Anda di halaman 1dari 20

KELOMPOK 3

1. Aisah Zada Salsabila (2055011009)


2. Arkananta Jeconia (2055011013)
3. Diftasya Shafa Azzahra (2055011006)
4. Filiani Nabila Nurwulan (2055011010)
5. Ken Dzaki Ananta W V (2055011005)
6. Muhammad Nabil Askarilhaq (2055011004)
7. Rifki Kukuh Fajar Pangestu (2055011011)
8. Ryan Mahadi Christian (2055011008)
9. Siti Usnul Khotimah (2055011007)
10. Tiara Servita Dewi (2055011012)
TOKOH POSITIF

Ki Hajar Dewantara
(Raden Mas Soewardi Soerjaningrat)
lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889 – meninggal di
Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun;
adalah aktivis pergerakan kemerdekaan
Indonesia, kolumnis, politisi, dan
pelopor pendidikan bagi
kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan
Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman
Siswa, suatu lembaga pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi para pribumi
untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti
halnya para priyayi maupun orang-
orang Belanda.
Perjalanan Pendidikan
Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah
Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut
ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tetapi tidak
sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja
sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar,
antara lain, Sediotomo, Midden Java, De
Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong
penulis handal. Selain ulet sebagai seorang wartawan
muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik.
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam
organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische
Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Di sinilah ia kemudian
merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan
belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche
Akta, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak
menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan
yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat
pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat,
seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan
pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore.
Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam
mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera
kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman
mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep
mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922: Nationaal
Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.
Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia
mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi
menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini
dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik
maupun jiwa.
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di
kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa
Jawa berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di
belakang memberi dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam
dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan
Tamansiswa.
Ada tiga ajaran penting dari Ki Hajar Dewantara, yaitu:
Ing Ngarso Sun Tulodho, yang berarti di depan (pimpinan) harus memberi
teladan.
Ing Madyo Mangun Karso, yang bermakna di tengah memberi bimbingan.
Tut Wuri Handayani, yang mengandung arti di belakang memberi dorongan.
Jika disatukan, kalimat itu menjadi “Ing Ngarso Sun Tulodho Ing Madyo
Mangun Karso Tut Wuri Handayani.”
Ketiganya merupakan peran pendidikan. Ketika berada di depan untuk
mengajar, ia mampu memancarkan aura kepemimpinan yang member suri
tauladan.
Membagikan keutamaan diri yang bersumber dari pengolahan dan refleksi
terus menerus.
Pada saatnya berada di tengah-tengah orang lain, ia mesti mampu
menggelorakan semangat demi perubahan yang lebih baik.
Ketika berada di belakang sebagai pengayom/penasehat, ia mampu
menggerakkan orang-orang di depannya supaya kehendak tetap menggelora
dan keteladanan tetap berjalan.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di
Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian
dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani,
menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional
Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah
nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar
Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang
kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.[2]
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2
oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28
November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November
1959).
Ki Hajar Dewantara Sebagai Contoh Dari Tokoh
Yang Baik Dalam Pengimplementasian Pancasila
Selama hidupnya, Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai aktivis
pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis produktif tentang
pendidikan, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi
Indonesia dari jaman penjajahan Belanda.
Untuk mewujudkan agar rakyat Indonesia menjadi bangsa yang
terpelajar, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa.
Itu menjadi lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi
warga pribumi jelata agar bisa memperoleh hak pendidikan seperti
halnya para priyayi atau orang-orang Belanda.
Hingga saat ini Perguruan Taman Siswa masih berkembang dan
berpusat di kota Yogyakarta. Ajaran Ki Hajar Dewantara bagi dunia
pendidikan juga terus dilestarikan.
TOKOH NEGATIF

IMAM SAMUDERA
(ABDUL AZIZ)
Lahir pada 16 Januari 1961 dan
meninggal pada 9 November
2008
Nama asli Abdul Aziz
Pada malam Natal 2000 Aziz
melakukan pengeboman gereja di
Batam. Nama Imam Samudera
muncul pertama kali dari beberapa
tersangka yang berhasil diciduk
sejak peledakan bom di
malam Natal tahun 2000
Pada tahun 2002 Imam terlibat
dalam pengeboman Bali

  Amrozii sang tersangka peledakan


dan juga rekan satu tim Imam
Samudera juga menyebut nama dia
sebagai aktor intelektual.
Bom Bali I (2002)
adalah rangkaian tiga peristiwa
pengeboman yang terjadi pada
malam hari tanggal 12 Oktober 2002
Terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) pada 12
Oktober 2002

Ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor


Konsulat Amerika Serikat pada tanggal yg sama

Bom susulan dalam skala yang jauh lebih kecil


yang juga bertempat di Bali pada tahun 2005
Bom yang digunakan berjenis
TNT seberat 1 kg dan di depan
Sari Club, merupakan bom RDX
berbobot antara 50–150 kg
Hukuman Imam Samudera alias
Abdul Aziz adalah vonis mati yang
telah dilakukan pada 9 November
2008 bertempat di Pulau Nusa
Kambangan.
Mengapa Imam Samudra
Melanggar Implementasi
Pancasila?

Karena Imam Samudra telah merenggut


banyak nyawa di balik aksi dirinya bersama
kelompoknya yang terjadi pada tanggal 12
Oktober 2002 di Kawasan Kuta.
Pengeboman tersebut melanggar nilai
Ketuhanan dan Kemanusiaan di dalam
Pancasila dan juga merupakan
pelanggaran Hak Asasi Manusia
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai