yang berani melakukan end-of-life
decision. Padahal, sudah ada fatwa IDI yang membolehkan hal itu. Ada beberapa
pilihan yang bisa dilakukan dokter terhadap pasien tanpa harapan hidup, yakni
with-holding atau with-drawing life supports, yakni penundaan atau penghentian
alat bantuan hidup.

Kedua tindakan ini bisa dilakukan pada pasien yang dalam kondisi
vegetatif (sindroma aplika atau mati sosial). Kondisi vegetatif bisa dijelaskan
secara medis bila terdapat kerusakan otak berat yang ireversibel pada pasien yang
tetap tidak sadar dan tidak responsive, tetapi pasien memiliki EEG aktif dan
beberapa refleks yang utuh. Pada pasien bisa saja terdapat daur antara sadar dan
tidur. “Ini harus dibedakan dari mati serebral yang EEG-nya tenang atau dari mati
batang otak (MBO), di mana tidak ada refleks saraf otak dan napas spontan” .
Meski sebagian masyarakat masih sulit menerima, namun pasien yang sudah mati
batang otak, dari sisi medis dinyatakan sudah meninggal. Normalnya, ventilator
secara otomatis akan dilepaskan dari pasien dan jantung akan berhenti tidak lama
kemudian.
With-holding diartikan sebagai tindakan untuk tidak memberikan terapi
baru walau ada indikasi penyakit baru, namun tindakan yang sudah terlanjur
diberikan tidak dihentikan. Sedangkan with-drawing adalah menghentikan semua
terapi yang sudah diberikan kepada pasien sejak awal namun terbukti tidak
bermanfaat. “Jadi with-drawing lebih bersifat aktif dibandingkan with-holding
yang cenderung pasif dalam mengakhiri hidup pasien. With-drawing juga lebih
cepat menghasilkan kematian secara cepat dan pasti.”
Namun secara legal maupun moral, sebenarnya tidak ada perbedaan di
antara kedua tindakan tersebut. Tindakan ini berbeda dengan eutanasia yang

20
diartikan sebagai tindakan aktif dan langsung untuk mengakhiri kehidupan.
Sebagian besar negara termasuk Indonesia melarang tindakan eutanasia. “With-
holding maupun with-drawing dapat diterima dan dibenarkan bilamana
penanganan medis hanya memperpanjang proses kematian”
Yang tergolong life support yang bisa dihentikan adalah perawatan ICU,
CPR, alat pengontrol irama jantung, intubasi trakeal, ventilator, obat-obat
vasoaktif, total nutrisi parenteral, organ buatan, transfusi darah, serta monitoring
secara intensif. Di Indonesia, untuk pemberian antibiotik, nutrisi, dan cairan dasar
bahkan termasuk life support yang dihentikan.
Menurut Sunatrio sendiri lebih menganjurkan tindakan with-drawing
daripada with-holding. Alasannya, jika tindakan with-drawing tidak dilakukan,
maka ruang ICU akan dipenuhi oleh pasien yang sebenarnya tidak ada harapan
hidup. Dan jika hal ini dibiarkan justru akan melanggar empat prinsip-prinsip etik.
Keempat pelanggaran etik uang dimaksud adalah dari sisi manfaat buat
pasien. Selain itu, melanggar kewajiban untuk tidak menyiksa pasien dan
melanggar hak pasien. Dan terakhir dari sisi keadilan, maka akan melanggar hak
pasien lain. Artinya, pasien yang lebih memiliki harapan hidup seharusnya lebih
diprioritaskan. Dari segi finansial juga seharusnya biaya untuk perawatan yang
sia-sia bisa dialokasikan ke hal lain yang lebih berguna.
Sayangnya masih banyak dokter yang tidak berani melakukan tindakan
with-drawing maupun with-holding. Mungkin karena memberi kesan sengaja
membunuh. “Padahal yang dituju bukan mengakhiri nyawa pasien namun
menghentikan prosedur sulit yang sia-sia,” jelas Sunatrio yang merupakan pelopor
tindakan with-drawing. Ia mengaku sudah melakukan tindakan ini sejak 1986.
Di Indonesia sendiri sudah ada aturan untuk melakukan tindakan with-
holding dan with-drawing. Antara lain fatwa IDI tahun 1988 yang disempurnakan
tahun 1990 tentang penentuan mati dan eutanasia pasif. Dalam waktu dekat
bahkan akan keluar SK Menteri Kesehatan tentang mati dan with-holding/with-
drawing. Keputusan ini merupakan hasil diskusi dengan IDSAI, PKGDI, Perdici,
dan Organisasi Profesi Medis Klinis. Selain itu ada SK Direktur RSCM tahun
2006 tentang penentuan mati dan with-holding/with-drawing life support.

21
Menurut ketentuan baik fatwa IDI maupun SK Direktur RSCM, with-
drawing/with-holding adalah keputusan medis dan etis oleh sebuah tim yang
terdiri dari tiga orang dokter yang kompeten. Sebelum keputusan
penghentian/penundaan bantuan hidup dilaksanakan, tim dokter wajib
menjelaskan kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien dan keputusan tim
dokter. Dalam hal tidak dijumpai adanya keluarga pasien, maka harus diperoleh
persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit atau Komite Medis Rumah Sakit.
Dipaparkan oleh Prof. Dr. Sjamsuhidayat SpB, KBD, persoalan End-of-
life decisions sempat diteliti dalam studi di enam negara di Eropa, yang dimuat
dalam The Lancet, tahun 2003 lalu. Menurut pelaku studi, perkembangan ilmu
kedokteran yang sangat pesat menghasilkan kemungkinan perbaikan yang berarti
pada pasien sakit serius dan bisa memperpanjang usia hidup. Namun belakangan
ditemukan, bahwa memperpanjang hidup pasien tidak selalu menjadi tujuan
pengobatan yang diharapkan.
Studi ini menyimpulkan, kebanyakan keputusan medis dalam hal
mengakhiri hidup pasien, paling sering dilakukan pada pasien yang memang tidak
ada harapan hidup (sekarat/dying) di semua negara peserta studi. Dalam membuat
keputusan, pasien dan keluarganya kebanyakan dilibatkan.
Kesimpulan lain, keputusan medis yang dibuat untuk pasien-pasien kritis
pada akhirnya akan melibatkan pertimbangan dari sisi medis, etikal, psikologis,
dan aspek sosial. Petimbangan-pertimbangan ini, ditambah latar belakang hukum
di masing-masing negara, pada akhirnya menghasilkan keputusan medis tentang
end of life decisions, yang bisa melibatkan dokter, pasien dan keluarganya

22
BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang
melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa menyangkut
penentuan antara mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam menentukan
kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan
menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi
permasalah klien.
Dalam membuat keputusan terhadap masalah dilema etik, perawat dituntut
dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan
tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien. Pengambilan keputusan
yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa
nyaman dan mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan.

B. Saran
Sebagai mahasiswa perawat sebaiknya kita harus lebih jelas memahami
tentang permasalahan etik dalam praktik keperawatan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anney, Suraika. 2014. Pertimbangan Etik Dan Hukum Dalam Dunia Kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika

Blais, 2017. Ethical Issues In Nursing. New york : Press (padstow) Ltd.

Conny & Trisa, 2015. Ethics In Nursing. AUS : Macmillan Publ

Dalami, Etnas. 2014. Etika Keperawatan. Jakarta : TIM

Hendrik. 2014. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC

Suhaemi, Muhammad. 2016. Etika Keperawatan Aplikasi pada Praktik. Jakarta:


EGC

Tauren, 2015. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta :


EGC

24
25

Anda mungkin juga menyukai