Anda di halaman 1dari 238

/http://wawasankeislaman.blogspot.

com

‫تفسريالفاحتة وجزء عم‬


‫(من كتاب هداية اإلنسان بتفسري‬
)‫القرآن‬
Tafsir Al Fatihah dan
Juz Amma
(Dari Kitab Hidayatul Insan bi
Tafsiril Qur’an)
Penulis:

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I


(Semoga Allah mengampuninya, mengampuni kedua orang tuanya, keturunannya dan
kaum muslimin semua, Allahumma amin)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 1


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Mukadimah

            

                 

            

                 

      

Tidak ada kalimat yang pantas saya ucapkan selain Al Hamdulillahilladziy bini'matihi
tatimmush shaalihaat (segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya amal saleh menjadi
sempurna) karena berkat pertolongan-Nya, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya apa yang saya
rencanakan untuk menyusunnya ternyata terlaksana setelah memakan beberapa tahun1, falillahil
hamdu wal minnah.
Tafsir yang saya tulis ini, saya beri nama ―Hidayatul Insan bi tafsiril Qur’an‖ yang artinya
―Petunjuk bagi manusia dengan tafsir Al Qur‘an,‖ karena memang Al Qur‘an merupakan
hudallinnaas (petunjuk bagi manusia) secara umum, dan hudall lil muttaqiin (petunjuk bagi orang-
orang yang bertakwa) secara khusus. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita memahami lebih lanjut
kandungannya dan mentadabburi isinya karena dengan begitu akan semakin jelas jalan yang harus
kita tempuh dalam meniti hidup di dunia yang fana‘ ini menuju akhirat yang kekal abadi.
Pada kesempatan ini, saya hanya cantumkan tafsir Al Fatihah dan Juz Amma saja mengingat
bahwa surah-surah tersebut merupakan surah yang paling sering dibaca dalam shalat kita.
Dalam menyusun tafsir ini, kami banyak merujuk kepada kitab Tafsir Al Qur‘anil ‗Azhiim
(yang ditahdzib oleh beberapa ulama dengan nama ―Al Mishbahul Munir fii Tahdzib Tafsir Ibni
Katsir‖) karya Al Hafizh Ibnu Katsir, Taisirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiir Kalaamil Mannaan
karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa‘diy seorang Ahli Fiqh yang menjadi guru Syaikh

1
Kira-kira memakan waktu enam tahun (2 tahun selama tinggal di Bekasi dan 4 tahun selama tinggal di Jakarta).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 2


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
Muhammad bin Shalih Al ‗Utsaimin, serta terjemah Al Qur‘an yang diterbitkan oleh DEPAG2
Republik Indonesia3.
Demikian pula kami banyak merujuk kepada tafsir dua imam Jalal, yaitu Jalaluddin As
Suyuthi dan Jalaluddin Al Mahalliy karena ringkas dan padatnya tafsir tersebut dan kitab-kitab
tafsir lainnya. Namun karena dalam tafsir Al Jalaalain tersebut ada sedikit kekurangan dalam hal
‗Aqidah, maka untuk menutupinya kami merujuk kepada kitab Anwaarul Hilaalain fit Ta‘aqqubaat
‗alal Jalaalain karya Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais agar sesuai dengan ‗Aqidah As
Salafush Shaalih atau ‗Aqidah Ahluss Sunnah wal Jamaa‘ah. Sedangkan untuk Asbaabunnuzulnya,
maka kami merujuk kepada kitab Ash Shahihul Musnad Min Asbaabin Nuzul karya Al Muhaddits
Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi‘i.
Di dalam tafsir ini, kami juga mencantumkan judul pada ayat-ayatnya agar lebih dapat
dipahami maksudnya secara umum.
Untuk hadits-hadits di dalamnya, kami berusaha memilih hadits-hadits yang shahih atau
yang hasan saja dengan banyak merujuk kepada takhrij para muhaddits, baik yang dahulu maupun
yang sekarang yang kami ambil dari beberapa software yang kami miliki, seperti Al Mausuu’ah Al
Hadiitsiyyah Al Mushagghgharah (Memuat Shahihul Jaami‘, Dha‘iful Jaami‘ dan Faidhul Qadir),
Al Maktabatusy Syaamilah (beberapa versi), Mausuu’atu Ruwaathil Hadits, dan lainnya.
Kami berharap kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan seluruh nama-nama-Nya yang
indah dan semua sifat-sifat-Nya yang tinggi, dan karena Dialah yang satu-satunya dapat memenuhi
harapan; tidak selain-Nya, kepada-Nya kami bertawakkal dan kepada-Nya kami kembali, agar kitab
tafsir yang kami tulis ini dijadikan-Nya ikhlas karena mengharapkan keridhaan-Nya, menjadi amal
saleh kami yang memberatkan timbangan kami dan istri kami di akhirat, dan bermanfaat bagi
saudara kami kaum muslimin, aamiin Yaa Rabbal ‗aalamiin.
Rabbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii‘ul ‗aliim wa tub ‗alainaa innaka antat
Tawwabur Rahiim.

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I


Blog: http://wawasankeislaman.blogspot.com/
Telegram:
http://t.me/wawasan_muslim
Email: hadidimarwan@gmail.com

2
Untuk terjemah Al Qur‘an sudah disesuaikan dengan terjemah Al Qur‘an DEPAG yang sudah direvisi. Dalam hal ini
penulis dibantu oleh istri yang tercinta Nurlaila rahimahallah yang telah dipanggil menghadap Allah Azza wa Jalla
lebih dulu daripada penulis. Istriku membacakan kepadaku terjemah Al Qur‘an DEPAG yang sudah direvisi, sedangkan
penulis mengetiknya, semoga Allah mengampuninya, merahmatinya, menjaganya, memaafkannya, melindunginya dari
azab kubur dan azab neraka, Allahumma amin.
3
Kami juga menambahkan lagi tafsirnya dari Mukhtashar Tafsir Al Baghawi dan Aisarut Tafasir (karya Syaikh Abu
Bakar Al Jaza‘iriy), serta dari media telegram berbahasa Arab dengan nama Majalis Tadabbur, semoga Allah
memudahkan penyelesaiannya, aamin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 3


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Daftar Isi

Mukadimah……………………………………………………………………………………... 2
Daftar Isi...................................................................................................................................... 4
Tafsir Isti‘adzah……………………………………………………………………………….... 6
Tafsir Surah Al Faatihah……………………………………………………………………….. 9
Tafsir Surah An Naba‘…………………………………………………………………………. 26
Tafsir Surah An Naazi‘aat…………………………………………………………………….... 35
Tafsir Surah ‗Abasa…………………………………………………………………………….. 47
Tafsir Surah At Takwir………………………………………………………………………….. 56
Tafsir Surah Al Infithaar………………………………………………………………………. 64
Tafsir Surah Al Muthaffifin……………………………………………………………………. 69
Tafsir Surah Al Insyiqaaq……………………………………………………………………..... 80
Tafsir Surah Al Buruuj………………………………………………………………………….. 87
Tafsir Surah Ath Thaariq………………………………………………………………………... 97
Tafsir Surah Al A‘laa...……………………………………………………………………....... 101
Tafsir Surah Al Ghaasyiyah………………………………………………………………... ..... 110
Tafsir Surah Al Fajr……………………………………………………………………............. 117
Tafsir Surah Al Balad……………………………………………………………………..... 133
Tafsir Surah Asy Syams…………………………………………………………………….. 139
Tafsir Surah Al Lail…………………………………………………………………………. 143
Tafsir Surah Adh Dhuhaa………………………………………………………………........ 149
Tafsir Surah Al Insyirah………………………………………………………………........... 154
Tafsir Surah At Tiin……………………………………………………………………......... 157
Tafsir Surah Al ‗Alaq………………………………………………………………………... 160
Tafsir Surah Al Qadr………………………………………………………………………... 167
Tafsir Surah Al Bayyinah……………………………………………………………............. 175
Tafsir Surah Az Zalzalah…………………………………………………………………..... 180
Tafsir Surah Al ‗Aadiyat…………………………………………………………………….. 185
Tafsir Surah Al Qaari‘ah…………………………………………………………………...... 187
Tafsir Surah At Takaatsur…………………………………………………………………… 191
Tafsir Surah Al ‗Ashr………………………………………………………………………... 195
Tafsir Surah Al Humazah…………………………………………………………………….. 197
Tafsir Surah Al Fiil…………………………………………………………………………... 200
Tafsir Surah Quraisy………………………………………………………………………… 205

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 4


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
Tafsir Surah Al Maa‘uun……………………………………………………………………... 207
Tafsir Surah Al Kautsar……………………………………………………………………..... 210
Tafsir Surah Al Kaafiruun……………………………………………………………………. 213
Tafsir Surah An Nashr………………………………………………………………………... 216
Tafsir Surah Al Lahab………………………………………………………………………... 219
Tafsir Surah Al Ikhlash……………………………………………………………………….. 222
Tafsir Surah Al Falaq………………………………………………………………………….. 228
Tafsir Surah An Naas………………………………………………………………………..… 234

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 5


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Tafsir Isti’adzah
Sebelum membaca Al Qur‘an, kita diperintahkan membaca isti‘adzah, yaitu mengucapkan:

Artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,

        

―Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari
setan yang terkutuk.‖ (Qs. An Nahl: 98)
Maksudnya apabila kamu hendak membaca Al Qur‘an. Hal ini seperti pada ayat ―Idzaa
qumtum ilash shalaah…dst. (Qs. Al Maa‘idah: 6), maksudnya apabila kamu hendak mendirikan
shalat. Adapun dalil dalam hadits yang menunjukkan demikian salah satunya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa‘id Al Khudriy ia berkata, ―Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam apabila bangun malam, memulai shalatnya dan bertakbir, lalu mengucapkan:

―Mahasuci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu. Mahasuci nama-Mu, Mahatinggi


keagungan-Mu, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau.‖
Selanjutnya Beliau mengucapkan, ―Laailaahaillallah.‖ Sebanyak tiga kali. Lalu mengucapkan:

―Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang
terkutuk; dari cekiknya, kesombongan, dan syairnya.‖ (Diriwayatkan pula oleh pemilik kitab sunan
yang empat. Tirmidzi berkata, ―Ia merupakan hadits paling masyhur dalam bab ini.‖ Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi dan Shahih Ibnu Majah (804))
Al Hamz dalam hadits tersebut adalah mutah, yakni cekiknya atau penyakit gila yang
ditimpakannya, nafkh adalah kesombongannya, sedangkan nafts adalah syairnya sebagaimana
dikatakan ‗Amr; rawi hadits tersebut.
Jumhur ulama berpendapat bahwa isti‘adzah hukumnya sunah; tidak wajib. Ar Raaziy
menukilkan dari ‗Athaa‘ bin Abi Rabaah bahwa isti‘adzah wajib dibaca dalam shalat dan di luar
shalat setiap hendak membaca Al Qur‘an. Ar Raaziy berhujjah untuk ‗Atha‘ dengan zhahir ayat,
―Fasta‘idz,‖ dimana ia merupakan perintah yang zhahirnya adalah wajib, dan lagi karena Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam selalu merutinkannya, ia juga dapat menolak kejahatan setan,
sedangkan suatu kewajiban jika tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu yang
menyempurnakan itu menjadi wajib. Di samping itu, membaca isti‘adzah itu lebih hati-hati.
Ucapan, ―A‘uudzu billahi minasy syaithaanir rajiim,‖ dianggap cukup dalam beristi‘adzah.
Di antara rahasia isti‘adzah adalah membersihkan mulut yang sebelumnya dipenuhi laghw
(ucapan sia-sia) dan rafts (ucapan kotor), membuat mulut menjadi baik untuk membaca firman
Allah. Isti‘adzah juga merupakan permintaan pertolongan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
mengakui kekuasaan-Nya dan menyadari keadaan dirinya yang lemah untuk melawan musuh yang
nyata yaitu setan, dimana untuk menghadapinya hanya dengan pertolongan Allah Subhaanahu wa
Ta'aala saja.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 6


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
Makna ―A‘udzu billahi minasy syaithaanir rajiim‖ adalah aku berlindung kepada Allah dari
setan yang terkutuk agar dia (setan) tidak membahayakanku baik pada agamaku, duniaku, atau
menghalangiku dari mengerjakan perkara yang diperintahkan kepadaku, demikian pula agar dia
tidak mendorongku untuk mengerjakan perkara yang dilarang. Menurut Abu Bakar Al Jazairiy,
maksud isti‘adzah adalah aku berlindung kepada Allah Rabbku dari godaan setan yang terkutuk dari
mengacaukan bacaanku atau menyesatkanku sehingga aku binasa dan celaka. Dalam Tafsir Al
Muyassar disebutkan, bahwa Allah Ta‘ala memerintahkan setiap pembaca Al Qur‘anul ‗Azhim
untuk meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk sebagaimana firman-Nya,
―Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan
yang terkutuk.‖ (Terj. Qs. An Nahl: 98) adalah karena Al Qur‘anul Karim merupakan hidayah bagi
manusia dan obat terhadap penyakit hati, sedangkan setan adalah sebab keburukan dan kesesatan,
maka Allah memerintahkan setiap pembaca Al Qur‘an berlindung kepada-Nya dari setan yang
terkutuk, dari was-wasnya, dan golongannya.
Setan dalam bahasa Arab berasal dari kata ―syathana‖ yang artinya jauh, sehingga setan itu
artinya jauh dengan tabiatnya dari tabiat wajar manusia dan jauh dengan kefasikannya dari setiap
kebaikan. Ada pula yang berpendapat, bahwa ia berasal dari kata syaatha (terbakar), karena ia
dicipta dari api. Ada yang berpendapat, bahwa keduanya benar, namun pendapat pertama lebih
shahih.
Sibawaih berkata, ―Orang-orang Arab mengatakan, ―Tasyaithana fulaan‖ apabila orang
tersebut melakukan perbuatan setan. Kalau setan berasal dari kata syaatha, tentu mereka
mengatakan ―Tasyayyatha.‖
Dengan demikian, setan menurut pendapat yang shahih berasal dari kata syathana yang
berarti jauh. Oleh karena itulah, mereka menyebut setiap yang durhaka dari kalangan jin, manusia
maupun hewan dengan sebutan ―setan.‖
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,

             

           

―Dan demikianlah Kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia
dan (dan jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu (manusia).‖ (Qs. Al An‘aam: 112)
Adapun hewan bisa disebut setan adalah seperti pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, ―Akan memutuskan shalat, yaitu wanita, keledai dan anjing hitam.‖ Maka Abu Dzar
berkata, ―Wahai Rasulullah. Mengapa anjing hitam; tidak (anjing) merah atau kuning?‖ Beliau
menjawab, ―Anjing hitam adalah setan.‖ (HR. Muslim)
Adapun ―Rajiim‖ artinya marjuum, yaitu yang dirajam dan diusir dari kebaikan dan rahmat.
Keadaannya yang dirajam adalah seperti diterangkan dalam surat Ash Shaaffaat ayat 8:

         

―Setan-setan itu tidak dapat mendengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari
dari segala penjuru.‖
Ada pula yang berpendapat, bahwa rajim artinya raajim (yang melempar), karena ia
melemparkan was-was dan tipuan kepada manusia, namun pendapat pertama lebih masyhur dan
lebih shahih. (Lihat Al Mishbahul Munir th. 1421 H cet. Darus Salam hal. 17-19)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 7


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
Isti‘adzah di samping dianjurkan diucapkan ketika hendak membaca Al Qur‘an, demikian
juga dianjurkan diucapkan bagi seorang yang marah, atau seorang yang terlintas fikiran buruk di
benaknya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 8


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Fatihah (Pembuka)


4
Surah ke-1. Terdiri dari 7 ayat. Makkiyyah

4
Surat Al Faatihah (Pembukaan) yang diturunkan di Mekah dan terdiri dari 7 ayat ini adalah surat yang
pertama diturunkan secara lengkap di antara surat-surat yang ada dalam Al Quran. Surat ini diturunkan
setelah surat Al Muddatstsir. Surat ini disebut Al Faatihah (Pembukaan), karena dengan surat inilah dibuka
dan dimulainya Al Quran. Allah subhaanahu wa Ta'ala memulai kitab-Nya dengan surat ini, karena surat ini
menghimpun tujuan dan maksud Al Qur'an. Oleh karena itu, surat ini dinamakan Ummul Quran (induk Al
Quran) atau Ummul Kitaab (induk Al Kitab) karena dia merupakan induk dari semua isi Al Quran. Al Hasan
Al Basri berkata, "Sesungguhnya Allah menyimpan ilmu-ilmu yang ada dalam kitab-kitab terdahulu di
dalam Al Qur'an, kemudian Dia menyimpan ilmu-ilmu yang ada dalam Al Qur'an di dalam surat Al
Mufashshal (surat-surat yang agak pendek), dan Dia menyimpan ilmu-ilmu yang ada dalam surat Al
Mufashshal di dalam surat Al Fatihah. Oleh karena itu, barang siapa yang mengetahui tafsirnya, maka ia
seperti mengetahui tafsir semua kitab-kitab yang diturunkan." (Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Syu'abul
Iman). Mencakupnya isi surat Al Fatihah terhadap semua ilmu yang ada di dalam Al Qur'an diterangkan oleh
Az Zamakhsyari, yaitu karena di dalam Al Fatihah terdapat pujian bagi Allah yang sesuai, terdapat
peribadatan kepada-Nya, terdapat perintah dan larangan serta terdapat janji dan ancaman, sedangkan ayat-
ayat Al Qur'an tidak lepas dari semua ini. Dengan demikian, semua isi Al Qur'an merupakan penjelasan
lebih rinci terhadap masalah yang yang disebutkan secara garis besar dalam surat Al Fatihah. Ada pula yang
berpendapat, bahwa dinamakan Ummul Kitab karena ditulis pertama dalam mushaf dan pertama dibaca
dalam shalat, ini adalah pendapat Imam Bukhari di bagian awal kitab tafsir dalam kitab Shahihnya.
Surah Al Fatihah membicarakan tentang pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, akidah, ibadah, syariat,
keyakinan kepada hari Akhir dan beriman kepada nama Allah yang indah. Demikian pula mengesakan Allah
dalam beribadah, memohon pertolongan, dan dalam berdoa, serta mengharap kepada Allah dengan memohon
hidayah-Nya ke jalan yang lurus, memohon pula agar diteguhkan di atas keimanan dan mengikuti jalan
orang-orang yang saleh, serta menjauhi jalan orang-orang yang dimurkai dan yang sesat. Demikian pula
menceritakan tentang kisah orang-orang terdahulu, memperhatikan tempat orang-orang yang bahagia dan
tempat orang-orang yang sengsara, serta beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Nama lain surah Al Fatihah dan maknanya
Tentang nama lain surah Al Fatihah disebutkan dalam hadits riwayat Tirmidzi dan ia menshahihkannya dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, ―Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Al Hamdulillah (surat Al Fatihah) adalah Ummul Qur‘an, Ummul Kitab dan As Sab‘ul Matsani (tujuh ayat
yang diulang-ulang).‖ (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abi
Dawud (131))
Surah ini dinamakan pula ―Al Hamdu‖ dan ―Ash Shalaah‖ sebagaimana dalam hadits berikut:

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 9


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa shalat tanpa
membaca ummul Qur'an (Al Fatihah), maka shalatnya kurang, shalatnya kurang, dan tidak sempurna." Aku
(Abul ‗Ala) berkata, ―Aku berkata, "Wahai Abu Hurairah, aku terkadang shalat di belakang imam." Abu
Hurairah berkata, "Wahai Ibnul Farisi, bacalah dalam dirimu, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Allah Ta'ala berfirman, ―Aku membagi shalat (Al Fatihah) antara Aku dan
hamba-Ku menjadi dua bagian, separuhnya untuk-Ku dan separuhnya untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku
berhak mendapat apa yang ia minta. Jika seorang hamba membaca, Al Hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin, Allah
Tabaraka wa Ta'ala berfirman, ―Hamba-Ku memuji-Ku.‖ Jika hamba membaca, "Ar Rahmaanir Rahiim,"
Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "Hamba-Ku memujaku." Jika hamba membaca, "Maaliki yaumiddin, "
Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "HambaKu mengagungkanKu, dan ini untuk-Ku, sedangkan antara Aku
dan hamba-Ku, ―Iyyaaka na‘budu wa iyyaka nasta‘iin,‖ dan akhir surat untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku
berhak mendapatkan apa yang ia minta, ia membaca, ―Ihdinash shiraathal mustaqiim-Shiraathalladziina
an‘amta ‗alaihim ghairil maghdhuubi ‗alaihim waladh dhaalliin." (HR. Tirmidzi dan ia menghasankannya,
dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah no. 838)
Al Fatihah dalam hadits di atas dinamakan Ash Shalaah, karena diwajibkan membacanya di dalam shalat,
dan shalat tidak akan sah tanpanya.
Surat ini dinamakan pula As Sab'ul Matsaany (tujuh yang berulang-ulang) karena ayatnya ada tujuh dan
dibaca berulang-ulang dalam shalat. Di antara hikmah diulang-ulangnya surah ini dalam shalat adalah agar
terus hadir dalam pikiran seseorang bahwa Allah adalah Rabbul ‗alamin, Dia berhak mendapatkan pujian
dalam keadaan bagaimana pun, Dia juga yang berhak disembah; tidak selain-Nya, butuhnya seseorang
kepada hidayah-Nya dan taufiq-Nya dalam meniti hidup di dunia, dsb.
Surah ini disebut juga Ar Ruqyah berdasarkan hadits Abu Sa‘id berikut,

―Bahwa beberapa orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengadakan suatu perjalanan, ketika
mereka melewati salah satu perkampungan dari perkampungan Arab, orang-orang kampung tersebut tidak
menjamu mereka, ketika sikap mereka masih seperti itu, seorang pemimpin mereka terkena sengatan
kalajengking, lalu mereka pun berkata, "Apakah di antara kalian ada yang mempunyai obat, atau seorang
yang bisa meruqyah?" Lalu para sahabat Nabi berkata, "Sesungguhnya kalian tidak mau menjamu kami,
maka kami pun tidak akan melakukannya sehingga kalian memberikan imbalan kepada kami, " Akhirnya
mereka pun berjanji akan memberikan beberapa ekor kambing," lalu seorang sahabat Nabi membaca Ummul
Qur`an dan mengumpulkan ludahnya seraya meludahkan kepadanya hingga laki-laki itu sembuh, kemudian
orang-orang kampung itu memberikan kepada para sahabat Nabi beberapa ekor kambing." Namun sebagian
para sahabat Nabi berkata, "Kita tidak akan mengambilnya hingga kita bertanya kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tentang hal ini, " lalu mereka bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tentang pemberian itu hingga membuat Beliau tertawa. Beliau bersabda, "Dari mana kamu tahu bahwa surat
itu sebagai ruqyah? Ambillah pemberian tersebut dan berilah bagiannya untukku." (HR. Bukhari)
Nama lain surat ini juga adalah Al Qur'anul 'Azhiim dan Fatihatul kitab. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,

"Al Hamdulillahi Rabbil 'aalamin, ia adalah As Sab'ul Matsani dan Al Qur'anul 'Azhiim yang diberikan
kepadaku." (HR. Bukhari)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 10


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

"Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Surah Al Fatihah ini tergolong surah-surah Makkiyyah sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Qatadah dan
Abul ‗Aliyah berdasarkan firman Allah Ta‘ala,

       

―Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al
Quran yang agung.‖ (Qs. Al Hijr: 87)
Namun Mujahid berpendapat, bahwa surat Al Fatihah adalah Madaniyyah. Ada pula yang berpendapat,
bahwa surat Al Fatihah turun dua kali; di Mekkah dan di Madinah. Tetapi pendapat yang menyatakan bahwa
surat Al Fatihah turun di Mekkah lebih kuat berdasarkan ayat di surat Al Hijr di atas, sedangkan surat Al Hijr
adalah Makkiyyah.
Jumlah ayatnya berdasarkan ayat di atas adalah tujuh ayat tanpa ada lagi khilaf. Awal ayat menurut para
ulama yang berpendapat bahwa basmalah bagian dari Al Fatihah adalah Bismillahirrahmaanirrahim dan ayat
terakhirnya adalah Shiraathalladziina…dst. Sedangkan menurut ulama yang berpendapat bahwa basmalah
bukan bagian dari Al Fatihah, awal ayatnya adalah Alhamdulillahi Rabbil ‗alamin, dan ayat terakhirnya
Ghairil maghdhubi alaihim…dst.
Apakah basmalah (Bismillahirrahmaanirrahim) termasuk ayat surah Al Fatihah atau tidak?
Para sahabat membuka kitabullah dengan basmalah, dan para ulama sepakat bahwa basmalah termasuk
bagian ayat di surat An Naml: 30. Kemudian mereka berselisih, apakah basmalah merupakan ayat tersendiri
di awal setiap surat, atau di awal setiap surat ditulis basmalah di bagian awalnya atau basmalah merupakan
sebagian ayat dari setiap surah? Para qari‘ Mekah dan Kufah menguatkan, bahwa basmalah termasuk ayat
surat Al Fatihah dan surat-surat yang lain, namun para qari‘ Madinah, Bashrah dan Syam tidak
menganggapnya ayat baik dari surat Al Fatihah maupun surat yang lain, mereka mengatakan, bahwa
dituliskan basmalah adalah untuk memisahkan (antara surat-surat) dan untuk tabarruk (mengambil
keberkahan).
Dari kalangan sahabat yang berpendapat bahwa basmalah merupakan ayat dari setiap surat selain surat At
Taubah adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnuz Zubair, Abu Hurairah dan Ali radhiyallahu 'anhum, sedangkan
dari kalangan tabi‘in yang berpendapat demikian adalah ‗Atha‘, Thawus, Sa‘id bin Jubair, Makhul, Az
Zuhriy, dan pendapat ini dipegang pula oleh Abdullah bin Al Mubarak, Imam Syafi‘i, Ahmad dalam sebuah
riwayat darinya, Ishaq bin Rahawaih, dan Abu ‗Ubaid Al Qaasim bin Sallam rahimahumullah. Adapun
Imam Malik, Abu Hanifah dan kawan-kawan keduanya berpendapat, bahwa basmalah tidak termasuk ayat
Al Fatihah dan tidak pula termasuk ayat dari surat-surat yang lain. Dawud berpendapat, bahwa basmalah
merupakan ayat tersendiri di setiap surat, tetapi tidak termasuk ayat surat itu, dan ini adalah salah satu
riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.
Menurut madzhab Hafsh dari Ashim, bahwa basmalah bagian dari surat Al Fatihah dan setiap surat selain
surat Al Bara‘ah (At Taubah), dan setiap surah dipisah dengan basmalah selain Al Anfal dan At Taubah.
Dengan demikian, para ulama berselisih apakah basmalah (Bismillahirrahmaanirrahim) termasuk ayat surah
Al Fatihah atau tidak? Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ia termasuk Al Fatihah, dibaca dalam
shalat yang jahar (dikeraskan suaranya) dan berpendapat bahwa shalat tidak akan sah tanpa membaca
basmalah, karena ia termasuk Al Fatihah. Namun di antara mereka ada yang berpendapat, bahwa basmalah
tidak termasuk surah Al Fatihah, tetapi ayat tersendiri dalam Kitabullah, dan pendapat inilah yang dikuatkan
oleh Syaikh Ibnu ‗Utsaimin dalam Tafsir Juz ‗Ammanya.
Alasan Syaikh Ibnu ‗Utsaimin adalah hadits Abu Hurairah yang menerangkan bahwa Allah Subhaanahu wa
Ta'aala membagi shalat antara Dia dan hamba-Nya dua bagian; jika seorang hamba membaca, Al
Hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin,…dst.‖ Hal ini seperti nash yang menunjukkan bahwa basmalah tidak
termasuk Al Fatihah (karena basmalah tidak disebutkan). Demikian pula berdasarkan hadits Anas bin Malik
radhiyallahu 'anhu ia berkata,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 11


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

"Saya shalat di belakang Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman, maka mereka
memulai membaca dengan, 'Alhamdulillahi Rabbil ‗Alamin (Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam).'
Mereka tidak menyebutkan, ―Bismillahirrahmanirrahim‖ (dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang) pada awal bacaan, dan tidak pada akhirnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud tidak menyebutkan adalah tidak menjaharkan atau mengeraskan basmalahnya. Dipisahkan basmalah
dengan Al Fatihah dengan disirkan (dipelankan) basmalah dan dijaharkan Al Fatihah menunjukkan bahwa
basmalah tidak termasuk Al Fatihah.
Ini adalah alasan dari sisi nash, adapun dari sisi siyaq (susunannya) dari sisi maknanya menurut Syaikh Ibnu
‗Utsaimin adalah karena Al Fatihah merupakan tujuh ayat dengan kesepakatan ulama, dan jika kita hendak
membagi tujuh ayat atas temanya, maka kita akan dapatkan bahwa separuhnya adalah firman Allah Ta‘ala,
―Iyyaka na‘budu wa iyyaka nasta‘iin,‖ inilah ayat yang Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman tentangnya,
―Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian,‖ karena Al Hamdulillahi Rabbil
‗aalamiin adalah pertama, Ar Rahmaanirrahiim adalah kedua, Maaliki yaumiddin adalah ketiga, dan
semuanya hak Allah Subhaanahu wa Ta'aala, Iyyaaka na‘budu wa iyyaaka nasta‘iin adalah keempat, inilah
pertengahannya dan di sana terdapat dua bagian; bagian untuk Allah dan bagian untuk hamba-Nya, Ihdinash
shiraathal mustaqiim adalah untuk hamba, shirrathalladziina an‘amta ‗alaihim adalah untuk hamba, dan
ghairil maghdhuubi ‗alaihim waladh dhaalliiin adalah untuk hamba. Sehingga tiga ayat yang pertama untuk
Allah, tiga ayat terakhir adalah untuk hamba, sedangkan satu antara hamba dan Tuhannya, yaitu ayat
keempat yang pertengahan. Menurut Syaikh Ibnu ‗Utsaimin juga, dari sisi susunan lafaznya, jika kita
katakan, bahwa basmalah termasuk ayat Al Fatihah, maka ayat ketujuhnya berarti panjang seukuran dua
ayat, sedangkan sudah menjadi maklum bahwa kedekatan panjang dan pendeknya ayat itulah asalnya. Oleh
karena itu, menurutnya yang benar bahwa basmalah tidak termasuk surah Al Fatihah sebagaimana basmalah
juga tidak termasuk ayat dari surah-surah yang lain.
Tetapi menurut Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr dalam bukunya "Qathfuts tsamaril mustathaab fii
tafsiir Faatihatil Kitab", bahwa pendapat yang lebih tepat adalah, basmalah termasuk salah satu ayat dari
surat Al Fatihah. Alasannya adalah hadits Ummu Salamah yang menuturkan bagaimana cara Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al Fatihah,

              

 

Beliau membacanya ayat perayat, dan memberi jeda pada setiap ayatnya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi,
dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma‘aad berkata, ―Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam (dalam shalat) terkadang
menjaharkan Bismillahirrahmaanirrahim, namun mensirkannya lebih sering Beliau lakukan daripada
menjaharkannya.‖
Jumlah kata dalam surah Al Fatihah dan jumlah hurufnya
Para ulama mengatakan, bahwa jumlah katanya adalah 25 kata, sedangkan jumlah hurufnya ada 113 huruf.
Keutamaan surah Al Fatihah

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 12


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Dari Abu Sa'id bin Al Mu'alla ia berkata, "Suatu ketika saya sedang melaksanakan shalat, tiba-tiba
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggilku, namun saya tidak menjawab panggilannya hingga
shalatku selesai. Ketika aku datang, beliau pun bertanya, "Apa yang menghalangimu untuk mendatangiku?"
Saya menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya sedang shalat." Beliau bersabda, "Bukankah Allah
'azza wajalla telah berfirman, ―Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul
apabila Rasul menyeru kamu…dst.‖ (Qs. Al Anfaal: 24). Beliau bersabda lagi, "Sungguh, saya akan
mengajarimu satu surat paling agung yang terdapat di dalam Al Qur`an, atau dari Al Qur`an sebelum kamu
keluar dari Masjid." Abu Sa'id berkata, ―Kemudian Beliau memegang tanganku, dan saat Beliau hendak
keluar Masjid, aku pun berkata, "Wahai Rasulullah, engkau telah mengatakan 'Saya akan mengajarimu surat
yang paling agung yang terdapat di dalam Al Qur`an?‖ Beliau menjawab, "Benar. Yaitu Al Hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin (Segala puji bagi Allah, Rabb semesta Alam). Ia adalah As Sab'u Al Matsani, dan Al
Qur`an Al Azhim yang telah diwahyukan kepadaku." (HR. Ahmad, Bukhari, Abu Dawud, Nasa‘i dan Ibnu
Majah)
Imam Muslim dan Nasa‘i meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata,

―Ketika malaikat Jibril sedang duduk di samping Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba ia mendengar
suara (pintu dibuka) dari arah atas kepalanya, lalu malaikat Jibril mengangkat kepalanya dan berkata, "Itu
adalah suara salah satu pintu langit yang dibuka, sebelumnya ia belum pernah dibuka sama sekali kecuali
pada hari ini." Lalu keluarlah daripadanya malaikat. Jibril berkata, "Ini adalah malaikat yang hendak turun ke
bumi, sebelumnya ia belum pernah turun ke bumi sama sekali kecuali pada hari ini saja." Lalu ia memberi
salam dan berkata, "Bergembiralah atas dua cahaya yang diberikan kepadamu dan belum pernah diberikan
kepada seorang Nabi pun sebelummu, yaitu pembuka Al Kitab (surat Al Fatihah) dan penutup surat Al
Baqarah. Tidaklah kamu membaca satu huruf dari kedua surat itu kecuali pasti akan diberikan kepadamu."
Tentang keutamaan surat ini juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Maukah aku beritahukan kepadamu surat yang terbaik dalam Al Qur'an? Yaitu Al Hamdulillahi rabbil
'aalamin." (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 2592)

―Demi Allah yang jiwaku di Tangan-Nya. Tidak pernah diturunkan dalam kitab Taurat, Injil, Zabur, maupun
Al Qur‘an sebuah surat yang seperti dengan Al Fatihah. Ia adalah Sab‘ul Matsani yang Allah Azza wa Jalla
berikan kepadaku.‖ (Hr. Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim. Hakim berkata,
―Shahih sesuai syarat Muslim.‖ Dinyatakan hasan shahih oleh Imam Al Baghawi).
Wajibnya membaca surat Al Fatihah dalam semua shalat di setiap rakaat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Barang siapa shalat tanpa membaca ummul Qur'an (Al Fatihah), maka shalatnya kurang, shalatnya kurang,
dan tidak sempurna." (HR. Ahmad, Muslim dan empat orang dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahihul Jami‘ no. 6349)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 13


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

1-7: Surah Al Fatihah ini mencakup semua makna/kandungan dalam Al Qur’an dan
mengandung maksud-maksud Al Qur’an yang asasi (dasar) secara garis besar. Oleh karena
itulah dinamakan Ummul Kitab yang artinya induk Al Qur’an. Ayat 1-4 menerangkan
materi akidah dan memperkenalkan kita tentang Allah Azza wa Jalla, ayat 5 menerangkan
materi ibadah yang merupakan tujuan diciptakan kita diciptakan di dunia, dan ayat 6-7
menerangkan manhaj (jalan) yang harus ditempuh dalam hidup di dunia. Surat ini juga
mengajarkan kepada kita adab berdoa, yaitu mengawalinya dengan pujian dan sanjungan
bagi Allah Azza wa Jalla.

    

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang5.

"Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)." (HR. Bukhari dan Muslim)

―Tidak sah shalat yang tidak dibaca di dalamnya surat Al Fatihah.‖ (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
dalam kedua shahihnya, dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al A'zhamiy).
5
Maksudnya, "Saya memulai membaca surat Al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah sambil memohon
pertolongan kepada-Nya agar dapat membaca firman-Nya, memahami maknanya dan dapat mengambilnya
sebagai petunjuk." Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut nama Allah, seperti
berwudhu‘, mandi, makan, minum, menyembelih hewan, berburu, menaiki kendaraan, meruqyah, membaca
Al Qur'an di awal surat, masuk dan keluar masjid, mengunci pintu dan menutup wadah air, masuk dan keluar
rumah, menulis surat, pada saat dzikr pagi dan petang, berjima‘ dan sebagainya. Pengucapan basmalah ini di
antara tujuannya adalah untuk mengambil berkah dan agar pekerjaan yang dilakukan sempurna dan diterima.
Catatan:
Basmalah artinya mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahim, yang artinya dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Adapun tasmiyah, artinya mengucapkan Bismillah (artinya: dengan nama Allah).
Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika berwudhu' dan mandi adalah sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam:

ِ
"Tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah padanya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi,
dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika makan dan minum adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam,

"Wahai anak, sebutlah nama Allah. Makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang dekat
denganmu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika menyembelih hewan ada di surat Al An'aam: 121.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 14


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika berburu ada di surat Al Maa'idah: 4.


Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika menaiki kendaraan adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam kepada Jabir,

"Naikilah dengan nama Allah." (HR. Muslim)


Demikian juga berdasarkan hadits yang menyebutkan doa naik kendaraan.
Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika meruqyah adalah hadits Abu Sa'id berikut:

Dari Abu Sa'id, bahwa Jibril datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai
Muhammad, apakah engkau sakit?" Beliau menjawab, "Ya." Maka Jibril berdoa, "Dengan nama Allah, aku
meruqyahmu dari segala yang mengganggumu, dari kejahatan setiap jiwa atau mata yang dengki. Allah
yang menyembuhkanmu. Dengan nama Allah, aku meruqyahmu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika masuk dan keluar masjid adalah dalam doa masuk dan keluar
masjid berikut:
Doa Masuk Masjid

.
―Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan wajah-Nya Yang Mulia dan kekuasaan-Nya yang
abadi, dari setan yang terkutuk. [1] Dengan nama Allah dan semoga shalawat [2] dan salam tercurahkan
kepada Rasulullah [3] Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.‖ [4]
[1] HR. Abu Dawud, lihat Shahihul Jami‘ no. 4591.
[2] HR. Ibnus Sunni no.88, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani.
[3] HR. Abu Dawud, lihat Shahihul Jami‘ 1/528.
[4] HR. Muslim 1/494. Dalam Sunan Ibnu Majah, dari hadits Fathimah, ―Allahummagh fir li dzunubi
waftahli abwaba rahmatik,‖ Syaikh Al Albani menshahihkannya karena beberapa syahid. Lihat Shahih Ibnu
Majah 1/128-129.
Doa Keluar Masjid

.
―Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, sesungguhnya
aku minta kepada-Mu dari karunia-Mu. Ya Allah, peliharalah aku dari godaan setan yang terkutuk‖. (Lihat
takhrij sebelumnya, adapun tambahan: Allaahumma‘shimni minasy syai-thaanir rajim, adalah riwayat Ibnu
Majah. Lihat Shahih Ibnu Majah 129.)
Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika mengunci pintu dan menutup wadah air adalah:

"Apabila kegelapan malam mulai tiba atau kamu berada di sore hari, maka tahanlah anak-anakmu, karena
setan sedang bertebaran ketika itu. Jika telah berlalu sesaat dari malam, maka lepaslah mereka, dan tutuplah
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 15
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

pintu serta sebutlah nama Allah padanya, karena setan tidak akan membuka pintu yang tertutup. Ikat pula
geriba (tempat minum) kamu serta sebutlah nama Allah padanya. Tutupilah bejana kamu dan sebutlah nama
Allah padanya meskipun kamu hanya meletakkan sesuatu di atasnya, dan padamkanlah lampu-lampumu."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika masuk dan keluar rumah adalah hadits Anas bin Malik berikut,
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Apabila seseorang keluar dari rumahnya, lalu membaca, "Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada
Allah, tidak ada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah." Maka akan dikatakan ketika itu,
"Kamu diberi petunjuk, dicukupi, dan dipelihara. Setan juga akan menjauhinya, lalu setan lain berkata
kepada setan itu, "Bagaimana engkau dapat menguasai seseorang yang telah diberi petunjuk, dicukupi dan
dipelihara?" (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Dalil membaca basmalah (bismillahirrahmaanirrahim) ketika menulis surat ada di surat An Naml: 30,
demikian juga berdasarkan surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Raja Heraclius dan raja-raja
lainnya.
Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika dzikr pagi dan petang adalah hadits Utsman berikut, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Tidak ada seorang hamba yang mengucapkan di pagi dan sore menjelang malam, "Dengan nama Allah
yang tidak ada sesuatu pun yang bisa memberikan madharat (bahaya) bersama nama-Nya baik di langit
maupun di bumi, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Tiga kali, maka tidak ada sesuatu yang
akan membahayakannya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Dalil membaca tasmiyah (bismillah) ketika jima' adalah hadits Ibnu Abbas berikut, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Kalau sekiranya salah seorang di antara mereka ketika mendatangi istrinya mengucapkan, "Dengan nama
Allah. Ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan
kepada kami." Maka jika ditaqdirkan anak dari keduanya, niscaya setan tidak dapat membahayakannya
selama-lamanya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam membaca basmalah sebelum shalat,
karena shalat diawali takbir dan diakhiri dengan salam.
Keutamaan tasmiyah

Dari orang yang pernah dibonceng Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam, ia berkata, ―Aku pernah dibonceng
Beliau saar menunggang keledai, kemudian keledai itu tergelincir, maka aku berkata, "Celakalah setan, "
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku, "Janganlah kamu katakan ―Celakalah
setan,‖ karena jika kamu mengatakan celakalah setan, maka setan akan membesarkan dirinya dan berkata;
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 16
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    

2. Segala puji6 bagi Allah, Tuhan semesta alam7.

"Aku akan melawannya dengan kekuatanku, " Tetapi jika kamu membaca ―Bismillah,‖ maka setan akan
mengecil hingga lebih kecil dari seekor lalat." (HR. Ahmad, Al Haitsami dalam Al Majma‘ berkata,
―Diriwayatkan oleh Ahmad dengan beberapa sanad dan para perawinya adalah para perawi kitab shahih.‖)
Mengecilnya setan merupakan pengaruh dari keberkahan basmalah.
Allah adalah nama Dzat Yang Mahasuci, yang satu-satunya berhak disembah dengan sebenarnya disertai
rasa cinta, takut dan berharap kepada-Nya, Dzat yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tetapi makhluk
yang membutuhkan-Nya. Ada yang mengatakan, bahwa Allah adalah Al Ismul A‘zham (Nama Yang Paling
Agung), karena disifati dengan semua sifat, seperti dalam surat Al Hasyr: 22-24, dimana semua nama
merupakan sifat bagi-Nya, dan sebagaimana firman-Nya, ―Hanya milik Allah Asmaa-ul husna, maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaa-ul husna itu.‖ (Terj. Qs. Al A‘raaf: 180)
Ar Rahmaan (Maha Pemurah) adalah salah satu nama Allah yang memberikan pengertian bahwa Allah
memiliki rahmat (kasih-sayang) yang luas mengena kepada semua makhluk-Nya, sedangkan Ar Rahiim
artinya Allah Maha Penyayang kepada orang-orang mukmin. Al ‗Azramiy (sebagaimana disebutkan Ibnu
Jarir Ath Thabari) berkata, ―Ar Rahman adalah kepada semua makhluk. Ar Rahiim adalah kepada orang-
orang mukmin.‖ Kepada orang-orang mukmin itu diberikan-Nya rahmat yang mutlak, selain mereka hanya
memperperoleh sebagian daripadanya.
Ada pula yang mengatakan, bahwa Ar Rahman adalah Dzat Yang Memiliki rahmat yang luas, sedangkan Ar
Rahiim adalah Dzat yang menyampaikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Ar Rahmaan dan Ar Rahiim merupakan nama Allah yang menetapkan adanya sifat rahmah (sayang) bagi
Allah Ta'ala sesuai dengan kebesaran-Nya berbeda dengan orang-orang yang keliru yang menafsirkan
rahmat dengan "keinginan memberikan nikmat atau memberikan kebaikan."
Ar Rahman adalah nama yang khusus bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala saja sebagaimana firman-Nya di
surat Al Israa‘: 110. Oleh karena itu, ketika Musailamah Al Kadzdzab menamai dirinya dengan Rahmaanul
Yamaamah, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memakaikan pakaian kedustaan dan memasyhurkan dia
dengan kedustaan itu, sehingga ia tidaklah disebut selain Musailamah Al Kadzdzab (pendusta).
Wal hasil, bahwa di antara nama-nama Allah ada yang khusus bagi-Nya dan ada yang bisa juga selain-Nya
dinamai dengannya. Yang khusus bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala misalnya Allah, Ar Rahman, Al
Khaaliq, Ar Raaziq, dsb.
Makna basmalah adalah aku memulai membaca dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang sambil mengharap berkah dengan nama-Nya, serta memohon pertolongan kepada-Nya.
Faedah:
Jika seorang bertanya, ―Apa maksud pembacaan basmalah dari Allah untuk Diri-Nya?‖ Ada yang
berpendapat, bahwa maksudnya adalah mengajarkan kepada hamba bagaimana seharusnya mereka memulai
membaca sebagaimana di surah Al ‗Alaq: 1.
6
Alhamdu artinya segala puji, karena Alif dan Lam pada kata Al Hamdu adalah lil istighraaq (untuk
menyeluruh sehingga diartikan ―segala puji‖). Memuji dilakukan karena perbuatannya yang baik. Maka
memuji Allah berarti menyanjung-Nya karena perbuatan-Nya yang baik seperti melimpahkan karunia dan
berbuat adil, juga karena nama-nama-Nya yang indah, karena sifat-sifat-Nya yang sempurna dan Tinggi yang
tidak ada cacat sama sekali, dan karena nikmat-nikmat-Nya yang begitu banyak yang dilimpahkan-Nya
kepada makhluk-Nya baik nikmat yang berkaitan dengan agama maupun dunia. Allah Subhaanahu wa Ta‘ala
berhak mendapat pujian juga karena kebijaksanaan-Nya, baik pada firman-Nya, perbuatan-Nya, syariat yang
Dia tetapkan dalam agama-Nya, dan taqdir-Nya yang Dia tetapkan di alam semesta.
Syaikh Ibnu 'Utsaimin berkata, "Al Hamdu adalah menyifati yang dipuji dengan kesempurnaan disertai rasa
cinta dan pengagungan; baik kesempurnaan dzaat, sifat, maupun perbuatan-Nya." Dengan demikian dalam
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 17
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

memuji Allah Ta'ala harus disertai rasa cinta dan pengagungan serta ketundukan, karena jika tidak seperti ini
bukan merupakan pujian yang sempurna.
Kita menghadapkan segala puji bagi Allah adalah karena dari Allah sumber segala kebaikan yang kita
peroleh. Di dalam ayat ini mengandung perintah kepada semua hamba agar memuji Allah Ta'ala.
Lam pada kata ―Lillahi‖ menunjukkan istihqaq (keberhakan).
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa Allah Ta'ala berhak mendapatkan pujian sempurna dari segala sisi dan
dalam setiap keadaan. Oleh karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mendapatkan hal yang
menyenangkan mengucapkan "Al Hamdulillahilladziy bini'matihi tatimmush shaalihaat" (segala puji bagi
Allah yang dengan nikmat-Nya amal shalih menjadi sempurna), dan ketika Beliau memperoleh selain itu,
Beliau tetap mengucapkan "Al Hamdulillah 'alaa kulli haal" (segala puji bagi Allah dalam semua keadaan)
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah (3803) dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash
Shahiihah (265).
Said bin Jubair rahimahullah berkata, "Sesungguhnya orang-orang yang pertama dipanggil ke surga adalah
mereka yang senantiasa memuji Allah dalam setiap keadaan, atau mereka yang memuji Allah baik di saat
lapang maupun sempit." (Az Zuhd karya Ibnul Mubarak hal. 206)
Keutamaan Hamdalah (Al Hamdulillah)
Imam Tirmidzi, Nasa‘i, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ia berkata, ―Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Sebaik-baik dzikr adalah Laailaahaillallah dan sebaik-baik doa adalah Al Hamdulillah.‖ (Dihasankan oleh
Syaikh Al Albani, lihat Ash Shahiihah (1497), Al Misykaat (2306) dan At Ta‘liiqur Raghiib (2/229)).
Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu ia berkata, ―Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,

"Tidaklah Allah memberikan kenikmatan kepada seorang hamba, kemudian ia mengucapkan, "Segala puji
bagi Allah," kecuali apa yang diberikan itu lebih utama dari apa yang telah diterimanya." (HR. Ibnu Majah
dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Pendapat ulama salaf tentang kalimat hamdalah (Al Hamdulillah)
Umar radhiyallahu 'anhu pernah berkata kepada Ali radhiyallahu 'anhu, ketika itu kawan-kawannya berada di
dekatnya, ―Laailaahaillallah wa subhaanallah wallahu akbar telah kami ketahui, lalu apa Al Hamdu
lillahi?‖ Ali menjawab, ―Ia adalah kalimat yang Allah Ta‘ala cintai untuk Diri-Nya, Dia ridhai untuk Diri-
Nya, dan Dia suka jika diucapkan.‖
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata, ―Al Hamdulillah adalah kalimat syukur. Jika seorang hamba
mengucapkan ―Al Hamdulillah,‖ maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, ―Hamba-Ku telah bersyukur
kepada-Ku.‖ (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim)
7
Rabb (Tuhan) berarti Tuhan yang ditaati, Yang Memiliki, Mendidik, Mengurus dan Memelihara. Lafal
Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Allah, kecuali jika ada idhafat/sambungannya, seperti rabbud daar
(tuan rumah), dsb. Ada yang mengatakan, bahwa Ar Rabb adalah Al Ismul A‘zham (Nama Allah Yang
Agung).
Dalam ayat ini terdapat tauhid Rububiyyah, yakni menetapkan bahwa hanya Allah satu-satunya Pencipta,
Penguasa, Pengatur, Pemberi rezeki, dan Pemelihara alam semesta.
'Alamiin (semesta alam) artinya segala yang ada selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala atau apa saja yang
diciptakan Allah di dunia dan akhirat, alam bagian bawah maupun alam bagian atas; yang terdiri dari
berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam jin, alam malaikat, alam hewan, alam tumbuh-
tumbuhan, benda-benda mati, dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu, Dia-lah yang
menciptakan semua makhluk, yang mengurus urusan mereka, mengurus semua makhluk-Nya dengan
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 18
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.8

   

4. Yang menguasai9 hari Pembalasan10.

nikmat-nikmat-Nya dan mengurus para wali-Nya dengan iman dan amal yang shalih. Dengan demikian,
pemeliharaan Allah Ta'ala kepada alam semesta itu ada yang umum dan ada yang khusus. Yang umum
adalah diciptakan-Nya mereka, diberi-Nya rezeki, diberi-Nya mereka petunjuk kepada hal-hal yang
bermaslahat bagi mereka agar mereka dapat hidup di muka bumi, sedangkan yang khusus adalah dengan
dididik-Nya para wali-Nya dengan iman dan amal saleh atau diberi-Nya taufiq kepada setiap kebaikan dan
dihindarkan dari semua keburukan. Mungkin inilah rahasia mengapa doa yang diucapkan para nabi
kebanyakan menggunakan lafaz Rabb (seperti Rabbi atau Rabbanaa). Ayat ini menunjukkan bahwa hanya
Allah-lah Rabbul 'aalamin; yang menciptakan, mengatur, memberi rezeki, menguasai dan memiliki alam
semesta; tidak ada Rabb selain-Nya.
Ada yang mengatakan, bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah Subhaanahu wa Ta'aala disebut alam,
karena semuanya menunjukkan keberadaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala Penciptanya, dan menunjukkan
keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya.
8
Tentang makna Ar Rahmaan dan Ar Rahiim sudah diterangkan sebelumnya. Disebutkannya ayat ini setelah
"Al Hamdu lillahi Rabbil 'aalamiin" untuk memberitahukan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengurus
alam semesta ini tidak dengan menyiksa dan memaksa, bahkan atas dasar kasih-sayang-Nya. Menurut Al
Qurthubi, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati Diri-Nya dengan Ar Rahmaanir Rahiim setelah firman-
Nya ―Rabbil ‗aalamiin‖ termasuk ke dalam penggandengan targhib (dorongan) setelah tarhib (menakut-
nakuti) seperti firman-Nya, ―Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,--Dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat
pedih.‖ (Terj. Qs. Al Hijr: 49-50). Dalam kata Ar Rabb terdapat tarhib, sedangkan dalam kata Ar Rahmaanir
Rahiim terdapat targhib (dorongan). Penggandengan targhib dan tarhib sama seperti dalam hadits berikut:

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Seandainya orang mukmin
mengetahui siksa Allah Subhanahu wa Ta'ala, niscaya tidak ada seorang mukmin pun yang menginginkan
surga-Nya. Dan seandainya orang kafir itu mengetahui rahmat Allah, maka tidak ada seorang kafir pun yang
berputus asa untuk mengharapkan surga-Nya." (HR. Muslim)
9
Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim, berarti: pemilik. Ini adalah qiraat Ashim, Kisa‘i,
dan Ya‘qub. Dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja. Dihubungkannya
kepemilikan hari pembalasan kepada-Nya meskipun milik-Nya dunia dan akhirat, karena pada hari itu
kelihatan dengan jelas kekuasaan dan kepemilikan-Nya, dimana tidak ada seorang pun yang mendakwakan
sesuatu dan tidak ada yang berbicara kecuali dengan izin-Nya (lihat surat An Naba‘: 38, Thaahaa: 108-109,
dan Huud: 105), demikian pula semua kerajaan sirna, sehingga tidak ada kerajaan dan keputusan kecuali
milik-Nya (lihat QS. Al Furqan: 26). Pada hari itu antara raja-raja di dunia dengan rakyat adalah sama tidak
ada perbedaan, mereka tunduk kepada keagungan-Nya, menunggu pembalasan-Nya, mengharapkan pahala-
Nya dan takut terhadap siksa-Nya.
Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, Beliau bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 19


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    

5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah11, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan12.

"Allah menggenggam bumi dan melipat langit dengan Tangan kanan-Nya kemudian berfirman, ―Akulah
Raja, mana yang mengaku raja di bumi? ― (HR. Bukhari dan Muslim)
10
Yaumiddin artinya hari penghisaban makhluk atau hari yang di waktu itu masing-masing manusia
menerima pembalasan amalnya baik atau buruk. Yaumiddin disebut juga yaumul qiyaamah, yaumul hisaab,
yaumul jazaa' dan sebagainya. Dibacanya ayat ini oleh seorang muslim dalam setiap shalat untuk
mengingatkannya kepada hari akhir; hari dimana amalan diberikan balasan. Demikian juga mendorong
seorang muslim untuk beramal saleh dan menjauhi diri dari kemaksiatan. Disebutkan, bahwa seseorang
pernah mencaci-maki Umar bin Abdul Aziz, lalu ia menjawab, "Kalau bukan karena ada hari Kiamat, tentu
engkau kubalas. " (Natsrud Dur 1/285)
Dari ayat 1-4 dapat ditarikan banyak kesimpulan, di antaranya: Allah Ta‘ala menyukai pujian. Oleh karena
itu, Dia memuji Diri-Nya dan memerintahkan para hamba untuk memuji-Nya, dan Dia berhak memperoleh
segala pujian karena keadaan-Nya sebagai Rabbul alamin, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan yang
menguasai hari pembalasan, demikian juga karena beberapa alasan yang telah disebutkan sebelumnya (lihat
tafsir ayat Alhamdulillahi Rabbil ‗Alamin).
11
Na'budu diambil dari kata 'ibaadah yang artinya kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh
perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang berhak disembah, karena keyakinan bahwa Allah
mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya disertai rasa cinta, takut, dan berharap kepada-Nya.
Ditambahkan rasa cinta, karena landasan yang harus ada pada seseorang ketika beribadah itu ada tiga: rasa
cinta kepada Allah Ta‘ala, rasa takut dan tunduk kepada Allah Ta‘ala, dan rasa berharap. Oleh karena itu,
kecintaan saja yang tidak disertai dengan rasa takut dan kepatuhan, seperti cinta terhadap makanan dan harta,
tidaklah termasuk ibadah. Demikian pula rasa takut saja tanpa disertai dengan cinta, seperti takut kepada
binatang buas, maka itu tidak termasuk ibadah. Tetapi jika suatu perbuatan di dalamnya menyatu rasa takut
dan cinta maka itulah ibadah. Dan tidaklah ibadah itu ditujukan kecuali kepada Allah Ta'ala semata.
Dalam ayat ini terdapat dalil tidak bolehnya mengarahkan satu pun ibadah (seperti berdoa, ruku', sujud,
thawaf, istighatsah/meminta pertolongan, berkurban, dan bertawakkal) kepada selain Allah Ta'ala.
Disebutkan ibadah sebelum isti'anah (meminta pertolongan) adalah untuk mendahulukan hak Allah di atas
hamba-Nya.
Faedah didahulukan maf’ul (obyek) dan faedah iltifat (pengalihan)
Didahulukannya maf‘ul (obyek), yaitu kata ―Iyyaaka‖ (hanya kepada-Mu) dan diulanginya memberikan
faedah ihtimam dan hashr, yakni untuk diperhatikan dan untuk membatasi ibadah hanya kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala.
Sedangkan faedah adanya iltifat (pengalihan) dari kalimat yang susunannya gaib (k. ganti ketiga, seperti: dia,
mereka, dsb.) menjadi mukhathab (k. ganti orang kedua, seperti: kamu, engkau, kalian.) adalah karena ketika
seseorang memuji Allah, maka seakan-akan ia semakin dekat dan berada di hadapan-Nya. Oleh karena
itulah, ia mengatakan ―Iyyaaka na‘budu wa iyyaka nasta‘iin.‖
12
Nasta'iin (minta pertolongan), diambil dari kata isti'aanah yang artinya mengharapkan bantuan untuk dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri. Dalam ayat ini terdapat
obat terhadap penyakit ketergantungan kepada selain Allah Ta'ala, demikian juga obat terhadap penyakit
riya', 'ujub (bangga diri), dan sombong. Disebutkannya isti'anah kepada Allah Ta'ala setelah ibadah
memberikan pengertian bahwa seseorang tidak dapat menjalankan ibadah secara sempurna kecuali dengan
pertolongan Allah Ta'ala dan menyerahkan diri kepada-Nya, dan bahwa ibadah adalah maksud atau
tujuannya, sedangkan isti‘anah adalah wasilah(sarana) kepadanya.
Qatadah berkata tentang Iyyaka na‘budu wa iyyaaka nasta‘iin, ―Dia (Allah) memerintahkan kamu untuk
mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya dan agar kamu meminta pertolongan-Nya dalam semua urusan
kamu.‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 20


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   

6. Tunjukkanlah kami13 jalan yang lurus,

Inti makna ‗wa iyyaka nasta‘iin‘ adalah hanya kepada Engkau ya Allah kami meminta pertolongan untuk
dapat menaati-Mu dan dan untuk melakukan semua urusan kami.
Ayat ini menunjukkan lemahnya manusia mengurus dirinya sendiri sehingga diperintahkannya untuk
meminta pertolongan kepada-Nya. Dengan demikian, maksud Iyyaka na‘budu wa iyyaaka nasta‘iin adalah
hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami bertawakkal. Makna seperti ini sama seperti
yang disebutkan dalam surat Huud: 123, Al Mulk: 29, dan Al Muzzammil: 9.
Sebagian kaum salaf berkata, ―Al Fatihah adalah rahasia Al Qur‘an. Rahasianya adalah pada kalimat
―Iyyaaka na‘budu wa iyyaaka nasta‘iin‖ dimana yang pertama (Iyyaaka na‘budu) terdapat sikap berlepas
diri dari syirk, sedangkan pada yang kedua (wa iyyaka nasta‘iin) terdapat sikap berlepas diri dari
kemampuan dan kekuatan diri serta menyerahkannya kepada Allah ‗Azza wa Jalla.‖
Berdasarkan ayat ini juga bahwa beribadah dan meminta pertolongan kepada-Nya merupakan sarana
memperoleh kebahagiaan yang kekal dan terhindar dari keburukan.
Perlu diketahui, bahwa perbuatan dikatakan ibadah jika diambil dari sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dan diniatkan ikhlas karena Allah Ta'ala.
Demikian pula perlu diketahui, bahwa isti'anah (meminta pertolongan) terbagi dua:
- Isti‘anah Tafwidh, meminta pertolongan dengan menampakkan kehinaan, pasrah dan sikap harap. Hal ini
hanya boleh kepada Allah saja, syirik hukumnya jika mengarahkan kepada selain Allah.
- Isti‘anah Musyarakah, meminta pertolongan dalam arti meminta keikut-sertaan orang lain untuk turut
membantu, maka tidak mengapa kepada makhluk, namun dengan syarat dalam hal yang mereka mampu
membantunya.
Dalam ayat di atas juga, Allah Subhanahu wa Ta‘ala mengajarkan kepada kita bagaimana bertawassul

(menggunakan sarana) agar doa kita mustajab, yaitu memuji Allah, menyanjung-Nya, mengagungkan-Nya,

beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, serta hanya meminta

pertolongan kepada-Nya; tidak kepada selain-Nya. Inilah di antara adab berdoa. Dan dalam As Sunnah

diterangkan pula adabnya, yaitu menambah pula dengan bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa

sallam.

13
Ihdina (tunjukkanlah kami), dari kata hidayah yang artinya memberi petunjuk ke suatu jalan yang lurus
(irsyad). Yang dimaksud di ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja (yakni tidak hanya hidayah irsyad),
tetapi juga meminta diberi taufik (dibantu menempuh jalan yang lurus). Oleh karenanya kata ihdinaa
langsung dilanjutkan dengan shiraathal mustaqiim, tidak dipisah dengan kata "ilaa" (ke) yang berarti
"tunjukkanlah kami ke ….." karena ia meminta dua hidayah (irsyad dan taufiq). Oleh karena itu, arti ayat ini
adalah "Tunjukkanlah kami jalan yang lurus dan bantulah kami menempuh jalan itu serta teguhkanlah kami
di atasnya sampai kami berjumpa dengan-Mu."
Jalan yang lurus artinya jalan yang tidak bengkok, yaitu agama Islam; sebagai jalan yang dapat mengarah
kepada keridhaan Allah dan surga-Nya, jalan yang telah diterangkan oleh Rasul-Nya Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam, sehingga seseorang tidak dapat bahagia kecuali dengan istiqamah di atasnya.
Ibnu 'Abbas berkata tentang tafsir Ash Shirat (jalan), "Yaitu Islam."
Ibnu Mas'ud berkata, "Yaitu Al Qur'an."
Bakr bin Abdullah Al Muzanniy berkata, "Yaitu jalan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam."

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 21


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Sa‘id bin Jubair berkata, ―Jalan menuju surga.‖


Sahl bin Abdullah berkata, ―Jalan Ahlussunnah wal Jama‘ah.‖
Dalam ayat di atas terdapat dalil, bahwa jalan yang bisa mengantarkan seseorang kepada Allah dan surga-
Nya adalah jalan atau agama Islam, dan bahwa agama-agama selain Islam tidak dapat mengantarkan
pemeluknya menuju Allah dan surga-Nya.
Jika seseorang berkata, ―Bukankah di dunia saja, jika kita ingin ke sebuah tempat, maka kita bisa melalui
jalan mana saja yang bisa mengantarkan ke tempat tersebut?‖ Jawab, ―Ya. Itu jalan-jalan di dunia, karena
semua jalan itu tidak ditutup. Akan tetapi untuk menuju Allah dan surga-Nya, Dia telah menutup semua
jalan, dan hanya membuka satu jalan, yaitu Islam saja. Lebih jelasnya adalah apabila seseorang hendak pergi
ke sebuah kerajaan, dimana seebelumnya jalan-jalan ke arah sana banyak jumlahnya, namun raja itu
menutup semua jalan kecuali satu saja, maka kita tidak bisa melewati jalan-jalan yang lain selain jalan yang
dibukanya saja.
Tentang tafsiran Islam sebagai jalan yang lurus disebutkan dalam hadits berikut:

Dari Nawwas bin Sam'an dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Beliau bersabda, "Allah memberikan
perumpamaan berupa jalan yang lurus. Kemudian di kedua sisi jalan itu terdapat dua dinding. Dan pada
kedua dinding itu terdapat pintu-pintu yang terbuka lebar. Kemudian di atas setiap pintu terdapat tabir
penutup yang menjulur ke bawah. Di atas pintu jalan itu terdapat penyeru yang berkata, 'Wahai manusia!
Masuklah kalian semua mengikuti shirath dan janganlah menoleh kesana-kemari.‖ Sementara itu di bagian
dalam dari Shirath juga terdapat penyeru yang selalu mengajak untuk menapaki Shirath, dan jika seseorang
hendak membuka pintu-pintu yang berada di sampingnya, maka ia berkata, ―'Celaka kamu, jangan sekali-kali
kamu membukanya. Karena jika kamu membukanya maka kamu akan masuk ke dalamnya.‖ Ash Shirath
itu adalah Islam. kedua dinding itu merupakan batasan-batasan Allah Ta'ala. Sedangkan pintu-pintu yang
terbuka adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Adapun penyeru di depan shirath itu adalah Kitabullah
(Al Qur`an) 'Azza wa Jalla, sedangkan penyeru di dalam shirath adalah penasihat dari Allah (naluri) yang
terdapat pada setiap hati seorang mukmin." (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam
Shahih At Targhib wat Tarhib)
Syaikh Abdullah Al Qar'awiy dalam risalahnya "Tafsir suratil Fatihah" berkata tentang pendapat-pendapat
yang ada tentang tafsir Ash Shirat, "Semua tafsiran tentang Ash Shirat tersebut adalah benar. Shirat adalah
Islam, Al Qur'an dan Rasul, karena orang yang mengikuti Islam, maka ia mengikuti Al Qur'an dan mengikuti
Rasul. Orang yang mengikuti Al Qur'an, maka ia mengikuti Islam dan Rasul. Orang yang mengikuti Rasul,
maka ia mengikuti Islam dan Al Qur'an. Oleh karena itu, barang siapa yang istiqamah dan tetap di atas jalan
yang lurus (yang maknawi) di dunia, maka dia akan tetap dan istiqamah di atas shirat (yang hissiy/dapat
dirasakan) di akhirat."
Dengan demikian, di ayat ini kita juga meminta kepada Allah Ta'ala agar dapat istiqamah di atas jalan yang
lurus itu sampai akhir hayat mengingat hati yang lemah mudah berbalik dan karena hidup di dunia penuh
dengan liku-liku, penuh dengan gelombang cobaan dan fitnah yang begitu dahsyat yang dapat menjatuhkan
seorang mukmin ke dalam fitnah. Ali dan Ubay bin Ka‘ab berkata tentang kata ―Ihdina,‖ yakni teguhkanlah
kami.
Sungguh berbahagialah orang yang tetap mendirikan shalat karena doa yang dipanjatkannya ini, berbeda
dengan orang yang meninggalkan shalat; yang tidak lagi memanjatkan doa ini sehingga mudah sekali
terbawa oleh arus fitnah itu yang membuat dirinya binasa –wal 'iyaadz billah-.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 22


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

         

7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka14; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.15

Disebutkan permintaan setelah pujian sungguh sangat tepat sekali dan seperti inilah yang sepatutnya
dilakukan oleh seorang hamba ketika hendak meminta, yaitu memuja dan memuji Allah Subhaanahu wa
Ta'aala dahulu, kemudian ia meminta kepada-Nya agar doa dan permintaannya lebih mustajab.
Dalam ayat di atas terdapat dorongan kepada kita agar berdoa dan meminta kepada Allah Azza wa Jalla.
14
Dalam membaca lafaz ini ' ' jika mengikuti bacaan Ashim melalui dua perawinya, yaitu Hafsh dan
Syu‘bah adalah dengan tidak berhenti di sini, karena mereka mengikuti penghitungan ayat ala Kufah, bahwa
ayat ini adalah ayat ketujuh hingga akhirnya, dimana penghitungan ala Kufah menjadikan basmalah sebagai
ayat pertama. Di samping itu, kaedah menyatakan tidak dibenarkan memulai dari kata yang berakhiran
kasrah kecuali jika sebagai awal ayat, sedangkan lafaz ‗ ‘ bukan sebagai awal ayat, sehingga tidak
memulai dari lafaz ini ‗ ‘. Adapun jika mengikuti penghitungan ala Madinah, maka lafaz ‗ ‘ sebagai
awal ayat ketujuh, karena penghitungan ala Madinah tidak menjadikan basmalah sebagai ayat pertama,
demikian penjelasan guru kami Syaikh Ahmad Nafi hafizhahullah.
15
Orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah adalah para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan orang-
orang saleh berdasarkan surat An Nisaa': 69. Jalan merekalah yang kita minta. Merekalah ahlul hidayah wal
istiqamah (orang-orang yang memperoleh hidayah dan dapat beristiqamah), ciri jalan mereka adalah setelah
mengetahui yang hak (benar), mereka mengamalkannya (belajar dan beramal).
Sungguh indah sekali ketika dalam ayat ini disebutkan fa‘il (pelaku)nya, yaitu dalam firman-Nya, ―Engkau
berikan nikmat kepada mereka,‖ sedangkan untuk orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat
tidak disebutkan fa‘il (pelakunya) meskipun sebenarnya fa‘ilnya adalah Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Ayat
ini sama seperti dalam surah Al Jin: 10.
Adapun orang-orang yang dimurkai (baik oleh Allah maupun oleh kaum mukminin) adalah orang-orang
Yahudi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka. Ciri jalan mereka adalah setelah mengetahui yang
hak, mereka tidak mau mengamalkan sehingga mereka dimurkai (mengetahui namun tidak mau beramal).
Sedangkan orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani dan orang-orang yang mengikuti jalan
mereka. Ciri jalan mereka adalah tidak mengenal yang hak sehingga mereka tersesat (beramal tanpa
berilmu).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Sepatutnya seseorang belajar agama agar tidak termasuk
orang-orang yang tersesat (Nasrani), serta menjalankan ibadah agar tidak termasuk orang-orang yang
dimurkai (Yahudi)." (Akham minal Quran (1/51))
Orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani sesungguhnya sebagai orang-orang yang dimurkai dan sesat,
akan tetapi orang-orang Yahudi lebih khusus lagi sebagai orang-orang yang dimurkai sebagaimana firman
Allah Ta‘ala di surat Al Maa‘idah: 60, sedangkan orang-orang Nasrani lebih khusus lagi sebagai orang-orang
yang sesat sebagaimana firman Allah Ta‘ala di surat Al Maa‘idah: 77.
Di dalam ayat ini terdapat obat penyakit juhud (membangkang), jahl (kebodohan), dan dhalaal (tersesat).
Demikian pula terdapat perintah agar kita mengakui nikmat Allah, meminta ditunjukkan teladan yang baik,
dorongan menempuh jalan orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat serta peringatan agar tidak
mengikuti jalan orang-orang yang menyimpang.
Kata shirat bisa dibaca dengan sin, dan bisa dibaca dengan zay. Hamzah membacanya dengan
mengiymamkan zay, semua itu merupakan lughat (bahasa) yang benar, akan tetapi yang terpilih menurut
kebanyakan para qari adalah membaca dengan shad karena sesuai dengan mushaf.
Dianjurkan setelah membaca ayat ini di dalam shalat mengucapkan "aamiiiiiin," atau boleh juga dipendekkan
alifnya menjadi ―Amiin,‖ arti Amin adalah, "Ya Allah, kabulkanlah.‖ Menurut Imam Tirmidzi, arti amin
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 23
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

adalah, ―Ya Allah, janganlah Engkau kecewakan harapan kami.‖ Dalil dianjurkannya mengucapkan aamiin
adalah hadits berikut:

Dari Wa`il bin Hujr ia berkata, "Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membaca, "Ghairil
maghdhuubi ‗alaihim waladh dhaaaalliiiiin‖ (artinya: Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat), Beliau lalu mengucapkan, "Aamiiiiin‖ (artinya: kabulkanlah ya Allah.),‖ dengan
memanjangkan suaranya." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi. Tirmidzi berkata, ―Hadits Wa‘il bin Hujr
adalah hadits hasan.‖)
Al Hafizh Ibnu Katsir berkata, ―Kawan-kawan kami (yang semadzhab) dan lainnya mengatakan,
―Dianjurkan juga hal itu (mengucapkan amin) bagi orang yang berada di luar shalat dan lebih ditekankan lagi
bagi orang yang shalat, baik ia shalat sendiri, sebagai imam, sebagai makmum, dan dalam semua keadaan.‖
(Al Mishbahul Munir fii Tahdzib tafsir Ibni Katsir hal. 28)
Imam Al Baghawi menjelaskan, bahwa disunahkan bagi orang yang selesai membaca Al Fatihah untuk
mengucapkan ―Aamiiin‖ yang terpisah dari surat Al Fatihah dengan adanya saktah (diam sejenak tanpa
melepaskan nafas).
Kata Aamiin tidaklah termasuk ayat dari surat Al Fatihah berdasarkan kesepakatan para ulama, oleh karena
itu mereka tidak menuliskannya di dalam mushaf-mushaf.
Kandungan surat Al Fatihah
Surat Al Fatihah meskipun singkat, namun mengandung banyak ilmu. Di dalamnya terdapat tiga tauhid yang
diperintahkan; tauhid rububiyyah (dari ayat "rabbil 'aalmiin"), tauhid uluhiyyah (dari ayat "iyyaaka na'budu")
dan tauhid asmaa' wash shifat dengan menetapkan semua sifat sempurna bagi Allah yang telah ditetapkan
oleh-Nya dan oleh Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh ayat "Al
Hamdulillah,‖ karena nama-nama dan sifat-sifat Allah semuanya terpuji dan merupakan pujian bagi Allah
Ta'ala.
Demikian juga menetapkan kenabian dan kerasulan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang diambil
dari ayat "Ihdinash shiraathal mustaqiim", karena jalan yang lurus tersebut adalah jalan yang diterangkan
oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Surat ini juga menetapkan adanya jazaa' (pembalasan
amal) dan bahwa hal itu dilakukan dengan adil berdasarkan ayat "Maaliki yaumiddiin". Surat ini juga
menguatkan Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah tentang masalah qadar, yakni bahwa semua terjadi dengan
qadar Allah dan qadhaa'-Nya, dan bahwa seorang hamba melakukan perbuatannya secara hakikat; tidak
dipaksa dalam berbuat. Hal ini dapat diketahui dari ayat "Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin". Surat ini
juga menerangkan pokok kebaikan, yaitu ikhlas, sebagaimana diambil dari ayat " Iyyaaka na'budu wa
iyyaaka nasta'iin".
Karena surat ini begitu agung dan mulia, Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya membacanya di setiap rakat
dalam shalat mereka baik shalat fardhu maupun sunat. Di surat tersebut Allah mengajarkan kepada hamba-
hamba-Nya bagaimana mereka memuji dan menyanjung-Nya, lalu mereka meminta kepada Tuhan mereka
segala yang mereka butuhkan. Di surat ini pun terdapat bukti butuhnya mereka kepada Tuhan mereka, baik
butuhnya hati mereka untuk dipenuhi rasa cinta dan pengenalan kepada-Nya dan butuhnya mereka agar
dibantu dalam menyelesaikan urusan mereka serta diberi taufiq agar dapat mengabdi kepada-Nya.
Al Hafizh Ibnu Katsir berkata, ―Surat yang mulia ini yang berjumlah tujuh ayat mengandung pujian dan
pengagungan bagi Allah serta sanjungan untuk-Nya dengan menyebutkan nama-nama-Nya yang indah yang
menunjukkan sifat-sifat-Nya yang tinggi, menyebutkan akhirat yaitu hari pembalasan, membimbing hamba
agar meminta dan merendahkan diri kepada-Nya serta berlepas diri dari kemampuan dan kekuatannya,
mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya dan mengesakan-Nya dalam beribadah kepada-Nya Tabaaraka wa
Ta'aala, mensucikan-Nya dari sekutu, serupa dan sebanding, serta agar mereka meminta kepada-Nya hidayah
kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus, meneguhkan mereka di atasnya sampai melewati shirath
(jembatan) yang dapat dirasakan pada hari Kiamat yang dapat membawa mereka ke surga yang penuh
kenikmatan di dekat para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Surat ini juga
mengandung dorongan beramal saleh agar mereka termasuk orang-orangnya pada hari Kiamat serta
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 24
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

peringatan agar menjauhi jalan-jalan yang batil agar mereka tidak dikumpulkan bersama mereka yang
menempuhnya pada hari Kiamat, yaitu mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat.‖ (Al Mishbahul Munir
fii tahdzib tafsir Ibni Katsir hal. 27 cet. Darussalam)
Contoh ayat-ayat yang menerangkan lebih lanjut surat Al Fatihah
Perlu diketahui, bahwa semua isi Al Qur'an merupakan penjelasan lebih rinci terhadap masalah yang yang
disebutkan secara garis besar dalam surat Al Fatihah. Berikut ini contohnya:
Firman Allah, "Al hamdulillahi." diterangkan oleh surat Al Baqarah: 186 dan 286.
Firman Allah, "Rabbil 'aalamiin" diterangkan oleh surat Al Baqarah: 21-22 dan 29.
Firman Allah, "Ar Rahmaanir rahiim" diterangkan oleh surat Al Baqarah: 37 dan 126
Firman Allah, "Maaliki yaumiddin." diterangkan oleh surat Al Baqarah: 284.
Firman Allah, "Iyyaaka na'budu." diterangkan oleh surat Al Baqarah secara lebih rinci, dimana di sana
diterangkan masalah bersuci, shalat lima waktu, shalat jama'ah, shalat khauf, shalat Ied, zakat, puasa, I'tikaf,
sedekah, umrah dan haji, mu'amalah secara Islam, warisan, wasiat, berbagai masalah pernikahan, penyusuan
anak, nafkah, tentang hukum qishas, diyat, memerangi pemberontak dan orang yang murtad, tentang jihad,
tentang makanan, sembelihan, sumpah, nadzar, peradilan (qadhaa'), persaksian, memerdekakan budak, dsb.
Semua ini merupakan bab-bab syari'at yang diterangkan dalam surat Al Baqarah.
Firman Allah, "Wa iyyaka nasta'iin" mewakili ilmu tentang akhlak.
Firman Allah, "Ihdinash shiraathal mustaqiim." diterangkan dalam surat-surat setelahnya yang menyebutkan
jalannya para nabi dan jalan orang-orang yang menyelisihinya. wal hamdulillahi rabbil 'aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 25


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah An Naba’ (Berita Besar) 16


Surah ke-78. 40 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Informasi tentang hari Kiamat dan keadaan kaum musyrik antara mengingkari
dan meragukannya.

  


1. Tentang apakah mereka17 saling bertanya-tanya?

   


2. 18Tentang berita yang besar (hari berbangkit)19,

    


3. yang dalam hal itu mereka berselisih20.

  


4. 21Tidak22! Kelak mereka akan mengetahui23,

   


5. Sekali lagi tidak! Kelak mereka akan mengetahui24.

Ayat 6-16: Kekuasaan Allah menciptakan alam dan nikmat-nikmat yang diberikan-Nya
adalah bukti kekuasaan-Nya membangkitkan manusia.

16
Di antara kandungan surah ini adalah menetapkan adanya kebangkitan dan pembalasan terhadap amal
dengan diperkuat dalil dan buktinya.
17
Yakni orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah seperti sebagian orang Quraisy.
18
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan tentang sesuatu yang mereka pertanyakan itu.
19
Yakni tentang apa yang dibawa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berupa Al Qur‘an yang menyebutkan
tentang kebangkitan, pembalasan dan lain-lain yang merupakan kebenaran tanpa keraguan lagi. Akan tetapi,
orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Tuhan mereka tetap saja tidak beriman, meskipun
didatangkan setiap ayat sampai mereka melihat azab yang pedih.
20
Orang-orang mukmin membenarkannya, sedangkan orang-orang kafir mengingkarinya,
21
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta‘ala berfirman mengancam orang-orang yang mengingkari hari
berbangkit.
22
Ini adalah sanggahan terhadap pendapat orang-orang kafir Mekah yang mengingkari hari berbangkit dan
hari kiamat.
23
Sesuatu yang akan menimpa mereka akibat keingkaran mereka.
24
Diulangi lagi adalah untuk menguatkan, dan pengulangan dengan menggunakan kata ―Tsumma‖ (artinya:
kemudian) adalah untuk memberitahukan, bahwa ancaman kedua lebih dahsyat daripada sebelumnya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 26


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


6. 25Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan26,

  


7. dan gunung-gunung sebagai pasak27?

  


8. dan Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan28,

   


9. dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat29,

   


10. dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian30,

   


11. dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan31,

    


12. dan Kami membangun di atas kamu tujuh (langit) yang kokoh32,

25
Menurut penyusun tafsir Al Jalaalain, bahwa pada ayat ini dan setelahnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala
mengisyaratkan mampunya Dia membangkitkan manusia yang telah mati. Menurut Syaikh As Sa‘diy, bahwa
pada ayat ini dan setelahnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan nikmat-nikmat-Nya dan dalil-dalil
yang menunjukkan benarnya apa yang diberitakan para rasul. Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Tafsir
Juz Amma, bahwa dalam ayat ini Allah Ta‘ala menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya
agar mereka mengakuinya kemudian mensyukurinya.
26
Yakni bukankah Kami anugerahkan kepada kamu nikmat yang banyak; Kami jadikan untuk kamu bumi
sebagai hamparan sehingga siap ditempati, digarap, dan dibuat jalan.
27
Agar bumi tidak goyang dengannya sebagaimana kemah tidak goyang dengan sebab pasak. Kalimat
pertanyaan pada ayat tersebut adalah untuk mengokohkan. Ayat ini merupakan bukti kemukjizatan Al
Qur‘an, bahwa gunung dijadikan Allah sebagai pasak, karena berdasarkan ilmu geologi, bahwa gunung
memiliki semacam akar ke bawah ke bagian dalam bumi, di samping mirip bentuknya secara keseluruhan
dengan pasak. Kebenaran pernyataan Al Qur‘an ini baru diketahui setelah tahun 1865 M.
28
Laki-laki dan perempuan agar yang satu merasa tenteram dengan yang lain, tumbuh rasa cinta dan kasih
sayang, dan dari keduanya lahir keturunan.
29
Bagi badanmu yang jika tidak diistirahatkan tentu akan memadharratkan badanmu. Oleh karena itu, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan malam dan tidur meliputi manusia untuk menghentikan gerakan mereka
dan agar tercapai istirahat yang bermanfaat.
30
Malam itu disebut sebagai pakaian karena kegelapannya menutupi jagat raya sebagaimana pakaian
menutupi tubuh manusia.
31
Sehingga kamu dapat mencari rezeki baik dengan bekerja, berdagang, dan sebagainya.
32
Oleh karena itu, langit tetap tidak rapuh meskipun telah berlalu masa yang panjang. Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menahannya dengan kekuasaan-Nya dan menjadikannya sebagai atap bagi bumi.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 27


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


13. dan Kami menjadikan pelita yang terang-benderang (matahari)33,

     


14. dan Kami turunkan dari awan34, air hujan yang tercurah dengan hebatnya35,

    


15. untuk Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian36 dan tanam-tanaman37,

  


16. dan kebun-kebun yang rindang38.

Ayat 17-20: Kedahsyatan hari berbangkit dimana ia merupakan hari pemberian keputusan
di antara hamba-hamba-Nya.

     


17. 39Sungguh, hari keputusan40 adalah suatu waktu yang telah ditetapkan41,

33
Untuk maslahat penduduk bumi. Yang dengannya pakaian yang basah menjadi kering, buah menjadi
masak, manusia merasakan kehangatan, suasana menjadi terang, dan manfaat lainnya yang begitu banyak.
34
Awan disebut mu‘shirat karena air yang keluar daripadanya seakan-akan seperti air yang keluar dari baju
yang diperas.
35
Yakni berturut-turut dan banyak.
36
Yang dimakan manusia.
37
Untuk dimakan hewan ternak mereka.
38
Yang di sana terdapat berbagai macam buah-buahan yang enak rasanya. Nah, mengapa kamu sampai
mengingkari dan mendustakan berita yang disampaikan oleh Allah seperti kebangkitan dan pembalasan
terhadap amal, padahal Dia berkuasa menjadikan bumi sebagai hamparan, gunung sebagai pasak, dan
menciptakan kamu berpasang-pasangan, Dia juga telah mengaruniakan bermacam-macam nikmat kepadamu
sampai kamu tidak sanggup menjumlahkan nikmat-nikmat itu. Demikian pula mengapa kamu gunakan
nikmat-nikmat yang diberikan-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya?
Dari ayat 1-16 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) bukti kekuasaan Allah atas segala
sesuatu, ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu, hikmah-Nya, dan rahmat-Nya, (2) menetapkan adanya
kebangkitan dan pembalasan, (3) menetapkan kenabian dan kerasulan Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam, serta menetapkan kebenaran Tauhid, (4) kebenaran itu semua (Tauhid, kenabian, kebangkitan dan
pembalasan) akan tampak ketika ruh dicabut, akan tetapi keimanan ketika itu tidak berguna.
39
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan hal yang akan terjadi pada hari Kiamat, hari yang
mereka saling bertanya-tanya tentangnya dan diingkari oleh orang-orang yang yang keras kepala. Hari yang
besar yang Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menetapkan waktunya.
40
Hari Kiamat disebut yaumul fashl karena pada hari itu Allah memutuskan pertengkaran dan perselisihan
yang terjadi di antara manusia, lalu Dia memisahkan antara mereka yang berada di atas kebenaran dengan
mereka yang berada di atas kebatilan, antara mereka yang beriman dan mereka yang kafir, dan antara mereka
yang menjadi penghuni surga dengan mereka yang menjadi penghuni neraka.
41
Dan tidak ada yang mengetahui kapan tibanya selain Allah Subhaanahu wa Ta‘ala.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 28


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


18. (yaitu) pada hari (ketika) sangsakala ditiup42, lalu kamu datang43 berbondong-bondong44,

    


19. Dan langit pun dibuka45, maka terdapatlah beberapa pintu,

    


20. dan gunung-gunung pun dijalankan46 sehingga menjadi fatamorgana47.

Ayat 21-30: Membicarakan tentang neraka Jahanam, azab yang ada di dalamnya yang telah
disiapkan untuk orang kafir.

    


21. Sungguh, (neraka) Jahanam itu (sebagai) tempat mengintai48,

Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata, ―Waktu dikumpulkan manusia yang terdahulu dan yang datang
kemudian telah ditetapkan Allah karena Dia telah menjanjikan untuk memberikan balasan terhadap amal
manusia. Disebut ‗Yaumul Fashl‘ (hari keputusan) karena pada hari itu Dia memberikan keputusan terhadap
makhluk.‖
42
Oleh malaikat Israafil.
43
Dari kuburmu.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah radhiyallahu
‗anhu ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Antara dua tiupan sangkakala jaraknya empat puluh,‖ lalu ada yang bertanya, ―Apakah empat puluh hari?‖
Beliau menjawab, ―Aku tidak bisa memastikan.‖ Lalu Beliau ditanya, ―Apakah empat puluh bulan?‖ Beliau
menjawab, ―Aku tidak bisa memastikan.‖ Lalu Beliau ditanya lagi, ―Apakah empat puluh tahun?‖ Beliau
menjawab, ―Aku tidak bisa memastikan.‖ Kemudian Beliau bersabda, ―Selanjutnya Allah menurunkan dari
langit air, maka mereka (manusia yang telah mati) tumbuh sebagaimana tumbuhnya tanaman sayuran. Tidak
ada anggota badan manusia kecuali telah hancur selain satu tulang, yaitu tulang ekornya. Dari sinilah disusun
kembali makhluk pada hari Kiamat.‖
44
Pada hari itu terjadi kecemasan yang luar biasa yang menjadikan anak-anak beruban, hati ketakutan,
gunung-gunung dijalankan lalu dijadikan seperti debu yang dihambur-hamburkan, langit terbelah menjadi
pintu-pintu dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikan keputusan dengan hukum-Nya yang adil, api
neraka yang Allah sediakan untuk orang-orang yang melampaui batas menyala, dan Dia jadikan neraka itu
sebagai tempat tinggal mereka dalam waktu yang lama.
45
Untuk turunnya malaikat.
46
Ayat ini sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat An Naml ayat 88 dan Al Qaari‘ah ayat 5.
47
Dibayangkan kepada orang yang melihatnya, bahwa ada sesuatu di hadapannya padahal tidak ada.
Selanjutnya semuanya hilang; tidak ada wujud dan bekasnya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta‘ala di
surat Thaahaa ayat 105-107.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 29


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


22. menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas49.

   


23. Mereka tinggal di sana dalam masa yang lama50,

      


24. mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya51 dan tidak (pula mendapat) minuman52,

   


25. selain air yang mendidih53 dan nanah54,

  


26. sebagai pambalasan yang setimpal55.

     


27. Sesungguhnya dahulu mereka tidak berharap (takut) kepada hisab56,

48
Maksudnya, di neraka Jahannam ada suatu tempat yang dari tempat itu para penjaga neraka mengintai dan
mengawasi penghuni neraka.
49
Yaitu orang-orang yang durhaka yang menyelisihi para rasul. Termasuk pula orang yang melampaui batas
yang ditetapkan untuknya, dimana seharusnya ia menyembah hanya kepada Allah Azza wa Jalla, namun ia
malah menyembah selain-Nya, yang seharusnya ia tunduk patuh kepada Allah Azza wa Jalla, namun ia
malah mendurhakai-Nya, dan yang seharusnya ia beriman kepada rasul-Nya, namun ia malah
mendustakannya.
50
Yakni kekal selama-lamanya kecuali bagi orang yang bertauhid, maka mereka akan dikeluarkan darinya.
Ada yang menafsirkan ―Kesejukan‖ di sini dengan tidur. Ada pula yang menafsirkan, bahwa mereka tidak
51

mendapatkan sesuatu untuk menyejukkan kulit mereka.


52
Untuk menghilangkan rasa haus mereka dan menyejukkan bagian dalam badan mereka. Dengan demikian,
mereka merasakan panas luar dan dalam.
53
Yang memutuskan usus-usus mereka (Lihat surah Muhammad: 15).
54
Yaitu nanah penghuni neraka; yang sangat bau dan sangat tidak enak rasanya. Ar Rabi‘ bin Anas
menyatakan, bahwa ‗hamim‘ (lihat ayat di atas) adalah air yang sangat panas yang mencapai puncaknya,
sedangkan ‗ghassaq‘ adalah kumpulan nanah penghuni neraka, keringat, air mata, dan luka mereka.
Keadaannya sangat dingin yang sangat berat dirasakan manusia, demikian pula bau busuknya.
Sebagian ulama mengatakan, bahwa ghassaq adalah minuman yang berbau busuk dan sangat dingin. Oleh
karena itu, Allah menghimpun untuk mereka air yang sangat panas dan sangat dingin, wal ‗iyadz billah.
Amr bin Ash radhiyallahu anhu berkata, "Kalau sekiranya salah seorang di antara kamu mengetahui hakikat
neraka Jahannam, tentu ia akan berteriak hingga habis suaranya, dan akan melakukan shalat hingga tulang
punggungnya patah." (Az Zuhd karya Ibnul Mubarak, 1007)
55
Mereka mendapatkan hukuman yang buruk itu adalah sebagai balasan yang sesuai dengan amal yang
mereka lakukan. Allah tidaklah menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.
Pada ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa amalan mereka sehingga mereka
pantas mendapatkan azab itu.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 30


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


28. dan mereka benar-benar mendustakan ayat-ayat Kami57.

    


29. Dan segala sesuatu58 telah Kami catat dalam suatu kitab (buku catatan amalan manusia)59.

     


30. Karena itu rasakanlah!60 Maka tidak ada yang akan Kami tambahkan kepadamu selain azab61.
56
Mereka mengingkari kebangkitan dan pembalasan terhadap amal, sehingga mereka tidak beramal untuk
akhirat. Menurut Ibnu Katsir, mereka tidak meyakini bahwa di sana terdapat alam tempat mereka diberikan
balasan dan dihisab.
57
Akidah mereka mengingkari hisab dan pembalasan, sedangkan lisan mereka mendustakan dengan
mengatakan sebagai dusta, gila, dsb. (Lihat surah Adz Dzariyat: 52, Shaad: 4, Ath Thuur: 30, dan Al Hijr: 7).
Kalau Allah tidak meneguhkan hati para rasul dan membuat mereka bersabar, tentu mereka tidak akan
sanggup menghadapinya. Bahkan kaum yang mendustakan para rasul tidak hanya menyakiti dengan lisan,
tetapi menyakiti pula dengan perbuatan seperti memerangi para rasul alaihimush shalatu was salam yang
menginginkan kebaikan bagi mereka.
58
Sedikit maupun banyak, baik maupun buruk.
59
Di antara yang tercatat dalam catatan amal itu adalah pendustaan mereka terhadap Al Qur‘an.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menerangkan, bahwa telah ada dalam hadits shahih bahwa Allah Ta‘ala
telah mencatat takdir segala sesuatu sampai hari Kiamat, termasuk di antaranya amal anak cucu Adam,
bahkan setiap ucapannya dicatat. Allah Ta‘ala berfirman, ―Tidak ada suatu ucapanpun yang diucapkannya
melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.‖ (Terj. Qs. Qaaf: 18). Suatu ketika
seseorang menemui Imam Ahmad rahimahullah yang sedang sakit, sedangkan beliau merintih kesakitan,
maka orang itu berkata kepada Imam Ahmad, ―Wahai Abu Abdillah, sesungguhnya Thawus –salah seorang
tabiin yang masyhur- berkata, ―Rintihan orang yang sakit itu dicatat,‖ maka Imam Ahmad pun diam karena
takut rintihan beliau dicatat.
60
Azab yang pedih dan kehinaan yang kekal wahai orang-orang yang mendustakan.
61
Ayat ini merupakan ayat yang paling keras menerangkan tentang dahsyatnya azab neraka, semoga Allah
melindungi kita darinya. Allahumma aamiin.
Qatadah meriwayatkan dari Abu Ayyub Al Azdiy, dari Abdullah bin Amr, ia berkata, ―Tidak turun ayat yang
berkenaan dengan penghuni neraka yang lebih dahsyat daripada ayat ini, ―Karena itu rasakanlah! Maka
tidak ada yang akan Kami tambahkan kepadamu selain azab.‖ Oleh karena itu, mereka terus ditambah
azabnya selama-lamanya.‖ Nas‘alullahassalamah wal ‗afiyah.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Perhatikanlah kalimat ini ‗Mohonkanlah kepada Tuhanmu
agar Dia meringankan azab atas kami sehari saja‘ (Terj. Qs. Ghaafir: 49) dari beberapa sisi:
Pertama, bahwa penghuni neraka itu tidak meminta kepada Allah tetapi meminta kepada para penjaga
neraka agar berdoa untuk mereka, karena Allah Ta‘ala telah berfirman kepada mereka, "Tinggallah dengan
hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku." (Terj. QS. Al Mu'minun: 108). Mereka
menganggap diri mereka tidak pantas meminta dan berdoa kepada Allah kecuali dengan perantara.
Kedua, mereka mengatakan ‗mohonkanlah kepada Tuhanmu‘ dan tidak mengatakan ‗mohonkanlah kepada
Tuhan kami‘ karena wajah dan hati mereka tidak bisa menyebutkan Rububiyyah (pengaturan) Allah terhadap
mereka dengan mengatakan ‗Tuhan kami‘. Pada diri mereka terdapat aib dan kehinaan yang membuat
mereka tidak pantas menghubungkan rububiyyah Allah kepada mereka. Bahkan mereka mengatakan
‗Tuhanmu‘.
Ketiga, mereka tidak mengatakan ‗agar Dia menghilangkan azab dari kami‘ bahkan mereka mengatakan
‗meringankan‘ karena mereka telah putus asa dari diangkat azab dari mereka –kita berlindung kepada Allah-.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 31


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 31-36: Membicarakan tentang orang-orang yang bertakwa dan kenikmatan yang Allah
sediakan untuk mereka.

   


31. 62Sungguh, orang-orang yang bertakwa63 mendapat kemenangan64,

  


32. (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur,

  


33. dan gadis-gadis montok yang sebaya65,

  


34. dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman)66.

      


35. Di sana mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia maupun perkataan dusta67.

Keempat, mereka tidak mengatakan ‗meringankan azab selamanya‘ tetapi mengatakan ‗sehari saja‘.
Dari sini diketahui azab, kehinaan, dan kerendahan yang mereka alami. Allah Ta‘ala berfirman, ―Dan kamu
akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat
dengan pandangan yang lesu.‖ (Terj. Qs. Asy Syuuraa: 45) Semoga Allah lindungi kita daripadanya.‖ (Lihat
Tafsir Juz Amma karya Syaikh Ibnu Utsaimin bagian surah An Naba)
Dari ayat 17-30 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) peringatan dan ancaman terhadap
sikap melampaui batas dari yang ditetapkan kepadanya, yang seharusnya beriman dan beribadah kepada
Allah, serta beriman kepada Rasul-Nya dan menaatinya, namun malah mendustakan, berbuat syirik, dan
durhaka (2) peringatan dan ancaman terhadap sikap mendustakan kebangkitan serta para pelakunya, (2)
perbuatan manusia; yang mukmin maupun yang kafir semuanya dicatat dengan lengkap dan detail, dan nanti
mereka akan diberi balasan terhadapnya, (3) menetapkan adanya kebangkitan dan pembalasan, (4) kekalnya
azab di akhirat.
62
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan orang-orang yang berdosa, maka Dia
menyebutkan keadaan orang-orang yang bertakwa, yaitu mereka yang menjaga diri mereka dari kemurkaan
Tuhannya dengan menaati-Nya dan menahan diri dari apa yang dimurkai-Nya. Untuk mereka mafaaz, yaitu
tempat kemenangan yang tidak lain adalah surga, dimana di dalamnya mereka memperoleh kebun-kebun,
buah anggur, dan lain-lain seperti yang disebutkan dalam ayat selanjutnya.
63
Orang yang bertakwa adalah orang yang menjaga diri dari azab Allah dengan melaksanakan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya.
64
Yaitu mendapatkan surga.
65
Yakni payu daranya montok dan sebaya usianya dengan suaminya. Usianya ketika itu adalah usia yang
paling pertengahan, yaitu 33 tahun. Hal itu karena jika salah satunya lebih tua usianya terkadang ia bersedih.
66
Yakni khamar (arak) yang tidak memabukkan atau minuman lainnya, karena di dalam surga terdapat
sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak beubah
rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang
disaring, lihat Qs. Muhammad: 15.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 32


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


36. Sebagai pembalasan dan pemberian yang cukup banyak dari Tuhanmu68,

Ayat 37-40: Peristiwa yang akan disaksikan pada hari Kiamat dan perintah agar manusia
memilih jalan yang lurus yang mengarah kepada Tuhannya.

           
37. 69Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha
Pengasih70, 71mereka tidak dapat berbicara dengan Dia.

               
38. Pada hari, ketika ruh72 dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata,
kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih73 dan dia hanya
mengatakan yang benar74.

          
39. Itulah hari yang pasti terjadi75. 76Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya dia menempuh
jalan kembali kepada Tuhannya77.

67
Bisa juga diartikan dengan perkataan yang mengandung dosa. Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa di sana
tidak terdapat perkataan yang sia-sia yang kosong dari faedah, dan tidak ada dosa serta dusta, bahkan tempat
itu adalah tempat yang penuh kesejahteraan, dan apa yang ada di dalamnya selamat dari kekurangan.
68
Disebabkan amal yang mereka kerjakan atas taufiq Allah kepada mereka untuk beramal saleh.
69
Yang memberikan pemberian yang besar itu adalah Tuhan mereka; Tuhan yang memelihara langit dan
bumi, dan apa yang ada di antara keduanya. Dialah Ar Rahman yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu.
70
Yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Dia yang mendidik dan merahmati mereka serta memberikan
kelembutannya kepada mereka sehingga mereka memperoleh apa yang mereka peroleh.
71
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keagungan dan kerajaan-Nya yang besar pada hari
Kiamat, dan bahwa semua makhluk diam; tidak ada yang berani berbicara kepada-Nya karena takut kepada-
Nya kecuali setelah mendapatkan izin-Nya.
72
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud ruh dalam ayat ini. Ada yang mengatakan Jibril (ini
adalah pendapat Asy Sya‘biy, Sa‘id bin Jubair, dan Adh Dhahhak), ada yang mengatakan tentara Allah, ada
pula yang mengatakan ruh manusia.
Muqatil bin Hayyan berkata, ―Ruh adalah malaikat paling mulia, paling dekat dengan Allah Azza wa Jalla
dan pembawa wahyu.‖
73
Disebutkan dalam hadits, bahwa pada hari itu tidak ada yang berbicara kecuali para rasul.
74
Yakni yang sesuai dengan keridhaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala seperti memberi syafaat ketika Allah
mengizinkan kepada seseorang untuk memberi syafaat.
75
Bisa juga diartikan hari yang hak, dimana pada hari itu kebatilan tidak akan laku dan kedustaan tidak akan
bermanfaat.
76
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikan targhib dan tarhib; memberikan kabar gembira dan
peringatan, maka Dia berfirman, ―Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya dia menempuh jalan
kembali kepada Tuhannya.‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 33


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

               
40. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) azab yang dekat78, pada
hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya 79; dan orang kafir berkata,
"Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah80.‖

77
Yakni kembali kepada Allah dengan menaati-Nya agar selamat dari azab dan mendapatkan kedudukan
yang tinggi di sisi-Nya. Ayat ini dibatasi dengan ayat yang lain, yaitu firman Allah Ta‘ala, ―Dan kamu tidak
dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.‖ (Terj.
QS. At Takwir: 29) yakni, kita memang mempunyai pilihan untuk melakukan sesuatu tanpa ada yang
memaksa, akan tetapi pilihan dan kehendak kita mengikuti kehendak Allah, jika Dia menghendaki maka
akan terjadi dan jika Dia tidak menghendaki, maka tidak akan terjadi. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
menerangkan demikian, adalah agar manusia tidak bersandar kepada dirinya dan kehendaknya, bahkan
hendaknya ia mengetahui bahwa hal itu terkait dengan kehendak Allah sehingga ia pun meminta kepada
Allah hidayah-Nya kepada apa yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya.
78
Yaitu hari Kiamat. Hal itu, karena setiap yang akan datang adalah dekat. Azab yang diperingatkan Allah
kepada kita juga dekat, karena yang memisahkan hanyalah maut, dan seseorang tidak mengetahui kapan ia
mati; bisa di pagi hari atau sore hari. Oleh karena itu, hendaknya seseorang mempersiapkan diri untuk
menghadapinya.
79
Oleh karena itu, sebelum ia bersedih karena melihat perbuatannya di akhirat, maka hendaknya ia melihat
perbuatan yang dilakukannya sekarang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
―Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.‖ (Terj. QS. Al Hasyr: 18)
Jika ia mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah. Tetapi, jika yang ia dapatkan selain itu,
maka janganlah ia cela kecuali dirinya.
80
Sehingga aku tidak diazab. Orang-orang kafir pada hari itu ingin sekali kalau dahulu ia di dunia sebagai
tanah; tidak diciptakan dan tidak diwujudkan ke alam wujud. Kalimat tersebut disampaikannya ketika dia
menyaksikan azab Allah dan melihat amal-amalnya yang buruk yang telah dicatat oleh para malaikat.
Ada yang mengatakan, bahwa orang kafir mengucapkan seperti ini ketika Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman kepada hewan setelah hewan-hewan itu membalas satu sama lain (melakukan qishas), ―Jadilah
tanah.‖ Ia ingin kalau seandainya dahulu ia adalah hewan sehingga kembali menjadi tanah.
Atau bisa juga maksudnya, bahwa orang-orang kafir ingin menjadi tanah yakni tetap berada dalam kubur;
tidak dibangkitkan, wallahu a‘lam.
Dari ayat 31-40 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menerangkan balasan yang baik untuk
orang-orang yang bertakwa dan keutamaan takwa, (2) menerangkan kenikmatan surga, (3) tercelanya dusta
dan perkara sia-sia berikut pelakunya, (4) menerangkan dahsyatnya peristiwa pada saat di padang mahsyar
dan beratnya kondisi keika itu, (5) menetapkan adanya kebangkitan dan pembalasan terhadap amal, (6)
dorongan beramal saleh dan menjauhi perbuatan maksiat.
Selesai tafsir surah An Naba‘ dengan kemudahan dari Allah, pertolongan-Nya dan taufiq-Nya wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 34


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah An Naazi’aat (Malaikat Yang Mencabut Nyawa) 81


Surah ke-79. 46 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Sumpah dengan para malaikat untuk menegaskan bahwa hari Kiamat adalah
benar.

  


1. 82Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras83,

  


2. dan (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut84.

81
Di antara kandungan surah ini adalah menakut-nakuti mereka yang mendustakan kebangkitan dan
pembalasan terhadap amal dengan menceritakan peristiwa yang terjadi ketika kematian datang, saat terjadi
hari Kiamat dan kebangkitan, dan saat manusia dikumpulkan di padang mahsyar.
82
Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan para malaikat yang mulia dan perbuatan mereka yang
menunjukkan sempurnanya ketundukan mereka kepada perintah Allah dan segeranya mereka melaksanakan
perintah-Nya. Isi sumpahnya menetapkan kebangkitan dan pembalasan berdasarkan disebutkannya keadaan
hari Kiamat setelahnya.
83
Yaitu ketika mencabut nyawa orang-orang kafir. Hal itu, karena malaikat saat mencabut nyawa orang
kafir, maka ia memanggil ruhnya dengan panggilan yang buruk seraya mengatakan ‗wahai jiwa yang busuk!
Keluarlah menuju kemurkaan Allah,‘ maka ruhnya berusaha menghindar dan tidak mau keluar sehingga
malaikat mau mencabutnya dengan keras.
84
Yaitu ketika mencabut nyawa orang-orang mukmin. Hal itu, karena malaikat saat mencabut nyawa orang
mukmin, maka ia memanggil ruhnya dengan panggilan yang lembut seraya mengatakan ‗wahai jiwa yang
tenang! Keluarlah menuju keridhaan Allah,‘ maka ruhnya keluar dengan mudah sehingga malaikat mau
mencabutnya dengan lemah lembut.
Dari Ubadah bin Ash Shamit, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

―Barang siapa yang senang berjumpa dengan Allah, maka Allah akan suka berjumpa dengannya, dan barang
siapa yang tidak suka berjumpa dengan Allah, maka Allah tidak suka berjumpa dengannya.‖
Lalu Aisyah berkata, ―Namun kami tidak suka dengan kematian.‖
Maka Beliau bersabda,

―Bukan itu maksudnya. Akan tetapi orang mukmin saat kedatangan maut, maka ia akan diberi kabar gembira
dengan keridhaan dan kemuliaan dari-Nya, maka ketika itu tidak ada yang lebih diinginkan daripada apa
yang ada di hadapannya, maka ia senang berjumpa dengan Allah, dan Allah pun senang berjumpa
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 35
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


3. Demi (malaikat) yang turun dari langit dengan cepat85,

  


4. dan (malaikat) yang mendahului dengan kencang86,

  


5. dan (malaikat) yang mengatur urusan (dunia)87.

dengannya. Adapun orang kafir, saat kedatangan maut, maka diberi kabar gembira dengan azab Allah dan
hukuman-Nya sehingga tidak ada sesuatu yang paling dibencinya daripada apa yang ada di hadapannya, ia
pun tidak suka berjumpa dengan Allah, dan Allah pun tidak suka berjumpa dengannya.‖ (Hr. Bukhari dan
Muslim)
85
Ada pula yang menafsirkan dengan malaikat yang terbang di udara naik dan turun.
86
Mereka sangat segera memenuhi perintah Allah, mendahului para setan ketika menyampaikan wahyu
kepada para rasul Allah sehingga mereka (para setan) tidak dapat mencurinya. Ini menunjukkan bahwa para
malaikat adalah makhluk perkasa, bahkan mereka lebih kuat daripada jin (Lihat pula Qs. An Naml: 38-40).
87
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menugaskan kepada mereka untuk mengatur banyak urusan alam semesta,
baik alam bagian bawah maupun alam bagian atas; mereka mengurus hujan, tumbuhan, angin, gunung-
gunung, janin, hewan-hewan, surga, neraka dan lain-lain. Al Hasan berkata, ―Para malaikat mengatur urusan
dari langit ke bumi, ― yakni dengan perintah Tuhannya Azza wa Jalla.
Berikut ini di antara tugas-tugas malaikat:
- Jibril, ditugaskan menyampaikan wahyu.
- Mika‘il, ditugaskan mengurus hujan dan tumbuh-tumbuhan.
- Israfil, ditugaskan meniup sangkakala. Tiupan pertama menghancurkan alam dan tiupan kedua
membangkitkan makhluk yang sudah mati. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,

―Bagaimana saya bisa bersenang-senang sedangkan peniup sangkakala (Israfil) sudah memasukkan
sangkakala ke mulutnya dan sudah mendengar izin kapan diperintah untuk ditiup, lalu ia meniupnya.‖
(HR. Tirmidzi, ia berkata: ―Hadits hasan‖)
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Malaikat Israfil juga di samping sudah menaruh sangkakala di
mulutnya, dahinya sudah menunduk (tanda sudah siap meniup).
- Malaikat maut beserta para pembantunya, ditugaskan untuk mencabut nyawa.
- Munkar dan Nakir, ditugaskan untuk menanyakan manusia yang berada di kubur tentang Tuhannya,
agamanya dan nabinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Apabila salah seorang di antara kamu atau seorang manusia dikubur, maka akan didatangi oleh dua
malaikat berwarna hitam-biru, yang satu bernama Munkar, sedangkan yang satu lagi bernama Nakir."
(HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani, lihat Ash Shahiihah: 1391)
- Al Kiraamul Kaatibun (malaikat mulia pencatat amal), ditugaskan untuk mencatat amal manusia.
- Al Mu‘aqqibaat (malaikat yang mengiringi manusia), ditugaskan untuk menjaga manusia dalam semua
keadaan mereka secara bergiliran, ada malaikat yang bertugas di malam hari dan ada yang bertugas di
siang hari, dan mereka berkumpul di waktu shalat Subuh dan Ashar.
- Ada juga malaikat yang ditugaskan menjaga surga.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 36


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 6-14: Membicarakan tentang hari Kiamat, keadaan kaum musyrik yang
mengingkarinya, dan keadaan mereka pada hari Kiamat.

   


6. (Sungguh, kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam88,

  


7. (tiupan pertama) itu diiringi oleh tiupan kedua89.

- Ada malaikat yang ditugaskan menjaga neraka, mereka disebut malaikat Zabaaniyah, pemukanya adalah
malaikat Malik.
- Ada pula malaikat yang menjaga gunung.
- Ada pula malaikat yang berpindah-pindah mencari majlis dzikr (majlis ilmu).
- Ada pula malaikat yang berada di pintu-pintu masjid pada setiap hari Jum‘at, mencatat siapa yang datang
pertama, kedua, dst. Dan setelah khatib naik mimbar, mereka tutup catatan mereka.
- Ada pula malaikat yang bershaf-shaf beribadah dan bertasbih siang dan malam tanpa bosan-bosannya.
- Ada pula malaikat yang berkelana menyampaikan shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dari umatnya.
- Ada pula malaikat yang dikirim kepada setiap janin, ditiupnya ruh ke dalam janin dan diperintahkan
mencatat empat hal: amalnya, rezekinya, ajalnya dan apakah ia bahagia atau celaka.
- Ada juga malaikat ra‘d (guruh) sebagaimana dalam hadits berikut:

Dari Ibnu Abbas ia berkata, ―Pernah datang beberapa orang yahudi kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dan berkata, ―Wahai Abul Qaasim, beritahukanlah kami tentang guruh! Apa sebenarnya dia?‖
Beliau menjawab, ―Dia adalah salah satu malaikat Allah yang ditugaskan mengurus awan mendung, di
tangannnya ada beberapa sabetan dari api, digiringnya awan dengan sabetan itu ke tempat yang Allah
kehendaki.‖ Mereka bertanya lagi, ―Lalu apa suara yang kami dengar ini?‖ Beliau menjawab,
―Penggiringannya kepada awan ketika dia menggiringnya sampai ke tempat yang diperintahkan.‖
Orang-orang Yahudi berkata, ―Engkau benar.‖ (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam
Shahih At Tirmidzi 3/262 dan Ash Shahiihah no. 1872)
- Dll.
88
Ayat ini seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Muzzammil ayat 14.
89
Ayat ini seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Haaqqah ayat 14.
Jarak antara tiupan pertama dengan kedua adalah 40. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata,
―Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Jarak antara kedua tiupan empat puluh.‖ Abu Hurairah bertanya, ―(Apakah) empat puluh hari.‖ Beliau
menjawab, ―Aku belum bisa memastikan.‖ Abu Hurairah bertanya, ―(Apakah) empat puluh bulan.‖ Beliau
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 37
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


8. Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut90,

  


9. Pandangannya tunduk.

     


10. (orang-orang kafir) berkata (di dunia), "Apakah kita benar-benar akan dikembalikan kepada
kehidupan semula91?

    


11. Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kita telah menjadi tulang belulang yang hancur?" 92

     


12. Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan93.‖

    


13. 94Maka pengembalian itu hanyalah dengan sekali tiupan saja95.

   


14. Seketika itu mereka hidup kembali di bumi (yang baru)96.

menjawab, ―Aku belum bisa memastikan.‖ Abu Hurairah bertanya, ―(Apakah) empat puluh tahun.‖ Beliau
menjawab, ―Aku belum bisa memastikan.‖ Beliau bersabda, ―Kemudian Allah menurunkan air (hujan) dari
langit, maka mereka pun tumbuh sebagaimana tumbuhnya tanaman. Tidak ada sesuatu pun dari jasad
manusia kecuali telah hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekornya, dan dari sanalah manusia tersusun
kembali pada hari Kiamat.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
90
Karena melihat peristiwa dahsyat di hadapannya.
91
Setelah orang-orang kafir mendengar adanya hari kebangkitan setelah mati, maka mereka merasa heran
dan mengejeknya, karena menurut mereka tidak ada hari kebangkitan itu. Itulah sebabnya mereka bertanya
demikian.
92
Ada yang membaca dengan dipanjangkan nunnya menjadi ― ―
93
Mereka menganggap mustahil kebangkitan itu karena tidak tahunya mereka terhadap kekuasaan Allah dan
tidak takutnya mereka kepada kebesaran-Nya. Muhammad bin Ka‘ab berkata, ―Kaum Quraisy berkata,
―Sungguh, jika Allah menghidupkan kita setelah kita mati, tentu kita akan merugi.‖
94
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman menerangkan tentang mudahnya perkara itu.
95
Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan menyuruh Israfil meniup sangkakala sebagai tiupan kebangkitan, maka
tiba-tiba manusia bangkit menghadap Allah Azza wa Jalla. Hal ini menunjukan kemahakuasaan Allah Azza
wa Jalla.
96
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengumpulkan mereka di permukaan bumi yang datar (bumi padang
mahsyar), dan mereka berdiri menunggu keputusan-Nya. Ketika itu, Dia memutuskan mereka dengan adil
dan memberikan balasan kepada mereka.
Mujahid berkata, ―Sebelumnya mereka di bawah bumi, lalu mereka dikeluarkan ke atasnya.‖
Dari ayat 1-14 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) Allah Ta‘ala berhak bersumpah dengan
makhluk-Nya yang Dia kehendaki; berbeda dengan para hamba, dimana mereka tidak boleh bersumpah
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 38
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 15-26: Kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dan Fir’aun sebagai penghibur bagi Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan hukuman Allah Subhaanahu wa Ta'aala
kepada Fir’aun sehingga menjadi pelajaran bagi generasi setelahnya.

    


15. 97Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) kisah Musa? 98

      


16. Ketika Tuhan memanggilnya (Musa) di lembah suci yaitu lembah Thuwa99;

     


17. "Pergilah engkau kepada Fir'aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas (dalam
kekafiran)100,

      


18. Maka katakanlah (kepada Fir'aun), "Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri (dari
kesesatan)101,

dengan nama selain-Nya, (2) ruh orang mukmin akan dicabut dengan mudah tidak merasakan penderitaan
yang dirasakan orang kafir, (3) menetapkan kebangkitan dan pembalasan terhadap amal.
97
Allah Ta‘ala memberitahukan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‗alaihi wa sallam tentang hamba dan
Rasul-Nya, yaitu Musa bin Imran ‗alaihissalam; Dia telah mengutusnya kepada Fir‘aun penguasa yang
sombong dan berbuat sewenang-wenang. Allah Azza wa Jalla menguatkan Beliau dengan berbagai mukjizat,
meskipun begitu dia tetap saja kafir dan bersikap sombong sehingga Allah menghukumnya dengan
hukuman-Nya Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Demikian halnya akibat orang-orang yang menyelisihi
rasul-Nya Muhammad shallallahu ‗alaihi wa sallam dan mendustakan apa yang Beliau bawa. Oleh karena
itu, kisah tersebut diakhiri dengan firman-Nya, ―Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi
orang yang takut (kepada Allah).‖ (QS. An Naazi‘aat: 26).
Kisah Nabi Musa alaihis salam sangat sering disebutkan dalam Al Qur‘an, karena Beliau adalah Nabi orang-
orang Yahudi yang ketika itu mereka jumlahnya banyak di Madinah dan sekitarnya.
98
Kalimat ini untuk membuat rindu pendengar.
99
Yaitu tempat dimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala berbicara dengan Nabi Musa serta memberikan risalah
kenabian kepada Beliau dan wahyu-Nya.
100
Saking kafirnya, ia bahkan menyatakan dirinya sebagai tuhan. Yakni laranglah dia dari bersikap
melampaui batas, melakukan kemusyrikan dan kedurhakaan dengan kata-kata yang lembut dan ucapan yang
halus agar dia sadar atau merasa takut.
Jika kepada Fir‘aun Allah perintahkan mendakwahinya dengan cara yang lembut, maka selain Fir‘aun lebih
berhak didakwahi dengan cara yang lembut.
101
Bisa juga diartikan dengan membersihkan diri dari syirik, yaitu dengan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah. Atau membersihkan diri dari noda syirk dan kekafiran dengan
menggantinya dengan iman dan amal saleh.
Sungguh lembut sekali kalimat di atas, demikianlah pengajaran Allah Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-
Nya, maka siapa saja yang tidak menerima tawaran ini sungguh sangat keterlaluan.
Ayat ini juga mengajarkan kepada para da‘i agar bersikap lembut dalam berdakwah.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 39


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


19. dan engkau akan kupimpin ke jalan Tuhanmu102 agar engkau takut kepada-Nya?" 103

   


20. 104Lalu (Musa) memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar105.

  


21. Tetapi dia (Fir´aun) mendustakan106 dan mendurhakai107.

   


22. Kemudian dia berpaling108 seraya berusaha menantang (Musa)109.

  


23. Kemudian dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru (memanggil kaumnya).

    


24. (seraya) berkata, "Akulah tuhanmu yang paling tinggi110.‖

     


25. Maka Allah menghukumnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia.

      


26. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Allah)111.
102
Yakni aku tunjukkan kepadamu jalan kepada-Nya serta aku terangkan di mana tempat terletak keridhaan-
Nya dan di mana tempat terletak kemurkaan-Nya.
103
Yakni sehingga hatimu tunduk kepada-Nya dan mau menaati-Nya setelah sebelumnya keras, kotor, dan
jauh dari kebaikan.
104
Oleh karena manusia manusia biasanya tidak percaya terhadap dakwaan atau pernyataan seseorang
bahwa dia seorang rasul kecuali dengan adanya bukti ayat, maka Allah berikan kepada setiap rasul-Nya bukti
mukjizat.
105
Yaitu tangan yang bercahaya, tongkat yang berubah menjadi ular, atau mukjizat lainnya di samping
kebenaran yang jelas pada apa yang Beliau bawa.
106
Yakni mendustakan Nabi Musa ‗alaihis salam dan mendustakan kebenaran yang Beliau bawa serta
menyelisihi perintahnya. Singkatnya, batinnya kafir sehingga zhahir atau lahiriahnya tidak mau tunduk,
bahkan malah mendurhakainya.
107
Yakni mendurhakai Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
108
Dari beriman.
109
Bisa juga diartikan berusaha mengadakan kerusakan di bumi atau berusaha menentang yang hak dan
memeranginya, yaitu dengan mengumpulkan para pesihir untuk melawan mukjizat yang ditunjukkan Nabi
Musa ‗alaihissalam.
110
Maksudnya, tidak ada tuhan di atasku. Lalu kaumnya menaatinya dan mengakui kebatilannya itu karena
pengaruhnya. Menurut Ibnu Abbas dan Mujahid, bahwa pernyataan Fir‘aun ini ―sebagai tuhan yang paling
tinggi‖ diucapkan Fir‘aun setelah 40 tahun ia menyatakan, bahwa ia tidak mengetahui adanya tuhan di
sampingnya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 40


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 27-33: Membangkitkan manusia adalah mudah bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
mengingatkan kaum musyrik terhadap kelemahan mereka dan besarnya nikmat yang
diberikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada mereka.

       


27. 112Apakah penciptaan kamu113 yang lebih hebat ataukah langit?114 Allah telah membangunnya.
111
Hal itu, karena orang yang takut kepada Allah, dialah yang dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat dan
pelajaran-pelajaran yang disampaikan. Ketika dia melihat hukuman yang menimpa Fir‘aun, maka dia
mengetahui bahwa setiap orang yang sombong dan durhaka kepada Allah, bahkan berani menentang Allah,
maka Allah akan menghukumnya di dunia dan akhirat. Akan tetapi, orang yang telah hilang rasa takut
kepada Allah dari hatinya, maka ia tetap tidak akan beriman meskipun didatangkan setiap ayat kepadanya.
Dari ayat 16-26 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) hiburan bagi para da‘i dan agar
mereka bersabar dalam dakwah, (2) menetapkan munajat Nabi Musa alaihis salam kepada Rabbnya, dan
bahwa Allah berbicara langsung kepadanya tanpa perantara, (3) tidak ada yang menyucikan jiwa selain
Islam; yakni dengan mengamalkan syariatnya, (4) rasa takut kepada Allah muncul ketika seseorang
mengenal Allah Ta‘ala, (5) adanya mukjizat tidak pasti membuat orang yang melihatnya beriman, (6)
peringatan keras terhadap orang yang menyatakan sebagai tuhan, dan bahwa ia salah satu thagut.
112
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman menyebutkan dalil yang jelas kepada orang-orang yang
mengingkari kebangkitan dan menganggap mustahil Allah akan menghidupkan kembali manusia yang telah
mati dan menjadi tulang-belulang.
Faedah:
Kebenaran hari kiamat atau hari kebangkitan didukung oleh dalil naqli (wahyu) maupun aqli (akal).
Dalil naqli yang menerangkan adanya hari Kiamat sangat banyak, bahkan seluruh kitab-kitab samawi (yang
diturunkan Allah Azza wa Jalla) menyatakan adanya hari kebangkitan.
Allah Azza wa Jalla berfirman,
―Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah,
"Bahkan, demi Tuhanku, kamu benar-benar akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan." Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.‖ (Terj. Qs. At Taghabun: 7)
Ayat ini menunjukkan, bahwa orang yang mengingkari hari kebangkitan adalah orang yang kafir.
Allah Azza wa Jalla juga berfirman,
―Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan
manusia tidak beriman.‖ (Terj. Qs. Ghaafir: 59)
―Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya
kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.‖ (Terj. Qs. Ar Ruum: 27)
Jika Allah sanggup menciptakan manusia pertama kali, sedangkan sebelumnya mereka tidak ada, tentu
menghidupkan lagi setelah mereka mati lebih mudah bagi-Nya, karena sebelumnya mereka sudah ada.
Dia juga berfirman,
―Dan di antara tanda-tanda-(kekuasaan)-Nya (adalah) bahwa engkau lihat bumi kering dan gersang, maka
apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang
menghidupkannya, pasti dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.‖ (Terj. Qs. Fushshilat: 39)
Kita dapat menyaksikan, bagaimana sebutir biji yang kering dan telah mati, kemudian kita lempar ke tanah
yang subur, maka lama-kelamaan biji itu hidup kembali, mengeluarkan tunas dan berkembang. Ini
menunjukkan, bahwa kebangkitan itu sejalan dengan akal sehat dan bukan sesuatu yang mustahil.
Allah Azza wa Jalla juga berfirman,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 41


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


28. Dia telah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya115,

    


29. dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan menjadikan siangnya (terang benderang)116.

    


30. Dan setelah itu bumi117 Dia hamparkan118.

    


31. Darinya Dia pancarkan mata air, dan (ditumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.

  


32. Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan teguh119.

   


33. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu120.

―Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.‖ (Terj. Qs. Ghaafir: 57)
Jika Allah sanggup menciptakan langit dan bumi yang sangat besar, apalagi menciptakan manusia.
Di samping itu, kebijaksanaan dan keadilan Allah menghendaki untuk megadakan hari Kiamat, agar
diputuskan permasalahan yang diperselisihkan manusia, agar orang-orang yang zalim dan menganiaya
manusia diberikan balasan, agar orang yang terzalimi mengambil haknya, agar orang-orang yang beriman
dan beramal saleh diberi pahala, dsb. Jika tidak ada hari Kiamat atau hari pembalasan, sungguh kasihan
sekali mereka yang terzalimi, dan sungguh nyaman sekali orang yang menzalimi, seperi Fir‘aun dan
pengikutnya yang tega menindas rakyatnya, bahkan sampai menyembelih anak-anak laki-laki Bani Israil.
113
Wahai orang yang mengingkari kebangkitan.
114
Ayat ini seperti firman Allah Azza wa Jalla di surah Ghafir ayat 57. Kalimat setelahnya adalah kalimat
baru, oleh karenanya sebaiknya waqaf di kata ini.
115
Allah telah meninggikan bangunannya, membuat luas areanya, menyamakan tepinya, dan menghiasinya
dengan bintang-bintang di malam yang gelap.
116
Sehingga manusia dapat bertebaran di bumi untuk maslahat agama dan dunia mereka.
117
Bumi telah diciptakan sebelum langit namun belum dihamparkan. Bumi dihamparkan setelah langit
diciptakan. (Lihat pula Qs. Fushshilat ayat 9-12).
118
Menurut Syaikh As Sa‘diy, maksudnya menyimpankan di dalamnya berbagai manfaatnya. Manfaat
tersebut diterangkan lebih lanjut oleh ayat berikutnya.
Dan telah diterangkan di surat Fushshilat ayat 9-12, bahwa bumi diciptakan sebelum penciptaan langit, akan
tetapi penghamparannya seperti yang dijelaskan dalam beberapa ayat di atas terjadi setelah penciptaan langit.
119
Yakni Allah pancangkan gunung di bumi dan menahannya sehingga tidak goncang. Dengan demikian,
Tuhan yang mampu menciptakan langit yang besar dan kuat serta benda-benda langit yang ada di dalamnya,
demikian pula yang menciptakan bumi dan apa yang ada di di sana serta menciptakan segala kebutuhan
makhluk dan berbagai manfaat bagi mereka, pasti mampu membangkitkan makhluk setelah mereka mati,
kemudian Dia akan memberikan balasan terhadap amal mereka, maka barang siapa yang berbuat baik, dia
akan mendapatkan surga, sebaliknya barang siapa yang berbuat buruk, maka janganlah ia cela selain dirinya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 42


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 34-41: Peristiwa yang akan disaksikan pada hari Kiamat, keadaan orang-orang kafir
dan keadaan orang-orang mukmin.

    


34. Maka apabila malapetaka besar (hari Kiamat) telah datang121.

     


35. Yaitu pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya 122,

    


36. dan neraka diperlihatkan dengan jelas kepada setiap orang yang melihat.

   


37. Maka adapun orang yang melampaui batas123,

120
Apa saja yang disebutkan dari mulai memancarkan mata airnya, mengeluarkan sesuatu yang terkandung
di dalamnya, mengalirkan sungai-sungainya, menumbuhkan tanam-tanamannya, menancapkan gunung-
gunungnya agar penduduknya dapat tinggal dengan tenang dan lain sebagainya, semua ini untuk kesenangan
kita dan untuk kebutuhan hewan ternak kita di dunia ini sampai waktu yang ditentukan Allah Azza wa Jalla.
Ini semua patut untuk kita syukuri.
Dari ayat 27-33 kita dapat menarik pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan kebangkitan dan pembalasan, (2)
menerangkan karunia Allah Ta‘ala dan nikmat-Nya kepada manusia, (3) disyariatkan berdalih dengan yang
besar untuk yang kecil, yang banyak untuk yang kecil, dst.
121
Ketika itu seorang ibu lalai terhadap anaknya, demikian pula kawan, ia juga lalai terhadap kawannya dan
orang yang cinta juga lalai kepada kekasihnya.
Hari kiamat disebut ‗Ath Thaammah‘ karena keadaannya yang penuh dengan sesuatu yang dahsyat dan
mengerikan.
122
Selama di dunia baik atau buruk. Pada hari itu, Allah keluarkan catatan amalnya, dan saat ia membacanya,
maka ia pun ingat terhadap perbuatan yang dikerjakannya selama di dunia. Allah Ta‘ala berfirman,
―Dan setiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada
lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya dalam keadaan
terbuka.--"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu." (Terj.
Qs. Al Israa: 13-14)
―Pada hari ketika setiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan
yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah
memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.‖ (Terj. Qs.
Ali Imran: 30)
Pada hari itu, ia berangan-angan ditambah kebaikannya dan bersedih karena banyak keburukannya dan
sedikit kebaikannya. Ia pun mengetahui bahwa sumber keberuntungan dan kerugiannya terletak pada apa
yang dia usahakan ketika di dunia. Ketika itu, semua sebab dan hubungan yang terjalin di dunia terputus
selain amal. Ayat ini sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Fajr: 23.
123
Dengan berani melakukan dosa-dosa besar dan tidak berhenti pada batas yang Allah tetapkan. Bisa juga
maksudnya, melampaui batas dari tujuan dia diciptakan di dunia, yaitu beribadah hanya kepada Allah Azza
wa Jalla dan mengisi hidupnya dengan beribadah minimal yang wajib; ia berpaling dari tujuan itu malah
menyembah selain-Nya atau tidak mau mengisi hidupnya dengan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 43


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


38. dan lebih mengutamakan kehidupan dunia124,

    


39. maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya125.

         
40. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya126 dan menahan diri dari
(keinginan) hawa nafsunya127,

    


41. maka sungguh, surgalah128 tempat tinggal(nya).

Ayat 42-46: Membicarakan tentang hari Kiamat, kapan terjadinya dan pengingkaran kaum
musyrik terhadapnya.

     

124
Daripada akhirat, sehingga kerja kerasnya tertuju kepadanya, waktunya habis untuk memperoleh
kesenangan dunia, lupa dengan akhirat dan tidak beramal untuknya, serta mengikuti hawa nafsunya.
125
Tempat kembalinya adalah neraka yang makanannya adalah Zaqqum dan minumannya adalah air yang
sangat panas.
126
Ia takut ketika berdiri di hadapan Tuhannya, dimana rasa takut ini berpengaruh dalam hatinya sehingga ia
tahan dirinya dari keinginan hawa nafsunya, dan hawa nafsunya menjadi lebih mengikuti apa yang dibawa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta ia lawan hawa nafsunya yang menghalanginya dari kebaikan.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Barang siapa yang malu kepada Allah ketika berbuat maksiat, maka
Allah akan malu mengazabnya pada hari ketika ia bertemu dengan-Nya." (Ad Daa wad Dawa hal. 170)
Faedah:
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Seorang hamba berada di hadapan Allah pada dua tempat:
1. Ketika shalat
2. Pada hari Kiamat saat dirinya berhadapan dengan-Nya
Barang siapa yang memenuhi hak-Nya pada saat berhadapan dengan-Nya di dunia (dalam shalat), maka akan
ringan urusannya saat berhadapan dengan-Nya pada hari kiamat. Tetapi barang siapa yang meremehkan
posisinya ketika berada di hadapan-Nya di dunia, dimana dirinya tidak memenuhi hak-Nya, maka akan
dipersulit keadaannya pada hari Kiamat." (Al Fawaid, hal. 273)
127
Dalam diri manusia ada tiga nafsu, yaitu: (1) Nafsu Muthmainnah (yang tenang) seperti tertera di surah
Al Fajr: 27-30, (2) Nafsu Ammarah bis suu‘ (yang menyuruh kepada keburukan), lihat surah Yusuf: 53, dan
(3) Nafsu Lawwamah (yang sering mencela dirinya), lihat surah Al Qiyamah: 1-2.
Manusia merasakan tiga nafsu ini, ia merasakan ketenangan (muthmainnah) saat berdzikir kepada Allah
Azza wa Jalla dan mengerjakan kebaikan, terkadang dirinya didorong hawa nafsu untuk mengerjakan
keburukan (ammarah bis suu‘), dan terkadang dirinya menyalahkan dirinya ketika tahu tindakannya salah
(Lawwamah). Kita meminta kepada Allah agar Dia mengarahkan kita kepada nafsu muthmainnah, aamin.
128
Yang merupakan tempat yang penuh kebaikan, kebahagiaan, kegembiraan, dan kenikmatan.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 44


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
42. 129Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat,
―Kapankah terjadinya?130‖

    


43. Untuk apa engkau perlu menyebutkan (waktunya)?131

   


44. Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya)132.

     


45. Engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan133 bagi siapa yang takut kepadanya (hari
Kiamat)134.

129
Ibnu Jarir berkata: Telah menceritakan kepadaku Ya‘qub bin Ibrahim ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Sufyan bin ‗Uyaynah dari Az Zuhriy dari Urwah dari Aisyah ia berkata, ―Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam senantiasa ditanya tentang hari Kiamat (kapan waktunya), sampai Allah ‗Azza wa Jalla
menurunkan, ―Untuk apa engkau perlu menyebutkan (waktunya)?-- Kepada Tuhanmulah dikembalikan
kesudahannya (ketentuan waktunya).‖
130
Pertanyaan ini mereka ucapkan adalah sebagai ejekan saja, bukan karena mereka percaya akan hari
kebangkitan.
Catatan:
Pertanyaan tentang kapan Kiamat terbagi dua: pertama, pertanyaan sebagai ejekan dan mengingkari, ini
adalah kekafiran. Kedua, pertanyaan untuk mempersiapkan diri menghadapinya, maka hal ini tidak mengapa,
sebagaimana pernah ada yang bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ―Wahai Rasulullah, kapan
Kiamat?‖ Maka Beliau balik bertanya, ―Apa yang sudah engkau persiapkan untuk menghadapinya?‖ Ia
menjawab, ―Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.‖ Beliau bersabda, ―Seseorang akan bersama dengan orang
yang dicintainya.‖ (Hr. Bukhari dan Muslim)
Pertanyaan ‗kapan tibanya Kiamat?‖ seperti pertanyaan ‗kapan saya meninggal dunia?‖ Hal ini tidak perlu
ditanya, karena baik kematian maupun Kiamat adalah perkara yang pasti namun kita tidak mengetahui
kapannya; yang mengetahuinya hanyalah Allah Azza wa Jalla. Oleh karenanya, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam balik bertanya, ―Apa yang sudah engkau persiapkan untuk menghadapinya?‖ Karena inilah yang
harus diperhatikan oleh seseorang, agar ketika kematian datang atau Kiamat tiba, dia dalam keadaan
memiliki persiapan.
131
Yakni engkau tidak memiliki pengetahuan terhadapnya sehingga untuk apa engkau perlu
menyebutkannya.
132
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta‘ala, ―Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, "Kapankah
terjadinya?" Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak
seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu sangat berat (huru
haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan
dengan tiba-tiba.‖ Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah,
"Sesungguhnya pengetahuan tentang bari Kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.‖ (Terj. QS. Al A‘raaf: 187)
Oleh karena itu, ketika malaikat Jibril bertanya kepada Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam tentang kapan
Kiamat, maka Beliau menjawab, ―Orang yang ditanya tidaklah lebih mengetahui daripada penanya,‖ yakni
keduanya sama-sama tidak mengetahui, yang mengetahui kapan tibanya hanyalah Allah Azza wa Jalla.
133
Yakni Allah mengutusmu hanyalah untuk memperingatkan manusia terhadap azab-Nya sebelum azab itu
datang, maka barang siapa yang takut kepada Allah, takut jika nanti berhadapan dengan-Nya, dan takut
terhadap ancaman-Nya, lalu ia mengikuti Rasul-Nya, maka dia akan beruntung dan sukses, sedangkan orang
yang mendustakan Rasul-Nya shallallahu ‗alaihi wa sallam dan menyelisihinya akan mendapatkan kerugian
dan penyesalan, wal ‗iyadz billah.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 45


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

         
46. Pada hari ketika mereka melihat hari Kiamat itu (karena suasananya hebat)135, mereka merasa
seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore136 atau pagi hari137.

134
Yakni peringatanmu hanyalah bermanfaat bagi orang yang takut terhadap kedatangan hari Kiamat dan
takut berhadapan dengan Tuhannya. Mereka adalah orang-orang yang beriman. Adapun orang yang tidak
beriman, maka tidak bermanfaat peringatan itu (lihat Qs. Yunus: 101), bahkan hanya menegakkan hujjah saja
atasnya.
135
Yakni ketika mereka dibangkitkan dari kuburnya ke padang mahsyar.
136
Yakni dari setelah Zhuhur sampai tenggelam matahari.
137
Yakni dari setelah terbit matahari sampai pertengahan siang. Hal itu, karena hebatnya suasana hari
berbangkit sehingga mereka merasa bahwa hidup di dunia hanya sebentar saja.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Ini adalah kenyataan, karena kalau kita bertanya sekarang
―Sudah berapa tahun berlalu bagi kita?‖ Apakah kita merasakan beberapa tahun itu atau seakan-akan hanya
sehari saja? Tidak diragukan lagi, bahwa seakan-akan beberapa tahun yang berlalu itu seperti sehari saja.
Dan manusia di antara tiga hal; hari yang telah berlalu, maka hal ini telah terlewat olehnya, hari yang akan
datang yang ia tidak tahu; apakah akan dijumpainya atau tidak, dan hari sekarang yang ia akan diminta
pertanggung jawaban terhadapnya.‖ (Tafsir Juz ‗Amma hal. 58)
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata, "Dunia itu ada tiga; yang kemarin, maka telah pergi dengan
keadaannya. Esok, maka boleh jadi engkau tidak memperolehnya, adapun hari ini, maka merupakan
kesempatan untukmu, oleh karena itu beramallah." (Az Zuhd Al Kabir karya Baihaqi)
Selesai tafsir surah An Naazi‘aat dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wal hamdulillahi Rabbil
‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 46


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah ‘Abasa (Bermuka Masam) 138


Surah ke-80. 42 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-16: Kisah seorang sahabat yang buta yang datang kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam untuk mengenal agama, dan teguran kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam karena berpaling darinya.

  


1. 139Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling140,

138
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan hakikat dakwah Islam, keutamaan mereka yang mau
menerimanya siapa pun dia, dan kehinaan bagi mereka yang menolaknya siapa pun dia.
139
Lebih dari seorang mufassir menyebutkan, bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
berbicara dengan salah seorang tokoh Quraisy, Beliau mengharapkan dia masuk ke dalam Islam, maka pada
saat Beliau berbicara dengannya tiba-tiba Ibnu Ummi Maktum datang –ia adalah seorang yang masuk Islam
lebih dulu- untuk bertanya tentang sesuatu, sedangkan Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam ingin jika Ibnu
Ummi Maktum menghentikan pertanyaannya agar Beliau bisa bicara dengan tokoh Quraisy itu karena ingin
ia mendapatkan hidayah, sehingga wajah Beliau masam terhadap Ibnu Ummi Maktum, berpaling darinya dan
menghadap kepada yang lain, maka Allah menurunkan ayat di atas.
Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‗Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata,

―Turun ayat ‗Abasa wa tawalla berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum seorang yang buta, ia datang kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan berkata, ―Wahai Rasulullah, bimbinglah aku.‖ Ketika itu di
dekat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ada salah seorang pembesar kaum musyrikin, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berpaling darinya dan menghadap kepada yang lain (orang musyrik) sambil
berkata, ―Apakah menurutmu apa yang aku ucapkan salah?‖ Orang itu menjawab, ―Tidak.‖ Karena inilah
(ayat tersebut) turun.‖ (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi (3331) dan
Syaikh Muqbil dalam Ash Shahiihul Musnad Min Asbaabin Nuzuul hal. 264-265)
Dalam ayat di atas terdapat dalil bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam telah
menyampaikan risalahnya secara sempurna tanpa menyembunyikannya, menunaikan amanah, dan menasihat
umat, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam-Nya kepada Beliau.
Aisyah radhiyallahu anha berkata, ―Kalau seandainya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
menyembunyikan salah satu wahyu Allah, tentu Beliau akan menyembunyikan teguran Allah kepada Beliau
di surah ‗Abasa wa Tawalla.‖
140
Dalam ayat ini terdapat kelembutan Allah Azza wa Jalla terhadap Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam,
karena Allah menegur Beliau tidak dengan dhamir (kata ganti nama) khithab (orang kedua), tetapi dengan
dhamir ghaib (orang ketiga).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 47


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


2. karena seorang buta141 telah datang kepadanya142.

    


3. 143Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya144,

    


4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya145?

   


5. adapun orang yang merasa dirinya serba cukup146,

   


6. maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya.

    


7. Padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman) 147.

141
Dalam ayat ini terdapat dalil boleh menyebut seseorang dengan sifatnya seperti buta, pincang dan
sebagainya, jika maksudnya bukan mencela tetapi untuk menunjukkan orang tertentu karena dibutuhkan.
142
Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam meminta diberitahukan tentang ajaran Islam; lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bermuka
masam dan berpaling darinya, karena Beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan harapan agar
pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat ini sebagi teguran kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dala Tafsir Juz Amma, bahwa sikap Beliau ‗bermuka masam
dan berpaling‘ ini karena Beliau memperhatikan dua hal: (1) Beliau berharap masuk Islamnya para tokoh
Quraisy itu, dan (2) agar mereka tidak merendahkan Beliau karena memperhatikan orang yang buta ini yang
dianggap remeh oleh mereka. Tidak diragukan lagi, bahwa hal ini merupakan ijtihad dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, dan bukan sebagai sikap merendahkan Ibnu Ummi Maktum, karena kita tahu
bahwa perhatian Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah mendakwahkan kebenaran di antara hamba-hamba
Allah, dan bahwa semua manusia sama di hadapannya, bahkan orang yang lebih menyambut seruan Beliau
itulah yang paling Beliau cintai.
143
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan faedah memperhatikan orang itu.
144
Dari dosa atau dari akhlak yang tercela.
145
Dengan mengamalkannya. Ayat ini menunjukkan bahwa sepatutnya seorang alim memberikan perhatian
lebih kepada penuntut ilmu yang butuh yang memang lebih semangat daripada yang lain. Dari ayat ini
diambil sebuah kaedah, yaitu:

―Perkara yang jelas tidaklah ditinggalkan karena perkara yang belum jelas, dan maslahat yang tampak
terwujud tidaklah ditinggalkan karena maslahat yang masih dikira-kira.‖
146
Yaitu pembesar-pembesar Quraisy yang sedang dihadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang
diharapkannya dapat masuk Islam, dimana mereka merasa cukup dengan hartanya karena banyak, dan
merasa cukup dengan kedudukan karena kuatnya.
147
Yakni karena tugasmu hanyalah menyampaikan.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 48


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),

  


9. sedang dia takut (kepada Allah),

   


10. engkau (Muhammad) malah mengabaikannya148.

   


11. Sekali-kali jangan (begitu)149! Sungguh, (ajaran-ajaran Allah) itu suatu peringatan150,

   


12. maka barang siapa menghendaki, tentulah dia akan memerhatikannya151,

   


13. 152di dalam kitab-kitab yang dimuliakan (di sisi Allah)153,

  

148
Dari sinilah kemudian Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasul-Nya shallallahu ‗alaihi wa sallam agar
tidak mengkhususkan peringatannya kepada orang tertentu, bahkan Allah memerintahkan Beliau agar
menyamakan peringatannya baik kepada orang terhormat maupun orang biasa, orang kaya maupun orang
miskin, laki-laki maupun wanita, anak-anak maupun orang dewasa, kemudian Beliau melakukan itu semua.
Selanjutnya, Allah Azza wa Jalla memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang
lurus, dan Dia memiliki hujjah yang dalam terhadap hal itu.
Ats Tsauri berkata, ―Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam setelah itu ketika melihat Ibnu Ummi Maktum
membuka selendangnya dan berkata, ―Selamat datang orang yang karenanya Rabbku menegurku!‖ sambil
bersabda, ―Adakah yang bisa dibantu?‖ Beliau juga mengangkatnya sebagai pengganti Beliau di Madinah
dua kali dalam dua peperangan yang dilakukan Beliau shallallahu alaihi wa sallam. Anas berkata,‖Aku
melihatnya pada perang Qadisiyyah menunggang kendaraan dengan mengenakan baju besi dan panji
berwarna hitam.‖
149
Kata ―Kalla‖ di ayat tersebut bisa diartikan ―haqqan‖ (Tentu atau pasti). Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah, lafaz kalla menunjukkan larangan, yakni jangan lakukan seperti itu.
150
Kepada semua makhluk. Dengannya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memperingatkan hamba-hamba-Nya,
menerangkan apa yang mereka butuhkan serta menerangkan yang benar dari yang salah sehingga mereka
tidak tersesat.
Dalam ayat di atas terdapat pengajaran dari Allah Azza wa Jalla agar dalam dakwah tidak mengutamakan
orang terhormat karena kedudukannya atau kerabat karena kedekatannya atau orang kaya karena
kekayaannya, bahkan hendaknya mereka di hadapannya adalah sama berhak untuk didakwahi.
151
Dan mengamalkannya. Allah menjadikan pilihan bagi manusia sebagai takdir-Nya, yakni antara beriman
atau kafir, namun secara syara‘, maka sesungguhnya Dia tidak meridhai kekafiran terhadap hamba-hamba-
Nya, tetapi dari sisi takdir, maka dia diberi pilihan, dan tidak seperti yang disangka sebagian manusia bahwa
manusia dipaksa terhadap perbuatannya.
152
Maksudnya, surat atau nasihat ini ada di dalam kitab-kitab yang dimuliakan.
153
Yaitu Lauh Mahfuzh atau kitab-kitab para nabi.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 49


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
14. yang ditinggikan154 dan disucikan155,

  


15. di tangan para utusan (malaikat)156,

  


16. yang mulia157 lagi berbakti158.

Ayat 17-23: Peringatan Allah kepada manusia yang tidak tahu hakikat dirinya, dan
bagaimana dia sampai ingkar kepada Tuhannya padahal nikmat-nikmat terus turun
melimpah kepadanya.

    


17. 159Celakalah manusia160! Alangkah kufurnya dia161!

154
Kedudukannya.
155
Dari disentuh oleh setan. Demikian pula disucikan dari adanya penambahan, pengurangan, maupun
penyelewengan.
156
Yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya. Ada yang menafsirkan safarah dengan
malaikat para penulis. Imam Bukhari berkata, ―Safarah adalah para malaikat; ia memperbaiki (hubungan)
mereka. Malaikat dianggap sebagai safir (duta) apabila turun dengan membawa wahyu Allah Ta‘ala, dimana
keadaan duta itu mendamaikan hubungan antar kaum.‖
157
Yakni mulia fisik dan akhlak. Oleh karena itu, Allah menyifati mereka dengan sifat mulia, tidak sombong
dari beribadah kepada Allah dan tidak pernah bosan, serta bertasbih siang dan malam.
158
Yakni taat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Bararah juga bisa diartikan baiknya hati dan amal
mereka. Semua ini merupakan bentuk penjagaan Allah terhadap kitab-Nya, yaitu dengan mengutus para
malaikat yang mulia dan kuat kepada para rasul, dan tidak memberikan kesempatan bagi setan untuk
menyentuh atau mencurinya. Kitab ini jelas mengharuskan untuk diimani dan diterima, akan tetapi manusia
tidak menghendaki selain tetap bersikap kufur. Oleh karena itu, pada ayat selanjutnya Dia berfirman,
―Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia!‖
Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‗anha ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam bersabda,

―Orang yang lancar membaca Al Qur‘an akan bersama malaikat utusan yang mulia lagi berbakti, sedangkan
orang yang membaca Al Qur‘an dengan tersendat-sendat lagi berat, maka ia akan mendapatkan dua pahala.‖
(Hadits ini juga diriwayatkan oleh Jamaah Ahli Hadits).
Dari ayat di atas Ibnu Katsir berkata, ―Dari sini (diketahui), bahwa sepatutnya bagi pemikul Al Qur‘an agar
tindakan dan ucapannya lurus dan tepat.‖
Dari ayat 1-16 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
telah menyampaikan risalahnya secara sempurna; tanpa ada yang disembunyikannya sedikit pun, (2)
menerangkan kedudukan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, hal ini ditunjukkan oleh uslub teguran Allah
Ta‘ala kepada Beliau dengan bentuk khithab (kata ganti orang ketiga), (3) seorang da‘i hendaknya
mengarahkan dakwahnya kepada semua kalangan; bukan hanya kalangan tertentu saja.
159
Pada ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta‘ala mencela orang-orang yang mengingkari kebangkitan.
160
Yakni orang-orang kafir. Kata ‗Qutila‘ di ayat ini juga bisa diartikan ‗terlaknatlah.‘

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 50


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


18. 162Dari apakah Dia (Allah) menciptakannya?

    


19. Dari setetes mani, Dia menciptakannya lalu menentukannya163.

   


20. Kemudian jalannya Dia mudahkan164,

   


21. kemudian Dia mematikannya lalu menguburkannya165,

161
Kepada nikmat Allah, dan alangkah kerasnya penentangannya kepada kebenaran setelah jelas, padahal
siapakah dia? Dia hanyalah makhluk yang diciptakan dari sesuatu yang paling lemah; dari air yang hina lalu
Allah menentukan fase-fase kejadiannya dan menyempurnakannya.
Sebagian ulama menafsirkan huruf ‗maa‘ dengan istifham (kata tanya) sehingga maksudnya ‗Apa yang
membuatnya kafir? Yakni bagaimana ia kafir padahal Allah telah memberinya akal, rasul telah diutus-Nya,
dan kitab telah diturunkan-Nya di samping diperkuat oleh bukti dan mukjizat!
162
Selanjutnya Allah Ta‘ala menjelaskan bagaimana Dia menciptakan manusia dari sesuatu yang hina, dan
bahwa Dia berkuasa menghidupkan kembali manusia yang telah mati itu.
163
Yang dimaksud dengan menentukannya adalah menentukan fase-fase kejadiannya (dari mani menjadi
segumpal darah lalu menjadi segumpal daging dst.), demikian pula menentukan umurnya, rezekinya,
amalnya, dan nasibnya; apakah ia menjadi orang bahagia atau celaka?
Dari Ibnu Mas‟ud radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan
kepada kami dan beliau adalah orang yang benar lagi dibenarkan,

.
―Sesungguhnya setiap kamu dihimpunkan kejadiannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat
puluh hari, lalu berubah menjadi segumpal darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal
daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan kepadanya ruh
dan diperintahkan untuk mencatat empat perkara: mencatat rezekinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau
bahagia. Demi Allah yang tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia, sesungguhnya di antara kamu
ada orang yang melakukan perbuatan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal
sehasta, akan tetapi catatan mendahuluinya, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli neraka, ia pun masuk ke
neraka. Sesungguhnya di antara kamu ada orang yang melakukan perbuatan ahli neraka sehingga jarak antara
dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, akan tetapi catatan mendahuluinya, akhirnya dia melakukan
perbuatan ahli surga, ia pun masuk ke surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
164
Memudahkan jalan maksudnya memudahkan kelahirannya, atau maksudnya memberikan kesempatan
kepadanya untuk menempuh jalan yang benar atau jalan yang sesat. Menurut Mujahid, ayat ini sama seperti
firman Allah Ta‘ala, ―Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan
ada pula yang kafir,‖ (Terj. QS. Al Insaan: 3) yakni Kami telah menerangkan kepadanya (jalan yang lurus)
dan memudahkan untuk mengamalkannya. Hal ini juga dinyatakan oleh Al Hasan dan Ibnu Zaid.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 51


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


22. kemudian jika Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali166.

     


23. Sekali-kali jangan begitu! Dia (manusia) itu belum melaksanakan apa yang Dia (Allah)
perintahkan kepadanya167.

Ayat 24-32: Bukti-bukti kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala di alam semesta,


penumbuhan biji-bijian terdapat dalil akan adanya kehidupan setelah mati.

    


24. 168Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya169,

    


25. Kamilah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit) 170,

    


26. kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya171,

165
Allah Subhaanahu wa Ta'aala memuliakannya dengan menguburkannya dan tidak menjadikannya seperti
makhluk yang lain yang jasadnya tidak dikubur.
166
Yakni membangkitkannya setelah mati untuk diberikan balasan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala Dialah
yang sendiri mengatur manusia dengan pengaturan-pengaturan ini, namun manusia belum melaksanakan
perintah Allah dan apa yang diwajibkan-Nya, bahkan selalu meremehkan sebagaimana diterangkan dalam
ayat selanjutnya.
167
Menurut Ibnu Jarir, maksudnya perkaranya tidaklah seperti yang disangka manusia yang kafir ini, bahwa
ia telah menunaikan hak Allah pada diri dan hartanya, bahkan dia belum menunaikan kewajiban-kewajiban
Allah Azza wa Jalla.
Menurut Ibnu Katsir, bahwa Allah tidak melakukan hal itu (membangkitkan manusia) sekarang sampai masa
yang ditetapkan telah berlalu dan jumlah manusia yang ditetapkan Allah untuk lahir dan keluar ke dunia
sudah selesai. Setelah itulah, Dia membangkitkan manusia kembali.
168
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengarahkan manusia agar memperhatikan dan memikirkan
makanannya, dan bagaimana makanan itu sampai kepadanya setelah melalui banyak tahapan karena
kemudahan-Nya.
169
Dalam ayat ini dan setelahnya terdapat penjelasan tentang nikmat yang Allah berikan kepada manusia
sekaligus terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla berkuasa menghidupkan manusia
yang telah mati sebagaimana Dia berkuasa menghidupkan tanah yang mati dengan menumbuhkan tanam-
tanaman.
170
Ayat ini seperti firman Allah Ta'ala, "Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.--Kamukah
yang menumbuhkannya atau kamikah yang menumbuhkannya?--Kalau Kami kehendaki, Kami benar-benar
jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran dan tercengang.--(sambil berkata), "Sesungguhnya
Kami benar-benar menderita kerugian",--Bahkan Kami menjadi orang-orang yang tidak mendapatkan hasil
apa-apa.‖ (Terj. Qs. Al Waqi‘ah: 63-67).
171
Sehingga air yang Dia turunkan masuk ke sela-sela bumi dan mengena kepada biji yang tertanam di
dalamnya, lalu biji itu tumbuh di permukaan bumi.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 52


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


27. lalu di sana Kami tumbuhkan biji-bijian,

  


28. anggur dan sayur-sayuran,

  


29. dan zaitun dan pohon kurma172,

  


30. dan kebun-kebun (yang) rindang,

  


31. dan buah-buahan173 serta rerumputan174,

   


32. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu175.

Ayat 33-42: Kedahsyatan hari Kiamat, keadaan kaum mukmin dan kaum kafir pada hari itu.

   


33. Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua)176,

     


34. pada hari itu manusia lari dari saudaranya177,

172
Disebutkan secara lebih khusus nama-nama tanaman itu karena banyak faedah dan manfaatnya.
173
Untuk dimakan dengan nikmat oleh manusia.
174
Untuk dimakan hewan ternak mereka.
175
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan semua itu dan menundukkannya untukmu. Oleh karena itu,
hendaknya kamu bersyukur kepada Allah, membenarkan berita-berita yang disampaikan-Nya serta rela
mengorbankan fikiran dan tenagamu untuk menjalankan perintah-perintah-Nya yang sebenarnya mudah.
Dari ayat 17-32 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menerangkan bukti kekuasaan Allah
Azza wa Jalla, ilmu-Nya, dan kebijaksanaan-Nya, dimana itu semua menghendaki untuk beriman kepada
Allah, kepada ayat-ayat-Nya, rasul-Nya, dan pertemuan dengan-Nya, (2) berdalih dengan makhluk untuk
menunjukkan Al Khaliq, dan bahwa jejak sesuatu menunjukkan sesuatu itu. Oleh karena itu, sangat aneh
sekali mengapa orang-orang kafir mengingkari Allah Rabbnya, padahal Dia yang telah menciptakannya,
memberikan rezeki kepadanya, menjaga kehidupannya, dan menjaga keberadaannya sampai ajalnya, (3)
menerangkan bahwa manusia tetap saja tidak bisa bersyukur secara maksimal meskipun setiap harinya ia
berpuasa, dan setiap malamnya shalat malam.
176
Al Baghawi berkata, ―Ash Shaakhkhah adalah suara yang memekakan telinga pada hari Kiamat.
Dinamakan demikian karena suaranya memekakan telinga sampai membuatnya hampir tuli.‖
177
Meskipun mereka sama-sama melihat dan bertemu. Semua manusia hanya memperhatikan dirinya sendiri;
yang penting dirinya selamat, bahkan para nabi ulul azmi pun demikian, mereka semua meminta
keselamatan kepada Allah Azza wa Jalla terhadap diri mereka? Lalu bagaimana dengan kita yang belum
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 53
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


35. dan dari ibu dan bapaknya,

  


36. dan dari istri dan anak-anaknya178.

      


37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkan179.

   


38. 180Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri,

  


39. tertawa dan gembira ria181,

    


40. dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram),

  


41. tertutup oleh kegelapan (ditimpa kehinaan dan kesusahan)182.

jelas surga atau neraka yang akan kita masuki? Kita meminta kepada Allah yang mengabulkan doa agar Dia
memasukkan kita ke surga-Nya dan menghindarkan kita dari neraka. Ya Allah masukkan kami ke surga dan
hindarkanlah kami dari neraka. Ya Allah masukkan kami ke surga dan hindarkanlah kami dari neraka. Ya
Allah masukkan kami ke surga dan hindarkanlah kami dari neraka.
178
Padahal mereka adalah orang-orang yang terdekat dengannya. Sebagian Ahli Ilmu berkata, ―Seseorang
lari dari mereka (orang-orang yang terdekat dengannya) agar ia tidak tuntut sesuatu oleh mereka terkait hak
mereka yang diremehkannya seperti adab dan sebagainya, karena masing-masing orang pada hari itu tidak
suka jika ada orang yang menuntutnya.‖
179
Yaitu keselamatan dirinya.
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

―Kalian akan dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan belum disunat,‖ lalu ada seorang
wanita yang berkata, ―Apakah nanti sebagian kita akan melihat sebagian yang lain?‖ Beliau menjawab,
―Wahai fulanah! Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkan.‖ (Hadits ini
dinyatakan hasan shahih oleh Tirmidzi dan Al Albani).
180
Ketika itu, manusia terbagi menjadi dua golongan; golongan yang berbahagia dan golongan yang
sengsara. Golongan yang berbahagia wajah mereka berseri-seri, sedangkan golongan yang sengsara, wajah
mereka tertutup debu dan kegelapan.
181
Mereka ini adalah penghuni surga. Mereka diberi kabar gembira oleh para malaikat sambil diucapkan
salam.
182
Mereka ini telah berputus asa dari semua kebaikan dan dikenali kesengsaraannya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 54


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


42. Mereka itulah orang-orang kafir yang durhaka183.

183
Yaitu mereka yang kafir kepada nikmat Allah, mendustakan ayat-ayat-Nya, dan berani mengerjakan
larangan-larangan-Nya.
Dari ayat 33-42 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) dahsyatnya peristiwa pada hari
Kiamat sampai-sampai seseorang lari dari kerabatnya, (2) beratnya pertanggungjawaban seorang hamba pada
hari Kiamat, (3) dahsyatnya peristiwa pada hari Kiamat sampai seseorang tidak sempat memperhatikan aurat
orang lain meskipun dikumpulkan dalam keadaan telanjang, (4) buah dari keimanan dan ketakwaan akan
tampak di padang mahsyar berupa cahaya pada wajah, dan buah dari kekafiran dan kemaksiatan akan tampak
di padang mahsyar berupa kegelapan pada wajah, (5) menetapkan adanya kebangkitan dan pembalasan.
Selesai tafsir surah ‗Abasa dengan pertolongan Allah, kemudahan-Nya dan taufiq-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 55


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah At Takwir (Menggulung)184


Surah ke-81. 29 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-14: Terjadinya Kiamat dan peristiwa-peristiwa dahsyat ketika itu.

   


1. 185Apabila matahari digulung186,

   


2. dan apabila bintang-bintang berjatuhan187,

   


3. dan apabila gunung-gunung dihancurkan188,

   


4. dan apabila unta-unta yang bunting189 ditinggalkan190 (tidak diurus),

184
Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam bersabda,

.‖Barang siapa yang ingin melihat hari Kiamat seakan-akan ia melihatnya dengan mata kepala, maka
hendaknya ia membaca, ―Idzasy syamsu kuwwirat (surah At Takwir), idzas samaa‘un fatharat (surah Al
Infithar), dan idzas samaa‘un syaqqat (surah al insyiqaq).‖ (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Di antara kandungan surah ini adalah memberikan gambaran peristiwa pada hari Kiamat dengan hancurnya
alam semesta setelah tersusun rapi.
185
Maksud ayat ini dan setelahnya adalah, apabila terjadi peristiwa-peristiwa yang menegangkan ini, yaitu
pada hari Kiamat, maka manusia akan dibedakan, masing-masing mengetahui amal yang telah dilakukannya
selama di dunia, baik atau buruk.
186
Yakni digabung dan dilipat serta diredupkan cahayanya. Demikian pula bulan, ia akan diredupkan
cahayanya, kemudian keduanya (matahari dan bulan) dipadukan dan dijatuhkan ke dalam neraka agar
tampak jelas bahwa keduanya tidak berhak disembah sekaligus membuat kecewa para penyembahnya. Imam
Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, bahwa matahari dan bulan
akan dilipat pada hari Kiamat.
187
Ke bumi.
Ar Rabi‘ bin Anas meriwayatkan dari Abul Aliyah dari Ubay bin Ka‘ab ia berkata, ―Ada enam tanda
sebelum hari Kiamat, yaitu ketika manusia berada di pasar, tiba-tiba cahaya matahari redup, lalu bintang-
bintang berjatuhan, gunung-gunung berjatuhan ke permukaan bumi, lalu bumi bergetar, bergoncang, dan
bertabrakan sehingga jin terkejut mendatangi manusia dan manusia pun terkejut mendatangi jin, hewan-
hewan, burung-burung, dan binatang buas bercampur baur.‖
188
Yakni disingkirkan dari tempatnya, lalu dihancurkan, sehingga bumi menjadi datar dan rata.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 56


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


5. dan apabila binatang-binatang liar191 dikumpulkan192,

   


6. dan apabila lautan dipanaskan193,

   


7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)194,

   


8. dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup195 ditanya,

   


9. karena dosa apa dia dibunuh?196

189
Yang masa buntingnya sudah masuk bulan kesepuluh dan seterusnya.
190
Yang merupakan harta paling berharga milik orang Arab ketika itu. Demikian pula harta lainnya yang
paling mereka sukai akan mereka tinggalkan ketika terjadi hari Kiamat.
191
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, maksudnya adalah semua binatang berdasarkan firman Allah Ta‘ala,
―Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun dalam Kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.‖ (Terj. Qs. Al An‘aam: 38)
192
Yakni dikumpulkan setelah mereka dibangkitkan untuk melakukan qishas satu sama lain, kemudian
mereka menjadi tanah. Hal ini untuk memperlihatkan kepada manusia keadilan Allah Subhaanahu wa
Ta'aala. Ibnu Abbas berkata, ―Segala sesuatu dikumpulkan sampai lalat pun ikut dikumpulkan.‖
193
Yakni dinyalakan, sehingga menjadi api yang besar yang menyala-nyala dan lautan menjadi kering.
Ubay bin Ka‘ab berkata, ―Kalangan jin berkata kepada kepada manusia, ―Kami datang kepada kalian dengan
membawa kebaikan,‖ lalu mereka pergi mendatangi laut, ternyata laut sudah berubah menjadi api yang
menyala-nyala. Ketika keadaan seperti ini, tiba-tiba bumi terbelah dengan satu belahan yang menjorong ke
dalam bumi ketujuh yang paling bawah dan menjulang ke bumi yang ketujuh bagian atas. Ketika keadaan
seperti itu, tiba-tiba ada angin yang datang kepada mereka lalu mematikan mereka.‖ (Diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir).
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Sa‘id bin Al Musayyib ia berkata, ―Ali radhiyallahu ‗anhu berkata kepada
seorang laki-laki Yahudi, ―Di manakah neraka Jahannam?‖ Ia menjawab, ―Di laut,‖ lalu Ali berkata,
―Menurutku ia benar, dan lautan itu akan dipanaskan, ―dan apabila lautan dipanaskan,‖ (Terj. QS. At
Takwir: 6).‖
194
Menurut Syaikh As Sa‘diy adalah dengan disatukan orang yang sama amalnya, sehingga disatukan orang
yang baik dengan orang yang baik, orang yang buruk dengan orang yang buruk. Demikian pula disatukan
kaum mukmin dengan bidadari, dan orang-orang kafir dengan para setan.
Dengan demikian, ayat ini sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat Ash Shaaffaat ayat 22.
195
Karena merasa malu mempunyai anak perempuan atau karena takut miskin.
196
Sudah menjadi maklum, bahwa bayi-bayi itu tidak punya dosa. Dalam ayat ini terdapat celaan keras
kepada orang yang menguburnya hidup-hidup.
Abdurrazzaq berkata, ―Telah mengabarkan kepada kami Israil dari Simak bin Harb dari Nu‘man bin Basyir
dari Umar bin Khaththab tentang firman Allah Ta‘ala, ―dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur
hidup-hidup ditanya,‖ ia berkata, ―Qais bin Ashim pernah datang kepada Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 57
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


10. Dan apabila lembaran-lembaran (catatan amal) telah dibuka lebar-lebar197,

   


11. dan apabila langit dilenyapkan198,

   


12. dan apabila neraka Jahim199 dinyalakan,

   


13. dan apabila surga didekatkan200,

    


14. setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya201.

sallam dan berkata, ―Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah mengubur hidup-hidup puteri-puteriku di
masa Jahiliyyah, maka Beliau bersabda,

―Merdekakanlah seorang budak untuk satu orang dari mereka.‖


Qais berkata, ―Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku orang yang punya banyak unta.‖ Maka Beliau bersabda,

―Kalau begitu sembelihlah untuk masing-masing puterimu seekor unta.‖


197
Dan dibagikan kepada para pelakunya, maka di antara mereka ada yang mengambil dengan tangan
kanannya, ada pula yang mengambil dengan tangan kirinya atau dari belakang punggungnya. Qatadah
berkata, ―Wahai anak cucu Adam, (amalmu) dicatat, lalu ditutup, kemudian akan dibuka untukmu pada hari
Kiamat, maka hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang dicacat dalam lembaran amalnya.‖
198
Yakni disingkirkan, disingkap, atau ditarik dari tempatnya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta‘ala:
―Dan (ingatlah) hari (ketika) langit terbelah mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah malaikat
bergelombang-gelombang.‖ (Terj. QS. Al Furqaan: 25)
―(Yaitu) pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas.‖ (Terj. Qs. Al
Anbiyaa‘: 104)
―Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya
dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Allah
dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Terj. Qs. Az Zumar: 67)
199
Yakni neraka, disebut jahim karena dalamnya dan gelap mengerikan pemandangannya.
200
Kepada orang-orang yang akan memasukinya, yaitu orang-orang yang bertakwa.
201
Baik atau buruk.
Peristiwa-peristiwa pada hari Kiamat yang Allah Subhaanahu wa Ta'aala sebutkan ini termasuk peristiwa
yang mencemaskan hati, menegangkannya, dan membuat anggota badan merinding ketakutan. Demikian
juga mendorong orang-orang yang berakal untuk mempersiapkan diri menghadapi hari itu serta mencegah
mereka dari melakukan sesuatu yang mendatangkan celaan. Oleh karena itulah, sebagian kaum salaf berkata,
―Barang siapa yang ingin memperhatikan hari Kiamat seakan-akan ia melihatnya secara langsung, maka
tadabburilah surah Idzasy syamsu kuwwirat.‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 58


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 15-25: Hakikat wahyu, sifat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan sikap
kaum musyrik terhadap Beliau.

   


15. 202Aku bersumpah demi bintang-bintang203,

  


16. yang beredar dan terbenam,

   


17. demi malam apabila telah larut204,

   


18. dan demi Subuh apabila fajar telah menyingsing205,

    


19. Sesungguhnya (Al Qur'an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia
(Jibril)206,

Ayat di atas seperti firman Allah Ta‘ala di surat Ali Imran: 30 dan Al Qiyamah: 13.
Dari ayat 1-14 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan kebangkitan dan
pembalasan, (2) menerangkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada hari Kiamat, (3) dorongan beriman
dan beramal saleh agar masuk ke surga, (4) peringatan terhadap syirik dan maksiat yang membuat seseorang
masuk neraka.
202
Imam Muslim dan Nasa‘i meriwayatkan dari Amr bin Harits ia berkata, ―Aku shalat Subuh di belakang
Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, lalu aku mendengar Beliau membaca ayat, ―Falaa uqsimu bil
khunnas...dst.‖
203
As Sa‘diy menjelaskan, yakni bintang-bintang yang terlambat jalan dengan bintang-bintang lainnya yang
biasa menuju arah timur, yaitu bintang-bintang (planet-planet) yang tujuh. Bintang-bintang itu adalah
matahari, bulan, Zahrah (venus), Musytariy (Yupiter), Mirrikh (Mars), Zuhal (Saturnus) dan ‗Uthaarid
(Merkurius). Tujuh planet ini memiliki dua perjalanan; perjalanan ke arah barat bersama bintang-bintang
yang lain, dan perjalanan ke arah kebalikannya dari arah timur yang hanya dilakukan oleh tujuh planet ini.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan keadaannya yang terlambat dan keadaannya ketika berjalan
dan dengan keadaannya ketika menghilang dengan adanya siang hari. Bisa juga maksudnya, Allah
bersumpah dengan semua bintang yang berjalan dan lainnya.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Khalid bin Ur‘urah, bahwa ia mendengar Ali radhiyallahu ‗anhu ketika ditanya
tentang ayat ini, ―Falaa uqsimu bilkhunnas-Al Jawaril kunnas,‖ ia berkata, ―Itu adalah bintang-bintang yang
tersembunyi di siang hari dan muncul di malam hari.‖
204
Yakni datang dengan membawa kegelapannya. Menurut Mujahid, maksudnya ketika telah gelap. Menurut
Al Hasan Al Bashri, maksudnya ketika telah meliputi manusia. Ada pula yang menafsirkan kata ‗as‘as di
ayat ini dengan ‗malam ketika telah berlalu‘, wallahu a‘lam.
205
Yakni ketika fajar telah menyingsing sedikit-demi sedikit sehingga menjadi sempurna hingga kemudian
terbit matahari. Ini dan apa yang disebutkan dalam ayat sebelumnya adalah ayat-ayat Allah yang agung,
dimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengannya untuk menjelaskan tingginya sanad Al Qur‘an,
keagungannya, dan penjagaan-Nya dari setiap setan yang terkutuk.
206
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati malaikat Jibril dengan ―karim‖ (yang mulia) karena mulianya
akhlaknya dan banyak kebaikannya, karena ia adalah malaikat yang paling utama dan paling tinggi
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 59
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


20. Yang memiliki kekuatan207, memiliki kedudukan tinggi di sisi (Allah) yang memiliki 'Arsy208,

kedudukannya di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, lalu disampaikan kepada manusia yang paling baik
dan paling banyak jasanya, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‗alaihi wa sallam.
Untuk melaksanakan perintah Allah ‗Azza wa Jalla. Di antara kekuatannya adalah dia (malaikat Jibril)
207

mampu membalikkan negeri kaum Luth dan membinasakan mereka.


208
Jibril ‗alaihis salam adalah malaikat yang didekatkan dengan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, memiliki
kedudukan yang tinggi di sisi-Nya di atas malaikat yang lain, dan mendapatkan keistimewaan dari Allah
Subhaanahu wa Ta'aala. Oleh karenanya, beliau dikhususkan oleh Allah Ta‘ala untuk membawa nikmat yang
paling besar, yaitu wahyu. Hal itu, karena jika kita perhatikan bahwa nikmat itu ada dua: (1) nikmat yang
sama antara manusia dan hewan seperti makanan, minuman, syahwat, dan tempat tinggal, (2) nikmat yang
khusus bagi manusia, yaitu syariat Allah yang diturunkan-Nya kepada rasul-rasul-Nya, dimana dengan
syariat itu, maka kehidupan manusia menjadi stabil di samping memperoleh kebahagian lahir dan batin.
Allah Ta‘ala berfirman, ―Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.‖ (Terj. Qs. An Nahl: 97)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Demi Allah, jika engkau perhatikan antara raja dan anak-
anaknya, menteri dan anak-anaknya, gubernur dan anak-anaknya, orang kaya dan anak-anaknya dengan
orang mukmin yang beramal saleh, tentu engkau dapatkan yang kedua (orang mukmin yang beramal saleh)
lebih nikmat hidupnya, lebih bahagia hatinya, dan lebih lapang dadanya, karena di Tangan Allah kunci-kunci
(perbendaharaan) di langit dan di bumi, Dia yang menjamin, bahwa Barang siapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik. Oleh karena itu, engkau akan dapatkan orang mukmin yang beramal saleh
gembira hatinya, lapang dadanya, ridha dengan ketetapan Allah dan qadar-Nya, jika ia memperoleh
kebaikan, maka ia bersyukur kepada Allah dan jika ia mendapatkan kebalikannya, maka ia bersabar dan
meminta ampun kepada Allah atas perbuatan yang dilakukannya, ia pun tahu bahwa musibah yang
menimpanya karena dosa-dosanya, maka ia segera kembali kepada Allah Azza wa Jalla. Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,

―Sungguh mengagumkan keadaan orang mukmin, semua urusannya baik buatnya, dan itu hanya didapati
pada orang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan ia bersyukur, maka hal itu baik baginya, dan jika ia
mendapatkan kesengsaraan ia pun bersabar, itu pun baik baginya.‖ (Hr. Muslim)
Dan benarlah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dengan demikian, nikmat yang paling besar yang Allah
turunkan kepada manusia adalah nikmat agama (Islam) yang dengannya kehidupan manusia di dunia dan di
akhirat menjadi tegak (baik).‖ (Tafsir Juz ‗Amma surah At Takwir)
Carilah kemuliaan di sisi Allah
Dari Khalid bin Umar ia berkata, ―Utbah bin Ghazwan pernah berkhutbah kepada kami. Ketika itu ia sebagai
gubernur Basrah, ia memuji Allah dan menyanjungnya, lalu berkata, ―Amma ba‘du, sesungguhnya dunia
telah memberitahukan akan kefanaannya dan akan pergi dengan segera, dan tidak tersisa kecuali seperti sisa
air dari wadah yang dikumpulkan pemiliknya. Sesungguhnya kalian akan berpindah dari dunia ke tempat
yang tidak akan binasa, maka pindahlah dengan membawa amal yang terbaik yang bisa kalian siapkan.
Sesungguhnya telah diberitahukan kepada kami, bahwa batu jika dijatuhkan dari tepi neraka Jahannam akan
jatuh selama tujuh puluh tahun, namun belum sampai ke dasarnya. Demi Allah, neraka itu akan dipenuhi.
Apakah kalian heran? Sesungguhnya telah disampaikan kepada kami bahwa jarak antar dua daun pintu surga
sejauh jarak perjalanan 40 tahun. Pada suatu saat akan tiba hari ia didatangi oleh banyak orang dengan
berdesakan. Sungguh, aku melihat diriku adalah salah seorang dari tujuh orang yang bersama Rasulullah
shallallahu ‗alaihi wa sallam. Ketika itu, kami tidak mempunyai makanan selain dedaunan pohon sehingga
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 60
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


21. Yang di sana (di alam malaikat) ditaati209 dan dipercaya210.

   


22. 211Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah orang gila212.

    


23. Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (Jibril)213 di ufuk yang terang.

     


24. Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang kikir (enggan) untuk menerangkan yang ghaib214.

     


25. 215Dan (Al Qur'an) itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk216,

rahang kami terluka. Aku pernah menemukan kain selimut, lalu aku belah menjadi dua bagian; untukku dan
untuk Sa‘ad bin Malik; aku pakai separuhnya, sedangkan Sa‘ad bin Malik memakai separuhnya lagi. Namun
pada hari ini, tidak ada seorang pun dari kami kecuali telah menjadi salah seorang gubernur di beberapa
negeri. Aku berlindung kepada Allah merasa besar dalam diriku, namun kecil di sisi Allah.‖ (HR. Muslim)
209
Malaikat ini memiliki kedudukan besar, kata-katanya didengar dan ditaati oleh para penghuni langit.
210
Dia (malaikat Jibril) adalah malaikat yang amanah, yang mampu menjalankan perintah Allah tanpa
menambah dan tanpa mengurangi serta tidak melampaui apa yang telah ditetapkan untuknya.
Ini semua adalah untuk menunjukkan kemuliaan Al Qur‘an di sisi Allah Ta‘ala, karena Dia mengirim
malaikat yang mulia yang telah disifati dengan sifat-sifat sempurna itu untuk membawa Al Qur‘an. Dan
biasanya raja-raja tidaklah mengirimkan orang yang mulia kecuali untuk misi yang penting dan mulia.
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kemuliaan malaikat yang membawa Al Qur‘an, maka
211

Dia menyebutkan keutamaan manusia yang membawa Al Qur‘an, yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi
wa sallam.
212
Tidak seperti yang dikatakan oleh para musuhnya yang mendustakan kerasulannya, yang mengada-adakan
kedustaan terhadapnya untuk memadamkan apa yang Beliau bawa, bahkan Beliau adalah manusia yang
paling sempurna akalnya, paling lurus pandangannya, dan paling benar ucapannya. Dalam ayat ini dan ayat
sebelumnya, Allah mentazkiyah (menyatakan kebersihan) malaikat yang membawa wahyu (Jibril ‗alaihis
salam) dan manusia penerima wahyu (Nabi Muhammad shallallahu ‗alaihi wa sallam).
213
Dalam bentuk aslinya. Ketika itu Malaikat Jibril menampakkan bentuk aslinya dengan 600 jumlah
sayapnya.
214
Bisa maksudnya, bahwa Beliau bukanlah orang yang tertuduh menambah, mengurangi atau
menyembunyikan sebagian wahyu Allah, bahkan Beliau adalah manusia yang paling amanah –bahkan
mereka mengakui amanah dan kejujurannya karena tinggal di tengah-tengah mereka-, Beliau menyampaikan
risalah Tuhannya dengan sempurna tanpa mengurangi atau menambah. Tafsir ini jika kita membaca huruf
dhaad dengan zhaa ― ‫( ― بظنين‬bizhaniniin). Qiraat ini dan qiraat dengan huruf dhaad adalah mutawatir.
Beliau juga tidak bakhil sehingga menyembunyikan sebagian wahyu Allah, bahkan Beliau tidaklah wafat
kecuali setelah berhasil mendidik umat yang sebelumnya jahil menjadi umat yang berilmu yang menjadi
rujukan oleh generasi yang datang setelahnya dalam ilmu dan pemahaman, mereka yang telah dididiknya
menjadi guru-guru, sedangkan generasi setelahnya merupakan murid-murid mereka.
215
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keutamaan kitab-Nya dan memuliakannya dengan
menyebutkan dua makhluk yang mulia yang membawanya yang kemudian disampaikan kepada manusia,
dan setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala memuji kedua utusan itu serta membersihkan Al Qur‘an dari
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 61
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 26-29: Batilnya sangkaan kaum musyrik seputar Al Qur’anul Karim.

  


26. Maka ke manakah kamu akan pergi217?

     


27. (Al Qur'an) itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam218,

     


28. (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menghendaki menempuh jalan yang lurus219.

        


29. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah,
Tuhan seluruh alam220.

segala cacat dan kekurangan yang dapat menodai kebenarannya, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman, ―Dan (Al Qur'an) itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk,‖
216
Bahkan para setan tidak menginginkan firman ini, tidak sanggup mendekatinya apalagi membawanya.
217
Maksudnya, setelah diterangkan bahwa Al Quran itu benar-benar datang dari Allah dan di dalamnya
berisi pelajaran dan petunjuk yang membimbing manusia ke jalan yang lurus dengan diperkuat bukti-
buktinya, ditanyakanlah kepada orang-orang kafir itu, "Maka ke manakah kamu akan pergi?‖ Padahal tidak
ada setelah kebenaran selain kebatilan.
Menurut Qatadah, ―Ke mana kalian akan pergi dari kitab Allah dan dari menaati-Nya?‖
Menurut Ibnu Katsir, ke mana akal kalian pergi sampai kalian mendustakan Al Qur‘an padahal Al Qur‘an itu
begitu jelas dan betul-betul dari sisi Allah Azza wa Jalla. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Abu Bakar
Ash Shiddiq radhiyallahu ‗anhu kepada utusan Bani Hanifah saat mereka datang dalam keadaan
menyerahkan diri, lalu Abu bakar memerintahkan mereka membacakan qur‘an yang dibuat oleh Musailamah
Al Kadzdzab yang isinya mengandung igauan dan kekurangan, kemudian Abu Bakar berkata, ―Kasihanilah
diri kalian, ke mana akal kalian pergi? Demi Allah kalimat ini tidaklah keluar dari Tuhan.‖
218
Dengan Al Qur‘an, mereka dapat mengingat Tuhan mereka, sifat-sifat sempurna yang dimiliki-Nya,
bersihnya Dia dari segala kekurangan dan tandingan. Demikian pula dengan Al Qur‘an, mereka dapat
mengingat perintah dan larangan-Nya, mengingat hukum-hukum qadari-Nya, hukum-hukum syar‘i-Nya dan
hukum-hukum jaza‘i(balasan)-Nya. Singkatnya, dengan Al Qur‘an, mereka dapat mengenal dan mengingat
segala yang bermaslahat bagi mereka di dunia dan akhirat, dan dengan mengamalkannya mereka akan
memperoleh kebahagiaan.
219
Setelah jelas mana yang benar dan mana yang salah, petunjuk daripada kesesatan.
Sufyan Ats Tsauriy meriwayatkan dari Sulaiman bin Musa, bahawa ketika ayat ini turun, ―(yaitu) bagi siapa
di antara kamu yang menghendaki menempuh jalan yang lurus,‖ (Terj. QS. At Takwir: 28), maka ia berkata,
―Berarti urusannya terserah kita. Jika kita mau, kita bisa menempuh jalan yang lurus, dan jika kita mau, kita
bisa tidak menempuh jalan yang lurus,‖ maka Allah Ta‘ala menurunkan firman-Nya, ―Dan kamu tidak dapat
menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam.‖ (Terj. QS. At
Tawir: 29).
Dalam ayat di atas terdapat bantahan terhadap golongan Jabriyyah yang mengatakan bahwa manusia tidak
memiliki kehendak.
220
Kehendak-Nya berlaku, tidak mungkin ditolak atau dihalangi. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan
demikian, adalah agar manusia tidak bersandar kepada dirinya, bahkan hendaknya ia mengetahui bahwa hal
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 62
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

itu terkait dengan kehendak Allah sehingga ia pun meminta kepada Allah hidayah-Nya kepada apa yang
dicintai-Nya dan diridhai-Nya.
Dalam ayat ini terdapat bantahan terhadap golongan Qadariyyah yang beranggapan bahwa manusia berkuasa
mutlak terhadap tindakannya dan bahwa Allah sama sekali tidak berkuasa terhadapnya. Yang benar adalah
jalan yang ditempuh Ahlussunnah wal jama'ah, dimana jalan tersebut merupakan jalan As Salafush Shalih,
yakni bahwa manusia berbuat sesuai kehendak dan pilihannya, namun kehendak dan pilihannya mengikuti
kehendak Allah Ta'ala, jika Dia menghendaki, maka akan terjadi perbuatan itu dan jika tidak menghendaki,
maka tidak akan terjadi perbuatan itu.
Dari ayat 15-29 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan kebenaran kerasulan
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan Al Qur‘an yang dibawanya, (2) menerangkan sifat malaikat
Jibril, (3) bersihnya Rasulullah shallallahu alahi wa sallam dari tuduhan kaum musyrik, (4) menerangkan
bahwa kehendak Allah di atas kehendak hamba, sehingga tidak akan terjadi dalam kerajaan Allah Ta‘ala
kecuali sesuai kehendak-Nya.
Selesai tafsir surah At Takwir dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 63


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Infithar (Terbelah) 221


Surah ke-82. 19 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Peristiwa yang akan disaksikan pada hari Kiamat dan peristiwa setelahnya berupa
hisab dan pembalasan.

   


1. Apabila langit terbelah222,

   


2. dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan,

   


3. dan apabila lautan dijadikan meluap223,

   


4. dan apabila kuburan-kuburan dibongkar224,

     


5. (maka) setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya 225.

221
Di antara kandungan surah ini adalah memberikan gambaran peristiwa pada hari Kiamat dengan
hancurnya alam semesta setelah rapinya dan menjadi berubah keadaannya.
222
Lafaz ‗infatharat‘ menggunakan fi‘il madhi (kata kerja lampau) untuk menunjukkan benar-benar akan
terjadi, sama seperti ayat ‗Ataa Amrullah‘ di awal surah An Nahl.
223
Sehingga menjadi satu kesatuan lautan, dimana yang rasanya segar dan yang rasanya asin menyatu.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa maksudnya Allah meluapkan airnya sehingga
menyatu dengan yang lain.
Qatadah berkata, ―Air yang segarnya menyatu dengan air yang asinnya.‖
224
Yakni dibalik tanahnya dan dibangkitkan serta dikeluarkan orang-orang yang telah mati yang ada di
dalamnya untuk dikumpulkan ke hadapan Allah Subhaanahu wa Ta'aala agar diberi-Nya balasan terhadap
amal yang mereka kerjakan.
225
Ketika terjadi semua yang disebutkan itu, maka setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan
dan yang dilalaikannya. Pada saat itu segala tutupan terbuka dan tampak segala sesuatu yang tersembunyi,
dan setiap jiwa mengetahui apa yang akan diperolehnya berupa kebahagiaan atau kesengsaraan. Ketika itu,
orang kafir menggigit tangannya saat melihat amalnya sia-sia, timbangan kebaikannya sedikit, keburukan
dihadapkan kepadanya dan mengetahui bahwa ia akan mendapatkan kesengsaraan yang kekal dan azab
selama-lamanya. Dan ketika itu, orang-orang yang bertakwa mendapatkan keberuntungan, memperoleh
kenikmatan yang kekal, dan keselataman dari azab neraka.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 64


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
Ayat 6-12: Celaan terhadap manusia yang durhaka kepada Allah dan penjelasan bahwa
Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menugaskan para malaikat untuk mencatat amal
manusia.

      


6. 226Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap
Tuhanmu Yang Maha Pengasih227.

    


7. Yang telah menciptakanmu228 lalu menyempurnakan kejadianmu229 dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang230,

      


8. dalam bentuk apa saja yang dikehendaki231, Dia menyusun tubuhmu232.

226
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman mencela manusia yang meremehkan hak-Nya dan berani
mengerjakan perbuatan yang dimurkai-Nya.
227
Apakah karena kamu menganggap remeh hak-hak-Nya atau menganggap ringan azab-Nya ataukah karena
kamu tidak beriman kepada pembalasan-Nya?
Menurut Ibnu Katsir, bahwa ayat ini adalah ancaman, maksud ayat ini adalah apakah yang telah
memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Mulia, yakni Yang Maha Agung
sehingga membuatmu berani berbuat maksiat kepada-Nya dan kamu bersikap terhadap-Nya dengan sikap
yang tidak layak.
Al Baghawi menukilkan dari Al Kalbi dan Muqatil, bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan Al Aswad
bin Syuraiq yang memukul Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, namun Beliau tidak membalasnya.
228
Sedangkan kamu sebelumnya tidak ada.
229
Sehingga anggota badanmu sempurna; tanpa cacat.
230
Misalnya tangan yang satu tidak lebih panjang daripada tangan yang lain, demikian pula kaki yang satu
tidak lebih panjang daripada yang lain. Jika demikian, apakah pantas bagimu mengkufuri nikmat Allah yang
telah memberikan berbagai nikmat kepadamu dan mengingkari kebaikan-Nya? Itu tidak lain karena
kebodohanmu, kezalimanmu, sikapmu yang keras kepala dan tindakanmu yang tidak dipikirkan lebih dahulu.
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Busr bin Jahhasy Al Qurasyi, bahwa
Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam suatu hari pernah meludah ke telapak tangannya, lalu bersabda,

―Allah berfirman, ―Wahai anak Adam! Bagaimana engkau dapat melemahkan-Ku padahal Aku
menciptakanmu dari yang semisal ini. Kemudian Aku menyempurnakanmu dan menyeimbangkanmu, lalu
engkau berjalan dengan dua burdah (dalam keadaan sombong) dan menginjak bumi dengan kerasnya;
engkau kumpulkan (harta) namun tidak mau memberi, maka ketika ruh sampai di tenggorokan, kamu pun
berkata, ―Aku sekarang akan bersedekah,‖ padahal bagaimana bisa bersedekah ketika ini?‖ (Hadits ini
dinyatakan hasan isnadnya oleh pentahqiq Musnad cet. Ar Risalah. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu
Majah).
231
Menurut Mujahid, apakah kamu akan dibentuknya mirip ayahmu, ibumu, atau pamanmu.
Dalam Shahihain disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‗anhu, bahwa ada seorang yang berkata,
―Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku melahirkan anak yang berkulit hitam,‖ maka Beliau bersabda,
―Apakah kamu punya unta?‖ Ia menjawab, ―Ya.‖ Beliau bertanya lagi, ―Apa warnanya?‖ Ia menjawab,
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 65
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


9. Sekali-kali jangan begitu! Bahkan kamu mendustakan hari pembalasan233.

   


10. Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),

  


11. Yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu) 234,

―Merah.‖ Beliau bertanya lagi, ―Apakah di antara unta itu ada yang berwarna merah kehitam-hitaman?‖ Ia
menjawab, ―Ya.‖ Beliau bertanya lagi, ―Bagaimana warna itu bisa mengenainya?‖ Ia menjawab, ―Boleh jadi
warna itu diturunkan karena akar keturunan.‖ Beliau pun menjawab,

―Warna anakmu juga bisa jadi karena akar keturunan.‖


232
Oleh karena itu, pujilah Allah yang tidak menjadikan rupamu seperti rupa keledai atau hewan lainnya.
233
Yakni meskipun kamu sudah dinasihati dan diingatkan berkali-kali, namun kamu masih saja mendustakan
hari pembalasan. Padahal amal kamu pasti akan dihisab, dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah mengangkat
para malaikat yang mulia yang mencatat ucapan dan amalmu; mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Menurut Ibnu Katsir, maksud ayat ini adalah, bahwa sesungguhnya yang mendorongmu bersikap tidak sopan
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan mendurhakai-Nya dengan berbagai kemaksiatan adalah karena
pendustaan yang ada dalam hatimu terhadap Akhirat, pembalasan, dan hisab.
Kata ‗Ad Diin‘ bisa juga diartikan dengan agama yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam, sehingga maksudnya ‗Bahkan kamu mendustakan agama yang dibawanya‘.
Dalam kaidah ilmu tafsir dan hadits, apabila suatu nash mengandung dua makna yang tidak saling
bertentangan, maka dibawa pada kedua makna itu.
234
Mereka mencatat semua perbuatan dan ucapan yang dilakukan manusia, bahkan amalan hati manusia pun
dicatatnya, karena Allah memberitahukannya kepada mereka.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu „anhuma, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam riwayatnya dari
Tuhannya Yang Maha Suci dan Maha Tinggi, ―Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan
keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut: barang siapa yang berniat melakukan kebaikan kemudian dia
tidak mengamalkannya, maka dicatat disisi-Nya sebagai satu kebaikan penuh. Jika dia berniat melakukannya
kemudian dilaksanakannya maka Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali
lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak. Dan jika dia berniat melakukan keburukan kemudian tidak
melaksanakannya maka dicatat baginya satu kebaikan penuh, sedangkan jika dia berniat melakukan
keburukan kemudian dia melaksanakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu keburukan. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Dan para malaikat itu karena disifati Allah ‗mulia‘ maka mereka tidak melakukan kezaliman dalam
pencatatan itu, sehingga mereka tidak mencatat apa yang tidak dikerjakannya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 66


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


12. Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan235.

Ayat 13-19: Keadaan orang-orang yang baik dan keadaan orang-orang yang buruk pada hari
Kiamat.

    


13. Sesungguhnya orang-orang yang berbakti236 benar-benar berada dalam (surga yang penuh)
kenikmatan237,

    


14. dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka238 benar-benar berada dalam neraka239.

   


15. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.

    


16. Dan mereka tidak mungkin keluar dari neraka itu240.

     


17. Dan tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?

235
Dari ayat 1-12 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menerangkan peristiwa yang akan
terjadi pada hari Kiamat, yaitu tiupan yang menghancurkan alam semesta, adapun tiupan kedua, maka
merupakan tiupan kebangkitan, dimana semua makhluk setelah itu dikumpulkan, hisab dijalankan, lembaran
amal diberikan, amal perbuatan ditimbang, shirath dibentangkan, selanjutnya ke surga atau ke neraka, (2)
peringatan agar tidak meninggalkan jejak yang buruk, karena dosanya akan dicatat meskipun ia telah berada
di kubur, (3) peringatan agar tidak tertipu oleh setan baik dari kalangan jin maupun manusia, (4) peringatan
dari mendustakan hari kebangkitan dan pembalasan, karena sikap itu merupakan pendorong kepada
keburukan yang paling besar di dunia dan yang membuat seseorang disiksa di neraka, (5) menetapkan akidah
dicatatnya amal perbuatan, yang baik maupun yang buruk.
236
Yaitu mereka yang memenuhi hak Allah dan hak hamba-hamba-Nya; yang melazimi kebaikan baik pada
hati mereka maupun amal mereka.
237
Baik kenikmatan bagi hati, ruh maupun badan. Demikian pula mereka mendapatkan kenikmatan baik di
dunia, di alam barzakh, maupun di akhirat sebagaimana diterangkan Ibnul Qayyim rahimahullah.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Oleh karena itu, engkau tidak temukan orang yang lebih
nyaman dan bahagia hatinya daripada orang-orang yang baik, sehingga sebagian kaum salaf berkata, ―Kalau
para raja dan anak-anaknya mengetahui kenimatan yang kami rasakan, tentu mereka memerangi kami
dengan pedangnya.‖ Kenikmatan ini mereka peroleh di dunia dan di akhirat. Adapun kenikmatan di akhirat,
maka berupa surga, sedangkan kenikmatan di dunia berupa kenyamanan hati, ketenangannya, dan
keridhaannya terhadap qadha Allah dan taqdir-Nya. Inilah kenikmatan hakiki.‖
238
Yaitu mereka yang tidak memenuhi hak Allah dan hak hamba-hamba-Nya; yang buruk hati dan amalnya.
239
Yakni azab yang pedih, baik di dunia, di alam barzakh maupun di akhirat.
240
Yakni mereka tidak akan lolos dari azab itu, tidak pula diringankan, dan permohonan mereka untuk
diistirahatkan sejenak tidak akan dikabulkan, nas‘alullahas salamah wal ‗afiyah.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 67


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


18. Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?241

          


19. (Yaitu) pada hari (ketika) seseorang tidak berdaya (menolong) orang lain242. Dan segala urusan
pada hari itu dalam kekuasaan Allah243.

241
Pertanyaan dan pengulangan ini untuk memperbesar malasahnya.
242
Meskipun orang lain itu kerabat atau kekasihnya. Masing-masing sibuk mengurus dirinya sendiri.
243
Dialah yang memutuskan masalah di antara hamba-hamba-Nya, Dia akan mengambil hak dari orang yang
zalim untuk orang yang dizalimi.
Kalau ketika di dunia ada pemerintah, menteri, dan gubernur yang memerintahkan orang lain, akan tetapi di
akhirat perintah itu hanya milik Allah Azza wa Jalla.
Ayat ini sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Furqaan ayat 26 dan surat Ghaafir ayat 16, wallahu
a‘lam.
Dari ayat 13-19 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menerangkan ketetapan Allah di
padang mahsyar, dimana di antara mereka ada yang baik dan berbakti yang akan memperoleh kebahagiaan
dan ada pula yang fasik lagi kafir yang akan memperoleh kesengsaraan, (2) menerangkan dahsyatnya
peristiwa pada hari Kiamat, (3) menerangkan bahwa syafaat dan kekerabatan tidak bermanfaat bagi
seseorang, karena seseorang tidak bisa memberikan syafaat kecuali setelah diberi izin oleh Allah Subhanahu
wa Ta‘ala.
Selesai tafsir surah Al Infithar dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 68


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Muthaffifin (Orang-Orang Yang Curang) 244


Surah ke-83. 36 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-6: Ancaman terhadap orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.

  


1. 245Celakalah246 bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)247,

244
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan ancaman kepada manusia yang curang dan
mendustakan hari pembalasan, dan membuat sabar orang-orang mukmin dan orang-orang yang tertindas.
245
Ibnu Majah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam dan
Muhammad bin ‗Uqail bin Khuwailid, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al
Husain bin Waqid, (ia berkata): telah menceritakan kepadaku bapakku Yazid An Nahwiy, bahwa ‗Ikrimah
menceritakan kepadanya dari Ibnu Abbas ia berkata, ―Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di
Madinah, mereka (penduduk Madinah) adalah manusia yang paling buruk dalam menakar, maka Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan firman-Nya, ―Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam
menakar dan menimbang).‖ Maka setelah itu, mereka memperbaiki takarannya. (Hadits ini diriwayatkan
pula oleh Nasa‘i sebagaimana dikatakan Al Hafizh Ibnu Katsir juz 4 hal. 483 dari jalan Muhammad bin
‗Uqail. Para perawinya adalah tsiqah kecuali Ali bin Al Husain bin Waqid, maka padanya terdapat
pembicaraan. Ibnu Hibban juga meriwayatkan di halaman 438 di Mawaariduzh Zham‘aan, demikian pula
Ibnu Jarir di juz 29 hal. 91, di sana terdapat mutaba‘ah (penguat dari jalan yang sama) bagi Ali bin Al Husain
bin Waqid, ia telah dimutabaahkan oleh Yahya bin Wadhih, dimana ia adalah seorang hafizh dan termasuk
para perawi jamaah, akan tetapi Syaikhnya Ibnu Jarir yaitu Muhammad bin Humaid Ar Raaziy terdapat
pembicaraan. Hakim di juz 2 hal. 23 juga meriwayatkan dan ia berkata, ―Shahih isnadnya.‖ Dan didiamkan
oleh Adz Dzahabiy. Dalam Mustadrak Hakim disebutkan mutaba‘ah Ali bin Al Husain bin Syaqiq yang
termasuk perawi jamaah sebagaimana dalam Tahdzibut Tahdzib, akan tetapi pada jalan kepadanya terdapat
Muhammad bin Musa bin Hatim Al Qaasyaaniy, yang muridnya berkata, ―Ia di sini adalah Al Qaasim bin Al
Qaasim As Sayyaariy yang aku lepas tangan darinya.‖ Ibnu Abi Sa‘dan berkata, ―Muhammad bin ‗Ali Al
Haafizh berpandangan buruk terhadapnya.‖ Demikian yang disebutkan dalam Lisaanul Miizaan. Syaikh
Muqbil berkata, ―Tetapi keseluruhan mutabaah ini menunjukkan bahwa hadits tersebut tsabit (sah), wallahu
a‘lam.‖ (lihat Ash Shahihul Musnad hal. 266), Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah (2223)
menghasankan hadits tersebut.)
246
Kata ―Wail‖ artinya ucapan azab dan ancaman, atau kerugian dan kebinasaan, atau sebuah lembah di
neraka Jahannam, seperti yang diterangkan oleh penyusun tafsir Al Jalaalain. Ada pula yang menafsirkan,
bahwa kata ―wail‖ artinya kebinasaan dan kehancuran.
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, bahwa yang lebih shahih kata ‗wail‘ merupakan ancaman
yang Allah tujukan kepada mereka yang menyelisihi perintah-Nya dan mengerjakan larangan-Nya.
247
Apabila ancaman keras ini ditujukan kepada orang-orang yang mengurangi harta orang lain dalam hal
takaran dan timbangan, dimana di dalamnya terdapat pengambilan harta orang lain secara tersembunyi, maka
orang yang mengambil harta orang lain secara terang-terangan atau secara paksa dan atau mencuri harta
mereka, tentu lebih berhak mendapatkan ancaman yang keras ini.
Menurut Ibnu Katsir, maksud ‗tathfif‘ adalah mengurangi takaran dan timbangan, bisa dengan meminta
tambahan jika menerima takaran atau timbangan, atau menguranginya jika mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 69


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi248,

     


3. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi249.

     


4. 250Tidakkah orang-orang itu mengira251, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan252,

  


5. pada suatu hari yang besar253,

248
Tanpa dikurangi sedikit pun dan meminta ditambahkan.
249
Termasuk pula ke dalam hal ini orang-orang yang ingin dipenuhi hak mereka secara sempurna, tetapi
mereka tidak mau memenuhi hak orang lain yang menjadi tanggung jawabnya (tidak seimbang antara hak
dan kewajiban) atau selalu menuntut hak, namun kewajiban tidak dilakukan. Seperti yang dilakukan
sebagian karyawan terhadap pimpinan mereka atau sebagian wanita terhadap suami mereka.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Bahkan seorang pegawai pun ketika menginginkan gajinya
diterima secara sempurna, tetapi kenyataannya sering terlambat ketika datang dan lebih maju ketika pulang,
maka sebenarnya ia termasuk orang-orang yang curang yang diancam Allah dengan wail (kecelakaan)."
(Syarh Riyadhush Shalihin 5/405).
250
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam kembali orang-orang yang berlaku curang itu, dan
mengapa mereka masih saja melakukan kecurangan.
251
Yakni meyakini. Kata ‗zhan‘ sering diartikan dengan meyakini seperti di surah Al Baqarah ayat 46.
252
Yakni tidakkah mereka itu takut ketika dibangkitkan dan dihadapkan kepada Tuhan yang mengetahui
segala rahasia dan segala yang disembunyikan dalam hati?
Catatan:
Setelah turun surat Al Muthaffifin di atas, maka masyarakat Madinah yang sebelumnya buruk dalam
melakukan takaran dan timbangan, menjadi masyarakat yang terbaik dalam menakar dan menimbang. Hal ini
menunjukkan indahnya pendidikan Allah Subhaanahu wa Ta‘ala kepada hamba-hamba-Nya. Dan di antara
keistimewaan pendidikan Allah Azza wa Jalla adalah dengan mengingatkan manusia kepada hari
kebangkitan dan pembalasan, sehingga manusia akan memperbaiki diri dan amalnya. Sekarang kita lihat
pendidikan buatan manusia, saat mereka berpaling dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya, lalu berupaya
mendidik manusia sesuai cara mereka, ternyata tidak membuahkan hasil apa-apa, meskipun pendidikan
moral diberikan jam tambahan yang lebih dan menggunakan istilah apa saja seperti ―pendidikan budi
pekerti‖ tetapi jika tidak dihubungkan dengan akhirat, maka hasilnya adalah sia-sia.
253
Yaitu hari Kiamat. Hari itu adalah hari yang besar, ketika itu matahari didekatkan kepada manusia dengan
jarak satu atau dua mil, sehingga manusia merasakan kepanasan yang luar biasa hingga mengucur
keringatnya. Di antara mereka ada yang keringatnya sampai tumitnya, ada pula yang sampai ke lututnya, ada
pula yang sampai ke pinggangnya, dan ada yang tenggelam dengan keringatnya. Ini semua tergantung
amalnya.
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Miqdad bin Al Aswad, ia berkata,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 70


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


6. (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit254 menghadap Tuhan seluruh alam255.

Ayat 7-17: Keadaan orang-orang yang celaka dan balasan untuk mereka pada hari Kiamat.

      


7. Sekali-kali jangan begitu!256 Sesungguhnya catatan orang yang durhaka257 benar-benar tersimpan
dalam Sijjin258.

―Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Matahari akan didekatkan dengan
manusia pada hari Kiamat sehingga jaraknya seukuran satu mil –Sulaim bin Amir (perawi hadits ini) berkata,
―Demi Allah, aku tidak tahu maksud satu mil ini? Apakah mil yang digunakan sebagai jarak di bumi atau mil
yang dipakai untuk mencelak mata?- Beliau bersabda, ―Keadaan manusia terkena keringat sesuai amal
mereka. Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kaki, ada yang sampai ke kedua lutut,
ada yang sampai ke kedua pinggangnya, dan ada yang dikuasai keringat.‖ Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam berisyarat dengannya tangannya bahwa keringat itu sampai ke mulutnya.‖
Dalam Sunan Abi Dawud disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam berlindung kepada
Allah tempat yang sempit nanti pada hari Kiamat (Hadits ini dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani).
Ibnu Mas‘ud menyebutkan, bahwa manusia ketika itu berdiri selama 40 tahun dengan mengangkat kepala ke
langit; tidak ada seorang pun yang berbicara dengan mereka. Ketika itu, keringat menguasai mereka baik
orang yang baik maupun orang yang buruk.
Menurut Ibnu Umar, bahwa mereka berdiri seperti itu selama 100 tahun.
Dengan demikian, yang membuat mereka berani melakukan kecurangan tersebut adalah karena tidak
beriman kepada hari Akhir. Kalau sekiranya mereka beriman kepada hari Akhir dan mengetahui bahwa
mereka akan berdiri di hadapan Allah untuk dihisab-Nya amal mereka besar atau kecil, tentu mereka tidak
akan melakukannya dan akan bertobat darinya. Inilah di antara hikmah, mengapa Allah Subhaanahu wa
Ta'aala sering menyebutkan hari Akhir dalam Al Qur‘an, yaitu karena beriman kepada hari akhir memiliki
pengaruh yang kuat dalam memperbaiki keadaan seseorang sehingga ia akan mengisi hari-harinya dengan
amal saleh, ia pun akan lebih semangat untuk mengerjakan ketaatan itu sambil berharap akan diberikan
pahala di hari itu, demikian juga akan membuatnya semakin takut ketika mengisi hidupnya dengan
kemaksiatan apalagi sampai merasa tenteram dengannya. Beriman kepada hari akhir juga membantu
seseorang untuk tidak berlebihan terhadap dunia dan tidak menjadikannya sebagai tujuan hidupnya. Di
antara hikmahnya juga adalah menghibur seorang mukmin yang kurang mendapatkan kesenangan dunia,
karena di hadapannya ada kesenangan yang lebih baik dan lebih kekal.
254
Dari kubur mereka. Mereka dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan belum
dikhitan.
255
Untuk dihisab dan diberikan pembalasan.
Dari ayat 1-6 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) haramnya curang dalam takaran dan
timbangan, (2) memperingatkan manusia dengan hari kebangkitan dan pembalasan, (3) menerangkan
dahsyatnya hari Kiamat.
256
Kata ―Kalla‖ di ayat ini bisa diartikan ―Tentu atau pasti‖.
257
Yakni tempat tinggal dan tempat kembali orang-orang yang durhaka seperti orang-orang kafir, orang-
orang munafik, dan orang-orang fasik.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 71


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


8. Dan tahukah engkau apakah Sijjin itu?

  


9. (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal)259.

   


10. Celakalah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan! 260

    


11. 261(yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan262.

       


12. Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui
batas263 dan berdosa264,

       


13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami265, dia berkata266, "Itu adalah dongeng orang-
orang dahulu267."

258
Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang durhaka seperti para setan, orang-orang kafir dan orang-
orang munafik tersimpan di Sijjin. Ada yang berpendapat, bahwa Sijjin adalah sumur di neraka Jahannam,
dan ada pula yang berpendapat bahwa Sijjin adalah tempat paling bawah di bumi ketujuh yang merupakan
tempat kembali orang-orang yang durhaka. Menurut Ibnu Katsir, yang benar bahwa Sijjiin diambil dari kata
sajn yang artinya sempit. Karena semua makhluk setiap kali ke bawah, maka tempatnya semakin sempit,
sedangkan jika semakin ke atas, maka (tempatnya) semakin luas, demikian juga karena tempat kembali
orang-orang durhaka adalah ke neraka Jahannam yang tempatnya berada di paling bawah atau rendah. Ayat
ini menunjukkan bahwa neraka berada di bawah, sedangkan surga berada di atas.
259
Yakni kitab yang disebutkan di sana amal mereka yang buruk. Ayat ini bukanlah tafsir terhadap ayat
sebelumnya, ―Wa maa adraakamaa sijjin,‖ tetapi tafsir terhadap apa yang dituliskan untuk mereka, berupa
tempat kembalinya ke sijjin, yakni sudah ditulis dan dicatat serta sudah diselesaikan, tidak ditambah dan
tidak dikurangi. Demikianlah menurut Muhammad bin Ka‘ab Al Qurazhiy.
260
Yaitu ketika mereka telah kembali ke tempat yang Allah ancamkan, yaitu neraka, wal ‗iyadz billah.
261
Selanjutnya Allah Ta‘ala berfirman menerangkan tentang orang-orang yang mendustakan itu.
262
Yakni hari yang di sana Allah membalas amal mereka. Mereka mengingkarinya dan tidak meyakini,
bahwa hari itu akan terjadi. Oleh karena tidak beriman kepada hari kebangkitan dan pembalasan, maka
mereka berani berbuat yang demikian, yaitu melakukan kecurangan dan berbagai kezaliman lainnya.
263
Dari yang halal kepada yang haram.
264
Yakni yang banyak berdosa. Inilah yang membuatnya mendustakan hari pembalasan. Ada yang
menafsirkan, bahwa kata ‗mu‘tad‘ di sini terkait dengan perbuatan yaitu dengan mengerjakan perbuatan yang
haram, sedangkan ‗atsim‘ terkait dengan ucapannya, seperti berdusta ketika bicara dan sebagainya.
265
Yang menunjukkan kepada kebenaran dan menunjukkan benarnya apa yang dibawa para rasul.
266
Dengan sombong sambil mendustakan dan menentangnya.
267
Yakni cerita-cerita bohong orang-orang terdahulu. Berbeda dengan orang-orang yang adil dan sadar, yang
maksudnya adalah mencari kebenaran, maka dia tidak akan mendustakan hari pembalasan, karena Allah
Subhaanahu wa Ta'aala telah menegakkan dalil-dalilnya yang qath‘i (pasti) dan bukti-buktinya yang
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 72
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

         


14. Sekali-kali tidak!268 Bahkan apa yang mereka kerjakan269 itu telah menutupi hati mereka270.

menjadikan hal itu sebagai haqqul yaqin (kebenaran yang pasti) yang saking jelasnya seperti matahari di
siang hari. Adapun orang yang ditutup hatinya oleh keburukan dan kemaksiatan yang dilakukannya, maka ia
terhalangi dari melihat yang hak (benar). Oleh karena itu, ia dibalas dengannya, yakni ditutupi dari melihat
Allah sebagaimana hatinya dihalangi dari ayat-ayat-Nya di dunia.
Dari ayat 7-13 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menerangkan catatan amal orang-orang
durhaka, yaitu dalam Sijjin, yang di dalamnya dibukukan semua catatan amal orang-orang durhaka yang
menjadi penghuni neraka, serta menjadi tempat yang paling rendah di lapisan ketujuh bumi, yang menjadi
tempat penyimpanan catatan amal orang-orang durhaka, seperti orang-orang kafir dan fasik, serta tempat ruh
mereka sampai hari Kiamat. Lafaz ‗sijjin‘ diambil dari kata sijn yang artinya penjara (2) ancaman keras
terhadap orang-orang yang mendustakan Allah, ayat-ayat-Nya, dan hari pertemuan dengan-Nya.
268
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ―Yakni perkaranya tidaklah seperti yang mereka sangka, dan tidak
seperti yang mereka katakan, yaitu bahwa Al Qur‘an adalah dongengan-dongengan orang-orang terdahulu,
bahkan ia adalah firman Allah, wahyu-Nya, dan kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya yang menghalangi hati mereka dari beriman kepadanya adalah karena
Ar Raan yang menutupi hati mereka karena banyaknya dosa dan kesalahan. Oleh karena itu, Allah
berfirman, ―apa yang mereka kerjakan.‖ Rain menimpa hati orang-orang kafir, ghaim menimpa hati orang-
orang baik, sedangkan ghain menimpa hati orang-orang yang dekat (dengan Allah).‖
Ibnu Jarir, Tirmidzi, Nasa‘i, dan Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu
Hurairah, dari Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

―Sesungguhnya seorang hamba, apabila berbuat satu dosa, maka akan muncul noktah hitam. Ketika dia
berhenti, beristighfar, dan bertobat, maka akan mengkilap lagi hatinya. Dan jika ia mengulangi lagi, maka
akan ditambah lagi noktahnya sehingga menutupi hatinya. Itulah Ar Raan yang disebutkan Allah, ―Sekali-
kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.‖ (Terj. QS. Al Muthaffifin:
14).‖ (Hadits ini dinyatakan hasan shahih oleh Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Orang mukmin tidak akan merasakan kenikmatan selamanya jika
diiringi maksiat, dan tidak sempurna kegembiraannya selama maksiat menyertainya. Bahkan tidaklah ia
mengerjakan maksiat melainkan rasa sedih meliputi dirinya, akan tetapi mabuk syahwat itulah yang
menghalanginya dari merasakan hal ini. Jika hatinya kosong dari rasa sedih ini, dan kegembirannya malah
memuncak, maka bersangka buruklah terhadap keimanannya, dan menangislah karena kematian hatinya. "
(Madarijus Salikin 1/198).
269
Berupa kemaksiatan.
270
Sehingga hati mereka seperti berkarat. Syaikh As Sa‘diy rahimahullah berkata, ―Dalam beberapa ayat ini
terdapat peringatan terhadap dosa, karena ia akan menutupi hati sedikit demi sedikit sampai hilang
cahayanya dan mati ketajaman pandangannya sehingga hakikat menjadi terbalik atasnya, ia akan melihat
kebatilan sebagai kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan, dan ini di antara hukuman terhadap dosa.‖
Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda,

―Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka akan digoreskan satu titik hitam di
hatinya. Apabila dia berhenti, beristighfar dan bertobat, maka akan mengkilap lagi hatinya, dan jika ia
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 73
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

mengulangi lagi, maka akan ditambah lagi (titik itu) sampai menutupi hatinya. Itulah Ar Raan yang
disebutkan Allah (dalam Al Qur‘an),‖ yaitu firman-Nya, ―Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka
kerjakan itu telah menutupi hati mereka.‖ (Tirmidzi berkata, ―Hadits ini hasan shahih.‖ Syaikh Al Albani
menghasankan hadits ini dalam Shahih At Tirmidzi (3334). Hadits ini menurut penyusun Tuhfatul Ahwadzi
diriwayatkan pula oleh Ahmad, Nasa‘i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim, ia berkata, ―Shahih sesuai
syarat Muslim.‖)
Penyusun Tuhfatul Ahwadzi berkata, ―Asal kata ‗Raan‘ dan ‗Rain‘ adalah tutupan, ia seperti karat yang
menimpa sesuatu yang mengkilap.‖ Ath Thiibiy berkata, ―Ar Raan dan Ar Rain adalah sama seperti kata
‗Aab dan ‗Aib. Ayat tersebut adalah berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi orang-orang mukmin
ketika melakukan dosa, maka seperti mereka dalam hal hitamnya hati dan bertambahnya hal itu dengan
bertambahnya dosa.‖ Ibnul Malak berkata, ―Ayat ini disebutkan berkenaan dengan orang-orang kafir, akan
tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkannya untuk menakut-nakuti orang-orang mukmin
agar mereka berhati-hati dari terjatuh ke dalam banyak dosa agar hati mereka tidak menghitam sebagaimana
menghitamnya hati orang-orang kafir. Oleh karena itu, dikatakan bahwa kemaksiatan-kemaksiatan adalah
pengantar kekafiran.‖
Dari Ali radhiyallahu anhu ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallahu alaihi wa sallam bersabda,

". "
"Tidak ada hati kecuali ada awan terhadapnya seperti pada bulan. Saat bulan itu bercahaya, tiba-tiba ditutupi
oleh awan sehingga gelaplah cahayanya, tetapi ketika awan itu menyingkir maka bulan pun kembali
bercahaya." (As Silsilah Ash Shahihah no. 2268)
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, "Terkadang seseorang pelaku maksiat saat melihat diri dan hartanya
baik-baik saja, dia mengira bahwa dirinya tidak mendapatkan sanksi dan dirinya lalai dari sebuah hukuman
yang menimpanya. Orang-orang bijak berkata, "Maksiat yang terjadi setelah perbuatan maksiat merupakan
hukuman terhadap maksiat, dan kebaikan setelah perbuatan baik merupakan balasan terhadap kebaikan."
Padahal sanksi bisa segera namun bersifat abstrak sebagaimana yang pernah disampaikan oleh sebagian
ulama Bani israil terdahulu, "Ya Rabbi, betapa sering aku bermaksiat kepada-Mu, namun Engkau tidak
memberikan hukuman kepadaku." Lalu dikatakan kepadanya, "Betapa sering Aku memberikan hukuman
kepadamu, namun engkau tidak menyadari. Bukankah engkau dihalangi dari merasakan nikmat ketika
bermunajat dengan-Ku?!" Barang siapa yang perhatikan sanksi seperti ini, tentu dia akan menyadari bahwa
itu merupakan sanksi yang sesungguhnya. Terkadang seseorang membebaskan pandangannya sehingga dia
terhalang dari memperoleh ketajaman pandangan hatinya, atau membebaskan lisannya sehingga terhalang
dari kejernihan hatinya, atau dia lebih mengutamakan makanan yang syubhat sehingga gelaplah keadaan
batinnya, terhalang dari qiyamullail, terhalang dari merasakan manisnya bermunajat kepada Allah dan
kebaikan lainnya. hal ini biasa diketahui oleh mereka yang biasa mengintrospeksi dirinya. Kebalikan dari itu
orang yang bertakwa memperoleh balasan yang disegerakan karena ketakwaannya." (Shaidul Khathir hal.
65)
Faedah:
Apakah dosa atau maksiat memiliki pengaruh negatif?
Jawab, ―Ya. Terhadap hati, pengaruhnya adalah membuat hati gelisah, gelap, hina, sakit dan menjauhkannya
dari Allah. Terhadap ibadah, pengaruhnya adalah menghalangi ketaatan, sebab terhalang mendapat doa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, doa malaikat dan doa kaum mukminin. Terhadap rezeki,
pengaruhnya adalah tercegah dari mendapatkan rezeki, menghilangkan kenikmatan, serta keberkahannya.
Terhadap individu, pengaruhnya adalah menghilangkan keberkahan umur, mengakibatkan kehidupan yang
sempit, dan urusan menjadi sulit. Terhadap amalan pengaruhnya adalah mencegah diterimanya amal.
Sedangkan terhadap masyarakat, pengaruhnya adalah menghilangkan nikmat iman, harta, anak, keamanan,
kesehatan, mengakibatkan bumi menjadi jauh dari keberkahan, ketenteraman dan keamanan, dikuasainya
oleh musuh, serta ditahan hujan dari langit, dsb.
Ibnul Qayyim dalam kitab-Nya Ad Daa‘ wad Dawaa‘ serta kitabnya Al Fawaa‘id menjelaskan akibat dari
perbuatan dosa, yaitu: Terhalangnya mendapatkan ilmu, timbulnya kegelisahan di hati, dipersulitnya
masalah, membuat lemah badan, menghalangi ketaatan, diangkatnya keberkahan, sedikitnya mendapat
taufiq, membuat sempit dada, melahirkan keburukan, membuat terbiasa melakukan dosa, menjadikannya
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 74
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


15. Sekali-kali tidak!271 Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat)
Tuhannya272.

    


16. Kemudian273, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.

       


17. Kemudian, dikatakan (kepada mereka), "Inilah (azab) yang dahulu kamu dustakan274.‖

Ayat 18-28: Keadaan kaum mukmin dan kenikmatan yang mereka peroleh.

      


18. 275Sekali-kali tidak!276 Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti277 benar-benar
tersimpan dalam 'Illiyyin278.

hina di hadapan Allah, serta menjadikannya hina di hadapan manusia, dilaknat oleh hewan, diliputi oleh
kehinaan, dicap hatinya, diancam mendapatkan laknat, ditolaknya doa, timbul kerusakan di darat dan lautan,
hilangnya rasa malu, hilangnya nikmat, turunnya azab, tertanamnya rasa takut di hati, terjerat oleh belenggu
setan, bisa mengakibatkan suu‘ul khaatimah (akhir hayat yang buruk), dan mendapatkan azab di akhiratnya.
Bisyr bin Harits rahimahullah berkata, "Engkau tidak akan merasakan manisnya beribadah sampai engkau
adakan penghalang antara dirimu dengan perbuatan maksiat." (As Siyar 10/473)
Salah seorang kaum salaf berkata, "Sesungguhnya tubuh ini tidak merasakan nikmatnya makanan ketika
sakit, demikian pula ia tidak dapat merasakan lezatnya ibadah jika dirinya dipenuhi dosa-dosa."
271
Kata ―Kalla‖ di ayat ini bisa diartikan ―Tentu atau pasti‖.
Abu Abdillah Asy Syafi‘i berkata, ―Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa kaum mukmin akan melihat Allah
272

Azza wa Jalla pada hari itu.‖


Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, ―Mereka dihalangi dari melihat Allah Azza wa Jalla sebagaimana mereka
dihalangi dari melihat syariat-Nya dan ayat-ayat-Nya, bahkan mereka menganggap ayat-ayat-Nya sebagai
dongeng orang-orang terdahulu.‖ (Tafsir Juz Amma surah Al Muthaffifin)
273
Di samping hukuman yang disebutkan sebelumnya (dihalangi dari melihat Allah).
274
Dengan demikian, mereka ditimpa tiga macam azab; azab neraka, azab celaan, dan azab dihalangi dari
melihat Rabbul ‗aalamin yang di dalamnya mengandung marah dan murka Allah kepada mereka, dan yang
demikian lebih besar dari azab neraka. Kebalikan dari itu adalah, bahwa kaum mukmin dapat melihat Tuhan
mereka pada hari Kiamat dan ketika mereka di surga, dan mereka juga merasa nikmat karena melihat
kepada-Nya bahkan hal itu melebihi semua kenikmatan. Mereka juga merasa senang dengan pembicaraan
Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan merasa gembira karena dekat dengan-Nya.
Dari ayat 14-17 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) peringatan agar tidak mengiringi dosa
dengan dosa, bahkan hendaknya ia mengiringinya dengan istighfar dan tobat, karena jika tidak demikian
akan membuat hatinya menghitam, (2) menetapkan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat oleh orang-orang
mukmin; demikian pula di surga, (3) menetapkan akidah kebangkitan dan pembalasan.
275
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa kitab catatan amal orang-orang yang durhaka
berada di tempat paling bawah dan paling sempit, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa
kitab catatan amal orang-orang yang berbakti berada di tempat paling atas dan paling luas, dan bahwa kitab
catatan amal mereka itu disaksikan oleh makhluk yang didekatkan (lihat ayat ke 21) seperti para malaikat,
ruh para nabi, para shiddiqin dan para syuhada, dan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala meninggikan nama
mereka di hadapan makhluk di sisi-Nya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 75


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


19. Dan tahukah engkau apakah 'Illiyyin itu?279

  


20. (yaitu) kitab yang berisi catatan (amal),

  


21. yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (kepada Allah).

    


22. 280Sesungguhnya orang-orang yang berbakti281 benar-benar berada dalam (surga yang penuh)
kenikmatan282,

276
Kata ―Kalla‖ di ayat ini bisa diartikan ―Tentu atau pasti‖.
277
Mereka kebalikan orang-orang yang durhaka.
278
Kitab yang mencatat perbuatan orang-orang yang berbakti tersimpan di 'Illiyyin. Ada yang berpendapat,
bahwa ‗Illiyyin artinya tempat di langit ketujuh di bawah ‗Arsy. Al A‘masy meriwayatkan dari Hilal bin
Yasaf ia berkata, ―Ibnu ‗Abbas pernah bertanya kepada Ka‘ab tentang Sijjin, sedangkan saya hadir di situ?‖
Ia (Ka‘ab) menjawab, ―Ia adalah bumi yang ketujuh dan di sana terdapat ruh-ruh orang-orang kafir.‖ Lalu
Ibnu Abbas bertanya kepadanya tentang Illiyyin? Ia menjawab, ―Ia adalah langit ketujuh, dan di sana
terdapat ruh-ruh orang-orang mukmin.‖Ibnu Abbas berkata tentang ayat, ―Benar-benar tersimpan dalam
'Illiyyin.‖ ―Yaitu surga.‖ Dan dalam sebuah riwayat darinya, bahwa maksudnya amal-amal mereka di langit
di sisi Allah. Qatadah berkata, ―Illiyyun adalah betis/tonggak kanan ‗Arsy.‖ Yang lain berpendapat, ―Illiyyun
berada dekat Sidratul Muntaha.‖ Menurut Ibnu Katsir, yang tampak, bahwa ‗Illiyyin diambil dari kata ‗uluw
(tinggi), dan setiap kali sesuatu tinggi dan naik, maka semakin besar dan luas tempatnya.
279
Kalimat tanya ini untuk membesarkan keadaannya.
280
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kitab catatan amal orang-orang yang berbakti, maka
Dia menyebutkan bahwa mereka berada di dalam na‘iim atau kenikmatan; yang mencakup kenikmatan bagi
hati, bagi ruh, dan bagi badan.
281
Mereka adalah orang-orang yang banyak melakukan ketaatan, banyak berbuat ihsan dalam beribadah
kepada Allah serta banyak berbuat ihsan kepada hamba-hamba Allah Azza wa Jalla.
282
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Jangan engkau kira firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya orang-
orang yang berbakti benar-benar dalam kenikmatan yang besar." (QS. Al Muthaffifin: 22)
hanya khusus pada hari Kiamat, bahkan mereka mendapatkan kenikmatan itu di tiga tempat; di dunia, di
alam barzakh, dan di akhirat."
Mereka mendapatkan nikmat lahir maupun batin.

Dari Abu Sa‘id Al Khudri dan Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, ―Ada
seorang yang menyeru, ―Sesungguhnya kalian akan sehat dan tidak akan sakit selama-lamanya,
sesungguhnya kalian akan hidup dan tidak akan mati selama-lamanya. Sesungguhnya kalian akan muda dan
tidak akan tua selama-lamanya. Dan kalian akan hidup enak dan tidak akan sengsara selama-lamanya. Itulah
maksud firman Allah Ta‘ala, ―Dan mereka pun diseru, ―Itulah surga yang diwariskan kepada kalian karena
amal yang telah kalian kerjakan.‖ (Qs. Al A‘raaf: 43)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 76


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


23. mereka (duduk) di atas dipan-dipan283 melepas pandangan284.

     


24. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh kenikmatan285.

    


25. Mereka diberi minum286 dari khamr murni (tidak memabukkan)287 yang (tempatnya) masih
dilak (disegel)288,

       


26. Laknya dari kesturi289. Dan untuk yang demikian itu290 hendaknya orang berlomba-lomba291.

283
Yaitu ranjang-ranjang yang berkelambu.
284
Kepada kenikmatan yang Allah sediakan untuk mereka. Ada yang mengatakan, mereka melihat kerajaan
mereka dan karunia yang Allah berikan kepada mereka yang tidak pernah habis. Dan ada pula yang
menafsirkan, bahwa mereka melihat Allah ketika itu, berbeda dengan orang-orang kafir yang dihalangi dari
melihat-Nya. Ya Allah, masukkanlah kami ke surga, dan lindungilah kami dari neraka. Ya Allah,
masukkanlah kami ke surga, dan lindungilah kami dari neraka. Ya Allah, masukkanlah kami ke surga, dan
lindungilah kami dari neraka.
285
Hal itu karena berulang-ulang dan terus-menerusnya mereka mendapatkan kesenangan dapat
mencerahkan muka, menghiasnya, dan memperindahnya.
286
Yakni Allah memberi mereka minum melalui para pelayan surga sebagaimana firman-Nya, ―Mereka
dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,--Dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang
diambil dari air yang mengalir,--Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,‖ (Qs. Al Waqi‘ah:
17-19)
287
Yang merupakan minuman yang paling enak dan paling nikmat.
288
Bisa maksud ‗makhtum‘ adalah ditutup dari dimasuki sesuatu yang mengurangi kenikmatannya atau
merusak rasanya. Penutupnya adalah minyak kesturi. Bisa juga maksudnya akhir gelas atau ampas yang
mereka minum khamr murni darinya adalah minyak kesturi yang sangat wangi yang biasanya di dunia ampas
itu ditumpahkan.
289
Menurut Ibnu Mas‘ud, maksudnya campurannya dari kesturi. Al ‗Aufiy meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa Allah menjadikan enak khamr itu bagi mereka, dan bagian akhirnya adalah kesturi yang ditutup
dengan kesturi. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Qatadah dan Adh Dhahhak.
290
Yakni kenikmatan yang kekal itu, yang tidak diketahui indah dan besarnya kecuali oleh Allah
Subhaanahu wa Ta'aala.
291
Dengan bersegera mengerjakan amal yang dapat memasukkan ke dalamnya. Kenikmatan inilah yang
seharusnya disiapkan segala yang berharga untuknya dan dikejar oleh orang-orang yang berakal. Ayat ini
seperti firman Allah Ta‘ala di surat Ash Shaaffaat: 61.
Faedah:
Imam Al Mawardi rahimahullah berkata, "Sebagian orang keliru, ketika mengira bahwa berlomba-lomba
dalam kebaikan adalah sebuah hasad (kedengkian), padahal tidak demikian, karena berlomba-lomba dalam
kebaikan adalah ingin menyerupai orang-orang yang utama tanpa menimpakan gangguan kepada mereka,
sedangkan hasad menimbulkan gangguan, dimana akhirnya adalah membuat orang yang utama kehilangan
keutamaan tidak memilikinya lagi. Inilah perbedaan antara berlomba-lomba dalam kebaikan dengan hasad.‖
(Adabud Dunya wad Din 1/433)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 77


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


27. Dan campurannya dari tasnim,

    


28. (yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada) Allah292.

Ayat 29-36: Ejekan-ejekan orang-orang yang berdosa terhadap orang-orang mukmin di


dunia dan balasan terhadapnya di akhirat.

        


29. 293Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulu menertawakan orang-
orang yang beriman294.

    


30. Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka, mereka saling
mengedip-ngedipkan matanya295.

      


31. Dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria296.

      


32. Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan, "Sesungguhnya
mereka benar-benar orang-orang sesat297,‖
292
Mereka yang dekat kepada Allah adalah manusia yang paling tinggi kedudukannya dimana minuman
mereka adalah minuman penduduk surga yang paling utama. Tasnim adalah minuman terbaik penghuni
surga. Ia akan diminum tanpa campuran oleh orang-orang yang dekat dengan Allah Azza wa Jalla, dan akan
diminum dengan campuran oleh As-habul Yamin (golongan kanan). Hal ini sebagaimana yang dikatakan
oleh Ibnu Mas‘ud, Ibnu Abbas, Masruq, Qatadah, dan lain-lain.
Dari ayat 18-28 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) pujian terhadap orang-orang yang
berbakti (yaitu orang-orang yang beriman dan bertakwa) dan penjelasan tentang apa yang Allah akan berikan
kepada mereka, (2) menetapkan akidah kebangkitan dan pembalasan, dan (3) dorongan beramal saleh.
293
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan balasan orang-orang yang berdosa dan balasan orang-
orang yang beriman serta menerangkan perbedaan besar antara keduanya, maka Dia memberitahukan bahwa
orang-orang yang berdosa itu adalah mereka yang dahulu di dunia menertawakan orang-orang mukmin dan
mengolok-olok mereka, bahkan ketika orang-orang mukmin lewat, maka mereka mengedipkan matanya
sambil menghinanya.
294
Sambil mengolok-olok mereka.
295
Sambil merendahkan.
296
Mereka sungguh tertipu karena mereka menggabung antara bersikap buruk dengan merasa aman di dunia,
seakan-akan mereka telah mendapatkan informasi dan jaminan dari Allah, bahwa mereka tergolong orang-
orang yang berbahagia, bahkan mereka menyatakan bahwa diri merekalah yang mendapat petunjuk
sedangkan orang-orang beriman adalah orang-orang yang sesat dengan mengadakan kedustaan terhadap
Allah Subhaanahu wa Ta'aala serta berani berkata terhadap-Nya tanpa ilmu.
Nafi dan jumhur qari membaca dengan ‗faakihiin‘ (shighat isim fa‘il), sedangkan Hafsh membaca tanpa alif
‗fakihiin‘ bentuk jamak dari kata fakih yang merupakan sifat Musyabbahah (yang melekat).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 78


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


33. Padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka tidak diutus sebagai penjaga (orang-orang
mukmin dan perbuatannya) 298.

      


34. Maka pada hari ini299, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir300,

   


35. Mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan301.

      


36. Bukankah orang-orang kafir telah mendapat balasan (hukuman) terhadap apa yang telah mereka
kerjakan302?

297
Karena kaum mukmin tidak di atas agama mereka.
298
Oleh karena itu, mengapa mereka disibukkan memperhatikan kaum mukmin dan menjadikannya sebagai
pusat perhatian? Ayat di atas sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Mu‘minun: 108-111.
299
Yaitu pada hari Kiamat.
300
Ketika orang-orang yang beriman melihat orang-orang kafir berada dalam azab, dan apa yang mereka
ada-adakan ternyata tidak terwujud, sedangkan orang-orang mukmin berada dalam kesenangan, kenikmatan
dan ketenangan.
301
Kepada kenikmatan yang Allah siapkan.
302
Yakni bukankah mereka telah diberi balasan sesuai yang mereka kerjakan? Oleh karena mereka (orang-
orang kafir) menertawakan orang-orang mukmin di dunia serta menuduh mereka telah sesat, maka orang-
orang mukmin akan menertawakan mereka di akhirat dan akan melihat mereka dalam azab dan siksaan
akibat kesesatan mereka. Mereka benar-benar telah dibalas sesuai yang mereka kerjakan sebagai keadilan
Allah dan kebijaksanaan-Nya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Hukum Allah Azza wa Jalla
berjalan di atas keadilan dan karunia. Ketetapan-Nya terhadap orang-orang yang beriman adalah karunia,
sedangkan kepada orang-orang kafir adalah keadilan, wal hamdulillahi Rabbil alamin.
Dari ayat 29-36 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) peringatan terhadap perbuatan dosa,
(2) menerangkan sikap kaum musyrik Mekkah terhadap dakwah Islam, dan apa yang diterima kaum mukmin
dari mereka, (3) orang-orang mukmin akan melihat kaum musyrik di neraka dan mentertawakan mereka,
orang-orang mukmin berada dalam kenikmatan, sedangkan kaum musyrik berada dalam kesengsaraan, (4)
pemuliaan Allah Ta‘ala kepada para wali-Nya, dan penghinaan-Nya terhadap musuh-musuh-Nya.
Selesai tafsir surah Al Muthaffifin dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 79


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Insyiqaaq (Terbelah)303


Surah ke84. 25 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Peristiwa pada hari Kiamat dan keadaan alam ketika itu yang goncang.

   


1. 304Apabila langit terbelah305,

   


2. dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh306,

   


3. dan apabila bumi diratakan307,
303
Di antara kandungan surah ini adalah memberikan gambaran tentang peristiwa yang akan terjadi pada hari
Kiamat, dimana semua makhluk di alam semesta ini tunduk patuh dan menyerahkan diri kepada Allah Azza
wa Jalla.
Dari Abu Salamah, bahwa Abu Hurairah pernah shalat membaca idzas samaa‘un syaqqat (surat Al
Insyiqaq), lalu ia sujud di sana. Setelah ia selesai shalat, ia memberitahukan kepada mereka (yang ikut
shalat), bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam melakukan sujud di sana (HR. Muslim dan Nasa‘i
dari jalan Malik).
Dari Abu Rafi‘ ia berkata, ―Aku pernah shalat Isya bersama Abu Hurairah, lalu ia membaca idzas samaa‘un
syaqqat (surat Al Insyiqaq), kemudian ia sujud, lalu aku bertanya kepadanya, maka ia menjawab ―Aku
pernah sujud di belakang Abul Qasim (Rasulullah) shallallahu ‗alaihi wa sallam, oleh karenanya aku
senantiasa sujud sampai aku menemui-Nya.‖ (HR. Bukhari).
304
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman menerangkan peristiwa yang akan terjadi pada hari Kiamat
berupa terjadinya perubahan pada makhluk-makhluk yang besar, langit terbelah, bintang-bintang berjatuhan,
matahari digulung, dan bulan diredupkan cahayanya.
305
Ayat ini seperti firman Allah Ta'ala di surah Ar Rahman ayat 39 dan surah Al Mursalat ayat 9.
306
Karena ia diatur dan ditundukkan oleh Allah Tuhannya, ia tidak mendurhakai perintah-Nya dan tidak
akan menyelisihi ketetapan-Nya. Perhatikanlah makhluk yang besar dan kuat ini ‗langit‘, ia taat dan patuh
kepada Allah Azza wa Jalla, tetapi engkau wahai manusia yang lemah malah berani mendurhakai-Nya.
307
Sehingga tidak ada lagi bangunan maupun pegunungan, dan bumi pun menjadi semakin luas sehingga
dapat menampung orang-orang yang berada di mauqif (tempat pemberhentian atau padang mahsyar)
meskipun banyak jumlah mereka.
Dalam ayat ini terdapat dalil, bahwa bumi itu bulat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

―Para ulama sepakat, bahwa bumi dengan seluruh bagiannya; baik daratan maupun lautan bentuknya seperti
bola (bulat).‖ (Majmu Fatawa 25/195)
Namun yang kami tahu, ada pula yang berpendapat tidak seperti itu, mungkin beliau melihat secara umum,
wallahu a‘alam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 80


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


4. dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya308 dan menjadi kosong309,

   


5. dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh 310, (pada waktu itu manusia akan
mengetahui akibat perbuatannya).

Ayat 6-9: Orang-orang mukmin menerima catatan amalnya dari sebelah kanannya dan akan
menerima pemeriksaan yang mudah.

        


6. Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras311 menuju Tuhanmu, maka kamu akan
menemui-Nya312.

308
Seperti orang-orang yang telah mati dan segala perbendaharaannya.
309
Hal itu, karena ketika sangkakala ditiup, lalu keluarlah orang-orang yang telah mati ke permukaan bumi
dan bumi pun memuntahkan perbendaharaannya sehingga bumi menjadi seperti piringan gepeng yang besar.
310
Ini semua terjadi pada hari Kiamat.
311
Yakni telah berusaha dan beramal. Orang yang taat mengerjakan amalan yang mendatangkan keridhaan
Allah Azza wa Jalla, sedangkan orang yang berbuat maksiat mengerjakan amalan yang mendatangkan
kemurkaan Allah Azza wa Jalla. Dan tempat kembali mereka semua adalah kepada Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Semua manusia berangkat menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya (dari kehinaan dan azab) dan
ada juga yang menghancurkannya.” (HR. Muslim)
Yakni semua manusia pergi berusaha dan membuat diri mereka letih, namun usaha yang dilakukannya itu
ada yang menyelamatkan dirinya dan ada yang malah membinasakannya. Hal ini, tergantung perbuatan yang
dilakukannya, jika perbuatannya berupa ketaatan kepada Allah dan istiqamah di atas syari‘at-Nya, maka ia
telah memerdekakan dirinya baik dari siksa neraka dan dari menjadi budak setan. Ya Allah, berilah kami
taufiq untuk dapat menaati-Mu dan jauhkanlah kami dari menghancurkan diri kami dengan mendurhakai-
Mu.
312
Maksudnya, manusia di dunia ini disadari atau tidak adalah dalam perjalanan kepada Tuhannya. Dan dia
akan menemui Tuhannya untuk menerima pembalasan-Nya terhadap perbuatannya yang baik maupun yang
buruk. Ibnu Abbas berkata, ―Kamu mengerjakan amalan yang kamu akan bawa menghadap Allah, apakah
amal itu baik atau buruk.‖
Imam Baihaqi dalam Asy Syu‘ab dan Thayalisi meriwayatkan dari Jabir ia berkata, ―Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam bersabda,

―Jibril berkata kepadaku, ―Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, namun engkau akan mati. Cintailah
orang sesukamu, namun kamu akan berpisah dengannya, dan beramallah sesukamu, kamu pasti akan
menemui-Nya.‖ (Hadits ini dinyatakan hasan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami‘ no. 4355).
Faedah:
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Sepatutnya bagi seseorang memanfaatkan usianya dengan
amal saleh karena nantinya ia akan menyesal jika tidak demikian keadaannya saat maut datang kepadanya,
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 81
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


7. 313Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya314,

    


8. maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah315,

karena ia lewatkan waktunya tanpa mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Setiap waktu yang berlalu
bagimu namun tidak engkau gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka akan menjadi penyesalan
karena berlalu tanpa engkau manfaatkan. Oleh karena itu, manfaatkanlah waktumu dengan shalat, dzikir,
membaca Al Qur‘an, dan kembali kepada Allah Azza wa Jalla. Jadikanlah hatimu selalu bersama Allah
Subhanahu wa Ta‘ala; Tuhanmu yang berada di atas langit sedangkan dirimu berada di bumi. Janganlah
engkau lalai dari mengingat Allah dengan lisanmu, dengan perbuatanmu, dan dengan hatimu, karena dunia
hanya sementara dan tidak akan kekal bagi siapa pun. Lihatlah generasi sebelummu terdahulu yang telah
lama meninggalkan dunia, dan lihat pula kawan-kawanmu yang telah pergi lebih dulu mendahuluimu.
Dahulu mereka bersenang-senang dan makan sebagaimana engkau makan, mereka minum sebagaimana
engkau minum, namun sekarang mereka telah mempertanggungjawabkan amal mereka. Demikian pula
dirimu akan sama mengalami seperti yang mereka alami baik dunia ini masih lama atau tidak lama lagi.
Allah Ta‘ala berfirman, ―Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka
kamu akan menemui-Nya.‖ (Qs. Al Insyiqaq: 6) Maka manfaatkanlah kesempatan itu wahai saudaraku
sebelum tiba hari Kiamat yang tidak lagi bermanfaat harta, anak, dan keluarga. Tidak ada yang bermanfaat
bagimu selain jika engkau menghadap Allah dengan hati yang selamat. Aku meminta kepada Allah agar Dia
menjadikan aku dan kalian termasuk orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat serta
mewafatkan kita di atas iman dan tauhid, sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.‖ (Syarh
Riyadhush Shalihin 5/154)
313
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan lebih rinci balasan-Nya.
314
Ia adalah orang mukmin.
315
Yaitu dengan disodorkan amalnya kepadanya lalu dimaafkan atau diperiksa secara tidak mendalam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah akan mendekatkan orang mukmin, lalu Dia meletakkan tirai-Nya dan menutupinya
(dari keramaian), Dia berfirman, "Kamu kenal dosa ini? Kamu kenal dosa ini?‖ Ia menjawab, "Ya, wahai
Tuhanku." Sehingga apabila ia telah mengakui dosa-dosanya dan merasakan bahwa dirinya akan binasa,
Allah berfirman, "Aku telah menutupi dosamu di dunia dan Aku akan mengampuninya pada hari ini." Maka
ia diberikan catatan amal kebaikannya. Sedangkan orang-orang kafir dan munafik, maka para saksi berkata
(di hadapan seluruh manusia), "Merekalah orang-orang yang mendustakan Tuhan mereka. Ingatlah!
Sesungguhnya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim." (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dari Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bahwa Beliau bersabda,

―Barang siapa yang dihisab, maka ia akan diazab.‖ Aisyah berkata, ―Aku bertanya, ―Bukankah Allah Ta‘ala
berfirman, ―Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah?‖ Maka Beliau menjawab, ―Itu
(pemeriksaan yang mudah) adalah disodorkan amal (lalu dimaafkan), akan tetapi barang siapa yang diperiksa
secara mendalam hisabnya, maka ia akan binasa.‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 82


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


9. dan dia akan kembali kepada keluarganya316 (yang sama-sama beriman) dengan gembira317.

Ayat 10-15: Orang-orang durhaka menerima catatan amalnya dari sebelah belakang dan
akan dimasukkan ke dalam neraka.

      


10. Dan adapun orang-orang yang catatannya diberikan dari sebelah belakang318,

   


11. maka dia akan berteriak319, "Celakalah aku!‖ 320

  


12. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)321.

     


13. Sungguh, dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan keluarganya322 (yang sama-sama kafir).

     


14. Sesungguhnya dia mengira bahwa dia tidak akan kembali (kepada Tuhannya).

      


15. Tidak demikian323, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya324.
316
Di surga. Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam surga dan hindarkanlah kami dari neraka. Ya Allah,
masukkanlah kami ke dalam surga dan hindarkanlah kami dari neraka. Ya Allah, masukkanlah kami ke
dalam surga dan hindarkanlah kami dari neraka.
Ya Allah, pertemukanlah kami dengan istri kami, anak-anak kami, ibu dan bapak kami, saudara-saudara
kami yang beriman sesungguhnya hanya Engkau harapan dan tumpuan kami.
317
Karena ia telah selamat dari azab dan memperoleh pahala.
318
Ia adalah orang kafir, tangan kanannya dibelenggu ke lehernya dan tangan kirinya dijadikan ke belakang
punggungnya, lalu ia mengambil catatan amal dengan tangan kirinya dari belakang punggungnya. Kita
berlindung kepada Allah dari keadaan seperti itu.
319
Ketika melihat catatan amalnya.
320
Dia menyesal sekali, namun penyesalan ketika itu tidak bermanfaat.
321
Api itu mengelilinginya dari segala penjuru.
322
Di dunia. Tidak terpikirkan dalam hatinya, bahwa dirinya akan dibangkitkan, ia pun tidak merasa akan
kembali kepada Tuhannya, dan berdiri di hadapan-Nya.
323
Bahkan Allah Azza wa Jalla akan menghidupkannya kembali dan akan memberikan balasan terhadap
amalnya karena Dia melihatnya.
324
Oleh karena itu, tidak layak bagi-Nya membiarkan makhluk ciptaan-Nya (manusia) begitu saja, tidak
diperintah dan tidak dilarang serta tidak diberi balasan.
Dari ayat 1-15 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan akidah kebangkitan dan
pembalasan dengan menerangkan pengantarnya berupa berubahnya keadaaan alam semesta, (2) manusia
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 83
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 16-25: Sumpah Allah Subhaanahu wa Ta'aala bahwa kaum musyrik akan menerima
balasan terhadap amal mereka, celaan kepada mereka karena tidak beriman padahal ayat-
ayat-Nya begitu jelas.

   


16. 325Maka Aku bersumpah demi cahaya merah pada waktu senja326,

   


17. demi malam dan apa yang diselubunginya327,

   


18. demi bulan apabila jadi purnama,

    


19. sungguh, akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan),328

pasti akan bertemu dengan Rabbnya, (3) setiap manusia yang sudah mukallaf (baligh dan berakal)
sesungguhnya sedang bekerja sampai ia meninggal dunia dan menghadap Allah Azza wa Jalla, (4) orang
mukmin yang bertakwa akan dihisab dengan hisab yang mudah, yaitu dengan disodorkan amalnya lalu
dimaafkan, dan mereka akan beruntung. Adapun orang yang dipersulit hisabnya, maka dia akan binasa dan
diazab, karena ia tidak memiliki hujjah dan uzur, wal ‗iyadz billah, (5) bersenang-senang dengan dunia dan
memuaskan nafsunya sambil meninggalkan ketaatan dan beramal saleh merupakan hasil dari tidak beriman
kepada akhirat atau tidak yakin terhadap kebangkitan dan pembalasan.
325
Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah di ayat ini dengan tanda-tanda malam, dari mulai syafaq, malam
dan apa yang diselubunginya atau ditutupinya seperti hewan-hewan atau lainnya, serta bulan ketika
cahayanya penuh. Yang disumpahi adalah apa yang disebutkan di ayat 19. Allah Azza wa Jalla bersumpah
untuk menguatkan firman-Nya.
326
Yaitu cahaya merah yang berada di ufuk langit setelah terbenam matahari. Ada pula yang mengatakan,
sebelum terbit matahari sebagaimana yang dikatakan Mujahid.
Menurut Al Khalil bin Ahmad, syafaq adalah warna merah dari sejak terbenam matahari sampai tiba waktu
Isya.
Menurut Ikrimah, Syafaq berada antara waktu Maghrib dan Isya.
Dalam Shahih Muslim disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Waktu shalat Maghrib itu selama belum hilang syafaq.‖


327
Yaitu apa yang dihimpunnya berupa bintang-bintang dan hewan-hewan.
328
Yang dimaksud dengan tingkat demi tingkat adalah keadaan demi keadaan, yaitu dari setetes air mani
sampai dilahirkan, kemudian melalui masa kanak-kanak, remaja dan sampai dewasa. Dari hidup menjadi
mati kemudian dibangkitkan kembali untuk diberikan balasan. Termasuk keadaan demi keadaan yang akan
dilalui hamba adalah, bahwa manusia akan menjalani keadaan yang menyenangkan setelah keadaan yang
menyusahkan, atau keadaan yang menyusahkan setelah keadaan yang menyenangkan, sehat setelah
sebelumnya sakit atau sebaliknya, kaya setelah sebelumnya miskin atau sebaliknya. Tingkat demi tingkat
atau keadaan demi keadaan yang dilalui hamba menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala saja yang
berhak disembah, Yang Mahaesa dan yang mengatur hamba-hamba-Nya dengan hikmah dan rahmat-Nya,
dan bahwa hamba sangat fakir serta lemah di bawah pengaturan Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 84
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


20. Maka mengapa mereka329 tidak mau beriman?330

       


21. Dan apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak (mau) bersujud331,

    


22. bahkan orang-orang kafir itu mendustakan(nya)332.

    


23. Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka) 333.

   


24. Maka sampaikanlah334 kepada mereka (ancaman) azab yang pedih335,

Namun sayang, kebanyakan manusia tidak beriman, dan ketika dibacakan Al Qur‘an kepada mereka, mereka
tidak tunduk kepada Al Qur‘an itu serta tidak mau tunduk kepada perintah-perintah-Nya.
329
Yakni orang-orang kafir.
330
Padahal bukti-buktinya begitu jelas. Ya Rabbi, kami menjadi saksi, bahwa Engkau telah menegakkan
hujjah kepada hamba-hamba-Mu, Engkau telah mengajak mereka kepada-Mu dengan cara terbaik dan
santun, sehingga tidak ada alasan lagi bagi mereka kalau nanti mereka disiksa karena tidak beriman.
331
Sebagai bentuk pengagungan dan pemuliaan.
Sebagian ulama berdalih dengan ayat di atas akan wajibnya sujud tilawah. Ini adalah pendapat Abu Hanifah
dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, namun pendapat ini kurang kuat, karena ada riwayat yang sahih dari
Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu bahwa ia pernah berkhutbah di hadapan manusia dan membacakan
surah An Nahl, saat sampai ayat sajdah, maka ia turun dari mimbar dan bersujud, lalu pada pekan berikutnya
beliau membacakan lagi namun tidak sujud dan berkata, ―Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan sujud
kepada kita kecuali jika kita mau.‖ Beliau menyatakan demikian di hadapan para sahabat radhiyallahu
anhum namun tidak ada yang mengingkari. Dengan demikian, sujud tilawah hukumnya sunah mu‘akkadah
(yang ditekankan). Oleh karena itu, jika seseorang melewati ayat sajdah baik di pagi maupun sore hari, siang
atau malam hari, maka hendaknya ia bertakbir ketika akan sujud, dan ketika bangunnya tidak perlu bertakbir
kecuali di dalam shalat, maka ketika bangun juga bertakbir, demikian pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah dalam Tafsir juz Amma.
332
Setelah jelas kebenarannya. Oleh karena itu mereka tidak mau tunduk apalagi melakukan sujud.
333
Demikian pula apa yang mereka kumpulkan dan usahakan untuk melawan rasul-rasul-Nya alaihimush
shalatu was salam berupa ucapan, perbuatan, usaha memusuhi, dan harta.
334
Ayat ini berlaku umum, baik oleh rasul maupun umatnya. Oleh karena itu, ada syariat memberikan kabar
gembira dengan neraka kepada orang-orang kafir yang telah berada di kubur. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,

―Di mana saja kamu lewati kuburan orang kafir, maka berikanlah kabar gembira dengan neraka.‖ (Hr.
Thabrani dalam Al Kabir, Ibnus Sunniy dalam Amalul Yaumi wal Lailah, dan Adh Dhiya Al Maqdisi.
Haitsami berkata dalam Al Majma, ―Diriwayatkan oleh Al Bazzar dan Thabrani dalam Al Kabir, dan
perawinya adalah perawi kitab shahih.‖)
335
Karena tidak mau beriman setelah jelas bukti kebenarannya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 85


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

         
25. Tetapi orang-orang yang beriman336 dan mengerjakan kebajikan337, mereka akan mendapat
pahala yang tidak putus-putusnya338.

336
Dengan hati mereka. Huruf ‗illaa‘ (pengecualian) di ayat ini adalah istitsna munqathi (pengecualian yang
bersifat terputus atau tidak terkait dengan kalimat sebelumnya) yang mengandung arti ‗laakin‘ (tetapi). Hal
itu, karena orang-orang yang beriman bukan orang-orang yang mendustakan.
337
Dengan anggota badan mereka, yakni beramal saleh atau amal yang ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam.
338
Di antara sekian manusia itu ada segolongan yang Allah berikan hidayah, mereka beriman kepada Allah
dan menerima apa yang dibawa para rasul, mereka pun beriman dan mengerjakan amal saleh. Mereka inilah
yang mendapatkan pahala yang tidak putus-putusnya; untuk mereka pahala yang kekal.
Dari ayat 16-25 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menerangkan bahwa manusia akan
menjalani tingkat demi tingkat dan keadaan yang bermacam-macam hingga keadaan akhirnya bisa ke surga
atau ke neraka, (2) ketidakadaan iman kepada Allah membuat seseorang bersikap ujub (bangga diri), padahal
tidak ada penghalang bagi seseorang untuk beriman kepada Khaliqnya, sedangkan dia sebagai makhluk, dan
Allah telah memperkenalkan Diri-Nya; Dia turunkan kitab, Dia utus rasul, dan Dia tegakkan bukti terhadap
itu semuanya; yang seharusnya semua itu membuatnya beriman, (3) disyariatkan sujud ketika membaca ayat
sajdah di surah ini, (4) Allah mengetahui apa yang disembunyikan manusia dalam hatinya, oleh karenanya
Dia ingatkan mereka agar selalu merasa diawasi-Nya, sehingga tidak menaruh sifat buruk dalam hatinya,
bahkan hendaknya ia berusaha mengisi hatinya dengan iman dan kebaikan; tanpa disertai rasa hasad,
keraguan, permusuhan, maupun kebencian.
Selesai tafsir surah Al Insyiqaq dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 86


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Buruuj (Gugusan Bintang)339


Surah ke-85. 22 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-9: Sumpah Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan langit dan hari Kiamat, bahwa
orang-orang yang menindas kaum mukmin akan binasa dan di sana terdapat isyarat bahwa
orang-orang yang menentang Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam juga akan
mengalami kehancuran sebagaimana yang dialami umat-umat terdahulu yang menentang
rasul-rasul mereka.

   


1. Demi langit yang mempunyai gugusan bintang340,

339
Di antara kandungan surah ini adalah memperlihatkan kemahakuasaan Allah Azza wa Jalla dan bahwa
Dia meliputi segala sesuatu, demikian pula menerangkan tentang ancaman-Nya terhadap orang-orang yang
menindas hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya.
340
Yakni yang mempunyai posisi-posisi; termasuk pula posisi-posisi matahari dan bulan, bintang yang
teratur berjalannya dengan sangat tertib. Ini semua menunjukkan sempurnanya kekuasaan Allah Ta‘ala,
rahmat-Nya, luasnya ilmu-Nya, dan kebijaksanaan-Nya.
Menurut Ibnu Katsir, maksud buruj adalah bintang-bintang yang besar, seperti firman Allah Ta‘ala di surat
Al Furqaan: 61. Ibnu Abbas, Mujahid, Adh Dhahhak, Al Hasan, Qatadah, dan As Suddiy berpendapat,
bahwa ‗buruuj‘ adalah bintang-bintang.
Menurut Al Minhal bin ‗Amr, bahwa dzaatul buruj maksudnya, langit yang mempunyai formasi yang indah.
Menurut Ibnu Jarir, bahwa ‗buruuj‘ adalah posisi-posisi matahari dan bulan; jumlahnya ada 12, dimana
matahari beredar pada masing-masingnya dalam sebulan, sedangkan bulan beredar pada masing-masing
posisi itu dalam 2 1/3 hari yang jumlahnya ada 28 posisi dan bulan bersembunyi selama dua malam.
Menurut Ibnu Utsaimin, buruj adalah kumpulan besar bintang-bintang (gugusan bintang), disebut buruj
karena tingginya dan tampak jelas.
Menurut Ahli Falak, bahwa buruj berjumlah 12, yaitu hamal (aries), tsaur (taurus), jauza (gemini), sarathan
(cancer), asad (singa), sunbulah (virgo), mizan (libra), ‗aqrab (scorpio), qaus (sagitarius), jady (capricornus),
dalw (aquarius), dan hitan (pisces). Tiga yang pertama untuk musim semi, tiga yang selanjutnya musim
panas, tiga yang selanjutnya musim gugur, dan tiga yang berikutnya adalah musim hujan. 12 buruj tersebut
tidak boleh digunakan untuk meramal nasib (zodiak), karena hal itu termasuk syirik. Demikian pula tidak
boleh menyandarkan turunnya hujan kepada bintang-bintang itu karena sama saja kufur terhadap nikmat
Allah Ta‘ala.
Qatadah berkata, ―Allah menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga hal; untuk menghias langit, melempar
setan, dan tanda yang dapat dipakai petunjuk jalan. Barang siapa yang menyangka untuk selain itu, maka ia
telah salah, menghilangkan bagian(keuntungan)nya dan membebani diri dengan sesuatu yang tidak
diketahuinya.‖ (Diriwayatkan oleh Bukhari)
Allah Azza wa Jalla bersumpah dengan langit yang mempunyai gugusan bintang, dan Dia berhak bersumpah
dengan makhluk yang Dia kehendaki, adapun kita maka tidak diperbolehkan bersumpah kecuali dengan
nama-nama-Nya atau sifat-Nya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 87


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


2. dan demi hari yang dijanjikan341,

  


3. Demi yang menyaksikan342 dan yang disaksikan343.

   


4. Binasalah344 orang-orang yang membuat parit345,

―Barang siapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka sungguh ia telah berbuat syirik.‖ (Hr. Abu
Dawud)
341
Yaitu hari Kiamat, hari dimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala berjanji akan mengumpulkan semua
makhluk, yang dahulu maupun yang terakhir, lihat Qs. Al Anbiya: 104.
342
Yaitu hari Jum‘at.
Ada pula yang menafsirkan, bahwa ‗yang menyaksikan‘ di sini luas, termasuk Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam yang akan menjadi saksi bagi kita, dan umatnya yang akan menjadi saksi bagi umat-umat
yang lain. Demikian pula anggota badan manusia akan menjadi saksi terhadap dirinya pada hari Kiamat, dan
termasuk pula para malaikat yang akan menjadi saksi pada hari Kiamat, bahkan semua yang memberikan
kesaksian dengan benar masuk pada ayat tersebut.
Yaitu hari ‗Arafah. Al Baghawi berkata, ―Kebanyakan para ulama berpendapat, bahwa syahid adalah hari
343

Jum‘at, sedangkan masyhud adalah hari Arafah.‖


Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata,
―Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

―Hari yang dijanjikan adalah hari Kiamat. Hari yang disaksikan adalah hari Arafah. Hari yang menyaksikan
adalah hari Jumat. Dan tidak ada hari dimana matahari terbit dan tenggelam yang lebih utama daripada hari
itu (Jumat). Pada hari itu ada waktu yang jika seorang hamba yang mukmin berdoa kebaikan kepada Allah
bertepatan dengan waktu itu melainkan Allah akan kabulkan, dan tidaklah ia meminta perlindungan dari
sesuatu melainkan Allah akan lindungi.‖ (Dihasankan oleh Al Albani)
Ada pula yang menafsirkan bahwa ‗yang disaksikan‘ adalah hari Kiamat berdalil dengan firman Allah
Ta‘ala, ―‖Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan
hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).‖ (Terj. Qs. Huud: 103)
Akan tetapi yang disebutkan dalam hadits di atas itulah yang shahih, karena merupakan tafsir Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, di samping itu ‗hari Kimat‘ telah disebutkan dalam ayat ‗wal yaumil ma‘uud‘,
wallahu a‘lam.
Menurut Syaikh As Sa‘diy, bahwa termasuk ke dalam ayat ini, yang melihat dan yang dilihat, yang hadir dan
yang dihadiri. Isi sumpahnya adalah apa yang dikandung dalam sumpah ini berupa tanda-tanda kekuasaan
Allah yang besar, hikmah-hikmah-Nya yang jelas dan rahmat-Nya yang luas. Ada pula yang berpendapat,
bahwa isi sumpahnya adalah firman Allah Ta‘ala, ―Binasalah orang-orang yang membuat parit.‖
344
Yakni terlaknatlah (dijauhkan dari rahmat Allah Ta‘ala).
345
Yakni terlaknatlah mereka. Ibnu Katsir berkata, ―(Ayat) ini merupakan berita tentang orang-orang kafir
yang mendatangi orang-orang yang beriman kepada Allah ‗Azza wa Jalla di dekat mereka, mereka memaksa
orang-orang yang beriman agar murtad dari agamanya, namun mereka menolak, maka mereka (orang-orang
kafir) membuat parit di bumi dan menyalakan api di dalamnya serta menyiapkan kayu bakar untuk
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 88
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


5. Yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar,

    


6. ketika mereka duduk di sekitarnya,

      


7. sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin346.

         
8. Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman
kepada Allah Yang Mahaperkasa347 lagi Maha Terpuji348 349,

menyalakannya, lalu mereka meminta orang-orang yang beriman (untuk murtad), namun mereka menolak,
maka dimasukkanlah mereka ke dalamnya.‖
Hal ini merupakan sikap mengadakan perlawanan kepada Allah dan wali-Nya yaitu kaum mukmin. Oleh
karennya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala melaknat dan membinasakan mereka serta mengancam mereka. Dia
berfirman, ―Binasalah orang-orang yang membuat parit.‖
346
Yaitu memasukkan orang-orang mukmin ke dalam api jika mereka tidak mau murtad dari agamanya.
Mereka yang menyiksa orang-orang mukmin ini telah menggabung antara kafir kepada ayat-ayat Allah,
menentangnya, memerangi para wali-Nya serta menyiksa mereka dengan siksaan itu, ditambah lagi dengan
tidak adanya rasa kasihan dalam hati mereka, sampai-sampai mereka menyaksikan penyiksaan yang kejam
itu.
347
Yang dengan keperkasaan-Nya Dia tundukkan segala sesuatu.
348
Dia Maha Terpuji dalam ucapan-Nya, ketetapan-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya.
349
Ibnu Katsir menerangkan, bahwa para mufassir berbeda pendapat tentang siapakah mereka ini? Menurut
‗Ali, bahwa mereka adalah penduduk Persia ketika Raja mereka bermaksud menghalalkan pernikahan
dengan mahramnya, maka para ulama mereka menentangnya, lalu Raja membuatkan parit serta
melemparkan ke dalamnya orang-orang yang menentangnya. Menurut Ibnu Abbas, bahwa mereka adalah
orang-orang dari Bani Israil yang membuat parit di bumi lalu menyalakan api di situ, kemudian mereka
hadapkan kaum laki-laki dan wanita ke parit itu. Menurutnya, bahwa mereka itu adalah Danial dan kawan-
kawannya. Ada pula yang berpendapat selain ini.
Imam Muslim meriwayatkan dari Shuhaib, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 89


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

―Ada seorang raja pada zaman sebelum kalian. Ia memiliki seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir itu
sudah tua, ia berkata kepada si raja, ―Sesungguhnya usiaku telah tua. Oleh karena itu, utuslah kepadaku
seorang pemuda agar aku ajarkan sihir.‖ Maka diutuslah seorang pemuda yang kemudian diajarkannya sihir.
Di jalan menuju tukang sihir itu terdapat seorang rahib (ulama). Pemuda itu mendatangi si rahib (ulama) dan
mendengarkan kata-katanya. Si pemuda begitu kagum dengan kata-kata rahib. Oleh sebab itu, ketika ia pergi
menuju tukang sihir, ia mampir dulu kepada si rahib sehingga (karena terlambat datang) tukang sihir itu
memukulinya. Maka pemuda itu mengeluh kepada si rahib, lalu rahib itu menasihatinya dan berkata, ―Jika
kamu takut kepada pesihir, maka katakanlah, ―Keluargaku menahanku. Dan jika kamu takut kepada
keluargamu, maka katakanlah, ―Tukang sihir menahanku.‖ Ketika keadaan seperti itu, ia bertemu dengan
binatang besar yang menghalangi jalan manusia (sehingga mereka tidak bisa lewat), maka si pemuda
berkata, ―Pada hari ini aku akan mengetahui, apakah si pesihir lebih utama ataukah si rahib (ulama).‖ Setelah
itu, ia mengambil batu sambil berkata, ―Ya Allah, jika perintah rahib (ulama) lebih Engkau cintai daripada
perintah pesihir maka bunuhlah binatang ini, sehingga manusia bisa lewat.‖ Lalu ia melemparnya, binatang
itu pun terbunuh dan orang-orang bisa lewat. Lalu ia mendatangi si rahib dan memberitahukan hal itu
kepadanya. Rahib (ulama) berkata, ―Wahai anakku, pada hari ini engkau telah menjadi lebih utama dari
diriku. Urusanmu telah sampai pada tingkatan yang aku saksikan. Kelak, engkau akan diuji. Jika engkau
diuji maka jangan tunjukkan diriku.‖ Selanjutnya, pemuda itu bisa menyembuhkan orang yang buta, sopak
dan segala jenis penyakit (dengan izin Allah). Alkisah, ada pejabat raja yang buta yang mendengar tentang si
pemuda. Maka ia membawa hadiah yang banyak kepadanya sambil berkata, '‖Apa yang ada di sini, aku
kumpulkan untukmu jika engkau dapat menyembuhkan aku.‖ Pemuda itu menjawab, ―Aku tidak bisa
menyembuhkan seseorang. Yang menyembuhkan adalah Allah. Jika engkau beriman kepada Allah, maka
saya akan berdoa kepada Allah, agar Dia menyembuhkanmu.‖ Lalu ia beriman kepada Allah, dan Allah
menyembuhkannya. Kemudian ia datang kepada raja dan duduk di sisinya seperti biasanya. Si raja berkata,
‖Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?‖ Ia menjawab, ―Tuhanku.‖ Raja berkata, ―Apakah kamu
memiliki Tuhan selain diriku?‖ Ia menjawab, ―Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.‖ Maka Raja
menangkapnya dan terus-menerus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada si pemuda. Pemuda itu pun
didatangkan. Si raja berkata, ―Wahai anakku, sihirmu telah sampai pada tingkat kamu bisa menyembuhkan
orang buta, sopak dan kamu bisa berbuat ini dan itu.‖ Si pemuda menjawab, ―Aku tidak mampu
menyembuhkan seorang pun. Yang menyembuhkan hanyalah Allah.‖ Lalu ia pun ditangkap dan terus disiksa
sehingga ia menunjukkan kepada rahib (ulama). Maka rahib (ulama) itu pun didatangkan. Si raja berkata,
―Kembalilah kepada agamamu semula!‖ Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan geregaji
dan ia dibelah menjadi dua. Kepada pejabat raja yang (dulunya) buta juga dikatakan, ―Kembalilah kepada
agamamu semula!‖ Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan geregaji dan ia dibelah menjadi
dua. Kepada si pemuda juga dikatakan, ―Kembalilah kepada agamamu semula!‖ Ia menolak. Lalu ia
diserahkan kepada beberapa orang untuk dibawa ke gunung ini dan itu. (Sebelumnya) si raja berkata, ―Ketika
kalian telah sampai pada puncak gunung maka jika ia kembali kepada agamanya (biarkanlah dia). Jika tidak,
maka lemparkanlah dia!‖ Mereka pun berangkat. Ketika sampai di puncak gunung, si pemuda berdoa, 'Ya
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 90
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Allah, jagalah diriku dari mereka, sesuai dengan kehendak-Mu.‖ Tiba-tiba gunung itu mengguncang
mereka, sehingga semuanya terjatuh. Lalu si pemuda datang sampai bertemu raja kembali. Raja berkata,
―Apa yang terjadi dengan orang-orang yang bersamamu?‖ Ia menjawab, ―Allah menjagaku dari mereka.‖
Lalu ia diserahkan kepada beberapa orang dalam sebuah perahu. Raja berkata, ―Bawalah dia dan angkut ke
dalam sebuah kapal. Jika kalian berada di tengah lautan (maka lepaskanlah ia) jika kembali kepada
agamanya semula. Jika tidak, lemparkanlah dia ke laut.‖ Si pemuda berdoa, 'Ya Allah, jagalah aku dari
mereka, sesuai dengan kehendak-Mu.‖ Akhirnya perahu terbalik dan mereka semua tenggelam (kecuali si
pemuda). Si pemuda datang lagi kepada raja. Si raja berkata, ―Apa yang terjadi dengan orang-orang yang
bersamamu?‖ Ia menjawab, ―Allah menjagaku dari mereka.‖ Lalu si pemuda berkata, ―Wahai raja, kamu
tidak akan bisa membunuhku sehingga kamu melakukan apa yang kuperintahkan.― Raja bertanya, ―Apa
perintah itu?‖ Si pemuda menjawab, ―Kamu kumpulkan orang-orang di satu lapangan yang luas, lalu kamu
salib aku di batang pohon. Setelah itu, ambillah anak panah dari wadah panahku, dan letakkanlah panah itu
di tengah busurnya kemudian ucapkanlah, 'Bismillahi rabbil ghulam (dengan nama Allah; Tuhan si
pemuda).‖ Maka raja memanahnya dan anak panah itu tepat mengenai pelipisnya. Pemuda itu meletakkan
tangannya di bagian yang terkena panah lalu ia meninggal dunia. Maka orang-orang berkata, ―Kami beriman
kepada Tuhan si pemuda. Kami beriman kepada Tuhan si pemuda. Lalu raja didatangi dan diberitahukan,
―Tahukah engkau, sesuatu yang selama ini engkau takutkan?‖ Demi Allah, sekarang telah tiba, semua orang
telah beriman.‖ Lalu ia memerintahkan membuat parit-parit di beberapa pintu jalan, kemudian dinyalakan
api di dalamnya. Raja pun menetapkan, ―Siapa yang kembali kepada agamanya semula, maka biarkanlah
dia. Jika tidak, maka bakarlah dia di dalamnya,‖ atau raja berkata, ―Masukkanlah.‖ Maka orang-orang pun
melakukannya (masuk ke dalam parit dan menolak murtad). Hingga tibalah giliran seorang wanita bersama
anaknya. Sepertinya, ibu itu enggan untuk terjun ke dalam api. Lalu anaknya berkata, ―Bersabarlah wahai
ibuku, sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran.‖ (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad, Nasa'i
dan Tirmidzi).
Muhammad bin Ishaq meriwayatkan kisah tersebut dalam As Sirah dengan susunan lain yang berbeda
dengan yang disebutkan di atas, lalu ia berkata -setelah menerangkan bahwa penduduk Najran seusai pemuda
itu terbunuh, maka mereka berada di atas agama pemuda itu -, ―Kemudian Dzu Nuwas bersama tentaranya
mendatangi mereka dan mengajak masuk agama Yahudi, serta memberikan pilihan kepada mereka antara
masuk agama itu dengan siap dibunuh, lalu mereka memilih untuk dibunuh. Maka Dzu Nuwas
memerintahkan membuat parit untuk membakar mereka, ia juga membunuh dengan pedang dan mencincang
sehingga yang terbunuh kurang lebih mencapai 20.000 orang. Terhadap Dzu Nuwas dan tentaranya inilah
Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya, ―Binasa dan terlaknatlah orang-orang
yang membuat parit,--Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,--Ketika mereka duduk di sekitarnya,--
Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.-Dan mereka
tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah
yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji,--Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha
menyaksikan segala sesuatu.‖ (Terj. QS. Al Buruuj: 4-9).
Ibnu Ishaq juga menjelaskan, bahwa Dzu Nuwas ini nama aslinya Zur‘ah dan pada masa pemerintahannya, ia
dinamai Yusuf. Dzu Nuwas adalah putera Tabban As‘ad Abi Kurb. Dialah Taba‘ seorang yang menyerang
Madinah, memakaikan kiswah ka‘bah dan berteman dengan dua orang pendeta Yahudi yang tinggal di
Madinah. Melalui dua pendeta ini beberapa penduduk Yaman masuk agama Yahudi sebagaimana
diterangkan panjang lebar oleh Ibnu Ishaq. Dalam sehari saja di pagi hari, Dzu Nuwas membunuh 20.000
jiwa dalam parit, dan tidak ada yang selamat selain seorang saja yang bernama Daus Dzu Tsa‘laban, ia
berhasil melarikan diri namun dikejar, tetapi mereka tidak berhasil mengejarnya, hingga Daus berhasil
menemui Kaisar Raja Syam, lalu Raja Syam menulis surat kepada Najasyi Raja Habasyah (untuk
mengirimkan pasuka), maka Najasyi mengirimkan tentara Nasrani dari Habasyah yang dipimpin Aryath dan
Abrahah, kemudian mereka menguasai kembali Yaman dari orang-orang Yahudi, kemudian Dzu Nuwas
pergi melarikan diri ke laut, dan ia tenggelam di sana. Kerajaan Habasyah dipegang oleh orang-orang
Nasrani selama tujuh puluh tahun, kemudian diambil alih oleh Saif bin Dzi Yazin Al Himyariy ketika ia
meminta bantuan pasukan kepada Kisra Raja Persia, lalu ia mengirimkan pasukan yang sebelumnya berada
dalam penjara, jumlah mereka ada 700 orang, kemudian mereka menaklukkan Yaman, dan kerajaan pun
kembali dipegang oleh Himyar, demikian yang diterangkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ar Rabii‘ bin Anas tentang firman Allah Ta‘ala, ―Binasalah orang-orang
yang membuat parit.‖ Ia berkata, ―Kami mendengar, bahwa mereka adalah orang-orang yang berada di
zaman fatrah (kekosongan nabi). Ketika mereka melihat fitnah dan keburukan yang menimpa manusia saat
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 91
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

           
9. Yang memiliki kerajaan langit dan bumi350. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu351.

Ayat 10-11: Ancaman kepada orang-orang yang menindas kaum mukmin, bahwa jika
mereka tidak bertobat, maka mereka akan mendapat azab yang membakar, dan balasan
untuk kaum mukmin.

              
10. 352Sungguh, orang-orang yang mendatangkan cobaan353 kepada orang-orang yang mukmin laki-
laki dan perempuan lalu mereka tidak bertobat354, maka mereka akan mendapat azab Jahanam dan
mereka akan mendapat azab (neraka) yang membakar355.

itu sehingga manusia ketika itu terbagi menjadi beberapa golongan, dimana masing-masing golongan bangga
dengan apa yang ada padanya, maka mereka mengasingkan diri ke suatu negeri dan beribadah kepada Allah
di sana dengan ikhlas. Demikianlah keadaan mereka, sehingga terdengarlah berita mereka oleh salah seorang
penguasa kejam, lalu penguasa kejam ini mengirimkan orang-orang untuk memerintahkan mereka
menyembah berhala yang disembahnya, namun mereka semua menolak dan berkata, ―Kami tidak akan
menyembah kecuali Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya.‖ Maka penguasa itu berkata kepada mereka,
―Jika kamu tidak mau menyembah sesembahan ini, maka aku akan membunuh kalian.‖ Mereka tetap tidak
mau menyembahnya, maka penguasa itu membuatkan parit yang berisi api, dan berkata kepada mereka
setelah mereka dihadapkan kepadanya, ―Pilih ini atau mengikuti kami.‖ Mereka menjawab, ―Ini lebih kami
sukai.‖ Ketika itu, di antara mereka ada kaum wanita dan anak-anak, dan anak-anak pun kaget, maka orang
tua mereka berkata kepada anak-anak, ―Tidak ada lagi api setelah ini.‖ Maka mereka pun masuk ke
dalamnya, dan ruh mereka pun dicabut lebih dahulu sebelum tersentuh panasnya. Kemudian api itu keluar
dari tempatnya lalu mengelilingi orang-orang yang kejam itu dan Allah membakar mereka dengannya.
Tentang itulah, Allah ‗Azza wa Jalla menurunkan ayat, ―Binasalah orang-orang yang membuat parit.
Sampai ayat, ―Yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.‖
(Terj. Qs. Al Buruuj: 4-9).‖
350
Semuanya makhluk dan hamba-Nya, Dia bertindak terhadap mereka dengan tindakan Raja terhadap
kerajaannya.
351
Dia mengetahui, mendengar, dan melihat segala sesuatu termasuk tindakan as-habul ukhdud yang
menyiksa para wali-Nya. Oleh karena itu, tidakkah mereka yang menentang-Nya takut jika Dia Yang
Mahaperkasa lagi Mahakuasa menyiksa mereka dengan siksaan yang keras? Tidakkah mereka mengetahui
bahwa mereka semua adalah milik-Nya? Atau apakah masih samar bagi mereka, bahwa Dia meliputi amal
mereka dan akan membalas perbuatan mereka?
352
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam mereka dan menawarkan mereka untuk bertobat.
Al Hasan rahimahullah berkata, ―Lihatlah kepada kemuliaan dan kemurahan ini; mereka membunuh para
wali-Nya dan orang-orang yang menaati-Nya, tetapi Dia (Allah) mengajak mereka bertobat.‖
353
Yang dimaksud dengan mendatangkan cobaan adalah seperti menyiksa, mendatangkan bencana,
membunuh dan sebagainya. Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Adh Dhahhak, dan Ibnu Abza, bahwa
maksud memberikan cobaan di sini adalah membakar.
354
Yakni berhenti dari tindakan itu dan menyesal terhadapnya. Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata,
"Lihatlah kepada kemurahan ini. Mereka membunuh para wali-Nya, namun Dia (Allah) mengajak mereka
bertobat dan kepada pengampunan-Nya."
Sebagian ulama menerangkan, bahwa untuk diterimanya tobat, maka harus terpenuhi lima syarat:
Pertama, tobatnya ikhlas karena Allah Azza wa Jalla; bukan karena takut mendapatkan celaan manusia.
Kedua, menyesal terhadap dosa yang dilakukan.
Ketiga, berhenti dari perbuatan dosa itu dan tidak terus-menerus melakukannya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 92


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

               
11. 356Sungguh, orang-orang yang beriman357 dan mengerjakan kebajikan358, mereka akan mendapat
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai359, itulah kemenangan yang agung360.

Ayat 12-16: Kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala untuk membalas musuh-musuh-Nya


yang menindas wali-wali-Nya.

    


12. Sungguh, azab Tuhanmu361 sangat keras.

Keempat, berniat keras untuk tidak mengulanginya lagi.


Kelima, tobat dilakukan pada waktu masih diterima tobatnya, yaitu sebelum ajal di tenggorokan dan
sebelum matahari terbit dari barat.
355
Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran, yaitu bahwa Allah Azza wa Jalla terkadang memberikan
kekuasaan kepada musuh-musuh-Nya yakni orang-orang kafir, Dia memberi tangguh mereka sampai tiba
waktu membinasakan mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

―Seungguhnya Allah memberi tangguh kepada orang yang zalim, sehingga ketika tiba menyiksanya, maka
Dia tidak akan meloloskannya.‖ Selanjutnya Beliau membacakan ayat, ―Dan begitulah azab Tuhanmu,
apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu sangat
pedih lagi keras.‖ (Qs. Huud: 102)
Orang-orang mukmin yang mendapatkan musibah itu akan memperoleh pahala yang besar di sisi Allah Azza
wa Jalla, mendapatkan derajat yang tinggi, dan dihapuskan kesalahannya.
356
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan hukuman untuk orang-orang yang zalim, maka Dia
menyebutkan pahala orang-orang mukmin. Dalam ayat-ayat di atas terdapat tarhib (menakut-nakuti) dan
targhib (memberikan dorongan), demikianlah keadaan Al Qur‘an. Yang demikian adalah agar seseorang
dalam perjalanannya menghadap Allah berada di antara takut dan harap, mengetahui nikmat yang Allah
berikan kepadanya dalam Islam serta mengetahui hikmah Allah terkait adanya orang-orang kafir yang zalim.
357
Dengan hati mereka.
358
Dengan anggota badan mereka.
359
Sungai-sungai surga mengalir tanpa parit dan dapat diarahkan oleh ahli surga.
360
Karena mereka memperoleh keridhaan Allah dan surga-Nya. Penghuninya kekal selama-lamanya, hidup
selama-lamanya, sehat selama-lamanya, bahagia selama-lamanya, muda selama-lamanya, dan apa saja yang
diinginkan ada di hadapannya, Allahumma innaa nas‘alukal jannah wa na‘udzu bika minan naar.
Allahumma innaa nas‘alukal jannah wa na‘udzu bika minan naar. Allahumma innaa nas‘alukal jannah wa
na‘udzu bika minan naar.
Dari ayat 1-11 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan akidah kebangkitan dan
pembalasan terhadap amal, (2) keutamaan hari Jum‘at dan hari Arafah, (3) ujian yang menimpa orang-orang
mukmin dalam kehidupan dunia lalu mereka bersabar sehingga memperoleh surga, (4) targhib (dorongan
beriman dan beramal saleh) dan tarhib (peringatan terhadap kufur dan maksiat).
361
Bagi mereka yang berhak, seperti kepada para pelaku kejahatan dan dosa-dosa besar atau kepada orang-
orang yang mendustakan rasul-rasul-Nya dan menyelisihi perintah-Nya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 93


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


13. Sungguh, Dialah yang memulai penciptaan (makhluk) dan yang menghidupkannya (kembali).

   


14. Dialah Yang Maha Pengampun362 lagi Maha Pengasih363,

   


15. Yang memiliki 'Arsy364, lagi Maha mulia,
362
Dia mengampuni semua dosa bagi orang yang bertobat kepada-Nya serta memaafkan kesalahan bagi
orang yang meminta ampunan kepada-Nya dan kembali.
Mengampuni maksudnya menutupi dosa itu dan memaafkannya sehingga tidak menghukumnya.
363
Ibnu Abbas berkata, ―Dia Al Habiib (yang dicintai).‖ Ada yang berpendapat, bahwa Al Waduud adalah,
Yang cinta kepada orang yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Syaikh As Sa‘diy berkata, ―Dia dicintai
oleh para pecintanya dengan kecintaan yang tidak diserupai oleh sesuatu pun. Sebagaimana tidak ada sesuatu
yang menyerupai-Nya dalam sifat-sifat keagungan dan keindahan, makna dan perbuatan, maka kecintaan-
Nya di hati makhluk pilihan-Nya mengikuti hal itu, tidak diserupai oleh sesuatu pun di antara macam-macam
kecintaan. Oleh karena itu, kecintaan kepada-Nya merupakan pokok ibadah, ia adalah kecintaan yang
mendahului semua kecintaan dan mengalahkannya, jika yang lain tidak mengikutinya (kecintaan-Nya), maka
yang demikian menjadi azab bagi pemiliknya. Dia adalah Al Waduud; yang cinta kepada para kekasih-Nya
sebagaimana firman-Nya Ta‘ala, ―Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.‖ (Terj. QS. Al
Maa‘idah: 54) Dan mahabbah adalah kecintaan yang murni. Dalam ayat ini terdapat rahasia yang halus
karena disertakan Al Waduud dengan Al Ghafuur untuk menunjukkan bahwa orang-orang yang berdosa
ketika mereka bertobat kepada Allah dan kembali, maka Dia akan mengampuni dosa mereka dan akan
mencintai mereka. Tidaklah dikatakan, bahkan hanya diampuni dosa mereka dan tidak dikembalikan
kecintaan Allah kepada mereka seperti yang dikatakan sebagian orang yang keliru. Bahkan Allah lebih
bergembira dengan tobat hamba-Nya ketika bertobat daripada seorang yang berkendaraan unta dengan
makanan, minuman, dan segala yang dibutuhkan di atasnya, lalu hewan itu hilang di tengah padang sahara
yang dapat membuatnya binasa, ia pun berputus asa darinya dan tidur dalam naungan sebuah pohon sambil
menunggu kematiannya, tetapi ketika ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba hewannya berada di dekat
kepalanya, ia pun segera memegang talinya. Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala lebih gembira dengan tobat
seorang hamba daripada orang itu ketika menemukan kembali hewan kendaraannya, padahal itu adalah
kegembiraan yang paling besar yang bisa dilakukannya. Maka segala pujian, sanjungan dan kecintaan yang
tulus bagi Allah, alangkah besar dan banyak kebaikan-Nya dan alangkah banyak ihsan serta alangkah luas
pemberian-Nya!‖
364
Yakni Pemilik ‗Arsy yang besar yang di antara kebesarannya adalah adalah bahwa ‗Arsy itu meliputi
langit, bumi, dan kursi. Ia adalah makhluk yang paling besar dan paling luas serta menjadi atap bagi seluruh
makhluk. Dan Allah bersemayam di atas Arsy.

Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu ia berkata, ―Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, ―Kursiy dibanding ‗Arsyi tidak lain seperti gelang besi yang diletakkan di padang pasir yang luas
di bumi.‖ (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab Al ‗Arsy (no. 58), Adz Dzahabi dalam Al ‗Uluw (150-
Ringkasan Syaikh Al Albani), Baihaqi dalam Al Asma‘ wash Shifat hal. 510 dari hadits Abu Dzar, dan
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah (109) dan Mukhtashar Al ‗Uluw hal. 130.)
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan ‗Arsy secara khusus karena besarnya dan karena ia merupakan
makhluk paling khusus yang dekat dengan-Nya. Hal ini jika kata majiid huruf terakhirnya dibaca kasrah
sehingga menjadi sifat bagi ‗Arsy itu, tetapi jika dibaca dhammah, maka majiid adalah sifat bagi Allah
Subhaanahu wa Ta'aala. Arti majiid adalah luasnya sifat dan agungnya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 94


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


16. Mahakuasa berbuat apa yang Dia kehendaki365.

Ayat 17-22: Bukti kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala pada pembinasaan Fir’aun dan
kaum Tsamud, dan menguatkan keagungan Al Qur’an dan sifatnya.

    


17. 366Sudahkah sampai kepadamu berita tentang bala tentara (penentang),

  


18. (Yaitu kaum) Fir'aun dan Tsamud?367

     


19. Memang orang-orang kafir368 (selalu) mendustakan369,

    


20. Padahal Allah mengepung dari belakang mereka (sehingga mereka tidak dapat lolos)370.

    


21. Bahkan (yang didustakan itu) ialah Al Quran yang mulia371,

   


22. yang (tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga372 (Lauh Mahfuzh).

365
Yakni apabila Dia menghendaki sesuatu, maka Dia berkuasa melakukannya. Jika Dia menginginkan
sesuatu, maka Dia hanya berfirman, ―Terjadilah.‖ Maka terjadilah hal itu. Adapun makhluk, jika mereka
menghendaki sesuatu, maka terhadap kehendaknya itu butuh pembantunya dan ada penghalangnya,
sedangkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak ada yang membantu untuk melaksanakan kehendak-Nya dan
tidak ada yang menghalangi kehendak-Nya.
366
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan di antara tindakan-Nya yang menunjukkan
benarnya apa yang dibawa para rasul-Nya.
367
Ayat ini merupakan peringatan bagi orang yang kafir kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
kepada Al Qur‘an agar mereka mengambil pelajaran dari binasanya Fir‘aun dan Tsamud.
368
Baik kaum musyrik, Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), Majusi, dan orang-orang yang tidak memeluk
agama Islam lainnya.
369
Semua ayat tidak berguna bagi mereka dan semua nasihat tidak bermanfaat bagi mereka.
370
Maksudnya, mereka tidak dapat lolos dari kekuasaan Allah, karena ilmu dan kekuasaan-Nya meliputi
mereka. Dalam ayat ini terdapat ancaman keras kepada orang-orang kafir dengan siksaan dari Allah Yang
menguasai mereka.
371
Yakni luas maknanya, banyak kebaikannya dan pengetahuannya.
372
Yakni terjaga dari penambahan dan pengurangan serta perubahan. Demikian pula terjaga dari para setan.
Ayat ini menunjukkan keagungan Al Qur‘an dan tingginya kedudukannya di hadapan Allah Subhaanahu wa
Ta'aala, wallahu a‘lam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 95


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menerangkan, bahwa pencatatan dari Allah Azza wa Jalla ada beberapa
macam:
Pertama, pencatatan di Lauh Mahfuzh. Pencatatan ini tidak dapat dirubah dan diganti. Oleh karenanya Allah
menyebutnya Lauh Mahfuzh.
Kedua, pencatatan terhadap manusia di perut ibunya, yaitu ketika sempurna 4 bulan, maka Allah
mengirimkan malaikat yang kemudian meniupkan ruh ke dalamnya dengan izin Allah, karena jasad hanyalah
sebuah potongan daging yang ketika ditiupkan ruh jadilah manusia. Malaikat itu juga diperintahkan mencatat
empat hal; mencatat rezekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah ia sebagai orang yang berbahagia atau orang
yang sengsara.
Ketiga, pencatatan tahunan, yaitu yang terjadi pada malam Lailatul Qadr, dimana pada malam itu Allah
menakdirkan apa yang akan terjadi dalam tahun itu, lihat Qs. Ad Dukhan: 4.
Keempat, pencatatan lembaran amal yang ada di tangan para malaikat, dimana pencatatan ini terjadi setelah
manusia beramal. Adapun pencatatan yang tiga sebelumnya maka terjadi sebelum manusia beramal. (Lihat
Tafsir Juz Amma karya Syaikh Ibnu Utsaimin pada tafsir surah Al Buruj)
Dari ayat 12-22 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) peringatan terhadap orang-orang
zalim dengan azab di dunia dan di akhirat, (2) Allah karena kemuliaan-Nya mencintai wali-wali-Nya, (3)
faedah disebutkan kisah orang-orang terdahulu, yaitu agar seseorang tidak berani mendatangi yang haram
dan meninggalkan kewajiban, (4) Allah meliputi semua makhluk-Nya, dan bahwa mereka berada dalam
genggaman dan kekuasaan-Nya, (5) keutamaan Al Qur‘an, menetapkan adanya Lauh Mahfuzh, dsb.
Selesai tafsir surah Al Buruuj dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 96


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Ath Thaariq (Yang Datang Pada Malam Hari) 373


Surah ke-86. 17 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-4: Sumpah dengan langit yang memiliki bintang-bintang bahwa setiap manusia ada
penjaganya dari kalangan malaikat.

  


1. 374Demi langit dan yang datang pada malam hari375,

    


2. Dan tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?376

  


3. (Yaitu) bintang yang bersinar tajam377,

      


4. setiap orang pasti ada penjaganya378.
373
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan pengawasan Allah Azza wa Jalla terhadap seluruh
makhluk-Nya dan kemahakuasaan-Nya terhadap segala sesuatu.
Imam Nasa‘i meriwayatkan dalam Al Kubra dari Jabir, ia berkata, ―Mu‘adz pernah shalat Maghrib membaca
surat Al Baqarah dan An Nisaa‘, maka Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Apakah engkau hendak
menjadi penguji manusia? Tidakkah cukup bagimu membaca wassamaa‘i wath thariq, wasy syamsi wa
dhuhaahaa, dan semisalnya?‖
374
Allah Subhaanahu wa Ta‘ala bersumpah dengan langit dan bintang yang terang yang ada di sana.
375
Qatadah dan lainnya mengatakan, ―Bintang dinamai thariq, karena ia terlihat di malam hari dan tidak
tampak di siang hari.‖
376
Kalimat ini untuk memperbesar perkaranya.
377
Yakni menembus langit-langit sehingga terlihat di bumi. Bintang di sini adalah bintang Tsurayya
(Kartika) atau semua bintang. Ada pula yang berpendapat, bahwa bintang tersebut adalah Zuhal (Saturnus).
Bintang disebut Thaariq karena ia muncul di malam hari. Allah menciptakan bintang sebagai hiasan bagi
langit, alat pelempar setan, dan tanda petunjuk arah (Lihat Qs. An Nahl: 16 dan Qs. Al Mulk: 5). Allah Azza
wa Jalla menjaga kitab-Nya saat diturunkan dengan disiapkan bintang sebagai alat pelempar setan. Dan
dengan diturunkan Al Qur‘an Allah menghidupkan hati manusia yang telah mati, sebagaimana dengan hujan
Allah hidupkan bumi yang mati.
Isi sumpahnya adalah firman-Nya, ―Setiap orang pasti ada penjaganya.‖
378
Yakni yang menjaga amalnya yang baik dan yang buruk yaitu para malaikat hafazhah (penjaga manusia),
dimana mereka mencatat amal manusia untuk kemudian diberikan balasan. Ayat ini seperti firman Allah
Ta‘ala di surat Ar Ra‘d ayat 11 dan surah Al Infithar ayat 10-12.
Nafi membaca dengan tanpa mentasydidkan mimnya, yakni ‗Lamaa‘ sedangkan Hafsh mentasydidkannya
‗Lamma‘.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 97


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 1-4: Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala berkuasa
membangkitkan manusia setelah matinya.

    


5. Maka hendaklah manusia memperhatikan379 dari apa dia diciptakan380.

    


6. Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar,

     


7. yang keluar dari antara tulang punggung (sulbi) dan tulang dada381.

    


8. Sungguh, Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup setelah mati)382.

   


9. Pada hari ditampakkan segala rahasia383,

379
Yakni sambil memikirkan.
380
Ayat ini mengingatkan manusia tentang keadaan asalnya yang lemah sekaligus mengajaknya untuk
mengakui akan adanya kebangkitan dan pembalasan, karena Tuhan yang berkuasa menciptakan mereka
pertama kali tentu berkuasa menciptakan kembali setelah mereka mati, bahkan hal itu lebih mudah bagi-Nya.
Lihat QS. Ar Ruum: 27.
381
Menurut Syaikh As Sa‘diy, bisa maksudnya yang keluar dari antara tulang punggung laki-laki dan tulang
dada perempuan. Bisa juga maksud mani yang terpancar itu adalah mani laki-laki, dan bahwa tempat yang
dari sana keluar mani itu adalah di antara tulang sulbi dan tulang dadanya (tulang dada laki-laki), mungkin
ini yang lebih tepat –wallahu a‘lam-, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati mani itu dengan air
yang terpancar, dan yang dirasakan dan disaksikan pancarannya adalah mani laki-laki. Di samping itu, kata
‗taraa‘ib‘ bisa juga dipakai untuk laki-laki yang kedudukannya menyamai tulang dada bagi perempuan.
Kalau memang maksudnya adalah tulang dada perempuan, maka kata-katanya, ―Min bainish shulbi wats
tsadyain,‖ dan sebagainya, wallahu a‘lam.
382
Barang siapa yang memperhatikan asal kejadiannya, tentu dia akan mengetahui bahwa Yang Berkuasa
menciptakan manusia dari air yang hina yang keluar dari tempat yang sempit; dari tulang shulbi dan tulang
dada, maka pasti berkuasa pula membangkitkannya setelah mati.
383
Yang disembunyikan dalam hati, berupa keyakinan dan niat. Jika sebelumnya di dunia banyak yang
tersembunyi, maka pada hari Kiamat menjadi jelas sehingga terlihat nyata siapa yang benar-benar baik dan
siapa yang benar-benar buruk. Jika manusia hisab di dunia sesual amalan anggota badan yang tampak,
namun pada hari Kiamat manusia akan dihisab sesuai keadaan hatinya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bermuamalah dengan kaum munafik seperti Beliau bermuamalah dengan kaum muslimin,
sehingga ketika ada sebagian sahabat yang bermaksud membunuh mereka, maka Nabi shallallahu alaihi wa
sallam mencegahnya agar tidak menimbulkan kesan bahwa Beliau membunuh sahabatnya.
Dengan demikian, kita harus memberikan perhatian besar terhadap amalan hati daripada amalan lahir. Oleh
karenanya para sahabat dapat mengungguli kaum Khawarij yang rajin beribadah karena keadaan hati mereka.
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata, ―Demi Allah, Abu Bakar tidaklah mengungguli mereka dengan
shalat dan puasanya, namun ia mengungguli mereka dengan keimanan yang tertancap dalam hatinya.‖ Dan
keimanan itu ketika sudah tertancap dalam hati maka akan mendorong seseorang beramal, sedangkan amalan
lahir terkadang tidak membuat seseorang memperbaiki hatinya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 98


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


10. maka manusia384 tidak lagi mempunyai suatu kekuatan385 dan tidak (pula) ada penolong386.

Ayat 11-17: Sumpah terhadap kebenaran Al Qur’an, dan bahwa ia merupakan pemisah
antara yang hak dan yang batil, dan ancaman azab kepada orang-orang kafir.

   


11. 387Demi langit yang mengandung hujan388,

   


12. dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan389,

   


13. Sungguh, (Al Quran) itu benar-benar firman pemisah (antara yang hak dan yang batil)390,

   


14. dan (Al Qur‘an) itu bukanlah senda gurauan391.

   


15. Sungguh, mereka (orang kafir) merencanakan tipu daya yang jahat392,

384
Yang mengingkari kebangkitan.
385
Dari dalam dirinya untuk menolak azab yang menimpanya.
386
Yang menghindarkan azab dari dirinya.
387
Sumpah yang disebutkan sebelumnya untuk menerangkan keadaan orang-orang yang beramal ketika
mereka beramal dan ketika mereka diberi balasan. Pada ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah
untuk menerangkan kebenaran Al Qur‘an.
388
Raj'i berarti kembali. Ada yang berpendapat, bahwa hujan dinamakan raj'i dalam ayat ini, karena hujan
berasal dari uap yang naik dari bumi ke udara, kemudian turun ke bumi, kemudian kembali ke atas, dan dari
atas kembali ke bumi dan begitulah seterusnya, wallahu a‘lam.
389
Sehingga manusia dan hewan pun menjadi hidup.
390
Fashl bisa juga diartikan benar, jelas, memisahkan yang hak dan yang batil dan menyelesaikan masalah.
Al Quran juga mengakhiri orang-orang kafir, oleh karenanya ketika kaum muslimin berpegang dengan Al
Quran, maka mereka bisa mengalahkan orang-orang kafir, mengakhiri kehidupan mereka dan menyelesaikan
masalah. Tetapi ketika kaum muslimin berpaling dari Al Quran, maka mereka dikalahkan dan dihinakan
sesuai kadar jauhnya mereka dari Al Quran, dan setiap kali manusia jauh dari kitabullah, maka semakin
jauhlah mereka dari kemuliaan serta kemenangan sampai mereka mau kembali kepada kitabullah.
391
Yakni bukan main-main dan sesuatu yang sia-sia, bahkan ia merupakan kebenaran, semua kalimatnya
benar, beritanya benar, hukumnya adil, membacanya menghasilkan pahala, dibaca setiap waktu tidak
membuatnya bosan, dan membacanya diserta tafakkur dan tadabbur (merenungi) maka Allah akan bukakan
untuknya berbagai ilmu yang belum diketahui sebelumnya.
392
Untuk menolak kebenaran dan menguatkan kebatilan. Mereka juga merencanakan tipu daya kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para pengikutnya, bahkan berencana untuk membunuh Beliau
shallallahu alaihi wa sallam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 99


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


16. dan aku pun membuat rencana (tipu daya) yang jitu393.

    


17. Karena itu berilah penangguhan kepada orang-orang kafir. Berilah mereka kesempatan untuk
sementara waktu394.

393
Untuk menguatkan kebenaran dan menolak kebatilan yang mereka hadapkan meskipun orang-orang kafir
membenci. Ayat ini seperti firman Allah Ta‘ala di surat At Taubah: 32 dan Ash Shaff: 8.
394
Kelak mereka akan mengetahui akibat sikap mereka ketika azab turun menimpa mereka. Dan ternyata
demikian, selang beberapa tahun setelah kaum kafir berbuat makar terhadap Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam untuk membunuh Beliau dan memadamkan dakwahnya, ternyata tokoh-tokoh mereka tewas terbunuh
dalam perang Badar, shadaqallah.
Dalam ayat di atas terdapat ancaman terhadap kaum kafir Quraisy dan terdapat hiburan bagi Nabi shallallahu
alaihi wa sallam, dan bahwa Beliau akan memperoleh kemenangan.
Dari ayat 1-17 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan hari Kiamat, kebangkitan,
dan pembalasan, (2) amal perbuatan manusia dicatat seluruhnya dan dijaga, dan ia akan dihisab terhadapnya,
(3) asal penciptaan manusia, dan sumber dan materinya, (4) peringatan dari menyembunyikan keburukan dan
menampakkan hal yang bertentangan dengan isi hatinya, karena Allah Maha Mengetahuinya dan akan
menampakkannya, (5) menetapkan bahwa Al Qur‘an merupakan pemisah antara yang hak dan yang batil.
Selesai tafsir surah Ath Thaariq dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 100


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al A’laa (Yang Mahatinggi) 395


Surah ke-87. 19 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Perintah bertasbih dan dalil-dalil terhadap kekuasaan dan keesaan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala.

    


1. 396Sucikanlah nama Tuhanmu397 Yang Mahatinggi398,

395
Di antara kandungan surah ini adalah mengingatkan diri terhadap nikmat-nikmat Allah Azza wa Jalla,
mengingatkan pula terhadap akhirat, dan agar tidak bergantung dengan kehidupan dunia.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Al Barra‘ bin ‗Azib ia berkata, ―Orang yang pertama kali menemui kami
(di Madinah) dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam adalah Mus‘ab bin Umair dan
Ibnu Ummi Maktum. Keduanya membacakan kepada kami Al Qur‘an, lalu Ammar, Bilal, dan Sa‘ad datang,
kemudian Umar bin Khaththab datang bersama dua puluh orang, lalu Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam
datang. Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah bergembira seperti bergembiranya mereka karena
kedatangan Beliau shallallahu ‗alaihi wa sallam sampai-sampai aku melihat para budak dan anak-anak kecil
berkata, ―Ini adalah Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam; Beliau sudah datang.‖ Beliau tidaklah datang
sampai aku selesai membaca surat Sabbihismarabbikal a‘laa dan surat-surat semisalnya.‖
Dalam Shahihain disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda kepada Mu‘adz,
―Tidakkah engkau shalat membaca ‗Sabbihismarabbikal a‘laa‘ (surat Al A‘la), ‗Wasy syamsi wa dhuhaha‘
(surat Asy Syams), dan ‗Wal laili idzaa yaghsya‘ (surat Al Lail).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Nu‘man bin Basyir, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
membaca dalam shalat Iedain (dua hari raya) dengan ‗Sabbihismarabbikal a‘laa‘ (surat Al A‘la) dan ‗Hal
ataaka haditsul ghasyiyah‘ (surat Al Ghasyiyah). Jika hari raya bertepatan pada hari Jum‘at, maka Beliau
membaca kedua-duanya. (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa‘i, dan Ibnu
Majah. Tetapi lafaz Imam Muslim dan para pemilik kitab Sunan adalah, ―Bahwa Beliau membaca dalam
shalat iedain dan shalat Jum‘at dengan ‗Sabbihismarabbikal a‘laa‘ (surat Al A‘la) dan ‗Hal ataaka haditsul
ghasyiyah‘ (surat Al Ghasyiyah). Dan terkadang hari raya bertepatan dengan hari Jum‘at, sehingga Beliau
membaca keduanya.‖).
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya dari hadits Ubay bin Ka‘ab, Abdullah bin Abbas,
Abdurrahman bin Abza, dan Aisyah Ummul Mukminin, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
dalam shalat witir membaca (pada rakaat pertama) ‗Sabbihismarabbikal a‘laa‘ (surat Al A‘la), (pada rakaat
kedua) Qul yaa ayyuhal kafirun (surat Al Kafirun), dan (pada rakaat ketiga) Qulhuwallahu ahad (surat Al
Ikhlas). Aisyah menambahkan, dengan surat mu‘awwidzatain (Al Falaq dan An Naas).
Hikmah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca surat Al A’la
Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam sering membaca surat ini karena di dalamnya terdapat dua kabar
gembira kepadanya, yaitu: pertama, bahwa Allah akan memudahkan untuk Beliau jalan yang mudah, kedua,
bahwa Beliau akan hapal wahyu yang disampaikan kepadanya dan tidak akan lupa, wallahu a‘lam.
396
Syaikh Ibnu ‗Utsaimin dalam Tafsir Juz ‗Amma berkata, ―Khithab (arah pembicaraan) di sini untuk
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan khithab kepada Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Al
Qur‘anul Karim terbagi menjadi tiga bagian: (1) Adanya dalil bahwa khithab itu khusus tertuju kepada
Beliau, sehingga menjadi khusus untuk Beliau, (2) Adanya dalil bahwa khithab itu umum sehingga menjadi
umum, (3) Tidak adanya dalil terhadap ini (khusus untuk Beliau) dan itu (khusus untuk umatnya), maka hal
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 101
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


2. Yang Menciptakan399, lalu menyempurnakan (penciptaan-Nya)400,

   


3. Yang menentukan takdir (masing-masing) 401 dan memberi petunjuk402,

ini menjadi khusus lafaznya saja (kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), namun secara hukumnya
buat umat juga.‖
Syaikh As Sa‘diy berkata, ―Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan bertasbih kepada-Nya yang di
dalamnya mengandung dzikr dan beribadah kepada-Nya, tunduk kepada keagungan-Nya dan merendahkan
diri kepada kebesaran-Nya, dan hendaknya tasbih itu yang sesuai dengan keagungan Allah Ta‘ala, yaitu
dengan disebut nama-nama-Nya yang indah lagi tinggi di atas semua nama, dengan maknanya yang indah
dan agung. Demikian pula dengan disebut perbuatan-Nya yang di antaranya adalah Dia menciptakan semua
makhluk lalu menyempurnakannya, yakni merapihkan dan memperbagus ciptaan-Nya.‖
397
Yakni sucikanlah Tuhanmu dari segala yang tidak layak bagi-Nya, demikian pula dari segala kekurangan
dan aib. Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, maksudnya sucikanlah Tuhanmu sambil menyebut
nama-Nya, yakni sucikanlah Dia dengan hati dan lisan, yaitu dengan menyebut nama-Nya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam apabila
membaca ‗Sabbihismarabbikal a‘la‘ (surat Al A‘laa), Beliau mengucapkan, ―Subhaana rabbiyal a‘laa,‖
(artinya: Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi). (Menurut pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah, bahwa
hadits ini yang shahih mauquf (sampai kepada Ibnu Abbas)).
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Ishaq Al Hamdani, bahwa Ibnu Abbas apabila membaca
‗Sabbihismarabbikal a‘laa‘ ia mengucapkan, ―Subhaana rabbiyal a‘laa,‖ dan apabila ia membaca ‗Laa
uqsimu biyaumil qiyamah‘ (surat Al Qiyamah) sampai akhirnya, yaitu ‗Alaisa dzaalika biqaadirin ‗alaa ay
yuhyiyal mauta‘ ia mengucapkan, ―Subhaanaka wa balaa‖ (artinya: Mahasuci Engkau ya Allah. Benar sekali
firman-Mu).
Qatadah berkata, ―Disebutkan kepada kami, bahwa Nabi Allah shallallahu ‗alaihi wa sallam apabila
membaca surat Al A‘laa, Beliau mengucapkan, ―Subhaana rabbiyal a‘laa.‖
398
Dr. Abdurrahman Al Khumais dalam Anwaarul Hilaalain fit Ta‘aqqubaat ‗alal Jalaalain berkata, ―Al
A‘laa adalah salah satu nama Allah yang di dalamnya menetapkan sifat ketinggian bagi Allah Ta‘ala; yang
maknanya adalah Yang Paling Tinggi di atas segala sesuatu. Ia adalah Af‘al tafdhil (bentuk kata yang
menunjukkan paling) yang menunjukkan ketinggian Allah Ta‘ala dengan semua makna ketinggian. Oleh
karena itu, Dia paling tinggi kedudukannya, paling tinggi berkuasa, paling tinggi zat-Nya di atas segala
sesuatu. Disebutkan nama-Nya Al A‘laa di sini adalah untuk menerangkan keberhakan-Nya disucikan, yakni
disucikan dari semua kekurangan.‖
Demikian pula Dia paling tinggi sifatnya, karena semua sifat kesempurnaan milik-Nya (Lihat Qs. An Nahl:
60).
399
Dialah Allah yang menciptakan semua makhluk yang sebelumnya tidak ada.
400
Sehingga menjadi sesuai dan seimbang anggota tubuhnya. Menurut Ibnu Katsir, maksudnya
membentuknya dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Menurut Ibnu Utsaimin, segala sesuatu dibentuk sesuai
yang cocok untuknya.
401
Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin ‗Amr, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Allah mencatat takdir semua makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. Ketika itu,
Arsyi-Nya di atas air.‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 102


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


4. dan Yang menumbuhkan rerumputan403,

   


5. lalu dijadikan-Nya (rumput-rumput) itu404 kering kehitam-hitaman.

Ayat 6-13: Penjagaan terhadap Al Qur’anul Karim, sikap kaum mukmin dan orang-orang
kafir terhadap Al Qur’an, dan balasan untuk mereka.

   


6. 405Kami akan membacakan (Al Qur‘an) kepadamu (Muhammad) sehingga engkau tidak akan
lupa406,

          
7. Kecuali jika Allah menghendaki407. 408
Sungguh, Dia mengetahui yang terang409 dan yang
tersembunyi.

Para ulama berkata, ―Maksudnya kapan waktu penulisan itu di Lauh Mahfuzh atau lainnya, bukan asal takdir
itu, karena asal taqdir adalah azali; tidak ada awalnya.‖
402
Hidayah atau petunjuk ini adalah petunjuk yang umum, yaitu bahwa Dia menunjukkan kepada semua
makhluk hal yang bermaslahat bagi mereka. Bisa juga maksudnya Dia menunjukkan kepada manusia jalan
kesengsaraan dan jalan kebahagiaan (disebut hidayah syar‘iyyah), serta menunjukkan hewan ternak ke
tempat penggembalaan atau kepada kebutuhannya (disebut hidayah kauniyyah). Ayat ini seperti firman Allah
Ta‘ala di surat Thaahaa ayat 50.
Contohnya hewan semut, ia tidaklah membuat rumah kecuali di tempat yang tinggi agar banjir tidak
memasuki rumahnya. Ketika tiba musim hujan, maka jika di lubangnya ada biji makanan, maka ia keluarkan
agar terkena sinar matahari dan tidak membusuk, dan sebelum makanan berupa biji-bijian disimpan ia makan
bagian pinggir biji itu agar tidak menumbuhkan tanaman sehingga merusak kehidupan mereka.
Jika kita tahu bahwa Allah yang memberi petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Nya.
403
Dia menurunkan dari langit air untuk menumbuhkan berbagai macam tumbuhan dan rerumputan yang
banyak, sehingga manusia dan hewan dapat memakannya.
404
Setelah sebelumnya menghijau.
405
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa kenikmatan dunia, maka Allah Subhaanahu
wa Ta'aala menyebutkan asal dan sumber kenikmatan, yaitu Al Qur‘an.
406
Yakni Kami akan menjaga wahyu yang Kami wahyukan kepadamu dan menyimpannya dalam hatimu
sehingga engkau tidak akan lupa sedikit pun darinya. Ini merupakan kabar gembira yang besar dari Allah
Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Allah
Subhaanahu wa Ta'aala akan mengajarkan ilmu kepadanya yang tidak akan Beliau lupakan.
407
Dengan membuatmu melupakannya dengan dinaskh (dihapus) baik bacaan maupun hukumnya karena
hikmah-Nya yang dalam. Qatadah berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam tidak lupa sedikit pun
(wahyu itu) kecuali jika dikehendaki Allah.‖
408
Disebutkan dalam tafsir Al Jalaalain, ―Sebelumnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan
suaranya bersamaan suara Jibril karena takut lupa, seakan-akan dikatakan kepada Beliau, ―Janganlah engkau
terburu-buru dengannya, karena engkau tidak akan lupa. Oleh karena itu, jangan membebani dirimu dengan
mengeraskan suara, karena sungguh, Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.‖
409
Baik ucapan maupun perbuatan.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 103


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


8. Dan Kami akan memudahkan bagimu ke jalan yang mudah410,

    


9. oleh sebab itu berikanlah peringatan411, karena peringatan itu bermanfaat412,

   


10. 413orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran414,
410
Yaitu syariat Islam yang merupakan syariat yang paling mudah bagi manusia dan membawa mereka
kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Syaikh As Sa‘diy berkata, ―Ini juga merupakan kabar gembira
yang besar, bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memudahkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam
kepada kemudahan dalam semua urusannya, dan Dia menjadikan syariat dan agama-Nya mudah.‖
Ibnu Katsir berkata, ―Maksudnya Kami akan memudahkan bagimu melakukan perbuatan dan perkataan yang
baik, dan Kami tetapkan bagimu syariat yang mudah, ringan, lurus, adil, tidak ada kebengkokan, kesempitan,
dan kesulitan di dalamnya.‖
411
Dengan syariat Allah dan ayat-ayat-Nya.
412
Bisa juga diartikan, ―Jika peringatan itu bermanfaat.‖ Dengan demikian, jika tampaknya tidak
bermanfaat, maka tidak perlu memberikan peringatan, terlebih apabila peringatan itu malah membuatnya
bertambah melakukan keburukan. Sebagian ulama berkata, ―Jika diperkirakan peringatan itu bermanfaat,
maka wajib memberi peringatan. Tetapi, jika diperkirakan peringatan itu tidak bermanfaat, maka ia diberi
pilihan; jika ia mau; ia memberi peringatan dan jika tidak, maka ia tidak memberi peringatan.‖ Menurut Ibnu
Katsir, dari sini diambil adab dalam menyebarkan ilmu, yaitu dengan tidak memberikannya kepada orang
yang tidak layak menerimanya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Amirul Mukminin Ali radhiyallahu
‗anhu,

―Kamu tidaklah menyampaikan sesuatu yang tidak dijangkau akal mereka melainkan hal itu menjadi fitnah
bagi sebagian yang lain.‖ (Dalam Shahih Muslim disebutkan, bahwa perkataan ini disampaikan oleh Ibnu
Mas‘ud)
Ali radhiyallahu ‗anhu juga berkata,

―Berbicaralah kepada manusia sesuai yang mereka ketahui. Sukakah kalian jika Alah dan Rasul-Nya
didustakan?‖
Syaikh Ibnu ‗Utsaimin dalam Tafsir Juz ‗Amma berkata, ―Akan tetapi, bagaimana pun juga kita katakan,
―Harus memberi peringatan, meskipun anda mengira bahwa peringatan itu tidak bermanfaat, karena kelak
akan bermanfaat bagimu, dan kelak manusia akan mengetahui bahwa sesuatu yang engkau peringatkan, bisa
wajib atau haram. Dan jika engkau mendiamkan manusia, sedangkan mereka mengerjakan yang haram,
maka nanti orang-orang akan berkata, ―Kalau hal ini memang haram, tentu ulama akan
memperingatkannya,‖ atau, ―Kalau hal ini wajib tentu ulama akan mengingatkannya.‖ Oleh karena itu, harus
diberi peringatan dan syariat harus disebarluaskan baik bermanfaat (bagi yang mereka) atau tidak.‖
413
Setelah diberikan peringatan, maka manusia terbagi menjadi dua; orang yang mau menerima peringatan
itu dan orang yang tidak menerima. Orang yang menerima peringatan itu adalah orang yang takut kepada
Allah dan bahwa ia yakin akan bertemu dengan-Nya. Hal itu, karena takut kepada Allah Subhaanahu wa
Ta'aala dan mengetahui bahwa Dia akan memberikan balasan terhadap amalnya membuat seorang hamba
berhenti melakukan maksiat dan berusaha menjalankan kebaikan. Sedangkan orang yang tidak menerima
peringatan itu adalah orang yang celaka seperti halnya orang kafir sebagaimana diterangkan pada ayat
selanjutnya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 104


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


11. dan orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.

    


12. (yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka) 415.

      


13. selanjutnya dia di sana tidak mati416 dan tidak (pula) hidup417.

Ayat 14-19: Beruntungnya orang yang menyucikan dirinya dari dosa-dosa, dan bahwa dunia
tidak ada artinya dibanding Akhirat.

414
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta‘ala, ―Maka berilah peringatan dengan Al Quran orang yang takut
dengan ancaman-Ku.‖ (Terj. QS. Qaaf: 45)
415
Yakni api neraka Jahannam, karena api di dunia dibanding dengan api neraka, maka sebagai api yang
kecil. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

―Api kalian ini merupakan satu dari tujuh puluh bagian api neraka Jahanam.‖
Lalu ada yang bertanya, ―Wahai api (di dunia) itu sudah cukup (panasnya).‖
Beliau bersabda,

―Api neraka ditambah 69 kali api (di dunia), dimana masing-masingnya sama panasnya.‖ (Hr. Bukhari dan
Muslim)
416
Sehingga dapat beristirahat. Sampai-sampai mereka berharap agar dimatikan saja, namun harapan mereka
tidak diberikan (Lihat Qs. Az Zukhruf: 78).
417
Dengan nikmat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Sa‘id ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam bersabda,

―Adapun penghuni neraka yang memang menjadi penghuninya, maka mereka tidak mati dan tidak hidup di
sana. Tetapi ada manusia yang terkena api neraka karena dosa-dosa mereka –atau karena kesalahan mereka-,
lalu Allah mematikan mereka sekali, sehingga ketika mereka menjadi arang, maka diizinkanlah mereka
diberi syafaat, lalu mereka itu didatangkan serombongan demi serombongan, kemudian mereka disebar di
sungai-sungai surga, dan dikatakan, ―Wahai penghuni surga! Siramilah air kepada mereka,‖ maka mereka
pun tumbuh sebagaimana tumbuhnya biji di aliran air.‖
Dari ayat 1-13 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) wajibnya mentasbihkan (menyucikan)
Allah Azza wa Jalla dari segala yang tidak layak bagi-Nya, (2) disyariatkan bertasbih ketika sujud dengan
mengucapkan ‗Subhaana rabbiyal A‘laa‘, (3) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyukai membaca
surah Al A‘laa karena di dalamnya terdapat kabar gembira untuk Beliau; yaitu akan dipermudah kepada yang
mudah dan karena Allah akan membuat Beliau hafal wahyu disampaikan; tidak lupa. Oleh karena itu, Beliau
sering membacanya dalam shalat Jum‘at, hari raya, dan shalat witir.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 105


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


14. Sungguh beruntung418 orang yang menyucikan diri419 (dengan beriman),

    


15. dan mengingat nama Tuhannya420, lalu dia shalat421.

    


16. Sedangkan kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia422,

418
Yakni memperoleh yang diinginkan dan selamat dari yang dikhawatirkan.
419
Dari syirk, kezaliman, dan akhlak yang buruk. Ibnu Katsir berkata, ―Yakni menyucikan dirinya dari
akhlak yang hina dan mengikuti apa yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya shallallahu ‗alaihi wa sallam.‖
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, menyucikan diri mencakup tiga hal, yaitu terkait dengan hak Allah, hak
Rasul shallallahu alaihi wa sallam, dan hak manusia. Terkait dengan hak Allah adalah dengan membersihkan
diri dari syirik, terkait dengan hak Rasul shallallahu alaihi wa sallam adalah dengan membersihkan ibadah
dari bid‘ah, sedangkan terkait dengan hak manusia adalah dengan membersihkan diri dari dengki dan
permusuhan.
420
Yakni dengan berdzikir baik dengan lisan maupun hati. Sebagian ulama menafsirkan dzikir pada ayat
tersebut dengan khutbah Jumat, dan shalat setelahnya adalah shalat Jumat, karena khutbah juga disebut
dzikir seperti disebutkan dalam surah Al Jumu‘ah: 9. Namun ayat ini mencakup semua shalat, karena setiap
shalat didahului oleh dzikir, seperti dzikir sebelum wudhu dan setelahnya.
421
Yakni mendirikan shalat pada waktu-waktunya karena mencari keridhaan Allah Azza wa Jalla dan
sebagai bukti taat kepada perintah Allah Azza wa Jalla.
Disebutkan dari Amirul Mukminin Umar bin Abdul ‗Aziz, bahwa ia memerintahkan manusia mengeluarkan
zakat fitri, lalu ia membaca ayat ini, ―Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman),--
dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.‖ (Terj. QS. Al A‘laa: 14-15).
Abul Ahwash berkata, ―Apabila datang kepada salah seorang di antara kamu seorang peminta-minta, padahal
dia mau shalat (Idul Fitri), maka hendaknya dia dahulukan sebelumnya zakat, karena Allah Ta‘ala berfirman,
―Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman),-- dan mengingat nama Tuhannya, lalu
dia shalat.‖ (Terj. QS. Al A‘laa: 14-15).
Abul Ahwash mengartikan kata ‗tazakka‘ di ayat tersebut dengan membayar zakat dan membuat ridha
Penciptanya.
Ayat di atas juga menerangkan kepada kita, bahwa amal yang paling menyucikan jiwa adalah banyak
berdzikir kepada Allah di samping banyak mendirikan shalat.
Faedah:
Kita tidak tahu apa yang memasukkan kita ke dalam surga -setelah rahmat Allah-? Apakah karena suatu
rakaat yang kita lakukan, ucapan baik yang kita ucapkan, karena memberi minum, karena kita memenuhi
kebutuhan orang mukmin, karena doa, atau karena dzikir, maka kerjakanlah amalan itu dan jangan anggap
remeh.
422
Yang kenikmatannya sementara dan tidak sempurna, padahal cinta dunia menjadi sumber setiap
keburukan.
Orang bijak pernah ditanya, "Seperti apa perumpamaan dunia?" Ia menjawab, "Ia lebih rendah dari dibuat
perumpamaan." (Rabi' Al Abrar 1/31)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Orang yang cinta dunia tidak lepas dari tiga perkara; kesedihan yang
tidak kunjung henti, kelelahan yang berkelanjutan, dan penyesalan yang tidak ada habisnya." (Ighatsatul
Lahfan 1/37)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 106


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


17. padahal kehidupan akhirat itu423 lebih baik dan lebih kekal424.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Kegundahan, penderitaan batin, dan kesedihan disebabkan dua hal:
Pertama, cinta dunia dan tamak terhadapnya. Kedua, meremehkan amal saleh dan ketaatan.‖ (Uddatush
Shabirin 1/265)
Dr. Ahmad Isa Al Mi'sharawi berkata, ―Hidup kita di atas permukaan bumi puluhan tahun, sedangkan di
bawah bumi ribuan tahun, maka kehidupan mana di antara kedua itu yang lebih berhak diperhatikan? Oleh
karena itu, berfikirlah terlebih dahulu ketika engkau mendekati yang haram dan meninggalkan yang halal!‖
Abu Darda radhiyallahu anhu berkata, "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah mengumpulkan
banyak harta, membangun bangunan yang kokoh, dan berangan-angan yang banyak. Akan tetapi, apa yang
telah mereka kumpulkan kini telah binasa, bangunan yang mereka tempati adalah kuburan, dan angan-angan
mereka hanya sekedar tipuan yang memperdayakan mereka." (Ar Raqaiq, hal. 742)
Abu Yusuf bin Asbath berkata, ―Dunia itu tidaklah diciptakan agar engkau memandangnya, tetapi dunia itu
diciptakan agar engkau memperhatikan hal- hal yang dapat membawamu kepada kebahagiaan di akhirat".
(Mawa'izh Ibnul Jauzi, hal. 73)
Nasihat
Dunia seperti rumah kontrakan
Meskipun engkau merasa bahwa ia milikmu, namun sebenarnya engkau keliru
Meskipun engkau telah melakukan sesuatu untuknya, namun suatu saat engkau akan meninggalkannya
Akhirat itulah rumahmu
Di tanganmulah sekarang bangunannya, maka perbaguslah bangunan itu
Engkau akan tinggal di perut bumi dalam jangka waktu yang hanya diketahui oleh Allah
Ketika itu, amal yang bermanfaat tidak lagi dapat kau lakukan meskipun hanya sekedar bertasbih
Maka gunakanlah sisa-sisa hidupmu untuk menghadapi kematian yang pasti terjadi.
Namun di sana ada orang-orang yang sederhana, mereka hidup bersama kita, tidak memiliki harta, pangkat,
apalagi jabatan
Akan tetapi harta yang mereka miliki ternyata telah menggunung ke langit, istana mereka sedang dibangun,
dan kebun-kebun mereka sedang ditanami
Maka perbanyaklah amal saleh yang tersembunyi
Semoga Allah memberikan kebahagiaan untukmu di dunia dan akhirat.
423
Yaitu surga.
424
Oleh karena itu, orang yang bijaksana tentu akan mengutamakan yang lebih baik dan kekal. Seorang
penyair berkata,

―Sesungguhnya Allah memiliki hamba yang cerdas,


Mereka melepaskan dunia dan takut akan terfitnah,
Mereka melihat dunia itu dengan sebenarnya,
Maka sadarlah mereka bahwa ia tidak pantas

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 107


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     

dijadikan tempat menetap,


Mereka pun menjadikan dunia sebagai samudera,
dan menjadikan amal yang shalih sebagai bahtera.‖
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa Al Asy‘ari, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Barang siapa yang mencintai dunia, maka ia akan menderita karena akhiratnya, dan barang siapa yang
mencintai akhirat, maka ia akan menderita karena dunianya. Oleh karena itu, dahulukanlah yang kekal di
atas yang fana.‖ (Hadits ini dinyatakan hasan lighairih oleh Pentahqiq Musnad cet. Ar Risalah).
Imam At Turthusyi pernah berkata kepada Al Qadhi Ibnul Arabi, "Jika dihadapkan kepadamu urusan dunia
dan akhirat, maka dahulukanlah urusan akhirat, niscaya engkau akan memperoleh dunia dan akhirat." (Siyar
A'lamin Nubala)
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata, "Perbaikilah urusan Akhirat kalian, niscaya urusan dunia kalian
akan menjadi baik." Beliau juga berkata, "Perbaikilah batin kalian, niscaya lahiriah kalian akan menjadi
baik." (Hilyatul Auliya)
Perumpamaan orang yang mengejar akhirat adalah seperti orang yang menanam padi, maka akan tumbuh
rumput (akan dapat pula dunia), sedangkan orang yang mengejar dunia seperti orang yang menanam
rumput, maka tidak akan tumbuh padi (hanya mendapatkan dunia tanpa memperoleh akhirat).
Faedah:
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani (penyusun Fathul Bari syarah Shahih Bukhari) adalah seorang hakim
agung di negeri Mesir. Suatu ketika ia lewat di tengah-tengah manusia dengan kereta kudanya yang ditarik
oleh bighal (hewan yang lahir dari kuda dan keledai), sedangkan orang-orang mengelilinginya.
Saat itu ada seorang Yahudi tukang minyak, dimana penampilannya tampak tidak sedap dipandang di
samping bajunya yang kotor sebagaimana keadaan para tukang minyak pada umumnya, lalu ia menghentikan
kereta kudanya dan berkata kepada Ibnu Hajar, ―Sesungguhnya Nabi kalian bersabda,

―Dunia adalah penjara orang mukmin dan surga orang kafir,‖


Namun mengapa keadaanku seperti ini, sedangkan engkau seperti itu (berada dalam kemewahan).‖
Ibnu Hajar berkata, ―Aku sebenarnya berada dalam penjara jika dibandingkan dengan pahala dan kenikmatan
yang Allah siapkan untuk orang-orang beriman, karena kenikmatan dunia jika dibandingkan kenikmatan
akhirat tidak ada artinya apa-apa sebagaimana sabda Nabi shallallahu alahi wa sallam,

―Sungguh, tempat cemeti (milik salah seorang di antara kamu) di surga masih lebih baik daripada dunia dan
seisinya.‖
Adapun engkau wahai orang Yahudi, sebenarnya engkau berada di surga jika dibandingkan dengan azab
yang disiapkan untukmu jika engkau mati di atas kekafiran.‖
Mendengar jawaban itu orang Yahudi pun masuk Islam.
(Lihat Tafsir Juz Amma karya Syaikh Ibnu Utsaimin pada tafsir surat Al Lail).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 108


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
18. Sesungguhnya ini425 terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,

   


19. (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa426.

425
Yakni beruntungnya orang-orang yang menyucikan dirinya dan bahwa akhirat itu lebih baik daripada
dunia, atau yang disebutkan dalam surah yang penuh berkah ini berupa perintah-perintah dan berita-berita
yang baik.
426
Dengan demikian, perintah-perintah ini ada dalam setiap syariat karena bermaslahat di dunia dan akhirat,
di setiap waktu, dan setiap tempat.
Dari ayat 14-19 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) dorongan membayar zakat, dzikir, dan
shalat. Hal ini dapat terwujud oleh seorang muslim ketika di hari raya ia membayar zakat fitri, mendatangi
tempat shalat sambil bertakbir, lalu shalat Ied, (2) dorongan untuk zuhud terhadap dunia dan lebih
mengutamakan akhirat, (3) kesamaan isi kitab samawi menunjukkan bahwa yang demikian adalah wahyu
dari Allah Azza wa Jalla.
Selesai tafsir surah Al A‘laa dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 109


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Ghaasyiyah (Hari Kiamat) 427


Surah ke-88. 26 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-16: Hari Kiamat, dan menerangkan keadaan para penghuni neraka dan para
penghuni surga.

    


1. 428Sudahkah sampai kepadamu429 berita tentang hari Kiamat430?

   


2. 431Pada hari itu432 banyak wajah yang tertunduk terhina433,

  


3. (karena) bekerja keras lagi kepayahan434,
427
Di antara kandungan surah ini adalah mengingatkan jiwa terhadap kekuasaan Allah Azza wa Jalla dalam
memberikan kenikmatan dan azab, memperlihatkan bukti-buktinya dengan memperhatikan apa yang di
hadapan agar jiwa manusia dipenuhi rasa cemas dan harap.
Imam Malik meriwayatkan bahwa Dhahhak bin Qais pernah bertanya kepada Nu'man bin Basyir, "Bersama
surat apa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam membaca di samping surat Al Jumu‘ah?‖ Ia menjawab,
―Yaitu Hal ataaka haditsul ghaasyiyah,‖ (surat Al Ghaasyiyah) (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud,
Nasa‘i, Muslim, dan Ibnu Majah).
428
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa peristiwa pada hari Kiamat dan bahwa
malapetakanya menimpa makhluk secara merata.
429
Ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya, atau kepada orang
yang tertuju kepadanya ayat ini.
430
Hari Kiamat disebut Al Ghaasyiyah, karena malapetakanya merata menimpa makhluk, lihat pula Qs. Al
Hajj: 1-2.
Pertanyaan dalam ayat ini adalah lit tasywiq (untuk membuat penasaran dan berusaha untuk menyimak), bisa
juga untuk ta‘zhim (memperbesar masalah tersebut).
431
Pada hari Kiamat, manusia terbagi menjadi dua golongan; golongan penghuni surga dan golongan
penghuni neraka. Adapun golongan yang menjadi penghuni neraka maka sebagaimana diterangkan dalam
ayat di atas wajahnya tertunduk hina.
432
Yakni pada hari Kiamat.
433
Karena hina dan terbuka aibnya. Menurut Ibnu Abbas, wajahnya tertunduk, dan amalnya tidak bermanfaat
baginya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta‘ala, ―Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka
dalam Keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-
orang yang beriman berkata, "Sesungguhnya orang-orang yang merugi adalah orang-orang yang
kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari Kiamat. Ingatlah,
Sesungguhnya orang- orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal.‖ (Terj. Qs. Asy Syuuraa: 45)
434
Menurut As Sa‘diy, yakni kelelahan dalam azab sambil menyeret mukanya, sedangkan mukanya diliputi
oleh api. Bisa juga maksud firman Allah Ta‘ala, ―Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina--
(karena) bekerja keras lagi kepayahan.‖ Adalah di dunia, karena keadaan mereka di dunia sebagai ahli
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 110
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


4. mereka memasuki api yang sangat panas (neraka)435,

    


5. diberi minum dari sumber mata air yang sangat panas436.

      


6. Tidak ada makanan bagi mereka selain dari pohon yang berduri437,

ibadah dan suka beramal, namun karena tidak ada syaratnya, yaitu iman, maka pada hari Kiamat menjadi
debu yang dihambur-hamburkan. Maksud ini meskipun secara makna bisa saja, namun tidak ditunjukkan
oleh siyaaqul kalaam (susunan kalimatnya), bahkan yang lebih kuat adalah maksud pertama karena dibatasi
dengan zharf (keterangan waktunya), yaitu pada hari Kiamat. Di samping itu, maksud yang diinginkan di sini
adalah menerangkan sifat penghuni neraka secara umum, sedangkan kemungkinan maksudnya seperti itu
adalah bagian kecil dari penghuni neraka jika melihat kepada para penghuninya. Demikian juga karena
kalimatnya sedang menerangkan meratanya malapetaka hari Kiamat, sehingga tidak ada pembicaraan
mengenai keadaan mereka di dunia, wallahu a‘lam.
Sebagian ulama menerangkan, bahwa mereka pada hari Kiamat dibebani menarik rantai dan belenggu serta
memasuki neraka Jahannam sebagaimana seseorang memasuki lumpur, mereka bekerja keras lagi kepayahan
karena pekerjaan yang dibebankan kepada mereka pada hari Kiamat, karena hal itu adalah pekerjaan azab
dan siksa.
Al Hafizh Abu Bakar Al Barqani meriwayatkan dari Abu Imran Al Jauniy, ia berkata, ―Umar bin Khaththab
radhiyallahu ‗anhu pernah melewati biara seorang rahib, lalu Umar memanggil rahib, ―Wahai Rahib,‖ maka
rahib itu muncul, kemudian Umar melihatnya sambil menangis, kemudian ia ditanya, ―Wahai Amirul
Mukminin! Apa yang membuatmu memangis?‖ Ia menjawab, ―Aku ingat firman Allah Azza wa Jalla,
―(Karena) bekerja keras lagi kepayahan-- mereka memasuki api yang sangat panas (neraka),‖ (QS. Al
Ghaasyiyah: 3-4), inilah yang membuatku menangis.‖
Imam Bukhari berkata, ―Ibnu Abbas berkata tentang firman Allah, ―(Karena) bekerja keras lagi
kepayahan,‖ yaitu orang-orang Nasrani.‖
Menurut Ikrimah dan As Suddiy, maksudnya orang-orang (yang tertunduk wajahnya terhina) beramal
maksiat di dunia dan kelelahan di neraka dengan mendapatkan azab dan kebinasaan.
435
Yang meliputi mereka dari segenap tempat.
436
Dalam ayat lain disebutkan, ―Jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan
air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek.‖ (Terj. QS. Al Kahfi: 29).
Minuman tersebut menghanguskan muka dan membuat dagingnya berjatuhan, dan ketika minuman itu
masuk ke perut mereka, maka dapat memutuskan isi perut mereka sebagaimana firman Allah Ta‘ala,
―(apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di
dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan aromanya, sungai-sungai dari air susu
yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-
sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan
ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan
air yang mendidih sehingga memotong ususnya?‖ (Terj. Qs. Muhammad: 15)
Jika seesorang bertanya, ―Bagaimana ada sumber mata air di neraka, bukankah air itu memadamkan api?‖
Jawab: bahwa urusan akhirat tidak dapat diqiaskan atau disamakan dengan urusan dunia seperti akan
didekatkan matahari pada hari Kiamat dengan manusia yang jaraknya hanya satu mil, dimana 1 mil bisa
ukurannya 1 mil tempat celak yaitu setengah jari atau kurang lebih satu km lebih, di samping itu Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu, mudah bagi-Nya segala sesuatu (Lihat Tafsir Juz Amma karya Syaikh Ibnu
Utsaimin).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 111


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


7. yang tidak menggemukkan dan tidak menghilangkan lapar438.

   


8. Pada hari itu439 banyak (pula) wajah yang berseri-seri440,

  


9. mereka senang441 karena usahanya (sendiri)442,

   


10. (mereka) dalam surga443 yang tinggi,

    


11. (di sana) kamu tidak mendengar perkataan yang tidak berguna444.

   


12. Di sana ada mata air yang mengalir445.

   

437
Ikrimah berkata, ―Itu adalah pohon yang berduri dan menempel kuat dengan bumi.‖
Mujahid berkata, ―Dhari‘ adalah tumbuhan yang disebut syibriq, dan ketika kering disebut dhari‘ oleh
penduduk Hijaz. Tanaman itu mengandung racun.‖
Qatadah berkata tentang dhari‘, ―Ia adalah makanan paling buruk, paling jelek, dan paling kotor.‖
Sebagian ulama mengatakan, bahwa dhari adalah pohon yang memiliki duri yang besar yang jika kering,
maka tidak akan didatangi hewan, dan jika masih hijau, maka didatangi oleh unta, pohon ini disebut syibriq.
Namun dhari di akhirat berbeda dengan dhari di dunia.
438
Tujuan dari makan adalah agar tercapai salah satu di antara kedua tujuan ini; menghilangkan lapar atau
menggemukkan badannya dari kurus. Adapun makanan penghuni neraka, maka tidak dapat memenuhi tujuan
itu, bahkan makanannya pahit, bau, dan busuk, nas‘alullahas salaamah wal ‗aafiyah. Dengan demikian,
makanan tersebut tidak memberi manfaat di luar dan dalam badannya; bahkan membahayakannya.
439
Yakni pada hari Kiamat.
440
Ini adalah wajah penghuni surga. Wajah mereka berseri-seri karena karunia dan pahala yang Allah
berikan untuk mereka.
441
Karena melihat pahalanya dan mendapatkan apa yang ia cita-citakan.
442
Berupa ketaatan atau berbuat ihsan dalam beribadah kepada Allah dan dalam bergaul dengan manusia.
443
Yang penuh dengan kenikmatan.
444
Yakni sia-sia dan batil, apalagi perkataan yang haram. Bahkan perkataan mereka adalah perkataan yang
baik dan bermanfaat, salam, mengandung dzikrullah, menyebutkan nikmat-nikmat-Nya dan mengandung
adab yang indah yang menyenangkan hati dan melapangkan dada.
445
Mereka dapat mengalirkan airnya ke arah mana saja yang mereka mau, di samping keadaan sungai
tersebut yang mengalir tanpa parit. Kata ‗ain (mata air) di ayat ini dengan bentuk nakirah (umum) dengan
susunan itsbat (menetapkan), sehingga maksudnya bukan hanya satu mata air, tetapi di surga terdapat banyak
mata air yang mengalir.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 112


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
13. Di sana ada dipan-dipan446 yang ditinggikan,

  


14. dan gelas-gelas447 yang tersedia (di dekatnya),

  


15. dan bantal-bantal448 sandaran yang tersusun449,

  


16. dan permadani-permadani yang terhampar450.

Ayat 17-20: Perintah memperhatikan alam semesta, dan bahwa di sana terdapat bukti
kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan keesaan-Nya.

      


17. 451Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?452

446
Yakni tempat duduk yang tinggi dengan dilapisi permadani yang lunak dan di atasnya terdapat bidadari.
Apabila hamba Allah hendak duduk di atas dipan itu, maka dipan itu segera menurun untuknya.
447
Yang berisi minuman yang lezat.
448
Dari sutera tebal maupun sutera tipis atau dari selain keduanya yang hanya diketahui oleh Allah
Subhaanahu wa Ta'aala.
449
Untuk diduduki dan disandari tanpa perlu mereka susun.
450
Dari ayat 1-16 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan kebangkitan dan
pembalasan, (2) malapetaka hari Kiamat merata ke semua makhluk, (3) di neraka terdapat kelelahan dan
siksaan, sedangkan di surga terdapat istirahat, kenyamanan, dan kenikmatan, (4) termasuk ketidaknyamanan
bagi jiwa adalah ketika menyimak perkataan sia-sia, batil, dan dusta, dimana kaum mukmin membencinya.
451
Setelah Allah Azza wa Jalla menerangkan di ayat-ayat sebelumnya, bahwa manusia pada hari Kiamat
terbagi menjadi dua golongan dan balasan masing-masingnya, maka pada ayat ini Allah Subhaanahu wa
Ta'aala berfirman mendorong orang-orang yang tidak membenarkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam
dan selain mereka agar memikirkan makhluk Allah untuk menunjukkan keesaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan
kebesaran-Nya.
452
Yakni tidakkah mereka memperhatikan penciptaannya yang indah, dan bagaimana Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menundukkannya untuk hamba-hamba-Nya serta menundukkan hewan itu untuk manfaat yang
mereka perlukan. Menurut Ibnu Katsir, penciptaan unta sangat menakjubkan dan susunannya pun menarik,
fisiknya sangat kuat, namun siap mengangkut barang berat, dan tunduk kepada penunggangnya yang lemah,
dagingnya bisa dimakan, bulunya bisa dimanfaatkan, dan susunya dapat diminum. Allah mengingatkan
penciptaan unta, karena pada umumnya hewan yang mereka miliki adalah unta. Syuraih Al Qadhi pernah
berkata, ―Marilah keluar bersama kami untuk melihat unta; bagaimana diciptakan, dan bagaimana langit
ditinggikan?‖
Jika kita perhatikan unta juga, kita akan mengetahui bagaimana hewan tersebut mampu berjalan dengan jarak
yang jauh sambil membawa beban berat yang tidak sanggup dipikul manusia, bahkan unta juga mampu
mengangkat beban dalam keadaan menderum; tidak dalam keadaan berdiri.
Menurut penyusun tafsir Al Jalaalain, didahulukan ‗unta‘ dari yang lainnya, karena unta lebih sering mereka
gunakan daripada selainnya (sehingga mudah diperhatikan).
Dalam beberapa ayat di atas, Allah Azza wa Jalla mengingatkan manusia dengan sesuatu yang menakjubkan
yang ada di dekatnya, yaitu unta, lalu yang berada di atasnya yaitu langit, kemudian yang ada di hadapannya,
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 113
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


18. Dan langit, bagaimana ditinggikan? 453

    


19. Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?454

    


20. Dan bumi bagaimana dihamparkan?455

Ayat 21-26: Mengingatkan manusia bahwa mereka semua akan kembali kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala.

    


21. Maka berilah peringatan456, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi
peringatan457.

yaitu gunung-gunung, dan yang ada di bawahnya, yaitu bumi. Ini semua menunjukkan keagungan
penciptanya, menunjukkan kekuasaan-Nya, dan menunjukkan keesaan-Nya.
453
Bagaimana langit ditinggikan tanpa tiang, padahal biasanya atap tidak dapat tegak tanpa tiang.
454
Dengan bentuknya yang besar dan kokoh sehingga tidak terjadi kegoncangan pada bumi. Allah
Subhaanahu wa Ta'aala juga menyimpan berbagai manfaat yang besar di dalamnya. Dengan gunung juga
Allah Azza wa Jalla menjaga pemukiman manusia dari badai atau angin topan.
455
Sehingga dengan keadaannya yang bulat dapat ditempati manusia, digarap tanahnya, dan dibuatkan
bangunan di atasnya serta dilalui jalan-jalannya untuk mencapai suatu tempat yang mereka tuju. Dari sana
seharusnya mereka mengetahui akan kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan keesaan-Nya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Tsabit dari Anas ia berkata, ―Kami dilarang bertanya sesuatu (yang tidak
patut ditanyakan) kepada Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam. Oleh karena itu, kami senang sekali jika
ada seorang yang berakal dari pedalaman datang bertanya kepada Beliau lalu kami menyimaknya. Suatu
ketika datang seorang laki-laki dari pedalaman dan berkata, ―Wahai Muhammad! Sesungguhnya telah datang
utusanmu kepada kami dan mengatakan, bahwa Allah telah mengutusmu sebagai Rasul-Nya,‖ Beliau
menjawab, ―Benar.‖ Ia (Dhamam) bertanya, ―Siapa yang menciptakan langit?‖ Beliau menjawab, ―Allah.‖ Ia
bertanya, ―Siapa yang menciptakan bumi?‖ Beliau menjawab, ―Allah.‖ Ia bertanya, ―Siapa yang
menegakkan gunung-gunung ini dan mengadakan sesuatu yang ada di sana?‖ Beliau menjawab, ―Allah.‖ Ia
bertanya, ―Demi Allah yang menciptakan langit dan bumi dan menegakkan gunung-gunung ini. Apakah
Allah mengutusmu sebagai rasul?‖ Beliau menjawab, ―Ya.‖ Dhamam berkata, ―Utusanmu mengatakan,
bahwa kami harus shalat sehari-semalam lima kali.‖ Beliau menjawab, ―Ya.‖ Ia bertanya, ―Demi Allah yang
mengutusmu, apakah Dia memerintahkanmu demikian?‖ Beliau menjawab, ―Ya.‖ Dhamam berkata,
―Utusanmu mengatakan, bahwa kami harus membayar zakat harta kami?‖ Beliau menjawab, ―Ya.‖ Ia
bertanya, ―Demi Allah yang mengutusmu, apakah Dia memerintahkanmu demikian?‖ Beliau menjawab,
―Ya.‖ Ia berkata, ―Utusanmu mengatakan, bahwa kami harus berpuasa Ramadhan dalam setahun.‖ Beliau
menjawab, ―Ya.‖ Ia bertanya lagi, ―Demi Allah yang mengutusmu, apakah Dia memerintahkanmu
demikian?‖ Beliau menjawab, ―Ya.‖ Ia berkata, ―Utusanmu mengatakan, bahwa kami harus menunaikan
ibadah haji ke Baitullah jika sanggup mengadakan perjalanan ke sana.‖ Beliau menjawab, ―Benar.‖ Lalu
Dhammam berpaling dan berkata, ―Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak menambah
lagi sedikit pun dan tidak pula mengurangi.‖ Nabi shallallahu ‗alaihi wa salllam bersabda, ―Ia pasti masuk
surga jika ucapannya memang benar.‖ (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa‘i, dan Ibnu Majah).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 114


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


22. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka458.

    


23. Tetapi orang yang berpaling459 dan kafir460,

    


24. maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar461.

   


25. Sungguh, kepada Kamilah kembali mereka462,

    


26. Kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kamilah menghisab mereka463.

456
Menurut penyusun tafsir Al Jalaalain, ―Berilah mereka peringatan dengan (mengingatkan) nikmat-nikmat
Allah dan dalil-dalil terhadap keesaan-Nya.‖ Menurut Ibnu Katsir, dengan mengingatkan mereka apa yang
engkau diutus membawanya.
457
Syaikh As Sa‘diy berkata, ―Berilah peringatan kepada manusia dan nasihatilah mereka, berikan
peringatan dan kabar gembira kepada mereka, karena engkau diutus untuk mengajak manusia kepada Allah
dan mengingatkan mereka. Tidak diutus sebagai penguasa dan tidak sebagai orang yang diserahkan
memperhatikan amal mereka. Jika engkau telah melaksanakan kewajibanmu, maka engkau tidak lagi
mendapatkan celaan setelahnya. Hal ini seperti firman Allah Ta‘ala, ―Kami lebih mengetahui tentang apa
yang mereka katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka berilah
peringatan dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku.‖ (Terj. Qs. Qaaf: 45)
Ayat di atas seperti firman Allah Ta‘ala di surat Ar Ra‘d: 40.
Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan tugas ini ‗memberi peringatan‘ sampai akhir
hayatnya, bahkan pada akhir hayatnya Beliau bersabda, ―Jagalah shalat! Jagalah shalat! Dan berbuat
baiklah kepada budak yang kalian miliki.‖ Beliau terus memberikan peringatan di berbagai tempat dan di
setiap waktu meskipun kaumnya menyakitinya.
458
Ibnu Zaid berkata, ―Engkau bukanlah orang yang harus memaksa mereka beriman.‖ Hal itu karena
hidayah di Tangan Allah Azza wa Jalla.
459
Dari menaati atau beriman.
460
Kepada Allah dan kitab-Nya Al Qur‘an. Ayat ini seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Qiyamah ayat 31-
32.
Diriwayatkan dari Ali, bahwa ia pernah mendatangi orang yang murtad, dan disuruhnya bertaubat selama
tiga hari, namun ia tidak mau bertaubat dan tetap memilih murtad, maka Ali membunuhnya sambil membaca
ayat ―Tetapi orang yang berpaling dan kafir.‖
461
Yaitu azab di akhirat. Adapun azab yang kecil adalah azab di dunia seperti terbunuh dan tertawan.
462
Setelah mereka mati, di mana pun mereka mati.
463
Yakni Kami yang menghisab mereka atas apa yang mereka kerjakan baik atau buruk untuk kemudian
Kami berikan balasan.
Hisab terhadap orang mukmin berbeda dengan orang kafir. Hisab kepada orang mukmin adalah dengan
Allah menutupinya dari khalayak ramai dan mengingatkan kepadanya dosa-dosanya hingga ia mengakuinya,
kemudian Allah Ta‘ala berfirman, ―Aku telah tutupi dosa-dosamu itu di dunia dan sekarang Aku ampuni.‖
Adapun hisab kepada orang-orang kafir adalah dengan dijumlahkan semua perbuatan mereka dan dibuat
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 115
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

mereka mengakuinya lalu dipangiil di hadapan manusia yang lain, ―Orang-orang Inilah yang telah berdusta
terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,‖ (Lihat Qs.
Huud: 18).
Dari ayat 17-26 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan akidah kebangkitan dan
pembalasan dengan memperhatikan bukti-bukti yang ada di hadapannya, (2) seorang da‘i tugasnya adalah
dakwah, bukan memberi hidayah bagi hati dan memaksa, (3) tempat kembali manusia adalah kepada Allah
Ta‘ala yang menghendaki untuk beriman dan taat kepada-Nya agar mereka memperoleh keselamatan.
Selesai tafsir surah Al Ghaasyiyah dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wal hamdulillahi Rabbil
‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 116


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Fajr (Waktu Fajar) 464


Surah ke-89. 30 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-14: Kisah sebagian umat yang mendustakan para rasul Allah dan azab yang menimpa
mereka, dan di sana terdapat isyarat bahwa mereka yang menentang Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam pasti binasa seperti umat-umat dahulu yang menentang Rasul-
Nya.

 
1. Demi fajar465,

  


2. demi malam yang sepuluh466,

464
Di antara kandungan surah ini adalah menunjukkan beberapa peristiwa besar dan mengingatkan
kekuasaan Allah Azza wa Jalla di alam semesta, menerangkan pula tentang keadaan manusia, dan
menerangkan akibat yang akan diperoleh oleh mereka yang tertipu.
Imam Nasa‘i meriwayatkan dalam Al Kubraa dari Jabir ia berkata, ―Mu‘adz pernah shalat, lalu ada seorang
yang datang ikut shalat bersamanya, namun Mu‘adz memanjangkan shalatnya, sehingga orang ini keluar dan
shalat di pojok masjid, lalu pergi. Peristiwa ini kemudian sampai ke telinga Mu‘adz, lalu ia berkata, ―Orang
itu munafik,‖ kemudian pernyataannya ini disampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam,
kemudian Beliau bertanya kepada orang itu, maka ia berkata, ―Wahai Rasulullah, aku tadi shalat
bersamanya, namun ia memanjangkan shalatnya, maka aku berpisah dan shalat di pojok masjid kemudian
memberi makan untaku,‖ maka Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Apakah engkau hendak
menguji manusia wahai Mu‘adz? Di mana bacaanmu terhadap surat Sabbihismarabbikal a‘laa (surat Al
A‘la), Wasy Syamsi wa Dhuhaahaa (surat Asy Syams), Wal Fajr (surat Al Fajr), dan Wal laili idzaa yaghsya
(surat Al Lail).‖
465
Menurut Ali, Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, dan As Suddiy adalah waktu Shubuh. Menurut Masruq dan
Muhammad bin Ka‘ab, maksudnya khusus Fajar pada hari nahar (10 Dzulhijjah) yang merupakan penutup
malam yang sepuluh. Menurut sebagian ulama, seperti Imam Malik, bahwa nama yang dipakai sumpah ini
mahdzuf (dihilangkan) yang takdirnya ‗Wa Rabbil Fajr‘ (artinya: demi Tuhan Penguasa fajar), demikian
pula sumpah pada makhluk-makhluk yang lain, wallahu a‘lam.
Fajar adalah cahaya yang memancar di ufuk timur. Fajar ada dua macam, yaitu fajar shadiq (sesungguhnya)
dan fajar kadzib (tidak sesungguhnya). Perbedaan antara fajar shadiq dengan fajar kadzib adalah bahwa fajar
shadiq cahayanya melebar dari utara ke selatan sedangkan fajar kadzib meninggi ke langit, fajar shadiq
setelah tiba maka hari semakin terang sedangkan fajar kadzib setelahnya gelap sehingga disebut kadzib, dan
bahwa fajar shadiq bergandengan dengan ufuk, sedangkan fajar kadzib ada kegelapan antara ufuq dengan
fajar. Allah bersumpah dengan fajar karena banyak hukum syara yang dikaitkan dengannya, seperti puasa,
masuknya waktu Subuh, dsb.
466
Menurut Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid dan lainnya dari kalangan ulama salaf maupun khalaf adalah
sepuluh pertama bulan Dzulhijjah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 117


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

―Tidak ada hari dimana beramal saleh pada hari itu lebih dicintai Allah ‗Azza wa Jalla daripada hari-hari ini
–yakni sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah)- para sahabat bertanya, ―Wahai Rasulullah, tidak juga jihad
fii sabiilillah?‖ Beliau menjawab, ―Tidak juga jihad fii sabiilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad)
dengan jiwa-raga dan hartanya, kemudian tidak bersisa lagi.‖ (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Jabir, dari Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

―Sessungguh maksud ‗sepuluh‘ (di surat Al Fajr) adalah sepuluh pada waktu Dhuha (10 pertama bulan
Dzulhijjah), maksud ‗watr‘ (yang ganjil) adalah hari Arafah, sedangkan maksud syaf‘ (yang genap) adalah
hari nahar (10 Dzulhijjah).‖ (Menurut Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah, bahwa para perawi isnad
ini tidak bermasalah, namun menurut Ibnu Katsir, dalam matannya yang isinya marfu‘ (sampai kepada Nabi
shallallahu ‗alaihi wa sallam) terdapat keganjilan, wallahu a‘lam).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Manusia berada dalam kelalaian terhadap 10 hari pertama
bulan Dzulhijjah. Oleh karena itu, para penuntut ilmu hendaknya menerangkan keutamaannya ke tengah-
tengah umat, karena umat mencintai kebaikan, akan tetapi para penuntut ilmu lalai dari mengingatkannya."
(Majmu Fatawa wa Rasail 25/189)
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, ―Yang tampak adalah bahwa sebab utamanya 10 pertama bulan Dzulhijjah
karena menjadi tempat berkumpul induk-induk ibadah, seperti shalat, puasa, sedekah, dan hajji; dimana itu
semua tidak terjadi di waktu yang lain." (Fathul Bari 2/460)
Ibnul Jauziy rahimahullah berkata, "Sepatutnya seorang yang mengetahui keutamaan suatu waktu dan
kemuliaannya, tidak menyia-nyiakan waktunya meskipun sebentar selain untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Oleh karena itu, ia dahulukan ucapan dan perbuatan yang paling utama untuk dilakukan."
Sebagian ulama berpendapat, bahwa maksud malam yang sepuluh adalah sepuluh malam terakhir bulan
Ramadhan, wallahu a‘lam.
Hari apakah yang paling utama di antara sepuluh hari ini?
Di antara sepuluh hari ini yang paling utama adalah adalah hari haji akbar yaitu hari nahr (10 Dzulhijjah),
berdasarkan hadits berikut:

Dari Abdullah bin Qurth dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, ―Sesungguhnya hari yang
paling agung di sisi Allah Tabaaraka wa Ta‘aala adalah hari nahar, lalu hari qar (setelah hari nahar).‖ (HR.
Abu Dawud, dishahihkan oleh Hakim dan Syaikh Al Albani)
Kemudian ―Hari apakah yang lebih utama antara 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dengan 10 hari terakhir
bulan Ramadhan?‖ Ibnul Qayyim rahimahullah menjawab, "Malam 10 hari terakhir bulan Ramadhan lebih
utama daripada malam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, sedangkan siang hari 10 pertama bulan Dzulhijjah
lebih utama dari siang hari sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Dengan perincian ini kesamaran akan hilang.
Yang menunjukkan demikian juga adalah karena malam 10 terakhir bulan Ramadhan memiliki kelebihan
dengan lailatul qadrnya, dimana hal itu terjadi di malam hari, sedangkan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah
memiliki kelebihan di siang harinya, karena terdapat hari nahr, hari 'Arafah dan hari tarwiyah (8
Dzulhijjah)."
Di antara amal saleh yang disyari’atkan pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah
Setelah kita mengetahui keutamaan beramal saleh di sepuluh hari ini, maka berikut ini di antara amal-amal
saleh yang disyari‘atkan pada hari-hari tersebut:
1. Melaksanakan ibadah Haji dan Umrah.
Haji dan Umrah termasuk amalan yang sangat utama yang balasannya adalah surga. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 118


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

―Dan hajji mabrur, tidak ada balasan untuknya selain surga.‖ (HR. Muslim)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

―Barang siapa yang berhajji dengan tidak berkata-kata kotor dan tidak berbuat kefasikan, maka ia akan
kembali seperti hari ketika dilahirkan ibunya.‖ (HR. Bukhari-Muslim)
2. Memperbanyak shalat sunah setelah mengerjakan yang fardhunya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Hendaknya kamu memperbanyak sujud (yakni dengan banyak melakukan shalat sunat) karena Allah,
karena tidaklah kamu bersujud kepada Allah sekali saja, kecuali Allah akan mengangkat derajatmu
karenanya dan menggugurkan dosamu karenanya.‖ (HR. Muslim)
Demikian juga hendaknya seseorang menjaga shalat fardhu yang lima waktu dengan berjamaah, karena
besarnya pahala pada shalat berjamaah. Apalagi bertepatan dengan hari-hari yang utama (10 hari pertama
bulan Dzulhijjah).
3. Berpuasa selama sembilan harinya (yakni dari tangal 1-9), terutama hari ‘Arafah (tanggal 9
Dzulhijjah).
Berdasarkan hadits yang tsabit (sah) dalam riwayat Ahmad dan Nasa‘i dari Hafshah radhiyallahu 'anha
sebagai berikut,

―Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa berpuasa sembilan hari bulan Dzulhijjjah, hari
‗Asyura (10 Muharram) serta tiga hari dalam setiap bulan.‖ (Dishahihkan oleh Al Albani).
Imam Nawawiy menjelaskan bahwa puasa tersebut sangat dianjurkan sekali.
Bahkan ini adalah pendapat jumhur ulama tanpa ada perselisihan lagi, dan mereka sepakat tentang
keutamaannya (lihat Haasyiyah Ar Raudhil Murabba‘ 3/452)
Lebih ditekankan lagi pada tanggal sembilannya (yakni hari ‗Arafah) bagi yang tidak berada di ‗Arafah.
Tentang keutamaannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Berpuasa pada hari ‗Arafah dapat menghapuskan dosa di tahun yang lalu dan setelahnya.‖ (HR. Muslim)
4. Bertakbir dan berdzikr pada hari-hari tersebut.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'aala,
―Dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.‖(Terjemah Qs. Al Hajj: 28)
Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu keluar ke
pasar pada sepuluh hari tersebut sambil mengumandangkan takbir, lalu orang-orang mengikuti takbirnya.
Dan lebih dianjurkan lagi bertakbir setelah shalat Subuh hari ‗Arafah sampai akhir hari tasyriq. Berikut ini
lafaz takbirnya:

"Allah Mahabesar 2X, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Mahabesar, milik-
Nyalah segala puji."

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 119


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Imam Ahmad pernah ditanya, ―Berdasarkan hadits apa anda berpendapat bahwa takbir diucapkan setelah
shalat Subuh hari ‗Arafah sampai akhir hari tasyriq?‖ Ia menjawab, ―Berdasarkan ijma‘; yaitu dari Umar,
Ali, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas‘ud radhiyallahu 'anhum.‖
Tsabit bin Aslam Al Banani (salah seorang murid Anas bin Malik) berkata, ―Dahulu orang-orang (para
sahabat) bertakbir pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah hingga Al Hajjaj (seorang pemimpin yang
zalim) melarang mereka. Namun keadaan di Mekkah tetap seperti itu sampai sekarang; orang-orang
bertakbir pada sepuluh hari itu di pasar-pasar.‖ (Isnadnya shahih, diriwayatkan oleh Al Fakihiy dalam
Akhbar Makkah 2/372).
Ja‘far Al Faryabiy –sebagaimana disebutkan dalam Fathul Bari karya Ibnu Rajab Al Hanbali 9/8)-
meriwayatkan dari riwayat Yazid bin Ziyad, ia berkata, ―Aku melihat Sa‘id bin Jubair, Abdurrahman bin Abi
Laila, Mujahid, dan para fuqaha yang kami saksikan mengucapkan,

"Allah Mahabesar 2X, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Mahabesar, milik-
Nyalah segala puji."
Dari Mujahid bin Jabr Al Makkiy, bahwa ada seorang yang bertakbir secara pelan di dekatnya, maka ia
berkata, ―Tidakkah ia mengeraskan suaranya? Sesungguhnya aku melihat mereka (para sahabat). Ketika itu
ada seorang yang bertakbir di masjid, sehingga terdengar dari penghuni masjid suara bergemuruh, sehingga
suara pun keluar ke penghuni lembah dan terus terdengar hingga ke Abthah, sehingga terdengar bergemuruh
dari penduduk Abthah, padahal asalnya dari seorang.‖ (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al
Mushannaf 3/250).
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, bahwa takbir ada dua macam, yaitu: takbir mutlak (kapan saja) dan
takbir muqayyad (terikat). Takbir mutlak dimulai dari awal bulan Dzulhijjah dan dibaca pada setiap waktu,
sedangkan takbir muqayyad dimulai dari Subuh hari Arafah sampai tenggelam matahari akhir hari tasyriq di
samping dibaca pula secara mutlak. Oleh karena itu, jika seseorang selesai salam dari shalat fardhu, lalu
beristighfar 3 kali dan mengucapkan ―Allahumma antsas salam wa minkassalam tabaarakta yaa dzal jalaali
wal Ikram, ― maka ia mulai bertakbir. (Diringkas dari Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, "Adapun takbir muqayyad, maka dimulai dari Subuh hari
Arafah sampai tenggelamnya matahari hari tasyriq yang terakhir di samping tetap dilakukan takbir mutlak.
Oleh karena itu, ketika seseorang selesai shalat fardhu, beristighfar tiga kali dan mengucapkan 'Allahumma
antas Salam wa minkas salam Tabarakta yaa Dzal Jalali wal ikram', maka ia mulai bertakbir. Namun hal ini
untuk selain jamaah haji. Adapun orang yang haji, maka ia memulai bertakbir muqayyad dari seusai shalat
Zhuhur hari Nahar (10 Dzulhijjah)." (Majmu Fatawa 13/17)
Lafaz takbirnya adalah:

"Allah Mahabesar 2X, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Mahabesar, milik-
Nyalah segala puji."
Dianjurkan juga menjaharkan suara takbirnya ketika di pasar, rumah, jalan-jalan dsb. Sunnahnya adalah
masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri (tidak dipimpin), dan hal ini berlaku pada semua dzikr dan
doa, kecuali karena tidak hapal sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.
5. Berkurban pada hari nahar (10 Dzulhijjah) atau pada hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah)
jika tidak sempat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Barang siapa yang memiliki kemampuan, namun tidak berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati
tempat shalat kami (lapangan shalat ‗Ied).‖ (HR. Ibnu Majah dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam
Shahihul Jami‘ no. 6490)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 120


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


3. demi yang genap dan yang ganjil467,

Sebagian ulama berpendapat wajibnya berkurban bagi yang mampu berdasarkan hadits ini.
Bagi yang hendak berkurban dilarang mencabut atau memotong rambut dan kukunya, sampai ia berkurban
berdasarkan hadits riwayat Muslim berikut:

―Apabila kalian melihat hilal (bulan sabit tanda tanggal satu) Dzulhijjah, sedangkan salah seorang di antara
kamu ingin berkurban, maka tahanlah (jangan dicabut) rambut dan kukunya.‖ (HR. Muslim)
Larangan ini menunjukkan haram, namun jika orang yang hendak berkurban melakukannya, maka cukup
dengan bertobat. Larangan ini menurut zhahirnya hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak
termasuk istri dan anak-anaknya jika ia mengikutsertakan mereka dalam pahala kurban. Dan dibolehkan
membasahi rambut dan menggosoknya meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.
Faedah:
- Jika ia memiliki kurban lebih dari satu, maka dengan menyembelih kurban yang pertama ia boleh
mencabut atau memotong rambut dan kukunya itu.
- Jika seseorang yang hendak berkurban itu mewakilkan penyembelihannya kepada orang lain, maka
orang lain itu tidak mengapa mencabut atau memotong rambut dan kukunya, karena yang dilarang
adalah orang yang berkurban itu, bukan wakilnya.
6. Banyak beramal saleh.
Dianjurkan memperbanyak amal saleh lainnya seperti shalat sunnah, sedekah, membaca Al Qur'an, birrul
waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), silaturrahim dsb.
Demikian juga memenuhi kebutuhan kaum muslimin, menghibur orang yang tertimpa musibah di kalangan
mereka serta membantu mereka.
7. Bertobat dari dosa dan maksiat serta menjauhi larangan Allah.
Dengan bertobat seseorang akan mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah serta mendapatkan rezeki dan
keberkahan dari-Nya.
Sedangkan tentang kewajiban menjauhi larangan Allah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Sesungguhnya Allah cemburu, orang mukmin pun cemburu, dan kecemburuan Allah adalah apabila seorang
mukmin mengerjakan larangan-Nya.‖ (HR. Muslim)
8. Melaksanakan shalat Idul Adh-ha.
Hukum shalat 'ied menurut pendapat yang rajih adalah fardhu ‗ain karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
senantiasa mengerjakannya, bahkan menyuruh para sahabat untuk mendatanginya sampai-sampai menyuruh
semua wanita keluar baik yang gadis, yang dipingit maupun yang haidh, hanyasaja bagi wanita yang haidh
diperintahkan menyingkir dari tempat shalat (sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari). Di samping itu,
shalat Jum‘at sampai bisa menjadi gugur jika bertepatan dengan hari raya.
467
Sudah disebutkan dalam hadits sebelumnya, bahwa maksud ganjil adalah hari Arafah karena urutannya
pada tanggal 9 Dzulhijjah, sedangkan maksud genap adalah hari nahar karena urutannya pada tanggal 10.
Ada pula yang mengatakan, bahwa yang dimaksud genap adalah semua makhluk, sedangkan yang dimaksud
ganjil (Esa) adalah Allah Azza wa Jalla (Lihat Tafsir Juz Amma karya Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah).
Makhluk sebagai sesuatu yang genap berdasarkan ayat, ‖Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-
pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.‖ (Terj. Qs. Adz Dzariyat: 49), sedangkan Allah adalaah
witir (Mahaesa) berdasarkan hadits, ―Innallah witr yuhibbul witr‖ (Sesungguhnya Allah ganjil/esa, Dia
menyukai yang ganjil) diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 121


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


4. demi malam apabila berlalu468.

      


5. Adakah pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) bagi orang-orang yang
berakal469.

      


6. Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan470 bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum)
'Aad471?

468
Dengan membawa kegelapannya kepada hamba-hamba-Nya, sehingga mereka dapat beristirahat sebagai
rahmat Allah Ta‘ala dan hikmah-Nya.
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, bahwa Allah Ta‘ala bersumpah dengan malam ketika berlalu karena malam
terus berlalu diawali dengan tenggelam matahari dan diakhiri dengan terbit fajar. Allah Ta‘ala bersumpah
dengannya karena di malam hari ada waktu-waktu ibadah seperti shalat Maghrib dan Isya, demikian pula
shalat malam dan witir.
Jawab atau isi sumpahnya menurut penyusun tafsir Al Jalaalain adalah, bahwa kamu wahai orang-orang
kafir akan diazab. Tampaknya, penyusun tafsir Al Jalaalain melihat beberapa ayat setelahnya yang
menerangkan tentang kebinasaan orang-orang kafir. Menurut Syaikh As Sa‘diy, bahwa yang dipakai sumpah
dengan isi sumpahnya adalah adalah sama. Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan fajar yang
merupakan penutup malam dan permulaan siang karena pada pergantian malam dengan siang terdapat ayat-
ayat yang menunjukkan sempurnanya kekuasaan Allah Ta‘ala, dan bahwa Dia saja yang sendiri mengatur
semua urusan, dimana tidak ada yang pantas ditujukan ibadah kecuali kepada-Nya. Di samping itu, pada
waktu fajar terdapat shalat yang utama dan mulia sehingga sangat tepat jika Allah Subhaanahu wa Ta'aala
bersumpah dengannya. Oleh karena itulah, setelahnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan
malam yang sepuluh, yaitu malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan menurut pendapat yang shahih, atau
malam sepuluh pertama bulan Dzulhijjah, karena malam-malam tersebut adalah malam yang mulia yang
banyak dilakukan ibadah tidak seperti pada malam-malam yang lain. Selain itu, pada malam yang sepuluh
akhir bulan Ramadhan terdapat Lailatulqadr yang lebih baik dari seribu bulan, sedangkan di siangnya
terdapat puasa Ramadhan yang merupakan salah satu rukun Islam. Sedangkan pada siang hari dari sepuluh
Dzulhijjah terdapat wuquf di ‗Arafah (9 Dzulhijjah), dimana pada hari itu Allah Subhaanahu wa Ta'aala
mengampuni hamba-hamba-Nya dengan ampunan yang membuat setan bersedih, bahkan setan tidak pernah
terlihat lebih hina dan lebih rendah daripada hari ‗Arafah karena mereka melihat para malaikat dan rahmat
turun dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba-hamba-Nya, dan karena pada hari-hari itu terdapat
amalan haji dan umrah. Dengan demikian, semua itu merupakan perkara yang agung dan pantas jika Allah
Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengannya.
Menurut Ibnu Katsir, sumpah dalam surat ini menggunakan waktu-waktu ibadah dan ibadah itu sendiri.
469
Ya, pada sebagiannya saja sudah cukup bagi yang mempunyai hati atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. Akal disebut hijr (lihat ayat di atas) karena akal dapat
menghalangi seseorang dari melakukan perbuatan yang tidak pantas dilakukan.
470
Kaum ‗Aad di sini adalah kaum Aad yang pertama. Mereka adalah anak Aad bin Iram bin ‗Iwash bin Sam
bin Nuh sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Ishaq. Kepada kaum Aad ini, Allah Subhaanahu wa Ta‘ala
mengutus Rasul-Nya Hud ‗alaihissalam, namun kaumnya malah mendustakannya, maka Allah Subhaanahu
wa Ta‘ala membinasakan kaum Aad dengan angin kencang yang dingin pada hari yang naas selama tujuh
malam delapan hari, lihat surat Al Haaqqah ayat 6-8.
471
Dengan hati dan penglihatanmu. ‗Aad adalah kabilah terkenal di bagian selatan jazirah Arab. Allah Ta‘ala
mengutus kepada mereka Nabi Hud alaihis salam, beliau menyampaikan risalahnya kepada mereka, tetapi
mereka malah mendustakan dan menyombongkan diri bahkan mengatakan ‗siapakah yang lebih kuat
dibanding kami?! Sehingga Allah membinasakan mereka.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 122


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


7. (yaitu) penduduk Iram472 yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi473,

      


8. yang belum pernah dibangun474 (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,

     


9. dan (terhadap) kaum Tsamud yang memotong475 batu-batu besar di lembah476,

   


10. dan (terhadap kaum) Fir'aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar)477,

    


11. yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri478,

472
Iram ialah ibukota kaum 'Aad. Menurut Mujahid, Iram adalah umat terdahulu, yaitu kaum Aad generasi
pertama. Menurut Qatadah bin Di‘amah dan As Suddiy, bahwa Iram adalah rumah kerajaan (ibukota) kaum
Aad. Menurut Ibnu Katsir, bahwa Iram adalah nama cucu Nabi Nuh 'alaihis salam, yaitu Iram bin Sam bin
Nuh, dan kaum 'Aad adalah keturunan Iram. Menurut Ibnu Katsir pula, bahwa penyebutan Iram untuk kota
hanyalah mengambil dari riwayat Israiliyyat dari ucapan Ka'ab atau Wahb, dan tidak memiliki dasar yang
kuat (lihat Al Mishbahul Munir hal. 984 cet. Darussalam pada tafsir surat Asy Syu'ara ayat 136-140).
473
Mereka tinggal di rumah bulu yang ditinggikan dengan tiang-tiang yang kokoh. Mereka adalah orang-
orang yang paling kuat fisiknya, namun mereka lupa, bahwa yang menciptakan mereka, yaitu Allah Azza wa
Jalla jauh lebih kuat dari mereka (lihat surat Fushshilat: 15). Oleh karenanya, Nabi Hud ‗alaihissalam
mengingatkan nikmat itu (kuatnya fisik) dan mengajak mereka menggunakannya untuk ketaatan kepada
Allah Azza wa Jalla, lihat surat Al A‘raaf: 69.
474
Menurut Ibnu Zaid, dhamir (kata ganti nama) ‗haa‘ di ayat tersebut kembalinya kepada tiang-tiang yang
begitu tinggi. Ibnu Zaid berkata, ―Mereka membangun tiang-tiang di di ahqaf (bukit-bukit berpasir) yang
belum pernah dibuat semisalnya di negeri mana pun.‖ Adapun menurut Qatadah dan Ibnu Jarir, bahwa
dhamir ‗haa‘ di ayat tersebut kembalinya kepada kabilah (kaum ‗Aad) yang belum pernah diciptakan kabilah
yang seperti mereka di negeri-negeri yang lain. Pendapat kedua ini lebih tepat insya Allah.
475
Yakni memahat dan melobangi, demikianlah yang dikatakan Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Adh
Dhahhak, dan Ibnu Zaid.
476
Lembah ini terletak di bagian utara Jazirah Arab antara kota Madinah dan Syam. Mereka memotong-
motong batu gunung untuk membangun gedung-gedung tempat tinggal mereka dan ada pula yang melubangi
gunung-gunung untuk tempat tinggal mereka dan tempat berlindung.
Tsamud adalah kaum Nabi Shalih alaiis salam, mereka tinggal di negeri Hijr. Nabi shallallahu alaihi wa
sallam pernah melewati tempat itu saat perjalanan Beliau ke Tabuk sambil mempercepat perjalanan dan
menundukkan kepalanya. Beliau juga bersabda,

―Janganlah kalian memasuki negeri orang-orang yang diazab kecuali dalam keadaan menangis. Jika kalian
tidak menangis, maka jangan masuki agar tidak menimpa kalian hal yang menimpa mereka.‖ (Hr. Bukhari
dan Muslim)
477
Ada yang menafsirkan ‗pasak-pasak‘ di sini dengan tentara-tentara yang mengokohkan kerajaannya. Ada
pula yang menafsirkan, bahwa maksudnya Fir‘aun memiliki pasak-pasak untuk mengikat tangan dan kaki
orang yang akan disiksa atau dibunuhnya karena tidak mau tunduk kepadanya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 123


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


12. lalu mereka banyak berbuat kerusakan dalam negeri itu479,

     


13. Karena itu Tuhanmu menimpakan cemeti azab kepada mereka,

   


14. Sesungguh, Tuhanmu benar-benar mengawasi480.

Ayat 15-20: Kekayaan dan kemiskinan adalah ujian dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala
kepada hamba-hamba-Nya.

           
15. 481Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya
kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku".

          
16. Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku telah
menghinakanku.‖ 482

Sifat ini tertuju kepada kaum ‗Aad, Tsamud, Fir‘aun dan orang-orang yang mengikuti mereka, karena
478

mereka berbuat sewenang-wenang di negeri Allah dan menganggu hamba-hamba Allah baik agama mereka
maupun dunia mereka.
479
Yaitu melakukan kekafiran dengan segala macam cabang-cabangnya yang terdiri dari berbagai macam
kemaksiatan, memerangi para rasul, menghalangi manusia dari jalan Allah dan lain-lain. Ketika mereka telah
melampaui batas bertindak demikian, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengazab mereka sebagaimana
diterangkan dalam ayat selanjutnya.
480
Ibnu Abbas berkata, ―Dia mendengar dan melihat.‖ Yakni Dia mendengar, melihat, dan mengawasi orang
yang mendurhakai-Nya, Dia memberinya tangguh namun tidak membiarkan, dan selanjutnya
menghukumnya dengan hukuman dari Yang memiliki keperkasaan dan kekuasaan, dan Dia berbuat adil
dalam hal itu.
Dari ayat 1-14 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) keutamaan sepuluh pertama bulan
Dzulhijjah, (2) bukti kekuasaan Allah Azza wa Jalla dalam membinasakan umat-umat yang membangkang
dan zalim, (3) bukti kekuasaan Allah Azza wa Jalla membangkitkan dan memberikan pembalasan, (4)
peringatan terhadap azab Allah Azza wa Jalla, karena Dia selalu mengawasi, maka hendaknya takut orang-
orang yang menyimpang dari jalan-Nya, berhukum dengan selain syariat-Nya, dan beramal bukan dengan
petunjuk-Nya bahwa Dia bisa saja segera memberikan hukuman kepada mereka.
481
Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang tabiat manusia dari sisi kemanusiaannya, yaitu
bahwa ia jahil (tidak tahu) dan zalim; ia tidak mengetahui akibat dari sesuatu. Ia mengira, bahwa keadaannya
itu akan tetap langgeng dan tidak akan berubah, dan mengira bahwa nikmat yang diberikan Allah kepadanya
menunjukkan kemuliaannya di sisi-Nya dan dekat dengan-Nya. Sebaliknya, ketika ia disempitkan rezekinya,
menurutnya berarti Allah menghinakannya. Maka pada ayat selanjutnya (ayat ke-17) Allah Subhaanahu wa
Ta'aala membantah persangkaan tersebut. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyalahkan orang-orang yang
mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang
tersebut pada ayat 15 dan 16, padahal sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah ujian dari Allah kepada
hamba-hamba-Nya. Demikian pula bahwa kemuliaan dan kemiskinan bukanlah tergantung pada kaya atau
miskin, bahkan tergantung pada taat (takwa) atau tidaknya seseorang, namun kebanyakan manusia tidak
mengerti. Ayat di atas seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Mu‘minun: 55-56.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 124


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


17. Sekali-kali tidak!483 Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim484,

482
Ayat di atas menunjukkan:
Pertama, bahwa ujian bisa berupa kenikmatan dan musibah. Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman, ―Kami
akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya
kepada kamilah kamu dikembalikan.‖ (Terj. Qs. Al Anbiya: 35)
Kedua, sikap seseorang ketika mendapatkan nikmat adalah bersyukur, dan sikapnya ketika mendapatkan
musibah adalah bersabar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Musibah yang diterima karena Allah
semata, lebih baik bagimu daripada nikmat yang membuat lupa mengingat-Nya."
Ketiga, tanda cinta Allah kepada seseorang bukan ketika diberikan harta dan kedudukan, tetapi ketika
diberikan agama yang benar (Islam), memahaminya, dan mengamalkannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,

―Barang siapa yang Allah inginkan memperoleh kebaikan, maka Allah akan menjadikannya faham terhadap
agama.‖ (Hr. Bukhari dan Muslim)
483
Yakni tidak setiap orang yang diberi Allah nikmat berarti mulia di hadapan-Nya, dan tidak setiap orang
yang dibatasi rezekinya berarti hina di hadapan-Nya. Bahkan sesungguhnya kaya dan miskin merupakan
ujian dari Allah kepada hamba-hamba-Nya agar Dia melihat siap yang bersyukur kepada-Nya ketika
mendapatkan nikmat, dan siapa yang bersabar ketika disempitkan rezekinya sehingga Allah akan
memberinya pahala yang besar, atau bahkan ia mendapatkan azab karena tidak bersyukur atas nikmat itu dan
tidak bersabar ketika disempitkan rezekinya. Di samping itu pula, sibuknya seorang hamba memikirkan
kesenangan dirinya saja dan tidak peduli dengan keadaan orang lain yang membutuhkan merupakan perkara
yang dicela Allah Subhaanahu wa Ta'aala sebagaimana firman Allah Ta‘ala pada lanjutan ayat di atas.
Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu berkata, "Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada orang
yang Dia cintai dan orang yang tidak Dia cintai, namun Dia tidak memberikan Iman kecuali kepada orang
yang dicintai-Nya. Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Allah akan mengaruniakan kepadanya
keimanan. Siapa saja yang takut keaadan di malam hari dan ketika berjihad melawan musuh, maka
perbanyaklah ucapan Subhanallah wal hamdulillah wa Laailaahaillallah wallahu akbar." (Mushannaf Ibnu
Abi Syaibah no. 34578)
Tentang firman-Nya, ―sekali-kali tidak,‖ Ibnu Katsir berkata, ―Keadaannya tidaklah seperti yang
disangkanya, baik persangkaannya yang ini maupun yang itu (lihat ayat 15 dan 16), karena Allah Ta‘ala
memberikan harta kepada orang yang dicintai-Nya dan orang yang tidak dicintai-Nya, dan menyempitkan
kepada orang yang dicintai-Nya dan orang yang tidak dicintai-Nya, bahkan kemuliaan itu terletak pada
ketaatan kepada Allah dalam dua keadaan itu, yaitu jika kaya dia bersyukur kepada Allah dan jika miskin dia
bersabar.‖
484
Seperti tidak memberikan hak-haknya dan tidak berbuat baik kepadanya, padahal ia telah kehilangan
bapaknya. Hal ini menunjukkan hilangnya sifat rahmat (kasih-sayang) dalam hatinya dan tidak suka kepada
kebaikan.
Keutamaan memuliakan dan menyantuni anak yatim
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Sahl bin Sa‘ad, bahwa Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Saya dan penanggung anak yatim di surga seperti ini.‖


Lalu Beliau menggandeng antara jari tengah dengan jari yang dekat dengan ibu jari (telunjuk).‖ (Hadits ini
dinyatakan shahih oleh Al Albani).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 125


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


18. dan kamu tidak saling mengajak485 memberi makan orang miskin486,

    


19. sedangkan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang
haram)487,

    


20. dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan488.

Ayat 21-30: Kedahsyatan hari Kiamat, terbaginya manusia menjagi dua golongan; golongan
yang berbahagia dan golongan yang celaka, dan penyesalan manusia yang tenggelam dalam
kehidupan duniawi sampai tidak sempat beramal untuk akhirat serta penghargaan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala kepada manusia yang sempurna imannya.

      


21. Sekali-kali tidak!489 Apabila bumi diguncangkan berturut-turut490,

     


22. datanglah Tuhanmu; dan malaikat berbaris-baris491,
485
Baik diri kamu maupun orang lain untuk berbuat ihsan kepada kaum fakir dan miskin. Oleh karena itu,
jika seseorang tidak memiliki harta, dia punya lisan yang bisa digunakan untuk mengajak orang lain
bersedekah.
486
Karena bakhil kepada harta dan cinta yang berlebihan kepadanya.
487
Tidak menyisakan sedikit pun darinya. Harta warisan di ayat ini bisa berupa harta yang diwarisi manusia
atau harta yang Allah wariskan kepada manusia.
488
Dari ayat 15-20 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) pandangan materialistik adalah
pandangan kuno yang buruk yang sudah diyakini kaum musyrik Mekkah sejak belasan abad yang silam, (2)
wajibnya memuliakan anak yatim dan mendorong memberi makan orang miskin, (3) wajibnya memberikan
harta waris kepada yang berhak; laki-laki atau wanita; muda atau tua, (4) peringatan terhadap sikap
mengumpulkan harta yang membuat seseorang menghalangi hak dan menimbang sesuatu dengannya.
489
Yakni tidaklah semua harta yang kamu cintai itu akan kekal, bahkan di hadapanmu ada hari yang agung
dan peristiwa yang dahsyat dimana bumi dan gunung diratakan sehingga menjadi rata tanpa ada tempat
tinggi dan tanpa ada tempat rendah.
490
Sehingga semua bangunan di atasnya hancur luluh, lalu manusia bangkit dari kuburnya menghadap Tuhan
mereka.
491
Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan datang pada hari Kiamat untuk menyelesaikan permasalahan di antara
hamba-hamba-Nya dalam naungan awan, namun kita tidak mengetahui bagaimana datangnya
(mengimaninya wajib dan menanyakannya adalah bid‘ah), wallahu a‘lam. Demikian pula para malaikat dari
setiap langit akan datang satu shaf-satu shaf dan mengepung manusia. Berbarisnya mereka ini adalah
berbaris dengan sikap tunduk dan merendahkan diri kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala Raja Yang
Mahaperkasa.
Kedatangan Allah Subhaanahu wa Ta‘ala adalah setelah manusia mendatangi para rasul ulul azmi meminta
syafaat mereka di hadapan Allah Azza wa Jalla, akan tetapi masing-masing tidak menyanggupinya, dan yang
menyanggupinya hanyalah Nabi Muhammad shallallahu ‗alaihi wa sallam. Ini disebut syafaat uzhma dan
maqaam mahmud. Selanjutnya Nabi Muhammad shallallahu ‗alaihi wa sallam datang menghadap Allah
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 126
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

          
23. dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam492; pada hari itu sadarlah manusia493, tetapi tidak
berguna lagi baginya kesadaran itu.

    


24. Dia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku
ini494.‖

Azza wa Jalla dan bersujud dalam waktu lama di hadapan-Nya sambil memuji-Nya, lalu Allah menyuruhnya
bangun dan meminta kepada-Nya, dimana permintaannya akan dipenuhi-Nya, dan di antara permintaan Nabi
Muhammad shallallahu ‗alaihi wa sallam adalah agar urusan manusia segera diselesaikan.
Catatan:
Muhammad bin Al Hasan berkata, ―Hammad bin Abi Hanifah rahimahullah berkata, ―Kami pernah berkata
kepada mereka (yang mengingkari sebagian sifat Allah), ―Bagaimana menurut kalian tentang firman Allah
Ta‘ala, ―Datanglah Tuhanmu; dan malaikat berbaris-baris,‖ (Qs. Al Fajr: 22) Mereka menjawab, ―Adapun
para malaikat, maka mereka akan datang (pada hari Kiamat) sambil berbaris-baris, sedangkan Allah Ta‘ala,
maka kami tidak mengetahui maksudnya, dan kami tidak mengetahui bagaimana kedatangan-Nya.‖ Aku
(Hammad) berkata, ―Kami tidak meminta kalian untuk mengetahui bagaimana kedatangan-Nya, akan tetapi
yang kami minta adalah kalian beriman terhadap kedatangan-Nya. Bagaimana menurut kalian jika seseorang
mengingkari datangnya para malaikat sambil baris-berbaris?‖ Mereka menjawab, ―Orang itu kafir dan
mendustakan.‖ Aku berkata, ―Demikian pula orang yang mengingkari Allah Subhanahu wa Ta‘ala akan
datang sama juga kafir dan mendustakan.‖ (Diriwayatkan oleh Abu Utsman Ash Shabuni dalam Aqidatus
Salaf hal. 64 dengan isnad yang sangat shahih).
492
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Neraka Jahanam didatangkan pada hari itu dengan keadaannya mempunyai 70.000 kekang (tarikan),
masing-masing kekang ditarik oleh tujuh puluh ribu malaikat.‖ (HR. Muslim dan Tirmidzi dari Ibnu Mas‘ud)
Dan kita tahu, bahwa malaikat adalah makhluk yang paling perkasa.
493
Ketika itu manusia ingat akan amalnya di masa lalu dan menyesalinya, namun penyesalan ketika itu sudah
tidak berguna.
494
Dia ingin sekali kalau sekiranya dahulu ketika di dunia memperbanyak bekal untuk menghadapinya,
memperbanyak ketaatan, dan amal saleh. Ibnu Katsir berkata, ―Dia akan menyesal karena perbuatan maksiat
yang dilakukannya jika ia sebagai pelaku maksiat, dan dia ingin menambah ketaatan jika ia sebagai orang
yang taat.‖
Ya Allah, bantulah kami untuk menambah bekal ketakwaan dalam kehidupan di dunia ini.
Dari ayat ini kita mengetahui, bahwa kehidupan yang lebih layak untuk diberikan kerja keras kepadanya
adalah kehidupan di akhirat, karena kehidupannya adalah kehidupan yang kekal abadi.
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Muhammad bin Abi Umairah –ia
termasuk sahabat Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam, ia berkata, ―Kalau sekiranya seorang hamba
tersungkur di atas mukanya dari sejak dilahirkan hingga ia meninggal pada masa tua di atas ketaatan kepada
Allah, tentu ia tetap akan menganggap kurang amalnya pada hari itu, ia ingin sekali kalau seandainya ia bisa
kembali ke dunia dapat menambah ganjaran dan pahala.‖ (Isnad atsar ini menurut pentahqiq Musnad Ahmad
cet. Ar Risalah adalah shahih. Atsar ini disebutkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd (34), Bukhari melalui
jalurnya dalam At Tarikhul Kabir (1/15), Ibnu Abi Ashim dalam Al Ahad wal Matsani (1124), Thabrani
dalam Al Kabir (19/562), Abu Nu‘aim dalam Ash Shahabah (672) juga dari jalan Al Walid bin Muslim,
Bukhari dalam At Tarikh (1/15) dari jalan Isa bin Yunus. Keduanya dari Tsaur. Ibnu Abi Ashim berkata
setelahnya, ―Menurutku, ia menyebutnya dari Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam.‖)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 127


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


25. Maka pada hari itu tidak ada seorang pun yang mengazab seperti azab-Nya (yang adil)495,

    


26. dan tidak ada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya496.

   


27. Wahai jiwa yang tenang497!

495
Bagi orang yang meremehkan hari itu, mendurhakai-Nya, dan tidak beramal untuk menghadapinya. Pada
hari itu tidak ada seorang pun yang mengazab seperti azab-Nya, dan tidak ada seorang pun yang mengikat
seperti ikatan-Nya. Ketika itu orang-orang kafir ditempatkan pada tempat yang panas sehingga mereka
kehausan, lalu mereka melihat neraka seakan-akan seperti fatamorgana sedangkan mereka kehausan. Saat
mereka mendatanginya, maka jatuhlah mereka ke jurang neraka, wal iyadz billah. Nabi shallallahu alaihi wa
sallam pernah menerangkan, bahwa penghuni neraka yang paling ringan azabnya adalah orang yang diberi
dua sandal dari api lalu otaknya mendidih karenanya, ia menyangka bahwa dirinya orang yang paling pedih
azabnya, padahal ia paling ringan azabnya. Jika otak yang berada di kepala sampai mendidih, lalu bagaimana
keadaan badan yang di bawahnya, semoga Allah melindungi kita daripadanya.
496
Mereka diikat dengan rantai dan diseret di atas mukanya ke dalam air yang sangat panas kemudian
dibakar dalam api (lihat surah Az Zumar: 71-72). Ini adalah balasan bagi orang-orang yang berdosa dan
zalim, adapun orang yang merasa tenang kepada Allah, beriman kepada-Nya, dan membenarkan rasul-rasul-
Nya, maka akan dikatakan kepadanya, ―Wahai jiwa yang tenang!‖
497
Yaitu orang mukmin. Ia tenang kepada dzikrullah dan tenang karena mencintai-Nya. Kalimat ini
disampaikan kepadanya saat akan meninggal dunia.
Faedah:
11 Kiat Meraih Husnul Khatimah
1. Benarnya akidah dan ibadah, yakni dengan istiqamah menjaga tauhid dan mengikuti sunnah Nabi
shallallahu alaihi wa sallam (lihat Qs. Fushshilat: 30)
2. Selalu bertobat dari dosa dan tidak menjadikan maksiat sebagai amal yang terus menerus menjadi
kebiasaan.
3. Berbaik sangka kepada Allah Azza wa Jalla
Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Anas, bahwa Nabi
shallallahu alaihi wa sallam pernah menemui seorang pemuda yang akan meninggal dunia, lalu Beliau
bersabda, ―Apa yang engkau rasakan?‖ Ia menjawab, ―Demi Allah, wahai Rasulullah, aku berharap kepada
Allah, namun aku takut akan dosa-dosaku,‖ maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

―Tidaklah berkumpul dua perasaan ini dalam hati seorang hamba di saat seperti ini, melainkan Allah akan
memberikan harapannya dan mengamankannya dari yang ditakutinya.‖ (Dihasankan oleh Al Albani)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

―Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian meninggal dunia kecuali dalam keadaan berbaik sangka
kepada Allah.‖ (Hr. Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Jabir)
4. Berbuat baik kepada orang lain
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 128


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

―Perbuatan baik kepada orang lain dapat menjaga dari kematian yang buruk, sedekah yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi dapat memadamkan kemurkaan Allah, dan silaturrahim dapat memanjangkan umur.‖
(Hr. Thabrani dari Abu Umamah, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 3797)
5. Menunggu tibanya waktu shalat, berjalan kaki ke masjid, dan menyempurnakan wudhu
Imam Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia
berkata, ―Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

―Semalam Tuhanku datang kepada-Ku dengan penampilang yang sangat indah –sepertinya ketika aku tidur-
lalu berfirman, ―Wahai Muhammad, tahukah engkau dalam hal apa para malaikat berbantah-bantahan?‖ Aku
menjawab, ―Tidak tahu.‖ Maka Allah meletakkan Tangan-Nya di antara kedua pundakku sehingga aku
merasakan kesejukan di antara kedua dadaku –atau pada leherku-, maka aku pun tahu apa yang terjadi di
langit dan di bumi.‖ Dia berfirman lagi, ―Wahai Muhammad, tahukah engkau dalam hal apa para malaikat
berbantah-bantahan?‖ Aku menjawab, ―Ya, dalam hal kaffarat (pengampunan dosa), dan kaffarat itu terjadi
dengan berdiam di masjid setelah shalat, berjalan kaki menuju shalat berjamaah, dan menyempurnakan
wudhu ketika kondisi tidak menyenangkan. Barang siapa yang melakukan hal itu, maka dia akan hidup di
atas kebaikan dan meninggal di atas kebaikan, dan dosa-dosanya bersih sebagaimana ketika dia dilahirkan
oleh ibunya.‖ Dia juga berfirman, ―Wahai Muhammad, ketika engkau shalat ucapkanlah,

―Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu agar dapat mengerjakan berbagai kebaikan,
meninggalkan kemungkaran, mencintai orang-orang miskin, dan jika Engkau hendak menimpakan cobaan
kepada hamba-hamba-Mu, maka wafatkanlah aku dalam keadaan tidak terfitnah.‖
Demikian pula dapat meninggikan derajat, yaitu ketika menyebarkan salam, memberi makan orang lain,
shalat di malam hari ketika orang-orang sedang tidur.‖ (Dishahihkan oleh Al Albani)
6. Banyak mengingat kematian dan tidak berlebihan dalam mencintai dunia
7. Berdoa agar tidak dikuasai oleh setan saat menjelang ajal
Dari Abul Yasr, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa berdoa,

―Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tertimpa reruntuhan, jatuh dari tempat yang tinggi,
dari tenggelam, terbakar, dan penyakit tua. Aku juga berlindung kepada-Mu dari dikuasai setan saat akan
meninggal dunia. Aku juga berlindung kepada-Mu dari mati di jalan-Mu dalam keadaan melarikan diri, dan
aku berlindung kepada-Mu dari mati karena terpatuk (hewan berbisa).‖ (Hr. Nasa‘i, dishahihkan oleh Al
Albani)
8. Meminta kepada Allah agar memperoleh Husnul Khatimah

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 129


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Misalnya berdoa,

"Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan husnul khotimah dan janganlah Engkau akhiri hidup kami dengan
su‘ul khotimah (akhir yang buruk)."
Demikian juga berdoa agar diberikan keteguhan di atas agama Allah Azza wa Jalla.
Anas radhiyallahu 'anhu berkata, ―Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sering berdoa,

"Wahai Tuhan Yang membolak-balikkan hati. Teguhkanlah hatiku di atas agamamu."


Anas berkata, ―Maka aku bertanya, "Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang
engkau bawa, maka apakah engkau masih khawatir kepada kami?" Beliau menjawab,

"Ya, sesungguhnya hati manusia di antara dua jari di antara jari-jari Allah, Dia membalikkannya sesuai yang
Dia kehendaki." (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
9. Membaca Sayyidul Istighfar di pagi dan petang
Imam Bukhari meriwayatkan dari Syaddad bin Aus, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

―Sayyidul Istighfar (Pemimpin istighfar) adalah engkau mengucapkan, ―Allahumma anta Rabbi...dan
seterusnya sampai ilaa anta.‖ (artinya: Artinya: ―Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia
pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku
mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya
tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.‖
Beliau melanjutkan sabdanya, ―Barang siapa membacanya dengan yakin di bagian siang hari (pagi hari), lalu
ia meninggal dunia pada hari itu, maka ia akan masuk surga. Demikian juga jika membacanya di bagian dari
malam hari (sore hari) sambil meyakininya, lalu ia meninggal dunia sebelum tiba pagi hari maka ia akan
termasuk penghuni surga.‖
10. Membaca doa sebelum tidur
Dari Barra‘ bin Azib radhiyallahu ‗anhu ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda
kepadaku,

―Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu, maka wudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat,
kemudian berbaringlah ke sisimu sebelah kanan, dan ucapkanlah, ―Allahumma aslamtu…sampai arsalta.‖
(artinya: Ya Allah, aku serahkan diriku kepada-Mu, aku hadapkan wajahku kepada-Mu, aku serahkan
urusanku kepada-Mu, aku meminta perlindungan kepada-Mu terhadap punggungku dengan rasa harap dan
cemas kepada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan tempat keselamatan selain kepada-Mu. Aku beriman
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 130
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     

kepada kitab yang Engkau turunkan dan Nabi-Mu yang engkau utus). Jika engkau wafat pada malam hari itu,
maka engkau wafat di atas fitrah, dan jadikanlah kalimat itu sebagai kalimat terakhir yang engkau ucapkan
(sebelum tidur).‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
11. Memperhatikan kesalehan batin (hati yang bersih)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

.
―Demi Allah yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, sesungguhnya di antara kamu ada
orang yang melakukan perbuatan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal
sehasta, akan tetapi catatan mendahuluinya, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli neraka, ia pun masuk ke
neraka. Sesungguhnya di antara kamu ada orang yang melakukan perbuatan ahli neraka sehingga jarak antara
dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, akan tetapi catatan mendahuluinya, akhirnya dia melakukan
perbuatan ahli surga, ia pun masuk ke surga.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
Sabda Beliau ―Sesungguhnya di antara kalian ada orang yang melakukan perbuatan ahli surga sehingga
jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta akan tetapi catatan itu mendahuluinya, akhirnya
dia melakukan perbuatan ahli neraka, ia pun masuk ke neraka,‖ hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya
orang yang mengerjakan amalan ahli surga niatnya baik, karena orang tersebut meskipun tampak di hadapan
manusia mengerjakan amalan penduduk surga namun memiliki niat yang buruk, dan niat buruk itu
menguasai dirinya sehingga ia mendapatkan suu‘ul khaatimah (akhir hayat yang buruk), nas‘alullahas
salaamah wal ‗aafiyah.
Dan seseorang akan meninggal dunia sesuai keadaannya ketika hidup, maka hendaknya ia berusaha tetap di
atas iman dan amal saleh. Kita meminta kepada Allah agar Dia memberikan kepada kita Husnul Khatimah,
aamin,
Kisah
Sa'id bin Abdul Aziz rahimahullah berkata, "Saat Bilal bin Rabah akan meninggal dunia ia berkata, "Besok
kami akan menemui para kekasih, yaitu Muhammad dan para pengikutnya." Ketika itu istrinya berkata,
"Aduh sengsaranya diriku." Bilal berkata, "Aduh bahagianya diriku."
(Siyar A'lamin Nubala 1/359)
Ismail bin Yahya Al Muzanniy rahimahullah berkata, ―Aku menemui Imam Syafi'i saat ia sakit yang
membawanya kepada kematian, aku pun bertanya kepadanya, "Wahai Abu Abdillah, bagaimana keadaanmu
di pagi ini?‖
Ia menjawab sambil mengangkat kepalanya, "Keadaanku di pagi ini akan pergi meninggalkan dunia, akan
berpisah dengan saudara-saudaraku, akan menemui amal burukku, dan akan menghadap Allah Ta'ala. Aku
tidak tahu nasib ruhku, akankah menuju ke surga sehingga Aku mengucapkan selamat kepadanya, ataukah
ke neraka sehingga aku berduka cita terhadapnya?‖ Lalu beliau pun menangis. (As Siyar 10/75)
Imam Nawawi rahimahullah berkata,‖Ketauhilah, bahwa yang dipilih untuk seorang hamba pada saat
sehatnya adalah memiliki rasa takut dan rasa harap secara sama, sedangkan ketika sakit, maka didahulukan
rasa harap.‖
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

―Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal dunia kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada
Allah.‖ (Hr. Muslim)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 131


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
28. Kembalilah kepada Tuhanmu498 dengan hati yang ridha499 dan diridhai-Nya.

   


29. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku500,

  


30. dan masuklah ke dalam surga-Ku501.

498
Yang telah mengurus dan mendidikmu dengan nikmat-Nya serta melimpahkan ihsan-Nya kepadamu
sehingga kamu termasuk wali-Nya. Kembalilah kamu ke sisi-Nya dengan mendapatkan pahala dan
kenikmatan yang disiapkan oleh-Nya.
499
Kepada Allah dan karena pahala yang diberikan-Nya.
500
Yang memperoleh kenikmatan dari-Nya. Hal itu, karena manusia ada golongan yang mendapatkan
kenikmatan, golongan yang mendapatkan kemurkaan, dan golongan yang sesat sebagaimana tertera di
bagian akhir surah Al Fatihah.
501
Ucapan ini ditujukan kepada orang mukmin pada hari Kiamat, dan ditujukan pula kepadanya ketika ia
hendak meninggal dunia, dan ketika ia dibangkitkan dari kubur.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta‘ala, ―Wahai jiwa yang tenang--
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya,‖ ia berkata, ―Ayat tersebut turun,
sedangkan Abu Bakar dalam keadaan duduk, lalu ia berkata, ―Wahai Rasulullah, alangkah baiknya hal ini!‖
Beliau bersabda, ―Sesungguhnya akan dikatakan kepadamu kalimat itu.‖
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan jiwa yang tenang yang mendapatkan kabar gembira ketika
meninggal dunia, ketika bangkit dari kubur, dan pada hari Kiamat.
Dari ayat 21-30 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan hari kebangkitan dengan
menerangkan peristiwa yang akan terjadi pada hari itu, (2) menerangkan penyesalan yang dalam dari orang-
orang yang meremehkan beramal saleh di dunia, (3) kabar gembira kepada jiwa yang tenang dengan iman
dan dzikrullah saat akan meninggal dunia, bangkit dari kubur, dan ketika catatan amal bertebaran.
Selesai tafsir surah Al Fajr dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 132


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Balad (Negeri Mekah) 502


Surah ke-90. 20 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-4: Hidup manusia penuh dengan perjuangan.

    


1. Aku bersumpah503 dengan negeri ini504,

    


2. dan engkau (Muhammad), bertempat505 di negeri (Mekah) ini,
502
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan keadaan manusia, menerangkan pula penderitaan
kekufuran dan azab, serta perjuangan berat menuju tingkatan rahmat dan iman di dunia dan akhirat.
503
Sumpah adalah menguatkan sesuatu dengan menyebutkan sesuatu yang dibesarkan dengan cara tertentu.
504
Yaitu negeri Mekah yang merupakan negeri yang paling utama secara mutlak, khususnya ketika Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam berada di sana. Allah Azza wa Jalla bersumpah dengannya karena kemuliannya.
Allah Azza wa Jalla berhak bersumpah dengan makhluk yang Dia kehendaki, namun kita tidak
diperkenankan bersumpah dengan nama selain-Nya.
505
Kata ‗hil‘ di ayat ini bisa berarti ‗halal.‘ Yang menunjukkan bahwa Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
akan menaklukkannya -dan ternyata demikian-, dan bahwa hal itu halal bagi Beliau shallallahu ‗alaihi wa
sallam. Al Hasan Al Bashri berkata, ―Allah menghalalkan Mekkah bagi Beliau sesaat di siang hari.‖
Sebagian ulama mengatakan, bahwa Allah bersumpah dengan negeri Mekkah saat Beliau berada di sana
seperti ketika Fathu Makkah dimana ketika itu negeri Mekkah dibersihkan dari patung dan berhala, di
samping ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam berada di sana semakin menambah kemuliaannya, dan
ketika itu negeri Mekkah menjadi negeri Islam.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‗anhuma, ia berkata, ―Nabi shallallahu ‗alaihi wa
sallam pada hari penaklukkan Mekkah bersabda,

―Tidak ada lagi hijrah, tetapi ada jihad dan niat. Jika kalian diminta berangkat (perang), maka berangkatlah.
Sesungguhnya negeri ini Allah haramkan (sucikan) sejak Dia menciptakan langit dan bumi. Ia tetap suci
dengan penyucian Allah sampai hari Kiamat. Sesungguhnya tidak halal terjadi peperangan di sana untuk
seorang pun sebelumku, dan dihalalkan bagiku hanya sesaat di siang hari. Ia tetap suci dengan penyucian
Allah sampai hari Kiamat. Durinya tidak boleh dicabut, binatang buruannya tidak boleh ditakuti, dan barang
temuannya tidak boleh dipungut kecuali bagi orang yang akan mengumumkan, serta tidak boleh dicabut
rumputnya.‖ Al Abbas berkata, ―Wahai Rasulullah, selain idzkhir, karena rumput itu diperlukan oleh tukang
besi dan untuk atap rumah mereka,‖ maka Beliau bersabda, ―Kecuali idzkhir.‖
Maksud ―tidak ada lagi hijrah‖ adalah tidak ada lagi hijrah setelah Mekkah ditaklukkan, karena Mekkah
telah menjadi negeri Islam, sedangkan hijrah dilakukan dari negeri kufur ke negeri Islam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 133


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


3. dan demi (pertalian) bapak dan anaknya506.

     


4. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah507.

Ayat 5-10: Menceritakan kaum kafir Mekah yang menentang kebenaran dan mendustakan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

      


5. Apakah dia (manusia) itu mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa atasnya? 508

506
Yakni Adam dan keturunannya (ini adalah tafsir Mujahid dan kawan-kawannya). Ada pula yang
mengatakan, bahwa maksudnya adalah Ibrahim dan anak keturunannya (ini menurut Abu Imran Al Jauniy).
Namun Ibnu Jarir lebih memilih pendapat, bahwa sumpah ini umum dengana ayah dan anaknya.
Isi sumpahnya adalah apa yang disebutkan pada ayat selanjutnya.
Allah Azza wa Jalla bersumpah dengan Adam dan keturunannya karena di sana terdapat bukti akan
kekuasaan Allah Azza wa Jalla. Bagaimana manusia tercipta dari air mani yang hina yang kemudian menjadi
makhluk dengan fisik yang indah dan sempurna.
507
Yakni penuh dengan penderitaan dan merasakan berbagai musibah di dunia, di alam barzakh, dan pada
hari Kiamat. Oleh karena itu, sepatunya ia berusaha melakukan perbuatan yang dapat menghilangkan
penderitaan itu dan mendatangkan kegembiraan serta kesenangan selama-lamanya. Jika ia tidak
melakukannya, maka ia akan senantiasa dalam penderitaan. Yahya bin Mu‘adz berkata, ―Dunia adalah
tempat yang penuh kesibukan, sedangkan akhirat adalah tempat yang mengerikan. seorang hamba akan
senantiasa berada di antara kesibukan dan penderitaan sampai menempati tempatnya; bisa ke surga atau ke
neraka.‖ (Az Zuhdul Kabir)
Bisa juga maksudnya, bahwa Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; dia
ditakdirkan untuk dapat bertindak dan melakukan pekerjaan yang berat, namun sayang dia tidak bersyukur
kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap nikmat yang besar itu, bahkan bersikap angkuh dan sombong
dengan keadaannya kepada Penciptanya. Cukuplah sebagai bukti kebodohan dan kezalimannya ketika ia
menyangka bahwa keadaan itu akan tetap langgeng padanya dan bahwa kemampuannya akan terus
dimilikinya. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, ―Apakah dia (manusia) itu mengira
bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa atasnya?‖ Demikian menurut As Sa‘diy. Hal yang sama juga
disampaikan muridnya, yaitu Syaikh Ibnu Utsaimin, bahwa maksudnya, Allah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya, kondisinya tegak berjalan di atas kedua kakinya, kepalanya di atas dan
badannya tegak lurus; tidak seperti hewan.
Menurut Ibnu Abbas, maksud firman Allah Ta‘ala, ―Fii kabad,‖ (artinya: dalam susah payah), yakni dalam
penciptaan yang berat, tidakkah engkau perhatikan penciptaannya. Selanjutnya Ibnu Abbas menyebutkan
proses kelahirannya dan tumbuhnya gigi-giginya.
Menurut Mujahid, maksud firman Allah Ta‘ala, ―Fii kabad,‖ yakni dari mani, lalu berubah menjadi
segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, ia merasakan penderitaan dalam penciptaan. Menurut
Mujahid ayat di atas seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Ahqaaf: 15.
Menurut Sa‘id bin Jubair, ia (manusia) merasakan kesukaran dan pencarian kehidupan.
Menurut Qatadah, ia berada dalam kesulitan.
Menurut Al Hasan, ia merasakan kesempitan dunia dan penderitaan di akhirat.
508
Menurut Qatadah, maksudnya apakah anak cucu Adam mengira bahwa dia tidak akan ditanya tentang
hartanya itu; dari mana dia peroleh dan ke mana dia keluarkan?.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 134


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


6. Dan mengatakan, "Aku telah menghabiskan harta yang banyak.‖ 509

     


7. 510Apakah dia mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang melihatnya?511

    


8. 512Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata513,

  


9. dan lidah serta sepasang bibir?514

  


10. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan515,

Menurut Ibnu Utsaimin, seseorang ketika sehat dan di masa mudanya menyangka bahwa tidak ada yang
berkuasa terhadapnya, bahkan menyangka bahwa Tuhannya tidak berkuasa terhadapnya. Ini adalah anggapan
orang kafir. Adapun orang mukmin, maka dia meyakini Allah berkuasa terhadapnya sehingga dia takut
kepada-Nya.
509
Ia bersikap melampaui batas dan berbangga diri dengan harta yang dikeluarkannya dalam jumlah besar
untuk memuaskan hawa nafsunya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebut di ayat ini mengeluarkan harta
untuk memuaskan hawa nafsu dan bermaksiat dengan ‗ihlaak‘ (membinasakan atau menghabiskan), karena
pengeluaran tersebut tidak bermanfaat bagi orang yang mengeluarkannya, bahkan hanya membuatnya
menyesal, rugi, kelelahan dan membuat hartanya berkurang. Berbeda dengan orang yang mengeluarkan
hartanya untuk mencari keridhaan Allah di jalan-jalan kebaikan, maka ia akan mendapatkan keuntungan dari
infaknya itu dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan menggantinya dengan berlipat ganda.
510
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman mengancam orang yang berbangga ini dengan mengeluarkan
harta untuk memuaskan hawa nafsunya itu.
511
Yakni apakah ia mengira ketika berbuat demikian, bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak akan
melihatnya dan menghisab amalnya baik yang kecil maupun yang besar? Bahkan Allah Subhaanahu wa
Ta'aala melihatnya, menjaga amalnya dan menyerahkannya kepada para malaikat yang mencatatnya (Al
Kiraamul Kaatibuun) untuk kemudian diberikan balasan.
512
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan nikmat-nikmat-Nya agar dia mengakuinya.
513
Untuk keindahan dan untuk melihat.
514
Untuk berbicara sehingga dia dapat mengutarakan isi hatinya, ia juga bisa makan, minum, dan melakukan
keperluan lainnya. Ini contoh nikmat dunia. Pada ayat selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala
menyebutkan nikmat agama.
515
Yakni kebaikan dan kejahatan serta mana petunjuk dan mana kesesatan. Hal ini merupakan nikmat yang
sangat besar yang seharusnya seorang hamba mau memenuhi hak-hak Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
bersyukur kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya dan tidak menggunakan nikmat tersebut untuk bermaksiat
kepada-Nya. Namun sayang, sebagaimana diterangkan pada ayat selanjutnya, ia tidak mau melakukannya.
Ayat di atas seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Insaan ayat 2-3.
Sebagian ulama menafsirkan ayat di atas dengan ditunjukkan oleh Allah seorang bayi (hidayah kauniyyah)
ke mana dia menyusu setelah Allah mengaruniakan kepadanya kedua mata, lisan, dan kedua bibir.
Dari ayat 1-10 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) keutamaan Mekah dan kesuciannya,
dan tingginya keadaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana Allah halalkan Mekkah bagi Beliau
yang tidak dihalalkan bagi selain Beliau, (2) keutamaan Adam dan keturunannya yang saleh, (3)
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 135
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 11-20: Peristiwa besar pada hari Kiamat, dimana seseorang tidak dapat melintasinya
kecuali dengan amal saleh.

   


11. Tetapi Dia tiada menempuh jalan yang mendaki dan sukar516?

    


12. Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar?

  


13. (yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya)517,

menerangkan hakikat yang sebenarnya, yaitu bahwa manusia akan senantiasa mendapatkan penderitaan
dalam kehidupan di dunia sampai meninggal, dan kemudian di akhiratnya sampai ia menempati tempat
terakhirnya, yang jika surga ia akan beristirahat dan bersenang-senang, atau neraka yang membuatnya
bertambah sengsara.
516
Padahal jalan tersebut mengandung keselamatan dan kebaikan baginya, namun ia malah meninggalkan
jalan tersebut karena lebih mengutamakan hawa nafsunya. Ibnu Zaid dalam menafsirkan ayat di atas berkata,
―Tidakkah ia menempuh jalan yang mengandung keselamatan dan kebaikan? Selanjutnya Allah
menerangkan jalan itu.‖
Al Hasan Al Basri berkata, "Demi Allah, ia sungguh sangat sukar, yaitu ketika seseorang berjuang melawan
hawa nafsu dan melawan musuhnya, yaitu setan." (Tafsir Al Qurthubi 20/59).
517
Baik dengan memerdekakannya atau membantu agar ia (budak) dapat melunasi pemerdekaan dirinya
kepada tuannya. Yang lebih patut lagi adalah memerdekakan tawanan yang muslim yang ditangkap oleh
orang kafir.
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Sa‘id bin Marjanah, bahwa ia mendengar
Abu Hurairah radhiyallahu ‗anhu berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Barang siapa yang memerdekakan seorang budak yang mukmin, maka Allah akan membebaskan setiap
anggota yang dimerdekakannya dari neraka, dari mulai ia merdekakan tangannya, kakinya, dan farjinya.‖
Ali bin Husain berkata, ―Apakah engkau mendengar hadits ini dari Abu Hurairah?‖ Sa‘id menjawab, ―Ya, ―
lalu Ali bin Husain berkata kepada salah satu budaknya yang paling rajin, ―Panggilkanlah Mutharrif untuk
menghadap kepadaku!‖ Maka ketika budaknya itu telah berada di hadapannya, Ali berkata, ―Pergilah!
Engkau merdeka karena Allah Azza wa Jalla.‖ (Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah menyatakan,
bahwa isnad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, dan Nasa‘i dari beberapa jalan dari Sa‘id bin Marjanah).
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Amr bin Absah, bahwa ia mendengar
Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Barang siapa yang mendapat tiga orang anak di masa Islam, lalu mereka semua meninggal dunia sebelum
baligh, maka Allah Azza wa Jalla akan memasukkannya ke dalam surga karena rahmat-Nya kepada mereka.
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 136
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


14. atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan518.

   


15. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat519,

    


16. atau orang miskin yang sangat fakir520.

         
17. Kemudian521 termasuk orang-orang yang beriman522 dan saling berpesan untuk bersabar523 dan
saling berpesan untuk berkasih sayang524.

Barang siapa yang muncul satu uban di jalan Allah Azza wa Jalla, maka hal itu akan menjadi cahaya baginya
pada hari Kiamat. Barang siapa yang memanah sebuah panah di jalan Allah Azza wa Jalla yang ia arahkan
kepada musuh, baik kena atau tidak kena, maka ia seperti memerdekakan seorang budak. Barang siapa yang
memerdekakan seorang budak yang mukmin, maka Allah akan memerdekakan setiap anggota badannya
yang dimerdekakannya dari neraka, dan barang siapa yang menginfakkan dua pasang barang di jalan Allah
Azza wa Jalla, maka sesungguhnya surga memiliki delapan pintu; Allah Azza wa Jalla akan memasukkannya
dari pintu mana saja yang ia inginkan.‖ (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar
Risalah, kecuali lafaz ‗man a‘taqa zaujain...dst.‖ maka shahih lighairih).
518
Seperti pada saat sedikitnya hasil panen atau ada penyakit yang membuat seseorang ketika makan tidak
kenyang.
519
Yakni di samping sebagai anak yatim, ia juga fakir dan memiliki hubungan kekerabatan.
520
Ibnu Abbas berkata, ―Dzaa matrabah adalah orang yang terdampar di jalan; tidak memiliki rumah dan
tidak memiliki sesuatu yang melindunginya dari tanah.‖
521
Yakni di samping memiliki sifat-sifat yang indah dan baik, ia pun sebagai seorang mukmin, dimana
tindakan yang dilakukannya itu mengharapkan pahala dari Allah Azza wa Jalla saja.
522
Dengan hati mereka kepada semua yang wajib diimani, dan mengerjakan amal saleh dengan anggota
badan mereka baik yang berupa ucapan maupun perbuatan; yang wajib maupun yang sunah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

"Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan); sedekah dan
silaturrahim." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan Hakim, Shahihul Jami' no. 3858).
523
Untuk tetap taat kepada Allah, menjauhi maksiat dan menerima tanpa keluh kesah takdir Allah yang perih
serta melakukan semua itu dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
524
Kepada makhluk, seperti memberi orang yang membutuhkan, mengajarkan orang yang tidak tahu,
membantu mereka untuk maslahat agama dan dunia mereka, mencintai kebaikan untuk mereka seperti
mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri, membenci sesuatu yang tidak disukai menimpa mereka
sebagaimana ia membenci hal itu menimpa dirinya.
Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Orang-orang yang sayang akan disayang Allah Ar Rahman. Sayangilah orang-orang yang ada bumi, niscaya
yang di atas langit (Allah) akan menyayangimu.‖ (HR. Abu Dawud dari Abdullah bin Amr, dan dinyatakan
shahih oleh Al Albani).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 137


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


18. Mereka (yang telah disebutkan sifat-sifatnya itu) adalah golongan kanan525.

      


19. Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami526, mereka itu adalah golongan kiri.

   


20. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat527.

―Orang yang tidak menyayangi manusia, maka dia tidak akan disayang Allah Azza wa Jalla.‖ (HR. Muslim
dari Jarir bin Abdullah).
525
Karena mereka mengerjakan perintah-perintah Allah, baik yang terkait dengan hak-hak-Nya maupun yang
terkait dengan hak hamba-hamba-Nya, serta mereka tinggalkan larangan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
Inilah tanda kebahagiaan dan keberuntungan. Mereka akan menerima catatan amalnya dengan tangan
kanannya, akan dihisab dengan hisab dan mudah, dan akan kembali ke keluarganya dalam keadaan gembira.
526
Menolak perkara-perkara yang telah disebutkan; tidak beriman kepada Allah dan tidak beramal saleh serta
tidak sayang kepada hamba-hamba Allah.
527
Sehingga mereka tidak dapat keluar darinya dan berada dalam kesempitan, penderitaan dan siksa, wal
‗iyaadz billah. Ibnu Abbas berkata, ―Pintu-pintunya ditutup.‖
Dari ayat 11-20 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) peringatan terhadap sikap
mengeluarkan harta untuk maksiat, (2) penderitaan di akhirat dapat dilewati dengan berinfak di jalan Allah,
beriman dan beramal saleh, serta saling mengingatkan kepada kebaikan, (3) peringatan terhadap bahaya
kufur dan ancaman bagi pelakunya.
Selesai tafsir surah Al Balad dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 138


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Asy Syams (Matahari) 528


Surah ke-91. 15 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-10: Manusia diilhami Allah jalan yang buruk dan yang baik.

  


1. Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari529,

   


2. demi bulan apabila mengiringinya530,

   


3. demi siang apabila menampakkannya531,

   


4. demi malam apabila menutupinya532,

   


5. demi langit serta pembinaannya (yang menakjubkan)533,

528
Di antara kandungan surah ini adalah menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah Azza wa Jalla di alam
semesta, menerangkan nikmat-nikmat-Nya, perintah membersihkan jiwa dan mencegahnya dari maksiat.
529
Serta manfaat yang dihasilkan darinya. Menurut Qatadah, maksud ―dhuhaahaa‖ adalah siang hari
seluruhnya. Menurut Ibnu Jarir, yang benar dikatakan, ―Allah bersumpah dengan matahari dan siang harinya,
karena sinar matahari yang tampak adalah siang hari.‖
Allah bersumpah dengan matahari dan sinarnya karena di sana terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah Azza
wa Jalla, sempurna ilmu-Nya, dan luas rahmat-Nya. Dengan adanya matahari manusia memperoleh banyak
manfaat, mereka memperoleh kehangatan, mereka tidak perlu menyalakan lampu, buah-buahan mereka
menjadi masak, dan apa saja yang mereka jemur menjadi kering, dll.
530
Yang terbit ketika matahari tenggelam.
531
Ke permukaan bumi.
532
Ke permukaan bumi sehingga menjadikannya gelap gulita. Siang berganti malam, terang berganti gelap
dan matahari berganti bulan dengan pergantiannya yang tertib dan teratur untuk maslahat hamba-hamba-
Nya. Itu semua merupakan dalil terbesar yang menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala
mengetahui segala sesuatu, berkuasa atas segala sesuatu, dan bahwa Dialah yang satu-satunya berhak
disembah, sedangkan menyembah selain-Nya adalah batil.
533
Kata ‗maa‘ di ayat tersebut bisa sebagai isim maushul yang berarti ‗yang‘, sehingga Allah Subhaanahu wa
Ta'aala bersumpah dengan langit dan yang membangunnya, yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'aala (ini adalah
pendapat Mujahid). Bisa juga ‗maa‘ di sini sebagai mashdariyyah (kata dasar atau kerja yang dibendakan),
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 139
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


6. demi bumi serta penghamparannya534,

   


7. demi jiwa535 serta penyempurnaan(ciptaan)nya536,

   


8. maka Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya537,

sehingga Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan langit dan pembinaannya yang menakjubkan (ini
adalah pendapat Qatadah). Demikian pula pada kata ‗maa‘ pada ayat selanjutnya, wallahu a‘lam.
534
Sehingga manusia dapat memanfaatkannya, dengan membangun bangunan di atasnya, menggarap
tanahnya, menanam tanaman dan tumbuhan di atasnya, dan melakukan perjalanan di atasnya.
535
Jiwa di sini bisa tertuju kepada jiwa semua makhluk hidup sebagaimana diperkuat oleh keumumannya,
dan bisa juga maksudnya jiwa manusia yang sudah mukallaf (baligh dan berakal) berdasarkan ayat
setelahnya. Bagaimana pun juga, jiwa merupakan ayat Allah yang besar yang sangat tepat jika bersumpah
dengannya, karena keadaannya yang halus dan ringan, cepat berpindah, bergerak, berubah, berpengaruh atau
sensitive, merasakan sedih, gelisah, cinta dan benci, dsb. Jiwa adalah sesuatu yang jika badan kosong
darinya, maka badan itu ibarat patung. Penyempurnaan kepada jiwa tersebut juga termasuk salah satu ayat
Allah yang besar.
536
Menurut Ibnu Katsir, maksudnya penciptaannya yang sempurna dan tegak di atas fitrah yang lurus
(Islam). Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Tidak ada bayi yang dilahirkan melainkan di atas fitrah Islam, lalu kedua orang tuanya yang menjadikan
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.‖ (HR. Bukhari dan Muslim).
Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam apabila melewati
ayat ini, ―Demi jiwa serta penyempurnaan(ciptaan)nya--maka Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya (jalan)
kejahatan dan ketakwaannya.‖ (Terj. QS. Asy Syams: 7-8) Beliau berdiam sejenak, lalu berkata,

―Ya Allah, berikanlah kepada diriku ketakwaannya. Sucikanlah ia, Engkau sebaik-baik yang menyucikan,
Engkau walinya dan Pelindungnya.‖
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Zaid bin Arqam ia berkata, ―Rasulullah
shallallahu ‗alaihi wa sallam pernah berdoa,

―Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, dari pikun dan
pengecut, dari bakhil dan azab kubur. Ya Allah, berikanlah kepada diriku ketakwaannya. Sucikanlah ia,
Engkau sebaik-baik yang menyucikan, Engkau wali dan Pelindungnya. Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepadamu dari hati yang tidak khusyu, jiwa yang tidak pernah puas, ilmu yang tidak bermanfaat,
dan doa yang tidak dikabulkan.‖
Zaid berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam mengajarkan doa ini kepada kami, sedangkan kami
mengajarkannya kepada kamu. ―(Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim).‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 140


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


9. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)538,

    


10. dan sungguh rugi orang yang mengotorinya539.

Ayat 11-15: Sikap melampaui batas yang tampak pada kaum Tsamud.

   


11. (Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas (zalim dan
sombong kepada kebenaran) 540,

   


12. ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka541,

537
Menurut Ibnu Abbas, maksudnya Allah menerangkan kepadanya mana kebaikan dan mana keburukan.
Menurut Ibnu Katsir, Allah menerangkan hal itu (jalan kejahatan dan ketakwaan) kepadanya dan
mengarahkannya kepada apa yang ditakdirkan baginya.
538
Dari dosa dan menggantinya dengan iman dan amal saleh. Inilah jawab atau isi sumpahnya. Allah
Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan ayat-ayat yang agung itu terhadap jiwa yang beruntung dan jiwa
yang rugi.
Menurut Qatadah, menyucikan jiwa di ayat tersebut adalah menyucikan diri dari akhlak yang rendah dan
hina.
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, maksudnya membersihkan dirinya dari syirik dan maksiat, sehingga menjadi
suci dan bersih (Lihat Tafsir Juz Amma). Ia juga menerangkan dalam risalah yang lain, bahwa menyucikan
diri meliputi:
1. Menyucikan hati
Yaitu dengan menyucikannya dari semua syirik, keragu-raguan, dendam, permusuhan, dan sebagainya.
2. Menyucikan mulut
Yaitu menyucikannya dari setiap ucapan yang mungkar, yakni hendaknya seseorang tidak berkata kecuali
yang baik.
3. Menyucikan perbuatan.
Yaitu menyucikannya dari perbuatan keji dan akhlak yang buruk. Serta setiap perbuatan lainnya yang
seseorang harus menjaga diri daripadanya.
539
Dengan maksiat.
Dari ayat 1-10 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) bukti kekuasaan Allah Azza wa Jalla
pada ayat-ayat yang dipakai bersumpah, (2) menerangkan jalan keberuntungan dan jalan kesengsaraan, (3)
dorongan membersihkan jiwa dengan iman dan amal saleh, dan peringatan terhadap syirik, kufur, dan
maksiat yang mengotori jiwa.
540
Karena sebab inilah "melampaui batas‖, maka tertanam dalam hati mereka sikap mendustakan terhadap
apa yang dibawa Rasul mereka, yaitu Nabi Shalih ‗alaihis salam berupa petunjuk dan hal yang meyakinkan.
541
Untuk membunuh unta itu dengan keridhaan mereka. Orang yang membunuh itu menurut para mufassir
bernama Qudar bin Salif. Dia adalah orang yang disegani dan dihormati di kalangan mereka, dan tokoh yang
ditaati perintahnya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Zam‘ah, dia berkata, ―Rasulullah
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 141
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

       


13. lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka, ―(Biarkanlah) unta betina dari Allah ini542
dengan minumannya543.‖

       


14. Namun mereka mendustakannya dan membunuhnya544, karena itu Tuhan membinasakan
mereka karena dosanya545, lalu diratakan-Nya (dengan tanah) 546.

   


15. Dan547 Dia (Allah) tidak takut terhadap akibatnya548.

shallallau ‗alaihi wa sallam pernah berkhutbah, lalu menyebutkan unta dan orang yang menyembelihnya,
Beliau bersabda,

―Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka, yaitu seorang yang kuat, perkasa, dan disegani di
kalangan kaumnya seperti Abu Zam‘ah.‖ (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan
Nasa‘i).
542
Yakni janganlah membunuh unta dari Allah itu, yang Dia jadikan sebagai ayat-Nya yang besar bagi
kamu, dan janganlah kamu balas nikmat Allah yang menjadikan kamu dapat mengambil air susu unta itu
dengan malah membunuhnya.
543
Sehari untuknya (unta itu) dan sehari untuk mereka secara bergiliran (Lihat Qs. Asy Syu‘ara: 155).
544
Agar jatah minum unta itu untuk mereka.
545
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengirimkan kepada mereka suara keras yang mengguntur dari atas mereka
dan gempa dari bawah mereka, maka mereka pun mati bergelimpangan.
Ayat ini menunjukan bahwa dosa merupakan sebab manusia mendapatkanm hukuman.
546
Menurut Ibnu Katsir, Allah menimpakan hukuman atas mereka secara merata. Qatadah berkata, ―Telah
sampai berita kepada kami, bahwa Uhaimar Tsamud (Qudar bin Salif) tidaklah membunuh unta itu sampai
diikuti oleh anak-anak dan orang dewasa, laki-laki dan wanita, maka ketika mereka semua ikut serta
membunuh unta itu, Allah membinasakan mereka karena dosanya dan meratakan hukuman itu.‖
547
Bisa dibaca ―Falaa yakhaafu‖ dengan fa‘.
548
Bagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala Yang Mahakuasa dan perkasa takut terhadap akibat tindakan-
Nya, padahal tidak ada satu pun makhluk yang keluar dari kekuasaan dan pengaturan-Nya, dan Dia
Mahabijaksana terhadap ketetapan-Nya di alam semesta dan syariat-Nya.
Dari ayat 11-15 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) keselamatan seseorang dari neraka
dan masuk surga tergantung penyuciannya terhadap dirinya, dan jika ia mengotorinya dengan dosa, maka ia
akan sengsara, (2) peringatan terhadap sikap melampaui batas dalam keburukan yang membuat dibinasakan
di dunia dan akhirat, (3) hiburan bagi Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika didustakan oleh kaumnya, (4)
peringatan terhadap kaum kafir Quraisy terhadap akibat yang akan mereka rasakan jika tetap mendustakan,
berbuat kufur dan maksiat.
Selesai tafsir surah Asy Syams dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 142


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Lail (Malam)549


Surah ke-92. 21 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-4: Sumpah Allah Subhaanahu wa Ta'aala bahwa perbuatan manusia bermacam-
macam dan jalan mereka berbeda-beda sehingga hasil yang diperolehnya pun berbeda-beda,
namun yang terbaik adalah perbuatan yang di dalamnya mencari keridhaan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala.

   


1. 550Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)551,

   


2. demi siang apabila terang benderang552,

    


3. demi penciptaan laki-laki dan perempuan553,

   


4. sungguh, usaha kamu memang beraneka macam554.
549
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan perbedaan berbagai macam ayat (tanda-tanda
kekuasaan Allah Azza wa Jalla), jiwa, dan amal untuk menampakkan ketinggian orang mukmin di atas orang
kafir.
550
Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan waktu yang di sana terjadi perbuatan manusia dengan
perbedaan keadaan mereka.
551
Yakni menutupi makhluk dengan kegelapannya sehingga masing-masing makhluk dapat kembali ke
tempatnya dan beristirahat dari kelelahan.
552
Yakni apabila tampak bagi makhluk sehingga mereka dapat memanfaatkan terangnya dan dapat
bertebaran di muka bumi untuk kepentingan mereka.
553
Yaitu Adam dan Hawa‘, atau setiap laki-laki dan perempuan. Kata ‗maa‘ di ayat ini bisa sebagai isim
mushul yang berarti ‗yang‘ sehingga artinya, ―Demi yang menciptakan laki-laki dan perempuan,‖ yaitu
Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Bisa juga kata ‗maa‘ di ayat ini sebagai masdariyyah, sehingga artinya, ―Demi
penciptaan laki-laki dan perempuan,‘ yang menunjukkan sempurnanya hikmah (kebijaksanaan)-Nya, dimana
Dia menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan untuk melestarikannya, maka Mahasuci Allah
Pencipta yang sebaik-baiknya.
554
Yakni sebagaimana ada malam dan ada siang, ada laki-laki dan ada perempuan, demikian pula amal
perbuatan manusia beraneka macam. Ada yang mengerjakan amal yang memasukkan ke surga, yaitu
ketaatan, dan ada pula yang mengerjakan amal yang memasukkan ke neraka, yaitu kemaksiatan. Ada yang
mengerjakan amal ikhlas karena-Nya sehingga usahanya tidak sia-sia dan bermanfaat bagi pelakunya dan
ada pula yang mengerjakan amal bukan karena-Nya atau untuk sesuatu yang fana sehingga usahanya sia-sia.
Ini adalah jawab atau isi sumpahnya. Oleh karena itulah, Allah Subhaanahu wa Ta'aala merincikan orang
yang beramal dan sifat amal mereka pada ayat selanjutnya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 143


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 5-10: Jalan menuju kebahagiaan dan jalan menuju kesengsaraan.

    


5. Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah)555 dan bertakwa556,

  


6. dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga)557,

  


7. maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan)558.

    


8. Dan adapun orang yang kikir559 dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah)560,

555
Kata ‗a‘thaa‘ pada ayat ini bisa maksudnya memberikan apa yang diperintahkan untuk diberikan atau
mengerjakan apa yang diperintahkan untuk dikerjakan. Contoh memberikan apa yang diperintahkan untuk
diberikan adalah mengerjakan ibadah maaliyyah (harta) seperti mengeluarkan zakat, kaffarat, nafkah,
sedekah dan berinfak pada jalur-jalur kebaikan. Contoh mengerjakan apa yang diperintahkan untuk
dikerjakan adalah mengerjakan ibadah badaniyyah (badan) seperti mengerjakan shalat, puasa, dsb. atau yang
tersusun dari keduanya (ibadah harta dan badan) seperti haji dan umrah. Dengan demikian, memberi di sini
adalah berbuat ihsan yang bisa dengan harta, kedudukan, maupun ilmu.
556
Kata ‗Ittaqaa‘ pada ayat ini bisa juga diartikan ‗menjaga diri‘ yakni menjaga dirinya dari apa yang
dilarang berupa perkara haram dan kemaksiatan dengan berbagai bentuknya. Bisa juga artinya ―bertakwa,‖
yakni bertakwa kepada Allah dalam semua urusannya.
557
Al Husna bisa berarti ‗Laailaahaillallah‘ serta yang ditunjukkannya berupa perkara-perkara ‗aqidah.
Menurut Qatadah Al Husna artinya pembalasan terhadap amal saleh. Menurut Khashif, Al Husna maksudnya
pahala (dari Allah). Menurut Ibnu Utsaimin, Al Husna adalah firman Allah dan sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Amir bin Abdullah bin Az Zubair ia berkata, ―Abu Bakar radhiyallahu ‗anhu di
masa Islam memerdekakan budak di Mekkah. Beliau memerdekakan wanita-wanita tua dan kaum wanita
ketika mereka masuk Islam, lalu ayahnya berkata, ―Wahai anakku. Aku melihat dirimu memerdekakan
orang-orang lemah. Kalau sekiranya engkau memerdekakan orang-orang kuat untuk bangkit bersamamu,
melindungimu, dan membelamu?‖ Abu Bakar menjawab, ―Wahai ayahku, maksudku adalah untuk mencari
apa yang ada di sisi Allah.‖ Amir berkata, ―Sebagian keluargaku menyampaikan kepadaku, bahwa ayat ini
turun berkenaan dengannya,yaitu, ―Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa-
-Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),--Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah.‖ (QS. Al Lail: 5-7).
558
Yaitu surga. Menurut Ibnu Abbas, yaitu kebaikan. Menurut Syaikh As Sa‘diy, ―Kami akan memudahkan
urusannya dan menjadikan setiap kebaikan dimudahkan untuknya dan mudah meninggalkan semua
keburukan,‖ karena ia telah mengerjakan sebab-sebab kemudahan, maka Allah memudahkan hal itu
untuknya.‖ Demikian juga Allah akan memudahkan urusannya baik terkait agamanya maupun dunianya.
Allah Ta‘ala berfirman, ―Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya.‖ (Terj. Qs. Thalaq: 4)
559
Ia pun menolak berinfak yang wajib maupun yang sunah, dan dirinya tidak senang mengerjakan
kewajiban.
560
Yang dimaksud dengan merasa dirinya cukup ialah tidak memerlukan pertolongan Allah dan pahala-Nya,
sehingga ia meninggalkan beribadah kepada-Nya dan merasa dirinya tidak butuh kepada Tuhannya, padahal
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 144
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


9. serta mendustakan (pahala) yang terbaik561,

  


10. maka akan Kami akan mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan)562.

Ayat 11-21: Keadaan sebagian manusia yang tertipu oleh hartanya, peringatan kepada
penduduk Mekah dengan azab Allah, dan penjelasan pahala yang diperoleh oleh orang
mukmin yang ikhlas amalnya.

      


11. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa563.

tidak ada keselamatan dan keberuntungan kecuali jika Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang dicintainya,
disembahnya, dimintanya, serta dihadapkan diri kepada-Nya.
561
Menurut Syaikh As Sa‘diy, Al Husna adalah apa yang Allah wajibkan kepada hamba-hamba-Nya untuk
diimani berupa akidah yang baik. Menurut Ibnu Katsir, Al Husna adalah balasan Allah di akhirat.
562
Yaitu neraka. Menurut Ibnu Katsir, yaitu kepada jalan keburukan. Menurut Syaikh As Sa‘diy, maksudnya
adalah keadaan yang sulit dan perkara yang tercela, yaitu mudah jatuh ke dalam keburukan dimana saja ia
berada dan ditetapkan untuk melakukan berbagai kemaksiatan, nas‘alulllahal ‗aafiyah.
Ayat di atas sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al An‘aam: 110. Menurut Ibnu Katsir, ayat-ayat yang
semakna dengan ayat di atas banyak, dimana hal tersebut menunjukkan, bahwa Allah Azza wa Jalla
membalas orang yang berniat baik dengan memberinya taufiq, dan membalas orang yang berniat buruk
dengan penelantaran.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Bakar, ia berkata, ―Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam, ―Wahai Rasulullah, apakah kita beramal terhadap sesuatu yang telah selesai (ditakdirkan)
atau terhadap sesuatu yang baru?‖ Beliau menjawab, ―Bahkan terhadap sesuatu yang telah selesai
(ditakdirkan).‖ Abu Bakar bertanya lagi, ―Lalu untuk apa beramal?‖ Beliau menjawab, ―Masing-masing akan
dimudahkan kepada sesuatu yang dia diciptakan untuknya.‖ (Hadits ini dinyatakan hasan lighairih oleh
pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ali radhiyallahu ‗anhu ia berkata, ―Kami pernah bersama Nabi shallallahu
‗alaihi wa sallam di Baqi‘ Gharqad dalam sebuah jenazah, lalu Beliau bersabda,

―Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah dicatat tempatnya di surga atau di neraka.‖ Lalu para
sahabat berkata, ―Wahai Rasulullah, apakah kita tidak bersandar saja?‖ Beliau menjawab, ―Beramallah.
Masing-masing akan dimudahkan.‖ Selanjutnya Beliau membacakan ayat, ―Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa--Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),--Maka
Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.--Dan adapun orang-orang yang bakhil dan
merasa dirinya cukup,--Serta mendustakan pahala terbaik,--Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya
(jalan) yang sukar.‖ (QS. Al Lail: 6-10).
563
Yakni masuk neraka, karena yang berguna hanyalah iman dan amal saleh. Adapun hartanya yang tidak
dikeluarkan haknya, maka akan menjadi musibah baginya.
Menurut Mujahid, maksud, ―Dia telah binasa,‖ adalah apabila ia telah mati. Sedangkan menurut Zaid bin
Aslam, maksudnya apabila dia sudah masuk ke neraka.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 145


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


12. Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk564,

    


13. dan sesungguhnya milik Kamilah akhirat dan dunia itu565.

   


14. Maka Aku memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala566,

Dari ayat 1-11 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menerangkan keagungan Allah Azza
wa Jalla, kekuasaan-Nya, dan ilmu-Nya, serta Rububiyyah (pengaturan-Nya terhadap alam semesta) yang
menghendaki hanya Dia saja yang disembah dan ditujukan berbagai macam ibadah, (2) menetapkan akidah
qadha dan qadar, yakni bahwa manusia akan dipermudah kepada sesuatu yang untuknya dia diciptakan baik
kebahagiaan maupun kesengsaraan dengan meyakini bahwa orang yang diberi taufik mengerjakan apa yang
diridhai Allah menunjukkan bahwa dia dicatat sebagai orang yang bahagia apabila dia meninggal dalam
keadaan diberi taufik beramal saleh, dan bahwa orang yang dipermudah melakukan perbuatan yang dimurkai
Allah menunjukkan bahwa dirinya dicatat sebagai orang yang sengsara jika dia mati di atasnya, (3)
menetapkan bahwa diberi taufik untuk beramal saleh sesuai sunnatullah ketika seorang hamba
menginginkannya, memilihnya, dan menundukkan jiwa kepadanya, sebagaimana dipermudah kepada
keburukan juga disebabkan pilihan hamba, keinginanannya, kecenderungannya, serta ketika ia menundukkan
dirinya kepada keburukan, demikianlah sunnatullah pada makhluk-Nya.
564
Yakni menerangkan jalan petunjuk daripada jalan kesesatan. Menurut Qatadah, maksudnya menerangkan
yang halal dan yang haram. Ada yang berkata, ―Barang siapa yang menempuh jalan petunjuk, maka dia akan
sampai kepada Allah.‖
Ayat di atas sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat An Nahl: 9.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Kita dapatkan bahwa Allah menerangkan segala sesuatu. Dia
menerangkan perkara akidah yang harus diyakini manusia, perkara ibadah yang harus dilakukan mereka,
perkara akhlak yang harus mereka miliki, perkara muamalat yang harus mereka pegang, serta hal-hal yang
harus mereka jauhi dalam itu semua. Oleh karena itu Abu Dzar radhiyallahu anhu berkata, ―Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam wafat, namun tidak ada seeekor burung pun yang mengepakkan kedua sayapnya
di langit melainkan beliau menerangkan kepada kami ilmunya.‖ Bahkan ada seorang dari kaum musyrik
yang berkata kepada Salman Al Farisi, ―Apakah Nabi kalian shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan segala
sesuatu sampai masalah buang air?‖ Ia menjawab, ―Ya. Beliau mengajarkan kepada kami sampai masalah
buang air.‖
Faedah:
Hidayah ada dua macam: Hidayah Irsyad/Bayan dan Hidayah Taufiq. Hidayah Iryad maksudnya
diberitahukan kepada manusia mana jalan petunjuk dan mana jalan kesesatan, seperti pada ayat di atas.
Sedangkan Hidayah Taufiq adalah dibimbing dan dibantu-Nya seorang hamba untuk mengikuti jalan
petunjuk itu. Hidayah Taufiq hanya dari Allah Azza wa Jalla, adapun Hidayah Irsyad bisa dari Allah,
demikian pula bisa dari makhluk-Nya seperti dari para nabi alaihimush shalatu was salam dan para ulama
rahimahumullah. Contoh hidayah irsyad pada ayat di atas dan di surah Asy Syura ayat 52, sedangkan contoh
hidayah taufiq seperti di surah Al Qashash ayat 56.
565
Oleh karena itu, barang siapa yang memintanya kepada selain Kami, maka dia telah salah, dan seharusnya
ia meminta kepada Kami serta memutuskan harapan kepada makhluk.
Menurut Ibnu Katsir, firman-Nya, ―Dan sesungguhnya milik Kamilah akhirat dan dunia itu,‖ maksudnya
semuanya milik Kami dan Kami-lah yang bertindak terhadap keduanya.
566
Imam Ahmad meriwayatkan dari Simak bin Harb, ia berkata, ―Aku mendengar An Nu‘man bin Basyir
berkhutbah, ia berkata, ―Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam berkhutbah, Beliau
bersabda, ―Aku peringatkan kalian dengan neraka,‖ sehingga orang yang berada di pasar mendengarnya dari
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 146
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


15. yang hanya dimasuki oleh orang yang paling celaka567,

   


16. yang mendustakan (kebenaran)568 dan berpaling (dari iman) 569.

  


17. Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang bertakwa,

    


18. yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya)570,

tempatku ini. Nu‘man berkata, ―Sehingga kain khamishah (yang bercorak) yang berada di pundaknya jatuh
ke kedua kakinya.‖ (Hadits ini dinyatakan isnadnya hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
Imam Ahmad dari Abu Ishaq, bahwa ia mendengar Nu‘man bin Basyir berkhutbah dan berkata, ―Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan azabnya adalah seorang yang diletakkan di bagian
bawah kakinya dua bara api, sehingga otaknya mendidih karenanya.‖ (Hadits ini juga diriwayatkan oleh
Bukhari).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Ishaq dari Nu‘man bin Basyir ia berkata, ―Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam bersabda,

―Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan azabnya adalah orang yang memiliki dua sandal dan
talinya dari neraka, dimana otaknya mendidih karenanya sebagaimana mendidihnya periuk. Ia menyangka,
tidak ada seorang pun yang lebih dahsyat azabnya daripada dirinya, padahal dia adalah orang yang paling
ringan azabnya.‖
567
Yakni yang hanya dimasuki oleh orang yang paling celaka, dimana api itu meliputinya dari berbagai sisi.
568
Dengan hatinya.
569
Yakni berpaling dari mengamalkan dengan anggota badannya. Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan
dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah, ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Setiap umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan.‖ Para sahabat bertanya, ―Wahai Rasulullah,
siapakah orang yang enggan?‖ Beliau menjawab, ―Orang yang taat kepadaku akan masuk surga dan orang
yang mendurhakaiku adalah orang yang enggan.‖
570
Dia mengeluarkannya di jalan Allah bukan karena riya‘ (agar dilihat manusia) maupun sum‘ah (agar
didengar mereka), bahkan maksudnya adalah untuk menyucikan dirinya dari dosa dan aib serta
membersihkan hartanya dengan maksud mencari keridhaan Allah ‗Azza wa Jalla.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 147


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


19. dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya571,

     


20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Mahatinggi.

  


21. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna)572.

Ayat ini menurut Syaikh As Sa‘diy menunjukkan, bahwa apabila dalam infak yang sunah sampai
meninggalkan yang wajib, seperti membayar hutang, menafkahi orang yang ditanggungnya, dsb. maka infak
itu tidak disyariatkan, bahkan tertolak menurut kebanyakan ulama, karena seseorang tidaklah menyucikan
dirinya dengan mengerjakan yang sunah jika sampai meninggalkan yang wajib.
571
Ia telah membalas jasa orang yang telah berbuat baik kepadanya, sehingga infak yang dilakukannya
adalah semata-mata ikhlas karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala, bukan karena membalas jasa orang lain
kepadanya. Menurut kebanyakan mufassir, ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar Ash Shiddiq ketika ia
membeli Bilal yang sedang disiksa karena beriman, lalu ia (Abu Bakar) memerdekakannya, maka orang-
orang kafir berkata, ―Sesungguhnya ia (Abu Bakar) melakukan hal itu adalah karena Bilal pernah berjasa
kepadanya.‖ Maka turunlah ayat ini. Namun demikian, ayat ini berlaku kepada siapa saja, yakni siapa saja
yang mengerjakan amalan seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu, maka dia
akan dijauhkan dari neraka dan akan diberi pahala sebagaimana Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
Abu Bakar adalah seorang yang shiddiq (sangat membenarkan), mulia, dermawan, dan telah mengorbankan
hartanya di jalan Allah dan untuk membela Rasul-Nya shallallahu ‗alaihi wa sallam. Berapa dirham dan
dinar yang telah dia korbankan karena mencari keridhaan Tuhannya, dan tidak ada seorag pun yang berjasa
kepadanya sehingga perlu dibalasnya, bahkan ia memiliki banyak jasa terhadap orang lain, termasuk kepada
para pemimpin kabilah. Oleh karena itu, ketika Abu Bakar berkata tegas kepada Urwah bin Mas‘ud tokoh
Bani Tsaqif pada saat perjanjian Hudaibiyah, lalu Urwah berkata, ―Demi Allah, sesungguhnya kalau bukan
kamu mempunyai jasa terhadapku yang belum aku balas, tentu perkataanmu akan kujawab.‖
Dalam Shahihain disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Barang siapa yang menginfakkan sepasang hartanya di jalan Allah, maka para penjaga surga akan
memanggilnya. Setiap para penjaga pintu akan memanggil, ―Wahai Fulan! Kemarilah.‖
Abu Bakar berkata, ―Wahai Rasulullah, orang itu tidak akan rugi sama sekali, maka Nabi shallallahu ‗alaihi
wa sallam bersabda,

―Aku berharap kamu termasuk orangnya.‖


572
Bisa juga diartikan, ―Dan kelak dia akan ridha,‖ yakni ridha dengan pahala di surga yang diberikan
kepadanya. Bagaimana seseorang tidak ridha dengan ganti berlipat ganda dari Allah Azza wa Jalla
sebagaimana firman-Nya, ―Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas
(karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.‖ (Terj. Qs. Al Baqarah: 261)
Dari ayat 12-21 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) Allah Ta‘ala yang menjamin
menerangkan jalan petunjuk dari jalan kesesatan, oleh karenanya Dia mengutus para rasul dan menurunkan
kitab agar jelas mana yang hak dan mana yang batil, (2) milik Allah dunia dan akhirat, siapa yang
menginginkan keduanya mintalah kepada Allah, dan kebahagiaan di akhirat diraih dengan iman dan takwa,
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 148
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Adh Dhuha (Waktu Dhuha)573


Surah ke-93. 11 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-11: Beberapa nikmat Allah yang dianugerahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam.

 
1. 574 575Demi waktu duha (ketika matahari naik sepenggalahan),

   


2. dan demi malam apabila telah sunyi,

     

sedangkan dunia diraih dengan mengikuti sunnatullah yang Dia tetapkan di sana, (3) keutamaan Abu Bakar
Ash Shiddiq dan bahwa beliau seorang yang dijamin masuk surga.
Selesai tafsir surah Al Lail dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.
573
Di antara kandungan surah ini adalah menyebutkan perhatian Allah Azza wa Jalla kepada Nabi-Nya
shallallahu alaihi wa sallam, nikmat-nikmat-Nya kepadanya, termasuk pula nikmat wahyu kepada Beliau
sekaligus sebagai penguatan hati kepada Beliau, dan mengingatkan kaum mukmin agar mereka bersyukur.
Termasuk kandungan surat Adh Dhuha adalah bahwa bagian akhir kamu lebih baik daripada bagian awalnya,
maka optimislah dan yakinlah kepada Allah.
Ibnu Katsir berkata, ―Dianjurkan bertakbir dari akhir surah Adh Dhuha sampai akhir surah An Naas. Para
ahli qiraa‘at menyebutkan, bahwa hal itu termasuk sunnah yang ada riwayatnya, dan mereka menyebutkan
alasan mengucapkan takbir dari awal surah Adh Dhuha, yaitu bahwa ketika wahyu terlambat turun kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan terputus selama waktu tersebut, kemudian malaikat datang dan
menyampaikan wahyu kepada Beliau, ―Wadh Dhuhaa-Wallaili bidzaa sajaa.‖ Yakni surah Adh Dhuha
sampai akhirnya, maka Beliau bertakbir karena gembira dan senang.‖ Ibnu Katsir berkata pula, ―Riwayat
tersebut tidak diriwayatkan dengan isnad yang dapat dihukumi shahih maupun dha‘if, wallahu a‘lam.‖
574
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Jundub bin Sufyan ia berkata,
―Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah sakit sehingga tidak bangun selama dua atau tiga malam,
lalu ada seorang wanita yang datang berkata, ―Wahai Muhammad, sesungguhnya aku berharap setanmu telah
meninggalkanmu, karena aku tidak melihat dia mendekatimu sejak dua atau tiga malam.‖ Maka Allah ‗Azza
wa Jalla berfirman, ―Wadh dhuhaa—Wallaili idzaa sajaa—Maa wadda‘aka Rabbuka wamaa qalaa.‖ (Hadits
ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Tirmidzi, dan ia berkata, ―Hadits ini hasan shahih,‖ Ahmad, Thayalisi,
Ibnu Jarir, Al Humaidiy, dan Al Khathiib dalam Muwadhdhih Awhaamil Jam‘i wat Tafriiq juz 2 hal. 22).
Al ‗Aufiy meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Al Qur‘an telah turun kepada Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam, lalu Jibril tidak datang beberapa hari, sehingga wajah Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam berubah, lalu kaum musyrik berkata, ―Tuhannya telah meninggalkannya dan membencinya,‖ maka
Allah menurunkan firman-Nya, ―Maa wadda‘aka Rabbuka wamaa qalaa.‖
575
Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan waktu dhuha dan waktu malam ketika telah sunyi untuk
menerangkan perhatian Dia kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 149


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
3. Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad)576 dan tidak (pula) membencimu577.

     


4. dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan578.

576
Maksudnya, ketika turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam terhenti untuk
sementara waktu, orang-orang musyrik berkata, "Tuhannya (Muhammad) telah meninggalkannya dan benci
kepadanya.‖ Maka turunlah ayat di atas untuk membantah perkataan orang-orang musyrik itu, yaitu,
―Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,‖ yakni Allah
Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah meninggalkan Beliau dan membiarkannya sejak Dia mengurus dan
mendidik Beliau, bahkan Dia senantiasa mengurus dan mendidik Beliau dengan pendidikan yang sebaik-
baiknya serta meninggikan Beliau derajat demi derajat.
577
Yakni Dia tidak membencimu sejak Dia mencintaimu. Inilah keadaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam yang dahulu dan yang sekarang; yakni keadaan yang paling sempurna; kecintaan Allah untuk Beliau
dan tetap terus seperti itu serta diangkatnya Beliau kepada kesempurnaan, dan tetap terusnya mendapatkan
perhatian dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Adapun keadaan Beliau pada masa mendatang, maka
sebagaimana firman-Nya, ―Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.‖
578
Maksudnya, bahwa akhir perjuangan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam itu akan menjumpai
kemenangan-kemenangan meskipun permulaannya penuh dengan kesulitan-kesulitan. Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menguatkan agama Beliau, memenangkan Beliau terhadap musuh-musuhnya serta memperbaiki
kondisi Beliau sehingga Beliau mencapai keadaan yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang terdahulu
maupun yang datang kemudian, baik dalam hal keutamaan, kebanggaan, maupun kegembiraan. Sedangkan
di akhirat, maka tidak perlu ditanya tentang keadaan Beliau; keadaan Beliau penuh dengan berbagai
kemuliaan dan kenikmatan. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, ―Dan sungguh, kelak
Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.‖ Pemberian-Nya yang
besar tidak mungkin diungkapkan selain dengan kata-kata itu.
Di antara mufassir ada yang menafsirkan ‗akhirat‘ dengan kehidupan akhirat beserta segala kenikmatannya,
dan ‗ula‘ dengan kehidupan dunia. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam menjadi orang
yang paling zuhud terhadap dunia, dan pada akhir usianya Beliau ditawarkan antara hidup kekal di dunia
sampai akhirnya lalu masuk surga dengan kembali kepada Allah Azza wa Jalla, maka Beliau lebih memilih
apa yang ada di sisi Allah Azza wa Jalla daripada dunia yang rendah ini.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Sa‘id Al Khudri
radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

―Sesungguhnya seorang hamba diberi pilihan oleh Allah antara diberikan oleh-Nya kenikmatan dunia yang
ia mau dengan kenikmatan (di akhirat) yang disiapkan di sisi-Nya, namun ia memilih memilih kenikmatan di
sisi-Nya.‖
Maka Abu Bakar menangis dan berkata, ―Biarlah kami tebus engkau dengan ayah dan ibu kami.‖
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‗anhu ia berkata, ―Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam tidur di atas tikar sehingga membekas di rusuknya. Ketika Beliau bangun, aku segera
mengusap rusuknya dan berkata, ―Wahai Rasulullah, tidakkah engkau mengizinkan kami menghamparkan
sesuatu di atas tikar itu?‖ Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Apa urusanku dengan dunia? Ada apa aku dengan dunia? Sesungguhnya perumpamaanku dengan dunia
adalah seperti orang yang menaiki kendaraan lalu berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian berangkat dan
pergi meninggalkannya.‖ (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah, Tirmidzi berkata,
―Hasan shahih.‖).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 150


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


5. 579Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau
menjadi puas.

    


6. 580Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu)581.

   

579
Al Hafizh Ibnu Katsir berkata, ―Imam Abu ‗Amr Al Auza‘i berkata (meriwayatkan) dari Isma‘il bin
Ubaidullah bin Abul Muhajir Al Makhzumiy dari Ali bin Abdullah bin Abbas dari bapaknya ia berkata:
Ditunjukkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam segala sesuatu dari perbendaharaan yang akan
ditaklukkan untuk umatnya satu persatu, Beliau pun bergembira dengannya, maka Allah menurunkan ayat,
―Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.‖
Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memberikan kepada Beliau di surga sejuta istana,
dimana masing-masing istana ada istri-istri dan pelayan-pelayan yang layak untuk Beliau.‖ (Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari jalannya, dan ini adalah isnad yang shahih sampai kepada Ibnu
Abbas).
Syaikh Muqbil berkata, ―Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Jarir sebagaimana dikatakan Al Haafizh
Ibnu Katsir juz 30 hal. 232 dari dua jalan dari Al Auza‘iy, dimana pada salah satunya ada ‗Amr bin Hasyim
Al Bairutiy rawi yang meriwayatkan dari Al Auza‘iy, dan dia dha‘if, sedangkan pada jalan yang lain ada
Rawwad bin Al Jarrah yang diperselisihkan. Saya kira, orang yang mentsiqahkannya adalah karena
kejujurannya dan agamanya, sedangkan orang yang mencacatkannya karena ia adalah seorang yang
mukhtalith (bercampur hapalannya). Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Hakim dan ia menshahihkannya
juz 2 hal. 526, dan Adz Dzahabiy mengomentarinya dengan berkata, ―‘Isham bin Rawwad menyendiri
dengan hadits itu dari bapaknya, sedangkan ia didhaifkan.‖ Thabrani juga meriwayatkan dalam Al Kabir dan
Al Awsath, Al Haitsami berkata, ―Sedangkan dalam riwayat di Al Awsath disebutkan: Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, ―Ditunjukkan kepadaku segala sesuatu yang akan ditaklukkan untuk umatku
setelahku sehingga membuatku senang.‖ Maka Allah menurunkan ayat, ―Dan sungguh, yang kemudian itu
lebih baik bagimu daripada yang permulaan.‖ Lalu disebutkan sama seperti dalam hadits sebelumnya,
namun di sana terdapat Mu‘awiyah bin Abul ‗Abbas yang aku (Haitsami) tidak mengenalnya, sedangkan
para perawi yang lain adalah tsiqah, dan isnad dalam Al Kabir adalah hasan.‖
Syaikh Muqbil juga berkata, ―Abu Nu‘aim juga meriwayatkan dalam Al Hilyah juz 3 hal. 212 dari Thabrani
dan di sana terdapat ‗Amr bin Hasyim Al Bairutiy, selanjutnya ia berkata, ―Hadits ini gharib dari hadits Ali
bin Abdullah bin ‗Abbas, dimana tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Isma‘il. Dan Sufyan ats
Tsauriy meriwayatkan hadits itu dari Al Auza‘i dari Ismail seperti itu.‖ (lihat Ash Shahihul Musnad karya
Syaikh Muqbil hal. 267-268).
Termasuk di antara pemberian Allah Azza wa Jalla kepada Beliau adalah sungai Al Kautsar yang bagian
pinggirnya terdapat kubah-kubah dari mutiara yang berongga, tanahnya adalah minyak kesturi yang sangat
wangi.
580
Apa yang disebutkan dalam ayat ini dan setelahnya merupakan bukti perhatian Allah Subhaanahu wa
Ta'aala kepada Beliau.
581
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mendapati Beliau dalam keadaan yatim-piatu; Beliau ditinggal wafat oleh
ayahnya pada saat Beliau masih dalam perut ibunya, dan ditinggal wafat ibunya pada saat Beliau berusia 6
tahun. Dengan demikian, ibu dan bapaknya wafat ketika Beliau tidak bisa mengurus diri Beliau, maka Allah
Subhaanahu wa Ta'aala melindunginya, menyerahkan kepada kakeknya Abdul Muththalib, dan setelah
kakeknya wafat pada saat usia Beliau delapan tahun, Allah menyerahkan kepada pamannya Abu Thalib
sampai Beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, lalu Abu Thalib wafat menjelang Beliau hijrah ke Madinah,
kemudian Allah Subhaanahu wa Ta'aala membantu Beliau dengan pertolongan-Nya kemudian dengan kaum
mukmin. Ini semua termasuk perlindungan Allah Azza wa Jalla kepada Beliau shallallahu ‗alaihi wa sallam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 151


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
7. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung582, lalu Dia memberikan petunjuk.

   


8. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan 583.

    


9. Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang584.

    


10. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardik(nya)585.

582
Yang dimaksud dengan bingung di sini ialah kebingungan untuk mendapatkan kebenaran yang tidak bisa
dicapai oleh akal; Beliau tidak tahu apa itu kitab dan apa itu iman (lihat QS. Asy Syuuraa: 52), lalu Allah
Subhaanahu wa Ta'aala mengajarkan kepada Beliau apa yang Beliau tidak ketahui; menurunkan wahyu
kepada Beliau, dan memberikan Beliau taufiq kepada amal dan akhlak yang paling baik.
583
Yakni membuatmu qana‘ah (puas dan menerima apa adanya). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:

―Kaya itu bukanlah dengan banyaknya harta. Akan tetapi, kaya itu dengan kecukupan (kepuasan) jiwa.‖
(HR. Muslim)
Allah Subhaanahu wa Ta‘ala juga mencukupkan Beliau dengan harta Khadijah dan harta Abu Bakar Ash
Shiddiq radhiyallahu ‗anhuma.
Menurut Ibnu Katsir, maksudnya Allah mencukupkanmu sehingga tidak butuh kepada selain-Nya, sehingga
berkumpul pada diri Beliau antara kedudukan seorang fakir yang bersabar dan seorang yang kaya yang
bersyukur -semoga shalawat Allah dan salam-Nya terlimpah kepada Beliau-.
Atau maksudnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala mencukupkan Beliau dengan menaklukkan berbagai negeri
untuk Beliau, dimana harta dan hasilnya diperuntukkan kepada Beliau. Oleh karena Dia (Allah) telah
melimpahkan berbagai kenikmatan itu, maka hadapilah nikmat-Nya itu dengan disyukuri.
584
Yakni jangan bergaul secara buruk terhadapnya, janganlah dadamu merasa sempit terhadapnya dan
janganlah membentaknya, bahkan muliakanlah, berikanlah kemudahan untuknya, dan berbuatlah
terhadapnya sesuatu yang engkau suka jika anakmu diperlakukan seperti itu.
Menurut Ibnu katsir, maksudnya sebagaimana Allah telah melindungimu ketika kamu yatim, maka janganlah
kamu hardik anak yatim, yakni jangan kamu menghinakannya, membentaknya, dan merendahkannya. Akan
tetapi berbuat baiklah kepadanya dan bersikap lembutlah kepadanya. Qatadah berkata, ―Jadilah kamu
terhadap anak yatim seperti seorang ayah yang sayang.‖
Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata, "Menyayangi anak kecil, memeluknya, menciumnya, dan
bersikap lembut kepadanya termasuk amalan yang diridhai Allah dan mendatangkan pahala." (Syarh Shahih
Bukhari 9/211)
585
Yakni jangan sampai keluar dari mulutmu ucapan yang mengandung penolakan terhadap permintaannya
dengan bentakan dan sikap yang buruk, bahkan berikanlah kepadanya apa yang mudah bagimu atau tolaklah
dengan cara yang baik dan ihsan.
Kata saa‘il (meminta) di sini menurut Syaikh As Sa‘diy, termasuk pula yang meminta harta dan yang
meminta ilmu (bertanya). Oleh karena itu, pengajar atau guru diperintahkan berakhlak mulia kepada
penuntut ilmu, memuliakannya, dan menaruh rasa kasihan kepadanya, karena yang demikian dapat
membantu maksudnya serta memuliakan orang yang berniat menyebarkan manfaat bagi hamba dan dunia.
Namun dikecualikan jika penanya tidak bermaksud baik, seperti hendak membenturkan pendapat yang satu
dengan pendapat yang lain, maka seorang guru berhak memarahinya seperti mengatakan ‗wahai fulan,
bertakwalah kepada Allah, bukankah engkau telah bertanya kepada fulan yang alim, tetapi kenapa engkau
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 152
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


11. Dan terhadap nikmat Tuhanmu586, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)587.

bertanya kepadaku juga? Apakah engkau hendak bermain-main dengan agama Allah? Apakah yang engkau
inginkan adalah agar fatwa sesuai seleramu sehingga engkau diam, namun jika tidak sesuai seleramu engkau
terus bertanya. Dalam hal ini memarahinya atau membentaknya tidak mengapa sebagai pemberian adab
kepadanya. Demikian pula orang yang meminta-minta jika ia sudah mampu, maka berhak untuk dimarahi
atau dibentak. (Lihat Tafsir Juz Amma karya Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pada tafsir surah Adh
Dhuha)
Menurut Ibnu Katsir, maksudnya sebagaimana kamu sebelumnya bingung, lalu Allah memberimu hidayah,
maka janganlah membentak orang yang bertanya tentang ilmu yang maksudnya meminta bimbingan.
Menurut Ibnu Ishaq, maksudnya janganlah kamu bersikap kejam, sombong, keras, dan kasar terhadap kaum
lemah di antara hamba-hamba Allah.
Menurut Qatadah, maksudnya tolaklah orang miskin (jika tidak bisa memberi) dengan rasa sayang dan lemah
lembut.
586
Baik nikmat agama maupun nikmat dunia.
587
Yakni pujilah Allah terhadapnya dan sebutlah nikmat itu jika ada maslahatnya. Hal itu, karena menyebut-
nyebut nikmat Allah dapat membantu untuk bersyukur, membuat hati mencintai yang memberikannya, yaitu
Allah Subhaanahu wa Ta'aala, karena hati itu dijadikan cinta kepada yang berbuat baik kepadanya.
Menyebut nikmat ini sebagai bentuk syukur dan bukan bermaksud untuk berbangga-bangga di hadapan
manusia yang merupakan perkara tercela.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Menyebut-nyebut nikmat Allah adalah bersyukur, meninggalkannya adalah kufur. Barang siapa tidak
bersyukur terhadap yang sedikit, maka dia tidak akan bersyukur kepada yang banyak. Barang siapa yang
tidak bersyukur kepada manusia, maka dia tidak akan bersyukur kepada Allah. Berjamaah adalah berkah,
sedangkan berpecah adalah azab.‖ (HR. Baihaqi dalam Asy Syu‘ab, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam
Shahihul Jaami‘ no. 3014)
Dari ayat 1-11 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) dunia tidak lepas dari
ketidaknyamanan, (2) menerangkan tingginya derajat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, (3)
disyariatkan mengingat nikmat agar membantu seseorang bersyukur, (4) wajibnya bersyukur dengan
mengarakan nikmat untuk hal-hal yang diridhai Allah Azza wa Jalla, (5) Allah senang ketika seorang hamba
memperhatikan nikmat-Nya.
Selesai tafsir surah Adh Dhuha dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 153


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Asy Syarh (Melapangkan Dada) 588


Surah ke-94. 8 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-8: Kedudukan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan ketinggian
derajatnya, serta perintah Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam agar terus berjuang dengan ikhlas dan tawakkal.

    


1. 589Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)590?,

   


2. Dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu591,

   


3. yang memberatkan punggungmu,

   


4. Dan Kami tinggikan sebutan (nama)mu592 bagimu.

588
Di antara kandungan surah ini adalah menyebutkan penyempurnaan nikmat kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam dengan disingkirkan beban dan kesulitan dari Beliau serta dilapangkan dada Beliau.
589
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman menyebutkan nikmat-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi
wa sallam.
590
Yakni dengan kenabian dan lainnya. Menurut Syaikh As Sa‘diy maksudnya adalah, ―Bukankah Kami
telah meluaskan dadamu untuk menerima syariat agama dan berdakwah kepada Allah, memiliki sifat
berakhlak mulia, menghadap (hati) kepada akhirat, dan memudahkan kebaikan, sehingga tidak menjadi
sempit dan berat seperti orang yang tidak tunduk kepada kebaikan dan hampir tidak ditemukan kelapangan.‖
Menurut Ibnu Katsir, maksudnya, bukankah Kami telah menyinari dadamu dan menjadikannya lapang dan
luas. Ayat ini sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al An‘aam: 125. Demikian pula, sebagaimana Allah
telah melapangkan dadanya, Dia juga menjadikan syariatnya lapang dan luas, ringan, dan mudah, tidak ada
kesulitan dan kesempitan di dalamnya.
Menurut Ibnu Utsaimin, melapangkan dada Beliau untuk menerima hukum Allah baik yang syar‘i maupun
yang qadari (seperti musibah).
Kalimat pertanyaan pada ayat di atas disebut istifham taqrir (menetapkan) dan fi‘il yang ditetapkan adalah
fi‘il madhi (kata kerja lampau) yang diawali ‗qad‘ (telah) sehingga artinya ‗Kami telah melapangkan
dadamu‘.
591
Wizr di ayat ini bisa diartikan dengan ‗dosa‘, yakni ―Bukankah Kami telah menggugurkan dosamu.‖ Hal
ini sebagaimana firman Allah Ta‘ala, ―Agar Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah
lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan
yang lurus,‖ (Terj. QS. Al Fat-h: 2). Ada pula yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan beban di sini
adalah kesusahan-kesusahan yang diderita Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
menyampaikan risalah.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 154


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


5. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,

    


6. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan593.

   


7. 594Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras untuk (urusan
yang lain)595,

592
Meninggikan nama Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam di sini maksudnya ialah meninggikan
derajat dan mengikutkan nama Beliau dengan nama Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam kalimat syahadat,
azan dan iqamat, tasyahhud dalam shalat, khutbah, dan lain-lain serta menjadikan taat kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk taat kepada Allah. Di samping itu, Beliau sangat dicintai, dimuliakan
dan dibesarkan di hati umatnya setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
Mujahid berkata, ―Maksudnya ―Aku tidak disebut melainkan Engkau juga disebut bersama-Ku, (contohnya),
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah.‖
Qatadah berkata, ―Allah meninggikan sebutan(nama)nya di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, tidaklah
seorang khatib, orang yang bersyahadat, dan orang yang shalat kecuali menyerukan, ‗Aku bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
Allah.‖
593
Ini merupakan kabar gembira untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan umatnya, yaitu
bahwa setiap kali Beliau mendapatkan kesulitan, maka Beliau akan mendapatkan kemudahan setelahnya, dan
bahwa betapa pun besar kesusahan yang Beliau alami, maka setelahnya Beliau akan merasakan kemudahan.
Oleh karena itu, sebelumnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merasakan kesulitan dan penderitaan dari
orang-orang kafir, selanjutnya Beliau mendapatkan kemudahan dengan diberi-Nya kemenangan atas mereka.
Kemudahan setelah kesulitan juga ada dalam syariat, sehingga ada kaidah fiqih ‗idzaa dhaaqal amrut tasa‘a‘
(ketika perkara semakin sulit, maka keadaan menjadi lapang) misalnya dalam hal shalat, ketika tidak mampu
berdiri, boleh sambil duduk, dan jika tidak mampu duduk maka boleh sambil berbaring. Dalam hal puasa,
boleh berbuka ketika sakit dan ketika safar, dan wajibnya haji bagi yang mampu.
594
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Rasul-Nya, demikian pula kaum mukmin
untuk bersyukur kepada-Nya dan mengerjakan kewajiban dari nikmat itu.
595
Sebagian mufassir menafsirkan, bahwa apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah, maka
beribadahlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka kerjakanlah urusan
akhirat, atau apabila kamu telah selesai dari kesibukan dunia, maka bersungguh-sungguhlah dalam beribadah
dan berdoa. Menurut Ibnu Mas‘ud, maksudnya adalah apabila kamu telah selesai mengerjakan kewajiban,
maka kerjakanlah qiyamullail. Menurut Adh Dhahhak, maksudnya apabila kamu telah selesai berjihad, maka
kerjakanlah ibadah. Ada pula yang berpendapat, bahwa maksudnya adalah, apabila kamu telah selesai
mengerjakan shalat, maka berdoalah. Orang yang berpendapat demikian, berdalih dengan ayat ini, bahwa
disyariatkan berdoa dan berdzikr setelah shalat fardhu.
Faedah:
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Di antara sesuatu yang berbahaya bagi seorang hamba adalah
menganggur dan tidak ada kegiatan, karena jiwa itu selalu ingin melakukan aktifitas. Jika tidak disibukkan
dengan hal yang bermanfaat, maka ia bisa disibukkan dengan sesuatu yang membahayakannya. Itu adalah
hal yang tidak dapat dipungkiri." (Thariqul Hijratain 1/275).
Jika seorang bertanya, ―Jika aku terus melanjutkan aktifitas setelah melakukan sebuah aktifitas tentu aku
akan bosan?‖ Jawab: Sesungguhnya istirahatmu untuk membuat dirimu segar dan semangat lagi dianggap
sebagai aktifitas, karena beraktifitas tidak selamanya harus bergerak. Oleh karena itu, jika engkau istirahat
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 155
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


8. dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap596.

agar semangat melakukan aktifitas yang baru, maka dianggap beramal. Yang penting engkau isi hari-harimu
dengan amal dan kesungguhan.‖ (Lihat Tafsir Juz Amma karya Syaikh Ibnu Utsaimin)
596
Yakni perbesarlah harapanmu agar doamu dikabulkan dan ibadahmu diterima, dan janganlah engkau
termasuk orang yang apabila telah selesai melakukan sesuatu, ia malah bermain-main dan berpaling dari
Tuhan mereka dan dari mengingat-Nya sehingga engkau termasuk orang-orang yang rugi. Menurut Ats
Tsauriy, maksudnya adalah jadikanlah niat dan harapanmu kepada Allah ‗Azza wa Jalla. Intinya gantungkan
hatimu kepada Allah Azza wa Jalla dalam semua urusanmu dan yakinlah bahwa jika engkau bergantung
kepada Allah Azza wa Jalla, maka Dia akan mempermudah semua urusanmu.
Dari ayat 1-8 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) kemuliaan yang Allah berikan kepada
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dengan melapangkan dadanya, mengampuni dosanya, dan
mengangkat namanya, (2) lapangnya dada untuk menerima agama dan memikul gangguan di jalan Allah
merupakan nikmat yang besar, (3) setelah kesulitan ada kemudahan, (4) kehidupan seorang mukmin tidak
ada yang sia-sia atau main-main, atau kosong dari aktifitas.
Selesai tafsir surah Asy Syarh dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 156


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah At Tiin (Buah Tin) 597


Surah ke-95. 8 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-8: Manusia diciptakan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam bentuk yang sebaik-
baiknya, yang menjadi pokok kemuliaan manusia adalah iman dan amal saleh, dan
menetapkan adanya kebangkitan.

  


1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun598,

  


2. demi gunung Sinai599,

   


3. dan demi negeri (Mekah) yang aman ini600,

597
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan kedudukan manusia dan kemuliaannya jika mengikuti
agama Islam dan kerendahannya jika meninggalkan agama Islam, dimana sebelumnya Allah azza wa Jalla
bersumpah dengan beberapa tempat turunnya wahyu.
Malik dan Syu‘bah meriwayatkan dari Addi bin Tsabit, dari Barra‘ bin ‗Azib, ia berkata, ―Nabi shallallahu
‗alaihi wa sallam dalam safarnya membaca Wat tiini waz zaitun dalam salah satu rakaat itu. Aku tidak
mendengar seorang yang lebih baik suaranya dan bacaannya daripada Beliau.‖ (HR. Jamaah Ahli Hadits).
598
Yang dimaksud dengan Tin menurut sebagian mufassir ialah tempat tinggal Nabi Nuh, yaitu Damaskus
yang banyak pohon Tin; dan Zaitun ialah Baitul Maqdis yang banyak tumbuh pohon Zaitun. Menurut Ibnu
Abbas –melalui riwayat Al Aufi-, bahwa ‗Tin‘ maksudnya masjid Nabi Nuh ‗alaihissalam yang berada di
atas bukit Judi. Menurut Mujahid, maksud ‗Tin‘ adalah (buah) tin kamu ini. Sedangkan maksud Zaitun,
menurut Ka‘ab Al Ahbar, Qatadah, Ibnu Zaid dan lainnya adalah masjid Baitul Maqdis. Adapun menurut
Mujahid dan Ikrimah, bahwa maksud ‗Zaitun‘ adalah buah zaitun yang kamu peras (minyaknya). Menurut
Abu Bakar Al Jaza'iri, bahwa Zaitun adalah buah yang daripadanya dikeluarkan minyak.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan kedua pohon itu karena banyaknya manfaat pada pohon
dan buahnya, dan karena biasa tumbuh di negeri Syam; negeri tempat kenabian Isa putera Maryam‘alaihis
salam.
599
Bukit Sinai adalah bukit tempat Nabi Musa ‗alaihis salam diajak bicara oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala
dan menerima wahyu dari-Nya (sebagaimana dikatakan Ka‘ab Al Ahbar dan lainnya). Sinin artinya yang
diberkahi atau indah karena pohon-pohon yang berbuah.
600
Yang merupakan negeri tempat kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Subhaanahu wa
Ta'aala bersumpah dengan tempat-tempat yang mulia tersebut yang dari sana diutus nabi-nabi yang utama
dan mulia pembawa syariat yang besar. Tempat dimana banyak pohon Tin dan Zaitun adalah Baitulmaqdis,
yang di sana Allah Subhaanahu wa Ta'ala mengutus Nabi Isa 'alaihis salam. Di bukit Sinai, Allah Azza wa
Jalla berbicara langsung dengan Nabi Musa 'alaihis salam dan mengangkatnya sebagai rasul, sedangkan di
kota yang aman (Mekkah), Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 157


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


4. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya601,

    


5. kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)602,

         
6. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh603; maka mereka akan mendapat
pahala yang tidak ada putus-putusnya604.

    

Dengan demikian, Allah Subhaanahu wa Ta'ala bersumpah dengan tempat-tempat yang mulia ini, dari
tempat yang mulia, lalu ke tempat yang lebih mulia daripada sebelumnya, kemudian tempat yang lebih mulia
daripada keduanya.
Isi sumpahnya adalah apa yang disebutkan dalam ayat selanjutnya.
601
Yakni sempurna dan seimbang fisiknya serta sesuai letak anggota badannya. Oleh karena itu, manusia
adalah makhluk yang fisiknya paling baik dibanding makhluk-makhluk bumi lainnya. Namun sayang,
nikmat yang besar ini tidak disyukuri oleh kebanyakan manusia. Kebanyakan mereka berpaling dari sikap
syukur, sibuk dengan permainan dan yang melalaikan, dan lebih senang dengan perkara yang hina dan
rendah, sehingga Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengembalikan mereka ke tempat yang paling rendah, yaitu
neraka yang merupakan tempat para pelaku maksiat yang durhaka.
602
Maksudnya adalah neraka, sebagaimana yang dinyatakan oleh Mujahid, Abul 'Aliyah, Al Hasan, Ibnu
Zaid, dan lain-lain. Maksud ayat ini adalah setelah penciptaan yang bagus ini dan penampilan yang indah,
lalu tempat kembali mereka ke neraka jika mereka tidak taat kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya. Oleh
karena itulah, pada ayat setelahnya Allah berfirman, "Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya." Dengan demikian ayat di atas seperti
firman Allah Ta'ala di surat Al 'Ashr ayat 1-3.
Ada pula yang menafsirkan ―ke tempat yang serendah-rendahnya,‖ dengan masa tua, pikun dan lemah.
Menurut Ibnu Abbas, maksud firman Allah Ta'ala, "Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang
serendah-rendahnya," adalah Dia mengembalikan mereka kepada usia yang paling buruk (pikun). Abu
Bakar Al Jaza'iriy juga berpendapat demikian, ia berkata, "Yakni kembali kepada usia yang paling buruk
sehingga ia pun pikun, dan keadaannya menjadi tidak tahu lagi yang sebelumnya tahu."
Meskipun demikian, menurut Ikrimah, orang yang menghimpun Al Qur'an (menghapalnya), maka tidak akan
dikembalikan kepada usia yang paling buruk.
Menurut Al Jaza'iriy ketika menafsirkan ayat di atas, bahwa apa yang dilakukan oleh orang-orang yang
beriman, berupa menjalankan kewajiban dan amalan sunah, semua ketataan dan berbagai bentuk ibadah,
maka tidak akan putus pahalanya meskipun mereka telah tua dan tidak sanggup lagi melakukannya secara
maksimal ketika telah tua dan pikun, berbeda dengan orang kafir dan fasik, maka mereka tidak memiliki
amal yang berlanjut, kecuali mereka yang mencontohkan keburukan, maka dosanya tidak akan berhenti
ketika orang-orang mengikutinya.
603
Maka mereka tidak dikembalikan ke tempat serendah-rendahnya (neraka).
604
Mereka memperoleh kenikmatan yang penuh, kegembiraan yang berturut-turut, kesenangan yang banyak
selama-lamanya. Di surga mereka akan hidup selamanya, sehat selamanya, senang dan bahagia selamanya,
muda selamanya, dan apa saja yang mereka inginkan ada di hadapan tanpa susah payah memperolehnya.
Inilah kesuksesan yang sesungguhnya. Kita meminta kepada Allah surga-Nya dan berlindung kepada-Nya
dari neraka, aamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 158


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
7. Maka apa yang menyebabkan (mereka) mendustakanmu (tentang) hari pembalasan setelah
(adanya keterangan-keterangan) itu605?

    


8. Bukankah Allah hakim yang paling adil?606

605
Yakni setelah mereka tahu bahwa manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya, lalu
dikembalikan-Nya kepada keadaan yang paling rendah dimana pada semua itu terdapat dalil yang
menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala berkuasa membangkitkan.
606
Yakni bukankah hikmah (kebijaksanaan)-Nya menghendaki untuk tidak membiarkan makhluk ciptaan-
Nya begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang serta tanpa diberikan balasan? Bukankah Allah
Subhaanahu wa Ta'aala yang menciptakan manusia secara bertahap dan mengirimkan berbagai kenikmatan
yang tidak dapat mereka jumlahkan serta mengurus mereka dengan pengurusan yang sebaik-baiknya pasti
akan mengembalikan mereka ke tempat terakhir mereka menetap? Dan bukankah Allah Subhaanahu wa
Ta'aala hakim yang paling adil dan tidak pernah berbuat zalim kepada seorang pun? Ya, benar kami menjadi
saksi terhadap hal itu.
Ada pula yang menafsirkan ayat di atas, ―Maksudnya bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya yang tidak
pernah berbuat zalim, dimana di antara keadilan-Nya Dia mengadakan hari pembalasan, yang di sana orang-
orang yang terzalimi dibela-Nya.‖
Di antara kandungan surah At Tiin
1. Manfaat buah Tin dan Zaitun, dan anjuran menanam dua pohon ini serta memperhatikannya.
2. Keutamaan Syam dan Mekkah. Syam meliputi Suriah, Yordania, Palestina, dan Libanon.
3. Karunia Allah kepada manusia dengan menjadikannya dalam bentuk dan rupa yang sebaik-baiknya.
4. Karunia Allah kepada seorang muslim, yaitu ketika Dia memanjangkan usianya, lalu ia menjadi tua dan
pikun, maka amal yang biasa dikerjakan di masa mudanya tetap dicatat oleh-Nya.
Hal ini sejalan dengan yang disebutkan dalam hadits,

"Apabila seorang hamba sakit atau bersafar, maka akan dicatat amal yang biasa dikerjakan ketika
mukim dan sehat." (HR. Bukhari)
5. Martabat manusia tetap eksis ketika beriman dan beramal saleh atau bertakwa.
6. Anjuran mengucapkan "Balaa wa anaa 'ala dzaalika minasy syahidin" setelah membaca surat At Tiin.
(Namun hadits yang menjelaskan perintah mengucapkan hal ini didhaifkan oleh Al Albani, lihat Sunan
Abi Dawud 1/234 Maktabah 'Ashriyyah, Shaida Beirut).
Selesai tafsir surah At Tiin dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 159


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al ‘Alaq (Segumpal Darah) 607


Surah ke-96. 19 ayat. Surah Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
dan bahwa baca tulis adalah kunci ilmu pengetahuan.

     


1. 608Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu609 yang menciptakan610,

607
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan sempurnanya seseorang dengan ilmu dan wahyu yang
mendorong seseorang kembali, tunduk, dan bergantung kepada Allah Azza wa Jalla, dan kekurangan
seseorang adalah ketika meninggalkan hal itu.
608
Surah ini adalah surah yang pertama kali turun kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam; turun pada
awal-awal kenabian ketika Beliau tidak mengetahui apa itu kitab dan apa itu iman. Surah ini merupakan
rahmat dan nikmat paling besar yang pertama turun kepada manusia di zaman Jahiliyyah. Jibril ‗alaihis
salam datang kepada Beliau membawa wahyu dan menyuruh Beliau membaca, ia berkata, ―Bacalah‖.
Dengan terperanjat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, ―Saya tidak dapat membaca.‖ Beliau
lalu direngkuh oleh Malaikat Jibril hingga merasakan kepayahan, lalu dilepaskan sambil disuruh
membacanya sekali lagi, ―Bacalah.‖ Tetapi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam masih tetap menjawab,
―Aku tidak dapat membaca.‖ Begitulah keadaan berulang sampai tiga kali, dan pada ketiga kalinya Jibril
berkata kepadanya, ―Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan--Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah--Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah--Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam--Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Terj. QS. Al ‗Alaq:
1-5).
Ayat ini menunjukkan tingginya kedudukan ilmu dalam Islam karena ayat yang pertama turun ini merupakan
ajakan kepada kita untuk belajar. Ayat ini dan setelahnya juga mengingatkan kita kepada awal penciptaan
manusia yaitu dari segumpal darah, demikian pula menunjukkan kemurahan Allah Ta‘ala; Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya, dan menunjukkan bahwa kemuliaan manusia terletak pada
ilmu. Dengan ilmu, Adam ‗alaihissalam dilebihkan di atas para malaikat. Dan ilmu itu terkadang ada pada
akal pikiran, terkadang pada lisan, dan terkadang dalam tulisan.
Imam Ahmad, Bukhari dan Musllim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‗anha ia berkata,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 160


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

―Permulaan wahyu yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam adalah dengan mimpi yang
benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau
dijadikan senang menyendiri, lalu Beliau mendatangi gua Hira dan bertahannuts, yakni beribadah di sana
beberapa malam dan menyiapkan bekal untuk itu. Selanjutnya Beliau kembali menemui Khadijah dan
berbekal kembali, sehingga tiba saatnya wahyu turun ketika Beliau berada di gua Hira‘. Ketika itu, malaikat
(Jibril) datang dan berkata, ―Bacalah!‖ Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam menjawab, ―Aku tidak bisa
membaca,‖ (Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam mengatakan, lalu malaikat itu mememegangku dan
mendekapku dengan kuat, kemudian melepaskan dan berkata, ―Bacalah!‖ Beliau menjawab, ―Aku tidak bisa
membaca,‖ maka malaikat itu mememegangku dan mendekapku dengan kuat untuk yang kedua kalinya,
kemudian melepaskanku dan berkata, ―Bacalah!‖ Beliau menjawab, ―Aku tidak bisa membaca,‖ lalu
malaikat itu mendekapku dengan kuat untuk yang ketiga kalinya kemudian melepaskanku dan berkata,
―Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan,‖ (Terj. QS. Al Alaq: 1) sampai pada ayat, ―Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya,‖ (Terj. QS. Al Alaq: 5). Selanjutnya Beliau pulang
membawa wahyu itu dalam keadaan bergemetar hatinya sampai Beliau menemui Khadijah dan berkata,
―Selimutilah aku! Selimutilah aku!‖ Lalu Beliau diselimuti sehingga hilang rasa takutnya, kemudian Beliau
bersabda, ―Wahai Khadijah! Apa yang terjadi denganku?‖ Selanjutnya Beliau menceritakan apa yang
dialaminya kepada Khadijah, dan berkata, ―Aku mengkhawatirkan sesuatu terhadap diriku.‖ Maka Khadijah
berkata, ―Sekali-kali tidak. Bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selama-lamanya.
Sesungguhnya engkau menyambung tali silaturrahim, berkata jujur, memikul beban orang lain, menjamu
tamu, dan menolong para wakil yang berada di atas kebenaran.‖ Kemudian Khadijah membawa Beliau
kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‗Uzza bin Qushay yang merupakan sepupu Khadijah dari
pamannya. Ia adalah seorang yang beragama Nasrani di zaman Jahiliyyah dan biasa menulis al kitab dengan
bahasa Ibrani dan menulis Injil dengan bahasa Arab sesuai yang dikehendaki Allah. Ia seorang yang sudah
sangat tua dan matanya telah buta, lalu Waraqah berkata kepada Beliau, ―Wahai putera saudaraku, apa yang
engkau lihat?‖ Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberitahukan apa yang dilihatnya, lalu
Waraqah berkata, ―Ini adalah Namus (malaikat Jibril) yang pernah diturunkan kepada Musa. Wahai kiranya
aku sebagai seorang pemuda yang kuat dan masih hidup ketika kaummu mengusirmu.‖ Maka Rasulullah
shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Apakah mereka akan mengusirku?‖ Waraqah berkata, ―Ya. Tidak
ada seorang pun yang datang membawa apa yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi, dan jika aku
menemukan harimu itu, tentu aku akan menolongmu dengan sekuat tenaga.‖ (Aisyah berkata) Namun tidak
lama kemudian Waraqah wafat dan wahyu pun terputus sehingga Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersedih seperti berita yang sampai kepada kami. Beliau pergi beberapa kali dan ingin menjatuhkan diri dari
puncak gunung. Setiap kali, Beliau sampai ke puncak gunung untuk menjatuhkan dirinya, maka malaikat
Jibril muncul dan berkata, ―Wahai Muhammad! Engkau adalah benar-benar utusan Allah,‖ maka karena
ucapan itu hati Beliau menjadi tenang dan dirinya pun puas, kemudian Beliau kembali. Ketika wahyu
terlambat turun, Beliau melakukan hal yang sama, dan pada saat Beliau telah mencapai puncak gunung,
maka malaikat Jibril tampil dan berkata hal yang sama.‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 161


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah611.

   


3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia612.

   


4. Yang mengajar (manusia) dengan pena613.

     


5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya614.

609
Yakni bacalah sambil menyebut nama Allah atau bacalah sambil memohon pertolongan dengan nama
Allah.
610
Yakni yang menciptakan semua makhluk. Pada ayat selanjutnya disebutkan secara khusus manusia di
antara sekian ciptaan-Nya. Ayat ini merupakan dalil bahwa setiap pekerjaan yang baik hendaknya dimulai
dengan menyebut nama Allah, seperti berwudhu, mandi, makan, minum, menyembelih hewan, berburu,
menaiki kendaraan, meruqyah, membaca Al Qur'an di awal surat, masuk dan keluar masjid, mengunci pintu
dan menutup wadah air, masuk dan keluar rumah, menulis surat, pada saat dzikr pagi dan petang, berjima‘
dan sebagainya. Pengucapan basmalah atas tasmiyah ini, di antara tujuannya adalah untuk mengambil berkah
dan agar pekerjaan yang dilakukan sempurna dan diterima, lihat pula tafsir basmalah di awal surah Al
Fatihah.
611
Oleh karena itu, yang telah menciptakan manusia dan memperhatikannya dengan mengurusnya, tentu
akan mengaturnya dengan perintah dan larangan, yaitu dengan diutus-Nya rasul dan diturunkan-Nya kitab.
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menerangkan penciptaan manusia dari segumpal darah, di ayat lain Dia
menerangkan penciptaan manusia dari tanah, di ayat lain Dia menerangkan penciptaan manusia dari tanah
yang basah (lumpur), di ayat lain Dia menerangkan penciptaan manusia dari tanah liat seperti tembikar, di
ayat lain Dia menerangkan penciptaan manusia dari air yang memancar, dan di ayat lain Dia menerangkan
penciptaan manusia dari air yang hina. Ini semua tidaklah bertentangan, karena Allah Azza wa Jalla
menerangkan penciptaan manusia dari beberapa sisi. Dia menciptakan manusia dari tanah yakni tertuju
kepada Adam yang diciptakan-Nya dari tanah, lalu dituangkan air ke atasnya sehingga menjadi seperti
lumpur yang hitam setelah beberapa waktu, lalu menjadi tanah liat, kemudian Allah ciptakan daging
untuknya, tulang, urat syaraf, dst. Sedangkan keturunannya Dia ciptakan dari air mani yang telah berada di
rahim, kemudian berubah setelah empat puluh hari menjadi segumpal darah, setelah empat puluh hari
berikutnya menjadi segumpal daging, dan setelah 120 hari atau empat bulan dikirim oleh Allah seorang
malaikat yang meniupkan ke dalamnya ruh sehingga mulai bergerak, dst. Oleh karena itu, sebagian ulama
menerangkan, bahwa janin apabila keguguran sebelum 4 bulan, maka ia bisa dikubur tanpa dimandikan,
dikafankan, dan tanpa dishalatkan karena belum menjadi manusia. Adapun setelah 4 bulan jika terjadi
keguguran, maka wajib dimandikan, dikafankan, dan dishalatkan, dan di kubur karena telah menjadi
manusia, bahkan perlu diberi nama, karena ia pada hari Kiamat akan dipanggil sesuai namanya.
Dengan demikian, manusia dalam hidupnya memasuki 4 tempat, yaitu di perut ibunya, di dunia, di alam
barzakh, dan di alam akhirat.
612
Yakni banyak dan luas sifat-Nya, banyak kemuliaan dan ihsan-Nya, luas kepemurahan-Nya, dimana di
antara kemurahan-Nya adalah mengajarkan berbagai ilmu kepada manusia.
613
Maksudnya, Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Dalam atsar disebutkan, ―Ikatlah
ilmu dengan tulisan.‖ Ayat ini menunjukkan keutamaan menulis, dimana dengan tulisan dan pena
pengetahuan dapat terpelihara.
614
Hal itu, karena manusia dikeluarkan-Nya dari perut ibunya dalam keadaan tidak tahu apa-apa, lalu Dia
menjadikan untuknya pendengaran, penglihatan dan hati serta memudahkan sebab-sebab ilmu kepadanya.
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 162
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Ayat 6-8: Manusia menjadi jahat karena merasa serba cukup.

    


6. 615Ketahuilah! Sungguh, manusia benar-benar melampaui batas616,

Dia mengajarkan kepadanya Al Qur‘an, mengajarkan kepadanya hikmah dan mengajarkan kepadanya
dengan perantaraan pena, dimana dengannya terjaga ilmu-ilmu. Maka segala puji bagi Allah yang telah
mengaruniakan nikmat-nikmat itu yang tidak dapat mereka balas karena banyaknya. Selanjutnya Allah
Subhaanahu wa Ta'aala mengaruniakan kepada mereka kekayaan dan kelapangan rezeki, akan tetapi manusia
karena kebodohan dan kezalimannya ketika merasa dirinya telah cukup, ia malah bertindak melampaui batas
dan berbuat zalim serta bersikap sombong terhadap kebenaran seperti yang diterangkan dalam ayat
selanjutnya. Ia lupa, bahwa tempat kembalinya adalah kepada Tuhannya, dan tidak takut kepada pembalasan
yang akan diberikan kepadanya, bahkan keadaannya sampai meninggalkan petunjuk dengan keinginan
sendiri dan mengajak manusia untuk meninggalkannya, dan sampai melarang orang lain menjalankan shalat
yang merupakan amal yang paling utama.
Dari ayat 1-5 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan wahyu ilahi dan kenabian
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, (2) disyariatkan memulai membaca dengan basmalah, oleh
karenanya surah-surah Al Qur‘an diawali dengan basmalah selain surah At Taubah, (3) menerangkan
perkembangan janin dalam rahim, (4) menerangkan kemurahan Allah Azza wa Jalla, (4) pentingnya menulis
yang dengannya ilmu dapat terjaga, (5) karunia Allah kepada manusia dengan mengajarkan apa yang tidak
diketahuinya melalui pena dan tulisan.
615
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia
berkata, ―Abu Jahal berkata, ―Apakah (kalian biarkan) Muhammad menaruh wajahnya (bersujud) di tengah-
tengah kalian?‖ Lalu dikatakan, ―Ya.‖ Maka Abu Jahal berkata, ―Demi Lata dan ‗Uzza, jika aku melihatnya
sedang melakukan hal itu, maka aku akan injak lehernya atau aku lumuri mukanya dengan debu.‖ Abu
Hurairah berkata, ―Maka Abu Jahal mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika Beliau sedang
shalat karena menyangka akan dapat menginjak leher Beliau. Lalu ia (Abu Jahal) membuat mereka (kawan-
kawannya) kaget karena ternyata ia mundur ke belakang dan menjaga dirinya dengan kedua tangannya. Ia
pun ditanya, ―Ada apa denganmu?‖ Abu Jahal berkata, ―Sesungguhnya antara aku dengan dia (Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam) ada parit dari api, hal yang menakutkan, dan sayap-sayap.‖ Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ―Kalau sekiranya ia mendekat kepadaku, tentu malaikat-
malaikat akan merenggut anggota badannya sepotong demi sepotong.‖ Maka Allah ‗Azza wa Jalla
menurunkan ayat - kami tidak mengetahui apakah dalam hadits Abu Hurairah atau sesuatu yang sampai
kepadanya-, ―Ketahuilah! Sungguh, manusia benar-benar melampaui batas,-- apabila melihat dirinya serba
cukup.-- Sungguh, hanya kepada Tuhanmulah tempat kembali(mu).-- Bagaimana pendapatmu tentang orang
yang melarang,-- seorang hamba ketika dia melaksanakan shalat,-- Bagaimana pendapatmu jika dia (yang
dilarang shalat itu) berada di atas kebenaran (petunjuk),-- seorang hamba ketika dia melaksanakan shalat--
Bagaimana pendapatmu jika dia (yang dilarang shalat itu) berada di atas kebenaran (petunjuk),-- atau dia
menyuruh bertakwa (kepada Allah)?-- Bagaimana pendapatmu jika dia (yang melarang) itu mendustakan
dan berpaling?—Yaitu Abu Jahal--- Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala
perbuatannya)?-- Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik
ubun-ubunnya (ke dalam neraka),-- (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan dan durhaka.-- Maka
biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),-- kelak Kami akan memanggil Malaikat
Zabaniyah,-- Sekali-kali jangan! Janganlah kamu patuh kepadanya;…dst.‖ (Terj. QS. Al ‗Alaq: 6-19)
Kalimat, ―Kami tidak mengetahui apakah dalam hadits Abu Hurairah atau sesuatu yang sampai
kepadanya,‖ menurut Syaikh Muqbil merupakan keragu-raguan yang dapat mencacatkan keshahihan sebab
turunnya, akan tetapi ia tetap mencantumkannya karena banyak syahid-syahidnya. Hadits tersebut menurut
Ibnu Katsir, diriwayatkan pula oleh Ahmad bin Hanbal, Muslim, Nasa‘i dan Ibnu Abi Hatim dari hadits
Mu‘tamir bin Sulaiman. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Baihaqi dalam Dalaa‘ilun
Nubuwwah.
Imam Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas ia berkata, ―Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam shalat, lalu Abu Jahal datang dan berkata, ―Bukankah kamu telah aku larang
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 163
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


7. Apabila melihat dirinya serba cukup617.

    


8. Sungguh, hanya kepada Tuhanmulah tempat kembali(mu) 618.

Ayat 9-19: Kisah Abu Jahal dan sikapnya yang jahat terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam.

   


9. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,

melakukan hal ini (shalat)? Bukankah kamu telah aku larang melakukan hal ini (shalat)?‖ Maka Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam berpaling sambil membentaknya, lalu Abu Jahal berkata, ―Sesungguhnya
engkau mengetahui, bahwa tidak ada di sini orang yang lebih banyak golongannya dariku.‖ Maka Allah
Tabaaraka wa Ta'aala berfirman, ―Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),-- Maka
biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),‖ Ibnu Abbas berkata, ―Demi Allah, kalau
sekiranya ia memanggil kaumnya, tentu akan ditangkap oleh para malaikat Zabaniyah milik Allah.‖
(Tirmidzi berkata, ―Hadits ini hasan gharib shahih.‖)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata, ―Abu Jahal –la‘natullah ‗alaihi- berkata, ―Jika aku
melihat Muhammad di dekat Ka‘bah, tentu aku akan mendatanginya dan aku akan injak lehernya,‖ maka
Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa salllam bersabda, ―Kalau ia melakukannya, tentu para malaikat akan
menangkapnya dengan terang-terangan, dan kalau orang-orang Yahudi mengingingkan kematian, tentu
mereka akan mati dan akan melihat tempat duduk mereka di neraka, dan kalau seandainya orang-orang yang
bermubahalah (berdoa kebinasaan kepada orang yang dusta) dengan Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
berani keluar, tentu mereka kembali dengan kehilangan keluarga dan hartanya.‖ (Hadits ini diriwayatkan
pula oleh Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa‘i).
616
Yakni dalam tindakan dan muamalahnya, ia melampaui batas yang ditetapkan baginya. Hal ini karena ia
melihat dirinya serba cukup seperti yang diterangkan pada ayat selanjutnya. Berbeda dengan orang mukmin
yang senantiasa butuh kepada Allah Azza wa Jalla, dimana ia melihat dirinya lemah dan tidak mampu
mendatangkan maslahat dan menghindarkan madharat kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu wa
Ta‘ala.
Faedah:
Ibnu Muflih rahimahullah berkata, "Kalau bukan karena musibah, tentu seorang hamba akan bersikap
sombong, zalim dan melampaui batas, maka dengan musibah itu Allah jaga dirinya dari hal tersebut serta
membersihkannya dari sifat itu. Maka Mahasuci Allah yang memberikan rahmat dengan musibah, dan
memberikan cobaan dengan nikmat." (Al Adab Asy Syar'iyyah 2/191).
617
Ia merasa cukup dengan hartanya, anaknya, atau kekuasaannya.
Dalam ayat di atas, Allah Subhaanahu wa Ta‘ala menerangkan keadaan manusia ketika belum dibimbing
oleh iman dan ilmu, ketika ia merasa dirinya cukup dengan hartanya, anaknya, atau kekuasaannya, dan tidak
butuh kepada yang lain, ternyata ia malah melampaui batas baik dari adab yang seharusnya dilakukan,
melampaui batas dari keadilan, dan melampaui batas dari kebenaran dan uruf yang wajar, ia pun bersikap
sombong, zalim, mencegah hak yang harus diberikan, merendahkan kaum lemah, dan menghina orang lain.
Contoh orang yang memiliki sifat ini adalah Abu Jahal yang merupakan Fir‘aun umat ini.
618
Yakni kepada Allah tempat kembali, Dia akan menghisabmu terhadap hartamu; dari mana kamu
mengumpulkannya dan ke mana engkau membelanjakan. Dalam ayat ini terdapat ancaman terhadap orang
yang melampaui batas itu dan merasa dirinya serba cukup.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 164


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


10. seorang hamba (Nabi Muhammad) ketika dia melaksanakan shalat619,

     


11. Bagaimana pendapatmu jika dia (yang dilarang shalat itu) berada di atas kebenaran (petunjuk),

   


12. atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?620

    


13. Bagaimana pendapatmu jika dia (yang melarang) itu mendustakan dan berpaling (dari iman)?

     


14. Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatannya)? 621

      


15. 622Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik
ubun-ubunnya623 (ke dalam neraka),

   


16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan dan durhaka624.

619
Yang melarang itu ialah Abu Jahal Fir‘aun umat ini, sedangkan yang dilarang itu adalah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri. Akan tetapi usaha ini tidak berhasil karena Abu Jahal melihat sesuatu
yang menakutkannya. Ketika itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedang sujud, lalu Abu Jahal
mendatanginya dan berkata, ―Bukankah aku telah melarangmu (untuk shalat), namun mengapa engkau tetap
saja melakukannya?‖ Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam membentaknya, lalu ia pulang, kemudian
disampaikan kepadanya, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam masih tetap saja shalat di sisi Ka‘bah,
maka ia pun berkata, ―Demi Allah, jika aku melihatnya tentu aku akan menginjak lehernya dengan kakiku
dan aku akan melumuri mukanya dengan debu,‖ maka ketika Abu Jahal melihatnya saat Beliau sujud di
dekat Ka‘bah dan hendak menjalankan sumpahnya, ternyata ditemui di hadapannya parit dari api dan
pemandangan yang mengerikan, ia pun balik ke belakang dan tidak berani mendatangi Nabi shallallahu
alaihi wa sallam.
Awalnya Abu Jahal bernama Abul Hakam karena orang-orang sering meminta keputusan kepadanya sampai
membuatnya ujub dan bangga diri. Setelah Islam datang dan menjadi penentangnya, maka Nabi shallallahu
alaihi wa sallam menyebutnya Abu Jahal sebagai ganti Abul Hakam.
620
Dengan demikian, pantaskah orang yang seperti ini keadaannya dilarang? Bukankah melarangnya
merupakan penentangan yang besar kepada Allah dan kepada kebenaran? Karena yang berhak dilarang
adalah orang yang tidak di atas petunjuk atau memerintahkan orang lain mengerjakan hal yang bertentangan
dengan ketakwaan.
621
Yakni tidakkah orang yang melarang ini mengetahui bahwa Allah melihat tindakannya dan mendengar
ucapannya? Kemudian Dia akan memberikan balasan secara sempurna.
622
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancamnya jika tetap terus bersikap seperti itu.
623
Maksudnya, memasukkannya ke dalam neraka dengan menarik kepalanya dengan keras. Menurut Ibnu
Katsir, maksudnya menandainya dengan warna hitam pada hari Kiamat. Bisa juga maksud ‗menarik dengan
keras ubun-ubunnya‘ berlaku di dunia dan di akhirat. Di dunia dia terbunuh dalam perang Badar, sedangkan
di akhirat akan ditarik ubun-ubunnya dan dilemparkan ke neraka.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 165


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


17. Maka biarlah dia625 memanggil golongannya626 (untuk menolongnya),

  


18. kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah627,

      


19. Sekali-kali jangan! Janganlah kamu patuh kepadanya628; dan sujudlah629 dan dekatkanlah
(dirimu kepada Allah)630.

624
Bisa juga diartikan, ―Ubun-ubun orang yang dusta ucapannya dan salah perbuatannya.‖
Ada perbedaan antara lafaz ‗khathi‘ dengan ‗mukhti‘, khathi artinya melakukan kesalahan dengan sengaja,
sedangkan mukhthi melakukan kesalahan karena kebodohan. Yang pertama tidak diberi uzur, sedangkan
yang kedua mendapatkan uzur (Lihat Tafsir Juz Amma karya Syaikh Ibnu Utsaimin).
Faedah:
Digunakan kata ‗nashiyah‘ (ubun-ubun atau bagian depan kepala) karena menurut penelitian ilmiyah
modern, otak bagian depan kepala inilah yang bertanggungjawab menentukan pilihan sikapnya.
625
Orang yang berhak mendapatkan azab itu.
626
Baik kaumnya maupun keluarganya.
627
Malaikat Zabaniyah adalah malaikat yang menyiksa orang-orang yang berdosa di dalam neraka, mereka
adalah malaikat yang kasar dan keras, dan sebagai malaikat yang kuat dan berkuasa.
Inilah keadaan orang yang melarang dan hukuman yang diancamkan kepadanya. Adapun keadaan orang
yang dilarang, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan agar tidak mempedulikan orang tersebut
dan tidak menaatinya.
628
Dengan meninggalkan shalat, karena ia tidaklah memerintahkan kecuali kepada yang terdapat kerugian di
dunia dan akhirat.
629
Yakni shalatlah karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan jangan pedulikan orang yang melarangmu,
karena Dia yang menjagamu dan melindungimu. Shalat di ayat ini disebut sujud, karena sujud merupakan
rukun shalat.
630
Dengan bersujud dan dengan menaati-Nya, karena semua itu dapat mendekatkan kamu kepada-Nya.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Keadaan yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika sujud, maka
perbanyaklah doa.‖
Ayat di atas adalah umum berlaku kepada setiap orang yang melarang terhadap kebaikan dan dilarang dari
melakukannya, meskipun berkenaan dengan Abu Jahal ketika melarang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam melakukan shalat.
Disebutkan dalam hadits, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam melakukan sujud (tilawah) pada
surat Al Insyiqaq dan Al ‗Alaq.
Dari ayat 6-19 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) tabiat manusia ketika tidak dididik
dengan iman dan takwa, (2) pertolongan Allah Ta‘ala kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam dengan
mengirimkan para malaikat, (3) laknat Allah kepada Abu Jahal yang merupakan Fir‘aun umat ini dan orang
Quraisy yang paling zalim kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu
anhum, (4) disyariatkan sujud tilawah ketika membaca ayat di atas.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 166


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Qadr (Kemuliaan)631


Surah ke-97. 5 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Keutamaan Lailatul Qadr di atas seluruh malam.

     


1. 632Sesungguhnya Kami633 telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan634.

     


2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?635

      


3. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan636.

Selesai tafsir surah Al ‗Alaq dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wal hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.
631
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan keagungan malam Lailatul Qadr, keutamaannya, dan
yang diturunkan pada malam itu.
632
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman menerangkan keutamaan Al Qur‘an dan ketinggian
kedudukannya, dan bahwa Dia menurunkannya pada malam Lailatul Qadr yang merupakan malam yang
penuh keberkahan.
633
Lafaz ‗Kami‘ di ayat ini adalah lil mu‘azhzham (untuk diagungkan).
634
Malam kemuliaan dikenal dengan malam Lailatul Qadr, yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan dan
kebesaran yang ada di bulan Ramadhan, karena pada malam itu permulaan turunnya Al Quran. Menurut
Syaikh As Sa‘diy, dinamakan Lailatul Qadr karena besarnya kedudukannya dan keutamaannya di sisi Allah,
demikian pula karena pada malam itu ditentukan apa yang akan terjadi dalam setahun berupa ajal, rezeki,
dan ketentuan-ketentuan taqdir.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Dinamakan Lailatul Qadr karena dua sebab: pertama, berasal
dari kata qadr yang artinya kemuliaan. Kedua, berasal dari kata taqdir, karena pada malam itu ditakdirkan
(ditentukan) apa yang akan terjadi dalam setahun.‖ (Fathu Dzil Jalali wal Ikram 7/545).
Ibnu Abbas berkata, ―Allah menurunkan Al Qur‘an secara sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‗Izzah di
langit dunia, kemudian turun secara berangsur-angsur sesuai situasi dan kondisi selama 23 tahun kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.‖
Malam Lailatul Qadr adalah malam yang penuh berkah. Barang siapa yang melakukan qiyamullail pada
malam itu karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu
sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim,

―Barang siapa yang melakukan qiyamullail pada malam Lailatul Qadr karena iman dan mengharap pahala,
maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.‖
635
Kalimat ini untuk membesarkan malam Lailatul Qadr.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 167


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

         
4. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya637 untuk mengatur
semua urusan638.

     


5. Sejahteralah (malam itu)639 sampai terbit fajar640.

636
Yakni seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadr. Maksudnya adalah beramal saleh atau beribadah
bertepatan dengan malam itu lebih baik pahalanya daripada beribadah selama seribu bulan. Syaikh As Sa‘diy
berkata, ―Hal ini termasuk hal yang mencengangkan hati dan akal, karena Allah Tabaaraka wa Ta'aala
melimpahkan nikmat kepada umat yang lemah kekuatannya dengan malam yang beramal pada malam itu
mengimbangi dan melebihi (beramal) selama seribu bulan; (seukuran) umur seseorang yang dipanjangkan
selama 80 tahun lebih.‖
637
Ibnu Katsir berkata, ―Banyak para malaikat yang turun pada malam ini karena banyak keberkahannya,
dan para malaikat turun bersamaan turunnya berkah dan rahmat, sebagaimana mereka turun pula ketika Al
Qur‘an dibaca, (turun) mengelilingi majlis dzikr dan menaruh sayap-sayapnya kepada penuntut ilmu dengan
benar karena memuliakannya.‖ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Malam Lailatul Qadr itu adalah malam ke 27 atau 29. Sesungguhnya para malaikat pada malam itu di bumi
lebih banyak daripada banyaknya batu kerikil.‖ (HR. Ahmad dan Thayalisi. Hadits ini dihasankan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami‘ no. 5473).
638
Qatadah berkata, ―Pada malam itu ditentukan segala urusan dan ditentukan ajal dan rezeki, sebagaimana
firman Allah Ta‘ala, ―Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,‖ (Terj. QS. Ad
Dukhaan: 4)
Sa‘id bin Manshur berkata dari Mujahid tentang firman Allah, ―Sejahteralah (malam itu),‖ ia berkata,
639

―Yakni sejahtera, dimana setan tidak dapat berbuat buruk di dalamnya atau mengganggu.‖
Qatadah dan Ibnu Zaid berkata tentang firman Allah Ta‘ala, ―Sejahteralah (malam itu),‖ maksudnya malam
itu baik seluruhnya tidak ada keburukan sampai terbit fajar.‖
Menurut Asy Sya‘biy, pada malam Lailatul Qadr para malaikat memberi salam kepada para penghuni masjid
sampai terbit fajar.
Menurut Ibnu Utsaimin, Allah menyifatinya dengan kesejahteraan karena banyaknya orang yang selamat di
malam itu dari dosa dan hukumannya.
Tentang tanda malam Lailatul Qadr, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Malam Lailatul Qadr adalah malam yang terang, tidak panas dan tidak dingin (tidak ada gumpalan awan,
hujan maupun angin), dan tidak dilepaskan bintang. Sedangkan di antara tanda pada siang harinya adalah
terbitnya matahari tanpa ada syu‘anya.‖ (HR. Thabrani dalam Al Kabir dari Watsilah, dan dihasankan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami‘ no. 5472, namun yang disebutkan dalam tanda kurung menurutnya
adalah dha‘if, lihat Dha‘iful Jaami‘ no. 4958)
Syu‘a, menurut Imam Nawawi artinya yang terlihat dari sinar matahari ketika baru muncul seperti tali-temali
dan batang yang menghadap kepadamu ketika engkau melihatnya, yakni sinar matahari yang berserakan.
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 168


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

―(Malam Lailatul Qadr adalah) malam yang ringan, sedang, tidak panas dan tidak dingin, dimana matahari
pada pagi harinya melemah kemerah-merahan.‖ (HR. Thayalisi dan Baihaqi dalam Syu‘abul Iman,
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami‘ no. 5475).
Ibnu Katsir berkata, ―Dan tanda malam Lailatul qadr adalah bahwa malam tersebut bersih, terang, seakan-
akan ada bulan yang bersinar, tenang, tidak dingin dan tidak panas, sedangkan (pada pagi hari) matahari
terbit dalam keadaan sedang tanpa ada sinar yang berserakan seperti bulan pada malam purnama.‖
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Lailatul Qadr ada tanda yang bersamaan dan ada tanda yang
menyusul setelahnya. Tanda yang bersamaan yaitu terangnya cahaya di malam itu, namun tanda ini di
zaman sekarang tidak dirasakan kecuali oleh orang-orang yang tinggal di daerah yang jauh dari cahaya-
cahaya. (Demikian pula termasuk tandanya) adanya ketenangan, yakni tenangnya hati dan lapangnya dada
seorang mukmin, dimana ia merasakan kenyamanan, ketenangan, dan dada yang lapang pada malam itu
melebihi malam-malam lainnya. Sebagian Ahli Ilmu berkata, ―Angin yang berhembus ketika itu tenang,
tidak ada angin kencang dan angin ribut, bahkan cuaca ketika itu sedang.‖ Demikian juga terkadang Allah
menampakkan Lailaltul Qadr kepada seseorang dalam mimpinya sebagaimana yang dialami sebagian
sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Di samping itu, seseorang juga merasakan kenikmatan dalam
melakukan qiyamullail dan semangat yang melebihi malam-malam lainnya. Adapun tanda yang menyusul,
di antaranya matahari terbit di pagi harinya tanpa ada sorotan sinar yang berserakan, bersih, dan tidak seperti
pada hari-hari biasanya.
Pernyataan sebagian orang, bahwa pada malam itu sedikit sekali longlongan anjing atau tidak ada sama
sekali, maka ini tidak kuat, bahkan terkadang seseorang mendengar longlongan anjing di malam-malam yang
sepuluh itu.
Jika seseorang bertanya, ―Apa faedah tanda yang menyusul itu?‖ Jawab: sebagai pemberian kabar gembira
kepada orang yang sungguh-sungguh beribadah pada malam itu, menunjukkan kuat iman dan keyakinannya,
dan untuk membesarkan harapannya terhadap yang ia lakukan di malam itu.‖
Dan dianjurkan seseorang berdoa dengan doa yang berasal dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, yaitu:

―Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah aku.‖
Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, ―Aku bertanya, ―Wahai Rasulullah, beritahukan
kepadaku jika aku mengetahui Lailatul Qadr, apa yang perlu aku ucapkan ketika itu?‖ Beliau bersabda,
―Ucapkanlah,

―Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah aku.‖
Inilah doa yang diriwayatkan, dan ada doa-doa lain yang berasal dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Namun tidak mengapa ditambah dengan doa lainnya, karena Allah Ta‘ala berfirman, ―Berdoalah kepada
Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut.‖ (Qs. Al A‘raaf: 55) dimana ayat ini mutlak
untuk doa apa saja. Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, ―Hendaknya seseorang meminta
dipenuhi kebutuhannya kepada Tuhannya meskipun dalam hal tali sandalnya (ketika putus).‖ (Hr. Tirmidzi
dan Ibnu Hibban, namun didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Dha‘iful Jami no. 4946)
Kebutuhan manusia berbeda-beda, yang ini ingin sembuh dari penyakit, yang itu ingin kaya, yang ini ingin
menikah, yang itu ingin memperoleh anak, yang ini ingin ilmu, yang itu ingin harta, dan kebutuhan lainnya
yang berbeda-beda. Tetapi perlu diketahui, bahwa doa yang berasal dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam
lebih baik, lebih sempurna, dan lebih utama daripada doa-doa yang dibuat sajak oleh sebagian manusia,
dimana terkadang engkau temukan di antaranya ada yang berdoa secara panjang, menyebutkan satu atau dua
baris ketika berdoa untuk suatu hal saja agar sajaknya rapih. Padahal doa yang ada dalam Al Qur‘an atau As
Sunnah jauh lebih baik daripada doa yang dibuatkan sajak sebagaimana dalam lembaran-lembaran doa (yang
dibuat manusia).‖ (Asy Syarhul Mumti Juz 6 hal. 496).
Keadaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di Sepuluh Terakhir Bulan Ramadhan

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 169


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

»
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila sudah masuk sepuluh
(terakhir bulan Ramadhan), maka Beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya dan
membangunkan keluarganya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa apabila bulan Ramadhan hampir selesai, maka hendaknya
seseorang mempergiat beribadah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Namun berbeda dengan keadaan di zaman sekarang, dimana ketika bulan Ramadhan hampir habis, maka
ibadah yang dilakukan semakin berkurang dan mengendor. Kita dapat melihat, masjid-masjid yang
sebelumnya (di awal Ramadhan) ramai, namun di akhir-akhirnya semakin kurang ramai, bahkan hanya
terdiri dari beberapa shaf saja.
Kalimat, " Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila sudah masuk sepuluh (terakhir bulan Ramadhan),"
menunjukkan keutamaan sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Oleh karena itu, di antara ulama ada yang
menafsirkan ayat 2 surat Al Fajr "wa layaalin 'asyr" (artinya: dan malam yang sepuluh) maksudnya adalah
sepuluh terakhir bulan Ramadhan, karena di dalamnya terdapat malam Lailatul qadr.
Kalimat, "mengencangkan ikat pinggangnya," maksudnya bersiap-siap untuk fokus beribadah dan sungguh-
sungguh dalam melaksanakannya. Ada pula yang berpendapat, bahwa kalimat tersebut merupakan kinayah
(kiasan) tentang menjauhi wanita dan tidak berjima'. Imam Al Qurthubiy berkata, "Beliau menjauhi wanita
dengan beri'tikaf." Ada pula yang berpendapat, bahwa kalimat "mengencangkan ikat pinggangnya"
mengandung makna hakiki dan majazi, sehingga maksudnya tidak melepas ikat pinggangnya, menjauhi
wanita dan semangat untuk beribadah.

.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, ―Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf selama
sepuluh hari pada setiap bulan Ramadhan. Namun pada tahun di mana Beliau akan wafat, Beliau
melakukannya selama dua puluh hari." (HR. Bukhari no. 2044)
Kalimat, "menghidupkan malamnya," maksudnya banyak bergadang untuk ketataan, yaitu dengan
melakukan qiyamullail, membaca Al Qur'an, berdzikr, memuhasabah dirinya, berdoa, dsb.
Catatan: sebagian manusia ada yang menghidupkan malam Lailatul Qadr dengan umrah. Ini adalah keliru,
karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak melakukan umrah di malam itu.
Kalimat, "membangunkan keluarganya," maksudnya mengingatkan dan mendorong mereka untuk beribadah
atau shalat malam. Imam Tirmidzi dan Muhammad bin Nasr Al Marwaziy meriwayatkan dari hadits Ummu
Salamah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bulan Ramadhan tinggal sepuluh hari, maka tidak
membiarkan satu pun dari keluarganya yang sanggup melakukan qiyamullail kecuali membangungkannya.
Faedah:
Mungkin timbul pertanyaan, "Bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membangunkan
keluarganya sedangkan Beliau dalam keadaan beri'tikaf di masjid?"
Jawab: Mungkin saja Beliau membangunkan istrinya yang ikut i'tikaf di masjid, atau mungkin Beliau
membangunkannya dari masjid karena berdampingannya rumah Beliau dengan masjid, atau mungkin saja
Beliau keluar dari masjid tempat I'tikafnya ke rumahnya untuk suatu keperluan sambil membangunkan
keluarganya (Lihat Fathul Bariy oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al 'Asqalani).
Az Zuhri rahimahullah berkata, "Sungguh mengherankan hal yang menimpa kaum muslimin. Mereka
meninggalkan i'tikaf, sedangkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya sejak tiba
di Madinah pada setiap tahunnya di sepuluh terakhir bulan Ramadhan sampai Beliau wafat. " (Kitab Hinama
Ya'takiful Qalbu karya Dr. Abdurrahman Al Aql)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Tidak disyaratkan untuk memperoleh pahala malam Lailatul
Qadr seorang yang beramal harus mengetahui kapan terjadinya. Akan tetapi barang siapa yang mengisi
sepuluh terakhir bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, dapat kita katakan bahwa ia
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 170
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

memperoleh malam Lailatul Qadr, baik di awal malam sepuluh, pertengahannya, maupun di bagian
akhirnya." (Fatawa Arkanil Islam hal. 429)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Tidak disyaratkan untuk mencari malam Lailatul Qadr
seseorang harus i'tikaf, yakni seseorang juga dapat menghidupkan malam Lailatul Qadr di rumahnya (seperti
halnya kaum wanita).‖ (Syarhul Bulugh 7/548)
Catatan:
Dalam kitab Minhatul Allam disebutkan,
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan malam Lailatul Qadr, Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani
sampai menyebutkan 46 pendapat, sebagian besarnya pendapat yang tidak didasari dalil, dan bisa
disimpulkan menjadi tiga bagian:
1. Pendapat yang batil, yaitu menyatakan bahwa Lailatul Qadr telah diangkat, atau pendapat yang
menyatakan bahwa Lailatul Qadr ada pada setiap bulan dalam setahun, serta pendapat bahwa Lailatul Qadr
adalah pada malam Nishfu Sya'ban.
2. Pendapat yang lemah, yaitu pendapat yang menyatakan bahwa Lailatul Qadr terjadi di awal Ramadhan
atau pertengahan bulan Ramadhan.
3. Pendapat yang kuat, yaitu pendapat yang menyatakan bahwa Lailatul Qadr di sepuluh terakhir bulan
Ramadhan.
Pendapat yang paling tampak kuat adalah bahwa Lailatul Qadr di sepuluh terakhirnya dan pada malam
ganjilnya lebih kuat lagi, sedangkan pada malam ke 27 tampak lebih kuat lagi daripada malam-malam
lainnya.
Hikmah disembunyikan malam Lailatul Qadar adalah agar manusia bersungguh-sungguh mencarinya dengan
harapan mereka memperolehnya dan sehingga semakin jelas siapa yang sungguh-sungguh mencarinya.
(Minhatul Allam 5/147)
Lailatul qadr tidak terjadi pada malam tertentu secara khusus dalam setiap tahunnya, namun berubah-rubah,
mungkin pada tahun sekarang malam ke 27, pada tahun depan malam ke 29, atau malam ke 21, 23, atau 25,
dsb. Dan sangat diharapkan terjadi pada malam ke 27. Imam Tirmidzi meriwayatakan dari Abu Qilabah, ia
berkata, ―Lailatul Qadr itu berpindah-pindah pada sepuluh terakhir (bulan Ramadhan).‖ Mungkin hikmah
mengapa malam Lailatul qadr disembunyikan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala adalah agar diketahui siapa
yang sungguh-sungguh beribadah dan siapa yang bermalas-malasan. Imam Ahmad meriwayatkan dari
Ubadah bin Ash Shamit, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Lailatul qadr ada di sepuluh terakhir (bulan Ramadhan). Barang siapa yang melakukan qiyamullail pada
malam itu karena mengharapkan pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan
yang akan datang. Malam itu adalah malam ganjil; bisa pada malam kesembilan, ketujuh, kelima, ketiga,
atau malam terakhir.‖ (Hadits ini dinyatakan hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
Kemungkinan pada malam keduapuluh satu berdasarkan hadits Abu Sa‘id Al Khudri yang diriwayatkan oleh
Bukhari.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa‘id Al Khudri ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
beri‘tikaf pada sepuluh pertama bulan Ramadhan, lalu kami beri‘tikaf bersamanya, kemudian Jibril datang
dan berkata, ―Sesungguhnya yang kamu cari ada di depanmu,‖ lalu Beliau beri‘tikaf pada sepuluh
pertengahan bulan Ramadhan, maka kami pun beri‘tikaf bersamanya, kemudian Jibril datang dan berkata,
―Sesungguhnya yang kamu cari ada di depanmu,‖ maka Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bangkit
berkhutbah pada pagi hari kedua puluh bulan Ramadhan, Beliau bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 171


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

―Barang siapa yang beri‘tikaf bersama Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, maka hendaknya ia pulang, karena
aku diperlihatkan malam Lailatul Qadr, lalu aku dibuat lupa, dan sesungguhnya malam Lailatul Qadr itu
terjadi pada sepuluh terakhir pada malam ganjil (bulan Ramadhan), dan sesungguhnya aku bermimpi
bersujud di atas tanah berair.‖
Ketika itu, atap masjid berupa pelepah pohon kurma, dan kami tidak melihat apa-apa di langit, lalu ada
sebuah awan kemudian turun hujan, lalu Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam shalat mengimami kami sehingga
aku melihat ada bekas tanah dan air di atas dahi Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam dan ujung
hidungnya sebagai bukti kebenaran mimpinya.‖ Dalam sebuah lafaz disebutkan, bahwa hal itu terjadi pada
Subuh tanggal keduapuluh satu.
Kemungkinan pada malam keduapuluh tiga berdasarkan hadits Abdullah bin Unais dalam Shahih Muslim.
Kemungkinan pada malam keduapuluh lima berdasarkan Abdullah bin Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam bersabda,

―Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan, pada (malam) kesembilan yang masih tersisa,
pada (malam) ketujuh yang masih tersisa, dan pada (malam) kelima yang masih tersisa.‖ (HR. Bukhari)
Kemungkinan pada malam keduapuluh tujuh berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Ubay bin Ka‘ab dari
Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam, bahwa malam Lailatul Qadr terjadi pada malam keduapuluh tujuh.
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari Zir, ia berkata, ―Aku bertanya kepada Ubay bin Ka‘ab,
―Wahai Abul Mundzir! Sesungguhnya saudaramu, yaitu Ibnu Mas‘ud menyatakan, ―Barang siapa yang
melakukan qiyamullail sepanjang tahun, maka ia akan mendapatkan malam Lailatul Qadr.‖ Ubay berkata,
―Semoga Allah merahmatinya. Sesungguhnya ia mengetahui, bahwa hal itu terjadi pada bulan Ramadhan
dan pada malam keduapuluh tujuh,‖ lalu ia bersumpah. Kemudian aku bertanya, ―Bagaimana kamu dapat
mengetahui hal itu?‖ Ia menjawab, ―Dengan tanda yang telah diberitahukan kepada kami, yaitu matahari
terbit pada hari itu tanpa sinar yang menyorot.‖
Sedangkan kemungkinan terjadi pada malam keduapuluh sembilan adalah berdasarkan hadits Ubadah bin
Ash Shamit yang diriwayatkan oleh Ahmad, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‗alaihi
wa sallam tentang malam Lailatul Qadr, maka Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Lailatul qadr terjadi pada bulan Ramadhan. Carilah pada sepuluh terakhir. Ia pada malam ganjil, yaitu pada
malam ke-21, ke-23, ke-25, ke-27, atau ke-29, atau di malam terakhir. Barang siapa yang melakukan
qiyamullail pada malam itu karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu dan akan datang.‖ (Hadits ini dinyatakan isnadnya hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad selain
kata-kata ―di malam terakhir,‖ dan tanpa kata-kata, ―dan akan datang.‖)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda
tentang Lailatul Qadr,

―Sesungguhnya malam Lailatul Qadr itu pada malam ke-27 atau 29. Sesungguhnya para malaikat pada
malam itu melebihi jumlah pepasir.‖ (Hadits ini dinyatakan ‗tidak mengapa isnadnya‘ oleh Ibnu Katsir, dan
dinyatakan ―bisa dihasankan‖ oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Doa pada malam Lailatul Qadr
Dianjurkan memperbanyak doa di setiap waktu dan pada bulan Ramadhan. Demikian pula pada sepuluh
terakhir daripadanya, terutama sekali pada malam-malam ganjilnya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 172


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Aisyah radhiyallahu ‗anha, ia berkata,
―Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan malam Lailatul Qadr, apa yang aku ucapkan?‖ Beliau menjawab,
―Yaitu kamu ucapkan,

―Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah aku.‖ (Hadits ini
diriwayatkan pula oleh Tirmidzi, Nasa‘i, Ibnu Majah, Tirmidzi berkata, ―Hadits ini hasan shahih.‖ Hadits ini
juga diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadraknya, ia berkata, ―Hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan
Muslim.‖ Demikian juga diriwayatkan oleh Nasa‘i dalam Al Kubra).
Nasihat
Di hadapanmu ada 10 terakhir bulan Ramadhan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik daripada
seribu bulan. Kurangi istirahatmu dan kurangi tidurmu. Tidak mengapa engkau bersusah payah menjalankan
ketaatan, dan mersiapkan bekal untuk menghadapi akhirat. Semua urusan dunia masih bisa dikejar, adapun
bulan Ramadhan hanya beberapa hari saja. Ya Allah, jadikanlah amal terbaik kami pada bagian akhirnya dan
jadikanlah hari terbaik kami saat bertemu dengan-Mu.
Al Hasan Al Basri rahimahullah berkata, "Perbaikilah sisa-sisa waktumu, niscaya dosamu yang telah lalu
akan diampuni. Manfaatkan sisa-sisa harimu itu, karena engkau tidak tahu kapan engkau memperoleh rahmat
Allah."
Ibnul Jauziy rahimahullah berkata, "Sesungguhnya kuda itu ketika hendak tiba di area finish akan segera
mengerahkan kemampuannya agar memenangkan perlombaannya, maka jangan sampai kuda lebih cerdas
daripada dirimu. Sesungguhnya amal itu tergantung bagian akhirnya. Jika memang dirimu tidak maksimal
di awal, maka boleh jadi engkau dapat maksimal di akhir."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Yang dijadikan patokan adalah maksimal di akhir,
bukan kekurangan di awal."
640
Yakni awalnya dari tenggelam matahari dan akhirnya sampai terbit fajar.
Syaikh As Sa‘diy berkata, ―Telah mutawatir hadits-hadits tentang keutamaannya, dan bahwa hal itu terjadi
pada bulan Ramadhan, yatu pada sepuluh terakhir daripadanya, khususnya pada malam-malam ganjilnya,
dan hal itu berlaku pada setiap tahun sampai hari Kiamat. Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
beri‘tikaf dan memperbanyak ibadah pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan karena mengharapkan
Lailatul Qadr, wallahu a‘lam.‖
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyimpulkan tentang keutamaan malam Lailatul Qadr dari surah Al
Qadr, yaitu:
1. Pada malam Lailatul Qadr Allah menurunkan Al Qur‘an yang menjadi petunjuk bagi manusia dan sumber
kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.
2. Keagungan malam Lailatul Qadr yang ditunjukkan oleh kalimat tanya ‗Dan tahukah kamu apa mala
Lailatul Qadr itu?
3. Lailatul Qadr lebih baik daripada seribu bulan.
4. Para malaikat turun pada malam itu, dan mereka tidak turun kecuali dengan membawa kebaikan,
keberkahan, dan rahmat.
5. Malam itu penuh dengan kesejahteraan karena banyaknya keselamatan di dalamnya dari hukuman dan
azab disebabkan ketaatan yang dilakukan seorang hamba.
6. Terhadap keutamaan malam Lailatul Qadr, Allah Ta‘ala menurunkan satu surah yang lengkap yang dibaca
sampai hari Kiamat.
Beliau juga menerangkan, bahwa malam Lailatul Qadr itu akan diperoleh bagi orang yang mengetahuinya
maupun yang tidak mengetahui, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak mensyaratkan harus tahu
untuk memperoleh pahala itu. (Lihat Tafsir Juz Amma karya Syaikh Ibnu Utsaimin)
Dari ayat 1-5 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan wahyu dan kenabian
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, (2) menetapkan akidah qadha dan qadar, (3) keutamaan malam
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 173
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Lailatul Qadr dan beribadah di dalamnya, (4) menerangkan bahwa Al Qur‘an diturunkan pada bulan
Ramadhan, (5) dorongan untuk mencari malam Lailatul Qadr, (6) anjuran memperbanyak membaca Al
Qur‘an dan menyimaknya.
Selesai tafsir surah Al Qadr dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 174


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Bayyinah (Bukti Yang Nyata)641


Surah ke-98. 8 ayat. Madaniyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Ahli Kitab berpecah belah menyikapi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam, padahal ajaran yang dibawanya adalah kebenaran.

            
1. Orang-orang kafir dari golongan ahli kitab642 dan orang-orang musyrik643 (mengatakan bahwa
mereka) tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang
nyata644,

641
Di antara kandungan surah ini adalah menyebutkan kedudukan risalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam, kejelasan risalah Beliau dan kesempurnaannya.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Anas bin Malik berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Sesungguhnya Allah menyuruhku membacakan kepadamu ―Lam yakunillladziina kafaruu,‖ (QS. Al


Bayyinah: 1), lalu Ubay bertanya, ―Apakah Allah menyebut namaku?‖ Beliau menjawab, ―Ya.‖ Maka Ubay
pun menangis. (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasa‘i).
Di antara kandungan hadits ini adalah agar orang yang utama tidak segan mengambil faedah dari orang yang
kalah utama.
Imam Badruddin bin Jama'ah rahimahullah berkata, "Jamaah kaum salaf banyak yang mengambil faedah dari
murid mereka hal-hal yang tidak mereka miliki."
Al Humaidi -murid Imam Syafi'i- berkata, "Aku pernah menemani Imam Syafi'i dari Mekkah ke Mesir, lalu
aku banyak menimba ilmu tentang berbagai masalah dari beliau, dan beliau mengambil faedah dariku
tentang hadits."
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Imam Syafi'i pernah berkata kepada kami, "Kamu lebih mengerti hadits
daripadaku. Apabila ada hadits shahih, maka sampaikanlah kepadaku agar aku dapat berpegang dengannya."
Alhamdulillah, ketika penulis mengajar di sebuah pondok, dan di antara murid penerjemah ada yang
mengerti IT, maka penulis belajar darinya bagaimana membuat blog, sehingga yang sebelum tulisan
penerjemah hanya berupa catatan pribadi, kini penulis posting di blog sederhana milik penulis, yaitu:
http://wawasankeislaman.blogspot.com
Maka jangan segan mengambil faedah dan ilmu dari murid ketika mereka memiliki kelebihan.
642
Yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani. Disebut Ahli Kitab karena suhuf mereka masih ada sampai
diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam namun dalam keadaan telah dirubah, ditambahkan,
dikurangi, atau diganti. Orang-orang Yahudi kitabnya Taurat, sedangkan orang-orang Nasrani kitabnya Injil.
643
Yaitu selain orang-orang Ahli Kitab, seperti para penyembah patung dan berhala, para penyembah api,
dan semisalnya.
644
Yakni hujjah yang nyata, yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana diterangkan
dalam ayat setelahnya, atau Al Qur‘anul Karim yang dibawa Beliau shallallahu ‗alaihi wa sallam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 175


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


2. (yaitu) seorang rasul dari Allah (Muhammad)645 yang membacakan lembaran-lembaran yang suci
(Al Quran)646,

   


3. Di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar)647.

           
4. 648Dan tidaklah berpecah belah649 orang-orang Ahli Kitab melainkan setelah datang kepada
mereka bukti yang nyata650.

               

 

645
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengutus Beliau untuk mengajak manusia kepada kebenaran; Dia
menurunkan kepadanya kitab, agar Beliau mengajarkan kepada manusia kitab itu dan hikmah (As Sunnah)
serta membersihkan mereka, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.
646
Yakni terjaga dari didekati oleh setan-setan dan tidak disentuh kecuali oleh makhluk yang disucikan.
647
Yang dimaksud dengan isi kitab-kitab yang lurus adalah isi kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi
seperti Taurat, Zabur, dan Injil yang murni. Ada pula yang menafsirkan, bahwa di dalam Al Qur‘an terdapat
berita-berita yang benar, perintah yang adil yang menunjukkan kepada kebenaran dan jalan yang lurus.
Ketika bukti yang nyata ini (Al Qur‘an) telah datang, maka saat itu jelaslah orang yang bermaksud mencari
kebenaran dengan orang yang tidak bermaksud mencarinya, sehingga menjadi binasa seseorang karena bukti
yang jelas dan menjadi hidup orang yang hidup karena bukti yang jelas.
648
Jika Ahli Kitab tidak beriman kepada Rasul dan tunduk kepadanya, maka hal itu bukanlah hal yang baru
tentang sesat dan kerasnya mereka, karena mereka tidaklah berpecah belah dan berselisih bahkan menjadi
beberapa golongan kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang nyata, yang mengharuskan untuk
berkumpul dan bersatu, akan tetapi karena kehinaan dan kerendahan mereka, petunjuk tidaklah menambah
mereka selain kesesatan. Ada yang berpendapat, bahwa sebelum kedatangan Beliau shallallahu 'alaihi wa
sallam, mereka berkumpul untuk sama-sama beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
namun ketika Beliau datang, maka di antara mereka banyak yang kafir kepada Beliau karena hasad
kepadanya.
Dalam hadits disebutkan,

―Orang-orang Yahudi berpecah belah menjadi 71 golongan. Orang-orang Nasrani berpecah belah menjadi 72
golongan, dan umat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya di neraka kecuali satu
golongan.‖ Para sahabat bertanya, ―Siapakah mereka wahai Rasulullah?‖ Beliau menjawab, ―Yaitu mereka
yang mengikuti aku dan para sahabatku.‖ (Hadits ini datang dari Abu Hurairah, Anas, Sa‘ad bin Abi
Waqqash, Mu‘awiyah, Amr bin Auf Al Muzzanniy, Auf bin Malik, Abu Umamah, dan Jabir bin Abdullah
radhiyallahu ‗anhum. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, ―Ia adalah hadits yang shahih dan masyhur.‖
Lihat Takhrij Ahadits Al Kasysyaf oleh Az Zaila‘i (447/1-450)).
649
Yakni berselisih, di antara mereka ada yang beriman, dan di antara mereka ada yang kafir.
650
Yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam atau Al Qur‘an.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 176


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
5. Padahal mereka hanya diperintah651 menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya652 dalam
(menjalankan) agama dengan lurus653, dan juga agar mendirikan shalat654 dan menunaikan zakat655;
dan yang demikian656 itulah agama yang lurus (benar)657.

Ayat 6-8: Balasan untuk orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan kaum musyrik,
serta balasan untuk orang-orang mukmin.

                 

651
Dalam kitab mereka, yaitu Taurat dan Injil.
652
Yakni meniatkan semua ibadah mereka yang tampak maupun tesembunyi karena mengharap ridha Allah
dan agar dapat dekat di sisi-Nya.
Faedah:
Imam Syafi‘i rahimahullah berkata, "Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup membuat semua orang ridha,
maka perbaikilah hubungan antara engkau dengan Allah, dan jangan pedulikan manusia." (Thabaqat Asy
Syafi'iyyah 2/184)
Doa Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu
Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu pernah berdoa,

―Ya Allah, jadikanlah amalku semuanya saleh, dan jadikanlah ikhlas karena-Mu, dan jangan jadikan karena
yang lain sedikit pun juga.‖
Syaikh Muhammad Aman Al Jami berkata,
.‫ ينبغي أن يُحفظ‬، ‫هذا دعاء عظيم‬
―Ini adalah doa yang agung, sepatutnya untuk dihafal.‖ (Syarhul Aqidah At Tadammuriyyah kaset 32)
653
Lurus berarti jauh dari syirk (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan, atau berpaling dari
seluruh agama yang bertentangan dengan tauhid.
654
Yang merupakan ibadah badan yang paling utama.
Imam Al Marwaziy rahimahullah berkata, "Kami tidak mengetahui ketaatan yang dengannya Allah
menghindarkan seseorang dari azab seperti halnya shalat." (Ta'zhim Qadrish Shalah 1/230)
655
Disebutkan shalat dan zakat secara khusus meskipun sudah masuk ke dalam ayat, ―Li ya‘budullah‖ karena
keutamaan dan kemuliaan keduanya dan karena keduanya merupakan tiang agama, dimana dengan keduanya
maka akan tegaklah semua syariat dalam agama. Di dalam shalat terdapat bentuk ihsan dalam beribadah
kepada Allah Azza wa Jalla, dan di dalam zakat terdapat bentuk ihsan kepada orang lain.
656
Yakni tauhid dan berbuat ikhlas dalam beragama.
657
Yakni agama yang adil dan lurus yang dapat menyampaikan pelakunya ke surga. Bagaimana agama ini
(Islam) tidak adil? Bukankah dalam agama ini terdapat perintah memberikan hak kepada masing-masing
yang memiliki hak. Hak Allah diberikan dengan diibadahi, dan hak manusia pun diberikan.
Dari ayat 1-5 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) agama-agama selain Islam adalah batil,
(2) sebelumnya Ahli Kitab menunggu kedatangan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, namun
setelah Beliau datang, mereka malah mendustakannya karena hasad dan sebagainya, (3) Taurat, Injil, dan Al
Qur‘an memerintahkan beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, (4) agama
yang lurus yang menyelamatkan pelakunya adalah agama yang dibangun di atas beribadah kepada Allah,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, itulah agama Islam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 177


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
6. 658Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang yang musyrik (akan
masuk) ke neraka Jahanam659; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya660. Mereka itu adalah
sejahat-jahat makhluk661.

         
7. 662Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-
baik makhluk663.

                

      


8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka664 ialah surga 'Adn665 yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai666; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya667. Allah ridha terhadap mereka dan mereka

658
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan balasan orang-orang kafir setelah bukti yang
nyata (hujjah) telah datang kepada mereka.
659
Azab dan siksaannya meliputinya. Disebut ‗Jahannam‘ adalah karena dalam dan hitam keadaannya.
660
Tanpa diringankan azab mereka.
661
Karena mereka telah mengetahui yang hak namun mereka tinggalkan sehingga mereka rugi di dunia dan
akhirat. Ayat ini sama seperti firman Allah Ta‘ala di surah Al Anfaal: 22 dan 55. Jika mereka disebut sebagai
sejahat-jahat makhluk, maka tidak ada yang kita harapkan dari mereka kecuali keburukan, karena orang yang
jahat hanya menghasilkan kejahatan atau keburukan, dan tidak mungkin bagi kita bersangka baik kepada
mereka selamanya. Memang terkadang kita percaya kepada orang-orang yang jujur di antara mereka
sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam percaya kepada Abdullah bin Uraiqith saat menyewanya agar
menunjukkan jalan untuk hijrah. Akan tetapi pada umumnya mereka tidak dapat dipercaya, karena mereka
buruk.
662
Setelah menyebutkan jalan Ahli Neraka, maka pada ayat di atas Allah menyebutkan jalan Ahli Surga.
Yang demikian adalah agar seorang hamba dalam perjalanannya menuju Allah di antara rasa cemas dan
harap.
663
Abu Hurairah dan segolongan ulama berdalil dengan ayat di atas, bahwa orang-orang mukmin lebih
utama daripada para malaikat.
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh ini ada empat tingkatan, yaitu: tingkatan para nabi, tingkatan
para shiddiqin, tingkatan para syuhada (orang yang mati syahid atau Ahli Ilmu), dan tingkatan orang-orang
yang saleh (Lihat Qs. An Nisaa: 69)
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah, ia berkata, ―Rasulullah
shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Maukah kalian aku beritahukan tentang makhluk yang sebaik-baiknya?‖ Para sahabat menjawab, ―Ya,
wahai Rasulullah.‖ Beliau menjawab, ―Yaitu seorang yang memegang tali kekang kudanya di jalan Allah.
Setiap kali mendengar suara musuh, maka ia duduk di atasnya. Maukah kalian aku beritahukan sebaik-baik
makhluk setelahnya?‖ Para sahabat menjawab, ―Ya.‖ Beliau menjawab, ―Yaitu seorang yang berada di
tengah-tengah sekawanan kambing, ia mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Maukah kalian aku
beritahukan seburuk-buruk makhluk?‖ Para sahabat menjawab, ―Ya.‖ Beliau menjawab, ―Yaitu seorang
yang diminta dengan nama Allah, tetapi tidak mau memberi.‖ (Hadits ini dinyatakan shahih oleh pentahqiq
Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 178


/http://wawasankeislaman.blogspot.com
pun ridha kepada-Nya668. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada
Tuhannya669.

664
Pada hari Kiamat.
665
Yakni surga yang menjadi tempat tinggal mereka, dimana mereka tidak menginginkan pindah
daripadanya.
666
Sungai-sungai tersebut mengalir tanpa parit dan mengalir di bawah istana dan pohon-pohon dan dapat
diarahkan sesuai keinginan penghuninya.
667
Mereka hidup selamanya, mereka sehat selamanya, mereka muda selamanya, mereka bahagia selamanya,
dan apa saja yang mereka inginkan ada di hadapan mereka. Allahumma inna nas‘alukal jannah wa na‘udzu
bika minan naar (Ya Allah, kami meminta surga kepada-Mu dan berlindung kepada-Mu dari neraka).
Allahumma inna nas‘alukal jannah wa na‘udzu bika minan naar. Allahumma inna nas‘alukal jannah wa
na‘udzu bika minan naar.
668
Allah Subhaanahu wa Ta'aala ridha kepada mereka dan tidak akan murka; karena mereka mengerjakan
hal-hal yang diridhai-Nya, dan mereka pun ridha kepada-Nya karena Dia telah menyediakan untuk mereka
berbagai kenikmatan dan pahala yang besar. Keridhaan Allah Azza wa Jalla jauh lebih baik daripada
kenikmatan yang mereka dapatkan. Bahkan mereka diizinkan melihat wajah-Nya dengan mata kepala
mereka.
669
Yakni takut kepada azab Tuhannya, sehingga ia berhenti dari mendurhakai-Nya, dan beralih mengerjakan
kewajibannya. Dia pun beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, dan kalau dia tidak merasa begitu,
maka dia meyakini bahwa Dia melihatnya.
Dari ayat 6-8 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) balasan buruk untuk orang yang
menolak memeluk agama Islam, (2) balasan baik untuk orang yang memeluk Islam dan mengamalkannya,
(3) keutamaan takut kepada Allah ketika mendorong seseorang untuk menaati Allah dan rasul-Nya
shallallahu alaihi wa sallam.
Selesai tafsir surah Al Bayyinah dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 179


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Az Zalzalah (Kegoncangan) 670


Surah ke-99. 8 ayat. Madaniyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-8: Goncangan dahsyat hari Kiamat dan bahwa setiap amal manusia akan dihisab
meskipun kecil.

    


1. 671Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat672,
670
Di antara kandungan surah ini adalah mengingatkan hati yang lalai agar sadar dan yakin terhadap hari
hisab dan pembalasan.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Amr ia berkata,

‖Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam dan berkata,
―Bacakanlah (Al Qur‘an) kepadaku wahai Rasulullah!‖ Beliau menjawab, ―Bacalah tiga kali surat-surat yang
memiliki alif laam raa,‖ maka orang itu berkata, ―Usiaku telah tua, hatiku telah keras, dan lisanku telah
kaku,‖ Beliau menjawab, ―Bacalah surat yang memiliki haamiim,‖ lalu ia berkata seperti perkataannya yang
sebelumnya, maka Beliau bersabda, ―Bacalah tiga kali surat-surat yang ada (awalnya) sabbaha,‖ lalu ia
berkata seperti perkataannya yang sebelumnya, dan berkata, ―Bacakanlah kepadaku wahai Rasulullah satu
surat yang menyeluruh,‖ maka Beliau membacakan surat idzaa zulzilatul ardhu sampai akhirnya, lalu orang
ini berkata, ―Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran. Aku tidak akan menambahnya lagi
selama-lamanya,‖ maka laki-laki itu pergi, kemudian Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,
―Beruntunglah laki-laki itu. Beruntunglah laki-laki itu.‖ Lalu Beliau bersabda, ―Bawalah orang itu
kepadaku,‖ maka orang itu datang, lalu Beliau bersabda, ―Aku diperintahkan berhari raya pada hari Idul
Adh-ha ; Allah menjadikannya sebagai hari raya umat ini.‖ Maka orang itu berkata, ―Bagaimana pendapatmu
jika aku tidak memperoleh hewan sembelihan selain hewan perah milik anakku (dalam lafaz Abu Dawud,
―selain hewan perah yang betina‖), maka apakah aku perlu kurbankan?‖ Beliau menjawab, ―Tidak. Tetapi
kamu perlu mencukur rambut badanmu, menggunting kukumu, mencukur kumismu, dan mencukur bulu
kemaluanmu. Itu adalah penyempurnaan hewan kurbanmu di sisi Allah.‖ (Hadits ini dinyatakan isnadnya
hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Nasa‘i).
671
Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang hal yang akan terjadi pada hari Kiamat, yaitu
bahwa bumi akan diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat sehingga bangunan-bangunan di atasnya
runtuh semua. Demikian pula gunung-gunung dan perbukitan akan diratakan sehingga menjadi datar sama
sekali.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 180


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


2. dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya673,

    


3. dan manusia674 bertanya, "Apa yang terjadi pada bumi ini?" 675

   


4. Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya676,
672
Ibnu Abbas berkata, "Yaitu digoncangkan dari bawahnya.‖
Ayat di atas sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Hajj ayat 1.
673
Yaitu perbendaharaannya dan orang-orang yang telah mati yang dikubur di dalamnya. Semua itu akan
dimuntahkan ke atasnya. Ayat ini sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al Insyiqaq ayat 3-4.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Bumi akan memuntahkan potongan-potongan hatinya seperti tiang-tiang dari emas dan perak, lalu
datang seorang pembunuh dan berkata, ―Karena hal ini aku membunuh,‖ kemudian datang seorang yang
memutuskan tali silaturrahim dan berkata, ―Karena sebab ini aku memutuskan tali silaturrahim,‖ lalu datang
seorang pencuri dan berkata, ―Karena hal ini tanganku dipotong,‖ kemudian mereka meninggalkannya dan
tidak mengambil sesuatu pun daripadanya (sesuatu yang membuatnya melakukan perbuatan dosa).‖
674
Yaitu orang yang kafir kepada kebangkitan.
675
Ia menganggap aneh kejadian itu karena sebelumnya bumi sebagai tempat yang tenang tidak bergoncang
dan dia biasa berada di atasnya dengan tenang, namun ternyata berguncang dengan guncangan yang keras.
Selanjutnya bumi itu mengeluarkan apa yang ditanam dalam perutnya berupa orang-orang yang telah mati;
baik orang-orang yang terdahulu maupun orang-orang yang terakhir. Pada saat itu juga manusia menganggap
aneh kejadian itu, dan bumi pun digantikan dengan bumi yang lain bentuknya, demikian pula langit, lalu
mereka dihadapkan kepada Allah Azza wa Jalla.
676
Yakni memberitakan apa yang dikerjakan di atasnya; kebaikan atau keburukan. Syaikh As Sa‘diy berkata,
―Bumi akan bersaksi terhadap orang-orang yang beramal tentang apa yang mereka kerjakan di atasnya, baik
atau buruk, karena bumi termasuk para saksi terhadap hamba tentang amal yang mereka kerjakan.‖ Hal itu,
karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan bumi untuk memberitahukan apa yang dikerjakan di
atasnya, maka ia tidak mendurhakai perintah-Nya.
Syabib bin Bisyr meriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta‘ala, ―Pada hari itu
bumi menyampaikan beritanya,‖ ia berkata, ―Tuhannya berfirman kepadanya, ―Katakanlah!‖ Maka ia pun
mengatakan.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, ―Sesungguhnya selalu berdzikir baik ketika di jalan, di rumah,
ketika tidak safar maupun ketika safar, dan di area lainnya dapat memperbanyak saksi bagi seorang hamba
pada hari Kiamat, karena area dan tempat, gunung dan bumi akan menjadi saksi bagi orang yang berdzikir
pada hari Kiamat, dimana ketika itu bumi menyampaikan beritanya.‖ (Al Wabilush Shayyib 81).
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Allah Subhanahu wa Ta‘ala Mahakuasa atas segala sesuatu. Jika Dia
memerintahkan sesuatu, maka pasti akan terjadi. Ketika Allah berbicara kepada benda mati, maka benda
mati itu akan berbicara sebagaimana firman Allah Ta‘ala, ―Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit
dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi, "Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa." Keduanya menjawab, "Kami datang
dengan suka hati.‖ (Qs. Fushshilat: 11). Allah Ta‘ala juga berfirman kepada pena, ―Tulislah!‖ Pena
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 181
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) padanya677.

      


6. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok678, untuk
diperlihatkan kepada mereka (balasan) perbuatannya,

      


7. 679Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah680, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya681.

menjawab, ―Ya Rabbi, apa yang aku tulis?‖ Allah berfirman, ―Tulislah semua yang akan terjadi sampai hari
Kiamat.‖ Allah Ta‘ala juga berfirman, ―Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada
Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.‖
(Qs. Yaasiin: 65). Dengan demikian, Allah Azza wa Jalla apabila mengarahkan firman-Nya kepada sesuatu
meskipun benda mati, maka benda itu akan berbicara kepada Allah.‖ (Tafsir Juz Amma bagian surah Az
Zalzalah).
677
Mujahid berkata, ―Mewahyukan, maksudnya adalah memerintahkan.‖
678
Maksudnya, pada hari itu manusia tampil di padang mahsyar ketika Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memberikan keputusan di antara mereka dengan keadaan yang berbeda-beda; ada yang berbahagia dan ada
yang celaka. Ada yang yang diperintahkan ke surga dan ada yang diperintahkan ke neraka. Ada yang putih
mukanya dan ada pula yang hitam dan sebagainya. Menurut Ibnu Katsir, mereka kembali setelah dari tempat
hisab dengan keadaan yang bermacam-macam; ada yang celaka dan ada yang berbahagia, ada yang
diperintahkan ke surga dan ada yang diperintahkan ke neraka.
679
Sa‘id bin Jubair berkata, ―Sebelumnya kaum muslimin merasa, bahwa mereka tidak diberi pahala
terhadap sesuatu yang sedikit yang mereka infakkan, sedangkan yang lain merasa, bahwa mereka tidak akan
dicela karena dosa yang ringan, seperti sebuah perkara dusta, memandang yang diharamkan, ghibah, dan
sebagainya, maka turunlah ayat, ―Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (debu) pun,
maka dia akan melihatnya. Dan barang siapa yang menerjakan keburukan seberat dzarrah pun, maka dia
akan melihatnya.‖ (Terj. QS. Az Zalzalah: 7-8)
680
Yakni seukuran semut yang kecil atau seperti debu yang terlihat ketika ada sorotan sinar. Jika amal
seukuran itu saja diperlihatkan, lalu bagaimana dengan amal yang lebih besar dari itu? Tentu lebih
diperlihatkan lagi. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, ―Pada hari ketika setiap diri mendapatkan
segala kebajikan dihadapkan kepadanya, begitu (pula) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau
kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-
Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.‖ (Terj. QS. Ali Imran: 30).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Kuda itu bisa menghasilkan pahala bagi seseorang, bisa menjadi tirai, dan bisa membuat seseorang berdosa.
Adapun kuda yang menghasilkan pahala adalah kuda yang ditambat di jalan Allah, lalu dia membiarkannya
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 182
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


8. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya682.

di tempat penggembalaan atau taman dalam waktu yang lama. Maka apa yang terjadi selama masa
penggembalaan dan di taman itu melainkan akan menjadi kebaikan baginya, dan jika ia menghentikan masa
penggembalaan itu, lalu kuda itu menaiki satu bukit atau dua bukit, maka jejak kaki dan kotorannya akan
menjadi kebaikan baginya. Dan jika kuda itu menyeberangi sungai, lalu meminum airnya, sedangkan ia tidak
bermaksud memberinya minum melainkan ia memperoleh kebaikannya. Karena itulah kuda itu
menghasilkan pahala. Adapun seorang yang menambatnya untuk mencukupi dirinya dan menjaga dirinya
dari meminta-minta, ia juga tidak melupakan hak Allah pada lehernya (zakat) dan pada punggungnya (tidak
membebaninya dengan beban berat), maka kuda itu menjadi tirainya (untuk menutupi keadaan dan
kefakirannya). Sedangkan kuda yang ditambah seseorang dengan maksud sombong, riya, dan memusuhi
kaum muslim, maka kuda itu membuatnya berdosa. Kemudian Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
ditanya tentang keledai, maka Beliau bersabda, ―Tidak diturunkan kepadaku sesuatu tentangnya kecuali ayat
yang mencakup dan tersendiri, yaitu, ―Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya.-- Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya.‖ (Terj. QS. Az Zalzalah: 7-8).
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari
Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

―Aku melihat seseorang mondar-mandir di surga (menikmati kesenangannya) karena pohon yang ia tebang
di tengah jalan yang mengganggu manusia.‖ (Hr. Muslim)
Faedah:
Dari Sufyan dia berkata, "Ada seorang dari penduduk Syam yang berkata, "Tunjukkan kepadaku keberadaan
Shafwan bin Salim, karena aku bermimpi melihatnya masuk ke surga."
Aku pun bertanya kepadanya, "Karena sebab apa (ia masuk surga) ?" Dia menjawab, "Karena sebab gamis
yang dia pakaikan kepada seseorang."
Salah seorang saudara Shafwan pernah berkata, "Aku pernah bertanya kepada Shafwan tentang kisah gamis
itu, ia menjawab, "Aku keluar dari masjid di malam yang dingin, kulihat ada seorang yang tidak berbaju,
maka aku lepas baju gamisku dan aku pakaikan kepadanya."
(Shifatush Shafwah hal. 385)
Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata, "Sepatutnya seorang mukmin tidak berat mengerjakan kebaikan
meskipun kecil, serta tidak menganggap kecil perbuatan buruk sehingga dia menjauhinya. Hal itu, karena
seorang mukmin tidak mengetahui mana kebaikan yang karenanya Allah merahmatinya, serta tidak
mengetahui mana keburukan yang membuat Allah murka terhadapnya." (Syarh Al Bukhari 10/198)
681
Ayat ini menunjukan bahwa yang ditimbang nanti pada hari Kiamat adalah amal. Ada pula yang
berpendapat, bahwa yang ditimbang adalah catatan amal berdalih dengan hadits bithaqah (selembar kertas
amal yang berisi kalimat Laailaahaillallah yang mengalahkan semua catatan amal buruknya), dan ada pula
yang berpendapat bahwa yang ditimbang adalah orang yang beramal berdalih dengan hadits yang
menyebutkan betis Ibnu Mas‘ud yang lebih berat daripada gunung Uhud.
682
Dalam ayat di atas terdapat targhib (dorongan) untuk mengerjakan kebaikan meskipun kecil, dan tarhib
(penakut-nakutan) tehadap perbuatan buruk meskipun ringan. Di dalamnya terdapat dorongan beramal saleh
dan bahwa amal meskipun kecil tidak akan disia-siakan bahkan akan dilihatnya nanti pada hari Kiamat.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Addiy bin Hatim secara marfu‘ (dari Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam),

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 183


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

―Bertakwalah kepada Allah meskipun dengan bersedekah separuh kurma. Jika ia tidak mendapatkannya,
maka dengan kata-kata yang baik.‖
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Dzar secara marfu,

―Janganlah meremehkan perkara ma‘ruf meskipun kecil meskipun bertemu dengan saudaramu hanya dengan
muka yang manis.‖
Ibnu Majah meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‗anha, ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam bersabda kepadaku,

―Wahai Aisyah! Jauhilah amal-amal yang dianggap ringan (dari perbuatan dosa), karena ada penuntut dari
Allah terhadapnya.‖ (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al Albani)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas‘ud, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Jauhilah dosa-dosa yang dipandang ringan, karena jika berkumpul pada seseorang akan membuatnya
binasa.‖
Kemudian Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam membuat perumpamaan terhadapnya, yaitu seperti
sebuah kaum yang singgah di sebuah tanah lapang, lalu seorang pembuat makanan datang, kemudian
seseorang pergi membawa kayu, yang lain juga pergi membawa kayu, sehingga mereka berhasil
mengumpulkan (asap) hitam dan menyalakan api, serta membuat matang makanan yang ditaruh di
dalamnya.‖ (Hadits ini dinyatakan hasan lighairih oleh pentahqiq Musnad Ahmad).
Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata, "Sepatutnya seorang mukmin tidak berat mengerjakan kebaikan
meskipun kecil, serta tidak menganggap kecil perbuatan buruk sehingga dia menjauhinya. Hal itu, karena
seorang mukmin tidak mengetahui mana kebaikan yang karenanya Allah merahmatinya, serta tidak
mengetahui mana keburukan yang membuat Allah murka terhadapnya." (Syarh Al Bukhari 10/198)
Dari ayat 1-8 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan kebangkitan dan
pembalasan, (2) pemberitahuan tentang akan berubahnya keadaan alam semesta, (3) dapat berbicaranya
benda mati menunjukan kekuasaan Allah Azza wa Jalla, (4) tidak meremehkan kebaikan dan keburukan
meskipun kecil.
Selesai tafsir surah Az Zalzalah dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalmiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 184


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al ‘Aadiyaat (Kuda Perang Yang Berlari Kencang) 683


Surah ke-100. 11 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-11: Sumpah dengan kuda para mujahid yang keadaannya mulia di sisi Allah terhadap
sikap manusia yang ingkar kepada Tuhannya dan bakhil dengan hartanya.

  


1. 684Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah685,

  


2. dan kuda yang memercikkan bunga api (dengan pukulan kuku kakinya)686,

  


3. dan kuda yang menyerang (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi687,

   


4. sehingga menerbangkan debu,

   


5. lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh688,

683
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan sifat manusia yang perhatiannya tertuju kepada dunia,
mengingatkannya terhadap tempat kembalinya nanti, serta mendorong untuk memperbaiki hatinya.
684
Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan kuda karena di dalamnya terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah yang jelas dan nikmat-nikmat-Nya yang tampak jelas. Dia bersumpah dengan kuda-kuda itu
ketika kuda-kuda itu melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh hewan lainnya.
Allah Azza wa Jalla bersumpah dengan kuda yang digunakan berjihad di jalan-Nya menunjukkan keutamaan
kuda yang digunakan di jalan-Nya.
685
Yakni suara nafas kuda ketika berlari kencang.
686
Ketika berbenturan dengan batu.
687
Waktu pagi adalah waktu terbaik untuk menyerang musuh. Oleh karenanya Nabi shallallahu alaihi wa
sallam tidak melakukan penyerangan di malam hari, bahkan menunda hingga tiba waktu Subuh. Disebutkan
dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim diterangkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
menyerang di waktu pagi dan sebelumnya mencoba mendengar azan. Jika terdengar, maka Beliau tidak jadi
menyerang, tetapi jika tidak terdengar azan, maka Beliau menyerang. Hal ini menunjukkan, bahwa azan
adalah syiar Islam yang agung yang menjadi tanda bahwa suatu negeri dianggap negeri Islam. Syiar lainnya
di samping azan adalah ditegakkan shalat berjamaah, shalat Jum‘at, dan shalat hari raya.
688
Yang terdiri dari orang-orang kafir.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 185


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


6. Sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak berterima kasih) kepada Tuhannya689,

    


7. dan sesungguhnya dia (manusia) menyaksikan (mengakui) keingkarannya690,

    


8. dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan691.

        


9. 692Maka tidakkah dia693 mengetahui apabila apa yang di dalam kubur dikeluarkan694,

    


10. dan apa yang tersimpan di dalam dada695 dilahirkan?

     


11. Sungguh, Tuhan mereka pada hari itu Mahateliti terhadap keadaan mereka696.

689
Inilah isi sumpahnya, yaitu bahwa manusia benar-benar berat melakukan kebaikan yang menjadi
kewajibannya kepada Tuhannya. Tabiatnya berat memenuhi hak-hak secara sempurna yang menjadi
kewajibannya, bahkan malas dan enggan mengeluarkan kewajibannya baik yang terkait dengan harta
maupun perbuatan, kecuali orang yang Allah berikan hidayah, sehingga ia keluar dari sifat itu kepada sifat
senang memenuhi hak-hak. Menurut Al Hasan, maksud ―kanuud‖ adalah orang yang menghitung-hitung
musibah dan melupakan nikmat-nikmat Allah kepadanya.
690
Yakni manusia mengakui sikapnya itu. Bisa juga kata ―hu‖ di ayat tesebut kembalinya kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala, sehingga artinya, ―Sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak berterima kasih)
kepada Tuhannya, padahal Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyaksikannya.‖ Sehingga di dalamnya terdapat
ancaman bagi orang yang ingkar kepada nikmat Tuhannya.
691
Sehingga ia menjadi bakhil dan membuatnya tidak memenuhi kewajibannya, mengutamakan hawa
nafsunya daripada memenuhi hak Tuhannya. Ini semua tidak lain karena terbatas pandangannya hanya
melihat dunia saja dan lalai terhadap akhirat. Oleh karena itulah, di ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa
Ta'aala mendorongnya agar takut kepada hari akhirat.
692
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta‘ala berfirman untuk mendorong seseorang zuhud kepada dunia dan
cinta kepada akhirat, serta mengingatkan hal yang akan terjadi setelah keadaan yang disebutkan itu dan
keadaan-keadaan mengerikan yang akan dihadapi manusia.
693
Orang yang tertipu ini.
694
Yaitu orang-orang yang telah mati untuk dibangkitkan dan dikumpulkan, sehingga ia pun mau
memperbaiki dirinya dan mau beriman dan beramal saleh.
695
Seperti kekufuran dan keimanan, niat yang buruk dan niat yang baik, serta amalan hati lainnya. Ayat ini
seperti firman Allah Ta‘ala di surah Ath Thariq ayat 9 dan 10. Jika di dunia, manusia diperlakukan
berdasarkan lahiriahnya sehingga orang munafik diperlakukan seperti seorang muslim, namun di akhirat
bukan hanya lahiriah, batin pun diperhatikan. Oleh karena itu, hendaknya kita memperhatikan kebersihan
hati kita.
696
Dia melihat amal mereka yang tampak maupun yang tersembunyi, yang samar maupun yang jelas, dan
akan memberikan balasan terhadapnya serta tidak berbuat zalim sedikit pun juga. Dikhususkan dengan ‗pada
hari itu‘ meskipun sesungguhnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengetahui mereka di setiap waktu, karena
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 186
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Qaari’ah (Hari Kiamat) 697


Surah ke-101. 11 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-11: Peristiwa dahsyat pada hari Kiamat, terbaginya manusia menjadi dua golongan;
golongan yang berbahagia dan golongan yang celaka, dan balasan sesuai amal mereka.

 
1. Hari Kiamat698,

  


2. apakah hari Kiamat itu?699

    


3. Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?

     


4. Pada hari itu manusia700 adalah seperti laron yang bertebaran701,

    


5. dan gunung-gunung702 adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan703.

yang dimaksud dengannya adalah pembalasan terhadap amal yang tegak atas pengetahuan Allah Subhaanahu
wa Ta'aala dan penglihatan-Nya.
Dari ayat 1-11 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) dorongan untuk berjihad di jalan Allah
Azza wa Jalla dan mempersiapkan diri untuknya, (2) menerangkan kenyataan yang sebenarnya, yaitu bahwa
manusia sangat kufur terhadap nikmat Allah; ia ingat musibah tetapi lupa nikmat-nikmat yang Allah berikan,
(3) menerangkan keadaan manusia yang sangat cinta terhadap harta kecuali jika dirinya dibina di atas iman
dan amal saleh, (4) menetapkan akidah kebangkitan dan pembalan terhadap amal.
Selesai tafsir surah Al ‗Adiyat dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, walhamdulillahi
Rabbil ‗alamin.
697
Di antara kandungan surah ini adalah mengingatkan hati dengan peristiwa mengerikan yang akan terjadi
pada hari Kiamat.
698
Hari Kiamat disebut Al Qaari‘ah karena kedahsyatannya begitu keras mengetuk dan mengagetkan hati
(Lihat Qs. An Naml: 87).
699
Kalimat ini untuk membesarkan perkaranya, demikian pula kalimat setelahnya.
700
Karena dahsyatnya peristiwa pada hari itu.
701
Mereka bertebaran, pergi kesana dan kemari karena kebingungan sampai mereka dipanggil untuk dihisab.
Menurut sebagian ulama, hal ini ketika mereka dibangkitkan dari kubur (Lihat pula Qs. Al Qamar: 7).
702
Yang sebelumnya kokoh dan kuat menjadi sangat lemah sekali.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 187


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


6. 704Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya 705,

703
Sehingga menjadi debu dan rata dengan tanah padahal sebelumnya keras dan kokoh (Lihat pula Qs. Al
Waqi‘ah: 5-6).
704
Selesai penghisaban, lalu disiapkanlah timbangan yang memiliki dua daun timbangan. Ketika proses
penimbangan dilakukan, maka manusia terbagi menjadi dua golongan; orang yang berbahagia dan orang
yang celaka. Orang yang berbahagia adalah orang yang berat timbangan kembaikannya, sedangkan orang
yang celaka adalah orang yang ringan timbangan kebaikannya.
705
Di antara amalan yang dapat memberatkan timbangan kebaikan adalah seperti yang disebutkan dalam
hadits berikut:
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

―Dua kalimat yang dicintai Ar Rahman, ringan di lisan dan berat di timbangan; subhaanallahi wa bihamdih,
subhaanahllahil ‗azhiim (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya, Mahasuci Allah yang Maha Agung).‖
(HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain)

―Tidak ada sesuatu yang lebih berat di timbangan selain akhlak yang baik.‖ (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi,
ia (Tirmidzi) menshahihkannya serta dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

“Bersuci sebagian dari iman, Alhamdulillah dapat memenuhi timbangan, Subhanallah dan Al Hamdulillah
dapat memenuhi antara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, kesabaran adalah sinar
dan Al Quran dapat menjadi hujjah yang membantumu atau memberatkanmu. Semua manusia berangkat
menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya (dari kehinaan dan azab) dan ada juga yang
menghancurkannya. (HR. Muslim)

―Sungguh bagus sekali-sungguh bagus sekali lima kalimat ini; alangkah beratnya di timbangan, yaitu:
Laailaahaillallah, Allahu Akbar, Subhaanallah, Alhamdulillah, demikian pula anak yang saleh yang wafat,
lalu kedua orang tuanya mengharap pahala terhadapnya.‖ Beliau juga bersabda, ―Sungguh bagus sekali-
sungguh bagus sekali lima hal yang barang siapa menemui Allah dalam keadaan meyakininya, maka ia akan
masuk surga, yaitu: beriman kepada Allah, hari Akhir, surga, neraka, kebangkitan setelah mati, dan hisab.‖
(Hr. Ahmad, dan dinyatakan shahih oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah no. 15662, demikian pula
oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 2817)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 188


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


7. maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang) 706.

    


8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,

  


9. maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah707.

    


10. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?708

  


11. (Yaitu) api yang sangat panas709.

―Dua perkara yang tidaklah dijaga oleh seorang muslim melainkan dia akan masuk surga. Kedua perkara itu
ringan, namun yang mengamalkannya sedikit, yaitu engkau bertasbih kepada Allah sepuluh kali, bertahmid
sepuluh kali, dan bertakbir sebanyak sepuluh kali di akhir setiap shalat. Itu jumlahnya 150 di lisan dan 1.500
di timbangan. Demikian pula engkau bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, dan bertakbir 34 kali –Perawi
bernama Atha ragu-ragu yang mana yang dibaca 34 kali- ketika hendak tidur, sehingga jumlahnya 100 di
lisan dan 1.000 di timbangan.‖ (Hr. Ahmad no. 6910 dan dinyatakan hasan isnadnya oleh pentahqiq Musnad
Ahmad cet. Ar Risalah)
706
Yaitu masuk ke dalam surga.
707
Hawiyah adalah salah satu nama neraka, dimana orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya atau
yang tidak ada kebaikannya sama sekali seperti halnya orang kafir akan tinggal di sana. Menurut Ibnu Jarir,
disebut ummu kepada neraka Hawiyah adalah karena dia tidak memiliki tempat tinggal selainnya.
Nas‘alullahassalamah wal ‗afiyah.
Ada pula yang berpendapat, bahwa maksudnya dia akan dilempar ke neraka secara jungkir balik (dengan
kepala di bawah). Qatadah berkata, ―Dia akan jatuh ke neraka di atas kepalanya.‖ Hal yang sama juga
dikatakan oleh Abu Shalih.
708
Kalimat ini untuk memperbesar perkaranya.
709
Panasnya diberi kekuatan 69 kali api dunia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

―Apimu ini, yakni yang dinyalakan anak Adam adalah salah satu dari tujuh puluh bagian dari panas neraka
Jahannam.‖ Para sahabat bertanya, ―Demi Allah, satu bagian saja (dari api) itu sudah cukup wahai
Rasulullah.‖ Beliau bersabda, ―Sesungguhnya neraka Jahannam ditambahkan panasnya dengan 69 kali
(panas api di dunia), dimana masing-masing bagian sama panasnya.‖ (HR. Muslim)
Semoga Allah Subhaanahu wa Ta'aala melindungi kita daripadanya, aamin.
Dari ayat 1-11 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan akidah kebangkitan dan
pembalasan, (2) mengingatkan peristiwa yang akan terjadi pada hari Kiamat dan azab Allah pada hari itu, (3)
adanya mizan dan penimbangan amal, (4) manusia terbagi menjadi dua golongan; golongan ahli surga dan
golongan ahli neraka.
Dalam ayat di atas juga terdapat dalil, bahwa pada hari Kiamat terdapat beberapa timbangan. Sebagian ahli
ilmu mengatakan, bahwa pada hari itu terdapat beberapa timbangan, dimana setiap umat ada timbangan
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 189
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

untuknya dan setiap amal juga ada timbangannya. Namun yang lain berpendapat, bahwa pada hari itu ada
satu timbangan, dan dijamakan (mawazin) karena melihat hal yang ditimbang sesuai amal atau sesuai
umatnya, atau sesuai individunya. Dan dalam surat Al A‘raaf diterangkan tentang orang-orang yang sama
timbangan kebaikan dengan keburukannya, bahwa mereka ditahan di Al A‘raaf (Lihat Qs. Al A‘raaf ayat 46-
50).
Selesai tafsir surah Al Qaari‘ah dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 190


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah At Takaatsur (Bermegah-Megahan) 710


Surah ke-102. 8 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-8: Surah ini membicarakan tentang sibuknya manusia dengan hal-hal yang
melalaikan dan bahaya yang akan mereka temui di akhirat.

  


1. 711Bermegah-megahan telah melalaikan kamu712,

   


2. Sampai kamu masuk ke dalam kubur713.

710
Di antara kandungan surah ini adalah mengingatkan orang yang sibuk mengejar dunia dengan kematian
dan hisab.
711
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman menegur hamba-hamba-Nya yang dibuat lalai oleh bermegah-
megahan dari mengerjakan tujuan mereka diciptakan, yaitu beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
mengenal-Nya, kembali kepada-Nya, dan mengutamakan kecintaan kepada-Nya di atas segala sesuatu.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

―Allah Azza wa Jalla berfirman –Affan (perawi hadits) berkata, ―Yaitu pada hari Kiamat-, ―Wahai anak
Adam! Aku telah mengangkutmu di atas kuda dan unta, Aku telah menikahkanmu dengan wanita, Aku
jadikan engkau memperoleh seperempat ghanimah, dan Aku menjadikanmu sebagai pemimpin? Di mana
rasa syukurmu itu?‖ (Hadits ini dinyatakan isnadnya shahih sesuai syarat Muslim oleh pentahqiq Musnad
Ahmad cet. Ar Risalah).
712
Maksudnya, bermegah-megahan dalam hal banyak harta, anak, pengikut, kemuliaan, kedudukan dan
semisalnya yang tujuannya bukan untuk mencari keridhaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
713
Kelalaianmu dan kesibukanmu dengannya (bermegah-megahan) berlanjut terus sampai kamu dijemput
oleh kematian dan masuk ke liang kubur.
Imam Bukhari, Tirmidzi, Nasa‘i, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, ―Rasulullah
shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Dua nikmat yang banyak orang terlena di sana, yaitu sehat dan waktu luang.‖
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebut masuk ke dalam kubur dengan ―zurtum‖ (kamu menziarahi)
menunjukkan bahwa alam kubur atau alam barzakh bukan merupakan tempat terakhir, bahkan hanya sekedar
diziarahi, kemudian ditinggalkan menuju ke tempat yang kekal (akhirat). Hal ini menunjukkan adanya
kebangkitan dan pembalasan terhadap amal di negeri yang kekal yang tidak fana‘. Oleh karena itu, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menakut-nakuti mereka dengan firman-Nya, ―Janganlah begitu! Kelak kamu akan
mengetahui (akibat perbuatanmu itu),-- kemudian jangan begitu! Kelak kamu akan mengetahui.-- Janganlah
begitu! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti (akibat bermegah-megahan itu),‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 191


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


3. Janganlah begitu! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),

    


4. kemudian jangan begitu! Kelak kamu akan mengetahui714.

Umar bin Abdul Aziz berdalih dengan ayat di atas bahwa orang yang menziarahi (mampir) ke kuburan pasti
akan kembali ke kampungnya, dan bahwa kubur bukanlah tempat menetap selamanya. Bahkan ada orang
Arab badui ketika mendengar seseorang membacakan ayat ―Hatta zurtumul maqaabir‖ langsung berkata,
―Demi Allah, orang yang menziarahi tidak akan menetap. Demi Allah kita pasti akan dibangkitkan.‖ Dengan
demikian, keliru orang yang mengatakan bahwa kubur merupakan tempat peristirahatan terakhir.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Asy Syikhkhir ia berkata, ―Aku tiba di hadapan Rasulullah
shallallahu ‗alaihi wa sallam, sedangkan Beliau membacakan ayat, ―Al Haakumut takaatsur,‖ Beliau
bersabda,

―Anak Adam akan berkata, ―Hartaku, hartaku.‖ Lalu dikatakan, ―Bukankah hartamu adalah yang kamu
makan lalu habis, yang kamu pakai lalu usang, atau yang kamu sedekahkan, itulah yang kamu bawa.‖
(Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi, dan Nasa‘i).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‗anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam bersabda,

―Seorang hamba akan berkata, ―Hartaku, hartaku.‖ Padahal hartanya ada tiga; yang ia makan telah habis,
yang ia pakai telah usang, yang ia sedekahkan adalah simpanannya. Selain itu akan hilang dan ditinggalkan
kepada manusia.‖
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Mayit akan diikuti oleh tiga hal; yang dua akan pulang meninggalkannya, sedangkan yang satu akan tetap
bersamanya. Ia akan diikuti oleh keluarga, harta, dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan pulang,
sedangkan amalnya akan tetap bersamanya.‖ (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi, dan
Nasa‘i).
Faedah:
Suatu ketika Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah dikunjungi Raja Khalid bin Abdul
Aziz, dilihatnya rumah Syaikh Ibnu Utsaimin tampak tidak ada sesuatu yang menyedapkan pandangan,
maka raja Khalid berkata, "Kami akan perintahkan membangun rumah yang baru yang layak untukmu."
Syaikh menjawab, "Semoga Allah balas engkau dengan kebaikan. Kami sudah punya rumah di Shalihiyyah
yang sedang kami siapkan dan akan pindah ke sana."
Raja Khalid pun tenang.
Setelah raja Khalid pergi, maka murid-muridnya bertanya keheranan, "Ya syaikhana (wahai guru kami),
kami tidak tahu engkau punya rumah di Shalihiyyah?! "
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, "Bukankah di sana terdapat kuburan Shalihiyyah? Di kuburan itulah
rumahku dan rumah di akhirat itu lebih berhak untuk dimakmurkan." (Kiriman Akh Abu Anas).
714
Al Hasan berkata, ―Ayat ini adalah ancaman setelah ancaman.‖
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 192
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


5. Janganlah begitu!715 Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti (akibat bermegah-megahan itu)716,

  


6. niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim717,

    


7. kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri718,

     


8. kemudian kamu benar-benar akan ditanya719 pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di
dunia itu)720.

Menurut Adh Dhahhak, ayat ―Kallaa saufa ta‘lamun (artinya: Janganlah begitu! Kelak kamu akan
mengetahui (akibat perbuatanmu itu)) tertuju kepada orang-orang kafir, sedangkan ayat, ―Tsumma kallaa
saufa ta‘lamun,‖ (artinya: kemudian jangan begitu! Kelak kamu akan mengetahui) tertuju kepada orang-
orang mukmin.
715
Kata ‗kalla‘ bisa juga diartikan haqqan (tentu), yakni tentu saja jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin, tentu kamu akan tahu bahwa kamu berada di atas kesesatan dan kesalahan yang
besar.
716
Yakni kalau sekiranya kamu mengetahui hal yang akan terjadi di hadapan kamu dengan pengetahuan
yang masuk sampai ke hati, tentu kamu tidak dibuat lalai oleh bermegah-megahan dan tentu kamu akan
bersegera mengerjakan amal saleh.
717
Kamu akan sampai pada hari Kiamat lalu kamu akan melihat neraka yang telah Allah siapkan untuk
orang-orang kafir. Neraka itu saking dahsyat dan mengerikannya, membuat malaikat dan nabi berlutut.
Ayat ini bukanlah jawab terhadap huruf ‗Law‘ (kalau sekiranya) yang ada pada ayat sebelumnya, bahkan
ayat ini adalah jumlah musta‘nafah (kalimat baru). Oleh karena itu tidak diwashalkan dengan ayat
sebelumnya. Ayat di atas merupakan jumlah qasamiyyah (kalimat sumpah) yang takdirnya adalah ‗Demi
Allah, kamu pasti akan melihat neraka Jahim‘.
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta‘ala, ―Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka
718

meyakini, bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling dari
padanya.‖ (Terj. Qs. Al Kahfi: 53)
719
Pertanyaan tentang kenikmatan yang dirasakan tertuju baik kepada orang mukmin maupun orang kafir,
hanyasaja pertanyaan kepada orang mukmin adalah pertanyaan mengingatkan, sedangkan pertanyaan kepada
orang kafir adalah pertanyaan teguran dan celaan.
720
Seperti nikmat sehat, nikmat waktu luang, nikmat keamanan, nikmat makan, nikmat minum, dan lain-lain.
Kamu akan ditanya, apakah kamu sudah bersyukur terhadapnya dan memenuhi hak Allah di sana ataukah
kamu malah menggunakan kenikmatan itu untuk bermaksiat kepada-Nya dan tertipu dengannya sehingga
kamu tidak melakukan sikap syukur? Sehingga kamu diberi hukuman terhadapnya. Allah Subhaanahu wa
Ta'aala berfirman, ―Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan), "Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu (saja) dan kamu telah
bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang menghinakan karena
kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik.‖ (Terj. Qs. Al
Ahqaaf: 20).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 193


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

―Suatu hari atau suatu malam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar, ternyata ditemuinya
Abu Bakar dan Umar, maka Beliau berkata, ―Apa yang membuat kamu berdua keluar dari rumah kamu pada
waktu ini?‖ Keduanya menjawab, ―Lapar, wahai Rasulullah.‖ Beliau bersabda, ―Saya, demi Allah yang
jiwaku ada di Tangan-Nya juga keluar karena alasan yang sama dengan kamu berdua.‖ Lalu mereka berdua
bangun bersama Beliau mendatangi salah seorang Anshar, namun ternyata ia sedang tidak berada di
rumahnya. Tetapi ketika istrinya melihat Beliau, maka istrinya berkata, ―Selamat datang!‖ Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, ―Di mana si fulan?‖ Istrinya menjawab, ―Dia sedang pergi
mencari air segar untuk kami.‖ Lalu orang Anshar itu datang, ia pun melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dan kedua sahabatnya dan berkata, ―Segala puji bagi Allah, tidak ada seorang pun pada hari ini yang
lebih mulia tamunya daripada aku.‖ Ia pun pergi lalu membawakan tandan kurma yang terdapat kurma yang
belum matang, kurma kering, dan kurma basah. ― Ia berkata, ―Makanlah darinya.‖ Lalu ia (orang Anshar itu)
mengambil pisau kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ―Jauhi hewan yang
diambil susunya.‖ Kemudian ia menyembelih hewan untuk mereka, dan mereka pun memakan daging
kambing dan kurma pada tandan itu dan minum. Setelah mereka kenyang dan hilang dahaganya, maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, ―Demi Allah yang jiwaku
berada di Tangan-Nya, pasti kamu akan ditanya tentang kenikmatan ini pada hari Kiamat. Kamu keluar dari
rumah karena lapar, lalu kamu tidak pulang kecuali setelah memperoleh kenikmatan ini.‖ (HR. Muslim).
Dari ayat 1-8 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) peringatan dari mengumpulkan harta
dan memperbanyaknya namun tidak disertai sikap syukur dan taat kepada Allah Azza wa Jalla, (2)
menetapkan adanya azab kubur, (3) menetapkan akidah kebangkitan dan pembalasan, (4) seorang hamba
akan ditanya tentang nikmat yang Allah berikan kepadanya.
Selesai tafsir surah surah At Takatsur dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 194


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al ‘Ashr (Masa) 721


Surah ke-103. 3 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-3: Sebab manusia bahagia dan celaka di dunia ini dan sungguh rugi orang yang tidak
memanfaatkan waktunya untuk beriman dan beramal saleh.

721
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan hakikat keberuntungan dan kerugian dalam hidup dan
mengingatkan tentang pentingnya waktu yang dijalani manusia.
Imam Syafi'i rahimahullah berkata, "Kalau sekiranya manusia mau mentadabburi surat ini, tentu ia cukup
bagi mereka.‖ Yakni cukup sebagai penasihat dan pendorong mereka untuk beriman, beramal saleh,
berdakwah, dan bersabar.
Para Ahli Sejarah menyebutkan, bahwa Amr bin ‗Ash pernah menjadi utusan untuk menemui Musailamah
Al Kadzdzab. Hal ini terjadi ketika Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam telah diutus dan ‗Amr belum
masuk Islam, lalu Musailamah berkata kepada ‗Amr, ―Apa yang diturunkan kepada temanmu itu di masa
(genjatan senjata) ini?‖ ‗Amr menjawab, ―Sungguh, telah diturunkan kepadanya sebuah surat yang ringkas
namun padat.‖ Musailamah berkata, ―Apa itu?‖ Amr menjawab, ―Yaitu,

―Demi masa.--Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,--Kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran. (Terj. QS. Al ‗Ashr: 1-3). Lalu Musailamah berpikir sejenak kemudian berkata,
―Demikian pula diturunkan kepadaku surat semisalnya.‖ Amr menjawab, ―Apa itu?‖ Ia menjawab,

Artinya: Wahai marmut! Wahai marmut! Engkau adalah binatang yang memiliki dua telinga dan dada yang
besar. Selebihnya kecil dan jelek.
Lalu Musailamah berkata, ―Bagaimana menurutmu wahai ‗Amr?‖ Amr menjawab, ―Demi Allah,
sesungguhnya engkau mengetahui, bahwa aku tahu dirimu dusta.‖ (Ibnu Katsir menyebutkan kisah ini dalam
Al Bidayah 6/320 dan Al Hafizh dalam Al Ishabah 3/225).
Namun tentang keshahihan kisah di atas perlu ditinjau kembali, karena Amr bin Ash telah masuk Islam lebih
dulu sebelum Musailamah mengaku sebagai nabi, sedangkan Musailamah mengaku sebagai nabi pada tahun
ke-10 H. Ketika itu Amr bin Ash menjadi delegasi kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama
kaumnya pada tahun ke-10 H sebagaimana dalam As Sirah An Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam (3/74),
sedangkan Amr bin Ash masuk Islam pada tahun ke-8 H menurut pendapat yang shahih sebagaimana
disebutkan dalam Al Ishabah karya Al Hafizh Ibnu Hajar (2/3). Dalam Al Ishabah (3/225) disebutkan,
bahwa Amr bin Ash pernah diutus Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ke Bahrain. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam wafat sedangkan Amr berada di sana, dan bahwa Amr pernah bertemu dengan Musailamah,
lalu Musailamah memberinya keamanan dan berkata kepadanya, ―Sesungguhnya Muhammad diutus untuk
perkara besar, sedangkan aku diutus untuk perkara ringan,‖ lalu disebutkan hal yang sama dengan kisah di
atas. Al Hafizh juga menyandarkan kisah ini kepada Ibnu Syahin dalam Ash Shahabah. Dengan demikian,
bahwa kisah tersebut terjadi setelah Amr bin Ash masuk Islam, tidak sebelumnya, wallahu a‘lam.(Lihat:
https://ferkous.com/home/?q=rihab-4-13)
Imam Thabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Hafsh Abu Madinah, ia berkata, ―Ada dua orang dari
kalangan sahabat Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam yang apabila bertemu, lalu hendak berpisah
melainkan salah satunya membacakan kepada yang lain surat Al ‗Ashr sampai akhirnya, kemudian salah
satunya mengucapkan salam kepada yang lain.‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 195


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

 
1. Demi masa722.

    


2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian723,

         
3. kecuali orang-orang yang beriman724 dan mengerjakan amal saleh725 serta saling menasihati
untuk kebenaran726 dan saling menasihati untuk kesabaran727.

722
Kata ‗Ashr‘ di ayat bisa juga diartikan waktu ‗Ashr atau shalat Ashar. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
bersumpah dengan masa yang mencakup malam dan siang; yang merupakan tempat terjadinya perbuatan
hamba dan amal mereka, bahwa setiap manusia akan rugi, yakni tidak beruntung sebagaimana diterangkan
dalam ayat selanjutnya. Kerugian ada beberapa macam; ada kerugian yang mutlak dan ada kerugian yang
hanya sebagiannya saja. Kerugian yang mutlak adalah kerugian di dunia dan akhirat; di dunia mendapatkan
kesengsaraan, kebingungan dan tidak mendapatkan petunjuk, sedangkan di akhirat mendapatkan neraka
Jahannam. Allah Subhaanahu wa Ta'aala meratakan kerugian kepada semua manusia kecuali orang yang
memiliki empat sifat; iman, amal saleh, saling menasihati untuk mengikuti kebenaran, dan saling menasihati
untuk menjalankan kesabaran.
723
Pernyataan di ayat ini dan sebelumnya diperkuat dengan tiga penguat, yaitu qasam (sumpah), huruf inna
(sesungguhnya), dan lam taukid (penguat).
724
Yaitu beriman kepada apa yang diperintahkan Allah untuk diimani seperti rukun iman yang enam, dan
iman tidak dapat terwujud kecuali dengan ilmu (belajar), sehingga ia merupakan bagian yang
menyempurnakannya. Dalam ayat ini terdapat dalil untuk mendahulukan ilmu sebelum beramal.
725
Amal saleh mencakup semua perbuatan yang baik yang tampak maupun yang tersembunyi; yang terkait
dengan hak Allah maupun hak manusia, yang wajib maupun yang sunah. Amal saleh juga adalah amal yang
menghimpun dua sifat, yaitu ikhlas dan mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
726
Yaitu beriman, atau ilmu yang bermanfaat dan amal saleh, yakni saling menasihati untuk melakukan hal
itu dan mendorongnya. Bisa juga maksudnya, saling menasihati untuk menjalankan ketaatan dan
meninggalkan larangan.
727
Yakni bersabar untuk tetap menaati Allah, bersabar untuk tetap menjauhi larangan Allah, dan bersabar
terhadap taqdir Allah yang pedih, termasuk bersabar terhadap gangguan manusia yang menyakitinya ketika
ia melakukan amar ma‘ruf dan nahi munkar. Kedua hal yang sebelumnya, yaitu iman dan amal saleh dapat
menyempurnakan diri seseorang, sedangkan kedua hal yang setelahnya dapat menyempurnakan orang lain.
Dengan keempat perkara itulah seseorang akan selamat dari kerugian dan memperoleh keberuntungan.
Barang siapa yang kehilangan salah satu dari perkara ini, maka ia mendapatkan kerugian sesuai kehilangan
yang terjadi padanya.
Syaikh Muhammad bin ‗Abdul Wahhab dalam Al Ushul Ats Tsalaatsah berdalih dengan surah ini untuk
menerangkan kewajiban seorang muslim, yaitu ilmu (berupa mengenal Allah, mengenal nabi-Nya, dan
mengenal agama Islam), amal, dakwah, dan sabar.
Syaikh Muhammad Khalil Harras rahimahullah berkata, "Bersabarlah sebentar wahai saudaraku yang berada
di atas kebenaran, dan jangan keluh kesah karena sedikitnya orang yang membantu dan banyaknya yang
memusuhi, karena hari-hari di dunia hanya sebentar dan umur kita akan habis. Ketahuilah bahwa apa yang
kau dapatkan di dunia ini berupa cobaan dan yang engkau rasakan berupa gangguan orang-orang yang jahil,
semua itu untuk mencari keridhaan Allah Rabbmu, maka janganlah mereka yang berada di atas kebatilan
lebih sabar dalam kebatilan mereka daripada engkau bersabar di atas kebenaran, karena keadaan mereka
seperti engkau; mereka sakit sebagaimana engkau sakit dan mereka juga sabar, akan tetapi mereka berada di
atas ketaatan kepada setan, maka jadikanlah kesabaranmu di atas ketaatan kepada Ar-Rahman." (Syarhul
Qashidah An Nuniyyah: 605)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 196


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Humazah (Pengumpat) 728


Surah ke-104. 9 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-9: Celaan kepada orang yang menggunjing orang lain sebagaimana tercelanya orang
yang menimbun hartanya sehingga tidak berinfak, dan akibat yang akan mereka peroleh.

    


1. Celakalah729 bagi setiap pengumpat dan pencela730,

    


2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya731,

    


3. dia (manusia) mengira732 bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya733,

Dari ayat 1-3 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) keutamaan surah Al Ashr karena di
dalamnya memuat jalan keselamatan dan keberuntungan, (2) tempat kembali orang kafir dan bahwa ia akan
memperoleh kerugian yang sesungguhnya, (3) keberuntungan orang yang beriman dan beramal saleh; yang
menjauhi syirik dan maksiat, (4) perintah saling menasihati mengikuti kebenaran dan menetapi kesabaran.
Selesai tafsir surah surah Al ‗Ashr dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.
728
Di antara kandungan surah ini adalah ancaman terhadap orang-orang yang sombong yang mengolok-olok
agama dan mengolok-olok orang-orang yang mengamalkannya.
729
Kata ‗wail‘ merupakan kata siksaan, ancaman, dan kerasnya azab, atau sebuah lembah di neraka
Jahannam, akan tetapi pendapat sebelumnya lebih kuat.
730
Menurut penyusun tafsir Al Jalaalain, ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang sering
menggunjing Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin, seperti Umayyah bin Khalaf, Walid bin
Mughirah dan lain-lain, wallahu a‘lam.
Humazah artinya yang mencela manusia dengan isyarat dan perbuatannya, sedangkan lumazah adalah yang
mencela dengan ucapannya. Menurut Mujahid, humazah artinya mencela dengan tangan (tindakan) dan
mata, sedangkan lumazah dengan ucapan.
Ada pula yang mengatakan, bahwa lumazah dan humazah sama maknanya, namun rajih (kuat) adalah bahwa
humazah mencela dengan tindakan (seperti dengan sikapnya yang menunjukan celaan), sedangkan lumazah
mencela dengan ucapan, wallahu a‘lam.
Di antara sifat para pengumpat (penggunjing) lagi pencela adalah seperti yang disebutkan dalam ayat
selanjutnya, yaitu tidak ada maksud selain mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, tidak suka
berinfak di jalur-jalur kebaikan, tidak suka menyambung tali silaturrahim, dan sebagainya.
731
Maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta karena sangat cintanya, dan harta itu menjadi
pusar perhatiannya sehingga membuatnya menjadi kikir dan tidak mau menginfakkannya di jalan Allah.
Menurut Muhammad bin Ka‘ab, maksudnya ia dibuat lalai oleh hartanya di siang hari dari waktu ini sampai
waktu itu. Ketika tiba malam hari ia tidur seperti bangkai yang busuk.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 197


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


4. Sekali-kali tidak! 734 Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Huthamah735.

    


5. Dan tahukah kamu apakah (neraka) Huthamah itu?736

   


6. (Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan737,

    


7. yang (membakar tembus) sampai ke hati738.

   


8. Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka739,

   


9. (sedang mereka diikat) pada tiang-tiang yang panjang740.
732
Karena kebodohannya.
733
Yakni membuatnya kekal dan tidak mati. Oleh karena itulah, usaha kerasnya hanya untuk
mengembangkan hartanya yang ia kira dapat memanjangkan umurnya. Ia tidak menyadari, bahwa
kebakhilan dapat mengurangi umur dan merobohkan tempat tinggalnya, sedangkan kebaikan dapat
menambah umur dan menjadikan hidupnya berkah. Bahkan seorang yang bakhil akan dikenang kebakhilan
atau kekikirannya.
734
Yakni anggapannya itu tidaklah benar.
735
Disebut ‗Huthamah‘ karena ia memecahkan segala sesuatu yang dilempar ke dalamnya. Huthamah adalah
salah satu nama neraka.
736
Kalimat ini untuk memperbesar perkaranya.
737
Yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Disandarkan kata ‗nar‘ (neraka) kepada Allah Azza wa
Jalla karena Dia mengazab orang yang berhak diazab karena keadilan-Nya, bukan karena zalim.
738
Sehingga rasa sakitnya demikian pedih. Tsabit Al Bannaniy berkata, ―Api itu membakar mereka sampai
ke hati sedangkan mereka dalam keadaan hidup.‖
Hal ini menunjukan betapa panasnya api neraka, wal iyadz billah.
Muhammad bin Ka‘ab berkata, ―Api itu memakan segala sesuatu dari jasadnya, sehingga ketika hatinya naik
ke kerongkongan, maka hatinya kembali ke jasadnya.‖
739
Oleh karena itu, setiap kali mereka ingin keluar dari azab neraka, maka mereka ditarik lagi kepadanya.
Allah Ta‘ala berfirman, ―Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka,
niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (kepada mereka dikatakan), "Rasakanlah azab yang membakar
ini.‖ (Terj. Qs. Al Hajj: 22)
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ―Perhatikanlah sekarang, jika seseorang berada dalam ruangan atau
dalam mobil yang terbakar dan dia tidak bisa melarikan diri daripadanya . pintunya tertutup, apa jadinya?
Tentu ia berada dalam kesengsaraan besar yang tidak ada tandingannya.‖
Bisa juga diartikan ‗dalam tiang-tiang yang panjang‘ yakni tiang-tiang di balik pintu yang panjang, agar
740

mereka tidak bisa keluar darinya.


Athiyyah Al Aufiy berkata, ―Tiang-tiang itu dari besi.‖

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 198


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

As Suddiy berkata, ―Tiang-tiang itu dari api.‖


Athiyyah Al Aufiy meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, ―Mereka dimasukkan ke tiang-tiang yang
dibentangkan. Di leher mereka ada rantai, lalu pintu-pintunya ditutup dengannya.‖
Kita berlindung kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari neraka, dan meminta kepada-Nya ampunan dan
‗afiyah (penjagaan).
Dari ayat 1-9 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan akidah kebangkitan dan
pembalasan, (2) peringatan terhadap ghibah dan namimah, (3) peringatan terhadap orang yang tertipu dengan
harta lagi bangga dengannya, (4) menerangkan betapa dahsyatnya azab neraka.
Selesai tafsir surah Al Humazah dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahi Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 199


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Fiil (Gajah) 741


Surah ke-105. 5 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Azab Allah kepada tentara bergajah yang hendak menghancurkan Ka’bah.

       


1. Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan742 bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap
pasukan bergajah743?

741
Di antara kandungan surah ini adalah memperlihatkan kekuasaan Allah Azza wa Jalla, dimana Dia yang
sendiri melindungi rumah-Nya (Baitullah). Hal ini untuk mengingatkan dan sebagai nikmat-Nya yang besar
kepada manusia.
742
Kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, keagungan-Nya, rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, dalil-
dalil terhadap keesaan-Nya, dan benarnya Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pada
peristiwa tentara bergajah; bagaimana tindakan Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap mereka yang hendak
menghancurkan rumah-Nya itu ketika penduduk di sekitar rumah-Nya itu tidak sanggup menghadapi tentara
itu.
743
Yang dimaksud dengan tentara bergajah ialah tentara yang dipimpin oleh Abrahah Gubernur Yaman yang
hendak menghancurkan Ka'bah. Sebelum masuk ke kota Mekah tentara tersebut diserang burung-burung
yang melemparinya dengan batu-batu sehingga mereka musnah. Disebutkan dalam riwayat, bahwa Abrahah
Al Asyram membangun gereja yang megah, mewah, indah dan tinggi di Shan‘a (ibukota Yaman). Orang-
orang Arab menamainya dengan Al Qulayyas karena bangunannya yang tinggi, dimana orang yang
melihatnya bisa membuat kopiahnya jatuh. Abrahah bermaksud mengalihkan hajinya orang-orang Arab dari
ke Ka‘bah di Mekah menuju ke gereja itu, bahkan ia umumkan hal itu di kerajaannya, namun orang-orang
Arab tidak suka hal itu, bahkan orang-orang Quraisy marah karenanya, sehingga di antara mereka ada yang
pergi mendatangi gereja itu dan masuk ke dalamnya lalu membuang kotoran di dalamnya. Ketika para juru
kuncinya melihat hal itu, maka mereka melaporkan kejadikan itu kepada raja mereka, yaitu Abrahah dan
mereka memberitahukan, bahwa yang melakukannya adalah sebagian orang Quraisy karena marah demi
membela rumah mereka yang hendak disaingi. Maka Abrahah bersumpah akan berangkat menuju Ka‘bah
dan merobohkan batu-batunya satu persatu, ia pun mempersiapkan pasukannya yang terdiri dari tentara
bergajah dengan maksud menghancurkan Ka‘bah kemudian berangkat menuju Mekah, hingga ketika ia
hampir tiba di kota Makkah, gajah-gajah malah diam dan tidak mau beranjak maju ke Ka‘bah. Tetapi ketika
gajah tersebut diarahkan ke arah lain, gajah-gajah tersebut bangkit dan bergegas melangkah. Saat diarahkan
lagi ke Ka‘bah, gajah-gajah tersebut diam. Ketika itulah, Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengirimkan burung
yang berbondong-bondong untuk melempari mereka dengan batu yang berasal dari tanah yang terbakar, dan
membuat mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat. Hal ini termasuk di antara sekian nikmat yang Allah
Azza wa Jalla limpahkan kepada kaum Quraisy.
Pada tahun terjadinya penyerangan tentara bergajah itu, lahir pula Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam sehingga yang demikian merupakan permulaan risalah Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka
segala puji bagi Allah.
Kisah Lebih Lanjut Abrahah dan Tentara Bergajah (dari Tafsir Ibnu Katsir)
Raja terakhir Himyar adalah Dzu Nuwas seorang yang musyrik. Dialah orang yang membunuh As-habul
Ukhdud yang terdiri dari orang-orang Nasrani, dimana jumlah mereka kurang lebih ada 20.000 orang, dan
tidak ada yang lolos selain Daus Dzu Tsa‘laban. Kemudian Daus pergi meminta bantuan kepada Kaisar raja
Syam yang sama-sama Nasrani, lalu ia menuliskan surat kepada Najasyi raja Habasyah karena
keberadaannya lebih dekat dengan mereka (untuk mengirimkan pasukan), maka raja Najasyi mengirim dua
komandan, yaitu Aryath dan Abrahah bin Ash Shobbah Abu Yaksum dalam pasukan yang besar, kemudian
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 200
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

mereka masuk ke Yaman dan menghancurkan kampung-kampungnya dan merampas kerajaan dari Himyar.
Kemudian Dzu Nuwas mati tenggelam di laut (karena melarikan diri), selanjutnya Habasyah berhasil
menguasai Yaman, dan ketika itu ada dua pemimpin, yaitu Aryath dan Abrahah, keduanya pun bertengkar
dan saling menyerang, maka salah seorang dari keduanya berkata, ―Kita tidak perlu mengerahkan dua
pasukan di antara kita. Tetapi majulah berhadapan denganku, aku akan berhadapan denganmu. Siapa saja di
antara kita yang berhasil membunuh yang lain, maka dialah yang menjadi raja,‖ lalu tawaran itu dipenuhi,
maka keduanya pun bertarung dan menyiapkan parit. Aryath berhasil menyerang Abrahah, memukulnya
dengan pedang sehingga membuat hidungnya terpotong, mulutnya robek, dan wajahnya terkoyak. Kemudian
maula Abrahah, yaitu Utudah menyerang Aryath dan berhasil membunuhnya, lalu Abrahah pulang dalam
keadaan terluka, dan dirawat hingga sembuh, dan setelah itu ia memimpin pasukan Habasyah di Yaman.
Mendengar peristiwa ini, maka raja Najasyi mengirim surat kepadanya, mencela tindakannya dan
mengancamnya sambil bersumpah akan mendatangi negeri itu dan memotong rambut depannya. Maka
Abrahah segera melakukan pendekatan kepada raja Najasyi, ia kirim utusannya sambil membawa hadiah dan
wadah berisi tanah dari negeri Yaman, ia juga memotong rambut depannya. Abrahah juga mengirimkan surat
yang isinya, ―Silahkan raja menginjak wadah itu sebagai bentuk pemenuhan sumpahnya, dan ini rambut
depanku, aku kirimkan kepadamu.‖ Ketika kiriman Abrahah sampai, raja menjadi takjub dan puas terhadap
sikapnya serta merestui tindakannya. Abrahah kemudian menyampaikan kepada Najasyi, bahwa dia akan
membuat sebuah gereja di Yaman yang belum pernah dibangun gereja semisalnya. Ia pun membangun gereja
mewah di Shan‘a (ibukota Yaman), bangunannya tinggi dan pelatarannya juga tinggi, dan di setiap sisinya
diberi hiasan. Orang-orang Arab menamainya dengan Qulayyasy karena tingginya. disebut demikian karena
orang yang melihatnya akan membuat kopiahnya hampir jatuh dikarenakan bangunannya yang tinggi.
Abrahah Al Asyram juga bermaksud mengalihkan perhatian bangsa Arab agar berhaji kepadanya
sebagaimana mereka berhaji ke Baitullah di Makkah, bahkan ia mengumumkan perintahnya ini. Akan tetapi
orang-orang Arab keturunan Adnan dan Qahthan tidak suka hal itu, bahkan orang-orang Quraisy sangat
marah sekali, sehingga salah seorang di antara mereka ada yang mendatanginya malam hari dan membuang
kotoran di sana kemudian pergi meninggalkannya. Pada saat juru kuncinya melihat kotoran itu, maka mereka
melaporkan kepada raja mereka Abrahah dan berkata, ―Sesungguhnya yang melakukan hal ini adalah
sebagian orang Quraisy karena marah demi membela rumah mereka yang engkau saingi.‖ Ketika itu
Abrahah pun bersumpah untuk mendatangi Baitullah di Mekkah dan merobohkan batu-batunya satu demi
satu.
Muqatil bin Sulaiman menyebutkan, bahwa beberapa orang pemuda Quraisy masuk ke gereja dan
menyalakan api di dalamnya. Pada hari itu angin berhembus kencang sehingga membuat gereja itu terbakar
dan runtuh.
Karena kejadian ini, Abrahah menyiapkan pasukan besar dan berangkat menuju Mekkah agar tidak ada
seorang pun yang menghalangi, ia juga membawa gajah yang besar yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Nama gajahnya itu Mahmud, gajah itu adalah kiriman Najasyi raja Habasyah. Ada yang mengatakan, bahwa
gajah yang diikutkan pula ada delapan. Ada pula yang mengatakan, jumlahnya ada dua belas. Wallahu a‘lam.
Gajah itu digunakan untuk menghancurkan ka‘bah, yaitu dengan cara meletakkan rantai di tiang-tiang ka‘bah
dan meletakkan rantai itu di leher gajah, lalu dijalankan gajahnya agar dinding ka‘bah roboh sekaligus.
Ketika orang-orang Arab mendengar hal ini, maka mereka menganggapnya sebagai hal yang besar dan
mereka memandang perlunya tentara Abrahah ini dihalangi serta ditolaknya, maka tampillah salah seorang
pemuka di antara pemuka penduduk Yaman dan termasuk raja mereka, ia bernama Dzu Nafar. Ia pun
mengajak kaumnya dan orang-orang Arab lainnya yang mau mengikutinya untuk melawan Abrahah dan
berjihad membela Baitullah. Mereka pun melawan Abrahah, namun mereka dikalahkan olehnya karena
Allah hendak memuliakan rumah-Nya dengan cara yang dikehendaki-Nya. Dzu Nafar pun ditawan lalu
dibawa oleh Abrahah dan ia terus melanjutkan perjalanannya. Sehingga ketika Abrahah bersama pasukannya
berada di Khuts‘am, maka Nufail bin Habib Al Khuts‘ami menghadangnya bersama kaumnya selama dua
bulan, tetapi mereka dikalahkan oleh Abrahah, dan Nufail bin Habib pun ditawan, lalu hendak dibunuh,
tetapi akhirnya ia dimaafkan dan diminta ikut menyertainya agar menunjukkan jalan ke Hijaz.
Ketika telah dekat dengan negeri Thaif, maka penduduknya yaitu kaum Tsaqif keluar dan meminta Abrahah
untuk tidak melakukan hal itu karena takut terhadap rumah mereka yang ada di sana yang mereka sebut
dengan Lata, maka Abrahah memuliakan mereka, lalu mereka mengirimkan seorang bernama Abu Righal
untuk menunjukkan jalan mereka. Maka ketika Abrahah sampai ke Mughammas–daerah dekat dengan
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 201
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Mekkah-, ia singgah di sana. Kemudian pasukannya menyerang hewan ternak milik penduduk Mekkah yang
terdiri dari unta dan lainnya; mereka merampasnya. ketika itu hewan ternak yang diambil ada 200 ekor unta
milik Abdul Muththalib, dan penyerangan itu dilakukan atas perintah Abrahah dipimpin oleh Al Aswad bin
Maqshud sehingga sebagian orang-orang Arab mengejeknya sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq.
Kemudian Abrahah mengirimkan Hanathah Al Himyari menuju Mekkah dan menyuruhnya agar membawa
kepadanya orang Quraisy yang terkemuka dan untuk memberitahukan, bahwa raja tidaklah bermaksud
memerangi mereka kecuali kalau mereka menghalanginya dari menyerang Baitullah. Kemudian Hanathah
datang dan dihadapkan kepada Abdul Muththalib bin Hasyim, kemudian disampaikan kepadanya pesan
Abrahah, lalu Abdul Muththalib berkata, ―Demi Allah, kami tidak ingin memeranginya dan kami tidak akan
sanggup. Ini adalah rumah Allah Al Haram dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. Jika Dia melindunginya, maka
itu adalah karena itu rumah-Nya dan tanah haram-Nya, dan jika Dia membiarkannya, maka demi Allah kami
tidak sanggup menolaknya.‖ Lalu Hanathah berkata, ―Kalau begitu, pergilah bersamaku untuk menemuinya
(Abrahah).‖ Kemudian Abdul Muththalib pergi menemuinya.
Ketika Abrahah melihatnya, maka ia segera memuliakannya. Dan Abdul Muththalib adalah seorang yang
berbadan besar dan penampilannya menarik, lalu Abrahah turun dari ranjangnya dan duduk bersamanya di
atas permadani, kemudian ia berkata kepada penerjemahnya, ―Katakan kepadanya, ―Apa keperluannya?‖
Maka Abdul Muththalib berkata kepada penerjemahnya, ―Sesungguhnya keperluanku adalah agar raja
mengembalikan dua ratus ekor unta yang diambilnya.‖ Maka Abrahah berkata kepada penerjemahnya,
―Katakan kepadanya, ―Sungguh, sebelumnya aku kagum ketika melihatmu, namun aku menjadi tidak suka
ketika kamu bicara tadi kepadaku. Mengapa kamu bicara kepadaku tentang dua ratus ekor unta milikmu
yang aku ambil, dan kamu biarkan rumah yang menjadi bagian agamamu dan agama nenek moyangmu,
padahal aku datang untuk merobohkannya, tetapi kamu tidak berbicara tentang masalah itu.‖ Lalu Abdul
Muththalib berkata, ―Sesungguhnya aku pemilik unta, dan rumah ini ada Tuhan yang akan menjaganya.‖
Abrahah berkata, ―Tuhannya tidak akan sanggup melindunginya dariku.‖ Abdul Muththalib menjawab, ―Itu
urusan kamu dengan Dia.‖
Disebutkan, bahwa beberapa orang pemuka bangsa Arab ikut bersama Abdul Muththalib untuk menawarkan
sepertiga harta daerah Tihamah dengan syarat ia (Abrahah) pulang membiarkan Baitullah, namun Abrahah
menolak tawaran itu dan mengembalikan unta milik Abdul Muththalib. Selanjutnya Abdul Muththalib
kembali kepada kaum Quraisy dan menyuruh mereka keluar dari Mekkah dan berlindung di atas bukit agar
tidak terkena amukan pasukan. Lalu Abdul Muththalib bangkit dan mengambil rantai pintu ka‘bah, dan
bangkit pula bersamanya beberapa orang Quraisy sambil berdoa kepada Allah dan memohon pertolongan
terhadap Abrahah dan tentaranya, lalu Abdul Muththalib berkata saat memegang rantai pintu Ka‘bah,
Tidak ada kebimbangan. Sesungguhnya seseorang menjaga rumahnya, maka jagalah rumah-Mu
Kekerasan dan tipu daya mereka di pagi hari ketika menyerang tidak dapat mengalahkan tipu daya-Mu
Ibnu Ishaq berkata, ―Lalu Abdul Muththalib melepaskan rantai pintu, kemudian orang-orang keluar menuju
puncak bukit.‖ Muqatil bin Sulaiman menyebutkan, bahwa mereka meninggalkan di Baitullah 100 ekor unta
yang diberi kalung dengan harapan jika sebagian pasukan merampasnya dengan tanpa hak, maka Allah akan
menyiksa mereka karenanya.
Pada pagi harinya Abrahah bersiap-siap masuk ke Mekkah dan menyiapkan gajahnya yang bernama
Mahmud. Demikian pula menyiapkan pasukannya. Ketika ia menghadapkan gajah ke arah Mekkah, maka
Nufail bin Habib datang dan berdiri di samping gajah sambil memegang telinganya dan berkata, ―Duduklah
lagi wahai Mahmud, atau pulanglah dengan baik dari arah kamu datang. Karena kamu berada di tanah Allah
Al Haram.‖ Kemudian ia lepaskan memegang telinganya, lalu gajah itu duduk (menderum), dan Nufail
keluar dan pergi mendaki gunung. Akhirnya pasukan memukuli gajah agar bangun, tetapi ia tetap saja tidak
mau bangun. Mereka juga memukul kepalanya dengan kapak serta memasukkan tongkat-tongkat mereka ke
belalainya untuk mereka tarik agar gajah itu bangun, tetapi tidak juga bangun, dan ketika mereka
mengarahkan ke arah Yaman, gajah itu pun segera bangkit dan berjalan cepat. Demikian pula ketika mereka
mengarahkannya ke Syam, gajah itu melakukan hal yang sama, dan ketika mereka mengarahkannya ke
timur, gajah itu juga melakukan hal yang sama. Tetapi ketika mereka mengarahkan ke Mekkah, maka ia
duduk (menderum) kembali. Ketika itulah Allah mengirimkan kepada mereka burung dari laut seperti
burung alap-alap (burung layang), dimana masing-masing burung membawa tiga buah batu; batu yang
diletakkan di paruhnya, dan dua batu yang diletakkan di kedua kakinya seperti kacang, dimana batu itu
tidaklah mengenai mereka, melainkan mereka akan mati. Tidak semua terkena batu itu, mereka keluar
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 202
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?

    


3. Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong744,

    


4. Yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar745,

   


5. sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat) 746.

melarikan diri dan mencari jalan, serta meminta Nufail menunjukkan jalan. Ketika itu Nufail berada di atas
puncak gunung bersama kaum Quraisy dan orang-orang Arab Hijaz melihat tindakan Allah terhadap pasukan
bergajah. Pada saat itu, Nufail berkata,
Di mana tempat lari, sedangkan Tuhan menuntutnya
Ternyata Al Ayram kalah dan tidak menang.
Atha‘ bin Yasar dan lainnya berkata, ―Tidak semua terkena azab pada saat yang menegangkan itu, bahkan di
antara mereka ada yang binasa segera, ada yang badannya berguguran satu-persatu sambil melarikan diri,
dan ketika itu Abrahah termasuk orang yang badannya berguguran satu-persatu hingga mati di wilayah
Khuts‘am.‖ Ibnu Ishaq berkata, ―Mereka keluar (dari tanah haram) dengan berjatuhan anggota badannya di
setiap jalan dan binasa di setiap rumah. Jasad Abrahah juga terkena batu itu, sehingga keluar bersama
pasukkannya dengan jari-jemarinya berguguran dan dadanya pun terbelah terlihat hatinya sebagaimana yang
diceritakan mereka.‖
744
Yakni sekumpulan burung yang saling mengikuti dan berkumpul, dan datang dari segenap penjuru.
Menurut Ibnu Abbas, burung-burung itu mempunyai moncong seperti paruh burung, dan mempunyai telapak
(kaki) seperti anjing. Menurut Ikrimah, burung-burung tersebut berwarna hijau muncul dari lautan dan
mempunyai kepala seperti binatang buas. Menurut Ubaid bin Umair, burung-burung itu berwarna hitam dari
laut, di paruh dan kukunya ada batu.
Ubaid bin Umair berkata, ―Ketika Allah hendak membinasakan pasukan bergajah, maka Allah mengirimkan
kepada mereka burung yang muncul dari laut seperti burung layang. Setiap burung membawa tiga buah batu
kecil; dua buah batu di kaki dan satu batu di paruhnya. Burung-burung itu datang sehingga berbaris di atas
kepala mereka, lalu memekik dan melempar batu yang ada di kaki dan paruhnya, dan tidaklah batu itu jatuh
menimpa kepala seseorang melainkan akan keluar dari duburnya, dan tidak pula jatuh menimpa anggota
badannya yang lain melainkan akan tembus ke bagian badannya yang lain. Selanjutnya Allah mengirimkan
angin yang kencang dan mendorong batu lebih keras lagi sehingga mereka binasa semuanya.‖
Ibnu Utsaimin berkata, ―Setiap burung di paruhnya ada batu yang keras, yakni dari tanah yang terbakar yang
keadaannya lebih keras. Batu tersebut tidak besar, tetapi kecil yang ketika menimpa kepala salah seorang
dari mereka menembus ke duburnya, wal ‗iyadz billah.‖
745
Yakni yang keras. Sebagian mufassir menyebutkan, bahwa sijjil terdiri dari dua kata dari bahasa Persia,
lalu dijadikan oleh orang-orang Arab satu kata, yaitu dari kata sanaj dan jill; ‗sanaj‘ maksudnya batu,
sedangkan ‗jill‘ maksudnya tanah.
746
Yakni seperti tanaman yang dimakan hewan dan diinjak-injak oleh kakinya hingga remuk.
Allah Subhaanahu wa Ta‘ala membinasakan mereka dan membalikkan tipu daya mereka kepada diri mereka
sendiri. Allah membinasakan sebagian besar mereka, dan tidak ada yang pulang selain orang yang akan
memberitahukan keadaan itu dalam keadaan terluka sebagaimana yang dialami raja mereka yaitu Abrahah,
dimana dadanya terbelah terlihat hatinya pada saat sampai di negerinya Shan‘a. Setelah ia menyampaikan
berita yang terjadi, maka ia pun mati. Kemudian kerajaannya dilanjutkan oleh anaknya yaitu Yaksum, dan
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 203
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

setelah anaknya dilanjutkan oleh saudaranya, yaitu Masruq bin Abrahah. Kemudian Saif bin Dzi Yazin Al
Himyari pergi ke Kisra untuk meminta bantuan melawan Habasyah, lalu dikirimlah pasukan yang ikut
berperang bersama Saif bin Dzi Yazin, dan Allah mengembalikan kerajaan kepada mereka yang merupakan
warisan nenek moyang mereka, lalu datanglah utusan orang-orang Arab memberikan selamat (Lihat Al
Mishbahul Munir hal. 1533 cet. Darussalam).
Dari ayat 1-5 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) hiburan untuk Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam terhadap apa yang Beliau alami berupa kezaliman kaum Quraisy, (2) mengingatkan kaum
Quraisy dengan tindakan Allah terhadap tentara bergajah, (3) bukti kekuasaan Allah Azza wa Jalla dan
hukuman-Nya terhadap musuh-musuh-Nya.
Selesai tafsir surah Al Fiil dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, walhamdu lillahi
Rabbil alamin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 204


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Quraisy (Suku Quraisy) 747


Surah ke-106. 4 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-4: Kemakmuran dan ketenteraman pada sebuah negeri seharusnya menjadikan
penduduknya bertakwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

  


1. 748Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,

    


2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas749.

747
Di antara kandungan surah ini adalah menyebutkan nikmat Allah Azza wa Jalla kepada kaum Quraisy dan
sikap yang seharusnya mereka lakukan karena nikmat tersebut.
748
Para mufassir banyak yang menyebutkan, bahwa jaar-majrur (huruf yang mengkasrahkan dan kata yang
dikasrahkan) itu terkait dengan surah sebelumnya, yakni Kami bertindak terhadap pasukan bergajah itu
adalah untuk suku Qurasiy dan untuk keamanan mereka, stabilnya kemaslahatan mereka, terjaganya
perjalanan mereka di musim dingin dan musim panas untuk berdagang dan berusaha. Allah Subhaanahu wa
Ta'aala telah membinasakan orang-orang yang bermaksud buruk kepada mereka, membesarkan perkara
tanah haram dan penduduknya di hati orang-orang Arab sehingga mereka dihormati dan tidak ada yang
melakukan tindakan buruk kepada mereka ketika mereka bersafar ke mana saja yang mereka mau, mereka
mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa negeri-negeri yang dilaluinya. Ini adalah suatu nikmat
yang besar dari Tuhan mereka. Oleh karena itu sudah sewajarnya mereka bersyukur kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka dengan beribadah kepada-Nya dan
mengikhlaskan ibadah karena-Nya.
Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa dalam mushaf Al Imam, antara surah ini dengan surah sebelumnya tertulis
―Bismillahirrahmanirrahim,‖ meskipun surah ini terkait dengan surah sebelumnya sebagaimana diterangkan
oleh Muhammad bin Ishaq dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, karena makna ayat ini adalah, bahwa
Kami menahan tentara bergajah dari Mekkah dan membinasakan mereka karena bersatu dan berkumpulnya
mereka di negeri mereka dalam keadaan aman. Ada pula yang mengatakan, bahwa yang demikian karena
kebiasaan mereka melakukan perjalanan di musim dingin ke Yaman dan musim panas ke Syam untuk
berdagang dan lainnya, selanjutnya mereka pulang ke negeri mereka dalam keadaan aman. Yang demikian
karena mulianya mereka sebagai penduduk tanah haram. Siapa saja yang mengenal mereka, tentu akan
memuliakan mereka, bahkan orang yang datang kepada mereka atau berjalan bersama mereka akan merasa
aman pula. Demikianlah keadaan mereka pada saat safar di musim dingin dan musim panas. Adapun
keadaan mereka ketika berada di tempat tinggal mereka adalah sebagaimana yang Allah Ta‘ala firmankan,
―Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka)
tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok?‖ (Terj. QS. Al ‗Ankabut: 67).
Menurut Ibnu Jarir, bahwa laam di ayat tersebut adalah laam ta‘ajjub (menunjukkan keheranan), seakan-akan
Allah mengatakan, ―Tidakkah kalian heran dengan kebiasaan kaum Quraisy dan nikmat-Ku kepada mereka
(namun mereka malah kafir kepada-Ku).‖
Ibnu Jarir berpendapat demikian karena kaum muslim sepakat, bahwa surat ini dengan surat sebelumnya
adalah dua surat yang terpisah.
749
Orang Quraisy biasa mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim
panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 205


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah)750.

       


4. Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan751.

750
Sebagai bentuk syukur atas nikmat keamanan itu. Demikian pula hendaknya mereka melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Ayat ini juga menunjukan, bahwa di antara cara untuk membantu seseorang bersyukur adalah dengan
mengingat nikmat-nikmat Allah Azza wa Jalla.
Dikhususkan kepada ‗rumah itu‘ (Ka‘bah) meskipun Dia Rabbul ‗aalamiin karena keutamaan dan kelebihan
rumah itu.
Ayat di atas sama seperti firman Allah Ta‘ala, ―Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini
(Mekkah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan
agar aku termasuk orang-orang yang berserah diri.‖ (Terj. QS. An Naml: 91)
Pada akhir ayat ini sebaikanya orang yang membaca Al Quran berhenti (waqaf).
751
Dia melapangkan rezeki untuk mereka dan mengamankan mereka dari ketakutan sehingga mereka
memperoleh nikmat lahir dan batin, dimana keduanya merupakan nikmat dunia yang besar, maka segala puji
bagi Allah atas nikmat-nikmat yang banyak itu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Barang siapa yang memenuhi perintah Allah ini, yaitu beribadah kepada Allah Ta‘ala saja, maka Allah akan
memberikan kepadanya nikmat keamanan dan rezeki baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, barang
siapa yang tidak mau memenuhi perintah Allah ini, maka Allah akan mencabut kedua nikmat itu dan akan
memberikan kepadanya kesempitan rezeki dan ketakutan, lihat pula firman Allah Ta‘ala di surat An Nahl:
112.
Faedah:
Ibnu Utsaimin dalam tafsir Juz Amma menerangkan, bahwa negeri Makkah merupakan negeri yang aman,
dan tanah haram(suci)nya lebih utama dari tanah haram di Madinah. Tanah haram Mekkah tidak mungkin
didatangi oleh seseorang dari kaum muslimin kecuali dalam keadaan ihram, namun Madinah tidak seperti
itu. Tanah haram Mekkah diharamkan rerumputan dan pepohonannya dari dicabut secara mutlak, sedangkan
tanah haram Madinah diberikan kelonggaran pada sebagian pepohonannya untuk digarap dan sebagainya.
Binatang buruan Mekkah juga haram (terpelihara) dan ada dam jaza (balasan) jika diganggu, sedangkan
tanah haram Madinah tidak ada dam jaza, sehingga tempat yang paling aman adalah Mekkah, bahkan
pepohonan pun aman dan hewan buruan pun aman. Kalau sekiranya Allah tidak memberikan kemudahan
kepada hamba-hamba-Nya tentu hewan yang bukan buruan pun akan haram, akan tetapi Allah Ta‘ala
mengasihi hamba-hamba-Nya, Dia mengizinkan mereka menyembelih hewan di tempat itu.
Dari ayat 1-4 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) pengaturan Allah Azza wa Jalla,
hikmah-Nya, dan rahmat-Nya, (2) menerangkan karunia Allah Ta‘ala kepada kaum Quraisy yang
menghendaki untuk disyukuri, (3) wajibnya beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dan meninggalkan
sesembahan selain-Nya, (4) wajibnya mensyukuri nikmat Allah, (5) diberikan makanan sehingga tidak
kelaparan dan diamankan dari ketakutan merupakan inti kesejahteraan suatu negeri yang patut disyukuri.
Selesai tafsir surah Quraisy dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 206


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Maa’un (Barang-Barang Berguna) 752


Surah ke-107. 7 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-3: Beberapa sifat yang dipandang sebagai mendustakan hari pembalasan.

    


1. Tahukah kamu753 (orang) yang mendustakan agama?754

    


2. Itulah orang yang menghardik anak yatim755,

     


3. dan tidak mendorong756 memberi makan orang miskin757.

Ayat 4-7: Membicarakan tentang orang munafik yang beramal riya’ karena manusia.

  


4. Maka celakalah orang yang shalat,

     


5. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya758,

752
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan akhlak orang-orang yang mendustakan agama dan
akhirat sebagai peringatan bagi orang mukmin, dan menerangkan keburukan orang-orang kafir.
753
Ayat ini tertuju kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan kepada yang sampai ayat ini
kepadanya.
754
Addiin di ayat ini bisa juga diartikan dengan pembalasan dan hisab. Maksudnya, tahukah kamu orang
yang mendustakan (hari) pembalasan? Jika kamu belum tahu, maka itulah orang yang menghardik anak
yatim, dst.
755
Yakni yang mencegah haknya dengan keras, tidak punya rasa kasihan terhadapnya karena keras hatinya,
tidak mau berbuat baik kepadanya, dan karena ia tidak mengharap pahala dan tidak takut kepada siksa.
756
Dirinya maupun orang lain. Oleh karena itu, jika kita tidak punya kelebihan harta, bukankah kita punya
lisan untuk mendorong orang lain memberi makan orang miskin? Dan bukankah kita punya tangan untuk
menulis mengingatkan manusia untuk membantu orang miskin?
757
Yaitu orang fakir yang tidak mempunyai sesuatu untuk mengangkat bebannya dan mencukupi
kehidupannya.
758
Yaitu orang-orang yang menunda shalat hingga lewat waktunya atau menyia-nyiakannya. Atau orang-
orang yang tidak mengerjakan rukun-rukun shalat dalam shalatnya. Hal ini tidak lain karena kurang
perhatiannnya mereka terhadap perkara shalat sehingga sampai meremehkannya dan menyia-nyiakanya,
padahal shalat merupakan ketaatan yang paling agung dan ibadah yang paling utama. Oleh karena itu, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menyifati mereka dengan sifat riya‘, kerasnya hati, dan tidak punya rasa kasihan.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 207


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


6. yang berbuat riya759,

Tentang ‗lalai terhadap shalatnya‘ bisa maksudnya lalai dari menjalankannya (sebagaimana yang dikatakan
Ibnu Abbas) atau lalai dari waktu yang ditetapkan syariat sehingga lewat waktunya (sebagaimana yang
dikatakan Masruq dan Abu Dhuha).
Atha‘ bin Dinar berkata, ―Segala puji bagi Allah yang mengatakan ―lalai dari shalatnya‖ bukan ―lalai dalam
shalatnya‖.‖
Menurut Ibnu Abbas dan lainnya, bahwa ayat ini tertuju kepada orang-orang munafik yang hanya shalat di
saat ramai dan tidak shalat di saat sepi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, ―Para ulama berkata, ―Orang-orang yang lalai dari
shalatnya adalah orang-orang yang menunda shalat sampai lewat waktunya dan orang-orang yang
meremehkan kewajibannya. Jika orang yang seperti ini dipandang celaka, lalu bagaimana dengan orang yang
tidak shalat?!‖ (Majmu Fatawa 35/106)
Menurut Ibnu Katsir, ayat di atas bisa maksudnya lalai dari awal waktu sehingga selalu mengakhirkannya
atau biasa mengakhirkannya. Bisa juga maksudnya lalai dari rukun dan syaratnya sesuai yang sudah
diperintahkan. Bisa juga maksudnya lalai dari khusyu‘ dan mentadabburi maknanya. Lafaz ayat tersebut
mencakup semua itu. Akan tetapi jika ia melakukan sebagiannya, maka ia terkena sebagian ancaman ayat itu,
dan siapa saja yang melakukan semua itu, maka sempurnalah ancaman baginya dan sempurnalah baginya
nifak amali sebagaimana disebutkan dalam Shahihain, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Itulah shalat orang munafik. Ia duduk memperhatikan matahari, sehingga ketika matahari berada di antara
dua tanduk setan, maka ia pun berdiri dan shalat dengan cepatnya empat rakaat. Ia tidak menyebut Allah
kecuali sedikit.‖
Menurut Ibnu Utsaimin, termasuk orang yang lalai dari shalatnya adalah mereka yang meninggalkan shalat
berjamaah.
Bisa juga maksud ayat di atas adalah, bahwa yang mendorong orang itu melakukan shalat adalah karena riya‘
sehingga Allah ancam dengan wail (celaka), wallahu a‘lam.
Faedah:
Maimun bin Mihran rahimahullah berkata, "Perumpamaan orang yang melihat orang lain keliru shalatnya,
namun tidak diingatkan seperti seorang yang melihat orang yang tidur hendak dipatuk ular, namun tidak
dibangunkannya. " (Fathul Bari 3/114)
Imam Al Marwazi rahimahullah berkata, ―Kami tidak mengetahui ketaatan yang dengannya Allah
menghindarkan seseorang dari azab seperti halnya shalat." (Ta'zhim Qadrish Shalah 1/230)
759
Riya ialah melakukan suatu amal tidak untuk mencari keridhaan Allah, akan tetapi untuk mencari pujian
atau kemasyhuran di masyarakat atau agar namanya baik di masyarakat.
Amalan yang kemasukan riya' tidak lepas dari beberapa keadaan berikut:
Pertama, seseorang beramal asalnya sama sekali bukan karena Allah, yang diinginkannya hanyalah dunia
semata, ini adalah amalan orang-orang munafik, tidak mungkin dilakukan oleh seorang mukmin, bahkan hal
ini merupakan ciri sejati orang-orang munafik. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan
apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat)
di hadapan manusia. Dan mereka tidaklah menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (Terj. Qs. An Nisaa': 142)
Kedua, amal tersebut karena Allah, namun disertai riya' dari asal(awal)nya, nas-nas yang shahih
menunjukkan batal dan hapusnya amalan tersebut.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 208


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


7. dan enggan (memberikan) bantuan760.

Ketiga, amal tersebut asalnya ikhlas karena Allah, lalu tiba-tiba kedatangan riya'. Jika hanya selintas dan
tiba-tiba kemudian dihilangkannya, maka para ulama sepakat bahwa riya' itu tidak berpengaruh apa-apa.
Namun apabila riya' itu tidak dihentikan, bahkan ikut bersamanya, maka apakah amalnya batal atau tidak?
Para ulama berbeda pendapat, namun sangat diharapkan ibadahnya tidak batal, namun pahalanya berkurang
sesuai riya yang menyusupinya. Tetapi ulama yang lain berpendapat bahwa ibadahnya batal (tidak diterima).
Keempat, rasa senang ketika mendengar orang lain memjinya selesai melakukan ibadah tidaklah berpengaruh
apa-apa terhadap ibadahnya. Bahkan Rasululullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ―Tilka ‗aajil
busyral mu‘min‖ (itu adalah berita gembira bagi seorang mukmin yang disegerakan) (HR. Muslm)
Kelima, jika terdiri dari dua ibadah, maka bagian ibadah yang ikhlas itulah yang diterima, sedangkan bagian
yang tidak ikhlas menjadi batal. Contoh: seseorang bersedekah seratus ribu rupiah dengan ikhlas, lalu ia
melihat ada orang lain yang mengetahuinya, kemudian ia pun bersedekah lagi, maka sedekah yang pertama
sah, sedangkan sedekah yang kedua batal.
Faedah:
Al Harits bin Qais radhiyallahu anhu berkata, "Jika setan datang kepadamu saat engkau sedang shalat dan
mengatakan, "Kamu riya dalam melakukannya," maka panjangkanlah shalatmu. "
(Talbis Iblis hal. 38)
Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma berkata, "Segala sesuatu punya malapetaka. Malapetaka ilmu
adalah lupa, malapetaka ibadah adalah malas, malapetaka berdagang adalah dusta, malapetaka dermawan
adalah boros, malapetaka kecantikan adalah kesombongan, malapetaka agama adalah riya, dan malapetaka
dalam menjalankan Islam adalah mengikuti hawa nafsu." (Qutul Qulub 1/106)
760
Berupa barang-barang yang berguna yang jika dipinjamkan atau diberikannya tidaklah merugikannya
karena murah dan ringannya seperti jarum, ember, gayung, paku, periuk, piring, pena, buku, dsb. Jika
barang-barang yang ringan itu saja berat untuk diberikan, maka apalagi dengan barang-barang yang di
atasnya. Al Mas‘udiy meriwayatkan dari Salamah bin Kahil, dari Abul Abidain, bahwa Ibnu Mas‘ud pernah
ditanya tentang Al Ma‘un, maka ia menjawab, ―Itu adalah barang-barang yang biasa diberikan antara sesama
mereka, seperti kapak, periuk, timba, dsb.‖
Sebagian mufassirin mengartikan ayat di atas dengan enggan membayar zakat. Ayat ini merupakan dasar
disyariatkannya ‗Aariyyah (memberikan pinjaman dengan tetapnya barang). Berdasarkan ayat ini di antara
ulama ada yang berpendapat bahwa ‗Ariyah hukumnya wajib. Hal ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, yakni apabila pemiliknya orang yang kaya.
Singkatnya, bahwa ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang diancam ini tidak berbuat ihsan dalam
beribadah dan tidak berbuat ihsan kepada orang lain meskipun dengan meminjamkan barang yang ringan.
Dalam surah yang mulia ini terdapat anjuran untuk memuliakan anak yatim, orang-orang miskin, mendorong
diri atau orang lain untuk memberi makan orang miskin, memperhatikan perkara shalat, menjaganya, dan
berlaku ikhlas dalam semua amalan. Demikian pula terdapat anjuran mengerjakan perkara yang ma‘ruf dan
memberikan harta-harta yang ringan yang bermanfaat, dsb.
Dari ayat 1-7 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan akidah kebangkitan dan
pembalasan, (2) ketika hati tidak memiliki keyakinan kepada kebangkitan dan pembalasan maka pelakunya
menjadi makhluk yang buruk, (3) peringatan terhadap orang-orang yang memakan harta anak yatim dan
tidak memberikan hak mereka, (4) ancaman bagi orang yang meremehkan shalat dan tidak memperhatikan
waktunya, dan bahwa hal itu termasuk tanda orang-orang munafik, (5) mencegah barang berguna termasuk
tanda orang-orang munafik.
Selesai tafsir surah Al Maa‘un dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 209


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Kautsar (Nikmat Yang Banyak) 761


Surah ke-108. 3 ayat. Makkiyyah762

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-3: Karunia yang besar dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada Nabi-Nya
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, shalat dan berkurban merupakan tanda syukur
kepada nikmat Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

   


1. Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak763.

761
Di antara kandungan surah ini adalah menyebutkan nikmat Allah Azza wa Jalla kepada Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam dan memutuskan jalan untuk mencelanya bagi orang-orang yang dengki dan
benci kepada Beliau.
762
Sebagian besar para qari‘ berpendapat bahwa surah ini Madaniyyah. Salah satu alasannya adalah hadits
tentang Al Kautsar yang akan disebutkan sebentar lagi.
763
Seperti kenabian, Al Qur‘an, syafaat, dsb. Al Kautsar juga berarti sungai di surga yang dijanjikan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala untuk Beliau. Syaikh As Sa‘diy berkata, ―Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman
kepada Nabi-Nya memberikan nikmat kepadanya, ―Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat
yang banyak.‖ Yakni kebaikan yang banyak dan karunia yang melimpah yang di antaranya adalah apa yang
Allah berikan kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam pada hari Kiamat berupa sungai yang disebut
dengan Al Kautsar, dan telaga yang panjangnya selama sebulan, lebarnya selama sebulan, airnya lebih putih
daripada susu, lebih manis daripada madu, bejananya seperti bintang-bintang di langit karena banyak dan
bercahaya. Barang siapa yang meminumnya, maka dia tidak akan haus setelahnya selama-lamanya.‖
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Anas bin Malik ia berkata,

―Suatu hari ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berada di antara kami, tiba-tiba Beliau tertidur
sejenak, lalu Beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Maka kami berkata, ―Apa yang membuatmu
tersenyum wahai Rasulullah?‖ Beliau bersabda, ―Baru saja diturunkan kepadaku satu surah.‖ Beliau pun
membacakan surah itu, ―Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.--
Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) Al Kautsar-- Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu,
dan berkurbanlah-- Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).‖
(Terj. QS. Al Kautsar: 1-3) Kemudian Beliau bersabda, ―Tahukah kamu apa Al Kautsar?‖ Kami menjawab,
―Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.‖ Beliau bersabda, ―Sesungguhnya ia adalah sungai yang dijanjikan
Tuhanku ‗Azza wa Jalla kepadaku, di atasnya terdapat kebaikan yang banyak; yaitu telaga yang akan
didatangi umatku pada hari Kiamat, bejananya sejumlah bintang (di langit), lalu ada seorang hamba yang
ditarik darinya, maka aku pun berkata, ―Yaa Rabbi, sesunggunya ia termasuk umatku.‖ Allah berfirman,
―Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan setelahmu.‖ Ibnu Hujr –salah seorang rawi-
menambahkan dalam haditsnya, ―(Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) berada di antara kami di masjid.‖
(Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan Nasa‘i)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 210


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

   


2. 764Maka laksanakanlah shalat765 karena Tuhanmu, dan berkurbanlah766.

Dalam hadits ini terdapat larangan dan ancaman berbuat bid‘ah dalam agama.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‗anhu ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam bersabda,

―Aku masuk ke surga, ternyata aku menemui sebuah sungai yang kedua sisinya dipenuhi kemah-kemah
mutiara, kemudian aku memukul dengan tanganku ke tempat mengalirnya air. Ternyata ia adalah kesturi
adzfar (yang paling wangi). Aku bertanya, ―Apa ini wahai Jibril?‖ Beliau menjawab, ―Ini adalah Al Kautsar
yang Allah berikan untukmu.‖ (Hadits ini dinyatakan isnadnya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim oleh
Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik ia berkata, ―Ketika Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam
dimi‘rajkan ke langit, Beliau bersabda, ―Aku mendatangi sebuah sungai yang pada kedua sisinya ada kubah
dari mutiara yang berongga,‖ lalu aku bertanya, ―Apa ini wahai Jibril?‖ Beliau menjawab, ―Ini adalah Al
Kautsar.‖
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Anas bin Malik, bahwa ada seorang laki-
laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam, ―Apa itu Al Kautsar?‖ Rasulullah
shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Ia adalah sungai yang Allah berikan kepadaku di surga. Ia lebih putih daripada susu, lebih manis daripada
madu, dan di sana terdapat burung-burung yang lehernya seperti leher unta.‖
Selanjutnya Umar bin Khaththab berkata, ―Sesungguhnya itu benar-benar segar.‖ Beliau bersabda, ―Yang
memakannya lebih segar lagi wahai Umar.‖ (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Pentahqiq Musnad Ahmad
cet. Ar Risalah).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, bahwa ia berkata
tentang Al Kautsar, ―Itu adalah kebaikan yang Allah berikan untuk Beliau.‖ Abu Bisyr berkata, ―Aku pernah
berkata kepada Sa‘id bin Jubair, ―Sesungguhnya beberapa orang mengatakan, bahwa Al Kautsar adalah
sungai di surga,‖ Said berkata, ―Sungai yang berada di surga termasuk kebaikan yang Allah berikan untuk
Beliau.‖
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata, ―Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

―Al Kautsar adalah sungai di surga, kedua sisinya dari emas, airnya mengalir di atas mutiara, airnya lebih
putih daripada susu, dan lebih manis daripada madu.‖ (Hadits ini dinyatakan ‗kuat‘ oleh Pentahqiq Musnad
Ahmad, dan diriwayatkan pula oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Jarir. Tirmidzi berkata,
―Hasan shahih.‖)
Dengan demikian, tafsir Al Kautsar mencakup sungai Al Kautsar dan lainnya, karena Al Kautsar dari kata Al
Katsrah yang artinya kebaikan yang banyak, termasuk di dalamnya sungai Al Kautsar.
764
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan nikmat-Nya, maka Alah Subhaanahu wa Ta'aala
memerintahkan Beliau untuk mensyukurinya dengan firman-Nya di atas.
765
Ada yang menafsirkan dengan shalat ‗Idul Adh-ha. Akan tetapi ayat ini umum, baik shalat fardhu maupun
shalat sunah.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 211


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


3. Sungguh, orang-orang yang membencimu767 dialah yang terputus768 (dari rahmat Allah).

Menurut Ibnu Katsir, maksudnya sebagaimana Kami telah memberikan kepadamu kebaikan yang banyak di
dunia dan akhirat, yang di antaranya adalah sungai yang telah diterangkan sifatnya, maka ikhlaskanlah shalat
yang fardhu maupun yang sunah karena Tuhanmu, demikian pula dalam kurbanmu. Sembahlah Dia saja
tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sembelihlah dengan nama-Nya saja tidak ada sekutu bagi-Nya. Hal ini
sebagaimana firman Allah Ta‘ala, ―Katakanlah, ―Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.—Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (Terj.
QS. Al An‘aam: 162-163).
Dengan demikian, ayat ini merupakan kebalikan dari keadaan kaum musyrik yang menyembah selain Allah
dan menyembelih hewan atas nama selain-Nya.
766
Yang dimaksud berkurban di sini adalah menyembelih hewan kurban dan mensyukuri nikmat Allah.
Disebutkan secara khusus shalat dan kurban karena keduanya termasuk ibadah yang paling utama dan
pendekatan diri yang paling mulia. Di samping itu, karena dalam shalat terdapat ketundukan hati dan anggota
badan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan mengarahkannya kepada ibadah-ibadah lainnya, sedangkan
dalam kurban terdapat pendekatan diri kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan hewan kurban yang
terbaik miliknya dan mengeluarkan harta yang dicintainya.
767
Termasuk pula yang mencelamu dan merendahkanmu. Demikian pula orang-orang yang membenci apa
yang engkau bawa berupa petunjuk.
768
Yakni terputus dari semua kebaikan, terputus namanya, atau terputus keturunannya. Adapun Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Beliau adalah seorang yang sempurna; yang memimiliki kesempurnaan
yang memungkinkan pada makhluk berupa nama yang tinggi, banyak pembela, dan pengikut.
Menurut penyusun tafsir Al Jalaalain, ayat ini turun berkenaan dengan ‗Aash bin Wa‘il yang menyebut Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai abtar (yang terputus keturunannya) ketika wafat putera Beliau, yaitu Al
Qaasim, wallahu a‘lam.
Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Yazid bin Ruman, ia berkata, ―Al Ash bin Wa‘il ketika disebut
nama Rasullah shallallahu ‗alaihi wa sallam, maka ia berkata, ―Tinggalkanlah dia. Ia adalah orang yang
terputus tidak punya keturunan. Jika ia binasa, maka terputuslah namanya,‖ maka Allah menurunkan surat
ini.
Menurut Syamr bin Athiyyah, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Uqbah bin Abi Mu‘aith.
Menurut Ibnu Abbas dan Ikrimah, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ka‘ab bin Al Asyraf dan jamaah
kaum kafir Quraisy.
Atha‘ berkata, ―Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Lahab, yaitu ketika wafat putera Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam, maka Abu Lahab pergi kepada kaum musyrik dan berkata, ―Pada malam ini Muhammad
sudah terputus,‖ maka berkenaan dengan itu, Allah menurunkan ayat di atas.
As Suddiy berkata, ―Dahulu (kaum Jahiliyyah) apabila ada anak laki-laki mereka yang meninggal dunia,
maka mereka mengatakan, ―Batarar rajulu,‖ (artinya: laki-laki yang terputus), maka ketika anak-anak laki-
laki Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam wafat, mereka mengatakan, ―Batara Muhammad,‖ (artinya:
Muhammad terputus), maka Allah menurunkan ayat, ―Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang
terputus.‖ (Terj. QS. Al Kautsar: 3).
Ibnu Katsir berkata: Al Bazzar berkata: Telah menceritakan kepada kami Ziyad bin Yahya Al Hassaaniy,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi ‗Addiy dari Dawud dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata:
Ka‘ab bin Al Asyraf pernah datang ke Mekah, lalu orang-orang Quraisy berkata kepadanya, ―Engkau adalah
tokoh mereka, tidakkah engkau melihat kepada laki-laki hina ini yang terputus (keturunannya) dari kalangan
kaumnya, ia mengatakan bahwa dirinya lebih baik daripada kita, padahal kita adalah orang-orang yang
melakukan haji, para pelayan (Ka‘bah), dan para pemberi minum (jamaah haji).‖ Maka Ka‘ab berkata,
―Kamu lebih baik darinya.‖ Maka turunlah ayat, ―Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang
terputus.‖ (HR. Al Bazzar dan isnadnya adalah shahih. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir (30/330)
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 212
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

dari jalan gurunya Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi ‗Addiy, dst. Dan di
sana ditambahkan, ―Dan diturunkanlah kepada Beliau, ―Alam tara ilalladziina uutuu nashiibam minal kitaab
Sampai firman Allah Ta‘ala, ―nashiiraa.‖ (An Nisaa‘: 51-52) Namun yang rajih menurut Syaikh Muqbil,
bahwa hadits tersebut adalah mursal (Lihat Ash Shahiihul Musnad hal. 271).
Dalam ayat ini terdapat ancaman Allah Azza wa Jalla terhadap orang-orang yang lancang mencela Rasul-
Nya shallallahu alaihi wa sallam.
Ayat di atas juga merupakan pembelaan Allah Azza wa Jalla terhadap Rasul-Nya shallallahu ‗alaihi wa
sallam. Oleh karenanya, Allah mengekalkan namanya di seluruh jagad raya, mewajibkan manusia mengikuti
syariatnya, bahkan namanya disebut bersamaan dengan disebutnya nama Allah Azza wa Jalla.
Dari ayat 1-3 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) pemuliaan dari Allah Ta‘ala untuk Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, (2) wajibnya mengikhlaskan dan mengarahkan semua ibadah
kepada Allah Azza wa Jalla, seperti shalat dan kurban, (3) bolehnya mendoakan keburukan kepada orang
yang sangat zalim, (4) kurban dilakukan setelah shalat Ied.
Selesai tafsir surah Al Kautsar dengan pertolongan Allah, kemudahan, dan taufiq-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 213


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Kaafiruun (Orang-Orang Kafir) 769


Surah ke-109. 6 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-6: Tidak ada toleransi dalam hal akidah atau keimanan dan peribadatan, dan
perintah berlepas diri dari syirk dan kesesatan.

   


1. Katakanlah (Muhammad)770, "Wahai orang-orang kafir! 771

    


2. Aku772 tidak menyembah apa yang kamu sembah773,

769
Di antara kandungan surah ini adalah menetapkan tauhid Uluhiyyah dan berlepas diri dari syirik, serta
perbedaan yang jelas antara Islam dan syirik atau agama-agama selain Islam.
Dalam Shahih Muslim disebutkan, dari Jabir radhiyallahu ‗anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam membaca surat ini (Al Kafirun) dan surah Qulhuwallahu ahad dalam dua rakaat setelah thawaf.
Dalam Shahih Muslim juga disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam membaca dua surat itu (Al Kafirun dan Al Ikhlas) dalam dua rakaat fajar (sebelum shalat
Subuh).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam lebih dari dua
puluh kali membaca dalam dua rakaat sebelum shalat Fajar dan dua rakaat setelah shalat Maghrib surah Qul
yaa ayyuhal kafirun (Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (Al Ikhlas). (Hadits ini dinyatakan shahih
isnadnya sesuai syarat Bukhari dan Muslim oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata, ―Aku memperhatikan Nabi shallallahu ‗alaihi wa
sallam selama 24 atau 25 kali, Beliau membaca di dua rakaat sebelum shalat Fajar dan dua rakaat setelah
shalat Maghrib surah Qul yaa ayyuhal kafirun (Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (Al Ikhlas). (Hadits ini
dinyatakan shahih isnadnya sesuai syarat Bukhari dan Muslim oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar
Risalah).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata, ―Aku memperhatikan Nabi shallallahu ‗alaihi wa
sallam selama sebulan, Beliau membaca di dua rakaat sebelum shalat Fajar surah Qul yaa ayyuhal kafirun
(Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (Al Ikhlas). (Hadits ini dinyatakan shahih isnadnya oleh Pentahqiq
Musnad Ahmad cet. Ar Risalah. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Nasa‘i.
Tirmidzi berkata, ―Hadits ini hasan.‖).
Dalam surah ini terdapat sikap berlepas diri dari perbuatan yang dilakukan kaum musyrik. Surah ini
memerintahkan kita untuk berlaku ikhlas kepada Allah Azza wa Jalla.
770
Secara tegas dan terang-terangan.
771
Orang-orang kafir di ayat ini mencakup semua orang kafir yang ada di muka bumi baik Ahli Kitab
(Yahudi dan Nasrani) maupun kaum musyrik. Akan tetapi ketika itu, ayat ini tertuju kepada kaum kafir
Quraisy. Ada yang mengatakan, bahwa kaum kafir Quraisy -karena kebodohan mereka-, mereka meminta
Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam menyembah berhala-berhala mereka selama setahun, nantinya
mereka akan menyembah Tuhan yang disembah Beliau shallallahu ‗alaihi wa sallam, maka terhadap
permintaan ini, Allah Azza wa Jalla menurunkan surah Al Kaafiruun ini. Di dalamnya, Allah Azza wa Jalla
memerintahkan Rasul-Nya berlepas diri secara total terhadap agama kaum musyrik.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 214


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah774,

     


4. dan aku tidak pernah775 menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

     


5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

    


6. Untukmu agamamu776, dan untukku agamaku777."

772
Yakni saat ini.
773
Berupa patung, berhala, dan apa saja yang disembah selain Allah Azza wa Jalla.
774
Yaitu Allah Azza wa Jalla; yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia dan tidak ada Rabb
selain Dia.
775
Di masa mendatang, dan tidak akan ridha dan menerima.
776
Yaitu syirik dan kekafiran.
777
Yaitu Islam.
Sebagian manusia berdalih dengan firman Allah Ta'ala 'Lakum diinukum wa liya diin' untuk menunjukkan
kebebasan berkeyakinan dan beragama, bahkan tidak demikian. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah, ayat itu tidak menunjukkan meridhai agama mereka dan mengakuinya, bahkan menunjukkan
berlepas diri dari agama mereka. Oleh karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyatakan, bahwa
surah ini menunjukkan berlepas diri dari syirik. (Al Jawabush Shahih 3/60)
Sebagian Ahli Ilmu mengatakan, bahwa ayat ini turun sebelum diwajibkan jihad, karena setelah diwajibkan
jihad, maka orang kafir tidak dibiarkan di atas agamanya kecuali dengan membayar jizyah (pajak).
Dari ayat 1-6 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) menetapkan akidah qadha dan qadar,
dan bahwa orang kafir adalah orang yang ditetapkan sejak azali (dahulu) sebagai orang kafir, sedangkan
orang mukmin adalah orang yang ditetapkan sejak azali (dahulu) sebagai orang mukmin, (2) penjagaan Allah
terhadap Rasul-Nya agar tidak mengikuti keinginan kaum musyrik, (3) harus adanya pemisahan antara orang
mukmin dengan orang kafir, (4) tidak ada toleransi dalam akidah dan peribadatan, (5) perintah berlepas diri
dari syirik dan kesesatan.
Selesai tafsir surah Al Kaafirun dengan pertolongan Allah, taufiq, dan kemudahan-Nya, walhamdulillahi
Rabbil ‗alamin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 215


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah An Nashr (Pertolongan) 778


Surah ke-110. 3 ayat. Madaniyyah

    


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-3: Membicarakan tentang Fat-hu Makkah dimana ketika itu kaum muslimin menjadi
mulia dan agama Islam tersebar ke jazirah Arab, dan tanda selesainya tugas Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam.

     


1. 779Apabila telah datang pertolongan Allah780 dan kemenangan781,

778
Di antara kandungan surah ini adalah menerangkan bahwa kemenangan pada akhirnya diraih oleh Islam
dan kaum muslim, hal yang disyariatkan ketika memperoleh keadaan demikian, dan isyarat terhadap sudah
dekatnya ajal Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Imam Nasa‘i meriwayatkan dari Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah, ia berkata, ―Ibnu Abbas berkata
kepadaku, ―Wahai Ibnu Utbah, tahukah kamu surat Al Qur‘an yang terakhir turun?‖ Aku menjawab, ―Ya,
yaitu idzaa jaa‘a nashrullah wal fat-h (surat An Nahr),‖ maka Ibnu Abbas berkata, ―Engkau benar.‖
779
Dalam surah ini terdapat kabar gembira, perintah kepada Rasul-Nya ketika memperoleh kabar gembira
itu, isyarat, dan pemberitahuan yang akan terjadi setelahnya.
Kabar gembira itu adalah pertolongan Allah kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, penaklukkan
Mekah dan masuknya manusia secara berbondong-bondong kepada agama Allah, yakni banyak yang
menjadi pemeluk agamanya dan pengikutnya setelah sebelumnya sebagai musuhnya, dan kabar gembira ini
pun terjadi. Setelah hal itu terjadi, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam untuk bersyukur kepada Tuhannya terhadap hal itu, bertasbih dengan memuji-Nya dan
meminta ampunan kepada-Nya. Sedangkan isyarat yang ada di sana ada dua isyarat:
Pertama, isyarat bahwa pertolongan Allah itu akan terus berlanjut kepada agama ini dan akan bertambah
ketika dilakukan tasbih sambil memuji-Nya dan beristighfar dari Beliau, karena hal ini termasuk syukur,
sedangkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah berjanji, bahwa jika manusia bersyukur, maka Dia akan
menambah nikmat-Nya, dan hal ini terbukti, seperti yang terlihat di zaman para khulafa‘ raasyidin dan
setelahnya bahwa pertolongan Allah Subhaanahu wa Ta'aala senantiasa berlanjut kepada umat ini, sehingga
agama Islam sampai kepada puncaknya yang tidak dapat ditandingi oleh agama-agama selainnya, dan telah
masuk ke dalamnya manusia dalam jumlah yang banyak sampai terjadilah pada umat ini penyimpangan
kepada perintah Allah, maka Allah menguji mereka dengan terpecah belahnya kalimat mereka dan terjadilah
apa yang terjadi. Meskipun demikian, untuk umat dan agama ini ada rahmat dan kelembutan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala yang tidak disangka-sangka.
Kedua, isyarat bahwa ajal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah semakin dekat. Alasannya adalah
bahwa umur Beliau adalah umur yang utama, dan sudah maklum bahwa hal-hal yang utama ditutup dengan
istighfar seperti shalat, haji, dsb. Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam memuji dan beristighfar dalam keadaan seperti ini sehingga terdapat isyarat bahwa ajalnya
hampir tiba, oleh karena itu hendaknya Beliau bersiap-siap untuk bertemu Tuhannya dan mengakhiri
umurnya dengan yang paling utama yang dapat Beliau lakukan. Oleh karena itulah, Beliau menakwilkan
surah itu dan banyak mengucapkan dalam ruku‘ dan sujudnya, ―Subhaanakallahumma wabihamdika
Allahummaghfirliy.‖ (artinya: Mahasuci Engkau yang Allah dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah
aku).

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 216


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam banyak
mengucapkan dalam ruku dan sujudnya, ―Subhaanakallahumma Rabbanaa wabihamdika
Allahummaghfirliy,‖ (artinya: Mahasuci Engkau ya Allah sambil memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku)
Beliau mengamalkan Al Qur‘an.‖ (HR. Jamaah Ahli Hadits selain Tirmidzi).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Masruq, ia berkata, ―Aisyah berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam sering mengucapkan, ―Subhaanallah wa bihamdih, astaghfirullah wa atuubu ilaih,‖ (artinya:
Mahasuci Allah sambil memuji-Nya. Aku meminta ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya) di
akhir kehidupannya, Beliau juga bersabda,

―Sesungguhnya Tuhanku memberitahukan kepadaku, bahwa aku akan melihat sebuah tanda pada umatku.
Dia memerintahkan kepadaku jika aku telah melihat tanda itu untuk bertasbih sambil memuji-Nya dan
memohon ampunan kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat. Dan aku telah melihatnya. Allah
berfirman,‖Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,--Dan kamu lihat manusia masuk
agama Allah dengan berbondong-bondong,--Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah
ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat.‖ (Terj. QS. An Nashr: 1-3).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, ―Umar pernah menghadirkanku ke hadapan para
tokoh perang Badar, sepertinya sebagian mereka memendam sesuatu dalam dirinya, lalu ada yang berkata,
―Mengapa anak ini dimasukkan bersama kami, padahal kita juga mempunyai anak yang semisal
dengannya?‖ Umar menjawab, ―Sesungguhnya anak ini memiliki kecerdasan tersendiri seperti yang kalian
ketahui.‖ Maka pada suatu hari, Umar menghadirkan Ibnu Abbas bersama mereka. Ibnu Abbas berkata,
―Aku tahu, bahwa Umar tidaklah mengundangku melainkan untuk memperlihatkan diriku kepada mereka,
lalu Umar berkata, ―Apa pendapat kalian tentang firman Allah Azza wa Jalla, ―Idzaa jaa‘a nashrullah wal
fat-h?‖ Lalu sebagian mereka berkata, ―Kita diperintahkan memuji Allah dan memohon ampunan kepada-
Nya ketika kita mendapat pertolongan dan kemenangan,‖ sedangkan sebagian lagi diam tidak berbicara apa-
apa. Kemudian Umar berkata kepadaku, ―Apa pendapatmu?‖ Aku menjawab, ―Itu adalah ajal Rasulullah
shallallahu ‗alaihi wa sallam. Allah memberitahukannya kepada Beliau. Dia berfirman, ―Apabila telah
datang pertolongan Allah dan kemenangan.‖ (Terj. QS. An Nashr: 1) maksudnya, itu adalah tanda ajalmu.
firman-Nya, ―Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh,
Dia Maha Penerima tobat.‖ (Terj. QS. An Nashr: 3), maka Umar bin Khaththab berkata, ―Aku tidak
mengetahui jawaban yang lebih tepat selain apa yang engkau katakan.‖
780
Kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap musuh-musuhnya.
781
Yakni fat-hu (penaklukkan) Mekah. Sebab terjadinya adalah ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam
mengadakan perjanjian damai dengan kaum Quraisy di Hudaibiyah pada tahun ke-6 H, ternyata kaum
Quraisy membatalkan perjanjian tersebut, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerangi mereka dan
keluar dari Madinah mendatangi Mekkah dengan pasukan kurang lebih 10.000 personel, Beliau keluar
bersama pasukan secara rahasia. Hal ini terjadi pada tahun ke-8 H bulan Ramadhan. Beliau masuk ke
Makkah secara tiba-tiba dalam keadaan penduduk Mekkah telah terkepung, hingga akhirnya kaum kafir
Quraisy berkumpul di hadapan Beliau di sekitar ka‘bah. Beliau berdiri di atas pintunya, sedangkan kaum
kafir Quraisy berada di bawahnya menunggu apa yang akan Beliau lakukan terhadap mereka, Beliau
bersabda sambil memegang sisi pintu Ka‘bah, ―Wahai kaum Qurasiy! Menurut kalian, apa yang akan aku
lakukan terhadap kalian?‖ Mereka menjawab, ―Kebaikan. Engkau adalah saudara yang mulia dan putera
saudara yang mulia.‖ Beliau bersabda, ―Aku mengatakan kepada kalian sebagaimana Yusuf berkata kepada
saudara-saudaranya, ―Tidak ada celaan bagi kalian pada hari ini, semoga Allah mengampuni kalian.‖
Pergilah! Kalian semua bebas.‖
Sebelumnya suku-suku bangsa Arab menunda masuk Islam dengan mengatakan, ―Jika dia (Nabi
Muhammad shallallahu ‗alaihi wa sallam) dapat mengalahkan kaumnya, berarti dia nabi,‖ maka ketika
Allah menaklukkan Mekkah untuk Beliau, mereka pun masuk ke dalam Islam secara berbondong-bondong,
sehingga tidak berlalu dua tahun melainkan Jazirah Arab bersatu di atas Islam, dan tidak ada suku-sukunya
melainkan menampakkan keislamannya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 217


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

       


2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong782 masuk agama Allah (Islam) 783,

        


3. maka bertasbihlah784 dengan memuji Tuhanmu785 dan mohonlah ampunan kepada-Nya786.
Sungguh, Dia Maha Penerima tobat787.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Amr bin Salamah, ia berkata, ―Ketika terjadi Fathu Makkah, maka setiap
kaum segera mendatangi Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam untuk menyatakan keislamannya.
Sebelumnya suku-suku Arab menunda keislamannya menunggu Fathu Makkah, mereka mengatakan,
―Biarkanlah dia (Nabi Muhammad shallallahu ‗alaihi wa sallam) dengan kaumnya. Jika dia menang terhadap
kaumnya, maka berarti dia seorang Nabi.‖
782
Setelah sebelumnya seorang demi seorang yang masuk Islam. Namun setelah penaklukkan Mekah, maka
bangsa Arab dari berbagai penjuru banyak yang datang menemui Beliau menyatakan diri masuk Islam.
783
Al Basyir Al Ibrahimi rahimahullah berkata, "Islam itu; akidahnya memberikan suplemen bagi akal,
ibadahnya membuat jiwa menjadi suci, hukum-hukumnya memperhatikan maslahat, dan semua adabnya
merupakan kebaikan bagi masyarakat." (Atsar Al Basyir Al Ibrahimi 1/108)
784
Yakni sucikanlah Dia dari segala yang tidak layak bagi-Nya.
785
Yakni memuji-Nya karena kesempurnaan-Nya disertai rasa cinta dan pengagungan.
786
Dengan istighfar menjadi sempurnalah amalmu.
787
Dengan turunnya surah ini diketahui, bahwa ajal Beliau telah semakin dekat. Penaklukkan Mekkah terjadi
pada bulan Ramadhan tahun ke-8 Hijriah, sedangkan wafatnya Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pada
bulan Rabi‘ul Awwal pada tahun ke-11 Hijriah.
Dari ayat 1-3 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) wajibnya bersyukur ketika memperoleh
nikmat, (2) disyariatkan membaca ―Subhaanakallahumma Rabbanaa wabihamdika Allahummaghfirliy,‖
dalam ruku dan sujud, (3) tanda dekatnya ajal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Selesai tafsir surah An Nashr dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, walhamdulillahi
Rabbil ‗alamin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 218


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Lahab (Gejolak Api) 788


Surah ke-111. 5 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Tukang fitnah pasti akan celaka.

     


1. 789 790Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!791

788
Di antara kandungan surah ini adalah menyatakan tidak ada manfaatnya nasab dan kedudukan seseorang
jika ia kafir kepada Allah Azza wa Jalla.
789
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia
berkata, ―Ketika turun ayat, ―Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,‖ (Terj. Qs.
Asy Syu‘araa: 214) Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas Shafa dan menyeru, ―Wahai Bani
Fihr, wahai Bani ‗Addiy.‖ Beliau menyebut beberapa suku orang Quraisy, sehingga mereka semua
berkumpul, dan orang yang tidak bisa keluar mengirim utusan untuk melihat ada apa, lalu Abu Lahab dan
orang-orang Quraisy datang, maka Beliau bersabda, ―Bagaimana menurutmu jika aku beritahukan
kepadamu, bahwa ada sebuah pasukan berkuda di sebuah lembah yang hendak menyerangmu, apakah kamu
akan membenarkanku?‖ Mereka menjawab, ―Ya, kami belum pernah mendapatkanmu selain berkata benar.‖
Beliau pun bersabda, ―Sesungguhnya aku seorang yang memberi peringatan kepadamu sebelum datang azab
yang keras.‖ Lalu Abu Lahab berkata, ―Celakalah kamu sepanjang hari! Apakah untuk hal ini engkau
kumpulkan kami?‖ Maka turunlah surah, ―Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!-
- Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan…dst.‖ (Hadits ini diriwayatkan pula oleh
Muslim, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Jarir dalam At Taarikh juz 2 hal. 216 dan dalam At Tafsir juz 19 hal. 121
dan juz 30 hal. 337, dan Baihaqi dalam Dalaa‘ilun Nubuwwah juz 1 hal. 431. Dalam ‗Umdatul Qaari juz 16
hal. 93 diterangkan, bahwa hadits ini mursal, karena Ibnu Abbas ketika itu masih kecil; bisa belum lahir atau
sebagai anak-anak sebagaimana dipastikan oleh Al Ismaa‘iliy, namun mursal tersebut adalah mursal shahabi,
sedangkan mursal shahabiy tidak mengapa dan tidak mencacatkannya. Wallahu Ta‘aala a‘lam bish shawab.)
790
Abu Lahab adalah paman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri. Namanya Abdul Uzza
bin Abdul Muththalib, panggilannya Abu Utaibah. Disebut Abu Lahab karena wajahnya yang berkilau. Ada
pula yang mengatakan, bahwa ia digelari Abu Lahab karena keadaannya yang akan berada dalam gejolak
api.
Ia adalah seorang yang sangat memusuhi Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan menyakitinya. Oleh karena
itulah, Allah Subhaanahu wa Ta'aala mencelanya dengan celaan yang keras ini yang merupakan celaan dan
kehinaan yang berkelanjutan untuknya sampai hari Kiamat.
Paman-paman Nabi shallallahu alaihi wa sallam ada tiga kelompok; ada yang beriman kepada Beliau dan
masuk Islam, seperti Hamzah bin Abdul Muththalib dan Abbas bin Abdul Muththalib. Ada pula yang
membantu Beliau namun tidak beriman, seperti Abu Thalib, dan ada pula yang kafir dan menentang Beliau
seperti Abu Lahab.
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Zanad, ia berkata, ―Telah
mengabarkan kepadaku seorang laki-laki yang bernama Rabi‘ah bin Ibad dari Bani Dil. Ia salah seorang dari
kaum Jahiliyyah (yang sudah masuk Islam), ia berkata, ―Aku melihat Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam
berada di pasar Dzul Majaz sambil berkata, ―Wahai manusia! Katakanlah ―Laailaahaillallah,‖ maka kalian
akan beruntung,‖ sedangkan orang-orang mengelilingi Beliau, dan di belakangnya ada seorang yang bersinar
wajahnya, matanya juling, dan memiliki dua jalinan rambut sambil mengatakan, ―Dia orang yang keluar dari
agama(kaum)nya dan pedusta.‖ Orang ini mengikuti Beliau ke mana saja Beliau pergi, lalu aku bertanya
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 219
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

      


2. Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan792.

    


3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka)793.

   


4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah)794.

     


5. Di lehernya ada tali dari sabut795.

tentang Beliau, kemudian mereka menyebutkan kepadaku nasab Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam dan
menyampaikan kepadaku, bahwa orang (yang di belakangnya) itu adalah pamannya, yaitu Abu Lahab.‖
(Hadits ini dinyatakan shahih lighairih oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
791
Yang dimaksud dengan kedua tangan Abu Lahab ialah Abu Lahab itu sendiri. Digunakan kata ―kedua
tangan‖ karena pada umumnya tindakan manusia dilakukan oleh kedua tangannya. Kalimat ini merupakan
doa kerugian dan kecelakaan untuk Abu Lahab.
792
Yaitu anaknya (Ini adalah tafsir Ibnu Abbas dan lainnya). Menurut Ibnu Utsaimin, termasuk pula harta
dan kedudukan yang diusahakannya.
Disebutkan dari Ibnu Mas‘ud, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam saat mengajak kaumnya
kepada keimanan, maka Abu Lahab berkata, ―Jika yang dikatakan keponakanku benar, maka aku akan
menebus diriku pada hari Kiamat dari azab yang pedih dengan harta dan anakku,‖ maka Allah menurunkan
ayat di atas.
793
Api neraka akan mengelilinginya dari segala penjuru, apinya memiliki gejolak, bunga api, dan sangat
membakar, demikian pula api itu akan mengelilingi istrinya.
794
Pembawa kayu Bakar dalam bahasa Arab adalah kiasan bagi penyebar fitnah. Istri Abu Lahab yang
panggilannya Ummu Jamil (nama aslinya Arwa binti Harb bin Sumayyah, saudari Abu Sufyan) sama seperti
suaminya sangat keras permusuhannya kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, disebut
sebagai pembawa kayu bakar karena dia selalu menyebarkan fitnah untuk memperburuk citra Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum Muslim. Ada pula yang menafsirkan, bahwa pembawa
kayu bakar di sini maksudnya pembawa duri, yakni karena ia biasa menaruh duri di jalan yang dilalui Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Athiyyah Al Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Athiyyah Al
Jadalliy, Adh Dhahhak, dan Ibnu Zaid, bahwa istri Abu Lahab suka menaruh duri di jalan yang dilalui
Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam.
Ada pula yang menafsirkan, bahwa ia (istri Abu Lahab) akan membawa kayu bakar untuk menimpakan
kepada suaminya di neraka untuk menambah siksaan baginya, sedangkan ia berkalungkan tali dari sabut.
Dalam surah ini terdapat salah satu di antara tanda kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, karena Allah
menurunkan surah ini ketika Abu Lahab dan istrinya belum binasa, dan Dia memberitahukan, bahwa
keduanya akan disiksa di neraka, termasuk bagian daripadanya adalah bahwa berarti ia tidak akan masuk
Islam, ternyata terjadi demikian sebagaimana yang diberitakan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala Tuhan
Yang Mengetahui yang gaib dan nyata.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ummu Habibab binti Abi Sufyan, bahwa ketika Abu Lahab
meninggal dunia, sebagian keluarganya bermimpi melihatnya dalam keadaan yang memprihatinkan, ia
ditanya, ―Apa yang engkau peroleh?‖ Abu Lahab berkata, ―Setelah kalian, aku tidak memperoleh nikmat pun
selain diberi minum karena membebaskan Tsuwaibah.‖
Tsuwaibah adalah budak yang dimerdekakan Abu Lahab, dialah yang menyusukan Nabi shallallahu alaihi
wa sallam.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 220


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

795
Yakni sabut dari api (sebagaimana dikatakan Mujahid dan Urwah). Menurut Mujahid pula, bahwa masad
adalah kalung dari besi.
Al Jauhari berkata, ―Al Masad artinya sabut. Masad juga berarti tali dari sabut atau dari daun pohon kurma.
Terkadang masad dari kulit unta atau bulunya.‖
Ibnu Abi Hatim berkata, ―Telah menceritakan kepada kami ayahku dan Abu Zur‘ah, keduanya berkata,
―Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Az Zubair Al Humaidi, telah menceritakan kepada kami
Sufyan, telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Katsir dari Ibnu Tadrus dari Asma binti Abi Bakar, ia
berkata, ―Ketika turun ayat, ―Tabbat yadaa abii lahabiw watabb,‖ maka Aura‘ Ummu Jamil binti Harb
datang sambil berteriak, sedangkan di tangannya ada batu, ia berkata (tentang Nabi Muhammad shallallahu
‗alaihi wa sallam), ―Orang tercela kami tidak suka, agamanya kami benci, dan perintahnya kami durhakai.‖
Ketika itu, Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam sedang duduk di masjid bersama Abu Bakar. Saat Abu
Bakar melihatnya, ia berkata, ―Wahai Rasulullah, ia (Ummu Jamil) datang, dan saya khawatir dia melihat
dirimu,‖ maka Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Dia sekali-kali tidak dapat melihatku.‖
Saat itu, Beliau membacalan ayat Al Qur‘an untuk menjaga dirinya, sebagaimana firman Allah Ta‘ala,
―Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak
beriman kepada kehidupan akhirat suatu dinding yang tertutup.‖ (Terj. QS. Al Israa‘: 45) Lalu Ummu Jamil
datang dan berdiri di hadapan Abu Bakar, tetapi ia tidak dapat melihat Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa
sallam, ia berkata, ―Wahai Abu Bakar! Saya mendapat kabar, bahwa kawanmu mengejekku.‖ Abu Bakar
menjawab, ―Tidak, demi Tuhan pemilik rumah ini, Beliau tidak mengejekmu.‖ Maka Ummu Jamil pergi
sambil berkata, ―Kaum Quraisy sudah tahu, bahwa aku adalah puteri orang terkemuka mereka.‖
Al Walid atau lainnya berkata dalam kisahnya, ―Kemudian Ummu Jamil tersandung oleh kainnya saat
berthawaf di Baitullah, lalu ia berkata, ―Sengsaralah orang tercela,‖ maka Ummu Hakim binti Abdul
Muththalib berkata, ―Sesungguhnya aku mutiara sehingga tidak perlu diajak bicara, orang cerdas sehingga
tidak perlu diajari, kita semua anak-anak yang sama pamannya, dan orang-orang Quraisy jauh lebih tahu.‖
Dari ayat 1-5 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) hukuman Allah Ta‘ala kepada Abu
Lahab dan penggagalan tipu dayanya terhadap Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, (2) harta dan
anak tidak dapat menyelamatkan seseorang dari azab Allah jika orang itu mengerjakan perbuatan yang
dimurkai Allah Ta‘ala dan meninggalkan perintah-Nya, (3) haramnya menyakti seorang mukmin, (4) kerabat
dan orang terdekat tidak berguna bagi seseorang jika dia di atas syirik dan kekafiran, seperti Abu Lahab
paman Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang ditempatkan di neraka.
Selesai tafsir surah Al Lahab dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya, walhamdulillahi
Rabbil ‗alamin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 221


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Ikhlas796 (Memurnikan Ibadah Hanya Kepada Allah)

796
Di antara kandungan surah ini adalah menetapkan keesaan Allah Azza wa Jalla dalam hal kesempurnaan
dan keberhakan-Nya untuk disembah, serta bersihnya Dia dari kekurangan, sekutu, istri, dan anak.
Tentang keutamaan surat ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlash) mengimbangi sepertiga Al Qur'an." (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa‘id, bahwa ada seorang yang mendengar orang lain membaca surah
‗Qulhuwallahu ahad‘ dan ia terus mengulanginya. Ketika tiba pagi harinya, orang yang mendengar itu
menyampaikan hal itu kepada Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, dan sepertinya orang ini menganggapnya
kurang, maka Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

―Demi Allah yang jiwaku di Tangan-Nya. Sesungguhnya ia seimbang dengan sepertiga Al Qur‘an.‖
Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Abu Sa‘id radhiyallahu ‗anhu, ia berkata, ―Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam bersabda,

―Apakah salah seorang di antara kalian tidak bisa membaca sepertiga Al Qur‘an dalam semalaman?‖
Para sahabat menjawab, ―Siapakah di antara kami yang sanggup melakukannya wahai Rasulullah?‖
Beliau menjawab, ―Yaitu (surah yang menyebutkan) Allah Mahaesa, Dialah Ash Shamad (surah Al Ikhlas).
Ia seimbang dengan sepertiga Al Qur‘an (surah Al Ikhlas).‖
Alasan mengapa surat ini mengimbangi sepertiga Al Qur'an adalah karena Al Qur'an jika dilihat kepada
kandungannya terbagi tiga; sepertiga tentang tauhid, sepertiga tentang kisah-kisah, dan sepertiga lagi tentang
perintah dan larangan, wallahu a‘lam.
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‗Amrah binti Abdurrahman –ia berada dalam asuhan Aisyah istri Nabi
shallallahu ‗alaihi wa sallam-, dari Aisyah radhiyallahu ‗anha, bahwa Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam
pernah mengangkat seseorang sebagai komandan sebuah sariyyah (pasukan kecil). Ketika mengimami
kawan-kawannya dalam shalat, ia mengakhiri dengan surah ―Qulhuwallahu ahad‖ (surah Al Ikhlas). Ketika
mereka kembali, maka mereka menyampaikan hal itu kepada Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, lalu Beliau
bersabda, ―Tanyakan kepadanya karena hal apa ia melakukan begitu?‖ Maka mereka bertanya kepadanya,
kemudian ia menjawab, ―Sesungguhnya surah itu mengandung sifat Ar Rahman, dan saya suka
membacanya.‖ Maka Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Sampaikan kepadanya, bahwa Allah
Ta‘ala mencintainya.‖ (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dan Nasa‘i).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas radhiyallahu anhu, ia berkata, ―Ada seorang Anshar yang
mengimami mereka di masjid Quba‘, dan setiap kali hendak membaca satu surah, ia awali dengan
Qulhuwallahu ahad hingga selesai, lalu ia membaca surah yang lain. Ia melakukan hal itu di setiap
rakaatnya, lalu kawan-kawannya berkata kepadanya, ―Sesungguhnya engkau memulai dengan surah ini, dan
engkau tidak memandang cukup, bahkan engkau mulai lagi dengan surah yang lain. Seharusnya engkau baca
surah itu saja atau engkau tinggalkan dan membaca surah yang lain.‖ Ia menjawab, ―Aku tidak akan
meninggalkannya. Jika kalian suka aku mengimami dengan membaca surah itu, maka aku siap mengimami
kalian. Dan jika kalian tidak suka, maka aku akan tinggalkan kalian.‖ Ketika itu, mereka memandang, bahwa
orang itu adalah orang yang paling utama di antara mereka, dan mereka tidak suka jika yang mengimami
selainnya. Maka ketika Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam datang kepada mereka, mereka pun
memberitahukan hal itu kepada Beliau, lalu Beliau bersabda, ―Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk
melakukan apa yang diperintahkan kawan-kawanmu, dan apa yang membuatmu tetap menekuni surah ini di
setiap rakaat?‖ Ia menjawab, ―Aku mencintainya.‖ Maka Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 222
/http://wawasankeislaman.blogspot.com
Surah ke-112. 5 ayat. Makkiyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-4: Sifat Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan bantahan terhadap Ahli Kitab dan kaum
musyrik.

    


1. 797Katakanlah (Muhammad)798, "Dialah Allah, Yang Maha Esa799.

―Kecintaanmu kepadanya membuatmu masuk surga.‖ (Imam Bukhari meriwayatkan secara mu‘allaq, namun
dengan shighat jazm (menunjukan keshahihannya).
Imam Malik meriwayatkan dari Ubaid bin Hanin ia berkata, ―Aku mendengar Abu Hurairah berkata, ―Aku
datang bersama Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, lalu Beliau mendengar seseorang membaca surah
Qulhuwallahu ahad, maka Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Mesti,‖ aku bertanya, ―Mesti
apa maksudnya?‖ Beliau menjawab, ―Mesti masuk surga.‖ (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi,
Nasa‘i dari hadits Malik. Tirmidzi berkata, ―Hasan shahih gharib. Kami tidak mengetahuinya selain dari
hadits Malik.‖).
Abdullah bin Ahmad meriwayatkan dari Mu‘adz bin Abdullah bin Khubaib dari ayahnya, ia berkata, ―Kami
kehujanan dan kegelapan, lalu kami menunggu Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam untuk shalat bersama
kami, lalu Beliau keluar dan memegang tanganku, kemudian Beliau bersabda, ―Qul‖ (artinya: katakanlah),
maka aku diam. Beliau bersabda lagi, ―Qul,‖ lalu aku berkata, ―Apa yang akan aku katakan?‖ Beliau
menjawab, ―Qulhuwallahu ahad dan mu‘awwidzatain (surah Al Falaq dan An Naas) ketika sore dan ketika
pagi sebanyak tiga kali, maka itu akan mencukupimu.‖ (Hadits ini diriwayatkan pula Abu Dawud, Tirmidzi,
dan Nasa‘i. Tirmidzi berkata, ―Hasan shahih gharib.‖)
Imam Nasa‘i meriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, bahwa ia pernah masuk bersama
Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam ke masjid, ternyata ada seorang yang shalat dan berdoa,

―Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu karena aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Engkau. Engkau Mahaesa, Tuhan yang semua makhluk bergantung kepada-Mu,
tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.‖
Maka Beliau bersabda,

―Demi Allah yang jiwaku di Tangan-Nya. Sesungguhnya orang itu telah meminta kepada-Nya dengan nama-
Nya yang paling agung; yang apabila Allah diminta dengannya, maka Dia akan memberikan, dan apabila Dia
diseru dengannya, maka Dia akan mengabulkan.‖ (Hadits ini diriwayatkan oleh para pemilik sunan lainnya.
Tirmidzi berkata, ―Hasan gharib.‖)
Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah, bahwa Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam apabila mendatangi
tempat tidurnya pada setiap malam, Beliau menggabung dua telapak tangannya dan meniupnya, lalu
membacakan surah Qulhuwallahu ahad, Qul a‘udzu birabbil falaq, dan qul a‘udzu birabbin nas, lalu
mengusap bagian jasadnya yang bisa diusap dengan kedua telapak tangannya. Beliau memulai dari kepala
dan wajahnya, serta bagian depan jasadnya. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali.‖ (Hadits ini
diriwayatkan pula oleh pemilik kitab Sunan).
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ubay bin Ka‘ab, bahwa kaum
797

musyrik berkata kepada Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, ―Wahai Muhammad! Sebutkanlah kepada kami
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 223
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

  


2. Allah tempat meminta segala sesuatu800.

nasab Tuhanmu,‖ maka Allah Ta‘ala menurunkan firman-Nya, ―Qulhuwallahu ahad...dst.‖ (Hadits ini
isnadnya dha’if karena kedhaifan rawi yang bernama Abu Sa‘ad Muhammad bin Maisar dan Abu Ja‘far Ar
Razi).
Ikrimah berkata, ―Ketika orang-orang Yahudi berkata, ―Kami menyembah Uzair putera Allah.‖ Orang-orang
Nasrani berkata, ―Kami menyembah Al Masih putera Allah.‖ Orang-orang Majusi berkata, ―Kami
menyembah matahari dan bulan,‖ sedangkan orang-orang musyrik berkata, ―Kami menyembah berhala,‖
maka Allah menurunkan kepada Rasul-Nya shallallahu ‗alaihi wa sallam, ―Qul huwallahu ahad,‖ (artinya:
katakanlah: Dialah Allah Yang Mahaesa).
798
Dengan memastikan, meyakininya, dan mengetahui maknanya. Dan jawablah dengan surah ini orang-
orang yang bertanya tentang siapa Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan bertanya tentang konsep ketuhanan
dalam Islam.
799
Dia sendiri dengan kesempurnaan, keagungan, dan kebesaran tanpa ada yang menyamai-Nya. Dia
memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi yang sempurna serta perbuatan-perbuatan yang
suci, dimana pada semua itu tidak ada yang menyamainya. Dia Mahaesa; tidak ada yang sebanding dengan-
Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, dan tidak ada yang menyamai-Nya.
Ya, dalam Islam Tuhan itu hanya satu, yaitu Allah, dan Dia Mahaesa, tidak berbilang. Dia sendiri saja; tidak
banyak.
Konsep ini adalah konsep yang sejalan dengan fitrah dan akal manusia. Hal itu, karena jika tuhan itu banyak,
maka banyak pula yang disembah dan diminta, dan jika banyak yang disembah dan diminta, tentu akan
menyusahkan dan memberatkan penyembahnya. Jika seorang penyembah hanya menyembah satu tuhan dan
meninggalkan yang lain, tentu tuhan yang lain akan iri dan akan terjadi pertengkaran antara sesama tuhan.
Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta‘ala berfirman,

―Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.
Maka Mahasuci Allah yang mempunyai 'Arsy dari apa yang mereka sifatkan.‖ (QS. Al Anbiya‘: 22)

―Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau
ada Tuhan beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan
sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka
sifatkan itu,‖ (QS. Al Mu‘minun: 99)
800
Yakni yang dituju dalam semua kebutuhan. Oleh karena itu, makhluk yang berada di bawah maupun di
atas semuanya membutuhkan-Nya, meminta dan berharap kepada-Nya untuk dipenuhi kebutuhan mereka,
karena Dia sempurna dalam sifat-sifat-Nya; Dia Maha Mengetahui yang sempurna ilmunya, Dia Mahasantun
yang sempurna santunnya, Dia Maha Penyayang yang sempurna sayangnya dimana rahmat-Nya meliputi
segala sesuatu, demikian pula sifat-sifat-Nya yang lain.
Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa maksud Ash Shamad adalah Tuhan yang dituju oleh semua
makhluk dalam semua kebutuhan dan masalah mereka.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa maksud Ash Shamad adalah As Sayyid
(Mahamulia) yang sempurna kemuliaan-Nya, Mahaagung yang sempurna keagungan-Nya, Mahasantun yang
sempurna santunnya, Mahamengetahui yang sempurna ilmu-Nya, dan Mahabijaksana yang sempurna
kebijaksanaan-Nya. Dia Mahasempurna dalam semua kemuliaan dan ketinggian. Sifat ini tidak berhak
dimiliki oleh selain Dia, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, Mahasuci
Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa.‖
Al A‘masy meriwayatkan dari Syaqiq dari Abu Wa‘il, bahwa Ash Shamad adalah As Sayyid (Mahamulia)
yang kemuliaan-Nya telah mencapai puncaknya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 224


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

    


3. (Allah) tidak beranak801 dan tidak pula diperanakkan802.

Menurut Ibnu Utsaimin, Ash Shamad adalah yang Mahasempurna sifat-Nya lagi dibutuhkan oleh seluruh
makhluk-Nya. Ada riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa Ash Shamad adalah yang sempurna ilmu-Nya, hilm
(sifat santun)-Nya, keperkasaan-Nya, dan kekuasaan-Nya. Dia tidak membutuhkan alam semesta karena Dia
Mahasempurna, akan tetapi seluruh alam semesta butuh kepada-Nya.
Ayat di atas menerangkan, bahwa Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Benar sekali! Tuhan dalam konsep Islam menjadi sandaran seluruh makhluk, kepada-Nya mereka
menyembah dan kepada-Nya mereka memohon pertolongan serta meminta dipenuhi kebutuhan.
Tuhan dalam konsep Islam Mahakaya; tidak membutuhkan alam semesta, bahkan semua makhluk butuh
kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman,

―Wahai manusia! Kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) lagi Maha Terpuji.‖ (QS. Fathir: 15)
Allah juga Mahakuasa atas segala sesuatu, Dia berfirman,

Katakanlah, "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.--Engkau masukkan malam ke dalam
siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan
Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa
hisab (batas).‖ (QS. Ali Imran: 26-27)
Sekarang perhatikanlah patung dan berhala yang disembah oleh sebagian manusia, apakah mereka memiliki
kekuasaan dan kemampuan? Sama sekali tidak. Jangankan menolong para penyembahnya, menolong diri
mereka sendiri pun mereka tidak bisa. Perhatikanlah berhala-berhala yang dihancurkan oleh Nabi Ibrahim
‗alaihis salam, apakah berhala-berhala itu dapat melawannya?
801
Dalam ayat ini terdapat bantahan terhadap tiga kelompok manusia yang menyimpang, yaitu kaum
musyrik yang menyatakan bahwa para malaikat adalah puteri Allah, orang-orang Yahudi yang menyatakan
bahwa Uzair adalah anak Allah, dan orang-orang Nasrani yang menyatakan bahwa Isa anak Allah, maka
Allah bantah dengan ayat di atas, bahwa Dia tidak beranak.
802
Di antara kesempurnaan-Nya adalah bahwa Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, karena
sempurnanya kecukupan-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,―Dia Pencipta langit dan bumi.
bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan
Dia mengetahui segala sesuatu.‖ (Terj. QS. Al Ana‘aam: 101)
Yakni Dia yang memiliki segala sesuatu lagi penciptanya, maka bagaimana dari makhluk ciptaan-Nya ada
yang sama dengan-Nya atau hampir sama dengan-Nya, Mahatinggi Dia lagi Mahasuci. Bahkan semuanya
adalah hamba-Nya, lihat pula QS. Maryam: 88-95.
Di samping itu, tidak ada sesuatu yang dilahirkan melainkan ia akan mati, dan tidak ada sesuatu yang mati
melainkan akan diwarisi, sedangkan Allah Azza wa Jalla tidak pernah mati dan tidak akan diwarisi.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‗anhu, dari Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam,
Beliau bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 225


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia803."

―Tidak ada seorang atau sesuatu pun yang lebih sabar ketika disakiti sedangkan dia mendengarnya daripada
Allah. Mereka mengatakan, bahwa Dia punya anak, tetapi Dia tetap memelihara dan memberi rezeki
mereka.‖
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

―Allah berfirman, ―Anak cucu Adam mendustakan-Ku, padahal hal itu tidak patut dilakukannya. Ia juga
mencaci-maki-Ku, padahal hal itu tidak patut dilakukannya. Adapun pendustaannya kepada-Ku adalah,
pernyataannya, bahwa Aku tidak mampu mengembalikan orang yang telah mati (hidup kembali)
sebagaimana sebelumnya, padahal penciptaan pertama kali tidaklah lebih ringan daripada mengembalikan
kembali. Sedangkan caci-makinya kepada-Ku adalah pernyataannya, bahwa Allah mengangkat anak, padahal
Aku Mahaesa, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Aku tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Ku.‖
Ayat di atas menerangkan, bahwa Tuhan dalam konsep Islam tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Ayat ini
merupakan bantahan terhadap mereka yang mengatakan bahwa tuhan mempunyai anak. Demikian pula
terdapat bantahan bagi kaum Nasrani yang mengatakan bahwa Isa atau Yesus anak tuhan. Kalau sekiranya
Isa anak tuhan, tentu keadaannya sama seperti Tuhan dan mahakuasa, tetapi kenyataannya dia sama seperti
manusia yang lain, butuh makan, butuh minum, butuh istirahat, dan memerlukan kebutuhan manusia lainnya,
bahkan hampir saja Beliau dibunuh oleh orang-orang Yahudi, kemudian Allah menyelamatkannya. Allah
Subhanahu wa Ta‘ala berfirman,

―Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya
beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, keduanya biasa memakan makanan.‖ (QS. Al
Maidah: 75)
Di samping itu, kalau sekiranya Allah mempunyai anak, tentu harus ada istrinya, padahal Dia tidak
mempunyai istri. Dia berfirman,

―Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia
menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.‖ (QS. Al An‘aam: 101)
803
Baik dalam nama-Nya, sifat-Nya, maupun perbuatan-Nya. Ayat ini sama seperti firman Allah Ta‘ala di
surat Asy Syuraa ayat 11.
Surah yang mulia mengandung tauhid asmaa‘ wa shifaat. Dalam Zaadul Ma'aad (4/181) disebutkan, bahwa
Pada nama Ash Shamad terdapat penetapan semua kesempurnaan, dan pada penafian kesetaraan dengan
makhluk-Nya terdapat pembersihan dari adanya kesamaan dan kerupaan, sedangkan pada kata Al Ahad
terdapat penafian adanya sekutu bagi Allah Yang Maha Agung. Dan perkara pokok yang tiga ini merupakan
cakupan tauhid.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 226


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Dari ayat 1-4 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) mengenal Allah dengan mengenal nama-
nama dan sifat-Nya, (2) menetapkan tauhid dan kenabian, (3) batilnya menyatakan Allah punya anak, (4)
wajibnya beribadah hanya kepada Allah Ta‘ala, (5) tidak ada yang sama dan serupa dengan Allah Ta‘ala.
Selesai tafsir surah Al Ikhlas dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 227


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah Al Falaq804 (Waktu Subuh)


804
Di antara kandungan surah ini adalah perintah untuk membentengi diri dengan berlindung kepada Allah
Azza wa Jalla dari berbagai kejahatan yang tampak.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Zir bin Hubaisy ia berkata, ―Aku berkata kepada Ubay bin Ka‘ab,
―Sesungguhnya Ibnu Mas‘ud tidak menulis Al Mu‘awwidzatain (surah Al Falaq dan An Naas) dalam mushaf
(yang ditulisnya), maka Ubay berkata, ―Aku bersaksi, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
memberitahukan kepadaku, bahwa Jibril berkata kepadanya, ―Qul a‘udzu birabbil falaq,‖ maka Beliau pun
mengucapkannya, lalu Jibril berkata, ―Qul a‘udzu birabbin naas,‖ maka Beliau mengucapkannya. Kami
mengucapkan sebagaimana Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam mengucapkannya.‖
Imam Muslim meriwayatkan dari Uqbah bin Amir, ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Tidakkah engkau melihat beberapa ayat yang diturunkan pada malam ini yang belum pernah terlihat
sebelumnya, yaitu Qul a‘udzu birabbil falaq (surah Al Falaq) dan Qul a‘udzu birabbin naas (surah An
Naas).‖ (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad, Tirmidzi, dan Nasa‘i).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Uqbah bin ‗Amir ia berkata, ―Saat aku menuntun Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam di salah satu jalan perbukitan, tiba-tiba Beliau bersabda kepadaku, ―Wahai Uqbah, tidakkah
kamu naik?‖ Uqbah berkata (dalam hati), ―Aku takut jika tidak melakukannya sebagai maksiat (maka ia
naik).‖ Lalu Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam dan aku naik sebentar, kemudian Beliau naik lagi, lalu
Beliau bersabda, ―Wahai Uqbah, maukah kamu aku ajarkan dua surat di antara dua surat terbaik yang dibaca
manusia?‖ Aku menjawab, ―Ya, wahai Rasulullah.‖ Maka Beliau membacakan kepadaku, ―Qul a‘udzu
birabbil falaq,‖ dan ―Qul a‘udzu birabbinnaas.‖ Kemudian shalat ditegakkan, lalu Rasulullah shallallahu
‗alaihi wa sallam maju (menjadi imam) kemudia membaca kedua surat itu, lalu Beliau melewatiku dan
bersabda,

―Bagaimana menurutmu wahai Uqbah? Bacalah keduanya setiap kali engkau tidur dan setiap kali engkau
bangun.‖ (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Nasa‘i dan Abu Dawud. Dihasankan isnadnya oleh Al Albani).
Nasa‘i meriwayatkan dari Ibnu Abis Al Juhanniy, bahwa Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda
kepadanya, ―Wahai Ibnu Abis, maukah kamu aku tunjukkan –atau aku beritahukan- sebaik-baik
perlindungan yang dipakai orang yang berlindung?‖ Ia menjawab, ―Mau wahai Rasulullah.‖ Beliau bersabda,
―Yaitu ―Qul a‘udzu birabbil falaq,‖ dan ―Qul a‘udzu birabbinnaas,‖ kedua surat ini. (Hadits ini dishahihkan
oleh Al Albani).
Nasa‘i juga meriwayatkan dari Uqbah bin Amir, ia berkata, ―Aku pernah berjalan bersama Rasulullah
shallallahu ‗alaihi wa sallam, lalu Beliau bersabda, ―Wahai Uqbah, katakanlah!‖ Aku menjawab, ―Apa yang
aku katakan wahai Rasulullah?‖ Lalu Beliau diam, kemudian bersabda kembali, ―Katakanlah!‖ Aku
menjawab, ―Apa yang aku katakan wahai Rasulullah?‖ Beliau menjawab, ―Qul a‘udzu birabbil falaq,‖ maka
aku membacanya hingga akhirnya, lalu Beliau bersabda lagi, ―Katakanlah!‖ Aku menjawab, ―Apa yang aku
katakan wahai Rasulullah?‖ Beliau menjawab, ―Qul a‘udzu birabbinnas,‖ maka aku baca hingga akhirnya.
Selanjutnya Beliau bersabda,

―Tidak ada seseorang yang meminta semisalnya dan meminta perlindungan semisalnya.‖ (Hadits ini
dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani).
Imam Malik meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata, ―Bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam ketika
sakit membacakan untuk dirinya surat mu‘awwudzatain (Al Falaq dan An Naas) sambil meniupnya. Ketika
sakitnya semakin parah, aku yang membacakan mu‘awwidzat untuk Beliau, dan aku mengusapnya dengan
tangannya karena mengharap keberkahannya.‖ (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud,
Nasa‘i, dan Ibnu Majah).
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 228
/http://wawasankeislaman.blogspot.com
Surah ke-113. 5 ayat. Madaniyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Pengajaran kepada hamba agar meminta perlindungan Allah Subhaanahu wa
Ta'aala dan berlindung kepada-Nya dari segala kejahatan.

    


1. Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar)805,

    


2. dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan806,

     


3. dan dari kejahatan malam807 apabila telah gelap gulita808,

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Sa‘id, bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam biasa
berlindung dari mata jin dan mata manusia. Tetapi ketika turun mu‘awwidzatain, maka Beliau
mengambilnya dan meninggalkan selain keduanya.‖ (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Nasa‘i dan Ibnu
Majah. Tirmidzi berkata, ―Hadits hasan shahih.‖).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Cara terbaik menghilangkan sihir adalah dengan kitab Allah
Azza wa Jalla dan ayat-ayat Quran yang yang menyebutkan tentang menghilangkan sihir seperti ayat Qul
a'udzu birabbil Falaq (surah Al Falaq), Qul a'udzu birabbinnas (surah An Naas), dan Qul huwallahu Ahad
(surah Al Ikhlas), ayat kursi, dan 2 ayat terakhir surah Al Baqarah. Apabila seseorang membacanya dengan
ikhlas serta mengimaninya, dan orang yang terkena sihir menerima dan meyakini manfaatnya, maka semua
itu akan bermanfaat baginya dengan izin Allah Azza wa Jalla." (Fatawa Nur Alad Darbi 1/401)
805
Rabbul Falaq bisa juga berarti Tuhan Yang Membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan,
demikian pula yang membelah malam dengan terbitnya fajar (Lihat pula Qs. Al An‘aam: 95-96).
806
Seperti makhluk hidup yang mukallaf (yang mendapat beban) seperti manusia dan jin, dan makhluk hidup
yang tidak mukallaf, demikian pula makhluk tidak hidup seperti racun, dsb. Menurut Tsabit Al Bunani dan
Al Hasan Al Basri, bahwa neraka Jahannam, iblis dan keturunannya termasuk makhluk yang Dia ciptakan.
Menurut Ibnu Utsaimin, termasuk pula dari kejahatan dirinya sendiri, dimana nafsunya sering
memerintahkan kepada keburukan, sehingga jika engkau berlindung dari kejahatan makhluk-Nya, maka yang
pertama adalah dari dirimu sebagaimana dalam khutbatul hajah yang dibaca oleh Nabi shallallahu alaihi wa
sallam ‗Wa na‘udzu billa min syuruuri anfusina‘ (Artinya: Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan
diri kami).
807
Ada yang mengatakan, bahwa ghasiq adalah matahari apabila terbenam. Dan ada pula yang mengatakan,
bahwa ghasiq adalah bulan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Al Harits bin Abi
Salamah, ia berkata, ―Aisyah radhiyallahu ‗anha berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam pernah
memegang tanganku dan memperlihatkan bulan kepadaku ketika muncul, lalu Beliau bersabda,

―Berlindunglah kepada Allah dari kejahatan bulan ini ketika menghilang.‖ (Hadits ini dinyatakan hasan oleh
pentahqiq Musnad Ahmad, dan diriwayatkan pula oleh Tirmidzi dan Nasa‘i).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 229


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


4. dan dari kejahatan perempuan-perempuan penyihir yang meniup809 pada buhul-buhul (talinya)810,

"Apabila kegelapan malam mulai tiba atau kamu berada di sore hari, maka tahanlah anak-anakmu, karena
setan sedang bertebaran ketika itu. Jika telah berlalu sesaat dari malam, maka lepaslah mereka, dan tutuplah
pintu serta sebutlah nama Allah padanya, karena setan tidak akan membuka pintu yang tertutup. Ikat pula
geriba (tempat minum) kamu serta sebutlah nama Allah padanya. Tutupilah bejana kamu dan sebutlah nama
Allah padanya meskipun kamu hanya meletakkan sesuatu di atasnya, dan padamkanlah lampu-lampumu."
(HR. Bukhari dan Muslim)
808
Yakni apabila datang membawa kegelapannya.
809
Ada yang berpendapat, bahwa an naffaatsaat di ayat ini tertuju kepada al anfus (jiwa-jiwa yang meniup
pada buhul-buhul), sehingga termasuk ke dalamnya pesihir laki-laki dan perempuan.
810
Biasanya tukang-tukang sihir dalam melakukan sihirnya membuat buhul-buhul dari tali lalu membacakan
jampi-jampi dengan menghembus-hembuskan nafasnya ke buhul tersebut. Ayat ini menunjukkan, bahwa
sihir memiliki hakikat yang perlu diwaspadai bahayanya. Untuk mengatasinya adalah dengan meminta
perlindungan kepada Allah dari sihir itu dan dari orang-orangnya.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam bagian kitab Ath Thibb, dari Aisyah radhiyallahu ‗anha ia berkata,

―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam pernah terkena sihir sehingga seakan-akan Beliau mendatangi istri-
istrinya padahal tidak –Sufyan berkata, ―Ini adalah sihir yang paling berat jika terjadi‖-, lalu Beliau bersabda,
―Wahai Aisyah, tahukah kamu, bahwa Allah memberiku fatwa terhadap masalah yang aku minta fatwa di
sama?‖ Kemudian datang dua orang kepadaku, yang satu diduk di dekat kepalaku, sedangkan yang lain
duduk di dekat kakiku, lalu orang yang duduk di dekat kepalaku berkata kepada yang lain, ―Apa yang
dialami orang ini?‖ Ia menjawab, ―Orang ini disihir.‖ Lalu ia berkata, ―Siapa yang menyihirnya?‖ Ia
menjawab, ―Labid bin A‘sham –seorang munafik dari Bani Zuraiq sekutu Yahudi-,‖ lalu ia bertanya,
―Dengan benda apa dia menyihir?‖ Ia menjawab, ―Dengan sisir dan rambut yang jatuh ketika disisir.‖ Ia
bertanya lagi, ―Di mana diletakkan?‖ Ia menjawab, ―Di mayang kurma jantan di bawah tembok yang
mengeliling sumur di sumur Dzarwan.‖ Aisyah berkata, ―Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendatangi
sumur lalu dikeluarkan benda itu.‖ Beliau bersabda, ―Inilah sumur yang diperlihatkan kepadaku, sepertinya
air itu berubah bagaikan rendaman pohon inai dan seakan-akan pohon kurmanya seperti kepala setan.‖ Lalu
dikeluarkan.‖ Kemudian aku berkata, ―Tidakkah engkau meruqyah?‖ Beliau menjawab, ―Allah telah
menyembuhkanku dan aku tidak ingin menyiarkan kesan buruk kepada seorang pun.‖
Faedah seputar sihir

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 230


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Sihir mempunyai pengaruh pada hati dan badan. Sihir bisa membuat orang sakit, membunuh seseorang, dan
memisahkan antara suami dengan istrinya. Sungguh buruk perbuatan ini, sehingga Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menggolongkannya ke dalam dosa besar yang membinasakan seseorang di dunia dan
akhirat. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa saja itu?" Beliau
menjawab, "Syirik kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh
kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari peperangan
dan menuduh berzina wanita yang suci mukminah yang tidak tahu-menahu." (HR. Bukhari-Muslim)
Di antara sihir ada pula yang hanya berupa tipuan, khayalan dan sulapan yang tampak oleh mata manusia
padahal tidak ada hakikatnya, seperti yang dilakukan para pesulap, dan seperti yang dilakukan para pesihir
Fir'aun. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
"Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap
cepat, karena sihir mereka." (Terj. QS. Thaahaa: 66)
Hukum sihir
Pada umumnya sihir tidak dapat dilakukan kecuali dengan mengerjakan perbuatan syirik, karena setan yang
mengajarkan sihir kepada manusia biasanya meminta orang yang belajar sihir atau mempraktekkannya untuk
melakukan perbuatan syirik, seperti berkurban untuk selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala atau beribadah
kepada selain-Nya. Oleh karena itu, jumhur (mayoritas) para ulama berpendapat bahwa sihir adalah sebuah
kekafiran, demikian pula mempelajarinya. Alasannya adalah firman Allah Ta'ala di surah Al Baqarah ayat
102. Hal ini jika sihirnya mengandung syirik, seperti melalui perantaraan setan, meminta bantuan kepadanya
dan menggunakan bintang-bintang, dimana di dalamnya pelakunya mendekatkan diri kepada setan dengan
berkurban untuk mereka atau beribadah kepada mereka.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Ruqyah (jampi-jampi yang mengandung syirk), tamimah (jimat) dan pelet adalah syirk." (Shahih,
diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Ash Shahiihah 331)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman had bagi pelaku sihir? Jika dalam sihirnya terdapat
kesyirkkan, maka ia dibunuh sebagai murtad. Jundab berkata: "Had bagi penyihir adalah dibunuh dengan
pedang." Bajaalah bin 'Abdah berkata, "Kami pernah menerima surat Umar radhiyallahu 'anhu setahun
sebelum wafatnya yang isinya, "Bunuhlah setiap pesihir laki-laki maupun wanita."
Tetapi jika sihirnya tidak mengandung kesyirkkan, maka di antara ulama ada yang berpendapat bahwa orang
tersebut dibunuh untuk mencegah bahaya yang diakibatkannya dan untuk menghindarkan gangguannya
terhadap kaum muslimin, tentunya dengan memperhatikan maslahat. Ibnu Hubairah dalam kitabnya Al
Isyraaf 'alaa madzaahibil asyraaf berkata, "Apakah pelaku sihir dibunuh karena melakukan hal itu dan
menggunakannya?" Imam Malik dan Ahmad mengatakan "Ya." Imam Syafi'i dan Abu Hanifah mengatakan
"Tidak.", namun jika sihir yang dilakukannya mengakibatkan tewasnya seseorang, maka menurut Imam
Malik, Syafi'i dan Ahmad bahwa pelakunya dibunuh. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat, tidak
dibunuh sampai ia melakukan berulang kali atau mengakui tindakan (kejahatannya) terhadap orang tertentu.
Jika sudah dibunuh, maka menurut mereka semua selain Imam Syafi'i adalah sebagai hukuman had,
sedangkan Imam Syafi'i berpendapat bahwa ia dibunuh karena sebagai qishas."
Kemudian, jika pesihirnya adalah seorang Ahli Kitab, maka menurut Abu Hanifah bahwa ia dibunuh
sebagaimana pesihir yang muslim, namun Imam Malik, Ahmad dan Syafi'i berpendapat bahwa ia tidak
dibunuh karena ada kisah Lubaid bin Al A'sham yang melakukan sihir (tetapi tidak dibunuh). Para ulama
juga berselisih tentang wanita muslimah yang melakukan sihir? Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita
tersebut tidak dibunuh, akan tetapi dipenjarakan. Sedangkan Imam Malik, Ahmad dan Syafi'i berpendapat
bahwa ia seperti laki-laki (dibunuh). Wallahu a'lam.
Catatan:

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 231


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Penegakkan hudud adalah tugas imam kaum muslimin atau orang yang ditunjuk oleh imam untuk
mewakilinya.
Apakah pelaku sihir diterima tobatnya?
Menurut pendapat yang shahih, jika pelaku sihir bertobat, maka diterima tobatnya.
Cara mengatasi dan mengobati sihir
Cara mengatasi sihir terbagi dua:
Pertama, sebelum terjadi.
Kedua, setelah terjadi.
Tindakan yang perlu dilakukan seseorang sebelum sihir menimpanya adalah:
1. Memiliki akidah yang shahih
2. Melaksanakan kewajiban agama, meninggalkan larangan, dan bertobat dari segala maksiat.
3. Banyak membaca Al Qur'an dan menjadikannya sebagai wirid harian.
4. Membentengi diri dengan doa, ta'awwudz, dan dzikr-dzikr, baik dzikr mutlak maupun dzikr muqayyad.
Misalnya membaca dzikr setelah shalat, dzikr pagi-petang, dzikr sebelum tidur, dzikr bangun tidur,
dzikr masuk dan keluar rumah, dzikr naik kendaraan, dzikr masuk masjid dan keluar darinya, dsb.
5. Memakan tujuh buah kurma sebelum makan dan minum jika memungkinkan. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,

"Barang siapa yang makan pada pagi hari dengan tujuh buah kurma 'Ajwah, maka racun maupun sihir
tidak akan membahayakannya (sampai malam)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kurma 'Ajwah adalah kurma Madinah yang paling baik dan paling lunak. Yang lebih utama adalah jika
kurmanya dari daerah yang berada di antara dua batu hitam di Madinah sebagaimana dalam hadits
riwayat Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barang siapa yang memakan tujuh buah kurma yang berada di antara dua batu hitam di pagi harinya,
maka racun tidak akan membahayakannya sampai sore hari."
Menurut Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, bahwa diharapkan hal itu berlaku pula pada selain kurma
Madinah secara mutlak.
Mengobati sihir ada dua macam:
1. Mengobati dengan menggunakan sihir juga. Ini disebut Nusyrah, tentang hal ini Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Itu termasuk amal setan." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani).
2. Mengobati sihir dengan doa-doa yang syar'i dan pengobatan yang mubah. Inilah yang dibenarkan dan
inilah yang wajib.
Demikian juga bisa dengan cara mencari tempat diletakkan sihir dan mengeluarkan sihir itu dan
membatalkannya dengan cara-cara yang mubah, dan ini termasuk cara yang ampuh untuk
menanggulangi sihir, insya Allah.
Adapun praktek mengobati sihir adalah sbb.:
a. Tumbuk tujuh helai daun bidara yang berwarna hijau di antara kedua batu atau semisalnya, lalu
tuangkan air kepadanya seukuran yang cukup untuk mandi dan membaca beberapa ayat ini, yaitu:
ayat kursi (Al Baqarah: 255), Al A'raaf: 117-122, Yunus: 79-82, Thaahaa: 65-70, membaca surah Al
Kafirun, Al Falaq, dan An Naas.
Setelah beberapa ayat itu dibacakan di atas air, maka orang yang terkena sihir meminum dari air itu
sebanyak tiga kali, dan mandi dengan air sisanya.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 232


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


5. dan dari kejahatan yang dengki811 apabila dia dengki812."

Dengan cara seperti ini, insya Allah sihir itu hilang, dan jika diperlukan bisa dilakukan praktek ini
dua atau tiga kali sampai sihir itu hilang. Penyakit lainnya juga bisa dilakukan seperti ini, seperti
penyakit 'ain, kesurupan, dan lain-lain.
b. Cara lainnya adalah dengan membacakan surah Al Fatihah, Ayat Kursi, dua ayat terakhir surah al
Baqarah, dan membaca surah Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas tiga kali atau lebih sambil meniup
dan mengusap bagian yang sakit dengan tangan kanan. Atau dengan membacakan doa-doa
perlindungan seperti yang disebutkan dalam beberapa hadits, seperti doa:

"Aku meminta kepada Allah Tuhan pemilik 'Arsy agar Dia menyembuhkanmu." (7 x) (HR. Tirmidzi
dan Abu Dawud)
Termasuk cara mengatasi sihir pula adalah dengan membekam bagian anggota tubuh karena bekas sihir.
811
Hasad artinya suka atau senang jika nikmat yang ada pada orang lain hilang darinya. Namun jika senang
pada nikmat orang lain dalam arti, ia senang jika ia memperoleh pula nikmat itu dan tidak ada keinginan agar
nikmat pada orang lain hilang, maka tidaklah tercela, hal ini dinamakan juga ‗ghibthah‘.
Dalam ayat ini, kita memohon perlindungan kepada Allah Azza wa Jalla dari orang yang hasad, termasuk
pula dari penyakit yang ditimpakan oleh orang yang hasad (‗ain).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, ―Ada yang mengatakan, bahwa dosa pertama yang
dilakukan manusia sebagai bentuk durhaka kepada Allah ada tiga; tamak, sombong, dan hasad. Tamak
pernah dilakukan oleh Adam (lalu beliau bertobat), sombong dilakukan oleh Iblis, dan hasad dilakukan oleh
Qabil sehingga membunuh Habil.‖ (Majmu Fatawa 10/126).
812
Yakni menampakkan kedengkiannya dan melakukan konsekwensi dari dengki itu dengan melakukan
segala sebab yang bisa dilakukan agar nikmat itu hilang darinya. Termasuk ke dalam yang hasad adalah
orang yang menimpakan keburukan kepada orang lain melalui matanya (‗ain), karena hal itu tidaklah muncul
kecuali dari orang yang dengki yang buruk tabiatnya dan buruk jiwanya. Demikian pula termasuk ke dalam
‗yang hasad‘ adalah Iblis dan keturunannya yang sangat dengki kepada manusia.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Hasad adalah salah satu penyakit hati yang biasa
menimpa manusia pada umumnya. Tidak ada orang yang selamat daripadanya kecuali sedikit sekali.
Oleh karena itu dikatakan, "Hati tidaklah bersih dari hasad; akan tetapi orang yang tercela menampakkannya,
sedangkan orang yang mulia menyembunyikannya."
Al Hasan Al Bashri pernah ditanya, "Apakah orang mukmin melakukan hasad? Ia menjawab, "Bagaimana
kamu ini, apakah engkau tidak ingat tentang saudara-saudara Yusuf (yang hasad kepada Yusuf)?" (Majmu
Fatawa 10/124)
Disebutkan ketiga macam kejahatan itu meskipun telah dicakup dalam firman Allah Ta‘ala, ―Dari kejahatan
(makhluk yang) Dia ciptakan,‖ adalah karena besarnya kejahatan ketiga macam itu (kejahatan malam ketika
telah gelap, wanita-wanita tukang sihir, dan orang yang dengki). Demikian pula bahwa jalan keluar dari tiga
kejahatan ini adalah dengan berlindung kepada Allah, bergantung kepada-Nya, bertawakkal kepada-Nya,
serta membiasakan diri dengan wirid atau dzikir yang syar‘i.
Dari ayat 1-5 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) wajibnya berlindung kepada Allah dari
segala yang menakutkan yang seseorang tidak dapat menolaknya karena tersembunyi atau tidak ada
kemampuan padanya, (2) haramnya meniup-niup pada buhul-buhul seperti yang dilakukan pesihir, (3)
haramnya hasad.
Selesai tafsir surah Al Falaq dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi
Rabbil ‗aalamiin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 233


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

Surah An Naas (Manusia) 813


Surah ke-114. 6 ayat. Madaniyyah

   


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-6: Allah Subhaanahu wa Ta'aala Pelindung manusia dari kejahatan musuh yang
paling berbahaya, yaitu Iblis dan para pembantunya yang terdiri dari setan-setan dari
kalangan jin dan manusia.

    


1. 814Katakanlah, "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia,

  


2. Raja manusia815,

  


3. Sembahan manusia816,

    


4. dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi817,
813
Di antara kandungan surah ini adalah perintah untuk berlindung kepada Allah dari kejahatan setan dan
bisikannya serta dari berbagai kejahatan yang tersembunyi.
814
Surah yang mulia ini mengandung permintaan perlindungan kepada Allah Tuhan manusia, Penguasa
mereka dan Sembahan mereka dari setan yang merupakan sumber keburukan, dimana di antara fitnah dan
keburukannya adalah suka membisikkan kejahatan dalam diri manusia, ia perbagus sesuatu yang buruk
kepada manusia, dan memperburuk sesuatu yang sebenarnya baik, ia mendorong manusia mengerjakan
keburukan dan melemahkan manusia mengerjakan kebaikan.
815
Dialah yang berkuasa penuh terhadap manusia.
816
Di dalam ayat di atas terdapat tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah. Keberhakan Allah untuk diibadati
karena Dia sebagai Rabb (Pengurus) manusia dan Malik (Raja) manusia.
Yaitu setan yang mendampingi manusia yang membisikkan hati mereka. Kata ‗was-was‘ merupakan
817

masdar (kata dasar) yang maksudnya adalah fa‘il (pelaku) yakni muwas-wis (yang membisikkan yaitu setan).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Mas‘ud, ia berkata, ―Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

―Tidak ada seorang pun dari kalian melainkan diserahkan kepadanya qarin (pendamping) dari kalangan jin.‖
Para sahabat bertanya, ―Apakah engkau juga wahai Rasulullah?‖ Beliau menjawab, ―Ya. Hanyasaja Allah
telah menolongku terhadapnya, ia pun masuk Islam, sehingga tidak menyuruhku kecuali kepada kebaikan.‖
(Dalam riwayat Muslim juga disebutkan, ―Dan diserahkan kepadanya pendampingnya dari kalangan jin dan
dari kalangan malaikat.‖)

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 234


/http://wawasankeislaman.blogspot.com

     


5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,

   


6. dari (golongan) jin dan manusia818.‖

Sa‘id bin Jubair meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta‘ala, ―Al Waswas Al Khannas
(artinya: setan yang bersembunyi),‖ yaitu setan yang berdiam di hati anak Adam. Ketika ia lupa dan lalai
(dari mengingat Allah), maka setan memberikan bisikan, dan ketika ia ingat kepada Allah, maka ia
bersembunyi.‖
Al Mu‘tamir bin Sulaiman meriwayatkan dari ayahnya, disebutkan kepadanya, bahwa setan yang membisiki
manusia meniup hati anak Adam saat ia sedih dan bergembira. Jika ia mengingat Allah, maka ia
bersembunyi.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, "Seseorang akan selalu dikalahkan oleh setan sampai ia berdzikir kepada
Allah dan membaca Al Quran." (At Tadzkirah hal. 152)
Setan disebut Khannas, karena ia menjauh dari hati manusia ketika manusia ingat kepada Allah Subhaanahu
wa Ta'aala dan meminta perlindungan kepada-Nya agar dihindarkan darinya. Sebaliknya, ketika manusia
lupa mengingat Allah, maka setan akan mendatanginya dan membisikkan hatinya. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya, manusia meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah Tuhan yang mengurus dan
mengatur manusia, dimana semua makhluk berada di bawah pengurusan-Nya dan kepemilikan-Nya, dan
tidak ada satu pun makhluk kecuali Dia yang memegang ubun-ubunnya dan berkuasa terhadapnya.
Demikian pula agar ibadah sempurna, maka sangat diperlukan perlindungan Allah Subhaanahu wa Ta'aala
dari kejahatan musuh manusia, yaitu setan yang berusaha menghalangi manusia dari beribadah dan hendak
menjadikan mereka sebagai pengikutnya agar sama-sama menjadi penghuni neraka.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata,

―Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam dan berkata, ―Wahai Rasulullah, aku
mendapatkan suatu bisikan dalam jiwaku, yang jika aku jatuh dari atas langit lebih aku sukai daripada
mengucapkannya.‖ Maka Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Allahu akbar! Allahu akbar! Allahu
akbar! Segala puji bagi Allah yang telah mengembalikan tipu daya setan menjadi sekedar was-was.‖ (Hadits
ini dinyatakan shahih isnadnya sesuai syarat Bukhari dan Muslim oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar
Risalah, dan diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan Nasa‘i dalam Al Kubra).
818
Bisikan jahat yang biasanya sumbernya dari jin, bisa juga dari manusia yang telah menjadi walinya. Ayat
ini sama seperti firman Allah Ta‘ala di surat Al An‘aam: 112.
Dari ayat 1-6 kita dapat menarik banyak pelajaran, di antaranya: (1) wajibnya meminta perlindungan kepada
Allah dari setan jin dan manusia, (2) menetapkan Rububiyyah Allah (sendirinya Dia dalam mencipta dan
mengurus alam semesta) dan Uluhiyyah-Nya (keberhakan-Nya untuk diibadati), (3) menerangkan lafaz
isti‘adzah, yaitu a‘udzu billahi minasy syaithanir rajim (artinya: aku berlindung kepada Allah dari godaan
setan yang terkutuk).
Selesai tafsir surah An Naas dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal
hamdulillahilladzii bini‘matihii tatimmush shaalihaat. Kami meminta kepada Allah dengan nama-nama-Nya
yang indah dan sifat-sifat-Nya Yang Tinggi agar Dia menjadikan kitab ini ditulis ikhlas karena-Nya dan
menjadikannya bermanfaat bagi kaum muslimin, dan semoga shalawat dan salam terlimpah kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, dan para sahabatnya semua.
Selesai kitab tafsir ini dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya, dan kemudahan-Nya oleh seorang hamba yang
mengharapkan ampunan dan rahmat Allah, Abu Yahya Marwan Hadidi bin Musa –semoga Allah
Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 235
/http://wawasankeislaman.blogspot.com

mengampuninya, mengampuni kedua orang tuanya, mengampuni istrinya, keluarganya dan kaum muslimin
semua- pada hari Jum‘at tanggal 17 Ramadhan 1431 H bertepatan dengan tanggal 27 Agustus 2010 M.
Rabbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii‘ul ‗aliim wa tub ‗alainaa innaka antat tawwabur rahiim.
Selesai diberikan tambahan hadits dan atsar dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya pada hari Kamis
tanggal 20 Sya‘ban 1435 H bertepatan dengan tanggal 19 Juni 2014 M. Ya Allah, jadikanlah kitab tafsir ini
ditulis ikhlas karena Engkau dan jadikanlah kitab ini bermanfaat innaka waliyyu dzalik wal qadir ‗alaih. Wa
shallallahu ‗alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‗ala alihi wa shahbihi wa sallam, wal hamdulillah Rabbil
‗alamin.
Wallhamdulillah kami beri tambahan lagi dan selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya pada hari
Rabu tanggal 26 Rajab 1442 H bertepatan dengan tanggal 10 Maret 2021 M. Ya Allah, jadikanlah kitab tafsir
ini ditulis ikhlas karena Engkau dan jadikanlah kitab ini bermanfaat innaka waliyyu dzalik wal qadir ‗alaih.
Wa shallallahu ‗alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‗ala alihi wa shahbihi wa sallam, wal hamdulillah Rabbil
‗alamin.

Hidayatul Insan bitafsiril Qur'aan 236

Anda mungkin juga menyukai