Anda di halaman 1dari 16

DISASTER PLAN MANAGEMENT

PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR ROB


KABUPATEN MERAUKE

DISUSUN OLEH :
Noviara Ghita Thiananda
030.14.145

PEMBIMBING :
dr. Gita Handayani Tarigan, MPH

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 28 OKTOBER 2019 – 4 JANUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
A. Pendahuluan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Menurut data yang dihimpun dalam Data Informasi Bencana Indonesi
(DIBI)-BNPB, terlihat bahwa dari lebih dari 1.800 kejadian bencana pada periode
tahun 2005 hingga 2015 lebih dari 78% (11.648) kejadian bencana merupakan
bencana hidro-meteorologi dan hanya sekitar 22% (3.810) merupakan bencana
geologi. Kejadian bencana kelompok hidrome-teorologi berupa kejadian bencana
banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, dan cuaca
esktrim. Sedangkan untuk kelompok bencana geologi yang sering ter-jadi adalah
gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, dan tanah longsor. Kecenderungan
jumlah kejadian bencana secara total untuk kedua jenis kelompok yang relatif
terus meningkat.
Bencana Banjir adalah bencana yang paling sering melanda Indonesia.
Curah hujan diatas normal dan adanya pasang naik air laut merupakan penyebab
utama terjadinya banjir. Selain itu faktor ulah manusia juga berperan penting
seperti penggunaan lahan yang tidak tepat, pembuangan sampah ke dalam sungai,
pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya. Adapun banjir
terbagi menjadi 3 kategori yaitu banjir (genangan), banjir bandang dan banjir rob,
akibat naiknya permukaan air laut.
Provinsi dengan frekuensi kejadian bencana tertinggi ternyata belum tentu
menimbulkan korban meninggal yang besar pula. Provinsi Aceh yang termasuk
10 besar dengan frekuensi tertinggi ternyata tidak termasuk dalam 10 besar
dengan korban meninggal tertinggi. Sebaliknya Papua dan Maluku, dilihat dari
frekuensinya tidak terlalu sering, namun ternyata cukup banyak menimbulkan
korban meninggal. Provinsi Papua bahkan memiliki perbandingan tertinggi yaitu
setiap 1 kejadian menyebabkan kira-kira 7-8 korban meninggal. Korban
meninggal paling besar di Papua yaitu akibat kecelakaan transportasi pada tanggal
16 Agustus 2015 di Kab. Pegunungan Bintang yang menyebabkan korban
meninggal sebanyak 54 orang.

B. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Merauke per tanggal 31 Desember 2017,
menurut pendataan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil berjumlah
278.200  Jiwa. Dari jumlah tersebut, Penduduk laki-laki mencapai 146.566 Jiwa
dan perempuan mencapai 131.634 Jiwa. Jumlah Kepala Keluarga tercatat
sebanyak 69.039 KK. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Distrik Merauke
yang jumlahnya mencapai 130.183 Jiwa. Jumlah penduduk terkecil terdapat  di
Distrik Kaptel dengan jumlah penduduk sebanyak 2.026 Jiwa.

C. Geografi
Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten yang berada pada wilayah
Provinsi Papua dimana secara geografis terletak antara 137° – 141° Bujur Timur
dan 5° – 9° Lintang Selatan. Dengan luas mencapai hingga 46.791,63 km 2   atau
14,67 persen dari keseluruhan wilayah Provinsi Papua menjadikan Kabupaten
Merauke sebagai kabupaten terluas tidak hanya di Provinsi Papua namun juga di
antara kabupaten lainnya di Indonesia. Secara administratif Kabupaten Merauke
memiliki 20 distrik, dimana Distrik Waan merupaka distrik yang   terluas yaitu
mencapai 5.416,84 km2 sedangkan Distrik Semangga adalah distrik yang terkecil
dengan luas hanya mencapai 326,95 km2 atau hanya 0,01 persen dari total luas
wilayah Kabupaten Merauke. Sementara luas perairan di Kabupaten Merauke
mencapai 5.089,71 km2.

Kabupaten Merauke dibatasi oleh daratan dan lautan. Secara geografis,


Kabupaten Merauke disebelah utara berbatasan langsung dengan Kabupaten
Mappi dan Kabupaten Boven Digoel, sebelah timur berbatasan dengan Papua
New Guinea, di sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Laut Arafuru. Jika
ditinjau menurut kelas ketinggiannya, Kabupaten Merauke merupakan wilayah
dataran rendah yang memiliki kelas ketinggian antara 0-60 mdpl.
Kabupaten Merauke terletak pada koordinat 137°– 141° Bujur Timur (BT)
dan 5° – 9° Lintang Selatan (LS) dengan batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mappi dan Kabupaten


Bouven Digoel;
 Sebelah Timur dengan Negara Papua New Guinea;
 Sebelah Barat dengan Laut Arafura;
 Sebelah Selatan dengan Laut Arafura.

Luas Kabupaten Merauke adalah 46.791,63 km2 (Merauke dalam angka,


2013), yang terdiri dari 20 distrik dengan distrik terjauh adalah distrik Muting
yaitu 247 km dari ibukota kabupaten. Distrik Waan merupakan distrik terluas
yaitu mencapai 5.416,84 km2 atau sekitar 11,58% dari total luas areal diikuti oleh
Distrik Ulilin seluas 5.092,57 km2 atau 10,88%.

Luas wilayah Provinsi Papua adalah 309.934 km persegi dengan kepadatan


penduduk yang cukup kecil yaitu sekitar 6 jiwa per km persegi32, merupakan
provinsi terluas di Indonesia. Provinsi ini merupakan salah satu provinsi yang
kaya akan suku asli yaitu terdiri dari 255 suku, dengan bahasa yang masing-
masing berbeda. Daratan Papua merupakan daratan yang terbentuk akibat
pergerakan aktif antara lempeng pasifik dan Indo-Australia yang menyebabkan
banyak terdapat patahan aktif dan gunung-gunung, yaitu: Gunung Arfak, Gunung
Derabaro, Gunung Dwikora, Gunung Jaya/Ngapulu, Gunung Kwoko, Gunung
Mandala, Gunung Redoura, Gunung Togwomeri, Gunung Trikora, Gunung
Yamin, dan Gunung Yaramamafaka.

D. Hazard

KBRN, Merauke menyebutkan peta kebencanaan di Kabupaten Merauke


mengindikasikan terdapat tujuh jenis bencana yang sewaktu-waktu berpotensi
terjadi dengan tingkat resiko yang cukup besar. Ancaman Bencana yang dapat
terjadi di Provinsi Papua antara lain banjir, gempa bumi, kebakaran permukiman,
cuaca ekstrem, longsor, abrasi, konflik sosial, epidemi dan wabah penyakit.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Merauke
Thiasoni Betaubun kepada RRI menjelaskan, tujuh potensi bencana yang terjadi di
Merauke diantaranya bencana gempa bumi, tsunami, banjir air ROB, bencana
kekeringan, bencana kebakaran hutan dan bencana banjir daerah aliran dungai
DAS serta bencana konflik sosial.

Gambar 1. Peta Indeks Rawan Bencana Di Provinsi Papua

Geomorfologi pantai di Kabupaten Merauke memiliki total panjang garis


pantai sekitar 97,36 km. Kabupaten Merauke terdiri atas dua bagian, yaitu wilayah
darat dan kepulauan. Wilayah darat merupakan bagian dari Pulau Papua,
sedangkan kepulauan adalah bagian dari kepulauan sebelah barat Kabupaten
Merauke dengan Pulau Kimaam dan Komolom sebagai pulau terbesarnya. Secara
umum, kondisi morfologi wilayah darat dari Kabupaten Merauke adalah datar dan
datar berombak. Bentangan alam datar tersebar di pesisir utara Kabupaten
Merauke, bagian Barat sampai ke Pulau Kimaam dan Komolom. Sedangkan
datar-berombak terdapat di bagian tengah wilayah Kabupaten Merauke, dimana
wilayah tersebut merupakan bagian wilayah rawa dan bagian hulu dari DAS 3
(tiga) sungai besar di Merauke (Bian-Kumbe-Maro). Wilayah kepulauan di
Kabupaten Merauke terdapat 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Kimaam dan Pulau
Komolom. Di dalam pulau-pulau besar ini terdapat empat distrik, yaitu Distrik
Kimaam, Ilwayab, Waan, dan Tabonji dengan jumlah luasan sebesar 1.489.866,14
ha. Morfologi wilayah ini adalah datar, seragam dengan morfologi seluruh
wilayah pesisir Kabupaten Merauke. Namun, permasalahan yang banyak ditemui
di wilayah ini adalah erosi air laut yang cukup besar, terutama wilayah pesisir
Laut Arafura.

Potensi bencana alam saat ini, tingkat perusakan pantai akibat abrasi laut
berada pada kondisi yang mengkhawatirkan di Kabupaten Merauke. Contohnya
kerusakan lingkungan di Distrik Naukenjerai dan Distrik Okaba. Di Distrik
Naukenjerai, tepatnya di Desa Ndalir terjadi kerusakan jalan aspal yang
disebabkan oleh abrasi air laut. Kuatnya abrasi bahkan menyebabkan jalan
tersebut putus. Penduduk disana bahkan telah membuat beberapa penahan ombak
agar abrasi air laut tersebut dapat dikurangi, selain memanfaatkan penahan ombak
tersebut untuk membuat tambak di belakangnya.

Kerusakan akibat abrasi air laut di Distrik Okaba bahkan lebih parah
dibandingkan di Distrik Naukenjerai. Kecepatan Abrasi air laut di Pantai Okaba
diperkirakan mencapai 10 m/ tahun. Di Distrik Okaba terdapat sebuah Gereja tua
peninggalan zaman belanda yang dulunya diletakkan di tengah kota, akan tetapi
sekarang jaraknya tinggal kira-kira 150 m saja dari garis pantai. Bahkan kabarnya
Kantor Kepala Distrik Okaba sekarang dipindahkan ke tempat baru karena
kecenderungan habisnya wilayah pantai akibat abrasi laut ini. Wilayah Kota
Okaba terancam habis perlahan-lahan jika fenomena ini tidak ditanggulangi
secepatnya.
Gambar 2. Peta Rawan Bencana Banjir Rob Kabupaten Merauke

E. Vulnerability

Vulnerability adalah kerentanan dari manusia itu sendiri. Keadaan atau sifat
dan perilaku manusia yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk
menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan (vulnerability) adalah suatu
kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial,
ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan
masyarakat dalam menghadapi bahaya (hazards).

1. Kerentanan dari aspek lingkungan


 Pasang surut laut : pergerakan permukaan laut ke arahvertkal disebabkan
pengaruh gaya tarik bulan, matahari dan benda angkasa terhadap bumi
sehingga air laut naik ke daratan.
 Intensitas Curah Hujan : semakin tinggi intensitas hujan, maka semkain
rentan terhadap bencana banjir rob.
 Geomatrik sungai : jarak kedekatan dari sungai yang terpengaruhi oleh
pasang surut air laut.
 Topografi : semakin rendah ketinggian topografi, maka semakin rentan
terhadap bencana banjir rob.
 Jenis tanah : berhubungan dengan indikasi kemampuan tanah untuk
mendukung proses peresapan air kedalam.
 Penggunaan Lahan : semakin tinggi tutupan lahannya, maka semakin
rentan terhadap bencana banjir rob.
 Penurunan muka tanah : penurunan tanah akibat beban bangunan dan
kadar atau jumlah air tanah berkurang.
2. Kerentanan dari Aspek Fisik
 Jalan : semakin rendah ketersediaan jalan dan buruknya kondisi jalan, akan
semakin rentan terhadap bencana banjir rob.
 Kepadatan permukiman : luasan area terbangun suatu wilayah/jumlah
bangunan diatas satu luasan wilayah yang dinyatakan dengan
bangunan/ha.
3. Kerentanan dari Aspek Sosial
 Tingkat kepadatan penduduk : semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk
maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob.
 Tingkat laju pertumbuhan penduduk : semakin tinggi tingkat laju
pertumbuhan penduduk, maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob
Persentase jumlah usia tua-balita Semakin banyak jumlah penduduk usia
tua dan balita, maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob.
4. Kerentanan dari Aspek Ekonomi
 Persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan : semakin banyak
pekerja yang bekerja di sektor pertanian, maka semakin rentan terhadap
bencana banjir rob.
 Persentase rumah tangga miskin : semakin banyak rumah tangga
miskin,maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob.

F. Capacity
Kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan
yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan
diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan
cepat memulihkan diri dari akibat bencana.

1. Kapasitas Fisik
 Jarak menuju pengungisan : jarak penduduk untuk mencapai tempat
pengungisan ketika terjadi bencana.
 Fasilitas kesehatan : jumlah fasilitas kesehatan disuatu wilayah
2. Kapasitas sosial
 Keberadaan organisasi : tingkat keberadaan organisasi kemasyarakatan
yang berhubungan dengan penanggulangan bencana di masyarakat
 Kekerabatan penduduk dalam penanggulangan bencana : tingkat
kekerabatan penduduk dalam masyarakat sebagai upaya penanggulangan
bencana.
3. Kapasitas sumber daya masyarakat
 Keterlibatan dalam sosialisai bencana : tingkat keterlibatan masyarakat
didalam diskusi/sosialisasi kebencanaan
 Keterlibatan pelatihan bencana : intensitas warga dalam mengikuti
pelatihan persiapan bencana
4. Kapasitas ekonomi
 Rata-rata pendapatan : tingkat pendapatan masyarakat dalam satu bulan
 Kepemilikan asuransi : tingkat kepemilikan asuransi jiwa

G. Siklus Penanganan Bencana


Penanganan bencana berdasar siklus bencana berikut:
Gambar 2. Siklus Penanganan Bencana
Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap, dari pencegahan sebelum
banjir (prevention), penanganan saat banjir (response/intervention), dan
pemulihan setelah banjir (recovery). Tahapan tersebut berada dalam suatu siklus
kegiatan penanggulangan banjir yang berkesinambungan. Kegiatan
penanggulangan banjir mengikuti suatu siklus (life cycle), yang dimulai dari
banjir, kemudian mengkajinya sebagai masukan untuk pencegahan (prevention)
sebelum bencana banjir terjadi kembali. Pencegahan dilakukan secara
menyeluruh, berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir di
wilayah sungai (in-stream) sampai wilayah dataran banjir (off-stream), dan
kegiatan non-fisik seperti pengelolaan tata guna  lahan sampai sistem peringatan
dini bencana banjir.

Tabel 1. Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir


Siklus Kegiatan
Pencegahan 1. Upaya-upaya Struktural
(Prevention)  Upaya di dalam badan sungai (In-Stream)
 Upaya di luar badan sungai (Off-Stream)
2. Upaya-upaya Non-Struktural
 Upaya pencegahan banjir jangka panjang
 Upaya pengelolaan keadaan darurat banjir dalam jangka pendek
Penanganan  Pemberitahuan dan penyebaran informasi prakiraan banjir
(Intervention  Reaksi cepat dan bantuan penanganan darurat banjir
/Response)  Perlawanan terhadap banjir

Pemulihan  Bantuan segera kebutuhan hidup sehari-hari dan perbaikan sarana


(Recovery) dan prasarana
- Pembersihan dan rekonstruksi pasca banjir
- Rehabilitasi dan pemulihan kondisi fisik dan non fisik
 Penilaian kerusakan/kerugian dan asuransi bencana banjir
 Kajian penyebab terjadinya bencana banjir
Setelah pencegahan dilaksanakan, dirancang pula tindakan penanganan
(response/intervention) pada saat bencana banjir terjadi. Tindakan penanganan
bencana banjir, antara lain pemberitahuan dan penyebaran informasi tentang
prakiraan banjir (flood forecasting information and dissemination), tanggap
darurat, bantuan peralatan perlengkapan logistik penanganan banjir (flood
emergency response and assistance), dan perlawanan terhadap banjir (flood
fighting). Pemulihan setelah banjir dilakukan sesegera mungkin, untuk
mempercepat perbaikan agar kondisi umum berjalan normal. Tindakan
pemulihan, dilaksanakan mulai dari bantuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
hari, perbaikan sarana-prasarana (aftermath assistance and relief), rehabilitasi dan
adaptasi kondisi fisik dan non-fisik (flood adaptation and rehabilitation),
penilaian kerugian materi dan non-materi, asuransi bencana banjir (flood damage
assessment and insurance), dan pengkajian cepat penyebab banjir untuk masukan
dalam tindakan pencegahan (flood quick reconnaissance study).

H. Disaster Management

1. Tahap Pencegahan dan Mitigasi

Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi serta


menanggulangi resiko bencana. Rangkaian upaya yang dilakukan dapat berupa
perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun penyadaran serta peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Kegiatan yang secara umum dapat dilakukan pada tahapan ini adalah:

1. membuat peta atau denah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana
banjir rob.
2. pembuatan alarm bencana banjir rob.
3. membuat bangunan tahan terhadap bencana tertentu.
4. memberi penyuluhan serta pendidikan yang mendalam terhadap
masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana banjir rob.

2. Tahap Kesiapsiagaan

Tahap kesiapsiagaan dilakukan menjelang sebuah bencana akan terjadi. Pada


tahap ini alam menunjukkan tanda atau signal bahwa bencana akan segera terjadi.
Maka pada tahapan ini, seluruh elemen terutama masyarakat perlu memiliki
kesiapan dan selalu siaga untuk menghadapi bencana tersebut.

Secara umum, kegiatan pada tahap kesiapsiagaan antara lain:

1. menyusun rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan


persediaan dan pelatihan personil.
2. menyusun langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana
evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana
berulang.
3. melakukan langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum 
peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa,
gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.

3. Tahap Tanggap Darurat

Tahap tanggap darurat dilakukan saat kejadian bencana terjadi. Kegiatan pada
tahap tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis bencana antara
lain:

a. Menyelamatkan diri dan orang terdekat.


b. Jangan panik.
c. Untuk bisa menyelamatkan orang lain, anda harus dalam kondisi selamat.
d. Lari atau menjauh dari pusat bencana tidak perlu membawa barang-barang
apa pun.
e. Lindungi diri dari benda-benda yang mungkin melukai diri

4. Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi biasa dilakukan setelah terjadinya


bencana. Kegiatan inti pada tahapan ini adalah:

1. Bantuan Darurat
o Mendirikan pos komando bantuan
o Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan
Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain.
o Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan dan
pos koordinasi.
o Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.
o Mencari dan menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian.
o Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan
korban.
o Mencari, mengevakuasi, dan makamkan korban meninggal.
2. Inventarisasi kerusakan
o Pada tahapan ini dilakukan pendataan terhadap berbagai kerusakan
yang terjadi, baik bangunan, fasilitas umum, lahan pertanian, dan
sebagainya.
3. Evaluasi kerusakan
o Pada tahapan ini dilakukan pembahasan mengenai kekurangan dan
kelebihan dalam penanggulangan bencana yang telah dilakukan.
Perbaikan dalam penanggulangan bencana diharapkan dapat dicapai
pada tahapan ini.
4. Pemulihan (Recovery)
o Pada tahapan ini dilakukan pemulihan atau mengembalikan kondisi
lingkungan yang rusak atau kacau akibat bencana seperti pada mulanya.
Pemulihan ini tidak hanya dilakukan pada lingkungan fisik saja tetapi
korban yang terkena bencana juga diberikan pemulihan baik secara fisik
maupun mental.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
o Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan
memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat
utamanya korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
pemetaan wilayah bencana.
o Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari
sistem pengelolaan lingkungan
o Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap
o Relokasi korban dari tenda penampungan
o Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana
o Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam
jangka menengah
o Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja
o Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran,
rumah sakit dan pasar mulai dilakukan
o Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau
pendampingan.
6. Rekonstruksi
o Kegiatan rekonstruksi dilakukan dengan program jangka menengah dan
jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk
mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih baik
dari sebelumnya
7. Melanjutkan pemantauan
o Wilayah yang pernah mengalami sebuah bencana memiliki
kemungkinan besar akan mengalami kejadian yang sama kembali. Oleh
karena itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus untuk
meminimalisir dampak bencana tersebut.
I. Disaster Plan
Semua Puskesmas di Kabupaten Merauke terutama kecamatan yang rawan banjir
rob, dalam persiapan evakuasi bencana dapat mempersiapkan hal-hal di bawah
ini:
1. Membuat perencanaan lokasi posko bencana alam di lokasi yang aman dan
terjangkau oleh masyarakat.
2. Melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Umum Daerah Merauke untuk
pengadaan kendaraan untuk evakuasi korban bencana terutama ambulance.
3. Melakukan kerjasama dengan Tim BASARNAS, POLRI dan TNI untuk
membantu evakuasi korban-korban bencana, membersihkan jalan dari
lumpur, dan melakukan pengamanan di posko pengungsian.
4. Membuat jalur evakuasi dan lokasi evakuasi bencana dengan rambu-rambu
yang jelas.
5. Melakukan kerjasama lembaga swadaya masyarakat dan perusahaan sekitar
untuk pengadaan pangan dan sembako untuk persedian di posko
pengungsian.
6. Membentuk tim darurat bencana dengan melibatkan dokter, perawat, bidan,
mahasiswa di bidang kesehatan/kedokteran, ataupun masyarakat sekitar
dalam membantu para korban bencana di posko pengungsian.
7. Melakukan kerjasama dengan pemuka agama untuk membantu para korban
di bidang spiritual atau dengan tokoh masyarakat untuk meningkatkan
motivasi dan menurunkan risiko PTSD pada korban bencana.
8. Melakukan pemantauan dan koordinasi dengan BMKG untuk mengetahui
keadaan terkini mengenai cuaca terutama potensi terjadi hujan.
9. Membuat pendataan yang lengkap mengenai jumlah korban luka, korban
meninggal akibat banjir rob yang terjadi untuk memudahkan keluarga
korban yang ingin mencari keluarganya.
10. Membuat pendataan mengenai persediaan pangan dan obat-obatan di posko
pengungsian.
11. Penguatan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana .
12. Penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pasca bencana alam.
13. Penataan bangunan dan lingkungan permukiman yang berada di lokasi
rawan bencana.
14. Mendorong dan menumbuhkan kearifan local masyarakat untuk
pengurangan risiko bencana.
15. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana
daerah.
16. Penyediaan system peringatan dini bencana banjir rob.
17. Pengurangan risiko bencana berbasis komunitas melalui pengembangan
Desa Tangguh Bencana.
18. Melaksanakan simulasi tanggap darurat secara berkala untuk meningkatkan
kesiapsiagaan terhadap bencana.

Anda mungkin juga menyukai