DISUSUN OLEH :
Noviara Ghita Thiananda
030.14.145
PEMBIMBING :
dr. Gita Handayani Tarigan, MPH
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 28 OKTOBER 2019 – 4 JANUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
A. Pendahuluan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Menurut data yang dihimpun dalam Data Informasi Bencana Indonesi
(DIBI)-BNPB, terlihat bahwa dari lebih dari 1.800 kejadian bencana pada periode
tahun 2005 hingga 2015 lebih dari 78% (11.648) kejadian bencana merupakan
bencana hidro-meteorologi dan hanya sekitar 22% (3.810) merupakan bencana
geologi. Kejadian bencana kelompok hidrome-teorologi berupa kejadian bencana
banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, dan cuaca
esktrim. Sedangkan untuk kelompok bencana geologi yang sering ter-jadi adalah
gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, dan tanah longsor. Kecenderungan
jumlah kejadian bencana secara total untuk kedua jenis kelompok yang relatif
terus meningkat.
Bencana Banjir adalah bencana yang paling sering melanda Indonesia.
Curah hujan diatas normal dan adanya pasang naik air laut merupakan penyebab
utama terjadinya banjir. Selain itu faktor ulah manusia juga berperan penting
seperti penggunaan lahan yang tidak tepat, pembuangan sampah ke dalam sungai,
pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya. Adapun banjir
terbagi menjadi 3 kategori yaitu banjir (genangan), banjir bandang dan banjir rob,
akibat naiknya permukaan air laut.
Provinsi dengan frekuensi kejadian bencana tertinggi ternyata belum tentu
menimbulkan korban meninggal yang besar pula. Provinsi Aceh yang termasuk
10 besar dengan frekuensi tertinggi ternyata tidak termasuk dalam 10 besar
dengan korban meninggal tertinggi. Sebaliknya Papua dan Maluku, dilihat dari
frekuensinya tidak terlalu sering, namun ternyata cukup banyak menimbulkan
korban meninggal. Provinsi Papua bahkan memiliki perbandingan tertinggi yaitu
setiap 1 kejadian menyebabkan kira-kira 7-8 korban meninggal. Korban
meninggal paling besar di Papua yaitu akibat kecelakaan transportasi pada tanggal
16 Agustus 2015 di Kab. Pegunungan Bintang yang menyebabkan korban
meninggal sebanyak 54 orang.
B. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Merauke per tanggal 31 Desember 2017,
menurut pendataan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil berjumlah
278.200 Jiwa. Dari jumlah tersebut, Penduduk laki-laki mencapai 146.566 Jiwa
dan perempuan mencapai 131.634 Jiwa. Jumlah Kepala Keluarga tercatat
sebanyak 69.039 KK. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Distrik Merauke
yang jumlahnya mencapai 130.183 Jiwa. Jumlah penduduk terkecil terdapat di
Distrik Kaptel dengan jumlah penduduk sebanyak 2.026 Jiwa.
C. Geografi
Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten yang berada pada wilayah
Provinsi Papua dimana secara geografis terletak antara 137° – 141° Bujur Timur
dan 5° – 9° Lintang Selatan. Dengan luas mencapai hingga 46.791,63 km 2 atau
14,67 persen dari keseluruhan wilayah Provinsi Papua menjadikan Kabupaten
Merauke sebagai kabupaten terluas tidak hanya di Provinsi Papua namun juga di
antara kabupaten lainnya di Indonesia. Secara administratif Kabupaten Merauke
memiliki 20 distrik, dimana Distrik Waan merupaka distrik yang terluas yaitu
mencapai 5.416,84 km2 sedangkan Distrik Semangga adalah distrik yang terkecil
dengan luas hanya mencapai 326,95 km2 atau hanya 0,01 persen dari total luas
wilayah Kabupaten Merauke. Sementara luas perairan di Kabupaten Merauke
mencapai 5.089,71 km2.
D. Hazard
Potensi bencana alam saat ini, tingkat perusakan pantai akibat abrasi laut
berada pada kondisi yang mengkhawatirkan di Kabupaten Merauke. Contohnya
kerusakan lingkungan di Distrik Naukenjerai dan Distrik Okaba. Di Distrik
Naukenjerai, tepatnya di Desa Ndalir terjadi kerusakan jalan aspal yang
disebabkan oleh abrasi air laut. Kuatnya abrasi bahkan menyebabkan jalan
tersebut putus. Penduduk disana bahkan telah membuat beberapa penahan ombak
agar abrasi air laut tersebut dapat dikurangi, selain memanfaatkan penahan ombak
tersebut untuk membuat tambak di belakangnya.
Kerusakan akibat abrasi air laut di Distrik Okaba bahkan lebih parah
dibandingkan di Distrik Naukenjerai. Kecepatan Abrasi air laut di Pantai Okaba
diperkirakan mencapai 10 m/ tahun. Di Distrik Okaba terdapat sebuah Gereja tua
peninggalan zaman belanda yang dulunya diletakkan di tengah kota, akan tetapi
sekarang jaraknya tinggal kira-kira 150 m saja dari garis pantai. Bahkan kabarnya
Kantor Kepala Distrik Okaba sekarang dipindahkan ke tempat baru karena
kecenderungan habisnya wilayah pantai akibat abrasi laut ini. Wilayah Kota
Okaba terancam habis perlahan-lahan jika fenomena ini tidak ditanggulangi
secepatnya.
Gambar 2. Peta Rawan Bencana Banjir Rob Kabupaten Merauke
E. Vulnerability
Vulnerability adalah kerentanan dari manusia itu sendiri. Keadaan atau sifat
dan perilaku manusia yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk
menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan (vulnerability) adalah suatu
kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial,
ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan
masyarakat dalam menghadapi bahaya (hazards).
F. Capacity
Kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan
yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan
diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan
cepat memulihkan diri dari akibat bencana.
1. Kapasitas Fisik
Jarak menuju pengungisan : jarak penduduk untuk mencapai tempat
pengungisan ketika terjadi bencana.
Fasilitas kesehatan : jumlah fasilitas kesehatan disuatu wilayah
2. Kapasitas sosial
Keberadaan organisasi : tingkat keberadaan organisasi kemasyarakatan
yang berhubungan dengan penanggulangan bencana di masyarakat
Kekerabatan penduduk dalam penanggulangan bencana : tingkat
kekerabatan penduduk dalam masyarakat sebagai upaya penanggulangan
bencana.
3. Kapasitas sumber daya masyarakat
Keterlibatan dalam sosialisai bencana : tingkat keterlibatan masyarakat
didalam diskusi/sosialisasi kebencanaan
Keterlibatan pelatihan bencana : intensitas warga dalam mengikuti
pelatihan persiapan bencana
4. Kapasitas ekonomi
Rata-rata pendapatan : tingkat pendapatan masyarakat dalam satu bulan
Kepemilikan asuransi : tingkat kepemilikan asuransi jiwa
H. Disaster Management
Kegiatan yang secara umum dapat dilakukan pada tahapan ini adalah:
1. membuat peta atau denah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana
banjir rob.
2. pembuatan alarm bencana banjir rob.
3. membuat bangunan tahan terhadap bencana tertentu.
4. memberi penyuluhan serta pendidikan yang mendalam terhadap
masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana banjir rob.
2. Tahap Kesiapsiagaan
Tahap tanggap darurat dilakukan saat kejadian bencana terjadi. Kegiatan pada
tahap tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis bencana antara
lain:
1. Bantuan Darurat
o Mendirikan pos komando bantuan
o Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan
Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain.
o Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan dan
pos koordinasi.
o Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.
o Mencari dan menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian.
o Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan
korban.
o Mencari, mengevakuasi, dan makamkan korban meninggal.
2. Inventarisasi kerusakan
o Pada tahapan ini dilakukan pendataan terhadap berbagai kerusakan
yang terjadi, baik bangunan, fasilitas umum, lahan pertanian, dan
sebagainya.
3. Evaluasi kerusakan
o Pada tahapan ini dilakukan pembahasan mengenai kekurangan dan
kelebihan dalam penanggulangan bencana yang telah dilakukan.
Perbaikan dalam penanggulangan bencana diharapkan dapat dicapai
pada tahapan ini.
4. Pemulihan (Recovery)
o Pada tahapan ini dilakukan pemulihan atau mengembalikan kondisi
lingkungan yang rusak atau kacau akibat bencana seperti pada mulanya.
Pemulihan ini tidak hanya dilakukan pada lingkungan fisik saja tetapi
korban yang terkena bencana juga diberikan pemulihan baik secara fisik
maupun mental.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
o Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan
memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat
utamanya korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
pemetaan wilayah bencana.
o Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari
sistem pengelolaan lingkungan
o Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap
o Relokasi korban dari tenda penampungan
o Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana
o Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam
jangka menengah
o Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja
o Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran,
rumah sakit dan pasar mulai dilakukan
o Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau
pendampingan.
6. Rekonstruksi
o Kegiatan rekonstruksi dilakukan dengan program jangka menengah dan
jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk
mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih baik
dari sebelumnya
7. Melanjutkan pemantauan
o Wilayah yang pernah mengalami sebuah bencana memiliki
kemungkinan besar akan mengalami kejadian yang sama kembali. Oleh
karena itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus untuk
meminimalisir dampak bencana tersebut.
I. Disaster Plan
Semua Puskesmas di Kabupaten Merauke terutama kecamatan yang rawan banjir
rob, dalam persiapan evakuasi bencana dapat mempersiapkan hal-hal di bawah
ini:
1. Membuat perencanaan lokasi posko bencana alam di lokasi yang aman dan
terjangkau oleh masyarakat.
2. Melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Umum Daerah Merauke untuk
pengadaan kendaraan untuk evakuasi korban bencana terutama ambulance.
3. Melakukan kerjasama dengan Tim BASARNAS, POLRI dan TNI untuk
membantu evakuasi korban-korban bencana, membersihkan jalan dari
lumpur, dan melakukan pengamanan di posko pengungsian.
4. Membuat jalur evakuasi dan lokasi evakuasi bencana dengan rambu-rambu
yang jelas.
5. Melakukan kerjasama lembaga swadaya masyarakat dan perusahaan sekitar
untuk pengadaan pangan dan sembako untuk persedian di posko
pengungsian.
6. Membentuk tim darurat bencana dengan melibatkan dokter, perawat, bidan,
mahasiswa di bidang kesehatan/kedokteran, ataupun masyarakat sekitar
dalam membantu para korban bencana di posko pengungsian.
7. Melakukan kerjasama dengan pemuka agama untuk membantu para korban
di bidang spiritual atau dengan tokoh masyarakat untuk meningkatkan
motivasi dan menurunkan risiko PTSD pada korban bencana.
8. Melakukan pemantauan dan koordinasi dengan BMKG untuk mengetahui
keadaan terkini mengenai cuaca terutama potensi terjadi hujan.
9. Membuat pendataan yang lengkap mengenai jumlah korban luka, korban
meninggal akibat banjir rob yang terjadi untuk memudahkan keluarga
korban yang ingin mencari keluarganya.
10. Membuat pendataan mengenai persediaan pangan dan obat-obatan di posko
pengungsian.
11. Penguatan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana .
12. Penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pasca bencana alam.
13. Penataan bangunan dan lingkungan permukiman yang berada di lokasi
rawan bencana.
14. Mendorong dan menumbuhkan kearifan local masyarakat untuk
pengurangan risiko bencana.
15. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana
daerah.
16. Penyediaan system peringatan dini bencana banjir rob.
17. Pengurangan risiko bencana berbasis komunitas melalui pengembangan
Desa Tangguh Bencana.
18. Melaksanakan simulasi tanggap darurat secara berkala untuk meningkatkan
kesiapsiagaan terhadap bencana.