Anda di halaman 1dari 5

Bushido Pada Masyarakat Jepang

Setiap bangsa tentunya memiliki ciri khas yang dipengaruhi oleh lingkungan geografis,
budaya, dan unsur lainnya. Salah satu bangsa di Asia yang memiliki keunikan budaya adalah
bangsa Jepang. Keunikan budaya tersebut masih dipertahankan hingga kini meskipun budaya
modern semakin berkembang pesat. Nilai-nilai budaya yang telah ditanamkan pada masyarakat
Jepang sangat mempengaruhi pola pikir dan pandangan hidupnya dalam perjuangan hidupnya
dari dulu hingga sekarang. Pandangan hidup yang kuat tersebut bahwa dominasi bangsa barat
tidak dapat dikalahkan hanya dengan senjata saja tetapi dengan menguasai kepandaian dan
keahlian mereka dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Usaha untuk mengalahkan
bangsa barat tersebut harus dikuasai dengan semangat juang yang tinggi dan biasa disebut
dengan bushido. Bushido disebut juga sebagai etik dan falsafah hidup kelompok Samurai.

Semangat bushido tidak lepas dari kelompok Samurai yang muncul sekitar tahun 1192
sampai 1333. Pengaruh kelompok Samurai yang kuat tersebut telah memunculkan simbol-simbol
dalam masyarakat. Simbol-simbol tersebut berupa kekuatan dan pragmatisme yang kemudian
menjadi lambang perilaku masyarakat pada saat itu. Samurai sendiri berasal dari bahasa Jepang
kuno “samorau” kemudian berubah menjadi “saburai” dan yang terakhir adalah “samurai” yang
memiliki arti pelayan yang mengabdi pada majikannya. Pada era Edo ini Samurai juga disebut
sebagai “bushi” yaitu orang yang bersenjata atau prajurit. Samurai memiliki tugas untuk
mengamankan dan mempertahankan daerah, adapaun tugas di bilang lain diantaranya bidang
administrasi dan kemasyarakatan yang tugasnya menarik pajak serta mengatur tata
kemasyarakatan. Dalam menjalankan tugasnya samurai memakai pakaian dan perlengkapan yang
khas. Salah satunya adalah busur dan panah (yumi). Kemudian berkembang menggunakan
pedang (katana) sebagai senjata yang paling efisien.

Pedang yang digunakan seorang samurai mengandung aspek spiritual yaitu tentang
tingginya moral dan kedalaman jiwa yang hanya digunakan untuk membela kehormatan dan
harga dirinya. Pembuatan pedang harus di pertimbangkan dengan keserasian unsur-unsur materi
dan spiritual yang selaras dengan ajaran Zen. Dalam menjalankan tugasnya bushido tidak hanya
fokus memperhatikan hal-hal yang bersifat fisik, tetapi juga yang bersifat mental. Pedang yang
digunakan diciptakan dengan bahan yang terbaik, oleh karena itu tidak berarti bila dalam
penggunaannya tidak memiliki ketenangan dan kontrol batin yang tinggi. Pedang yang dipakai
terbagi menjadi dua jenis, yaitu pedang panjang yang digunakan untuk menyerang dan bertahan
dari serangan musuh. Kemudian pedang pendek yang digunakan untuk menusuk dirinya bila
kehormatan dan harga dirinya terancam.

Bushido berasal dari kata “bu” yang memiliki arti beladiri, kemudian “shi” yang memiliki
arti samurai dan “do” memiliki arti jalan. Dapat disimpulkan bushido berarti jalan terhormat
yang harus ditempuh oleh Samurai dalam pengabdiannya (Benedict, 1982: 335). Bushido
memiliki makna yang mendalam yaitu tentang perilaku yang dihayati untuk kesempurnaan dan
kehormatan seorang Samurai (prajurit). Di dalam bushido juga mengandung etika dan ajaran-
ajaran moral seperti tanggung jawab, kesetiaan, sopan santun, tata krama, disiplin, kerelaan
berkorban, pengabdian, kerja keras, kebersihan, hemat, kesabaran, ketajaman, berpikir,
kesederhanaan, kesehatan jasmani dan rohani, kejujuran, dan pengendalian diri (Tsunenari dan
Nakamura, 2007: 53-56).

Kristalisasi ajaran bushido seringkali digambarkan Samurai dalam seppuku, yaitu


tindakan menusuk atau merobek perut dengan pedang tujuannya adalah mempertahankan
kehormatan atau harga diri. Seppuku bukan sekedar bunuh diri tetapi tindakan yang mulia karena
ketika Samurai tidak dapat menegakkan kehormatannya semasa hidupnya, lebih baik dia mati.
Cara pandang Samurai terhadap kematian ibarat bunga sakura yang indah, tetapi keindahannya
tidak bertahan lama.

Bushido Masa Kini

Meskipun zaman Samurai telah berlalu dan sudah tidak ada lagi peperangan, tetapi ajaran
bushido masih tetap dipakai dan diwariskan kepada generasi muda melalui pendidikan dasar di
rumah dan di sekolah pada zaman modern ini. Etika bushido yang masih menjadi karakter
bangsa Jepang antara lain:

1. Gi (integritas)
Gi merupakan etika Samurai yang berkaitan dengan kemampuan dalam memecahkan
masalah dan mengambil keputusan yang tepat dengan alasan yang rasional (Nitobe,
Inazo. 1972:19). Gi mencakup semua sikap mental, keselarasan pikiran, perkataan, dan
perbuatan dalam menegakkan kejujuran dan kebenara. Gi bersumber dari hati nurani,
oleh karena itu saat orang Jepang mengalami kesalahan saat mengambil keputusan,
mereka melakukan instropeksi diri dan melihat ke diri sendiri. Penerapan gi secara
keseluruhan berarti menunjukkan kualitas pribadi orang tersebut. Sehingga orang yang
menerapkan gi secara totalitas dapat dikategorikan sebagai orang yang bijak dan telah
mencapai tingkat kesempurnaan secara mentalis maupun spiritual.
2. Yu (keberanian)
Yu merupakan etika paling penting dalam aspek kehidupan di Jepang. Nilai-nilai
yang berkaitan dengan yu yaitu modal yang sangat menentukan perjalanan hidup
masyarakat maupun bangsa Jepang. Yu merupakan simbol ekspresi kejujuran dan
keteguhan jiwa untuk mempertahankan kebenaran meskipun dalam prosesnya mengalami
banyak rintangan.
3. Jin (murah hati)
Jin adalah mencintai sesama, kasih sayang, dan simpati. Meskipun Samurai
memiliki keahlian bertempur yang hebat, mereka juga harus memiliki sifat-sifat yang
penuh kasih, murah hati, memiliki kepedulian sosial yang tinggi, memiliki kemampuan
untuk memaafkan orang-orang yang memiliki kesalahan terhadapnya.
4. Rei (hormat dan santun kepada orang lain)
Sikap ini merupakan salah satu sikap yang diterapkan Samurai secara mendalam
dan ditujukan kepada semua orang. Sikap ini juga terlihat saat Samurai menggunakan
senjata sebab Samurai sangat menghindari kecerobohan yang tidak tertata. Penerapan
sikap rei ini masih terlihat hingga sekarang bahkan menjadi salah satu karakter
masyarakat Jepang. Dan sikap ini diterapkan sejak usia dini di rumah maupun sekolah
sebab dalam aspek kehidupan sikap rei ini sangat diutamakan.
5. Makato-Shin (kejujuran dan ketulusan)
Makato-Shin merupakan salah satu etika Samurai yang sangat menjunjung tinggi
nilai kejujuran dan kebenaran. Samurai sangat menjaga ucapannya, tidak berbicara buruk
mengenai keburukan seseorang ataupun pada situasi yang tidak menguntungkan. Samurai
juga selalu menempati janjinya sebagaimana pun sulitnya. Dalam masyarakat Jepang saat
ini, Makato-Shin terlihat pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Sebab jika tidak
diterapakan dan ditanamkan sejak dini sikap ini dianggap memalukan. Sanksi moral yang
diberikan akibat melanggar Makato-Shin merupakan sanksi yang sangat dihindari karena
akan merusak nama baik pribadi, keluarga, lembaga atau masyarakat, dan bangsa.
6. Meiyo (menjaga nama baik dan kehormatan)
Bagi Samurai yang lebih penting adalah menghormati dan menerapkan etika
secara konsisten dibandingkan penghormatan kepada talenta pribadi. Penghormatan
tinggi yang dilakukan Samurai ditujukan kepada atasan atau majikan, orang tua, dan
keluarga. Kehormatan tersebut diterapkan dengan cara memegang dan mempertahankan
prinsip kehidupan yang diyakini. Sedangkan salah satu sikap meiyo dalam masyarakat
jepang adalah menjaga kualitas diri dengan cara tidak membuang waktu untuk hal yang
tidak penting dan menghindari perilaku yang tidak berguna.
7. Chugo (kesetiaan pada pemimpin)
Kesetiaan pada pimpinan dilakukan secara total dan pembelaan Samurai kepada
pimpinan atau atasan dilakukan sepanjang hidupnya dalam keadaan senang maupun
susah. Puncak kesetiaan Samurai pada pimpinannya adalah saat melakukan pembelaan
yang mengorbankan jiwanya dan dinilai sebagai bentuk kematian yang indah saat
menjalankan tugas dan kewajibannya. Sedangkan penerapan chugo dalam masyarakat
Jepang saat ini adalah menjaga nama baik dan kehormatan pimpinan, atasan maupun
guru serta kehormatan dirinya sendiri.
8. Tei (peduli)
Etika bushido yang termasuk kedalam kepedulian adalah peduli terhadap lingkungan,
baik lingkungan keluarga, masyarakat, negara, bangsa maupun lingkungan alam, yang
harus diekspresikan secara nyata. Tei merupakan dasar semua prinsip moral bushido
karena tanpa adanya kepedulian yang nyata tidak akan bisa menerapkan Gi, Yu, Jin, Rei,
Makoto – Shin, Meiyo dan Chugo.

Akumulasi dari semua penerapan sikap bushido memunculkan sikap-sikap yang


berkaitan dengan amae, on, gimu, giri yang sampai saat ini mewarnai perilaku umum bangsa
Jepang. Amea adalah sikap yang selalu menjaga keharmonisan individu dalam kelompok dan
sangat erat dengan sikap toleransi yang tinggi. On adalah perasaan berhutang budi yang
mendalam terhadap orang tua, para pemimpin/penguasa, masyarakat, bangsa dan Negara yang
dapat dibayar dengan cara pengabdian tanpa batas. Gimu adalah melaksanakan kewajiban untuk
membalas kebaikan-kebaikan yang diberikan orang tua, pemimpin/penguasa, bangsa dan Negara
yang tak terbatas baik dalam jumlah maupun waktunya. Giri adalah kewajiban untuk membalas
kebaikan-kebaikan yang telah diberikan oleh orang lain.

Anda mungkin juga menyukai