Anda di halaman 1dari 61

Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015

ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR


TERHADAP PENGUASAAN KONSEP MATEMATIKA SISWA
SMAN DI KECAMATAN KEBON JERUK
MIRA GUSNIWATI
mira_gusniwati@yahoo.co.id
Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Teknik, Matematika, dan IPA
Universitas Indraprasta PGRI

Abstrak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh Kecerdasan Emosional


dan Minat Belajar terhadap Penguasaan Konsep Matematika. Hipotesis penelitian ini
meliputi: (1) Terdapat pengaruh langsung Kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan
Konsep Matematika; (2) Terdapat pengaruh langsung Minat Belajar matmatika terhadap
Penguasaan Konsep Matematika; (3) Terdapat pengaruh langsung Kecerdasan Emosional
terhadap Minat Belajar Matematika; (4) Terdapat pengaruh tidak langsung Kecerdasan
Emosional terhadap Penguasaan Konsep Matematika melalui Minat Belajar matematika.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan analisis jalur.
Populasi terjangkau adalah siswa siswi kelas X1 IPA tahun ajaran 2013/2014 di SMAN di
kecamatan Kebon jeruk. Jumlah sampel 70 siswa dengan teknik random sampling yang
diambil dari 2 SMAN di Kecamatan Kebon Jeruk. Pengumpulan data dilakukan dengan
kuisioner dan tes Penguasaan Konsep Matematika. Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh langsung Kecerdasan Emosional terhadap
Penguasaan Konsep Matematika; (2) Terdapat pengaruh langsung Minat Belajar
Matematika terhadap Penguasaan Konsep Matematika; (3) Terdapat pengaruh langsung
Kecerdasan Emosional terhadap Minat Belajar Matematika; (4) Terdapat pengaruh tidak
langsung Kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan Konsep Matematika melalui Minat
Belajar Matematika.

Kata Kunci: kecerdasan emosional, minat belajar, konsep matematika.

Abstract. The purpose of this study is to determine the influence of Emotional Question
and interest in learning towards mastery of mathematical concepts. The hypothesis of this
study include: (1) there is a direct effect of emotional question to mastery of
mathematical concepts; (2) there is a direct effect of emotional question to interest in
learning math; (3) there is a direct effect of interest in learning math to mastery of
mathematical concepts; (4) there is an indirect effect of emotional question toward
mastery of mathematical concepts through interest in learning mathematical. The method
used in this study is a survey method with data analysis using path analysis. Affordable
population are students of class x1 school year 2013/2014 public senior high school in
Kebon Jeruk, west Jakarta. Sample size is 70 student with the sampling technique used is
random sampling taken from 2 public school. Research instrument used is questioner and
test of mastery of mathematical concepts. Retrieved hypothesis testing results the
following conclutions. Hypothesis testing results show that: (1) there is a direct effect of
emotional question to mastery of mathematical concepts; (2) there is a direct effect of
emotional question to interest in learning math; (3) there is a direct effect of interest in
learning math to mastery of mathematical concepts; (4) there is an indirect effect of
emotional question toward mastery of mathematical concepts through interest in learning
mathematical.

Keywords: emotional question, interest in learning, mathematical concepts.

- 26 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

PENDAHULUAN
Rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan merupakan salah
satu masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, baik dengan pengembangan
kurikulum, peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan sarana pendidikan lain
serta perbaikan manajemen sekolah. Namun usaha ini belum juga menunjukkan hasil
yang signifikan.
Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan manusia
yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya, melalui pendidikan akan
terjadi proses pendewasaan diri sehingga di dalam proses pengambilan keputusan
terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang
besar.
Dalam proses pembelajaran di sekolah, banyak orang berpendapat bahwa untuk
meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient
(IQ) yang tinggi, Karena intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan
dalam belajar sehingga menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam
Winkel (1997:529) hakikat intelegensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan
mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai
tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.
Kenyataannya dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa
yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan intelegensinya.
Ada siswa yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi tetapi memperoleh prestasi
belajar yang relative rendah, namun ada siswa yang memiliki kemampuan intelegensi
relative rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relative tinggi. Oleh karena itu
jelaslah bahwa taraf intelegensi bukan satu-satunya factor yang menentukan keberhasilan
seseorang, karena ada factor lain yang mempengaruhinya. Menurut Goleman (2000:44),
kecerdasan Intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang,
sedangkan 80% adalah sumbangan dari factor-faktor lain, diantaranya kecerdasan
emosional (EQ) yaitu kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi,
mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati, berempati serta kemampuan
bekerjasama.
Dalam proses belajar, kedua intelegensi ini sangat diperlukan. IQ tidak dapat
berfungsi dengan baik tanpa partisipasi dari penghayatan emosional terhadap mata
pelajaran yang disampaikan disekolah. Namun biasanya kedua kecerdasan ini saling
melengkapi. Keseimbangan IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di
sekolah (Goleman, 2002:512).
Selain kecerdasan emosional ada factor lain yang tak kalah pentingnya dan
sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar yaitu minat belajar terutama
dalam penguasaan konsep matematika. Mata pelajaran matematika merupakan pelajaran
yang dianggap sulit bagi siswa. Namun bagi sebagian siswa yang memiliki minat dan
kosentrasi belajar yang baik serta rajin latihan soal, mereka dapat meraih prestasi belajar
yang baik. Siswa yang demikian belum tentu memiliki IQ tinggi, tetapi factor yang paling
mendukung adalah ketekunan, minat serta daya juangnya untuk berprestasi.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut agar tidak berkelanjutan maka para guru
terus berusaha menggali factor-faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar
matematika siswa, salah satunya dengan meningkatkan penguasaan konsep matematika
melalui peningkatan kecerdasan emosional dan minat belajar matematika siswa.
Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur dan hubungan-hubungannya,
diatur secara logic sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu
kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan alasan-alasan logis dengan

- 27 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

menggunakan pembuktian deduktif (Hudoyo 1998:3). Matematika yang berkenaan


dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan
penalarannya deduktif, jadi belajar matematika memerlukan kegiatan mental yang tinggi.
Diantara faktor internal tersebut yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
kecerdasan emosional dan minat. Banyak usaha yang dilakukan oleh siswa untuk meraih
prestasi belajar agar menjadi lebih baik, seperti mengikuti bimbingan belajar. Usaha
seperti ini positif, namun ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam pencapaian
keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah
kecerdasan emosional. Kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi
individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan
kehidupan. Dengan kecerdasan emosional, seseorang mampu mengetahui dan
menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi
perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Seseorang yang memiliki keterampilan
emosional yang berkembang baik, kemungkinan besar akan berhasil dalam kehidupan
dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan
kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak
kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki pikiran
yang jernih.
Selain kecerdasan emosional, minat belajar matematika juga menjadi faktor
penting yang mempengaruhi penguasaan konsep matematika siswa. Minat sangat erat
hubungannya dengan belajar, belajar tanpa minat akan terasa membosankan. Peserta
didik yang berminat terhadap kegiatan belajar akan berusaha lebih keras dibandingkan
peserta didik yang kurang berminat. Minat yang tinggi terhadap suatu mata pelajaran,
memungkinkan peserta didik memberikan perhatian yang tinggi terhadap mata pelajaran
itu sehingga memungkinkan pula memiliki prestasi yang tinggi. Maka untuk mencapai
prestasi yang tinggi , disamping kecerdasan, minat juga perlu ditingkatkan, sebab tanpa
minat kegiatan belajar tidak akan efektif.

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Penguasaan Konsep Matematika
Penguasaan konsep adalah kekuatan yang terkait antara informasi yang
terkandung pada konsep yang dipahami dengan skema yang telah dimiliki sebelumnya
Hiebert dalam Tim PLPG (2009:42). Suatu konsep, prosedur, dan fakta dapat dipahami
oleh siswa secara menyeluruh, bila objek matematika tersebut dihubungkan dengan
jaringan-jaringan yang ada, maka keterkaitan antara objek tersebut makin kuat dan
banyak. Dengan demikian tingkat penguasaan konsep matematika siswa dapat ditentukan
oleh banyaknya jaringan informasi yang telah dimiliki. Menurut Costa dalam Fikriam
(2009:8) “seorang siswa apabila dirinya telah memahami konsep, artinya konsep tersebut
sudah tersimpan dalam pikirannya berdasarkan pola-pola tertentu yang dibutuhkan oleh
siswa untuk ditetapkan dalam pikiran mereka sendiri sebagai ciri dan kesan mental untuk
membuat suatu contoh konsep dan membedakan contoh dan non contoh.
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran tentang konsep harus disertai oleh
contoh dan juga memperlihatkan yang bukan contoh dari konsep itu. Kegiatan belajar
dipandang tidak hanya sejauh mengenalkan suatu pengetahuan yang baru kepada siswa,
tetapi juga sebagai upaya untuk memberdayakan serta memperkuat pengetahuan yang
sudah dimiliki siswa. Tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan
dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik, ini berarti bahwa benda-
benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi
dengan baik dalam pengajaran matematika. Jadi siswa dituntut lebih aktif, sehingga
mampu mengetahui asal-muasal dari konsep yang dihasilkan. Menurut Budiono (2009:4)

- 28 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

konsep matematika adalah segala yang berwujud pengertian –pengertian baru yang bisa
timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti
/isi dari materi matematika.
Matematika merupakan ilmu tentang konsep sebagaimana diungkapkan oleh
James dan James dalam Ruseffendi (2010:42) bahwa matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan
satu sama lainnya. Penanaman konsep atau merumuskan konsep ini juga memerlukan
keterampilan jasmani dan rohani (Sa‟dijah, 2006:15). Keterampilan jasmani meliputi
keterampilan-keterampilan yang dapat diamati, sedangkan keterampilan rohani bersifat
lebih rumit karena selalu berhubungan dengan masalah-masalah yang dapat diamati dan
lebih abstrak, seperti keterampilan berpikir, penghayatan serta kreativitas untuk
menyelesaikan dan merumuskan masalah atau konsep.
Jadi penguasaan konsep merupakan modal utama dalam menyelesaikan
persoalan sebagaimana yang diungkapkan Kurniawan (2006:6) modal utama dalam
mengerjakan sebuah soal adalah menguasai konsep materi dari soal tersebut, bahkan
dalam mengerjakan soal antar ruang lingkup diperlukan penguasaan beberapa konsep.
Sa‟dijah (2006:18) menjelaskan bahwa setidaknya ada tujuh indicator
penguasaan konsep matematika yang dapat dilihat oleh siswa yaitu: 1) menyatakan ulang
sebuah konsep; 2) mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan sifat-sifat tertentu (sesuai
dengan konsepnya); 3) memberikan contoh dan non contoh dari konsep; 4) menyajikan
konsep dalam bebagai bentuk representative matematis; 5) mengembangkan syarat perlu
atau cukup suatu konsep; 6) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau
operasi tertentu; 7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
Sebagaimana telah dikemukan pada tinjauan teori diatas bahwa konsep
merupakan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu
kelompok obyek atau kejadian, sementara itu penguasaan konsep adalah kekuatan yang
terkait antara informasi yang terkandung dalam konsep yang dipahami dengan skema
yang telah dimiliki sebelumnya Hiebert dalam tim PLPG (2009:42). Dengan demikian
tingkat penguasaan konsep siswa dapat ditentukan oleh banyaknya jaringan informasi
yang telah dimiliki. Jadi pemahaman konsep adalah: 1) menyatakan ulang sebuah konsep
yaitu menyebutkan definisi berdasarkan ciri-ciri esensial yang dimiliki oleh sebuah objek;
2) mengklasifikasikan objek yaitu memberikan contoh dan non contoh serta menganalisis
suatu objek menurut sifat-sifat/ciri-ciri sesuai dengan konsepnya; 3) mengaplikasikan
konsep yaitu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis sebagai
suatu algoritma pemecahan masalah.
Karakter terpenting dalam matematika adalah penguasaan konsep, algoritma
dan kemampuan pemecahan masalah. Belajar matematika berarti belajar konsep, struktur
suatu topic dan mencari hubungan antara struktur dan konsep tersebut. Konsep
matematika harus diajarkan secara berurutan, karena pembelajaran matematika tidak
dapat dilakukan secara melompat-lompat tetapi harus tahap demi tahap, dimulai dengan
pemahaman ide dan konsep yang sederhana sampai ke tahap yang kompleks. Misalnya
untuk memahami konsep suku banyak, komposisi dan fungsi serta limit fungsi, siswa
harus terlebih dahulu memahami konsep bilangan bulat, aljabar dan trigonometri. Jika
siswa tidak memahami konsep-konsep tersebut sebelumnya maka siswa akan terkendala
untuk memahami konsep-konsep berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep
matematika adalah kemampuan bersikap, berpikir dan bertindak yang ditunjukkan oleh
siswa dalam memahami definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti/isi dari
matematika dan kemampuan dalam memilih prosedur secara efisien dan tepat.
Pemahaman konsep materi sangat penting untuk memahami konsep selanjutnya.

- 29 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

Disamping itu pemahaman konsep matematika juga dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan menemukan ide abstrak dalam matematika untuk mengklasifikasikan objek-
objek yang biasanya dinyatakan dalam suatu istilah kemudian dituangkan kedalam contoh
dan bukan contoh, sehingga seseorang dapat memahami suatu konsep dengan jelas.

Teori Kecerdasan Emosional


Istilah „kecerdasan emosional‟ pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh
dua orang psikolog bernama Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampshire (Shapiro, 1998:8) untuk menerangkan kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan seseorang. Salovey dan Mayer
mendefinisikan kecerdasan emosional (EQ) sebagai berikut “Himpunan bagian dari
kecerdasan social yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang
melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dengan menggunakan
informasi itu untuk membimbing pikiran dan tindakan,” (Shapiro, 1998:8).
Menurut Goleman (2002:512), kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage our emosional
life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan social. Goleman berpendapat
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam
memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Goleman memaparkan beberapa hasil
penelitiannya dalam bukunya yang berjudul Emotional Intelligence. Koordinasi suasana
hati adalah inti dari hubungan social yang baik. Apabila seorang pandai menyesuaiakan
diri dengan suasana hati individu yang lain, orang itu akan memiliki tingkat emosional
yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta
lingkungannya. Pendapat ini didukung oleh Cooper dan Sawaf (1998:34) “every feeling
is a signal. It is signifies that something you value is being called into question on there is
an opportunity to be seized- to strengthen a relationship, for example, or to make change
and create something new. Every emotion is wake-up call to capture your attention. By
design, it’s supposed to move you- to ask a question or a stand.”
Peduli terhadap perasaan, artinya peduli terhadap perubahan dan perbaikan. Jika
perasaan diabaikan, perubahan tidak terjamah atau tidak ada perubahan yang akan
dilakukan dengan tepat dan benar. Perasaan harus dikendalikan dengan menghayati
dorongan (impulse) yang terasa, mengarahkannya, mengalihkan perhatian pada hal yang
produktif dan konstruktif. Jadi emosi akan memberi umpan balik jika dikelola atau
dikendalikan dengan baik.
Pada dasarnya kecerdasan emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba tetapi
membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk
kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Kecerdasan emosional sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dan dapat berubah-rubah setiap saat
untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak dan guru di
sekolah sangat mempengaruhi pembentukan kecerdasan emosional. Menurut Gottman
(2001:250) hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan
emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima
perasaan-perasaan, dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya
sendiri sehingga pada saat remaja akan lebih sukses disekolah dan dalam berhubungan
dengan rekan-rekan sebaya serta terlindung dari risiko-risiko seperti obat-obatan
terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman.

- 30 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

Pendapat di atas diperkuat oleh Dawson dalam Triatna dan Kharisma (2008: 25)
bahwa individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat
menjadi terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit,
lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang
lain, lebih cakap dalam memahami orang, dan untuk kerja akademis disekolah lebih baik.
Hal ini juga didukung oleh penelitian Walter Mischel dalam Goleman (2002: 81)
mengenai marsmallow challenge di Universitas Stanford yang menunjukkan bahwa
ketika anak berumur empat tahun mampu menunda dorongan hatinya, setelah lulus
Sekolah Menengah Atas (SMA) secara akademis lebih kompeten, lebih mampu
menyusun gagasan secara nalar, serta memiliki gairah belajar yang tinggi. Mereka
memiliki skor yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mampu
menunda dorongan hatinya.
Jadi jelaslah bahwa seseorang dengan keterampilan emosional yang
berkembang baik, kemungkinan besar akan berhasil dalam kehidupannya dan memiliki
motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas
kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya
untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki pikiran yang jernih.
Pendapat ini didukung oleh Shapiro (1997:6) anak yang memiliki ketermpilan emosional
yang tinggi memiliki motivasi dan semangat yang tinggi dalam belajar, disukai teman-
temannya di arena bermain, juga membantunya dua puluh tahun kemudian ketika
memasuki dunia kerja atau ketika sudah berkeluarga. Mengingat pentingnya arti
kecerdasan emosional seperti yang dipaparkan diatas maka keterampilan emosi ini perlu
diberikan dan dibiasakan pada anak semenjak usia dini. Kecerdasan emosional
merupakan dasar perkembangan kepribadian seseorang yang harus dilatih sejak dini
melalui pendidikan emosi, baik dilingkungan sekolah, keluarga atau pun masyarakat.
Pendidikan emosi adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling) dan tindakan (action). Selain itu kecerdasan
emosi juga merupakan dasar bagi pendidikan ilmiah. Kecerdasan intelektual tidak berarti
apa-apa bila emosi yang berkuasa. Thomas Lickona dalam Agustian (2005:300)
berpendapat bahwa tanpa aspek cognitive, feeling dan action, pendidikan karakter tidak
akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan
berkelanjutan. Kecerdasan emosi merupakan bekal penting dalam mempersiapkan anak
menyonsong masa depan karena dengannya seseorang dapat menghadapi segala macam
tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Jadi jelaslah bahwa
kemampuan untuk mengelola emosi secara positif merupakan salah satu cara untuk
menjembatani keberhasilan atau memperoleh keberhasilan. Kecerdasan emosional
menambahkan jauh lebih banyak sifat-sifat yang membuat kita menjadi lebih manusiawi.
Keterampilan EQ bukanlah lawan dari IQ atau keterampilan kognitif, melainkan
keduanya berinteraksi secara dinamis baik secara konseptual maupun di dunia nyata. Jadi
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal EQ (Emotional quotient) adalah
kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi
dirinya dan orang lain disekitarnya. Dalam hal ini emosi mengacu kepada perasaan
terhadap informasi akan suatu hubungan, sedangkan kecerdasan intelijen mengacu pada
kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan
emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual
(IQ).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang dalam mengendalikan emosinya secara cerdas berdasarkan indicator-indikator
kecerdasan emosional seperti: mengenali emosi diri, mengelola dan mengontrol emosi,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain (empati), kemampuan untuk membina

- 31 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

hubungan (kerjasama) dengan orang lain, serta memahami dan mengontrol emosi diri
sendiri dan orang lain secara akurat, sehingga dapat menggunakan emosi dengan baik dan
mengelolanya menjadi sebuah kecerdasan yang berguna untuk hal-hal yang positif.
Disamping itu keterampilan emosi bisa memotivasi siswa dalam meningkatkan minat
belajarnya dan bisa memudahkan seseorang berinteraksi dengan baik dengan orang lain
dan lingkungannya serta menjadi penentu kesuksesannya di masa kini dan yang akan
datang.

Teori Minat Belajar


Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungannya. Belajar bersifat aktif, siswa sebagai peserta didik tidak akan
mampu merubah prilaku jika ia tidak aktif mengikuti setiap proses yang berlangsung.
Ani dkk. (2004:86) menyatakan rasa percaya diri dalam diri siswa dapat
mendorong tumbuhnya minat belajar. Orang tua maupun guru perlu meningkatkan rasa
percaya diri pada anak, karena dengan adanya rasa percaya diri akan menumbuhkan
minat anak.
Minat belajar adalah keinginan siswa untuk mewujudkan harapan guru, orang
tua dan teman bahwa dirinya termasuk siswa yang memiliki kemampuan dan kecakapan
dalam belajar. Dengan tercapainya keinginan tersebut maka akan tumbuh minat belajar.
Minat belajar merupakan dorongan batin yang tumbuh dari seorang siswa untuk
meningkatkan kebiasaan belajar. Minat belajar akan tumbuh saat siswa memiliki
keinginan untuk meraih nilai terbaik, atau ingin memenangkan persaingan dalam belajar
dengan siswa lainnya. Minat belajar juga dapat dibangun dengan menetapkan cita-cita
yang tinggi sesuai dengan bakat dan kemampuan siswa.
Minat belajar matematika merupakan faktor penting yang mempengaruhi
penguasaan konsep matematika siswa, minat sangat erat hubungannya dengan belajar,
belajar tanpa minat akan terasa membosankan. Peserta didik yang berminat terhadap
kegiatan belajar akan berusaha lebih keras dibandingkan peserta didik yang kurang
berminat. Minat yang tinggi terhadap suatu mata pelajaran, memungkinkan peserta didik
memberikan perhatian yang tinggi terhadap mata pelajaran itu sehingga memungkinkan
pula memiliki prestasi yang tinggi. Maka untuk mencapai prestasi yang tinggi disamping
kecerdasan, minat juga perlu ditingkatkan, sebab tanpa minat kegiatan belajar tidak
efektif. Seseorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil dengan
baik, tetapi sesorang yang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharapkan
bahwa hasilnya akan baik
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat belajar merupakan
dorongan batin yang tumbuh dari seorang siswa untuk meningkatkan kebiasaan belajar.
Sedangkan minat belajar matematika adalah perasaan ingin tahu yang besar terhadap
sesuatu yang abstrak. Jika seorang siswa melakukan aktivitas dengan sadar dan sungguh-
sungguh, kemungkinan besar siswa itu mempunyai minat akan aktivitas tersebut.
Misalnya seorang siswa belajar matematika, maka dapat dikatakan ia mempunyai minat
terhadap bidang studi itu. Pendapat ini mempertegas bahwa baik atau tidaknya seseorang
dalam belajar bergantung pada minatnya pada bidang yang dipelajarinya. Minat yang
tinggi pada satu pokok bahasan yang dipelajari dapat mendorong kearah belajar yang
lebih tinggi lagi terhadap materi tersebut.
Morse dan Wingo dalam Sahabuddin (2003:126) mengatakan bahwa seorang
anak atau siswa adalah kunci untuk proses belajarnya. Menangkap minatnya dan ia akan
berusaha dengan kekuatan imajinasi dan belajar dengan ketepatan yang luar biasa dan
rinci. Minat siswa berhubungan erat dengan kebiasaan dalam memperoleh pengalaman-
pengalaman yang memuaskan dan ketika menetapkan tujuan cendrung secara terus

- 32 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

menerus menitik beratkan pada tujuan-tujuan dan maksud tertentu. Selain orang tua dan
siswa itu sendiri guru juga merupakan orang yang mengetahui kecendrungan minat pada
siswanya. Disinilah guru dituntut untuk menumbuhkan minat-minat yang ada dan
berusaha untuk meningkatkan minat siswa tersebut kearah kemajuan yang lebih tinggi.
Hendra (2007:46) menyampaikan beberapa langkah untuk meningkatkan minat belajar
diantaranya dengan menggugah tentang kebutuhan akan belajar. Strategi dalam
menggugah kebutuhan akan belajar dapat dilakukan dengan membangun dialog dan
pendekatan personal, mengembangkan komunikasi kondusif dengan anak. Dalam hal ini
orang tua atau guru sebaiknya tidak hadir dengan mengintervensi atau mendikte tetapi
memberi dukungan dan motivasi untuk berada pada jalur yang tepat sebagai seorang
pelajar.
Seorang siswa yang mampu memperoleh nilai terbaik dalam ulangan
matematika secara tidak langsung akan memberi rasa bangga, yang dengan rasa bangga
tersebut terbentuk minat untuk mencapai nilai yang lebih baik, selanjutnya keinginan
tersebut akan memacu lahirnya minat belajar.
Selanjutnya menurut Darajat, dkk. (2007;113) mengartikan minat sebagai
kecendrungan jiwa yang tetap kejurusan sesuatu hal yang berharga bagi orang. Dari
pendapat tersebut terlihat jelas bahwa minat belajar merupakan suatu dorongan yang
tumbuh dalam diri seseorang untuk mewujudkan sesuatu yang dianggap orang lain
berharga. Dengan adanya kemampuan untuk memenuhi harapan tersebut akan muncul
rasa berharga dan keinginan untuk mewujudkan berbagai prilaku lainnya untuk
meningkatkan penghargaan atas dirinya.
Syah (2010:151) menyampaikan bahwa terhambatnya minat belajar akan
menghambat pertumbuhan cita-cita. Siswa yang tidak didukung oleh minat belajar,
cendrung pasif mengembangkan harapan dan cita-cita tinggi, karena ia merasa bahwa
dirinya tidak tertarik untuk belajar dan bersaing dengan siswa lainnya yang memiliki
minat belajar dan siswa yang telah memiliki prestasi belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat belajar merupakan dorongan
batin yang tumbuh dari seorang siswa untuk meningkatkan kebiasaan belajar. Sedangkan
minat belajar matematika siswa adalah ketertarikan siswa pada materi pelajaran
matematika yang ditandai dengan adanya dorongan yang tinggi untuk belajar,
mengerahkan perhatian serta pikirannyaa untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai
pemahaman tentang materi pelajaran matematika seperti: 1) Perasaan senang siswa dalam
memberikan perhatian terhadap mata pelajaran matematika. 2) Ketekunan dalam
mempelajari mata pelajaran matematika. 3) Kecendrungan untuk berusaha aktif meraih
manfaat yang diharapkan. 4) Memiliki keterampilan atau kemampuan dalam mata
pelajaran matematika.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode
survey pada SMA Negeri di Kecamatan Kebon Jeruk. Penelitian survey ini adalah metode
penelitian dengan menggunakan data masa lalu atau sekarang tanpa memberikan
perlakuan terlebih dahulu oleh peneliti. Pada penelitian ini desain penelitian yang
digunakan adalah analisis jalur yaitu desain penelitian yang dilakukan jika antara variable
X1 dan X2 terdapat hubungan atau dengan kata lain terdapat variable intervening yaitu X2
pada penelitian tersebut. (Supardi, 2013:275).
Desain penelitian ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara
ketiga variable tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Konstelasi masalah
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

- 33 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

X1
P13

P12 Y

P23
X2

Gambar 1. konstelasi masalah


Keterangan: penelitian
X1: Kecerdasan Emosional
X2: Minat Belajar Matematika
Y: penguasaan Konsep Matematika

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Deskriptif
Berdasarkan perhitungan data variabel kecerdasan emosional siswa yang
diperoleh dari para responden mempunyai rata-rata 100,44 dengan simpangan baku
8,423, median 100,50, skor minimum 81 dan skor maksimum 117. Banyaknya butir
pertanyaan dalam instrumen kecerdasan emosional adalah 29 butir dengan skor
maksimum tiap butir pertanyaan adalah 5, maka skor rata-rata tiap pertanyaan adalah
69,3% dari rata-rata, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor kecerdasan emosional
siswa termasuk sedang. Skor simpangan baku 8,42 atau sama dengan 8,4% dari rata-rata,
menunjukkan perbedaan jawaban antar responden termasuk rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kecerdasan emosional responden tidak banyak beragam.
Skor minat belajar matematika siswa yang diperoleh dari para responden
mempunyai rata-rata 98,69 dengan simpangan baku11,74, median 100,00, skor minimum
44 dan skor maksimum 123. Banyaknya butir pertanyaan dalam instrumen minat belajar
matematika adalah 28 butir dengan skor maksimum tiap butir pertanyaan adalah 5, maka
skor rata-rata tiap pertanyaan adalah 70,49% dari rata-rata, hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata skor minat belajar matematika siswa termasuk sedang. Skor simpangan baku
11,74 atau sama dengan 11,9% dari rata-rata, menunjukkan perbedaan jawaban antar
responden termasuk rendah. Hal ini menunjukkan bahwa minat belajar matematika
responden tidak banyak beragam.
Skor tingkat penguasaan konsep matematika siswa yang diperoleh dari para
responden mempunyai rata-rata 78,16 dengan simpangan baku7,895, median 79,00, skor
minimum 58 dan skor maksimum 92. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan
konsep matematika siswa cukup tinggi. Demikian juga jika memperhatikan ketuntasan
belajar siswa, dimana siswa dikatakan tuntas belajar jika nilai yang diperoleh lebih dari
kriteria ketuntasan minimal(KKM). Di sekolah tempat penelitian ini KKM yang
ditetapkan 78,00, sehingga dari data tersebut banyaknya siswa yang tuntas belajar adalah
36 orang siswa atau 51,43%, hal ini menunjukkan bahwa tingkat penguasaan konsep
matematika siswa cukup tinggi. Skor simpangan baku 7,895 atau sama dengan 10,1%
dari rata-rata, menunjukkan perbedaan jawaban antar responden termasuk rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat penguasaan konsep matematika responden tidak banyak
beragam.

- 34 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

Pengujian Persyaratan Analisis


Data yang dikumpulkan selanjutnya diuji persyaratan analisis, yang meliputi
uji normalitas, uji Linearitas, uji kolineritas. Berdasarkan uji normalitas diperoleh hasil
bahwa seluruh variable berdistribusi normal, dan hubungan antar variable bersifat linier.
Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas diperoleh nilai Tolerance 0,715 maka
angka masih dibawah angka 1 dan angka VIF 1,399 mendekati angka 1. Maka diduga
bebas dari adanya kolinearitas antara variablel Kecerdasan Emosional dengan
Minat Belajar Matematika.

Pengujian Hipotesis Penelitian


Untuk melukis dan menguji hubungan antar variable penelitian, peneliti dalam
penelitian ini menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis).

X1 r13= 0,591 (P31= 0,300)

r12=0,483 (P21= 0,483)


Y

r23=0,748 (P32= 0,603)


X2

Gambar 2. Diagram Koefisien Korelasi dan Koefisien Jalur


Keterangan: Angka di luar kurung adalah koefisien korelasi dan angka di dalam
kurung adalah Koefisien Jalur.

Berdasarkan perhitungan menurut koefisien korelasi yang diperoleh dari


koefisien jalur, koefisien jalur menunjukkan kuatnya pengaruh variable independen
terhadap variable dependen. Jika koefisien jalur rendah dibawah 0,05 maka jalur tersebut
dianggap tidak signifikan dan dapat dihilangkan (Sujana, 2008:302). Dari koefisien
jalur diperoleh angka yang signifikan > 0,05. Hal ini membuktikan bahwa diagram jalur
yang disusun dapat diterima, hal ini membuktikan bahwa:
1) Terdapat pengaruh langsung X1 terhadap Y, dan juga pengaruh tidak langsung X1
terhadap Y melalui X2.
2) Terdapat pengaruh langsung X1 terhadap X2
3) Terdapat pengaruh langsung X2 terhadap Y

1. Pengujian Hipotesis kesatu


Untuk α = 0,05 dan dk = n-k-1 = 70-1-1 = 68 pada uji dua pihak diperoleh nilai
ttable = tt = 1,980. Karena nilai th > tt (3,530 > 1,980) maka H1 diterima dan dapat
disimpulkan terdapat pengaruh langsung yang signifikan Kecerdasan Emosional
terhadap Penguasaan Konsep Matematika Siswa.

2. Pengujian hipotesis kedua


Untuk α = 0,05 dan dk = n-k-1 = 70-2-1 = 67 pada uji dua pihak diperoleh nilai
ttable = tt = 1,980. Karena nilai th > tt (7,093 > 1,980) maka H1 diterima dan dapat
disimpulkan terdapat pengaruh langsung yang signifikan Minat belajar
Matematika Siswa terhadap Penguasaan Konsep Matematika.

- 35 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

3. Pengujian Hipotesis ketiga


Untuk α = 0,05 dan dk = n-k-1 = 70-1-1 = 68 pada uji dua pihak diperoleh nilai
ttable= tt = 1,980. Karena nilai th > tt (4,545 > 1,980) maka H1 diterima dan dapat
disimpulkan terdapat pengaruh langsung yang signifikan Kecerdasan Emosional
terhadap Minat belajar Matematika Siswa.

4. Pengujian Hipotesis keempat


Berdasarkan analisis jalur diketahui bahwa koefisien jalur varibel Kecerdasan
Emosional terhadap Penguasaan Konsep Matematika melalui Minat Belajar
Matematika Siswa p123 = p21 x p32= 0,483 x 0,603 = 0,29. Jika dibandingkan dengan
nilai p31 maka nilai p123 = 0,29 < p31 = 0,300. Hal ini menginterpretasikan bahwa
variable intervening tidak lebih efektif dari pengaruh langsung tanpa melalui variable
intervening.
Untuk α = 0,05, dan dk = n-k-1 = 67 pada uji dua pihak diperoleh nilai ttable =
1,980. Karena nilai th > tt ( 2,59 > 1,980) maka H1 diterima dan dapat disimpulkan
terdapat pengaruh tidak langsung yang signifikan Kecerdasan Emosional
terhadap Penguasaan Konsep Matematika melalui Minat Belajar Matematika
Siswa.

Pembahasan
1. Pengaruh Langsung Kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan Konsep
Matematika Siswa
Temuan penelitian menunjukkan bahwa Penguasaan Konsep Matematika Siswa
yang diukur oleh Kecerdasan Emosional, menunjukkan adanya korelasi yang cukup
signifikan dan memiliki pengaruh yang kuat (lebih besar dari 0,05) terhadap
Penguasaan Konsep Matematika Siswa. Besarnya pengaruh langsung Kecerdasan
Emosional terhadap Penguasaan Konsep Matematika adalah KD = p13²x 100% =
0,300 x 0,300 x 100 %= 9 %, dan sisanya 91% dipengaruhi oleh factor lainnya diluar
Kecerdasan Emosional.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka hasil penelitian sesuai dengan
pengajuan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh langsung
Kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan Konsep Matematika Siswa. Namun
demikian pengaruhnya tidak terlalu besar hanya 9%, angka ini lebih rendah dari
pengaruh tidak langsung Kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan Konsep
Matematika melalui Minat Belajar Matematika yang memiliki pengaruh sebesar
29,12%. Walaupun pengaruh langsung Kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan
Konsep Matematika hanya 9%, tetapi terdapat korelasi yang positif. Goleman
(2002:512) Kecerdasan Emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan intelegensi (to manage our emosional life with intelligence);
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (appropriateness of emosion and its
expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,
empati dan keterampilan sosial. Goleman berpendapat bahwa Kecerdasan Emosional
adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan
dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta
mengatur keadaan jiwa.
Dari pendapat Goleman di atas dapat disimpulkan bahwa Kecerdasan
Emosional mempunyai pengaruh langsung terhadap Penguasaan Konsep Matematika
Siswa. Siswa yang cerdas secara emosi memiliki kemampuan memotivasi diri dengan
baik, bisa mengendalikan emosinya sehingga mampu memusatkan perhatiannya
terhadap pelajaran matematika, khususnya pada materi suku banyak, fungsi dan

- 36 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

komposisi serta limit fungsi dengan baik. Atensi yang tinggi memang dibutuhkan
siswa untuk memahami materi matematika yang komplek dan umumnya berkenaan
dengan ide-ide abstrak yang tersusun secara sistematis serta membutuhkan kegiatan
mental yang tinggi.
Oleh karena itu untuk meningkatkan dan mengoptimalkan Penguasaan Konsep
Matematika Siswa, salah satunya adalah dengan meningkatkan Kecerdasan Emosional
siswa. Untuk meningkatkan Kecerdasan Emosional (EQ) juga harus didukung oleh
kecerdasan Intelektual (IQ) (Goleman, 2002:512) Dalam proses belajar siswa, kedua
intelegensi ini sangat diperlukan. IQ tidak akan berfungsi dengan baik tanpa
partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan. Namun
kedua intelegensi ini saling melengkapi. Keseimbangan IQ dan EQ merupakan kunci
keberhasilan siswa dalam memahami materi pelajaran matematika. Berdasarkan
temuan penelitian ini terlihat bahwa Penguasaan Konsep Matematika Siswa
dipengaruhi oleh Kecerdasan Emosional.

2. Pengaruh langsung Minat Belajar Matematika terhadap Penguasaan Konsep


Matematika Siswa
Temuan penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara
Minat Belajar Matematika dengan Penguasaan Konsep Matematika siswa, hal ini
ditunjukkan oleh angka koefisien korelasi sebesar 0,748 dan sig< 0,05 pada analisis
korelasi. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan Minat Belajar Matematika
terhadap Penguasaan Konsep Matematika Siswa. Hal ini ditunjukkan oleh angka
koefisien jalur sebesar 0,603 (lebih besar dari 0,05). Besar pengaruh Minat Belajar
Matematika terhadap Penguasaan Konsep Matematika adalah KD= P23²x100%=
0,603x0,603x 100%= 36,4%, sedangkan sisanya sebesar 63,6% dipengaruhi oleh
faktor lainnya diluar Minat Belajar Matematika.
Berdasarkan temuan ini menunjukkan bahwa variable Minat Belajar
Matematika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Penguasaan Konsep
Matematika. Sardiman (2007:56), anak yang mencapai suatu prestasi, sebenarnya
merupakan hasil kecerdasan dan minat. Sutikno (2007:2) menyatakankan, minat yang
besar akan mendorong motivasi siswa itu sendiri. Jadi seorang anak tidak mungkin
sukses dalam segala aktivitas tanpa adanya minat.
Minat sangat erat hubungannya dengan belajar, belajar tanpa minat akan terasa
membosankan. Siswa yang berminat terhadap kegiatan belajar akan berusaha lebih
keras dibandingkan siswa yang kurang berminat. Minat yang tinggi terhadap
matematika memungkinkan siswa memberikan perhatian yang tinggi terhadap mata
pelajaran matematika, sehingga memungkinkan untuk memiliki prestasi yang tinggi
dalam matematika.
Hal ini menunjukkan bahwa patut diduga akan lebih efektif meningkatkan
Penguasaan Konsep Matematika siswa, jika dilakukan dengan meningkatkan minat
belajar matematika siswa terlebih dahulu. Sehingga siswa merasa lebih tertarik dan
suka tanpa paksaan pada mata pelajaran matematika. Dengan tumbuhnya minat maka
siswa akan lebih mencurahkan perhatiannya secara penuh dan menganggap kesulitan
sebagai tantangan. Siswa lebih bergairah mengerjakan soal-soal matematika yang akan
berimbas pada Penguasaan Konsep Matematika dengan baik.
Berdasarkan temuan penelitian tersebut terlihat bahwa Minat Belajar
Matematika dapat mempengaruhi Penguasaan Konsep Matematika Siswa.

- 37 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

3. Pengaruh langsung Kecerdasan Emosional terhadap Minat Belajar Matematika


Siswa
Temuan penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara
Kecerdasan Emosional terhadap Minat Belajar Matematika Siswa, hal ini ditunjukkan
oleh angka koefisien korelasi sebesar 0,483 dan sig< 0,05 pada analisis korelasi.
Terdapat pengaruh langsung dan signifikan Kecerdasan Emosional terhadap
Minat Belajar Matematika Siswa. Hal ini ditunjukkan oleh angka koefisien jalur
sebesar 0,483 (lebih besar dari 0,05). Besarnya pengaruh Kecerdasan Emosional
terhadap penguasaan Konsep Matematika Siswa adalah KD= P12²x 100% = 0,483 x
0,483 x 100% = 23,33%, sedangkan sisanya sebesar 76,67% dipengaruhi oleh faktor
lainnya diluar Kecerdasan Emosional.
Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya pengaruh yang signifikan
Kecerdasan Emosional terhadap Minat Belajar Matematika Siswa. Temuan penelitian
ini menunjukkan bahwa variable Minat Belajar Matematika berpengaruh lebih
signifikan dibandingkan variabel kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan Konsep
Matematika. Belly (2006:4), Minat adalah keinginan yang didorong oleh sesuatu
setelah melihat, mengamati dan membandingkan serta mempertimbangkan dengan
kebutuhan yang diinginkannya. Dari pendapat tadi jelas tergambar bahwa Kecerdasan
Emosional memiliki peranan dalam menumbuhkan minat belajar matematika siswa.
Pendapat ini didukung oleh Goleman (2002:512) Kecerdasan emosional adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam
menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur
keadaan jiwa. Dari kedua pendapat itu dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional akan membantu siswa untuk meningkatkan minat belajar matematikanya,
terutama kemampuan memotivasi diri dan mengendalikan emosinya. Berdasarkan
temuan penelitian tersebut terlihat bahwa Kecerdasan Emosional dapat mempengaruhi
Minat Belajar Matematika Siswa.

4. Pengaruh tidak langsung Kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan Konsep


Matematika Siswa melalui Minat Belajar Matematika
Temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung yang
signifikan Kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan Konsep Matematika Siswa
melalui Minat Belajar Matematika, hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh tidak
langsung yaitu P12 x P23 x 100% = 0,483x 0,603 x 100% = 29,12%, sedangkan
sisanya sebesar 70,88% dipengaruhi oleh faktor lainnya .
Berdasarkan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan
Penguasaan Konsep Matematika dapat dilakukan dengan peningkatan Kecerdasan
Emosional melalui peningkatan Minat Belajar Matematika siswa. Menurut Sardiman
(2007:56), anak yang mencapai suatu prestasi, sebenarnya merupakan hasil
kecerdasan dan minat. Seorang siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang
berkembang baik akan lebih terampil dalam menenangkan diri, lebih baik dalam
memusatkan perhatian dan memotivasi diri untuk meningkatkan minat belajar, serta
lebih cakap dalam memahami orang lain.
Dari hasil pengumpulan data melalui angket yang disebarkan pada siswa
diketahui bahwa minat belajar matematika siswa baik. Begitu juga dengan kecerdasan
emosional siswa termasuk kategori baik, hal ini dapat dilihat dari hasil penyebaran tes.
Minat yang baik dan kecerdasan emosional yang baik berpengaruh pada penguasaan
konsep matematika siswa.
Hal ini menunjukkan bahwa patut diduga akan lebih efektif meningkatkan
penguasaan konsep matematika siswa jika dilakukan dengan meningkatkan

- 38 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

kecerdasan emosional siswa terlebih dahulu, agar bisa meningkatkan minat belajar
matematikanya. Siswa akan lebih cerdas dalam bertindak, lebih terampil
mengendalikan emosinya dan emosi orang lain, bisa berpikir secara rasional , lebih
bisa memotivasi diri, serta memiliki gairah yang tinggi pada mata pelajaran
matematika sehingga meningkatkan minat belajar matematika dalam diri siswa.
Dengan demikian siswa akan lebih tertarik pada matematika, memiliki motivasi
berprestasi dan memberi hasil yang lebih baik terhadap penguasaan konsep
matematika.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan analisis data dapat dismpulkan
bahwa:
1. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan Kecerdasan Emosional terhadap
Penguasaan Konsep Matematika Siswa. Hal ini dibuktikan dengan oleh hasil
pengujian hipotesis melalui analisis jalur dengan koefisien jalur variavel Kecerdasan
Emosional terhadap Penguasaan Konsep Matematika Siswa yang diperoleh nilai p31=
0,300 dan nilai th>tt (3,530 > 1,980) yang berarti ada pengaruh langsung yang
signifikan.
2. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan Minat Belajar Matematika terhadap
Penguasaan Konsep Matematika. Hal ini dibuktikan oleh hasil pengujian hipotesis
melalui analisis jalur dengan koefisien jalur variable Minat Belajar Matematika
terhadap variable Penguasaan Konsep Matematika Siswa dengan nilai p32= 0,603 dan
nilai th>tt ( 7,093 > 1,980) yang berarti ada pengaruh langsung yang signifikan.
3. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan Kecerdasan Emosional terhadap Minat
Belajar Matematika Siswa. Hal ini dibuktikan oleh hasil pengujian hipotesis melalui
analisis jalur dengan koefisien jalur variable Kecerdasan Emosional terhadap Minat
Belajar Matematika siswa dengan nilai p21= 0,483 dan nilai th>tt ( 4,545 > 1,980) yang
berarti ada pengaruh langsung yang signifikan.
4. Terdapat pengaruh tidak langsung yang signifikan Kecerdasan Emosional terhadap
Penguasaan Konsep Matematika melalui Minat Belajar Matematika Siswa. Hal ini
dibuktikan oleh hasil pengujian hipotesis melalui analisis jalur dengan koefisien jalur
Kecerdasan Emosional terhadap variable Penguasaan Konsep Matematika melalui
Minat Belajar Matematika Siswa dengan nilai p123=0,29<p31=0,300. Hal ini
menginterpretasikan bahwa variable intervening tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Penguasaan Konsep Matematika Siswa dan nilai th>tt ( 2,59 > 1,980) yang
berarti ada pengaruh tidak langsung yang signifikan.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan implikasi di atas yang
menggambarkan pengaruh kecerdasan emosional dan minat belajar terhadap penguasaan
konsep matematika yang signifikan, maka dapat dirumuskan beberapa saran dengan
penekanan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan Kecerdasan Emosional siswa yakni: kenali watak dan karakter
masing-masing anak, jangan menyamaratakan karena siswa adalah individu yang unik
dengan berbagai keragaman. Guru harus mampu menunjukkan rasa kasih sayang dan
mampu mengendalikan emosi negatif (amarah). Guru sebaiknya mampu dan sabar
melayani setiap keinginan siswa terhadap materi pelajaran. Guru harus bisa
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan nyaman dengan
memberikan rasa aman dan bebas secara psikologis, memberikan kesempatan pada

- 39 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

siswa untuk berkreativitas dan berpartisipasi aktif. Hal ini memungkinkan siswa
mengembangkan seluruh potensi kecerdasannya secara optimal. Suasana belajar
belajar yang menarik dan interaktif akan merangsang kedua belahan otak siswa secara
seimbang.
2. Untuk meningkatkan Minat Belajar yakni: tidak monoton dalam penyampaian materi,
gunakan atau manfaatkan sarana pembelajaran semaksimal mungkin. Ciptakan
suasana belajar yang kondusif, tidak tegang meskipun pada materi yang sulit, sesekali
disertai dengan selorohan untuk mencairkan suasana. Jangan mematikan minat belajar
siswa dengan men cap siswa bodoh, tetapi selalu bangkitkan motivasi siswa agar
tumbuh minat dan ketertarikan pada mata pelajaran matematika. Libatkan siswa secara
aktif dalam pembelajaran, biarkan mereka brekreativitas dan berikan contoh-contoh
serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, jika perlu berikan reward atau hadiah-
hadiah kecil yang merangsang minat siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar. 2005. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spritual. Jakarta: Arga.
Anni, C.T. dkk. 2004. Psikologi Belajar. Universitas Negeri Semarang Press.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Belly, Tilya dkk. 2006. Pengaruh Motivasi Terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi.
Simposium Nasional Akuntansi: Padang.
Boediono. 2009. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang
Depdiknas.
Darajat, Zakiah dkk. 2007. Metode Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi
Aksara.
Goleman, Daniel.2000. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional). Jakarta:
Gramedia Pustaka Umum.
Goleman, Daniel. 2002. Working With Emotional Intelligence (terjemahan) Jakarta:
PT. Gramedia.
Gottman, Jhon. 2001. Kiat-Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan
Emosional (terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hendra, Surya. 2007. Percaya Diri Itu Penting. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Hudoyo, H.1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Dirjen DIKTI Depdikbud.
Kurniawan. 2006. Siap Juara Olimpiade Matematika SMP. Jakarta: Erlangga.
Ruseffendi. 2010. Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito.
Sa‟dijah, C. 2006. Pengembangan Pembelajaran Matematika Beracuan
Konstruktivisme. Disertasi Program Pascasarjana UNESA: Tidak dipublikasikan.
Sardiman, A.M. 2007. Interaksi Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali press.
Shapiro, E. Lawrence. 1998. Mengajarkan Emosional Intelligence Kepada Anak.
Diterjemahkan oleh Alex Tri Kantjono. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Supardi U.S. 2013. Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Jakarta: Change Publisher.
Sutikno, M. Sobry. 2007. Menuju Pendidikan Bermutu. Mataram: NTP Press
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Rosdakarya.
Tim Pembina Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik. 2007. Perkembangan Peserta
Didik. Universitas Negeri Padang
Tim PLPG. 2009. Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Bidang Diklat
Matematika SMP. Medan : UNIMED.

- 40 -
Jurnal Formatif 5(1): 26-41, 2015
ISSN: 2088-351X
Gusniwati – Pengaruh Kecerdasan Emosional dan …

Triatna, Cepi dan Kharisma, Risma. 2008. EQ Power Panduan meningkatkan


Kecerdasan Emosional. Bandung: Citra Praya.
Winkel, W. S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Teori Belajar. Jakarta: Gramedia.
Fikriam. 2009. Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Siswa. http:// Fikriam.
Blogspot.com/2009/05. Diakses 10 Maret, 2014.

- 41 -
Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 3 Nomor 4 Tahun 2021 Halm 1699 - 1707
EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN
Research & Learning in Education
https://edukatif.org/index.php/edukatif/index

Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Kecerdasan Emosional dan


Dukungan Sosial pada Siswa SMA

Mujidin1, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti2, Husnul Khotimah Rustam3


Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia1,3
Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia2
E-mail : mujidin.230760@gmail.com1, ajengpramesti28@gmail.com2, husnulkhotimahr6@gmail.com3

Abstrak
Dukungan sosial dan kecerdasan emosional menjadi penggerak siswa dalam belajar. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial dan kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar pada
siswa kelas XI. Sampel yang digunakan adalah siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 1 Bengkulu Selatan. Jumlah
responden sebanyak 78 orang. Kami mengumpulkannya dengan teknik cluster random sampling. Diuji dengan
analisis regresi berganda dua prediktor. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan dukungan
sosial dan kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa. Kecerdasan emosional dengan nilai
signifikan 0,013 yang berarti semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi pula prestasi belajar.
Siswa memiliki manajemen emosi dan motivasi yang kuat sehingga mampu beradaptasi dengan baik
walaupun dengan situasi yang membosankan, mengantuk, sulit, dan tidak mudah diprediksi. Kecerdasan
emosional memberi dampak positif sekaligus mendukung siswa untuk memperhatikan nilai sekolah maupun
perangkat lainnya yang berkaitan dengan sekolah. Penelitian ini sudah membuktikan adanya pengaruh
kecerdasan emosional, meskipun dukungan sosial tidak signifikan. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai
evaluasi terhadap kualitas belajar siswa dan tentunya dukungan sosial dapat tercapai.
Kata Kunci: dukungan sosial. Kecerdasan emosional, prestasi belajar, motivasi.

Abstract
Social support and emotional intelligence become the driving force of students in learning. The purpose of this
study was to determine the effect of social support and emotional intelligence on learning achievement in class
XI students. The samples used were students of class XI SMA Negeri 1 Bengkulu Selatan. The number of
respondents as many as 78 people. We collected them by cluster random sampling technique. Tested by
multiple regression analysis of two predictors. The results showed that there was a significant effect of social
support and emotional intelligence on student achievement. Emotional intelligence with a significant value of
0.013 which means the higher the emotional intelligence, the higher the learning achievement. Students have
strong emotional management and motivation so that they are able to adapt well even in situations that are
boring, sleepy, difficult, and not easy to predict. Emotional intelligence has a positive impact as well as
supports students to pay attention to school grades and other devices related to school. This study has proven
the influence of emotional intelligence, although social support is not significant. The results of this study are
expected to be an evaluation of the quality of student learning and of course social support can be achieved.
Keywords: social support, emotional intelligence, learning achievement, motivation.

Copyright (c) 2021 Mujidin, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti, Husnul Khotimah Rustam
 Corresponding author
Email : mujidin.230760@gmail.com ISSN 2656-8063 (Media Cetak)
DOI : https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.644 ISSN 2656-8071 (Media Online)

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1700 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Kecerdasan Emosional dan Dukungan Sosial pada
Siswa SMA – Mujidin, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti, Husnul Khotimah Rustam
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.644

PENDAHULUAN
Siswa memiliki hak dan kewajiban di sekolah. Pada umumnya, siswa dituntut untuk memperoleh
prestasi belajar yang memuaskan dan memberikan output sehingga mampu mengharumkan nama sekolah di
kompetisi nasional maupun internasional. Seperti yang diungkapkan Trisnawati (2013) melalui pendidikan di
sekolah, setiap siswa dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan karakter yang baik. Implementasi
intelektual ini merujuk pada evaluasi guru terhadap hasil belajar siswa melalui raport. Hasil belajar berupa
deretan angka yang menggambarkan sejauh mana pengaruh ilmu diserapnya selama satu semester kemudian
ditafsirkan. Lembaga pendidikan wajib menindaklanjuti hasil belajar siswa. Siswa terkondisikan dengan
berbagai latihan, lalu mengikuti proses pembelajaran dan terakhir menampakkan perubahan penampilan
(Wahyudi & Neviyarni, 2021). Perubahan tersebut bisa dari aspek mana saja, namun salah satu yang
ditekankan oleh sekolah adalah aspek prestasi belajar. Indikator prestasi belajar diacu pada standar nilai yang
ditetapkan masing-masing sekolah dan perubahan prestasi setiap siswa meningkat dari tahun ke tahun pada
semua mata pelajaran (Riswanto & Aryani, 2017). Guru sangat berperan penting untuk melihat secara objektif
kemampuan belajar siswa.
Idealnya siswa yang telah melalui proses pembelajaran akan mengalami peningkatan prestasi belajar.
Dengan kata lain, individu mendapatkan hasil yang memuaskan. Namun, masih banyak ditemukan kurangnya
situasi ideal tersebut. Berdasarkan studi awal Supratno, dkk (2021) siswa kelas V belum mampu
mengoptimalkan prestasi belajar mereka dengan baik. Kebanyakan, prestasi siswa tidak merata ada yang
sangat baik, baik cukup bahkan ada yang kurang (Supratno, dkk 2021). Prestasi belajar dapat ditingkatkan
dengan berbagai cara, namun satu-satunya cara ampuh yakni dengan belajar dan mempelajari banyak hal.
Individu membutuhkan konsentrasi penuh untuk belajar agar ilmu yang diserapnya dapat diingat sepanjang
waktu. Prestasi belajar perlu ditingkatkan.
Belajar dilakukan dengan mengulangi kembali materi belajar yang diberikan sebelumnya. Individu
mengupayakan usahanya maksimal sehingga ilmu pengetahuan yang didapatkan bisa dipahami dengan baik.
Individu mencari tahu hal yang tidak dimengerti kemudian ditanyakan pada guru. Setelah menerima
informasi, individu belajar mengolah kembali informasi tersebut hingga menguasai materi pembelajaran dari
guru. Pada dasarnya, belajar dilakukan untuk mendapatkan konsep yang matang sehingga mampu berinteraksi
dengan dunia pendidikan (Suarim & Neviyarni, 2021). Setelah konsep yang ditanamkan guru sudah matang,
maka guru tidak boleh berpuas diri. Guru masih memiliki tugas utama lainnya untuk kepentingan siswa. Guru
tetap mengawal proses siswa hingga menyelesaikan studi di sekolah tersebut. Di setiap semester, siswa
menerima rapor. Rapor ini bertujuan untuk memaparkan pancapaian akademik dan non akademik siswa
selama satu semester. Alat ini juga sebagai media evaluasi pembelajaran guru terhadap kualitas peserta
didiknya.
Belajar dengan intensitas yang cukup tinggi sangat membantu siswa untuk mencapai prestasi akademik.
Namun, bukan hanya dari intensitas masih ada faktor-faktor lainnya yang memicu prestasi. Peran kecerdasan
emosional sangatlah penting, dari hasil penelitian Mavroveli dan Sánchez-Ruiz (2011) bahwa individu yang
memiliki kecerdasan emosional maka akan lebih banyak memusatkan perhatian dan berusaha menenangkan
diri dengan tugas-tugas akademiknya di sekolah. Kecerdasan emosional mengandung nilai positif yang sangat
berpengaruh pada peningkatan prestasi siswa sebab individu memiliki motivasi (Budi, 2010). Kecerdasan
emosional membawa individu pada sikap empati dan peka terhadap lingkungan. Individu sangat mudah
mengontrol emosinya sehingga dapat berinteraksi dengan orang lain (Pinar, dkk 2017). Mengontrol emosi
memudahkan siswa berfokus pada tujuannya yakni ingin berprestasi di sekolah. Individu menyiapkan diri
menjadi lebih tenang saat mendapatkan soal yang sulit, tidak menangis, tidak mengeluh, lebih kritis dan lain
sebagainya.

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1701 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Kecerdasan Emosional dan Dukungan Sosial pada
Siswa SMA – Mujidin, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti, Husnul Khotimah Rustam
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.644

Individu harus siap mempelajari segala hal di luar kendalinya. Salah satu faktor pendukung yang
mengendalikan siswa adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial menemani langkah siswa baik itu dalam
proses belajar, bertumbuh dan lain sebagainya. Mereka adalah sekumpulan orang yang harusnya memberi
dukungan satu sama lain. Dukungan sosial memprediksi hasil belajar yang lebih baik. Ada motivasi, empati,
moral, finansial dan bentuk dukungan sosial lainnya yang memungkinkan perubahan perilaku dan kognitif
siswa. Individu mampu bertahan dan menguatkan diri dalam situasi yang kurang menyenangkan. Dukungan
inilah yang berkolaborasi dengan motivasi internal siswa sehingga menghasilkan prestasi belajar yang
signifikan. Internal maupun motivasi eksternal dapat berdampak pada psikologis siswa. Siswa punya
keinginan atau tekad yang kuat untuk melayani dirinya. Individu terus berkembang selama masa sekolahnya.
Individu terpapar dengan berbagai dukungan sosial dan berupaya menyeimbangkannya dengan kecerdasan
emosional yang tinggi.
Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan prestasi belajar dapat meningkat sebab ada faktor yang
sangat mendukung, seperti pada Wiyono dkk (2019), Efendi, (2016), Kusrini dan Prihartanti (2014). Pertama,
hasil penelitian menunjukkan perhatian orangtua, motivasi belajar, dan lingkungan sosial secara bersama-
sama memberikan pengaruh yang singnifikan terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP dengan
sumbangan sebesar 10,6%. Secara parsial perhatian orangtua dan motivasi belajar memberikan pengaruh
terhadap prestasi belajar sementara lingkungan sosial tidak memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar.
Perbedaannya adalah pada penelitian ini menggunakan kecerdasan emosional dan dukungan belajar pada
siswa SMA. Kedua, berpikir kreatif mampu mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa sebesar 23%.
Penelitian ini lebih berfokus pada remaja yang bersekolah di SMA. Ketiga, kepercayaan diri mampu
memprediksi remaja untuk lebih berprestasi. Kemudian, pembaruannya adalah variabel yang diteliti dalam
penelitian ini mengambil kecerdasan emosional sebagai faktor pendukung prestasi belajar.
Penelitian ini dilakukan dengan memperbarui acuan pembuatan skala yang dimana peneliti membuat
skala berdasarkan fenomena yang terjadi saat ini. Kecerdasan emosioanl yang dimaksudkan dalam penelitian
ini adalah pengaruh pengelolaan, pengenalan, dan strategi untuk memodifikasi emosi menjadi lebih baik yang
dimana penelitian terdahulu tidak membahasnya secara mendalam. Sedangkan, dukungan sosial yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengaruh dukungan teman sebaya, orang tua, guru, kepala sekolah,
dan keluarga terhadap prestasi belajar siswa yang belum spesifik dibahas pada penelitian terdahulu. Penelitian
ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan dukungan sosial dan kecerdasan emosional terhadap prestasi
belajar siswa. Permasalahan siswa dalam lingkup sekolah sangat kompleks sehingga dibutuhkan kemampuan
untuk mengatur dan mengambil kendali atas peristiwa yang terjadi di sekolah. Permasalahan di sekolah
terlihat dari banyaknya nilai siswa yang anjlok, tidak memberikan piagam atau piala yang banyak untuk
sekolah, jumlah siswa tidak bertambah, dan kurangnya prestasi akademik di sekolah. Kepala bagian kesiswaan
SMA Negeri 1 Bengkulu Selatan mengatakan bahwa prestasi belajar di sekolah tersebut mengalami
peningkatan tiap semester dan tahunnya walaupun peningkatan prestasi belajar tersebut tidak terlalu besar
hanya sebesar 20% saja. Namun, sejak pandemik Covid-19 ini, prestasi belajar siswa-siswi di sekolah tersebut
sedikit mengalami penurunan dan pihak sekolah sudah mencari solusi agar prestasi belajar siswa/siswi di
sekolah tersebut meningkat kembali. Temuan Jatira dan S (2021) juga mendapatkan hal yang sama yang
dimana belajar siswa sudah tidak efektif, tidak konsentrasi mengerjakan tugas dan merasa lebih banyak beban
dari orang-orang di rumah.
Berdasarkan data diatas, terlihat telah terjadinya penurunan prestasi akademik siswa. Akan tetapi
permasalahan penurunan prestasi akademik tidak selalu menjadi kesalahan sistem dan kebijakan pihak-pihak
yang menaungi saja karena sudah banyak upaya yang dilakukan untuk meningkat kualitas pendidikan di
Indonesia walaupun usaha ini masih di rasa belum cukup untuk meningkatkan prestasi atau kualitas siswa.
Sehingga, hal tersebut menjadi krusial agar ditemukan penanganan yang mengkhusus untuk meningkatkan
prestasi bukan hanya non akademik namun akademiknya juga. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1702 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Kecerdasan Emosional dan Dukungan Sosial pada
Siswa SMA – Mujidin, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti, Husnul Khotimah Rustam
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.644

solusi untuk permasalahan pada siswa SMA agar prestasi belajar siswa dapat meningkat dari waktu ke waktu
meskipun banyak tekanan dari pihak sekolah. Maka, berdasarkan latar belakang yang dijabarkan peneliti
tertarik untuk membuat suatu penelitian dengan judul “Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan
Menerapkan Kecerdasan Emosional dan Dukungan Sosial pada Siswa kelas XI”.

METODE PENELITIAN
Kuantitatif adalah jenis penelitian yang disematkan dalam penelitian ini. Peneliti membuat skala untuk
mengukur sejauh mana kategori dukungan sosial dan kecerdasan emosional pada siswa SMA kelas XI SMA 1
Bengkulu Selatan. Peneliti mendatangi sekolah tersebut dan membawa surat penelitian lalu diserahkan kepada
pihak sekolah. Teknik sampelnya adalah cluster random sampling dengan total 78 orang. Skala kecerdasan
emosional disusun dari Goleman (2012) yakni mengenali emosi diri, mengelolah emosi, motivasi diri,
mengenali emosi orang lain dan keterampilan sosial. Selanjutnya, skala dukungan sosial dibuat berdasarkan
aspek-aspek Sarafino (2011) diantaranya dukungan emosional dan penghargaan, dukungan instrumental,
informasi dan persahabatan. Reliabilitas Cronbach Alpha pada skala kecerdasan emosional sebesar 0,836.
Selanjutnya, skala dukungan sosial besaran Cronbach Alpha sebesar 0,901. Peneliti menggunakan SPSS versi
20.0 untuk mengolah datanya. Peneliti mengumpulkan referensi dari berbagai jurnal dan buku. Untuk menguji
hipotesisnya, peneliti menggunakan dua uji yakni uji asumsi dan uji hipotesis. Jika asumsi terpenuhi, maka
dapat dilanjutkan ke uji hipotesis.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN


Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh secara simultan antara kecerdasan emosional dan
dukungan sosial terhadap prestasi belajar pada siswa SMA Kelas XI SMA N 1 Bengkulu Selatan. Skoring
yang dilakukan memberi kategori tertentu pada skala kecerdasan emosional dan skala dukungan sosial.

Tabel 1. Kecerdasan Emosional


Interval Kategori Frekuensi Persentase
84,11266≤ X Tinggi 58 74,36
79,46254≤ X <84,11266 Sedang 13 16,66
X <79,46254 Rendah 7 8,98
Total 78 100%

Pada tampilan tabel 1, tujuh siswa yang memiliki level rendah, kemudian lima puluh delapan siswa
yang memiliki kecerdasan emosional tingkat tinggi. Hasil ini menunjukkan adanya korelasi dengan
kemudahan siswa dalam mengelola emosinya. Tabel selanjutnya adalah dukungan sosial.

Tabel 2. Kategorisasi Dukungan Sosial


Interval Kategori Frekuensi Persentase
84,11266≤ X Tinggi 0 0
79,46254≤ X <84,11266 Sedang 5 6,41%
X <79,46254 Rendah 73 93,59%
Total 78 100%

Skor dukungan sosial pada tabel 2 sangat beragam. Mulai dari kategori sedang sebesar 6,41% dengan
frekuensi sebanyak lima orang. Selanjutnya, kategori rendah sebanyak tujuh puluh tiga orang dengan

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1703 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Kecerdasan Emosional dan Dukungan Sosial pada
Siswa SMA – Mujidin, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti, Husnul Khotimah Rustam
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.644

persentasi 93,59%. Kategori dukungan sosial hanya rendah hingga sedang. Selanjutnya, pengaruh kecerdasan
emosional dan dukungan sosial secara simultan dijelaskan pada tabel di bawah ini

Tabel 3. Analisis Regresi Linier Berganda


Model Summary
Model R R Square Ajusted R Std. The error of the Estimate
Square
1 0,042 0,013 0,042 2,25870

Dari tabel di atas, maka terlihat bahwa nilai R sebesar 0,042 dan R Square sebesar 0,013. Hal tersebut
menunjukkan terdapat 13% pengaruh kecerdasan emosional dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar.

Tabel 4. Koefisien regresi masing-masing prediktor


rxy P Keterangan
Kecerdasan emosional * Prestasi -0,283 0,013 Hipotesis diterima
belajar
Dukungan sosial * Prestasi 0,212 0,064 Hipotesisi ditolak
belajar

Tindaklanjut penelitian ini adalah mengolah data menjadi hasil penelitian. Kecerdasan emosional dan
dukungan sosial bersama-bersama mempengaruhi prestasi belajar siswa dengan nilai p 0,013 < 0,05. Nilai
tersebut sangat jelas membuktikan relevansi pada hipotesis mayor. Selanjutnya secara parsial tidak
menunjukkan demikian. Untuk variabel kecerdasan emosional nilai signifikannya sebesar 0,013 < 0,05.
Koefisien regresi dukungan sosial jauh lebih tinggi dari yang seharusnya yakni 0,064 > 0,05. Dukungan sosial
dinilai tidak berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar. Nilai rxy kecerdasan emosional terhadap
prestasi belajar sebesar 0,283. Nilai ini lebih besar daripada dukungan sosial yang sebesar 0,212.
Model penelitian ini berkaitan dengan korelasi regresi yang hasilnya berkorelasi positif berarti terdapat
hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar siswa.
Maryani dan Widjajanti (2021) dari hasil penelitiannya menegaskan bahwa kecerdasan emosional merupakan
faktor penting yang terkait dengan prestasi belajar, khususnya pada bagian emosi internal individu. Nauli
Thaib (2013) menambahkan bahwa kecerdasan emosional merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh
siswa yang mempunyai kebutuhan untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik di sekolah dan
mempersiapkan mereka untuk menghadapi dunia nyata dan disarankan agar sekolah khususnya guru
memasukkan unsur kecerdasan emosional dalam menyampaikan materi dan melibatkan emosi siswa dalam
proses pembelajaran. Siswa melibatkan diri dalam proses pembelajaran ditambah lagi dengan motivasi.
Buktinya, dari hasil penelitian, Pratama, dkk (2019) motivasi menjadi prediktor yang sangat kuat untuk
meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa. Siswa asyik dengan metode pembelajaran gurunya dan
menyimak dengan baik. Ansong, dkk (2017) menemukan bahwa faktor emosional diterima secara seimbang
dalam hipotesis penelitian ini. Keterlibatan emosional bisa dicirikan saat di kelas, saya merasa senang.
Emosi sering terlibat dalam kehidupan, termasuk siswa (Sharma, 2017). Siswa mengedepankan
perasaan emosionalnya untuk belajar, ingatan, menentukan keputusan, gaya belajar, sukses di sekolah atau
berinteraksi dengan lingkungan sosial (Rai & Khanal, 2017). Ungkapan ini terlihat jelas dari hasil penelitian
Singh, dkk (2013) yang menyatakan bahwa dengan kecerdasan emosional siswa dapat memahami informasi
yang relevan dari lingkungannya. Selain pemahaman, siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dan
tujuan akademik tercapai (Singh, dkk, 2013); (Mursaleen & Munaf, 2016). Kecerdasan emosional menjadi
pegangan yang penting untuk mewujudkan kesuksesan siswa (Bimayu, dkk 2020). Hasil penelitian Bimayu,
dkk (2020) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi yang baik dan terkendali juga meningkatkan prestasi

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1704 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Kecerdasan Emosional dan Dukungan Sosial pada
Siswa SMA – Mujidin, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti, Husnul Khotimah Rustam
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.644

belajar, sebaliknya jika kecerdasan emosi buruk dan tidak terkendali maka prestasi belajar siswa juga
menurun. Peneliti menemukan bukti kuat tentang fenomena ini berdasarkan hasil penelitian (Jenaabadi, dkk,
2015). Kecerdasan emosional dalam beberapa penelitian dianggap mampu memprediksi prestasi belajar siswa,
diantaranya dari peningkatan motivasi akademik (Shibila Sabir | Sannet Thomas, 2020) ; manajemen waktu,
mampu mencapai tujuan yang jelas dan berkomunikasi secara tegas dengan orang lain (Koç, 2019).
Dari penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan prestasi
belajar. Seharusnya, setiap siswa mendapatkan dukungan sosial namun pada kenyataannya karena
pembelajaran secara daring individu mendapatkan banyak gangguan dan kurang dukungan dari keluarga,
orang tua, dan guru. Seperti yang diungkapkan (Suriadi et al., 2021), lingkungan yang kurang mendukung
menyebabkan penurunan karakter pada siswa misalnya mengucapkan kata-kata yang tidak pantas dalam
berkomunikasi dengan guru ataupun anak ke orang tuanya. Dukungan sosial dari guru dan teman sebaya juga
berperan penting dalam pencapaian siswa di sekolah. Bagi siswa, guru adalah seseorang yang memiliki
kewenangan selain orang tuanya dalam hal pendidikan. Sedangkan peer group merupakan kelompok yang
memiliki kedekatan khusus satu sama lain sehingga dapat saling mempengaruhi. Banyak faktor yang menjadi
penghambat penurunan prestasi akademik mahasiswa, diantaranya perubahan situasi pembelajaran saat ini
melalui internet atau konferensi virtual. Akibatnya, tanpa bimbingan langsung dan tatap muka, siswa dituntut
menjadi pembelajar mandiri untuk belajar seperti mengambil sumber dari internet untuk memenuhi tugas
sekolah, namun siswa kurang memahami materi (Teeraputon & Nuankaew, 2020). Konsekuensi yang harus
diterima oleh siswa adalah mengikuti pembelajaran secara daring. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,
pembelajaran seperti ini masih jarang dilakukan. Banyak diantaranya terjadi pembelajaran physical
distancing, penggunaan yang cepat dan pasif akibatnya siswa mengalami shock terhadap proses pembelajaran
(Suriadi, dkk, 2021). Pihak sekolah diharapkan mampu membangun sistem yang lebih mendukung dan
mengembangkan keterampilan-keterampilan terbaru siswa untuk meningkatkan dukungan sosial dari seluruh
warga sekolah baik itu teman sebaya hingga personil sekolah. Pihak sekolah diharapkan dapat mendesain
pola-pola dukungan sosial yang signifikan untuk membantu siswa mengatasi stress ataupun tekanan serta
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Dukungan sosial dalam penelitian Cirik (2015) berbanding terbalik dengan hasil penelitian ini yang
menjelaskan bahwa dukungan sosial yang diperoleh siswa dari orang tua mereka, guru, dan teman sebaya
memiliki pengaruh positif pada prestasi dan motivasi mereka. Temuan ini menunjukkan bahwa persepsi
dukungan sosial oleh siswa meningkatkan rasa ingin tahu mereka, mendorong pembelajaran yang bermakna,
memastikan, merasa bermanfaat bagi diri mereka yang bertujuan meningkatkan efikasi diri, menurunkan
kecemasan ujian mereka, dan meningkatkan tingkat pencapaian mereka. Perbedaan lainnya juga ditemukan
dalam penelitian de la Iglesia, dkk (2014) pengaruh dukungan sosial terhadap prestasi akademik. Hal ini
dipersepsikan oleh kebanyakan perempuan dalam penelitian de la Iglesia, dkk (2014). Salah satu hasilnya
tidak signifikan dipengaruhi beberapa faktor. Sampel penelitian yang terlalu sedikit membuat variansi skor
tidak begitu berbeda. Keterbatasan lainnya juga ditemukan sebab menyebarkan skala ini melalui Google Doc
sehingga peneliti tidak dapat menjangkau kegiatan yang bisa mempengaruhi jawaban subjek. Ada beberapa
faktor yang tidak diteliti lebih spesifik dalam penelitian ini sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan untuk
peneliti selanjutnya.
Ilmu pengetahuan terus berkembang, harapannya dengan adanya kecerdasan emosional siswa mampu
menyikapi perubahan tersebut dengan baik. Perubahan yang serba cepat dan dinamis diharapkan tidak
membuat siswa meluapkan emosinya secara brutal atau sembrono. Kecerdasan emosional dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari, dapat memotivasi orang lain utnuk melakukan hal yang sama, mendukung
secara emosional orang lain, berempati satu sama lain, membahagiakan diri sendiri sendiri dan orang lain agar
tercipta kehidupan yang mendukung, damai dan sejahtera. Saran untuk peneliti selanjutnya, telitilah
kecerdasan-kecerdasan lainnya seperti kecerdasan kinestatik, linguistik, dan tujuh kecerdasan lainnya yang

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1705 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Kecerdasan Emosional dan Dukungan Sosial pada
Siswa SMA – Mujidin, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti, Husnul Khotimah Rustam
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.644

mungkin dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut pengaruh
kecerdasan emosional dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar agar prestasi belajar siswa meningkat.
Sekolah perlu dengan cara guru dan orang tua memperhatikan perkembangan emosional siswa dan selalu
menciptakan suasana yang nyaman dan gembira agar siswa lebih termotivasi lagi mengejar prestasi
belajarnya. Siswa belum menemukan gaya belajar yang tepat sehingga prestasi belajar tidak meningkat.
Faktor kepribadian juga bisa menjadi alternatif bahan penelitian. Jika siswa memiliki tekad dan ketekunan,
perlahan prestasi belajarnya juga meningkat. Banyak hal yang bisa diteliti untuk meningkatkan prestasi
belajar. Individu yang memiliki keterbelakangan mental juga memiliki keunikan tersendiri untuk diteliti.
Peneliti selanjutnya diharapkan mampu melewati berbagai tantangan selama proses penelitian.

KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan kecerdasan emosional dan dukungan sosial dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam pengaruh kecerdasan emosional, siswa mampu mengontrol,
mengenal, dan membuat strategi dalam memainkan emosinya sehingga dapat beradaptasi di lingkungan.
Perkembangan emosional siswa menjadi lebih baik tergantung bagaimana seorang siswa menghadapi berbagai
tuntutan dari sekolah. Siswa dapat berkomunikasi menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Namun, ada
juga siswa yang kurang mengerti dan mengontrol emosinya sehingga kurang mampu beradaptasi dengan guru
maupun teman sebaya. Siswa yang tinggal di lingkungan kurang yang mendukung cenderung kurang
menerima dukungan tersebut dan berdampak pada prestasi belajarnya.

UCAPAN TERIMA KASIH


Kami berterimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini, pihak-
pihak yang terkait seperti Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bengkulu
Selatan, siswa-siswi SMA Negeri 1 Bengkulu Selatan dan para responden yang telah memberikan
kontribusinya, saran, dukungan material dan non-material. Segala bentuk bantuan sangat berarti demi
kelancaran proses penelitian ini. Penelitian ini berdiri secara independen.

DAFTAR PUSTAKA
Ansong, D., Okumu, M., Bowen, G. L., Walker, A. M., & Eisensmith, S. R. (2017). The role of parent,
classmate, and teacher support in student engagement: Evidence from Ghana. International Journal of
Educational Development, 54(May), 51–58. https://doi.org/10.1016/j.ijedudev.2017.03.010
Bimayu, W., Kristiawan, M., & Fitriani, Y. (2020). The Effect of Emotional Intelligence, Student’s
Motivation toward Student’s Achievement. International Journal of Progressive …, April, 6–16.
http://www.ijpsat.es/index.php/ijpsat/article/view/1708
Budi, B. (2010). Pendidikan karakter. In Informasi (Vol. 1, Issue 100).
Cirik, I. (2015). Relationships between social support, motivation, and science achievement: Structural
equation modeling. Anthropologist, 20(1–2), 232–242.
de la Iglesia, G., Stover, J. B., & Liporace, M. F. (2014). Perceived social support and academic achievement
in Argentinean college students. Europe’s Journal of Psychology, 10(4), 637–649.
https://doi.org/10.5964/ejop.v10i4.777
Efendi, S. H. (2016). Hubungan Antara Berpikir Kreatif dan Dukungan Sosial Dengan Prestasi Belajar
Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang. In Jurnal Pendidikan
Profesional (Vol. 5, Issue 3). Universitas Negeri Malang.

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1706 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Kecerdasan Emosional dan Dukungan Sosial pada
Siswa SMA – Mujidin, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti, Husnul Khotimah Rustam
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.644

Jatira, Y., & S, N. (2021). Fenomena Stress dan Pembiasaan Belajar Daring dimasa Pandemi Covid-19.
Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(1), 35–43. https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i1.187
Jenaabadi, H., Shahidi, R., Elhamifar, A., & Khademi, H. (2015). Examine the Relationship of Emotional
Intelligence and Creativity with Academic Achievement of Second Period High School Students. World
Journal of Neuroscience, 5(4), 1–6. https://doi.org/10.4236/wjns.2015.54025
Koç, S. E. (2019). The Relationship between Emotional Intelligence, Self-Directed Learning Readiness and
Achievement. International Online Journal of Education and Teaching, 6(3), 672–688.
Kusrini, W., & Prihartanti, N. (2014). Hubungan Dukungan Sosial dan Keperceyaan Diri dengan Prestasi
Bahasa Inggris Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6 Boyolali. Jurnal Penelitian Humaniora, 15(2), 131–140.
Maryani, N., & Widjajanti, D. B. (2021). Comparison of Contextual and Scientific Approaches to Improving
Student Achievement and Emotional Intelligence. Proceedings of the 7th International Conference on
Research, Implementation, and Education of Mathematics and Sciences (ICRIEMS 2020), 528(Icriems
2020), 368–374. https://doi.org/10.2991/assehr.k.210305.053
Mavroveli, S., & Sánchez-Ruiz, M. J. (2011). Trait emotional intelligence influences on academic
achievement and school behaviour. British Journal of Educational Psychology, 81(1), 112–134.
https://doi.org/10.1348/2044-8279.002009
Mursaleen, M., & Munaf, S. (2016). Associations of Intellectual Ability with Emotional Intelligence,
Academic Achievement and Aggression of Adolescents. Journal of Basic & Applied Sciences,
12(August 2016), 344–350. https://doi.org/10.6000/1927-5129.2016.12.53
Nauli Thaib, E. (2013). Hubungan Antara Prestasi Belajar Dengan Kecerdasan Emosional. Jurnal Ilmiah
Didaktika, 13(2), 384–399. https://doi.org/10.22373/jid.v13i2.485
Pinar, S. E., Busra, C., Merve, K., Neslihan, S., & Feyza, S. (2017). Emotional Intelligence Levels and
Cyberbullying Sensibility among Turkish University Students. International Online Journal of
Education Science, 9(3), 676=685.
Pratama, F., Firman, & Neviyarni. (2019). Pengaruh Motivasi Belajar IPA Siswa Terhadap Hasil Belajar.
EDUKATIF : Jurnal Ilmu Pendidikan, 1(3), 280–286.
https://edukatif.org/index.php/edukatif/index%0APENGARUH
Rai, D., & Khanal, Y. K. (2017). Emotional intelligence and emotional maturity and their relationship with
academic achievement of college students in Sikkim. International Journal of Education and
Psychological Research ( IJEPR), 6(2), 1–5.
Riswanto, A., & Aryani, S. (2017). Learning motivation and student achievement : description analysis and
relationships both. COUNS-EDU: The International Journal of Counseling and Education, 2(1), 42.
https://doi.org/10.23916/002017026010
Sharma, R. (2017). Emotional Intelligence, Social Intelligence and Achievement Motivation of Arts and
Science Students. ‫مم مممم مم مم‬, 4(3), 57–71. http://marefateadyan.nashriyat.ir/node/150
Shibila Sabir | Sannet Thomas. (2020). Emotional Intelligence and Achievement Motivation among College
Students. International Journal of Trend in Scientific Research and Development, 4(6), 1351–1353. url:
https://www.ijtsrd.com/papers/ijtsrd33657.pdf%0Ahttps://www.ijtsrd.com/humanities-and-the-
arts/psychology/33657/emotional-intelligence-and-achievement-motivation-among-college-
students/shibila-sabir
Singh, T., Verma, M. K., & Singh, R. (2013). Role of Emotional Intelligence in Academic Achievement. 1(2),
255–263. https://doi.org/10.4018/978-1-4666-4530-1.ch016
Suarim, B., & Neviyarni, N. (2021). Hakikat Belajar Konsep pada Peserta Didik. Edukatif : Jurnal Ilmu
Pendidikan, 3(1), 75–83. https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i1.214
Supratno, Y. H., Murtono, & Mochamad, W. (2021). The Influence of Student Motivation, School
Environment, on Student Learning Achievement. Journal of Physics: Conference Series, 1823(1).

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1707 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Kecerdasan Emosional dan Dukungan Sosial pada
Siswa SMA – Mujidin, Ajeng Rizky Ardhia Pramesti, Husnul Khotimah Rustam
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.644

https://doi.org/10.1088/1742-6596/1823/1/012089
Suriadi, H. J., Firman, F., & Ahmad, R. (2021). Analisis Problema Pembelajaran Daring Terhadap Pendidikan
Karakter Peserta Didik. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(1), 165–173.
https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i1.251
Teeraputon, D., & Nuankaew, P. (2020). Attitude and Learning Styles in Different Academic Achievement of
Tertiary Students. Universal Journal of Educational Research, 8(11B), 6178–6184.
Trisnawati, destya dwi. (2013). Membangun Disiplin Dan Tanggung Jawab Siswa Sma Khadijah Surabaya
melalui tata tertib sekolah. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 2(1), 397–411.
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-kewarganegaraa/article/view/2658
Wahyudi, I., & Neviyarni, N. (2021). Analisis Terhadap Perhatian Dan Belajar Perseptual Dalam Aktivitas
Belajar Siswa. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(1), 124–134.
https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i1.231
Wiyono, A., Anggo, M., & Kadir, K. (2019). PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP
HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII MTs NEGERI 1 KENDARI. Jurnal
Penelitian Pendidikan Matematika, 6(2), 113. https://doi.org/10.36709/jppm.v6i2.9121

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
JURNAL PENDIDIKAN MANAJEMEN PERKANTORAN
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, Hal. 215-223

Availabel online at:


http://ejournal.upi.edu/index.php/jpmanper/article/view/00000

Peran kecerdasan emosional sebagai faktor yang mempengaruhi


kemandirian belajar siswa
(The role of emotional intelligence as a factor in affecting student
independence learning)

Baghdad Afero1, Adman2*


1,2
Program Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran,
Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi, No. 229 Bandung 40132, Jawa Barat, Indonesia
Email: adman@upi.edu

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional terhadap
kemandirian belajar siswa. Metode penelitian menggunakan metode survey eksplanasi.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan angket (kuesioner) dengan
model skala likert. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
responden adalah siswa salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Cimahi
sebanyak 264 orang didapat dari teknik pengambilan sampel jenis sampel acak
sederhana (random sampling). Teknik analisis data menggunakan regresi sederhana.
Hasil penelitian menunjukan kecerdasan emosional memiliki pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap kemandirian belajar siswa. Adapun pengaruh kecerdasan
emosional terhadap kemandirian belajar siswa sebesar 21,85%. Dengan demikian
kemandirian belajar siswa dapat ditingkatkan melalui peningkatan kecerdasan
emosional.

Kata Kunci: kecerdasan emosional, kemandirian belajar

ABSTRACT
The purpose of this study was to analyze influence emotional intelligence to
independent learning. This research used explanatory survey method. Data collection
techniques used interviews and question form with likert scale model. This study used
a quantitative approach, the respondents were students of Vocational High School in
Cimahi as many as 264 people obtained from random sampling. The analysis
technique was simple regression. The result of the study revealed that emotional
intelligence has a positive effect and it has significant impact on student learning
independence. The contribution of emotional intelligence to independent learning
were students is 21,85%. Thus the independent learning can be improved through
increased emotional intelligent.

Keywords: emotional intelligence, independence learning

PENDAHULUAN
Kemandirian belajar siswa selalu menarik untuk dikaji. Hal ini tidak terlepas dari
kesadaran siswa untuk terbiasa mandiri tidak bergantung oleh orang lain sehingga dapat
melaksanakan proses belajar kapanpun dan dimanapun ia berada. Orang-orang dengan
tingkat kemampuan belajar mandiri yang tinggi adalah pelajar dengan motivasi diri yang
dapat mempekerjakan sumber daya pembelajaran (Hiemstra, 2006) untuk menemukan
Copyright © 2016, EISSN xxxx-xxxx

215
* Corresponding author
Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016

informasi yang mereka sukai (Melinda, Casey, & Andrea, 2015) sehingga menjadi
otonomi pembelajar dalam mengontrol proses pembelajaran yang dijalaninya (Eti & Ary,
2012) dengan mempertimbangkan tidak hanya pengetahuan tetapi jauh mencapai
kompetensi seperti kapasitas analitis, berpikir kritis, komunikasi, kerja tim (Zita, Aldona,
& Kauno, 2012).
Kemampuan siswa dalam menerapkan belajar berawal dari pengaturan yang
ditegakkan masing-masing siswa (Litzinger, Wise, & Lee, 2005) yang memiliki respon
yang berbeda (Rijal & Bachtiar, 2015) dalam mengambil tanggung jawab belajar sendiri
tanpa bimbingan orang lain (Tarik, 2014). Siswa mungkin tidak tahu strategi belajar
mandiri mereka kuat atau lemah, hanya saja siswa tahu keterampilan belajar mandiri
mereka yakni kurang dapat menggunakan (Khiat, 2015) sumber daya untuk belajar (Scott,
2006) yang diperlukan pembelajaran dan menerapkan strategi yang tepat untuk tujuan
mereka (Pilling & Garrison, 2007) dan evaluasi hasil belajar (Scott, 2006).
Hasil studi pendahuluan menunjukan kemandirian dalam hal belajar belum dimiliki
seluruh siswa. Hal ini tercermin dari banyaknya jumlah siswa yang terlambat dalam
mengumpulkan tugas hingga menjelang ujian kenaikan kelas dan masih adanya siswa
dengan kesadaran dirinya tidak menetapkan kegiatan belajar sebagai kegiatan yang pokok
untuk dilakukan sehingga tidak tercantum di jadwal kegiatan hariannya. Pertanyaan yang
segera muncul adalah mengapa kemandirian belajar belum sepenuhnya dimiliki seluruh
siswa? Merujuk pada perspektif teori belajar, banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kemandirian belajar. Faktor kecerdasan emosional merupakan faktor yang diduga kuat
mempengaruhi kemandirian belajar siswa, sehingga dijadikan kajian dalam penelitian ini.
Berdasarkan hal tersebut rumusan masalah dari penelitian ini adalah “adakah
pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar? Dengan demikian tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional terhadap
kemandirian belajar siswa.

TINJAUAN PUSTAKA
Kemandirian Belajar
Menurut Knowles (1975) "belajar mandiri" menggambarkan sebuah proses di mana
individu mengambil inisiatif (Scott, 2006) memberdayakan mereka dalam belajar
(Williamson, 1995) serta mempunyai peran sebagai pemandu perkembangan aktivitas
kognitif (Biggs, 1978) yang akan membantu mereka membaca dengan pemahaman yang
lebih berhasil (Schuder, 1993)
Kemandirian belajar ditandai dengan pendekatan proaktif untuk belajar (Pilling &
Garrison, 2007) menerima tanggung jawab yang dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam
studi mereka (Williamson, 1995). Pentingnya konteks pembelajaran mandiri (Liyan &
Janette, 2007) dapat dilihat dengan cara mengevaluasi efektivitas pengalaman belajar siswa
yang dinilai dari sifat dan karakteristiknya (Barnes, 2013). Belajar mandiri dikatakan
sebagai otonomi belajar (James, 2006) dan orientasi positif untuk masa depan, serta
kemampuan untuk menggunakan studi dasar memecahkan masalah (Pao-Nan, 2012).
Kemandirian belajar bukan berarti belajar sendiri (Dwi, 2014) tetapi terlihat pada
kebiasaan-kebiasaan siswa sehari-hari seperti cara siswa merencanakan dan melakukan
belajar (Pratistya & Abdullah, 2012). Kebutuhan untuk memiliki kemandirian dipercaya
sebagai hal penting (Robiatul, 2012) agar siswa mampu mewujudkan kehendak atau
realisasi diri (Ninil, 2013) dengan aktif, kreatif, dan berlatih kemampuan bekerjasama,
kemandirian, serta meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Yanti, 2014).
Kemandirian dalam hal menentukan kegiatan belajar seperti merumuskan tujuan
belajar, sumber belajar, mendiagnosa kebutuhan belajar dan mengontrol sendiri proses
pembelajarannya (Rostina, 2016) dapat dilakukan dengan optimal apabila kita memiliki
Copyright © 2016, EISSN xxxx-xxxx

216
Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016

kemampuan untuk mengatur belajar dengan efektif dan waktu belajar yang efisien (M.
Zamroni, 2015) untuk mencapai kemajuan sehingga bertanggungjawab sepenuhnya dalam
proses belajar (Zainudin & Munoto, 2015).

Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah penggunaan emosi untuk mengendalikan situasi
(Khokhar & Kush, 2009), membedakan perasaan dalam diri pada individu lainnya
(Mehmood, Qasim, & Azam, 2013), serta mempertahankan fokus dan memahami apa yang
dianggap penting (Atika & Tripti, 2008). Tingkat kecerdasan emosional orang-orang
menjadi lebih baik pada saat mereka mahir dalam menangani emosi, memotivasi diri
mereka sendiri (Natalie, Mary, & Sharon, 2010) dan memiliki empati yang tinggi serta
kemampuan untuk mengelola hubungan (Barling, Slater, & Kelloway, 2000).
Beberapa studi misalnya, telah mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional
bersifat positif (Paloma, Raquel, & Marc, 2006) dan dapat memprediksi kesuksesan hidup
seseorang (Wan Nurul, Santos, Hazel, & Mariam, 2014). Prestasi akademik seorang siswa
selama ini mengarah kepada kemampuan kognitif siswa saja (Fred, 2011) padahal konsep
kecerdasan emosi telah memperoleh popularitas besar di berbagai disiplin ilmu (Wan
Nurul, Santos, Hazel, & Mariam, 2014) karena emosi dapat berguna dalam hal
mengarahkan perhatian kekhawatiran menekan dan sinyal apa yang harus menjadi fokus
perhatian (Nara, 2014). Seseorang dengan kemampuan kecerdasan emosional tinggi akan
mampu mengenal dirinya sendiri (Verisa & Eddy, 2013) dan menggunakan informasi
untuk membimbing pikiran dan tindakan (Indri & Nurul, 2013) sehingga berpengaruh
dengan suasana perasaannya dalam melakukan kegiatan (Khoerunisa, 2011). Kecerdasan
emosi memiliki kontribusi yang unik untuk memahami hubungan antara tingkat stres
seseorang dan kesehatan mentalnya (Frengky, 2012) dan menyumbang sebesar 80% bagi
kesuksesan seseorang (Metsi, 2010).
Kecerdasan emosional seseorang dalam memiliki rasa yang mendalam berakar dari
diri-sendiri untuk membantu mereka (Atika & Tripti, 2008) dalam membangun hubungan
yang lebih seimbang dengan guru, orang tua dan teman-teman (Tohid, Kamran, &
Rajeswari, 2014) dengan suasana hati yang positif (Mayer, Salovey, & Caruso, 2008). Jadi
kecerdasan emosional meliputi keterampilan seperti pengendalian diri, ketekunan,
semangat (Davies, Stankov, & Roberts, 1998) dan kemampuan untuk menahan perasaan
negatif dan fokus pada perasaan positif memainkan peran penting dalam menentukan
keberhasilannya (Kavita, 2010).
Emosi dapat memberikan wawasan berharga untuk (Renee, 2015) diri sendiri agar
lebih baik dalam berkomunikasi (George, 2000) memerankan emosional manajemen diri
seperti stres, tertekan, moral dan rendahnya kualitas bekerja bermain kehidupan sehari-hari
(Siti & Jafar, 2010). Kecerdasan emosional mencakup hal-hal seperti kesadaran diri,
pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial (Veena, 2013). Hal-hal yang
menjadi cakupan kecerdasan tersebut dijadikan indikator dari variabel kecerdasan
emosional dalam penelitian ini.
Berdasarkan tinjauan pustaka sebagaimana dipaparkan di atas, dapat digambarkan
theoretical framework seperti tampak pada Gambar 1.

H
Kecerdasan Emosional Kemandirian Belajar

Gambar 1. Theoretical Framework

Copyright © 2016, EISSN xxxx-xxxx

217
Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016

Berdasarkan theoretical framework tersebut, penelitian ini memiliki satu hipotesis, yaitu:
terdapat pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa.

METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode survey. Metode ini dianggap tepat karena
penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi faktual melalui penggunaan
kuesioner. Responden adalah siswa salah satu SMK di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat,
Indonesia sebanyak 264 orang, diambil dari teknik perhitungan sampel acak sederhana
(random sampling).
Instrumen pengumpulan data berupa angket model likert yang terdiri atas dua bagian.
Bagian pertama adalah kuesioner untuk mengukur persepsi responden mengenai
kemandirian belajar yang dijabarkan dari empat indikator yaitu kemauan sendiri, yakin
pada pilihan sendiri, belajar tanpa bantuan orang lain, dan bertanggung jawab atas
tindakannya. Bagian ini terdiri atas 18 item. Bagian kedua adalah kuesioner untuk
mengukur persepsi responden mengenai kecerdasan emosional yang dijabarkan dari lima
indikator yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.
Bagian ini terdiri atas 15 item.
Statistik deskriptif menggunakan persentase frekuensi yang digunakan untuk
memperoleh gambaran tingkat persepsi responden mengenai kemandirian belajar dan
kecerdasan emosional. Statistik inferensial menggunakan analisis regresi yang digunakan
untuk menguji hipotesis.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Kemandirian Belajar
Deskripsi variabel kemandirian belajar diperoleh melalui perhitungan frekuensi dan
persentase terhadap perolehan data variabel kemandirian belajar sebesar 34,4%. Ini
menunjukkan menurut persepsi responden kemandirian belajar berada pada kategori tinggi.
Tabel 1 menyajikan persentase frekuensi dari masing-masing indikator yang dijadikan
ukuran kemandirian belajar.

Tabel 1 Kemandirian Belajar


Indikator Persentase Frekuensi Penafsiran
Kemauan sendiri 39,7% Tinggi
Yakin pada pilihan sendiri 33,2% Tinggi
Belajar tanpa bantuan orang lain 32,8% Sangat Tinggi
Bertanggung jawab atas tindakannya 34,5% Sangat Tinggi

Skor tertinggi berada pada indikator kemauan sendiri. Hasil ini menunjukkan
keinginan siswa dalam belajar diatur oleh dirinya sendiri tanpa paksaan siapapun,
perencanaan strategi dalam belajar dan pencarian sumber belajar sendiri berada pada
kategori sangat tinggi. Indikator belajar tanpa bantuan orang lain memiliki persentase
frekuensi terendah. Hasil ini mengandung makna bahwa siswa dalam belajar tanpa bantuan
orang lain masih belum dapat diminimalisir. Siswa lebih sering dibimbing dan diberi
contoh dahulu dalam proses pembelajaran.

Kecerdasan Emosional
Deskripsi variabel kecerdasan emosional diperoleh melalui perhitungan frekuensi
dan persentase terhadap perolehan data variabel kecerdasan emosional sebesar 61,6%. Ini
menunjukkan menurut persepsi responden kecerdasan emosional berada pada kategori

Copyright © 2016, EISSN xxxx-xxxx

218
Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016

sangat tinggi. Tabel 2 menyajikan persentase frekuensi dari masing-masing indikator yang
dijadikan ukuran kecerdasan emosional.

Tabel 2 Kecerdasan Emosional


Indikator Persentase Frekuensi Penafsiran
Kesadaran Diri 59,3% Sangat Tinggi
Pengaturan Diri 58,7% Sangat Tinggi
Motivasi 59,5% Sangat Tinggi
Empati 66,4% Sangat Tinggi
Keterampilan Sosial 64,3% Sangat Tinggi

Skor tertinggi berada pada indikator empati. Empati adalah keterampilan yang
dipelajari atau sikap hidup yang digunakan (Halpern, 2007) untuk merasakan perasaan
(Pembroke, 2007) dan menggambarkan apresiasi emosional orang lain (Zinn, 1993). Hasil
ini menunjukkan kemampuan untuk bergaul dengan siswa dari latar belakang yang
berbeda dan sikap menghargai sesama serta memahami perasaan orang lain berada pada
kategori sangat tinggi Indikator pengaturan diri memiliki persentase frekuensi terendah.
Hasil ini mengandung makna bahwa siswa belum seluruhnya memiliki keputusan dan
sikap yang baik dalam menghadapi permasalahan yang datang sehingga mengganggu
pikiran dan keinginannya untuk melakukan suatu hal. Minimnya pengetahuan siswa bahwa
segala sesuatunya harus dipikirkan matang-matang, dan juga niat siswa yang masih
setengah-setengah akan menghambat kemajuan siswa dalam berbagai kegiatan.

Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kemandirian Belajar Siswa


Persamaan regresi linear sederhana untuk hipotesis variabel kecerdasan emosional
terhadap kemandirian belajar adalah: Ŷ = 34,872 + 0,448(X) dengan konstanta 153,17,
dapat diartikan kecerdasan emosional siswa bernilai 153,17. Tanda positif (+)
menunjukkan hubungan antara variabel berjalan satu arah dimana semakin tinggi
kecerdasan emosional siswa, maka semakin tinggi kemandirian belajar siswa begitupun
sebaliknya, sehingga apabila kecerdasan emosional menurun, maka kemandirian
belajarpun menurun sebesar 0,448.
Uji hipotesis menunjukkan nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel (73,264 > 3,8772),
dengan db1 = 1, db2 = 2 = n-2 dan α = 0,05. Dengan demikian kecerdasan emosional
berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian belajar siswa.
Hasil nilai perhitungan korelasi yang didapat sebesar 0,4675, ini berarti nilai korelasi
tersebut berada pada rentang antara 0,400 sampai 0,599 dan berada pada kategori cukup
kuat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya pengaruh yang cukup kuat dari variabel
kecerdasan emosional terhadap variabel kemandirian belajar.
Nilai koefisien determinasi dalam penelitian ini diperoleh dengan menghitung
kuadrat dari nilai koefisien korelasi dikali 100%, sehingga nilai koefisien determinasi yang
didapat adalah 21,85%. Arti dari nilai koefisien determinasi ini adalah kemandirian belajar
siswa dipengaruhi oleh kecerdasan emosional sebesar 21,85% sisanya 78,15% dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Oleh karena itu, perlu
penelitian lebih lanjut dengan variabel yang lebih banyak.
Berdasarkan penelitian lain disimpulkan bahwa kecerdasan emosional memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap kemandirian siswa (Bayu & Anita, 2013) dan menurut
Bar-On, kompetensi kecerdasan emosional dan kemandirian digambarkan sebagai
kemampuan untuk menjadi mandiri dalam berpikir dan tindakan seseorang (Kenneth,
2008).

Copyright © 2016, EISSN xxxx-xxxx

219
Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016

KESIMPULAN
Kemandirian belajar siswa yang meliputi kemauan sendiri, yakin pada pilihan sendiri,
belajar tanpa bantuan orang lain, dan bertanggung jawab atas tindakannya berada pada
kategori tinggi. Berdasarkan indikator kemandirian belajar, kemauan sendiri memperoleh
skor jawaban tertinggi. Kecerdasan emosional siswa yang diukur melalui indikator
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial berada pada
kategori sangat tinggi. Berdasarkan indikator kecerdasan emosional, empati memperoleh
skor jawaban tertinggi. Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kemandirian belajar siswa. Dengan demikian peningkatan kecerdasan emosional siswa
akan diikuti oleh peningkatan kemandirian belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, terdapat indikator dengan skor
jawaban terendah dari masing-masing variabel. Indikator terendah dari variabel
kemandirian belajar yaitu indikator belajar tanpa bantuan orang lain. Saran dan implikasi
terhadap indikator belajar tanpa bantuan orang lain mengacu kepada hal-hal yang dapat
meningkatkan kemampuan belajar tanpa bantuan orang lain. Indikator terendah dari
variabel kecerdasan emosional yaitu indikator pengaturan diri. Saran dan implikasi
terhadap indikator pengaturan diri mengacu kepada hal-hal yang dapat meningkatkan
pengaturan diri seseorang.

DAFTAR PUSTAKA
Atika, M., & Tripti, S. (2008). Relationship of Emotional Intelligence with
Transformational Leadership and Organizational Citizenship Behavior.
International Journal of Leadership Studies, 4(1), 3-21.
Barling, J., Slater, F., & Kelloway, E. K. (2000). Transformational leadership and
emotional intelligence: a exploratory study. Leadership and Organizational
Development Journal, 21(3), 157-161.
Barnes, L. (2013). Evaluating Independent Learning Development in a University Program.
International Journal of Academy Research in Progressive Education and
Development, 2(1), 152-159.
Bayu, K., & Anita, Z. (2013). Kontribusi Kecerdasan Emosional terhadap Kemandirian
Mahasiswa Perguruan Tinggi Kedinasan X. Proceeding PESAT, 5, 53-60.
Biggs, J. B. (1978). Individuals and groups differences in study process. British Journal of
Educational Psychology, 48, 266-279.
Davies, M., Stankov, L., & Roberts, R. D. (1998). Emotional intelligence: In search of an
elusive construct. Journal of Personality and Social, 75; 989-1015.
Dwi, R. (2014). Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk meningkatkan
kemampuan Komunikasi matematis dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa.
Jurnal Pendidikan Unsika, 2(1), 13-23.
Eti, P. P., & Ary, P. (2012). Pengukuran Kemampuan Belajar Mandiri pada Mahasiswa
Pendidikan Profesi Dokter. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 12-23.
Fred, C. L. (2011). Emotional Intelligence in the Workplace: Application to Leadership.
International Journal of Management Bussiness and Administration, 14(1), 1-6.
Frengky, S. (2012). Peran Moderasi Kecerdasan Emosi pada Stres Kerja. Jurnal Dinamika
Manajemen, 3(2), 155-163.

Copyright © 2016, EISSN xxxx-xxxx

220
Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016

George, J. M. (2000). Emotions and leadership: the role of emotional intelligence. Human
Relations, 53; 1027-1055.
Halpern, J. (2007). Empathy and Patient- Physician Conflicts. Society of General Internal
Medicine, 22; 696-700.
Hiemstra. (2006). Is the internet changing self-directed learning? Rural users provide some
answers. Journal of Self-directed learning, 45-60.
Indri, D. I., & Nurul, K. (2013). Pengaruh Musik terhadap Kecerdasan Emosional Anak
Kelompok A di TK Kartika IV-9 Surabaya. PAUD Teratai, 2(2), 1-7.
James, B. (2006). Interpretations of independent learning. Journal of Further and Higher
Education, 30(2), 119-143.
Kavita, S. (2010). Developing human capital by linking emotional intelligence with
personal competencies in Indian business organizations. Journal of Business
Science and Applied Management, 5(2); 29-42.
Kenneth, E. M. (2008). Self-Directed Learning and Emotional Intelligence:
Interrelationships Between the Two Constructs, Change and Problem Solving.
International Journal of Self-Directed Learning, 5(2), 11-22.
Khiat, H. (2015). Measuring Self-Directed Learning: A Diagnostic Tool for Adult Learners.
Journal of University Teaching & Learning Practice, 12(2), 1-17.
Khoerunisa. (2011). Pengaruh Kecerdasan Emosional Siswa terhadap Akhlak Siswa
(Penelitian di Kelas V SD Negeri Pakuwon II Kota Garut). Jurnal Pendidikan
Universitas Garut, 5(1), 30-43.
Khokhar, C. P., & Kush, T. (2009). Emotional Intelligence and Work Performance among
Executives. Europe's Journal of Psychology, 1-11.
Litzinger, T. A., Wise, J. C., & Lee, S. H. (2005). Self-directed learning readiness among
engineering undergraduate student. Journal of Engineering Education, 215-221.
Liyan, S., & Janette, R. H. (2007). A Conceptual Model for Understanding Self-Directed
Learning in Online Environments. Journal of Interactive Online Learning, 6(1), 27-
42.
M. Zamroni, N. (2015). Meningkatkan Kemandirian Belajar melalui Layanan Penguasaan
konten dengan Teknik latihan saya Bertanggung Jawab. Jurnal Penelitian
Tindakan, 1(1), 48-53.
Mayer, J. D., Salovey, P., & Caruso, D. R. (2008). Emotional Intelligence: New ability or
eclectic traits? American Psychologist, 63, 503-517.
Mehmood, T., Qasim, S., & Azam, R. (2013). Impact of Emotional Intelligence on the
Performance of University Teachers. International Journal of Humanities and
Social Science, 3(18), 300-307.
Melinda, E. L., Casey, U. S., & Andrea, N. T. (2015). Self-directed learning through
journal use in an elective pharmacy course. Pharmacy Education, 15, 27-30.
Metsi, D. (2010). Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan Fakultas Teknik Universitas Negeri Manado.
Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan , 1(1), 1-7.
Nara, A. (2014). To study the Emotional Intelligence of School Students of Haryana in
Respect of Sex and Locale. International Journal of Research (IJR), 1(3), 1-7.
Copyright © 2016, EISSN xxxx-xxxx

221
Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016

Natalie, L., Mary, J. J., & Sharon, L. S. (2010). The effect of emotional intelligence, age,
work, experience, and academic performance. Research in Higher Education
Journal, 1-18.
Ninil, E. (2013). Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa melalui Layanan Bimbingan
Kelompok. Jurnal Ilmiah Konseling, 2(1), 279-282.
Paloma, G. O., Raquel, P. M., & Marc, A. B. (2006). Relating emotional intelligence to
social competence and academic achievement in high school students. Psichothema,
18, 118-123.
Pao-Nan, C. (2012). Effect of Students’ Self-Directed Learning Abilities in Online
Learning Outcomes: Two Exporatory Experiments in Electronik Engineering.
International Journal of Humanities and Social Science, 2(6), 172-179.
Pembroke, N. F. (2007). Empathy, Emotion, and Ekstasis in the Patient Physician
Relationship. Journal of Religion and Health, 2; 287-298.
Pilling, C. J., & Garrison, D. R. (2007). Self-directed and self-regulated learning:
Conceptual links. Canadian Journal of University Continuing Education, 33, 13-33.
Pratistya, N. A., & Abdullah, T. (2012). Pengaruh Kemandirian Belajar dan Lingkungan
Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA
Negeri 1 Sewon Bantul Tahun Ajaran 2010/2011. Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia, 10(1), 48-65.
Renee, J. T. (2015). Emotional Intelligence: A Critical Competency for Leadership
Development. The International Journal of Transformative Emotional Intelligence:
Research, Theory, and Practice, 117-122.
Rijal, S., & Bachtiar, S. (2015). Hubungan antara Sikap, Kemandirian Belajar, dan Gaya
Belajar dengan Hasil Belajar Kognitif Siswa. Jurnal BIOEDUKATIKA, 3(2) 15-20.
Robiatul, A. (2012). Pengembangan Model Konseling Behaviour dengan Teknik Modeling
untuk meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa SMPN 4 Wanasari Brebes. Jurnal
Bimbingan Konseling, 1(1), 1-6.
Rostina, S. (2016). Kaitan antara Gaya Belajar, Kemandirian Belajar, dan Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa SMP dalam Pelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan
Matematika, 8(1), 31-40.
Schuder, T. (1993). The genesis of transactional strategies instruction in a reading program
for at-risk students. The Elementary School Journal, 92(2), 183-201.
Scott, K. W. (2006). Self-Directed Learners' Concept of Self as Learner: Congruous
Autonomy. International Journal of Self-Directed Learning, 3(2), 1-13.
Siti, A. H., & Jafar, S. (2010). Exploring the Relationship of Emotional Intelligence with
Mental Health among Early Adolescents. International Journal of Psychological
Studies , 2(2); 208-216.
Tarik, U. (2014). Learning styles of independent learning centre users. Studies in Self-
Access Learning Journal, 5(3), 246-264.
Tohid, M. S., Kamran, J., & Rajeswari, K. (2014). Emotional Intelligence and Social
Responsibility of Boy Students in Middle School. Conflux Journal of Education ,
2(4), 30-34.

Copyright © 2016, EISSN xxxx-xxxx

222
Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016

Veena, V. (2013). Self-Directed Learning Approaches to Develop Emotional Intelligence


in the Bussiness School Context. International Journal of Human Resource, 3(1),
47-56.
Verisa, A. E., & Eddy, M. S. (2013). Pengaruh Faktor-faktor Kecerdasan Emosional
Pemimpin terhadap Komitmen Organisasional Karyawan di Universitas Kristen
Petra. Jurnal Manajemen Bisnis, 1(1), 1-7.
Wan Nurul, I., Santos, A., Hazel, M. D., & Mariam, A. (2014). Emotional Intelligence and
Personality Predict The Leadership Practices of Future Muslim Leaders. The
Online Journal of Islamic Education, 1-10.
Williamson, K. (1995). Independent learning and the use of resources. Australian Journal
of Education, 39(1), 77-94.
Yanti, P. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament (Tgt) Terhadap Kemandirian Belajar Dan Peningkatan Kemampuan
Penalaran Dan Koneksi Matematik Peserta Didik SMPN 1 Kota Tasikmalaya.
Jurnal Pendidikan dan Keguruan, 1(1), 1-11.
Zainudin, A. A., & Munoto. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Langsung dan MPK
Tipe ETH serta Kemandirian Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata
Pelajaran Dasar dan Pengukuran Listrik. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, 4(3),
993-998.
Zinn, W. (1993). The empathetic physician. Arch Intern Med, 153; 306-212.
Zita, B., Aldona, V., & Kauno, K. (2012). Independent Learning within the context of
Higher Education. Journal of International Scientific Publications, 14, 588-598.

Copyright © 2016, EISSN xxxx-xxxx

223
70 INSAN
Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental
http://e-journal.unair.ac.id/index.php/JPKM
p-ISSN 2528-0104 | #e-ISSN 2528-5181

ARTIKEL PENELITIAN

Intrapreneurial Self-Capital, Kecerdasan Emosional dan Self-Perceived


Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir
FIQI HARIYA AFSHIDA & CHOLICHUL HADI*
Departemen Psikologi Industri dan Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara intrapreneurial self-
capital dan kecerdasan emosional terhadap self-perceived employability pada mahasiswa tingkat akhir.
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa tingkat akhir dengan jumlah partisipan sebanyak 327 orang,
baik dari program sarjana ataupun diploma. Data diperoleh menggunakan metode survei dan teknik
pengambilan sampel berupa accidental sampling. Alat pengambilan data berupa Intrapreneurial Self-
Capital Scale, skala Trait Emotional Questionnaire Short-Form dan Self-Perceived Employability Scale.
Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi sederhana. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa
terdapat hubungan yang positif dan moderat antara intrapreneurial self-capital dan kecerdasan
emosional terhadap self-perceived employability.
Kata kunci: intrapreneurial self-capital, kecerdasan emosional, mahasiswa tingkat akhir, self-perceived
employability

ABSTRACT
This study aims to determine whether there is a relationship between intrapreneurial self-capital and
emotional intelligence on self-perceived employability in final year students. This research was conducted
on final year students with a total of 327 participants, both from undergraduate and diploma programs.
The data was obtained using a survey method and sampling technique in the form of accidental sampling.
Data collection tools are Intrapreneurial Self-Capital Scale, Trait Emotional Questionnaire Short-Form
scale and Self-Perceived Employability Scale. Analysis of the data used is a simple correlation test. The
results of this study indicated that there is a positive and moderate relationship between intrapreneurial
self-capital and emotional intelligence on self-perceived employability.
Keywords: emotional intelligence, final-year student, intrapreneurial self-capital, self-perceived
employability

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental, tahun, Vol. 6(1), 70-78, doi: 10.20473/jpkm.v6i12021.70-78
Dikirimkan: 16 Desember 2016 Diterima: 7 Juli 2021 Diterbitkan: 12 Juli 2021
Editor: Rizqy Amelia Zein
*Alamat korespondensi: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Kampus B Universitas Airlangga Jalan
Airlangga 4-6 Surabaya 60286. Surel: cholichul.hadi@psikologi.unair.ac.id

Naskah ini merupakan naskah dengan akses terbuka dibawah ketentuan the Creative
Common Attribution License (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0), sehingga
penggunaan, distribusi, reproduksi dalam media apapun atas artikel ini tidak dibatasi,
selama sumber aslinya disitir dengan baik.
Intrapreneurial Self-Capital, Kecerdasan Emosional dan Self-Perceived Employability 71

PENDAHULUAN
Motivasi seseorang untuk memasuki dunia pendidikan tinggi pada umumnya dianggap sebagai proses
belajar secara spesifik dan mendalam untuk mendapatkan gelar dengan harapan dapat menemukan
pekerjaan yang lebih baik (Potgieter & Coetzee, 2013). Hal tersebut dikarenakan seringkali terdapat
persepsi di masyarakat bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh seseorang, maka akan
semakin mudah untuk menemukan dan mendapatkan pekerjaan. Gelar pengetahuan, pemahaman, dan
keterampilan dianggap sebagai elemen utama dan penting bagi perusahaan atau para pencari
karyawan (Potgieter & Coetzee, 2013) sehingga seringkali para pencari karyawan atau employers
mengharapkan universitas dan lembaga pendidikan tinggi lainnya untuk menghasilkan siswa dan
lulusan yang dapat dipekerjaan serta memiliki keterampilan yang relevan (Coetzee, 2012).
Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara pertumbuhan lulusan universitas lebih dari 4
persen dan rata-rata surplus 1,5 persen per tahun setelah negara India dan Brazil (Gewati, 2018).
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M. Hanif Dhakiri menyatakan bahwa angkatan kerja baru (AKB)
mencapai 750.000 sampai dengan 800.000 lulusan perguruan tinggi, akan tetapi banyaknya AKB
tersebut tidak bisa langsung masuk ke pasar tenaga kerja walaupun dunia industri menginginkan
pekerja yang bisa siap pakai (Raharjo, 2017). Kurang siapnya lulusan perguruan tinggi secara tidak
langsung berdampak pada sulitnya perusahaan untuk memperoleh lulusan yang dapat dipekerjakan.
Hal tersebut juga didukung dengan hasil survei dari Willis Towers Watson tentang Talent Management
and Rewards yang dilakukan sejak tahun 2014 hingga tahun 2016, yang menyebutkan bahwa delapan
dari sepuluh perusahaan di Indonesia kesulitan untuk mendapatkan lulusan perguruan tinggi dalam
negeri siap pakai (Gewati, 2016).
Begitu pula dengan sensus ekonomi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016
menunjukkan bahwa jumlah perusahaan yang ada di Indonesia sebanyak 26,7 juta yang mana jumlah
tersebut meningkat dibandingkan dengan sensus ekonomi pada tahun 2006 yakni sebanyak 22,7 juta
perusahaan (Agustinus, 2016). Dari data tersebut diketahui bahwa dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir, jumlah perusahaan baru di Indonesia meningkat sekitar 3,98 juta, namun banyaknya
perusahaan tersebut tidak sebanding dengan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan
(Agustinus, 2016). Hal tersebut juga didukung dengan riset yang telah dilakukan oleh Asia-Pacific
Economic Cooperation (APEC) pada tahun 2015 yang menunjukkan bahwa sebenarnya Indonesia tidak
kekurangan lulusan atau sarjana, tetapi kekurangan pekerja yang terampil (Iredale, dkk., 2015).
Di sisi lain, banyaknya lulusan setiap tahun dari berbagai universitas juga menyebabkan semakin
meningkatnya persaingan di dunia kerja sehingga menimbulkan masalah pengangguran. Direktur
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Intan
Ahmad mengatakan bahwa terdapat ratusan ribu lulusan perguruan tinggi yang menganggur setiap
tahunnya. Lulusan perguruan tinggi dalam satu tahun bisa mencapai hingga satu juta jiwa sedangkan
yang menganggur mencapai ratusan ribu (Indriani, 2018). Hal tersebut didukung dengan data dari
Badan Pusat Statistik pada tahun 2018, bahwa tingkat pengangguran lulusan universitas naik sebesar
1,13 persen, dari 5,18 persen menjadi 6,31 persen dan untuk pengangguran lulusan diploma I/II/III
juga naik sebesar 1,04 persen, dari 6,88 persen menjadi 7,92 persen sehingga dari data tersebut
diketahui bahwa terdapat penawaran tenaga kerja yang tidak terserap sepenuhnya (Badan Pusat
Statistik, 2018).
Secara keseluruhan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 5,13 persen atau
setara dengan 6.000.000 orang. Tingkat pengangguran di Indonesia menempati urutan pertama di
Asia Tenggara yaitu sebesar 5,34 persen, disusul dengan Filipina sebesar 5,20 persen, Malaysia
sebesar 3,2 persen, Singapura sebesar 2,20 persen, Vietnam sebesar 2,18 persen, Thailand dan
Myanmar sebesar 0,80 persen, dan Laos sebesar 0,68 persen (Kevin, 2019).
INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental
2021, Vol. 6(1), 70-78
doi: 10.20473/jpkm.v6i12021.70-78
Intrapreneurial Self-Capital, Kecerdasan Emosional dan Self-Perceived Employability 72

Selain meningkatnya persaingan di dunia kerja yang berdampak pada masalah pengangguran, pada
abad ke-21 ini Indonesia juga dihadapkan pada perkembangan teknologi di revolusi industri 4.0.
Perubahan teknologi dan globalisasi yang cepat hingga meningkatnya permintaan pelanggan, juga
telah memaksa organisasi untuk mengadopsi struktur pekerjaan yang mendukung fleksibilitas dan
kemampuan beradaptasi (Van Dam, 2004). Dengan adanya dorongan ekonomi tersebut, maka para
pencari karyawan atau employers mencari generasi baru atau lulusan yang dapat dipekerjakan yang
bukan hanya sekedar lulus dari disiplin ilmu tertentu, tetapi juga dapat dipekerjakan dan memiliki
sikap serta perilaku yang baik dari universitas ataupun perguruan tinggi (Mabuza, 2012).
Dari beberapa uraian yang telah disebutkan diatas, maka penting bagi mahasiswa untuk menyiapkan
diri sebaik mungkin agar dapat bersaing di dunia kerja dan memiliki kemampuan kerja yang
dibutuhkan oleh perusahaan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yaitu dengan memiliki konsep
employability bagi mahasiswa di perguruan tinggi. Universitas atau perguruan tinggi yang berfokus
pada employability dapat memiliki mahasiswa yang berkualitas tinggi, menarik, serta memiliki
keunggulan kompetitif di pasar global (Mattis, 2018).
Pada penelitian ini, penulis menggunakan konsep employability yang dilihat dari perspektif individu
yang dikembangkan oleh Rothwell, Herbert, dan Rothwell (2008) dikarenakan penelitian ini berfokus
pada bagaimana mahasiswa akhir memandang dirinya terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga
nantinya dapat bersaing di pasar tenaga kerja. Sebagai konsep yang dilihat dari perspektif individu,
maka self-perceived employability didefinisikan sebagai persepsi individu terkait dengan kemampuan
yang dimilikinya untuk dapat memperoleh pekerjaan yang tepat dan sesuai. Konsep self-perceived
employability terbentuk berdasarkan empat komponen yang saling mempengaruhi satu sama lain
yaitu keyakinan diri, kondisi pasar tenaga kerja, latar belakang ilmu yang dipelajari, dan universitas
tempat individu belajar (Rothwell dkk., 2008).
Menurut Pool dan Sewell (2007), individu dapat memiliki employability apabila mampu melakukan
pengembangan karir. Untuk menghadapi pengaturan dan pengembangan karir, Di Fabio (2014)
mengembangkan konsep intrapreneurial self-capital (ISC) sebagai sumber daya individu dalam
konteks psikologi karir dimana setiap individu dianggap sebagai kolabolator dalam suatu organisasi
dimana ia bekerja (Di Fabio & Van Esbroeck, 2016). Intrapreneurial self-capital berkaitan dengan
sumber daya pribadi yang konstan dengan perubahan terus-menerus dan transisi yang ada dengan
menciptakan solusi inovatif ketika menghadapi kendala yang ditimbulkan oleh lingkungan dan
mengubah kendala tersebut sebagai suatu sumber daya (Di Fabio, 2014). Definisi dari intrapreneurial
self-capital adalah evaluasi diri secara positif terhadap konsep diri yang ditandai dengan memiliki
kemampuan untuk berkomitmen, mampu untuk mengidentifikasi tujuan, memiliki kendali terhadap
peristiwa kehidupan, memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah secara kreatif,
mengembangkan keterampilan pribadi, mampu merubah kendala menjadi sumber daya dan mampu
menerapkan keterampilan pengambilan keputusan pada setiap aspek kehidupan dengan rasional dan
hati-hatiKonsep mengenai intrapreneurial self-capital (ISC) dibentuk berdasarkan gagasan
karateristik intrapreneur. Secara spesifik, ISC merupakan atribut yang dimiliki oleh individu sebagai
seorang intrapreneur dalam hidup mereka (Di Fabio, 2014). Menurut Savickas (2011, dalam Di Fabio,
2014) disebutkan bahwa inti dari intrapreneurial sangat berguna untuk mendesain masa depan
pribadi, menciptakan peluang untuk diri sendiri, memperkuat keterampilan adaptasi,
mempertahankan employability, dan secara proaktif menciptakan pengembangan bagi diri sendiri dan
profesional (Di Fabio, 2014).
Selain konsep karir, Pool dan Sewell (2007) juga menyebutkan bahwa kecerdasan emosional dapat
berdampak pada employability seseorang. Menurut Pool dan Sewell (2007), kecerdasan emosional
dapat mendorong potensi seseorang untuk dapat dipekerjakan karena bagaimana seseorang dapat
INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental
2021, Vol. 6(1), 70-78
doi: 10.20473/jpkm.v6i12021.70-78
Intrapreneurial Self-Capital, Kecerdasan Emosional dan Self-Perceived Employability 73

berinteraksi dengan orang lain adalah bagian penting dalam sebuah organisasi. Kecerdasan emosional
dapat meningkatkan kemampuan untuk mempelajari kesadaran akan suasana hati (mood) dan secara
efektif dapat mengatur emosi yang tertekan, serta kemampuan untuk mendengarkan dan berempati
sehingga dalam perkembangannya dapat memperoleh kemampuan emosional tertentu sehingga
menyebabkan kinerja yang maksimal di tempat kerja (Singh, 2015). Adapun konsep kecerdasan
emosional itu sendiri terdiri dari tiga yaitu ability, trait, dan mixed (Petrides & Furnham, 2015).
Dari ketiga konsep tersebut, penulis menggunakan konsep trait kecerdasan emosional kaerna
sebelumnya penelitian yang dilakukan oleh Di Fabio (2014 dalam Keefer, Parker, & Saklofske, 2018)
untuk mengetahui persepsi mahasiswa di Italia untuk dapat dipekerjakan yang didasarkan pada
kontribusi kecerdasan emosional sebagai trait dan ability. Hasilnya, diketahui bahwa kecerdasan
emosional sebagai ability tidak berkontribusi secara signifikan terhadap perceived employability,
sedangkan kecerdasan emosional sebagai trait memberikan kontribusi yang signifikan. Sehingga
diketahui bahwa trait kecerdasan emosional secara keseluruhan memberikan dukungan yang kuat
terhadap persepsi siswa mengenai karateristik pribadi yang membuat mereka dapat dipekerjakan
(perceived employability) dalam pasar tenaga kerja saat ini (Keefer, dkk., 2018). Definisi dari trait
kecerdasan emosional adalah kumpulan persepsi emosional yang terletak di level terendah dalam
hirarki kepribadian, yang mana konstruk tersebut menyangkut persepsi diri mengenai kemampuan
emosional yang dimiliki (Petrides, dkk., 2015).
Dari beberapa penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian ini dengan bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara intrapreneurial self-
capital dan kecerdasan emosional terhadap self-perceived employability pada mahasiswa tingkat akhir.
Sehingga muncul pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat hubungan antara intrapreneurial self-
capital dan kecerdasan emosional terhadap self-perceived employability pada mahasiswa tingkat akhir.

METODE
Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan pengumpulan data melalui metode survei
dan dengan tujuan penelitian eksplanatori, yaitu untuk menjelaskan mengapa suatu peristiwa terjadi,
membangun, menguraikan, memperluas ataupun menguji teori (Neuman, 2014). Kemudian teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu teknik non-probability sampling yaitu accidental
sampling yang didefinisikan sebagai teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan bertemu dengan penulis serta dianggap cocok sebagai sumber data, maka orang
tersebut dapat digunakan sebagai sampel penelitian (Sugiyono, 2009).

Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi di seluruh
Indonesia dengan rentang usia 20-25 tahun dan termasuk dalam angkatan tahun 2012 hingga 2016.
Jumlah keseluruhan partisipan sebanyak 327, dengan rincian partisipan dari program studi sarjana
sebanyak 284 orang dan program studi diploma sebanyak 43 orang. Dari 327 partisipan, 25,7 persen
adalah partisipan laki-laki dan 74,3 persen sisanya adalah partisipan perempuan.

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental


2021, Vol. 6(1), 70-78
doi: 10.20473/jpkm.v6i12021.70-78
Intrapreneurial Self-Capital, Kecerdasan Emosional dan Self-Perceived Employability 74

Pengukuran
Skala yang digunakan dalam penelitian ini berupa Intrapreneurial Self-Capital Scale (ISCS) oleh Di
Fabio (2014) yang terdiri dari 28 butir dengan reliabilitas yang sangat baik (α=0,812), skala Trait
Emotional Questionnaire Short-Form (TEIQue-SF) oleh Petrides (2009) yang terdiri dari 30 butir
dengan reliabilitas yang sangat baik (α=0,874), dan Self-Perceived Employability Scale oleh Rothwell,
dkk. (2008) yang terdiri dari 16 butir dengan reliabilitas yang sangat baik pula (α=0,801).

Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik analisis
korelasi berganda. Dalam melakukan analisis tersebut, penulis menggunakan bantuan aplikasi IBM
SPSS Statistics 22 for Windows.

HASIL PENELITIAN
Sebelum melakukan uji korelasi, penulis mengecek terlebih dahulu apakah asumsi parametrik dari
variabel intrapreneurial self-capital (M=100,83; SD=10,50; Min=60, Maks=131), kecerdasan emosional
(M=137,51; SD=19,14; Min=60, Maks=195), dan self-perceived employability (M=59,31; SD=8,36;
Min=19, Maks=80). Hasilnya, intrapreneurial self-capital (K-S-Z=0,058; p=0,010; Skewness=-0,37;
Kurtosis=1,71), kecerdasan emosional (K-S-Z=0,035; p=0,200; Skewness=-0,177; Kurtosis=0,988), dan
self-perceived employability (K-S-Z=0,048; p=0,067; Skewness=-0,317; Kurtosis=1,285) dapat
dikatakan berdistribusi normal.
Berdasarkan uji korelasi ganda yang dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa korelasi antara
intrapreneurial self-capital dengan self-perceived employability adalah cenderung positif dan sedang
(r(327)=0,348, p<0,001) sedangkan korelasi antara kecerdasan emosi dengan self-perceived
employability juga cenderung sedang dan positif (r(327)=0,344, p<0,001).

DISKUSI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara intrapreneurial self-capital dan
kecerdasan emosional terhadap self-perceived employability pada mahasiswa tingkat akhir. Pada
analisis korelasi sederhana antara intrapreneurial self-capital dan self-perceived employability
diketahui memiliki hubungan yang positif dan cenderung sedang. Individu yang memiliki
intrapreneurial self-capital yang tinggi maka ia akan memiliki self-perceived employability yang tinggi
pula. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Di Fabio (2014) bahwa
intrapreneurial self-capital berkontribusi penting dalam persepsi kemampuan kerja (perceived
employability). Individu yang mampu mengidentifikasi sumber daya intrapreneur maka akan lebih
mampu menangani dan berhasil dalam perubahan yang terus-menerus di pasar tenaga kerja (Di Fabio,
2014). Hal tersebut dapat membantu seseorang untuk mengatasi realitas baru di dunia kerja, menjaga
serta memelihara potensi dan bakat pribadi (Di Fabio & Sakslosfe, 2019). Konsep intrapreneurial self-
capital mengacu pada individu yang memiliki intrapreneur. Individu yang memiliki sumber daya
intrapreneur akan lebih mampu menangani dan berhasil dalam perubahan yang terus-menerus di
pasar tenaga kerja (Di Fabio, 2014) . Menjadi individu yang intrapreneur berarti dapat bertindak
sebagai inovator dan pemecahan masalah ide-ide di tempat kerja dan mengubah ide menjadi usaha
yang menguntungkan untuk kepentingan organisasi sehingga seseorang yang memiliki intrapreneurial

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental


2021, Vol. 6(1), 70-78
doi: 10.20473/jpkm.v6i12021.70-78
Intrapreneurial Self-Capital, Kecerdasan Emosional dan Self-Perceived Employability 75

dapat mengembangkan dan menggunakannya secara efektif untuk meningkatkan employability dan
mempercepat karir ke tingkat berikutnya.
Begitu pula hasil korelasi sederhana variabel kecerdasan emosional terhadap self-perceived
employability menunjukkan temuan bahwa terdapat hubungan yang positif antar kedua variabel
tersebut sehingga individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka ia akan memiliki
self-perceived employability yang tinggi pula. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Di Fabio (2014) dalam Keefer, dkk. (2018) bahwa trait kecerdasan emosional secara
keseluruhan memberikan dukungan yang kuat terhadap persepsi siswa mengenai karateristik pribadi
yang membuat mereka dapat dipekerjakan (perceived employability) dalam pasar tenaga kerja saat ini
(Keefer, dkk., 2018). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Udayar, dkk. (2018) juga menunjukkan
bahwa individu dengan trait kecerdasan emosional yang tinggi maka secara tidak langsung dapat
mengaktivasi sumber daya adaptasi karir yang menunjukkan self-perceived employability yang lebih
baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Di Fabio dan Saklosfe (2019) menyatakan bahwa keterkaitan yang
berkelanjutan antara intrapreneurial self-capital dan kecerdasan emosional akan menambah
dukungan terhadap pentingnya mengembangkan kedua karateristik tersebut dalam kaitannya dengan
pekerjaan tertentu. Hasil dari studi tersebut juga diketahui bahwa antar kedua variabel dapat memiliki
implikasi untuk meningkatkan sumber daya yang dibutuhkan oleh mahasiswa dalam menghadapi
tantangan dan transisi yang telah menjadi inti dari pekerjaan (Di Fabio & Saklosfe, 2018). Hal tersebut
juga sesuai dengan hasil dari penelitian ini bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan dengan
self-perceived employability sehingga ketika individu memiliki evaluasi diri yang positif terhadap
atribut dan konsep diri yang didukung dengan kemampuan untuk mempersepsikan dan memahami
emosi maka secara tidak langsung dapat menimbulkan persepsi individu terhadap dirinya untuk dapat
dipekerjakan.

SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dan analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara intrapreneurial self-capital dan kecerdasan emosional
terhadap self-perceived employability. Sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis
mengajukan beberapa saran, yaitu; (1) bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan uji
pengaruh pada variabel-variabel tersebut dan juga meneliti variabel-variabel lain untuk menambah
variasi penelitian terkait dengan self-perceived employability seperti career self management, cultural
competence, self efficacy, career resilience, sociability, entrepreneurial orientation dan proactivity
(Bezuidenhout, 2011; Coetzee & Potgieter, 2013); (2) bagi mahasiswa tingkat akhir, hendaknya
meningkatkan aspek intrapreneurial self-capital dan kecerdasan emosional apabila ingin
meningkatkan kemampuan diri untuk dapat dipekerjakan (self-perceived employability); (3) bagi
perguruan tinggi, disarankan untuk membantu mengembangkan keterampilan mahasiswanya dengan
menyediakan pelatihan-pelatihan dan program-program yang dapat membentuk aspek-aspek yang
dapat bepengaruh terhadap employability.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih pada seluruh responden yang terlibat secara sukarela dalam
penelitian ini dan juga pihak-pihak lain yang turut membantu proses penyesuaian alat ukur penelitian
sebagai rater sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental


2021, Vol. 6(1), 70-78
doi: 10.20473/jpkm.v6i12021.70-78
Intrapreneurial Self-Capital, Kecerdasan Emosional dan Self-Perceived Employability 76

DEKLARASI POTENSI TERJADINYA KONFLIK KEPENTINGAN


Fiqi Hariya Afshida dan Cholichul Hadi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau
menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari naskah
ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.

PUSTAKA ACUAN

Agustinus, M. (2017, April 27). Ada 3,98 Juta Perusahaan Baru di RI dalam 10 Tahun Terakhir. Diakses
dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3485474/ada-398-juta-perusahaan-
baru-di-ri-dalam-10-tahun-terakhir
Badan Pusat Statistik. (2018, Februari 7). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018. Diakses
dari https://www.bps.go.id/publication/2018/06/04/b7e6cd40aaea02bb6d89a828/keadaan-
angkatan-kerja-di-indonesia-februari-2018.html
Bezuidenhout, M. (2011). The development and evaluation of a measure of graduate employability in
the new world of work. Tesis. Pretoria: University of Pretoria.
Coetzee, M. (2012). A framework for developing student graduateness and employability in the
economic and management sciences at the University of South Africa. Developing student
graduateness and employability: Issues, provocations, theory and practical guidelines, 119-152.
Ranburg: Knowres Publishing.
Di Fabio, A. (2014). Intrapreneurial self-capital: A new construct for the 21st century. Journal of
Employment Counseling, 51(3), 98-111.
Di Fabio, A., & Van Esbroeck, R.(2016). Intrapreneurial Self-Capital: A concept fitting a life-designing
intervention Intrapreneurial Self-Capital: A concept fitting a life-designing intervention. Trento
TN: Edizioni Centro Studi Erickson.
Di Fabio, A., & Saklofske, D. H. (2019). The contributions of personality traits and emotional
intelligence to intrapreneurial self-capital: Key resources for sustainability and sustainable
development. Sustainability, 11(5), 1240.
Gewati, M. (2016, April 23). Kenapa Lulusan Perguruan Tinggi Makin Susah Mendapatkan Pekerjaan?
Diakses dari
https://edukasi.kompas.com/read/2016/04/23/17424071/Kenapa.Lulusan.Perguruan.Tinggi.
Makin.Susah.Mendapat.Pekerjaan.?page=all
Gewati, M. (2018, September 06). Sarjana Melimpah, tapi Perusahaan Sulit Dapat Tenaga Siap Pakai.
Diakses dari https://edukasi.kompas.com/read/2018/09/06/13140861/sarjana-melimpah-
tapi-perusahaan-sulit-dapat-tenaga-kerja-siap-pakai
Indriani. (2018, Juni 30). Tiap Tahun Ratusan Ribu Sarjana Menganggur. Diakses dari
https://www.liputan6.com/health/read/3574285/tiap-tahun-ratusan-ribu-sarjana-
menganggur
Iredale, R., Toner, P., Turpin, T., & Esquinas, M. F. (2015). A Report on the APEC Region Labour Market:
Evidence of Skills Shortages and General Trends in Employment and The Value of Better Labour
Market Information Systems. Sydney: Asia-Pacific Economic Cooperation Secretariat.

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental


2021, Vol. 6(1), 70-78
doi: 10.20473/jpkm.v6i12021.70-78
Intrapreneurial Self-Capital, Kecerdasan Emosional dan Self-Perceived Employability 77

Keefer, K. V., Parker, J. D., & Saklofske, D. H. (2018). Emotional Intellifence in Education: Integrating
Research with Practice. Cham: Springer International Publishing AG.
Kevin, A. (2019, Maret 17). Disebut Pemerintah Rendah, Pengangguran RI Tertinggi di ASEAN. Diakses
dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20190317185220-4-61119/disebut-pemerintah-
rendah-pengangguran-ri-tertinggi-di-asean
Mabuza, L. O. K. (2012). Towards improved youth employability. Dalam M. Coetzee, JA. Botha, N. Eccles,
H. Nienaber & N. Holzhausen (Ed). Developing Student Graduateness and Employability, 153-166.
Randburg: Knowes Publishing.
Mattis, G. (2018, Oktober 16). The Importance of Graduate Employability for Universities. Diakses dari
https://www.qs.com/the-importance-of-graduate-employability-for-universities/
Neuman, W. L. (2014). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches Seventh
Edition. London: Pearson Education Limited.
Newbury, P. (2016). How Intrapreneurship Can Fast-track Your Career. Diakses dari
https://social.usq.edu.au/career/blogs/intrapreneurship-fast-track-your-career-paul
Pallant, J. (2010). SPSS Survival Manual 4th Edition. Sydney: Allen & Uwin.
Petrides, K. V. (2009). Psychometric Properties of the Trait Emotional Intelligence Questionnaire
(TEIQue). Dalam C. Stough, D. H. Saklofske, & J. D. Parker (Ed). Assessing Emotional Intelligence:
Theory, Research, and Applications, 85-102. London: Springer.
Petrides, K. V., & Furnham, A. (2001). Trait emotional intelligence: Psychometric investigation with
reference to established trait taxonomies. European journal of personality, 15(6), 425-448.
Petrides, K. V., Siegling, A. B., & Saklofske, D. H. (2016). Theory and measurement of trait emotional
intelligence. The Wiley handbook of personality assessment, 90-103. New Jersey: John Wiley &
Sons.
Pool, L. D., & Sewell, P. (2007). The key to employability: developing a practical model of graduate
employability. Education+ Training, 49(4), 277-289.
Potgieter, I., & Coetzee, M. (2013). Employability attributes and personality preferences of
postgraduate business management students. SA Journal of Industrial Psychology, 39(1), 1-10.
Raharjo, E. (2017, September 12). Menaker: Sarjana Keluaran Kampus Indonesia Tak Langsung Siap
Pakai. Diakses dari https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3640184/menaker-sarjana-
keluaran-kampus-indonesia-tak-langsung-siap-pakai
Rothwell, A., Herbert, I., & Rothwell, F. (2008). Self-perceived employability: Construction and initial
validation of a scale for university students. Journal of vocational behavior, 73(1), 1-12.
Singh, D. (2015). Emotional Intelligence at Work: A Professional Guide-Fourth Revised Edition. New
Delhi: SAGE Publications.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Bandung: Alfabeta.
Udayar, S., Fiori, M., Thalmayer, A. G., & Rossier, J. (2018). Investigating the link between trait
emotional intelligence, career indecision, and self-perceived employability: The role of career
adaptability. Personality and Individual Differences, 135, 7-12.

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental


2021, Vol. 6(1), 70-78
doi: 10.20473/jpkm.v6i12021.70-78
Intrapreneurial Self-Capital, Kecerdasan Emosional dan Self-Perceived Employability 78

Van Dam, K. (2004). Antecedents and consequences of employability orientation. European Journal of
work and organizational Psychology, 13(1), 29-51.

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental


2021, Vol. 6(1), 70-78
doi: 10.20473/jpkm.v6i12021.70-78

Anda mungkin juga menyukai