Anda di halaman 1dari 13

TUGAS DISASTER PLAN MANAGEMENT

KEKERINGAN DI KECAMATAN SETU KOTA


TANGERANG SELATAN

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat


dalam menempuh Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh :
Alya Shafira
030.14.010

Pembimbing:
dr. Gita Handayani Tarigan, MPH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATA


MASYARAKAT
PERIODE 28 OKTOBER 2019 – 4 OKTOBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA KEKERINGAN
KECAMATAN SETU KOTA TANGERANG SELATAN

A. Gambaran Umum
I. Wilayah administratif
Kecamatan Setu merupakan salah satu kecamatan di Kota Tangerang
Selatan. Kecamatan Setu Timur terdiri dari 6 kelurahan, dengan luas wilayah
kurang lebih ± 15,61 km2 atau 10,35% dari luas Kota Tangerang Selatan.
Berdasarkan Perda Kota Tangerang Selatan Nomor 10 Tahun 2012, pada
tanggal 30 Oktober 2012, semua desa di Kecamatan Setu telah berstatus
kelurahan.

Gambar 1. Peta kecamatan setu


Kecamatan ini terdiri dari 6 kelurahan yaitu:
 Kelurahan Setu dengan luas wilayah 3,64 km2
 Kelurahan Keranggan dengan luas wilayah 1,70 km2
 Kelurahan Muncul dengan luas wilayah 3,61 km2
 Kelurahan Babakan dengan luas wilayah 2,05 km2
 Kelurahan Bakti Jaya dengan luas wilayah 1,74 km2
 Kelurahan Kademangan dengan luas wilayah 2,06 km2

Batas-batas wilayah Kecamatan Setu pada Sebelah Utara yaitu Kecamatan


Pamulang, Sebelah Timur yaitu Kab. Tangerang, Sebelah Selatan yaitu
Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang, dan Sebelah Barat yaitu
Kecamatan Serpong.

II. Kondisi lingkungan


a. Geologi dan jenis tanah
Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif datar. Beberapa
kecamatan memiliki lahan yang bergelombang, seperti diperbatasan antara
Kecamatan Setu dan Kecamatan Pamulang serta sebagian di Kecamatan
Ciputat Timur. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan umumnya adalah
batuan alluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil,
kerakal dan bongkah.
Dilihat dari sebaran jenis tanahnya, pada umumnya di Kota Tangerang
Selatan berupa asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan yang
secara umum cocok untuk pertanian/ perkebunan. Meskipun demikian,
dalam kenyataannya makin banyak yang berubah penggunaannya untuk
kegiatan lainnya yang bersifat non-pertanian. Untuk sebagian wilayah
seperti Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu, jenis tanah ada yang
mengandung pasir khususnya untuk wilayah yang dekat dengan Sungai
Cisadane.
b. Keadaan iklim
Keadaan iklim didasarkan pada info dari Stasiun Pos Pengamatan Balai
Besar Wilayah II Ciputat pada Koordinat 06° 18' 15.2"LS-106° 45'
38.2"BT dan elevasi 41 meter, yaitu berupa data temperatur (suhu) udara,
kelembaban udara dan intensitas matahari, curah hujan dan rata-rata
kecepatan angin. Temperatur udara rata-rata berada disekitar 26,4°C-
28,2°C dengan temperatur udara minimum berada di 23,9°C dan
temperatur udara maksimum sebesar 33,9°C. Rata-rata kelembaban udara
adalah 98%.
Berdasarkan data curah hujan 5 tahun terakhir di Kecamatan Setu yang
dilaporkan pada tahun 2018, terdapat rata-rata curah hujan per tahun
terendah pada bulan Agustus (1 mm) dan tertinggi bulan Januari (19 mm).

Tabel 1. Curah hujan 5 tahun terakhir di Kecamatan Setu


No Bulan Rata-rata (mm)
1 Januari 19
2 Februari 18
3 Maret 14
4 April 14
5 Mei 13
6 Juni 8
7 Juli 4
8 Agustus 1
9 September 3
10 Oktober 6
11 November 18
12 Desember 13
Jumlah 10,9

III. Demografi
Tabel 2. Data penduduk kecamatan setu tahun 2018
Penduduk Rasio Jenis
No Kelurahan
Laki-laki Perempuan Jumlah Kelamin
1 Keranggan 3,102 2,991 6,093 104.42
2 Muncul 5,192 4,973 10,165 103.71
3 Kademangan 14,429 13,355 27,784 104.40
4 Setu 8,662 8,067 16,729 108.40
5 Babakan 4,553 4,590 9,143 107.38
6 Bakti Jaya 8,391 8,478 16,869 99.19
Kecamatan Setu 44,329 42,454 86,783 98.97

IV. Kondisi air bersih


Air adalah sumber kehidupan bagi manusia adapun pemanfaatannya
dipergunakan untuk berbagai keperluan baik untuk rumah tangga maupun
keperluan lainnya.
Daerah pelayanan air bersih di Kota Tangerang Selatan terdiri dari:
1. Daerah perumahan yang air bersihnya dilayani oleh developer sendiri
seperti di perumahan Bintaro melalui pompa deepwell
2. Pabrik / Industri yang dilayani oleh PDAM Kabupaten Tangerang, karena di
Kota Tangerang Selatan belum mempunyai instalasi pengolahan air bersih.
Pada perumahan penduduk ketersediaan air bersih tidak mengalami masalah
masih mudah didapat hanya tingkat kedalaman air yang semakin berubah menjadi
semakin dalam untuk mendapatkan air bersih melalui pemasangan pompa,
biasanya kedalaman pompa yang dipasang adalah 5 – 10 meter. Persyaratan
kualitas Air Minum dan Air Bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
No. : 416/MENKES/PER/IX/1990 terdiri dari 3 parameter :
 Fisika : Tidak (berbau, berasa, berwarna).
 Kimia : pemeriksaan terhadap kandungan senyawa anorganik yaitu : Ai,
As, Fe, Fi, Ci, CaCO3, Mn, NO3, NO2, Ag, SO4, Cu, Zn.
 Mikrobiologi/Bakteriologik : pemeriksaan terhadap bakteri coliform.
Guna memenuhi kebutuhan air bersih Kota Tangerang Selatan memanfaatkan
sumber air tanah dengan memanfaatkan mesin air, pompa tangan atau sumur gali,
sedangkan beberapa perumahan skala besar pemenuhan air bersih dilayani dengan
sistem perpipaan.
Masyarakat Kota Tangerang Selatan memakai air bersih untuk kebutuhan
rumah tangga, industri dan kegiatan lainnya. Saat ini kebutuhan air bersih
masyarakat Tangerang Selatan bersumber dari dua sumber utama, yaitu dari
PDAM Kabupaten Tangerang serta instalasi air bersih yang dikelola oleh pihak
pengembang atau yang berasal dari air bawah tanah. Di Kota Tangerang Selatan,
cukup banyak sumber air baku yang bisa diolah menjadi sumber air bersih bagi
berbagai kebutuhan.
Wilayah Kota Tangerang Selatan setidaknya dialiri oleh tiga sungai yang
airnya cukup melimpah yaitu Sungai Cisadane, Sungai Pesanggrahan, dan Sungai
Kali Angke. Selain itu, masih terdapat sembilan situ dan danau yang memiliki
kadar dan kapasitas air yang layak diolah. Untuk itu, Pemerintah Kota Tangerang
Selatan diharapkan memiliki instalasi pengolahan air minum yang langsung
dikelola atau di bawah pengawasan pemerintah daerah.

B. Analisis Komponen Bencana


I. HAZARD
Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah yang rawan dengan
bencana kekeringan. Pada Juni – Agustus 2019 ini, dilaporkan bahwa
wilayah Kecamatan Setu merupakan salah satu wilayah yang terkena
kekeringan. Faktor-faktor yang sebabkan kekeringan di wilayah
Kecamatan Setu bisa disebabkan oleh faktor iklim, tekstur tanah, dan
penggunaan lahan. Mengingat bahwa Kecamatan Setu memiliki iklim
tropis, serta berada di dataran rendah, sehingga mendapat curah hujan yang
cukup rendah terutama di musim kemarau. Kurang lebih daerah Kota
Tangerang Selatan dalam bulan Agustus mendapati 21 hari tanpa hujan.
Pada dasarnya kekeringan merupakan fenomena alam yang umum terjadi
sesuai dengan siklus iklim pada suatu wilayah yang terkait dengan daur
hidrologi. Sebagai sebuah bahaya kekeringan diakibatkan oleh alam
dimana terjadi suatu kekurangan curah hujan dari yang diharapkan turun.
Pada Kecamatan Setu, jenis kekeringan yang nampak adalah
kekeringan sosio-ekonomi dimana kekeringan jenis ini terjadi bila terdapat
gangguan pada aktivitas manusia akibat menurunnya curah hujan dan
ketersediaan air. Bentuk kekeringan sosial-ekonomi menghubungkan
aktivitas manusia dengan elemen-elemen dari kekeringan meteorologi,
pertanian, dan hidrologi.
Konsekuensi dari bencana ini ialah kekurangan air, kerusakan sumber
daya ekologi, berkurangnya produksi pertanian, serta terjadinya kelaparan,
dan korban jiwa. Dampak yang luas dan berlangsung lama tersebut
disebabkan karena air merupakan kebutuhan pokok dan vital seluruh
mahluk hidup, yang tidak dapat digantikan dengan sumberdaya lainnya.
Dampak pada sektor pertanian adalah terbatasnya air irigasi, berkurangnya
areal tanam, produktivitas lahan yang menurun, menyusutnya produksi
tanaman, serta berkurangnya pendapatan petani, sedangkan dari segi
sosial, bencana kekeringan dapat menimbulkan perpecahan dan konflik
yang meluas yang meliputi konflik antar pengguna air dan antar
pemerintah.

II. VULNERABILITY
Kerentanan adalah keadaan atau suatu sifat atau perilaku manusia yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk menghadapi bahaya atau ancaman.
Kerentanan di Kota Tangerang Selatan diantaranya adalah :
A. Pendidikan
Tingkat kerentanan masyarakat masih cukup tinggi sebab
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat dengan jumlah 11.262
penduduk tidak/belum sekolah, dan 10.766 penduduk tamat
SD/sederajat.

B. Penduduk
Sekitar 29,592 anak dari usia bayi hingga remaja yang tinggal di
daerah Kecamatan Setu.
C. Lingkungan
Daerah pemukiman warga di Kecamatan Setu berkembang
dengan pesat. Alih fungsi lahan disebabkan oleh semakin
banyaknya para pemilik lahan petani yang menjual lahan
pertanianya semakin banyak pula lahan pertanian yang beralih
fungsi menjadi daerah pembangunan perumahan. Dari sinilah dapat
terlihat bahwa lahan pertanian semakin lama semakin berkurang
sedangkan daerah pembangunan perumahan semakin lama semakin
bertambah. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya daerah
resapan air, terutama saat musim hujan.

III. CAPACITY
Kapasitas yang dimiliki Kecamatan Setu dalam menghadapi bahaya
kekeringan antara lain dari segi pelayanan kesehatan terdapat Puskesmas
induk sebanyak 3 buah, Puskesmas pembantu (Pustu) 3 buah, poliklinik 4
buah, toko obat 13 buah. Kemudian berdasarkan tenaga kesehatan terdapat
22 dokter, 15 bidan, 3 mantri/perawat, dan dukun bayi sebanyak 9 orang
yang tinggal di Kecamatan Setu.

C. Pendekatan terhadap kekeringan oleh BNPB


Bahaya kekeringan dibuat dengan pendekatan kekeringan meteorologis yang
dianalisa dengan metode perhitungan Indeks Presipitasi Terstandarisasi atau
Standized Precipitation Index (SPI) periode 3 bulanan. Tahapan dalam
perhitungan nilai SPI adalah sebagai berikut:
1. Data utama yang dianalisis adalah curah hujan bulanan pada masing-
masing data titik stasiun hujan yang mencakup wilayah kajian. Rentang
waktu data dipersyaratkan dalam berbagai literatur adalah minimal 30
tahun.
2. Nilai curah hujan bulanan dalam rentang waktu data yang digunakan harus
terisi penuh (tidak ada data yang kosong). Pengisian data kosong dapat
dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya yaitu metode MNSC.
3. Melakukan perhitungan mean, standar deviasi, lambda, alpha, beta dan
frekuensi untuk setiap bulannya.
4. Melakukan perhitungan distribusi probabilitas cdf Gamma.
5. Melakukan perhitungan koreksi probabilitas kumulatif H(x) untuk
menghindari nilai cdf Gamma tidak terdefinisi akibat adanya curah hujan
bernilai 0 (nol).
6. Transformasi probabilitas kumulatif H(x) menjadi variabel acak normal
baku. Hasil yang diperoleh adalah nilai SPI

Gambar 2. Alur pembuatan peta kekeringan

Selanjutnya, untuk membuat peta bahaya kekeringan dapat dilakukan


beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dalam setiap tahun data kejadian kekeringan di wilayah
kajian agar dapat dipilih bulanbulan tertentu yang mengalami kekeringan
saja.
2. Melakukan interpolasi spasial titik stasiun hujan berdasarkan nilai SPI-3
pada bulan yang terpilih di masing-masing tahun data dengan
menggunakan metode semivariogram kriging.
3. Mengkelaskan hasil interpolasi nilai SPI-3 menjadi 2 kelas yaitu nilai <-
0.999 adalah kering (1) dan nilai >0.999 adalah tidak kering (0).
4. Hasil pengkelasan nilai SPI-3 dimasing-masing tahun data di-overlay
secara keseluruhan (akumulasi semua tahun)
5. Menghitung frekuensi kelas kering (1) dengan minimum frekuensi 5 kali
kejadian dalam rentang waktu data dijadikan sebagai acuan kejadian
kekeringan terendah.
6. Melakukan transformasi linear terhadap nilai frekuensi kekeringan
menjadi nilai 0 – 1 sebagai indeks bahaya kekeringan.
7. Sebaran spasial nilai indeks bahaya kekeringan diperoleh dengan
melakukan interpolasi nilai indeks dengan metode Areal Interpolation
dengan tipe Average (Gaussian).

D. Disaster Management Plan


I. Pra bencana
 Masyarakat harus memanfaatkan sumber air yang ada secara efektif
dan efisien.
 Menanam pohon sebanyak banyaknya di lingkungan
 Membuat dan memperbanyak resapan air dengan tidak menutup
semua permukaan dengan plester semen atau ubin keramik.
 Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang tersedia untuk
keperluan air baku untuk air bersih.
 Memberikan perlindungan sumber-sumber air bersih yang tersedia,
dan melakukan panen dan konservasi air.
 Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
Gambar 3. Siaga pra dan saat terjadi bencana kekeringan

II. Saat terjadi bencana


 Membuat sumur pantek atau sumur bor untuk mendapatkan air.
 Menyediakan air bersih dengan mobil tangki yang sudah disediakan
oleh dinas terkait.
 Melakukan penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
 Menyediakan pompa air.
 Melakukan pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat
seperti gilir giring.

III. Pasca bencana


1. Gerakan masyarakat melalui penyuluhan
Penyuluhan masyarakat akan mentransfer ilmu bagakimana
mengoptimalkan lahan kering.
2. Membangun/rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi
Jaringan irigasi yang tidak terpelihara dengan baik akan selalu
kering saat musim kemarau. Upaya pembangunan bendungan dan
waduk adalah salah satu upaya yang bisa menampung air sungai
pada saat musim hujan.
3. Pembangunan sumur
Membangun sumur adalah hal yang sulit dilakukan oleh
masyarakat dengan katergori perekonomian rendah. Terlebih di
daerah kekeringan mereka tidak berani asal membangun, karena
deteksi air tanah belum canggih. biaya menjadi faktor tidak
adanya sumur sebagai sumber air di desa-desa kering. Mereka
masih mengandalkan sumber air yang jaraknya sangat jauh,
bahkan rela tidak mandi berhari-hari karena krisis air.

Gambar 4. Siaga pasca bencana kekeringan


DAFTAR PUSTAKA

1. Pemerintah Kota Tangerang. Ringkasan Laporan Penyelenggaraan


Pemerintahan Daerah Kota Tangerang. 2018. Available from :
https://www.tangerangkota.go.id/assets/lampiran/pdf/ilppd/MkVGziHoas6
my2914devio473126rie79632741858120905436122471536982156386031
8972791051688633507064153928-ilppd-2018-dokumen-sumber-web-
pemerintah-kota-tangerang.pdf.
2. Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. Kecamatan setu dalam
angka 2018. Badan Pusat Statistik. 2018.
3. Pokja Sanitasi Kota Tangerang. Gambaran Umum Kota Tangerang. In :
Buku Putih Sanitasi Kota Tangerang. 2018. Available from :
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kota.tang
erang/BPS%20Bab%202.pdf
4. BPBD Provinsi Banten. Peta Daerah Rawan Banjir. 2018. Available from :
https://bpbd.bantenprov.go.id/id/read/peta-bencana-banjir.html
5. Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Profil Kesehatan Kota Tangerang.
2015. Available from : http://www.depkes.go.id/resources/download/profil
/PROFIL_KAB_KOTA_2015/3671_Banten_Kota_Tangerang_2015.pdf.
6. Amri MR, Yulianti G, Yunus R, Wiguna S, Adi AW, Ichwana AN, et al.
RBI: risiko bencana indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
2016. Tersedia di: http://inarisk.bnpb.go.id/pdf/Buku%20RBI_
Final_low.pdf.

Anda mungkin juga menyukai