Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Jalan di
Laboratorium Konstruksi Jalan
Mata Kuliah :
Praktikum Kontruksi Jalan
Dosen Pengampu :
Maris Setyo Nugroho, M.Eng
Disusun oleh :
Arifa Permata Puri
16505244028
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat, Nikmat dan Anugerah-Nya sehingga Laporan Praktikum
Konstruksi Jalan “Pemanasan dan Penetrasi Aspal” ini dapat terselesaikan dengan
baik, meski jauh dari kata sempurna.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
terlihat dalam proses pembuatan Laporan Praktikum Konstruksi Jalan ini, terkhusus
kepada:
1. Kepada Bapak Maris Setyo Nugroho, M.Eng selaku dosen pengampu mata
kuliah Praktikum Konstruksi Jalan yang telah membimbing dan mendampingi
dari awal hingga akhir praktik.
2. Kepada Bapak Kimin Triono, S.Pd sebagai teknisi laboratorium yang telah
membantu dan sabar untuk melayani kelompok kami dalam berlangsungnya
praktikum.
3. Kepada para orangtua yang tak pernah putus mendoakan agar kuliah kami
berjalan dengan baik.
4. Dan seluruh teman-teman yang berkenan membantu hingga Laporan Praktikum
Konstruksi Jalan ini dapat selesai.
Demikianlah Laporan Praktikum Konstruksi Jalan “Pemanasan dan Penetrasi
Aspal” penulis buat dengan sepenuh hati. Tidak lupa kritik dan saran penulis
harapkan agar laporan ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi semua dan terkhusus bagi penulis.
Terima Kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar 31. Keadaan Aspal Setelah Pengujian Penetrasi………………………...…35
Gambar 32. Tahapan Mengukur Suhu Aspal 1………………………………..…….35
Gambar 33. Pengujian Penetrasi Aspal dengan Penetrometer………………..….….35
vi
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Jalan merupakan akses penting dalam transportasi masyarakat. Setiap
masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya menggunakan alat transportasi
untuk menempuh suatu tempat tertentu. Perjalanan dari satu tempat ketempat
lainnya tentu membutuhkan media transportasi yang layak digunakan.
Semuanya itu tidak terlepas dari faktor infrastruktur jalan.
Saat ini jalanan di Indonesia, baik jalan utama maupun jalan pemukiman
umumnya terbagi dalam tiga jenis, yakni jalan beton, jalan aspal, dan paving
block. Ketiga konstruksi jalan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda,
sehingga dalam aplikasinya pun berbeda. Ada yang diaplikasikan khusus
untuk jalan utama, namun ada juga yang diterapkan pada jalan-jalan setapak
pemukiman warga. Tak hanya aspal, beberapa jalan bebas hambatan atau tol
serta jalan utama diperkotaan besar saat ini telah menggunakan jalan beton.
Saat pembangunan jalan raya, ada beberapa tahapan pengerjaan yang
harus dilakukan. Salah satunya adalah tahap perkerasan jalan raya. Pada
tahapan ini, jalan raya diperkeras dengan menggunakan lapisan konstruksi
yang mempunyai kekuatan, ketebalan, kekakuan dan kestabilan tertentu.
Tujuannya tak lain supaya jalan raya bisa menyalurkan beban kendaraan
yang lalu lalang di atas permukaan jalan raya ke tanah bagian dasar dengan
aman. Nah, konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis.
Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan
perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :
a. Lapisan tanah dasar (sub grade)
b. Lapisan pondasi bawah (subbase course)
c. Lapisan pondasi atas (base course)
d. Lapisan permukaan / penutup (surface course)
1
Gambar 1. Lapisan Perkerasan Jalan
(Sumber : http://civil-injinering.blogspot.com/2009)
2. Tujuan
Tujuan yang akan didapatkan dengan melakukan pengujian ini adalah :
a. Dapat mengetahui nilai penetrasi aspal
b. Dapat menentukan spesifikasi aspal yang diuji dengan standar.
2
B. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Aspal
Menurut ASTM D8 tahun 2011, aspal adalah suatu bahan yang
berbentuk padat atau setengah padat berwarna hitam sampai coklat gelap,
bersifat perekat yang akan melembek jika dipanasi, tersusun atas sebagian
besar bitumen yang kesemuaanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah
padat dari alam atau dari pemurnian minyak bumi atau merupakan campuran
bitumen dengan minyak bumi dan deviratnya.
Menurut SNI 2456:2011, aspal merupakan bahan pengikat agregat yang
mutu dan jumlahnya sangat menentukan keberhasilan suatu campuran
beraspal yang merupakan bahan jalan. Salah satu jenis pengujian dalam
menentukan persyaratan mutu aspal adalah penetrasi aspal yang merupakan
sifat rheologi aspal yaitu kekerasan aspal.
Menurut The Asphalt Institute pada tahun 1993 bitumen adalah suatu
campuran dari senyawa senyawa hidro karbonyang berasal dari alam atau
dari proses penmanasan atau berasal dari kedua proses tersebut, kadang
kadang disertai dengan deviratnya yang bersifat non logam yang dapat
bersifat gas cairan setengah padat atau padatyang dapat larut dalam
karbonsulfida (CS2).
Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat
sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Aspal akan mencair jika
dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika
temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material
pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003). Aspal terbuat dari
minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat ditemukan dalam
kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang ditemukan
bersama-sama material lain. Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan
pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa-senyawa
komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat
viscoelastis dan tergantung dari waktu pembebanan (The Blue
Book–Building & Construction, 2009).
3
Jadi aspal dapat didefinisikan sebagai campuran yang terdiri dari
bitumen dan mineral, yang banyak di gunakan pada lapisan perkerasan lentur
(flexible favement), jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan
pengikataggregatkarena mempunyai daya lekat yang kuat, sifat adhesiv,
kedap airdan mudah dikerjakan. Aspal yang dipakai dalam konstruksi jalan
mempunyai sifat fisis yang penting, antara lain : kepekatan (consistency),
ketahanan lama atau ketahanan terhadap pelapukan oleh karena cuaca,
derajat pengerasan, dan ketahanan terhadap air.
2. Pembuatan Aspal
Aspal yang dihasilkan dari industri kilang minyak mentah (crude oil)
dikenal sebagai residual bitumen, yang dihasilkan dari minyak mentah
melalui proses destilasi. Proses penyulingan dilakukan dengan pemanasan
hingga suhu 350ºC di bawah tekanan atmosfir untuk memisahkan
fraksi-fraksi minyak seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah) dan
gas oil. Secara kualitatif, aspal terdiri dari senyawa asphaltenes dan Maltenes,
sedangkan secara kuantitatif, Asphaltenes merupakan campuran kompleks
dari hidrokarbon, terdiri dari cincin aromatik kental dan senyawa
heteroaromatic mengandung belerang. Ada juga amina dan amida, senyawa
oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium. Aspal
merupakan senyawa kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon
dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil. Dimana unsurunsur
yang terkandung dalam bitumen, antara lain : Karbon (82-88%), Hidrogen
(8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).
Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau
dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam
yang ditemukan bersama-sama material lain. Aspal dapat pula diartikan
sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari
senyawa-senyawa komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils.
3. Sifat Aspal
Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu
pembebanan. Pada proses pencampuran dan proses pemadatan sifat aspal
4
dapat ditunjukkan dari nilai viscositasnya, sedangkan pada sebagian besar
kondisi saat masa pelayanan, aspal mempunyai sifat viscositas yang
diwujudkan dalam suatu nilai modulus kekakuan (Shell Bitumen, 1990).
Menurut Darunifah (2007), sedang sifat aspal lainnya adalah :
a. Aspal mempunyai sifat mekanis (Rheologi), yaitu hubungan antara tegangan
(stress) dan regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami
pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat cepat, maka
aspal akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya terjadi dalam jangka
waktu yang lambat maka sifat aspal menjadi plastis (viscous).
b. Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau
viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi.
Semakin tinggi temperature aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah
atau semakin encer demikian pula sebaliknya. Dari segi pelaksanaan lapis
keras, aspal dengan viskositas yang rendah akan menguntungkan karena
aspal akan menyelimuti batuan dengan lebih baik dan merata. Akan tetapi
dengan pemanasan yang berlebihan maka akan merusak molekul-molekul
dari aspal, aspal menjadi getas dan rapuh.
c. Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami
tegangan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan
jalannya waktu.
Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa
mengalami tegangan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai
dengan jalannya waktu. Semakin besar angka penetrasi aspal (semakin kecil
tingkat konsistensi aspal) akan memberikan nilai modulus elastis aspal yang
semakin kecil dalam tinjauan temperatur dan pembebanan yang sama.
4. Fungsi Aspal
Menurut Akem (2012), aspal yang dipergunakan pada konstruksi
perkerasan jalan berfungsi sebagai:
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat,
dan antara aspal itu sendiri.
5
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori
yang ada dari segi itu sendiri.
c. Lapisan kedap air, yaitu menyelimuti permukaan butir agregat sehingga
tahan terhadap pengaruh garam, asam, dan basa.
5. Spesifikasi Nilai Penetrasi Aspal
Terdapat bermacam-macam tingkat penetrasi aspal yang dapat
digunakan dalam campuran agregat aspal, antara lain 40/50, 60/70, 80/100.
Umumnya aspal yang digunakan di Indonesia adalah aspal dengan penetrasi
80/100 dan penetrasi 60/70. Dibawah ini merupakan sifat-sifat standar untuk
aspal.
6
makin lambat beban yang lewat, maka modulus elastis aspal makin kecil.
Lama pembebanan merupakan fungsi dari tebal perkerasan dan kecepatan
kendaraan (Brown and Bitumen, 1984).
Semakin besar angka penetrasi aspal (semakin kecil tingkat konsistensi
aspal) akan memberikan nilai modulus elastis aspal yang semakin kecil
dalam tinjauan temperatur dan pembebanan yang sama (Brown and Bitumen,
1984). Terdapat bermacam-macam tingkat penetrasi aspal yang dapat
digunakan dalam campuran agrerat aspal, antara lain 40/50, 60/70, 80/100.
Umumnya aspal yang digunakan di Indonesia adalah aspal dengan penetrasi
80/100 dan penetrasi 60/70.
Aspal keras/panas (Aspalt cement, AC), adalah aspal yang digunakan
dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan
penyimpanan (termperatur ruang). Di Indonesia, berdasarkan RSNI S-01-
2003 aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu:
1. AC pen 40, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-59.
2. AC pen 60, yaitu Ac dengan penetrasi antara 60-79.
3. AC pen 80, yaitu aspal dengan penertrasi antara 80-99.
4. AC pen 120, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150.
5. AC pen 200, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300.
Berdasarkan SNI 06 – 2456 – 1991 nilai penetrasi dinyatakan sebagai
rata-rata sekurang-kurangnya dari tiga pembacaan dengan ketentuan bahwa
hasil pembacaan tidak melampaui ketentuan seperti Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Toleransi Penetrasi
Hasil Penetrasi 0 – 49 50 – 149 150 – 179 200
Nilai Toleransi 2 4 6 8
(Sumber : SNI 06 – 2456 – 1991)
6. Analisis Data
Dalam perhitungan dilakukan perhitungan standar deviasi yang
digunakan untuk mengetahui nilai sebaran data pada sebuah sampel data dan
seberapa dekat setiap titik data individu dengan garis nilai rata-rata data.
Apabila didapati nilai standar deviasi suatu sampel data sama dengan 0 (nol)
7
maka hal tersebut menunjukkan bahwa semua nilai dalam data tersebut
adalah sama. Semakin besar nilai standar deviasi suatu data maka semakin
besar jarak setiap titik data dengan nilai rata-rata. Perhitungan standar deviasi
terhadap sampel dari data populasi dan menggunakannya untuk apakah
sampel data tersebut mewakili seluruh populasi. Rumus standar deviasi
adalah sebagai berikut :
2
| X Xn | 2
SD = n 1 ...............................………...........…………......(1)
Dengan :
xn
X
n ..................................................………...……..........(2)
Dimana :
SD = Standar deviasi
X = Rata-rata
xn = Suku ke n
N = Jumlah Populasi
dan koefisien batas simpangan dalam persen :
SD
K 100%
X ........…...................................................……….........(3)
Dimana :
K = Koefisien batas Varian
Koefisien batas varian (K) diperoleh dengan membagi simpangan baku
dan standar deviasi (SD) dengan nilai rata-rata (Xr).
C. METODE PENGUJIAN
Alat, bahan, dan langkah kerja dalam melakukan pengujian ini adalah :
8
persyaratan cawan yang digunakan yaitu terbuat dari logam atau gelas
yang berbentuk silinder dengan dasar rata dan berukuran sebagai
berikut :
1) Untuk pengujian penetrasi di bawah 200:
a) Diameter, 55 mm
b) Tinggi bagian dalam, 35 mm
2) Untuk pengujian penetrasi antara 200 dan 350:
a) Diameter, 55 – 75 mm
b) Tinggi bagian dalam, 45 -70 mm
3) Untuk pengujian penetrasi antara 350 dan 500:
a) Diameter, 55 mm
b) Tinggi bagian dalam, 70 mm
Maka digunakan cawan dengan diameter 55 cm dan tinggi 35 cm.
Gambar 2. Cawan
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)
b. Thermometer Laboratorium
Termometer laboratorium digunakan sebagai alat pengukur suhu
ruangan dan suhu aspal yang dipanaskan. Termometer laboratorium
menggunakan raksa atau alkohol sebagai penunjuk suhu. Kedua
termometer tersebut digunakan dalam pengujian ini. Termometer harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Termometer harus dikalibrasi dengan maksimum kesalahan skala
tidak melebihi 0,1°C atau dapat juga digunakan pembagian skala
termometer lain yang sama ketelitiannya dan kepekaannya.
9
2) Termometer harus sesuai dengan SNI 19-6421-2000 Spesifikasi
Standar Termometer.
Tabel 3. Spesifikasi Standar Termometer
No ASTM Rentang
17 C 19 sampai dengan 27º C
63 C 8 sampai dengan +32º C
64 C 25 sampai dengan 55º C
(Sumber : SNI 19-6421-2000)
c. Penetrometer
Penetrometer berfungsi sebagai pengukur penetrasi
aspal. Penetrometer harus memenuhi SNI 2423:2011 sebagai berikut :
10
1) Alat penetrometer yang dapat melepas pemegang jarum untuk
bergerak secara vertikal tanpa gesekan dan dapat menunjukkan
kedalaman masuknya jarum ke dalam benda uji sampai 0,1 mm
terdekat.
2) Berat pemegang jarum 47,5 gram ± 0,05 gram. Berat total pemegang
jarum beserta jarum 50 gram ± 0,05 gram. Pemegang jarum harus
mudah dilepas dari penetrometer untuk keperluan pengecekan berat.
3) Penetrometer harus dilengkapi dengan waterpass untuk memastikan
posisi jarum dan pemegang jarum tegak (90°) ke permukaan.
4) Berat beban 50 gram ± 0,05 gram dan 100 gram ± 0,05 gram
sehingga dapat digunakan untuk mengukur penetrasi dengan berat
total 100 gram atau 200 gram sesuai dengan kondisi pengujian yang
diinginkan.
Jarum penetrasi merupakan bagian dari penetrometer yang berfungsi
sebagi alat untuk menentukan nilai penetrasi pada aspal. Jarum
penetrasi harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Harus terbuat dari stainless steel dan dari bahan yang
kuat, Grade 440-C atau yang setara, HRC 54 sampai 60.
2) Jarum standar memiliki panjang sekitar 50 mm sedangkan jarum
panjang memiliki panjangsekitar 60 mm (2,4 in).
3) Diameter jarum antara 1,00 mm sampai dengan 1,02 mm.
4) Ujung jarum berupa kerucut terpancung dengan sudut antara 8,7˚
dan 9,7°.
5) Ujung jarum harus terletak satu garis dengan sumbu badan jarum.
6) Perbedaan total antara ujung jarum dengan permukaan yang lurus
tidak boleh melebihi0,2 mm.
7) Diameter ujung kerucut terpancung 0,14 mm sampai 0,16 mm dan
terpusat terhadap sumbu jarum.
8) Ujung jarum harus runcing, tajam dan halus.
11
9) Panjang bagian jarum standar yang tampak harus antara 40 sampai
45 mm sedangkan untuk jarum panjang antara 50 mm - 55 mm (1,97
– 2,17 in).
10) Berat jarum harus 2,50 gram ± 0,05 gram.
11) Jarum penetrasi yang akan digunakan untuk pengujian mutu aspal
harus memenuhi kriteria tersebut di atas disertai dengan hasil
pengujian dari pihak yang berwenang.
Gambar 5. Penetrometer
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)
Keterangan :
A = Dial penetrasi D = Pegangan jarum
B = Tombol penahan E = Jarum penetrasi
C = Beban F = Dudukan benda uji
d. Kompor listrik
Kompor listrik digunakan untuk memanaskan aspal.
12
Gambar 6. Kompor Listrik
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)
e. Stop Watch
Penetrometer yang dijalankan secara manual dapat menggunakan
pengukur waktu apa saja seperti stopwatch yang mempunyai skala
terkecil 0,1 detik atau kurang dengan kesalahan tertinggi 0,1 detik untuk
setiap 60 detik. Sedangkan penetrometer otomatis kesalahan tidak boleh
lebih dari 0,1 detik.
Gambar 7. Stopwatch
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)
f. Piring Seng
Piring digunakan sebagai alas tempat meletakkan cawan yang telah
berisi aspal agar ketika dipanaskan aspal yang melebihi kapasitas cawan
tidak mengenai kompor.
13
Gambar 8. Piring Seng
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)
g. Baskom
Baskom digunakan untuk wadah tempat meletakkan air es yang bersuhu
25º C dengan merendam aspal yang akan dipanaskan sehingga suhu
awalnya sama. Dalam SNI 2456-201, baskom terdiri dari bejana tidak
kurang dari 10 liter dan dapat mempertahankan suhu 25ºC 0,1 ºC atau
temperatur lain dengan ketelitian tidak lebih dari 0,1ºC. Baskom atau
bak perendam harus dilengkapi dengan plat dasar berlubang yang
terletak tidak kurang dari 50 mm di atas dasar bejana dan tidak kurang
dari 100 mm di bawah permukaan air dalam bejana. Apabila pengujian
dilakukan dalam bak perendam maka harus dilengkpai dengan penahan
yang cukup kuat untuk dudukan penetrometer. Ujung termometer di
rendam pada batas pelat dasar dalam bak perendam.
Gambar 9. Baskom
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)
14
h. Sendok Logam
Sendok logam digunakan untuk mengaduk aspal yang telah meleleh
ketika dipanaskan.
15
Gambar 12. Kain Lap
(Sumber : Dokumentasi kelas, 2019)
k. Penjapit
Penjapit digunakan untuk mengangkat cawan setelah selesai dipanaskan
agar tidak mengenai tangan.
16
Gambar 14. Aspal Pen. 60/70
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)
b. Es Batu
Es batu hendaknya dipersiapkan terlebih dahulu sebelum pengujian
dimulai. Di dalam pengujian ini es batu berfungsi sebagai bahan
untuk mendinginkan aspal.
17
3) Metode Pengambilan Sampel
Benda uji adalah aspal keras yang diambil sebanyak 2/3 dari cawan
(gambar 17) atau seberat 100 gram seperti pada gambar berikut :
2/3 h
18
2. LANGKAH KERJA
Langkah kerja dari praktikum pengujian penetrasi aspal ada dua jenis praktik,
yaitu pemanasan bahan bitumen dan pengujian penetrasi.
a. Langkah kerja pemanasan bahan bitumen adalah sebagai berikut :
MULAI
SELESAI
19
2. Suhu ruangan diukur dengan menggunakan thermometer
3. Kompor Listrik dinyalakan dengan menancapkan pada stop kontak
4. Cawan yang sudah berisi aspal diletakan di atas piring seng kemudian
dipanaskan dan diaduk dengan dinyalakan timer hingga mencair dan
tidak berbuih
20
Gambar 22. Pendiaman Benda Uji
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)
Mulai
Selesai
21
Tahapan pengujian penetrasi aspal :
1. Temperature aspal ditentukan 25ºC untuk pengujian.
2. Pemegang jarum diperiksa agar dapat dipasang dengan baik dan jarum
penetrasi dibersihkan dengan kain lap.
3. Jarum diturunkan perlahan-lahan sampai jarum menyentuh permukaan benda
uji. Hal ini dilakukan dengan cara menurunkan jarum ke permukaan benda
uji sampai ujung jarum bersentuhan dengan benda uji.
4. Pemegang jarum dilepaskan selama waktu yang disyaratkan (5 detik 0.1
detik)
5. Untuk mengukur nilai penetrasi dan angka penetrasi dibaca yang
menunjukan jarum penunjuk pada angka 0.1 mm terdekat.
6. Pengujian dilakukan paling sedikit tiga kali untuk benda uji yang sama,
dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak tidak kurang 10 mm dari
dinding cawan dan tidak kurang 10 mm dari satu titik pengujian dengan titik
pengujian lainnya
7. Jarum yang digunakan harus dalam keadaan bersih untuk setiap kali
pengujian. Apabila nilai penetrasi lebih dari 200, gunakan paling sedikit 3
jarum yang setelah digunakan dibiarkan tertancap pada benda uji sampai tiga
kali pengujian selesai. Jika diameter cawan benda uji kurang dari 65 mm dan
nilai penetrasi diperkirakan lebih dari 200, buat setiap pengujian dari tiga kali
22
pengujian penetrasi dilakukan pada benda uji dalam cawan yang terpisah
sebagaimana yang telah disiapkan pada persiapan benda uji.
D. HASIL PENGUJIAN
1. Pelaporan Hasil Pengujian
Data yang dihasilkan dari pengujian penetrasi aspal berupa waktu yang
diperluakan untuk melelhkan aspal hingga suhu 105º C dan hasil penetrasi
oleh penetrometer adalah sebagai berikut :
a. Tempat Pengujian
Pengujian penetrasi aspal dilakukan di Laboratorium Bahan Jurusan
Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Negeri
Yogyakarta
b. Hasil Pengujian Pemanasan Aspal 1
Berdasarkan pengujian pemanasan bahan bitumen pertama didapatkan
data sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Pemanasan Aspal 1
Waktu Data yang Diperoleh
Pengujian
Hari, Waktu Cuaca Suhu Awal Suhu Waktu yang
Tanggal Akhir diperlukan
Kamis, 7 07:30 - Cerah 29 ºC 110 ºC 5 menit
Februari 2019 09:10
23
Kemudian pada minggu berikutnya tanggal 14 Februari 2019 pukul
07:30 - 09:10 WIB dilanjutkan dengan pengujian penetrasi pertama pada
aspal yang sudah dipanaskan sebelumnya. Hasil pengujian penetrasi
seperti pada Tabel berikut :
1 43 0’ 5” 0º 25 118 ºC
2 78 0’ 5” 0º 25 118 ºC
3 74 0’ 4” 9º 25 118 ºC
24
2. Analisa Data
a. Standar Deviasi Penetrasi Aspal
Tabel 8. Perhitungan Standar Deviasi Aspal 1
Titik Pengujian X X-Xr |X-Xr| |X-Xr|2
1 43 -22 22 484
2 78 13 13 169
3 74 9 9 81
Σ 195 0 44 734
Xr 65
SD = 2
734 = 19,157
3 1
19,157
K = 100% = 29,47 %
65
Dari perhitungan telah didapat nilai standar deviasi (SD) aspal 1 yaitu
19,157 dan koefisien batas varian diperoleh 29,47%.
216.66
SD = 2 = 10.4
3 1
10.4
K = x 100% = 15.59 %
66.67
25
Dari perhitungan yang telah dilakukan didapat nilai standar deviasi (SD)
untuk aspal recycle 1 yaitu 10.4 dan koefisien batas varian 15.59 %.
E. PEMBAHASAN
Aspal dalam kondisi dingin memiliki sifat fisik yang relatif kaku dan
keras, sehingga untuk mencairkan aspal perlu dipanaskan terlebih dahulu
pada suhu tertentu sehingga baru dapat dicampurkan dengan agregat. Aspal
mempunyai kepekaan terhadap perubahan suhu/ temperatur, karena aspal
adalah material yang termoplastis. Aspal akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau cair bila temperatur
bertambah. Pemeriksan pemanasan aspal perlu dilakukan sehingga diperoleh
informasi tentang rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, aspal yang di uji masuk dalam
jenis aspal keras (Asphalt Cement) yaitu pada suhu ruang (250 – 300 C)
berbentuk padat. Pada rentang suhu tertentu, aspal dapat bersifat viskoelastik.
Artinya aspal dapat menunjukkan sifat seperti cairan kental dan dapat dengan
mudah berubah bentuk. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian dimana aspal
mencair pada suhu 110ºC dan 105ºC. Hasil praktikum tersebut dapat
simpulkan bahwa aspal merupakan material padatan yang akan meleleh
sempurna saat melewati titik lembeknya atau pada suhu 105±5°C. Pada
keadaan tersebut aspal sangat mudah untuk di kontrol dan sangat mudah
mengemulsi agregat kasar maupun halus. Aspal akan menjadi keras jika suhu
menurun dan kembali ke padatan pada suhu ruang. Bentuk padatan pada
suhu ruang mengklasifikasikan aspal tersebut adalah aspal keras/asphalt
cement.
Pengujian penetrasi menghasilkan angka yang mengindikasikan mutu
suatu aspal. Aspal akan lembek pada nilai penetrasi tinggi dan keras pada
nilai penetrasi rendah. Spesifikasi pemakaian aspal lembek atau aspal keras
sangat bergantung pada lokasi pengaplikasian dan suhu tempat tersebut.
Dalam pengujian penetrasi aspal, aspal yang tersedia adalah aspal keras
pada suhu ruang 29ºC dalam kondisi cuaca cerah. Aspal diambil dengan
26
takaran 2/3 dari cawan lalu dipanaskan pada suhu 110ºC sampai dalam
keadaan cair dengan waktu 5 menit (Tabel 5). Pada pengujian penetrasi
dilakukan perendaman aspal pada suhu 24,5ºC selama 35,5 menit (Tabel 6).
Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur jarak tembus jarum standar tegak
lurus ke dalam contoh aspal di bawah kondisi tenperatur, waktu, dan
pembebanan tertentu. Konsistensi aspal dinyatakan sebagai jarak dalam
sepersepuluh milimeter dimana digunakan jarum standar secara vertikal
dipenetrasikan ke dalam sampel dengan kondisi, waktu, dan temperatur yang
diketahui. Kondisi aspal saat selesai pengujian penetrasi adalah sebagai
berikut :
27
Simpangan Maks. 78
Simpangan Min. 43
Simpangan Maks. 75
Simpangan Min. 55
Gambar 27. Grafik Nilai Penetrasi dan Standar Deviasi Aspal Recycle 1
28
Pada pengujian penetrasi aspal 1 berdasarkan perhitungan (Tabel 9) dan
grafik (Gambar 27), aspal memiliki rata-rata 66,67 mm/gr/det dengan standar
deviasi 19,157. Sehingga batas atas standar deviasi yaitu 75 mm/gr/det dan
batas bawah standar diviasi 55 mm/gr/det.
60 Batas Bawah
Standar Nilai
Penetrasi
F. KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian penetrasi yang telah dilakukan, maka diperoleh
nilai penetrasi dari masing-masing pengujian sebagai berikut :
1. Pengujian aspal 1 memiliki nilai penetrasi rata-rata sebesar 65
mm/gr/det.
2. Pengujian aspal recycle 1 memiliki nilai penetrasi rata-rata sebesar 66.67
mm/gr/det.
29
3. Terjadi kenaikan nilai penetrasi rata-rata pada pengujian penetrasi aspal
1 dengan pengujian penetrasi aspal recycle 1.
a. Dari hasil yang telah diperoleh bila disesuaikan dengan persyaratan yang
terdapat pada RSNI S-01-2003 maka aspal yang diuji memenuhi standar
dan diklasifikasikan dalam kelas Pen 70 yaitu dengan rentan penetrasi
60-79 mm/gr/det. Hal ini berarti sesuai dengan aspal yang digunakan di
laboratorium yang merupakan jenis aspal yang termasuk dalam kelas
Pen 60/70.
H. SARAN
1. Bagi Mahasiswa
a. Sebelum memulai praktikum sebaiknya membaca jobsheet terlebih
dahulu sehingga jika kurang jelas bisa ditanyakan.
b. Diperlukan pembagian tugas antar anggota kelompok agar bisa
memahami cara menggunakan alat dan tidak menganggur
c. Diperlukan ketepatan da ketelitian antara pembacaan stopwatch dengan
pembacaan skala alat penetrasi
d. Diperlukan konsentrasi dalam proses praktikum baik itu dari pihak
mahasiswa yang sedang praktik maupun mahasiswa lain yang tidak
sedang praktik agar praktikum bisa berjalan dengan baik sehingga bisa
mendapat data yang sesuai.
30
e. Praktikan perlu mendokumentasikan setiap alat dan bahan yang pakai
selama praktikum sehingga bisa memudahkan mahasiswa dalam
menyusun laporan
31
I. DAFTAR PUSTAKA
- AASHTO. (1993). Guide ForDesign of Pavement Structure, Washington DC
- Asphalt Institute. 1993. For Asphalt Concrete and Other Hot-Mix Types.
Manual Series No. 2 (MS-2). Sixth Edition. Lexington, USA
32
- Darunifah, Nurhayati ( 2007 ). Pengaruh Bahan Tambahan Karet Padat
terhadap. Karakteristik Campuran Hot Rolled Sheet – Wearing Course
(HRS-WC)
- Wignall, A., 2003. Proyek Jalan Teori dan Praktek. Erlangga: Jakarta.
33
J. LAMPIRAN
34
35