TEKNOLOGI BAHAN
NAMA : .......................................................................
NPM : .......................................................................
NO. HP : .......................................................................
KATA PENGANTAR
Materi praktikum digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu terdiri dari materi utama dan
materi pelengkap. Materi utama merupakan materi dasar tentang pengujian beton
dan materi penyusunnya yang harus dipahami dan dikuasai pelaksanaannya oleh
mahasiswa. Sedangkan materi pelengkap merupakan materi praktikum yang dapat
digunakan untuk menambah wawasan mahasiswa dalam kegiatan penelitian
maupun kegiatan pelaksanaan proyek konstruksi.
Buku panduan praktikum teknologi bahan ini merupakan hasil revisi penuntun
praktikum yang pernah diterbitkan pada tahun 2017 yang lalu dan menjadi acuan
bagi mahasiswa dalam melaksanakan praktikum beton di Laboratorium Bahan dan
Konstruksi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung. Pada
kesempatan ini kepala laboratorium menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ir.
Surya Sebayang, M.T., Masdar Helmi, S.T., DEA dan Ir. Eddy Purwanto (Alm.)
yang telah banyak memberikan kontribusi dalam penyusunan Panduan Praktikum
Teknologi Bahan.
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
TATA TERTIB PRAKTIKUM ..................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
MATERI UTAMA
I. Kadar Air Agregat Halus ................................................................... 1
II. Kadar Air Agregat Kasar ................................................................... 2
III. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus ....................................... 3
IV. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar ....................................... 5
V. Gradasi Agregat Halus ....................................................................... 7
VI. Gradasi Agregat Kasar ....................................................................... 10
VII. Kadar Lumpur Agregat Halus dengan Saringan ................................ 13
VIII. Kandungan Zat Organis dalam Pasir.................................................. 15
IX. Los Angeles Test ................................................................................. 16
X. Berat Volume Agregat ....................................................................... 18
XI. Berat Jenis Semen .............................................................................. 20
XII. Waktu Pengikatan Awal Semen ......................................................... 22
XIII. Blaine Fineness Test .......................................................................... 25
XIV. Mix Design dan Pelaksanaan Campuran Beton ................................. 28
XV. Slump Test .......................................................................................... 30
XVI. Kuat Tekan Beton dengan Hammer Test ........................................... 32
XVII. Kuat Tekan Beton dengan CTM ........................................................ 34
XVIII. Kuat Lentur Beton .............................................................................. 36
MATERI PELENGKAP
XIX. Kuat Tarik Baja Tulangan .................................................................. 38
XX. Kuat Tarik Belah Beton ..................................................................... 39
XXI. Kuat Lentur Mortar ............................................................................ 41
XXII. Kuat Lentur Logam ............................................................................ 42
XXIII. Kandungan Udara Pada Beton Segar ................................................. 43
XXIV. Soundness Test ................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1 Massa Minimum Benda Uji BJ Agregat Kasar .............................. 5
Tabel 8 Massa Dan Gradasi Benda Uji Los Angeles Test ............................. 16
Tabel 9 Jumlah dan Massa Bola Baja Los Angeles Test ............................... 16
Tabel 13 Contoh Perhitungan Benda Uji Agregat Halus Soundness Test .... 47
Tabel 14 Contoh Perhitungan Benda Uji Agregat Kasar Soundness Test ..... 47
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 Botol Le Chatelier ...................................................................... 21
Gambar 11 Posisi Benda Uji pada Pengujian Kuat Tarik Belah .................... 40
1. Tujuan
Menentukan kadar air agregat halus dengan cara pengeringan.
2. Referensi
ASTM C70-94, SNI 03-1971-1990.
3. Bahan
Pasir (Fine aggregate) sebanyak 1000 gram
4. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
b. Oven dengan pengatur suhu
c. Kontainer
5. Prosedur Percobaan
a. Menimbang contoh agregat halus (pasir) seberat 1000 gram, kemudian
masukkan ke dalam kontainer (Ws).
b. Memasukkan benda uji ke dalam oven dengan suhu 1050C-1100C
selama 24 jam.
c. Mengeluarkan benda uji dari oven, lalu mendinginkannya.
d. Menimbang kembali benda uji setelah dingin (Wd).
6. Perhitungan
Ws−Wd
Kadar air agregat (W) = x 100
Wd
Keterangan:
Ws : Berat benda uji sebelum dioven
Wd : Berat benda uji setelah dioven
7. Catatan
Kadar air agregat halus yang disyaratkan oleh ASTM yaitu berkisar antara 0-
1%.
1. Tujuan
Menentukan kadar air agregat kasar dengan cara pengeringan.
2. Referensi
ASTM C566-97, SNI 03-1971-1990.
3. Bahan
Kerikil/split (Coarse aggregate) sebanyak 2000 gram
4. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
b. Oven dengan pengatur suhu
c. Kontainer
5. Prosedur Percobaan
a. Menimbang contoh agregat kasar 2000 gram, lalu memasukkan ke dalam
kontainer (Ws).
b. Memasukkan benda uji ke dalam oven dengan temperatur berkisar antara
1050C-1100C selama 24 jam.
c. Mengeluarkan benda uji dari oven, kemudian mendinginkan.
d. Menimbang kembali benda uji setelah dingin (Wd).
6. Perhitungan
Ws−Wd
Kadar air agregat (W) = x 100
Wd
Keterangan:
Ws : Berat benda uji sebelum dioven
Wd : Berat benda uji setelah dioven
7. Catatan
Kadar air agregat kasar yang disyaratkan oleh ASTM yaitu berkisar antara 0-
3%.
1. Tujuan
Menentukan berat jenis pada agregat halus untuk kondisi SSD (Surface
Saturated Dry) dan untuk kondisi kering. Nilai ini diperlukan untuk
menetapkan besar komposisi volume agregat
dalam adukan beton.
2. Referensi
ASTM C128-97, ASTM C128-01, ASTM C33-03, SNI 1970:2008.
3. Bahan
a. Pasir (fine aggregate) sebanyak 1000 gram
b. Air
4. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
b. Oven dengan pengatur suhu
c. Kontainer
d. Cetakan kerucut pasir
e. Tongkat pemadat dari logam
f. Tabung picnometer
g. Bak air
6. Prosedur Percobaan
a. Memasukkan benda uji SSD ke dalam tabung picnometer. Selanjutnya
menambahkan air sampai batas 500 cc (B).
7. Perhitungan
E
a. Berat jenis semu =
E+D−C
E
b. Berat jenis kering =
B+D−C
B
c. Berat jenis kondisi SSD =
B+D−C
B−E
d. Persentase absorbsi = x 100
E
8. Catatan
a. Berat jenis tidak memiliki satuan
b. Cantumkan hasil perhitungan dalam dua angka di belakang koma
1. Tujuan
Menentukan berat jenis dan penyerapan pada agregat kasar untuk kondisi SSD
(Surface Saturated Dry) dan untuk kondisi kering. Nilai ini diperlukan untuk
menetapkan besarnya komposisi volume agregat dalam adukan beton.
2. Referensi
ASTM C 127-01, ASTM C33-03, ASTM C136, SNI 1969:2008.
3. Bahan
Agregat kasar sesuai Tabel 1, butiran yang lolos saringan no.4 tidak dapat
dipakai
4. Peralatan
a. Kontainer
b. Saringan dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan
c. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
d. Timbangan dengan ketelitian 0,5 kg
e. Bak air
f. Oven dengan pengatur suhu
g. Ember
h. Keranjang kawat yang dapat menampung benda uji
b. Jika sampel benda uji terdiri atas dua atau lebih ukuran, tentukan massa dari
masing-masing ukuran dengan mengacu kepada ASTM C136.
c. Mengeringkan sampel benda uji, lalu menutupinya dengan air dan
merendamnya selama 24±4jam
6. Prosedur Percobaan
a. Mengangkat benda uji dari bak air, kemudian mengelapnya dengan kain
lap yang bersih.
b. Menimbang benda uji dengan kondisi SSD (A)
c. Memasukkan benda uji ke dalam keranjang, rendam di dalam bak air dan
menimbang benda uji dalam kondisi jenuh dengan ketelitian timbangan
0,5 kg (B).
d. Menimbang piknometer + air + sampel (C).
e. Mengeluarkan benda uji dari dalam tabung piknometer kemudian
memasukkan ke dalam kontainer, lalu membuang air pada kontainer.
f. Memasukkan benda uji ke dalam oven pada suhu 105ºC-110ºC selama 24
jam.
g. Mengambil benda uji dari dalam oven dan dinginkan.
h. Menimbang kembali benda uji dalam kondisi kering (C).
7. Perhitungan
C
a. Berat jenis semu =
C−B
C
b. Berat jenis kering =
A−B
A
c. Berat jenis kondisi SSD =
A−B
A−C
d. Persentase absorbsi = x 100
C
8. Catatan
a. Berat jenis tidak memiliki satuan
b. Cantumkan hasil perhitungan dalam dua angka di belakang koma.
1. Tujuan
Menentukan susunan pembagian butir (gradasi) dari agregat halus dan
menghitung modulus kehalusannya (Finenes Modulus).
2. Referensi
ASTM C33-03, ASTM C 136-01
3. Bahan
Pasir (fine aggregate) sebanyak 1200 gram
4. Peralatan
a. Timbangan dengan tingkat ketelitian 0,1 gram
b. Oven dengan alat pengatur temperatur
c. Sikat kuningan
d. Kuas
e. Kontainer
f. Satu set saringan dengan ukuran sebagai berikut:
Tabel 2 Nomor saringan
Nomor 200 100 50 30 16 8 4
Lubang (mm) 0,074 0,149 0,297 0,595 1,18 2,36 4,75
Pembulatan 0,075 0,15 0,30 0,60 1,2 2,4 4,8
6. Prosedur Percobaan
a. Menyusun saringan menurut ukuran dari diameter yang terbesar pada
bagian atas dan diameter terkecil pada bagian terbawah.
b. Memasukkan agregat halus ke dalam saringan yang paling atas.
c. Mengayak benda uji dengan saringan untuk waktu yang cukup,
diindikasikan dengan tidak lebih dari 1% massa benda uji pada saringan
akan melewati saringan selama satu menit pengayakan.
7. Perhitungan
Buat tabel hasil penimbangan dari masing-masing saringan seperti pada Tabel
3:
Tabel 3 Contoh Format Perhitungan Gradasi Agregat Halus
Diameter Berat % Berat Kumulatif %
%
Saringan Tertahan Tertahan Tertahan Kumulatif
Lolos
(mm) (gram) (gram) Tertahan
4,75 A 0 0 100
2,36 B A+B I
1,18 C A+B+C J
0,6 D Dst
0,3 E
0,15 F
pan G 100
Jumlah ∑X ∑Y
- % Massa tertahan untuk Ø saringan 1,18 mm = (C/ ∑X) x 100
𝐴+𝐵+𝐶
- % Kumulatif tertahan untuk Ø saringan 1,18 mm = x 100
∑𝑋
8. Catatan
a. Batasan gradasi agregat halus ditentukan seperti pada Tabel 4
Tabel 4 Batasan Gradasi menurut ASTM C33-03
Ø Saringan (mm) % Berat yang lolos
9,5 100
4,75 (No .4) 95 – 100
2,36 (No. 8) 80 – 100
1,18 (No. 16) 50 – 85
0,6 (No.30) 25 – 60
0,3 (No.50) 5 – 30
0,15 (No. 100) 0 – 10
Sumber : ASTM C33-03
b. Gradasi benda uji dikatakan baik apabila grafik benda uji berada di antara
batas atas dan batas bawah dari Tabel 4.
1. Tujuan
Menentukan susunan pembagian butir (gradasi) dari agregat kasar dan
menghitung modulus kehalusannya (Fineness Modulus).
2. Referensi
ASTM C33-03, ASTM C 136-01
3. Bahan
Agregat kasar (Coarse Aggregate) seperti pada Tabel 5.
4. Peralatan
a. Timbangan atau neraca dengan tingkat ketelitian 0,1 gram
b. Oven dengan alat pengatur temperatur
c. Sikat kuningan
d. Kuas
e. Kontainer
f. Satu set saringan
e. Menimbang bahan sesuai massa minimum pada Tabel 6 sebagai benda uji
f. Membersihkan saringan dari kotoran dengan menggunakan kuas dan sikat
kuningan.
6. Prosedur Percobaan
a. Menyusun saringan menurut ukuran diameter yang terbesar pada bagian
atas dan diameter terkecil pada bagian terbawah.
b. Memasukkan benda uji ke dalam saringan yang paling atas.
c. Mengayak benda uji dengan saringan untuk waktu yang cukup,
diindikasikan dengan tidak lebih dari 1% massa benda uji pada saringan
akan melewati saringan selama satu menit pengayakan.
d. Menimbang benda uji yang tertahan pada masing-masing saringan.
7. Perhitungan
Membuat tabel seperti pada Tabel 6
Tabel 6 Contoh Format Perhitungan Gradasi Agregat Kasar
Diameter Berat %Berat Kumulatif %Kumulatif
%
Saringan Tertahan Tertahan Tertahan Tertahan
Lolos
(mm) (gram) (gram)
37,5 A 0 0
19 B A+B I
9,5 C A+B+C J
4,75 D dst
2,36 E
1,18 F
0,60 G
0,30 H
0,15 I
pan 100
Jumlah ∑X ∑Y
C
- % Massa tertahan untuk Ø saringan 9,5 mm =
∑X
A+B+C
- % Komulatif tertahan untuk Ø saringan 19 mm =
∑X
8. Catatan
a. Batasan gradasi agregat kasar ditunjukkan pada Tabel 7
Tabel 7 Batasan Gradasi Agregat Kasar menurut ASTM C33-03
Ø Saringan (mm) % Massa yang lolos
50 100
37,5 95 – 100
19 35 – 70
9,5 10 – 30
4,75 0–5
Sumber : ASTM C33-03
b. Batasan gradasi agregat untuk ukuran nomor saringan yang berbeda dapat
dilihat pada Tabel 2 (Grading Requirements for Coarse Aggregates)
ASTM C33-03.
c. Modulus kehalusan adalah jumlah kumulatif tertahan tanpa pan dibagi
100
d. Nilai modulus kehalusan (fineness modulus) agregat halus menurut
ASTM C33-03 berkisar antara 6-8.
1. Tujuan
Menentukan kadar persentase kadar lumpur dalam agregat halus.
2. Referensi
ASTM C117-03
3. Bahan
Pasir (fine aggregate) sebanyak 1000 gram
4. Peralatan
a. Saringan 4,75 mm dan no. 200 (0,075 mm)
b. Timbangan atau neraca dengan tingkat ketelitian 0,1 gram
c. Kontainer
d. Oven yang dilengkapi dengan alat pengatur suhu
6. Prosedur Percobaan
a. Memasukkan benda uji ke dalam wadah pencuci atau kontainer dan
memasukkan air secukupnya sampai semua benda uji terendam.
b. Mengaduk benda uji beberapa saat.
c. Menuangkan benda uji ke saringan no. 200 (0,074 mm).
d. Mengulangi langkah (b) dan (c) sampai air cucian tampak bersih.
e. Memasukkan pasir yang sudah bersih ke dalam oven pada suhu 1050C -
1000C selama 24 jam.
e. Mengeluarkan benda uji dari oven, lalu mendinginkannya.
f. Menimbang kembali benda uji setelah dingin (W2).
7. Perhitungan
W1−W2
Persentase kadar lumpur = x 100
W1
Keterangan :
W1 : Massa benda uji kering sebelum dicuci
W2 : Massa benda uji kering setelah dicuci
8. Catatan
a. Perbedaan hasil perhitungan persentase kadar lumpur kedua benda uji tidak
boleh >0,5%
b. Persentase kadar lumpur yang diperbolehkan adalah <5%. Apabila kadar
lumpur melebihi itu, agregat tidak baik digunakan sebagai campuran beton.
1. Tujuan
Menentukan adanya kandungan bahan organik dalam agregat halus.
2. Referensi
ASTM C40-04, SNI 2816:2014.
3. Bahan
a. Pasir dengan volume 130 ml (kira-kira 1/3 botol)
b. Larutan NaOH 3%
4. Peralatan
a. Gelas ukur atau botol kaca tidak berwarna yang mempunyai tutup dari
karet atau yang lain, yang tidak larut dalam NaOH 3% dengan volume
antara 250 - 350 ml
b. Batas larutan warna standar atau kode warna
c. Corong
d. Sekop kecil
5. Prosedur Percobaan
a. Memasukkan benda uji (pasir) ke dalam botol sebanyak 130 ml.
b. Menambahkan larutan NaOH 3% sedemikian sehingga volume dalam
botol menjadi kira-kira 200 ml.
c. Menutup botol dengan plastik, kemudian dengan tutup dari karet. Setelah
itu kocok botol kuat-kuat sampai benar-benar teraduk dan diamkan selama
24 jam.
d. Membandingkan warna cairan dalam botol dengan warna standar.
6. Pelaporan
Laporkan warna cairan yang tampak di atas pasir, dengan menyebutkan :
Lebih muda (lebih terang), sama, atau lebih tua (gelap) daripada warna standar.
Jika warnanya lebih tua daripada warna standar maka sebaiknya tidak dipakai
untuk bahan beton (lihat PUBI – 1982 Pasal 11).
7. Catatan
a. Warna standar ditunjukkan pada organic plate nomor 3
b. Jika warnanya lebih tua daripada wanra standar maka sebaiknya tidak
dipakai untuk bahan beton
1. Tujuan
Menentukan tingkat ketahanan aus kerikil atau batu pecah dengan
menggunakan alat mesin Los Angeles.
2. Referensi
ASTM C131-03, SNI 2417:2008.
3. Bahan
a. Berat dan gradasi benda uji atau kerikil (yang telah di oven 24 jam) sesuai
dengan Tabel 8:
Tabel 8 Massa Dan Gradasi Benda Uji Los Angeles Test
Diameter Saringan Berat Benda Uji (gram)
Gradasi Gradasi Gradasi Gradasi
Lewat Tertahan
A B C D
37,5 25,0 1.250±25 --- --- ---
25,0 19,0 1.250±25 --- --- ---
19,0 12,5 1.250±10 2.500±10 --- ---
12,5 9,5 1.250±10 2.500±10 --- ---
9,5 6,3 --- --- 2.500±10 ---
6,3 4,75 --- --- 2.500±10 ---
4,75 2,36 --- --- --- 5.000±10
Jumlah massa benda uji 5.000±10 5.000±10 5.000±10 5.000±10
Sumber: ASTM C131-03
b. Jumlah dan berat bola-bola baja disesuaikan dengan gradasi kerikil yang
diuji, seperti yang tercantum dalam Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah dan Massa Bola Baja Los Angeles Test
Massa Sumbu Bola
Gradasi Jumlah Bola
(gram)
A 12 5.000±25
B 11 4.584±25
C 8 3.330±20
D 6 2.500±15
Sumber : ASTM C131-03
4. Peralatan
a. Mesin Los Angeles
b. Oven dengan pengatur suhu
c. Kontainer
d. Saringan 19 mm; 12,7 mm; 9,5 mm; 0,84 mm.
e. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
f. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm dan berat masing-
masing antara 390 gram sampai 445 gram
g. Sekop besar
h. Sekop kecil
6. Prosedur Percobaan
a. Menimbang benda uji yang telah dioven (A)
b. Memasukkan benda uji beserta bola-bola baja ke dalam mesin Los Angeles
c. Memutar mesin dengan kecepatan 30-33 rpm, sebanyak 100 putaran.
d. Mengeluarkan benda uji dari dalam mesin setelah selesai pemutaran ke-
100, kemudian mengayak benda uji dengan saringan 0,84 mm
e. Menimbang benda uji yang tertahan saringan 0,84 mm setelah proses
penggilangan pertama (B)
f. Memasukkan kembali benda uji kedalam mesin Los Angeles dan memutar
mesin sebanyak 400 kali (jadi jumlah total putaran sebanyak 500 kali)
g. Mengeluarkan benda uji dari dalam mesin setelah selesai pemutaran ke-
400, kemudian menyaring benda uji dengan saringan 0,84 mm.
h. Menimbang benda uji setelah proses penggilingan kedua (C).
7. Perhitungan
A−B
a. Keausan (putaran 100 kali) = x 100
A
A−C
b. Keausan (putaran 500 kali) = x 100
A
1. Tujuan
Menentukan berat isi agregat halus dan kasar yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat material kering dengan volumenya.
2. Referensi
ASTM C29/C29 M-97
3. Bahan
a. Agregat halus
b. Agregat kasar
4. Peralatan
a. Bejana silinder 5 liter
b. Bejana silinder 10 liter
c. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
d. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat uji
e. Tongkat pemadat dari baja dengan panjang 60 cm dan diameter 16 mm
dengan ujungnya tumpul atau bulat
f. Mistar perata
g. Kontainer
5. Prosedur Percobaan
a. Menimbang massa bejana (B1)
b. Memasukkan benda uji (agregat) ke dalam bejana dengan hati-hati agar
tidak ada butiran yang keluar. Silinder 5 liter digunakan untuk agregat
halus, sedangkan silinder 10 liter digunakan untuk agregat kasar.
c. Meratakan permukaan bejana dengan mistar perata.
d. Menimbang massa bejana yang berisi benda uji (B2).
e. Menumpahkan agregat keluar dari bejana silinder, lalu membersihkan
bejana.
f. Memasukkan benda uji sepertiga dari tinggi bejana lalu menamper
sebanyak 25 kali. Melakukan hal serupa untuk volume benda uji berada
pada 2/3 dari tinggi bejana dan kondisi penuh. Setelah kondisi bejana
sudah penuh dengan agregat kemudian ratakan dengan mistar.
g. Menimbang kembali bejana berisi benda uji (B3).
6. Perhitungan
Untuk pasir dengan volume silinder 5 liter
B2−B1
a. Berat volume agregat gembur = volume bejana
B3−B1
b. Berat volume agregat padat = volume bejana
7. Catatan
Satuan berat volume : 1 kg/m3
1. Tujuan
Menentukan berat jenis semen dengan perbandingan antara berat volume
kering semen pada suhu kamar dengan berat volume air suling pada 4 0C.
2. Referensi
ASTM C188-95, SNI 15-2531-1991.
3. Bahan
a. Semen Portland sebanyak 64 gram
b. Kerosin bebas air atau naptha dengan berat jenis 62 API (American
Petrolium Institut)
c. Air
4. Peralatan
a. Botol Le Chatelier (Le Chatelier Flask) berkapasitas 250 ml
b. Wadah air berkapasitas cukup
c. Kontainer
d. Corong
e. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
5. Prosedur Percobaan
a. Menimbang semen Portland sebanyak 64 gram.
b. Mengeringkan bagian permukaan dinding botol dengan tisu kemudian isi
kerosin ke dalam botol Le Chatelier dengan skala antara 0 dan 1.
c. Merendam botol ke dalam air sebagai usaha menjaga suhu yang konstan
untuk menghindarkan variasi suhu botol yang lebih besar dari 0,20C
selama 15 menit.
d. Membaca skala pada botol, setelah suhu air sama dengan suhu cairan
dalam botol (V1).
e. Membersihkan dinding botol dengan tisu agar tidak ada lagi kerosin
sehingga semen tidak menempel pada dinding botol.
f. Memasukkan semen sebanyak 64 gram sedikit demi sedikit ke dalam
botol. Usahakan agar tidak ada semen yang menempel pada dinding botol.
g. Memutar botol dengan posisi miring secara perlahan-lahan sampai
gelembung udara tidak timbul lagi pada permukaan cairan.
h. Merendam kembali botol yang telah terisi semen ke dalam air selama 15
menit agar suhu air dan suhu cairan dalam botol sama.
i. Mengeluarkan botol dari wadah air dan membaca kembali skala pada botol
(V2).
6. Perhitungan
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛/(𝑉2−𝑉1)
Berat jenis semen =
𝑑
V1 = Pembacaan pertama pada skala botol
V2 = Pembacaan kedua pada skala botol
(V1-V2) = Isi cairan yang dipindahkan oleh semen dengan suhu berat
tertentu.
d = Berat isi air pada suhu 40C (1g/cm3).
7. Catatan
a. Nilai berat jenis untuk OPC (Ordinary Portland Cement) berkisar antara
3,15-3,17.
b. Hasil perhitungan berat jenis dicantumkan dalam dua angka di belakang
koma.
1. Tujuan
Menentukan waktu pengikatan permulaan semen portland (dalam keadaan
konsistensi normal) dengan alat vicat.
2. Referensi
ASTM C191-08, SNI ASTM C403/C403M-08:2012.
3. Bahan
a. Semen portland sebanyak 400 gram
b. Air bersih (dengan temperatur kamar)
4. Peralatan
a. Alat vicat
b. Cetakan (mold)
c. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
d. Kontainer
e. Mistar perata
f. Gelas ukur dengan kapasitas 150 ml atau 200 ml
g. Stopwatch
6. Prosedur Percobaan
a. Menyimpan benda uji yang telah lulus pengujian konsistensi di ruang
lembab selama 30 menit.
b. Menempatkan cetakan berisi pasta pada alat vicat dengan diameter jarum
1 mm, kemudian menurunkan jarum sehingga menyentuh permukaan
pasta
c. Menurunkan sekrup sehingga jarum jatuh ke pasta. Mencatat angka
penetrasi
d. Melakukan pengujian setiap 15 menit dan mencatat angka penetrasi.
e. Melakukan sampai penetrasi sama dengan atau lebih kecil dari 25 mm.
7. Pelaporan
Hasil pengujian dilakukan dengan menuliskan waktu pengikatan awal pada
semen.
Vicat time of setting .... min
8. Catatan
a. Waktu pengikatan semen terjadi ketika jarum dengan diameter 1 mm
menembus pasta semen sedalam 25 mm. Menurut ASTM C191-08, waktu
pengikatan semen minimal adalah 60 menit
b. Setiap penetrasi berjarak paling tidak 5 mm dari penetrasi sebelumnya dan
berjarak paling tidak 10 mm dari bagian dalam cetakan (mold).
1. Tujuan
Menentukan berat jenis semen dengan perbandingan antara massa volume
kering semen pada suhu kamar dengan massa volume air suling pada 4ºC.
2. Referensi
ASTM C204-00, SNI 15-2049-2004.
3. Bahan
Bahan yang digunakan adalah semen portland dan semen standar.
4. Peralatan
a. Seperangkat Blaine Fineness Test
b. Plunger dan Permeability Cell
c. Kertas saring
d. Manometer Oil
e. Timbangan
f. Air raksa
g. Corong
h. Pipet
i. Stopwatch
5. Prosedur Percobaan
a. Menentukan volume total (“Bulk volume”) dari semen yang mengisi sel
(seberat 2,8 gr)
1) Meletakkan 2 buah kertas filter ke dalam cell (sebelum disk
dimasukkan dulu ke dalam cell) sampai menyentuh disk.
2) Lalu mengisi penuh cell tersebut dengan air raksa (mercury) sampai
permukaan cell.
3) Menuangkan air raksa dari dalam cell, lalu timbang beratnya (WA).
4) Kemudian memindahkan satu kertas filter dari cell tersebut.
5) Menimbang semen 2,8 gr lalu masukkan ke dalam cell, mengetok
perlahan-lahan cell tersebut agar lapisan semen di atasnya merata.
6) Setelah itu meletakkan 1 lembar kertas filter di atas permukaan semen
sebelah atas.
7) Menekan lapisan semen tersebut dengan Plunger sampai leher
Plunger tersebut menyentuh permukaan atas cell.
8) Perlahan-lahan menarik keluar Plunger lalu putar 90o kemudian
menekan lagi.
6. Perhitungan
Rumus yang dipakai :
Keterangan:
ϑs : Viskositas udara pada temperatur standar sampel
ϑ : Viskositas udara pada temperatur sampel untuk tes
T : Waktu hasil tes (langkah “g”)
Ts : Interval waktu (langkah “g”) untuk standar sampel
Ss : Specific surface dari standar sampel
S : Specific surface dari contoh tes
1. Tujuan
Menentukan komposisi campuran antara air, semen, agregat halus, agregat
kasar di dalam proses pembuatan adukan beton dengan kekuatan tertentu.
2. Referensi
ASTM C 192/C 192 M-02, SNI 7656:2012.
3. Bahan
a. Air tawar dengan kondisi bersih
b. Semen
c. Agregat halus dan agregat kasar
d. Oli
e. Admixture (apabila dibutuhkan)
4. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
b. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat uji
c. Ember plastik
d. Kontainer
e. Palu
f. Sekop kecil
g. Cetakan silinder ukuran 15 cm dan tinggi 30 cm sebanyak 3 buah
h. Cetakan balok dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 40 cm sebanyak 1 buah
i. Mesin molen yang digerakkan dengan listrik
j. Vibrator
k. Tongkat pemadat dari baja
l. Kunci inggris
m. Gayung
n. Saringan dengan diameter sesuai kebutuhan.
o. Plastik atau bahan yang tidak menyerap air
5. Persiapan Bahan
a. Melakukan perencanaan adukan beton atau perhitungan mix design untuk
kekuatan tertentu. Hasil perhitungan tersebut merupakan perencanaan
untuk 1 m3 beton.
b. Menghitung total volume cetakan yang akan dibuat (volume 3 buah
silinder dan 1 buah balok). Benda uji silinder akan digunakan untuk
pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah, sedangkan benda uji balok akan
digunakan untuk pengujian kuat lentur.
6. Prosedur Percobaan
a. Memasukkan agregat kasar dan sebagian air ke dalam mesin molen.
b. Menghidupkan mesin molen, lalu menambahkan agregat halus, semen dan
air. Apabila memungkinkan, memasukkan bahan pada kondisi mesin
molen berputar.
c. Mencampurkan bahan pembentuk beton setelah semua bahan di dalam
mesin molen selama tiga menit, diikuti dengan tiga menit berhenti, lalu
dua menit untuk pencampuran akhir. Menutupi bagian atas mesin molen
selama waktu berhenti untuk menghindari penguapan.
d. Mengeluarkan adukan beton dari dalam mesin molen.
e. Mengambil sebagian adukan beton segar untuk pelaksanaan uji slump
f. Memasukkan adukan beton segar ke dalam cetakan sebanyak 1/3 tinggi
cetakan.
g. Memadatkan adukan beton dalam cetakan dengan menggunakan vibrator
atau tongkat baja.
h. Mengulangi langkah (f) dan (g) pada adukan beton segar sebanyak 2/3
tinggi cetakan dan penuh.
i. Meratakan adukan beton segar dengan sekop kecil dan memukul cetakan
dengan palu.
j. Menutupi bagian beton yang terkena udara dengan menggunakan platik
atau bahan lain yang tidak menyerap air untuk menghindari adanya
evaporasi (penguapan).
k. Membuka cetakan setelah 24±8jam
l. Merendam beton keras pada suhu 23±2ºC sebagai usaha perawatan beton
(curing).
m. Mengangkat beton keras dari rendaman sehari sebelum pengujian, dan
membiarkan beton keras mengering hingga siap untuk melakukan
pengujian beton keras.
1. Tujuan
Menentukan konsistensi (kekentalan adukan beton). Slump test ini dapat
dilakukan di laboratorium atau di lapangan pada saat pengecoran beton. Nilai
slump mengindikasikan workability/kemudahan dalam pengerjaan.
2. Referensi
ASTM C 143/C 143 M-03, SNI 1972:2008.
3. Peralatan
a. Kerucut Abrams berbentuk kerucut terpancung dengan ukuran diameter
bawah 203 mm, diameter atas 102 mm, tinggi 305 mm dan tebal kerucut
minimum 1,6 mm.
b. Pelat baja ukuran 50 cm x 50 cm untuk alas tempat kerucut berdiri.
c. Batang baja berdiameter 16 mm panjang 600 mm
d. Alat pengukur tinggi slump yang berskala
e. Sekop kecil
4. Prosedur Percobaan
a. Masukkan adukan beton ke dalam kerucut Abrams sebanyak 1/3 tinggi
kerucut.
b. Memadatkan adukan beton dengan batang baja sebanyak 25 kali pada
tempat yang berlainan. Batang tersebut harus dalam keadaan vertikal.
c. Memasukkan kembali adukan beton sehingga menjadi 2/3 tinggi kerucut,
lalu mengulangi langkah (b).
d. Menambahkan adukan beton hingga penuh, kemudian mengulangi
langkah (b).
e. Menambahkan adukan beton, kemudian meratakan dengan sekop kecil.
f. Mengangkat selubung kerucut sejarak 300 mm dalam waktu 5±2 s, tegak
lurus dengan pelat tanpa gerakan lateral atau torsional.
g. Mengukur penurunan adukan beton.
5. Perhitungan
Nilai slump = Tinggi alat slump – Tinggi beton setelah terjadi penurunan
6. Catatan
Makin besar harga slump, makin encer adukan beton. Jika adukan beton terlalu
encer, maka pada saat kerucut Abrams diangkat, adukan tersebut akan buyar.
1. Tujuan
Menentukan perkiraan kekuatan atau mutu beton tanpa merusak beton (non
destructive test).
2. Referensi
ASTM C 805-02, SNI 03-44300-1997.
3. Bahan
a. Benda uji silinder
b. Amplas
4. Peralatan
a. Rebound hammer
b. Penggaris
5. Prosedur Percobaan
a. Meratakan beton yang telah mengeras dengan amplas.
b. Memberi tanda titik pengujian sebanyak 3 buah yang berjarak 3 cm antar
titik pada permukaan beton.
c. Menekan tombol pengunci hammer test sehingga ujung hammer test
memanjang.
d. Menekan hammer test pada titik yang telah ditentukan dan setelah
mendengar suara keras dari pantulan beban hammer test, kemudian tekan
kembali tombol pengunci.
e. Membaca nilai hammer rebound pada skala yang terdapat pada alat
hammer test.
f. Membaca nilai rebound dengan menggunakan grafik hubungan antara
nilai rebound dan kuat tekan beton yang telah tersedia.
Gambar 6 Hubungan antara Nilai Pantul dan Kuat Tekan Benda Uji Silinder
(Sumber: Internet)
Gambar 7 Hubungan antara Nilai Pantul dan Kuat Tekan Benda Uji Kubus
(Sumber: Internet)
1. Tujuan
Menentukan kekuatan atau mutu beton yang disesuaikan dengan kuat beton
rencana.
2. Referensi
ASTM C 39/C 39M-03, SNI 1974:2011.
3. Bahan
a. Dua buah beton berbentuk silinder diameter 15 cm, tinggi 30 cm
b. Belerang
4. Peralatan
a. Mesin CTM (Compression Testing Machine)
b. Timbangan kapasitas 50 kg
5. Prosedur Percobaan
a. Menimbang beton dan meratakan permukaan beton dengan melakukan
capping menggunakan belerang.
b. Meletakkan beton pada mesin uji tekan secara sentris, kemudian
menjalankan mesin uji dengan kecepatan penambahan beban yang
konstan.
c. Melakukan pembacaan pembebanan maksimum.
d. Menggambarkan pola retak beton.
6. Perhitungan
berat beton
a. Massa volume beton =
volume beton
P
b. Kuat tekan beton =
A x 𝑓𝑢
Keterangan:
P = Beban maksimum sampai beton hancur
A = Luas penampang silinder
fu = Faktor umur beton saat diuji
7. Catatan
a. Kekuatan beton mencapai 100% dianggap pada umur 28 hari. Apabila
pengujian dilakukan sebelum itu, maka perhitungan harus diberi faktor
koreksi umur beton (SNI T-15-1990-03)
b. Benda uji standar untuk pengujian kuat tekan beton adalah silinder dengan
diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Apabila pengujian menggunakan benda
uji silinder dengan ukuran lain, maka dalam perhitungan harus diberi faktor
koreksi (ASTM C 39/C 39 M-03)
c. Kuat tekanbeton hasil pengujian dikatakan layak pakai bila kuat tekan uji
rata-rata lebih besar dari kuat tekan karakteristiknya.
d. Kuat tekan beton adalah nilai yang didapatkan saat regangan beton 0,002.
Beton hancur ketika mencapai regangan 0,003.
1. Tujuan
Menentukan kuat lentur beton dengan menggunakan balok sedehana dengan
pembebanan 3 titik.
2. Referensi
ASTM C 78-02, SNI 4431:2011.
3. Bahan
Satu buah balok beton berukuran panjang 40 cm, lebar 10 cm dan tinggi 10cm
4. Peralatan
a. Mesin Universal Testing Machine (UTM)
b. Tumpuan uji lentur beton
c. Peralatan pembebanan 3 titik
5. Prosedur Percobaan
a. Meletakkan beton pada alat UTM, kemudian menjalankannya dengan
pembebanannya yang konstan.
b. Melakukan pembacaan pembebanan maksimum
c. Menggambar pola retak balok beton.
6. Perhitungan
Keterangan:
y = Jarak titik massa balok dari serat atas, ½ h balok (cm)
I = Momen inersia balok (cm4)
1. Tujuan
Menentukan besarnya tegangan leleh baja tulangan untuk perencanaan beton
bertulang.
2. Bahan
Baja tulangan polos dan tulangan ulir
3. Peralatan
a. Alat potong baja atau gergaji besi
b. Jangka sorong dan mistar
c. Mesin Uji Tarik Baja (UTM) / Computer Servo Control Materials
4. Prosedur Percobaan
a. Mengambil baja tulangan baik tulangan polos atau ulir lalu ukur
diameternya dengan menggunakan jangka sorong.
b. Memotong baja tulangan tersebut sepanjang ± 60 cm, lalu tempatkan pada
mesin uji.
c. Menetapkan lengan baja sebesar 20 cm (L) sebagai daerah mengalami
tarikan.
d. Menjalankan mesin uji dengan pembebanan konstan hingga baja putus.
e. Mengamati dan mencatat hasilnya atau dapat dilihat output datanya
melalui printer.
5. Perhitungan
P (saat baja leleh)
Tegangan leleh (ơLeleh) = MPa
A (luas penampang)
σ leleh
Regangan leleh (ƐLeleh) =
E
Keterangan:
E = Modulus Elastisitas baja (2 x 105 Mpa)
1. Tujuan
Menentukan kekuatan beton terhadap gaya tarik belah.
2. Referensi
ASTM C 496/C 496M-04, SNI 2491:2014.
3. Bahan
Satu buah beton berbentuk silinder diameter 15 cm, tinggi 30 cm.
4. Peralatan
a. Mesin CTM (Compression Testing Machine)
b. Besi untuk meletakkan beton dalam kondisi horizontal
5. Prosedur Percobaan
a. Menyiapkan beton silinder, kemudian membaringkan beton tersebut
(dalam posisi tidur) dan meletakkan sentris pada mesin uji.
b. Menjalankan mesin uji dengan pembebanan konstan dan mencatat
pembebanan maksimum.
c. Menggambar pola retak beton.
6. Perhitungan
2𝑃
Kuat tarik belah beton =
3,14 𝑥 𝐼 𝑥 𝑑 𝑥 𝑓𝑢
Keterangan:
P = Beban maksimum (N)
L = Panjang benda uji (mm)
d = Diameter benda uji (mm)
Fu = Faktor umur beton saat diuji
7. Catatan
Kekuatan beton mencapai 100% dianggap pada umur 28 hari. Apabila
pengujian dilakukan sebelum itu, maka perhitungan harus diberi faktor koreksi
umur beton (SNI T-15-1990-03).
1. Tujuan
Menentukan kekuatan mortar akibat gaya lentur.
2. Referensi
ASTM C348
3. Bahan
a. Semen
b. Pasir
4. Peralatan
a. Cetakan mortar 40 x 40 x 160 mm
b. Beban berupa butiran baja (gotri/shot)
c. Timbangan
d. Alat Mechaelis Flexure Tester
5. Prosedur Percobaan
a. Membuat adukan mortar, misalnya dengan komposisi campuran 1 semen
: 0,5 air : 2 pasir.
b. Menuang adukan dalam cetakan baja 40 x 40 x 160 mm.
c. Setelah 1 hari, benda uji dikeluarkan dari cetakan dan direndam dalam air
selama 7 hari.
d. Memberi tanda pada tengah bentang benda uji.
e. Meletakkan benda uji sedemikian rupa sehingga beban terpusat ada di
tengah bentang.
f. Memutar pusat pengatur beban yang ada di bawah benda uji secara
perlahan sehingga garis pada lengan alat berada pada posisi horizontal.
g. Membuka tutup gotri sehingga mengalir mengisi bucket. Pengisian gotri
akan berhenti secara otomatis saat benda uji patah.
h. Menimbang gotri yang ada pada bucket.
6. Perhitungan
fr = 1,17 x G
Keterangan :
fr : Kuat tarik mortar (kg/cm2)
G : Massa gotri dalam bucket
1. Tujuan
Menentukan tegangan lentur logam atau modulus elastisitas logam.
2. Bahan
a. Satu batang alumunium atau logam lainnya
b. Strain gauge
3. Peralatan
a. Mechanical strain gauge
b. Strain indicator
c. Beban terpusat
4. Prosedur Percobaan
a. Meletakkan batang alimunium pada perletakkan sejarak 120 cm.
b. Menghubungkan kabel electrical strain gauge ke strain indicator.
c. Memasang 2 buah beban terpusat.
d. Batang dibebani secara bertahap :
- Beban ke-1 sebesar 0,5 kg
- Beban ke-1 sebesar 1,0 kg
- Beban ke-1 sebesar 1,5 kg
e. Mencatat besar regangan yang terjadi pada setiap pembebanan, baik secara
elektrikal maupun mekanikal.
5. Perhitungan
M1 x y
a. Kuat lentur teoritis : ơL =
I
Keterangan:
M1 : Momen lentur pada titik 1 (kg.cm)
y : Jarak titik massa balok dari serat atas, ½ h balok (cm)
I Momen inersia balok (cm4)
1. Tujuan
Menentukan jumlah persentase udara yang terdapat pada adukan beton segar.
2. Bahan
a. Beton segar
b. Air bersih
c. Agregat kasar pembentuk beton
3. Peralatan
a. Mangkuk pengukur berbentuk silinder dengan bagian atas terbuka.
b. Tabung air lengkap (pengukur tekanan, skala angka pada tabung)
c. Pompa
d. Selang plastik
e. Ember
f. Tongkat pemadat/tumper
4. Persiapan Pengujian
a. Membasahi bagian dalam mangkok pengukur kemudian letakkan di atas
pelat yang datar dengan permukaan yang keras.
b. Memasukkan beton segar ke dalam mangkuk pengukuran secara bertahap
dalam 3 lapisan. Masing-masing lapisan ditumper sebanyak 25 kali dengan
tongkat pemadat yang terdistribusi secara merata. Diperbolehkan
menggunakan alat vibrator sebagai penggetar terkecuali untuk penggunaan
beton pasir.
c. Setelah selesai langkah (b), memukul bagian sisi luar mangkuk dengan
cermat 10 – 15 kali dengan palu karet untuk menutupi rongga-rongga yang
tertinggal atau membebaskan gelembung udara yang mungkin
terperangkap dalam beton.
d. Meratakan permukaan mangkuk dengan beton segar dengan menggunakan
tongkat melintasi pinggiran bagian atas atau lingkaran dari mangkuk.
e. Membersihkan dengan seksama bagian dari pinggiran atau lingkaran dari
mangkuk dan menutupnya dengan rapat (jangan sampai ada kebocoran).
f. Memasang alat tabung pengukur dan isi air dari atas tabung pengukur
dengan bantuan selang kecil sampai air itu naik kurang lebih setengah dari
tinggi tabung dalam pipa tegaknya.
g. Mencondongkan alat pengukur kira-kira 30 derajat dari sumbu vertikal,
secara bersamaan pula tumbuk mangkuk dengan palu karet untuk
membebaskan gelembung udara yang terperangkap di atas sampel beton.
h. Menegakkan kembali alat pada posisi semula dan isi kembali tabung
dengan air sampai tepat pada skala angka yang paling atas.
i. Menutup lubang tabung bagian atas dengan penutup sampai rapat.
5. Prosedur Percobaan
a. Memompa alat pengukur sampai tekanan uji yang diharapkan (P) dengan
membaca dial (minimal 1380 Pascal atau lebih sampai air tidak turun lagi).
b. Membaca tinggi air pada alat dan mencatatnya (h 1).
c. Membebaskan tekanan secara berangsur-angsur melewati lubang pada
bagian atas dari kolom tabung air dan memukul sisi dari mangkuk secara
pelan-pelan selama kurang lebih satu menit. Catat kembali tinggi muka air
pada alat (h2).
6. Perhitungan
As = A1 – G
Keterangan :
As = Kadar udara dari sampel yang diuji (%)
A1 = Ukuran menurut kadar udara dari sampel yang diuji (%)
G = Faktor koreksi agregat kasar (%)
A1 = h2 - h1 (ketika mangkuk berisi beton)
G = h2 - h1 (ketika mangkuk hanya berisi agregat dan air)
Untuk nilai G dihitung berdasarkan prosedur yang sama, tetapi tidak
menggunakan beton segar melainkan mangkuk diisi dengan agregat kasar
pembentuk beton.
1. Tujuan
Menentukan ketahanan agragat terhadap cuaca.
2. Referensi
SNI 3407 2008.
3. Bahan
a. Agragat halus atau agregat kasar.
b. Garam Na2So4 anhidraus atau Mg2So4 anhidraus atau kristalis.
4. Peralatan
a. Saringan 63 mm, 50 mm, 37.5 mm, 25 mm, 19 mm, 9.5 mm, 4.75 mm, no.
8, no. 16, no. 30, no. 50, no. 100.
b. Oven yang dilengkapi pengatur suhu 110o C+5o C
c. Tempat-tempat perendam.
d. Timbangan dengan kapasitas 5000 gram dengan ketelitian 0,1 gram dan
5000 gram dengan ketelitian 0,1 gram.
e. Bahan pelarut yang disimpan dengan jalan melarutkan C.P.U.S.D atau
garam dengan grade yang sama dalam air.
f. Garam yang dipergunakan yaitu Na2So4 anhidraus atau Mg2So4 anhidraus
atau kristalis.
5. Prosedur Percobaan
a. Melarutkan Na2So4 anhidraus atau kristalis secukupnya kedalan air hingga
memperoleh berat jenis yang antara 1,151-1,174. Pengadukan harus
merata hingga seluruh garam larut dan tidak ada sisa kristal.
b. Sebelum dipakai, dinginkan larutan sampai suhu 21 o C+1o C kira-kira 48
jam. Jika akan dipakai periksa kembali berat jenisnya.
c. Biasanya untuk tiap liter air digunakan 215 gram Na 2So4 anhidraus, atau
satu kg Na2So4 + 4,65116 liter aquadesh. Jika dipakai Na2So4 berat jenis
larutan harus antara 1,295 – 1,308. Biasanya 350 gr Na2So4 untuk 1 liter
air.
d. Benda uji :
- Agragat halus :
Agregat halus untuk pemeriksaan harus lewat saringan 9.5 mm. Benda
uji diperoleh dengan alat pemisah contoh, jumlah benda uji dapat
dilihat pada Tabel 11.
- Agregat kasar :
Bahan yang lewat saringan no. 1 dibuang dengan jumlah benda uji
adalah sebagai berikut :
Tabel 12 Contoh Benda Uji Agregat Kasar Soundness Test
Tertahan Lewat Berat
37.5 mm 63 mm 3000 gr
19.0 mm 37.5 mm 1500 gr
9.5 mm 19.0 mm 1000 gr
4.75 mm 9.5 mm 1000 gr
e. Benda uji harus dicuci dan dipanaskan sampai berat konstan (110 o C ± 5o
C) dengan cara :
- Memasukkan masing-masing benda uji menurut ukuran-ukuran
tersebut ke dalam bejana-bejana perendam yang berisi bahan pelarut
selama 16-18 jam. Banyaknya pelarut harus cukup sehingga benda uji
terendam seluruhnya dengan pelarut setinggi 1,2 cm di bawah muka
air. Bejana harus ditutup untuk mengurangi penguapan dan
menghindari dari masuknya bahan-bahan lain. Selama perendaman
usahakan suhu rendaman tetap 21o C ± 1o C.
- Setelah satu periode 16-18 jam rendaman, mengambil benda uji dari
bejana, biarkan mengering kira-kira 15 menit. Kemudian
mengeringkan benda uji dalam oven sampai berat tetap.
- Mengulangi untuk setiap ukuran benda uji cara-cara di atas sebanyak
5 kali.
- Setelah selesai seluruhnya pemeriksaan membersihkan masing-
masing benda uji dari sisa-sisa bahan pelarut dengan barium clorida
(Ba Cl2).
- Kemudian mengeringkan dalam oven sampai berat tetap pada suhu
110o C ± 5o C, kemudian timbang.
- Menyaring masing-masing benda uji dari agregat halus dengan
saringan dimana sebelum percobaan benda uji tertahan di atasnya.
6. Perhitungan
Agregat halus
Tabel 13 Contoh Perhitungan Benda Uji Agregat Halus Soundness Test
No. Saringan Gradasi Massa Massa % lewat % rata-
asli semula sesudah saringan rata
Lewat Tertahan (%) (gr) (gr) yang terhadap
menentukan gradasi asli
No. 100 ............. ............ ............. ............. .............
No. 50 No. 100 ............. ............ ............. ............. .............
No. 30 No. 50 ............. ............ ............. ............. .............
No. 16 No. 30 ............. ............ ............. ............. .............
No. 8 No. 16 ............. ............ ............. ............. .............
No. 4 No. 8 ............. ............ ............. ............. .............
3/8” No. 4 ............. ............ ............. ............. .............
Jumlah
Agregat kasar
Tabel 14 Contoh Perhitungan Benda Uji Agregat Kasar Soundness Test
No. Saringan Gradasi Massa Massa % lewat % rata-
asli semula sesudah saringan rata
Lewat Tertahan (%) (gr) (gr) yang terhadap
menentukan gradasi asli
2½“ 1½“ ............. ............ ............. ............. .............
1½“ ¾“ ............. ............ ............. ............. .............
¾“ 3/8 “ ............. ............ ............. ............. .............
3/8 “ No. 4 ............. ............ ............. ............. .............
Jumlah
DAFTAR PUSTAKA
ASTM C 29/C 29 M-97. Standard Test Method for Bulk Density (Unit Weight) and
Voids in Aggregate.
ASTM C 40-04. Standard Test Method for Organic Impurities in Fine Aggregates
for Concrete.
ASTM C 70-94. Standard Test Method for Surface Moisture in Fine Aggregates.
ASTM C 78-02. Standard Test Method for Flexural Strength of Concrete (Using
Simple Concrete Specimens.
ASTM C 117-03. Standard Test Method for Materials Finer than 75 Micrometers
Sieve in Mineral Agregates by Washing.
ASTM C 127-01. Standard Test Method for Density, Relative Density (Specific
Gravity), and Absorption of Coarse Aggregate.
ASTM C 128-01e1. Standard Test Method for Density, Relative Density (Specific
Gravity), and Absorption of Coarse Aggregate.
ASTM C 128-97. Standard Test Method for Specific Gravity and Absorption of
Fine Aggregate.
ASTM C 136-01. Standard Test Method for Sieve Analysis of Fine and Coarse
Aggregates.
ASTM C 143/C 143 M-03. Standard Test Method for Slump of Hydraulic Cement
Concrete.
ASTM C 191-04. Standard Test Method for Time of Setting of Hydraulic Cement
by Vicat Needle.
ASTM C 192/C 192 M-02. Standard Test Method for Making and Curing Test
Specimens in The Laboratory.
ASTM C 204-00. Standard Test Method for Fineness of Hydraulic Cement by air
Permeability Apparatus.
ASTM C 496/C 496M-04. Standard Test Method for Splitting Tensile Strength of
Cylindrical Concrete Specimens.
ASTM C 566-97. Standard Test Method for Total Evaporable Muisture in Fine
Aggregate by Drying.
SNI ASTM C136:2012. 2012. Metode Uji untuk Analisis Saringan Agregat Halus
dan Agregat Kasar. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
SNI 03-44300-1997. 1997. Metode Pengujian Elemen Struktur Beton dengan Alat
Palu Beton Tipe N dan NR. Bandung : Badan Standardisasi Nasional.
SNI 1969:2008. 2008. Cara Uji Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar.
Bandung : Badan Standardisasi Nasional.
SNI 1970:2008. 2008. Cara Uji Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus.
Bandung: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 1972:2008. Cara Uji Slump Beton. Bandung : Badan Standardisasi Nasional.
SNI 1974:2011. 2011. Cara Uji Kuat Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder.
Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
SNI 2417:2008. 2008. Cara Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los
Angeles. Bandung : Badan Standardisasi Nasional.
SNI 2491:2014. 2014. Metode Uji Kekuatan Tarik Belah Spesimen Beton Silinder.
Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
SNI 2816:2014. 2014. Metode Uji Bahan Organik dalam Agregat Halus untuk
Beton. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 3407:2008. Cara Uji Sifat Kekekalan Agregat dengan Cara Perendaman
Menggunakan Larutan Natrium Sulfat atau Magnesium Sulfat. Bandung :
Badan Standardisasi Nasional.
SNI 4431:2011. 2011. Cara Uji Kuat Lentur Beton Normal dengan Dua Titik
Pembebanan. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
SNI 7656:2012. 2012. Tata Cara Pemilihan Campuran untuk Beton Normal, Beton
Berat dan Beton Massa. Bandung : Badan Standardisasi Nasional.
LAMPIRAN GAMBAR