Anda di halaman 1dari 30

MK: Gerontik

1. Program nasional kesehatan lansia terkait isu- isu keperawatan gerontik


A. Pelayanan kesehatan dan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Usia Lanjut.
1) Upaya Promotif, yaitu menggarahkan semangat hidup bagi usia lanjut
agar mereka tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri,
keluarga maupun masyarakat.
Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan, dimana
penyuluhan masyarakat usia lanjut merupakan hal yang penting
sebagai penunjang program pembinaan kesehatan usia lanjut yang
antara lain :
a) Kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri serta deteksi dini
penurunan kondisi kesehatannya, teratur dan
berkesinambungan memeriksakan kesehatannya ke puskesmas
atau instansi pelayanan kesehatan lainnya.
b) Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan
dengan kemampuan usia lanjut agar tetap merasa sehat dan
segar.
c) Diet seimbang atau makanan dengan menu yang mengandung
gizi seimbang
d) Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa
e) Membina ketrampilan agar dapat mengembangkan kegemaran
atau hobinya secara teratur dan sesuai dengan kemampuannya
f) Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat atau mengadakan
kelompok sosial
g) Hidup menghindarkan kebiasaan yang tidak baik seperti
merokok, alkohol, kopi, kelelahan fisik dan mental
h) Penanggulangan masalah kesehatannya sendiri secara benar
2) Upaya preventif yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan
terjadinya penyakit maupun komplikasi penyakit yang disebabkan oleh
proses ketuaan.
Upaya preventif dapat berupa kegiatan :
a) Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk
menemukan secara dini penyakit usia lanjut
b) Kesegara jasmani yang dilakukan secara teratur dan
disesuaikan dengan kemampuan usia lanjut serta tetap merasa
sehat dan bugar.
c) Penyuluhan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya
kacamata, alat bantu pendengaran agar usia lanjut tetap dapat
memberikan karya dan tetap meras berguna
d) Penyuluhan untuk pencegahan terhadap kemungkinan
terjadinya kecelakaan pada usia lanjut
e) Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Esa

3) Upaya kuratif yaitu upaya pengobatan pada usia lanjut dan dapat
berupa kegiatan :
a) Pelayanan kesehatan dasar
b) Pelayanan kesehatan spesifikasi melalui sistem rujukan.
4) Upaya rehabilitatif yaitu upaya mengembalikan fungsi organ yang
telah menurun. Yang dapat berupa kegiatan.
a) Memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang
penggunaan berbagai alat bantu misalnya alat pendengaran dan
lain-lain agar usia lanjut dapat memberikan karya dan tetap
merasa berguna sesuai kebutuhan dan kemampuan.
b) Mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat
mental penderita
c) Pembinaan usia dan hal pemenuhan kebutuhan pribadi,
aktivitas di dalam maupun diluar rumah
d) Nasihat cara hidup yang sesuai denan penyakit diderita
e) Perawatan fisio terapi.
B. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Dasar Usia Lanjut
1) Asuhan Keperawatan dapat diberikan di rumah maupun institusi (panti
dan puskesmas) dan dapat dilakukan oleh keluarga atau petugas panti
yang telah dilatih.
2) Asuhan Keperawatan dasar bagi kelompok usia lanjut ditujukan
kepada :
a) Kelompok yang masih aktif dimana mereka yang keadaan
fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain
sehingga kebutuhan sehari-hari dapat dilaksanakan sendiri,
walaupun demikian perlu mendapat bimbingan dan
pengawasan untuk mencegah terjadinya faktor resiko tinggi
agar tidak mempercepat ketergantungan dengan orang lain.
Adapun bimbingan dan pengawasan berupa kebersihan
perorangan, kebersihan lingkungan, makanan dan kesegaran
jasmani
b) Kelompok usia lanjut pasif yang keadaan fisiknya memerlukan
banyak pertolongan orang lain. Yang harus diperhatikan pada
usia lanjut yang tinggal di tempat tidur adalah kebersihan
perorangan, lingkungan makanan, mencegah decubitus.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang pokok – pokok Kesehatan.

Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen


Kesehatan

Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1985 tentang Susunan Organisasi Departemen


Kesehatan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558 Tahun 1984 tentang Struktur Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9 a Tahun 1982 tentang berlakunya Sistem Kesehatan
Nasional dan RP3JPK

Keputusan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Nomor 5 Tahun 1990 tentang


Pembentukan Kelompok Kerja Tetap Kesejahteraan Usia Lanjut

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134 tahun 1990 tentang Pembentukan Tim Kerja
Geatric.
2. Analisis komunikasi pada lansia dan kelompok kelurga lansia
A. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
1) Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian,
yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih
bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah
progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan
dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
2) Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan
prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor,
advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau
sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
3) Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok
merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
4) Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam
keadaan sakit.
B. Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan
atau  perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi
yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan
yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1) Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan
etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas
kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien
lansia.
2) Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat
mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil
apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan
tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang
bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti
bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap
aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi
klien.
3) Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat
hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di
perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal
yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
4) Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun
psikis secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien
lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan
kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap
hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat
menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien
termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya.
Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas
kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini
dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau
mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari
saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila
diperlukan kami dapat membantu’.
5) Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu
kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat
di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima
apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk
menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
6) Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-
kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas
dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga
komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan
hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
C. Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik
Hubungan terapeutik memiliki tahapan yang meliputi tahap pra-interaksi,
pengenalan, tahap kerja dan terminal.
1) Tahap I ( pra-interaksi)
Pada tahap ini perawat sudah memiliki beberapa informasi tentang
klien lansia, seperti nama, alamat, umur, jenis kelamin, riwayat
kesehatan, dan lain-lain. Pertemuan pertama dengan lansia dapat
membuat cemas perawat yang belum mempunyai
pengalaman. Ada baiknya apabila perawat menyadari perasaan ini.
2) Tahap II (pengenalan)
Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba menumbuhkan
rasa percaya satu sama lain. Pada tahap pertemuan ini perawat
mengusahakan untuk membuat klien lansia merasa nyaman dengan
beberapa interaksi sosial seperti membicarakan tentang
cuaca. Ada kemungkinan perawat melihat sikap penolakan dari lansia.
Hal ini mungkin karena lansia belum siap untuk mengungkapkan dan 
menghadapi masalahnya, ada rasa malu untuk mengakui bahwa lansia
memerlukan bantuan, tidak siap mengubah pola tingkah laku yang
menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain sebagainya.
Tahap pengenalan ini mempunyai tujuan menumbuhkan rasa percaya
klien lansia kepada perawat :
a) Lansia  dapat mellihat perawat sebagai seorang professional
yang mampu membantunya.
b) Lansia dapat melihat perawat sebagai individu yang  jujur,
terbuka, dan peduli lansia.
c) Lansia percaya bahwa perawat akan menghargai kerahasiaan
hubungan mereka, nilai, keyakinan, sosio-kulutralnya.
d)  Lansia merasa aman dan nyaman dalam mengungkapkan
perasaanya.
3) Tahap III (kerja)
Pada tahap ini perawat dank lien lansia menemukan, menghargai dan
menerima keunikannya masing-masing. Rasa peduli dan empati juga
akan timbul. Perawat membantu klien lansia melihat secara mendalam
perasaannya agar lansia dapat memperoleh “insight” tentang
masalahnya.
Dengan memeriksa secara mendalam tentang perasaannya, komunikasi
dapat diperlancar apabila perawat menunjukkan:
a)  Empati
Perawat akan mampu berempati dengan klien lansia bila
mereka “merasakan” apa yang dialami lansia. Semua teknik
komunikasi yang dipakai akan terjadi kaku, tidak spontan dan
tidak genume, tetapi “ sharing” tentang kesulitan klien lansia
akan membuat perawat menjadi  spontan dan tulus
meresponnya dan sikap ini dapat dirasakan oleh lansia.
b) Menghargai
Perawat perlu memiliki keyakinan tentang martabat setiap
manusia, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik,ia adalah
ciptaan Tuhan, dan cenderung menjadi manusia patut dihargai
dan dicintai tanpa memperhatikan perbuatannya melainkan
dirinya. Keyakinan ini akan membantu perawat menerima,
mencintai dan menghargai lansia tanpa syarat.
c) Genuiness
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
disebut genuiness bila :
(1) Tidak bersembunyi dalam peran, status, tingkat
pendidikannya, dan sebagainya.
(2) Bersikap spontan
(3) Tidak defensif, menerima, dan menanggapi kritikan dari
lansia tanpa membalas atau mencari alasan untuk
membernarkan diri.
(4) Konsisten dengan ekspresi wajah, nada suara, dan sikap
tubuh sesuai dengan apa yang dirasakannya.
(5) Mampu membuka diri dan membagi pengalaman bila
perlu.
d) Konkret/ specific
Perawat perlu terampil dalam member pertanyaan terbuka.
Melalui pertanyaan terbuka, perawat dapat membantu lansia
yang cenderung berbicara secara umum menjadi lebih konkret
dan spesifik.
e) Konfrontasi
Konfirmasi bila perlu dipakai dengan hati-hati dan penuh
pengertoan. Konfrontasi akan lebih mudah diterima lansia bila
ia merasa bahwa ia dihargai dan diterima oleh perawat. Dengan
konfrontasi, perawat menunjukkan kepada lansia
ketidakcocokkan antara pikiran, kata-kata atau perbuatannya.
Ketidakcocokan ini akan menghambat pemeriksaaan dan
penyadaran diri. Penyangkalan terhadap perasaan dapat
membuat lansia tidak mampu mengatur tingkah lakunya.
4) Tahap IV (terminal)
Tahap ini dapat disertai bermacam-macam perasaan. Mungkin lansia
merasa kehilangan sesuatu, measa bimbang tentang kemampuannya
tanpa bantuan dari perawat, merasa ditinggalkan, dan lain sebagainya.
Pada tahap ini, perawat perlu  mengungkapkan kesediannya membantu
bila diperlukan agar klien lansia merasa aman.
D. Prinsip Komunikasi pada Lansia
1) menjaga lingkungan yang tenang (tidak bising)
2) menjadi pendengar setia
3) menjamin alat bantu dengar berfungsi dengan baik
4) yakinkan kacamata bersih dan pas
5) jangan berbicara dengan keras atau berteriak
6) bicara langsung dengan telinga
7) berdiri didepan klien
8) pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
9) beri kesempatan klien untuk mengenang
10) mendorong keikutsertaan klien dalam aktivitas sosialmembuat rujukan
pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan
11) berbicara pada tingkat pemahaman klien
12) selalu menanyakan respon, terutama ketika mengajarkan tugas atau
keahlian
E. Komunikasi verbal dan non verbal pada lansia
1) saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan
sapaan hormat dan nama panggilan lengkap
2) gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasi non
verbal
3) menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusi hanya satu topikdimulai
dengan pertanyaan sederhana dan gunakan bahasa yang sering
digunakan klien secara singkat dan terstruktur
4) gunakan pertanyaan terbuka-tertutup dan ciptakan suasana yang
nyaman
5) klarfikasi pesan secara periodik, validasi pemahaman klien
6) pertahankan kontak mata dan tingkatkan perhatianempati, dan jaga
selalu privasi klien
7) minta izin sebelum menanyakan status mental, memori, dan
kemampuan kognitif lain
8) tuliskan perintah atau hal-hal penting lain untuk diingat klien
F. Komunikasi Terapeutik pada lansia
1) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah gangguan
pendengaran
a) berdiri dekat dan menghadap klien
b) bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik
c) berikan perhatian dan pertahankan kontak mata
d) panggil nama sebelum pembicaraan dimulai
e) gunakan pembicaraan yang jelas, pelan, dan diarahkan
langsung pada klien
f) hindari pergerakan bibir yang berlebihanhindari memalingkan
kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicarajika klien belum
paham, ulangi dengan kata-kata yang berbeda
g) menciptakan lingkungan yang tenang (membatasi kegaduhan)
h) gunakan tekanan suara yang sesuaiberi instruksi sederhana
untuk mengevaluasi pembicaraan
i) hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat
bertanya
j) gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi
2) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah tidak mendengar
(deaf)
a) menulis pesan jika klien bisa membaca
b) gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi
c) pernyataan dan pertanyaan yang singkat
d) gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan
(ex: body language)
e) sempatkan waktu bersama klien
3) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah gangguan
penglihatan
a) perkenalkan diri, dekati klien dari depan
b) jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada
c) memberi tahu kalau hendak meninggalkan klien
d) pastikan klien tahu posisi kita disaat bicara
e) tanyakan pada klien media apa yang bisa membantu klien
untuk memahami pesan ketika berinteraksi
f) biarkan klien memegang tangan kita sebagai petunjuk
g) jelaskan apa yang sedang dikerjakan
h) jelaskan jalan-jalan yang biasa dilalui klien
i) beri reinforcement terhadap kemampuan klien beradaptasi dan
kemandirian klien
4) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah afasia
a) menghadap kepasien dan pertahankan kontak mata
b) sabar dan meluangkan waktu
c) jujur, termasuk ketika kita belum memahami perkataanya
d) tanyakan teknik dan alat yang baik untuk berkomunikasi
e) gunakan sikap tubuh, gambar, dan objek atau media yang lain
membantu interaksi
f) berikan kesempatan untuk mengeksplorasi perasaannnya
g) dorong klien menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan kerasgunakan bahasa
insyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu meningkatkan
pemahaman kliengunakan sentuhan untuk memfokuskan
pembicaraan, meningkatkan rasa aman
5) Komunikasi terapeutik pada lansia dengan penyakit Alzheimer
a) selalu berkomunikasi dari depan klien
b) bicara dengan nada dan cara yang normal
c) pertahankan kontak mata
d) minimalkan gerakan tangan
e) menghargai dan pertahankan jarak
f) cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak
g) pertahankan kontak mata dan senyum
h) bertanya dengan satu pertanyaan
i) mengangguk dan tersenyum bila memahami perkataan klien
6) Komunikasi terapeutik pada lansia yang menunjukkan kemarahan
a) klarfikasi penyebab marahbantu dan dorong klien
mengungkapkan marah dengan konstruktif
b) gunakan pertanyaan terbuka
c) luangkan waktu setiap hari bersama klien
d) beri reonforcement dan dukung setiap usaha dari klien
7) Komunikasi terapeutik pada lanisa yang mengalami kecemasan
a) dengarkan dengan seksama apa yang dibicarakan klienberikan
penjelasan secara ringkas dan jelaskan apa yang
terjadiidentifikasi bersama klien sumber-sumber yang
menyebabkan ketegangan/kecemasanlibatkan staf dan anggota
keluarga
8) Komunikasi terapeutik pada lanisa yang mengalami kecemasan
a) dengarkan dengan seksama apa yang dibicarakan klienberikan
penjelasan secara ringkas dan jelaskan apa yang
terjadiidentifikasi bersama klien sumber-sumber yang
menyebabkan ketegangan/kecemasanlibatkan staf dan anggota
keluarga
9) Komunikasi terapeutik pada lansia yang menunjukkan penolakan
a) kemukakan kenyataan perlahan-lahanjangan menyokong
penolakan klienbantu klien mengungkapkan
keresahan/perasaan sedihnya
b) libatkan keluarga
10)  Komunikasi terapeutik pada lansia yang mengalami depresi:
a) lakukan kontak sesering mungkinberi perhatian terus menerus
b) libatkan klien dalam menolong dirinya sendirigunakan
pertanyaan terbuka
c) libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian

DAFTAR PUSTAKA

Muhith Abdul, Sandu Siyoto.(2018). Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing & Health.
Yogyakarta: CV. Andi Offset
Mundakir. (2006). Komunikasi keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.Yogyakarta: Graha
Ilmu

Ruslan, Rosady. (2014). Management Public Relation dan Media Komunikasi Konsepsi dan
Aplikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

3. Jelaskan analisis askep komunikasi pada lansia dengan perubahan fisiologis: system
musculoskletal

FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Ny. Z L/P
Tempat/tgl lahir : Baturaja, 25 Mei 1949
Golongan darah :O
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Ogan
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Air Gading
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Diagnosa medik : Stroke Hemoragic

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. M
Umur : 46 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam
Suku : Ogan
Hubungan dg pasien : Anak
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Air Gading

B. Status Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
a. Alasan masuk rumah sakit/keluhan utama : klien mengatakan bahwa kepalanya
sering pusing dan lengan kanannya tidak merasakan apapun.
b. Factor pencetus : Stress dan kelelahan
c. Lamanya keluhan : ± 6 bulan
d. Timbulnya keluhan : mendadak
e. Factor yang memperberat : Hipertensi
2. Status kesehatan masa lalu
A. Penyakit yang pernah dialami (kaitkan dengan penyakit sekarang) : hipertensi
B. Kecelakaan : Tidak Ada
3. Pernah Dirawat
1) Penyakit : Stroke

2) Waktu : 6 bulan

3) Riwayat operasi : Tidak Ada


C. Pengkajian Pola Fungsi dan Pemeriksaan Fisik
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
a. Persepsi tentang kesehatan diri : klien mengatakan bahwa ia ingin selalu sehat.
b. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan perawatannya : klien
mengatakan semenjak sakit ia mengetahui tentang penyakitnya dan tentang
perawatan yang harus ia dapatkan.
c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
1) Kebiasaan diit yang adekuat, diit yang tidak sehat : klien menngatakan
bahwa ia selalu menghindari makanan kemasan.
2) Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri, imunisasi :
klien mengatakan bahwa selama sakit ia jarang melakukan posyandu
seperti sebelum sakit dan klien mengatakan bahwa ia mendapatkan
bantuan untuk kebersihan dirinya.
3) Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan
a) Yang dilakukan bila sakit : klien datang ke puskesmas terdekat atau
rumah sakit.
b) Kemana pasien biasa berobat bila sakit : Ke puskesmas terdekat
c) Kebiasaan hidup (konsumsi jamu/alkohol/rokok/kopi/kebiasaan
olahraga)
d. Factor sosioekonomi yang berhubungan dengan kesehatan
1) Penghasilan : Rp 100.000/hari
2) Asuransi/jaminan kesehatan : ada, BPJS
3) Keadaan lingkungan tempat tinggal : Baik

2. Nutrisi, cairan & metabolic


a. Gejala (subyektif)
1) Diit biasa (tipe) : NB Jumlah makan per hari : 3x/hari
2) Pola diit : teratur Makan terakhir : pagi tadi
3) Nafsu/selera makan : ada Mual : tidak ada
4) Muntah : tidak ada
5) Nyeri ulu hati : tidak ada
6) Alergi makanan : tidak ada
7) Masalah mengunyak/menelan : tidak ada
8) Keluhan demam : tidak ada
9) Pola minum/cairan : jumlah minum : 8 gelas/hari
- cairan yang biasa diminum : air putih
10) Penurunan bb dalam 6 bulan terakhir : tidak ada

b. Tanda (obyektif)
°
1) Suhu tubuh : 36,5 C Td : 160/90 mmHg N: 80 x/m RR: 20 x/m

2) Diaphoresis : tidak ada


3) Berat badan : 46 kg Tinggi badan : 145 cm
4) Turgor kulit : elastic Tonus otot : tidak ada
5) Edema : tidak ada
6) Ascites : tidak ada
7) Distensi vena jugularis : tidak ada
8) Hernia/masa : tidak ada
9) Bau mulut/halitosis : tidak ada
10) Kondisi mulut gigi/gusi/mukosa mulut dan lidah : baik

3. Pernafasan, aktivitas dan latihan pernapasan


a. Gejala (subyektif)
1) Dispnea : tidak ada
2) Penggunaan alat bantu : tidak ada
b. Tanda (obyektif)
1) Pernapasan : frekuensi 20x/menit
2) Penggunaan alat bantu nafas : tidak ada
3) Fremitus : tidak ada Bunyi nafas : tidak ada
4) Egofoni : tidak ada Sianosis : tidak ada
4. Aktivitas (termasuk kebersihan diri) dan latihan
a. Gejala (subyektif)
1) Kegiatan dalam pekerjaan : terbatas
2) Kesulitan/keluhan dalam aktivitas
a) Pergerakan tubuh : lengan kanan klien sulit digerakkan.
b) Kemampuan merubah posisi : mandiri
3) Perawatan diri (mandi, mengenakan pakaian, bersolek, makan,
dll): perlu bantuan, lengan kanan klien tidak merasakan apapun
dan sulit digerakkan.
4) Toileting (BAB/BAK) : perlu bantuan
5) Keluhan sesak nafas setelah beraktivitas : tidak ada
6) Mudah merasa kelelahan : tidak ada
7) Toleransi terhadap aktivitas: kurang, lengan kanan klien sulit digerakkan.
b. Tanda (obyektif)
1) Respon terhadap aktifitas yang teramati : kegiatan yang dilakukan tidak bisa
menggunakan lengan kanan.
2) Status mental (misalnya menarik diri, letargi) : tidak ada
3) Penampilan umum
a) Tampak lemah : ya, jelaskan : klien mengalami stroke
b) Kerapian berpakaian : rapih
4) Pengkajian neuromuskuler
a) Masa/tonus : tidak ada
b) Kekuatan otot : lemah
c) Rentang gerak : lambat
d) Deformasi : tidak ada
5) Bau badan : tidak ada bau mulut : tidak ada
a) Kondisi kulit kepala : bersih
b) Kebersihan kuku : bersih
5. Istirahat
a. Gejala (subyektif)
1) Kebiasaan tidur : normal Lama tidur : 6 jam
2) Masalah berhubungan dengan tidur
a) Insomnia : tidak ada
b) Kurang puas/segar setelah bangun tidur : tidak ada
c) Lain-lain, sebutkan : tidak ada
b. Tanda (obyektif)
1) Tampak mengantuk/mata sayu : tidak ada
2) Mata merah : tidak ada
3) Sering menguap : tidak ada
4) Kurang konsentrasi : tidak ada
6. Eliminasi
1) Pola BAB : frekuensi : 3x seminggu Konsistensi : Normal
2) Perubahan dalam kebiasaan BAB (penggunaan alat tertentu misal) : tidak ada
3) Kesulitasn BAB konstipasi : tidak ada
4) Diare : tidak ada
5) Penggunaan laksatif : tidak ada
6) Waktu BAB terakhir : pagi tadi
7) Hemoroid : tidak ada
8) Riwayat inkontinensia alvi : tidak ada
9) Penggunaan alat-alat (misalnya pemasangan kateter) : tidak ada
10) Riwayat penggunaan diuretik :tidak ada
Rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK : tidak

7. Neurosensori dan Kognitif

a. Gejala (subyektif)
1) Adanya nyeri
P = paliatif/provokatif (yang mengurangi/meningkatkan nyeri): nyeri berkurang
bila klien memejamkan mata dan dalam keadaan rileks.
Q = qualitas/quantitas (frekuensi dan lamanya keluhan dirasakan serta deskripsi :
Nyeri hilang timbul
R = region/tempat (lokasi sumber & penyebarannya) : nyeri kepala seluruhnya
S = severity/tingkat berat nyeri (skala nyeri 1-10) : 6
T = time (kapan keluhan dirasakan dan lamanya) : hilang timbul, paling lama1
jam
2) Rasa ingin pingsan/pusing : tidak ada
3) Sakit kepala : lokasi nyeri, seluruh kepala Frekuensi : terus - menerus
4) Kesemutan/kebas/kelemahan (lokasi) : lengan kanan
5) Kejang : tidak ada
6) Mata : penurunan penglihatan :tidak ada
7) Pendengaran : penurunan pendengaran : tidak ada
8) Epistaksis : tidak ada
b. Tanda (obyektif)
1) Status mental
Kesadaran : composmentis
2) Skala koma glasgow (gcs) :
Respon membuka mata (e) : 5 Respon motorik (m) : 3 Respon verbal : 4
3) Terorientasi/disorientasi : waktu : 3 x 24 jam tempat : lengan kanan
4) Persepsi sensori : Ilusi : tidak ada Halusinasi : tidak ada
Delusi: tidak ada Afek : tidak ada

8. Keamanan
a. Gejala (subyektif)
1) Alergi : (catatan agen dan reaksi spesifik)
2) Obat-obatan : tidak ada
3) Makanan : tidak ada

4) Faktor lingkungan : tidak ada

5) Riwayat penyakit hubungan seksual : tidak ada

6) Riwayat transfusi darah : tidak ada

7) Kerusakan penglihatan, pendengaran : tidak ada

8) Riwayat cidera : tidak ada

9) Riwayat kejang : tidak ada


b. Tanda (objektif)
1) Suhu tubuh : 36,50C
2) Jaringan parut : tidak ada
3) Kemerahan pucat : tidak ada

9. Seksual dan reproduksi

a. Gejala (subyektif)
1) Pemahaman terhadap fungsi seksual : ya
2) Gangguan hubungan seksual karena berbagai kondisi (fertilitas, libido, ereksi,
menstruasi, kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi atau kondisi sakit) : tidak
ada
3) Permasalahan selama aktivitas seksual : tidak ada
4) Pengkajian pada laki-laki
Raba pada penis : tidak ada
Gangguan prostat : tidak ada
5) Pengkajian pada perempuan
a) Riwayat menstruasi (keturunan, keluhan) : menopause
b) Riwayat kehamilan : tidak ada
c) Riwayat pemeriksaan ginekologi misal pap smear : tidak ada
b. Tanda (obyektif)
1) Pemeriksaan payudara/penis/testis
2) Kutil genital, lesi

10. Persepsi diri, konsep diri dan mekanisme koping


a.Gejala (subyektif)
1) Faktor stres : baik
2) Bagaimana pasien dalam mengambil keputusan (sendiri atau dibantu) : klien
biasanya dibantu oleh anaknya.
3) Yang dilakukan jika menghadapi suatu masalah (misalnya memecahkan
masalah, mencari pertolongan/berbicara dengan orang lain, makan, tidur,
minum obat-obatan, marah, diam, dll) : meminta bantuan kepada anaknya.
4) Upaya klien dalam menghadapi masalahnya : berdo’a kepada Allah.
5) Perasaan cemas/takut : ada, klien kesulitan dalam menggerakkan lengan
kanannya dan tidak bisa merasakan apapun.
b. Tanda (obyektif)
1) Status emosional : gelisah
2) Respon fisiologi yang terobservasi
- Perubahan tanda vital : tidak ada
- Ekspresi : gelisah dan murung
Data penunjang
1. Laboratorium
- Cholesterol : 175 mg/dL
- Gula darah sewaktu : 150 mg/dL
2. Radiologi : Tidak diperiksa
3. Pemeriksaan lain : Tidak ada
4. Obat-obatan : 1. Captopril 1 x 1
2. Asamefenamat 3 x 1
3. Vit. B complex 1 x 1

5. Diet
Diet hipertensi ( rendah garam )
ANALISIS DATA

Data Fokus PROBLEM ANALISIS


Ds : Penurunan kekuatan otot Gangguan Mobilitas Fisik
- klien mengatakan lengan
kanannya tidak merasakan
apapun dan sulit digerakkan.
- keluarga klien mengatakan
jika klien hendak melakukan
sesuatu dengan tangan kanan,
klien butuh bantuan.
Do :
- klien kesulitan menggerakkan
lengan kanannya
- klien tampak lemah, skala
kekuatan otot 2/5
DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1 GANGGUAN MOBILITAS FISIK B.D PENURUNAN KEKUATAN OTOT

RENCANA KEPERAWATAN

Waktu Luaran & kriteria


No Perencanaan Rasional
(tgl/jam) hasil
1. Selasa, 22 Diagnosis 1. Kaji kemampuan Setelah dilakukan
Agustus 2021 keperawatan: klien dalam tindakan keperawatan
10:00 WIB Gangguan mobilitas melakukan diharapkan kekuatan otot
fisik mobilitas fisik klien meningkat.
2. Ajarkan latihan Dengan criteria hasil :
Ekspetasi : meningkat ROM (aktif dan Klien mampu beraktifitas
pasif) seperti biasanya (normal).
Criteria hasil :
1. Gerakan terbatas
(menurun)
2. Kekuatan otot
(meningkat)
CATATAN PERKEMBANGAN

Diagnosis TTD
Waktu Evaluasi
Keperawatan
Selasa , Gangguan mobilitas S:
22-08- fisik - klien mengatakan lengan kanannya tidak
2021 merasakan apapun dan sulit digerakkan.
10:00 - keluarga klien mengatakan jika klien hendak
WIB melakukan sesuatu dengan tangan kanan, klien
butuh bantuan.

O:
Klien sulit menggerakkan lengan kanannya, skala
kekuatan otot klien 2/5.

A : Gangguan Mobilitas Fisik

P:
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan
mobilitas fisik
2. Ajarkan latihan ROM (aktif dan pasif)
3. Motivasi klien untuk melakukan latihan
sesuai kemampuan
4. Libatkan keluarga untuk ikut berpartisipasi
dalam aktivitas latihan ROM

I:
1. Mengkaji kemampuan klien dalam
melakukan mobilitas fisik
2. Mengajarkan latihan ROM (aktif dan pasif)
3. Memotivasi klien untuk melakukan latihan
sesuai kemampuan
4. Melibatkan keluarga untuk ikut
berpartisipasi dalam aktivitas latihan ROM
E : masalah belum teratasi, intervensi dilanjutkan

4. Jelaskan analisis keperawatan (pengkajian, analisis data, diagnosis, intervensi) pada


lansia dengan perubahan psiko, sosial, dan spiritual pada lansia
A. Asuhan pada psiko sosial, spiritual
1) Pengkajian Keperawatan
a) Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah
klien dan alamat klien.
b) Orang-orang terdekat
Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga
dan fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi
dalam keluarga.
c) Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem
rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan
dan keperawatan, faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan
penyakit secara umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan
mengenai perawatan dan pengobatan.
d) Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari,
dependen.
e) Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, kegagalan /frustasi berulang, tekanan dari
kelompok; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba
misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, perlakuan orang
lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri
sendiri yang berlangsung lama.
f) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien
g) Aspek Psikososial
(1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
(2) Konsep diri;
Citra tubuh: Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh
yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang
telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
(3) Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan
(4) Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua.
(5) Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena
penyakitnya, mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
(6) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya
diri. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam
melakukan hubungan sosial dengan orang lain terdekat
dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
h) Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
i) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan
nya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri)
j) Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitasi.

2) Diagnosa Keperawatan
a) Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi
kegagalan pada  peristiwa-peristiwa kehidupan.
b) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan memori;
ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan
memecahkan masalah.
c) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
d) Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien;
keyakinan kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.

3) Rencana Keperawatan
a) Intervensi Diagnosa 1:
1. Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang
dikatakannya.
Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai
menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai
perubahan fungsi/gaya hidup.
2. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan
hal-hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau
dirubah.
Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi
kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan;
meningkatkan orientasi realita.
3. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber
komunitas.
Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan
dengan grup yang diminati dengan cara yang membantu dan
perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling.
b) Intervensi Diagnosa 2:
1. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya
penggunaan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan
perasaan.
Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang
berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan
sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa
kontrol individu.
2. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien
Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan
persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha
pemecahan masalah.
c) Intervensi diagnosa 3:
1. Pahami rasa takut/ansietas
Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien
untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan
menghadapinya.
2. Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada
pola kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari
situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
3. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat
ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan
tidak tertolong dan ansietas.
Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien
dalam mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki
ekuilibrium.
d) Intervensi diagnosa 4:
1. Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.
Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai
pemikiran/faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi
individu.
2. Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi
dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
3. Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
Rasionalnya: adanya keluarga/orang terdekat yang
memperhatikan/peduli dapat membantu pasien dalam proses
penyembuhan.
4) Implementasi
a) Intervensi Diagnosa 1:
1. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya..
2. Membantu untuk menjelaskan pada pasien hal-hal yang
mungkin perlu dirubah.
3. Memberikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber
komunitas.
b) Intervensi Diagnosa 2:
1. Melakukan tindakan untuk memunculkan mekanisme koping.
2. Memperbaiki konsep yang dimiliki pasien ke arah yang benar.
c) Intervensi diagnosa 3:
1. Memahami rasa takut/ansietas pasien.
2. Melakukan tindakan tingkat realita bahaya bagi pasien dan
tingkat ansietas.
3. Memotivasi pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi
saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi
perasaan tidak tertolong dan ansietas.
d) Intervensi diagnosa 4:
1. Mengarahkan ketentuan kepercayaan kultural, spiritual dan
kesehatan.
2. Meningkatkan kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien
tentang situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
3. Mengkaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.

5) Evaluasi
a) Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri
sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.
b) Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping
pribadi/kemampuan memecahkan maslah.
c) Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya
ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
d) Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit
dan pemahaman regimen pengobatan
 
DAFTAR PUSTAKA

Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai


Aspek. Jakarta:.Gramedia Pustaka Utama.

Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi 2. Jakarta; EGC. 

Watson, Roger. 2003. Perawatan Lansia Edisi ke-3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai