Anda di halaman 1dari 44

The Soul of Pharmacist

Farmasi Sosial sebagai


Kompetensi Spesifik Apoteker
di Pelayanan Kefarmasian
Oleh: Tutus Gusdinar Kartawinata
Disampaikan pada Rakernas & Pertemuan Ilmiah
Tahunan Hisfarma (PIT Hisfarma)
Kota Manado 13 Juli 2018
Pengetahuan apa yang
diperlukan untuk bersaing di
dunia global dan di dunia
virtual yang memasuki era
INDUSTRY 4.O ?
5 AGES OF CIVILIZATION’S VOICE
Pharmacy ?
Education ?

Pharmacy ?

Education ?

Pharmacy ? Education ?
Education ?
Pharmacy ?

Education ?
Pharmacy ?

Education ?

S.R.Covey, The 8th Habit, from Effectiveness to Greatness, Free Press 2004
The Way Forward to Industry 4.0
• The Mind → Contextual
Intelligence
• The Heart → Emotional
Intelligence
• The Soul → Inspired
Intelligence
• The Body → Physical
Intelligence
Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution, World Economic Forum, 2016
10 Ketrampilan Utama yang
relevan pada era Industry 4.0
Educating the Mind
for Industry 4.0

Thinking Skills
&
Learning Skills
5 Minds for the Future
• The DISCIPLINED mind
• The SYNTHESIZING mind
• The CREATING mind
• The RESPECTFUL mind
• The ETHICAL mind
Menghadirkan ‘Jiwa Apoteker’
Originalitas ilmu dan praktik farmasi: pembuatan &
penyediaan obat sebagai sarana penyembuhan pasien.
Apa makna & nilai keprofesian di balik itu?
Kongres Apoteker dan Saintis Farmasi Sedunia (FIP) di
Seoul (2017) bertema “Medicines and beyond! The
Soul of Pharmacy”, menyeru para apoteker untuk
berperan lebih dari biasa, agar mampu mengeksplorasi
diri untuk memberikan keutamaan layanan, saran
dan pertolongan kepada pasien, meningkatkan sikap
peduli demi kualitas hidup pasien.
10 Atribut Apoteker
1. Rendah hati
2. Empati tinggi
3. Bersikap sabar
4. Baik hati
5. Memiliki pengetahuan luas
6. Menjadi pemberi layanan edukasi terdepan
7. Mampu menjalankan bisnis
8. Mampu merinci (detail-oriented) dispensing
9. Interpretasi resep dengan tepat
10. Daya ingat yang kuat
Sepuluh Atribut Apoteker
10. Daya Ingat yang Kuat
Praktik sangat efektif, bila Apoteker mampu mengingat
dengan baik nama obat, efek samping, dan interaksi
antar-obat sebagai faktor yang menentukan ‘hidup-
mati’-nya pelayanan kefarmasian.
09. Intrepretasi Resep dengan Tepat
Apoteker melayani pasien dengan menuliskan secara
jelas dan rinci informasi yang dibaca dari resep dokter
dan/atau informasi dari perawat (nurse). Di USA,
apoteker selalu menempati ranking sebagai profesi
paling terpercaya ketelitian membaca-menulisnya.
08. Mampu Merinci (detail-oriented) Dispensing
Sesungguhnya pasien menghendaki pencampuran dan
pemberian obat dilakukan langsung oleh Apoteker.
Hendaknya (jiwa profesi) Apoteker selalu hadir
mendampingi pasien, menjelaskan setiap kondisi yang
beresiko menimbulkan efek samping, terutama saat
pasien pertama kali menggunakan obat.
07. Mampu Menjalankan Bisnis
Seorang Apoteker perlu memahami bisnis retailing
untuk mendukung praktik profesinya; terutama jika ia
adalah pemilik apotek atau penanggungjawab pengelola.
06. Menjadi Pemberi Layanan Edukasi Terdepan
Sebagai tetangga yang baik, kepada masyarakat
sekitar apotik berikan kesan: Apotekerlah orang yang
pertama dijumpai jika diperlukan informasi
tentang obat. Apoteker adalah pemberi edukasi
informasi mutakhir tentang obat, bagaimana harus
digunakan, dan bagaimana harus menjaga kondisi
tubuh di saat menggunakan obat.
05. Memiliki Pengetahuan Luas
Apoteker harus memiliki komitmen kuat untuk terus
belajar, berupaya memahami tentang obat baru,
manfaat, efek samping dan interaksinya, sehingga
lebih efektif menjalankan pekerjaan profesinya.
04. Baik Hati
Sifat baik hati ditampilkan lebih dari sifat lainnya, karena
dua alasan:
1) Seringkali pasien menemui Apoteker setelah tahu
kondisi penyakitnya dari dokter;
2) Mayoritas pasien datang ke apotik untuk menerima
obat setelah dalam kondisi lanjut atau parah.
‘Kebaikhatian Apoteker saat melayani resep adalah sikap
profesional yang meningkatkan efektivitas penyembuhan’.
03. Bersikap Sabar
Menghadapi pasien yang pertamakali berurusan dengan
pihak asuransi, misalnya mengambil obat sebelum
mengurus asuransi, Apoteker perlu sabar, pahami masalah
dan berikan bantuan untuk kedua belah pihak.
02. Empati Tinggi
Sejalan dengan sabar dan baik hati, rasa empati yang
tulus ​membantu Apoteker mengembangkan tingkat
kesabaran dan kebaikhatian. Memahami apa yang
dialami pasien, dimungkinkan jika Apoteker mampu
berkomunikasi dengan pasien, mengajukan pertanyaan
yang tepat dan mengklarifikasi masalah.
01. Rendah Hati
Keberadaannya di apotik menunjukkan kerendahhatian
Apoteker. Kecuali mengambil obat untuk pertama kali,
biasanya pasien hanya berinteraksi dengan kasir, asisten
apoteker, atau pegawai lain. Berikan kesan kepada pasien
bahwa Apoteker setiap saat siap dihubungi.
•Selain selalu hadir di tempat praktik dan
menunjukkan sikap rendah hati, Apoteker
adalah pribadi tak mudah terpengaruh oleh
promosi obat.
•Sesudah bertemu Apoteker, pasien merasa
hilang stres yang mungkin dibawa sejak
dari ruang praktik dokter.
•Kerendahhatian Apoteker memperkuat efek
penyembuhan oleh suatu obat.
Maknai ‘Profesi Farmasi’ ada di atas
tugas pokok Dispensing Obat
“Obat adalah jantung dan jiwa profesi farmasi. Tanpa obat, tak ada
profesi farmasi” (Prof Chaar)
Profesi farmasi sangat terfokus pada dispensing obat. Tuntutan
profesi masa kini mencakup pelayanan, aplikasi elektronik, piranti
baru dan gadget, tindakan preventif terukur, dan pengelolaan status
penyakit, serta domain lain yang berada di luar aspek obat.
Sejak masa belajar ilmu farmasi perlu ditumbuhkan ‘Jiwa Apoteker’
sebagai pengabdian tugas pelayanan dan prasyarat lainnya, yang
diperlukan untuk tujuan penyembuhan dan menjaga kualitas hidup
pasien.
“Harapan pasien datang ke apotik untuk menghilangkan sakit dan
penderitaan, yang diatasi dengan bantuan obat” (Prof Chaar)
Ancaman terhadap keutuhan ‘Jiwa Apoteker’
Meningkatnya korporatisasi profesi farmasi, kesibukan, dan
kekhawatiran finansial, dapat mengurangi pelayanan pasien
dan keluar dari inti ‘Jiwa Apoteker’.
“Jiwa Apoteker berada dalam ancaman kemerosotan di tangan
mereka yang menjadikan profesi farmasi sebagai bisnis murni
wirausaha; mengomersialkan layanan dan tidak menjalin
hubungan baik dengan pasien. Apoteker perlu sadar diri tentang
membangun sikap profesional dan kewajiban terhadap pasien,
lebih utama dari perolehan keuntungan finansial atau margin
laba yang besar.”
-Prof Chaar-
Kolaborasi demi penyembuhan pasien
Kerjasama antar-profesi mampu membentuk dan menjaga
nilai inti: Obat, Penyembuhan, dan Asuhan Kefarmasian.
Terobosan ilmiah dikembangkan untuk mencari pelayanan
farmakoterapi yang tepat bagi suatu kelompok pasien,
sehingga ditemukan model yang cocok bagi semua pasien.
Para akademisi mendalami pengetahuan ilmiah teoritis,
berkolaborasi dengan praktisi yang memiliki keahlian
praktik, pengalaman dan keterampilan pribadi, akan
menghasilkan cara pelayanan yang tepat bagi pasien.
Mendorong kolaborasi interdisipliner dalam profesi akan
meningkatkan mutu asuhan pasien dan efikasi pengobatan.
Edukasi & Inovasi sebagai Kunci Perubahan
‘Jiwa Apoteker’ akan terjaga jika apoteker berupaya
memperluas dan memperbarui basis pengetahuan dan
keahlian, sehingga dapat meyakinkan kepada pasien,
bahwa layanan yang mereka terima adalah terbaik dari
yang tersedia, serta sesuai dengan yang dibutuhkan.
Pendidikan Apoteker harus mampu mengantisipasi
sikap perilaku dan nilai inti profesi, serta memotivasi
lulusan agar mampu mempertahankan profesionalisme
pada standar tertinggi, dan menaruh perhatian besar
terhadap asuhan perawatan pasien.
Dengan instrumen edukasi & inovasi, apoteker dapat
memilihkan obat, pelayanan, dan saran yang paling tepat,
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien.
Apoteker tidak hanya berdiam diri di apotik, namun perlu
sadar dan berani mengemukakan isu kontemporer yang
harus diperjuangkan melalui asosiasi profesi.
Dengan mempertahankan semangat inovasi dan kreatif
membuat pemodelan-ulang cara pelayanan, niscaya
apoteker mampu mengikuti perkembangan zaman.
Apoteker perlu memahami dan mematuhi prinsip & etika
praktik secara realistis, mencegah komersialisasi profesi,
dan saling mengingatkan tugas dan tanggungjawab kepada
komunitas dan umat manusia pada umumnya.
-Prof Chaar-
Arti penting Kimia bagi Farmasi
Kimia adalah jantung ilmu farmasi, tanpa kimia
pekerjaan kefarmasian tidak berkembang. Di
setiap sisi kehidupan modern, diperlukan
ekspertis kimia.
Kimia berperan besar pada pengembangan obat
baru, sains forensik, pertanian modern, dsb.
Penyakit dan proses penyembuhan adalah bagian
dari kehidupan manusia; dengan ilmu kimia bisa
dipahami kondisi dan proses penyakit, serta cara
penyembuhannya, yakni dengan obat. Demikian
pula, ilmu kedokteran modern yang saat ini
berkembang sangat pesat, tidak terlepas dari
pemahaman dasar ilmu kimia.
Obat dan bahan baku obat adalah senyawa kimia
organik (mayoritas) ataupun anorganik.
Di beberapa negara, tidak melibatkan ahli kimia
dalam pengajaran dan riset farmasi. Meskipun ada
dekan fakultas yang bukan orang farmasi, praktik
Apoteker jangan mengabaikan basis pemahaman
kimia.

Let us take aspirin as an example. It is probably the most


popular and widely used analgesic drug because of its structural
simplicity and low cost. Aspirin is chemically known as acetyl
salicylic acid, an organic molecule. The precursor of aspirin is
salicin, which is found in willow tree bark. However, aspirin can
easily be synthesized from phenol using the Kolbe reaction, and
medicinal chemistry, and instrumental analysis all chemistry
origin (and their properties).
Bertanya ke masa depan?
Di Eropa, Apoteker adalah tenaga profesi yang
berfungsi menjamin keamanan setiap bahan kimia
yang digunakan pada tubuh manusia dan hewan,
berupa obat, kosmetik, makanan, tapal gigi, dll.
Di Jepang, sains farmasi nampak kehilangan filosofi
farmasi, saintis farmasi kehilangan identitas riset
keilmuan farmasinya dan sulit dibedakan dengan
saintis ilmu dasar yang bukan lulusan pendidikan
farmasi. Iptek farmasi Jepang berada pada level
tinggi, berkembang mengikuti model riset barat.
Isu penting saat ini di Jepang adalah melakukan
perubahan mendasar pada komunitas farmasi, seiring
dengan isu internasionalisasi teknologi yang juga
makin berkembang.
Di bidang pengembangan obat baru, perubahan filosofi
farmasi diperlukan untuk melakukan lompatan
dengan menggunakan konsep baru.

Berdasarkan filosofi farmasi, dirumuskan seven star


pharmacists (2000 FIP Statement of Policy: Good Pharmacy
Education Practice):
(1) care giver; (2) decision maker; (3) communicator;
(4) leader; (5) manager; (6) life-long learner; (7) teacher.
Plus (8) researcher.
The “soul of pharmacy” disosialisasikan pada
Kongres FIP 2017 dengan tema wacana:
• precision pharmacotherapy;
• pharmacy services & value-added services;
• smart pharmacy and how technologies
improve pharmacy;
• properties of natural medicines and their
regulation.
Pharmacy Services
& Value-added Services

Farmasi Sosial sebagai


Kompetensi Spesifik Apoteker
di Pelayanan Kefarmasian
Pharmacist
is not just a Healthcare Worker
but also is a Social Worker
Sosok Apoteker (The Profile of a Pharmacist)
dicerminkan oleh 8 penampilan sikap dalam menjalankan profesinya:
1. PEDULI & SANTUN DALAM MELAYANI (care-giver)
2. PEMBUAT KEPUTUSAN YANG TEPAT & CEPAT (decision-maker)
3. PENCERAH KEPENTINGAN MULTI PIHAK (communicator)
4. PENGELOLA HANDAL YANG SANGAT TELITI (manager)
5. PEMBELAJAR SEPANJANG HAYAT (life-long learner)
6. PRIBADI YANG SIGAP MENGAJARKAN (teacher)
7. PEMIMPIN ARAH & TUJUAN (leader)
8. PENCARI & PENEMU CARA BARU (researcher)

Apoteker Masa Depan perlu banyak kesempatan berlatih dalam aspek yang
berkaitan dengan Farmasi Sosial; membentuk kemampuan diri (capacity building) untuk
memberi pelayanan terbaik bagi pasien/pelanggan/pengguna terkait di setiap fungsi profesi.
Mewujudkan Peran Farmasi Sosial

Farmasi Sosial: bidang interdisiplin yang


memampukan Apoteker bertanggungjawab
atas keputusan profesional terkait ihwal
penggunaan obat oleh masyarakat.

Disiplin Ilmu Farmasi Sosial berkembang pesat


dan diperkirakan akan menempati posisi sentral
pada kurikulum pendidikan farmasi.
Peran Apoteker di Masa Datang
tuntutan area kompetensi yang cenderung meluas

1. Sistem mutu mengatasi kesalahan penulisan resep dan dispensing obat


2. Otomatisasi penulisan resep, dispensing obat, dokumentasi pelayanan
3. Perluasan peran untuk menulis resep
4. Keterdidikan dan harapan pasien makin tinggi
5. Penelitian berpusat pada pasien perlu diajarkan sejak di pendidikan
sarjana farmasi/apoteker
6. Pengembangan layanan primer akan diikuti dengan meningkatnya
aksesibilitas pasien untuk menerima saran/nasehat kefarmasian
7. Peran-integratif Apoteker Kesehatan Masyarakat (public health
pharmacist) yang strategis untuk menangani pencegahan dan
penyembuhan penyakit.
Riset/kajian praktik farmasi
makin diperlukan
Tantangan masa depan pelayanan farmasi:
Farmasi Sosial & Manajemen Penyakit Kronis

Layanan apotek/klinik yang terintegrasi dengan perguruan


tinggi mendorong penelitian berbasis praktik. Pendidikan
beradaptasi dengan filosofi praktik apoteker ‘berpusat pada
pasien’ membentuk kompetensi praktik ‘berbasis hasil riset’.

Kelompok riset perguruan tinggi bekerjasama dengan


apoteker rumah sakit menjalankan program pascasarjana
yang sinergis dengan penelitian praktik, mengembangkan
cara-cara baru pelayanan pasien.
Tidak hanya berbasiskan pustaka ‘barat’
Edukasi Perilaku
Menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk
membekalkan kiat praktis kepada calon
Apoteker supaya mampu memberikan informasi,
dukungan dan bantuan profesional kepada
tenaga kesehatan (NAKES) lain, dilandasi
‘panggilan jiwa’ yang memprioritaskan
keselamatan pasien (patient safety).
Profesi Farmasi dalam
Matra Sosial
Farmasi Sosial

"Upaya untuk mengintegrasikan obat ke


dalam perspektif yang lebih luas mencakup
aspek hukum, etika, ekonomi, politik,
sosial, komunikasi, dan psikologi, dalam
sistem evaluasi untuk penggunaan obat
yang aman dan rasional".
Berkembang sejak 1970-an, Farmasi Sosial
telah banyak memberi kontribusi terhadap
pengetahuan tentang kebutuhan pasien &
masyarakat, yang memiliki kepentingan
bersama untuk mendapatkan obat yang paling
efektif, paling aman, dan harga terjangkau.

Farmasi Sosial menyuarakan kebutuhan


pengguna (user) kepada produsen obat
(practician) dan pemerintah (regulator).
Dalam konteks Farmasi Sosial, tidak ada model
pembelajaran yang dapat berlaku (fit-in) di semua
negara, namun ada konsep umum, prinsip dan
praktik yang menjadi dasar penentu kebijakan
pendidikan; implementasinya diselaraskan dengan
kebutuhan masyarakat lokal, regional ataupun global.

Dalam Era Farmasi Sosial


institusi pendidikan farmasi saling berbagi (share)
pengetahuan dan sumberdaya pendidikan dengan
kolega pendidik antar-negara.
• Pemahaman tentang isu-isu yang berkaitan dengan
Farmasi Sosial akan memajukan profesi apoteker,
sekaligus peningkatan upaya kesehatan masyarakat.
• Farmasi Sosial: studi transdisiplin perilaku manusia
(individu atau kelompok) terkait dengan disiplin ilmu
farmasi yang berhubungan dengan psikologi, sosiologi,
antropologi.

Sebagai disiplin yang relatif baru, basis riset teoritis


Farmasi Sosial masih berada di awal perkembangan;
masih membutuhkan studi banding antar-disiplin ilmu
dari berbagai institusi yang menangani aspek-aspek
Farmasi Sosial, pada berbagai pelosok di seluruh dunia.
Pembelajaran Farmasi Sosial membutuhkan sintesis
pengetahuan farmasi yang wajib dilatihkan secara
transdisiplin:
1. Pembelajaran sains fundamental konvensional seperti
kimia, farmakologi, fisiologi, hukum; dan pengetahuan
tentang perundang-undangan
2. Pembelajaran farmasi klinik
3. Pembelajaran sosiohumaniora dan kemampuan
komunikasi
Tujuan instruksional Farmasi Sosial dalam Kurikulum Farmasi:
1) Mengidentifikasi mata ajar dalam rencana program studi farmasi
terkait dengan aspek farmasi sosial dalam lingkup luas.
2) Perbandingan representasi mata ajar yang sesuai dengan tradisi dan
budaya masyarakat daerah dan wilayah.
Leveling Organisasi & Disiplin Ilmu Kefarmasian

Biosfir
Masyarakat/Bangsa
Sains Sosial
&
Budaya/Subkultur Farmasi Sosial
Humaniora Komunitas
Kelompok Kecil/Keluarga
Manusia Farmasi Klinik

Organ
Sains Natural
Sel Kimia & Biologi
[ IPA } Molekul
Atom
Kajian inti Farmasi Sosial mencakup perilaku &
perspektif berbagai pihak: pemerintah, otoritas
kesehatan setempat, pembayar pihak ketiga (a.l.
asuransi), tenaga profesi kesehatan, dan industri
farmasi; dikaitkan dengan perilaku & perspektif
pasien dan masyarakat umum pengguna obat.

Topik kunci Farmasi Sosial mencakup pemasaran,


ekonomi, distribusi, komunikasi, kepatuhan (pasien
mengikuti instruksi yang disepakati), pemantauan
(kendali dan pengawasan), dan individualisasi
penggunaan obat.
MAKNA PROFESI FARMASI
bagi eksistensi BANGSA
Profesi farmasi memberikan jaminan keamanan, khasiat dan
mutu serta pelayanan bagi setiap penggunaan produk
farmasi, ataupun bahan eksogenik lain, yang dimanfaatkan
untuk tujuan modifikasi/eksplorasi kondisi normofisiologi
ataupun patofisiologi tubuh manusia (dan hewan/tumbuhan).

Oleh karena itu, profesi farmasi memberi kontribusi besar bagi


ketahanan suatu bangsa dari ancaman bahaya penggunaan
produk eksogenik yang dsalah ataupun disalahgunakan.

-Tutus Gusdinar-
42
Catatan Penutup
• Apoteker dituntut menjadi anggota tim kesehatan yang
aktif, bertanggungjawab atas hasil pengobatan pasien, dan
menjamin keamanan penggunaan obat secara rasional.
• Asuhan kesehatan (pharmaceutical care) membutuhkan
peran & tanggungjawab Apoteker terkait penerapan
konsep & riset farmasi sosial.
• Tidak ada model pendidikan dan pelatihan terbaik yang
dapat menjadi rujukan dunia. Tapi konsep, prinsip, dan
praktik yang bersifat umum dapat digunakan oleh para
penentu kebijakan pendidikan sebagai acuan umum sesuai
kebutuhan masyarakat lokal, regional, global.
• Civitas academica farmasi perlu berbagi pengalaman,
pengetahuan dan sumberdaya pendidikan antar-kolega di
seluruh dunia.
43
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai