Anda di halaman 1dari 21

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTELIGENSI (IQ) DAN

KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP HASIL BELAJAR


MATEMATIKA PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2015/2016

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Siswa adalah subjek yang

terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar tersebut. Siswa mengalami suatu proses

belajar. Dalam proses belajar tersebut, siswa menggunakan kemampuan mentalnya

untuk mempelajari bahan belajar. Bila siswa belajar, maka akan terjadi perubahan

mental pada diri siswa. Hamalik (2001:37) mengatakan, Belajar diartikan sebagai

proses perubahan perilaku akibat adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar

terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini berarti

dengan belajar siswa dapat mengubah perilakunya dan dapat melakukan hal-hal yang

sebelumnya tidak dapat dilakukannya.

Guru memiliki peranan penting dalam kegiatan pembelajaran. Belajar yang

dihayati oleh seorang siswa berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan

oleh seorang guru. Proses belajar merupakan respon siswa terhadap tindak

pembelajaran dari guru. Guru memberikan informasi tentang sasaran belajar sehingga

mendorong siswa untuk melakukan proses belajar yang terarah. Peristiwa belajar

disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar

yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat

(Suherman, 2003:7).

1
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat

sekolah terendah yaitu tingkat kanak-kanak sampai tingkat tertinggi di perguruan

tinggi. Matematika bukan hanya suatu perhitungan aritmatika yang mencakup

penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan. Matematika

merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan besar dalam

mengembangkan pengetahuan berpikir dan penalaran seseorang. Matematika

merupakan sarana berpikir logis, matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran

manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran (Suherman, 2003:7).

Aktivitas pembelajaran matematika di sekolah tidak selalu berhasil mencapai

tujuan. Banyak siswa mengalami kegagalan dan mengatakan bahwa matematika itu

sulit dipelajari. Banyak pendapat mengatakan bahwa matematika hanya untuk mereka

yang memiliki kecerdasan inteligensi yang tinggi. Akan tetapi kenyataannya, dalam

proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih

hasil belajar yang setara dengan kecerdasan inteligensinya. Ada siswa yang memiliki

kecerdasan inteligensi tinggi tetapi memperoleh hasil belajar matematika yang rendah,

dan ada siswa yang memiliki kecerdasan inteligensi yang relatif rendah tapi mampu

mendapat hasil belajar yang tinggi.

Kecerdasan seseorang dibawa dari pertama kali ia dilahirkan (Thobroni dan

Mustofa, 2013:233). Kecerdasan dalam arti umum merupakan suatu kemampuan yang

dimiliki seseorang dalam memahami dan menyadari terhadap apa yang dialaminya

baik melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan. Dengan kecerdasan, manusia menjadi

lebih mudah dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari khususnya yang terkait

dengan matematika. Dari sinilah muncul istilah Intelligence atau inteligensi. Cepat

2
tidaknya dan terpecahkan atau tidaknya suatu masalah tergantung kepada kecerdasan

inteligensinya. Inteligensi adalah sebuah kapasitas untuk memahami dunia, berpikir

rasional dan menggunakan akal secara efektif dalam menghadapi tantangan

(Feldman, 2012:344). Inteligensi penting bagi kehidupan seseorang, karena tanpa

inteligensi seseorang tidak akan mampu membedakan sesuatu, baik itu hal yang nyata

ataupun hal yang tidak nyata. Namun, sampai saat ini masih banyak yang beranggapan

bahwa ukuran kecerdasan selalu dilihat dari kecerdasan inteligensi (Intelligence

Quotient, IQ). Masih ada faktor lain yang juga menentukan kecerdasan seseorang,

yaitu kecerdasan emosional (Emotional Quotient, EQ).

Menurut Daniel Goleman dalam bukunya The Emotional Intelligence (dalam

Sarwono, 2012:13) mengatakan bahwa,

Emosi itu bukan bakat, melainkan bisa dibuat, dilatih, dikembangkan,


dipertahankan dan yang kurang baik dikurangi atau dibuang sama sekali. Emosi
itu bisa diukur seperti inteligensi. Hasil pengukurannya disebut EQ (Emotional
Quotient, meminjam dari istilah IQ/Intelligence Quotient). EQ memegang peran
lebih penting ketimbang IQ. Sumbangan IQ dalam menentukan keberhasilan
seseorang hanya sekitar 20-30% saja, selebihnya ditentukan oleh EQ yang tinggi.
Kecerdasan emosional adalah seperangkat keterampilan yang mendasari

pengukuran, evaluasi, ekspresi, dan regulasi yang akurat dari emosi" (Feldman,

2012:351). Kecerdasan emosional memberikan pemahaman kepada kita mengenai

perasaan dan pengalaman orang lain, sehingga memudahkan kita dalam memberikan

respons yang tepat. Kecerdasan ini dapat menjelaskan mengapa siswa dengan hasil

belajar yang rendah memiliki tingkat kecerdasan inteligensi yang relatif tinggi,

dasarnya mungkin siswa tersebut memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

3
Meskipun matematika merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan

kecerdasan inteligensi, namun akan sangat menarik jika guru juga dapat mengetahui

kaitan antara matematika dengan kecerdasan emosional. IQ tidak dapat berfungsi

dengan baik tanpa partisipasi dari penghayatan emosional terhadap mata pelajaran

yang disampaikan disekolah. Kedua kecerdasan ini harus saling melengkapi.

Keseimbangan IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah

(Goleman, 2002:512).

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, peneliti ingin mengetahui mengenai

ada tidaknya hubungan kecerdasan inteligensi dan kecerdasan emosional terhadap

hasil belajar matematika. Oleh sebab itu, penulis tertarik membuat penelitian dengan

judul Hubungan antara Kecerdasan Inteligensi (IQ) dan Kecerdasan Emosional

(EQ) terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4

Banda Aceh Tahun Ajaran 2015/2016.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kecerdasan inteligensi (IQ)

dan kecerdasan emosional (EQ) terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas X

SMA Negeri 4 Banda Aceh tahun ajaran 2015/2016?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan inteligensi (IQ) dan kecerdasan

emosional (EQ) terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas X SMA Negeri 4

Banda Aceh tahun ajaran 2015/2016.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat untuk:

1. Memberikan informasi khususnya kepada guru bidang studi matematika dalam

upaya membimbing dan memotivasi siswa untuk menggali kecerdasan inteligensi

dan kecerdasan emosional yang dimilikinya.

2. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi psikologi pendidikan dan memperkaya

hasil penelitian yang telah ada serta dapat memberi gambaran mengenai hubungan

kecerdasan inteligensi dan kecerdasan emosional terhadap hasil belajar

matematika.

5
3. Bagi peneliti sebagai tambahan wawasan pengetahuan dan keilmuan yang ada

hubungannya dengan bidang matematika serta sebagai bahan untuk melakukan

penelitian selanjutnya.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu prediksi yang dinyatakan sedemikian rupa sehingga

dapat diuji (Feldman, 2012:41). Hipotesis penelitian merupakan jawaban atau dugaan

sementara dari rumusan masalah. Hipotesis muncul dari teori-teori dan membantu

menguji landasan dari suatu teori. Arikunto (2010:64) mengemukakan bahwa,

Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti, tetapi


masih harus dibuktikan, dites, atau diuji kebenarannya. Hipotesis merupakan
sesuatu dimana penelitian kita arah pandangkan ke sana, sehingga ada yang
menuntut kegiatan kita. Kemudian tidak semua penelitian menggunakan hipotesis.
Berpijak pada rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti

merumuskan suatu hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

Hipotesis 1: Adanya hubungan antara kecerdasan inteligensi (IQ) terhadap hasil

belajar matematika pada siswa kelas X SMA Negeri 4 Banda Aceh tahun

ajaran 2015/2016.

Hipotesis 2: Tidak adanya hubungan kecerdasan emosional (EQ) terhadap hasil

belajar matematika pada siswa kelas X SMA Negeri 4 Banda Aceh tahun

ajaran 2015/2016.

Hipotesis 3: Tidak adanya hubungan antara kecerdasan inteligensi (IQ) dan

kecerdasan emosional (EQ) terhadap hasil belajar matematika pada siswa

kelas X SMA Negeri 4 Banda Aceh tahun ajaran 2015/2016.

6
F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penerjemahan dari suatu hipotesis ke dalam

prosedur yang lebih spesifik dan dapat diuji, diukur serta diobservasi (Feldman,

2012:42). Adapun yang menjadi definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Hasil belajar adalah suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku

baru sebagai akibat dari belajar atau pengalaman yang diperoleh.

2. Inteligensi adalah suatu kemampuan dalam aktivitas mental yang melibatkan

proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati

secara langsung melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata.

3. Kecerdasan inteligensi (IQ) adalah ukuran kemampuan belajar, kecepatan

berpikir, kesanggupan untuk mengambil keputusan yang tepat, dan kepandaian

menangkap dan mengolah kesan-kesan.

4. Emosi adalah dorongan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap

rangsangan dari luar dan dalam diri individu.

5. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

mengendalikan kondisi emosi secara cerdas seperti: mengenali emosi diri dan

orang lain (empati), memotivasi diri, kemampuan untuk membina hubungan

dengan orang lain, serta mengelola emosi diri dan orang lain secara akurat,

sehingga dapat menggunakan emosi dengan baik dan mengelolanya menjadi

sebuah kecerdasan yang berguna untuk hal-hal yang positif.

G. Landasan Teori

7
1. Hakikat Matematika

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika merupakan

ilmu tentang bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian

masalah mengenai bilangan. Banyak orang menganggap sama antara matematika

dengan aritmetika. Padahal cakupan matematika lebih luas daripada aritmetika dan

aritmetika itu sendiri merupakan bagian dari matematika.

Depdikbud (dalam Ismail dkk, 2004:3) menyatakan, kata matematika berasal

dari bahasa latin mathematica, yang mula-mula berasal dari kata Yunani mathematike,

dari akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike

berkaitan pula dengan kata mathanein yang berarti berfikir atau belajar.

Matematika dapat dipandang sebagai salah satu cabang ilmu, suatu struktur,

suatu kumpulan sistem, dan bahasa atau alat. Sebagai ilmu, matematika adalah ilmu

yang bersifat terstruktur, deduktif, sistematis, dan konsisten. Matematika dibentuk

sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Sebagai suatu struktur, matematika adalah suatu struktur dari hubungan-hubungan

yang mengkaitkan simbol-simbol. Simbol dalam matematika merupakan abstraksi dan

idealisasi dari ide-ide, benda-benda, dan hubungan-hubungan. Sebagai suatu

kumpulan sistem, matematika tersendiri dari lima bidang bagian, yaitu bidang:

aritmatika, geometri, aljabar, analisis, dan dasar matematika (logika). Sebagai bahasa

atau alat, matematika adalah alat akurat untuk menyelesaikan masalah sosial, ekonomi,

biologi, fisika, kimia, dan teknik. Matematika mendapat julukan queen of science

karena melayani ilmu-ilmu lain dan teknologi (Ismail dkk, 2004:4-6).

8
Matematika sebagai salah satu unsur dalam pembelajaran di sekolah dipandang

sebagai salah satu bidang studi. Diberikannya pelajaran matematika di setiap jenjang

pendidikan dengan bobot yang kuat menunjukkan bahwa kedudukannya yang

sedemikian penting. Cornelius (dalam Abdurrahman, 1999:253) mengemukakan,

Ada lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1)
sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah
kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi
pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk
meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Dari beberapa uraian di atas, diharapkan kita memiliki gambaran mengenai

matematika dan hakikatnya serta membuka sedikit cakrawala matematika.

2. Hasil Belajar Matematika

Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar

untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap,

dan nilai-nilai. Perubahan akibat dari belajar itulah yang dinamakan hasil belajar.

Hasil belajar siswa merupakan kapasitas siswa yang nampak dalam tingkah laku.

Tingkah laku yang dimaksud adalah tingkah laku siswa yang ditampilkan yang

berkaitan dengan hasil belajar dengan memberikan gambaran yang lebih nyata, hal ini

tentunya berkaitan dengan hasil dan proses belajar di sekolah (Sri Rumini dkk,

2006:61).

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor

dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Faktor dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor

kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai siswa.

9
Di samping itu, sikap dan kebiasaan belajar juga akan mempengaruhi hasil belajar

siswa. Faktor lingkungan yang paling mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah

adalah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah tinggi

rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan

pengajaran (Sudjana, 2005:39-41).

3. Kecerdasan Inteligensi (IQ)

Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan

kecerdasan, kepintaran ataupun kemampuan untuk memecahkan masalah.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inteligensi adalah daya reaksi

atau penyesuaian yang cepat dan tepat, baik secara fisik maupun mental terhadap

pengalaman baru, membuat pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siap

untuk dipakai apabila dihadapkan pada fakta atau kondisi baru.

Inteligensi berarti kecerdasan yaitu sebuah istilah yang banyak dipergunakan

oleh ahli psikologi dan orang awam untuk menyatakan seseorang itu cerdas atau

memiliki inteligensi tinggi apabila orang tersebut dapat dengan cepat dan berhasil

menyelesaikan soal atau tugas-tugas dan problem yang dihadapinya. Inteligensi

adalah suatu kemampuan mental yang dibawa oleh individu sejak lahir dan dapat

dipergunakan untuk menyesuaikan diri di dalam lingkungan yang baru, serta untuk

memecahkan problem-problem yang dihadapi dengan cepat dan tepat (Tirtonegoro,

2001:20).

Menurut Lewis Terman (dalam Tirtonegoro, 2001:20) mengatakan bahwa

inteligensi adalah:

10
1. Merupakan kecakapan untuk berfikir abstrak.
2. Merupakan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan
untuk berbuat secara efektif.
3. Merupakan kemampuan untuk memecahkan kesulitan-kesulitan dalam situasi
tertentu secara cepat dan tepat.
4. Merupakan kemampuan individu untuk berfikir secara rasional dan bertindak
secara efektif.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

inteligensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berfikir rasional,

mampu memecahkan masalah secara cepat dan dengan cara yang tepat serta mampu

bertingkah laku efektif.

Kecerdasan inteligensi merupakan kecerdasan yang menuntut pemberdayaan

otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional

dengan yang lain (KBBI).

IQ atau Intelligence Quotient adalah angka atau indeks yang menunjukkan

kecerdasan inteligensi seseorang pada rata-rata tingkat umurnya, maksudnya

seseorang dikatakan memiliki IQ yang tinggi (cerdas) adalah dibandingkan dengan

rata-rata anak pada umurnya. Demikian pula sebaiknya anak dikatakan memiliki IQ

rendah (bodoh) adalah dalam taraf perbandingan dengan rata-rata anak pada umur

yang sama. Intelligence Quotient (IQ), suatu skor yang memperhitungkan usia mental

dan usia kronologis seseorang (Feldman, 2012:355).

Dalam psikologi, orang pertama yang mengungkapkan konsep IQ adalah

William Stern. Konsepnya sederhana saja, yaitu:

IQ = (Usia Mental [UM] : Usia Kalender [UK]) x 100

11
IQ 90-100 dianggap normal, sedangkan di atas 110 tergolong di atasa rata-rata, 120 ke

atas adalah superior, 130 berarti sangat superior dan di atas 140 tergolong jenius

(Einstein ber-IQ 160). Di sisi lain, IQ kurang dari 90 digolongkan sebagai di bawah

rata-rata, di bawah 70 terbelakang (dulu disebut imbesil atau debil), dan di bawah 55

disebut sangat terbelakang (dulu disebut idiot) (Sarwono, 2012:160-161).

4. Kecerdasan Emosional (EQ)

Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu

singkat (KBBI).

Saphiro (dalam Wijayanti dan Kusrini, 2013:2) menyatakan bahwa, Istilah

kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter

Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire

Amerika untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang penting bagi

keberhasilan yaitu empati (kepedulian), mengungkapkan dan memahami perasaan,

mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, bisa

memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan

sikap hormat.

Kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan

kepedulian antarsesama manusia, makhluk lain, dan alam sekitar (KBBI).

Adapun orang yang dikatakan mempunyai EQ yang tinggi adalah jika ia

memenuhi lima kriteria berikut, yaitu (1) mampu mengenali emosinya sendiri; (2)

mampu mengendalikan emosinya sesuai dengan situasi dan kondisi; (3) mampu

menggunakan emosinya untuk meningkatkan motivasinya sendiri (bukan malah

12
membuat diri putus asa atau bersikap negatif pada orang lain); (4) mampu mengenali

emosi orang lain; dan (5) mampu berinteraksi positif dengan orang lain (Sarwono,

2012:136-137).

5. Hubungan antara Kecerdasan Inteligensi (IQ) terhadap Hasil Belajar

Matematika

6. Hubungan antara Kecerdasan Emosional (EQ) terhadap Hasil Belajar

Matematika

7. Hubungan antara Kecerdasan Inteligensi (IQ) dan Kecerdasan Emosional

(EQ) terhadap Hasil Belajar Matematika

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,

penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya (Arikunto,

2013:27).

Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang

menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa

yang ingin kita ketahui (Margono, 2009:106).

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hubungan atau

penelitian korelasi. Penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti

untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan

13
perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada

(Arikunto, 2013:4). Penelitian korelasi bertujuan untuk menemukan ada tidaknya

hubungan dan seberapa erat hubungan tersebut.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Arikunto (2013:173) mengemukakan, Populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian. Populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada suatu subjek atau objek

yang dipelajari, tetapi meliputi juga seluruh karakteristik yang dimiliki. Populasi

adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu

yang kita tentukan (Margono, 2009:118). Adapun yang menjadi populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 4 Banda Aceh. Berdasarkan

data yang diperoleh dari pihak sekolah, jumlah populasi kelas X ada sebanyak 256

orang yang terdiri dari 8 kelas.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2013:174).

Adapun cara yang digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan besarnya ukuran

sampel adalah dengan bantuan tabel yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael.

Tabel 1. Tabel Isaac dan Michael

14
Berdasarkan tabel diatas, jumlah populasi yang ada dengan taraf kesalahan

sebesar 5% diperoleh jumlah sampelnya ada sebanyak 146 siswa. Alasan peneliti

mengambil sampel dengan cara ini karena ingin memiliki sampel yang representatif

dan mendapat hasil penelitian yang valid.

Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai

dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan

memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang

15
representatif (Margono, 2009:125). Untuk menentukan sampel yang akan digunakan

dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan random sampling atau sampel acak.

Teknik random sampling dalam pengambilan sampelnya, peneliti mencampur

subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Peneliti

memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih

menjadi sampel (Arikunto, 2013:177). Banyaknya sampel yang akan diteliti

diharapkan representatif dari jumlah populasi yang ada.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam metode ilmiah, karena

pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan untuk menguji hipotesis yang telah

dirumuskan. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah bersifat

kuantitatif. Arikunto (2013:275) mengatakan bahwa, Secara umum, latihan

mengadakan pengumpulan data baik kuesioner, interview maupun observasi,

dilaksanakan dua tahap, yaitu: (1) memahami dan mempelajari instrumen dan

memahami bagaimana menggunakannya, (2) latihan atau praktik dengan mencoba

melakukannya. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Kuesioner atau Angket

Kuesioner adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan

sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden

(Margono, 2009:167). Kuesioner atau angket digunakan peneliti untuk mengukur

16
seberapa besar tingkat kecerdasan emosional (EQ) yang dimiliki oleh siswa kelas X

SMA Negeri 4 Banda Aceh. Peneliti menyusun angket menggunakan skala likert,

dimana terdapat 4 alternatif jawaban diantaranya: seringkali, jarang, kadang-kadang

dan tidak pernah.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger,

agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2013:274). Dalam penelitian ini, peneliti mencari

dan mencatat data yang sifatnya tertulis atau telah diarsipkan oleh pihak sekolah,

seperti: nilai raport matematika semester ganjil dan hasil tes IQ siswa.

4. Teknik Analisis Data

Apabila datanya telah terkumpul, langkah selanjutnya ialah melakukan analisis

atau pengolahan terhadap data tersebut. Analisis data merupakan salah satu langkah

penting dalam rangka memperoleh temuan-temuan hasil penelitian. Berdasarkan jenis

data yang dikumpulkan, maka peneliti dalam menganalisis datanya menggunakan

teknik analisis kuantitatif. Analisis data dalam kuantitatif menggunakan pendekatan

statistik. Untuk menghitung besarnya korelasi digunakan metode statistik korelasi

multi variat (multi variate correlational methods) yang menggambarkan dan

menentukan hubungan antara tiga variabel atau lebih. Data kuantitatif diperoleh dari

data hasil tes kecerdasan inteligensi (IQ) siswa, skor angket kecerdasan emosional

(EQ) dan hasil belajar matematika yang dilihat dari nilai raport matematika.

17
Penelitian ini menggunakan dua variabel bebas (hasil tes IQ/1 dan skor angket

EQ/2) serta satu variabel terikat (nilai raport matematika/Y). Untuk mengetahui ada

tidaknya korelasi yang signifikan digunakan analisis korelasi product moment dan

korelasi berganda dengan bantuan aplikasi statistik SPSS 17.0 for Windows.

Korelasi product moment digunakan misalnya untuk menentukan hubungan antara

dua gejala interval. Analisis korelasi berganda (multiple correlation) adalah analisis

tentang hubungan antara satu dependent variable dengan dua atau lebih independent

variable (Arikunto, 2013). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

. , ( , )( )
Rumus Korelasi Product Moment: , =
{(. , ( , ) )(. ( ) )}

( ) +( )
Rumus Korelasi berganda: = ( )

dengan: 1,2 = korelasi product moment antara 1 atau 2 dengan Y

n = banyak sampel

1 2 = korelasi berganda antara 1 dan 2 dengan Y

1 = korelasi antara 1 dan Y

2 = korelasi antara 2 dan Y

1 2 = korelasi antara 1 dan 2

I. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Bulan

18
Februari Maret April Mei Juni

Penyusunan
1.
Instrumen

Pelaksanaan
2.
Penelitian

Pengumpulan
3.
Data

Pengolahan
4.
Data

Proses
5.
Bimbingan

6. Sidang

Catatan: jadwal sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan kondisi dilapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:

PT Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Feldman, Robert S. 2012. Pengantar Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika.

19
Goleman, Daniel. 2002. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta:

Gramedia Pustaka Umum.

Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

http://kbbi.web.id. Tanggal akses 03 Februari 2016.

Ismail, dkk. 2004. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Jakarta: Pusat

Penerbitan Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional.

Margono, S. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Rumini, Sri. dkk. 2006. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sarwono, Sarlito W. 2012. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.

Sudjana, Nana. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Alsindo.

Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jakarta:

JICA Imstep Projec.

Thobroni, Muhammad & Mustofa, Arif. 2013. Belajar & Pembelajaran:

Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Tim Penyusun. 2012. Pedoman Penulisan Skripsi FKIP Unsyiah. Universitas Syiah

Kuala.

20
Tirtonegoro, Dra. Sutratinah. 2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Wijayanti, Nana & Kusrini. 2013. Hubungan Kecerdasan Emoional Terhadap Belajar

dan Pemahaman Matematika Siswa SMAN 2 Magetan Kelas X3. UNESA.

http://ejournal.unesa.ac.idarticle643230article. Tanggal akses 01 Februari 2016.

21

Anda mungkin juga menyukai