Anda di halaman 1dari 16

DISASTER PLAN MANAGEMENT

PENANGGULANGAN BENCANA ANGIN PUTING BELIUNG


KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH

DISUSUN OLEH :
Alya Bakti Destiani
030.14.009

PEMBIMBING :
dr. Gita Handayani Tarigan, MPH

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 28 OKTOBER 2019 – 04 JANUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II PROFIL DAERAH......................................................................................2
BAB III ANALISIS RISIKO ..................................................................................5
3.1 Hazard .........................................................................................................5
3.2 Vulnerability ................................................................................................6
3.3 Capacity ......................................................................................................9
3.4 Disaster plan dan disaster management .....................................................9
3.5 Contoh kasus yang terjadi di Kabupaten Boyolali ....................................11

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah peristiwa


atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam, maupun fakto manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Salah satu peristiwa bencana alam adalah angin puting beliung. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) memiliki kebijakan strategis tahun 2015 –
2019 dalam hal kaitan dengan peristiwa bencana diantara lain yaitu mempercepat
pembangunan Sistem Peringatan Dini Nasional untuk bencana alam,
meningkatkan kapasitas masyarakat melalui program pembentukkan Desa
Tangguh Bencana, meningkatkan jumlah kajian risiko bencana, meningkatkan
kesiapan sumber daya nasional dalam menghadapi kejadian keadaan darurat
bencana, dan percepatan pemulihan pascabencana.

Menurut atlas bencana BNPB Indonesia tahun 2015 terdapat 1.732


kejadian bencana di Indonesia, bencana yang mendominasi diantaranya puting
beliung, tanah longsor, dan banjir. Bencana paling banyak terjadi di Pulau Jawa
(58,8%), kemudian diikuti Pulau Sumatera (22,7%), Pulau Kalimantan (7,1%,
Pulau Sulawesi (6,4%), Pulau Bali dan Nusa Tenggara Barat (2,9%), Maluku
(1,6%), dan Papua (0,5%). Bencana alam yang akan dibahas pada makalah ini
adalah angin puting beliung di Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.
Boyolali terletak di kaki sebelah timur Gunung Merapi dan Gunung Merbabu,
Jalur Solo-Boyolali-Cepogo-Selo-Borobudur (SBB) melintasi kedua gunung
tersebut. Pasal 5 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 mengatakan bahwa
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi penanggungjawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Oleh karena itu sebaiknya puskesmas
memiliki manajemen penanggulangan bencana yang baik.1
BAB II

PROFIL DAERAH

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah merupakan salah satu dari 35


Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Tengah. Luas Kabupaten Boyolali sebesar
1.1015,10 km2 dengan jumlah kecamatan sebanyak 19 kecamatan dan 267
desa/kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Boyolali. Kecamatan di
Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Ampel, Andong, Banyudhono, Boyolali,
Cepogo, Juwangi, Katanggede, Kemusu, Klego, Mojosongo, Musuk, Ngemplak,
Nogosari, Sambi, Sawit, Selo, Simo, Teras, dan Wonosegoro. Pada gambar 1
dapat dilihat peta dari Kabupaten Boyolali. Jarak bentang wilayah Kabupaten
Boyolali yaitu Barat – Timur 48 km dan Utara – Selatan 54 km.

Gam
bar 1. Peta Kabupaten Boyolali.

Wilayah Kabupaten Botolali dilewati jalan yang menghubungkan antara


Kota Semarang dan Kota Solo, jalan ini merupakan jalur yang berbuki-bukit,
terutama di bagian utara hingga Kecamatan Ampel. Bandara Internasional
Adisumarmo secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Boyolali.
Letak geografis Kabupaten Boyolali adalah di 11o22’ – 110o50’ Bujur Timur dan
7o36’ – 7o71 Lintang Selatan. Secara administratif Boyolali berbatasan dengan;
sebelah Utara: Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang. Sebelah timur
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Stagen, dan Kabupaten Sukoharjo. Sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta
serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten
Semarang. Secara topografi wilayah Kabupaten Boyolali merupakan wilayah
dataran rendah dengan perbukitan dan pegunungan.2

Jumlah puskesmas di Kecamatan Selo hanya ada 1 puskesmas yang dicatat


pada data Departemen Kesehatan pada tahun 2013 telah membawahi 10 desa atau
kelurahan, yang terdiri dari 52 RW, 214 RT, dan 7.782 rumah tangga. Jumlah
kelahiran tahun 2013 di adalah 272 jiwa di Kecamatan Selo dan 11.750 jiwa di
Kabupaten Boyolali. Komposisi penduduk di Kabupaten Boyolali menurut umur
pada tahun 2013 menunjukkan angka terbesar pada penduduk usia produktif (15 –
64 tahun) sebanyak 639.537 jiwa, selanjutnya diikuti oleh penduduk usia 0 – 14
tahun sebanyak 222.998 jiwa, dan penduduk usia >65 tahun sebanyak 101.304
jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali tahun 2015, 2016,
dan 2017 jumlah penduduk tahun 2017 di Kecamatan Selo, Boyolali adalah
29.736. Terjadi peningkatan di setiap tahunnya di Kecamatan Selo. Laju
pertumbuhan penduduk per tahun Kecamatan Selo, Boyolali pada periode 2016-
2017 adalah 0,53%, sedangkan pada periode 2020 – 2017 sebesar 4,49%. Tabel
lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten
Boyolali tahun 2015, 2016, dan 2017. (Sumber: Badan Pusat Dtatistik Kabupaten Boyolali, Update
terakhir 25 Oktober 2018)
BAB III

ANALISIS RISIKO

3.1 Hazards

World Health Organization (WHO) menyebutkan tiga komponen


dalam bencana yaitu hazards, vulnerability, dan risk. Hazards merupakan
potensi terjadinya bencana yang berdampak pada korban jiwa, cedera, atau
kehilangan dan kerusakkan materi. Secara geografis titik tertinggi letak
Kecamatan Selo berada pada 1.500 meter diatas permukan laut (DPL) dan
terendah pada 75 meter DPL di Kecamatan Banyudono.. Menurut
ketinggiannya dari permukaan laut, wilayah Kabupaten Boyolali dibagi
dalam kelompok sebagai berikut:

a) 75 – 500 DPL : Kecamatan Mohosongo, Teras, Sawit, Bayudono,


Sambi, Negmplak, Simo, Nogosari, Karanggede, Andong, Klego,
Kemusu, Wonosegoro, Jowangi, dan sebagian Boyolali.
b) 400 – 700 DPL : Kecamatan Boyolali, Musuk, Ampel, Cepogo
c) 700 – 1000 DPL: Kecamatan Musuk, Ampel, Cepogo
d) 1000 -1300 DPL : Sebgaian Kecamatan Cepogo, Ampel, Selo
e) 1300 – 1500 DPL : Sebagian Kecamatan Selo
Perubahan cuaca dan iklim di Indonesia yang tidak menentu dapat
menyebabkan terjadinya bencana alam, salah satunya bencana cuaca
ekstrim yaitu angin puting beliung. Walaupun bencana cuaca ekstrim
lainnya dapat berupa angin tornado atau badai siklon tropis, namun BNPB
tahun 2012 menetapkan hanya angin puting beliung saja yang terjadi
khusus di wilayah Indonesia. Kejadian angin puting beliung menurut
BNPB tahun 2017 pada rentang tahun 2011 – 2015 menjadi bencana
dengan jumlah paling banyak kedua di Indonesia dengan presetase 27,2%
dari total 14 bencana di seluruh Indonesia. Presentase kejadian bencana di
Indonesia dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Kejadian bencana di Indonesia tahun 2011 – 2015.

3.2 Vulnerability
Vulnerability menggambarkan kondisi kerentanan yang disebabkan
oleh faktor sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan, yang berkaitan dengan
efek hazards. Gambaran kekurangmampuan individu atau masyarakat
untuk mencegah, menghadapi, atau menanggulangi dampak bahaya
tertentu dapat dinilai dengan melihat vulnerabilitynya.
A. Dari segi fisik
Desa Selo di Kabupaten Boyolali berada tepat di antara
Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di ketinggian 1654 meter
DPL. Kondisi permukaan dataran yang tinggi akan meningkatkan
risiko terjadinya angin puting beliung. Rata-rata suhu dan
kelembaban udara di Kabupaten Boyolali tahun 2017 dapat dilihat
pada gambar 4. Angin puting beliung biasanya terjadi pada musim
pancaroba, terutama musim hujan, serta wilayah yang tidak
terdapat banyak pohon. BMKG mengidentifikasikan bahwa
terdapat perubahan kondisi atmosfer yang cukup signifikan sejak
tanggal 21 September 2019. Perubahan kondisi atmosfer tersebut
berupa pelemahan desakkan massa udara kering dari wilayah
selatan Indonesia. Pelemahan desakkan udara kering ini
mengakibatkan daerah massa udara basah yang sebelumnya
cenderung berada di utara Indonesia kini cenderung meluas ke
wilayah Indonesia bagian selatan. Banyaknya hari hujan menurut
bulan di Kecamtan Selo tahun 2013 tertinggi terjadi pada bulan
Januari tahun 2013, kedua pada bulan Februari dan peringkat
ketiga pada bulan Desember.

Gambar 4. Rata-rata suhu dan kelembaban udara menurut bulan di


Kabupaten Boyolali tahun 2017.
B. Dari segi sosial
Jumlah penduduk di Kecamatan Selo tahun 2013 adalah
2.771 jiwa yang terdiri dari 1.304 laki-laki dan 1.467 perempuan.
Desa selo memiliki kepadatan penduduk sebesar 889 jiwa/km 2
dengan luas desa 3,1180 km2. enduduk Kecamatan Selo usia 0 – 4
tahun sebesar 72 jiwa laki-laki dan 88 jiwa perempuan, usia 5 – 9
tahun sebanyak 108 laki-laki dan 114 perempuan, usia 10 – 14
tahun sebesar 80 laki-laki dan 96 perempuan, usia 15 – 19 tahun
sebanyak 97 laki-laki dan 101 perempuan, usia 20 – 24 tahun
sebanyak 91 laki-laki dan 101 perempuan, usia 25 – 29 tahun
sebanyak 108 laki-laki dan 122 perempuan, usia 30 – 34 tahun
sebanyak 121 laki-laki dan 123 perempuan, usia 35 – 39 tahun
sebanyak 114 laki – laki dan 133 perempuan, usia 40 – 44 tahun
sebanyak 107 laki – laki dan 108 perempuan, usia 45 – 49 tahun
sebanyak 93 laki-laki dan 96 perempuan, usia 50 – 54 tahun
sebanyak 76 laki-laki dan 91 perempuan, usia 55 – 59 tahun
sebanyak 67 laki-laki dan 70 perempuan, usia 60 – 64 sebanyak 50
laki-laki dan 56 perempuan, dan usia lebih dari 64 tahun sebanyak
120 laki-laki dan 168 perempuan. Sehingga dapat disimpulkan
pada tahun 2013 di Kecamatan selo, jumlah penduduk terbanyak
kategori pria diduduki oleh kelompok usia 30 – 34 tahun dan
kategori wanita diduduki oleh kelompok usia lebih dari 64 tahun.
C. Dari segi ekonomi
Penduduk Kecamatan Selo usia sepuluh tahun ke atas
menurut lapangan lapangan pekerjaan utama tahun 2013 adalah
575 bekerja di bidang pertanian tanaman pangan, 151 bekerja di
bidang peternakan, 950 jiwa bekerja di bidang pertanian lainnya,
40 jiwa berdang, 315 bekerja di bidang jasa, 30 jiwa bekerja di
bidang angkutan, dan 328 lainnya termasuk golongan lain-lain.
Sehingga lapangan pekerjaan penduduk Kecamatan Selo tahun
2013 adalah pertanian lainnya.
Presentase penduduk miskin Kabupaten Boyolali 10,04%
menurut Berita Resmi Statistik dari Badan Pusat Statistik
Kabupaten Boyolali tahun 2018. Jumlah penduduk yang berada di
bawah garus kemiskinan di Boyolali tahun 2018 mencapai 98,23
ribu jiwa. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi
pengurangan jumlah penduduk miskin dari 116,39 ribu jiwa di
tahun 2017 menjadi 98,23 ribu jiwa di tahun 2018 atau turun
sekitar 15,60%. Presentase penduduk miskin di Boyolali tahun
2018 menduduki peringkat 18 terendah dari 35 kabupaten/kota se
Provinsi Jawa Tengah. Garis kemiskinan di Boyolali pada tahun
2018 tercatat sebesar Rp 304.575 per kapita per bulan, lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 293.405 per kapita per
bulan.
3.3 Capacity
Banyaknya tenaga medis menurut kecamatan di Kecamatan Selo
tahu 2013 menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2013
adalah 1 orang bidan desa yang sedang PTT dan tidak ada dokter umum
serta dokter gigi. Pada tahun 2013 banyaknya sarana kesehatan di Desa
Selo tidak ada, hanya ada 1 puskesmas yang berada di Desa Samiran, 1
puskesmas pembantu di Kelurahan Jrakah dan 2 buah tempat prakter
dokter di Desa Samiran. Banyaknya prasarana perhubungan di Kecamatan
Selo tahun 2013 adalah 43 buah sepeda, 194 buah sepeda motor, 18 buah
mobil pribadi, 2 buah mobil colt, 5 buah truk. Fasilitas perdagangan di
Kecamataan Selo tahun 2013 yaitu 1 kelompok pertokokan, 1 pasar, 28
toko/warung/kios, 2 restoran, dan 20 penginapan.3

3.4 Disaster plan dan disaster management


Tahap pra bencana
A. Pencegahan
1) Memberikan edukasi kepada masyarakat Kecamatan Selo dan
sekitarnya akan tanda-tanda terjadinya angin puting beliung
sehingga warga dapat mempersiapkan diri dan keluarga untuk
evakuasi.
2) Menanam pohon di sekitar wilayah yang banyak terkena angin
puting beliung karena dengan adanya pohon maka akan
mengurangi pusaran angina saat terjadi bencana
B. Mitigasi
Tujuan dari mitigasi adalah untuk meminimalisir dampak
terjadinya bencana, usaha-usaha mitigasi mencakup pengenalan faktor
risiko atau hazard, mengikuti pelatihan-pelatihan menghadapi
bencana, mengevakuasi penduduk kelompok lansia, ibu hamil, anak-
anak, dan orang dengan disabilitas saat sudah memasuki musim
pancaroba.
C. Kesiapsiagaan
Puskesmas sekitar pencana melakukan penyusunan dan uji coba
penangulangan kedaruratan bencana, terutama saat memasuki musim
pancaroba dengan menambah sumber daya manusia dari fasilitas
kesehatan lain atau wilayah lainnya. Pembuatan poster waspada
bencana terutama angin puting beling agar semua warga sekitar
mengerti akan kebutuhan dan persiapan yang harus dihadapi saat
terjadi bencana. Selain itu diperlukan penyediaan dan penyiapan
bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana
dan sarana.

Tahap tanggap darurat

1) Tahap ini merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan


untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna
menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan
penanggunalngan bencana pada saar ranggap darurat meliputi
pengkajian secara tepat dan cepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya, melakukan sensus penduduk setelah selesai terjadinya
bencana, berkerjasama dengan tim SAR dan BPDB.
2) Apabila masih ada kelompok rentan seperti penduduk lansia, anak-
anak, ibu hamil, peyandang disabilitas masih berada di wilayah
bencana, maka petugas penyelamat dapat mengevakuasi secepatnya
saat keadaan sudah lebih stabil.
3) Puskesmas setempat memastikan wilayah yang aman sebagai sentra
pelayanan kesehatan pasca bencana, apabila tidak memungkinkan
maka dapat menggunakan fasilitas kesehatan yang lain.
4) Menyediakan tempat yang aman untuk pengungsian.
5) Pengiriman tim medis untuk penyelamatan jiwa, penyelamatan korban
bencana, dan sukarelawan-sukarealawan
Tahap pasca bencana

1) Pada fase rehabilitasi menghindari daerah bencana hingga ditetapkan


wilayah tersebut aman oleh petugas keamanan setempat, karena
ditakutkan masih ada bencana angin puting beliung susulan.
2) Melakukan pengobatan kuratif maupun rehabilitasi psikososial untuk
korban-korban yang terkena dampak bencana.
3) Gotong royong kerja bakti untuk membangun kembali rumah
penduduk, sarana, dan prasarana umum.

3.5 Contoh kasus yang terjadi di Kabupaten Boyolali


Angin Puting Beliung terjang 3 desa di Boyolali, 20 rumah rusak
Kompas.com – 21/10/2019, 18;27 WIB

Penulis: Kontributor Solo, Labib Zamani, Editor: David Oliver Purba

Angin puting beliung menerjang tiga desa di Kecamatan Selo,


Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (20/10/2019) malam.Tiga desa
yang diterjang yaitu Desa Tlogolele, Desa Klakah, dan Desa Jrakah.
Kejadian itu menyebabkan 20 rumah warga rusak ringan. Tidak ada
korban jiwa dari kejadian itu. "Kejadiannya Minggu pukul 20.00 WIB.
Sekitar 20 rumah warga yang nglingkap (lepas) gentingnya," kata Kepala
Pelaksanaan Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Boyolali, Bambang Sinungharjo dikonfirmasi Kompas.com,
Senin (21/10/2019). Angin puting beliung yang menerjang tiga desa di
bawah lereng Gunung Merapi itu berlangsung cukup lama. Bahkan, angin
yang berhembus dari lereng Gunung Merapi tersebut membawa material
dari gunung berupa debu pasir. "Itu kejadian alam, karena tidak mendung,
tidak ada hujan. Mungkin pengaruh hembusan angin di lereng Merapi,"
ujar dia. Pasca-kejadian itu warga desa di bawah lereng Merapi
memperbaiki genting rumah mereka yang terbang karena terkena angin
puting beliung. "Warga saat ini gotong royong dan kerja bakti
memperbaiki rumah mereka yang rusak ringan terkena terjangan angin,"
ujar Bambang.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Angin Puting Beliung Terjang
3 Desa di Boyolali, 20 Rumah
Rusak", https://regional.kompas.com/read/2019/10/21/18274761/angin-puting-
beliung-terjang-3-desa-di-boyolali-20-rumah-rusak
BAB IV

KESIMPULAN

Angin putting beliung merupakan bencana paling banyak terjadi di Pulau


Jawa (58,8%) menurut BNPB tahun 2015. Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
merupakan salah satu dari 35 Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Tengah.
Jumlah puskesmas di Kecamatan Selo hanya ada 1 puskesmas yang dicatat pada
data Departemen Kesehatan pada tahun 2013 telah membawahi 10 desa atau
kelurahan, yang terdiri dari 52 RW, 214 RT, dan 7.782 rumah tangga. Jumlah
kelahiran tahun 2013 di adalah 272 jiwa di Kecamatan Selo dan 11.750 jiwa di
Kabupaten Boyolali. Secara geografis titik tertinggi letak Kecamatan Selo berada
pada 1.500 meter diatas permukan laut (DPL). Komposisi penduduk di Kabupaten
Boyolali menurut umur pada tahun 2013 menunjukkan angka terbesar pada
penduduk usia >65 tahun sebanyak 101.304 jiwa. Presentase penduduk miskin
Kabupaten Boyolali 10,04% menurut Berita Resmi Statistik dari Badan Pusat
Statistik Kabupaten Boyolali tahun 2018.

Desa Selo di Kabupaten Boyolali berada tepat di antara Gunung Merapi


dan Gunung Merbabu di ketinggian 1654 meter DPL. Kondisi permukaan dataran
yang tinggi akan meningkatkan risiko terjadinya angin puting beliung. Banyaknya
tenaga medis menurut kecamatan di Kecamatan Selo tahu 2013 menurut Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2013 adalah 1 orang bidan desa yang sedang
PTT dan tidak ada dokter umum serta dokter gigi. Tahap pra bencana angin
puting beliung yaitu memberikan edukasi untuk tanda-tanda terjadinya bencana
dan menanam pohon untuk mengurangi pusaran angina. Tahap siaga bencana
yaitu mengevakuasi masyarakat yang masih berada di kondisi bencana abila
kondisi sudah stabil, mengaktifkan satuan tanggap bencana dari puskesmas
setempat dan koordinasi dengan SAR BPBD, serta fasilitas kesehatan lainnya.
Tahap pasca bencana memberikan pengobatan kuratif dan rehabilitasi psikososial,
serta menyiapkan wilayah aman dari bencana.
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Atlas Bencana Indonesia 2015.


Available at: http://geospasial.bnpb.go.id/wp-content/uploads/2018/09/
BUKU-ATLAS-2015.pdf. Acessed in 5 November 2019.
2. Geografi Kabupaten Boyolali. Available at: http://www.boyolali.go.id
/detail/2842/geografis. Acessed in 5 November 2019.
3. Kecamatan Selo dalam angka tahun 2014. Available at:
https://boyolalikab.bps.go.id/publication/download.html?
nrbvfeve=NWQzZWIwYTJiNDBhMmQyNzE5ODY4MmI4&xzmn=aHR
0cHM6Ly9ib3lvbGFsaWthYi5icHMuZ28uaWQvcHVibGljYXRpb24vMj
AxOS8wOS8yNi81ZDNlYjBhMmI0MGEyZDI3MTk4NjgyYjgva2VjYW
1hdGFuLXNlbG8tZGFsYW0tYW5na2EtMjAxOS5odG1s&twoadfnoarfe
auf=MjAxOS0xMS0wNyAwNzo0Mjo0MA%3D%3D. Acessed in 7
November 2019.
4. xx

Anda mungkin juga menyukai