Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH PSIKOLOGI PENDIDIKAN TERHADAP PROSES

PEMBELAJARAN MATEMATIKA PROBLEM BASED


LEARNING

Olyvia Febri Rahmatasari


Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA)
Email : olyviafebrie22@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis pengaruh psikologi pendidikan dalam
penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada proses pembelajaran
matematika. Dalam sejarah pengembangannya, psikologi pendidikan tidak akan terlepas
kaitannya dengan proses pembelajaran. Psikologi pendidikan adalah salah satu kunci
keberhasialan pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar baik ditempat formal
maupun informal. Oleh karena itu tenaga pendidik yang berkompeten berpengaruh terhadap
pembelajaran matematika di sekolah. Selain psikologi pendidikan, model pembelajaran juga
diperlukan untuk pembelajaran matematika. Model pembelajaran memudahkan pendidik untuk
melaksanakan proses belajar-mengajar secara sistematis. Selain itu, model pembelajaran juga
dapat menjadikan pembelajaran matematika lebih terarah dalam mencapai tujuan pembelajaran
dan Salah satu pembelajaran yang menerapkan konsep tersebut adalah Problem Based Learning
(PBL). Hasil penelitian menyatakan bahwa adanya pengaruh psikologi pendidikan terhadap
proses pembelajaran matematika Problem Based Learning (PBL). Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif.

Kata Kunci : Matematika, Psikologi Pendidikan, , Problem Based Learning


PENDAHULUAN
Matematika adalah suatu pelajaran yang melatih peserta didik untuk berfikir kritis,
kreatif, dan aktif.1 Seperti apa yang dikatakan Bruner dalam Heruman (2010:4) bahwa dalam
pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang
diperlukan. Menurut Ahmad Susanto (2015:183), matematika adalah ide-ide abstrak yang berisi
simbol- simbol. Oleh karena itu Matematika di betuk dan ditemukan oleh siswa dengan bantuan
dan arahan dari tenaga pendidik atau guru melalui proses belajar mengajar. Seperti yang kita
ketahui banyak sekali kita melihat siswa cenderung pasif dalam mengikuti proses pembelajaran
matematika di dalam kelas. Mereka cenderung merasa takut dan enggan mengemukakan
pendapat maupun pertanyaan. Oleh karenanya dalam melaksanakan proses belajar mengajar,
tenaga pendidik atau guru dituntut untuk memiliki berbagai macam pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan perkembangan zaman, dan kemajuan teknologi. Dan oleh sebab itu,
pendidik perlu memahami perkembangan individu peserta didiknya baik itu prinsip
perkembangannya maupun arah perkembangannya.

Hal ini bertujuan agar siswa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan
kemajuan teknologi. Sementara itu, di dalam bidang psikologi pendidikan, akan mempengaruhi
keberhasilan peserta didik karena pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia yang
pemahamannya terdapat dalam prinsip-prinsip psikologi pendidikan. Terdapat juga berbagai
aspek-aspek kejiwaan yang berkembang dalam peserta didik sehingga menimbulkan perbedaan
antara setiap peserta didik. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek kecerdasan, bakat, pengalaman,
aspirasi, cita-cita dan perbedaan kepribadian. Oleh karena itu pendidik perlu memahami
perkembagan individu melalui beberapa aspek tersebut.2 pendidik dapat memahami psikologi
pendidikan melalui pengetahuan pada jenjang pendidikan yang ditempuh sebelum menjadi
pendidik atau bahkan bisa melalui otodidak berdasarkan pengalaman pribadi pendidik. Semakin
banyak pengetahuan tentang psikologi pendidikan yang dimiliki oleh pendidik maka semakin
bermanfaat pula bagi peserta didik melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik.

Psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia didalam

1
Suci Mahya Sari, Rahmah Johar dan Hajidin, Pengembangan Perangkat Problem Based Learning (PBL) dalam
Pembelajaran Matematika di SMA, Jurnal Didaktik Matematika
2
Novianti, 2015, Peranan Psikologi Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar, Jurnal Pendidikan Nasional
dunia pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil yang baik. Menurut Syah (2010:24)
psikologi pendidikan merupakan sebuah disiplin psikologi yang khusus mempelajarai, meneliti,
dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu meliputi
tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah laku mengajar (oleh guru) dan tingkah laku belajar-
mengajar (oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi). Dalam proses belajar mengajar peran
pendidik tidak hanya membimbing siswa dan memberikan fasilitas belajar bagi siwa untuk
mencapai tujuan pembelajaran, tetapi pendidik juga harus memperhatikan psikologi peserta
didik. Selain memperhatikan psikologi peserta didik, dalam melaksanakan proses pembelajaran
pendidik juga membutuhkan model pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Untuk perkembangannya dalam hal pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika


adalah suatu proses berpikir disertai dengan aktivitas fisik dan afektif. Menurut piaget
(Suryadi:2011) matematika tidak diterima secara pasif, matematika dibentuk dan ditemukan oleh
siswa secara aktif. Pengetahuan yang diterima siswa secara pasif menjadikan matematika itu
tidak bermakna bagi siswa. Matematika sebaiknya dikonstruksi oleh siswa bukan diterima dalam
bentuk jadi. Menurut munir (2012) pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem) , dengan mengajukan
maslah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
Siswa dibimbing secara bertahap untuk membentuk dan menemukan matematika secara aktif
bukan secara pasif. Selain untuk mencapai tujuan pembelajaran hal ini juga dapat bertujuan agar
siswa menjadi lebih santai dan menikmati proses pembelajaran matematika tanpa adanya
ketakutan akan pembelajaran matematika. Dan, Salah satu pembelajaran yang menerapkan
konsep dalam kehidupan nyata dan siswa melakukan penyelidikan untuk menyelesaikan masalah
tersebut adalah Problem Based Learning (PBL).

PBL adalah salah suatu pembelajaran yang menuntut siswa berpikir kritis, memecahkan
masalah, belajar secara mandiri dan melatih siswa bekerja dalam kelompok (Riyanto, 2010).
Dalam PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara bertahap dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Dalam PBL guru sebagai motivasi, pengaju
permasalah nyata, dan memberikan bahan ajar serta fasilitas yang diperlukan siswa untuk
memecahkan masalah (Riyanto, 2010). Guru harus merancang rencana pembelajaran yang dapat
membantu memudahkan dalam pelaksanaan setiap tahap PBL dan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Banyak guru tidak memiliki keterampilan, sumber daya, inisiatif,
waktu dan energi untuk membuat kegiatan belajar yang efektif untuk mencapai tujuan
pembelajaran, sebagian besar tujuan pembelajaran hanya fokus pada menghafal fakta dan
konsep-konsep, dan aspek menerapkan rumus, guru sering menggunakan metode ceramah dan
tanya jawab dalam pembelajaran, dan guru hanya menggunakan buku teks tradisional dalam
mengajar (Fauzan, 2002).

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1)
apakah ada pengaruh psikologi pendidikan terhadap proses pembelajaran matematika Problem
Based Learning (PBL)?. dan (2) Bagaimanakah psikologi pendidikan dapat berpengaruh
terhadap proses pembelajaran matematika Problem Based Learning (PBL)?.

PEMBAHASAN

Pengetian Psikologi Pendidikan

Menurut istilah Psikologi disebut ilmu jiwa yang berasal dari bahasa Inggris
psychology.3 Kata psychology merupakan dua akar yang bersumber dari bahasa Yunani, yaitu:
psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi merupakan ilmu jiwa atau
ilmu yang menyelidiki jiwa dan mempejalari jiwa. Menurut Syah (2010:8) terdapat beberapa
definisi psikologi yang berbeda satu sama lainnya, yaitu:
• Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental ( The Science of mental Life)
• Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran ( The Science of Mind)
• Psikolog adalah ilmu mengenai tingkah laku ( The Science of behavior).

Menurut Gleitman (dalam Syah: 2010) psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan
yang berusaha memahami prilaku manusia, alasan serta cara melakukan sesuatu dan juga
memahami cara makhluk tersebut berpikir dan berperasaan. Sedangkan Bruno (dalam Syah:
2010) membagi pengertian psikologi dalam tiga bagian yang pada prinsipnya saling

3
Novianti, 2015, Peranan Psikologi Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar, Jurnal Pendidikan Nasional
berhubungan. Pertama, psikologi adalah studi (penyelidikan) mengenai “ruh”. Kedua, psikologi
adalah ilmu pengetahuan mengenai “kehidupan mental”. Ketiga, psikologi adalah ilmu
pengetahuan mengenai “tingkah laku” organisme. Sehingga dapat disimpulkan bahwa psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup
pada manusia baik indivudu maupun kelompok yang berhubungan dengan lingkungan yang ada
disekitar manusia.
Secara umum Pedidikan adalah suatu kegiatan yang berlangsung melalui tahap-tahap
yang berkesinambungan (prosedural) dan sistemik terarah sehingga terbentuknya kepribadian
peserta didik dalam semua situasi kondisi baik dilingkungan rumah, sekolah maupun
masyarakat. Menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005: 35) pendidikan merupakan proses penyiapan
warga negara sebagai satu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi
yang lebih baik yang bersifat relatif, karena tergantung kepada tujuan nasional dari masing-
masing bangsa yang mempunyai falsafah hidup yang berbeda-beda. Dalam kamus psikologi
(Syah: 2010) pendidikan diartikan sebagai tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti
sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu
dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Sehingga pengertian yang
lebih luas tentang pendidikan adalah suatu proses dengan berbagai langkah-langkah yang akan
dilakukan untuk memperoleh pengetahuan , pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.
Dari beberapa pengertian psikologi dan pendidikan yang telah dicantumkan diatas, maka
psikologi pendidikan merupakan pembelajaran yang sistematis tentang proses- proses dan faktor
yang berhubungan dengan pendidikan manusia untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan
cara bertingkah laku yang baik. Menurut Syah (2002) bahwa psikologi pendidikan adalah sebuah
disiplin ilmu psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia
pendidikan. Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan
adalah salah satu ilmu yang mempelajari tentang prilaku manusia didunia pendidikan yang
meliput studi sistematis tentang proses yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang
membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala
yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu
untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya
dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar
(Tirtarahardja, 2005: 106).
Menurut Syah (2010:17) , ada beberapa hal yang penting mengenai kajian psikologi
pendidikan antara lain:
• Psikologi pendidikan adalah pengetahuan kependidikan yang didasarkan atas hasil- hasil
temuan riset psikologis
• Hasil-hasil temuan riset psikologi tersebut kemudian dirumuskan sedemikian rupa hingga
menjadi konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode serta strategi-strategi yang utuh
• Konsep, teori, metode dan strategi tersebut kemudian disistemasikan sedemikian rupa hingga
menjadi “repertoire of Resources”, yakni rangkaian sumber yang berisi pendekatan yang dapat
dipilih dan digunakan untuk praktik-praktik kependidikan khusunya dalam mengajar-
mengajar.

Pentingnya Tenaga Pendidik Mendalami Psikologi Pendidikan


Pada kenyataannya, setiap tenaga pendidik pada suatu lembaga pendidikan belum
seluruhnya sudah atau pernah mempelajari psikologi pendidikan, sehingga cara mengajar para
guru tersebut masih memakai metode ceramah saja, dengan kata lain masih menggunakan cara
tradisional padahal banyak sekali metode untuk mengajar, sedangkan siswa harus mendengarkan
dan memperhatikan dengan seksama serta duduk dengan tenang. Namun terkadang siswa juga
diharuskan menghafal pada suatu pelajaran tertentu. Dengan begitu maka siswa harus patuh pada
apa yang guru atau tenaga pendidik perintahkan. Bila tidak melaksanakan para siswa
mendapatkan hukuman yang sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Misalnya siswa tidak hafal
perkalian, maka hukumannya adalah berdiri di depan kelas sambil menghafal sampai hafal.
Dengan teknik menghafal itulah membuat siswa menjadi kurang menikmati pembelajaran yang
diberikan oleh guru. Dan seeperti yang kita ketahui teknik menghafal bagi siswa hanya akan
berpengaruh besar pada waktu siswa tersebut menghafal di waktu itu, karena jika sudah berbeda
waktu maka hafalan tersebut lebih mudah bagi mereka untuk terlupa sehingga harus
menghafalkan lagi.
Dengan demikian guru tersebut masih mengajar dengan menggunakan teori belajar
behaviorisme. Sehingga siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya (Asri: 2005). Padahal seharusnya, para pendidik
khususnya para guru sekolah sangat diharapkan memiliki atau menguasai pengetahuan
psikologis pendidikan yang sangat memadai agar dapat mendidik para siswa melalui proses
belajar mengajar yang berdaya guna dan berhasil. Sehingga siswa tidak harus selalu mengingat
dan menghafal setiap pelajaran yang ada melainkan menikmati dan memahami pelajaran
tersebut. Pengetahuan mengenai psikologi pendidikan bagi para guru berperan penting dalam
menyelenggarakan pendidikan di sekolah-sekolah (Dalyono: 2001). Ada 10 macam kegiatan
pendidikan yang banyak memerlukan prinsip-prinsip psikologi, yaitu:
• Seleksi penerimaan siswa baru.
• Perencanaan pendidikan.
• Penyusunan kurikulum.
• Penelitian kependidikan.
• Administrasi kependidikan.
• Pemilihan materi pelajaran.
• Interaksi belajar mengajar.
• Pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
• Metodologi mengajar.
• Pengukuran dan evaluasi.
Sehingga sangat diperlukan figur tenaga pendidik yang berkompeten dan mampu
menerapkan prinsip-prinsip psikologis di atas. Tenaga pendidik yang berkompeten dalam
perspektif psikologi pendidikan adalah pendidik yang mampu melaksanakan profesinya secara
bertanggung jawab dan dapat membuat siswa menikmati pembelajaran.

Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning


Wena (2010:91) Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran dengan
menghadapkan siswa pada permasalahan- permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar
atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan. Menurut Amir (2008:12) menyatakan
bahwa Problem Based Learning adalah salah satu model pendekatan pembelajaran learner
centered dan memberdayakan siswa yang belajar. Arends (dikutip dari Trianto, 2007:68)
menyatakan bahwa Problem Based Learning PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang berfokus pada siswa dengan menggunakan masalah dalam dunia nyata yang bertujuan
untuk menyusun pengetahuan siswa, melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan
mengembangkan keterampilan berpikir siswa dalam pemecahan masalah.

Problem Based Learning (PBL) adalah salah suatu pembelajaran yang menuntut siswa
berpikir kritis, memecahkan masalah, belajar secara mandiri dan melatih siswa bekerja dalam
kelompok (Riyanto, 2010). Dalam PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan
secara bertahap dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Ibrahim dan Nur (2002)
menjelaskan tahap- tahap dari problem based learning adalah :

• orientasi siswa pada masalah


• mengorganisasikan siswa dalam belajar
• membimbing siswa dalam penyelidikan individual maupun kelompok
• mengembangkan dan menyajikan hasil karya
• menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Dalam problem based learning guru sebagai motivasi, pengaju permasalah nyata, dan
memberikan bahan ajar serta fasilitas yang diperlukan siswa untuk memecahkan masalah
(Riyanto, 2010). Guru harus merancang rencana pembelajaran yang dapat membantu
memudahkan dalam pelaksanaan setiap tahap PBL dan untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diinginkan.

Karakteristik Problem Based Learning (PBL)


Setiap model pembelajaran, memiliki karakteristik masing-masing untuk membedakan
model yang satu dengan model yang lain. Seperti yang diungkapkan Trianto (2009: 93) bahwa
karakteristik model PBL yaitu:
a. adanya pengajuan pertanyaan atau masalah
b. berfokus pada keterkaitan antar disiplin
c. penyelidikan autentik
d. menghasilkan produk atau karya dan mempresentasikannya
e. kerja sama.
Sedangkan karakteristik model PBL menurut Rusman (2010: 232) adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak
terstruktur.
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi
yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam
belajar.
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber
informasi merupakan proses yang esensial dalam problem based learning.
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
8. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
9. sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
10. Problem based learning melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar.
Selain itu, ada hal khusus yang membedakan model PBL dengan model lain yang sering
digunakan guru. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 2 yang dikemukakan oleh Slavin,
dkk. (dalam Amir, 2010: 23).
Tabel : perbedaan problem based learning dengan metode lain
No. Metode Belajar Deskripsi
1. Ceramah Informasi dipresentasikan dan
didiskusikan oleh guru /
pendidik dengan siswa
2. Studi kasus Pembahasan kasus biasanya
dilakukan di akhir
pembelajaran dan selalu
disertai dengan pembahasan di
kelas tentang materi ( dan
sumber- sumbernya ) atau
konsep terkait dengan kasus
3. Problem based learning ( PBL ) Informasi tertulis yang berupa
masalah diberikan di awal
kegiatan pembelajaran.
Fokusnya adalah bagaimana
siswa mengidentifikasi isu
pembelajaran sendiri untuk
memecahkan masalah. Materi
dan konsep yang relevan
ditemukan oleh siswa.

Tujuan Problem Based Learning ( PBL )


Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang ingin dicapai. Seperti yang
diungkapkan Rusman (2010: 238) bahwa tujuan model PBL adalah penguasaan isi belajar dari
disiplin heuristik dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan
karakteristik model PBL yaitu belajar tentang kehidupan yang lebih luas, keterampilan
memaknai informasi, kolaboratif, dan belajar tim, serta kemampuan berpikir reflektif dan
evaluatif.
Sedangkan Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2010: 242) mengemukakan tujuan model
PBL secara lebih rinci yaitu:
a. membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah
b. belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman
nyata
c. menjadi para siswa yang otonom atau mandiri.
Langkah-Langkah Proses Problem Based Learning ( PBL )
Sintak atau langkah-langkah model Problem Based Learning ( PBL ) telah dirumuskan
secara bergam oleh beberapa ahli pembelajaran. Sintaks model PBL berikut merupakan sintaks
hasil pengembangan yang dilakukan atas sintaks terdahulu. Abidin (2014:163-165) menyajikan
hasil pengembangan dalam sebuah gambar yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.1

Sintak model PBL

Sumber: Abidin (2014:163)

Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa tahapan model PBL menurut Abidin
(2014:163-165) adalah sebagai berikut:
1. Prapembelajaran
Tahapan ini merupakan kegiatan yang dilakukan guru di sebelum kegiatan pembelajaran
iti dimulai. Pada tahap ini guru merancang mempersiapkan media dan sumber belajar,
mengorganisasikan siswa. Dan menjelaskan prosedur pembelajaran.
2. Fase 1: menemukan masalah Pada tahap ini siswa membaca masalah yang disajikan guru
secara individu. Berdasarkan hasil membaca siswa menuliskan berbagai informasi
penting , menemukan hal yang dianggap sebagai masalah, dan menentukan pentingnya
masalah tersebut bagi dirinya secara individu. Tugas guru pada tahap ini adalah
memotivasi siswa untuk mampu menemukan masalah.
3. Fase 2: membangun struktur kerja Pada tahap ini siswa secara individu membangun
struktur kerja yang akan dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Upaya membangun
struktur kerja ini diawali dengan aktivitas siswa mengungkapkan apa yang mereka
ketahui tentang masalah, apa yang ingin diketahui dari masalah, dan ide apa yang bisa
digunakan untuk memecahkan masalah. Hal terakhir yang harus siswa lakukan pada
tahap ini adalah merumuskan rencana aksi yang akan dilakukan dalam menyelesaikan
masalah. Tugas guru pada tahap ini adalah memberikan kesadaran akan pentingnya
rencana aksi untuk memecahkan masalah.
4. Fase 3: menetapkan masalah Pada tahap ini siswa menetapkan masalah yang dianggap
paling penting atau masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan nyata. Masalah
tersebut selanjutnya dikemas dalam bentuk pertanyaan menjadi sebuah rumusan masalah.
Tugas guru pada tahap ini adalah mendorong siswa untuk menemukan masalah dan
membantus siswa menyusun rumusan masalah.
Selain itu langkah – langkah model Problem Based Learning (PBL) dalam buku E. Kosasih
(2014: 91) yaitu:
1. Mengamati, mengorientasikan siswa terhadap masalah.
Guru meminta siswa untuk melakukan kegiatan pengamatan terhadap fenomena tertentu,
terkait dengan KD yang akan dikembangkannya.
2. Menanya, memunculkan permasalahan.
Guru mendorong siswa untuk merumuskan suatu masalah terkait dengan fenomena yang
diamatinya. Masalah itu dirumuskan berupa pertanyaan yang bersifat problematis.
3. Menalar,mengumpulkan data.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi (data) dalam rangka
menyelesaikan masalah, baik secara individu ataupun berelompok, dengan membaca
berbagai referensi, pengamatan lapangan, wawancara, dan sebagainya.
4. Mengasosiasi, merumuskan jawaban
Guru meminta siswa untuk melakukan analisis data dan merumuskan jawaban terkait
dengan masalah yang mereka ajukan sebelumnya.
5. Mengomunikasikan.
Guru memfasilitasi siswa untuk mempresentasikan jawaban atas permasalahan yang
mereka rumuskan sebelumnya. Guru juga membantu siswa melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.

Kelebihan Model Problem Based Learning


Pembelajaran Problem Based Learning atau berdasarkan masalah memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan model pembelajaran yang lainnya, di antaranya sebagai berikut:
 Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
 Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
 Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa
 Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana menstansfer pengetahuan mereka
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
 Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
 Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran
(matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan
sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau
dari buku-buku saja.
 Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa
 Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru
 Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa yang mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
 Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Menurut Sanjaya (2007:218) kelebihan Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai
berikut: a) Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, memotivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok; b) dengan Problem Based
Learning (PBL) akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa belajar memecahkan suatu masalah
maka siswa akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui
pengetahuan yang diperlukan; c) membuat siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan bebas; d)
pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang meraka lakukan, juga dapat mendorong untuk
melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil belajar maupun proses belajar.

Kelemahan Model Problem Based Learning


Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, model pembelajaran Problem Based
Learning juga memiliki beberapa kekurangan dalam penerapannya. Kelemahan tersebut
diantaranya:
 Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba
 Keberhasilan strategi pembelajaran malalui Problem Based Learning membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan
 Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Menurut Sanjaya (2007:219), kelemahan Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai
berikut: a) jika siswa tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan,maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba; b) perlu ditunjang oleh buku yang
dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan pembelajaran; c) pembelajaran model Problem
Based Learning (PBL) membutuhkan waktu yang lama; d) tidak semua mata pelajaran
matematika dapat diterapkan model ini.
Peran Guru dalam Model Problem Based Learning (PBL)
Seorang guru dalam model PBL harus mengetahui apa peranannya, mengingat model
PBL menuntut siswa untuk mengevaluasi secara kritis dan berpikir berdayaguna. Peran guru
dalam model PBL berbeda dengan peran guru di dalam kelas.
Peran guru dalam model Problem Based Learning (PBL) menurut Rusman (2010: 245)
antara lain:
a. Menyiapkan perangkat berpikir siswa
Menyiapkan perangkat berpikir siswa bertujuan agar siswa benar- benar siap
untuk mengikuti pembelajaran dengan model PBL. Seperti, membantu siswa
mengubah cara berpikirnya, menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan
yang akan menghadang, membantu siswa merasa memiliki masalah, dan
mengkomunikasikan tujuan, hasil, dan harapan.
b. Menekankan belajar kooperatif
Dalam prosesnya, model PBL berbentuk inquiry yang bersifat kolaboratif dan
belajar. Seperti yang diungkapkan Bray, dkk (dalam Rusman, 2010: 235) inkuiri
kolaboratif sebagai proses di mana orang melakukan refleksi dan kegiatan secara
berulang- ulang, mereka bekerja dalam tim untuk menjawab pertanyaan penting.
Sehingga siswa dapat memahami bahwa bekerja dalam tim itu penting untuk
mengembangkan proses kognitif.
c. Memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam model PBL
Belajar dalam bentuk kelompok lebih mudah dilakukan, karena dengan jumlah
anggota kelompok yang sedikit akan lebih mudah mengontrolnya. Sehingga guru
dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk menggabungkan
kelompok- kelompok tersebut untuk menyatukan ide.
d. Melaksanakan PBL
Dalam pelaksanaannya guru harus dapat mengatur lingkungan belajar yang
mendorong dan melibatkan siswa dalam masalah. Selain itu, guru juga berperan
sebagai fasilitator dalam proses inkuiri kolaboratif dan belajar siswa.
Dalam melaksanakan pernnya guru didampingi oleh pemahaman tentang psikologi
pendidikan sehingga guru dapat berperan aktif dalam melaksanakan proses pembelajaran
matematika model Problem Based Learning. Dengan adanya pemahaman tentang psikologi
pendidikan guru dapat mengetahui kondisi psikologi pendidikan anak saat melaksanakan proses
pembelajaran matematika model Problem Based Learning. Kondisi psikologi pendidikan anak
dalam hal ini yang dimaksud adalah kondisi apakah anak dapat melaksanakan proses
pembelajaran matemtika model problem based leraning secara maksimal atau tidak. Selain itu
dengan diketahuinya kondisi psikologi pendidikan anak guru dapat mengelompokkan anak
secara homogen maupun heterogen.
Pengaruh Psikologi Pendidikan Terhadap Proses Pembelajaran Matematika Problem
Based Learning ( PBL )
Peranan Psikologi dalam dunia pendidikan sangatlah penting dalam rangka mewujudkan
tindakan psikologis yang tepat dalam interaksi antara setiap faktor pendidikan. Pengetahuan
psikologis tentang peserta didik menjadi hal yang sangat penting dalam pendidikan. Oleh karena
itu, pengetahuan tentang psikologi pendidikan seharusnya menjadi kebutuhan bagi para guru,
bahkan bagi tiap orang yang menyadari dirinya sebagai pendidik. Oleh sebab itu, psikologi
pendidikan berfungsi diantaranya: 1. Sebagai proses Perkembangan siswa. 2. Mengarahkan cara
belajar siswa 3. Sebagai penghubung antara mengajar dengan belajar 4. Sebagai pengambilan
keputusan untuk Pengelolaan Proses Belajar Mengajar Sementara itu menurut Samuel Smith
(dalam Suryabrata: 1984), setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi
pendidikan, yaitu :
• Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology)
• Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
• Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure)
• Perkembangan siswa (growth)
• Proses-proses tingkah laku (behavior proses)
• Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning)
• Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar (factors that condition learning)
• Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
• Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi.
(measurement: basic principles and definitions)
• Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)
• Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practicalaspects of measurement).
• Ilmu statistic dasar (element of statistics).
• Kesehatan rohani (mental hygiene).
• Pendidikan membentuk watak (character education).
• Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary
school subjects).
• Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary
school).
Pada hakikatnya pendidikan salah satu pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi peserta didik.
Karena itu, ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi
pendidikan sebagai suatu ilmu, juga berbagai aspek psikologis para peserta didik khususnya
ketika mereka terlibat dalam proses belajar maupun proses belajar mengajar. Secara garis besar,
banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam,
yaitu:
1. Pokok bahasan mengenai “belajar” yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas
perilaku belajar siswa dan sebagainya.
2. Pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi
dalam kegiatan belajar siswa.
3. Pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik
bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.
Guru merupakan seorang tenaga pendidik di sekolah, dan sebagai seorang pendidik perlu
menggunakan hasil-hasil penyelidikan psikologi dalam tugasnya, sehingga pendidik tersebut
dapat memahami anak didiknya dan dapat mencari jalan keluar dalam suatu permasalahan yang
dihadapi peserta didik terutama dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu menurut
Suryabrata (1984) psikologi pendidikan disekolah berusaha memecahkan masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Pengaruh pembawaan dan lingkungan atas belajar
2. Teori dan proses belajar
3. Hubungan antara taraf kematangan dengan taraf kesiapan belajar
4. Perbedaan individu dan pengaruhnya terhadap hasil pendidikan
5. Pengaruh batiniah yang terjadi selama belajar
6. Teknik evaluasi yang efektif atas kemajuan yang dicapai anak didik
7. Hubungan teknik antara mangajar dan hasil belajar
8. Perbandingan hasil pendidikan formal dan pendidikan yang dimiliki para petugas
pendidikan (guru)
9. Pengaruh kondisi sosial anak didik atas pendidikan yang diterima

Psikologi pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada pendidik dan calon pendidik
untuk meningkatkan efisiensi proses pembelajaran pada kondisi yang berbeda- beda.Berikut
terdapat beberapa manfaat dalam mempelajari psikologi pendidikan:

• Memahami Perbedaan Siswa (Diversity of Student)


Setiap individu dilahirkan dengan membawa potensi yang berbeda-beda, tidak ada yang sama
antara siwa satu dengan siswa yang lainnya. Oleh karena itu, seorang guru harus memahami
keberagaman antara siswa satu dengan siswa yang lainnya, mulai dari perbedaan tingkat
pertumbuhannya, tugas perkembangannya sampai pada masing-masing potensi yang dimiliki
oleh anak. Dengan pemahaman guru yang baik terhadap siswanya, maka bisa menciptakan
hasil pembelajaran yang efektif dan efisien serta mampu menciptakan suasana pembelajaran
yang kondusif.

• Untuk Memilih Strategi dan Metode Pembelajaran Sebagai Seorang pendidik dalam memilih
strategi dan metode pembelajaran harus menyesuaikan dengan tugas perkembangan dan
karakteristik masing-masing peserta didiknya. Hal ini bisa didapatkan oleh seorang guru
melalui mempelajari psikologi terutama tugas-tugas perkembangan manusia. Jika metode dan
model pendidikan sudah bisa menyesuaikan dengan kondisi peserta didik, maka proses
pembelajaran bisa berjalan dengan maksimal.

• Untuk menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif di dalam Kelas Kemampuan guru dalam
menciptakan iklim dan kondisi pembelajaran yang kondusif mampu membantu proses
pembelajaran berjalan secara efektif. Seorang pendidik harus mengetahui prinsip-prinsip yang
tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda menyesuaikan karakteristik
siswa dalam mengajar untuk menghasilkan proses belajar mengajar yang lebih baik. Disinilah
peran psikologi pendidikan yang mampu mengajarkan bagaimana seorang pendidik mampu
memahami kondisi psikologis dan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif,
sehingga proses pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan secara efektif.

• Memberikan Bimbingan dan Pengarahan kepada Siswa Selain berperan sebagai pengajar di
dalam kelas, seorang guru juga diharapkan bisa menjadi seorang pembimbing yang mempu
memberikan bimbingan kepada peserta didiknya, terutama ketika peserta didik mendapatkan
permasalahan akademik. Dengan berperan sebagai seorang pembimbing seorang
pendidik juga lebih bisa melakukan pendekatan secara emosional terhadap peserta didiknya.
Jika sudah tercipta hubungan emosional yang positif antara pendidik dan peserta didiknya,
maka proses pembelajaran juga akan tercipta secara menyenangkan.

• Mengevaluasi Hasil Pembelajaran Tugas utama guru/pendidik adalah mengajar di dalam kelas
dan melakukan evaluasi dari hasil pengajaran yang sudah dilakukan. Dengan mempelajari
psikologi pendidikan diharapkan seorang pendidik mampu memberikan penilaian dan evaluasi
secara adil menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik
tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya.
PENUTUP

Simpulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa :
1. Adanya pengaruh psikologi pendidikan terhadap proses pembelajaran matematika
Problem Based Learning (PBL). Dapat melihat dari arti Psikologi yang merupakan
ilmu pengetahuan yang berusaha memahami prilaku manusia, alasan dan cara
manusia melakukan atau bertindak sesuatu dan juga memahami cara makhluk
tersebut berpikir dan berperasaan. Sedangkan arti pendidikan adalah suatu kegiatan
yang berlangsung melalui tahapan – tahapan yang berkesinambungan (prosedural)
dan sistemik (berurutan) serta terarah sehingga terbentuknya kepribadian peserta
didik dalam semua situasi kondisi baik, dilingkungan rumah, sekolah maupun
masyarakat sekitar. Maka psikologi pendidikan dapat didefinisikan sebagai salah satu
ilmu yang mempelajari tentang prilaku manusia didunia pendidikan yang meliputi
studi sistematis tentang proses yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Proses pendidikan itu meliputi tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah
laku mengajar (oleh guru) dan tingkah laku belajar-mengajar (oleh guru dan siswa
yang saling berinteraksi). Sehingga tenaga pendidik dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang lebih efektif dan interaktif terhadap siswa agar siswa lebih
nyaman dan menikmati pembeleajran khususnya di bidang matematika. Jadi psikologi
pendidikan dapat mempengaruhi proses pembelajaran matematika termasuk model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
2. Bagaimana psikologi pendidikan dapat berpengaruh terhadap proses pembelajaran
matematika Problem Based Learning (PBL). Psikologi pendidikan memberikan
dampak dan manfaat dari berbagai aspek dalam pembelajaran. Psikologi pendidikan
membantu pengajar untuk memahami siswa lebih dalam berdasarkan
karakteristiknya, tahap tumbuh kembangnya, perilaku dan tingkah lakunya, secara
emosional untuk memberikan proses belajar mengajar yang tepat dan sesuai sehingga
menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran
yang baik tersebut akan berdampak pada hasil yang memuaskan. Siswa yang
mendapatkan proses pembelajaran baik, akan menerapkan pola pola kebiasaan yang
baik setelah dirinya masuk ke dalam keluarga dan masyarakat dan memberikan
dampak perilaku positif dalam setiap kehidupannya.
Saran
untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya :
1. Lebih memperinci dan lebih memperdalam lagi untuk pembahasannya apabila
ingin melanjutkan penelitian ini agar hasilnya lebih akurat dan lebih sempurna.
2. Penentuan sample dan teknik sampling harus yang relevan agar hasil yang
didapat juga lebih sempurna.
3. Menentukan narasumber berdasarkan persyaratan-persyaratan yang dibuat
terlebih dahulu.
4. Bilamana ingin meneruskan penelitian ini dikemudian hari, hendaknya harus
memilih terlebih dahulu waktu penelitian agar dapat mendapatkan informasi-
informasi yang lebih banyak, pemilihan tempat penelitian ini yang pas atau sesuai
dengan tema penelitian ini agar kedepannya benar- benar bisa memecahkan
problema yang ada ditempat tersebut, lalu menentukan studi kasus dari judul atau
dapat memperluas judul dengan mimilih jenjang pendidikan yang ada, baik itu
jenjang sekolah dasar, menengah, hingga akhir karena dengan adanya jenjang
pendidikan serta tempat dar studi kasus tersebut dalam penelitian kedepannya
diharapkan dapat membantu sekolah yang menjadi objek penelitian maupun
sekolah – sekolah lainnya. Setidakmya untuk bisa memberikan solusi serta
mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang selama ini berlangsung,
berkemungkinan besar belum sesuai dengan kaidah problem nased learning
(PBL). Karena penelitian ini peneliti dihadapkan dengan problema untuk
pemilihan waktu serta tempat dalam studi kasus sehingga hasil yang di dapat
berada dalam zona abu – abu.

DAFTAR PUSTAKA

Suci Mahya Sari, Rahmah Johar, dan Hajidin. Pengembangan Perangkat Problem Based
Learning (PBL) dalam Pembelajaran Matematika di SMA. Jurnal Didaktik Matematika, ISSN :
2355-4185
Retnaning Tyas. 2017. Kesulitan Penerapan Problem Based Learning dalam Pembelajaran
Matematika. TECNOSCIENZA, Vol. 2 No. 1
Novianti. 2015. Peranan Psikologi Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar. Jurnal Pendidikan
Nasional, ISSN 2355 – 3650, Vol. 2, No. 2
Nurma Angkotasan. 2014. Keefektifan model Problem Based Learning Ditinjau dari
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika,
Vol. 3 No. 1
Rida. (2013). “Model Pembelajaran Problem Based Learning ( PBL )” . [ Online ] . Tersedia :
http://ridafkd.blogspot.co.id/2013/07/model-pembelajaran-problem-based.html diakses pada
tanggal 25 Desember 21017
Cendika M Syuro, Sri Mulyati , Askury. Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Vii Mts Al-Maarif 01 Singosari.

Anda mungkin juga menyukai