DISUSUN OLEH :
Ainus Saadi Rizal
030.13.009
PEMBIMBING :
dr. Gita Handayani Tarigan, MPH
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS/ KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 28 OKTOBER 2019 – 4 JANUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
A. PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia sering mengalami bencana, baik bencana
alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (manmade disaster).
Kejadian bencana biasanya diikuti dengan timbulnya korban manusia maupun
kerugian harta benda. Adanya korban manusia dapat menimbulkan kerawanan status
kesehatan pada masyarakat yang terkena bencana dan masyarakat yang berada di
sekitar daerah bencana.
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Berdasarkan pengalaman di Indonesia, permasalahan yang kerap timbul dalam
penanganan bencana di lapangan adalah masalah diskoordinasi, keterlambatan
transportasi dan distribusi, serta ketidaksiapan lokal dalam pemenuhan sarana dan
prasarana. Oleh karena itu, dalam rangka pengurangan dampak risiko perlu penguatan
upaya kesehatan pada tahap sebelum terjadi (pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan).
Wilayah Negara Republik Indonesia terletak diantara tiga lempeng besar dunia,
yaitu lempeng Euroasia, Indo Australia dan Pasifik. Selain itu wilayah Indonesia
masuk dalam ‘pacific ring of fire’ dan secara demografis terdiri dari berbagai suku.
Oleh karena itu wilayah Indonesia sangat rawan terhadap terjadinya bencana, baik
yang disebabkan oleh faktor alam, non alam maupun manusia. Potensi bencana yang
disebabkan faktor alam seperti gempa bumi dan tsunami, letusan gunung berapi,
banjir, tanah longsor, kekeringan, dan angin puting beliung. Bencana yang
disebabkan faktor non-alam maupun faktor manusia diantaranya kebakaran hutan dan
lahan, kegagalan teknologi, serta bencana sosial yang berupa konflik sosial. Dampak
bencana yang terjadi seringkali menimbulkan kerugian harta benda, rusaknya sarana
dan prasarana umum serta dampak kesehatan yaitu timbulnya sejumlah korban jiwa,
korban luka, kesakitan dan masalah kesehatan pengungsi yang disebut dengan krisis
kesehatan serta dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat
pembangunan nasional. Krisis kesehatan merupakan peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana
dan/atau potensi bencana dan penyelenggaraan penanggulangan krisis kesehatan
mengikuti siklus penanggulangan bencana.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian
Kesehatan, antara tahun 2013 sampai dengan 2015 telah terjadi 1.515 kejadian krisis
kesehatan dengan jumlah korban meninggal sebanyak 2.745 atau sekitar 915 setiap
tahunnya sedangkan jumlah pengungsi sebanyak 1.610.339 orang atau rata-rata
pertahun 536 ribu jiwa.
Kebakaran hutan dan lahan adalah terbakarnya kawasan hutan/ lahan baik
dalam luasan yang besar maupun kecil. Kebakaran hutan dan lahan seringkali tidak
terkendali dan bila ini terjadi maka api akan membakar apa saja di dekatnya dan
menjalar mengikuti arah angin. Kebakaran itu sendiri dapat terjadi karena dua hal,
yaitu kebakaran secara alamiah dan kebakaran yang disebabkan oleh manusia.
Berbagai proses degradasi hutan dan deforestasi mengubah kawasan hutan yang
luas di Indonesia dari suatu ekosistem yang tahan kebakaran menjadi ekosistem yang
rentan terhadap kebakaran. Perubahan yang mendasar ini, ditambah dengan terjadinya
fenomena iklim El Nino, telah menyebabkan peledakan kebakaran hebat yang terjadi
selama 20 tahun terakhir ini.
Berdasarkan data BNPB tahun 2010 hingga 2011, bencana kebakaran hutan dan
lahan dengan tingkat kerawanan tinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Jambi, Aceh, Riau, Sumatera Utara,
Sumatera barat, Bali, Jawa Barat dan Jawa Timur. Sementara tingkat kerawanan
sedang terdapat di sebagian Riau, sebagian Jambi dan Sumatera Barat, serta Sulawesi
Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
B. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Kabupaten Kampar terdiri dari 21 Kecamatan dan 250 Desa atau Kelurahan.
Dari 250 Desa atau Kelurahan yang ada di Kabupaten Kampar sebanyak 178 Desa
(71,2 persen) merupakan Desa non tertinggal, 55 Desa (22 persen) merupakan Desa
tertinggal dan 17 Desa (6,8 persen) merupakan Desa sangat tertinggal. Desa sangat
tertinggal banyak terdapat di Kecamatan Kampar Kiri Hulu yaitu sebanyak 9 Desa.
C. KEADAAN GEOGRAFI
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi Sumatera
Barat.
Jarak lurus ibu kota Kecamatan yang terdekat dengan Ibu Kota Kabupaten
adalah Ibu Kota Kecamatan Bangkinang Seberang (Desa Muara Uwai) yaitu ± 3 km
(kecuali Kecamatan Bangkinang). Sedangkan jarak yang terjauh adalah Ibu Kota
Kecamatan Kampar Kiri Hulu (Desa Gema) yaitu ± 140 km.
Dilihat dari ketinggian beberapa daerah atau kota di Kabupaten Kampar dari
permukaan laut berkisar antara 26-100 meter. Daerah atau Kota yang tertinggi adalah
Desa Gema yakni 100 meter dan yang terendah adalah Desa Tambang yakni 26
meter.
D. KEADAAN IKLIM
E. JUMLAH PENDUDUK
Jumlah penduduk yang besar bukan hanya merupakan modal tetapi juga
merupakan beban di dalam pembangunan, karenanya pembangunan diarahkan kepada
peningkatan kualitas sumber daya manusia seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Penduduk Kabupaten
Kampar berdasarkan hasil registrasi penduduk pertengahan tahun 2016 berjumlah
765.340 jiwa.
F. HAZARD
1. Jenis Ancaman Kejadian Bencana
Terdapat 3 jenis ancaman di Kota Bangkinang yang didominasi oleh jenis
ancaman yang disebabkan faktor iklim, yaitu banjir, angin puting beliung dan
kebakaran hutan dan lahan.
G. VULNERABILITY
1. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk Kota Bangkinang 59,5 jiwa per km2 . Adapun
beban tanggungan yaitu : beban yang ditanggung oleh penghasilan golongan
produktif ( 15 – 64 tahun) untuk dikeluarkan bagi memenuhi kebutuhan mereka
yang tidak produktif (0 – 14 tahun dan umur > 65 tahun) . Beban tanggungan di
Kota Bangkinang tahun 2014 adalah 43.orang per 100 penduduk.
Wilayah Provinsi Riau semakin padat penduduk, hal ini dibuktikan
dengan semakin meningkatnya angka kepadatan penduduk. Berdasarkan hasil
Sensus Penduduk Tahun 2000 kepadatan penduduk Provinsi Riau sebesar 43
jiwa per kilometer persegi dan angka ini meningkat terus hingga mencapai
74.70 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2016.
Gambar Piramida penduduk provinsi Riau 2016
2. Kondisi geografi
Iklim Kota Bangkinang pada umumnya beriklim tropis dengan suhu
udara maksimum berkisar 32C – 33C. Curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm
pertahun dengan keadaan musim berkisar : Musim hujan jatuh pada bulan
September s/d Februari.musim kemarau jatuh bulan Maret s/d Agustus.
Kota Bangkinang memiliki topografi yang bervariasi, yaitu landai,
berombak sampai bergelombang, dengan geologi lahan terdiri dari endapan
alluvium muda yang terbentuk akibat pengangkutan dan pengendapan sisa- sisa
bahan induk oleh aliran sungai. Lahan jenis ini mempunyai karakteristik yang
rentan terhadap gangguan alami maupun pengolahan lahan yang berlebihan.
Sebagaimana daerah tropis lainnya, Bangkinang mengenal 2 musim yaitu
musim hujan dan kemarau.
Berbagai proses degradasi hutan dan deforestasi mengubah kawasan
hutan yang luas di Indonesia dari suatu ekosistem yang tahan kebakaran
menjadi ekosistem yang rentan terhadap kebakaran. Perubahan yang mendasar
ini, ditambah dengan terjadinya fenomena iklim El Nino, telah menyebabkan
peledakan kebakaran hebat yang terjadi selama 20 tahun terakhir ini.
H. CAPACITY
Jumlah dokter spesialis di Kota Pekanbaru pada tahun 2015 adalah 584
orang dengan rasio 56 per 100.000 penduduk. Jumlah dokter umum yang ada
adalah 334 orang dengan rasio 32 per 100.000 penduduk , jumlah dokter gigi
adalah 89 orang dengan rasio 8 per 100.000 penduduk. Jumlah bidan 562 orang
dengan rasio 54 per 100.000 penduduk, jumlah perawat 1.885 orang dengan
rasio 181 per 100.000 penduduk. Jumlah perawat gigi 49 orang, jumlah tenaga
kefarmasian 403 orang , tenaga gizi 110 orang, tenaga kesmas 102 orang,
jumlah fisioterapis 53 orang dan tenaga sanitasi 28 orang. Terdapat fasilitas
kesehatan 5 Rumah Sakit Umum, 5 Rumah Sakit Khusus, dan 2 puskesmas di
Kecamatan Payung Sekaki.
I. DISASTER MANAGEMENT
Puskesmas Kecamatan Bangkinang dalam persiapan evakuasi bencana dapat
mempersiapkan hal-hal di bawah ini:
a. Membuat perencanaan lokasi posko bencana alam di lokasi yang aman dan
terjangkau.
b. Melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Umum Daerah terdekat untuk
pengadaan kendaraan untuk evakuasi korban bencana.
c. Melakukan kerjasama dengan BASARNAS, POLRI dan TNI untuk
membantu evakuasi korban, dan melakukan pengamanan di posko
pengungsian
d. Membuat jalur evakuasi dan lokasi evakuasi bencana dengan rambu-rambu
yang jelas, terutama bila melalui hutan
e. Melakukan kerjasama lembaga swadaya masyarakat dan perusahaan sekitar
untuk pengadaan pangan dan sembako untuk persedian di posko pengungsian.
f. Membentuk tim darurat bencana dengan melibatkan dokter, perawat, bidan,
mahasiswa di bidang kesehatan/kedokteran, ataupun masyarakat sekitar dalam
membantu para korban bencana di posko pengungsian.
g. Membuat pendataan yang lengkap mengenai jumlah korban luka, korban
meninggal akibat kebakaran hutan dan lahan.
h. Membuat pendataan mengenai persediaan masker, pangan dan obat-obatan di
posko pengungsian.