TEMA : GEOTHERMAL-HIDRO
Disusun Oleh:
Abstrak
Studi ini menyelidiki kegiatan magmatisme yang dikontrol oleh struktur pada reservoir geothermal di
Sulawesi Utara (Indonesia) menggunakan kombinasi data struktur geologi, geokimia air termasuk isotop, dan
penentuan geokimia serta permeabilitas. Integrasi semua data menghasilkan model hidraulik thermal yang dapat
memprediksikan sifat reservoar dan pengembangan yang dapat mendukungnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemetaan struktural, analisis bidang sesar, penentuan
fisikokimia di lapangan sifat air sumur dan mata air, pengukuran debit di sungai, analisis unsur mayor dan minor serta
isotop air dan batuan di laboratorium dilengkapi dengan penyelidikan permeabilitas batuan. Pemodelan sifat air
hidrokimia dilakukan menggunakan PHREEQC dan kemudian mengahasilka pemodelan termal-hidrolik.
Struktur tektonik hidrogeologis dan geotermal yang relevan di daerah vulkanik aktif ini termasuk kedalam
dua pola zona sesar, joint dan fracture pada skala yang berbeda. Munculnya beberapa mata air panas sebagian besar
dihubungkan oleh zona sesar sementara aliran fluida bawah permukaan dikontrol oleh kelurusan berarah NW-SE pada
wilayah studi oleh karena itu menyebabkan sifat hidrolik dan komposisi kimia sangat berbeda dari cairan. Ada dua
jenis cairan yang bisa secara kasar diklasifikasikan ke dalam air asam dan netral. Isotop menunjukkan asal meteorit
dari air tanah pada areal panas bumi. Elemen pelacakan variable Konsentrasi dipengaruhi oleh perbedaan dalam rezim
pelapukan dan kondisi ekuilibrium geokimia di akuifer.
Batuan utama pada daerah Lahendong adalah andesit dan breksia. Berdasarkan sayatan tipis dari singkapan
batuan di permukaan dan mata air menggunakan bor didapatkan adanya perbedaan tingkat alterasi. Suhu yang
didapatkan berdasarkan geotermometer berkisar antara 232 0C – 3410C.
Kompartementalisasi reservoir berasal dari analisis medan tegangan dari elemen tektonik yang dikombinasikan
dengan interpretasi hidrogeologi. Anomali suhu dan air sungai menunjukkan infiltrasi air permukaan ke dalam zona
sesar. Lapangan geotermal Lahendong dibagi menjadi dua sub-reservoir secara horizontal kurang permeabel dan pola
fraktur permeabel sejajar dengan arah struktur utama. Studi kami menunjukkan bahwa analisis geologi-struktural di
kombinasikan dengan penyelidikan hidrotermal dan geokimia adalah alat penting untuk karakterisasi reservoir
geothermal dan prediksi keberlanjutan eksploitasi energi panas bumi.
Kata kunci : Konduktivitas hidraulik patahan, permeabiliatas langsung, geokimiahidro, interaksi batuan dengan air,
sistem entalpi tinggi, Phreeqc, Geothermometer, validasi model, model hidraulik termal.
1. Pendahuluan Lokasi dan Geologi daerah Penelitan
Wilayah studi ini terletak di Lahendong, Sulawesi Utara - Indonesia. Cekungan
yang menjadi danau dan gunung berapi memberikan ciri topografi serta didominasi oleh
vegetasi yang melimpah. Di zona iklim tropis ini, suhu rata-rata 25,9 ° C tahun dan curah
hujan tahunan tetap sekitar 2.662 mm (DWD, 2012).
Lapangan geotermal Lahendong, milik P.T. Pertamina Geothermal Energy,
memiliki kapasitas produksi 80 MWe yang disediakan oleh 8.300 ton uap melalui 10 sumur
produksi. Sumur vertikal dan miring menyediakan uap langsung untuk digunakan oleh
pembangkit listrik dan air, yang diinjeksi kembali di batas Utara daerah tersebut. Lahan
produksi terletak di bawah Danau Linau dan sisi Gunung Lengkoan (Gbr. 1). Kedalaman
vertikal sejati yang dicapai oleh sumur produksi berkisar antara 1.460 dan 2.499 m, yang
sesuai dengan 605 m hingga 1.643 m di bawah permukaan laut (Brehme dkk., 2014).
Reservoir adalah sistem dua fase, Namun, bagian utara reservoar memiliki proporsi uap
yang lebih rendah dibandingkan dengan Selatan. Suhu dalam Reservoar entalpi tinggi ini
berkisar antara 200 ° C hingga 340 ° C.
Secara tektonik Sulawesi terletak di persimpangan tiga lempeng yakni, Eurasia,
Australia, dan Filipina, yang memiliki pergerakan lempeng berkisar antara 7,5 - 9
mm/tahun (Walpersdorf dkk., 1998). Pulau ini terdiri dari empat bagian yang berasal dari
berbagai komponen melalui proses subduksi dan sesar kompleks di sekitarnya.
Minahasa, semenanjung timur laut Sulawesi diputar searah jarum jam, sebelum
aktivitas vulkanik dimulai pada Plio-Pleistosen, sebagaimana diverifikasi oleh
penyelidikan paleomagnetic dan geophysical (Hamilton, 1979; Otofuji, Sasajima,
Nishimura, Dharma, & Hehuwat, 1981; Silver, McCaffrey, & Smith, 1983; Surmont dkk.,
1994) (Otofuji dkk., 1981; Surmont dkk., 1994; Hamilton, 1979; Silver dkk., 1983).
Proses-proses subduksi membentuk bagian Sulawesi ini. Satu gerakan subduksi
mendorong pulau ini menuju Barat, sementara Palung Sulawesi Utara mendorong dari
Utara.
Selama Miosen batuan vulkanik dan sedimen laut diendapkan di busur vulkanik
aktif utara. Sebuah kombinasi regresi dan akselerasi aktivitas gunung berapi menyebabkan
letusan Tondano (1,3 - 2 Ma tahun yang lalu), dan kemudian dilanjutkan oleh Letusan
Pangalombian selama akhir Pleistosene (Siahaan dkk., 2005). Jenis batuan sebagian besar
adalah andesit basaltik dan breksi vulkanik (Pre-Tondano series, ~ 2.19 Ma), tufs rhyo-
dacitic diselingi oleh diorit (seri Tondano, ~ 0.87 Ma) dan batu apung, tufa, breksi vulkanik
dan andesit basaltik (seri Paska-Tondano, (Koestono dkk., 2010; Utami dkk., 2004).
Gambar 1. Lokasi penelitian dan sumur. Sumur horizontal ditampilkan sebagai garis dan sumur vertikal
sebagai titik (Dari Brehme, dkk., 2014)
2. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemetaan struktural dan
analisis bidang sesar dengan fokus pada aliran fluida bawah permukaan. Kami mengukur
orientasi (strike dan dip) sesar dan bidang joints serta arah slip (ditunjukkan oleh
slickensides). Elemen yang relevan untuk menentukan aliran fluida bawah permukaan
adalah orientasi bidang, diskontinuitas dan joints, lokasi sumber air panas, dan komposisi
hidrogeokimia dari air tanah dari sumur dan sumber air panas.
Sifat fisikokimia diukur di tempat dengan instrumen genggam di permukaan sumur,
pada mata air panas, sungai dan danau (elemen yang diukur yaitu pH, suhu, dan
konduktivitas listrik. Pengukuran debit di sungai dan investigasi pada permeabilitas batuan
menunjukan jalur fluida yang mungkin mengalir dalam batuan dan patahan.
Akhirnya, pemodelan sifat hidrokimia air dilakukan dengan menggunakan
PHREEQC yang menunjukan kemungkinan fase mineralisasi (Parkhurst & Appelo, 2013).
Kondisi hidraulik termal dari sistem geotermal digambarkan oleh thermalhidrolik model
menggunakan Feflow (Diersch, 2013).
3. Hasil
3.1 Hydrotektonik
Berdasarkan penyelidikan hidrokimia lapangan panas bumi Lahendong dibagi
menjadi dua sub-reservoir yang terdiri dari air asam dan perairan netral. Air asin dengan
pH 3 merupakan karakterisasi reservoir asam di Utara dan pH moderat sekitar 4 - 7
dominan di Selatan (Gbr.2). Terjadinya kedua jenis air tersebut sangat berhubungan dengan
adanya hambatan aliran fluida di bawah permukaan, yang diakibatkan oleh adanya patahan
atau sesar. Di sisi lain permeabilitas zona sesar diamati oleh sifat infiltrasi air permukaan
dari anak sungai yang menunjukkan penurunan debit yang cukup besar saat melintasi
patahan. Suhu isolasi-defleksi sekitar patahan membuktikan adanya intrusi air dingin ke
bawah dari permukaan.
Observasi ini menghasilkan kesimpulan bahwa patahan dan fraktur bertindak baik
sebagai jalur atau penghalang dan karenanya mempengaruhi volume aliran fluida yang
berbeda ke reservoir menyebabkan adanya berbagai jenis air (Brehme dkk., 2014). Secara
detail hasil menunjukkan bahwa zona sesar mewakili hambatan aliran horizontal karena
penyegelan inti patahan serta jalur konduktif di zona kerusakan sub-paralel dengan adanya
sesar. Pengaturan fisik ini harus dipertimbangkan sebagai inti patahan karena dapat
menyebabkan 103 - 104 kali zona kurang permeabel di sekitar zona kerusakan (Evans dkk.,
1997; Faulkner dkk., 2003).
Sifat permeabilitas dari sesar di daerah Lahendong dipelajari dalam singkapan dan
manifestasi, di mana orientasi, lebar aperture dan kemungkinan penutupan oleh presipitasi
mineral dapat terlihat. Umumnya, dua tahap dasar sesar telah diidentifikasi di wilayah yang
diinginkann. Strike-slip yang relatif lebih tua berarah NE-SW dan dip antara 72° dan 81°
menuju SE. Riedel shears dan slickenside menunjukkan gerakan kiri-lateral. Pola sesar
kedua diidentifikasi dalam satu set N-S dan E-W yang merupakan sesar normal. Kisaran
dip antara 78° dan 88° menjadi ESE atau SSW. Kedua jenis patahan bertindak sebagai
penghalang dalam danau dan memiliki permeabilitas tertentu di sekitar inti sesar yang
paling jelas W dan SW pada Danau Linau (Brehme dkk., 2014).
Gambar 2. Model konseptual hidrotektonik yang menunjukkan kompartemen reservoir yang berbeda di
Lahendong (asam: warna hijau dan netral: warna biru) dan lokasi sampel.
3.2. Geohidrokimia
Database komprehensif yang ada terdiri dari analisis fluida dan batuan diselesaikan
dengan tambahan studi selama lapangan pada 2010–2012. Pola yang ada bisa dikonfirmasi
oleh cairan tambahan dan sampel batuan.
Database ini telah digunakan untuk memvalidasi dua model yang berjalan untuk
sistem panas bumi (hidrokimia dan termal). Tujuan model hidrokimia adalah memprediksi
kemungkinan mineral jenuh dan presipitasi mineral yang dihasilkan juga sebagai disolusi
menggunakan kode numerik PHREEQC. Rezim termal telah dievaluasi menggunakan
beberapa geothermometer.
Fitur hidrokimia dasar dalam sistem geothermal Lahendong adalah pembagiannya
yang jelas menjadi dua reservoir antara fluida asam dan netral seperti yang diamati dalam
sampel sumur dan air panas. Asal-usul air asam adalah kontak cairan dengan gas (H2S dan
CO2) yang berasal dari ruang magma tua, yaitu sumber panas hari ini di bawah Danau
Linau. Air netral sebagian besar diamati di dekat dari Danau Linau dengan arah timur laut
– barat daya. Ion utama dalam reservoar dan air panas adalah SO4 dan Cl. Di perairan air
panas, kandungan Cl jauh lebih rendah daripada tingkat yang diamati di reservoar, hal ini
mungkin dapat terjadi karena pengenceran air tanah dangkal. Konsentrasi SO4 sangat
berbeda karena reaksi kontinu dengan naiknya gas dan pengasaman selanjutnya (Brehme
dkk., 2014).
Untuk kedua jenis reservoar, batuan induk adalah breksi vulkanik yang terutama
terdiri dari fragmen batuan dan mineral yaitu kuarsa, plagioklas dan epidote yang tertanam
dalam matriks mikrokristalin. Fase mineral minor adalah klorit, pirit, lempung dan sulfat.
Mineral bervariasi berdasarkan jenis cairan yang ditampung karena proses disolusi dan
presipitasi. Model PHREEQC menunjukan fase lempung, klorit dan mineral sulfat (yaitu
pirit, alunit) di air panas dan air reservoar serta adanya tambahan fase besi-mineral (yaitu
hematit, siderit) yang jenuh dalam sampel air panas.
Perhitungan Na / K- dan Quartz-geothermometer telah dilakukan berdasarkan pada
sampel sumur dan air panas. Hasil terbaik telah diperoleh untuk sampel sumur asam,
menghitung 264 - 273° C dengan kesalahan maksimum 3 - 4% untuk suhu danau 0 - 16%
untuk suhu terukur maksimum. Sampel sumur netral menunjukkan suhu 220 - 336° C
(rentang kesalahan: 0 - 35%). Perhitungan geothermometer air panas menunjukkan suhu
maksimum 207 hingga 348° C dan suhu reservoir antara 158 dan 334 ° C untuk sumur
terdekat dalam rentang kesalahan yang sama (1 - 38%).
Kedua model telah diverifikasi menggunakan data yang diamati nyata dari ini dan
studi sebelumnya. Kesepakatan yang baik tercapai antara perhitungan fase mineral jenuh
dalam reservoir dan mineral alterasi yang diamati dalam sampel inti juga sebagai sampel
permukaan dan kejenuhannya. Suhu yang didapat oleh geothermometer menggunakan
sampel reservoir memberikan hasil terbaik. Variasi dalam sampel air panas
diinterpretasikan karena reaksi yang ditingkatkan dengan batuan sekitarnya selama upflow.
Brehme, M., Moeck, I., Kamah, Y., Zimmermann, G., & Sauter, M. (2014). A
hydrotectonic model of a geothermal reservoir
– A study in Lahendong, Indonesia. Geothermics, 51, 228–239.
Diersch, H.-J. (2014): Feflow Finite Element Modeling of Flow, Mass and Heat Transport
in Porous and Fractured Media,
Springer, pp 996.
DWD, Deutscher Wetterdienst 2007. Offenbach/Main, http://www.dwd.de/ (accessed
June, 2012).
Evans, J. P., Forster, C. B., & Goddard, J. V. (1997). Permeability of fault-related rocks,
and implications for hydraulic
structure of fault zones. Journal of Structural Geology, 19(11), 1393–1404.
Faulkner, D. ., Lewis, a. ., & Rutter, E. . (2003). On the internal structure and mechanics
of large strike-slip fault zones: field
observations of the Carboneras fault in southeastern Spain. Tectonophysics, 367(3-4), 235–
251.
Hamilton, W. B. (1979). Tectonics of the Indonesian Region (p. 345). U.S. Govt. Print.
Off. (Washington), 1078, 345p.
Koestono, H. (2010). Lahendong Geothermal Field , Indonesia : Geothermal model based
on wells LHD-23 and LHD-28.
Master-Thesis at University of Iceland.
Koestono, H., Siahaan, E. E., Silaban, M., & Franzson, H. (2010). Geothermal Model of
the Lahendong Geothermal Field ,
Indonesia. Proceedings World Geothermal Congress 2010, Bali, Indonesia, 25-29 April
2010.
Otofuji, Y., Sasajima, S., Nishimura, S., Dharma, A., & Hehuwat, F. (1981). Paleomagnetic
evidence for clockwise rotation
of the northern arm of Sulawesi, Indonesia. Earth and Planetary Science Letters, 54, 272–
280.
Parkhurst, D. L., & Appelo, C. A. J. (2013). Description of Input and Examples for
PHREEQC Version 3 - A Computer
Program for Speciation , Batch-Reaction , One-Dimensional Transport , and Inverse
Geochemical Calculations.
Modeling Techniques, book 6 (p. 497). U.S. Department of the Interior, U.S. Geological
Survey.
Siahaan, E. E., Soemarinda, S., Fauzi, A., Silitonga, T., Azimudin, T., & Raharjo, I. B.
(2005). Tectonism and Volcanism
Study in the Minahasa Compartment of the North Arm of Sulawesi Related to Lahendong
Geothermal Field, Indonesia.
Proceedings World Geothermal Congress 2005, Antalya, Turkey, 24-29 April 2005.
Silver, E. A., McCaffrey, R., & Smith, R. B. (1983). Collision, rotation, and the initiation
of subduction in the evolution of
Sulawesi, Indonesia. Journal of Geophysical Research, 88(B11), 9407–9418.
Surmont, J., Laj, C., Kissel, C., Rangin, C., Bellon, H., & Priadi, B. (1994). New
paleomagnetic constraints on the Cenozoic
tectonic evolution of the North Arm of Sulawesi, Indonesia. Earth and Planetary Science
Letters, 121, 629–638.
Utami, P., Siahaan, E. E., Azimudin, T., Browne, P. R. L., & Simmons, S. F. (2004).
Overview of the Lahendong geothermal
field, North Sulawesi, Indonesia: A progress report. Proceedings of the 26th NZ
Geothermal Workshop 2004 (pp. 1–6).
Walpersdorf, A., Vigny, C., Manurung, P., Subarya, C., & Sutisna, S. (1998). Determining
the Sula block kinematics in the
triple junction area in Indonesia by GPS. Geophysical Journal International, 135, 351–361.