Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS ETIKA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DALAM

BIDANG PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER PANCASILA

Di susun oleh:
Nama : Ivana Amelia Yasicha
NIM : 115.200.036
Kelas : Pancasila H

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puja – puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
ridho-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Analisis Etika
Pelaksaan Pembangunan Dalam Bidang Pendidikan Yang Berkarakter Pancasila ini dengan
baik dan tepat pada waktunya.

Kemudia daripada tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang etika serta moral dalam pendidikan yang berkaarkter
pancasila bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya haturkan terima kasih kepada bapak Ir. Heru Santosa, M.Hum. selaku dosen
mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna baik dari
segi materi maupun penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 22 Juli 2021 

IVANA AMELIA YASICHA


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan


kepribadian dan keterampilan/kemampuan yang dinamis, serasi dan menyeluruh
sepanjang hayat, baik di dalam maupun di luar sekolah. Menurut Notonegoro (1973)
, pengembangan kepribadian dan keterampilan/kemampuanmerupakan sifat dwi
tunggal pendidikan nasional.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Hal ini terkait
sejarah indonesia sebelum proses dan setelah perumusan pancasila sebagai dasar
negara. Sebagai dasar Negara bangsa Indonesia hingga sekarang, Pancasila dalam
prosesnya telah melewati perjalanan panjang dalam rentang waktu yang tidak
sebentar dan dari situ banyak hal atau peristiwa yang terjadi menemani perjalanan
Pancasila, sehingga berdirilah pancasila seperti sekarang ini di hadapan semua
bangsa Indonesia. Mulai pada peristiwa pertama, yaitu saat Pancasila baru
dicetuskan saja sudah menuai banyak sekali konflik baik dari internal para
pencetusnya hingga sekarang pun di era reformasi dan globalisasi Pancasila masih
hangat diperbincangkan oleh banyak kalangan berpendidikan terutama kalangan
Politik dan mahasiswa.
Guna mencegah berbagai persoalan tersebut terjadi, maka kita harus
mencegahnya sedini mungkin. Persoalan-persoalan dalam kehidupan bangsa kita
tersebut dapat diminimalisir melalui pendidikan karakter, pendidikan nilai,
pendidikan ahlak, pendidikan budi pekerti yang ditanamkan sejak dini. Dalam
penerapan pendidikan karakter, pendidikan nilai atau pendidikan moral, sebagai
mana di kemukakan oleh D. Purpel & K. Ryan (Esd) dalam Colin J. Marsh (1996),
hendaknya memperhitungkan baik kemampuan peserta didik untuk berfikir tentang
persoalan-persoalan moral, maupun di mana seorang peserta didik benar-benar
bertindak dalam situasi-situasi yang menyangkut benar dan salah.
Pendidik(guru) yang memiliki ahlak, budi pekerti, karakter yang baik, akan
sangat kondusif dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan moral, yang muaranya
akan mendukung bagi peserta didik untuk memiliki karakter yang baik. Oleh karena
itu, Lickona (1991) daam I Wayan Koyan (1997) menyatakan bahwa untuk
mewujudkan karakter yang baik, memerlukan pendidikan moral yang komperhensif.
Maka, setelah banyak aspek memperbincangkan pancasila sebagai dasar
Negara ini dibuat sebagai catatan perjalanan Pancasila dari jaman ke jaman, agar
kitasenantiasa tidak melupakan sejarah pembentukan Pancasila sebagai dasar
Negara, dan juga dapat digunakan untuk rnenjadi penengah bagi pihak yang sedang
berbeda pendapat tentangdasar Negara supaya ke depan kita tetap seperti semboyan
kita yaitu "Bhinneka Tunggal Ika". Terutama hal tersebut dalam penerapan nya
dalam kehidupan kita, Termasuk di lingkungan sekitar kita.

I.2 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian dari etika, norma, paradigma?
2) Bagaimana konsep dasar pancasila dan paradigma?
3) Bagaimana landasan historis pancasila sebagai paradigma pembangunan
pendidikan?
4) Bagaimana landasan yuridis penggunaan pancasila sebagai dasar
pembangunan pendidikan?

I.3 Tujuan
1) Memahami arti Etika, Norma, Moral dengan mengetahui makna serta jenis-
jenisnya.
2) Mengetahui istilah-istilah dari pembahasan Etika, Norma dan Moral secara garis
besar.
3) Memahami Pancasila sebagai Sistem Filsafat

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Resume Etika Sebagai Tindakan Manusia


A. Pengertian Etika, Moral, dan Norma
1. Pengertian Etika
a. Asal-usul Kata
Etika (Etimologik) menurut Bertens (1993: 4) berasal dari kaya Yunani
ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.
b. Definisi Etika
Definisi tentang etika diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu definisi secara
aspek historis, secara deskripstif, dan sifat dasar etika sebagai ilmu yang
normatif dan bercorak kefilsafatan.
c. Objek Etika
Menurut Poedjawijatna (1986: 6) objek material etika adalah manusia
sedangkan objek formalnya adalah tindakan manusia yang dilakukan
dengan sengaja.
2. Pengertian Moral
Kata moral yaitu nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
3. Pengertian Norma
Ahmad Charris Zubair (1987: 29) menjelaskan bahwa norma berarti
ukuran, garis pengarah atau aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian.
Macam-macam norma menurut Bertens (1993: 198)
a. Norma Teknis dan Permainan
Berlaku untuk mencapai tujuan tertentu atau kegiatan sementara
b. Norma yang Berlaku Umum
Contoh dari norma ini yaitu sopan santun, norma hukum, dan norma moral.
B. Macam-macam Etika dan Jenis/Golongan Etika
1. Macam-macam Etika
a. Etika Deskriptif
Etika deskriptif menurut Bertens (1993: 15) mempelajari moralitas yang
terdapat pada individu-individu tertentu, dalam kebudayaan-kebudayaan
atau substruktural-substruktural tertentu dalam satu periode sejarah dan
sebagainya.
b. Etika Normatif
Bertens (1993: 17) menjelaskan etika normatif dibagi menjadi
- Etika Umum: Memandang tema-tema umum mengenai norma etis dan
nilai moral.
- Etika Khusus: Menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas
perilaku manusia yang khusus.
c. Etika Individu
Etika yang objeknya tingkah laku manusia sebagai pribadi seperti tujuan
hidup manusia. (Sunoto, 1989: 41)
d. Etika Sosial
Etika sosial membicarakan mengenai tingkah laku dan perbuatan manusia
dalam hubungannya dengan manusia lain. (Sunoto, 1984: 41)
e. Etika Terapan
- Makroetika: Membahas masalah-masalah moral pada skala besar.
- Mikroetika: Membahas penyataan-pernyataan etis tempat individu
terlibat.
f. Metaetika
Metaerika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis atau
mengarahkan perhatiannya kepada arti khusus dari bahasa etis.
2. Jenis/Golongan Etika
- Etika Umum: Membahas mengenai kondisi-kondisi dasar manusia
bertindah secara etis, teori-teori etika dan prinsip dasar moral.
- Etika Khusus: Dibagi dua yaitu yaitu etika individu menyangkut kewajiban
dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri dan etika sosial membahas
mengenai kewajiban, sikap, dan pola perilaku manusia
sebagai manusia. (Burhanuddin, 1997:7)
C. Persoalan dan Pemecahan Etika
1. Persoalan dalam Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membicarakan manusia terutama tingkah
laku dan perbuatannya dengan sadar yang dilihat dari kacamata buruk baik.
(Sunoto, 1983:1). Etika digunakan dalam dua arti, yaitu etika sebagai kumpulan
pengetahuan mengenai etika (etis) adalah suatu predikat unuk membedakan
perbuatan-perbuatan, orang-orang tertentu dengan yang lain.
2. Persoalan Etika Teoritis dan Normatif
Persoalan etika teoritis membahas tentang asas-asas yang melandasi sistem
kesusilaan. Persoalan dalam etika teoretis berbentuk pertanyaan, yang
menyangkut kebebasan manusia dan determinisme. Etika normatif merupakan
sebuah aturan yang mengarahkan secara kongkrit tentang bagaimana seharusnya
bertingkah laku.
3. Pemecahan Etika Normatif
a. Kewajiban sebagai Norma
Filosof Immanuel Kant (1724-1804) memilih kewajiban sebagai norma
perbuatan yang baik. Menurut Poespoprodjo (1986: 196) kewajiban
manusia adalah patuh pada hukum moral di dalam batinnya.
b. Kesenangan sebagai Norma
- Aliran Hedonisme: Democritus (400 SM-370 SM) memandang
kesenangan sebagai tujuan pokok dalam kehidupan.
- Aliran Utilitarianisme: Jeremy Bertham (1748-1832) ingin membawa
perubahan sosial dalam bidang politik, hukum, dan etika (prinsip utility).
- Perwujudan Diri sebagai Norma: berarti perkembangan secara harmonis
segala kesanggupan manusia yang normal. Aliran etika yang berpangkal
yang berpangkal pada etika Aristoteles dinamakan aliran endaemonisme
- Kekuasaan sebagai Norma: Menurut Nietzsche, kemajuan yang
sebenarnya dapat dijalankan dengan pembentukan golongan manusia yang
unggul, yaitu ubermensch.
- Adat sebagai Norma: Pangkal tolak bagi jalan pikiran adalah aliran
realtivisme yang menetapkan norma-norma perbuatan yang baik menurut
adat kebiasaan.
D. Kaidah Dasar Moral dan Perkembangan Kesadaran Moral
1. Kaidah Dasar Moral
a. Kaidah sikap baik menurut Franz Von Magnis (1975: 103)
“Diwajibkan bertindak sedemikian rupa sehingga ada kelebihan dari akibat
baik dibandingkan akibat buruk (maksimalisasi).”
b. Kaidah Keadilan
Perlakuan yang tak sama dapat dibenarkan berdasarkan kaidah sikap baik,
dalam jangka panjang akan menghasilkan kesamaan lebih besar.
2. Perkembangan Kesadaran Moral
a. Tingkat Prakonvensional
- Tahap 1: Orientasi dan hukuman
- Tahap 2: Orientasi relatif instrumental
b. Tingkat Konvensional
- Tahap 3: Penyesuiana dengan kelompok atau orientasi menjadi “anak
manis
- Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban
c. Tingkat Pascakonvensional
- Tahap 5: Orientasi kontak-sosial legalitas
- Tahap 6: Orientasi prinsip etika yang universal
E. Permasalahan Etika Terapan
1. Kemajuan Ilmiah
Kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi bersifat ambivalen yaitu
disamping banyak akibat positif terdapat akibat-akibat negatif karena bukan
hanya kemajuan saja yang dibawa melainkan juga kemundurkan.
2. Teknologi yang Tak Terkendali
Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan proses yang seakan-akan
berlangsung secara otomatis, tak bergantung dari kemauan manusia.
F. Etika Lingkungan dan Teori Etika Lingkungan Johan Galtung
1. Etika Lingkungan
a. Kerusakan Lingkungan Hidup
Kenyataannya manusia berada dalam proses perusakan lingkungan seperti
penebanagan hutan, hujan asam, dan lain-lain.
b. Pola Pendekatan yang Merusak
- Pola dasar pendekatan manusia modern terhadap alam dimana
sekadar menguasai alam sebagai sarana memenuhi kebutuhan.
- Sikap manusia terhadap lingkungan dalam bidang eknonomi modern
dan kehidupan sehari-hari yang berdampak terhadap kelestarian
biosfer dan generasi-generasi yang akan datang.
c. Ciri-ciri Etika Lingkungan Hidup yang Baru
Perlu dikembangan suatu sikap dan kesadaran serta tanggung jawab
manusia tentang alam sebagai lingkungan hidup.
 Unsur-unsur etika lingkungan baru
 Manusia harus belajar untuk menghormati alam.
 Manusia harus memiliki tanggung jawab khusus terhadap
lingkungan lokal.
 Manusia harus merasa bertanggungjawab terhadap lingkungan
bisofer.
 Etika lingkungan hidup baru menuntut larangan keras untuk
merusak, mengotori, dan meracun.
 Solidaritas dengan generasi-generasi yang akan datang.

2. Teori Etika Lingkungan Johan Galtung


a. Etika Egosentris
Etika yang mendasarkan diri pada kepentingan individu yang
memfokuskan diri dengan tindakan yang dirasa baik bagi dirinya.
b. Etika Homosentris
Etika yang mendasarkan diri pada kepentingan sebagian masyarakat, pada
kepentingan sosial dan pendekatan-pendekatan antara pelaku lingkungan
yang melindungi sebagian besar masyarakat.
c. Etika Ekosentris
Etika ini mendasarkan diri pada kosmos. Menurut ekosentrisme, hal yang
paling penting adalah tetap bertahannya semua yang hidup dan tidak
hidup sebagai komponen yang sehat, seperti halnya manusia memiliki
tanggung jawab moralnya sendiri. (J. Sudriyanto, 1992: 243)
A.
II.2 Istilah-Istilah
1) Etika
 Kata “etik” ini bersumber pada kata dalam bahasa Ingeris : “ethic” yang juga
berasal dari bahasa Latin (Yunani kuno) “ethikos”.
 “Etik” (ethic) adalah kata benda (nounce), sedangkan “etis” (ethical) adalah kata
sifat (ajective). Istilah “etik” lebih terkait dengan moral, benar atau salah dan
juga hukum. Definisi etik yang paling umum adalah “prinsip-prinsip yang
dipegang teguh” (“rules of conducts”) dalam bekerja, melaksanakan tugas dan
kewajiban.
 Etos adalah kata dalam bahasa Yunani yang berarti karakter (ciri) yang
digunakan untuk menggambarkan keyakinan keyakinan yang menjadi ciri ciri
spesifik sebuah komunitas (suku), bangsa atau ideologi. Orang Yunani juga
menggunakan kata itu untuk menggambarkan kekuatan musik untuk
mempengaruhi emosi, perilaku dan bahkan moral.
 Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan benar sesuai
dengan yangdiharapkan. Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994.
 Etiket adalah formalitas(lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh dengan
sopan santun dan kebaikan. Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika,
1994.
 Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai serta aturan profesional secara
tertulis yang dengan tegas menyatakan hal baik dan juga benar, serta apa yang
tidak benar dan juga tidak baik bagi profesional.
 Menurut Soegarda Poerbakawatja pengertian etika adalah sebuah filsafat
berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.
 Menurut James J. Spillane SJ pengertian etika adalah mempertimbangkan atau
memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambil suatu keputusan yang
berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi
manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta
tingkah laku seseorang kepada orang lain.
2) Pengertian Moral
 Pengertian moral yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
 Menurut Hurlock moral merupakan suatu tata cara, kebiasaan, dan adat.
Perilaku moral dikendalikan konsep konsep moral atau ketentuan perilaku yang
sudah menjadi kebiasaan untuk anggota sebuah budaya.
 Menurut Sonny Keraf moral adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
sebagai dasar guna menilai perbuatan seseorang yang dirasakan baik atau buruk
di dalam sebuah masyarakat.
3) Perbedaan Etika dan Moral
 Menurut Bertens, 1993:4
- Berdasarkan pengertian
Etika = watak, kesusilaan, atau adat
Moral = adat atau cara hidup
- Berdasarkan pemakaian sehari-hari
Etika = dipakai untuk pengkajian system nilai-nilai yg ada
Moral = dipakai untuk perbuatan yang senilai
 Menurut Bertens 1993:6 kata etika memiliki arti yang sama dengan kata moral
yang berarti adat kebiasaan namun Bahasa asalnya berbeda. Etika berasal dari
Bahasa Yunani sedangkan kata moral berasal dari Bahasa latin.
4) Etis
merupakan sesuatu hal yang berkaitan dengan moral atau prinsip-prinsip dari
moralitas dan juga berkaitan dengan sesuatu yang benar ataupun salah dalam
melaksanakan sesuatu.
5) Etos
Berasal dari Bahasa Yunani yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak,
karakter, serta keyakinan atas sesuatu.
6) Etiked
adalah tata cara dan sopan santun dalam masyarakat yang beradap guna memelihara
hubungan bai kantar sesame.
7) Itikad baik,
(bahasa inggris: good faith, bahasa latin: bona fides), adalah sebuah asas hukum
dalam hukum perdata dan hukum internasional yang terkait dengan kejujuran, niat
baik, dan ketulusan hati.
8) Norma
 Menurut Achmad Charris Zubair (1987): “Norma berati ukuran, garis pengarah,
atau aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian. Nilai yang menjadi milik
Bersama dalam satu masyarakat dan telah tertanam dengan emosi yang
mendalam akan menjadi norma yang disepakati bersama”.4)
9) Objek etika
 Menurut Franz Von Magnis (1979: 15-16) adalah pernyataan moral. Dari semua
jenis moral, pada dasarnya hanya ada dua jenis moral, yaitu pernyataan tentang
tindakan manusia dan pernyataan tentang manusia sendiri atau tentang unsur-
unsur kepribadian manusia seperti motif-motif, maksud, dan wa
10) Kode etik
Suatu sistem norma, nilai, serta aturan professional secara tertulis yang dengan tegas
menyatakan hal baik dan juga benar, serta apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional. Secara singkat pengertian kode etik adalah suatu pola aturan, tata cara,
tanda, atau pedoman etis di dalam melakukan suatu kegiatan ataupun sautu pekerjaan.
II.3 Pancasila sebagai Sistem Filsafat

A. Pengertian Filsafat

Filsafat Adalah suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan suatu pandangan
hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup maupun pengalaman ilmiah.
Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan sistem. Namun
filsafat berbeda dari ilmu-ilmu pengetahuan kehidupan lainnya oleh karena memiliki obyek
tersendiri yang sangat luas.

Pengertian filsafat menurut menurut para ahli memiliki perbedaan dalam mendefinisikan
filsafat yang disebabkan oleh berbedaan konotasi filsafat dan keyakinan hidup yang dianut mereka.

 Johann Gotlich Fickte (1762-1814) Filsafat merupakan ilmu dari ilmuilmu, yakni ilmu umum, yang
jadi dasar segala ilmu. Filsafat membicarakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu untuk mencari
kebenaran dari seluruh kenyataan

.  Imanuel Kant ( 1724 – 1804) Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal
dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan yaitu metafisika, etika agama
dan antropologi

B. Pancasila
1. Secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr.
Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada
sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calo rumusan dasar negara
Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang
pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato
secara lisan mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk
memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno
atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak
disebutkan namanya. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya
Undang-Undang Dasar 1945 termasuk pembukaa UUD 1945 dimana didalamnya
termuat isi rumusan lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama
Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan
merupakan istilah umum. Walaupun dalam linea IV Pembukaan UUD 1945 tidak
termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik
Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas
interpretasi historis terutama alam rangka pembentukancalon rumusan dasar
negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
2. Secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan
negara Republik Indonesia. Untuk melengkai alat-alat perlengkapan negara
sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera megadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal
18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang
dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 Aturan
Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan erdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut
tercantum rumusan Pancasilla sebagai berikut :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adildan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik
Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
C. Pancasila Merupakan suatu Filsafat

Menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai ideologi

kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa
yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan dalam suatu
sistem yang tepat. Menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan
pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat pancasila.

Filsafat pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasionl tentang pancasila
sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-
pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena
pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding
fathers Indonesia, yang di tuangkan dalam suatu system (Abdul Gani 1998).

Filsafat pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat pancasila tidak
hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak hanya bertujuan mencari, tetapi
hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup
sehari-hari (way of life atau weltanschauung) agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai
kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia maupun di akhirat (Salam, 1988:23-24).

D. Objek Filsafat Pancasila


Ditinjau dari segi obyektifnya, filsafat meliputi hal-hal yang ada atau dianggap dan
diyakini ada, seperti manusia, dunia, Tuhan dan seterusnya.
Ruang lingkup obyek filsafat :
Objek filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud dalam sudut pandang dan kajian
yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para ahli membagi objek filsafat ke
dalam objek material dan obyek formal.
- Obyek material adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan
dalam berfikir, sedangkan
- Obyek formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang dalam melihat obyek
material tertentu.
Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat mengacu pada
substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia, sedangkan
objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir terhadap objek
material tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat mengacu pada sudut pandang
yang digunakan dalam memikirkan objek material filsafat.

Anda mungkin juga menyukai