Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

CAESAREAN SECTION
DENGAN REGIONAL ANESTESI

Pembimbing :

dr. Dublianus Sp.An

dr. Tati Sp.An

Disusun oleh :

Hayyu Ari Anggriani

Muhammad Refan Mahardhitya

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RSUD CILEGON


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2018
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


yang telah memberikan berkah dan rahmatNya sehinga penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “CAESAREAN SECTION
DENGAN REGIONAL ANESTESI” guna memenuhi salah satu
persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik bagian ilmu
anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Cilegon
periode 26 maret – 27 april 2018. Disamping itu makalah ini bertujuan
untuk menambah pengetahuan bagi pembaca.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada pihak yang telah menyelesaikan makalah ini, yaitu
1. Orangtua
2. Dr. Tati Sp.An selaku dokter pembimbing Kepaniteraan
klinik ilmu Anestesi RSUD Cilegon
3. Dr. Dublianus Sp.An selaku dokter pembimbing
Kepaniteraan klinik ilmu Anestesi RSUD Cilegon
4. Rekan – rekan Kepaniteraan klinik ilmu anestesi RSUD
Cilegon

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh


karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar referat ini dapat menjadi lebih baik lagi. Penulis
mohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan
dalam makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri maupun pembaca

Cilegon, April 2018

2
BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi berasal dari bahasa yunani. An-“tidak, tanpa” dan aesthesos,


“persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah Anestesi digunakan
pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1948 yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah pemberian
obat dengan tujuan untuk menghilangkan rasa nyeri pembedahan. Sedangkan
Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran pasien.
Anestesi terbagi menjadi 2 kelonpok, yaitu anestesi umum dan anestesi
lokal.
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
Anestesi regional memiliki keuntungan, diantaranya adalah menghindari
polifarmasi, alternatif yang efektif terhadap anestesi umum, anesthesia yang dapat
diperpanjang, pasient dapat tetap dalam keadaan sadar, dan dapat dilakukan
pemberian makanan atau minuman yang lebih dini

3
BAB II

STATUS PASIEN

I IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny F
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 88 kg
Agama : Islam
Diagnosis preop : G3P2A0 H 38 minggu Gemeli Presbo PEB
Jenis Pembedahan : Caesarean Section
Jenis Anestesi : Regional Anestesi
Tanggal Masuk : 18 April 2018
Tanggal Operasi : 19 April 2018

II ANAMNESIS
Pasien mengaku cemas sehari dan pada saat hari dilakukannya operasi,
Riwayat Obstetrik
Pasien memiliki 2 orang anak sebelumnya lahir normal dan hidup
persalinan dilakukan di Bidan, belum pernah melakukan abortus

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien terdapat riwayat Hipertensi, tidak terdapat riwayat Diabetes
melitus, Asma, Alergi dan penyakit jantung, dan belum pernah menjalani
operasi sebelumnya

4
Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga tidak terdapat penyakit yang dapat diturunkan, keluarga
tidak memiliki riwayat preeklampsi

Antenatal Care (ANC)


Selama kehamilan total pasien telah 7 kali melakukan konsultasi
kehamilan di bidan, dan diberikan vitamin dan tablet penambah darah

Program Keluarga Berencana (KB)


Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan sekali setelah anak pertama lahit
(40 hari setelah kelahiran anak pertama)

Kebiasaan
Tidak ada kebiasaan merokok, meminum Alkohol, dan mengonsumsi obat
golongan narkotka

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD = 160/90, N=63, SpO2=98, RR=20
Kepala : normocephali
Mata : Konjungtiva anemi (-), ikterik (-),
Telinga : Sekret (-), normotia
Hidung : sekret (-), deviasi septum (-), polip (-)
Mulut : Hygiene baik, gigi utuh, gigi palsu (-),
Leher : KGB tidak teraba, kelenjar tiroid tidak teraba
Thoraks : pernapasan simetris, tidak ada nafas yang
tertinggal
Jantung : S1/S2 Reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru : suara napas vesikuler, wheezing (-), Ronkhi (-)
Abdomen : perut membuncit

5
Ekstremitas : terdapat oedem non pitting pada kedua tungkai
bawah

IV PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal pemeriksaan : 18-4-2018

Hematologi Rutin
Hemoglobin 11.4
Hematokrit 35.8
Eritrosit 4.67
MCV/VER 76.7
MCH/HER 24.4
Jumlah Leukosit 9.28
Jumlah Trmbosit 279

BO Rh Typing
Golongan Darah O
Rhesus Positif

Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 63

Imunoserologi
HbsAg (Rapitd) Non-reaktif
Anti HI Penyaring Non-reaktif
Rapid

6
Urin Lengkap
Warna Kuning
Kejernihan Agak keruh
Protein 2+
Glukosa negatif
Darah negatif
Bilirubin negatif

Sedimen
Leukosit 5-10
Eritrosit 0-2
Silinder negatif
Sel epitel 1+
Kristal negatif
Bakteri Positif

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka


Diagnosis : G3P2A0 H 38 minggu Gemeli Presbo PEB
Status operatif (ASA): 2
Jenis operasi : Caesarean Section
Jenis Anestesi : Regional Anestesi

7
BAB III

Laporan Anestesi

1. Pre operatif

- informed consent (+)


- Puasa (+) dari jam 11 malam
- Terdapat Hipertensi
- Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
- IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
- Tanda vital :
 TD : 128/76 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 RR : 22x/menit
 Suhu : 36,5o C

2. Pramedikasi anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberika ondansetron 4 mg
bolus IV

3. Pemantauan selama anestesi


Selama operasi dilakukan monitoring terus – menerus tentang
keadaan pasien yaitu reaksi pasien terhadap pemberian obat anestesi
khususnya terhadap fungsi pernapasan dan jantung.
Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit, Tekanan darah setiap 5
menit
Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan pada pasien dan
saturasi oksigen
Cairan : Monitoring input cairan

4. Monitoring tindakan operasi :


Jam Tindakan Tek. Darah Nadi Saturasi O2
(mmHg) (x/menit) (%)
10.20 - Pasien dipindah ke 150/78 67 98
meja operasi
- Pemasangan
monitoring saturasi,
nadi, tekanan darah.
- Ondansetron 4 mg
bolus iv sebagai
pramedikasi
- Pasien posisi duduk

8
- Diberikan anestetik
lokal bupivacaine
20mg pada L4 – L5
- Mengecek sudah
ada rasa kebas atau
belum di bagian
ekstrimitas bawah
pasien
- Diberikan 02 2L
10.25 - Operasi dimulai 149/93 68 98
- Kondisi terkontrol
dan terpantau
10.30 - Kondisi terkontrol 140/93 69 98
- Bayi lahir
10.35 - Kondisi terkontrol 153/93 72 98
- Diberikan Oxytocin
10IU bolus iv
- Diberikan
Methylergometrine 1
amp
10.40 - Kondisi terkontrol 146/88 70 99
10.45 - Kondisi terkontrol 138/85 66 98
- Penambahan RL
500 cc
10.50 - Kondisi terkontrol 142/89 71 98
10.55 - Kondisi terkontrol 145/89 72 99
- Pemberian
Tramadol 100 mg
11.00 - Operasi selesai 141/88 72 99
- Alat monitoring di
lepas, O2 dihentikan
- Pasien dipindah ke
recovery room dan
pemberian O2 kanul

5. Intraoperatif

Tindakan operasi : Sectio caesarea

Tindakan anestesi : Regional Anestesi

Lama operasi : 35 menit (10.25 – 11.00)

Lama Anestesi : 40 menit (10.20 – 11.00)

9
Jenis Anestesi : Regional Anestesi dengan teknik Subarachniod
Blok ( SAB ) dengan spinocain no.27

Posisi : Supine

Pernafasan : Spontan

Infuse : Ringer laktat pada lengan kanan 500 cc

Pramedikasi : Ondansetron 4 mg

Induksi : Bupivacain 20 mg

Rumatan : O2 2L

Medikasi : - Bupivacain 20 mg
- Oxytocin 10 IU
- Methylergometrine 1 amp
- Tramadol 100mg

Cairan : Input : RL 500 cc

6. Post Operatif

- Pasien ditempatkan di recovery room dan bila sudah memenuhi


kriteria pasien dapat dipindaj ke ruangan
- Observasi tanda vital :
 Kesadaran : Compos mentis
 Tek. Darah : 128/76 mmHg
 Nadi : 88x/menit
 Saturasi : 98%
- penilaian pemulihan kesadaran dengan bromage score

No Kriteria Score Nilai


1 Dapat mengangkat tungkai bawah 0
2 Tidak dapat menekuk lutut tetapi dapat 1
mengangkat kaki
3 Tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi 2
dapat menekuk lutut
4 Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali 3
Keterangan :
Pasien dapat dipindah ke ruangan jika score kurang dari 2

10
BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang dari


pasien NyF diperoleh kelas ASA 2, yaitu pasien dengan penyakit sistemik ringan
atau sedang. Pasien belum pernah melakukan operasi sebelumnya, 2 kehamilan
sebelumnya pasien melahirkan secara normal dibidan, alasan dilakukannya SC
pada pasien adalah karena karena presentasi dari bayi adalah presentasi bokong,
dan letak dari bayi adalah melintang, yang mana merupakan faktor penyulit untuk
dilakukan persalinan secara normal, dimana umur kehamilan juga telah masuk 9
bulan lebih yaitu 38 minggu.
Jenis anestesi yang digunakan untuk operasi Caesarean Section adalah
regional anestesi, penggunaan regional anestesi sangat direkomendasikan guna
menjaga keselamatan ibu dan bayi. Regional anestesi memiliki beberapa
keuntungan diantaranya alat minim dan tekhnik relatif sederhana sehingga biaya
yang dikeluarka juga lebih murah, relatif aman untuk pasien yang tidka puasa
(operasi emergeny) karena penderita sadar, tidak terdapat komplikasi jalan nafas
dan respirasi, serta perawatan post operasi lebih ringan. Tekhnik anestesi yang
digunakan adalah spinal anestesi, hal ini dipilih karena dinilai lebih efisien dan
efektif ketimbang tekhnik anestesi regional lainnya, hal ini dikarenakan biaya
yang dikeluarkan lebih ekonomis, tekhnik yang dikerjakan tidak sesulit saat
mengerjakan epidural anestesi, efek yang dikeluarkan juga lebih cepat, serta
metabolit nya yang juga lebih cepat menyebabkan obat mudah dieliminasi dari
dalam tubuh.
Premedikasi yang digunakan adalah ondansetron sebagai profilaksis
antiemetik yang diharapakan dapat mengurangi insiden PONV (Postoperative
Nausea & vomitin) hal ini dapat terjadi pada operasi SC dikarenakan adanya
tarikan pada paeritoneum yang mana dapat memicu perasaan mual (nausea), hal
ini terjadi karena efek dari obat anestesi lokal yang melakukan blokade terhadap
saraf simpatis menyebabkan tekanan darah berkurang, termasuk kejadian yang

11
turut serta adalah cardiac output menurun, menginisiasi kemoreseptor trigger zone
sehingga mendatangkan rasa mual dan muntah tersebut, hal ini juga dapat terjadi
karen aadanya tarikan dari perinem. Seperti diketahui juga obat ansestesi lokal
tidak melakukan blokade terhadap nervus vagal menyebabkan tidka terblokadenya
nausea dan vomiting, sehingga dapat terjadi intraoperative maupun post operative.
Sebelum dilakukan anestesi spinal pasien terlebih diposisikan dalam posisi
duduk . posisi ini merupakan posisi yang paling tepat ketimbang posisi lateral
dekubitus. Obat anestesi lokal ditusukkan kedalam LCS didalam ruangan
subarachnoid setinggi L3-L4 atau L4-L5, tidak dianjurkan melakukan penusukan
pada tempat yang lebih tinggi, karena ditakutkan dapat mencederai medula
spinalis. Volume lumbar LCS (Liquod cerebro spinal) berbanding terbalik dengan
penyebaran dermatom anestesi spinal. Peningkatan tekanan intrabdominal atau
kondisi yang menyebabkan pembesaran vena epidural dapat menurunkan volume
LCS, hal ini berhubungan dengan penyebaran dermatom yang lebih besar,
termasuk kondisi seperti kehamilan salah satunya, dalam situasi seperti ini tingkat
anestesi yang lebih tinggi dicapai dengan dosis anestesi lokal yang diberikan.
Untuk itu pada anestesi spinal untuk operasi persalinan, dokter mengurangi dosis
anestesi 1/3 dari pasien tidak hamil, hal lain yang dapat ditimbulkan dari
pemakaian dosis seperti biasa adalah dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial.
Obat anestesi yang biasa digunakan adalah golongan Amida yaitu
Bupivakain, bupivakain termasuk golongan obat hiperbarik, yaitu obat dengan
berat jenis yang lebih besar bila dibandingkan dengan LCS, hal ini menyebabkan
letak cairan dari bupivakain berada dibawah LCS (bekerja sesuai gravitasi).
Cairan hiperbarik menyebar ke arah cephalad, untuk itu pasien diposisikan head-
down bila efek anestesi nya belum juga ada setelah dilakukan anestesi spinal.
Larutan hoperbarik cenderung bergerak kedaerah yang paling tergantung pada
vertebra (T4-T8 dalam posisi terlentang). Dengan anatomi tulang belakang yang
normal puncak kelengkungan thoracolumbar adalah T4. Dosis untuk Bupivacain
untuk abdomen bawah adalah 12-14 mg (maksimal dosis 3mg/kg), dengan onset
5-10 menit.

12
Medikasi lain yang diberikan adalah Oxytocin dan metil ergometrin, yang
bertujuan untuk membantuk kontraksi dari uterus dalam mengeluarkan plasenta
sehingga meminimalisir kejadian retensio plasenta yang ditandai dengan
perdarahan massive post partum.
Monitoring tekanan darah , saturasi, nadi dilakukan, mengingat efek dari
obat anestesi lokal adalah memblokade saraf simpatis, menyebabkan dapat
menyebabkan menurunnya tekanan darah. Untuk itu terapi cairan sangat penting
untuk diperhatikan untuk dapat maintanance dan mengontrol tekanan darah. Jenis
cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid. Selama operasi pasien
menunjukkan keadaan stabil dengan tekanan darah yang masih dalam batas norma
Setelah operasi dilakukan, pasien diberikan analgetik non-opioid tramadol
100 mg, analgesik lain tidak diberikan, karena efek dair obat anestesi lokal sendiri
adalah memblokade saraf sensoris salah satunya nyeri. Penggunaa obat analgesik
opioid seperti fentanyl tidak dianjurkan karena efek yang diberikan menimbulkan
depresi nafas.

13
BAB V

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi

5. 1 Kolumna Vertebralis
Kolumna vertebralis merupakan penyusun rangka axial yang utama,
tersusun oleh 26 tulang, yaitu 7 ruas tulang servikalis, 12 ruas tulang toraks, 5
ruas tulang lumbar serta sakrum dan koksigis. Kolumna vertebralis memiliki
beberapa fungsi, diantaranya menyangga berat badan dan kepala, melindungi
medula spinalis, mempertahankan posisi tubuh tegak saat berdiri dan duduk,
tempat perlekatan otot, dan memungkinkan pergerakan kepala dan batang tubuh.
Panjang total kolum vertebralis pada orang dewasa rata-rata 71 cm (28 inchi).
Kolum vertebralis tidak lurus dan kaku, tampilan lateral menunjukkan 4
kurva spinalis, diantaranya kurva servikalis (lordosis), kurva toraks (kifosis),
kurva lumbar (lordosis), dan kurva sakrum (kifosis). Kurva kolum vertebralis
memainkan peran fungsional penting dalam meningkatkan kekuatan dan menjaga
keseimbangan bagian atas tubuh, saat manusia dalam posisi bediri berat badan
harus ditransmsikan melalui kolum vertebralis ke panggul dan akhirnya ke
anggota tubuh bagian bawah. 4 kurva vertebra tidak terdapat pada bayi. Kurva
serviks mulai berkembang sekitar 3 bulan ketika bayi mulai mengangkat kepala,
dan menjadi jelas ketika bayi belajar duduk. Kurva lumbal berkembang ketika
seorang anak mulai berjalan kedua kurva tersebut disebut kurva sekunder atau
disebut juga kurva kompensasi karena kurva tersebut membantu menggeser bobot
untuk memungkinkan postur tegak. Sedangkan kurva toraks dan kurva sakrum
disebut sebagai kurva primer atau kurva akomodasi, karena mengakomodasi
organ-organ viseral yang berada di toraks dan abdominopelvis.

5.1.1 Struktur umum Vertebra


Tulang vertebra terdiri atas 3 bagian utama, diantaranya badan vertebra
(vertebrae body) yang berhubungan dengan diskus intrervertebralis dibagian

14
bawah dan atas. Arcus vertebra yang menempel pada bagian posterior dari bdadan
vertebra dan terdiri dari 2 pedikel. Dan prosesus artikular yang memiliki
permukaan cekung halus yang disebut facet artikular. Gabungan dari vertebra
membentuk sebuah terowongan yang disebut foramen verterba yang merupakan
tempat lewatnya medula spinalis, diantara pedikel verterba yang berdekatan
adalah foramina intravertebral, dimana saraf tulang belakang munucl ketika
bercabang dari medula spinalis.

Sumber gambar : Fundamental anatomy & physilogy

5.1.2 Karakteristik Regional Vertebra

A. Vertebra Servikal
Ketujuh servikal membentuk kerangka fleksibel untuk leher dan
mendukung kepala. Jaringan tulang vertebra servikalis lebih padat
daripada yang ditemukan didaerah vertebra lainnya. Pembeda lain
antara regio servikalis dan regio lainnya adalah adanya foramen
transversus, arteri dan vena vertebra melewati foramen tersebut karena
berkaitan pada aliran darah yang terkait dengan perdarahan ke otak.

15
Vertebra servikalis C2-C6 umumnya memiliki proses bifid atau
berlekuk. Prosesus spinosus bifida eningkatkan luas permukaan untuk
melekatnya ligamentum nuchal kuat yang menempel pada bagian
oksipital. Vertebra servikalis C1 tidak memiliki prosesus spinosus.

B. Vertebra Toraks
12 vertebra torakalis berartikulasi dengan tulang costae. Foramen
vertebra relatif lebih kecil dan memiliki procesus spinosus yang lebih
yang panjang memproyesikan posterior dan inferior. Prosesus spinosus
mulai dari T10, T11,T12 semakin mirip dengan daerah lumbal sebagai
transisi antara kurva toraks dan lumbar. Prosesus transversus vertebra
T1-T10 relatif lebih tebal

C. Vertebra Lumbar
Memilik 5 segmen , merupakan vertebra yang paling besar dan tebal
diantara vertebra lainnya. Vertebra lumbal memiliki tugas menaha
tahanan yagn paling besar dari berat badan. Prosesus spinosus yang
besar memberikan area permukaan untuk perlekatan otot punggung
bawah yang memperkuat atau menyesuaikan kurva lumbar.

Vertebra servikalis Vertebra torakal Vertebra lumbal

Sumber gambar : Fundamental of anatomy & physiology

16
5.1.2 Medula spinalis
Kanalis spinalis berisi medula spinalis dengan lapisan pelindungnya
(meningen), jaringan lemak, dan pleksus vena. Menigen terdiri dari 3 lapisan,
yaitu piamater, arachnoidmater, dan duramater. Pia mater erat melekat pada
medula spinalis, sedangakan subarachnoid erat melekat pada duramate yang lebih
tebal dan padat. Cairan serebrospinal terkandung diantara pia dan araknoid. Ruang
subdural umumnya merupakan ruang potensial yang terbatas. Ruang epidura
adalah ruang potensial yang lebih baik didefinisikan dalam kanal vertebra yang
dibatasi oleh dura dan ligamentum flavum. Medula spinals memanjang dari
foramen magnum ke tingkat L1 pada orang dewasa, pada anak-anak berkahir di
L3 dan bergerak naik seiring bertambahnya usia. Akar saraf anteriot dan posterior
pada setiap tingkat tulang belakang bergabung satu sama lain dan keluar dari
foramina intervertebralis, membentuk saraf vertebra dari C1 sampai S5. Suplai
daraah ke medula spinalis berasal dari arteri spina anterior. Arteri spinal anterior
dibentuk dari arteri vertebralis didasar tengkorak. Arteri spinal anterior mensuplai
2/3 dari medula spinalis, sedangakan arteri posteror memasok 1/3 posterior

5.2 Klasifikasi Status Fisik


Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping
anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
 Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
 Kelas II : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
 Kelas III : pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
rutin terbatas
 Kelas IV : pasien dengan kelainan sistemik berat tidak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat
 Kelas V : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
 Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E

5.3 Regional Anestesi

Definisi
Adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh untuk sementara pada
impuls saraf sensorik, dan saraf otonom sehingga impuls nyeri dari suatu bagian

17
tubuh diblokir untuk sementara atau dapat kembali seperti semula. Fugsi motorik
dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap dalam keadaan
sadar

Pembagian Anestesi Regional


1. Blok Sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan
kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan
2. Blok Perifer (blok saraf), seperti blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia
regional intravena .

Mekanisme Kerja
Mekanisme dari spinal dan epidural anestesi dipercaya memiliki prinsip
melakukan blokade terhadap nerve root. Anestesi lokal diinjeksikan ke cairan
Serebrospinal atau ke ruang epidural hingga mencapai medula spinalis tanpa
melakukan penusukan jarum pada medula spinalis, karena hal ini dapat
berisiko menimbulkan cedera medula spinalis. Obat anestesi lokal melakukan
blokade terhadap saraf somatik (saraf sensroik dan motorik) dan otonom .
Jalur penghantaran rasa nyeri hingga disampaikan ke otak melalu beberapa
tahapan, diantaranya,
1. Transduksi
Stimulasi dari reseptor perifer menghasilkan lokal inflammatory mediator
yang menyebabkan perubahan pada aktivitas dan sensitivitas neuron.
Neurotransmitter yang dihasilkan dapat berupa asetilkolin. Pre-insisi dari
lokal anestesi efektif melakukan blokade terhadap tahapan trasnduksi.
2. Transmisi
Bila rangsangan nyeri telah di transduksikan, impuls dihantarkan melalui
A-delta dan C-fiber dari bagian yang mengalami cedera menuju ke kornu
dorsalis menuju colum spinalis dimana mereka bersinaps lalu tereksitasi
dan membentuk neuron pertama. Pada tahap ini dapat diblokade oleh
regional anestesi, salah satu diantaranya bupivacaine yang lebih
melakukan blokade terhadap saraf sensoris bila dibandingkan dengan saraf

18
motorik, dan merupakan analgesi persalingan, dimana diharapkan
pemeliharaan mobilitas ibu.

sumber gambar : Essential Anesthesia (from science to practice)

3. Persepsi
Serat aferen dari kornu dorsalis menuju ke tingkat yang lebih tinggi yaitu
sistem saraf pusat , melalui traktus spinotalamikus. Agen agen yang
bekerja sentral dapat mengubah persepsi, seperti opioid
4. Modulasi
Jalur eferen termasuk neurotransmitter inhibitor memodifikasi informasi
nosiseptif aferen.

19
Tabel 1. Klasifikasi serabut saraf

sumber gambar : Essential Anesthesia (from science to practice)


Blokade pada kornu anterior akan mencergah motor eferen yang
bertanggung jawab untuk tonus otot rangka. Interupsi pada transmisi otonom
eferen pada akar medula spinalis selama blok neuraksial menghasilkan blokade
simpatis. Keluaran saraf simpatis berasal dari vertebra torakolumbar, serabut saraf
preganglionik simpatis (mielin B) keluar dari medula spinalis pada tingkat T1-L2,
sebaliknya serat postganglionik parasimpatik keluar dari medula spinalis pada
saraf kranial dan sakralis. Anestesi pada neuraksial tidak menghalangi saraf vagus
(saraf kranial kesepuluh)

5.3.1 Blok sentral


5.3.1.1. Anestesi Spinal
Adalah pemberian obat anestetik lokal kedalam ruang
subarachnoid, merupakan tekhnik yang sederhana, cukup efektif, dan
mudah dikerjakan.

Indikasi dilakukannya anestesi spinal adalah


1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum-perineum
4. Bedah obstetri-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah

20
Kontra indikasi absolut
1. pasien menolak
2. infeksi pada tempat suntikan
3. hipovolemi berat, syok
4. koagulopati atau mendapat terapi koagulan
5. tekanan intrakranial meninggi
6. fasilitas resusitasi minim
7. kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesi
Kontra Indikasi Relatif
1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemi ringan
8. Nyeri punggung kronis

Persiapan Anestesi spinal


A. Peralatan Anestesi Spinal
1. Alat monitoring (tekanan darah, oksimeter, heart rate, EKG)
2. Kassa steril, Povidone Iodine, Spuit 5cc, Obat Local Anestesi
3. Jarum Spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, Quincke
Baboc) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point, Whitecare)

21
B. Posisi pasien
1. Posisi duduk
Garis midline pada posisi duduk lebih mudah diindentifikasi
dibandingkan dengan posisi lateral dekubitus, terutama pada pasien yang
obesitas. Dalam menentukan lokasi penyuntikkan untuk spinal anestesi,
dapat digunakan garis imajiner yang ditarik antara titik tertinggi dari kedua
puncak iliaka (garis Tuffler) yang menuju prosesus spinos L4 atau
biasanya merupakan interspinosus L4-L5, tingkat vertebra lainnya dapat
diidentifikasi dari titik ini , dengan menghitung prosesus spinosus diatas
atau dibawahnya.
Pasien duduk dengan siku bertumpu pada paha atau dapat memeluk
bantal (membungkukkan verterba) bertujuan untuk memaksimalkan target
antara prosesus spinosus yang berdekatan dan membawa verterba lebih
dekat ke permukaan kulit.

Sumber gambar : Morgan and Mikhail’s clinical anesthesiology

22
2. posisi lateral decubitus
pasien berbaring disisi mereka dengan lutut tertekuk dan ditarik tinggi
terhadap abdomen atau dada, dengan asumsi ‘fetal position’, dan dibantuk
dengan oleh asisten untuk mempertahankan posisi tersebut selama
dilakukan anestesi spinal.

Sumber gambar : Morgan and Mikhail’s clinical anesthesiology

C. Lokasi Penyuntikan
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis > subkutis> ligamentum supraspinosum>ligamentum
Interspinosum>Ligamentum flavum>ruang epidural>durameter>ruang
subarachnoid

Midline approach, vertebra dipalpasi, dan posisi pasien diperiksa untuk


memastikan bahwa bidang belakang tegak lurus dengan lantai, depresi antara
prosesus spinosus diatas dan dibawah tingkat yang akan digunakan diraba, ini
akan menjadi situs masuk jarum, bidang steril dibentuk dengan povidon iodin
setelah larutan palpasi telah kering, jarum prosedur diarahkan sedikit cepahalad,
kemudian ditusukkan , lapisan subkutan memberikan sedikit perlawanan terhadap

23
jarum, kemudia jarum memasuki ligamen supraspinosum dan intraspinosum dan
akan terasa sebagai peningkatan resistensi jaringan.
Paramedian approach Teknik paramedia diplih terutama pada pasien yang tidak
dapat diposisikan dengan mudah (misalnya arthritis berat, kyphoscoliosis, atau
pembedahan tulang sebelumnya.

Sumber gambar : Morgan and Mikhail’s clinical anesthesiology

C. Teknik Analgesi Spinal


Posisi duduk atau lateral decubitus, dikerjakan dimeja operasi tanpa dipindahi
lagi , perubahan posisi berlebihan akan menyebarnya obat
1. Pasien terlebih dahulu dimonitor tekanan darahnya, buat pasie
membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan
tulang punggung adalah L4 atau L4-L5. Tentukan tempat tusukan.
Tusukan pada L1-L2 atau diatasya berisiko trauma terhadap medula
spinalis
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol
4. Beri anastetik lokal pada tempat tusukan, misalnya lidokain 1-2%, 2-3ml
5. Untuk jarum spinal dengan ukuran yang besar, misal 27G dan 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik
biasa spuit 10cc. Tusukkan jarum introducer sedalam kira-kira 2 cmagak

24
sedikit ke sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya
kelubang jarum tersebut. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum
spinal dicabut dan keluar liquor, pasang spuit berisi obat dapat dimasukan
secara perlahan (o.5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
meyakinkan posisi jarum tetap baik

5.3.1.2 Anestesi Epidural


Adalah blokade saraf dengan menempatkan obat diruang epidural.
Ruangan ini berada diantara ligamentum flavum dan durameter. Obat
anestesi lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal
yang terletak dibagian lateral. Awal kerja anestesi epidural leih lambat
dibanding anestesi spinal, dan kualitas blokade sensorik motorik juga lebih
lemah.
Indikasi anestesi epidural
1. pembedaha dan penanggulangan nyeri pasca bedah
2. Tatalaksana nyeri saat persalinan
3. Tambahan pada anestsi umum ringan

Teknik Anestesi Epidural


1. Posisi pasien pada saat tusukan seperti pada anestesi spinal
2. Tusukkan jarum epidural pada ketinggian L3-L4, karena jarak antara
ligamentum flavum-durameter adalah yang terlebar
3. Jarum epidural yang digunakan ada yang disebut Crawford dan Touhy
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak tekhnik tetapi yang
paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes
tergantung.
Teknik hilangnya resistensi menggunakan semprit kacar atau semprit
plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3
ml, setelah diberikan anestesi lokal pada tempat suntikan, jarum
epidural ditusukkan sedalam 1-2cm. kemudian udara atau NaCl
disuntuikkan perlaha-lahan secara terputus-putus sambil mendorong

25
jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras. Setelah yakin
ujung jarum berada dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis

5.3.1.3 Anestesi Kaudal


Anesthesia kaudal sebenarnya sama dengan epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditemaptkan di
ruang kaudal melalui hiatus sakralis.
Indikasi Anestesi Kaudal
Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula,
paraanal.
Indikasi kontra
Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural

Teknik analgesia kaudal


1. Posisi pasien telungkup dengan simsfisis diganjal (tungkai dan kepala
lebih rendah dari bokong) atau dikubitus lateral, terutama pada wanita
hamil.
2. Dapat digunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena
(venocath, abbotcath) ukuran 20 – 22 pada pasien dewasa.
3. Pada dewasa biasanya digunakan volum 12 – 15 ml (1 – 2 ml/ segemen).
4. Pada anak prosedur lebih mudah
5. Identifikasi hiatus sakralis diperoleh dengan menemukan kornu sakralis
kanan dan kiri yang sangat mudah teraba pada penderita kurus dan spina
iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
6. Setelah dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah hiatus
sakralis, ditusukan jarum yang mula – mula 90o terhadap kulit. Setelah
diyakini masuk kanalis sakralis arah jarum diubah 45o – 60o dan jarum
didorong sedalam 1 – 2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5ml secara
agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk
menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

26
5.3.2. Obat anestetik lokal / regional
Anestetik lokak dibagi menjadi dua golongan :

1. Golongan ester (-COOC-)


Kokain, benzokain, tetrakain, kloroprokain, ametocaine

2. Golongan amida (-NHCO-)


Lidokain, mepivakain, prilokain, bupivacaine, dibukain, etidokain,

Mekanisme kerja

Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel),
mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium,
sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi
saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten.
Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta
dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika lokal dipengaruhi oleh :

1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf


2. pH (asidosis menghambat blockade saraf)
3. frekuensi stimulasi saraf

Mula kerja
Bergantung beberapa factor, yaitu :

1. pKa mendekati pH fisiologi sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi


meningkat dan dapat menembus sel saraf sehingga menghasilkan mula
kerja cepat
2. alkalinisasi anestetika lokal membuat mula kerja cepat
3. konsentrasi obat anestetika lokal

27
Lama kerja

1. ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika lokal adalah


protein
2. dipengaruhi oleh kecepatan abosorpsi
3. dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian

Farmakokinetik
A. Absorpsi sistemik dipengaruhi oleh:

1. Tempat suntikan
Kecepatan absorpsi sistemik sebanding dengan ramainya vaskularisasi tempat
suntikan : abosropsi intravena > trakeal > intercostal > kaudal > para servikal >
epidural > pleksus brakial > skiatik > subkutan

2. Penambahan vasokonstriktor
Adrenalin 5 mcg/ml atau 1:200.000 membuat vasokonstriksi pembuluh darah
pada tempat suntikan sehingga dapat memperlambat abosropsi sampai 50%

3. Karakterisktik obat anestetik lokal


Obat anestetika lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat diabosrpsi secara
lambat

B. Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ dan ditentukan oleh faktor –


faktor:

1. Perfusi jaringan

2. Koefisien partisi jaringan/darah


Ikatan kuat dengan protein plasma  obat lebih lama di darah

28
Kelarutan dalam lemak tinggi  meningkatkan ambilan jaringan

3. Massa jaringan
Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokal

Metabolisme dan eksresi

1. Golongan ester
Golongan ester di metabolisme oleh pseudocholinesterase. Hidrolisa ester sangat
cepat dan kemudian metabolit dieksresi melalui urin.

2. Golongan amida
Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan metabolismenya
lebih lambat dari hidrolisis ester. Metabolit dieksresi lewat urin dan sebagian kecil
dalam bentuk utuh

Efek samping terhadap system tubuh

Sistem kardiovaskular
1. Depresi automatsasi miokard
2. Depresi kontraktilitas miokard
3. Dilatasi arteriolar
4. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia

Sistem pernapasan
Relaksasi otot polos bronkus. Henti napas akibat paralise saraf frenikus, paralise
intercostal atau depresi langsung pusat pengaturan napas

29
Sistem saraf pusat (SSP)
SSP rentan terhadap toksisitas anestetika lokal, dengan tanda – tanda awal
parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agitasi,
twitching, depresi pernapasan, tidak sadar, konvulsi dan komaa.
Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf.

Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan
derivate para amino benzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen

Sistem musculoskeletal
Bersifat miotoksik (bupivakain>lidokain>prokain)
Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf. Regenerasi dalam waktu 3 – 4
minggu

Anestetika lokal yang ideal

1. Poten dan bersifat sementara ( reversible )


2. Tak menimbulkan reaksi lokal, sistemik atau alergik
3. Mula kerja cepat dengan durasi memuaskan
4. Stabil, dapat disterilkan
5. Harganya murah

Toksisitas bergantung pada :

1. Jumlah larutan yang disuntikkan


2. Konsentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikkan
5. Absorpsi obat
6. Laju destruksi obat

30
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan

31
BAB VI
KESIMPULAN

Ny F dengan diagnosa G3P2A0 H 38 minggu gemeli Presbo PEB ASA 2


dengan presentasi bokong dilakukan operasi Caesarian Section pada tanggal 19
april 2018, diagnosa dari ibu menyebabkan pasien harus melakukan SC karena
merupakan penyulit dilakukan persalinan normal. Jenis anestesi yang digunakan
adalah Regional Anestesi. Hal ini dirasakan cukup aman bagi ibu dan bayi, karena
minim efek samping dari obat anestesi lokal yang dihasilkan salah satunya tidak
menimbulkan depresi nafas.
Operasi berlangsung dengan lancar tanpa hambatan khusus, hal ini
disebabkan karena pasien tidak memiliki faktor risiko yang dapat menimbulkan
permasalahan selama persalinan. Selama di recovery room juga pasien tidak
menunjukkan suatu keadaan yang memerlukan penanganan yang serius, tanda
vital pasien cenderung baik, yaitu tekanan darah 128/76, Nadi 90, saturasi oksigen
99, pasien memasuki RR pukul 11:00 dan dijemput dari RR pukul 12:30.

32
Daftar Pustaka
1. Butterworth JF, David CM, John DW. Morgan & Mikahil’s Clinical
Anestehesiology 5th edition. United states : Mc Graw-Hill ; 2013
2. Euliano TY, JK Gravenstein. Essential Anesthesia from science to
practice. Cambridge : Cambridge University Press ; 2014
3. Ehrenfeld JM, Richard DU, Scott S. Anesthesia Student Survival Guide : a
case-based approach. New York : Springer Science;2010
4. Guideline for obstetric Anesthesia. : An Updated report by the American
society of anesthesiologist task force on obstetric anesthesia and the
society for obstetric anesthesia and perinatology. The American society of
anesthesiologist, Inc Wolters Kluwer Health. Anesthesiology V 124.
2016;124:00-00
5. Paez JJ. Jose RN. Regional versus general anesthesia for cesarean section
delivery. Colombian journal of anesthesiology.2012
6. Chibueze CE, Nabhan AF, Sato M, Usama N. Spinal anaesthesia drugs for
caesarean section (protocol). Cochrane library. 2012
7. Van De Graaff : Human Anatomy, sixh edition. UK : The McGraw-Hill
companies ; 2011
8. Hanretty KP. Obstetric illustrated 6 th edition. Edinburg : Churchill
livingstone; 2013
9. Scanlon VC, Tina S. Essentials of anatomy and physiology 5th edition.
Philadelphia : F A Davis Compay ;2007
10. Latief SA, Kartini AS. Petunjuk praktis anestesiologi edisi kedua. Bagian
Anestesiologi dan terapi intensif . Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia
11. Handoko, Tony. Anestetik Umum, dalam Farmakologi dan terapi FKUI,
edisi ke-4 jakarta: Gaya baru
12. Rodrigues FR, Maria JN. Regional anestheisa for cesarean section in obese
pregnant women : a retrospective study. Rev bras anestesil ;2011

33

Anda mungkin juga menyukai