3) Upaya kuratif yaitu upaya pengobatan pada usia lanjut dan dapat
berupa kegiatan :
a) Pelayanan kesehatan dasar
b) Pelayanan kesehatan spesifikasi melalui sistem rujukan.
4) Upaya rehabilitatif yaitu upaya mengembalikan fungsi organ yang
telah menurun. Yang dapat berupa kegiatan.
a) Memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang
penggunaan berbagai alat bantu misalnya alat pendengaran dan
lain-lain agar usia lanjut dapat memberikan karya dan tetap
merasa berguna sesuai kebutuhan dan kemampuan.
b) Mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat
mental penderita
c) Pembinaan usia dan hal pemenuhan kebutuhan pribadi,
aktivitas di dalam maupun diluar rumah
d) Nasihat cara hidup yang sesuai denan penyakit diderita
e) Perawatan fisio terapi.
B. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Dasar Usia Lanjut
1) Asuhan Keperawatan dapat diberikan di rumah maupun institusi (panti
dan puskesmas) dan dapat dilakukan oleh keluarga atau petugas panti
yang telah dilatih.
2) Asuhan Keperawatan dasar bagi kelompok usia lanjut ditujukan
kepada :
a) Kelompok yang masih aktif dimana mereka yang keadaan
fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain
sehingga kebutuhan sehari-hari dapat dilaksanakan sendiri,
walaupun demikian perlu mendapat bimbingan dan
pengawasan untuk mencegah terjadinya faktor resiko tinggi
agar tidak mempercepat ketergantungan dengan orang lain.
Adapun bimbingan dan pengawasan berupa kebersihan
perorangan, kebersihan lingkungan, makanan dan kesegaran
jasmani
b) Kelompok usia lanjut pasif yang keadaan fisiknya memerlukan
banyak pertolongan orang lain. Yang harus diperhatikan pada
usia lanjut yang tinggal di tempat tidur adalah kebersihan
perorangan, lingkungan makanan, mencegah decubitus.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558 Tahun 1984 tentang Struktur Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9 a Tahun 1982 tentang berlakunya Sistem Kesehatan
Nasional dan RP3JPK
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134 tahun 1990 tentang Pembentukan Tim Kerja
Geatric.
2. Analisis komunikasi pada lansia dan kelompok kelurga lansia
A. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
1) Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian,
yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih
bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah
progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan
dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
2) Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan
prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor,
advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau
sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
3) Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok
merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
4) Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam
keadaan sakit.
B. Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan
atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi
yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan
yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1) Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan
etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas
kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien
lansia.
2) Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat
mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil
apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan
tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang
bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…? berespon berarti
bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap
aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi
klien.
3) Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat
hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di
perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal
yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
4) Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun
psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien
lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan
kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap
hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat
menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien
termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya.
Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas
kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini
dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau
mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari
saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila
diperlukan kami dapat membantu’.
5) Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu
kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat
di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima
apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk
menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
6) Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-
kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas
dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga
komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan
hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
C. Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik
Hubungan terapeutik memiliki tahapan yang meliputi tahap pra-interaksi,
pengenalan, tahap kerja dan terminal.
1) Tahap I ( pra-interaksi)
Pada tahap ini perawat sudah memiliki beberapa informasi tentang
klien lansia, seperti nama, alamat, umur, jenis kelamin, riwayat
kesehatan, dan lain-lain. Pertemuan pertama dengan lansia dapat
membuat cemas perawat yang belum mempunyai
pengalaman. Ada baiknya apabila perawat menyadari perasaan ini.
2) Tahap II (pengenalan)
Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba menumbuhkan
rasa percaya satu sama lain. Pada tahap pertemuan ini perawat
mengusahakan untuk membuat klien lansia merasa nyaman dengan
beberapa interaksi sosial seperti membicarakan tentang
cuaca. Ada kemungkinan perawat melihat sikap penolakan dari lansia.
Hal ini mungkin karena lansia belum siap untuk mengungkapkan dan
menghadapi masalahnya, ada rasa malu untuk mengakui bahwa lansia
memerlukan bantuan, tidak siap mengubah pola tingkah laku yang
menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain sebagainya.
Tahap pengenalan ini mempunyai tujuan menumbuhkan rasa percaya
klien lansia kepada perawat :
a) Lansia dapat mellihat perawat sebagai seorang professional
yang mampu membantunya.
b) Lansia dapat melihat perawat sebagai individu yang jujur,
terbuka, dan peduli lansia.
c) Lansia percaya bahwa perawat akan menghargai kerahasiaan
hubungan mereka, nilai, keyakinan, sosio-kulutralnya.
d) Lansia merasa aman dan nyaman dalam mengungkapkan
perasaanya.
3) Tahap III (kerja)
Pada tahap ini perawat dank lien lansia menemukan, menghargai dan
menerima keunikannya masing-masing. Rasa peduli dan empati juga
akan timbul. Perawat membantu klien lansia melihat secara mendalam
perasaannya agar lansia dapat memperoleh “insight” tentang
masalahnya.
Dengan memeriksa secara mendalam tentang perasaannya, komunikasi
dapat diperlancar apabila perawat menunjukkan:
a) Empati
Perawat akan mampu berempati dengan klien lansia bila
mereka “merasakan” apa yang dialami lansia. Semua teknik
komunikasi yang dipakai akan terjadi kaku, tidak spontan dan
tidak genume, tetapi “ sharing” tentang kesulitan klien lansia
akan membuat perawat menjadi spontan dan tulus
meresponnya dan sikap ini dapat dirasakan oleh lansia.
b) Menghargai
Perawat perlu memiliki keyakinan tentang martabat setiap
manusia, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik,ia adalah
ciptaan Tuhan, dan cenderung menjadi manusia patut dihargai
dan dicintai tanpa memperhatikan perbuatannya melainkan
dirinya. Keyakinan ini akan membantu perawat menerima,
mencintai dan menghargai lansia tanpa syarat.
c) Genuiness
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
disebut genuiness bila :
(1) Tidak bersembunyi dalam peran, status, tingkat
pendidikannya, dan sebagainya.
(2) Bersikap spontan
(3) Tidak defensif, menerima, dan menanggapi kritikan dari
lansia tanpa membalas atau mencari alasan untuk
membernarkan diri.
(4) Konsisten dengan ekspresi wajah, nada suara, dan sikap
tubuh sesuai dengan apa yang dirasakannya.
(5) Mampu membuka diri dan membagi pengalaman bila
perlu.
d) Konkret/ specific
Perawat perlu terampil dalam member pertanyaan terbuka.
Melalui pertanyaan terbuka, perawat dapat membantu lansia
yang cenderung berbicara secara umum menjadi lebih konkret
dan spesifik.
e) Konfrontasi
Konfirmasi bila perlu dipakai dengan hati-hati dan penuh
pengertoan. Konfrontasi akan lebih mudah diterima lansia bila
ia merasa bahwa ia dihargai dan diterima oleh perawat. Dengan
konfrontasi, perawat menunjukkan kepada lansia
ketidakcocokkan antara pikiran, kata-kata atau perbuatannya.
Ketidakcocokan ini akan menghambat pemeriksaaan dan
penyadaran diri. Penyangkalan terhadap perasaan dapat
membuat lansia tidak mampu mengatur tingkah lakunya.
4) Tahap IV (terminal)
Tahap ini dapat disertai bermacam-macam perasaan. Mungkin lansia
merasa kehilangan sesuatu, measa bimbang tentang kemampuannya
tanpa bantuan dari perawat, merasa ditinggalkan, dan lain sebagainya.
Pada tahap ini, perawat perlu mengungkapkan kesediannya membantu
bila diperlukan agar klien lansia merasa aman.
D. Prinsip Komunikasi pada Lansia
1) menjaga lingkungan yang tenang (tidak bising)
2) menjadi pendengar setia
3) menjamin alat bantu dengar berfungsi dengan baik
4) yakinkan kacamata bersih dan pas
5) jangan berbicara dengan keras atau berteriak
6) bicara langsung dengan telinga
7) berdiri didepan klien
8) pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
9) beri kesempatan klien untuk mengenang
10) mendorong keikutsertaan klien dalam aktivitas sosialmembuat rujukan
pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan
11) berbicara pada tingkat pemahaman klien
12) selalu menanyakan respon, terutama ketika mengajarkan tugas atau
keahlian
E. Komunikasi verbal dan non verbal pada lansia
1) saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan
sapaan hormat dan nama panggilan lengkap
2) gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasi non
verbal
3) menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusi hanya satu topikdimulai
dengan pertanyaan sederhana dan gunakan bahasa yang sering
digunakan klien secara singkat dan terstruktur
4) gunakan pertanyaan terbuka-tertutup dan ciptakan suasana yang
nyaman
5) klarfikasi pesan secara periodik, validasi pemahaman klien
6) pertahankan kontak mata dan tingkatkan perhatianempati, dan jaga
selalu privasi klien
7) minta izin sebelum menanyakan status mental, memori, dan
kemampuan kognitif lain
8) tuliskan perintah atau hal-hal penting lain untuk diingat klien
F. Komunikasi Terapeutik pada lansia
1) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah gangguan
pendengaran
a) berdiri dekat dan menghadap klien
b) bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik
c) berikan perhatian dan pertahankan kontak mata
d) panggil nama sebelum pembicaraan dimulai
e) gunakan pembicaraan yang jelas, pelan, dan diarahkan
langsung pada klien
f) hindari pergerakan bibir yang berlebihanhindari memalingkan
kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicarajika klien belum
paham, ulangi dengan kata-kata yang berbeda
g) menciptakan lingkungan yang tenang (membatasi kegaduhan)
h) gunakan tekanan suara yang sesuaiberi instruksi sederhana
untuk mengevaluasi pembicaraan
i) hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat
bertanya
j) gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi
2) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah tidak mendengar
(deaf)
a) menulis pesan jika klien bisa membaca
b) gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi
c) pernyataan dan pertanyaan yang singkat
d) gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan
(ex: body language)
e) sempatkan waktu bersama klien
3) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah gangguan
penglihatan
a) perkenalkan diri, dekati klien dari depan
b) jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada
c) memberi tahu kalau hendak meninggalkan klien
d) pastikan klien tahu posisi kita disaat bicara
e) tanyakan pada klien media apa yang bisa membantu klien
untuk memahami pesan ketika berinteraksi
f) biarkan klien memegang tangan kita sebagai petunjuk
g) jelaskan apa yang sedang dikerjakan
h) jelaskan jalan-jalan yang biasa dilalui klien
i) beri reinforcement terhadap kemampuan klien beradaptasi dan
kemandirian klien
4) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah afasia
a) menghadap kepasien dan pertahankan kontak mata
b) sabar dan meluangkan waktu
c) jujur, termasuk ketika kita belum memahami perkataanya
d) tanyakan teknik dan alat yang baik untuk berkomunikasi
e) gunakan sikap tubuh, gambar, dan objek atau media yang lain
membantu interaksi
f) berikan kesempatan untuk mengeksplorasi perasaannnya
g) dorong klien menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan kerasgunakan bahasa
insyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu meningkatkan
pemahaman kliengunakan sentuhan untuk memfokuskan
pembicaraan, meningkatkan rasa aman
5) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan penyakit Alzheimer
a) selalu berkomunikasi dari depan klien
b) bicara dengan nada dan cara yang normal
c) pertahankan kontak mata
d) minimalkan gerakan tangan
e) menghargai dan pertahankan jarak
f) cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak
g) pertahankan kontak mata dan senyum
h) bertanya dengan satu pertanyaan
i) mengangguk dan tersenyum bila memahami perkataan klien
6) Komunikasi terapeutik pada lansia yang menunjukkan kemarahan
a) klarfikasi penyebab marahbantu dan dorong klien
mengungkapkan marah dengan konstruktif
b) gunakan pertanyaan terbuka
c) luangkan waktu setiap hari bersama klien
d) beri reonforcement dan dukung setiap usaha dari klien
7) Komunikasi terapeutik pada lanisa yang mengalami kecemasan
a) dengarkan dengan seksama apa yang dibicarakan klienberikan
penjelasan secara ringkas dan jelaskan apa yang
terjadiidentifikasi bersama klien sumber-sumber yang
menyebabkan ketegangan/kecemasanlibatkan staf dan anggota
keluarga
8) Komunikasi terapeutik pada lanisa yang mengalami kecemasan
a) dengarkan dengan seksama apa yang dibicarakan klienberikan
penjelasan secara ringkas dan jelaskan apa yang
terjadiidentifikasi bersama klien sumber-sumber yang
menyebabkan ketegangan/kecemasanlibatkan staf dan anggota
keluarga
9) Komunikasi terapeutik pada lansia yang menunjukkan penolakan
a) kemukakan kenyataan perlahan-lahanjangan menyokong
penolakan klienbantu klien mengungkapkan
keresahan/perasaan sedihnya
b) libatkan keluarga
10) Komunikasi terapeutik pada lansia yang mengalami depresi:
a) lakukan kontak sesering mungkinberi perhatian terus menerus
b) libatkan klien dalam menolong dirinya sendirigunakan
pertanyaan terbuka
c) libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian
DAFTAR PUSTAKA
Muhith Abdul, Sandu Siyoto.(2018). Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing & Health.
Yogyakarta: CV. Andi Offset
Mundakir. (2006). Komunikasi keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.Yogyakarta: Graha
Ilmu
Ruslan, Rosady. (2014). Management Public Relation dan Media Komunikasi Konsepsi dan
Aplikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
3. Jelaskan analisis askep komunikasi pada lansia dengan perubahan fisiologis: system
musculoskletal
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Ny. Z L/P
Tempat/tgl lahir : Baturaja, 25 Mei 1949
Golongan darah :O
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Ogan
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Air Gading
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Diagnosa medik : Stroke Hemoragic
Agama : Islam
Suku : Ogan
Hubungan dg pasien : Anak
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Air Gading
B. Status Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
a. Alasan masuk rumah sakit/keluhan utama : klien mengatakan bahwa kepalanya
sering pusing dan lengan kanannya tidak merasakan apapun.
b. Factor pencetus : Stress dan kelelahan
c. Lamanya keluhan : ± 6 bulan
d. Timbulnya keluhan : mendadak
e. Factor yang memperberat : Hipertensi
2. Status kesehatan masa lalu
A. Penyakit yang pernah dialami (kaitkan dengan penyakit sekarang) : hipertensi
B. Kecelakaan : Tidak Ada
3. Pernah Dirawat
1) Penyakit : Stroke
2) Waktu : 6 bulan
b. Tanda (obyektif)
°
1) Suhu tubuh : 36,5 C Td : 160/90 mmHg N: 80 x/m RR: 20 x/m
a. Gejala (subyektif)
1) Adanya nyeri
P = paliatif/provokatif (yang mengurangi/meningkatkan nyeri): nyeri berkurang
bila klien memejamkan mata dan dalam keadaan rileks.
Q = qualitas/quantitas (frekuensi dan lamanya keluhan dirasakan serta deskripsi :
Nyeri hilang timbul
R = region/tempat (lokasi sumber & penyebarannya) : nyeri kepala seluruhnya
S = severity/tingkat berat nyeri (skala nyeri 1-10) : 6
T = time (kapan keluhan dirasakan dan lamanya) : hilang timbul, paling lama1
jam
2) Rasa ingin pingsan/pusing : tidak ada
3) Sakit kepala : lokasi nyeri, seluruh kepala Frekuensi : terus - menerus
4) Kesemutan/kebas/kelemahan (lokasi) : lengan kanan
5) Kejang : tidak ada
6) Mata : penurunan penglihatan :tidak ada
7) Pendengaran : penurunan pendengaran : tidak ada
8) Epistaksis : tidak ada
b. Tanda (obyektif)
1) Status mental
Kesadaran : composmentis
2) Skala koma glasgow (gcs) :
Respon membuka mata (e) : 5 Respon motorik (m) : 3 Respon verbal : 4
3) Terorientasi/disorientasi : waktu : 3 x 24 jam tempat : lengan kanan
4) Persepsi sensori : Ilusi : tidak ada Halusinasi : tidak ada
Delusi: tidak ada Afek : tidak ada
8. Keamanan
a. Gejala (subyektif)
1) Alergi : (catatan agen dan reaksi spesifik)
2) Obat-obatan : tidak ada
3) Makanan : tidak ada
a. Gejala (subyektif)
1) Pemahaman terhadap fungsi seksual : ya
2) Gangguan hubungan seksual karena berbagai kondisi (fertilitas, libido, ereksi,
menstruasi, kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi atau kondisi sakit) : tidak
ada
3) Permasalahan selama aktivitas seksual : tidak ada
4) Pengkajian pada laki-laki
Raba pada penis : tidak ada
Gangguan prostat : tidak ada
5) Pengkajian pada perempuan
a) Riwayat menstruasi (keturunan, keluhan) : menopause
b) Riwayat kehamilan : tidak ada
c) Riwayat pemeriksaan ginekologi misal pap smear : tidak ada
b. Tanda (obyektif)
1) Pemeriksaan payudara/penis/testis
2) Kutil genital, lesi
5. Diet
Diet hipertensi ( rendah garam )
ANALISIS DATA
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis TTD
Waktu Evaluasi
Keperawatan
Selasa , Gangguan mobilitas S:
22-08- fisik - klien mengatakan lengan kanannya tidak
2021 merasakan apapun dan sulit digerakkan.
10:00 - keluarga klien mengatakan jika klien hendak
WIB melakukan sesuatu dengan tangan kanan, klien
butuh bantuan.
O:
Klien sulit menggerakkan lengan kanannya, skala
kekuatan otot klien 2/5.
P:
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan
mobilitas fisik
2. Ajarkan latihan ROM (aktif dan pasif)
3. Motivasi klien untuk melakukan latihan
sesuai kemampuan
4. Libatkan keluarga untuk ikut berpartisipasi
dalam aktivitas latihan ROM
I:
1. Mengkaji kemampuan klien dalam
melakukan mobilitas fisik
2. Mengajarkan latihan ROM (aktif dan pasif)
3. Memotivasi klien untuk melakukan latihan
sesuai kemampuan
4. Melibatkan keluarga untuk ikut
berpartisipasi dalam aktivitas latihan ROM
E : masalah belum teratasi, intervensi dilanjutkan
2) Diagnosa Keperawatan
a) Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi
kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
b) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan memori;
ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan
memecahkan masalah.
c) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
d) Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien;
keyakinan kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.
3) Rencana Keperawatan
a) Intervensi Diagnosa 1:
1. Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang
dikatakannya.
Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai
menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai
perubahan fungsi/gaya hidup.
2. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan
hal-hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau
dirubah.
Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi
kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan;
meningkatkan orientasi realita.
3. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber
komunitas.
Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan
dengan grup yang diminati dengan cara yang membantu dan
perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling.
b) Intervensi Diagnosa 2:
1. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya
penggunaan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan
perasaan.
Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang
berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan
sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa
kontrol individu.
2. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien
Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan
persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha
pemecahan masalah.
c) Intervensi diagnosa 3:
1. Pahami rasa takut/ansietas
Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien
untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan
menghadapinya.
2. Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada
pola kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari
situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
3. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat
ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan
tidak tertolong dan ansietas.
Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien
dalam mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki
ekuilibrium.
d) Intervensi diagnosa 4:
1. Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.
Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai
pemikiran/faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi
individu.
2. Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi
dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
3. Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
Rasionalnya: adanya keluarga/orang terdekat yang
memperhatikan/peduli dapat membantu pasien dalam proses
penyembuhan.
4) Implementasi
a) Intervensi Diagnosa 1:
1. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya..
2. Membantu untuk menjelaskan pada pasien hal-hal yang
mungkin perlu dirubah.
3. Memberikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber
komunitas.
b) Intervensi Diagnosa 2:
1. Melakukan tindakan untuk memunculkan mekanisme koping.
2. Memperbaiki konsep yang dimiliki pasien ke arah yang benar.
c) Intervensi diagnosa 3:
1. Memahami rasa takut/ansietas pasien.
2. Melakukan tindakan tingkat realita bahaya bagi pasien dan
tingkat ansietas.
3. Memotivasi pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi
saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi
perasaan tidak tertolong dan ansietas.
d) Intervensi diagnosa 4:
1. Mengarahkan ketentuan kepercayaan kultural, spiritual dan
kesehatan.
2. Meningkatkan kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien
tentang situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
3. Mengkaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
5) Evaluasi
a) Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri
sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.
b) Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping
pribadi/kemampuan memecahkan maslah.
c) Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya
ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
d) Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit
dan pemahaman regimen pengobatan
DAFTAR PUSTAKA