Anda di halaman 1dari 53

Aliran Psikologi Tingkah Laku

Aliran tingkah laku (behaviorisme) berkesimpulan bahwa studi tentang belajar itu harus
berdasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yang nampak, sebab menurut teori ini
manusia itu adalah organisme pasif yang bias dikontrol, dan tingkah laku manusia itu bisa
dibentuk melalui ganjaran dan hukuman.Tokoh-tokoh dari aliran tingkah laku ini diantaranya
Thorndike, Pavlov, Baruda, Skiner, Gagne, Ausubel.

3 Teori Belajar Thorndike


Edward L. Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon.Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan
proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau
hukum yang dikemukakan Thorndike, yang mengakibatkan munculnya stimulus respon ini, yaitu
hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exsercise) dan hukum akibat (law of
effect).

4 1. Hukum Kesiapan ( law of readiness ) Hukum ini menerangkan bagaimana kesiapan seseorang siswa
dalam melakukan suatu kegiatan. 2. Hukum Latihan ( law of ecexcise ) Menyatakan bahwa jika
hubungan stimulus respon sering terjadi akibatnya hubungan akan semakin kuat. 3. Hukum Akibat ( law
of effect ) Thorndike mengemukakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh bagi tindakan
yang serupa.

5 Teori Belajar PavlovPavlov adalah seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia. Ia terkenal dengan
teori belajar klasiknya dan seorang penganut aliran tingkah laku (Behaviorisme) yaitu aliran
yang berpendapat, bahwa hasil belajar manusia itu didasarkan kepada pengamatan tingkah
laku manusia yang terlihat melalui stimulus respons dan belajar bersyarat (Conditioning
Learning). Menurut aliran ini tingkah laku manusia termasuk organisme pasif yang bisa
dikendalikan. Tingkah laku manusia bisa dikendalikan dengan cara member ganjaran dan
hukuman.

6 Teori Belajar Albert Baruda


Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru hal-hal yang dilakukan oleh
orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru bicara sopan santun dengan
menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan
jelas dan sistematik maka siswa akan menirunya. Demikian pula jika contoh-contoh yang
dilihatnya kurang baik ia pun akan menirunya.

7 Teori Belajar Menurut Skinner


Dalam bagian ini akan diuraikan teori belajar menurut Skinner. Burrhus Frederic Skinner
menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam
proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan
respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subyektif,
sedangkan penguatan merupakan suatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan
suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
8 Teori AusubelAusubel terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Menurut Ausubel (Hudoyo,
1998:62) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” artinya bahan pelajaran itu harus
cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.
Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa,
sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya.

9 Teori GagneMenurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh
siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain
kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap
matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta,
keterampilan, konsep, dan aturan.

10 Aliran Psikologi Kognitif


Menurut aliran psikologi kognitif bahwa anak belajar itu harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan mentalnya. Artinya bila seorang guru akan memberikan pengajaran harus
disesuaikan dengan tahap–tahap perkembangan tersebut.Menurut tokoh-tokoh aliran psikologi
kognitif, seperti : Jean Piaget, Bruner, Brownell, Dienes, dan Van Hiele, pembelajaran yang
tidak memperhatikan perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengalami
kesulitan dalam menyerap materi yang disajikan, karena tidak sesuai dengan tingkat
kemampuannya.

11 Teori Belajar Jean Piaget


Ahli teori belajar yang sangat berpengaruh adalah Jean Piaget. Dia adalah ahli psikologi
bangsa Swiss yang meyakini bahwa perkembangan mental setiap pribadi anak melewati empat
tahap, yaitu :a. Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun,b. Tahap Pra
Operasi, dari sekitar umur 2 tahun sampai dengan sekitar umur 7 tahun,c. Tahap Operasi
Kongkrit, dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan sekitar umur 11 tahun,d. Tahap Operasi
Formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya.

12 1. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage) Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman
diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). 2. Tahap
Pra Operasi (Pre Operational Stage) Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi
konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif 3.
Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operation Stage) Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya
sudah berada di Sekolah Dasar, sehingga sudah semestinya guru-guru SD / calon guru-guru SD
mengetahui benar kondisi anak pada tahap ini dan kemampuan apa yang belum dimilikinya. 4. Tahap
Operasi Formal (Formal Operation Stage) Anak sudah mulai mampu berpikir secara abstrak, dia dapat
menyusun hipotesis dari hal-hal yang abstrak menjadi dunia real, dan tidak terlalu bergantung pada
benda-benda kongkrit.

13 Teori BrunerJerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika berhasil
jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat
dalam pokok bahasan yang diajarkan.Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya
anak melewati 3 tahap, yaitu :Tahap enaktifTahap IkonikTahap Simbolik

14 Bruner mengadakan pengamatan ke sekolah-sekolah


Bruner mengadakan pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari hasil pengamatannya itu diperoleh
beberapa kesimpulan yang melahirkan dalil-dalil, yaitu :dalil penyusunan (construction
theorem),dalil notasi (notation theorem),dalil kekontrasan dan dalil keanekaragaman (contras
and variation theorem),dalil pengaitan (connectivity theorem).

15 Teori Belajar William Brownell


Teori belajar William Brownell didasarkan pada keyakinan bahwa anak-anak pasti memahami
apa yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau secara terus-menerus
untuk waktu yang lama.Teori GestaltTokoh aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan
bahwa pelaksanaan Kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru harus
memperhatikan hal-hal berikut ini :(a) Penyajian konsep harus lebih mengutamakan
pengertian(b) Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan
intelektual siwa, dan(c) Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.

16 Teori DienesZoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan


perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada
teori Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anakanak, sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.Dienes berpendapat
bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai pelajaran tentang struktur,
klasifikasi tentang struktur, relasi-relasi dalam struktur dan mengkategorikan hubungan-
hubungan di antara struktur-struktur.

17 Dienes membagi 6 tahapan secara berurutan dalam menyajikan konsep matematika,


yaitu sebagai berikut:
Tahap Bermain BebasTahap PermainanTahap Penelaahan Kesamaan SifatTahap
RepresentasiTahap SimbolisasiTahap Formalisasi

18 Teorema Van HieleMenurut Van Hiele, ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri,
yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan.Jika ketiga unsur
ditata secara terpadu, akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tahapan
berfikir yang lebih tinggi Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam
belajar geometri, yaitu:tahap pengenalan,tahap analisis,tahap pengurutan,tahap deduksitahap
akurasi

19 KESIMPULANAliran tingkah laku (behaviorisme) berkesimpulan bahwa studi tentang belajar


itu harus berdasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yang nampak, sebab menurut
teori ini manusia itu adalah organisme pasif yang bias dikontrol, dan tingkah laku manusia itu
bisa dibentuk melalui ganjaran dan hukuman.Tokoh-tokoh dari aliran tingkah laku ini
diantaranya Thorndike, Pavlov, Baruda, Skiner, Gagne, Ausubel.Menurut aliran psikologi
kognitif b ahwa anak belajar itu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mentalnya.
Artinya bila seorang guru akan memberikan pengajaran harus disesuaikan dengan tahap–tahap
perkembangan tersebut.Menurut tokoh-tokoh aliran psikologi kognitif, seperti : Jean Piaget,
Bruner, Brownell, Dienes, dan Van Hiele, pembelajaran yang tidak memperhatikan
perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam menyerap
materi yang disajikan, karena tidak sesuai dengan tingkat kemampuannya.
PSIKOLOGi PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya di dasari oleh teori
psikologi pembelajaran yang pada saat ini sedang popular dibicarakan oleh para pakar
pendidikan. Pembicaraan mengenai pembelajaran matematika di sekolah, tidak akan pernah bisa
terlepas dari teori psikologi yang mendasarinya. Ya, mungkin dapat diibaratkan seperti rasa
manis yang melekat pada gula. Jika sifat manisnya hilang, bukan lgi gula namanya. Sebaliknya,
kita melepaskan psikologi pembelajaran, maka segala aktifitas yang kita lakukan bukan lagi
sebagai proses pembelajaran.

Pembelajaran adalah proses pembentukan diri peserta didik untuk menjadi manusia yang
seutuhnya, sehingga tidak sepantasnya melalui “trial and error”. Siswa adalah manusia yang
sedang mengembangkan diri secara utuh dan tidak boleh dianggap sebagai kelinci percobaan.

Materi yang disajikan dalam makalah ini akan membahas mengenai aliran psikologi tingkah
laku, yang mengurai aliran psikologi dari Thorndike, Skinner, Ausebel, Gagne, Pavlov dan
Baruda. Kemudian membahas mengenai aliran psikologi kognitif dengan uraian teori dari
Piaget, Bruner, Brownell, Dewey, Skemp, Dienes, dan Van Hiele.

Bagi guru atau calon guru matematika, mempelajari makalah ini akan sangat berguna dalam
mengembangkan profesionalisme dirinya sebagai seorang guru matematika. Karena dengan
menguasai materi ini dan aplikasinya, akan meningkat pula wawasan dan pengetahuan untuk
melaksanakan proses pembelajaran matematika di dalam kelas.

Tidak hanya tingkat kedalaman konsep dan keluasan materi yang akan diberikan kepada siswa
harus disesuaikan dengan tingkat kemapuannya, cara penyampaian pun demikian juga
seharusnya. Guru harus mampu mengetahui tingkat perkembangan mental siswa dan bagaimana
pembelajaran yang harus dilaksanakan sesuai dengan tahapan perkembangan tersebut.
Pembelajaran yang tidak memperhatikan tahap perkembangan mental siswa, kemungkinan besar
akan menyebabkan siswa merasa kesulitan, karena apa yang disajikan tidak sesuai dengan
kemampuannya menyerap bahan ajar.

B.ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU

1. Aliran Latihan Mental (Mental Discipline)

Aliran latihan mental ini memiliki keyakinan bahwa otak adalah seperti otot, terdiri dari
gumpalan-gumpalan yang disebut fakulti. Karena otak itu seperti otot, maka agar otak menjadi
lebih kuat haruslah senantiasa dilatih. Makin keras dan kuat latihannya, hasilnya akan semakin
baik. Berdasarkan keprcayaan ini, maka pelajaran yang dianggap sukar seperti bahasa latin dan
matematika (khususnya geometri) menjadi pelajaran yang dianggap paling cocok untuk
melatihnya. Oleh karenanya, kedua mata pelajaran ini diwajibkan untuk diajarkan di setiap
sekolah. Bukan karena kegunaan atau keindahannya, melainkan karena sukarnya.

Aliran latihan mental ini terus dianut sampai awal abad ke-20 sewaktu para ahli psikologi
membantah kebenaran aliran itu, dengan menyatakan bahwa tidak benar bahwa otak terdiri dari
fakulti-fakulti. Karena itu melatih otak bukanlah seperti melatih otot, melainkan dengan
pengaitan. Konsep yang akan dipelajari siswa haruslah dikaitkan dengan konsep yang
sebelumnya. Makin kuat kaitannya, maka akan makin baik pula hasil belajarnya. Tokoh terkenal
yang mengemukakan teori ini adalah Thorndike dan teorinya biasa disebut aliran pengaitan
(connectionism atau stimulus-respon).

2. Teori Thorndike

Edward L. Thorndike (1874-1949) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan
sebutan Low Of Effect. Menurut hokum ini, belajar akan lebih berhasil jika respon siswa terhadap
suatu stimulus segera diikuti oleh rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini
timbul karena adanya pujian atau ganjaran. Stimulus yang demikian
termasuk reinforcement (penguatan).

Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan
antara stimulus dan respon (S-R). berikut ini beberapa dalil yang dikemukakan oleh Thorndike,
yakni : hokum kesiapan (law of readiness), hokum latihan (law of exercise), dan hokum
akibat (law of effect).

Hokum Kesiapan menerangkan bagaimana seorang anak dalam melakukan sesuatu anak akan
lebih berhasil belajarnya jika dirinya siap untuk melakukan kegiatan belajar. Hukum
Latihan pada dasarnya mengemukakan bahwa stimulus dan respon akan memiliki hubungan
yang kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, begitu pula sebaliknya. Kenyataan bahwa
pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang sifatnya teratur,
bentuk pengulangannya tidak membosankan dan kegiatannya tersaji dengan menarik.

Hokum Akibat memberikan kesimpulan bahwa kepuasan anak sebagai akibat pemberian ganjaran
dari guru, akan membuat anak tersebut cenderung untuk berusaha melakukan dan meningkatkan
lagi apa yang telah dicapainya. Di samping itu, Thorndike mengemukakan bahwa kualitas S-R
akan menentukan kualitas hasil belajar siswa. Makin banyak dan baik kualitas S-R, akan
memberikan dampak makin banyak dan baik pula kualitas hasil belajar siswa.

Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam pembelajaran sehari-hari disekolah dasar adalah bahwa
:

a. Dalam menjelaskan konsep tertentu, guru sebaiknya memberikan contoh yang sudah sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari siswanya. Begitu pula penggunaan alat perag dari alam
akan lebih dihayati siswa.
b. Metode pemberian tugas, metode latihan menghafal (drill and practice) dipandang cocok.
Dengan penerapan metode tersebut siswa akan banyak memperoleh stimulus yang diberikan
akan lebih banyak juga.

c. Sebaiknya metri disusun dari tahap yang paling mudah ke yang paling sukar, sesuai dengan
tingkatan kelas dan tingkatan sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah akan menuntun
untuk menguasai materi selanjutnya yang lebih sukar. Atau dengan kata lain, topic / konsep
prasyarat harus dikuasai terlebih dahulu untuk dapat memahami topic/konsep selanjtnya.

3. Teori Skinner

Burchus Frederic Skinner terkenal dengan teori belajar bersyarat aktif, yakni menyatakan bahwa
ganjaran atau penguatan memiliki peranan yng sangat dalam proses belajar seseorang.
Menurutnya, penguatan (reinforcement) terdiri dari penguatan yang bersifat positif dan negatif.

Yang termasuk penguatan yang berifat positif diantaranya adalah hadiah atau pujian yang
diberikan kepada siswa. Sementara itu, penguatan yang bersifat negatif biasanya ditunjukkan
dengan pemberian hukuman yang proposional jika siswa melakukan kesalahan. Namun yang
perlu diingat, bahwa penguatan akan berbekas pada diri siswa, sehingga kita sebagai guru harus
berhati-hati dalam memberikan penguatan itu. Jangan sampai siswa menjadi ketagihan dengan
hadiah dari gurunya, atau mungkin siswa semakin benci karena hukuman yang diterimanya.
Janganlah pula meberikan penguatan atas respon siswa jika respon tersebut sebenarnya tidak
diperlukan.

4. Teori Ausebel

Teori ini terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar
dimulai (advance organizer). Tokoh yang mengemukakannya adalah David Ausebel. Ia pun
membedakan antara belajar menerima dengan belajar menemukan. Pada belajar menerima,
bentuk akhir dari yang diajarkan itu diberikan. Sedangkan pada belajr menemukan, bentuk akhir
dari yang diajrkan itu harus dicari oleh siswa.

Ausebel juga membedakan antara belajar menghafal dan belajar bermakna. Belajar menghafal
ialah belajar melalui menghafalkan apa saja yang telah diperoleh, sedangkan belajar bermakna
ialah belajar untuk memahami apa yang sudah diperolehnya, kemudian dikaitkan dan
dikembangkan dengan keadaan lain sehingg belajarnya lebih mengerti.

Selanjutnya, Ausebel juga mengemukakan bahwa ekspositori adalah metode mengajar yang
paling baik dan bermakna. Hal ini ia nyatakan berdasarkan hasil penelitiannya, bahwa baik
belajar menemukan maupun belajar menerima (dengan ekspositori), keduanya dapat menjadi
belajar menghafal atau bermakna.

5. Teori Gagne
Berdasrkan pendapat Robert M. Gagne, dalam matematika itu terdapat 2 objek yang bisa
diperoleh siswa, yakni objek langsung dan tak lngsung. Objek langsung yang diperoleh siswa
antara lain :

a. Fakta, yaitu objek matematika yang tinggal menerimanya, missal : ruas garis, angka, sudut,
dan symbol/notasi matematik lainnya.

b. Keterampilan, yaitu kemampuan untuk memberi jawaban benar dan cepat.

c. Konsep, adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda


kedalam contoh dan non-contoh.

d. Aturn/Prinsip, merupakan objek paling abstrak, dapat berupa sifat, dalil, atau teori.

Sedangkan yang termasuk objek tak langsung antara lain :

a. Kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah.

b. Kemandirian dalam belajar dan bekerja.

c. Bersikap positif dalam matematika.

d. Mengetahui bagaimana semestinya belajar, dan sebagainya.

Menurut Gagne, belajar dapt dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu :

a. Belajar Isyarat (signal), yakni belajar sesuatu yang tidak pernah diniatkan/disengaja, sebagai
akibat suatu stimulus yang dapat menimbulkan realisasi emosional. Misalnya perasaan senang
terhadap matematika karena sikap gurunya yang menyenangkan.

b. Stimulus – Respon, yakni belajar yang diniati dan responnya bersifat jasmaniah (fisik).
Misalnya siswa meniru guru menyanyikan sebuah lagu setelah guru mengucapkannya.

c. Rangkainan Gerak (motor chaining), yakni perbuatan jasmaniah yang terurut dari dua
kegiatan stimulus-respon atau mungkin juga lebih dari dua kegiatan. Misaknya : melukis
lingkaran dengan menggunakan jangka, mengukur panjang meja dengan mistar ataupun
mengendarai sepeda.

d. Rangkaian Verbal (verbal claining), yaitu perbuatan lisan terurut dari dua atau lebih kegiatan
stimulus-respon. Misalnya : menyatakan atau mengemukakan pendapat mengenai suatu konsep.

e. Membedakan (description), adalah belajar memisah-misahkan rangkaian (chaining) yang


bervariasi. Misalnya : jenis-jenis segitiga berdasarkan besar sudutnya, antara lain : lancip, siku-
siku, dan tumpul.
f. Pembentukan Konsep (concept formation), adalah belejar melihat dan mengenal sifat
bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok. Belajar ini pun
sering kali disebut sebagai belajar pengelompokan.

g. Pembentukan Aturan. Pada tipe belajar ini, siswa diharapkan mampu memberikan respon
terhadap semua stimulus dengan segala macam perbuatan. Kemampuan disini terutama adalah
kemampuan menggunakannya. Misalnya siswa dapat menyebutkan rumus phytagoras, dan
dituntut juga untuk mampu menggunakan rumus tersebut.

h. Pemecahan masalah (problem solving), yaitu belajar yang lebih tinggi kedudukannya dan
lebih kompleks daripada pembentukan aturan. Sesuatu merupakan masalah bagi seseorang jika
sesuatu itu :

 Bersifat baru

 Sesuai dengan kondisi mental orang yang memecahkan masalhnya

 Memiliki pengetahuan prasyarat.

Dalam pemecahan masalah, Gagne berpendapat ada 5 langkah yang harus ditempuh, yaitu :

a. Menyajikan masalah dalm bentuk yang lebih jelas.

b. Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan).

c. Menyususn hipotesis-hipotesis alternative dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk
diperlukan dalam memecahkan masalah.

d. Menguji hipotesis dan melakukan kerja untuk mengetahui hasilnya (mengumpulkan data,
pengolahan data, uji instrument, dan lain-lain).

e. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh dan mungkin memilih alternative pemecahan
masalah yang baik.

6. Teori Pavlov

Pavlov adalah ilmuwan Rusia yang terkenal dengan teori belajar klasik. Pada akhir abad ke-19 ia
melakukan penelitian tentang pencernaan. Pada sebagian penelitiannya ia melakukan
pengamatan terhadap tingkah laku anjing. Pavlov mencoba menemukan hubungan antara anjing
yang melihat makanan dengan keluar air liurnya.

Pada mulanya anjing itu dikurung, lalu diberi makanan. Sebelum makanan itu diberikan,
Nampak anjing itu mengelurkan air liurnya. Kemudian anjing itu diberi makan terus seperti
biasanya, namun sebelum diberi makan bunyikanlah sebuah bel. Seperti biasanya anjing itu
mengelurkan air liurnya. Akhirnya dicoba menyembunyikan bel tanpa memberikan makanan,
ternyata anjing itu tetap mengeluarkan air liurnya.
Apa yang dikemukakan Pavlov tersebut merupakan suatu pembiasaan (conditioning). Dalam
hubungannya dengan proses belajar-mengajar, agar siswa belajar dengan baik, maka haruslah
dibiasakan. Misalnya agar siswa terbiasa mengerjakan soal pekerjaan rumah (PR) dengan baik,
sebagai guru sebaiknya.membiasakan untuk memeriksanya, menjelaskannya, ataupun
memberikan nilai terhadap hasil pekerjaan siswanya.

7. Teori Baruda

Albert Baruda mengemukakan bahwa seseorang itu belajar melalui proses meniru. Maksud
meniru disini bukanlah mencontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain. Ia
melakukan percobaan bersama dengan rekan-rekannya untuk menemukan adanya pengaruh
antara model-model (yang telah dilate khusus untuk bertingkah laku tertentu) terhadap orang-
orang yang melihatnya.

Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah bahwa seseorang yang terbiasa melihat orang lain
(model) berbuat jahat, maka ia cenderung untuk berbuat jahat, begitu pun sebaliknya. Dengan
demikian, implikasi teori ini dalam pembelajaran adalah guruharus menjadi model yang
professional, yang layak untuk ditiru siswanya. Seperti sebuah pameo, “guru, digugu dan ditiru”,
bukan lantas “guru, digugu walaupun keliru”.

C.ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF

A. Aliran Pendidikan Progresif

Tokoh yang berada dibalik aliran ini adalah John Dewey, yang berpendapat bahwa siswa akan
belajara sesuatu sesuai dengan keperluannya. Dewey pun memberikan penekanan bahwa dalam
proses belajar-mengajar sebaiknya konsep yang disajikan seharusnya lebih mengutamakan
pengertian, dan gurur sebaiknya menunggu siswa siap untuk belajar atau mengatur suasana agar
siswa bisa belajar lebih cepat.

Dari uraian diatas, dalam penyajian pelajaran sebaiknya guru tidak memberikan konsep yang
diterima begitu saja oleh siswa, namun harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses
terbentuknya konsep tersebut (lebih menekankan proses dari pada hasil). Untuk itu guru harus
bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan induktif.

B. Aliran Psikologi Gestalt

Aliran psikologi gestalt memandang bahwa pembelajaran haurs ditekankan kepada pengertian
dan penuh makna (meaningful learning, atau meaning theory). Salah satu tokoh penting yang
mengemukakan pandangan ini dalam matematika adalah William Brownell (sekitar tahun 1930-
an). Pandangan Brownell ini didasarkan atas kenyakinan bahwa anak-anak pasti memahami apa
yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau secara terus-menerus untuk waktu
yang lama.

Alah satu cara bagi anak untuk mengembangkan pemahaman tentang matematika adalah dengan
menggunakan benda-benda tertentu ketika mereka mempelajari konsep matematika. Sebagai
contoh, pada saat anak-anak baru pertama kali diperkenalkan dengan konsep membilang, mereka
akan lebih mudah memahami konsep itu jika mereka menggunakan benda konkret yang mereka
kenal, seperti : mangga, kelereng, bola, atau sedotan. Dengan kata lain, teori belajara William
Brownell ini mendukung penggunaan benda-benda konkret untuk dimanipulasikan sehingga
anak-anak dapat memahami makna dari konsep dan keterampilan baru yang mereka pelajarai.

C. Teori Perkembangan Mental dari Piaget

Jean Piaget lahir pada tanggal 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss. Sejak masa remaja, dia
sangat tertarik dengan filsafat. Hal inilah yang mengarahkan minat besarnya kepada
epstomologi, suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan. Piaget dikenal sebagai
ahli ilmu jiwa yang juga berhasil memperoleh gelar doctor dalam bidang biologi (Setiono, 1983 :
12).

Piaget menyakini bahwa proses berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Piaget yakin bahwa
anak bukan merupakan replica dari orang dewasa. Anak bukan hanya berfikir kurang efisien
dibandingkan orang dewasa, melainkan juga berfikir secara berbeda dengan orang dewasa. Hal
inilah yang menyebabkan Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan kognitif yang berbeda
dari mulai anak sampai menjadi orang dewasa (Suparno : 2000).

Ia mengadakan penelitian kepada anak-anak orang barat dimulai dengan penelitian kepada
anaknya sendiri. Dari penelitian itu timbullah teori belajarnya yang biasa disebut “Teori
Perkembangan Mental Manusia”. Perkataan “mental” pada teori itu biasa disebut “intelektual”
atau “kognitif”. Teorinya disebut teori belajar sebab berkenaan dengan kesiapan anak untuk
mampu belajar. Teorinya ini menetapkan ragam dari tahap-tahap perkembangan intelektual
manusia dari lahir samapi dewasa serta ciri-cirinya dari setiap tahap itu (Ruseffendi, 1991 : 132).

Menurut teori Piaget, perkembangan mental manusia itu tumbuh secara kronologis melalui
empat tahap yang berurutan. Empat tahap yang dimaksudkan oleh teori perkembangan kognitif
dari Piaget tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tahap sensori motor (dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun).

b. Tahap pra-operasional (umur dari sekitar 2 tahun sampai sekitar 7 tahun).

c. Tahap operasi konkret (umur dari sekitar 7 tahun sampai sekitar 12 tahun).

d. Tahap operasi formal (umur dari sekitar 12 tahun sampai dewasa).


Beberapa ciri utama pada setiap tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai
berikut :

a. Tahap Sensori-Motor (Sensori-Motor Stage)

Pada tahap ini anak mengembangkan konsep pada dasrnya melalui interaksi dengan dunia fisik.
Para guru tidak terkait secara langsung dengan anak-anak atau bayi seperti ini. Namun, para guru
perlu mengetahui dan menyadari bahwa sejak usia ini dasar-dasar pertumbuhan mental dan
belajar matematika sudah mulai dikembangkan. Secara lebih terperinci, beberapa ciri tahap
sensori-motor adalah sebagai berikut :

1) Anak belajar mengembangkan dan menyelaraskan gerak jasmaninya.

2) Anak berfikir/belajar melalui perbuatan dan gerak.

3) Anak belajar mengaitkan symbol benda dengan benda konkretnya, hanya masih sukar.
Missal : mengaitkan penglihatan mentalnya dengan penglihatan real dari benda yang
disembunyikan.

4) Mulai mengotak-atik benda.

b. Tahap Pra-Operasional (Pre-Operasional Stage)

Pada tahap ini anak sudah menggunakan bahasa untuk menyatakan suatu ide, tetapi ide tersebut
masih sangat tergantung pada persepsinya. Pada tahap ini anak telah mulai menggunakan
symbol, dia belajar untuk membedakan antara kata atau istilah tersebut. Pada tahap ini anak juga
sudah mulai mengenal ide tentang “kekekalan”, “tidak berubah”, atau “konservasi” yang
sederhana, walaupun belum sempurna benar. Anak tidak melihat abahwa banyaknya objek
adalah tetap atau tidak berubah, tanpa memperhatikan susunan ruang yang ditempati objek tadi.

Tahap pra-operasional ini dibagi kedalam tahap berfikir prakonseptual dan tahap berfikir intuitif
(Ruseffendi, 1991). Adapun tahap ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Ruseffendi, 1991 ;
Bybee, 1982) :

1) Sebaran umur dari sekitar tahun 2 tahun sampai sekitar 7 tahun, tahpa berfikir pra-
konseptual sekitar 2-4 tahun, tahap berfikir intuitif sekitar 4-7 tahun.

2) Bila kita bandingkan pada tahap ini anak berfikir internal (penghayatan kedalam) sedangkan
pada tahap sensori-motor dengan gerak atau perbuatan. Anak pada tahap pra-konseptual
memungkinkan representasi sesuatu itu dengan bahasa, gambar, dan khayalan. Penilaian dan
perkembangan anak pada tahap berfikir intuitif didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri,
bukan kepada penalaran.

3) Anak mengkaitkan pengalaman yang ada pada dunia luar dengan pengalaman pribadinya.
Anak mengira pada cara berfikir dan pengalamannya dimiliki pula oleh orang lain. Misalnya bila
ia melihat sebuah gambar terbalik dari sisi meja yang satu, mengira bahwa temannya yang
berhadapan dengan dia di sisi lain dari meja itu terlihat gambar itu terbalik pula. Karena itu kita
akan menemukan bahwa anak-anak pada tahap ini sangat egois (egosentris).

4) Anak mengira bahwa benda tiruan memiliki sifat-sifat benda yang sebenarnya (animisme).

5) Anak pada tahap ini tidak dapat membedakan kejadian yang sebenarnya (fakta) dengan
khayalannya (fantasi).

6) Anak berpendapat bahwa benda-benda itu berbeda jika kelihatannya berbeda, dengan kata
lain :

a) Anak belum memiliki konsep kekekalan banyak.

b) Anak belum memiliki konsep kekekalan materi (zat)

c) Anak belum memiliki konsep kekekalan panjang

d) Anak belum memiliki konsep kekekalan luas

e) Anak belum memiliki konsep kekekalan berat

f) Anak belum memiliki konsep kekekalan isi

7) Pada tahap ini anak kesulitan membalikkan dan mengulang pemikiran (perbuatan), sehingga
anak pada tahap ini kesulitan melakukan operasi invers.

8) Anak sulit memikirkan dua aspek atau lebih dari suatu benda secara serempak.

9) Anak tidak berfikir induktif maupun deduktif, tetapi anak berfikir transduktif.

10) Anak mampu memanipulasi benda konkret.

11) Anak mulai dapat membilang menggunakan benda konkret, misalnya jari tangan.

12) Pada tahap akhir ini anak dapat memberikan alas an atas keyakinannya, dapat
mengelompokkan benda berdasarkan satu sifat khusus yang sederhana, dan mulai dapat
memahami konsep yang sederhana.

13) Anak belum dapat memahami korespondensi satu-satu untuk memahami banyaknya
(kesamaan dan ketidaksamaan).

14) Anak kesulitan memahami konsep ketakhinggaan dan pembagian tak terbnatas dari sebuah
ruas garis atas ruas garis-ruas garis yang lebih kecil panjangnya.

Mirip dengan ciri ke-12 diatas, Piaget (Crain, 1980) mengemukakan bahwa pada tahap pra-
operasional, anak kesulitan untuk mengklasifikasikan objek secara kompleks. Misalnya dari 20
bola kayu, 18 bola berwarna coklat dan 2 bola berwarna putih. Ketika anak ditanya manakah
yang lebih banyak, bola kayu atau bola yang berwarna coklat??? Maka anak akan menjawab
coklat yang lebih banyak.

c. Tahap Operasi Konkret (Concrete Operasional Stage)

Selama tahap ini anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkret
untuk menyelidiki hubungan dan model-model ide abstrak. Bahasa merupakan alat yang sangat
penting untuk menyatakan dan mengingat konsep-konsep. Pada tahap ini anak sudfah mulai
berfikir logis. Befikir logis ini terjadi sebagai akibat adanya kegiatan anak memanipulasi benda-
benda konkret. Oleh sebab itu pada tahap ini sudah dapat diterima dengan mantap oleh anak.

Sebagai contoh, kita ambil dua gelas yang sama ukurannya. Masing-masing gelas diisi dengan
air yang sama banyak volumenya. Kedua gelas yang berisi air tersebut ditunjukkan kepada
seorang anak. Kita tanyakan kepada dia “apakah sama ataukah tidak banyaknya air dalam kedua
gelas ini???” menurut Jean Piaget, anak-anak akan menjawab “sama benyaknya”. Selanjutnya,
air dalam salah satu gelas tadi dituangkan semuanya pada sebuah gelas yang tinggi dan garis
tengahnya lebih kecil. Sekarang kedua gelas yang berisi air itu kita tunjukkan kepada anak tadi.
Ajukan pertanyaan yang sama kepada anak itu. Menurut Jean Piaget, anak akan tetap menjawab
sama banyaknya. Alasannya adalah karena (1). Tampak lebih tinggi, (2) anak menggunakan
pikiran logis, (3) anak berada pada tahap berfikir operasi konkret.

Kita juga banyak menjumpai sifat kekekalan pada konsep bilangan, contohnya antara lain :

3 = 1 + 2 = 1 + 1 1 = 5 – 2 = 12 : 4 = 1 x 3 = 3

5 x 4 = 4 x 5, atau

0,25 = = 25 % dan lain sebagainya.

Umur anak ketika mulai memahami konsep kekalan adalah sebagai berikut :

1) Konsep kekekalan bilangan, sektar 5 – 7 tahun.

2) Konsep kekekalan banyaknya zat, umur 7 – 8 tahun.

3) Konsep kekekalan panjang, sekitar 7 – 8 tahun.

4) Konsep kekekalan luas, sekitar 8 – 9 tahun.

5) Konsep kekekalan berat, sekitar 9 – 10 tahun.

6) Konsep kekekalan volume, kadang-kadang mulai pada tahap berfikir formal (11 – 12 tahun).

Selain ciri-ciri diatas, pada tahap operasi konkret anak juga sudah mempu melihat sudut pandang
orang lain dan mengetahui mana benar dan mana salah. Anak juga mulai senang dengan
membuat benda bentukan atau alat-alat mekanis, misalnya membuat mobil-mobilan dari bamboo
dan kulit jeruk. Namun pada tahap ini masih cenderung mengalami kesulitan untuk menjelaskan
peribahasa dan belum mampu memahami arti yang tersembunyi.

Satu hal yang perlu dicamkan, tahap operasi konkret bukan berarti pada tahap ini anak tidak
mengerti konsep tanpa benda konkret, akan tetapi disebabkan karena anak-anak pada tahap ini
mendapat kesukaran untuk menerapkan proses intelektual formal kedalam symbol-simbol verbal
dan ide-ide abstrak.

Dari awal tahap operasi konkret ini, sampai menjelang tahap operasi formal, terdapst empat
tingkat berfikir yang dilalui oleh anak, yakni :

1) Berfikir konkret

2) Berfikir semi konkret

3) Berfikir semi abstrak

4) Berfikir abstrak

Para siswa sekolah dasar di Indonesia umumnya berumur 6 – 12 tahun. Jadi, kebanyakan
diantara mereka berada pada tahap operasi konkret. Dalam kaitannya dengan pembelajaran
matematika SD, pada tahap ini anak dapat “mengelompokkan” benda-benda konkret berdaarkan
warna, bentuk, atau ukurannya. Misalnya kita menyediakan sekelompok benda konkret berupa
bangun-bangun geometri datar seperti : segitiga, segiempat, segilima, dan segienam. Setiap
bangun geometri tersebut berwarna tertentu, misalnya berwarna merah, kuning, hijau, biru dan
hitam. Kita dapat meminta anak untuk mengumpulkan bangun geometri yang berwarna merah.
Anak juga dapat diminta untuk mengumpulkan bangun geometri yang berbentuk segitiga. Anak
juga dapat mengumpulkan segitiga yang berwarna merah. Disamping itu, anak juga dapat
diminta mengurutkan segiempat berdasrkan ukurannya, misalnya dari kecil ke besar atau
sebaliknya.

d. Tahap Operasi Formal (Formal Operational Stage)

Ini merupakan tahap berfikir terakhir dari perkembangan intelektual manusia menurut Piaget.
Ciri-ciri yang tampak antara lain :

1) Anak sudah mampu berfikir secara abstrak, tidak memerlukan lagi perantara operasi konkret
untuk menyajikan abstraksi mental secara verbal.

2) Dia dapat mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus, dapat memandang perbuatan


secara objektif dan merefleksikan proses berfikirnya, serta dapat membedakan antra argumentasi
dan fakta.

3) Mulai belajar menyusun hipotesis (perkiraan) sebelum melakukan perbuatan.


4) Dapat merumuskan dalil / teori, menggenerasikan hipotesis, serta ampu menguji bermacam-
macam hipotesis.

Operasi formal pada tahap perkembangan mental ini tidak berhubungan dengan ada atau
tidaknya benda-benda konkret, tetapi berhubungan dengan tipe berfikir. Apakah situasinya
disertai dengan benda konkrit atau tidak, tidak menjadi maalah.

Piaget menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu


proses asimilasi dan akomodasi informasi kedalam struktur mental. Asimilasi adalah proses
terpadunya informasi dan pengalaman baru kedalam struktur mental. Akomodasi adalah hasil
perubahan pikiran sebagai suatu akibat dari adanya informasi dan pengalaman baru.

Ketika para siswa mempunyai pengalaman baru, mereka secara aktif mencoba menerima ide
baru itu dalam kaitannya dengan pengalaman dan ide-ide lama yang sudah ada. Suatu istilah
umum untuk teori belajar Jean Piaget adalah contructivism, karena kenyakinannya bahwa para
siswa mengkonstruksi pikiran mereka sendiri dan bukan menjadi penerima informasi yang
bersifat pasif.

Sebagai contoh dalam operasi penjumlahan, anak sudah memahami bahwa 2 + 3 = 5 dngan
memanipulasi benda-benda konkret yang teah dia kenal. Misalnya dia mempunyai 2 buah jeruk,
kakaknya memberikan 3 buah jeruk lagi kepadanya. Dia kumpulkan jeruk-jeruk tersebut
kemudian membilang banyaknya buah jeruk yang dia miliki saat ini. Dengan pengetahuan dan
pengalaman yang telah dia miliki, dia mampu menyatakan bahwa jumlah jeruknya sekarang
adalah 5 buah. Kini dia dapat memisahkan antara konsep banyaknya jeruk, yaitu 5 buah, yang
terdapat pada suatu kumpulan dengan cara-cara jeruk tadi ditata atau diatur, yaitu 2 dan 3 buah.
Oleh sebab itu sekarng dia dapat mengkonstruksikan behwa 5 sama dengan 2 + 3. Dengan kata
lain, tahap operasi konkret merupakan dasar untuk berfikir abstrak.

D. Teori Dienes

Zolton P. Dienes adalah seorang mateatikawan yang memusatkan perhatiannya kepada cara-cara
pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori Piaget, dan
pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menari bagi anak yang mempelajari matematika.

Dienes menyakini bahwa dengan menggunakan berbagai sajian (representasi) tentang suatu
konsep matematika, anak-anak akan dapat memahami secara penuh konsep tersebut jika
dibandingkan dengan hanya menggunakan satu macam sajian saja. Sebagai contoh, jika guru
ingin mengajarkan konsep persegi, maka guru disarankan untuk menyajikan beberapa gambar
persegi dengan ukuran sisi berlainan. Contoh lai, pada saat guru akan mengenalkan konsep
bilangan Tiga kepada siswa, guru disarankan menggunakan benda-benda yang berbeda : tiga
apel, Tiga jeruk, tiga kelereng, tiga balon, dan tiga benda konkret lainnya.
Dienes juga mengemukakan bahwa setiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan
dalam bentuk konkret akan dapat dipamahi dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-
benda dalam bentuk kegiatan laboratorium atau permainan akan sangat berperan jika
dimanipilasi dengan baik dalam pembelajaran matematika.

Ada 6 tahap yang menurut Dienes dilaui dalam pengajaran konsep matematika, antara lain :

a. Bermain bebas, merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak terstruktur dan tidak
diarahkan. Dalam bermain bebas, anak-anak berhadapan / berinteraksi dengan unsur-unsur
lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental,
tetapi juga belajar membentuki struktur sikap sebagai persiapan untuk memahami konsep.

b. Permaianan, anak mulai mengamati pola, sifat kesamaan / ketidaksamaan, keteraturan /


ketidak teraturan konsep yang diwakili oleh benda-benda konkret. Makin banyak bentuk yang
berbeda dalam suatu konsep, akan semakin jelas pula konsep yang dipahaminya.

c. Penelaahan sifat besama, menemukan kesamaan sifat-sifat dalam permaiana yang sedang
diikuti, mampu menunjukkan contoh dan bukan contoh serta menhayatinya.

d. Representasi, anak belajar untuk mengemukakan suatu pernyataan tentang sifat bersama atau
konsep yang ditemukan pada tahap ketiga.

e. Simbolisasi, tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi


dari setiap konsep dengan menggunakan symbol matematika atau dengan perumusan verbal.

f. Formalisasi, merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini anak dituntut
untuk mengurutkan sifat-sifat konsep kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep
tersebut. Misalnya, anak sudah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma
atau teorema, maka dalam hal ini anak harus mampu membuktikan teorema tersebut.

E. Teori Richard Skemp

Richard Skemp adalah seorang matematikawan dan psikolog yang berasal dari inggris. Dia tidak
mendefinisikan tahap-tahap perkembangan mental seperti Piaget. Menurutnya belajar terpisah
menjadi dua tahap. Tahap pertama dengan memanipulasi benda-benda akan memberikan dasar
bagi siswa untuk belajar lebih lanjut untuk menhayati ide-ide. Skemp mendukung interaksi siswa
dengan objek-objek fisik selama tahap-tahap awal mempelajari konsep. Pengalaman awal ini
akan membentuk dasar bagi belajar berikutnya pada tahap kedua, yaitu pada tingkat yang
abstrak.

Sekarang kita dapat meminta siswa untuk menyusun 6 karton persegi yang lain menjadi 3 bagian
tumpuk, dan pada tiap tumpuk terdapat 2 karton persegi.
Model pada gambar 2 tersebut menunjukkan 3 x 2 yang hasilnya adalah 6. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa 2 x 3 = 3 x 2. Eksperimen seperti ini dapat diulang oleh para siswa
untuk perkalian lainnya, seperti 3 x 4dan 4 x 3 ; 5 x 3 dan 3 x 5. Berdasrkan hasil percobaan itu
dapat disimpulkan bahwa salah satu sifat perkalian adalah a x b = b x a.

Skemp juga yakin bahwa agar belajar menjadi berguna bagi seseorang, sifat-sifat umum dari
pengalaman harus dipadukan untuk membentuk suatu struktur konseptual atau suatu skema. Bagi
guru, ini berarti bahwa struktur matematika aharus disusun agar jelas bagi siswa sebelum mereka
dapat menggunakan pengetahuan awal sebagai dasar untuk belajar pada tahap berikutnya, atau
sebelum mereka menggunakan secara efektif pengetahuan mereka untuk menyelesaikan masalah
tentang pentingnya struktur ini

F. Teori Bruner

Jerome, S Bruner telah banyak menulis teori belajar, yang kajian khususnya adalah mengenai
bagaimana keyakinan dia terhadap anak-anak yang belajar matematika. Dalam teorinya ia
menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan
kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan,
disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut.

Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam materi yang sedang dibicarakan,
anak akan lebih memahami materi yang harus dikuasainya itu. Dengan kata lain, materi yang
mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahamai oleh anak.

Seperti halnya Piaget, Bruner lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar. Oleh
sebab itu, menurut Bruner metode belajar merupakan factor yang sangat menentukan dalam
pembelajaran dibandingkan dengan pemerolehan suatu kemampuan khusus. Metode yang sangat
didukung oleh Bruner adalah metode belajar dengan penemuan. Dengan metode ini anak di
dorong untuk memahami suatu fakta atau hubungan matematika yang belum dia pahami
sebelumnya, dan yang belum diberikan kepadanya secara langsung oleh orang lain.

Bruner berpendapat bahwa penemuan melibatkan kegiatan mengorganisasikan kembali materi


pelajaran yang telah dikuasai oleh seorang siswa. Kegiatan ini berguna bagi siswa tersebut untuk
menemukan suatu pola atau “keteraturan” yang bersifat umum terhadap situasi atau masalah baru
yang sedang dihadapinya. Ia yaki bahwa dalam mempelajari matematika seorang anak perlu
secara langsung menggunakan bahan-bahan manipulative. Bahan-bahan manipulative merupakan
benda konkrit yang dirancang khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam berusaha untuk
memahami suatu konsep matematika. Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan fisik ini,
akan memberikan kesempatan baginya untuk melaksanakan penemuan.

Sehubungan dengan pengalaman fisik ini, Bruner mengemukakan bahwa dalam proses
belajarnya anak melewati tiga tahapan, yaitu :
a. Tahap enaktif (enactive). Dalam tahap ini anak secara langsung terlbat dalam memanipulasi
(menotak-atik) suatu benda. Sebagai contoh, kita ingin mengenalkan konsep bilangan pecahan
yaitu . kita dapat menggunakan sebuah apel yang dibagi dua sama besar.

b. Tahap ikonik (iconic). Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak sudah behubungan
dengan mental, yang merupakan gambaran dri objek / benda yang dimanipulasinya. Anak tidak
langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan pada tahap enaktif. Misalnya dengan
menunjukkan pada sajian yang berupa gambar atau grafik.

c. Tahap simbolik (symbolic). Dalam tahap ini anak tidak lagi terikat dengan objek pada tahap
sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu mengggunakan notasi / symbol tanpa
ketergantungan terhadap objek real / konkrit.

G. Teori Van Hiele

Matematikawan berkebangsaan belanda, yaitu Dina Van Hiele Gedolf dan Piere Marie Van
Hiele, merupakan sepasang suami istri, sekitar tahun 1954 menulis disertai tentang pengajaran
geometri. Mereka menyelidiki dan mendeskripsikan sejumlah tahapan dalam perkembangan
geometri siswa. Mereka menyimpulkan bahwa siswa akan melewati lima tahapan dalam
perkembangannya dalam mempelajari geometri. Tahap-tahap ini serupa dengan tahap-tahap
perkembangan kognitif Piaget. Lima tahap tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tahap 0 (Visualisai / Pengenalan)

Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penanaman gambar-gambar. Siswa sudah mengenal
bentuk-bentuk geometri, seperti : segitiga, kubus, bola, lingkaran dan sebagainya. Akan tetapi
siswa belum bisa memahami sifat-sifatnya.

b. Tahap 1 (Analisis)

Tahap ini merupakan tahap penggambaran sifat-sifat. Pada tahap ini siswa sudah memahami
sifat-sifat konsep atau bentuk geometri. Misalnya siswa mengetahui dan mengenal bahwa sisi
persegi panjang yang berhadapan itu sama panjang, kledua diagonalnya sama panjang dan
memotong satu sama lain. Akan tetapi siswa belum bisa memahami hubungan bentuk-bentuk
geometri, misalnya persegi merupakan persegi panjang.

c. Tahap 2 (Pengurutan)

Tahap ini merupakan tahap pengklasifikasian dan penggeneralisasian melaui sifat-sifat. Pada
tahap ini siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri, memahami sifat-sifatnya, dan juga
sudah mampu mengurutkan bentuk-bentuk geometri yang satu sama lain berhubungan. Hanya
saja, pada tahap ini pemikiran deduktif siswa masih belum berkembang, tapi baru mulai dan
cenderung informal.
d. Tahap 3 (Deduksi)

Tahap ini merupakan tahap pengembangan bukti melalui aksioma dan definisi. Pemikiran
deduktif siswa sudah tumbuh, tapi belum berkembang dengan baik.

e. Tahap 4 (rigor / Keakuratan)

Tahap ini merupakan tahap dimana individu bekerja dalam berbagai sistem geometris. Pada
tahap ini siswa sudah dapat memahami bahwa adanya ketepatan (presisi) dari apa-apa yang
mendasar adalah hal yang penting. Berdasarkan hasil penelitian Driscoll (1983), tahap
pemahaman ini jarang bisa dicapai oleh siswa-siswa menengah atas.

Sebagai guru atau calon guru disekolah dasar sudah sepantasnya mengenal tahap-tahap tersebut,
minimal mengenal tiga tahap yang pertama yang dialami siswa usia sekolah dasar. Hal ini
dimaksudkan agar anda dapat merancang kegiatan-kegiatan pembelajaran geometri dengan
efektif.

Tahap pertama terjadi pada siswa yang dudk di kelas rendah sekolah dasr. Siswa belajar
mengenali dan menamai gambar-gambar bidag yang sering ditemui, seperti lingkaran, persegi,
segitiga, dan persegi panjang. Mereka juga dapat mengenali bentuk-bentuk sederhana seperti
kubus, limas, kerucut, dan bola. Jika siswa masih berada pada tahap ini, mereka tak akan bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat-sifat bangun geometri tersebut.

Kepada siswa yang demikian, bila kita sebagai guru menginginkan konsep-konsep geometri itu
dimiliki siswa dengan mengerti, maka pengejaran geometri mengenai sifat-sifat dan konsep-
konsep geometri sebaiknya ditangguhkan. Bila dipaksakan, konsep-konsep geometri yang
diberikan itu hanya akan diterima melalui hafalan.

Pada tahap kedua, siswa telah memiliki kemapuan dalam mendeskripsikan sifat-sifat. Misalnya
suatu segitiga mempunyai tiga sisi dan tiga titik sudut. Persegi memiliki sudut siku-siku
demikian pula persegi panjang. Sisi alas krucut berbentuk lingkaran.

Pada tahap ketiga, siswa telah duduk di kelas tinggi sekolah dasar. Pada tahap ini siswa telah
mampu mengklasifikasikan bentuk-bentuk berdasarkan karakteristiknya. Mereka mengenali
bahwasanya gambar yang memiliki empat sisi adalah segi empat. Segiempat ada yang bentuknya
beraturan dan ada yang tidak. Mereka dapat mengatakan bahwa suatu persegi adalah persegi
panjang, belah ketupat, jajar genjang, trapezium, segiempat.

Berdasarkan tahap-tahap ini, guru dapat merencanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran


geometri. Karena siswa anda masih dud di sekolah dasar, maka mereka mempelajari geometri
tidak berdasarkan bukti-bukti deduktif, tetapi melalui kegiatan-kegiatan informal melalu
benda0benda konkret di sekitar mereka.
D.MODEL, STRATEGI, PENDEKATAN, METODE

DAN TEKNIIK PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DI SD

Pembahasan kali ini sebenarnya akan anda temukan lagi secara lebih mendalam pada
matakuliah-matamuliah (Matakuliah Proses Belajar Mengajar) secara umum, atau pada mata
kuliah Model Pembelajaran Matematika Kontemporer di semester 6. Oleh karena itu
pembahasan dalam makalah ini dilakukan mengenai model, strategi, pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran di SD secara garis besar, tetapi tidak menghilangkan esensi materinya.

Beberapa Peristilahan dalam Pembelajaran

Pernahkan anda ke pasar????? Atau cobalah perhatikan seorang ibu yang hendak belanja
kepasar. Sebelum berangkat ia mengatur strategi agar prosesnya efisien dan hasilnya efektif. Ia
akan menyusun rencana belanja mengenai barang-barang apa saja yang akan dibelinya,
banyaknya uang yang ada dan dibawa untuk belanja, baju apa yang ia pakai untuk pergi, dengan
kendaraan apa ia berangkat, kapan ia pergi dan kapan ia pulang, took mana yang harus ia
datangi, bahkan bagaimana cara untuk menawar harga barang agar sesuai dengan kondisi
keuangan.

Dalam dunia kemiliteran, sebelum pasukan menggempur daerah lawan, terlebih dahulu para
pimpinan pasukan mengatur strategi dimarkasnya. Mereka mengatur siasat bagaimana
melakukan pendekatan ketempat lawan, memilih cara dan teknik yang paling efektik untuk
menaklukkannnya, serta mempersiapkan segala fasilitas yang dibutuhkan.

Jika kita mencoba merenungkannya, nampaknya tak ada kegiatan manusia secara normal yang
dilakukan tanpa strategi atau persiapan khusus. Sebab didasari atau tidak, manusia akan selalu
memikirkan dan membuat perencanaan terlebih dahulu. Manusia memikirkan prosedur apa yang
akan ditempuh, sarana apa saja yang akan digunakan, dan akhirnya keputusan mana yang akan
dipilih untuk direalisasikan. Mengapa demikian????? Tentu saja karena manusia adalah makhluk
yang berfikir.

Demikian juga dalam pelaksanaan tugasnya, seorang guru haruslah memilih strategi tertentu agar
pelaksanaan pembelajaran dikelas dapat berjalan lancar dengan hasil optimal. Tidak ada seorang
guru pun yang menginginkan kondisi pembelajaran kacau dan hasilnya buruk, sehingga setiap
guru pastilah mempersiapkan strategi pembelajaran dengan matang. Karena fitrahnya, setiap
guru merasakan dan menyadari bahwa tugasnya sebagai pendidik adalah tugas yang mulia, untuk
mencerdaskan bangsa. Guru adalah profesi yang sangat kaya dengan amal sholeh, penuh dengan
kebijakan, dan sarat dengan ilmu yang bermanfaat, sehingga mereka akan termasuk kedalam
golongan orang-orang yang beruntung karena memiliki bekal yang banyak saat menjumpai
Tuhannya kelak.

Sehubungan dengan uraian di atas, pengertian strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat yang
sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar
pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar, dan tujuan yang berupa hasil belajar dapat
tercapai secara optimal. Sementara itu, jika pengertian itu kita pecah menjadi strategi belajar dan
strategi mengajar, maka kita akan menemukan pengertian sebagai berikut. Strategi
belajar adalah strategi siswa dalam mempelajari konsep-konsep matematika dan dalam
menyelesaikan soal-soalnya. Sedangkan strategi mengajar adalah strategi yang dipergunakan
guru dalam mengolah materi matematika untuk pengajaran.

Pendekatan (approach) pembelajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan
pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Secara umum ada dua
jenis pendekatan dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan yang
bersifat metodologi dan pendekatan yang besifat materi.

Pendekatan metodologik berkenaan dengan carasiswa mengadaptasi konsep yang disajikan


kedalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut.
Beberapa contoh pendekatan metodologik adalah pendekatan intuitif, analitik, sintetik, spiral,
induktif, deduktif, tematik, mekanistik, empiristik, strukturalistik, realistic, heuristic.
Sedangkan pendekatan material merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang dalam
penyajian konsep matematikanya melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki oleh siswa.

Metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat umum. Misalnya
seorang guru menyajikan materi dengan penyampaian yang didominasi cara lisan, lalu sekali-
sekali ada Tanya jawab. Setiap guru bisa melakukan metode ceramah dalam bidang studinya
masing-masing, namun jangan harap seorang guru bidang studi matematika bisa mengunakan
metode ceramah dalam bidang studi kimia atau sebaliknya. Sama halnya dengan guru-guru
bidang studi lain yang memang bukan kompetensinya.

Setiap guru matematika mampu menggunakan metode seramah dalam bidang matematika
dengan baik dan benar karena ia menguasai tekniknya. Ia menguasai dan terampil secara khusus
dala bidangnya, dan kemampuan ini mungkin hanya dimilki oleh guru bidang studi masing-
masing. Berkaitan dengan ini, kita dapat menyusun sebuah pengertian teknik mengajar, yaitu
cara mengajar yang memerlukan keahlian khusus (dan atau bakat).

Sudah sewajbnya penguasaan metode mengajar seorang guru selalu disertai dengan kemampuan
teknik-teknik mengajar bidang studinya. Karena jelas bahwa metode dan teknik mengajar seperti
dua sisi mata uang yang berbeda tetapi tidak terpisahkan dalam pelaksanaannya di lapangan.
Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru didalam kelas yang
menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Model pembelajaran matematika yang lazim diterapkan
antara lain : model pembelajaran klasikal, individual, diagnosis, remedial, terprogram, dan
modul.

E.METODE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Setelah mempelajari beberapa teori belajar-mengajar matematika sesuai dengan tingkat


perkembangan sekolah dasar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, selanjutnya akan disajikan
cara-cara atau metode pembelajaran matematika di SD. Pembelajaran matematika yang baik
menuntut penggunaan metode-metode pembelajaran yang bervariasi. Hal ini masuk diakal
karena suatu topic matematika kadang-kadang dapat diajarkan secara lebih baik dengan metode
tertentu saja. Selain itu jika guru matematika hanya menggunakan satu jenis metode mengajar,
maka akan dimungkinkan para siswa menjadi lebih cepat bosan atau jenuh terhadap pesan yang
disajikan.

Pemilihan metode mengajar tentunya bergantung dari strategi pembelajaran yang telah dipilih.
Suatu pembelajaran yang efektif mensyaratkan pemilihan metode yang efektif pula. Metode yang
diterapkan dalam suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai
dengan apa yang diharapkan atau mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Sedangkan suatu
metode dikatakan efisien apabila penerapannya dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan
tersebut relative menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya, dan waktu yang minimum.

Banyak diantara kita yang mungkin mengetahui tentang macam-macam metode mengajar, tetapi
untuk menerapkannya dalam bidang studi biasanya tidak mudah. Ada pula yang dalam
penerapannya itu seperti dipaksa-paksakan.

Terdapat banyak metode dalam pembelajaran matematika yang dapat digunakan dan diterapkan
di tingkat SD, antara lain metode ceramah, ekspositori, demonstrasi, drill and practice,Tanya
jawab, diskusi, permaian, laboratorium, kegiatan lapangan, karya wisata, penemuan, inkuiri,
pemecahan masalah, pemberian tugas, proyek dan pengajaran beregu. Metode mana yang dipilih
dan digunakan dalam suatu kondisi dan situasi pengajaran tertentu akan tergantung pada topic
yang disajikan, tingkat kecakapan dan minat siswa, bakat guru dan gaya mengajar guru.

Tujuan dari penyajian bermacam-macam metode dalam pembelajaran adalah agar guru memiliki
pengetahuan yang luas tentang metode-metode dan memiliki keterampilan untuk
menerapkannya, khususnya dalam pembelajaran matematika. Dengan mengetahui keunggulan
dan kelamahan masing-masingmetode, diharapkan kita dapat memilih mana yang paling efektif
dan efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Dalam kenyataanya,
metode-metode itu bukan merupakan metode yang murni atau berdiri sendiri tanpa keterlibatan
metode lain, tetapi saling melengkapi.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika disekolah dasar, disini akan disajikan tiga
macam metode utama yaitu : metode ekspositori, metode penemuan, dan metode laboratorium.

1. Metode Ekspositori

Sebagian orang mengatakan bahwa metode ekspositori sama dengan metode ceramah, tetapi
sebagian lagi mengatakan bahwa keduanya memiliki perbedaan. Dalam metode ekspositori, guru
menjelaskan dan menyampaikan informasi, pesan, atau konsep kepada siswa dalam kelas.
Langkah-langkah pengajaran dengan metode ekspositori adalah sebagai berikut :

a. Pertama, sebelum menjelaskan dan menyampaikan pesan atau konsep, guru menuliskan
topic, menginformasikan tujuan pembelajaran, menyampaikan dan megulas materi prasyarat,
serta memotivasi siswa misalnya dengan metafora.

b. Kedua, guru menjelaskan dan menyajikan pesan atau konsep kepada para siswa dengan lisan
atau tertulis. Supaya konsep yang dijelaskan dapat dipahami oleh siswa, guru biasanya member
contoh dan mengajukan pertanyaan secara lisan serta meringkas konsep yang telah disampaikan.

c. Ketiga, guru meminta siswa baik secara perorangan atau kelompok untuk menggunakan
konsep yang telah dipelajari dengan cara mengerjakan soal yang telah disediakan.

Setidak-tidaknya ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam metode Ekspositori ini, yaitu
: Pertama, konsep disajikan secara lisan atau verbal. Kedua, pelajaran terarah, terpusat atau
terorientasi pada guru. Maksudnya adalah bahwa guru bertindak sebagai sumber utama tentang
pengetahuan matematika, dan guru adalah satu-satunya orang yang membuat keputusan tentang
bagaiman pengembangan pelajaran harus dilakuklan. Karena itu, cara pengajaran seperti
ekspositoridinamakan pembelajaran terarah dari gurur. Walaupun metode pembelajaran ini
terarah dari guru, proses dan hasil pembelajaranbisa tetap efektif. Hal ini bergantung pada
pengalaman guru dalam memilih dan menggunakan teknik pembelajaran. Biasanya teknik
pembelajaran yang dapat dipilih dan digunakan antara lain adlah teknik keterlibatan, teknik
analogi, teknik definisi dan contoh-noncontoh, teknik aturan, serta teknik analisis.

Teknik keterlibatan merupakan suatu proses mengajar yang melibatkan semua siswa selama
proses pembelajaran. Misalnya guru mengajukan pertanyaan secara lisan kepada semua siswa
dalam kelas. Guru meminta siswa agar menuliskan jawaban pertanyaan tadi pada sehelai kertas.

Teknik analogi merupakan suatu proses mengajar dan gurunya berusaha untuk menyederhanakan
suatu konsep yang abstrak dan sulit, agar siswa dapat memahami konsep tersebut. Konsep yang
sulit itu misalnya adalah 3 x 4. Guru dapat mendengarkan cerita sebagai berikut : “Ibu Enung
mempunyai tiga orang anak yaitu : Nita, Nia, dan Nunu. Karena ketiga anak tersebut naik kelas,
ibu Enung member hadiah 4 buah bolpoin kepada masing-masing anaknya. Berapakah jumlah
bolpoin yang diberikan ibu Enung kepada ketiga anaknya tersebut?????”

Teknik definisi dan contoh-contoh, merupakan tersebut naik kelas, ibu Enung member hadiah 4
buah bolpoin kepada masing-masing anaknya. Berapakah jumlah bolpoin yang diberikan ibu
Enung kepada ketiga anaknya tersebut?????”

Teknik definisi dan contoh-contoh, merupakan suatu proses mengajar di mana guru memberikan
suatu pertanyaan yang benar (definisi). Kemudian guru mengemukakan contoh yang mendukung
atau tidak kepada pernyataan tersebut. Misalnya guru menggambar segitiga di papan tulis.
Kemudian guru menggambar segiempat, dan menyatakan bahwa gambar terakhir itu bukan
gambar segitiga. Selanjtnya guru menggambar beberapa bangun geometrid an meminta siswa
untuk menunjukkan gambar mana yang merupakan gambar segitiga, mana pula yang bukan
segitiga.

Teknik aturan merupakan teknik mengajar di mana guru mengemukakan aturan-aturan, hokum,
prosedur atau rumus tertentu untuk diikuti siswa. Teknik ini hampir sama dengan teknik definisi
dan contoh-noncontoh. Misalnya, guru dapat menyatakan siswa, “apakah yang membedakan
segitiga dengan yang bukan segitiga????? Daptkah sembarang tiga ruas garis dikatakan sebagai
segitiga?????”, dan seterusnya.

Teknik analisis merupakan suatu teknik mengajar dimana guru berusaha menguraikan suatu
konsep ke dalam langkah-langkah tertentu yang lebih terperinci. Misalnya dalam menjelaskan 5
x 13, guru dapat melakukan langkah-langkah berikut :

5 x 3 = 5 x (10 + 3)

= (5 x 10) + (5 x 3)

= 50 + 15

= 50 + (10 + 5)

= (50 + 10) + 5

= 60 + 5

= 65

Dalam melakukan teknik ini, guru menjelaskan setiap langkah pelajaran sebelum para siswa
diberi tugas untuk menyelesaikan masalah. Namun dalam hal ini, peranan siswa lebih bersifat
pasif, karena siswa lebih banyak mendengar penjelasan dari guru ketimbang memahami materi
yang dijelaskan guru.

2. Metode Penemuan

Pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan pada hakikatnya adalah untuk mendorong
siswa agar memahami sesuatu. Sesuatu tersebut dapat berupa fakta, konsep, pola, sifat, rumus
tertentu, atau relasi matematika yang masih baru bagi siswa.

Kesemua fakta, konsep, pola, sifat, rumus, atau relasi matematika tersebut sebenarnya telah ada
atau telah ditemukan sebelumnya, namun belum pernah diajarkan kepada para siswa secara
langsung, baik oleh guru yang bersangkutan maupun oleh orang lain. Metode penemuan
biasanya membutuhkan waktu yang lama jika dibandingkan dengan metode ekspositori, karena
kegiatan ini mengembangkan konsep maupun keterampilan matematika dalam kaitannya dengan
pemecahan masalah. Untuk membuat prosedur ini menjadi lebih efisien, guru harus
mengkonstruksikan masalah itu secara hati-hati, atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan kunci.

Metode penemuan dibagi menjadi dua jenis yaitu : penemuan murni dan penemuan
terbimbing. Pada pelajaran yang dilaksanakan dengan penemuan murni, pelajaran terfokus pada
siswa dan tidak terfokus pada guru. Siswalah yang menentukan tujuan dan pengalaman belajar
yang diinginkan. Peran guru adalah menyajikan suatu situasi belajar atau masalah kepada para
siswa. Kemudian para siswa diminta untuk mengkaji dan menemukan fakta atau relasi yang
terdapat dalam masalah tadi dan akhirnya para siswa juga yang akan menarik suatu generalisasi
dari apa yang mereka temukan. Pendekatan seperti ini tentu saja hanya dapat digunakan dan
diterapkan kepada beberapa siswa yang tergolong pandai. Sebagai ilustrasi perhatikan masalah
berikut.

Siswa SD telah mengetahui luas persegi panjang adalah panjang kali lebar. Dengan
menggunakan rumus itu diminta atau diharapkan untuk dapat menemukan rumus luas daerah
jajargenjang yang alas dan tingginya berturut-turut adalah a dan t satuan.

Pada penemuan terbimbing atau inquiry, guru mengadakan atau member petunjuk kepada siswa
tentang materi pelajaran. Kadar bimbingan yang diberikan guru sangat bergantung pada
kemampuan para siswa dan topic yang dipelajarinya. Adanya bimbingan ini memungkinkan
berkurangnya tingkat frustasi yang dihadapi para siswa, tetapi sering mengakibatkan pembatasan
proses penemuan. Bentuk bimbingan yang diberikan guru bisa berupa petunjuk, arahan,
pertanyaan, atau dialog, sehingga diharapkan siswa pada sampai kesimpulan atau generalisasi
sesuai dengan yang dirancang dan diinginkan guru. Perlu diperhatikan bahwa jika guru ingin
menggunaka metode penemuan pada pembelajaran matematika, guru harus sudah merancang
secara jelas generalisasi atau kesimpulan apa yang harus ditemukan oleh para siswa.
3. Metode Laboratorium

Metode laboratorium merupakan metode mengajar yang orientasi kegiatannya didasarkan atas
percoban dan penyelidikan dengan objek-objek fisik. Siswa dibiarkan untuk melakukan perobaan
dan penyelidikan individual, berpasangan, dan atau berkelompok dan bebas menggunakan
benda-benda yang dapat dimanipulasi. Benda-benda yang dimaksud misalnya penggaris,
kelereng, bola, jam, koin logam, kalkulator, kubus, geoboard,kartu domino, dadu, dan benda-
benda lainnya yang dirancang secara khusus.

Sebagai contoh guru ingin mengajarkan konsep bilangan π (dibaca : pi). Siswa diminta untuk
melakukan percobaan mengukur diameter dan keliling lima benda berbentuk lingkaran yang
berbeda ukuran jari-jarinya. Siswa harus mencatat ukuran atau panjang diameter (garis tengah =
d) dan keliling (K) lingkaran tersebut, kemudian mencatat hasil bagi pada tabel yang disediakan
seperti berikut :

Percobaan Ke- d K

Dengan percobaan seperti itu, diharpkan siswa dapat menyimpulkan bahwa lima kali percobaan,
diketahui nilai adalah sama atau hampir sama. Nilai inilah yang disebut bilangan π (pi)yang
besarnya sekitar 3,14.

F.ALAT BELAJAR BERTEKNOLOGI DI SD

Jika kita perhatikan dengan cermat, perkembangan teknologi akhir-akhir ini dapat dikatakan
sangat pesat. Salah satu karya manusia yang didasarkan pada teknologi itu adalah kalkulator dan
computer. Kalkulator hampir dimiliki oleh hampir semua anggota masyarakat termasuk anak-
anak di Indonesia, mulai dari kalkulator sederhana, kalkulator hitung biasa,
kalkulator scientific, bahkan sampai kalkulator graphic yang berlayar warna. Di kota-kota besar
dapat dikatakan bahwa jangankan kalkulator, computer juga telah terkenal dan bahkan dimiliki
oleh sebagian besar anggota masyarakat, karena memang sudah menjadi kebutuhan utama.
Kedua alat tersebut kini bukan lagi makhluk asing bagi sebagian besar masyarakat.

Melihat perkembangan hasil teknologi dan penggunaannya, telah tiba saatnya untuk
mempertimbangakn dan sekaligus menggunakan hasil teknologi tersebut dalam pembelajaran
matematika. Kalkulator atau computer dapat digunakan sebagai media atau alat bantu
pembelajaran kalkulator dan computer dalam pembelajaran matematika.

1. Penggunaan Kalkulator

Sebelum adanya kalkulator, seseorang ingin sekali mahi di bidang komputasi dengan
menggunakan pensil dan kertas. Sekarang kalkulator dapat digunakan untuk maksud yang sama.
Meskipun sebagian kalangan berpendapat bahwa kalkulator akan berdampak negatif bagi siswa
SD, penulis sendiri berpikir bahwa penggunaan kalkulator yang professional justru akan sangat
mengembangkan sikap positif siswa terhadap matematika, disamping akan wawasan yang
berhubungan langsung / tidak langsung terhadap konsep matematika yang dipelajarinya. Bahkan
berdasarkan hasil penelitian di Negara-negara maju (Ruseffendi, 1991), kalkulator itu sudah
digunakan sejak kelas permulaan sekolah dasar dengan hasil yang positif.

Dalam matematika, kalkulator antara lain dapat digunakan pada masalah berikut. Pengecekan
kebenaran hasil operasi. Sebagai contoh, guru member tugas kepada siswa untuk menentukan
jumlah dari 8 + 9 tanpa menggunakan kalkulator. Setelah siswa menentukan jumlahnya sesuai
dengan cara yang telah diajarkan, guru dapat meminta siswa untuk mengecek hasil yang mereka
peroleh dengan menggunakan kalkulator. Apabila hasilnya sama, maka para siswa tentu akan
merasa senang dan bangga. Sebalikya jika hasilnya ternyata berbeda, maka guru dapat meminta
siswa untuk mengulangi pekerjaanya.

Nilai tempat. Misalnya guru menuliskan 25 di papan tulis. Kemudian guru meminta siswa agar
menggunakan kalkulator untuk menghitung angka “2” pada bilangan tersebut. Siswa yang tidak
memiliki pemahaman yang baik tentang nilai tempat, mungkin akan melakukan dengan cara
berikut. Siswa menekan tombol 2 dan dilanjutkan dengan 5 untuk memeperoleh 25, menekan
tanda kurang ( – ) dan diikuti tombol 2 serta tanda sama dengan (=). Cara ini menunjukkan hasil
23 dan ternyata angka “2” pada “25” tidak hilang. Berarti cara tersebut salah. Bagi siswa yang
memahami konsep nilai tempat, caranya hampir sama dengan cara diatas akan tetapi dia
menekan tombol ( – ), lalu menekan tpmbol 2 dan 0 untuk menunjukkan bilangan 20. Setelah
menekan tanda sama dengan (=), cara ini meberikan hasil 5. Dengan kata lain angka “2” pada
“25” telah berhasil dihilangkan dengan cara mengurangi 25 tersebut oleh 2 puluhan.

Menunjukkan urutan operasi dalam pengerjaan hitungan. Bisa jadi ketika disodorkan soal 5 + 3
x 8 – 6 : 2 banyak orang yang menjawab samadengan 29. Alasannya adalah proses
penghitungan itu didasarkan pada jenis operasi yang dimuali dari kiri lalu diteruskan kekana.
Mula-mula 5 + 3 menghaislkan 8, lalu hasil tersebut dikali 8 sehingga menjadi 64. Setelah itu
dikurangi 6 sehingga menjadi 58, dan akhirnya dibagi 2 sehingga menjadi 29.
5+3x8–6:2

= 8 x 8 – 6 :2

= 64 – 6 : 2

= 58 : 2

= 29

Jika kita mencoba menghitungnya menggunakan kalkulator scientific, maka hasilnya adalah 26.
Mengapa demikian????? Karena kalkulator secara otomatis akan memproses operasi kali dan
bagi sebelum operasi tambah dan kurang. Ini menunjukkan secara konseptual bahwa pada
hakikatnya perkalian itu adalah penjumlahan berulang, sedangkan pembagian merupakan
pengurangan berulang.

5 + 3 x 8 – 6 : 2 = 5 + (3 x 8) – (6 : 2)

= 5 + 24 – 3

= 26

Penyelesaian masalah. Kadang-kadang siswa tidak dapat menyelesaikan suatu masalah


matematika karena siswa tidak dapat menghitung hasil operasi yang terkait dengan penyelesaian
masalah tersebut. Dalam hal ini siswa dapat menggunakan kalkulator sebagai alat bantu untuk
memudahkannya memecahkan permasalahan.

Pola bilangan dan prediksi. Misalkan kita meminta siswa untuk memprediksi hasil kali
111.111.111 x 111.111.111. dalam hal ini gru bersama-sama siswa dengan menggunakan
kalkulator dapat menghitung hasil kali bilangan tersebut.

1x1=1

11 x 11 = 121

111 x 111 = 12321

1111 x 1111 = 1234321

11111 x 11111 = 123454321

Sekarang guru dapat menanyakan siswa tentang pola yang terdapat pada perkalian tersebut.
Terakhir guru dapat meminta siswa untuk memprediksi hasil kali dua bilangan yang dinyatakan
sebelumnya.
2. Penggunaan Komputer

Penggunaan computer dalam pembelajaran matematika di seolah dasar antara lain untuk
melakuakn kegiatan tutorial, latihan dan simulasi.

a. Tutorial

Akhir-akhir ini sudah marak beredar beberapa program computer yang dirancang khusus untuk
membantu siswa memahami konsep dan keterampilan matematika. Program tersebut biasanya
telah memuat petunjuk tentang cara menggunakan program yang terkait dengan topoik
matematika, baik untuk tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, bahkan sampai tingkat
perguruan tinggi. Khusus untuk tingkat SD, program tersebut misalnya saja tentang opersi pada
bilangan pecahan. Karena demikian baiknya program dirancang, seolah-olah program tersebut
mensimulasikan hubungan antara guru dan siswa dalam pembelajaran matematika yang
sesungguhnya.

Media yang interaktif seperti computer beserta program / perangkat lunak yang digunakan,
memiliki tingkat kemenarikan yang luar biasa dan akan mendorong siswa untuk belajar dan
beradaptasi akti-mandiri di dalamnya. Yang biasanya muncul pada program yang sedang
digunakan adalah permintaan agar siswa mengisiskan jawaban atau menjawab pertanyaan yang
disajikan dalam program. Kalau jawaban siswa adalah benar, maka siswa akan mendapat pujian
atau penguatan. Sebaliknya jika siswa salah menjawab pertanyaan, maka dikatakan misalnya :
“anda belum benar, silahkan anda mencoba lagi”. Demikian seterusnya untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pertanyaan selanjutnya dalam program tersebut. Secara tidak langsung,
program-program seprti ini akan mendorong siswa untuk tuntas dalam belajarnya (master
learning).

b. Simulasi

Ada pula program yang dapat mensimulasikan bangun-bangun geometri baik berdimensi dua
maupun berdimensi tiga. Dalam program seperti ini biasanya ditampilkan bangun-bangun
geometri yang sudah dikenal siswa. Siswa dapat melakukan percobaan, misalnya memutar bangu
geometri tertentu untuk menentukan sifat yang terkait dengan perputaran bangun geometri.
Model bangun geometri berdimensi tiga biasanya dapat diamati dari depan, samping kiri,
samping kanan, atas, bawah, dan belakang. Untuk ini siswa dapat melakukan percobaan sesuai
dengan petunjuk dan keinginannya. Kegiatan ini juga berfungsi sebagai latihan siswa untuk
mengamati dan memahami sifat-sifat yang terkait dengan bangun geometri tersebut.

Lebih jauh lagi, beberapa program geometri dapat dijadikan sebagai sarana bagi siswa dalam
menginvestigasi topic-topik, bentuk-bentuk, serta teorema-teorema atau dalil-dalil geometri,
bahkan dapat membantu siswa untuk membuktikan dalil-dalil geometri. Program-program yang
dimaksud antara lain : Cabri Geometri, Voronoi, dan Geometer’s Sketch-Pad.

BAB III
SIMPULAN

Pembelajaran adalah proses pembentukan diri peserta didik untuk menjadi manusia yang
seutuhnya, sehingga tidak sepantasnya melalui “trial and error”. Siswa adalah manusia yang
sedang mengembangkan diri secara utuh dan tidak boleh dianggap sebagai kelinci percobaan.

Materi yang disajikan dalam makalah ini membahas mengenai aliran psikologi tingkah laku,
yang mengurai aliran psikologi dari Thorndike, Skinner, Ausebel, Gagne, Pavlov dan Baruda.
Kemudian membahas mengenai aliran psikologi kognitif dengan uraian teori dari Piaget, Bruner,
Brownell, Dewey, Skemp, Dienes, dan Van Hiele.

Strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan
dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar,
dan tujuan yang berupa hasil belajar dapat tercapai secara optimal. Strategi belajar adalah
strategi siswa dalam mempelajari konsep-konsep matematika dan dalam menyelesaikan soal-
soalnya. Sedangkan strategi mengajar adalah strategi yang dipergunakan guru dalam mengolah
materi matematika untuk pengajaran. Metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang
masih bersifat umum. Misalnya seorang guru menyajikan materi dengan penyampaian yang
didominasi cara lisan, lalu sekali-sekali ada Tanya jawab. Model pembelajaran dimaksudkan
sebagai pola interaksi siswa dengan guru didalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan,
metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Model pembelajaran matematika yang lazim diterapkan antara lain : model pembelajaran
klasikal, individual, diagnosis, remedial, terprogram, dan modul.

Terdapat banyak metode dalam pembelajaran matematika yang dapat digunakan dan diterapkan
di tingkat SD, antara lain metode ceramah, ekspositori, demonstrasi, drill and practice,Tanya
jawab, diskusi, permaian, laboratorium, kegiatan lapangan, karya wisata, penemuan, inkuiri,
pemecahan masalah, pemberian tugas, proyek dan pengajaran beregu. Tujuan dari penyajian
bermacam-macam metode dalam pembelajaran adalah agar guru memiliki pengetahuan yang
luas tentang metode-metode dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam
pembelajaran matematika.

A. SARAN-SARAN
Penulis menyarankan kepada para pembaca dan seorang calon guru agar bisa memahami apa
yang dibicarakan/dibahas dalam pembahasan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis dan terkhusus bagi para pembaca, dan apabila ada suatu kekurangan dalam makalah ini
penulis meminta maaf atas kekurangan tersebut dan penulis menunggu atau menanti kritikan
yang sifatnya membangun dari para pembaca.

B. REKOMENDASI
Penulis dalam hal ini berterima kasih kepada para penyumbang artikel atau buku yang
mengijinkan penulis mengutip sedikit dari bagian atau tulisan tersebut, semoga allah SWT
memberikan ganjaran yang setimpal atas kesediaan para penyumbang buku dan Artikel yang
telah dikutip oleh penulis.
TEORI BELAJAR MATEMATIKA

1. Teori Belajar Bruner

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas
Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar
pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak
memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau
memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang
bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar
informasi yang diberikan kepada dirinya.

Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) prose perolehan informasi baru, (2) proses
mentransformasikan informasi yang diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan.Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan
penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain.Proses
transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang
sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah
menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.

Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika itu,(dalam Hudoyo, 1990:48) Dalam setiap kesempatan,
pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi
(contextual problem).Dengan mengajukan masalah kontekstual,peserta didik secara bertahap dibimbing
untuk menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah
diharapkan menggunakan tekhnologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga atau
media lainnya.
Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak baiknya diberi kesempatan
memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh
siswa dalam memahami suatu konsep matematika.Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan
melihat langsung bagaiman keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang
diperhatikannya.Peran guru adalah :

1. perlu memahami struktur pelajaran

2. pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar
untuk memahami dengan benar

3. pentingnya nilai berfikir induktif.

Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar secara optimal)
jika pengetahuan yang dipelajari itu dalam 3 model yaitu :

1. Model Tahap Enaktif

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam
memanipulasi (mengotak atik)objek.

2. Model Tahap Ikonik

Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan
disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan
mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
2. Model Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-
lambang objek tertentu.

Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif ,Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil
berkaitan dengan pengajaran matematika.Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang
dilakukan oleh Bruner pada tahun 1963 mengemukakan empat teorema /dalil-dalil berkaitan dengan
pengajaran matematika yang masing-masing disebut “teorema atau dalil” .Keempat dalil tersebut
adalah :

a. Dalil Konstruksi / Penyusunan ( Contruction theorem)

Didalam teorema konstruksi dikatakan cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari sesuatu
atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebuah
representasi dari konsep atau prinsip tersebut.

b. Dalil Notasi (Notation Theorem)

Menurut teorema notasi representase dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh
siswa apabila didalam representase itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan
kognitif siswa.

c. Dalil Kekontrasan dan Variasi ( Contras and Variation Theorem)


Menurut teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih
mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain sehingga
perbedaan antar konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.

d. Dalil Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)

Didalam teorema konektivitas disebut bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketramplan dalam
matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan lain.

Metode Penemuan

Satu hal yang membuat Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil
belajar, menurutnya belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran dibandingkan
dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan (dicovery).Discovery learning dari Bruner
merupakan model pengajaran yang melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang
pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri
secara mandiri.

Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :

1. Stimulus ( pemberian perangsang)

2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)

3. Data collection ( pengumpulan data)

4. Data Prosessing (pengolahan data)


5. Verifikasi

6. Generalisasi

3. Teori Belajar Gagne

Teori yang diperkenalkan Robert M.Gagne pada tahun 1960-an pembelajaran harus dikondisikan untuk
memunculkan respons yang diharapkan.Menurut Gagne (dalam Ismail 1998), belajar matematika terdiri
dari objek langsung dan objek tak langsung.

1. Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas :

a. Fakta-fakta matematika

b. Ketrampilan-ketrampilan matematika

c. Konsep-konsep matematika

d. Prinsip-prinsip matematika

2. Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah :


a. Kemampuan berfikir logis

b. Kemampuan memecahkan masalah

c. Sikap positif terhadap matematika

d. Ketekunan

e. Ketelitian

Taksonomi Gagne

Menurut Gagne tingkah laku manusia sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita dapat
mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat
dalam proses belajar.Gagne mengemukakan bahwa ketrampilan-ketrampilan yang dapat diamati
sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas.

Lima Macam Hasil Belajar Gagne


Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif
dan satu bersifat psikomotor.Hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut :

1. Informasi verbal

Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan


pengetahuannya tentang fakta-fakta.

2. Ketrampilan Intelektual

Kapabilitas ketrampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat membedakan, menguasai


konsep aturan, dan memecahkan masalah.

Kapabilitas Ketrampilan Intelektual oleh Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu :

a. Belajar Isyarat

b. Belajar stimulus Respon

c. Belajar Rangkaian Gerak

d. Belajar Rangkaian Verbal

e. Belajar membedakan

f. Belajar Pembentukan konsep

g. Belajar Pembentukan Aturan

h. Belajar Memecahkan Masalah

3. Strategi Kognitif

Kapabilitas Strategi Kognitif adalah Kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan


proses berfikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis.
4. Sikap

Kapabilitas Sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas dasar
penilaian terhadap stimulus tersebut.

5. Ketrampilan motorik

Untuk dapat mengetahui seseorang memiliki kapabilitas ketrampilan motorik dapat dilihat dari segi
kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot serta anggota badan yang diperlihatkan orang
tersebut.

Fase-fase kegiatan Belajar menurut Gagne

Robert M.Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian diantaranya fase-fase
kegiatan belajar yang dibagi dalam empat fase yaitu :

a. Fase Aprehensi

b. Fase Akuisisi

c. Fase Penyimpanan

d. Fase Pemanggilan

4. Teori Belajar Thorndike

Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan koneksionisme.
Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukkan hubungan
antara stimulus dan respon.

Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (lawofreadiness), hukum latihan(lawofexercise) dan
hukum akibat(lawofeffect).
5. Teori Belajar Skinner

Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam proses belajar.

Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya
subjektif.

Pengutan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih
mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.

Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan
negatif.Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak setelah berhasil
menyelesaikan tugas dan sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan.

Skiner menambahkan bahwa jika respon siswa baik(menunjang efektivitas pencapaian tujuan)harus
segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi,atau minimalnya perbuatan baik itu
dipertahankan

6. Teori Belajar Piaget


Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata(Schemas), yaitu kumpulan dari
skema- skema.Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus
disebabkan karena bekerjanya schemata ini.

Skemata ini berkembang secara kronologis,sebagai hasil interaksi individu dengan


lingkungannya,sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari
pada ketika iamasih kecil.

Tahap perkembangan kognitif:

• Tahap Sensori Motor (sejak lahir sampai dengan 2 tahun)

Bagi anak yang berada pada tahap ini,pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik(gerakan anggota
tubuh)dan sensori(koordinasi alat indra).

• Tahap Pra Operasi(2 tahunsampaidengan7 tahun)

Ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit.Operasi konkrit adalahberupa
tindakan- tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan sekelompok objek,menata letak benda
berdasarkan urutan tertentu,dan membilang.

• Tahap Operasi Konkrit(7 tahunsampaidengan11 tahun)


Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan, kemampuan mengklasifikasi,
mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir
reversible.

• Tahap Operasi Formal (11 tahundanseterusnya)

Tahap ini merupakantahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah
mampu malakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa
harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung, dengan hanya menggunakan simbol-
simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi.
Aliran Tingkah Laku Thorndike Watson Clark HullTEORI BELAJAR
Edwin GuthrieSkinner Aliran SibernetikLandaPask & Scott Aliran HumanistikBloom &
KrathwohlKolbHoney & MumfordHabermas Aliran KognitifPiagetAusubelBruner

2 TEORI BELAJAR BEHAVIORISME (TINGKAH LAKU)


Belajar adalah perubahan tingkah lakuProses belajar mengajar :Penguatan (+)Stimulus
Proses ResponsPenguatan (-)Faktor lain ialah penguatan (reinforcement) yang dapat
memperkuat timbulnya respons. Reinforcement bisa positive bisa negativeYang
terpenting adalah masukan berupa stimulus dan keluaran berupa respons (karena
dapat diamati)Kritik :1. tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks2. tidak
semua hasil belajar dapat diamati dan diukur

3 APLIKASI BEHAVIORISME DALAM PROSES BM


MELIPUTI LANGKAH-LANGKAH :Menentukan tujuan instruksionalMenganalisis
lingkungan kelas, termasuk “entry behavior” mahasiswaMenentukan materi
pelajaranMemecah materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecilMenyajikan materi
pelajaranMemberikan stimulus berupa : pertanyaan, tes, latihan,tugas-tugasMengamati
dan mengkaji respons yang diberikanMemberikan penguatan (positif maupun
negatif)Memberikan stimulus baruMengevaluasi hasil belajarMemberikan penguatan,
dan seterusnya

4 TEORI BELAJAR KOGNITIVISME


Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (tidak selalu berbentuk perubahan
tingkah laku yang dapat diamati)Setiap orang telah mempunyai
pengetahuan/pengalaman dalam dirinya, yang tertata dalam bentuk struktur kognitif.
Proses belajar terjadi bila materi yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang
sudah dimilikiA B C D ABCD = StrukturkognitifmahasiswaTeori belajar yang
berkembang berdasarkan teori ini ialah teori perkembangan Piaget, teori kognitif
Bruner, dan teori bermakna AusubelKritik :1. Lebih dekat pada psikologi daripada teori
belajar,sukar diaplikasikan2. Sukar dipraktekkan, karena tidak mungkin
memahami“struktur kognitif” yang ada dalam setiap orang mahasiswa

5 KOGNITIVISME : TEORI PERKEMBANGAN PIAGET


1. Proses Belajar : terjadi menurut tahap-tahap perkembangan sesuai umur2. Tahap-
Tahap : asimilasi (penyesuaian pengetahuan barudengan struktur kognitif yang sudah
ada) akomodasi (penyesuaian struktur kognitifmahasiswa dengan pengetahuan baru)
equilibrasi (penyeimbangan mentalsetelah terjadi proses asimilasi /akomodasi

6 APLIKASI TEORI PERKEMBANGAN PIAGET


Menentukan tujuan instruksionalMemilih materi pelajaranMenentukan topik yang dapat
dipelajari secara aktif oleh mahasiswa (bimbingan minimum oleh dosen)Merancang
kegiatan belajar yang cocok untuk topik yang akan dipelajari
mahasiswaMempersiapkan berbagai pertanyaan yang memacu krativitas mahasiswa
untuk berdiskusi atau bertanyaMengevaluasi proses dan hasil belajar
7 KOGNITIVISME : BRUNERTerjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh carakita
mengatur materi pelajaranProses belajar terjadi melalui tahap-tahap : enaktif (aktivitas
mahasiwa untuk memahamilingkungan melalui observasi langsung realitas) ikonik
(mahasiswa mengobservasi realitas tidak secaralangsung, tetapi melalui sumber
sekunder , misalnyamelalui gambar-gambar atau tulisan) simbolik (mahasiswa
membuat abstraksi berupa teori,penafsiran, analisis terhadap realitas yang
telahdiamati dan alami)

8 APLIKASI TEORI KOGNITIF BRUNER


Menentukan tujuan-tujuan instruksionalMemilih materi pelajaranMenentukan topik yang
bisa dipelajari secara induktif oleh mahasiswaMencari contoh, tugas, ilustrasi,
dsb.nyaMengatur topik-topik mulai dari yang paling konkret ke abstrak, dari yang
sederhana ke kompleks, dari tahap enaktif, ikonik ke simbolik, dsb.nyaMengevaluasi
proses dan hasil belajar

9 TEORI BERMAKNA AUSUBEL


Proses Belajar terjadi bila mahasiswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang
dimiliki dengan pengetahuan baruProses Belajar terjadi melalui tahap-tahap:
memperhatikan stimulus yang diberikan memahami makna stimulus menyimpan dan
menggunakan informasiyang sudah dipahamiKonsep penting : “Advance Organizer”,
yang merupakan gambaran singkat isi pelajaran baru, yang berfungsi sebagai (1)
kerangka konseptual sebagai titik tolak proses belajar, (2) penghubung antara ilmu
yang baru dengan apa yang sudah dimiliki mahasiswa, (3) fasilitator yang
mempermudah mahasiswa belajar

10 APLIKASI TEORI BERMAKNA AUSUBEL


Menentukan tujuan instruksionalMengukur kesiapan mahasiswaMemilih materi
pelajaranMengidentifikasi prinsip - prinsip yang harus dikuasai mahasiswaMenyajikan
pandangan menyeluruh tentang apa yang harus dipelajariMenggunakan “advance
organizer” dengan cara membuat rangkumanMengajar mahasiswa memahami konsep
dan prinsip dengan fokus pada hubungan antara konsep yang adaMengevaluasi proses
dan hasil belajar

11 TEORI BELAJAR HUMANISTIK


Belajar adalah untuk “memanusiakan” manusiaCenderung bersifat eklektik, dalam arti
memanfaatkan teknik belajar apapun asal tujuan belajar tercapaiContoh: Ausubel
(meaningful learning), lihat juga kognitivismeKrathwohl & Bloom, ada 3 kawasan tujuan
belajar : Kognitif, Afektif dan PsikomotorKolb, ada 4 tahap dalam proses belajar, yaitu :
pengalaman konkrit, pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi
aktifHoney & Mumford, berdasarkan teori Kolb membagi mahasiswa menjadi 4 macam:
Aktifis, Reflektor, Teoris, dan PragmatisHabermas, ada 3 tipe belajar : belajar teknis,
belajar praktis dan belajar emansipatorisKritik : sukar digunakan dalam konteks yang
lebih praktis,dan lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan
12 APLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM PROSES BM
Dalam prakteknya cenderung mendorong mahasiswa untuk berpikir induktif (dari contoh
ke konsep, dari konkrit ke abstrak, dari khusus ke umum, dsb.nya )Teori ini
mementingkan faktor pengalaman (keterlibatan aktif mahasiswa di dalam proses
BM)Aplikasinya melalui tahap-tahap :1. menentukan tujuan instruksional2. menentukan
materi pelajaran3. mengidentifikasi “ entry behavior” mahasiswa4. mengidentifikasi
topik-topik yang memungkinkanmahasiswa mempelajarinya secara aktif
danseterusnya………….

13 TEORI BELAJAR SIBERNETIK


Belajar adalah pengolahan informasiYang terpenting adalah “sistem informasi”, yang
akan menentukan terjadinya proses belajar. Jadi tidak ada satu pun jenis cara belajar
yang ideal untuk segala situasiContoh : Landa (pendekatan algoritmik dan heuristik),
Pask & Scott (tipe mahasiswa “wholist” dan “serialist”)Pendekatan belajar “algoritmik”
menuntut mahasiswa berpikir sistematis, tahap demi tahap, linier menuju ke suatu
target tertentu (memahami rumus matematika)Pendekatan “heuristik” menuntut mah.
berpikir divergen, menyebar ke beberapa target sekaligus. Memahami suatu konsep
yang penuh arti ganda dan penafsiran, biasanya menuntut cara berpikir
demikianMah.tipe “wholist” cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling
umum ke tahap yang lebih khususMah.tipe “serialist; cenderung berpikir secara
“algoritmik”Kritik : Lebih menekankan pada sistem informasi, kurang memperhatikan
bagaimana proses belajar berlangsung (Sulit dipraktekkan)

14 APLIKASI TEORI BELAJAR SIBERNETIK DALAM PROSES BM


Menentukan tujuan instruksionalMenentukan materi pelajaranMengkaji sistem informasi
yang terkandung dalam materi tersebutMenentukan pendekatan belajar yang sesuai
dengan sistem informasi itu (apakah algoritmik atau heuristik)Menyusun materi dalam
urutan yang sesuai dengan sistem informasinyaMenyajikan materi dan membimbing
mahasiswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan pelajaran

15 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR MENGAJAR


INTERNAL
:KemampuanMotivasiPerhatianIngatanLupaRetensiTransferEKSTERNALKondisi
BelajarTujuan BelajarPemberian Umpan Balik

16 ANALISIS HASIL KERJA YANG RENDAH


Jarang Belumberlatih menguasaimenggunakan pengetahuan/keterampilan
keterampilanPrestasibelajarrendahKonsekuensi Sifat atau strukturnegatif tugas yang
sulitpelaksanaan atau tidaktugas menyenangkan

17 MOTIVASI Pengertian : “Movere” = menggerakkan Kondisi yang :


- menimbulkan perilaku- mengarahkan perilaku- mempertahankan intensitasperilaku
18 ARCS MODEL PERHATIAN (ATTENTION) RELEVANSI (RELEVANCE)
KEPERCAYAAN DIRI (CONFIDENCE)KEPUASAN ( SATISFACTION)

19 ATTENTION Baru Aneh Kontradiktif Kompleks


Perhatian ditimbulkan oleh elemen yang :BaruAnehKontradiktifKompleks

20 STRATEGI UNTUK MERANGSANG MINAT DAN PERHATIAN MAHASISWA


Gunakan metode instruksional yang bervariasiGunakan variasi media (transparansi,
videotape, dsb.nya) untuk melengkapi perkuliahanBila tepat, gunakan humor dalam
presentasiGunakan peristiwa nyata sebagai contoh untuk memperjelas konsepGunakan
teknik bertanya untuk melibatkan mahasiswa

21 RELEVANCY (RELEVANSI) Hubungan antara materi kuliah dengan kebutuhan


dan kondisi mahasiswa
Motif pribadi (McClelland) Kebutuhan untuk berprestasi(needs for achievement)
Kebutuhan untuk memiliki kuasa (needs for power) Kebutuhan untuk berafiliasi
(needs for affiliation)Motif instrumental , bahwa keberhasilan dalam suatu tugas
adalah langkah untuk mencapai keberhasilan lebih lanjutNilai kultural, apabila tujuan
yang ingin dicapai sesuai dengan nilai yang dianut oleh mahasiswa dan kelompok

22 STRATEGI UNTUK MENUNJUKKAN RELEVANSI PERKULIAHAN


Sampaikan apa kemampuan mahasiswa setelah mempelajari kuliah tersebut, berarti
perlu menjelaskan tujuan instruksionalMenjelaskan manfaat pengetahuan/ keterampilan
yang akan dipelajari yang bekaitan dengan pekerjaan lulusan nantiBerikan contoh,
latihan atau tes yang langsung berhubungan dengan profesi tertentu

23 KEPERCAYAAN DIRI (CONFIDENCE)


Teori Belajar dan MotivasiKEPERCAYAAN DIRI (CONFIDENCE)P3AI-UNHAS

24 STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI (CONFIDENCE)


Memperbanyak pengalaman berhasil mahasiswa(urutan materi dari mudah ke
sukar)Perkuliahan disusun dalam bagian yang lebih kecilMeningkatkan harapan untuk
berhasil dengan menyatakan persyaratannya ( tujuan instruksional dan kriteria tes pada
awal kuliah)Memungkinkan kontrol keberhasilan di tangan mahasiswa (adanya Kontrak
Perkuliahan)Tumbuh kembangkan kepercayaan diri mahasiswaBerikan umpan balik
yang konstruktif

25 SATISFACTION

26 STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KEPUASAN


Gunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif, bukan ancaman atau
sejenisnyaBerikan kesempatan mahasiswa segera mempraktekkan pengetahuan yang
dipelajarinyaMinta mahasiswa membantu teman yang belum berhasil menguasai suatu
keterampilan atau pengetahuanBandingkan prestasi mahasiswa dengan prestasinya
sendiri di masa lalu atau standar lain, bukan dengan mahasiswa lain
Aliran Tingkah Laku Thorndike Watson Clark HullTEORI BELAJAR
Edwin GuthrieSkinner Aliran SibernetikLandaPask & Scott Aliran HumanistikBloom &
KrathwohlKolbHoney & MumfordHabermas Aliran KognitifPiagetAusubelBruner

2 TEORI BELAJAR BEHAVIORISME (TINGKAH LAKU)


Belajar adalah perubahan tingkah lakuProses belajar mengajar :Penguatan (+)Stimulus
Proses ResponsPenguatan (-)Faktor lain ialah penguatan (reinforcement) yang dapat
memperkuat timbulnya respons. Reinforcement bisa positive bisa negativeYang
terpenting adalah masukan berupa stimulus dan keluaran berupa respons (karena
dapat diamati)Kritik :1. tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks2. tidak
semua hasil belajar dapat diamati dan diukur

3 APLIKASI BEHAVIORISME DALAM PROSES BM


MELIPUTI LANGKAH-LANGKAH :Menentukan tujuan instruksionalMenganalisis
lingkungan kelas, termasuk “entry behavior” mahasiswaMenentukan materi
pelajaranMemecah materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecilMenyajikan materi
pelajaranMemberikan stimulus berupa : pertanyaan, tes, latihan,tugas-tugasMengamati
dan mengkaji respons yang diberikanMemberikan penguatan (positif maupun
negatif)Memberikan stimulus baruMengevaluasi hasil belajarMemberikan penguatan,
dan seterusnya

4 TEORI BELAJAR KOGNITIVISME


Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (tidak selalu berbentuk perubahan
tingkah laku yang dapat diamati)Setiap orang telah mempunyai
pengetahuan/pengalaman dalam dirinya, yang tertata dalam bentuk struktur kognitif.
Proses belajar terjadi bila materi yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang
sudah dimilikiA B C D ABCD = StrukturkognitifmahasiswaTeori belajar yang
berkembang berdasarkan teori ini ialah teori perkembangan Piaget, teori kognitif
Bruner, dan teori bermakna AusubelKritik :1. Lebih dekat pada psikologi daripada teori
belajar,sukar diaplikasikan2. Sukar dipraktekkan, karena tidak mungkin
memahami“struktur kognitif” yang ada dalam setiap orang mahasiswa

5 KOGNITIVISME : TEORI PERKEMBANGAN PIAGET


1. Proses Belajar : terjadi menurut tahap-tahap perkembangan sesuai umur2. Tahap-
Tahap : asimilasi (penyesuaian pengetahuan barudengan struktur kognitif yang sudah
ada) akomodasi (penyesuaian struktur kognitifmahasiswa dengan pengetahuan baru)
equilibrasi (penyeimbangan mentalsetelah terjadi proses asimilasi /akomodasi

6 APLIKASI TEORI PERKEMBANGAN PIAGET


Menentukan tujuan instruksionalMemilih materi pelajaranMenentukan topik yang dapat
dipelajari secara aktif oleh mahasiswa (bimbingan minimum oleh dosen)Merancang
kegiatan belajar yang cocok untuk topik yang akan dipelajari
mahasiswaMempersiapkan berbagai pertanyaan yang memacu krativitas mahasiswa
untuk berdiskusi atau bertanyaMengevaluasi proses dan hasil belajar
7 KOGNITIVISME : BRUNERTerjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh carakita
mengatur materi pelajaranProses belajar terjadi melalui tahap-tahap : enaktif (aktivitas
mahasiwa untuk memahamilingkungan melalui observasi langsung realitas) ikonik
(mahasiswa mengobservasi realitas tidak secaralangsung, tetapi melalui sumber
sekunder , misalnyamelalui gambar-gambar atau tulisan) simbolik (mahasiswa
membuat abstraksi berupa teori,penafsiran, analisis terhadap realitas yang
telahdiamati dan alami)

8 APLIKASI TEORI KOGNITIF BRUNER


Menentukan tujuan-tujuan instruksionalMemilih materi pelajaranMenentukan topik yang
bisa dipelajari secara induktif oleh mahasiswaMencari contoh, tugas, ilustrasi,
dsb.nyaMengatur topik-topik mulai dari yang paling konkret ke abstrak, dari yang
sederhana ke kompleks, dari tahap enaktif, ikonik ke simbolik, dsb.nyaMengevaluasi
proses dan hasil belajar

9 TEORI BERMAKNA AUSUBEL


Proses Belajar terjadi bila mahasiswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang
dimiliki dengan pengetahuan baruProses Belajar terjadi melalui tahap-tahap:
memperhatikan stimulus yang diberikan memahami makna stimulus menyimpan dan
menggunakan informasiyang sudah dipahamiKonsep penting : “Advance Organizer”,
yang merupakan gambaran singkat isi pelajaran baru, yang berfungsi sebagai (1)
kerangka konseptual sebagai titik tolak proses belajar, (2) penghubung antara ilmu
yang baru dengan apa yang sudah dimiliki mahasiswa, (3) fasilitator yang
mempermudah mahasiswa belajar

10 APLIKASI TEORI BERMAKNA AUSUBEL


Menentukan tujuan instruksionalMengukur kesiapan mahasiswaMemilih materi
pelajaranMengidentifikasi prinsip - prinsip yang harus dikuasai mahasiswaMenyajikan
pandangan menyeluruh tentang apa yang harus dipelajariMenggunakan “advance
organizer” dengan cara membuat rangkumanMengajar mahasiswa memahami konsep
dan prinsip dengan fokus pada hubungan antara konsep yang adaMengevaluasi proses
dan hasil belajar

11 TEORI BELAJAR HUMANISTIK


Belajar adalah untuk “memanusiakan” manusiaCenderung bersifat eklektik, dalam arti
memanfaatkan teknik belajar apapun asal tujuan belajar tercapaiContoh: Ausubel
(meaningful learning), lihat juga kognitivismeKrathwohl & Bloom, ada 3 kawasan tujuan
belajar : Kognitif, Afektif dan PsikomotorKolb, ada 4 tahap dalam proses belajar, yaitu :
pengalaman konkrit, pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi
aktifHoney & Mumford, berdasarkan teori Kolb membagi mahasiswa menjadi 4 macam:
Aktifis, Reflektor, Teoris, dan PragmatisHabermas, ada 3 tipe belajar : belajar teknis,
belajar praktis dan belajar emansipatorisKritik : sukar digunakan dalam konteks yang
lebih praktis,dan lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan
12 APLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM PROSES BM
Dalam prakteknya cenderung mendorong mahasiswa untuk berpikir induktif (dari contoh
ke konsep, dari konkrit ke abstrak, dari khusus ke umum, dsb.nya )Teori ini
mementingkan faktor pengalaman (keterlibatan aktif mahasiswa di dalam proses
BM)Aplikasinya melalui tahap-tahap :1. menentukan tujuan instruksional2. menentukan
materi pelajaran3. mengidentifikasi “ entry behavior” mahasiswa4. mengidentifikasi
topik-topik yang memungkinkanmahasiswa mempelajarinya secara aktif
danseterusnya………….

13 TEORI BELAJAR SIBERNETIK


Belajar adalah pengolahan informasiYang terpenting adalah “sistem informasi”, yang
akan menentukan terjadinya proses belajar. Jadi tidak ada satu pun jenis cara belajar
yang ideal untuk segala situasiContoh : Landa (pendekatan algoritmik dan heuristik),
Pask & Scott (tipe mahasiswa “wholist” dan “serialist”)Pendekatan belajar “algoritmik”
menuntut mahasiswa berpikir sistematis, tahap demi tahap, linier menuju ke suatu
target tertentu (memahami rumus matematika)Pendekatan “heuristik” menuntut mah.
berpikir divergen, menyebar ke beberapa target sekaligus. Memahami suatu konsep
yang penuh arti ganda dan penafsiran, biasanya menuntut cara berpikir
demikianMah.tipe “wholist” cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling
umum ke tahap yang lebih khususMah.tipe “serialist; cenderung berpikir secara
“algoritmik”Kritik : Lebih menekankan pada sistem informasi, kurang memperhatikan
bagaimana proses belajar berlangsung (Sulit dipraktekkan)

14 APLIKASI TEORI BELAJAR SIBERNETIK DALAM PROSES BM


Menentukan tujuan instruksionalMenentukan materi pelajaranMengkaji sistem informasi
yang terkandung dalam materi tersebutMenentukan pendekatan belajar yang sesuai
dengan sistem informasi itu (apakah algoritmik atau heuristik)Menyusun materi dalam
urutan yang sesuai dengan sistem informasinyaMenyajikan materi dan membimbing
mahasiswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan pelajaran

15 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR MENGAJAR


INTERNAL
:KemampuanMotivasiPerhatianIngatanLupaRetensiTransferEKSTERNALKondisi
BelajarTujuan BelajarPemberian Umpan Balik

16 ANALISIS HASIL KERJA YANG RENDAH


Jarang Belumberlatih menguasaimenggunakan pengetahuan/keterampilan
keterampilanPrestasibelajarrendahKonsekuensi Sifat atau strukturnegatif tugas yang
sulitpelaksanaan atau tidaktugas menyenangkan

17 MOTIVASI Pengertian : “Movere” = menggerakkan Kondisi yang :


- menimbulkan perilaku- mengarahkan perilaku- mempertahankan intensitasperilaku
18 ARCS MODEL PERHATIAN (ATTENTION) RELEVANSI (RELEVANCE)
KEPERCAYAAN DIRI (CONFIDENCE)KEPUASAN ( SATISFACTION)

19 ATTENTION Baru Aneh Kontradiktif Kompleks


Perhatian ditimbulkan oleh elemen yang :BaruAnehKontradiktifKompleks

20 STRATEGI UNTUK MERANGSANG MINAT DAN PERHATIAN MAHASISWA


Gunakan metode instruksional yang bervariasiGunakan variasi media (transparansi,
videotape, dsb.nya) untuk melengkapi perkuliahanBila tepat, gunakan humor dalam
presentasiGunakan peristiwa nyata sebagai contoh untuk memperjelas konsepGunakan
teknik bertanya untuk melibatkan mahasiswa

21 RELEVANCY (RELEVANSI) Hubungan antara materi kuliah dengan kebutuhan


dan kondisi mahasiswa
Motif pribadi (McClelland) Kebutuhan untuk berprestasi(needs for achievement)
Kebutuhan untuk memiliki kuasa (needs for power) Kebutuhan untuk berafiliasi
(needs for affiliation)Motif instrumental , bahwa keberhasilan dalam suatu tugas
adalah langkah untuk mencapai keberhasilan lebih lanjutNilai kultural, apabila tujuan
yang ingin dicapai sesuai dengan nilai yang dianut oleh mahasiswa dan kelompok

22 STRATEGI UNTUK MENUNJUKKAN RELEVANSI PERKULIAHAN


Sampaikan apa kemampuan mahasiswa setelah mempelajari kuliah tersebut, berarti
perlu menjelaskan tujuan instruksionalMenjelaskan manfaat pengetahuan/ keterampilan
yang akan dipelajari yang bekaitan dengan pekerjaan lulusan nantiBerikan contoh,
latihan atau tes yang langsung berhubungan dengan profesi tertentu

23 KEPERCAYAAN DIRI (CONFIDENCE)


Teori Belajar dan MotivasiKEPERCAYAAN DIRI (CONFIDENCE)P3AI-UNHAS

24 STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI (CONFIDENCE)


Memperbanyak pengalaman berhasil mahasiswa(urutan materi dari mudah ke
sukar)Perkuliahan disusun dalam bagian yang lebih kecilMeningkatkan harapan untuk
berhasil dengan menyatakan persyaratannya ( tujuan instruksional dan kriteria tes pada
awal kuliah)Memungkinkan kontrol keberhasilan di tangan mahasiswa (adanya Kontrak
Perkuliahan)Tumbuh kembangkan kepercayaan diri mahasiswaBerikan umpan balik
yang konstruktif

25 SATISFACTION

26 STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KEPUASAN


Gunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif, bukan ancaman atau
sejenisnyaBerikan kesempatan mahasiswa segera mempraktekkan pengetahuan yang
dipelajarinyaMinta mahasiswa membantu teman yang belum berhasil menguasai suatu
keterampilan atau pengetahuanBandingkan prestasi mahasiswa dengan prestasinya
sendiri di masa lalu atau standar lain, bukan dengan mahasiswa lain

Anda mungkin juga menyukai