Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama.
Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum
yang timbul.
Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.Menempatkan bayi didekat ibu pada
kamar yang sama (rawat gabung).
Memberikan kolustrum dan ASI saja.Menghindari susu botol dan “dot empeng”.
Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama
Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut dengan inisiasi menyusu dini (early
initiation) atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat
melakukan kontak kulit langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan.
Selain itu, dapat membangkitkan hubungan/ ikatan antara ibu dan bayi. Pemberian ASI seawal
mungkin lebih baik, jika memungkinkan paling sedikit 30 menit setelah lahir.
Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang
timbul
Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya
saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar.
Sebelum menyentuh puting susu, pastikan tangan ibu selalu bersih dan cuci tangan sebelum
menyusui. Kebersihan payudara paling tidak dilakukan minimal satu kali dalam sehari, dan tidak
diperkenankan mengoleskan krim, minyak, alkohol ataupun sabun pada puting susunya.
Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting. Semakin sering bayi
menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan, isapan
bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormon oksitosin yang
bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI.
Pemberian ASI tidak terlepas dengan teknik atau posisi ibu dalam menyusui.
Posisi ini baik dilakukan pada saat pertama kali atau ibu dalam keadaan lelah atau nyeri.
Posisi duduk
Pada saat pemberian ASI dengan posisi duduk dimaksudkan untuk memberikan topangan pada/
sandaran pada punggung ibu dalam posisi tegak lurus (90 derajat) terhadap pangkuannya. Posisi ini
dapat dilakukan dengan bersila di atas tempat tidur atau lantai, ataupun duduk di kursi.
Tidur telentang
Seperti halnya pada saat dilakukan inisiasi menyusu dini, maka posisi ini juga dapat dilakukan oleh
ibu. Posisi bayi berada di atas dada ibu diantara payudara ibu.
Tanda-tanda bayi bahwa telah berada pada posisi yang baik pada payudara antara lain:
4. Bayi akan melakukan hisapan lamban dan dalam, dan menelan ASInya.
5. Bayi terlihat senang dan tenang.Ibu tidak akan merasa nyeri pada daerah payudaranya.
Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi disusui sesuai dengan
keinginannya (on demand). Bayi dapat menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat
mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong dalam 2 jam.
Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh
pada rangsangan produksi berikutnya.
ASI dan kolustrum merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Kandungan dan komposisi ASI
sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada keadaan masing-masing. ASI dari ibu yang melahirkan
prematur sesuai dengan kebutuhan prematur dan juga sebaliknya ASI dari ibu yang melahirkan bayi
cukup bulan maka sesuai dengan kebutuhan bayi cukup bulan juga.
Menghindari susu botol dan “dot empeng”
Pemberian susu dengan botol dan kempengan dapat membuat bayi bingung puting dan menolak
menyusu atau hisapan bayi kurang baik. Hal ini disebabkan, mekanisme menghisap dari puting susu
ibu dengan botol jauh berbeda.
1.Mengajari ibu tanda-tanda bahaya. Ajarkan ibu jika melihat hal-hal berikut atau perhatikan bila
ada sesuatu yang tidak beres, sehingga ibu perlu menemui seorang bidan dengan segera.a.
Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba (melebihi haid biasa atau jika
perdarahan tersebut membasahi lebih dari 2 pembalut dalam waktu setengah jam, b.
f.demam, muntah, rasa sakit saat berkemih atau merasa tidak enak badan,
i.rasa sakit, warna merah, nyeri tekan, dan & atau pembengkakan pada kaki,
j.Merasa sedih merasa tidak mampu mengurus diri sendiri dan bayinya,
pasca
bersalin dan perilaku yang baik pada kondisidibawah ini
a.Pengeluran lokea setelah bersalin, rahim berusaha memulihkan keadaannya sendiridengan cara
membersihkan lapisan bagian luar dan membangun kembali lapisan barudari dalam. 'etika ia
menguras lapisan lama, kotoran tersebut akan keluar melalui !aginaseperti saat datang bulan.
karna dan konsistensi akan berubah seiring waktu. Jelaskan dan konsisistensi yang normal dari
lokea. #angat penting menjaga kebersihan, mengganti pembalut secara teratur, dan menjaga !
agina tetap kering dan bersih.
b.nyeri kelahiran pada fundus. Mulas terjadi karena rahim berkontraksi agar ia dapatkeadaan
sebelum hamil.kelain itu, dipengaruhi oleh pemberian obat-obatan dan prosesmenyusui ada
berapa hal yang dapat ibu lakukan untuk mengatasi rasa nyeri, antara lain
a.kompres es,
b.rendam duduk,
c.latihan kegel
a.rendam duduk,
urine
dan keringat. al ini terjadi pada minggu pertama pasca bersalin. Anjurkan ibu untuk tidak
menghambat proses ini. tetap minum air putihyang banyak, hindari menahan berkemih, kenakan
pakaian yang menyerap keringat , dll.
A.kompres hangat payudara dengan kain atau handuk yang dihangatkan, atau mandi air hangat,
b.jika bengkak, perah Asi secara manual sebelum memberikannya kepada bayi,
d.gunakan bh/bra yang baik,
e.jika perlu, minum parasetamol untuk mengurangi rasa sakitg.hubungan seksual. dapat
dilakukan pada minggu ke-2 sampai minggu ke-4 jika
tidak ada perdarahan dan luka episiotomi sudah sembuh. ntuk mengurangi rasa nyeri,gunakan
lubrikasi. Penetrasi penis harus hati-hati
Tujuan utama adalah membantu klien dan keluarga untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Discharge planning yang efektif juga menjamin perawatan yang berkelanjutan di saat keadaan yang
penuh dengan stress.
A. Rencana pulang yang dimulai pada saat pasien masuk rumah sakit dan secara periodik
diperbaiki mencapai tahap akhir dan segera dilaksanakan, Periksa apakah pasien/orang
terdekat telah mendapat instruksi tertulis atau instruksi verbal tentang penanganan, obat-
obatan dan aktivitas yang boleh dilakukan di rumah. Tanda dan gejala yang menunjukkan
perlunya kontak yang terus-menerus dengan pelayanan kesehatan perlu ditinjau.
Meskipun pasien telah dipulangkan, penting bagi pasien dan keluarga mengetahui apa yang telah
dilaksanakan dan bagaimana mereka dapat meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan
pasien. Selain itu, ringkasan pulang tersebut dapat disampaikan oleh perawat praktisi/perawat home
care dan mungkin dikirim ke dokter primer/dokter yang terlibat untuk dimasukkan dalam catatan
institusi untuk meningkatkan kesinambungan perawatan dengan kerja yang kontinu ke arah tujuan
dan pemantauan kebutuhan yang berubah (Doenges & Moorhouse: 126).
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan dan pengorganisasian data tentang klien. Ketika melakukan
pengkajian kepada klien, keluarga merupakan bagian dari unit perawatan. Klien dan keluarga harus
aktif dilibatkan dalam proses discharge agar transisi dari rumah sakit ke rumah dapat efektif.
a. Data Kesehatan
b. Data Pribadi
c. Pemberi Perawatan
d. Lingkungan
2. Diagnosa
Menurut Luverne & Barbara, 1988, perencanaan pemulangan pasien membutuhkan identifikasi
kebutuhan spesifik klien. Kelompok perawat berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik
untuk persiapan pulang klien, yang disingkat dengan METHOD, yaitu:
a. Medication (obat)
b. Environment (Lingkungan)
Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya aman. Pasien juga sebaiknya
memiliki fasilitas pelayanan yang dibutuhkan untuk kontinuitas perawatannya.
c. Treatrment (pengobatan)
Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah klien pulang, yang dilakukan
oleh klien atau anggota keluarga. Jika hal ini tidak memungkinkan, perencanaan harus dibuat
sehingga seseorang dapat berkunjung ke rumah untuk memberikan keterampilan perawatan.
Klien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana mempertahankan kesehatan. Termasuk
tanda dan gejala yang mengindikasikan kebutuhan pearwatan kesehatan tambahan.
e. Outpatient referral
Klien sebaiknya mengenal pelayanan dari rumah sakit atau agen komunitas lain yang dapat
meningkatan perawatan yang kontinu.
f. Diet
Klien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya. Ia sebaiknya mampu memilih diet
yang sesuai untuk dirinya.
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana pengajaran dan referral. Seluruh pengajaran yang
diberikan harus didokumentasikan pada catatan perawat dan ringkasan pulang (Discharge
summary). Instruksi tertulis diberikan kepada klien. Demonstrasi ulang menjadi harus memuaskan.
Klien dan pemberi perawatan harus memiliki keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang akan
digunakan di rumah.
Penyerahan home care dibuat sebelum klien pulang. Informasi tentang klien dan perawatannya
diberikan kepada agen tersebut. Seperti informasi tentang jenis pembedahan, pengobatan
(termasuk kebutuhan terapi cairan IV di rumah), status fisik dan mental klien, factor social yang
penting (misalnya kurangnya pemberi perawatan, atau tidak ada pemberi perawatan) dan
kebutuhan yang diharapkan oleh klien. Transportasi harus tersedia pada saat ini
5. Evaluasi
Evaluasi terhadap discharge planning adalah penting dalam membuat kerja proses discharge
planning. Perencanaan dan penyerahan harus diteliti dengan cermat untuk menjamin kualitas dan
pelayanan yang sesuai. Evaluasi berjalan terus-menerus dan membutuhkan revisi dan juga
perubahan.
Evaluasi lanjut dari proses pemulangan biasanya dilakukan seminggu setelah klien berada di rumah.
Ini dapat dilakukan melalui telepon, kuisioner atau kunjungan rumah (home visit).
a. Derajat penyakit
e. Komplikasi tambahan
f. Ketersediaan sumber-sumber
11. ANTICIPATORY GUIDANCE
“ANTICIPATORY GUIDANCE”
PENGERTIAN
Adalah pemberian bimbingan kepada orang tua untuk mengantisipasi hal-hal yang terjadi pada setia
p tingkat pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anakME
MBESARKAN ANAK
BIMBINGAN PADA ORANG TUA BERDASARKAN TAHAP TUMBANG ANAK
A. TAHUN PERTAMA
1.Enam Bulan Pertama
a.Memahami akan adanya proses penyesuaian orang tua dengan bayinya.
b.Mengajarkan perawatan infant dan membantu orang tua untuk memahami sebagaiindividu yang
mempunyai kebutuhan dan bagaimana bayi mengekspresikan apayang diinginkannya melalui menan
gis.
c.Menentramkan orang tua bahwa bayinya tidak akan menjadi manja dengan adanya perhatian yang
penuh selama 4-6 bulan pertama.
d.Menganjurkan orang tua untuk memahami jadwal dalam memenuhi kebutuhan bayi
e.Membantu orang tua untuk memahami kebutuhan bayi terhadap stimulasilingkungan.
f.Menyokong kesenangan orang tua dalam melihat pertumbuhan dan perkembangan bayinya.
g. Menyiapkan orang tua akan kebutuhan bayinya tentang rasa aman.
h.Menyiapkan orang tua untuk memulai memberikan makanan padat.
2.Enam Bulan Kedua
a.Menyiapka orang tua akan adanya ketakutan bayinya terhadap orang yang tidakdikenal
b.Menganjurkan orang tua untuk menghindarkan perpisahan yang lama dengan bayinya
c.Membimbing orang tua untuk disiplin karena makin meningkatnya mobilitas bayi
d.Menganjurkan kontak mata daripada hukuman badan sebagai suatu disiplin
e.Menganjurkan orang tua untuk lebih banyak perhatian bila bayinya berkelakuan baik daripada keti
ka menangis
f.Mengajurkan orang tua untuk meninggalkan bayinya dengan pengganti ibu yangsesuai
g.Mendiskusikan persiapan penyapihan
h.Menggali perasaan orang tua tentang pola tidur bayi.
B. USIA TOODLER
1.Usia 12-18 bulan
a.Menyiapkan orang tua untuk antisipasi adanya perubahan tingkah laku dari
b.Mengkaji kebiasaan makan dan secara bertahap penyapihan dari botol serta peningkatan asupan
makanan padatc. Menyediakan makanan selingan antara 2 waktu makan dengan rasa yangdisukaid.
Mengkaji pola tidur malam, kebiasaan memakai botol yang merupakan penyebab utama gigi berluba
ng
e.Mencegah bahaya yang dapat terjadi di rumah
f.Perlu ketentuan-ketentuan/disiplin dengan lembut untuk meminimalkan negativism,tempertantru
m serta penekanan akan kebutuhan yang positif dan disiplin yangsesuai
g.Perlunya mainan yang dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak
2.Usia 18-24 bulan
a.Menekankan pentingnya persahabatan dalam bermain
b. Menggali kebutuhan untuk menyiapkan kehadiran adik baru
c. Menekankan kebutuhan akan pengawasan terhadap kesehatan gigi dankebiasaan-kebiasaan penc
etus gigi berlubang
d. Mendiskusikan metode disiplin yang ada
e. Mendiskusikan kesiapan psikis dan fisik anak untuk toilet training
f. Mendiskusikan berkembangnya rasa takut anak
g. Menyiapkan orang tua akan adanya tanda regresi pada waktu mengalamistress
h.Mengkaji kemampuan anak untuk berpisah dengan orang tua
i.Memberi kesempatan orang tua untuk mengekspresikan kelelahan, frustasi dankejengkelan dalam
merawat anak usia toodler
3.Usia 24-36 bulan
a.Mendiskusikan pentingnya meniru dan kebutuhan anak untuk dilibatkan dalamkegiatan.
b. Mendiskusikan pendekatan yang dilakuakan dalm toilet training
c. Menekankan keunikan dari proses berfikir toodler terutama untuk bahasa yangdiungkapkan
d. Menekankan disiplin harus tetap terstruktur dengan benar dan nyata, hindarikebingungan dan sal
ah pengertian
e.Mendiskusikan adanya taman kanak-kanak atau play groupC. PRA SEKOLAH
1.Usia 3 tahun
a.Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam hubungan yangluas
b. Menekankan pentingnya batas-batas / peraturan-peraturan
c. Mengantisipasi perubahan perilaku agresif
d. Menganjurkan orang tua menawarkan anaknya alternative-alternatif pilihan pada saat anak bimba
ng
e.Perlunya perhatian ekstra
2.Usia 4 tahun
a.Perilaku lebih agresif termasuk aktivitas motorik dan bahasa
b. Menyiapkan meningkatnya rasa ingin tahu tentang seksual
c. Menekankan pentingnya batas-batas yang realistis
3.Usia 5 tahun
a.Menyiapkan anak memasuki lingkungan sekolah
b. Meyakinkan bahwa usia tersebut adalah periode tenang pada anak
D. USIA SEKOLAH
1.Usia 6 tahun
a.Bantu orang tua memahami kebutuhan mendorong anak berinteraksi dengan teman
b. Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik sepeda
c. Siapkan orang tua akan peningkatan interst anak ke luar rumah
d. Dorong orang tua untuk respek terhadap kebutuhan anak akan privacy danmenyiapkan kamar tid
ur yang berbeda
2.Usia 7-10 tahun
a.Menakankan untuk mendorong kebutuhan akan kemandirian
b. Tertarik beraktifitas diluar rumah
c. Siapkan orang tua untuk perubahan pada wanita pubertas
3.Usia 11-12 tahun
a.Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan tubuh
pubertas
b. Anak wanita pertumbuhan cepat
c. Sex education yang adekuat dan informasi yang adekuat.
4.PENDIDIKAN KESEHATAN
Sekolah merupakan salah satu lembaga yang berperan dalam pembentukan perilaku siswa.
Pembentukan perilaku siswa selain dibentuk di sekolah, yang paling utama menentukan adalah
lingkungan keluarga, sebelum nantinya siswa akan berinteraksi dengan masyarakat. Pembentukan
perilaku pada dasarnya dapat dibentuk dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat di mana
siswa itu berada. Pendidikan yang diperoleh di sekolah diharapkan mampu mengubah perilaku
siswa.
Perilaku siswa tetapi resiko atau akibat. Misalnya, mencuci tangan dengan benar seharusnya
dilakukan sebelum atau makan supaya kuman-kuman yang ada ditangan ikut mati sehingga siswa
akan terhindar dari sakit perut. Adanya resiko yang ditimbulkan oleh perilaku yang tidak sehat,
beberapa sekolah mulai membuat jadwal rutin kegiatan massal, misalnya gerakan cuci tangan
Contoh lain dari perilaku tidak sehat siswa baik di sekolah dan masyarakat yang saat ini masih
dicari solusi untuk bisa dicegah adalah kebiasaan merokok dan kebiasaan mengkonsumsi narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Menurut WHO dalam Johana. E. Prawitasari (2012: 204) angka
kematian akibat penyakit yang disebabkan karena kebiasaan merokok di Indonesia 417.948
kematian pertahun, atau 1.172 kematian per hari. Jumlah perokok yang banyak menempatkan
Kebiasaan merokok ini tidak hanya dilakukan orang tua dan dewasa, tetapi sudah menjamur di
kalangan anak-anak dan remaja baik SD, SMP, dan SMA. Kebiasaaan tidak sehat yang masih banyak
ditemukan pada siswa dan kurangnya pemahaman siswa akan resiko sebagai akibat dari perilaku
tidak sehat, guru dalam pelaksanaaanya diharapakan mampu mengembangkan kemampuan dan
watak siswa sesuai dengan fungsi pendidikan nasional. Fungsi pendidikan nasional sesuai dengan
pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam Abdullah Iid (2011: 60) “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”. Pembentukan perilaku siswa di sekolah dapat dilakukan melalui pembelajaran
pendidikan kesehatan sebagai bagian dari mata prlajaran penjasorkes yang mencakup materi-materi
diri untuk hidup sehat pada siswa memang tidak mudah, karena butuh niat dan kedisiplinan. Melalui
pendekatan perilaku (behaviorism) pendidikan kesehatan sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku menuju sehat dengan penerapan penguatan bila melakukan hidup sehat.
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, di mana perubahan tersebut
bukan sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula
seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya kesadaran dari
dalam individu, kelompok, atau masyarakat itu sendiri (Wahid Iqbal M&Nurul Chayatin, 2009: 9-10).
Sedangkan Menurut Erwin Setyo K (2012: 4-5) “Pendidikan kesehatan adalah proses membantu
seseorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat
dan orang lain untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara kesehatannya dan
tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik saja, tetapi juga
meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun non fisik) dalam rangka memelihara
dan meningkatkan kesehatan dengan penuh kesadaran”. Jadi Pendidikan kesehatan adalah proses
perubahan perilaku hidup sehat yang didasari atas kesadaran diri baik itu di dalam individu,
perubahan perilaku siswa di sekolah salah satunya diperoleh dari proses pembelajaran dalam
memiliki tujuan, begitu juga pendidikan kesehatan. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23
Tahun 1992 bahwa tujuan dari pendidikan kesehatan yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya
sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial, pendidikan kesehatan di semua program
kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayananan
kesehatan, maupun program kesehatan lainnya (Wahid Iqbal M&Nurul Chayatin, 2009: 9-10).
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi. Dimensi pendidikan
kesehatan
tersebut antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan dan aplikasinya, dan
dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Dimensi sasaran pendidikan terdiri dari tiga dimensi yaitu
pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu, pendidikan kelompok dengan sasaran
sasaran pendidikan kesehatan itu sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu: 1). Sasaran primer (Primary
Target) yaitu sasaran langsung pada masyarakat berupa segala upaya pendidikan/promosi
kesehatan. 2). Sasaran sekunder (Secondary Target), lebih ditujukan pada tokoh masyarakat dengan
masyarakatnya secara lebih luas. 3). Sasaran tersier (Tersiery Target), sasaran ditujukan pada
pembuat keputusan/penentu kebijakan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah dengan tujuan
keputusan yang diambil dari kelompok ini akan berdampak kepada perilaku kelompok sasaran
sekunder yang kemudian pada kelompok primer. Dimensi tempat pelaksanaan dan aplikasinya
dapat dilihat berdasarkan tempat pelaksanaan sehingga dengan sendirinya sasaran pendidikan
kesehatan berbeda. Dimensi pendidikan kesehatan yang ketiga yaitu tingkat pelayanan kesehatan.
umum dan khusus ( General and Specific Protection), dan diagnosis dini dan pengobatan segera atau
adekuat (Early Diagnosis and Prompt Treatment) (Erwin Setyo K, 2012: 9).
Dimensi-dimensi dengan sasaran individu, kelompok dan masyarakat yang dapat dilakukan
dengan penyuluhan baik secara teori maupun praktik. Sasaran pendidikan kesehatan yang meliputi
seluruh lapisan masyarakat harus mampu mengubah masyarakatnya menjadi masyarakat sehat baik
secara fisik, psikis, sosial, dan ekonomi. Siswa sebagai bagian dari masyarakat yang tergolong
sasaran primer menjadi perhatian khusus agar perilaku sehat dapat tertanam sejak dini.
Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku. Berbicara proses berarti
memerlukan waktu untuk mencapainya, meskipun ada beberapa yang dapat melakukan proses
tersebut secara instan atau cepat. Proses mendidik sebenarnya sudah dilakukan sejak kita masih
bayi dan akan berlanjut sampai tua. Oleh karena itu, muncul pepatah pendidikan sepanjang hayat.
Selama masih hidup maka selama itu pula manusia itu belajar. Lingkungan yang berperan pertama
dalam mendidik adalah keluarga terutama orang tua, tetapi tidak semua orang tua berhasil mendidik
anak untuk selalu bersikap dan bertingkah laku secara benar. Menurut Hergenhahn, B&Olson, H
(2008: 87) mengarahkan kehidupan anak adalah sulit, orang tua yang hendak mengarahkan anaknya
berikut 1). Memutuskan karakteristik personalitas yang diharapkan akan dimiliki oleh anak saat
dewasa nanti, 2). Mendefinisikan tujuan itu dalam term behaviorai, 3). Memberi penghargaan atau
imbalan (reward) untuk perilaku yang bersesuaian dengan tujuan, 4). Menciptakan konsistensi
dengan cara menata aspek-aspek utama dari lingkungan anak sedemikian rupa sehingga aspek
dianggap penting. Pendapat di atas sesuai dengan kenyataan di lapangan terutama yang
memahami pentingnya hidup sehat dan bagaimana cara hidup sehat yang benar. Misalnya, merokok
itu yang merupakan salah satu perilaku hidup yang tidak sehat, tetapi orang tua merokok di depan
anak-anaknya. Hal tersebut sudah tidak mendidik anak untuk beperilaku sehat, sehingga anak
mengikuti kebiasaan merokok orang tuanya tersebut. Apabila lingkungan keluarga kurang berperan
dalam pembentukan perilaku hidup sehat, maka sekolah yang harus bisa berperan untuk
setelah keluarga adalah sekolah, dimana guru berperan untuk mendidik siswa agar tertanam
perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan jasmani kesehatan dan olahraga
dalam hal ini yang memuat materi tentang pendidikan kesehatan, baik
di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Umum
(SMU). Materi pendidikan kesehatan mencakup kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan
(lingkungan fisik dan lingkungan sosial).Menurut Waryono (2013: 1-9) materi pendidikan
kesehatan untuk SD yaitu, pertama kebersihan atau kesehatan diri sendiri yang meliputi kebersihan
mulut dan gigi, kesehatan kulit, kebersihan kuku, kebersihan rambut, kebersihan hidung, kebersihan
telinga, kesehatan mata, memelihara pakaian yang bersih. Kedua, kesehatan lingkungan terdiri
dari kebersihan lingkungan rumah dan kebersihan lingkungan sekolah, dan materi pendidikan
kesehatan yang ketiga adalah makan makanan yang sehat.Penanaman perilaku hidup sehat dengan
melihat materi tersebut memang sudah ditanamkan sejak SD, tetapi masih banyak siswa yang belum
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pendidikan kesehatan untuk sekolah lanjutan
mengarah pada kesehatan reproduksi dan pola hidup sehat. Siswa SMP dan SMA hampir semuanya
sudah pubertas atau dewasa sehingga perlu mengetahui tentang mengapa perlu merawat kesehatan
reproduksi. Pola hidup sehat siswa ditekankan pada pola hidup tidak sehat seperti kebiasaan
dan kesehatan bukan satunya-satunya sarana yang ada di sekolah untuk mengubah perilaku siswa
untuk hidup bersih. Unit Kesehatan Sekolah (UKS) yang ada di sekolah sebaiknya dimanfaatkan,
karena tujuan dari didirikannya UKS sebagai wadah untuk meningkatkan kemampuan hidup peserta
didik di lingkungan sekolah. Sasaran dari UKS adalah siswa (SD/MI, SMP/MTS, SMA/Madrasah),
UKS sebagai sarana di sekolah untuk membantu siswa dalam mengubah perilaku siswa, karena ruang
lingkup UKS ada tiga yaitu pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan
kesehatan sebagai bagian yang utama, karena dalam pendidikan kesehatan tersebut mencakup
kebersihan dan kesehatan pribadi yang bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa mengenai
masalah kebersihan pribadi, kesehatan keluarga dan kesehatan masyarakat, merubah sikap mental
ke arah positif dengan mencintai kebersihan, berbuat dan mencintai perilaku hidup bersih dan sehat.
Tujuan terakhir yaitu meningkatkan keterampilan hidup bersih dan sehat untuk dirinya sendiri,
mencakup bagaimana siswa mampu membiasakan hidup sehat. Membiasakan hidup sehat memang
butuh waktu.Waktu selama 12 tahun yaitu selama siswa sekolah dasar menempuh pembelajaran
selama enam tahun, selanjutnya tiga tahun di sekolah menengah pertama, dan tiga tahun di sekolah
menengah atas, seharusnya sudah mampu merubah kebiasaan hidup sehat siswa. Siswa SD, SMP,
dan.SMA sudah dibekali dengan pendidikan kesehatan, baik melalui mata pelajaran pedidikan
jasmani kesehatan dan olahraga, maupun kegiatan-kegiatan yang terkait dengan UKS. Perilaku siswa
untuk hidup sehat, dipengaruhi banyak faktor.Menurut Wahid Iqbal M& Nurul Chayatin. (2009:
366-369) perilaku untuk hidup sehat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal antara lain keturunan dan motif. Keturunan atau genetik, perilaku seseorang yang berasal
dari keluarga, sedangkan motif adalah perubahan perilaku yang disebabkan karena ada unsur
dorongan atau motif tertentu. Perilaku seseorang biasanya dilandasi adanya motif untuk memenuhi
kebutuhan hidup. kebutuhan hidup dasar manusia antara lain: kebutuhan biologis, kebutuhan sosial,
kebutuhan rasa cinta, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
Faktor eksternal yang mempengaruhi perubahan perilaku mencakup unsur-unsur antara lain,
seseorang untuk berbuat sesuatu. Apabila pendidikan kesehatan diberikan secara benar akan
siswa dapat dilakukan melalui teori, praktik dan pengamatan selama di sekolah. Teori dilakukan saat
proses pembelajaran, praktik dapat dilaksanakan secara langsug dengan disisipkan saat
cara pengamatan dari perilaku siswa di sekolah dalam melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat. Guru sebaiknya memberikan pendidikan kesehatan tidak menunggu siswanya melakukan
kesalahan
atau melakukan tindakan negatif. Misalnya siswa melakukan kesalahan dengan merokok di sekolah,
guru baru memberikan teguran dan menjelaskan akibat negatif dari rokok. Hal tersebut sebaiknya
diminimalisir, dengan cara guru memberikan pemahaman dulu bahwa rokok itu berakibat negatif
terhadap tubuh. Hal tersebut merupakan salah satu kesalahan yang sering dilakukan guru.
Menurut E. Mulyasa, (2008: 20-30) tujuh kesalahan yang sering dilakukan pendidik atau guru dalam
Beberapa kesalahan tersebut sebaiknya menjadi intropeksi semua guru sehingga penanaman
perilaku hidup sehat pada siswa melalui pendidikan kesehatan dapat mengubah perilaku siswa yang
tadinya tidak sehat menjadi sehat. Hasil Penelitian Clark dan Peterson dalam Johana. E. Prawitasari
(2012: 10), mengemukakan bahwa guru akan mengambil keputusan penting dalam mengajar setiap
dua menit. Keputusan tersebut sangat penting karena berdampak signifikan pada pembelajaran,
perkembangan, dan pencapaian keberhasilan jangka panjang peserta didiknya. Hasil penelitian
tersebut memberikan masukan bahwa guru sebaiknya berperilaku yang mendidik siswanya untuk
senantiasa berperilaku hidup sehat. Cara penyampaian materi, dalam memberikan penyuluhan
juga harus sesuai dengan perilaku hidup sehat. Guru ada model di sekolah, siswa kadang menjadikan
guru sebagai contoh dalam siswa berperilaku. Perilaku, apabila sudah menjadi kebiasaan
memang kadang susah untuk diubah, tetapi masih dapat diubah, meskipun membutuhkan waktu
yang lama. Menurut Wahid Iqbal M& Nurul Chayatin. (2009: 365) perilaku seseorang dapat diubah
dengan cara sebagai berikut: (1) Cognitive dissonance, yaitu adanya suatu gangguan keseimbangan
tentang kemantapan pengertian yang sudah dimiliki oleh seseorang. Gangguan keseimbangan ini
dapat dilihat dari perbedaan pandangan antara sesuatu yang lama dan penemuan yang baru
misalnya penyebab suatu penyakit, sehingga menyebabkan perubahan sikap dan perilakunya; (2)
Perubahan perilaku menurut Kelman dalam Wahid Iqbal M& Nurul Chayatin. (2009: 365) ada tiga
cara yaitu;
(a) terpaksa (compliance), perubahan perilaku yang dikarenakan ada penyebab dan
mendapatkan imbalan, pengakuan dari seseorang ataupun kelompok. perubahan perilaku karena
(b) Peniruan (Identification), individu mengubah perilakunya karena ingin disamakan dengan
seseorang yang dikaguminya. Guru kadang dijadikan suatu model atau objek oleh siswa dalam
berperiaku sehari-hari, oleh karena itu guru harus menunjukkan sikap dan
(c). menghayati manfaatnya (Internalization), perubahan perilaku yang mendasar sehingga sulit
untuk diubah karena sudah menjadi bagian dalam hidup seseorang. Pemahaman tentang perilaku
dan bahwa perilaku seseorang itu bisa diubah sebaiknya dimilki oleh setiap guru dan siswa itu
sendiri, bahkan setiap orang. Perilaku hidup sehat harus ditanamkan sedini mungkin.
Evaluasi
1. Tujuan asuhan kebidanan
1. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan
dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada : pencegahan, promosi kesehatan yang
bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif dan fleksibel, suportif, peduli;
bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan; asuhan berkesinambungan,
sesuai keinginan dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan.
3. Sebagai Profesi bidan mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang bidan menganut
filosofi yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahluk
bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani
yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
4. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap
individu berhak menentukan nasib sendiri dan mendapatkan informasi yang cukup dan
untuk berperan disegala aspek pemeliharaan kesehatan.
5. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia
subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
2).Koloborasi
Kolaborasi tim Kesehatan merupakan hubungan kerja yang pastimemiliki tanggung jawab bersama
psikiater, ahli gizi, farmasi, pendidik di bidang kesehatan, dan pekerja sosial.
pelayanan yang tepat, oleh tim kesehatan yang tepat, di waktu yang
tepat, serta di tempat yang tepat.Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu
keterampilan komunikasi yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan
pasien. Selain itu, kolaborasi tim kesehatan ini juga dapat meningkatkan
yang berbeda dan persepsi tentang komunikasi perawat-dokter dan kolaborasi dapat menyebabkan
saling pengertian yang lebih baik dan hubungan yang lebih efektif kolaboratif.
Dalam sistem pelayanan kesehatan juga dapat mencakup pelayanan dokter, pelayanan
secondary health care (pelayanan kesehatan tingkat kedua), dan juga tertiary health care
kesehatan pada tingkat primer atau strata satu adalah kolaborasi tim
kesehatan pada sebuah PUSKESMAS yang terdiri atas dokter umum, dokter gigi, perawat, dan bidan.
Maka dari itukolaborasi antar profesi sangat diperlukan untuk menunjang dan
Dalam pelaksanaa tugas tersebut, hal yang dilakukan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
adalah :
1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
membentuk Tim/Panitia yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di
wilayahnya.
Dalam kegiatan pembinaan dan pengawasan, bidan wajib melakukan hal-hal sesuai dengan
ketentuan yang ada, hal tersebut berupa:
1. Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh organisasi
profesi.
2. Angka kredit sebagaimana dimaksud kan dikumpulkan dari angka kegiatan pendidikan dan
kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang berhenti
melakukan praktik pada saran kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan tembusan kepada organisasi profesi.
Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud dapat diberikan paling banyak 3(tiga) kali dan
apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mencabut SIPB Bidan yang bersangkutan. Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis
(MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yaitu dengan ketentuan:
2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIPB.
3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan keberatan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Keputusan
diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan
tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan
mengenai pencabutan SIPB.
5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh, Pengadilan Tata
Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48
Undang undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.
Dalam kegiatan pencatatan, pelaporan, pembinaaan dan pengawasan praktik bidan tersebut,
Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan
tindakan administrative kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini. Tindakan administrative sebagaimana dimaksud
berupa :
c. pencabutan SIKB / SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun ; atau
4. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
a. Pengertian
1) Peserta didik dapat memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan, termasuk cara
hidup sehat dan teratur.
2) Peserta didik dapat memiliki nilai dan sikap yang positifterhadap prinsip hidup sehat.
3) Peserta didik dapat memiliki keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan
dengan pemeliharaan, pertolongan, dan perawatan kesehatan.
4) Peserta didik dapat memiliki kebiasaan dalam hidup sehari-hari yang sesuai dengan
syarat kesehatan.
5) Peserta didik dapat memiliki kemampuan untukmenalarkan perilaku hidup sehat dalam
kehidupan sehari-hari.
6) Peserta didik dapat memiliki pertumbuhan termasuk bertambahnya tinggi badan dan
berat badan yang seimbang.
7) Peserta didik dapat mengerti dan menerapkan prinsip—prinsip pengutamaan
pencegahan penyakit dalam kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam kehidupan
sehari-hari.
8) Peserta didik dapat memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dan luar.
9) Peserta didik dapat memiliki tingkat kesegaran jasmani dan derajat kesehatan yang
optimal serta mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit
a) Pastikan dalam tujuan yang telah dijabarkan sudah secara khusus dan jelas
mencantumkan waktu evaluasi, tempat pelaksanaan evaluasi, dan kelompok sasaran yang
akan dievaluasi.
b) Apa jenis indikator atau kriteria yang akan dipakai dalam penilaian.
c) Perlu dilihat kembali, apakah tujuan penyuluhan sudah sejalan dengan tujuan program.
d) Kegiatan-kegiatan penyuluhan apa yang akan dievaluasi.
e) Metode dan instrumen apa yang akan digunakan untuk evaluasi tersebut.
f) Siapa yang akan melaksanakan evaluasi.
g) Sarana-sarana apa (alat, biaya, tenaga, dan lain-lain) yang diperlukan untuk evaluasi,
dan tempat sarana tersebut diperoleh.
h) Apakah terdapat fasilitas dan kesempatan untuk mempersiapkan tenaga-tenaga yang
akan melaksanakan evaluasi tersebut.
i) Bagaimana rencana untuk memberikan umpan balik hasil evaluasi ini kepada para
pimpinan program.
9) Menyusun rencana kerja atau rencana pelaksanaan
Setelah menetapkan pokok-pokok kegiatan penyuluhan termasuk waktu, tempat, dan
pelaksanaan, buat jadwal pelaksanaannya yang dicantumkan dalam suatu daftar.
5) Penentuan Pesan, Pesan adalah informasi yang akan kita sampaikan kepada sasaran.
6) Penentuan Metode, biasanya mengacu pada penentuan tujuan yang ingin kita capat,
apakah pengubahan pada tingkat kognitif, afektif, psikomotor.
7) Penentuan Media, media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan penyuluhan
PKG kepada sasaran sehingga mudah dimengeri oleh sasaran/pihak yang dituju seperti buku,
poster leaflet, dll
9) Rencana kegiatan, rencana kegiatan disebut juga rencana operasional atau plan of
action. Rencana kegiatan ini disusun berdasarkan langkah-langkah yang telah dikumpulkan
dan semua potensi serta sumber daya yang ada dan dan masalah-masalah yang telah
ditemukan.
2) Strategi kebijakan atau penegakan menghasilkan kebijakan yang dapat dilaksanakan
melalui pengaturan legislatif, lembaga peraturan, ataupun pengaturan organisasi. Kebijakan
itu dirancang untuk mendukung perbaikan lingkungan rumah, sekolah, maupun lingkungan
kerja.
Dengan mengetahui bahwa komunikasi kesehatan dilibatkan dalam setiap strategi promosi
kesehatan, kita perlu mempertimbangkan beberapa sudut pandang komunikasi kesehatan ketika
memilih suatu pendekatan.