Anda di halaman 1dari 21

TAUSIYAH RAMADHAN #2: ‫ت أَ َّن‬ َّ

ِ ‫الِ َحا‬k ‫الص‬ ْ k‫إِ َّن هَ َذا ْالقُرْ َءانَ يَ ْه ِدي لِلَّتِي ِه َي أَ ْق َو ُم َويُبَ ِّش ُر ْال ُم‬
َ‫ون‬kkُ‫ؤ ِمنِينَ الَّ ِذينَ يَ ْع َمل‬k
RAMADHAN BULAN AL QUR’AN ‫لَهُ ْم أَجْ رًا َكبِيرًا‬
Oleh: DMDI (Dewan Masjid Digital Indonesia) "Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan
memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shaleh
Tidak boleh dilupakan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al
bahwa bagi mereka ada pahala yang besar." (TQS. Al-Isra [17]: 9)
Qur’an. Al Qur’an adalah kitab suci yang berasal dari Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi petunjuk, penjelas dan pembeda yang
baik dan buruk dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya sudah selayaknya Al-
‫ َرا ِط‬k ‫ص‬ ِ ‫إ ِ ْذ ِن َربِّ ِه ْم إِلَى‬kِ‫ور ب‬
ِ ُّ‫ت إِلَى الن‬ ُّ َ‫اس ِمن‬
ِ ‫ا‬kk‫الظلُ َم‬ ْ ‫ابٌ أَ ْن‬kkَ‫ِكت‬
َ َّ‫ ِر َج الن‬k‫كَ لِتُ ْخ‬kk‫اهُ إِلَ ْي‬kkَ‫زَلن‬
Quran menjadi penyiram hati bagi kaum Muslim umumnya, dan bagi para ‫يز ْال َح ِمي ِد‬ ْ
ِ ‫ال َع ِز‬
pengemban dakwah khususnya. "(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan
Al-Quran selayaknya juga menjadi pengiring setiap langkah mereka. Mereka manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka,
seharusnya dipimpin oleh Al-Quran menuju setiap kebaikan. Al-Quran pun akan (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji." (TQS. Ibrahim
mengangkat kedudukan mereka lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Mereka harus [14]: 1)
senantiasa memperhatikan Al-Quran di tengah malam dan di waktu penghujung ْ ‫أَالَ بِ ِذ ْك ِر هللاِ ت‬
siang; senantiasa membacanya, menghafalnya serta mengamalkannya. Sehingga
 ُ‫َط َمئِ ُّن ْالقُلُوب‬
mereka akan menjadi sebaik-baiknya pengikut dari generasi salaf (terdahulu) maupun "Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (TQS. Ar Ra’d
generasi khalaf (belakangan). [13]: 28)
Di bulan Ramadhan ini ramai kaum muslim membaca Al-Qur’an, mereka ْ ‫أَفَالَ يَتَ َدبَّرُونَ ْالقُرْ َءانَ َولَوْ َكانَ ِم ْن ِع ْن ِد َغي ِْر هَّللا ِ لَ َو َج ُدوا فِي ِه‬
‫اختِالَفًا َكثِيرًا‬
membacanya dalam setiap waktu kesempatan di bulan Ramadhan ini. Mereka di
bulan ini sangat akrab dengan Al-Qur’an, mereka mendalami pelajaran tentang "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu
turunnya Al-Quran, tentang jaminan terpeliharanya, tentang petunjuknya, dan tentang bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
keutamaan membacanya, serta tentang segala kebaikan yang sangat banyak dalamnya." (TQS. An Nisa [4]: 82)
kandungannya:
Rasulullah saw. bersabda :
Allah SWT berfirman :
«ُ‫» َخ ْي ُر ُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم ْالقُرْ آنَ َو َعلَّ َمه‬
 َ‫إِنَّا نَحْ ُن نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر َوإِنَّا لَهُ لَ َحافِظُون‬
"Orang yang terbaik diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan
"Sesunguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran dan Kami pasti akan menjaganya." mengajarkannya." (HR. Bukhari dari Utsman bin Affan r.a)
(TQS. Al-Hijr [15]: 9)
«‫ف‬ٌ ْ‫ر‬kk‫و ُل الم َح‬kkُ‫ا الَ أَق‬kkَ‫ ِر أَ ْمثَالِه‬k ‫نَةُ بِ َع ْش‬k ‫ب هللاِ فَلَهُ بِ ِه َح َسنَةٌ َو ْال َح َس‬
ِ ‫َم ْن قَ َرأَ َحرْ فًا ِم ْن ِكتَا‬
ِ َ‫الَ يَأْتِي ِه ْالب‬
‫اط ُل ِم ْن بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َوالَ ِم ْن خ َْلفِ ِه تَ ْن ِزي ٌل ِم ْن َح ِك ٍيم َح ِمي ٍد‬ ٌ ْ‫ف َوالَ ٌم َحر‬
ٌ ْ‫ف َو ِمي ٌم َحر‬
‫ف‬ ٌ ْ‫ف َحر‬ ٌ ِ‫»ولَ ِك ْن أَل‬ َ
"Tidak datang padanya kebatilan dari sebelum dan sesudahnya, diturunkan dari Dzat "Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka dia akan mendapat satu
yang Maha Bijak dan Terpuji." (TQS. Fush Shilat [41]: 42) kebaikan. Sedangkan satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak
mengatakan bahwa ‫( ألم‬alif lam mim) adalah satu huruf. Akan tetapi Alif adalah satu "Sesungguhnya Allah akan mengangkat (menuju kemuliaan, penj.) dengan Al-Quran
huruf, Lam satu huruf, dan Mim juga satu huruf." (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin ini kepada suatu kaum dan dengannya pula Allah akan menjatuhkan (menuju
Mas’ud, dan ini hadits shahih) kehinaan, penj.) kepada kaum yang lain." (HR. Muslim)

«‫ ِه‬k‫ َو َعلَ ْي‬k ُ‫ ِه َوه‬k‫ ُع فِي‬kَ‫آن َم َع ال َّسفَ َر ِة ْال ِك َر ِام ْالبَ َر َر ِة َوالَّ ِذي يَ ْق َرأُ ْالقُرْ آنَ َويَتَتَ ْعت‬
ِ ْ‫ْال َما ِه ُر بِ ْالقُر‬ Abu Dawud dan At-Tirmidzi telah mentakhrij hadits yang sahih bahwa Rasulullah
bersabda :
ِ ‫ق لَهُ أَجْ َر‬
‫ان‬ ٌّ ‫» َشا‬
ْ
"Orang yang mahir dengan Al-Quran akan bersam-sama dengan malaikat Safarah ِ ‫ب ْالقُرْ آ ِن ا ْق َرأ َوارْ ت‬
«َ‫د‬k‫كَ ِع ْن‬kkَ‫إ ِ َّن َم ْن ِزلَت‬k َ‫ ُّد ْنيَا ف‬k ‫ا ُك ْنتَ تُ َرتِّ ُل فِي ال‬kk‫َق َو َرتِّلْ َك َم‬ ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ِ‫يُقَا ُل ل‬
yang mulia dan senantiasa berbuat baik. Dan orang yang membaca Al-Quran tapi ‫»آخ ِر آيَ ٍة تَ ْق َرأُ بِهَا‬
ِ
terbata-bata dan sangat berat baginya, ia akan mendapatkan dua pahala." (HR.
"Kelak (di akhirat) akan dikatakan kepada Shahibul Quran (orang yang senantiasa
Muslim dari ‘Aisyah, Ummul Mukminin. r.a)
bersama-sama dengan Al-Quran, penj.) bacalah, naiklah terus dan bacalah dengan
»‫ب‬ ِ ‫ت ْال‬
ِ ‫خَر‬ ِ ‫آن َك ْالبَ ْي‬
ِ ْ‫ْس فِي َجوْ فِ ِه َش ْي ٌء ِمنَ ْالقُر‬
َ ‫« إِ َّن الَّ ِذي لَي‬ perlahan-lahan (tartil) sebagaimana engakau telah membaca Al-Quran dengan tartil di
dunia. Sesungguhnya tempatmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca."
"Sesungguhnya orang yang dalam hatinya tidak ada Al-Quran sedikitpun bagaikan
rumah yang akan roboh." (HR. At-Tirmudzi, Ia menshahihkannya. Dan ini adalah «‫»ا ْق َر ُءوا ْالقُرْ آنَ َوا ْع َملُوْ ا بِ ِه َوالَ تَجْ فُوا َع ْنهُ َوالَ تَ ْغلُوا فِي ِه َوالَ تَأْ ُكلُوا َوالَ تَ ْستَ ْكثِرُوا بِ ِه‬
hadits shahih).
"Bacalah Al-Quran dan amalkanlah isinya, janganlah kalian menolaknya, janganlah
َ ِ‫»ا ْق َر ُءوا ْالقُرْ آنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َشفِيعًا ل‬
«‫صا ِحبِ ِه‬ berlebih-lebihan di dalamnya (membaca dan mengamalkan). Janganlah makan (dari
Al-Quran) dan janganlah menumpuk-numpuk harta dengannya." (HR. Ahmad, At-
"Bacalah Al-Quran, karena Al-Quran akan datang pada hari Kiamat kelak memberi Thabrany, dan yang lainnya dari Abdurrahman bin Syibli ra. Ini adalah hadits shahih).
syafa’at (pembelaan) bagi ahlinya." (HR. Muslim dalam kitab shahihnya. Dari Abu
Umamah Al-Bahili ra.)

»‫ َم ْن َج َعلَهُ أَ َما َمهُ قَا َدهُ إِلَى‬،‫ق‬ ُ ْ‫ْالقُر‬


َ ‫ َو َما ِح ٌل ُم‬،ٌ‫آن َشافِ ٌع ُم َشفِّع‬
ٌ ‫ص َّد‬

ِ َّ‫« ْال َجنَّ ِة َو َم ْن َج َعلَهُ خ َْلفَهُ َساقَهُ إِلَى الن‬


‫ار‬

"Al-Quran adalah kitab yang menjadi pembela dan bisa diminta pembelaan, ia adalah
kitab yang Maahil dan Mushaddaq. 1 Siapa saja yang menjadikan Al-Quran ada di
depannya2 maka ia akan menuntunnya ke surga. Tapi siapa saja yang menjadikan Al-
Quran di belakangnya3 maka ia akan menggiringnya ke neraka." (HR. Ibnu Hibban
dalam kitab shohihnya dari Jabir bin Abdullah ra. Dan riwayat imam Baihaqi dalam
kitab Sya’bul Iman dari Jabir dari Ibnu Mas’ud ra. Ini adalah hadits Shahih) TAUSIYAH RAMADHAN #3

« َ‫َرين‬ َ َ‫ب أَ ْق َوا ًما َوي‬


ِ ‫ض ُع بِ ِه آخ‬ ِ ‫»إِ َّن هللاَ يَرْ فَ ُع بِهَ َذا ْال ِكتَا‬ MENGUATKAN KESABARAN
Oleh: DMDI (Dewan Masjid Digital Indonesia) "Barangsiapa yang berusaha untuk sabar, maka Allah akan menjadikannya mampu
bersabar. Tidak ada pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan
Allah berfirman:
lebih luas daripada kesabaran." (Mutafaq 'alaih)
‫ ِر‬k ‫ت َوبَ ِّش‬ ِ ُ‫ص ِمنَ األَ ْم َوا ِل َواألَ ْنف‬
ِ ‫س َوالثَّ َم َرا‬ ِ ‫ف َو ْالج‬
ٍ ‫ُوع َونَ ْق‬ ِ ْ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِمنَ ْالخَ و‬ Dari ‘Aisyah ra., ia bekata; aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang penyakit
َ‫الصَّابِ ِرين‬ َ‫ون‬kk‫ ِه َرا ِج ُع‬k‫صيبَةٌ قَالُوا إِنَّا هَّلِل ِ َوإِنَّا إِلَ ْي‬ َ َ‫الَّ ِذينَ إِ َذا أ‬ ‫كَ َعلَ ْي ِه ْم‬kkِ‫أُولَئ‬
ِ ‫صابَ ْتهُ ْم ُم‬ thaun. Kemudian Rasulullah saw. memberitahukan kepadanya:
َ‫ات ِم ْن َربِّ ِه ْم َو َرحْ َمةٌ َوأُولَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْهتَ ُدون‬
ٌ ‫صلَ َو‬َ  »ً‫ فَ َج َعلَهُ هللاُ َرحْ َمة‬،‫أَنَّهُ َكانَ َع َذابًا يَ ْب َعثُهُ هللاُ َعلَى َم ْن يَ َشا ُء‬
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira َ ‫ث فِي بَلَ ِد ِه‬
‫صابِرًا‬ ُ ‫ْس ِم ْن َع ْب ٍد يَقَ ُع الطَّا ُع‬
ُ ‫ فَيَ ْم ُك‬،‫ون‬ َ ‫ فَلَي‬، َ‫لِ ْل ُم ْؤ ِمنِين‬
kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
‫ إِالَّ َكانَ لَهُ ِم ْث ُل أَجْ ِر ال َّش ِهي ِد‬،ُ‫َب هللاُ لَه‬ ِ ‫« ُمحْ ت َِسبا ً يَ ْعلَ ُم أَنَّهُ الَ ي‬
َ ‫ُصيبُهُ إِالَّ َما َكت‬
mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun." Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka "Sesungguhnya thaun itu adalah siksa yang dikirim Allah kepada orang yang
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (TQS. Al-Baqarah [2]: 155-157) dikehendaki-Nya. Kemudian Allah menjadikannya rahmat bagi orang-orang yang
beriman. Karena seorang hamba yang tinggal di negerinya yang tengah terjangkit
 َ‫ة إِ َّن هللاَ َم َع الصَّابِ ِرين‬kِ َ‫صال‬ َّ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ا ْستَ ِعينُوا بِال‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬ thaun, lalu ia bersabar dan mengharap ridha Allah; ia meyakini bahwa tidak akan ada
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar yang menimpanya kecuali perkara yang telah ditetapkan Allah, maka ia akan
dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." mendapatkan seperti pahala orang yang syahid." (HR. Bukhari)
(TQS. Al-Baqarah [2]: 153) Itulah sebagian dalil-dalil tentang keharusan bersabar ketika mendapat ujian. Akan
Rasulullah saw. bersabda: tetapi kita perlu menelaah kesabaran lebih dalam lagi, untuk menghilangkan
kesalahpahaman pada sebagaian kaum Muslim tentang fakta dan makna sabar.
ُ َ‫ص ْب ُر َو َم ْن َج ِز َع فَلَهُ ْال َجز‬
«‫ع‬ َ ‫»إِ َّن هللاَ َع َّز َو َج َّل إِ َذا أَ َحبَّ قَوْ ًما ا ْبتَالَهُ ْم فَ َم ْن‬
َّ ‫صبَ َر فَلَهُ ال‬ Ada yang beranggapan, jika seseorang membatasi diri dan menjauhkan diri dari
"Sesungguhnya Allah Azza wajalla jika mencintai suatu kaum, maka Allah akan manusia, meninggalkan kemunkaran dan para pelakunya; ia melihat keharaman sudah
memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa yang sabar, maka kesabaran itu merajalela, hukum-hukum Allah tidak diamalkan, dan jihad telah ditinggalkan; pada
bermanfaat baginya. Dan barangsiapa marah, maka kemarahan itu akan kembali kondisi seperti ini ia tidak mengambil sikap untuk menghadapinya, melainkan ia
kepadanya." (Telah ditakhrij oleh Imam Ahmad dari jalan Mahmud bin Labid) hanya beribadah ritual kepada Allah dan meninggalkan aktifitas nahi munkar; maka
yang seperti ini oleh sebagian orang dianggap sebagai orang yang bersabar.
Dari Abu Malik Al-Asy’ari ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Atau mereka memahami sabar sekadar menolak penindasan atas dirinya saja. Ia
ِ ‫ص ْب ُر‬
«...‫ضيَا ٌء‬ َّ ‫ َوال‬...» menghindari hal-hal yang mengakibatkan akan ditangkap oleh musuh-musuh Allah,
sehingga ia tidak berani mengatakan kebenaran, tidak berani beramal untuk
"Sabar adalah cahaya..." (HR. Muslim) menggapai ridha Allah. Bahkan ia tetap diam, mengurung diri di tempat ibadah. Ia
Dari Abu Said Al-Khudri ra., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: berkata tentang dirinya, “Aku adalah orang yang bersabar.”

َّ ‫صبِّرْ هُ هللاُ َو َما أُ ْع ِط َي أَ َح ٌد َعطَا ًء َخ ْيرًا َوأَوْ َس َع ِم ْن ال‬


«...‫صب ِْر‬ َ ‫»و َم ْن يَت‬
َ ُ‫َصبَّرْ ي‬ َ Sabar seperti itu bukanlah sabar yang pelakunya dijajikan surga oleh Allah Swt.
seperti dalam firman-Nya:
ٍ ‫إِنَّ َما يُ َوفَّى الصَّابِرُونَ أَجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬
‫ب‬ menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada
musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar." (TQS. Ali ‘Imran [3]: 146)
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka
tanpa batas." (TQS. Az-Zumar [39]: 10) Sabar terhadap cobaan dan qadha adalah sesuatu yang akan menuntun menuju sikap
konsisten, bukan sikap yang labil. Sabar yang akan mendorong untuk senantiasa
Sikap seperti itu adalah kelemahan. Rasulullah saw. telah meminta perlindungan berpegang teguh pada Kitab Allah, bukan melemparkannya dengan dalih beratnya
kepada Allah dari sifat tersebut. Beliau bersabda: cobaan.

« ‫ر‬kِ k‫ َّد ْي ِن َوقَ ْه‬k ‫ ِة ال‬k َ‫ َز ِن َو َغلَب‬k‫ ِل َو ْالهَ ِّم َو ْال َخ‬k‫ ِل َو ْال ُجب ِْن َو ْالب ُْخ‬k ‫ ِز َو ْال َك َس‬k ْ‫و ُذ بِاهلل ِم ْن ْال َعج‬kk‫أَ ُع‬ Sabar seperti ini adalah sabar yang akan semakin menambah kedekatan seorang
hamba kepada Rabnya, bukan semakin jauh. Allah berfirman:
‫»الرِّ َجا ِل‬
ُ ‫ا َل فَفَ َع ْل‬kkَ‫َوأَ ُعو ُذ بِكَ ِم ْن ْال ُجب ِْن َو ْالب ُْخ ِل َوأَ ُعو ُذ بِكَ ِم ْن َغلَبَ ِة ال َّد ْي ِن َوقَه ِْر ال ِّر َجا ِل ق‬  َ‫ت ِمنَ الظَّالِ ِمين‬
ُ ‫ت أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ أَ ْنتَ ُس ْب َحانَكَ إِنِّي ُك ْن‬ ُّ ‫فَنَادَى فِي‬
ِ ‫الظلُ َما‬
َ‫ك‬kkِ‫ت َذل‬
‫ضى َعنِّي َد ْينِي‬ َ َ‫َب هللاُ َع َّز َو َج َّل هَ ِّمي َوق‬ َ ‫»فَأ َ ْذه‬ "Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah
"Aku berlindung kepada Allah dari sifat lemah, dan malas; dari sifat kikir, bingung, termasuk orang-orang yang zalim." (TQS. Al-Anbiya [21]: 87)
kesedihan, dilanda hutang, dan dari paksaan orang-orang kuat."
Kesabaran yang sebenarnya adalah kesabaran yang akan semakin memperkuat cita-
Sabar yang sebenarnya adalah ketika kita mengatakan yang hak dan cita dan akan mendekatkan ke jalan menuju Surga, yaitu seperti kesabaran Bilal bin
melaksanakannya. Siap menanggung resiko penderitaan di jalan Allah karena Rabah, Khabab, dan keluarga Yasir. Sebagiamana sabda Rasul saw.:
mengatakan dan mengamalkan kebenaran, tanpa berpaling, bersikap lemah, atau
lunak sedikit pun. »ُ‫اسرْ إِ َّن َموْ ِع َد ُك ُم ْال َجنَّة‬ َ ‫ص ْبرًا‬
ِ َ‫آل ي‬ َ «
Sabar yang sebenarnya adalah sabar yang telah dijadikan Allah sebagai buah dari "Sabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya yang dijanjikan bagi kalian adalah
ketakwaan. Allah berfirman: Surga."

 َ‫ضي ُع أَجْ َر ْال ُمحْ ِسنِين‬ ِ َّ‫إِنَّهُ َم ْن يَت‬


ِ ُ‫ق َويَصْ بِرْ فَإ ِ َّن هللاَ الَ ي‬ Juga seperti kesabaran Khubaiab dan Zaid. Ia berkata:

"Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah «‫وهللا ال أرضى أن يصاب محمد‬ ‫»بشوكة وأنا سالم بأهلى‬
tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (TQS. Yusuf [12]: 90)
"Demi Allah, aku tidak suka Muhammad saw. ditimpa musibah walau hanya dengan
Sabar yang sebenarnya adalah mereka yang disertakan oleh Allah dengan para duri, sementara aku selamat dengan keluargaku."
Mujahid. Allah berfirman:
Juga seperti kesabaran orang-orang yang menghentikan orang yang dzalim tanpa
‫ا‬k‫بِي ِل هللاِ َو َم‬k‫ابَهُ ْم فِي َس‬k‫ص‬ َ َ‫ا أ‬k‫وا لِ َم‬kُ‫ا َوهَن‬kk‫ي ٌر فَ َم‬kِ‫ هُ ِربِّيُّونَ َكث‬k‫ َل َم َع‬kَ‫أَي ِّْن ِم ْن نَبِ ٍّي قَات‬k‫َو َك‬ merasa takut, di jalan Allah, terhadap cacian orang yang suka mencaci. Rasulullah
saw. bersabda:
َ‫ض ُعفُوا َو َما ا ْستَ َكانُوا َوهللاُ ي ُِحبُّ الصَّابِ ِرين‬
َ 
"Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari
«‫ق‬kk‫رنه على الح‬kk‫را ولتقص‬kk‫ق أط‬kk‫ه على الح‬kk‫الم وتأطرن‬kk‫د الظ‬kk‫كال وهللا لتأخذنا على ي‬
pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang ‫»قصرا أوليضربن هللا قلوب بعضكم ببعض وليلعنكم كما لعن بني إسرائيل‬
"Tidak, demi Allah, kalian harus menghentikan orang yang dzalim, kalian harus
membelokan mereka (dari kedzaliman) menuju kebenaran, dan kalian harus menahan
‫ ِر‬kk‫ت َوبَ ِّش‬ ِ ُ‫ال َواألَ ْنف‬
ِ ‫س َوالثَّ َم َرا‬ ِ ‫ص ِمنَ األَ ْم َو‬ ِ ‫ف َو ْالج‬
ٍ ‫ُوع َونَ ْق‬ ِ ْ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِمنَ ْال َخو‬
mereka dalam kebaikan atau Allah akan mengunci hati sebagian dari kalian َ‫الصَّابِ ِرين‬ َ‫ون‬kk‫ ِه َرا ِج ُع‬k‫صيبَةٌ قَالُوا إِنَّا هَّلِل ِ َوإِنَّا إِلَ ْي‬ َ َ‫الَّ ِذينَ إِ َذا أ‬ ‫كَ َعلَ ْي ِه ْم‬kkِ‫أُولَئ‬
ِ ‫صابَ ْتهُ ْم ُم‬
disebabkan oleh sebagian yang lainnya dan Allah akan melaknat kalian sebagaimana َ‫ات ِم ْن َربِّ ِه ْم َو َرحْ َمةٌ َوأُولَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْهتَ ُدون‬
ٌ ‫صلَ َو‬
َ
telah melaknat Bani Israil."
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
Juga seperti kesabaran para sahabat yang diberkati, juga kesabaran para sahabat yang kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
diboikot, dan para sahabat yang hijrah ke Habsyah; dan kesabaran para sahabat yang kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
ditangkap karena berpegang pada perkataan mereka: ”Tuhan kami adalah Allah”. mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun". Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
Kesabaran yang hakiki juga harus seperti kesabaran kaum Muhajirin dan Anshar pada
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (TQS. Al-Baqarah [2]: 155-157). []
saat memerangi kaum Musyrik, bangsa Persia, dan Romawi. Seperti kesabaran
sahabat yang ditawan, yaitu kelompok Abdullah bin Abi Hudzafah…; juga kesabaran
para mujahidin yang berani dan jujur.
Kesabaran yang sebenarnya adalah kesabaran pada saat melaksanakan amar makruf
nahi munkar, dan tidak lemah meskipun dihadapkan kepada berbagai penindasan di
jalan Allah.
Kesabaran yang sebenarnya adalah kesabaran pada saat menjadi tentara bersama
pasukan kaum Muslim yang siap memerangi musuh-musuh Allah.
Sabar yang sebenarnya adalah kesabaran yang sesuai dengan firman Allah:

َ kَ‫وا ْال ِكت‬kkُ‫ َمع َُّن ِمنَ الَّ ِذينَ أُوت‬k‫ ُك ْم َولَت َْس‬k‫لَتُ ْبلَ ُو َّن ِفي أَ ْم َوالِ ُك ْم َوأَ ْنفُ ِس‬
 َ‫اب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم َو ِمنَ الَّ ِذين‬k
ُ
ِ ‫أَ ْش َر ُكوا أَ ًذى َكثِيرًا َوإِ ْن تَصْ بِرُوا َوتَتَّقُوا فَإ ِ َّن َذلِكَ ِم ْن ع َْز ِم األ ُم‬
‫ور‬
TAUSIYAH RAMADHAN #4
"Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu
RIDHA TERHADAP QODHO
sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu
dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang Oleh: DMDI (Dewan Masjid Digital Indonesia)
menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang
Setiap ada musibah yang menimpa seorang muslim maka baginya akan diberikan
demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." (TQS. Ali ‘Imran [3]: 186)
pahala dari Allah SWT. Yang dimaksud dengan pahala di sini adalah pahala atas
َ َ‫ َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم َحتَّى نَ ْعلَ َم ْال ُم َجا ِه ِدينَ ِم ْن ُك ْم َوالصَّابِ ِرينَ َونَ ْبلُ َو أَ ْخب‬
‫ار ُك ْم‬ keridhannya terhadap qadha dari Allah dan kesabarannya; Juga bersyukur dan tidak
mengadukan musibahnya kecuali kepada Allah. Hukum menerima qodho dengan
"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui ridha adalah wajib bagi setiap muslim.
orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan
(baik buruknya) hal ihwalmu." (TQS. Muhammad [47]: 31)
Dalil tentang kewajiban ridha menerima qadha adalah apa yang diriwayatkan oleh Keharaman marah terhadap qadha ini ditunjukkan oleh hadits dari Mahmud bin
Ibnu Abi Ashim dan Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan Al-Hakim, ia Lubaid (sebagaimana telah disebutkan) bahwa Rasulullah bersabda:
menshahihkan hadits ini. Adz-Dzahabi juga menyetujuinya, dengan lafadz hadits:
»ُ‫ َو َم ْن َس ِخطَ فَلَهُ الس ُّْخط‬،‫الرِّضى‬
َ ِ ‫ فَ َم ْن َر‬،‫« إِ َّن هللاَ إِ َذا أَ َحبَّ قَوْ ًما ا ْبتَالَهُ ْم‬
ُ‫ فَلَه‬،‫ض َي‬
َ َ‫ضا َء بَ ْع َد ْالق‬
«‫ضا ِء‬ َ ُ‫»وأَسْأَل‬
َ ‫ك ال ِّر‬ َ "Sesungguhnya jika Allah akan mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberikan
"Dan aku meminta kepada-Mu, ya Allah, bisa ridha setelah menerima qadha." ujian kepada mereka. Barangsiapa yang bersabar maka kesabaran itu bermanfaat
baginya. Dan barangsiapa marah (tidak sabar) maka kemarahan itu akan kembali
Syara’ telah memuji seorang hamba yang berserah diri terhadap qadha, sebagaimana
kepadanya." (HR. Ahmad dan AT-Tirmidzi. Ibnu Muflih berkata, Isnad hadits ini
dijelaskan dalah hadits dari Abu Hurairah. Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda
baik)
kepadaku:
Ridha dan marah termasuk perbuatan manusia. Karena itu manusia akan diberi pahala
»‫ش ِم ْن َك ْن ِز ْال َجنَّ ِة‬
ِ ْ‫ت ْال َعر‬ ِ ْ‫ك َعلَى َكلِ َم ٍة ِم ْن تَح‬ َ ُّ‫أَالَ أُ َعلِّ ُمكَ أَوْ أَ ُدل‬: atas perbuatannya dan akan disiksa atas kemarahannya. Sedangkan qadha sendiri
tidak termasuk perbuatan manusia, sehingga manusia tidak akan diminta
‫ يَقُو ُل هللاُ َع َّز َو َج َّل أَ ْسلَ َم َع ْب ِدي َوا ْستَ ْسلَ َم‬،ِ‫«الَ َحوْ َل الَ قُ َّوةَ إِالَّ بِاهلل‬ pertanggungjawaban atas terjadinya qadha, sebab bukan termasuk perbuatannya.
"Aku akan memberitahumu satu kalimat yang datang dari bawah ‘Arasy dan dari Tetapi ia tetap akan ditanya tentang ridha dan marahnya terhadap qadha, karena hal
gudangnya surga, yaitu, “Tiada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan itu termasuk perbuatannya. Allah berfirman:
(kekuasaan) Allah“. Allah berfirman, “Sungguh hamba-Ku telah tunduk dan berserah
diri kepada-Ku.” (HR. Al-Hakim. Ia berkata, hadits ini shahih isnadnya, dan tidak
‫ان إِالَّ َما َس َعى‬
ِ ‫إل ْن َس‬ َ ‫وأَ ْن لَي‬
ِ ِ‫ْس ل‬ َ
tercatat adanya kecacatan, meski tidak ditakhrij oleh Bukhari dan Muslim. Ibnu Hajar "Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
berkata, hadits ini telah ditakhrij oleh Al-Hakim dengan sanad yang kuat) diusahakannya." (TQS. An-Najm [53]: 39)
Qadha dari Allah ini akan menjadi penebus atas dosa-dosa seseorang, dan sebagai
sarana dihapuskannya kesalahan. Dalilnya sangat banyak, di antaranya hadits dari
Marah terhadap qadha Allah hukumnya haram. Al-Qirafi menuturkan dalam Al-
Abdullah, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
Dakhirah adanya ijma (kesepakatan) atas keharaman marah terhadap qadha dari
Allah. Yang dimaksud dengan ijma ini adalah ijma para Mujtahid. Lafadz ijmanya ُّ k‫ا تَ ُح‬kk‫يِّئَاتِ ِه َك َم‬k ‫صيبُهُ أَ َذى َشوْ َك ٍة فَ َما فَوْ قَهَا إِالَّ َكفَّ َر هللاُ بِهَا َس‬
َّ ‫ط‬k
».ُ‫ َج َرة‬k ‫الش‬ ِ ُ‫َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم ي‬
adalah “Marah terhadap qadha Allah hukumnya haram berdasarkan ijma.”
‫« َو َرقَهَا‬
Al-Qirafi telah membedakan antara qadha dan Al-Maqdhi. Beliau berkata; Jika ada
seorang yang diuji dengan suatu penyakit, kemudian ia merasa sakit sebagai resiko "Seorang muslim yang diuji dengan rasa sakit karena duri atau yang lebih dari itu,
dari tabiat suatu penyakit, maka hal seperti ini tidak dipandang sebagai sikap tidak maka Allah pasti akan menebus kesalahan-kesalahannya kerana musibah itu,
ridha terhadap qadha, melainkan disebut tidak ridha terhadap Al-Maqdhi. sebagaimana suatu pohon menggugurkan daunnya." (Mutafaq 'alaih).

Jika ia berkata, “Apa (gerangan) yang telah aku lakukan hingga aku ditimpa dengan Hadits yang lain adalah dari ‘Aisyah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
musibah ini, dan apa dosaku. Padahal aku tidak layak mendapatkannya.” Maka yang
seperti ini disebut tidak ridha terhadap qadha bukan terhadap Al-Maqdhi.
«‫صيبُ ْال ُم ْؤ ِمنَ َشوْ َكةٌ فَ َما فَوْ قَهَا إِالَّ قَصَّ هللاُ بِهَا ِم ْن خَ ِطيئَتِ ِه‬
ِ ُ‫»الَ ت‬
"Satu duri atau yang lebih dari itu, yang menimpa seorang mukmin, maka pasti «‫رًا‬k‫انَ خَ ْي‬kk‫بَ َر فَ َك‬k‫ص‬ َ ‫ضرَّا ُء‬ َ َ‫صابَ ْتهُ َسرَّا ُء َش َك َر فَ َكانَ خَ ْيرًا لَهُ َوإِ ْن أ‬
َ ُ‫صابَ ْته‬ َ َ‫ع ََجبًا ِألَ ْم ِر ْال ُم ْؤ ِم ِن إِ َّن أَ ْم َرهُ ُكلَّهُ خَ ْي ٌر إِ ْن أ‬
dengan duri itu Allah akan mengurangi kesalahannya. Dalam satu riwayat dikatakan ْ َ
‫ْس َذاكَ ِأل َح ٍد إِالَّ لِل ُم ْؤ ِم ِن‬
َ ‫»لَهُ َولَي‬
“naqushshu” artinya kami akan mengurangi." (Mutafaq 'alaih).
"Aku kagum terhadap urusan orang yang beriman, karena seluruh urusannya
Hadits dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id, dari Nabi saw., bersabda: merupakan kebaikan baginya. Jika mendapatkan kesenangan ia bersyukur, maka
syukur adalah kebaikan baginya. Jika ditimpa kesulitan ia bersabar, maka sabar itu
َّ ‫ب َوالَ هَ ٍّم َوالَ َح َز ٍن َوالَ أَ ًذى َوالَ َغ ٍّم َحتَّى‬
»‫ إِالَّ َكفَّ َر هللاُ ِم ْن‬،‫ا ِكهَا‬k ‫وْ َك ٍة ي َُش‬k ‫الش‬ َ ‫ب َوالَ ن‬
ٍ ‫َص‬ َ ‫صيْبُ ْال ُم ْؤ ِمنَ ِم ْن َو‬
ٍ ‫ص‬ ِ ُ‫َما ي‬ merupakan kebaikan baginya. Hal seperti ini tidak akan didapati pada seseorang
ُ‫« َخطَايَاه‬ kecuali orang yang beriman."
"Setiap musibah yang menimpa seorang mukmin, berupa sakit yang berterusan, sakit
Hadits riwayat Hakim, ia menshahihkannya yang disepakati oleh Adz-Dzahabi dari
yang biasa, kebingungan, kesedihan, kegundahan hingga duri yang menusuknya,
Abu Darda ra., ia berkata; aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
maka pasti musibah itu akan menjadi penghapus bagi kesalahan-kesalahannya."
(Mutafaq 'alaih). «‫ابَهُ ْم‬k ‫ص‬ َ َ‫ َكرُوا َوإِ ْن أ‬k ‫ دُوا هللاَ َو َش‬k‫صابَهُ ْم َما ي ُِحبُّونَ َح ِم‬ َ َ‫ث ِم ْن بَ ْع ِدكَ أُ َّمةً إِ ْن أ‬ٌ ‫اع‬ِ َ‫إِ َّن هللاَ َع َّز َو َج َّل يَقُو ُل يَا ِعي َسى إِنِّي ب‬
‫ا َل أُ ْع ِطي ِه ْم ِم ْن ِح ْل ِمي‬kkَ‫ َذا لَهُ ْم َوالَ ِح ْل َم َوالَ ِع ْل َم ق‬kَ‫فَ ه‬kk‫ا َربِّ َك ْي‬kkَ‫صبَرُوا َوالَ ِح ْل َم َوالَ ِع ْل َم قَا َل ي‬
َ ‫َما يَ ْك َرهُونَ احْ تَ َسبُوا َو‬
Dalam bab ini terdapat juga hadits senada dari Saad, Muawiyah, Ibnu Abbas, Jabir,
‫» َو ِع ْل ِمي‬
Ummu Al-Ala, Abu bakar, Abdurrahman bin Azhar, Al-Hasan, Anas, Syadad, dan
Abu Ubaidah ra.; dengan sanad-sanad ada yang baik dan ada yang shahih. Semuanya "Sesungguhnya Allah berfirman, “Wahai Isa!, sungguh aku akan mengirim suatu
sampai kepada Nabi saw. (hadits marfu), yang isinya menyatakan bahwa “setiap ujian umat setelahmu. Jika mereka mendapatkan perkara yang disukai, pasti akan memuji
akan menggugurnya kesalahan”. kepada Allah. Jika mereka mendapatkan perkara yang tidak disukai, mereka akan
ikhlas menerimanya dan bersabar menghadapinya, padahal mereka tidak memiliki
Hadits dari ‘Aisyah ra. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
kepandaian dan ilmu.” Isa berkata, “Wahai Tuhanku, bagaiman itu bisa terjadi?”
ُ ‫ َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يُ َشا‬.ً‫ َو َحطَّ َع ْنهُ بِهَا َخ ِطيئَة‬،
«.. ً‫ك َشوْ َكةً فَ َما فَوْ قَهَا إِالَّ َرفَ َعهُ هللاُ بِهَا د ََر َجة‬ Allah berfirman, “Aku memberikan kepada mereka sebagian dari kepandaian dan
ilmu-Ku.”
"Seorang muslim yang tertusuk duri atau yang lebih dari itu, maka pasti Allah dengan
musibah itu akan mengangkat satu derajat untuknya dan menggugurkan satu
kesalahan darinya."
Hadits riwayat At-Thabrani dengan isnad yang sehat dari cacat, dari Ibnu Abbas ra.,
Dalam riwayat lain dikatakan: ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«ً‫َب هللاُ لَهُ بِهَا َح َسنَة‬


َ ‫»إِالَّ َكت‬ «‫ كان حقا على هللا أن يغفر له‬,‫»من أصيب بمصيبة بماله أو في نفسه فكتمها ولم يشكها إلى الناس‬

"Maka pasti Allah dengan musibah itu akan mencatat satu kebaikan baginya." "Siapa saja yang ditimpa musibah atas hartanya atau jiwanya, kemudian ia
menyembunyikannya dan tidak mengadukan kepada manusia, maka Allah pasti akan
Yang dimaksud dengan pahala di sini adalah pahala atas keridhannya terhadap qadha mengampuninya."
dari Allah dan kesabarannya; Juga bersyukur dan tidak mengadukan musibahnya
kecuali kepada Allah. Hadits riwayat Bukhari dari Anas, ia berkata; aku pernah mendengar Rasulullah saw.
bersabda:
Banyak sekali hadits yang menjelaskan batasan ini, di antaranya hadits riwayat
Muslim dari Shuhaib, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: «َ‫صبَ َر َع َّوضْ تُهُ ِم ْنهُ َما ْال َجنَّة‬ ُ ‫»إِ َّن هللاَ قَا َل إِ َذا ا ْبتَلَي‬
َ َ‫ْت َع ْب ِدي بِ َحبِيبَتَ ْي ِه ف‬
"Sesungguhnya Allah Swt. berfirman, “Jika Aku menguji hambaku dengan dibentuk semata-mata karena jujur itu adalah nilai-nilai universal atau karena
(kematian) kekasihnya kemudian ia bersabar, maka Aku akan menggatinya dengan bermanfaat.
Surga."
Berbeda dengan kapitalis maupun sosialis. Kejujurannya tidak didasarkan pada
Hadits riwayat Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, dari Abu Hurairah, ia berkata; prinsip-prinsip Islam, tetapi hanya didasarkan pada prinsip manfaat dan kemanusiaan
Rasulullah bersabda: belaka. Kejujurannya sama sekali tidak dibangun di atas prinsip ketakwaan kepada
Allah Swt. Walhasil, akhlak seorang Muslim berbeda dengan akhlak orang kafir,
meskipun penampakannya sama.
«‫»ما من مسلم يشاك شوكة فى الدنيا يحتسبها إال قضى بها من خطاياه يوم القيامة‬
Akhlak seorang Muslim merupakan refleksi dari pelaksanaan dirinya terhadap
"Seorang muslim yang tertusuk duri di dunia, ia ikhlas menerimanya maka pasti ujian hukum-hukum syariat. Seseorang tidak disebut berakhlak Islam ketika nilai-nilai
itu akan menjadi penyebab Allah melenyapkan kesalahan-kesalahnya di hari Kiamat." akhlak tersebut dilekatkan pada perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah Swt.
Misalnya, pegawai bank yang senantiasa terlibat dalam transaksi ribawi tidak disebut
berakhlak Islam meskipun ia terkenal jujur, disiplin, dan sopan. Sebab, ia telah
TAUSIYAH RAMADHAN #5 melekatkan sifat-sifat akhlak pada perbuatan yang diharamkan Allah Swt.

AKHLAK DAN KEBANGKITAN UMAT Anggota parlemen yang suka membuat aturan-aturan kufur juga tidak bisa disebut
memiliki akhlak Islam meskipun ia terkenal jujur, amanah, dan seterusnya. Sebab,
Oleh: DMDI (Dewan Masjid Digital Indonesia) nilai-nilai akhlaknya telah melekat pada perbuatan haram. Walhasil, akhlak seorang
Rasulullah saw. bersabda: Muslim harus dibentuk berdasarkan al-Quran al-Karim. Dengan kata lain, akhlak
seorang Muslim adalah refleksi dari pelaksanaan hukum-hukum Allah Swt.
«‫ق‬ َ ‫ت ِألُتَ ِّم َم‬
ِ َ‫صالِ َح ْاألَ ْخال‬ ُ ‫»إِنَّ َما بُ ِع ْث‬
Posisi Akhlak Dalam Syariah
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak." (HR Ahmad).
Ada sebagian kaum Muslim yang memahami, bahwa kebangkitan umat harus dimulai
Dari hadits di atas, kita bisa memahamikan bahwa akhlak adalah karakter ciptaan dari kebangkitan akhlak. Mereka mengajukan sebuah asumsi, “Jika setiap individu
(fabricated), bukan karakter bawaan (khîm). Karena Rasulullah saw dengan syariat memiliki akhlak yang baik maka masyarakat pun akan menjadi baik. Kemunduran
yang dibawanya mampu merubah akhlak buruk menjadi baik pada manusia yang dan kebangkitan suatu masyarakat sangat ditentukan oleh kebangkitan dan
mengikuti ajarannya. kemunduran akhlaknya.”
Akhlak seorang Muslim berbeda dengan akhlak non-Muslim. Akhlak seorang Muslim Mereka juga mengetengahkan dalil-dalil syariat untuk membangun argumentasi
dibentuk berdasarkan al-Quran (akidah dan syariat-Nya). Sebaliknya, akhlak non- mereka. Dari al-Quran, mereka mengetengahkan surat al-Qalam ayat 4, sebagaimana
Muslim dibentuk berdasarkan prinsip-prinsip non- Islam. Untuk itu, meskipun sama- dinukil di atas dan nash-nash yang senada. Dari as-Sunnah mereka juga berhujah
sama jujur, kita tidak bisa menyatakan bahwa seorang kapitalis dan seorang Muslim dengan hadis yang berbicara tentang akhlak, sebagaimana yang juga dinukil di atas.
sama-sama memiliki akhlak yang baik. Sebab, proses pembentukkan karakter dirinya
tidaklah sama.
Kejujuran seorang Muslim selalu didasarkan pada akidah dan syariat Islam. Dengan Benar, akhlak merupakan salah satu bagian dari ajaran Islam. Namun demikian, kita
kata lain, kejujurannya adalah buah dari pelaksanaan ajaran-ajaran Islam, tidak tidak boleh memahami, bahwa akhlak yang dimaksud di sini sekadar sebagai nilai-
nilai universal, yang terlepas sama sekali dengan konteks hukum syariat. Kejujuran, sendiri. Oleh karena itu, akhlak adalah salah satu variabel penting untuk
amanah, disiplin, rasa hormat, dan lain-lain merupakan nilai akhlak yang mulia. membangkitkan individu.
Semuanya adalah nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh umat manusia tanpa
memperhatikan agama, ras, suku dan jenis kelamin. Kaum Kristen, Budha, Yahudi,
Berbeda dengan konteks kebangkitan masyarakat. Untuk membahas kebangkitan
Konghucu, dan kaum kapitalis pun sangat menjunjung tinggi nilai-nilai itu; bahkan
masyarakat, kita harus memahami unsur-unsur penyusun masyarakat dan cara untuk
berusaha untuk menerapkannya. Kaum Muslim juga menjunjung tinggi dan berusaha
mengubahnya. Begitu pula jika kita hendak mengubah individu, kita mesti memahami
menerapkan nilai-nilai tersebut di dalam kehidupannya.
terlebih dulu unsur-unsur penyusun individu dan bagaimana cara membangkitkannya.
Namun demikian, seorang Muslim tatkala hendak menerapkan nilai-nilai yang sangat
mulia itu, bukan didorong oleh sebuah motivasi bahwa nilai-nilai tersebut adalah nilai
universal, tetapi karena hal itu diperintahkan oleh Allah Swt. Seorang Muslim Masyarakat sendiri tersusun atas manusia, pemikiran, perasaan,dan aturan yang
bersikap jujur, karena ia memang diperintahkan oleh Allah Swt., bukan karena jujur diberlakukan di tengah-tengah masyarakat. Benar, manusia merupakan salah satu
itu bermanfaat atau nilai universal. faktor penyusun masyarakat. Namun demikian, perubahan manusia tidak secara
otomatis menghasilkan perubahan masyarakat maupun warna masyarakat. Sebab,
Dengan kata lain, akhlak seorang Muslim adalah refleksi dari pelaksanaan syariat-
masyarakat tidak hanya tersusun dari manusia belaka, tetapi juga tersusun oleh
Nya. Sebab, seluruh perbuatan seorang Muslim wajib bersandar pada syariat Islam.
pemikiran, perasaan, dan aturan. Selain itu, faktor yang menentukan corak dan warna
Di sisi lain, seorang Muslim harus memahami, kapan ia jujur, dan kapan ia tidak
masyarakat bukanlah manusia sebagai individu, melainkan pemikiran dan aturan yang
boleh jujur. Tatkala melakukan jual-beli dengan orang lain, ia harus jujur dan
diterapkan.
amanah. Sebaliknya, ketika dalam peperangan melawan kaum kafir, ia tidak
diperbolehkan jujur membeberkan kekuatan kaum Muslim.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa akhlak merupakan bagian dari syariat Islam. Para penganut agama Budha terkenal sebagai orang-orang yang menjunjung nilai-
Menurut pandangan Islam, akhlak bukan sekadar nilai universal yang berlaku di nilai akhlak, bahkan memiliki sifat-sifat akhlak yang mulia. Namun demikian, warna
tengah-tengah manusia, tetapi sifat yang wajib dimiliki seorang Muslim, berdasarkan masyarakat yang tersusun dari orang-orang Budha dan agama Budha adalah
perintah dari Allah Swt. Dengan kata lain, akhlak adalah syariat Islam yang mengatur masyarakat kufur, bukan masyarakat Islam. Ini menunjukkan, bahwa faktor yang
hubungan manusia dengan dirinya sendiri. menentukan corak dan warna masyarakat adalah pemikiran dan aturan yang
diterapkan di dalamnya, bukan akhlak individunya.
Benarkah Akhlak Sebagai Pembangkit Umat?
Bantahan atas pendapat yang menyatakan bahwa kebangkitan umat atau persoalan
mendasar umat adalah bagaimana membangkitkan akhlaknya dapat diperinci sebagai Masyarakat di negeri-negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim yang terkenal
berikut: jujur, amanah, dan berbudi pekerti luhur, disebut masyarakat yang tidak islami jika
sistem aturan yang diberlakukan di negeri-negeri Islam tersebut adalah sistem aturan
Pertama, sebenarnya konteks yang hendak dikaji adalah kebangkitan umat atau
kufur. Negeri Baghdad ketika dikuasai bangsa Mongol tidak lagi disebut negara
kebangkitan masyarakat, bukan kebangkitan individu. Individu berbeda dengan
Islam, karena sistem yang diberlakukan setelah itu bukan lagi sistem Islam. Ini semua
masyarakat dari sisi karakter maupun penyusunnya. Atas dasar itu, cara
menunjukkan, bahwa perubahan akhlak individu tidak secara otomatis mengubah
membangkitkan individu berbeda dengan cara membangkitkan masyarakat atau umat.
warna masyarakat. Bahkan, perubahan akhlak—sebagai nilai-nilai universal—sama
Akhlak adalah hukum syariat yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya
sekali tidak berhubungan dengan perubahan warna masyarakat.
Kedua, pernyataan di atas tidak berarti bahwa kita boleh meremehkan akhlak, atau
menganggap bahwa akhlak bukanlah perkara penting jika dibandingkan dengan
Masyarakat Jahiliah sebelum Islam juga menjunjung nilai-nilai akhlak yang tinggi—
perkara-perkara yang lain. Al-Quran sendiri tidak menyebut kata khuluq di banyak
menghargai tamu, perwira, dan sebagainya. Sifat-sifat akhlak ini tidak berubah ketika
tempat, kecuali pada surat al-Qalam ayat 4 dan asy-Syu’ara ayat 137. Selain itu, para
mereka berubah menjadi masyarakat Islam. Ini menunjukkan bahwa akhlak tidak
fuqaha hanya mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum syariat.
berhubungan dengan perubahan warna masyarakat.
Mereka tidak pernah mengkaji akhlak dalam bab fikih tersendiri. Ini menunjukkan
bahwa akhlak adalah bagian dari syariat Islam yang mengatur hubungan manusia
dengan dirinya sendiri.
Walhasil, jika konteks pembicaraan kita adalah mengubah warna atau corak
masyarakat maka aktivitas perubahannya tidak boleh difokuskan hanya pada Ketiga, seandainya kita mencermati bangsa-bangsa yang saat ini mengalami
perubahan individunya belaka, namun harus difokuskan pada perubahan pemikiran kemajuan, kita bisa menyimpulkan, bahwa akhlak yang dimiliki oleh kaum Muslim
dan aturan yang ada di tengah-tengah masyarakat. tetap lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Namun demikian, kaum
Muslim tetap saja dalam posisi mundur. Mereka tertinggal jauh dengan bangsa-
bangsa yang akhlaknya lebih rendah dibandingkan dengan mereka.
Di sisi yang lain, nilai-nilai akhlak—sebagai nilai universal—bukanlah nilai yang Keempat, fakta juga telah menunjukkan bahwa propaganda-propaganda, seruan-
berdiri sendiri. Akan tetapi, ia selalu melekat pada perbuatan tertentu. Jujur adalah seruan maupun buku-buku, selebaran, poster, dan lain-lain yang menyerukan akhlak
nilai akhlak. Namun, Anda tidak bisa mengetahui apakah seseorang itu jujur atau sama sekali tidak memberikan pengaruh bagi kebangkitan kaum kaum Muslim. Umat
tidak, kecuali ketika ia melakukan suatu aktivitas tertentu. Jujur bisa melekat pada Islam tetap mundur dari sisi ekonomi, politik, dan hukum. Ini juga membuktikan
perbuatan apapun, halal maupun haram. bahwa akhlak bukanlah asas atau dasar dari perubahan masyarakat. Ia juga bukan
Jujur bisa melekat pada seorang pegawai bank yang mengkonsumsi ribawi. Jujur juga masalah utama bagi kaum Muslim.
bisa melekat pada anggota parlemen yang suka menelorkan aturan-aturan kufur. Seluruh penjelasan di atas tidak boleh dipahami, bahwa tulisan ini meremehkan
Namun demikian, jujur yang melekat pada perbuatan-perbuatan haram tersebut tidak akhlak atau tidak menganggap penting masalah akhlak. Namun, di sini hanya ingin
memiliki nilai sama sekali. Bahkan, kita tidak boleh menyatakan bahwa orang menjelaskan, bahwa akhlak bukanlah persoalan utama kaum Muslim, dan juga bukan
tersebut berakhlak. Sebab, kejujurannya telah melekat pada perbuatan haram. asas dan dasar kebangkitan umat. []
Dedikasi yang tinggi, disiplin, dan amanah bisa saja melekat pada diri anggota
pasukan perang yang menjadi pembela sistem kufur. Akan tetapi, kita tidak mungkin
menyatakan orang-orang ini menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Bahkan, akhlak yang
menempel pada sistem kufur semacam ini tidak memiliki arti sedikitpun dalam
timbangan Islam.
[20:25, 4/17/2021] +62 812-2981-921: TAUSIYAH RAMADHAN #6

Yang terpenting adalah mengubah pemikiran dan sistem aturan yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat. Sedangkan akhlak hanyalah sekadar bagian dari aturan- MEMAHAMI MAKNA REZEKI
aturan Allah Swt. yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Perubahan akhlak sama sekali tidak berkaitan dengan perubahan warna masyarakat.
Oleh: DMDI (Dewan Masjid Digital Indonesia) melakukan usaha bahwa dialah yang mendatangkan rezki untuk dirinya sendiri
berdasarkan perantaraan usaha tersebut, karena hal yang demikian itu bertentangan
dengan nash al qur’an yang qath’i tsubut dan qath’i dilalah. Karena itu maka hakikat
Rezeki berbeda dengan pemilikan, karena rezeki itu adalah suatu pemberian, maka yang wajib diterima oleh seorang muslim adalah pernyataan rezeki berasal dari Allah
dalam bahasa arab, razaqa berarti a’thaa (telah memberi sesuatu). Adapun yang dan bukan dari manusia.
dinamakan dengan pemilikan adalah penguasaan terhadap sesuatu dengan cara-cara
yang diperbolehkan syara’ untuk mendapatkan harta, jadi rezki itu ada yang halal dan
ada pula yang haram, semuanya dikatakan rezki. Banyak ayat-ayat yang menunjukkan dengan jelas tidak menerima penta’wilan,
bahwasanya rezki jelas dari Allah Swt semata bukan dari manusia. Dan hal ini
menjadikan kita harus memastikan terhadap apa yang kita saksikan berupa wasilah-
Banyak orang yang menyangka bahwa merekalah yang memberikan rezeki atas wasilah dan cara-cara untuk mendatangkan rezeki, melainkan ia hanya kondisi-
dirinya sendiri, mereka menganggap keadaan (usaha) yang membuat mereka bisa kondisi yang bisa mendatangkan rezeki.Allah Swt berfirman:
menghimpun kekayaan -- maksudnya harta atau manfaat -- sebagai sebab untuk
mendapatkan rezki, meskipun mereka telah berkata melalui lidahnya bahwa rezki itu
dari Allah. ُ‫ ُكلُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم هللا‬
“Makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu”.
Pada hakikatnya keadaan-keadaan (usaha) tersebut merupakan kondisi-kondisi (QS. Al-An’am:142)
mendatangkan rezki bukan sebab-sebab mendatangkannya. Kalau seandainya
dianggap sebagai sebab tentu akan ditemukan kerancuan, dimana dapat disaksikan
secara inderawi justru ditemukan sebaliknya, kadang-kadang keadaan (usaha) nya ada Dan firman Allah:
namun tidak mendatangkan rezeki, dan terkadang pula rezeki itu datang tanpa ada
keadaan (usaha) apapun.
‫الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم ثُ َّم َر َزقَ ُك ْم‬

Kadang-kadang seorang pegawai bekerja sepanjang bulanan kemudian menahan diri “yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki”.
untuk melunasi hutang terdahulu, atau untuk pembelanjaan atas apa yang wajib ia (Ar-Rum: 40)
nafqahkan, atau untuk melunasi pajak-pajak, maka dalam keadaan semacam ini ia
mendapatkan kondisi yang bisa mendatangkan rezeki dimana ia seorang pegawai, Kemudian firman Allah:
namun ia tidak mendapatkan rezeki karena ia tidak mengambil upahnya. ُ‫أَ ْنفِقُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم هللا‬
“Nafkahkanlah sebahagian dari rezki yang diberikan Allah kepadamu”. (Yasin: 47)
Dapat ditambah lagi bahwa tidak mungkin segala kondisi/cara/usaha yang dapat Selanjutnya firman Allah:
mendatangkan rezki ketika kondisi/cara/usaha ada dianggap sebagai sebab untuk
mendatangkan rezki, sekaligus tidaklah mungkin dianggap kalau seseorang ُ ‫إِ َّن هللاَ يَرْ ُز‬
‫ق َم ْن يَ َشا ُء‬
“Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya”. menjadikan kita harus memastikan terhadap apa yang kita saksikan berupa wasilah-
(Ali-'Imran: 37) wasilah dan cara-cara untuk mendatangkan rezeki, melainkan ia hanya kondisi-
kondisi yang bisa mendatangkan rezeki.Allah Swt berfirman:
Seterusnya Allah berfirman:
‫هللاُ يَرْ ُزقُهَا َوإِيَّا ُك ْم‬
ُ‫ ُكلُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم هللا‬
“Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu”.
“Makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu”.
(Al-Ankabut: 60)
(QS. Al-An’am:142)
َ ‫يَ ْب ُسطُ الرِّ ْز‬
‫ق لِ َم ْن يَ َشا ُء‬
“meluaskan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki”. (Al ra’d: 26)
Dan firman Allah:
Kemudian:
َ‫فَا ْبتَ ُغوا ِع ْن َد هللاِ الرِّ ْزق‬
‫الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم ثُ َّم َر َزقَ ُك ْم‬
“maka mintalah rezki itu di sisi Allah”. (Al Ankabut: 17)
“yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki”.
Dan firman Allah:
(Ar-Rum: 40)
ِ ْ‫و َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِي ْاألَر‬
‫ض إِالَّ َعلَى هللاِ ِر ْزقُهَا‬ َ
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya”. (Hud: 6) Kemudian firman Allah:

Dapat ditambah lagi bahwa tidak mungkin segala kondisi/cara/usaha yang dapat ُ‫أَ ْنفِقُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم هللا‬
mendatangkan rezki ketika kondisi/cara/usaha ada dianggap sebagai sebab untuk
“Nafkahkanlah sebahagian dari rezki yang diberikan Allah kepadamu”. (Yasin: 47)
mendatangkan rezki, sekaligus tidaklah mungkin dianggap kalau seseorang
melakukan usaha bahwa dialah yang mendatangkan rezki untuk dirinya sendiri
berdasarkan perantaraan usaha tersebut, karena hal yang demikian itu bertentangan
dengan nash al qur’an yang qath’i tsubut dan qath’i dilalah. Karena itu maka hakikat Selanjutnya firman Allah:
yang wajib diterima oleh seorang muslim adalah pernyataan rezeki berasal dari Allah
dan bukan dari manusia.
ُ ‫إِ َّن هللاَ يَرْ ُز‬
‫ق َم ْن يَ َشا ُء‬
“Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya”.
Banyak ayat-ayat yang menunjukkan dengan jelas tidak menerima penta’wilan, (Ali-'Imran: 37)
bahwasanya rezki jelas dari Allah Swt semata bukan dari manusia. Dan hal ini
Seterusnya Allah berfirman:
Hanya saja Allah memerintah hamba-hambaNya untuk melakukan pekerjaan yang
menjadikan mereka mampu untuk memilih dengan melangsungkan usaha-usaha yang
‫هللاُ يَرْ ُزقُهَا َوإِيَّا ُك ْم‬
dapat menghasilkan rezeki, maka merekalah yang melakukan secara langsung usaha-
“Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu”. usaha yang bisa mendatangkan rezeki tersebut berdasarkan ikhtiyar yang mereka
miliki, akan tetapi bukanlah segala usaha yang dibentuk dijadikan sebagai sebab
(Al-Ankabut: 60) menghasilkan rezeki, dan bukan pula mereka yang mendatangnya sebagaimana
tertera dalam nash ayat-ayat, melainkan Allahlah yang memberikan kepada mereka
rezeki dalam kondisi/usaha tersebut, terlepas dari apakah yang diperolehnya halal
َ ‫يَ ْب ُسطُ الرِّ ْز‬
‫ق لِ َم ْن يَ َشا ُء‬ atau haram, apakah bentuk usahanya diwajibkan oleh Allah atau diharamkanNya atau
“meluaskan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki”. (Al ra’d: 26) dibolehkan oleh Allah, dan terlepas pula apakah melalui usaha-usaha tersebut
mendatangkan rezeki atau tidak.

Kemudian:
Islam telah menjelaskan cara-cara yang diperbolehkan bagi seorang muslim untuk
melangsungkan usaha yang akan mendatangkan rezeki, sekaligus cara-cara yang tidak
َ‫فَا ْبتَ ُغوا ِع ْن َد هللاِ الرِّ ْزق‬ diperbolehkannya untuk melangsungkan usaha yang dapat menghasilkan rezeki
tersebut. Islam telah menjelaskan sebab-sebab pemilikan bukan sebab-sebab
“maka mintalah rezki itu di sisi Allah”. (Al Ankabut: 17) mendatangkan rezeki, pemilikan ini dibatasi oleh sebab-sebab, maka tidak
seorangpun yang boleh memiliki rezeki kecuali dengan sebab syar’i, karena rezeki
yang dimiliki dengan sebab syar’i itu merupakan rezki yang halal, dan rezeki yang
Dan firman Allah: dimilikinya dengan sebab-sebab yang tidak syar’i maka rezki tersebut bukan rezeki
yang halal, walaupun semua katagori rezeki ada yang halal dan ada pula yang haram,
namun semuanya berasal dari Allah Swt.
ِ ْ‫و َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِي ْاألَر‬
‫ض إِالَّ َعلَى هللاِ ِر ْزقُهَا‬ َ
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
Maka tinggallah satu permasalahan lagi yaitu: Apakah yang disebut rezeki seseorang
rezkinya”. (Hud: 6)
itu adalah segala apa yang di kumpulkan tetapi tidak bisa diambil manfaatnya atau
rezeki itu yang bisa diambil manfaatnya saja? Jawaban mengenai hal tersebut
diterangkan dalam al qur’an bahwa sesungguhnya rezeki yang dikumpulkan manusia
Maka ayat-ayat ini dan yang lainnya masih banyak merupakan ayat-ayat qath’i tsubut
mencakup manfaat yang dapat diambil atau manfaat yang tidak dapat diambil. Firman
dan qath’i dilalah, tidak mengandung makna lain kecuali hanya satu makna sekaligus
Allah Swt:
tidak menerima penta’wilan, dimana rezeki tersebut berasal dari Allah semata tidak
berasal dari selainNya. Sesungguhnya Allahlah yang memberi rezeki, maka rezeki itu
berada ditangan Allah semata.
‫لِيَ ْذ ُكرُوا ا ْس َم هللاِ َعلَى َما َر َزقَهُ ْم ِم ْن بَ ِهي َم ِة ْاألَ ْن َع ِام‬
“Supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah ِ ‫وارْ ُز ْق أَ ْهلَهُ ِمنَ الثَّ َم َرا‬
‫ت‬ َ
direzkikan Allah kepada mereka”. (Al Hajj: 34)
“dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya”.
(Al-Baqarah: 126)
َ ‫هللاُ يَ ْب ُسطُ الرِّ ْز‬
‫ق لِ َم ْن يَ َشا ُء َويَ ْق ِد ُر‬
“Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki”. (Ar
Selanjutnya:
Ra’d: 26)

Selanjutnya firman Allah: ِ ‫ ُكلُوا َوا ْش َربُوا ِم ْن ِر ْز‬


ِ‫ق هللا‬
“Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah”. (Al-Baqarah: 60)

ُ‫و َم ْن قُ ِد َر َعلَ ْي ِه ِر ْزقُه‬


َ
Bahwasanya ayat-ayat diatas jelas dalam menyebutkan nama rezeki, yaitu segala yang
“Dan orang yang disempitkan rezkinya”. (Al Thalaq: 7)
dikumpulkan, tentunya ia dipergunakan untuk semua yang bemanfaat, akan tetapi
tidak tersebut dalam ayat-ayat tadi pengkhususan rezeki berupa yang bermanfaat saja,
karena ayat-ayat-tersebut bersifat umum, maka penunjukannya pun bersifat umum
ُ‫أَ ْنفِقُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم هللا‬
pula. Dan tidak dikatakan manakala seseorang mengambil harta kamu dengan cara
“Nafkahkanlah sebahagian dari rezki yang diberikan Allah kepadamu”. (Yasin: 47) mencuri atau merampok ataupun dengan jalan korupsi bahwa ia telah mengambil
rezeki kamu, akan tetapi dikatakan bahwa dia telah mengambil rezekinya dari
tanganmu.
Setelahnya firman Allah:

Seorang manusia takkala ia mengumpulkan harta maka ia telah mengambil rezekinya,


‫ت َما َرزَ ْقنَا ُك ْم‬
ِ ‫ ُكلُوا ِم ْن طَيِّبَا‬ dan takkala hartanya diambil oleh orang lain maka tidaklah berarti rezekinya telah
diambil orang, melainkan barangsiapa yang mengumpulkan harta maka ia telah
“Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu”. (Al mengambil rezekinya dari orang lain, oleh karena itu tidaklah seseorang mengambil
baqarah: 57) rezeki orang lain, akan tetapi seseorang mengambil rezekinya sendiri dari orang lain.
[]

‫وارْ ُزقُوهُ ْم فِيهَا َوا ْكسُوهُ ْم‬


َ
“Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu)”.
(An-Nisa’: 5 )
Adapun bangsa dan umat, dikarenakan adanya penampakan (manifestasi) dari
kehendak untuk berkumpul bersama –atau menurut bahasa mereka, naluri untuk
berkumpul bersama (gharizah al-qathi`, instinct to flock together) yang terlihat
TAUSIYAH RAMADHAN #7 dengan jelas dan menjadi pembentuk masyarakat-- mereka menjadi didominasi oleh
sikap taklid (meniru yang lain).

BERPIKIR TENTANG TUJUAN DAN TARGET


Mereka juga didominasi oleh sikap tidak meneliti berbagai pemikiran dengan
seksama. Karena itu, terbentuklah pada diri mereka pemikiran-pemikiran yang salah
Oleh: DMDI (Dewan Masjid Digital Indonesia) dan informasi-informasi yang tidak benar. Mereka terdorong untuk melakukan
aktivitas tanpa menentukan tujuan, atau tanpa bermaksud menentukan tujuan. Karena
itu mereka didominasi oleh sikap tidak menentukan tujuan.
Berpikir adalah bentuk kerja dari pemikiran, dan definisi pemikiran (fikr), akal (‘aql),
atau kesadaran (al-idrâk) adalah pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui
panca indera ke dalam otak yang disertai adanya informasi-informasi terdahulu yang Adapun individu-individu, dikarenakan mereka tidak menentukan tujuan, mereka pun
akan digunakan untuk menafsirkan fakta tersebut. tidak mempedulikan tujuan dan target untuk diri mereka. Karenanya, mereka
melakukan proses berpikir tanpa ada suatu tujuan. Proses berpikir ini akhirnya tidak
mendatangkan hasil dan mereka pun tidak mengarah pada suatu tujuan tertentu.
Aktifitas berpikir tentang tujuan dan target adalah salahsatu aktifitas berpikir yang
sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang ingin menjalankan hidupnya dengan
benar, terlebih lagi bagi setiap muslim dan para pengemban dakwah. Padahal menentukan tujuan dan target dalam berpikir adalah suatu keharusan agar
proses berpikir membuahkan hasil. Sebab, berpikir atau berbuat tiada lain adalah
untuk mewujudkan sesuatu yang tertentu, yaitu mewujudkan tujuan tertentu. Karena
Yang harus dilakukan pertama kali dalam berpikir tentang tujuan (ghayat, objectives) itulah Anda akan melihat bahwa setiap manusia adalah pemikir tetapi tidak setiap
dan target (ahdaf, aims) adalah menentukan apa yang diinginkan, yakni menentukan manusia mampu merealisasikan target-targetnya.
target. Penentuan ini adalah suatu keharusan agar proses berpikir membuahkan hasil.
Namun menentukan apa yang diinginkan bukanlah hal yang mudah, karena umat dan
bangsa yang merosot tidak mengetahui apa yang mereka inginkan. Tujuan dan target berbeda-beda sesuai dengan perbedaan manusia. Sebagai contoh,
umat yang merosot tujuannya adalah untuk bangkit. Umat yang maju tujuannya
adalah merealisasikan seluruh jenis pemuasan kebutuhannya. Sebuah bangsa primitif
Jarang sekali mereka mampu mengetahui apa yang mereka inginkan. Demikian pula tujuannya adalah ingin terus menjaga situasi tempat hidupnya. Bangsa yang maju
individu-individu yang merosot taraf pemikirannya --bahkan banyak orang yang tujuannya adalah memperbaiki keadaannya dan ingin memunculkan perubahan.
tinggi taraf pemikirannya-- tidak mengetahui apa yang mereka inginkan. Bahkan di
antara mereka ada yang tidak mampu menentukan apa yang mereka inginkan.
Individu yang taraf pemikirannya merosot tujuannya adalah memuaskan daya
kehidupannya (ath-thaqah al-hayawiyah, life energy). Satu bangsa yang taraf
Individu lebih mampu bersabar daripada kelompok (bangsa dan umat). Ini
pemikirannya tinggi tujuannya adalah memperbaiki tipe pemuasan kebutuhan mereka.
dikarenakan pandangan individu lebih jelas dan lebih kuat daripada pandangan
Demikianlah, tujuan dan target akan berbeda-beda sesuai perbedaan manusia dan
kelompok, mengingat berkumpulnya manusia akan melemahkan proses berpikir dan
taraf berpikirnya.
melemahkan pandangan mereka. Maka dari itu, pandangan satu orang akan lebih kuat
daripada pandangan dua orang. Setiap kali bilangan semakin besar, akan semakin
lemah pandangan.
Apa pun tujuan dan target dari suatu bangsa dan individu, kesabaran untuk
merealisasikan tujuan dan usaha keras yang terus menerus untuk mencapainya hanya
akan terwujud pada tujuan yang dekat dan target yang mudah.
Karena itu tidak benar meletakkan tujuan-tujuan yang jauh bagi suatu bangsa karena
mereka tidak akan berusaha untuk merealisasikannya. Jika pun mereka berusaha
merealisasikannya, mereka tidak akan berusaha dengan serius dan tidak akan sampai
Sebagai contoh, pemuasan kebutuhan-kebutuhan --dilihat semata sebagai suatu
pada tujuan.
pemuasan-- merupakan tujuan yang mudah, bahkan andaikata ia bukan tujuan yang
dekat. Oleh karena itu kemampuan untuk bersabar dalam hal tersebut hampir ada
pada seluruh manusia meskipun kemampuan mereka berbeda-beda tingkatannya.
Dari sinilah, maka tujuan yang diletakkan untuk suatu bangsa haruslah merupakan
Jika Anda berusaha untuk mendapatkan makanan, berusaha memberi makan keluarga, tujuan yang dekat dan mungkin untuk direalisasikan. Ini harus dilakukan meskipun
berusaha memiliki sesuatu, mencari keamanan, dan yang semisalnya, maka harus menetapkan tujuan-tujuan yang dekat sebagai satu tahapan dari beberapa
kemampuan merealisasikan tujuan-tujuan seperti ini dapat dijumpai pada mayoritas tahapan. Dengan demikian, bila mereka telah mampu merealisasilkan satu tahapan,
manusia. mereka akan bertolak untuk merealisasikan tahapan selanjutnya. Demikianlah
seterusnya.
Adapun jika Anda berusaha untuk bangkit, atau membangkitkan bangsa Anda, atau
meninggikan kedudukan Anda atau kedudukan bangsa dan umat Anda, maka ini
adalah tujuan-tujuan yang membutuhkan kesabaran dan kesungguhan yang terus
Hal ini dikarenakan kelompok lebih dekat untuk melihat apa yang mungkin dilakukan
menerus. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan untuk melakukannya.
daripada individu. Kelompok juga mempunyai kemampuan yang lebih rendah dalam
Bisa jadi Anda sudah mulai berusaha, tapi mungkin saja Anda gagal merealisasikan menanggung kesulitan besar daripada individu. Maka sesuatu yang mungkin untuk
tujuan karena Anda merasa capai atau kehilangan kesabaran. Mungkin saja Anda diwujudkan secara rasional, tidak dapat dijadikan sebagai tujuan bagi suatu bangsa.
sudah mulai berusaha tapi Anda tidak serius memulainya. Anda lalu melangkah Tapi sesuatu yang mungkin untuk diwujudkan secara faktual, adalah sesuatu yang
secara tidak serius, dan tetap terus saja melangkah. Anda pasti tidak akan bisa dapat mereka lihat dan mereka usahakan untuk direalisasikan.
merealisasikan tujuan.
Padahal Anda tidak merasa capai dan tidak kehilangan kesabaran. Itu karena Anda
Adapun individu, secara umum mereka mampu untuk melihat, bahwa apa yang
memang tidak sungguh-sungguh menjalankan usaha tersebut. Padahal merealisasikan
mungkin secara rasional adalah mungkin secara faktual. Individu juga mampu melihat
tujuan-tujuan yang jauh dan sulit seperti itu yang dibutuhkan pertama kali adalah
sesuatu yang jauh. Individu lebih bersabar untuk menanggung kesulitan, lebih mampu
keseriusan, lalu kesabaran, dan berikutnya usaha yang terus menerus.
menghadapi hambatan, serta lebih mampu untuk berjalan pada tahapan yang jauh.
menurut pertimbangan akal maupun pertimbangan fakta. Jika tidak demikian, ia tidak
bisa lagi disebut tujuan. Dan jika proses berpikir dan aktivitas individu harus
Hanya saja, tujuan dan target yang diletakkan baik untuk suatu umat dan bangsa
mempunyai tujuan, maka bangsa dan umat pun harus mempunyai tujuan, atau
maupun untuk individu, realisasinya tidak boleh membutuhkan waktu bergenerasi-
beberapa tujuan.
generasi, kemampuan di luar kemampuan manusia, dan sarana-sarana yang tidak ada
atau tidak mungkin diadakan.
Namun tujuan suatu bangsa dan umat tidak bisa berupa tujuan yang jauh, melainkan
harus berupa tujuan yang dekat. Semakin dekat suatu tujuan dan semakin banyak
Sebaliknya tujuan harus mungkin direalisasikan oleh generasi yang sedang berusaha
yang bisa diwujudkan, akan semakin baik dan semakin dekat membuahkan hasil.
merealisasikannya, harus mungkin direalisasikan dengan upaya manusia biasa, dan
Tujuan yang demikian juga akan lebih mungkin untuk dipikirkan dan dilaksanakan.
sarana-sarananya pun telah ada atau mungkin untuk diadakan.

Memang benar, suatu bangsa dan umat tidak terbayangkan akan membuat sendiri
Itu karena, tujuan adalah suatu target yang akan diusahakan oleh pihak yang berusaha
tujuan-tujuannya atau terlibat semuanya dalam menetapkan target-target. Akan tetapi
itu sendiri. Padahal dia tidak akan berusaha merealisasikannya jika target itu jelas-
di tengah bangsa dan umat tersebut tersebar berbagai pemikiran. Mereka pun telah
jelas tidak akan pernah bisa direalisasikan. Dan selama manusia ingin berusaha untuk
mengambil berbagai opini dan meyakini berbagai keyakinan.
mewujudkan tujuan, pasti dia membutuhkan sarana-sarana yang akan menjadi
perantara untuk merealisasikannya. Jika dia tidak mempunyai sarana maka dia tidak
akan pernah bisa mengusahakannya, walaupun dia berpura-pura berusaha atau
Maka pemikiran-pemikiran tersebut menjadi pemikiran mereka, opini-opini tersebut
menipu dirinya bahwa dia sedang berusaha.
menjadi opini mereka, dan keyakinan-keyakinan tersebut menjadi keyakinan mereka.

Manusia juga akan berusaha dengan kekuatannya sebagai manusia. Jika kekuatan
Demikian juga mereka telah didominasi oleh tujuan-tujuan tertentu, yang mungkin
tersebut tidak cukup untuk berusaha, dia tidak akan pernah berusaha sama sekali,
terbentuk akibat berbagai pemikiran, opini dan keyakinan tersebut, atau akibat
sebab manusia memang tidak akan sanggup diberi beban di luar kemampuannya.
pengalaman-pengalaman hidup, atau akibat adanya hambatan memperoleh hak-hak
atau pemuasan kebutuhan yang kurang.
Bahkan manusia tidak akan mampu beraktivitas di luar kemampuannya. Karena itu
bagaimana pun jauhnya, haruslah suatu tujuan itu termasuk sesuatu yang mungkin
Kemudian terbentuklah pada bangsa atau umat tersebut tujuan-tujuan, yang mungkin
untuk diwujudkan oleh orang yang sedang berusaha, dengan kemampuannya yang
berupa penghilangan hambatan memperoleh hak-hak, atau perbaikan pemuasan
biasa, dan dengan sarana-sarana yang ada padanya.
kebutuhan. Jadi bangsa atau umat sebenarnya mempunyai tujuan-tujuan, meskipun
keseluruhannya tidak mampu menetapkan tujuan-tujuan.
Jadi tujuan dari proses berpikir harus ditentukan, sebagaimana tujuan dari suatu
aktivitas juga harus ditentukan. Tujuan tersebut harus bisa dilihat oleh mata kepala
atau mata hati (akal), dan harus memungkinkan untuk diwujudkan baik terwujud
Hanya saja semua tujuan tersebut tentu termasuk tipe tujuan yang mungkin untuk Adapun cita-cita tertinggi, meskipun ia termasuk tujuan dari segala tujuan, tetapi
direalisasikan secara nyata (faktual), bukan termasuk tipe tujuan yang mungkin setelah itu tidak terdapat tujuan lagi. Tujuan dari segala tujuan yang tidak ada lagi
direalisasikan secara akal (rasional) dan tidak bisa disaksikan secara nyata sebagai tujuan setelahnya, adalah menggapai keridhaan Allah. Karena itu, cita-cita tertinggi
tujuan yang mungkin direalisasikan secara faktual. bagi seorang muslim adalah menggapai keridhaan Allah.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah membedakan antara tujuan dengan cita-cita Maka dari itu, kadang dilantunkan ungkapan berikut tentang orang-orang yang takwa
tertinggi (al-matsalul a’la, ideal). Cita-cita tertinggi adalah tujuan dari segala tujuan. lagi saleh: “Hamba [Allah] yang paling baik adalah Suhaib. Kalau sekiranya dia tidak
Pada cita-cita tertinggi itu hanya disyaratkan adanya usaha untuk meraih dan takut kepada Allah, niscaya dia tidak akan berbuat maksiat kepada Allah.” Dikatakan
mewujudkannya. Jadi tidak disyaratkan harus berupa sesuatu yang mungkin demikian, karena tujuan Suhaib tidak berbuat maksiat bukanlah takut kepada Allah,
diwujudkan secara nyata. Tetapi disyaratkan harus berupa sesuatu yang mungkin yakni bahwa Allah akan mengazabnya karena berbuat maksiat. Tetapi tujuannya
diwujudkan secara akal. adalah mencapai ridha Allah.

Cita-cita tertinggi bukanlah tujuan, meskipun ia sendiri adalah suatu tujuan. Maka kalau sekiranya pada dirinya tidak terdapat rasa takut kepada Allah, dia tidak
Perbedaannya dengan tujuan adalah bahwa tujuan harus diketahui sebelum akan berbuat maksiat. Karena dia tidak berbuat maksiat adalah karena ingin mencari
pelaksanaan aktivitas dan harus selalu diketahui selama pelaksanaan aktivitas. Tujuan ridha Allah, bukan karena takut pada azab Allah.
juga harus diusahakan dengan sungguh-sungguh dan terus menerus untuk
direalisasikan sampai betul-betul terwujud.
Dengan demikian, cita-cita tertinggi bagi kaum muslimin adalah ridha Allah, bukan
masuk surga dan bukan pula selamat dari neraka.
Adapun cita-cita tertinggi, cukup hanya diperhatikan keberadaannya selama kita
berpikir dan beraktivitas. Dan seluruh pemikiran dan aktivitas yang ada dimaksudkan
untuk mewujudkan cita-cita tertinggi tersebut. Walhasil, meskipun cita-cita tertinggi merupakan suatu tujuan –sebagai tujuan dari
segala tujuan-- tetapi ia berbeda dengan tujuan dan target. Maka apa yang dikatakan
tentang berpikir dan beraktivitas --bahwa tujuannya harus ditentukan—tujuan di sini
Sebagai contoh, menggapai ridha Allah, adalah cita-cita tertinggi kaum Muslim. maksudnya bukanlah cita-cita tertinggi. Maksudnya adalah tujuan yang bisa terwujud
Meski ada sebagian kaum Muslim yang menjadikan masuk surga sebagai cita-cita secara nyata, meskipun di belakangnya masih ada tujuan atau bahkan tujuan-tujuan
tertinggi. Atau selamat dari neraka sebagai cita-cita tertinggi. Tetapi kedua hal lain.
tersebut dan yang sejenisnya meskipun bisa dijadikan tujuan dari segala tujuan, tidak
bisa disebut cita-cita tertinggi. Dua tujuan tersebut merupakan tujuan dari tujuan-
tujuan sebelumnya. Tetapi setelah itu masih ada tujuan lain. Jadi, tujuan haruslah ditentukan dan harus berupa sesuatu yang mungkin diwujudkan
oleh orang yang sedang berusaha mewujudkannya, bukan oleh generasi-generasi yang
akan datang. Sarana-sarananya harus bisa didapatkan dengan mudah atau
kemungkinan bisa didapatkan dengan mudah secara praktis dan nyata.
menyelenggarakan pemerintahan negara, mengangkat penguasa, serta membuat
peraturan dan undang-undang. Dengan kata lain, dalam sistem demokrasi, rakyat
Tujuan bukanlah cita-cita tertinggi, melainkan target yang hendak dicapai. Karena itu,
bertindak selaku musyarri’ (pembuat hukum) karena posisinya sebagai pemilik
berpikir tentang tujuan haruslah merupakan pemikiran yang bersifat nyata dan praktis.
kedaulatan, sekaligus berperan sebagai munaffidz (pelaksana hukum) karena
Maksudnya, suatu tujuan haruslah berupa sesuatu yang mungkin diwujudkan oleh
posisinya sebagai sumber kekuasaan.
orang yang sedang mengusahakannya. []
AUSIYAH RAMADHAN #8
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang bersandar pada suara mayoritas.
Penetapan/pembuatan peraturan dan undang-undang dilakukan oleh ‘wakil-wakil
SYURA DAN DEMOKRASI rakyat’ berdasarkan suara mayoritas. Suara mayoritas pula yang dilakukan untuk
memilih wakil-wakil rakyat, memilih kepala negara, menjatuhkan pemerintahan
dengan penggunaan mosi tidak percaya. Artinya, suara mayoritas merupakan salah
Oleh: DMDI (Dewan Masjid Digital Indonesia) satu ciri yang sangat menonjol dalam sistem demokrasi, dan mewakili pencerminan
suara rakyat.

Demokrasi adalah bagian dari Islam. Itu menurut sebagian orang. Pernyataan ini
terlontar karena mereka menganggap syura (di dalam Islam) itu sama dengan Pendek kata, demokrasi itu sangat tampak ciri-cirinya dalam hal:
Demokrasi. Apakah benar syura itu sama dengan Demokrasi?

1. Demokrasi itu adalah produk dari akal manusia, bukan berasal dari Allah Swt.
Sebelum menyinggung benar tidaknya syura sama dengan demokrasi, ada baiknya Demokrasi tidak didasarkan pada wahyu, bahkan tidak ada hubungannya sama sekali
kita mengupas lebih dahulu apa itu demokrasi dan apa itu syura. Setelah itu baru bisa dengan wahyu.
ditarik persamaan-persamaannya (jika ada) dan perbedaan-perbedaannya.

2. Demokrasi lahir dari akidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan


Demokrasi adalah istilah yang menggambarkan sistem pemerintahan dari rakyat, oleh atau pemisahan urusan politik/negara dengan agama).
rakyat dan untuk rakyat. Rakyat dianggap sebagai penguasa mutlak dan pemilik
kedaulatan. Rakyat berhak mengatur sendiri urusannya serta melaksanakan dan
menjalankan sendiri kehendaknya. Rakyat tidak bertanggung jawab pada kekuasaan 3. Demokrasi mengusung konsep: kedaulatan berada di tangan rakyat; rakyat
siapa pun selain kepada dirinya sendiri. Rakyat berhak membuat sendiri perturan dan adalah sumber kekuasaan.
undang-undang –karena mereka adalah pemilik kedaulatan- melalui para wakil
mereka yang mereka pilih. Rakyat berhak pula menerapkan peraturan dan undang-
undang yang telah mereka buat melalui tangan para penguasa dan hakim yang mereka 4. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang bersandar pada mekanisme
pilih. Keduanya mengambilalih kekuasaan dari rakyat karena rakyat adalah sumber suara mayoritas, sebagai pencerminan keinginan rakyat.
kekuasaan. Setiap individu rakyat, sebagaimana individu lainnya, berhak
5. Demokrasi menjamin pelaksanaan dan pemeliharaan tentang: (1) kebebasan ketetapan Syâri, dan ketetapan tersebut wajib dilaksanakan oleh mereka seluruhnya.
beragama/berkeyakinan, (2) kebebasan berpendapat, (3) kebebasan pemilikan, dan (4) Jadi, ketetapan haramnya riba, haramnya zina, haramnya wanita sebagai kepala
kebebasan bertingkah laku. negara (Khalifah), wajibnya penerapan sistem hukum Islam secara total, wajibnya
Berdasarkan hal ini, demokrasi merupakan suatu pandangan hidup dan di jihad fi sabilillah, dan lain-lain; semua itu tidak akan gugur meskipun mayoritas atau
dalamnya terangkum sekumpulan ketentuan yang berkaitan dengan peraturan, bahkan seluruh kaum Muslim menghendaki pembatalannya.
undang-undang dan mekanisme dalam suatu sistem pemerintahan.

Contoh nyata bahwa Rasulullah saw menyelisihi pendapat mayoritas para sahabat
Sedangkan syura memiliki arti meminta pendapat (thalab ar-ra’yi). Kata syura adalah peristiwa disetujuinya oleh beliau klausul-klausul yang ada pada perjanjian
tercantum di dalam al-Quran, seperti: Hudaibiyah. Karena disepakatinya perjanjian itu berdasarkan perintah Allah Swt,
bukan berdasarkan pendapat mayoritas atau pun minoritas para sahabat. Dalam
perkara ini Rasulullah saw tidak meminta pendapat kepada kaum Muslim Terhadap
 َ‫اورْ هُ ْم فِي ْاألَ ْم ِر فَإ ِ َذا َع َز ْمتَ فَت ََو َّكلْ َعلَى هللاِ إِ َّن هللاَ يُ ِحبُّ ْال ُمتَ َو ِّكلِين‬
ِ ‫و َش‬
َ sahabat-sahabat beliau yang keberatan dengan klausul perjanjian itu beliau bersabda:

"Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah." (TQS. Ali Imran [3]:
‫إني عبد هللا ورسوله ولن أخالف أمره‬
159)
"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Dan sekali-kali aku
tidak akan menyalahi perintah-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ayat tersebut mengungkapkan realitas mengenai tuntutan untuk meminta pendapat.
Meskipun demikian tidak bisa dimaknai begitu saja bahwa syura itu adalah wajib.
Untuk memastikan bahwa syura itu bisa dimaknai wajib, sunnah, atau mubah Kedua, untuk perkara-perkara yang berhubungan dengan ide, definisi, pemikiran,
diperlukan indikasi-indikasi (qarinah). keahlian atau profesi, dan sejenisnya; maka yang dirujuk adalah kebenaran dan
ketepatannya; bukan berdasarkan pertimbangan suara mayoritas atau minoritas. setiap
perkara yang tergolong kriteria ini harus merujuk kepada ahlinya, karena mereka
Pada prakteknya, syura dilakukan oleh para pengambil kebijakan sebelum adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dalam perkara-perkara tersebut.
memutuskan suatu perkara. Dalam sistem pemerintahan Islam, syura dipraktekkan
oleh Khalifah terhadap anggota-anggota majlis umat (majlis syura) dalam
menentukan kebijakan pemerintahannya. Permintaan pendapat (syura) di dalam Islam Pendapat yang terkait dengan senjata nuklir –misalnya- yang harus dirujuk adalah
itu mencakup perkara-perkara: pendapat pakar senjata nuklir, bukan senjata biologi. Pendapat yang terkait dengan
bahasa Arab –misalnya- maka harus merujuk pada ahli bahasa Arab, bukan ahli
bahasa Melayu. Pendapat yang menyangkut teori-teori sains maupun prinsip-prinsip
Pertama, untuk perkara-perkara yang telah ditentukan status hukumnya oleh syariat dasar teknologi, harus merujuk pada insinyur-insinyur yang bersangkutan, bukan
(berdasarkan teks nash-nash syara), tidak diperlukan lagi adanya pengambilan kepada yang lain! Pendapat seorang ahli kedokteran jauh lebih diutamakan dan layak
keputusan berdasarkan suara mayoritas atau pun suara minoritas. Khalifah, anggota- dijadikan rujukan dari pada suara mayoritas masyarakat yang awam tentang
anggota majlis umat (majlis syura) maupun masyarakat wajib terikat dengan kedokteran. Demikianlah, Rasulullah saw pernah mempraktekkan pengambilan
pendapat semacam ini dalam peristiwa penentuan tempat di medan Badar. Hubab bin
Mundzir bin Jamuh berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah penentuan tempat (yang
Perbedaan lain yang mencolok adalah, syura merupakan hak kaum Muslim, yang
dijadikan basis perkemahan/pertahanan) ini ditetapkan (berdasarkan keputusan) Allah
digunakan oleh Khalifah untuk meminta pendapat tentang perkara-perkara yang
sehingga kita tidak boleh mendahului dan mengakhirkan (yakni menetapi dengan
menyangkut urusan kaum Muslim. Orang-orang kafir (dzimmi) tidak diperkenankan
sebenar-benarnya-pen), ataukah (penentuan tempat ini) berdasarkan pendapat yang
terlibat di dalam proses syura. Sedangkan suara mayoritas dalam sistem demokrasi
terkait dengan perang dan strategi (tipu daya)nya? Jawab Rasulullah saw: ‘(Penentuan
tidak mempedulikan lagi apakah mereka itu muslim atau kafir.
tempat ini) berdasarkan pendapat yang terkait dengan perang dan strategi (tipu
daya)nya’. Kemudian Hubab mengusulkan tempat lain yang lebih baik dari sisi
ketersediaan logistik (kecukupan air minum) sekaligus menimbun sumber-sumber air
yang bisa dimanfaatkan oleh musuh. Dan Rasulullah pun menerimanya. Pebedaan syura dan demokrasi ibarat perbedaan antara siang dan malam. Dengan
demikian, apanya yang bisa disamakan antara syura dan demokrasi?.[]

Ketiga, untuk perkara-perkara yang menyangkut amal/perbuatan praktis dan tidak


terkait dengan pemikiran-pemikiran dasar dan mendalam, pengambilan pendapat bisa
berdasarkan mekanisme voting (suara terbanyak). Misalnya, sikap Rasulullah saw
yang mengikuti suara mayoritas (yang didukung para pemuda) untuk menghadapi
musuh di luar kota Madinah pada peristiwa perang Uhud. Meski beliau sendiri
cenderung untuk bertahan dan menghadapi musuh di kota Madinah, tetapi beliau
akhirnya mengambil pendapat mayoritas yang dilontarkan kaum Muslim. Ini
menyangkut masalah praktis, tidak terkait dengan ide dan tidak akan merubah
(mengganggu gugat ide dasar). Pemikiran (ide dasarnya) adalah bahwa musuh harus
dihadapi oleh kaum Muslim. Adapun menghadapinya ada dua cara, yaitu, dihadapi
dengan bertahan di kota Madinah, atau menyongsong musuh di luar kota Madinah.
Jadi, tidak berhubungan dengan ide (yaitu apakah musuh harus dihadapi atau tidak),
melainkan langsung berhubungan dengan cara-cara praktis menghadapi musuh.
Seandainya yang dipilih adalah bertahan (menghadapi) musuh di kota Madinah, hal
itu tidak melalaikan (membatalkan) perintah jihad fi sabilillah. Dalam perkara
semacam ini mekanisme voting (berdasarkan suara mayoritas) bisa diambil.

Dari paparan tersebut tampak jelas bahwa demokrasi dengan syura itu sangat berbeda
dan tidak layak dibandingkan, karena obyeknya berbeda. Syura itu hanya mekanisme
pengambilan pendapat, sedangkan demokrasi merupakan visi (pandangan) hidup yang
menyangkut aspek dasar (ideologis), termasuk di dalamnya pengambilan suara
mayoritas di dalam parlemen.

Anda mungkin juga menyukai