Anda di halaman 1dari 3

Batu Bersurat Terengganu: Bukti Awal Tulisan Jawi di Melayu

Terdapat banyak kitab yang sering kita jumpai di Nusantara disertai makna gandul atau
penjelasan yang berupa tulisan Arab Jawi. Lantas bagaimana sejarah munculnya Arab Jawi,
beserta pengertian Arab Jawi sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan?

Dalam suatu event yang diselenggarakan oleh UIN Saizu Purwokerto, Dr. Achmad Yani yang
berasal dari Universitas Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam menjelaskan
tentang tulisan Jawi yang sering kita temui di pondok pesantren di seluruh Nusantara. Tulisan
Jawi adalah tulisan yang berupa makna gandul atau bayan yang terdapat dalam suatu kitab.
Sudah barang tentu tulisan Jawi akrab di kalangan para santri dan elemen pesantren lainnya.
Namun sering kali antara pesantren yang satu dengan pesantren yang lainnya berbeda dalam
acuan penggunaannya. Hal ini dikarenakan belum adanya acuan yang diberikan oleh pusat.

Sejarah Munculnya Tulisan Jawi

Pada tahun 1300-an M, Islam datang di bumi Pertiwi, tepatnya pada masyarakat Melayu. Islam
membawa misi memperkenalkan ajaran-ajarannya kepada penduduk Nusantara. Namun dalam
memperkenalkan ajarannya, Islam tidak semata-mata merubah budaya lokal yang sudah
mengerak dalam masyarakat. Ya, Tulisan Jawi. Tulisan Jawi adalah abjad Arab yang
dimodifikasi dengan bahasa setempat yaitu bahasa Jawi. Tulisan Jawi berasal dari kasusastraan
Arab yang pada waktu itu diperkenalkan oleh orang Persi kepada Kerajaan Melayu Jambi yang
terletak di Palembang, Sumatera Barat dan bertutur dalam bahasa Melayu Klasik.

Masyarakat Melayu yang memeluk agama Islam pada era tersebut lebih memilih untuk menulis
dalam wujud abjad Jawi. Sebab ia berhubungan erat dengan kebudayaan Islam daripada tulisan
Jawa yang digunakan di wilayah beragama Hindu atau Buddha di Asia Selatan. Tulisan Jawi
sendiri ditulis dari kanan ke kiri dan ditandai dengan 6 huruf yang tidak dapat dijumpai dalam
bahasa Arab, yaitu ca, pa, ga, nga, va, dan nya. Sebagai contoh tulisan: ‫( فاڠان‬pangan).

Penamaan Tulisan Jawi

Apa yang terbesit dalam benak kalian saat mendengar kata Jawi? Suatu gelaran yang diberikan
kepada orang yang berasal dari wilayah Jawa?

Setengah dari Ilmuwan beranggapan bahwa term Jawi berasal dari Jawa. Walaupun memang
tidak umum dijumpai di kalangan masyarakat, kata Jawi tersebut. Nama Jawi memang pernah
digunakan di Jawa sebagai gelaran orang yang berasal dari kawasan Jawa. Orang-orang
terdahulu ketika memperkenalkan dirinya, bagian setelah nama terakhirnya disebutkan nama asal
ia tinggal. Misalnya, Syekh Nawawi al-Bantani. Al-Bantani menujukan daerah asal beliau yaitu
Banten.

Tatkala Islam datang, sebagian wilayah Nusantara masih berada di tangan Hayam Wuruk, raja
dari kerajaan Majapahit. Sedangkan wilayah Majapahit berpusat di Jawa. Sehingga, nama Jawi
sebenarnya mewakili ungkapan dari Nusantara. Hal ini juga berlaku di kawasan luar Nusantara.
Orang-orang luar pada zaman dulu menyebut Nusantara dengan Jawi. Maka tak heran jika ada
santri atau orang dari Nusantara menimba ilmu ke luar kawasan sendiri pasti mereka akan diberi
gelaran al-Jawi. Seperti Syekh Abdur Rauf al-Singkili al-Jawi. Beliau berasal dari Singkil, Aceh.
Seharusnya beliau diberi gelar al-Sumaterai karena berasal dari pulau Sumatera atau bahkan al-
Acehi. Al-Jawi yang berada dalam nama beliau memberitahukan bahwa beliau dari Nusantara,
Indonesia.

Lantas bagaimana dengan Arab Pegon? Apakah sama atau berbeda dengan tulisan Jawi?

Keduanya, Arab Pegon dan tulisan Jawi adalah unsur yang sama yaitu tulisan Arab bentuknya
tetapi dalam pembacaanya berupa bahasa setempat. Perbedaannya, Arab Pegon sebutan yang
berasal di Jawa dan biasanya dalam pembacaannya menggunakan bahasa Jawa. Walaupun
sekarang tidak hanya bahasa Jawa saja, namun bahasa Indonesia termasuk ke dalamnya.
Sedangkan tulisan Jawi atau Arab Jawi dalam pembacaannya menggunakan bahasa Melayu.
Karena masyarakat Melayu yang menjadi titik awal pijakan dari bangsa Arab sehingga sudah
barang tentu bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu.

Batu Bersurat Terengganu

Pada abad ke-14 M telah terjadi era peralihan fungsi bahasa Melayu yaitu menipisnya pengaruh
India dan menebalnya pengaruh Arab. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya Batu
Bersurat Terengganu yang bertarikhkan 1303 M atau 702 H. Batu tersebut sepenuhnya
bertuliskan huruf Arab yang berbahasa Melayu. Dalam penulisannya ada beberapa kata yang
dikekalkan sebutan serta ejaannya, maupun yang diserapkan dan disesuaikan lafadz serta
ejaannya lidah sebutan Melayu. Contoh kata yang dikekalkan yaitu Allah, Malaikat, Nabi, Rasul,
Kitab, dan lain sebagainya.

Kawasan Terengganu berada dalam lingkungan pengaruh Sriwijaya pada abad ke-13 M,
sementara Kesultanan Terengganu diasaskan pada awal abad ke-18 M. Hal ini dapat menguatkan
hujah bahwa tulisan Jawi berasal dari Jambi oleh Kerajaan Abdi Pasai di bawah Sriwijaya. Batu
ini berisikan catatan undang-undang seorang raja. Dalam catatan tersebut diterangkan agama
resmi yang dianut adalah agama Islam serta dijelaskan juga hukum-hukum Islam tentang hal
yang dilarang (maksiat) serta seluruh kemungkaran. Pada tahun 60-an batu bersurat tersebut
disimpan di Istana Sultan Terengganu sebelum berpindah ke Arkib Negara.

Perkembangan Tulisan Jawi

Seiring berkembangnya agama Islam, tulisan Jawi pun ikut berkembang pesat. Bangsa Melayu
yang sadar akan ketidaksesuaian tulisan Pallava untuk dijadikan tempat penyebaran agama
Islam, maka mereka merubahnya ke dalam tulisan Jawi. Orang Melayu sendiri sangat
memandang tinggi tulisan Jawi sebagai gerbang awal dalam memahami ajaran agama, kitab
sucinya yang berupa al-Quran. Penggunaan tulisan Jawi tersebut menjadi faktor utama
kebangkitan bahasa Melayu dalam penyebaran agama Islam.

Pada awal abad ke-15 M tulisan Jawi ini dapat ditemukan secara luas di Brunei, Melaka, Johor,
Sulu, Patani, Ache, dan Ternate. Biasanya tulisan Jawi digunakan dalam hal surat-menyurat antar
raja, titah-perintah, puisi, serta kaidah utama dalam hubungan antar sesama saudagar di
pelabuhan. Hukum Kanun Melaka, Hukum Kanun Johor adalah contoh ikhtisar-ikhtisar
perundangan purbakala yang menggunakan tulisan Jawi. Bahasa Melayu dalam tulisan Jawi
merupakan bahasa perantara yang digunakan oleh raja, bangsawan, ilmuwan agama, maupun
masyarakat umumnya di samping menjadi lambang tradisi kebudayaan Melayu. Tulisan Jawi
menjadi sistem tulisan yang paling berkuasa pada zaman tersebut.

Hingga pada saat penjajahan berlangsung, tulisan Jawi masih mengusai wilayah Melayu
terutama dalam bidang sastra, teologi, falsafah, kesenian, mistik Islam, perundangan negeri, serta
perdagangan. Tulisan Jawi menjadi abjad resmi negara-negara Melayu yang tak bersekutu pada
saat zaman naungan British. Pemasyhuran Kemerdekan tahun 1957 bagi negara malaysia juga
tertulis dalam abjad Jawi.

Semenjak tulisan Rumi masuk ke wilayah Melayu, tulisan jawi semakin tersingkirkan. Namun,
pada tahun 2010 tulisan Jawi mulai dipelihara kembali sebagai wacana keagamaan dan
kebudayaan Melayu di wilayah Terengganu, Kelantan, Kedah, Perlis, Pahang, Johor, Patani,
Sulu, dan Manawi. Pelbagai usaha telah dilakukan untuk menghidupkan kembali tulisan Jawi di
negara Brunei Darussalam dan malaysia yaitu dengan dibuatkannya “Pedoman Ejaan Jawi yang
Disempurnakan” sebab peranannya yang amat penting dalam lingkungan budaya Melayu dan
Islam.

Bagaimana dengan negara Indonesia sendiri? Apakah para santri Indonesia sadar akan hal
tersebut? Atau sudah sadar namun masih memilih stagnan dalam kondisi tersebut? Memang
berbicara lebih mudah daripada melangkahkan niat. Namun setidaknya mari gaungkan kembali
budaya tulisan Jawi atau Arab Pegon di negeri Muslim terbesar ini.

“Barangsiapa yang mengerjakan tradisi baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahala
serta pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala dari orang yang
mengikutinya.” (HR. Muslim)

Anda mungkin juga menyukai