Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMAN MATERI FENOMENA PERPINDAHAN MENGENAI

PROSES PERPINDAHAN PANAS

Disusun Oleh :

Andrie Kurniawan Indra Nim. 180140143

Kelas A5

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

2021-2022
2.1 Kolektor Surya
2.1.1 Bagian-Bagian Kolektor Surya
Kolektor surya merupakan alat yang berfungsi menyerap efek radiasi sinar
matahari dan merubahnya menjadi energi panas (kalor) yang berguna. Adapun
bagian-bagian dari kolektor surya adalah:
a. Penutup transparan (kaca bening)
Penutup transparan merupakan lapisan teratas dari kolektor surya. Penutup
transparan pada umumnya menggunakan kaca bening sebagai bahannya. Pemilihan
kaca bening sebagai penutup transparan pada kolektor diharapkan memiliki sifat
transmisivitas yang tinggi, serta sifat absorbsivitas dan refleksivitas serendah
mungkin. Refleksivitas (daya pantul suatu benda) tergantung pada indek bias dan
sudut datang yang dibentuk oleh sinar datang terhadap garis normal suatu
permukaan. Sedangkan transmisivitas suatu permukaan dapat mempengaruhi
intensitas energi matahari yang diserap oleh pelat penyerap. Transmisivitas kaca
akan menurun bila sudut datangnya melebihi 45° terhadap vertical. Sedangkan
absorbsivitas akan bertambah sebanding dengan panjang lintasan pada penutup
transparan, sehingga bagian yang diteruskan menjadi berkurang.
b. Pelat penyerap
Pelat penyerap yang ideal memiliki permukaan dengan tingkat absorbsivitas
yang tinggi, guna menyerap radiasi matahari sebanyak mungkin dan memiliki tingkat
emisivitas serendah mungkin. Disamping itu, pelat penyerap diharapkan memiliki
nilai konduktivitas thermal yang tinggi. Pemilihan bahan dengan tingkat emisivitas
serendah mungkin dimaksudkan agar kerugian panas karena radiasi balik sekecil
mungkin.
c. Isolasi
Untuk menghindari terjadinya kehilangan panas ke lingkungan, bagian luar
suatu kolektor surya diberi isolasi (perdam panas), yang dimana bahan yang
digunakan sebagai isolator merupakan bahan dengan sifat konduktivitas thermal yang
rendah.
2.1.2 Radiasi yang Diserap Kolektor Surya
Pada kolektor surya yang digunakan sebagai pemanas udara, radiasi matahari
tidak akan sepenuhnya diserap oleh pelat penyerap. Sebagian radiasi akan
dipantulkan (direfleksikan) menuju bagian dalam penutup transparan. Pantulan sinar
yang menuju penutup transparan akan dipantulkan kembali dan sebagian lainnya
terbuang ke lingkungan. Proses penyerapan radiasi ini diperlihatkan pada Gambar
2.14
Gambar 2.14 Penyerapan radiasi matahari oleh kolektor
Sumber: (Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)

Gambar 2.14 menjelaskan proses pemantulan berulang, dimana berkas radiasi


yang menimpa kolektor, pertama akan menembus penutup transparan yang kemudian
menimpa pelat penyerap. Sebagian radiasi akan dipantulkan kembali ke penutup
transparan, dan sebagian lagi akan diserap pelat penyerap. Hasil pantulan radiasi dari
pelat penyerap yang menuju katup transparan akan dipantulkan kembali ke pelat
penyerap, sehingga terjadi proses pemantulan berulang seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.14. simbol τ menyatakan nilai transmisivitas penutup transparan.
Simbol α menyatakan nilai absorbsivitas anguler pelat penyerap, dan qd menyatakan
nilai refleksivitas radiasi hambur dari penutup transparan.
Dari energi masuk yang menimpa kolektor, maka (τ α) adalah energi yang
diserap oleh pelat penyerap, dan energi sebesar (1-α) adalah jumlah energi yang

dipantulkan menuju penutup. Pantulan yang mengenai penutup tersebut merupakan


radiasi hambur. Sehingga energi sebesar (1 − α)v qd kemudian dipantulkan kembali
oleh penutup menuju pelat penyerap, dan terjadi proses pemantulan berulang.
Besarnya energi maksimum yang diperoleh kolektor adalah:
(vα) = vα ∑œ [(1 − α)q ..................... (2.15)
n cα
n=0 d] =
1–(1–α).qd
Untuk mendekatkan perhitungan kolektor dapat digunakan persamaan:
(vα)ave ≈ 1,01 vα............................................................... (2.16)
Perkalian antara transmittance-absorbtance product rata-rata atau (vα)ave adalah,
perbandingan antara radiasi matahari yang diserap (S) terhadap radiasi matahri yang
menimpa kolektor (IT). Sehingga radiasi matahari yang diserap oleh permukaan pelat
penyerap adalah:
S = (vα)aveIT.................................................................... (2.17)

2.2 Kolektor Surya Pelat Bergelombang Sebagai Pelat Penyerap dan Pembuat
Arah Alur Aliran Fluida
Rancangan kolektor surya pada penelitian ini akan menggunakan pelat seng
sebagai pelat penyerap dan pembuat arah alur aliran fluida (udara) yang disusun
pararel sehingga menciptakan beberapa saluran fluida kerja guna mengetahui
performansi dari variasi jumlah saluran fluida kerja.

2.2.1 Penggunaan Pelat Bergelombang


(Hollands, 1965) melakukan penelitian dengan menggunakan pelat
bergelombang sebagai pelat penyerap pada kolektor surya. Yang arah fluida kerjanya
menyeberangi pelat bergelombang (arah alirannya tidak mengikuti kontur pelat).
Dimana pada penelitiannya, diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan pelat
bergelombang sebagai absorber, dapat meningkatkan tingkat absorbsivitas pelat
penyerap terhadap radiasi sinar matahari. Hollands juga mendapatkan hasil penelitian
hubungan antara sudut timpa dengan refleksivitas yang dibuat dalam bentuk grafik
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Grafik hubungan antara sudut timpa dengan refleksivitas


Sumber: (Hollands, 1965)

Dengan adanya bentuk gelombang, radiasi yang mengenai pelat penyerap,


dimana sebagian akan dipantulkan ke penutup transparant, dan sebagian akan
dipantulkan ke bagian gelombang disebelahnya seperti pada Gambar 2.16. Dimana
pemantulan berulang akan lebih banyak terjadi daripada jika hanya menggunakan
pelat datar sebagai pelat penyerap, yang hanya mengandalkan pemantulan berulang
yang terjadi antara penutup transparan dan pelat penyerap.

Gambar 2.16 Proses pemantulan berulang pada pelat bergelombang


Sumber: (Hollands, 1965)

Pelat bergelombang yang memiliki beda ketinggian atara gelombangnya juga


berfungsi memantulkan panas ke sisi gelombang yang lainnya, yang diharapkan
meningkatkan penyerapan panas.
2.2.2 Aliran Fluida pada Pelat Bergelombang
Selain menambah luasan pelat penyerap, pelat bergelombang juga membuat
fluida kerja (udara) dipaksa mengikuti kontur pelat yang bergelombang dengan
tujuan sebagai pengganggu aliran fluida. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.17

Gambar 2.17 Aliran fluida pada pelat bergelombang

Sumber: (Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)

Fluida yang mengalir diantara pelat menerima hantaran panas dari hasil
penyerapan radiasi sinar matahari. Dimana aliran gelombang pada fluida dihasilkan
dari pemantulan aliran fluida yang disebabkan karena kontur pelat yang tidak rata.
Pemantulan fluida kerja yang berulang menyebabkan distribusi panas dari pelat
penyerap ke fluida kerja lebih baik.
2.2.3 Kolektor Surya Pelat Bergelombang
Kolektor surya ini memiliki rancangan dengan menggunakan pelat
bergelombang sebagai pelat penyerap dan variasi jumlah pelat bergelombang yang
disusun dibawah pelat penyerap. Aliran fluida kerja mengalir dibawah pelat
penyerap, dan pada bagian atas pelat penyerap udara dikondisikan diam.
a. Skema Kolektor
Skema kolektor surya pelat bergelombang sebagai absorber ditunjukan
pada Gambar 2.18

Gambar 2.18 Skema kolektor surya pelat bergelombang


Sumber: (Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)

b. Tahanan Thermal
Untuk tahanan thermal yang terjadi pada kolektor surya pelat bergelombang
dapat dijelaskan seperti pada gambar 2.19
1/
ℎr Singk–c
Tc

Keterangan:
k/
c–a
∆x Ta = temperatur fluida diam
Ta
1/ Tc = temperatur cover (kaca bening)
k/ ℎ c–p
∆xa–p r
Tp = temperatur pelat penyerap

Tpc = temperatur pelat samping


Tp
T = temperatur fluida mengalir
ƒ

Tpb = temperatur pelat bawah


1/ k/
ℎc p–ƒ ∆x p–pc
1/ = perpindahan panas secara radiasi
Tƒ Tpc ℎr

1/ 1/
ℎc
ƒ–pb k/
∆x ℎc = perpindahan panas secara konveksi
pc–pb
k/ perpindahan panas secara konduksi
∆x
=

Tpb TL = temperatur lingkungan


k/
∆x pb–ico Ti = temperatur isolat
2.3 Energi berguna dan Efisiensi Kolektor Surya
Energi yang berguna digunakan untuk menghitung seberapa besar panas yang
berguna yang dihasilkan oleh kolektor surya. Sedangkan efisiensi digunakan untuk
menghitung performansi atau unjuk kerja dari kolektor surya tersebut.

2.3.1 Laju Aliran Massa Fluida


Pengujian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui performansi
kolektor surya dengan menggunakan pelat bergelombang sebagai pelat penyerap dan
pelat bawah yang terbuat dari bahan dan bentuk yang sama dengan pelat penyerap
untuk membuat laju aliran fluida mengikuti kontur pelat yang bergelombang. Untuk
mengetahui besarnya laju aliran massa dapat diketahui dari perbedaan tinggi
rendahnya ketinggian manometer saat proses pengujian.

Gambar 2.20 Inclined manometer

Menghitung laju aliran massa:


1. Menghitung perbedaan ketinggian pada manometer:
∆ℎ = sin 8 . r............................................................... (2.18)
2. Menghitung kecepatan udara:
v = ƒ2. g. ∆ℎ.............................................................. (2.19)
3. Menghitung luas saluran masuk fluida kerja:
A = P x L.......................................................... (2.20)
Setelah mendapatkan luas saluran masuk dan kecepatan udara maka laju
aliran massa dapat dihitung:
Ṅ = v. qu . A.................................................................. (2.21)
Dimana:
Ṅ = laju aliran massa (kg/s)
v = kecepatan udara (m/s)
A = luas saluran masuk udara (N2 )
ρu = massa jenis udara (kg/m3)
2.3.2 Energi Berguna Kolektor Surya
Untuk perhitungan energi yang diserap atau energi berguna pada kolektor
digunakan persamaan:
Qu = Ṅ . Cp . (To − Ti )...................................................... (2.22)
Dimana:
Qu = panas yang berguna (W)
Ṅ = laju aliran massa fluida (kg/s)
J
Cp= kapasitas panas jenis fluida ( /kg. °C))

To = temperatur fluida keluar (°C)


Ti = temperatur fluida masuk (°C)

2.3.3 Efisiensi Kolektor Surya


Efisiensi kolektor adalah perbandingan panas yang diserap oleh fluida atau
energi berguna dengan intensitas matahari yang mengenai kolektor. Performansi
kolektor dapat dinyatakan dengan efisiensi thermal. Akan tetapi, intensitas matahari
berubah terhadap waktu, oleh karena itu efisiensi thermal kolektor dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:

1. Instantaneous efficiency (efisiensi sesaat), adalah efisiensi pada


keadaan steady untuk selang waktu tertentu.
2. Long term atau all-day efficiency adalah efisiensi yang dihitung dalam
jangka waktu yang relatif lama (bisa per-hari atau per-bulan).

Performansi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh performansi dari


kolektor. Pengujian sistem kolektor surya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Pengujian untuk menentukan performansi kolektor.
2. Pengujian untuk menentukan performansi sistem secara keseluruhan.

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan performansi kolektor yang


menggunakan pelat bergelombang saja sebagai absorber. Pengujian menggunakan
metode Instantaneous efficiency (menggunakan metode dengan menghitung efisiensi
dalam jangka waktu sesaat atau setiap 10 menit sekali)
Efisiensi kolektor surya dihitung menggunakan persamaan:
Qu Ṅ .Cp .(To –Ti )
ŋ= = ................................................. (2.23)
Æc .IT Æ c IT

Dimana:
ŋ = efisiensi kolektor
Qu = panas berguna (W)
Ṅ = laju aliran massa fluida (kg/s)
J
/)
Cp = kapasitas panas jenis fluida ( kg. °C

To = temperatur fluida keluar (°C)


Ti = temperatur fluida masuk (°C)
Ac = luas bidang penyerapan kolektor (N2 )
IT = radiasi surya yang jatuh pada bidang kolektor (W⁄N2 )

2.4 Pengering Surya


Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama
dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi
utama pengering surya (Mujumdar, 2006) yaitu :

1. Solar Natural Dryer, adalah pengering surya dengan alami tanpa


menggunakan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan fluida
kerja, yang termasuk dalam kelompok ini adalah tipe kabinet, tipe
tenda, tipe rumah kaca, dan tipe pengering cerobong.
2. Semiartifical Solar Dryer, adalah pengering surya dengan konveksi
paksa, memanfaatkan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan
fluida kerja, salah satu yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah
Room Dryer.
3. Solar-Assisted Artificial Dryer, adalah pengering surya yang
memanfaatkan lebih dari satu sumber energi matahari. Sumber
energi lain hanya bersifat sebagai energi pembantu.

2.4.1 Energi Dalam Proses Pengeringan Surya


Dalam Solar dryer, perpindahan massa air dari dalam bunga
kamboja menuju udara pengering terjadi setelah penguapan air pada
permukaan bunga dan adanya perbedaan konsentrasi uap air, penguapan ini
terjadi karena bunga kamboja menerima energi kalor dari udara yang
terjadi secara konveksi. Besarnya energi yang dibutuhkan untuk
menguapkan air dalam bahan, adalah sebagai berikut:
Q = Nw ℎƒg ................................................................. (2.24)
Dimana :
Q = jumlah panas yang dibutuhkan untuk penguapan, (kJ)
Nw = jumlah massa air yang ingin dikeluarkan dari bahan, (kg)

Udara yang telah melewati kolektor, akan masuk keruang pengering


dan kontak dengan bahan yang dikeringkan. Dalam proses ini, bahan
menerima energi dari udara. Energi ini akan menguapkan air pada bahan
yang dikeringkan. Energi ini dapat dihitung setelah unit pengering bekerja
dan dilakukan pengukuran terhadap temperature pada ruang pengering,
dimana bahan yang dikeringkan berada. Besarnya energy yang diberikan
pada bahan untuk proses penguapan, adalah sebagai berikut:

Qp = ℎƒg (Nb - Nk ) ..................................................... (2.26)


Dimana :
Qp = energi panas yang diterima bahan dari udara untuk penguapan, (kJ)

Nb = massa bahan sebelum


dikeringkan, (kg) Nk = massa bahan
setelah dikeringkan, (kg) ℎƒg =
panas laten penguapan air, (kJ/kg)
Penentuan dimensi kolektor berdasarkan pada perencanaan
kebutuhan energi penguapan dan effisiensi dari alat pengering yang
dirancang. Kebutuhan energi yang diterima oleh kolektor selalu lebih besar
daripada energi yang diterima bahan, ini dikarenakan effisiensi pengeringan
yang dirancang belum ada yang mencapai 100%. Adanya losses energi
sangat mempengaruhi besarnya effisiensi alat pengering yang dibuat.
Besarnya energi radiasi matahari yang diterima, adalah sebagai berikut:
Qrc = AcIT ................................................................. (2.27)
Dimana :
Qrc = panas radiasi yang diterima, ( W )
Ac = luas permukaan kolektor, ( N2 )
IT = intensitas radiasi matahari, ( W / N2 )

Lamanya waktu pengeringan, bergantung pada kondisi internal bahan


yang dikeringkan dan kondisi lingkungan diluar bahan (udara pengering ).
Kontrol kelembaban udara menjadi sangat penting, karena akan menentukan
seberapa cepat dan besarnya massa air yang dapat diserap dari bahan yang
dikeringkan. Besarnya laju pengeringan ditentukan oleh besarnya air yang
dipindahkan dari bahan dan waktu yang dibutuhkan untuk pemindahan tersebut.

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Radiasi Matahari di Bumi


Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi matahari pada
suatu permukaan di bumi antara lain:
a. Posisi matahari
b. Lokasi dan kemiringan permukaan
c. Waktu matahari
d. Keadaan cuaca

a. Posisi Matahari
Sepanjang bumi mengelilingi matahari pada suatu lintasan yang
berbentuk elips, yang disebut sebagai bidang ekliptika. Bidang ini
membentuk sudut 23,5° terhadap bidang equator. Akibat peredaran bumi
mengelilingi matahari, menimbulkan dampak perubahan musim pada
permukaan bumi. Di Indonesia sendiri, ada dua musim, yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada saat posisi matahari berada
paling jauh diselatan bagi belahan bumi bagian utara (pada umumnya
terjadi pada bulan Desember). Sedangkan musim kemarau terjadi pada saat
posisi matahari berada pada titik paling utara bagian bumi (pada umumnya

terjadi pada bulan Juni).

Gambar.2.10 Posisi Peredaran MatahariSumber: (elizarachma.blogspot.com)


Terdapat 4 kedudukan bumi pada orbitnya, yaitu sebagai berikut.
a. Tanggal 21 Maret Dilihat dari Bumi, Matahari tepat berada pada garis
khatulistiwa (0º). Karenanya, Matahari seolah-olah terbit tepat di
sebelah timur. Demikian pula, Matahari seolah-olah tenggelam tepat
di sebelah barat.

b. Tanggal 21 Juni, dilihat dari Bumi, Matahari tampak berada pada


23½º lintang utara (LU). Karenanya, Matahari seolah-olah terbit agak
sedikit bergeser ke utara.
c. Tanggal 23 September, diamati dari Bumi, Matahari tampak kembali
berada pada garis khatulistiwa. Akibatnya, Matahari seolah-olah terbit
tepat di sebelah timur.
d. Tanggal 22 Desember, Matahari tampak berada pada 23½º lintang
selatan (LS) jika dilihat dari Bumi. Hal ini menyebabkan Matahari
seolah-olah terbit agak sedikit bergeser ke selatan.

Anda mungkin juga menyukai