Anda di halaman 1dari 30

HUBUNGAN MINAT BELAJAR DENGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN

MATEMATIS SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMPN 28 MATAOLEO


TAHUN AJARAN 2020/2021

PROPOSAL

DISUSUN OLEH :
NURUL IZZA
NIM : A1I 117 108

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembangunan
suatu bangsa dan negara, karena tanpa didukungnya pendidikan tidak mungkin
pembangunan suatu bangsa dan negara dapat berkembang dengan baik. Kita dapat
melihat contohnya yaitu perkembangan antara desa dengan kota, dimana kota bisa
dianggap lebih berkembang dari pada desa dikarenakan sistem pembangunan yang
dipimpin oleh orang-orang terpelajar. Pendidikan itu sebenarnya harus didapatkan oleh
setiap lapisan masyarakat agar pembangunan suatu bangsa dan negara itu dapat berjalan
dengan baik.

Hal tersebut juga terlihat dalam UUD 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa
setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan (Amandemen UUD 1945, Bab XIII
tentang Pendidikan dan Kebudayaan). Pernyataan dalam pasal 31 itu sekaligus
merupakan landasan dan jaminan bagi setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh
pendidikan tanpa membedakan suku, agama, dan golongan.

Matematika adalah suatu ilmu yang sudah dipelajari mulai dari TK, SD, SMP,
hingga SMA, Perlunya mata pelajaran matematika ini untuk membekali siswa berfikir
logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi
tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan
memanfaatkan informasi sehingga bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, namun
sebagian besar siswa menganggap matematika itu tergolong pelajaran yang sulit, bahkan
tidak sedikit siswa yang menghindari pelajaran matematika, hal demikian terjadi karena
siswa kurang memahami konsep dalam matematika ketika mempelajari matematika itu
sendiri, siswa lebih mengenal bahwa matematika adalah hal yang rumit, berhubungan
dengan lambang-lambang yang abstrak bahkan operasi matematika yang menakutkan.

Minat belajar matematika merupakan faktor penting yang mempengaruhi


penguasaan konsep matematika siswa, minat sangat erat hubungannya dengan belajar,
belajar tanpa minat akan terasa membosankan. Peserta didik yang berminat terhadap
kegiatan belajar akan berusaha lebih keras dibandingkan peserta didik yang kurang
berminat. Minat yang tinggi terhadap suatu mata pelajaran, memungkinkan peserta didik
memberikan perhatian yang tinggi terhadap mata pelajaran itu sehingga memungkinkan
pula memiliki prestasi yang tinggi. Maka untuk mencapai prestasi yang tinggi disamping
kecerdasan, minat juga perlu ditingkatkan, sebab tanpa minat kegiatan belajar tidak
efektif. Seseorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil dengan
baik, tetapi sesorang yang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharapkan
bahwa hasilnya akan baik

Minat belajar menurut (Friantini, Dkk, 2019:7) adalah dorongan-dorongan dari


dalam diri siswa secara psikis dalam mempelajari sesuatu dengan penuh kesadaran,
ketenangan, dan kedisiplinan sehingga menyebabkan individu secara aktif dan
senang untuk melakukannya. minat belajar siswa dapat diartikan sebagai suatu
keadaan siswa yang dapat menumbuhkan rasa suka dan dapat membangkitkan semangat
diri dalam melakukan suatu kegiatan yang dapat diukur melalui rasa suka, tertarik,
memiliki perhatian dan keterlibatan dalam mengikuti proses pembelajaran. menyatakan
minat belajar siswa merupakan rasa ketertarikan siswa terhadap belajar di mana siswa
tersebut ingin mendalami, maupun melakukan sehingga terjadi perubahan pada diri siswa
tersebut.

Minat belajar terdiri dari dua kata yakni minat dan belajar, dua kata ini beda arti,
untuk itu penulis akan mendefinisikan satu persatu. Menurut (Gie, 2004, Slameto, 2010,
Asmani, 2009 dalam sirait, 2016:37) minat mempunyai peranan dalam “Melahirkan
perhatian yang serta merta, memudahkan terciptanya pemusatan perhatian, dan mencegah
gangguan perhatian dari luar”. Kemudain “Interest is persisting tendency to pay attention
to and enjoy same activities and or content.” (“Minat adalah kecenderungan yang tetap
untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.”) Kegiatan ini termasuk belajar
yang diminati siswa akan diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. “Minat
adalah rasa lebih suka dan ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tertentu, tanpa ada
yang menyuruh.” Demikian di dalam jiwa seseorang yang memperhatikan sesuatu ia
mulai dengan menaruh minat terhadap hal itu. Minat itu erat hubungannya dengan
kepribadian seseorang; ketiga fungsi jiwa: kognisi, emosi dan konasi terdapat dalam
minat kadang minat itu timbul dengan sendirinya, dan kadang-kadang perlu diusahakan.

Selanjutnya menurut (Lestari dan Mokhammad, 2017, Darmadi, 2017 dalam


Friantini, 2019:7) indikator dari minat belajar adalah 1) perasaan senang, 2) ketertarikan
untuk belajar, 3) menunjukkan perhatian saat belajar, 4) keterlibatan dalam belajar.
Sedangkan indiktor minat belajar adalah 1) adanya pemusatan perhatian, perasaan dan
pikiran dari subjek terhadap pembelajaran karena adanya ketertarikan, 2) adanya
perasaan senang terhadap pembelajaran, 3) adanya kemauan dan kecenderungan pada
diri subjek untuk terlihat aktif dalam pembelajaran serta untuk mendapat hasil yang
terbaik baik. Dari beberapa indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator minat
belajar adalah 1) adanya perasaan senang terhadap pembelajaran, 2) adanya pemusatan
perhatian dan pikiran terhadap pembelajaran, 3) adanya kemauan untuk belajar, 4)
adanya kemauan dari dalam diri untuk aktif dalam pembelajaran, 5) adanya upaya yang
dilakukan untuk merealisasikan keinginan untuk belajar.

Kemampuan pemahaman matematis (KPM) penting untuk dimiliki siswa, karena


kemampuan tersebut merupakan prasyarat seseorang untuk memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematis (KPMM), ketika seseorang belajar matematika agar
dapat/mampu memahami konsep-konsep, maka saat itulah orang tersebut mulai merintis
kemampuan-kemampuan berpikir matematis yang lainnya, salah satunya adalah
kemampuan pemecahan masalah matematis. pemahaman matematis penting dimiliki
siswa karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam
disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yangmerupakan visi
pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kebutuhan masa kini.
(Sumarmo dalam Sariningsih, 2014:151-152).

Ada tujuh aspek yang termuat dalam kemampuan pemahaman matematis, yaitu
menginterpretasikan, memberikan contoh, mengklasifikasikan, merangkum, menduga,
membandingkan, dan menjelaskan. Seperti yang jelaskan Alfeld (Sariningsih, 2014:154),
bahwa memahami matematika dapat dilakukan melalui hal sebagai berikut: (a)
Menjelaskan konsep-konsep matematis dan fakta-fakta dalam bentuk k onsep dan fakta
yang lebih sederhana, (b) Secara mudah dapat membuat kaitan yang logis antara fakta-
fakta dan konsep-konsep, (c) Ketika menemui sesuatu konsep yang baru (baik didalam
atau diluar konsep matematis) maka ia dapat mengenal keterkaitannya dengan konsep
yang sudah dipahaminya, (d) Dapat mengidentifikasi bahwa prinsip-prinsip matematika
berkaitan dengan dunia kerja.

Kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam


pembelajaran. Kemampuan pemahaman matematis memberikan pengertian bahwa
materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih
dari itu menekankan pada pemahaman, dimana dengan pemahaman siswa dapat lebih
mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman merupakan terjemahan
dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang
dipelajari. Menurut Van de Walle “pemahaman dapat didefinisikan sebagai ukuran
kualitas dan kuantitas hubungan suatu pengetahuan yang sudah ada.” Pemahaman
matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh
guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang
diharapkan. Hal ini sesuai dengan Hudoyo yang menyatakan: “tujuan mengajar adalah
agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik”.

Rendahnya minat siswa Indonesia untuk mempelajari matematika ditunjukkan


dengan rendahnya prestasi yang diraih oleh siswa Indonesia. Data dari UNESCO
menyatakan bahwa peringkat matematika siswa Sekolah Menengah Pertama Indonesia
berada di deretan 34 dari 38 negara (Asosiasi Guru Matematika Indonesia, 2008, h.1).

Ketakutann banyak pelajar di tanah air pada mata pelajaran matematika itu
terlihat dari hasil survei Programme For International Student Assessment (PISA). Studi
yang dilakukan organisasi kerja sama ekonomi dan pembangunan (OECD) terhadap anak
usia 15 tahun pada 2015, menepatkan pelajar Indonesia ada di peringkat ke-63 dari 72
negara. Meski faktanya seperti itu, bukan berarti anak-anak Indonesia tak punya
kemampaun menaklukkan matematika. Buktinya, pada International Mathematics
Contest Singapore (IMCS) 2017, tim Indonesia mampu meraih 14 emas, 26 perak dan 50
perunggu.

Namun disayangkan, kemampuan pemahaman yang menjadi salah satu bagian


penting justru faktanya masih rendah.Telah banyak berbagai studi, baik dari skala
nasional maupun pada skala internasional yang menunjukkan bahwa prestasi Indonesia
terutama dalam pemahaman masih sangat memprihatinkan.Pada tahun 2011, Indonesia
hanya mampu mengumpulkan 386 point dari skor rata-rata 500 point. Dalam tes yang
dilaksanakan Trends In International Mathematics an Science Study (TIMSS), peserta
Indonesia masih lemah dalam menyelesaikan soal-soal yangberkaitan dengan
mengaplikasikan objek, menjelaskan keterkaitan konsep, menggunakan, memanfaatkan,
dan memilih prosedur atau operasi tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan pemahaman
konsep matematis siswa, maka hasil dari TIMSS dapat menunjukan masih rendahnya
pemahaman konsep matematis siswa yang dimiliki oleh siswa SMP di Indonesia
(Herdiana, 2015: 4).Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Antara yang Mendapatkan Project Based Learning dengan yang Mendapatkan Discoveri
Learning.Skripsi Matematika STKIP Garut.)

Semua data di atas menjelaskan lemahnya minat belajar dan kemampuan


pemahaman matematis siswa Indonesia.

Kenyataannya yang terdapat di lapangan, ada siswa yang belum mampu


memahami permasalahan matematika sekalipun permasalahan yang diberikan berkenaan
dengan materi yang sudah dipelajari. Hal ini juga dapat dilihat pada hasil tes PISA
(Program for International Student Assessment) tahun 2015, bahwa kemampuan
matematika siswa indonesia berada pada tingkat yang rendah bahkan 42.3% siswa belum
mencapai level 1 dari 6 level kecakapan untuk bidang matematika dan sains serta
membuat negara indonesia berada pada posisi 69 dari 76 negara peserta,2 pada tahun
yang sama TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) dan PIRLS
(progress in international reading literacy) International Study Center melaporkan
Indonesia berada pada posisi 36 dari 49 negara juga melaporkan bahwa siswa indonesia
yang mengikuti olimpiade matematika di Boston. hasil ini merupakan suatu hal yang
sangat membuat kita prihatin dan tidak bisa disepelekan karena pendidikan merupakan
sektor terpenting yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.

Kemampuan pemahaman matematis merupakan kemampuan yang sangat penting


dan harus dimiliki siswa dalam belajar matematika. Pentingnya memiliki kemampuan
pemahaman matematis karena kemampuan tersebut tercantum dalam tujuan pembelajaran
matematika yang terdapat di dalam Kurikulum Matematika KTSP 2006 dan Kurikulum
2013 (Hendriana, dkk dalam Cahyani, dkk, 2018:49). Kurikulum 2013 adalah kurikulum
yang melakukan penyederhanaan dan tematik-integratif, serta menambah jam pelajaran
yang bertujuan untuk mendorong siswa agar mampu melakukan observasi, bertanya,
bernalar dan mengkomunikasikan apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah
menerima materi pelajaran. Dalam kurikulum 2013 dinyatakan bahwa mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk
membekali siswa kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama.

Kemampuan siswa dalam memahami dan menyerapkan pelajaran masih kurang,


karena siswa biasanya hanya menghafal rumus dan hanya mengikuti langkah-langkah
yang diajarin oleh guru tanpa memahami cara dalam mengubah soal cerita ke dalam
bentuk matematis. Siswa biasanya bisa menjawab soal cerita yang di buat oleh guru
sama persis, namun beda angka atau nilai yang ada dalam soal tersebut. Sehingga, ketika
soalnya diubah maka siswa tidak bisa menjawabnya lagi karena mereka hanya terpaku
dan menghafal pada contoh soal yang diajarin oleh guru.

Berdasarkan dari kenyataan di atas, dapat terlihat bahwa belajar matematika tidak
hanya menghafal namun juga memahami permasalahannya. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan pemahaman matematis siswa dalam aktivitas belajar. Dimana siswa dituntut
bernalar, menerima informasi, mengolah informasi, mengaitkan suatu konsep dengan
konsep yang lain serta menyelesaikan

Rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa tentunya di sebabkan oleh


banyak faktor. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menduga adanya hubungan antara
kemampuan pemahaman matematis dan minat belajar siswa karena minat belajar dapat
mempengaruhi kemampuan pemahaman matematis siswa. Hal ini sejalan dengan faktor
yang pertama menurut pendapat Daniyati & Sugiman (Cahyani, dkk 2018:50)
menyatakan bahwa minat belajar berkaitan erat dengan prestasi belajar dan pemahaman
matematis siswa, minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha
yang dilakukan seseorang. Hal tersebut memungkinkan bahwa minat belajar pun bisa
mempengaruhi kemampuan pemahaman matematis siswa.
Anak-anak malas, tidak balajar, gagal karena tidak ada minat. Bila seorang siswa
tidak memiliki minat dan perhatian yang besar terhadap objek yang dipelajari maka sulit
diharapkan siswa tersebut akan tekun dan memperoleh hasil yang baik dari belajarnya.
Sebaliknya, apabila siswa tersebut belajar dengan minat dan perhatian besar terhadap
objek yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh lebih baik. Diharapkan melalui EQ dan
minat belajar dapat bersinergi dan saling menunjang siswa untuk mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa.

Berdasarkan wawancara singkat peneliti dengan guru matematika kelas VIII


SMPN 28 Mataoleo yang dilakukan secara virtual diperoleh bahwa minat belajar siswa
cukup tinggi hal ini dibuktikan setiap harinya antusias hadir tepat waktu disekolah dan
siap untuk mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Dan
Kemampuan pemahaman matematis siswa kelas VIII pada SMPN 28 Mataoleo jika
dirata-ratakan berada pada kategori sedang, meskipun ada beberapa siswa yang menonjol
dalam hal kecepatan memahami materi yang diajarkan, dan minat belajar sangat
mempengaruhi kemampuan matematis siswa.

Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa adanya hubungan antara minat


belajar dengan pemahaman matematis siswa, dan hasil observasi awal yang tidak sejalan
dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dimana hasil observasi awal mengatakan
bahwa minat belajar siswa SMPN 28 Mataoleo memiliki minat belajar yang tinggi
dengan kemampuan pemahaman yang tergolong sedang, sedangkan hasil penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu rata-rata siswa Indonesia memiliki
minat belajar yang rendah begitu pula kemampuan pemahaman matematisnya masih
tergolong rendah , peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang kemampuan
pemahaman matematis siswa dengan judul “ Hubungan minat belajar dengan kemampuan
pemahaman matematis siswa kelas VIII semester genap SMPN 28 mataoleo Tahun ajaran
2020/2021.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini,
Adakah hubungan minat belajar dengan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas
VIII semester genap SMPN 28 mataoleo?
C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahuan


hubungan minat belajar dengan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas VIII
semester genap SMPN 28 mataoleo.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat memberikan sumbangsih dan dapat digunakan sebagai
kerangka acuan, bahan kajian, dan pengembangan penelitian bidang Pendidikan
matematika, khususnya minat belajar serta kaitannya dengan kemampuan
pemahaman matematis siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, dapat memperoleh pengalaman baru mengenai cara belajar yang
dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematisnya.
b. Bagi guru, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemahaman matematis di
tinjau dari minat belajar, serta sebagai bahan evaluasi untuk pembelajaran
selanjutnya.
c. Bagi sekolah, sebagai bahan acuan untuk memberikan bimbingan yang tepat
terhadap siswa dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran.
d. Bagi peneliti, sebagai pembelajaran dan pengetahuan tentang bagaimana
kemampuan pemahaman matematis siswa serta menambah wawasan dan sebagai
pengalaman untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis

1. Hakikat Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dijarkan di Sekolah. Baik
Sekolah dasar, Sekolah Mengengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum. Seorang
guru yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya, hendaklah mengetahui dan
memahami objek yang akan diajarkannya, yaitu matematika. Untuk menjawab
pertanyaan “Apakah matematika itu ?” tidak dapat dengan mudah dijawab. Hal ini
dikarenakan sampai saat ini belum ada kepastian mengenai pengertian matematika karena
pengetahuan dan pandangan masing-masing dari para ahli yang berbeda-beda. Ada yang
mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang, matematika
merupakan bahasa simbol, matematika adalah bahasa numerik, matematika adalah ilmu
yang abstrak dan deduktif, matematika adalah metode berpikir logis, matematika adalah
ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, matematika adalah ratunya
ilmu dan juga menjadi pelayan ilmu yang lain (Rahmah, 2013:1).

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil
dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai
asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata
mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein
atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka
perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).
Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan
menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena
pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran
(Russeffendi ET, 1980 :148). Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam
dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah
secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk
konsep-konsep matematika supaya konsepkonsep matematika yang terbentuk itu mudah
dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa
matematika atua notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika
didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

B. Minat Belajar

minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa terikatan pada suatu hal atau aktivitas,
tanpa ada yang menyuru. Hal ini menujukan bahwa minat dapat menjadi motivasi yang
mendorong seorang untuk melakukan apa yang diinginkan. Minat mempunyai peranan
yang sangat penting dalam perkembangan belajar siswa. Siswa yang menaruh minat pada
suatu bidang tertentu, maka akan berusaha lebih keras dalam menekunin bidang tersebut
dibanding siswa yang tidak menaruh minat. minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminta siswa,
diperhatikan terus-menerus yang disertai rasa senang dan diperoleh rasa kepuasan. Lebih
lanjut dijelaskan minat adalah suatu rasa suka dan ketertarikan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto Dalam Fadillah, 2016:116).

Menurut Elizabeth Hurlock, ada tujuh ciri minat, yang masing-masing dalam hal
ini tidak dibedakan antara ciri minat secara spontan maupun terpola (Susanto dalam
Fadillah, 2016:117):

1. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental. Minat di


semua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental, misalnya
perubahan minat dalam hubungannya dengan perubahan usia.
2. Minat tergantung pada kegiatan belajar, misalnya kesiapan belajar merupakan
salah satu penyebab meningkatnya minat seseorang.
3. Minat tergantung pada kesempatan belajar, misalnya kesempatan belajar
merupakan fakot yang sangat berharga, sebab tidak semua orang dapat
menikmatinya.
4. Perkembangan minat mungkin terbatas. Misalnya keterbatasan ini mungkin
dikarenakan keadaan fisik yang tidak memungkinkan
5. Minat dipengaruhi budaya, misalnya budaya sangat memengaruhi sebab jika
budaya sudah mulai luntur mungkin minat juga ikut luntur.
6. Minat berbobot emosional, misalnya minat berhubungan dengan perasaan senang
yang akhirnya dapat diminatinya.
7. Minat berbobot egosentris, misalnya jika seseorang senang terdapat sesuatu,
maka akan timbul hasrat untuk memilikinya.

Aspek-aspek yang digunakan dalam mengukur minat terhadap matematika


berdasarkan kepada Hidi dan Mitchell (Megawati dalam Kartika, 2014:28) yaitu: aspek
ketertarikan, aspek keberartian, aspek keterlibatan.

a. Aspek Ketertarikan Aspek dimana siswa menyenangi atau menyukai pelajaran


matematika.
b. Aspek Keberartian Aspek dimana siswa menilai manfaat matematika bagi
dirinya.
c. Aspek Keterlibatan Aspek dimana siswa merasa terlibat dan berpartisipasi
secara aktif dalam proses belajar matematika.
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungannya. Belajar bersifat aktif, siswa sebagai peserta didik tidak akan
mampu merubah prilaku jika ia tidak aktif mengikuti setiap proses yang berlangsung.
Menurut Suhendri (2011:30) unsur yang penting dalam belajar matematika adalah
kemandirian belajarnya. Hal ini disebabkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat
pada guru. Sumber belajar yang lainnya yaitu lingkungan, media sosial, buku, dll. Orang
yang mempunyai kreatifitas yang tinggi cenderung mereka akan merasa pembelajaran
yang mereka dapat dari guru masih kurang sehingga mereka mencari informasi yang ada
di luar. Dengan informasi baru yang mereka dapat dari luar akan menambah ilmu
pengetahuan yang mereka dapatkan. Oleh karena itu, kemandirian belajar siswa sangat
penting dalam kegiatan belajar matematika. Namun nyatanya dilapangan berbeda dengan
kenyataan masih banyak siswa yang bergantung pada sumber yang diberikan oleh guru
saja. Mereka tidak mempunyai inisiatif untuk belajar padahal mereka mempunyai buku
materi pelajaran atau LKS yang dapat dipelajari sendiri di luar sekolah. Serta sebagian
besar siswa ketika ada tugas yang diberikan oleh guru mereka saling bergantung kepada
temannya yang lain. Selain itu juga bisa dilihat pada saat ulang harian atau ujian semester
mereka saling mencuri kesempatan untuk bisa mendapatkan jawaban.

Minat belajar siswa adalah suatu perasaan tertarik dan suka terhadap suatu hal
yang sedang dipelajari yang muncul dari diri sendiri (Flora Siagian, 2015). Minat belajar
pada seorang individu dapat ditumbuhkan oleh dirinya sendiri atau bisa juga dipengaruhi
oleh orang atau sesuatu diluar dirinya misalnya, guru tua, teman, buku, media cetak,
media elektonik juga hal lainnya (Hendriana, Rohaeti, & Sumarmo, 2017). Pembelajaran
yang menyenangkan serta tidak monoton juga memberikan kebebasan kepada semua
siswa untuk menyampaikan ide-ide yang dimiliki dapat menambah minat belajar pada
siswa itu sendiri (Lestari, 2015). Banyak cara yang dapat dilakukan dan diterapkan pada
proses pembelajaran agar menjadi menarik dan tidak monoton yaitu dengan
menggunakan media dalam pembelajarannya (flora, hendriana, dkk, & lestari dalam
manalu, dkk 2019:64) .
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah tertuang bahwa dalam menghadapi kompleksitas permasalahan pendidikan
matematika di sekolah, hal pertama kali yang harus dilaksanakan yaitu menumbuhkan
minat siswa terhadap matematika.
Minat belajar matematika merupakan faktor penting yang mempengaruhi
penguasaan konsep matematika siswa, minat sangat erat hubungannya dengan belajar,
belajar tanpa minat akan terasa membosankan. Peserta didik yang berminat terhadap
kegiatan belajar akan berusaha lebih keras dibandingkan peserta didik yang kurang
berminat. Minat yang tinggi terhadap suatu mata pelajaran, memungkinkan peserta didik
memberikan perhatian yang tinggi terhadap mata pelajaran itu sehingga memungkinkan
pula memiliki prestasi yang tinggi. Maka untuk mencapai prestasi yang tinggi disamping
kecerdasan, minat juga perlu ditingkatkan, sebab tanpa minat kegiatan belajar tidak
efektif. Seseorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil dengan
baik, tetapi sesorang yang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharapkan
bahwa hasilnya akan baik
setiap orang memiliki minat belajar yang berbeda-beda. Minat belajar siswa
terhadap mata pelajaran matematika akan mendorong siswa untuk belajar materi pada
mata pelajaran tersebut. Sikap siswa yang berminat kepada mata pelajaran tertentu akan
tampak termotivasi terus tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya
menerima saja terhadap materi yang diberikan.
Hardwinoto dan Setiabudhi (Lestari, 2015:120) menginformasikan bahwa minat
siswa terhadap matematika akan bertambah apabila ia dapat memahami dan meyelesaikan
soal matematika degan mudah. Seseorang siswa yang mampu memperoleh nilai terbaik
dalam ulangan matematika, prestasi tersebut secara langsung akan memberi rasa bangga,
yang dengan rasa bangga tersebut terbentuk minat untuk mencapai nilai yang lebih baik,
selanjutnya keinginan tersebut akan memacu lahinrnya minat belajar.
Adapun indikator minat belajar berdasarkan Brown (Rahmawati, Dkk, 2019:387)
diantanya adalah:
a) Perasaan senang;
b) Adanya rasa ketertarikan;
c) Keterlibatan dalam belajar;
d) Rajin belajar dan mengerjakan tugas;
e) Tekun dan disiplin dalam belajar; serta memiliki
f) jadwal belajar
Belajar dengan minat akan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik
daripada tanpa minat. Minat ini timbul apabila siswa tertarik akan sesuatu karena sesuai
dengan kebutuhannya atau merasakan bahwa sesuatu yang akan dipelajarinya dirasakan
bermakna bagi dirinya. Namun, bila minat itu tidak disertai usaha yang baik, maka
belajar juga sulit untuk berhasil (Rusyan dalam Marfuah dalam Kartika, 2014:28).

C. Kemampuan Pemahaman matematis

Menurut Driver (Aini 2014:159-160) mendefinisikan pemahaman sebagai


kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Dari definisi tersebut
terdapat tiga aspek pemahaman, yaitu: kemampuan mengenal, kemampuan menjelaskan,
dan kemampuan menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini, kemampuan mengenal
diartikan sebagai kemampuan dalam memahami maksud dari permasalahan yang ada
pada soal. Kemampuan menjelaskan diartikan sebagai kemampuan memberi alasan
(argument) dalam setiap langkah penyelesaian masalah. Sedangkan kemampuan menarik
kesimpulan diartikan sebagai kemampuan dalam mengambil keputusan langkah apa yang
harus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, serta menentukan hasil
akhir.
Menurut Skemp (Ferdianto, dkk, 2014:50) pemahaman matematis didefinisikan
sebagai kemampuan yang mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan
ideide matematika dan mengkombinasikannya ke dalam rangkaian penalaran logis.
Menurut NCTM (2000), untuk mencapai pemahaman yang bermakna maka
pembelajaran matematika harus diarahkan pada pengembangan kemampuan koneksi
matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu
sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik
dalam konteks di luar matematika.
Pemahaman matematis diterjemahkan dari istilah mathematical understanding
merupakan kemampuan matematis yang sangat penting dan harus dimiliki siswa dalam
belajar matematika. Rasional pentingnya pemilikan kemampuan pemahaman matematis
di antaranya adalah kemampuan tersebut tercantum dalam tujuan pembelajaran
matematika Kurikulum Matematika SM (KTSP 2006 dan Kurikulum 2013) dan dalam
NCTM (1989). Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Hudoyo (Hendriana, dalam
Mulyani, dkk, 2018:252) yang menyatakan: ”Tujuan mengajar matematika adalah agar
pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik”. Pendidikan yang baik
adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar
bahan yang disampaikan dipahami sepenuhnya oleh siswa.
Alfeld (Alan, dkk., 2017:68) menyatakan bahwa seseorang siswa dikatakan sudah
memiliki kemampuan pemahaman matematis jika ia sudah dapat melakukan hal-hal
berikut ini:
a. Menjelaskan konsep-konsep dan fakta-fakta matematika dalam istilah konsep
dan fakta matematika yang telah ia miliki.
b. Dapat dengan mudah membuat hubungan logis diantara konsep dan fakta
yang berbeda tersebut.
c. Menggunakan hubungan yang ada kedalam sesuatu hal yang baru (baik di
dalam atau diluar matematika) berdasarkan apa yang ia ketahui.
d. Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang ada dalam matematika sehingga
membuat segala pekerjaannya berjalan dengan baik.
pemahaman matematis adalah pengetahuan siswa terhadap konsep, prinsip,
prosedur dan kemampuan siswa menggunakan strategi penyelesaian terhadap suatu
masalah yang disajikan. Seseorang yang telah memiliki kemampuan pemahaman
matematis berarti orang tersebut telah mengetahui apa yang dipelajarinya, Langkah-
langkah yang telah dilakukan, dapat menggunakan konsep dalam konteks matematika
dan di luar konteks matematika.

Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan


kemampuan pemahaman matematis siswa. Pembelajaran matematika adalah suatu proses
kompleks dan dinamis. Kebanyakan para pengajar matematika menginginkan siswa
untuk dapat memahami informasi yang diajarkan maupun informasi yang mereka peroleh
sendiri. Pemahaman dalam pembelajaran matematika membutuhkan lebih dari sekedar
kemampuan untuk mengingat maupun mengingat suatu prosedur. NCTM (National
Council of Teacher of Mathematics) tahun 2000 menyebutkan bahwa pemahaman
matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika
dan mendefinisikan pemahaman yaitu mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan;
membuat contoh dan non contoh; mempresentasikan suatu konsep dengan model,
diagram dan simbol; mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk representasi yang
lain; mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; mengidentifikasi sifat-sifat suatu
konsep dan mengenal syarat-syarat yang menentukan suatu konsep; membandingkan dan
membedakan konsep-konsep (Sari, dkk., dalam Windayanti, dkk., 2020:324).
Kemampuan pemahaman ini merupakan hal pokok yang mendasari siswa untuk bisa
mengembangkan kemampuan matematis lainnya. Pemahaman yang diperoleh dapat
menumbuhkan gagasan-gagasan matematik seperti : menafsirkan, memberikan contoh,
menerapkan, membuat model, menalar, serta merangsang timbuhlnya kemampuan
berpikir kreatif dan kritis.
Polya, (Herdian dalam sariningsih, 2014:153) menggolongkan pemahaman ke
dalam empat tingkat pemahaman yaitu:

a. Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh mengingat dan menerapkan rumus secara
rutin dan menghitung secara sederhana.
b. Pemahaman induktif yaitu menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana
atau dalam kasus serupa.
c. Pemahaman rasional yaitu membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema.
d. Pemahaman intuitif yaitu memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu)
sebelum mennganalisis lebih lanjut.
Selanjutnya pollatsek (Herdian dalam sariningsih, 2014:154) membedakan dua
tingkat pemahaman yaitu:
a. Pemahaman komputasional yaitu dapat menerapkan rumus dalam perhitungan
sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.
b. Pemahaman fungsional yaitu dapat mengaitkan satu konsep/prinsip dengan konsep
atau prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakannya.
Sedangkan Copeland (Herdian dalam sariningsih, 2014:154) menggolongkan
pemahaman dalam dua jenis yaitu :
a. Knowing how to yaitu mengerjakan suatu perhitungan secara rutin/algorotmik.
Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berfikir tingkat rendah.
b. Knowing yaitu mengerjakan suatu perhitungan secara sadar. Kemampuan ini
tergolong pada berfikir matematik tingkat tinggi.
Kemudian skemp (Herdian dalam sariningsih, 2014:154) membedakan dua jenis
tingkat pemahaman sebagai berikut :

a. Pemahaman instrumental (instrumental understanding) yaitu hafal konsep/prinsip


tanpa kaitan dengan lainnya, dapat menerapkan rumus pada perhitungan sederhana,
mengerjakan sesuatu secara algoritmik. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan
berfikir matematik tingkat rendah.
b. Pemahaman relasional (relational understanding) yaitu dapat mengaitkan satu
konsep/prinsip lainnya. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan tingkat tinggi.
Kemampuan pemahaman matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kemampuan pemahaman instrumental.
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa
No Aspek yang Indikator Bentuk Instrumen
diukur
1 Pemahaman a. Siswa dapat menyebutkan
instrumental Kembali rumus atau
konsep matematika (hafal
rumus)
b. Siswa dapat menerapkan Soal uraian
rumus atau konsep
matematika untuk
menyelesaikan
permasalahan sederhana.
2 Pemahaman a. Siswa dapat memecahkan
rasional soal matematika dengan
cara mengaitkan suatu
konsep dengan konsep
lainnya Soal uraian
b. Siswa dapat
menyelesaikan
permasalahan situasi baru
dengan mengaitkank suatu
konsep dengan konsep
lainnya

D. Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Awaliyah dan Fitriana pada tahun 2018
menyimpulkan bahwa (1) Terdapat hubungan yang signifikan antara minat belajar
terhadap kemampuan penalaran matematik siswa SMP kelas IX pada materi
lingkaran; (2) Kontribusi/pengaruh minat belajar terhadap kemampuan penalaran
matematik siswa SMP kelas IX positif yaitu sebesar 74,64% sedangkan sisanya
25,36% dipengaruhi oleh faktor lain.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyani, Wulandari, Rohaeti, Dan Fitrianna pada
tahun 2018 menyimpulkan bahwa adanya hubungan antara minat belajar terhadap
kemampuan pemahaman matematis.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Yasir pada tahun 2019 menyimpulkan bahwa adanya
pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap peningkatan
kemampuan pemahaman matematis siswa.

E. Kerangka Pikiran

Pemahaman matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip


pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar matematika harus disertai dengan
pemahaman sehingga setiap pembelajaran matematika harus memiliki unsur pemahaman
matematisnya.
Minat adalah suatu rasa lebih suka pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang
menyuruh. Minat sangat erat kaitannya dengan rasa suka atau tidak suka seseorang
terhadap sesuatu. Minat belajar adalah kecenderungan yang teteap untuk memperhatikan
dan mengenang suatu materi. Minat belajar dan kemampuan pemahaman matematis
siswa adalah dua hal yang saling membutuhkan. Belajar adalah perubahan tingkah laku
yang relatif permanen yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Pengaruh minat belajar terhadap pemahaman matematis siswa dimungkinkan
terjadi perbedaan antara yang memiliki minat terhadap pelajaran tertentu dengan yang
tidak memiliki minat terhadap pelajaran tertentu khususnya Matematika. Hal ini mungkin
dapat terjadi karena kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran yang sesuai
dengan minatnya dan yang tidak berminat sama sekali dengan pelajaran itu berbeda. Ini
akan berpengaruh kepada pemahaman Matematis siswa.
Hal ini sejalan dengan faktor yang pertama menurut pendapat Daniyati &
Sugiman (Cahyani, dkk 2018) menyatakan bahwa minat belajar berkaitan erat dengan
prestasi belajar dan pemahaman matematis siswa, minat merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan seseorang. Hal tersebut memungkinkan
bahwa minat belajar pun bisa mempengaruhi kemampuan pemahaman matematis siswa.
Dengan demikian, tinggi rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa
sangat didukung oleh minat belajar siswa.
F. Hipotesis Penelitian

Dari uraian diatas, peneliti mencoba mengajukan hipotesis sebagai berikut:


1. Ada hubungan antara minat belajar dengan kemampuan pemahaman matematis
siswa kelas VIII SMPN 28 Mataoleo.
2. Tidak ada hubungan antara minat belajar dengan kemampuan pemahaman
matematis siswa kelas VIII SMPN 28 Mataoleo

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan pengujian hipotesis
menggunakan metode korelasi pruduct moment. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (minat
belajar) dengan variabel terikat (kemampuan pemahaman matematis).

Minat Belajar Kemampuan Pemahaman


R
Matematis (Y)
(X)

Gambar 3.1 Desain penelitian

Keterangan :
X : Variabel bebas adalah minat belajar siswa kelas VIII SMPN 28 Mataoleo
Y : Variabel terikat adalah kemampuan pemahaman siswa kelas VIII SMPN 28 Mataoleo
R : Hubungan antara minat belajar dengan kemampuan pemahaman matematis siswa
kelas VIII SMPN 28 Mataoleo
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMPN 28 Mataoleo yang berlokasi di Jl. Poros
Kasipute-Lora KM 11 Desa Toli-Toli. Bombana dan sasaran penelitian adalah siswa
kelas VIII SMPN 28 Mataoleo. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap
yakni tahun ajaran 2020/2021 pada materi Teorema phytagoras.

C. Subjek dan Objek


Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas VIII SMPN 28 Mataoleo semester
genap tahun ajaran 2020/2021 yang terdistribusi pada satu kelas dengan jumlah 20 siswa.
Objek penelitian ini adalah hasil tes kemampuan pemahaman matematis siswa.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Minat belajar merupakan variabel bebas (X) dalam penelitian ini. Minat belajar siswa
adalah suatu perasaan tertarik dan suka terhadap suatu hal yang sedang dipelajari yang
muncul dari diri sendiri.
2. Pemahaman matematis merupakan variabel terikat (Y) dalam penelitian. Pemahaman
matematis adalah sebagai suatu tujuan, berarti kemampuan memahami konsep,
membedakan sejumlah konsep-konsep yang saling terpisah, serta kemampuan melakukan
perhitungan secara bermakna pada situasi atau permasalahan-permasalahan yang lebih
luas.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu kuesioner dan instrumen tes. Tes
yang digunakan adalah tes esai berupa soal-soal pemahaman matematis yang berguna untuk
mengukur pemahaman matematis siswa.

1. Instrumen kuesioner minat belajar


Instrumen ini dibuat tujuan untuk memperoleh informasi dari responden tentang
minat dengan menggunakan metode kuesioner/angket. Instrumen Minat Siswa disusun
berdasarkan dalam teori-teori definisi operasional variabel.
Instrumen penelitian ini berisi pertanyaan yang harus dijawab responden dengan
beberapa alternatif jawaban yang didasarkan pada skala Likert. Dalam instrumen
penelitian ini menggunakan empat pilihan jawaban, hal ini untuk menghindari jawaban
yang cenderung pada nilai tengah (netral). Pertanyaan atau peryataan yang disusun
bersifat positif. Alternatif jawabannya yaitu (SS): sangat setuju, (S): setuju, (TS): tidak
setuju, (STS): sangat tidak setuju. Skor setiap jawaban pada pertanyaan pada tabel berikut
:
Tabel 3.3 skor alternatif jawaban
Alternatif jawaban Skor pernyataan
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1

Tabel 3.4 Kriteria Minat Belajar


Presentase minat Katerogi keaktifan
80% < Pm ≤ 100% sangat tinggi
60% < Pm ≤ 80% Tinggi
40% < Pm ≤ 60% Cukup
20% < Pm ≤ 40% Rendah
Pm ≤ 20% Sangat rendah

Dalam penyusunan pernyataan, maka dibuatlah kisi-kisi yang digunakan sebagai


dasar pembuatan instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5 Kisi – Kisi Instrumen Minat Belajar Siswa


No Indikator Sub Indikator No Item Jumlah
1. Perasaan
1.2 Bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran
Senang
1.3 Tidak ada perasaan bosan saat mengikuti pembelajaran
2. Perhatian
2.1 Mendengarkan dan memperhatikan saat guru menjelaskan materi
Siswa
2.2 Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap materi yang
disampaikan oleh guru

2.3 Menghindari gangguan-gangguan pada saat pembelajaran sedang


berlangsung
3. Pertisipasi
3.1 Berinteraksi yang selaras dengan guru dan teman saat
Siswa pembelajaran
3.2 Mandiri dalam mengerjakan tugas
3.3 Memiliki rasa bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas
25
2. Instrument Tes Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa
Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa
berupa tes tertulis dalam bentuk uraian pada materi teorema phytagoras. Tes ini
digunakan untuk memperoleh data kuantitatif berupa skor kemampuan pemahaman
matematis siswa yang disusun oleh peneliti berdasarkan indikator kemampuan
pemahaman matematis dan telah dikonsultasikan serta disetujui terlebih dahulu oleh
dosen pembimbing yang diberikan kepada siswa pada saat tes. Untuk kisi-kisi soal tes
dapat di lihat pada tabel 3.6.
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrument Tes Pemahaman Matematis Siswa Kelas VIII
SMPN 28 Mataoleo
Materi Aspek Indicator Aspek yang di Nomor
pemahamna pemahaman ukur soal/aspek
matematika matematika kognitif
Statistika Pemahaman Menyebut Siswa dapat 1,2/C1
instrumental Kembali menyebutkan
(instrumental rumus/konsep rumus teorema
understanding) matematika (hafal phytagoras
rumus)
Menerapkan Siswa dapat 3,4/C2
rumus atau konsep menerapkan
matematika untuk rumus teorema
menyelesaikan phytagoras
permasalahan untuk
sederhana menentukan
salah satu sisi
pada segitiga
siku-siku
Pemahaman Memecahkan soal Siswa 5,6/C3
relasional matematika memecahkan
(relasional dengan cara soal terkait
understanding) megaitkan suatu dengan teorema
konsep dengan phytagoras
konsep lainnya
Menyelesaikan Siswa dapat 7,8/C4
permasalahan menyelesaikan
dalam situasi baru permasalahan
dengan dalam situasi
mengaitkan suatu baru dengan
konsep dengan mengaitkan
lainnya konsep teorema
phytagoras

F. Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Uji Validitas
Dalam penelitian ini dilakukan juga uji validitas instrumen. Validitas empiris
adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria ini untuk menentukan
tinggi rendahnya koefisien validitas instrumen, yang ditentukan melalui perhitungan
korelasi Product Moment Pearson (Suherman dalam kurino, 2015:5-6), yaitu:
rxy = N ∑ XY −¿¿ ¿
Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara skor butir soal (X) dan total skor (Y)

X = skor butir soal atau skor item pernyataan atau pertanyaan

Y = total skor

N = jumlah soal

Adapun kriteria pengujian sebagai berikut :

a. Jika rxy ≥ rtabel dengan α=0,05 maka intem tersebut valid

b. Jika rxy ≤ rtabel dengan α=0,05 maka intem tersebut tidak valid
Butir soal yang valid digunakan dalam penelitian ini sedangkan butir soal yang tidak

valid tidak digunakan. Perhitungan koefisien validitas tiap butir soal juga dapat di

lakukan dengan menggunakan bantuan SPSS.

2. Reliabilitas

Instrumen yang baik selain valid juga harus reliabel. Reliabilitas instrumen

merujuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen itu cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen dikatakan reliabel apabila mampu

menghasilkan ukuran yang relatif tetap meskipun dilakukan berulang kali. Instrumen

yang reliabel berarti instrumen yang digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek

yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas

pada soal tes kemampuan pemahaman matematis dengan bentuk soal uraian, digunakan

rumus Alpha Cronbach (Suherman dalam kurino, 2015: 6) berikut:

2
n ∑S
r11 = (
n−1() 1− 2 t
St )
Keterangan:

r11 = Reliabilitas yang dicari

n = Banyak butir soal yang valid

∑ S 2t = jumlah varians skor tiap butir item/soal

S2t = variansi total, dengan

S2t =∑ X 2−¿ ¿ ¿

Setelah koefisien reliabilitasnya diketahui, kemudian dikonversikan dengan


kriteria reliabilitas Guilford (Suherman, 2003: 139) sebagai berikut :
Tabel : 3.7 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Instrumen

Koefisien reliabilitas r11 Interpretasi derajat


reliabilitas
r11 ≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah
0,20 < r11 ≤ 0,40 reliabilitas rendah
0,40 < r11 ≤ 0,70 reliabilitas sedang
0,70 < r11 ≤ 0,90 reliabilitas tinggi
0,90 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dengan nilai reliabilitas
minimal kategori sedang.

G. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian instrumen
penelitian berupa angket minat belajar dan tes kemampuan pemahaman matematis berupa
tes uraian. Jenis Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket tertutup,
yaitu kuesioner yang disusun dengan menyediakan jawaban sehingga pengisi hanya
memberikan tanda pada jawaban yang dipilihnya sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Penelitian ini hanya menggunakan angket dengan pertimbangan agar lebih
mudah dan efisien dalam penggunaan waktu karena jumlah responden yang cukup besar.
Selanjutnya, angket yang telah diisi oleh siswa dikumpulkan oleh peneliti untuk diperiksa
dan diberi skor. Skor perolehan siswa di konversi ke skala 100 dengan aturan:
jumlah skor minat siswa
Prentase minat belajar siswa = x 100%
jumlah skor minat maksimal

(Syitno dalam Akbar, Dkk 2012:2-3)

Adapun untuk tes kemampuan pemahaman matematis dilakukan hanya sekali.


Tes ini diberikan untuk mengetahui kemampuan pemahaman matematis, kemudian tes
tersebut dikerjakan oleh siswa, masing-masing soal yang telah dikerjakan diberikan skor
berdasarkan sistematika pengerjaannya. Selanjutnya, hasil pekerjaan siswa dikumpulkan
oleh peneliti untuk diperiksa dan diberi skor. Skor perolehan siswa di konversi ke skala
100 dengan aturan:
jumlah skor perolehan siswa
Nilai perolehan siswa = x 100
jumlah skor minat maksimal
H. Teknik Analisis Data
Setelah data – data dalam penelitian ini terkumpul, selanjutnya peneliti
menganalisa dan mengolah dta sesuai sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis
inferensial. Tahapan analisi data dalam penelitian sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan statistik deskriptif. Statistik
deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran terhadap data yang diperoleh. Teknik
analisis deskriptif kuantitatif adalah mengubah data dalam bentuk angka dengan
menggunkaan statistik deskriptif, dengan tujuan untuk lebih meringkas data agar lebih
mudah dimengerti. Analisis deskriptif dilakukan terhadap data yang sudah terkumpul
untuk memperjelas data dari masing-masing variabel.
Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu satu variabel bebas atau prediktor
yang terdiri dari minat belajar, serta satu variabel terikat atau kriterium yaitu hasil belajar
siswa. Data yang diperoleh dari lapangan, akan disajikan dalam bentuk deskripsi kategori
dari masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat yang akan
ditampilkan adalah harga rata-rata (M), Median (Me), Modus (Mo), yang disajikan
sebagai berikut :
a. Mean (M)
Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata
dari kelompok tersebut. Rata-rata ini diperoleh dengan ,menjumlahkan data seluruh
individu dalam kelompok tersebut, kemudiam dibagi dengan jumlah individu yang ada
pada kelompok tersebut dengan rumus sebagai berikut :

Me=
∑ xi
n
(Sugiyono, 2015:36)
Keterangan :
Me = mean (rata-rata)
∑ = epsilon (baca jumlah)
xi = nilai x ke i sampai n

n = jumlah individu
b. Median (Me)
Median adalah salah satu penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai tengah
dari kelompok data yang telah disusun urutannya dari yang terkecil sampai yang terbesar
atau sebaliknya.
c. Modus (Mo)
Modus merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai yang
sering muncul dalam kelompok tersebut.
d. Standar Deviasi (SD)
Standar deviasi atau simpangan baku dari data yang telah diperoleh dapat dihitung
dengan rumus :
a=√ ∑ f i ¿ ¿ ¿ ¿
(Sugiyono, 2015: 57)
Keterangan :
a = Simpangan baku populasi

∑ fi = Jumlah data/sampel

xi = Varians sampel
x́ = Rata-rata
n = Jumlah sampel
e. Tabel Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi diperoleh dengan menggunakan perhitungan interval kelas,
rentang data, dan panjang kelas. Langkah pertama dalam membuat tabel distribusi
frekuensi adalah menentukan kelas interval dengan rumus Sturges seperti berikut:

Jumlah Kelas Interval = 1 + 3,3 log n (jumlah sampel)


Rentang data = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah + 1
Rentang Data
Panjang Kelas =
Jumlah Kelas Interval

(Sugiyono, 2015: 36)


Setelah menghitung jumlah kelas interval, rentang data, panjang kelas maka
langkah selanjutnya adalah menyusun interval kelas untuk memasukkan data guna
mengetahui frekuensi pada setiap kelas interval.

f. Tabel Kecenderungan Kategori


Menentukan kecenderungan kategori dilakukan dengan mencari skor terendah
ideal dan skor tertinggi ideal. Selanjutnya dari skor minimum sampai skor maksimum
tersebut dibagi menjadi 3 kelompok mulai dari kriteria rendah, sedang dan tinggi. Rumus
penentu kecenderungan kategori tersebut secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini
:

Tabel 3.8 Rumus Kecenderungan Kategori


Kelas Interval Nilai (kelompok Skor) Kategori
1. X < (μ  1,0 σ) Rendah
2. (μ  1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) Sedang
3. X ≥ (μ + 1,0 σ) Tinggi
(Syarifuddin Azwar, 2017: 109)

Keterangan :

X = Skor perolehan responden

μ = Mean

σ = Deviasi Standar

2. Analisis Inferensial
Uji persyaratan analisis menggunakan statistik inferensial yang dilakukan
sebelum uji hipotesis pada penelitian, hal ini agar hasil analisis data benarbenar memiliki
tingkat keterpercayaan yang tinggi. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal dan apakah hubungan antar variabelnya linier. Apabila kedua
prasyarat terpenuhi maka dapat dilanjutkan dengan statistik parametrik, namun apabila
tidak terpenuhi maka dapat menggunakan statistik non-parametrik. Adapun uji
persyaratan analisis di bawah ini:
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang didapatkan dari
pengumpulan data variabel bebas (minat belajar) dan variabel terikat (hasil belajar)
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan bantuan
program komputer SPSS dengan rumus kolmogorof-smirnov.
Hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 : Data berdistribusi dengan normal
H1 : Data berdistribusi tidak normal
Kriteria uji dengan SPSS adalah :
Jika nilai signifikansi > α = 0,05 maka H0 diterima
Jika nilai signifikansi ≤ α = 0,05 maka H0 ditolak
b. Uji Linearitas
Uji linieritas yang dimaksud adalah suatu prosedur yang digunakan untuk
mengetahui hubungan linier atau tidaknya antara variabel bebas (minat belajar) dan
variabel terikat (kemampuan pemahaman matematis) pada penelitian ini. variabel bebas
dan variabel terikat dikatakan berhubungan linear apabila bila kenaikan skor variabel
bebas diikuti oleh kenaikan variabel terikat. Uji linieritas pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan test of linearity dengan bantuan program komputer SPSS
Hubungan antar variabel linier atau tidak. dapat dilakukan memperhatikan nilai
signifikansinya, jika nilai signifikansi >0,05 (Sig >0,05) maka hubungan antar variabel
dikatakan linier.

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan setelah data hasil penelitian memenuhi syarat uji

normalitas dan uji linieritas. Analisis uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan

analisis korelasi product moment. Uji hipotesis ini dimaksudkan untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas (minat belajar) dan variabel terikat (hasil bela).

Penghitungan uji hipotesis penelitian ini dibantu menggunakan program komputer SPSS.

Setelah ditemukan harga rhitung kemudian dibandingkan dengan rtabel dengan taraf

signifikansi 5%, maka hipotesis diterima apabila rhitung lebih besar dari rtabel sedangkan

hipotesis ditolak apabila rhitung lebih kecil dari rtabel.

Anda mungkin juga menyukai