Oleh:
KELOMPOK 9
LAMPUNG
2019
L BOR TORI \1 J>f/,<.,l.,.JIAN
T .JK\JK ~JPJL
Y.ELO ,1PO: 9
FAK 'LT
J R A"\
\1 TA KLLIAH
P RK.
~IL.AI
Telah menyelesaikan Tugas PRAK1T'U ,i PERA
G
Ba dar Lam ~. I~ J _ ·
Asisren Praktikum l
Ronald ~u riko. T.
Scanned by CamScanner
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah
penyusun dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan ini disusun berdasarkan hasil
besarnya kepada semua pihak yang secara sadar dan tidak sadar, atau secara
langsung atau tidak langsung, telah membantu dalam menyusun laporan ini
hingga selesai.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu penyusun selalu terbuka terhadap segala macam komentar,
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1. Aspal .......................................................................................... 3
2. Agregat ...................................................................................... 4
3.2.Penetrasi Aspal................................................................................. 10
ii
3.7.Pengujian Meterial Agregat .............................................................. 32
3.9.Density............................................................................................. 50
BAB IV PENUTUP
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkerasan jalan adalah bagian utama dari konstruksi jalan raya, kelancaran
lalu lintas tergantung dari kondisi perkerasan jalan tersebut. Bila
perkerasannya bermasalah (rusak, berlubang, bergelombang, licin, retak, dsb.)
maka kelancaran lalu lintas akan terganggu baik dari segi waktu maupun
biaya. Oleh karena itu, perkerasan jalan harus direncanakan sesuai kebutuhan
serta kelas jalan berdasarkan jenis moda yang akan melalui.
Pembagian pengelompokkkan jalan dalam beberapa kelas didasarkan pada
kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat yang
mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda,
perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat
kendaraan bermotor serta konstruksi jalan.
Perancangan perkerasan jalan yang berhasil harus dilakukan dengan
pertimbangan seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan
perkembangannya. Agar mencapai kebutuhan yang sesuai, tidak lebih
maupun tidak kurang. Dalam perancangannya, perkerasan terbagi atas 3 jenis
perkerasan yang digunakna sesuai dengan kebutuhan, biaya dan waktu.
1
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
1. Aspal
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan
yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair jika
mendapat cukup peanasan atau sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang
membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada
tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya.
Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut
bitumen. Oleh sebab itu, aspal sering disebut material berbituminous.
(Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, Buku 1: Petunjuk Umum)
Fungsi aspal adalah sebagai bahan pegikat aspal dan agregat atau antara
aspal itu sendiri, juga sebagai pengisi rongga pada agregat. Daya tahannya
(durability) berupa kemampuan aspal mempertahankan sifat aspal akibat
pengaruh cuaca dan tergantung pada sifat campuran aspal dan aregat.
Sedangkan sifat adhesi dan kohesi yaitu kemampuan aspal
mempertahankan ikatan yang baik. Sifat kepekaan terhadap temperaturnya
aspal adalah material termoplastik yang bersifat lunak / cair papabila
temperaturnya bertambah.
Adapun jenis aspal yang merupakan buatan hasil sulingan minyak bumi
yaitu:
Aspal keras (Asphalt
cement)
Aspal keras merupakan aspal hasil destilasi yang bersifat viskoelastis
sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan
dan akan mengeras pada saat penyimpanan (suhu kamar). Aspal keras
/ panas (asphalt cement, AC) adalah aspal yang digunakan dalam
keadaan cair dan panas untuk pembuatan asphalt concrete. Di
Indonesia, aspal yang biasa digunakan adalah aspal penetrasi 60/70
atau penetrasi 80/100.
Aspal cair (Cut back asphalt)
Aspal cair adalah campiran antara aspal keras dengan bahan pencair
dari hasil penyulingan minyak bumi. Maka cut back asphalt berbentuk
cair dengan temperatur ruang. Aspal cair digunakan untuk keperluan
lapis resap pengikat (prime coat).
Aspal emulsi
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi. Pada proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan
dan didespersikan dalam air.
2. Agregat
Agregat adalah partikel mineral berbentuk butiran-butiran yang
merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan berbagai
macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen untuk membentuk
beton, lapis pondasi jalan, material pengisi, dll. Agregat didefinisikan
secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM
mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral
padat, berupa massa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.
Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu
90-95% agregat berdasarkan prosentase berat atau 75-85% agregat
berdasarkan prosentase volume. dengan demikian kuailitas perkerasan
4
jalan ditentukan dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan
material lain.
Pemilihan agregat yang aka digunakan harus memperhatikan ketersediaan
bahan di lokasi, jenis konstruksi, gradasi, ukuran maksimum, kebersihan,
daya tahan, bentuk, tekstur, daya lekat agregat terhadap aspal, dan berat
jenisnya. Agregat yang digunakan dalam perkerasa jalan ini memiliki
diameter agregat antara 19 – 0,075 mm, atau agregat yang lolos saringan
no.¾” sampai no.200.
Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi
atas dua fraksi ditambah dengan bahan pengisi, yaitu:
Agregat kasar
Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan
ayakan no.8 (2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih,
keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak
dikehendaki lainnya serta memenuhi ketentuan. Agregat yang
digunakan dalam lapisan perkerasan jalan ini adalah agregat yang
memiliki diameter antara 2,36 – 19 m.
Agregat halus
Agregat halus adalah material yang lolos saringan no.8 (2,36 mm) dan
tertahan saringan no.200 (0,075 mm).
Bahan pengisi (filler)
Bahan pengisi (filler) berfungsi sebagai pengisi rongga udara pada
material sehingga memperkaku lapisan aspal. Bahan yang sering
digunakan sebagai filler adalah fly ash, abu sekam, debu batu kapu r
dan semen portland. Filler yang baik adalah yang tidak tercampur
dengan kotoran atau bahan lain yang tidak dikehendaki dan dalam
keadaan kering (kadar air maks 1%).
BAB III
Tujuan
Menentukan berat jenis aspal
Acuan
(SNI-06-2456-1991)
Dasar teori
Berat jenis aspal adalah perbandingan berat jenis aspal terhadap berat
jenis air dengan isi yang sama pada suhu tertentu yaitu dilakukan dengan
cara menggantikan berat air dengan berat aspal dalam udara yang sama.
Berat jenis dari aspal sangat tergantung pada nilai penetrasi dan suhu dari
aspal itu sendiri.
1. Timbangan / neraca
3. Bak perendam
Sampel 1
Berat piknometer (A) = 30,30 gram
Berat piknometer + air (B) = 54,80 gram
Berat piknometer + contoh (C) = 48,70 gram
Berat piknometer + air + contoh (D) = 55,40 gram
Berat jenis aspal = C-A
(B-A)-(D-C)
= 48,70 – 30,30
(54,80-30,30) – (55,40-48,70)
= 1,03
Sampel 2
Berat piknometer (A) = 27,90 gram
Berat piknometer + air (B) = 56,50 gram
Berat piknometer + contoh (C) = 49,80 gram
Berat piknometer + air + contoh (D) = 57,20 gram
Berat jenis aspal = C-A
(B-A)-(D-C)
= 49,80 – 27,90
(56,50-27,90) – (57,20-49,80)
= 1,03
Analisis data
Standar pengujian untuk berat jenis aspal menurut SK SNI-06-1991,
berkisar antara 1,015 – 1,035.
Dan dari hasil pengujian diatas didapat berat jenis aspal rata-rata yaitu
1,03. Maka aspal tersebut telah memenuhi standar, dan bisa dinyatakan
layak sebagai bahan percobaan praktikum
Kesimpulan
Berat jenis aspal 1,03 telah memenuhi standar dan layak digunakan untuk
percobaan praktikum, maupun digunakan untuk konstruksi kontrusi jalan
perkerasan lentur dengan menggunakan aspal
Tujuan
Menentukan nilai kekerasan aspal dengan melakukan pengujian penetrasi
menggunakan alat penetrometer, dimana pengujian ini akan menjadi acuan
penggunaan aspal dilapangan.
Acuan
SNI-06-2456-1991
10
10
Dasar teori
Aspal adalah material termoplastis yang mencair apabila di panaskan dan
akan membeku/mengental apabila didinginkan, namun demikian prinsip
material tersebut terhadap suhu prinsipnya membentuk sautu
sprektum/beragam tergantung komposisi unsur unsur penyusunnya.
Dari sudut pandang rekayasa, ragam dari komposisi unsur aspal biasanya
tidak ditnjau lebih lanjut, untuk menggambarkan karakteristik ragam
respon aspal tersebut diperkenalkan beberapa parameter, salah satunya
adalah Pen (penetrasi). Nilai ini menggambarkan kekerasan asapl pada
suhu standar yaitu 25° C , yang diambila dari pengukur kedalaman
penetrasi jarum standar (5 gr/100 gr) dalam rentang waktu standar (5
detik)
BRITISH standar membagi nilai penetrasi tersebut menjadi 10 macam ,
dengan rentang nialai penetrasi 15 s/d 40 , Sedangkan AASTHO
mendefinisikan nilai pen 40 – 50 sebagai nialai pen untuk material
sebagai bahan aspal terlembek/terlunak.
Penetrasi sangat sensitiv terhadap suhu, pengukuran di atas suhu kamar
menghasilkan nilai yang berbeda variasi suhu terhadap nilai penetrasi
dapat disusun sedemikian rupa hingga dihasilakan nilai grafik antara suhu
dan penetrasi.
3. Cawan
Prosedur pemeriksaan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Panaskan aspal.
3. Tuangkan aspal ke dalam cawan silinder sebanyak 2/3 bagian, pada
suhu ruang 250 C (tutup sampel agar bebas dari debu)
4. Apabila aspal tersebut sudah dingin, masukkan dua sampel ke dalam
bak perendam selama 30 menit.
5. Setelah 30 menit dalam bak perendam, angkat sampel yang ada di
dalam waterbath dan letakkan pada alat penetrasi.
6. Turunkan jarum penetrasi hingga menyentuh permukaan sampel.
7. Aturlah parameter penetrometer, lepaskan memegang jarum.
8. Baca arloji penetrometer.
9. Ulangi langkah 5-8 untuk sampel yang tidak dimasukkan ke dalam
waterbath.
10. Masukkan data ke dalam tabel.
Sampel 1
Bacaan penetrasi ke- = ke-1, ke-2, ke-3, ke-4
Total bacaan
Rata-rata = 87+ 87,5 + 66 +76
4
= 79,125mm
Sampel 2
Bacaan penetrasi ke- = ke-1, ke-2, ke-3, ke-4
Total bacaan
Rata-rata = 134+116 + 116 + 93
4
= 114,75 mm
Maka penetrasi aspal adalah = (sampel 1 + sampel 2) / 2 = 96,9375 mm
Analisis data
Penetrasi aspal adalah salah satu cara yang digunakan dalam
pengelompokan aspal, yang mana bila nilai penetrasi aspal besar maka
aspal itu akan semakin lembek, sebaliknya semakin kecil nilai penetrasi
aspal, maka semakin rendah /keras. Dalam penggunaan dilapangan. Nilai
penetrasi ini disesuaikan dengan suhu lingkungan. Apakah suhunya rendah
atau tinggi dan nilai penetrasi berapa yang cocok digunakan untuk daerah
tersebut.
Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang dilakukan, didapat kesimpulan bahwa nilai
penetrasi rata-rata aspal adalah 96,9375 mm. Aspal ini terlalu lembek,
karena memiliki besaran > 70 mm. Sedangkan standar aspal yang umum
digunakan untuk dilapangan adalah berkisar antara 60 – 70 mm
Tujuan
Mendapatkan besaran titik nyala dan titik bakar bahan aspal.
Acuan
SNI 2433:2011
Dasar teori
Untuk titik nyala dan titik bakar aspal terdapat dua metode pratikum yang
umum dipakai untuk menentukan titik nyala dari bahan aspal. Pratikum
untuk Aspal Cair (Cutback) biasanya dilakukan dengan menggunakan alat
Tagliabue Open Cup, sementara untuk bahan aspal dalam bentuk padat
biasanya digunakan alat Cleveland Open Cup. Kedua metode tersebut
pada prinsipnya adalah sama, walau pada metode Cleveland Open Cup,
bahan aspal dipanaskan di dalam tempat besi yang direndam di dalam
bejana air, sedangkan pada metode Tagliabue Open Cup, pemanasan
dilakukan pada tabung kaca yang juga diletakkan di dalam air.Pada kedua
metode tersebut, suhu dari material aspal ditingkatkan secara bertahap
pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan suhu, titik api kecil dilewatkan
di atas permukaan benda uji yang dipanaskan tersebut. Titik nyala
ditentukan sebagai suhu terendah dimana percikan api pertama kali terjadi
sedangkan titik bakar ditentukan sebagai suhu dimana benda uji terbakar.
1. Termometer
Peralatan dan bahan
Gambar 3.C.1 Termometer
2. Stopwatch
Prosedur pemeriksaan
1. Persiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan untuk pengujian ini.
2. Panaskan aspal dengan suhu antara 148.9 ºC sampai 176 ºC sampai
cukup cair.
3. Kemudian isikan Cleveland cup sampai garis yang ditentukan dan
hilangkan (pecahkan) gelembung udara yang ada pada permukaan
cairan
4. Letakkan cawan di atas kompor pemanas yang tepat di bawah titik
tengah.
5. Kemudian letakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7.5 cm dari
titik tengah cawan.
6. Setelah itu pasanglah termometer tegak lurus di dalam benda uji
dengan jarak 6.4 mm di atas dasar Cleveland cup dan terletak satu
garis yang menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros nyala
penguji, kemudian aturlah titik poros termometer sehingga terletak
pada jarak ¼ diameter cawan dari tepi.
7. Nyalakan kompor dan atur pemanasan sehingga kenaikkan suhu 15 ºC
tiap menit sampai mencapai suhu 56ºC di bawah titik nyala yang
diperkirakan untuk selanjutnya kenaikkan suhu 5 ºC sampai 6
ºC/menit.
8. Setelah dinyalakan kompor dan diaturnya pemanasan kemudian
tepatkan penahan angin di depan nyala penguji.
9. Lalu nyalakan sumber pemanasan dan aturlah pemanasan sehingga
kenaikan suhu menjadi (15 ± 1) permenit sampai benda uji mencapai
56ºC di bawah titik nyala perkiraan.
10. Kemudian aturlah kecepatan pemanasan 5 ºC sampai 6 ºC/menit pada
suhu antara 56ºC dan 28 ºC di bawah titik perkiraan.
11. Setelah itu nyalakan nyala penguji dan aturlah agar diameter nyala
penguji tersebut menjadi 3.2 sampai 4.8 mm.
12. Lalu putarlah nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari
tepi ke tepi cawan) dalam 1 detik. Ulangi pekerjaan tersebut setiap
kenaikan 2 ºC.
13. Lanjutkan pekerjaan di atas samapi terlihat nyala singkat pada suatu
titik di atas permukaan benda uji.
14. Kemudian bacalah suhu pada thermometer dan catat kenaikan
suhunya.
15. Lanjutkan pekerjaan pembacaan suhu sampai terlihat nyala yang agak
lama sekurang-kurangnya 5 detik di atas permukaan benda uji, bacalah
suhu pada thermometer dan catat kenaikan suhunya.
Perhitungan dan pembahasan hasil praktikum
Tabel 3.C.1 Pengujian titik nyala dan titik bakar aspal
Analisis data
Dari pengujian titik nyala dan titik bakar dengan hasil data-datanya yaitu
bahwa titik nyala nyta didapatkan pada suhu 309°C dengan waktu 70
menit dan mencapai titik bakar pada suhu 310°C dengan waktu 75 menit.
Dari data didapat, aspal cair tersebut jikan suhunya ditambah terus, aspal
dalam keadaan diam juga akan terbakar, tetapi sebelum terbakar aspal
tersebut akan menyala atau mencapai titik nyalanya.
Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
Titik nyala terjadi pada suhu 309°C dalam waktu 70 menit dan,
Titik bakar terjadi pada suhu 310°C dalam waktu 75 menit.
Dengan demikian maka hasil yang duperoleh dari pengujian titik nyala dan
titik bakar aspal yang diuji telah memenuhi persyaratan.
Tujuan
Mendapatkan besaran titik lembek bahan aspal.
Acuan
SNI-06-2434-1991
Dasar teori
Dalam percobaan titik lembek ditujukan dengan suhu pada bola baja
dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal atau ter yang
tertahan dalam cincin dengan ukuran tertentu sehingga plat tersebut
menyentuh plat dasar yang terletak pada tinggi tertentu sebagai kecepatan
pemanasan.Titik lembek menjadi suatu batasan dalam penggolongan aspal
dan ter. Titik lembek haruslah diperhatikan dalam membangun kontruksi
jalan. Titik lembek hendaknya lebih tinggi dari suhu permukaaan jalan .
titik lembek aspal dan ter adalah 30 ° C - 200° C yang artinya masih ada
nilai titik lembek yang hampir sama dengan suhu permukaan jalan. Pada
umumnya cara ini diatasi dengan menguakkan filler terhadap campuran
aspal.
Peralatan dan bahan
1. Bola baja
2.
T
er
m
o
m
et Gambar 3.D.2
er Termometer
3.
St
op
w
at
ch
Gambar 3.D.3
Stopwatch
4.
Ko
mpo
r
20
20
Prosedur pemeriksaan
Gambar
3.D.4 1. Letakkan termometer
Kompor
yang sesuai dengan
praktikum di antara
kedua benda uji.
2. Periksa dan aturlah jarak
antara permukaan plat
dasar benda uji hingga
menjadi 25,4 mm.
3. Letakkan bola baja
5. Alat uji titik
tersebut ditengah - tengah
lembek
posisi benda uji dengan
menggunkan penjepit.
4. Letakkan bejana gelas
di atas pemanas setelah
suhu bejana gelas
tersebut emncapai ± 1°C
G
a
m
b
ar
3.
D
.5
A
la
t
uj
i
tit
ik
le
m
b
e
k
21
21
5. Panas bejana gelas dan catat penambahan/ kenaikan suhu.per 5°C
beserta waktu pada suhu tersebut dengan stopwatch terhitung awal
pemanasan.
6. Perhatikan dengan teliti dari penambahan / kenaikan suhu . pada suhu
waktu beberapa aspal bemda uji yang di timpa bola baha meleleh dan
menyentuh plat dasar kedudukan.
7. Catat hasil pengujian dalam formulir pengamatan
Selang Waktu
Bacaan Pembacaan Titik Lembek
Suhu ͦC
Ke Rata-rata ͦ C
Sampel I Sampel II
1 5
2 10
3 15
4 20
5 25
6 30
7 35
8 40
9 45
10 50
Bacaan Titik
Lembek ͦ C 66 70,6 68,3
Analisis data
Pengujian titik lembek ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui
kapan aspal mulai melembek dan digunakan dalam mengelompokan aspal
yang nantinya akan digunakan dalam medesign perkerasan jalan/ aspal
suhu berapa yang cocok digunakan dalam campuran dan dengan suhu
lingkungan semakin besar titik lembek, semakin besar nilai penetrasinya
maka semakin tinggi nilai daktalitas / atau titik lembek.
Kesimpulan
Berdasarkan SNI 06-2434-1991 aspal yang bagus adalah aspal yang
memiliki nilai titik lembek maksimum 58 ͦ C. Dari praktikum yang telah
dilakukan, diperoleh titik lembek sebesar 68,3 ͦ C. Jadi dapat disimpulkan
bahwa, aspal yang diuji adalah aspal yang berkualitas kurang bagus,
karena nilainya berada di atas nilai maksimum.
Tujuan
Bertujuan untuk mengetahui kekenyalan atau kelastisan aspal yang
dinyatakan dengan panjang pelumasan aspal yang dicapai aspal sebelum
putus, pada suhu dan kecepatan tertentu.
Acuan
SNI-06-2434-1991
Dasar teori
Pengujian daktilitas aspal yaitu untuk menentukan keplastisan suatu aspal,
apabila digunakan nantinya aspal tidak retak. Percobaan ini dilakukan
dengan cara menarik benda uji berupa aspal dengan kecepatan 50
mm/menit pada suhu 25˚C dengan dengaa toleransi ± 5 %.
Sifat reologis daktilitas digunakan untuk mengetahui ketahanan aspal
terhadap retak dalam penggunaannya sebagai lapis perkerasan. Aspal
dengan daktilitas yang rendah akan mengalami retak-retak dalam
penggunaannya karena lapisan perkerasan mengalami perubahan suhu
yang agak tinggi. Oleh karena itu aspal perlu memiliki daktilitas yang
cukup tinggi.
Sifat daktilitas dipengaruhi oleh sifat kimia aspal, yaitu susunan senyawa
hidrokarbon yang dikandung oleh aspal tersebut. Standar regangan yang
dipakai adalah 100 – 200 cm.
Pada pengujian daktilitas disyaratkan jarak terpanjang yang dapat ditarik
antara cetakan yang berisi bitumen minimum 100 cm.
Adapun tingkat kekenyalan dari aspal adalah :
· < 100 cm = getas
· 100 - 200 cm = plastis
· > 200 cm = sangat plastis liat
Sifat daklitas ini sangat dipengaruhi oleh kimia aspal yaitu akibat susunan
senyawa karbon yang dikandungnya. Bila aspal banyak mengandung
senyawa prakin dengfan senyawa panjang, maka daktalitas rendah.
Demikian aspal didapatkan dari blowing, dimana gugusan aspal
hidrokarbon tak jenuh yang mudah menyusut sedangkan yang banyak
mengandung parakin karena susunan rantai hidrokarbonya dan kekuatan
strukturnya kurang plastis.
Peralatan dan bahan
1. Cetakan daktilitas
Analisis data
Daktalitas adalah salah satu cara dalam pengujian aspal dalam
pengelompokan aspal yang mana semakin tinggi nilai daktalitas maka
aspal akan terbilang semakin plastis maka semakin tinggi nilai
penetrasinya dan sedikit suhu yang dibutuhkan untuk melembekan aspal
tersebut / semakin rendaj titik lembeknya. Jadi dalam mendesign
perkerasan jalan lentur setiap pengujian akan saling terkait satu sama
lainnya begitu pula sebaliknya.
Tujuan
Mengetahui kehilangan minyak pada aspal akibat pemanasan berulang dan
untuk perubahan kinerja aspal akibat kehilangan berat.
Acuan
SNI-06-2440-1991
Dasar teori
Cahaya diketahui memiliki efek yang merusak pada aspal. Kerusakan yang
timbul sering berasal dari sinar mata hari , yang akna merusak aspal,
dengan di bantu oleh Factor air dan cairan pelarut lainnya.
Kerusakan molekul dengan cara ini disebut factor oksidasi, untungnya
sinar yang merusak ini hanya dapat mempengaruhi beberapa lapisan
molekul lapisan atas aspal. Oleh karena itu , foto oksidasi dianggap kecil
pengaruhnya apabila dilihat dari table aspal keseluruhan. Namun proses di
atas tidak dapat di abaikan dalam konstribusinya terhadap proses
pengrusakan akibat cuaca pada pad alapisan permukaan tipis aspal.
Karakteristik campuran aspal khususnya mengenai durabilitas sangat
tergantungPada karakteristik yang tersedia pada lapisan tipis aspal. Untuk
mengevaluasi durabitas material aspal tersedia prosedur yang disebut Thin
film Oven Test (TFOT) dengan melakukan pembatasan evaluasinya hanya
pada karakteristik aspal, seperti kehilangan berat.
Padapengujian ini kita menggnakan metoda TFOT , dimana suatu sampel
tipis di panaskan dalam oven selama periode tertentu, dan karakteristik
sampel sesudah dipanaskan kemudian diperiksa untuk meneliti indikasi
adanya proses pengerasan dari material aspal.
Pengujian TOFT bertujuan mengetahui kehilangan minyak pada aspal
akibat pemanasan berulang, pengujian ini mengukur perubahan kenerja
aspal akibat kehilangan berat. Cahaya diketahui mempunyai efek yang
merusak pada aspal karena kerusakan yang ditimbulkan sering berasal dari
matahari dan dibantu oleh aspek air dan cairan pelarut lainnya.
Kerusakan molekul aspal ini dinamakan oksidasi. Ini dianggap kecil
pengaruhnya apabila dari tebak aspal keseluruhannya, namun proses diatas
akibat cuaca pada lapisan permukaan agregat.
Karakteristik campuran khususnya durabilitas aspal sangat tergantung
pada karakteristik lapis tipis aspal. Pada Pengujian ini, suatu sampel tipis
dipanaskan. Kemudian diperiksa untuk meneliti adanya proses pengerasan
atau proses pelapukan atau proses pelapukan material aspal.
Pengujian kehilangan berat ini, umumnya tidak terpisah dengan evaluasi
karhakteristik sebelum dan sesudah kehilangan berat yang dilihat adalah
nilai penetrasi titik lembek dan daktalitas. Untuk itu sangat dianjurkan saat
penyiapan sampel dibuat 2 buah sampel.
Untuk mendapatkan material aspal yang akan dipakai untuk campuran,
diharapkan pengujian TFOT dan penurunan berat ini tidak terlalu besar,
besarnya nilai penurunan berat ini tidak terlalu besar , selisih dari nilai
penetrasi sebelum dan sesudah menunjukkan bahwa aspal tersebut peka
terhadap cuaca dan suhu.Untuk menentukan nilai kehilangan berat akibat
pemanasan dapat menggunakan rumus penurunan berat
Dimana :
A = Berat sampel + cawan sebelum pemanasan
Prosedur pemeriksaan
1. Panaskan aspal sampai cair untuk campuran merata
2. Kemudian tuangkan\ benda uji ¾ bagian dari tinggi cawan tersebut,
lalu dinginkan benda uji pada suhu ruang.( cawan kosongsudah
ditimbang terlebih dahulu )
3. Setelah itu benda uji dingin timbang beratnya
4. Kemudian letakkan beda uji kedalam Oven TFOT yang mana suhunya
sudah menunjukkan 163°C oven benda uji selam 5 jam lalu keluarkan
benda uji
5. Setelah dingin timbang kembali berat benda uji dan catat sebagai (B)
6. Catat hasil pengamatan pada formulir yang telah disiapkan.
7. tentukan nilai kehilangan berat aspal setelah di panaskan berdasarkan
rumus yang telah ditentukan.
Perhitungan dan pembahasan hasil praktikum
Tabel 3.F.1 Pemeriksaan Kehilangan Berat Aspal
Uraian Kegiatan Perhitungan Satuan Benda Uji (gram)
Sampel A Sampel B
Berat cawan A Gram 8,70 8,70
Berat cawan + aspal B Gram 36,50 40,50
Berat benda uji C=B–A Gram 27,80 31,80
Berat wadah benda D Gram 36,30 40,40
uji setelah kehilangan
Selisih berat E=B–D Gram 0,20 0,10
Kehilangan berat F = (E/C)*100 % 0,72 0,31
Rata-rata (%) 0,52
Sampel A
Berat cawan (A) = 8,70 gram
Berat cawan + aspal (B) = 36,50 gram
Berat benda uji (C) = B–A
= 36,50 – 8,70
= 27,80 gram
Berat wadah benda uji setelah kehilangan berat (D) = 36,30 gram
Selisih berat (E) = B–D
= 36,50 – 36,30
= 0,20 gram
Kehilangan berat (F) = E/C x 100%
= 0,20 / 27,80 x 100%
= 0,72 %
30
30
Sampel B
Berat cawan (A) = 8,70 gram
Berat cawan + aspal (B) = 40,50 gram
Berat benda uji (C) = B–A
= 40,50 – 8,70
= 31,80 gram
Berat wadah benda uji setelah kehilangan berat (D) = 40,40 gram
Selisih berat (E) = B–D
= 40,50 – 40,40
= 0,10 gram
Kehilangan berat (F) = E/C x 100%
= 0,10 / 31,80 x 100%
= 0,31 %
Maka kehilangan berat rata-rata : (sampel 1 + sampel 2) / 2 = 0,52%
Analisis data
Nilai kehilangan berat ini tidak boleh terlalu besar, karena dalam
pemakaian akan berdampak pada kehilangan berat yang berakibat pada
hilangnya berat minyak yang minyak pada aspal ini sangat penting karena
sebagai pelapis nantinya. Apabila pada jalan yang sudah dipakai lama
maka zat minyaknya sudah hilang dan mengakibatkan jalan tersebut
menjadi getas/ pecah-pecah dan berlubang. Zat minyal pada aspal ini
berfungsi sebagai pelapis pekerasan jalan dari suhu yang berubah-ubah.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan perhitunggan dari pengujian yang telah
dilakukan hasil pengujain kehilangan berat rata-rata adalah 0,52 %
3.7 Pengujian Material Agregat
Acuan
ASTM C.127-01
Dasar teori
Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan
volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada
temperatur 20˚-25˚C (68˚-77˚F). Berat jenis agregat berbeda satu sama
lainnya tergantung dari jenis batuan, susunan, mineral, struktur butiran,
dan porositas batuannya.
Prosedur pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Persiapkan benda uji
a. Rendam benda uji ke dalam air selama ± 24 jam sampai
menjadi dalam keadaan jenuh
b. Tiriskan, lalu saring dengan saringan 4,75 mm (SP & SC) dan 2,36
mm (AB)
c. Untuk split dan screen yang tertahan saringan 4,75 mm lakukan
pengu jian berat jenis dan penyerapan untuk agregat kasar,
sedangkan yang lolos saringan 4,75 mmlakukan pengujian berat
jenis dan penyerapa air untuk agregat halus
d. Untuk AB yang tertahan saringan 2,36 mm, lakukan pengujian
berat jenis dan penyerapan air untuk agregat kasar, sedangkan
untuk yang lolos saringan 2,36 mm lakukan pengujian berat jenis
dan penyerapan air untuk agegat halus
3. Pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
a. Berat jenis agregat kasar
a) Mengukur berat benda uji kering oven (BK)
b) Mengukur berat benda uji kering permukaanjenuh (BJ)
c) Mengukur berat sampel dalam air (BA)
b. Penyerapan agregat kasar
a) Menimbang berat sampel kondisi SSD (gram)
b) Menimbang berat sampel dalam air (gram)
c) Menimbang berat sampel kering (gram)
d) Menimbang berat jenis semu
e) Menimbang berat jenis kering permukaan jenuh (SSD)
f) Menimbang berat jenis bulk (dry)
4. Pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus
a. Berat jenis agregat halus
a) Mengukur berat jenis keing permukaan SSD (500)
b) Mengukur berat abu batu + pikno + air (Bt)
c) Mengukur berat pikno + air (B)
d) Mengukur berat abu batu setelah di oven atau berat kering
oven (BK)
b. Penyerapan agregat halus
a) Menimbang berat sampel kondisi SSD (gram)
b) Menimbang berat pikno + sampel + air (gram)
c) Menimbang berat pikno + air (gram)
d) Menimbang berat sampel kering (gram)
e) Menimbang berat jenis semu
f) Menimbang berat jenis kering permukaan jenuh (SSD)
g) Menimbang berat jenis bulk (dry)
Perhitungan dan pembahasan hasil praktikum
Tabel 3.G.1.1 Berat jenis agregat kasar
No Kegiatan Sampel A Sampel B
(gram) (gram)
1 Mengukur berat benda uji 1881,4 1883,7
kering oven (BK)
2 Mengukur berat benda uji 2000 2000
kering permukaanjenuh (BJ)
3 Mengukur berat sampel dalam 1234,0 1214,7
air (BA)
Nomor Sampel A B
Berat sampel kondisi SSD (gram) 500,10 500,40 Nilai rata-
Berat pikno + sampel + air (gram) 975,40 974,40 rata
Berat pikno + air (gram) 677,60 675,40
Berat sampel kering (gram) 476,80 477,60
BJ semu 2,66 2,67 2,67
BJ kering permukaan jenuh (SSD) 2,47 2,48 2,48
BJ bulk (dry) 2,36 2,37 2,36
Penyerapan (%) 4,89 4,77 4,83
Kesimpulan
Maka nilai dari berat jenis dan penyerapan agregat kasar maupun nilai
berat jenis dan penyerapan agregat halus sudah diketahui pada poin
sebelumnya.
Standart Uji
Pengujian pada campuran aspal percobaan akan meliputi penentuan Berat
Jenis Maksimum campuran aspal sesuai SNI 03-6893-2002 .
1. Pan
Gambar 3.H.1. Pan
2. Timbangan
5. Kompor
2. Agregat kasar
40
40
3. Aspal dengan kadar 6 %
9. Siapkan cetakan silinder aspal dan lapisi oli di semua sisinya, agar
cetakan tidak lengket dengan aspal maka diberi kertas di bawahnya.
10. Setelah itu tuangkan agregat yang telah dipanaskan ke dalam aspal
6% yang telah ditimbang dengan wajan dan campur hingga merata
ke seluruh bagian.
12. Lalu rojok sebanyak 25 kali yaitu 15 kali dibagian tepi dan 10 kali
dibagian tengah.
13. Kemudian dilakukan pemadatan bolak-balik dengan menumbuk
menggunakan alat sebanyak 75 tumbukan pada bagian atas
kemudian dibalik kebagian bawah dan ditumbuk lagi sebanyak 75
tumbukan agar campuran aspal tersebut benar-benar padat.
Laston AC BC
100
90
80
70
60 min
50
40 max
30 % LOLOS
20
10
0
1,5" 1" 3/4" 1/2" 3/8" 4 8 16 30 50 100 200 pan
Ukuran Ayakan
Perhitungan – perhitungan :
୪ୟୱ୲୭ ୬ ୫୧୬ା ୪ୟୱ୲୭୬ ୫ୟ୶
% Lolos ayakan 1,5” = ଶ
ଵାଵ
= ଶ
= 100 %
୪ୟୱ୲୭୬ ୫୧୬ା ୪ୟୱ୲୭୬ ୫ୟ୶
% Lolos ayakan ¾ ” = ଶ
ଽାଵ
=ଶ = 95 %, dst
% Tertahan ayakan ¾ ” = % lolos atas - % lolos bawah
= 100 – 95 = 5 %
% Tertahan ayakan ½ ” = % lolos atas - % lolos bawah
= 95 – 82,5 = 12,5 % dst
=0+5=5%
=11,5+ 8+6,5+4,5+3
= 33,5 %
Total % tertahan Filler/pan = % lolos ayakan 200
= 6,00 %
Perhitungan – perhitungan :
% Aspal =6%
% ୟୱ୮ୟ୪
Gr Aspal = ଵ
x berat total sampel
= ଵ
x 1200
= 72,00 gram
% Agregat = 100 - % aspal
= 100 – 6,00 = 94,00 %
% ୟ୰ୣୟ୲
Gr Agregat = ଵ
x berat total sampel
ଽସ,
= ଵ
x 1200
= 1128,00 gram
% Aspal + % Agregat = 6,00 + 94,00 = 100 %
Gr Aspal + gr agregat = 72,00 + 1128,00
= 1200 gram
Perhitungan Berat Tertahan (gr)
% ୲ୣ୰୲ୟ୦ୟ୬ ୟ୷ୟ୩ୟ୬
Berat agregat ayakan ½ ” = ଵ
x gr agregat
ଵଶ,ହ
= ଵ
x 1128,00
= 141 gram
% ୲ୣ୰୲ୟ୦ୟ୬ ୮ୟ୬
Berat agregat pan = ଵ
x gr agregat
,
= ଵ
x 1128,00
= 67,70 gram
Total = Jumlah berat tertahan ayakan 1,5” sampai lolos ayakan 200
=0+0+56,4+141,0+95,9+214,3+174,8+129,7+90,2+73,3+50,8+33,8+67,7
= 1128 gram.
,ହ
= ଵ
x 1128,00
=682,44 gram
% ୟ୰ୣୟ୲ ୦ୟ୪୳ୱ
- Agregat halus = ଵ
x gr agregat
ଷଷ,ହ
= ଵ
x 1128,00
= 377,88 gram
% ୧୪୪ୣ୰
- Filler/pan = ଵ
x gr agregat
= ଵ
x 1128,00
= 67,68 gram
Tujuan Percobaan
untuk menunjukan besar nya kerapatan suatu campuran yang sudah di
padatkan.
50
50
5. Jangka Sorong
Prosedur Percobaan
Pengukuran volume benda uji
1. Bersikan benda uji dari kotoran kemudian ukur tinggi benda uji
dengan ketelitian 0.1 mm
Pengujian Density
1. Timbang berat benda uji kering.
Kadar Tinggi
%
No Aspal Diameter
Agregat
(%) 1 2 3 4
A B c D E f G
1 6,00 94,00 6.54 6,59 6,65 - 10
Volume Density
Berat
SSD Dalam Benda Bulk
Kering Gmm
Air Uji (Gmb)
H I J k=i–j l = h/k m
1175,1 1176,8 680 496,8 2,37 2,41
Perhitungan – perhitungan :
Diketahui :
Perhitungan :
ଵ %
BJ Bulk Total Agregat = % ౝ౨ౝ౪ ౡ౩౨ % ౝ౨ౝ౪ ౢ౫౩ % ౢౢ౨
ା ା
ాె ా౫ౢౡ ఽ.ౡ౩౨ ాె ా౫ౢౡ ఽ.ౢ౫౩ ాె ా౫ౢౡ ౢౢ౨
ଵ %
= లబ,ఱ% = 2,42
ାయయ,ఱ%ା ల %
మ,రయ మ,రయ మ,యల
ଵ %
BJ Efektif Total Agregat = % ౝ౨ౝ౪ ౡ౩౨ % ౝ౨ౝ౪ ౢ౫౩ % ౢౢ౨
ା
ాె ౣ౫ ఽ.ౡ౩౨ ాె ౣ౫ ఽ.ౢ౫౩
ା ాె ౣ౫ ౢౢ౨
ଵ %
= లబ,ఱ % = 2,64
ାయయ,ఱ % ାల %
మ,లర మ,లర మ,ఱమ
ଵ ଵ
Gmm = ౌ౩ ౌౘ = వర ల,బ = 2,41
ା ృౘ మ,లర
ା భ,బయ
ృ౩
3.10 PENGUJIAN MARSHALL
Standar Uji
Berdasarkan AASHTO T 245-74, pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran
aspal. Ketahanan ialah kemampuan dari suatu campuran aspal untuk menerima
beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram.
Kelelehan plastis ialah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang
terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau
0,01"
Tujuan Praktikum
5. Sarung tangan
6. Komputer
7. Tip ext
Prosedur Percobaan
1. Benda uji direndam dalam bak perendaman pada suhu 60 °C, selama 30
menit.
Gambar 3.J.7 Meletakkan benda uji pada segmen bawah kepala penekan
3. Waktu yang diperlukan saat diangkatnya benda uji dari rendaman air
sampai tercapainya beban maximum melalui alat Marshall tidak boleh
melebihi 30 detik.
4. Kepala penekan beserta benda uji dinaikkan hingga menyentuh /
menempel alas cincin penguji dengan memutar tombol up pada mesin
penguji.
5. Pemberian beban terhadap benda uji dengan memutar tombol up pada
mesin penguji. Pembebanan pada benda uji dengan kecepatan yang
tetap yaitu 50 mm/menit. Pembebanan dikatakan maximum.
Hasil Praktikum dan Hasil Perhitungan
Kadar Tinggi
% Berat
No Aspal Ø SSD Dalam
Agregat Kering
(%) 1 2 3 4 Air
A B c D E F G h I J
1 6,0 94,00 6,54 6,59 6,65 - 10 1175,1 1176,8 680
Volume Density
Benda Bulk VIM VMA VFA Stabilitas Flow MQ
Uji Gmm
(Gmb)
k=i-j l = h/k m n O p q R s = q/r
496,8 2,37 2,41 1,91 8,24 76,88 61,00 6,00 10,17
Diketahui :
ଵ %
BJ Bulk Total Agregat = % ౝ౨ౝ౪ ౡ౩౨ % ౝ౨ౝ౪ ౢ౫౩ % ౢౢ౨
ା ା
ాె ా౫ౢౡ ఽ.ౡ౩౨ ాె ా౫ౢౡ ఽ.ౢ౫౩ ాె ా౫ౢౡ ౢౢ౨
ଵ %
= లబ,ఱ% = 2,42
ାయయ,ఱ%ା ల %
మ,రయ మ,రయ మ,యల
ଵ %
BJ Efektif Total Agregat = % ౝ౨ౝ౪ ౡ౩౨ % ౝ౨ౝ౪ ౢ౫౩ % ౢౢ౨
ା
ాె ౣ౫ ఽ.ౡ౩౨ ాె ౣ౫ ఽ.ౢ౫౩
ା ాె ౣ౫ ౢౢ౨
ଵ %
= లబ,ఱ % = 2,64
ାయయ,ఱ % ାల %
మ,లర మ,లర మ,ఱమ
ଵ ଵ
Gmm = ౌ౩ ౌౘ = వర ల,బ = 2,41
ା భ,బయ
ృା
౩ ృౘ మ,లర
ୋ୫୫ିୋ୫ୠ
VIM = 100 x ( )
ୋ୫୫
ଶ,ସଵ ିଶ,ଷ
= 100 x ( ) = 1,91
ଶ,ସଵ
ୋ୫ୠ ୶ ୱ
VMA = 100 x ( )
ୋୱୠ
ଶ,ଷ ୶ ଽସ,
= 100 x ( ) = 8,24
ଶ,ସଶ
ି୍
VFA = 100 x ( )
଼,ଶସ ିଵ,ଽଵ
= 100 x ( ) = 76,88
଼,ଶସ
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini yaitu :
1. Berdasarkan LASTON (SKBI 2.4.26.1987) dan RSNI S – 01 – 2003
parameter yang digunakan untuk menunjukkan berat jenis aspal agar
memenuhi syarat adalah minimal satu ( >1). Dari hasil praktikum dan
perhitungan diperoleh berat jenis aspal (I) = 1,03 dan berat jenis aspal (II)
= 1,03, rata-rata yang didapat dari kedua percobaan adalah 1,03. Berarti
hasil percobaan yang dilakukan memenuhi syarat/spesifikasi 1,03 > 1.
4. Dari praktikum yang telah dilakukan, nilai titik nyala adalah 309,00 oC,
dan nilai titik bakar adalah 310 oC
60
60
aspal yang diuji tersebut berkualitas getas dan tidak memenuhi persyaratan
spesifikasi.
4.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan yaitu pada pelaksanaan praktikum agar
mendapatkan benda uji yang sesuai dengan ketentuan maka diperlukan prosedur
pengujian dan perhitungan job mix yang benar dalam proses pelaksanaan, karena
pengujian aspal yang sifatnya sensitife di perlakukan yang lebih teliti pada saat
pembuatan benda uji.
.