6445 13552 1 SM

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

Idea Nursing Journal Vol. VII No.

2 2016
ISSN : 2087-2879
MALNUTRISI PADA BALITA PEDESAAN DENGAN PERKOTAAN
BERDASARKAN KARAKTERISTIK KELUARGA: DATA PSG 2015

Malnutrition a Toddler Rural and Urban Areas based Family Characteristics:


MNS 2015

Agus Hendra Al Rahmad


Bagian Ilmu Gizi Masyarakat, Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Aceh
E-mail : 4605.ah@gmail.com

ABSTRAK

Framework balita malnutrisi secara tidak langsung akibat kondisi sosial ekonomi daerah meliputi aksebilitas
pangan, karateristik keluarga, dan pelayanan kesehatan dasar. Kondisi daerah pedesaan memungkinkan
rendahnya aksebilitas tersebut sehingga berdampak terhadap status gizi anak. Tujuan penelitian untuk
mengidentifikasi balita malnutrisi antara daerah pedesaan dengan perkotaan berdasarkan karakteristik
keluarga. Desain penelitian menggunakan Crossectional Study secara analitik. Tempat penelitian daerah
pedesaan (Kabupaten Aceh Besar) dan daerah perkotaan (Kota Banda Aceh) dengan sampel 600 RT.
Pengumpulan data menggunakan data sekunder diperoleh dari Pemantauan Status Gizi (PSG) di Provinsi
Aceh tahun 2015, analisis menggunakan Chi-Square. Hasil penelitian diperoleh prevalensi masalah gizi lebih
tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan, dengan perbandingan balita underweight 59,7%:40,3%, stunting
51,0%:49,0%, dan wasting 52,3%:47,7%. Tidak terdapat perbedaan prevalensi balita underweight dan
stunting antara pedesaan dengan perkotaan berdasarkan pekerjaan, pendidikan ibu dan jumlah anggota
keluarga (p-value>0,05). Prevalensi wasting menunjukan perbedaan berdasarkan pekerjaan dan pendidikan
ibu (p-value<0,05), sedangkan jumlah anggota keluarga tidak terdapat perbedaan (p-value>0,05).
Kesimpulan, balita underweight dan stunting tidak berbeda prevalensinya, sedangkan balita wasting
menunjukan perbedaan prevalensi berdasarkan pekerjaan dan pendidikan ibu. Saran, perlu ditingkatkan kerja
sama lintas sektoral untuk mengatasi permasalahan gizi didaerah pedesaan. Upaya untuk mengurangi kendala
sosial ekonomi dianggap paling penting dan menjadi program prioritas.

Kata Kunci: Balita, malnutrisi, perkotaan dan pedesaan

ABSTRACT
The framework toddler of malnutrition indirectly through socio-economic conditions includes the
accessibility of local food, family characteristics, and basic health services. Conditions of rural areas enable
children with nutritional problems. The aim of research to identify malnourished toddlers between rural and
urban areas based on the characteristics of the family. Study cross-sectional design analytically. Location
rural (Aceh Besar) and urban areas (Banda Aceh) with a sample of 600 household. Sources of secondary
data obtained from Monitoring of Nutritional Status (MNS) in Aceh, 2015. The research showed were the
prevalence of malnutrition is higher in rural than urban areas, with a ratio underweight: 59,7%:40,3%,
stunting 51,0%:49,0%, wasting 52,3%:47,7%. There is no difference in the prevalence of underweight and
stunting toddlers between rural and urban areas based on employment, maternal education and the family
members (p-value>0,05). The prevalence of wasting showed differences based on the work and education (p-
value<0,05), while the number of family members there was no difference (p-value>0,05). Conclusion, a
toddler underweight, and stunting prevalence did not differ while wasting toddlers showed differences in
prevalence by occupation and mother's education. Suggestions should be increased cross-sectoral
cooperation to stem malnutrition in rural areas, through solving socio-economic problems as a priority
program.

Keywords : Malnutrition, rural and urban, toddler

PENDAHULUAN peningkatan frekuensi perdagangan antar


Relevansi kesehatan dalam kebijakan negara. Laporan Pencapaian Agenda
global dimulai dengan misi untuk mencegah Pembangunan Milenium menunjukkan
penyebaran penyakit sebagai akibat dari Indonesia mencapai kemajuan yang tidak

43
Idea Nursing Journal Agus Hendra Al Rahmad

merata antar indikator: tercapai untuk target sebesar 6,7 kali mempunyai resiko gizi kurang
tertentu, tertinggal pada target yang lain. akibat keterbatasan dalam persediaan makanan,
Angka kematian balita mengalami penurunan sedangkan orangtua yang bekerja menyumbang
tajam, tetapi belum bisa mencapai target sebesar 5,1 kali. Handayani et al. (2013),
MDGs pada tahun 2015, kondisi tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan status
berdampak terhadap pencapaian gizi menurut indeks masa tubuh berdasarkan
pembangunan manusia tahun 2030 (Health, daerah tempat sekolah yaitu antara daerah
2015). pedesaan dengan perkotaan, selain itu juga
Salah satu arah kebijakan perbaikan disebabkan oleh keadaan gizi dan kesehatan
gizi dalam Rencana Pembangunan Jangka umum serta status sosial ekonomi. Faktor
Menengah Nasional (RPJMN) adalah besarnya jumlah anggota keluarga serta daerah
peningkatan surveilans gizi termasuk tinggal berdampak terhadap masalah gizi,
pemantauan pertumbuhan melalui menurut Labada et al. (2016) jumlah anggota
Pemantauan Status Gizi (PSG). RPJMN keluarga berdampak terhadap status gizi balita
2015-2019, mempunyai beberapa sasaran yang tidak normal yaitu sebesar 26,8%.
pokok dalam upaya peningkatan status gizi Tingginya masalah gizi yang terjadi di
masyarakat yaitu menurunnya prevalensi Kabupaten Aceh Besar dibandingkan Kota
kekurangan gizi pada anak balita 17,0% dan Banda Aceh berdasarkan laporan Riskesdas
prevalensi menjadi 28,0% serta balita kurus 2013, diduga akibat permasalahan dalam
menurun 9,5% (Bappenas, 2014). Laporan ruang lingkup keluarga yaitu karakteristik
data Riskesdas bahwa Aceh pada tahun 2013 keluarga itu sendiri seperti faktor pendidikan
masih bermasalah dengan status gizi balita orang tua dan pekerjaan orang tua serta faktor
seperti prevalensi underweight sebesar 26,3%, tempat tinggal. Berdasarkan profil Dinas
stunting sebesar 41,5% dan wasting sebesar Kesehatan Kabupaten Aceh Besar,
15,7% serta kegemukan sebesar 9,8%. tergambarkan bahwa orang tua lebih banyak
Prevalensi malnutrisi di Provinsi Aceh lebih yang bekerja sebagai petani serta didominasi
banyak terjadi di Aceh Besar seperti dengan tingkat pendidikan rendah mencapai
underweight (22,1%), stunting (36,5%), dan sebesar 28,7%. Selain itu kondisi tinggal
wasting (13,6%). didaerah pedesaan turut andil dalam tingginya
Menurut Amosu et al. (2011) tingginya prevalensi gangguan gizi anak. Studi seperti
masalah gizi dipengaruhi berbagai faktor yang ini di Provinsi Aceh masih sangat terbatas
saling berinteraksi, seperti kemisikinan, informasinya apalagi perbanndingan
pendidikan, ketersediaan pangan di tingkat berdasarkan daerahnya. Penelitian ini
rumah tangga, yang akan berdampak terhadap bertujuan untuk mengetahui perbandingan
rendahnya pendapatan keluarga. Selain itu masalah gizi pada balita meliputi prevalensi
menurut Chandran (2009), masalah gizi juga underweight, stunting, dan wasting
disebabkan oleh sosial ekonomi dan rendahnya berdasarkan karakteristik keluarga dan status
pendidikan ibu, serta pekerjaan ibu dirumah tempat tinggal.
(66,2%) cenderung mempunyai anak dengan
gizi yang baik dibandingkan yang bekerja METODE
diluar rumah. Pendidikan formal orang tua Desain penelitian adalah studi potong
mempunyai peluang terhadap kejadian lintang. Penelitian ini menggunakan data
malnutrition, besarnya peluang tersebut yaitu sekunder yaitu sebagian data dari survei PSG
pendidikan kepala keluarga 2,9% didaerah yang berjudul “Pemantauan Status Gizi dan
pedesaan 5,4% diperkotaan, pada ibu Indikator Kinerja Gizi di Provinsi Aceh
dipedesaan 4,4% dan diperkotaan 5,0% (Semba Tahun 2015”, survei tersebut merupakan
et al., 2008). Peng et al. (2008) menyimpulkan kerjasama Dinas Kesehatan Provinsi Aceh
anak-anak yang tinggal didaeran pedesaan dan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

44
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016

Kemenkes Aceh. Lokasi penelitian yaitu nominal, maka pendekatan statistik non-
Kota Banda Aceh (sebagai daerah perkotaan) parametrik lebih memungkinkan menggunakan
dengan Kabupaten Aceh Besar (sebagai uji chi-square independensi yaitu suatu uji yang
daerah pedesaan) dengan waktu penelitian dipergunakan untuk melihat apakah perbedaan
selama Februari – Maret tahun 2016. Sampel yang diamati dari beberapa proporsi sampel
dalam penelitian ini adalah Rumah Tangga signifikan atau hanya kebetulan saja (by
yang mempunyai balita berusia 0-59 bulan 29 chance) yang bersifat komparatif (Boediono &
hari. Metode penentuan sampel yaitu Wayan Koster, 2001). Sedangkan penyajian
probability sampling dengan teknik cluster data disajikan secara tekstular, tabular dan
sampling. Pemilihan klaster di kabupaten grafikal.
dilakukan acak sistematik berdasarkan
Probability Proportional to Size (PPS) HASIL
dengan bantuan tabel random (Kemenkes, Distribusi sampel dalam penelitian ini
2015), dengan jumlah klaster yang terpilih berjumlah 600 rumah tangga yang mempunyai
untuk Kabupaten Aceh Besar yaitu sebanyak karakteristik balita berusia 0 – 59 bulan 29 hari
30 klaster. Teknik pengumpulan data dalam dan jenis kelamin disajikan berdasarkan
penelitian adalah menggunakan data sekunder daerahnya yaitu Kabupaten Aceh Besar dengan
yaitu pendekatan dengan metode pengumpulan Kota Banda Aceh. Berikut adalah distribusi
data yang dilakukan melalui studi karakteristik balita yang disajikan pada tabel 1.
pustaka/laporan riset Survei Pemantauan Status Berdasarkan tabel 1 tentang
Gizi (PSG) tahun 2015 yang diperoleh pada karakteristik balita dalam penelitian ini, bisa
Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. Adapun data digambarkan bahwa menurut kelompok usia
yang akan dikumpulkan yaitu identitas lokasi, di pedesaan hampir menunjukan proporsi
identitas rumah tangga dan responden, data yang sama yang mana kelompok usia
monitoring dan evaluasi balita, data hasil terendah proporsinya yaitu anak berusia 0 –
pengukuran antropometri balita yang meliputi 12 bulan (21,4%) sedangkan proporsi
tanggal lahir, berat badan, panjang dan tinggi tertinggi anak berusia 37 – 59 bulan yaitu
badan. Analisis statistik dilakukan secara sebesar 30,0%. Sedangkan di perkotaan,
meliputi analisis univariat (distribusi frekuensi) proporsi terendah terdapat pada anak berusia
dan analisis bivariat (uji chi-square), yaitu 37 – 59 bulan (18,7%) dan proporsi tertinggi
untuk melihat perbedaan secara proporsional. berada pada rentang usia 0 – 12 bulan yaitu
Karena data dalam penelitian adalah berskala

Tabel 1. Gambaran Karakteristik Balita Berdasarkan Kabupaten Aceh Besar (pedesaan) dengan Kota Banda
Aceh (perkotaan)

Aceh Besar Banda Aceh


Karakteristik Balita (Pedesaan) (Perkotaan)
f % f %
Usia
0 – 12 bulan 64 21,4 100 33,3
13 – 24 bulan 73 24,3 79 26,3
25 – 36 bulan 73 24,3 65 21,7
37 – 59 bulan 90 30,0 56 18,7
Jenis Kelamin
Laki-Laki 154 51,3 155 51,7
Perempuan 146 48,7 145 48,3
Jumlah 300 100,0 300 100,0

45
Idea Nursing Journal Agus Hendra Al Rahmad

sebesar 33,3%. Jenis kelamin balita juga SD, tamat SD dan SMP) yaitu 34,7% dan
menunjukan proporsi yang relatif sama antara yang berpendidikan tinggi (Diploma, S1 dan
kedua daerah, secara umum balita berjenis S2/S3) hanya 22,3%. Angka tersebut jauh
kelamin laki-laki yaitu masing-masing lebih besar dibandingkan ibu-ibu di Kota
sebesar 51,3% dan 51,7%. Hasil ini dapat Banda Aceh, bahwa pendidikan rendah hanya
disimpulkan bahwa secara proporsional 20,6% dan pendidikan tinggi lebih besar
karakteristik sampel hampir menunjukan yaitu 28,4%. Dapat disimpulkan berdasarkan
proporsi yang sama antara kedua daerah, tingkat pendidikan, bahwa ibu didaerah
sehingga karakteristik balita seperti usia dan perkotaan mempunyai pendidikan yang lebih
jenis kelamin tidak berkaitan dengan baik dibandingkan pedesaan. Berdasarkan
penyebab status gizi diantara kedua daerah. pekerjaan, tergambarkan bahwa mayoritas
Responden dalam penelitian ini ibu-ibu mempunyai pekerjaan lainnya baik
merupakan unsur inti dalam rumah tangga dipedesaan (85,3%) maupun diperkotaan
yang terpilih yaitu ibu balita. Karakteristik (81,7%), pekerjaan lainnya tersebut yaitu
keluarga yang dilihat meliputi pekerjaan ibu, sebagai ibu rumah tangga yang lebih
pendidikan ibu, serta jumlah keluarga. dominan dengan proporsi di Aceh Besar
Gambaran terhadap karakteristik keluarga yaitu 80,0% dan di Banda Aceh yaitu 49,7%.
disajikan pada tabel 2 berikut ini. Kondisi pekerjaan ibu-ibu lebih baik yang
Ibu-ibu yang menjadi responden tinggal di daerah Kota Banda Aceh, hal ini
berdasarkan tabel 2, tergambar dipedesaan dibuktikan dengan besarnya ibu-ibu yang
lebih banyak berpendidikan SMA (43,0%) bekerja sebagai swasta (4,7%) dan
begitu juga dengan daerah perkotaan wiraswasta (6,0%), selain itu ibu dengan
(51,0%), ini membuktikan bahwa ibu-ibu pekerjaan lainnya yaitu IRT relatif lebih
yang tinggal di Aceh Besar lebih banyak sedikit. Selanjutnya dari jumlah anggota
mempunyai pendidikan rendah (tidak tamat

Tabel 2. Gambaran Karakteristik Ibu Berdasarkan Kabupaten Aceh Besar (pedesaan) dengan Kota
Banda Aceh (perkotaan)

Aceh Besar Banda Aceh


Karakteristik Ibu (Pedesaan) (Perkotaan)
f % f %
Pendidikan Ibu
Tidak tamat SD 3 1,0 3 2,0
Tamat SD 24 8,0 10 3,3
Tamat SMP 77 25,7 46 15,3
Tamat SMA 129 43,0 153 51,0
Tamat D1-D3 31 10,3 35 11,7
Tamat D4-S1/S2 36 12,0 50 16,7
Pekerjaan Ibu
PNS/TNI/Polri/BUMN 22 7,3 22 7,3
Swasta 4 1,3 14 4,7
Wiraswasta 3 1,0 18 6,0
Petani 15 5,0 0 0,0
Buruh 0 0,0 1 0,3
Lainnya 256 85,3 245 81,7
Jumlah Anggota Keluarga
1 – 3 orang 91 30,3 99 33,0
4 – 6 orang 187 62,4 193 64,3
7 – 9 orang 43 14,3 8 2,7
Jumlah 300 100,0 300 100,0

46
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016

keluarga pada kedua daerah tergambarkan besar terkait gizi lebih (3,0%) dan
hampir mempunyai proporsi yang sama yaitu kegemukan (7,0%) jika dibandingkan
secara umum lebih banyak antara 4 – 6 orang pedesaan.
baik di Aceh Besar (62,4%) maupun di Prevalensi balita underweight yang
Banda Aceh (64,3%). Jika dilihat dari jumlah terjadi di pedesaan dan perkotaan
anggota keluarga bisa disimpulkan bahwa berdasarkan karakteristik ibu terlihat pada
didaerah pedesaan mempunyai jumlah tabel 4. Kabupaten Aceh Besar sebagai
keluarga yang banyak anggotanya, ini terlihat daerah pedesaan mempunyai prevalensi
bahwa sebesar 14,3% terdapat kelurga underweight lebih tinggi (59,7%)
dengan jumlah anak 7 – 9 orang. dibandingkan dengan perkotaan (40,3%)
Situasi gizi pada balita antara daerah Secara proporsional tergambarkan
pedesaan dengan perkotaan berdasarkan bahwa kecenderungan prevalensi balita
indikatornya disajikan pada tabel 3. underweight terjadi di Kabupaten Aceh Besar
Kabupaten Aceh Besar sebagai daerah sebagai daerah pedesaan, hal tersebut dilihat
pedesaan mempunyai masalah underweight berdasarkan tingginya angka prevalensi baik
(gizi buruk + gizi kurang) yaitu sebesar menurut pekerjaan ibu, pendidikan ibu
26,3%, dan di Kota Banda Aceh hanya maupun menurut jumlah anggota keluarga.
sebesar 18,0%. Sedangkan prevalensi Hasil penelitian (tabel 4) menunjukan secara
stunting (sangat pendek + pendek) statistik ketiga variabel tersebut (pendidikan
dipedesaan yaitu 25,0%, dan diperkotaan ibu dengan nilai p= 0,693; pekerjaan ibu
sebesar 24,4%. Selain itu, prevalensi wasting dengan nilai p= 0,382; dan jumlah anggota
(sangat kurus + kurus) mempunyai proporsi keluarga dengan nilai p= 0,390) dengan
sama baik yang terjadi di pedesaan (22,3%), masalah gizi balita underweight antara daerah
maupun di perkotaan (20,4%). Sebaliknya pedesaan dengan perkotaan tidak
prevalensi gizi lebih dan kegemukan, daerah menunjukan perbedaan proporsional yang
perkotaan mempunyai prevelensi paling bermakna (p-value > 0,05).

Tabel 3. Distribusi Status Gizi Balita menurut Indikatornya pada Kabupaten Aceh Besar
(pedesaan) dengan Kota Banda Aceh (perkotaan)

Aceh Besar Banda Aceh


Indikator Status Gizi (Pedesaan) (Perkotaan)
f % f %
Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Gizi Buruk 25 8,3 14 4,7
Gizi Kurang 55 18,3 40 13,3
Gizi Baik 218 72,7 237 79,0
Gizi Lebih 2 0,7 9 3,0
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Sangat Pendek
Pendek 25 8,3 29 9,7
Normal 50 16,7 43 14,3
225 75,0 228 76,0
Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB)
Sangat Kurus 36 12,0 29 9,7
Kurus 31 10,3 32 10,7
Normal 222 74,0 218 72,8
Gemuk 11 3,7 21 7,0
Jumlah 300 100,0 300 100,0

47
Idea Nursing Journal Agus Hendra Al Rahmad

Tabel 4. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Prevalensi Underweight pada Balita antara
Kabupaten Aceh Besar dengan Kota Banda Aceh

Prevalensi Underweight
Aceh Besar Banda Aceh Jumlah
Karakteristik Ibu p-value
(Pedesaan) (Perkotaan)
f % f % f %
Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan Rendah 34 64,2 19 35,8 53 100,0 0,693
Pendidikan Menengah 31 56,4 24 43,6 55 100,0
Pendidikan Tinggi 15 57,7 11 42,3 26 100,0
Status Pekerjaan Ibu
Pekerjaan Tetap 4 44,4 5 55,6 9 100,0 0,382
Pekerjaan Tidak Tetap 3 42,9 4 57,1 7 100,0
Tidak Bekerja 73 61,9 45 38,1 118 100,0
Jumlah Anggota Keluarga
4 orang kebawah
Diatas 4 orang 54 56,8 41 43,2 95 100,0 0,390
26 66,7 13 33,3 39 100,0
Jumlah 80 59,7 54 40,3 134 100,0

Tabel 5. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Prevalensi Stunting pada Balita antara Kabupaten
Aceh Besar dengan Kota Banda Aceh

Prevalensi Stunting
Aceh Besar Banda Aceh Jumlah
Karakteristik Ibu p-value
(Pedesaan) (Perkotaan)
f % f % f %
Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan Rendah 32 57,1 24 42,9 56 100,0 0,118
Pendidikan Menengah 23 38,3 37 61,7 60 100,0
Pendidikan Tinggi 12 52,2 11 47,8 23 100,0
Status Pekerjaan Ibu
Pekerjaan Tetap 8 72,7 3 27,3 11 100,0 0,228
Pekerjaan Tidak Tetap 3 60,0 2 40,0 5 100,0
Tidak Bekerja 64 48,9 67 51,1 131 100,0
Jumlah Anggota Keluarga
4 orang kebawah
Diatas 4 orang 43 47,3 48 52,7 91 100,0 0,320
32 57,1 24 42,9 56 100,0
Jumlah 75 51,0 72 49,0 147 100,0

Prevalensi balita stunting lebih tinggi tidak menunjukan perbedaan bermakna (p-
(51,0%) didaerah pedesaan, dibandingkan value > 0,05). Besarnya prevalensi balita
daerah perkotaan (49,0%). Hasil statistik pada stunting sangat bervariasi antara ketiga
CI:95% antara karakteristik ibu (pendidikan ibu karakteristik ibu berdasarkan daerah. Menurut
dengan nilai p= 0,118; pekerjaan ibu dengan tingkat pendidikan ibu, balita stunting lebih
nilai p= 0,228; dan jumlah anggota keluarga banyak terjadi di Kota Banda Aceh yaitu pada
dengan nilai p= 0,320) jika dilihat dengan ibu berpendidikan menengah (61,7%),
masalah gizi balita stunting antara daerah sedangkan menurut pekerjaan dan jumlah
pedesaan dengan perkotaan secara proporsional anggota keluarga ternyata balita stunting

48
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016

umumnya terjadi di Aceh Besar, yaitu ibu yang (pekerjaan, pendidikan, dan jumlah anggota
mempunyai pekerjaan tetap (72,7%) serta keluarga) secara statistik, tetapi secara
jumlah keluarga diatas 4 orang (57,1%). proporsional tergambarkan kecenderungan
Tabel 6 memperlihatkan bahwa status prevalensi balita underweight maupun
gizi balita berdasarkan prevalensi wasting stunting yang terjadi di pedesaan lebih tinggi
tidak jauh berbeda dengan prevalensi berdasarkan pekerjaan ibu, pendidikan ibu
underweight maupun stunting. Kondisi balita dan jumlah anggota keluarga. Prevalensi
wasting lebih banyak terjadi didaerah balita underweight merupakan kejadian
pedesaan (52,3%) dibandingkan dengan rendahnya berat badan berdasarkan umur
perkotaan (47,7%). Berdasarkan hasil pada balita sehingga menyebabkan gizi
statistik menunjukan pendidikan ibu (p= kurang dan gizi buruk, dan memberikan
0,031) dan pekerjaan ibu (p= 0,014) secara indikasi masalah gizi yang bersifat kronis.
proporsional mempunyai perbedaan Sedangkan stunting, memberikan indikasi
prevalensi wasting antara daerah pedesaan masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai
dengan perkotaan (p-value < 0,05). akibat dari keadaan yang berlangsung lama
Sedangkan menurut jumlah anggota keluarga seperti kemiskinan, perilaku hidup tidak
(p= 0,405) secara statistik tidak bisa sehat, dan asupan makanan kurang dalam
menunjukan perbedaan prevalensi wasting jangka waktu lama sejak usia bayi sehingga
antara kedua daerah (p-value > 0,05). mengakibatkan anak menjadi pendek. Kedua
permasalahan malnutrisi tersebut berdampak
PEMBAHASAN terhadap masalah gizi kronis maupun gizi
Prevalensi balita underweight dan akut (Balitbangkes, 2013). Penelitian lain
stunting antara daerah pedesaan dengan yang mendukung yaituMalina et al. (2008) di
perkotaan tidak menunjukan perbedaan Mexico Selatan yang membandingkan
proporsional yang bermakna (p-value > 0,05) perubahan status pertumbuhan anak-anak
berdasarkan karakteristik keluarga sekolah antara daerah perkotaan

Tabel 6. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Prevalensi Wasting pada Balita antara Kabupaten
Aceh Besar dengan Kota Banda Aceh

Prevalensi Wasting
Aceh Besar Banda Aceh Jumlah
Karakteristik Ibu p-value
(Pedesaan) (Perkotaan)
f % f % f %
Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan Rendah 28 68,3 13 31,7 41 100,0 0,031
Pendidikan Menengah 24 49,0 25 51,0 49 100,0
Pendidikan Tinggi 15 39,5 23 60,5 38 100,0
Status Pekerjaan Ibu
Pekerjaan Tetap 4 28,6 10 71,4 14 100,0 0,014
Pekerjaan Tidak Tetap 1 18,3 6 85,7 7 100,0
Tidak Bekerja 62 57,9 45 42,1 107 100,0
Jumlah Anggota Keluarga
4 orang kebawah
Diatas 4 orang 45 49,5 46 50,5 91 100,0 0,405
22 59,5 15 40,5 37 100,0
Jumlah 67 52,3 61 47,7 128 100,0

49
Idea Nursing Journal Agus Hendra Al Rahmad

dan pedesaan, ternyata anak-anak didaerah proporsi kecukupan pangan yang kurang baik
perkotaan pada anak laki-laki maupun dibandingkan keluarga dengan jumlah
perempuan mempunyai pertumbuhan dimensi anggota dibawah 4 orang. Sehingga besarnya
secara linier dan berat badan ideal besarnya keluarga mempunyai pengaruh pada
dibandingkan anak-anak dipedesaan, selain konsumsi pangan, kelaparan pada keluarga
itu juga prevalensi didaerah perkotaan besar lebih mungkin terjadi dibandingkan
cenderung meningkat. Karakteristik pada keluarga kecil.
pekerjaan ibu tidak menunjukan perbedaan, Balita dengan prevalensi wasting
hal ini sesuai dengan penelitian Labada et al. menunjukan perbedaan proporsional secara
(2016), ibu yang bekerja memungkinkan signifikan antara daerah pedesaan dengan
balita berstatus gizi normal/baik, tetapi secara perkotaan berdasarkan pekerjaan ibu dan
statistik pekerjaan ibu tidak berhubungan pendidikan ibu (p-value < 0,05), secara
dengan status gizi balita di Manado. proporsional ternyata didaerah pedesaan
Begitu juga dengan pendidikan ibu mempunyai prevalensi yang lebih tinggi
dengan kejadian underweight pada balita, dibandingkan perkotaan. Wasting merupakan
penelitian serupa oleh Astuti & Sulistyowati indikasi masalah gizi pada balita yang
(2013) yang menyimpulkan pendidikan mengalami kurus dan sangat kurus yang
formal ibu-ibu tidak menunjukan hubungan sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa
signifikan (p= 0,471) dengan status gizi anak, yang terjadi dalam waktu singkat, seperti
dan hal itu akibat dari pesatnya pertumbuhan kejadian wabah penyakit, kelapaan dan hal
informasi dan teknologi. Rendahnya tingkat ini berdampak terhadap balita, dan
pendidikan ibu masih memungkinkan mereka keberlanjutannya akan berakibat pada resiko
untuk mengakses berbagai informasi terkait berbagai penyakit degeneratif pada
kesehatan dan gizi melalui berbagai media, masa dewasa (Balitbangkes, 2013).
melalui semua proses tersebut ibu-ibu dapat Karakteristik keluarga khususnya ibu sangat
menigkatkan pengetahuan mereka. berperan terhadap terjadinya permasalahan
Berdasarkan jumlah anggota dalam sebuah wasting pada balita seperti pekerjaan ibu,
keluarga, juga tidak menunjukan perbedaan pendidikan ibu serta daerah tempat tinggal.
secara proporsional masalah gizi Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat
(underweight, stunting, dan wasting) antara Hong (2007), bahwa kesenjangan ekonomi
kedua daerah (p-value > 0,05). Hasil ini dalam suatu keluarga berpengaruh terhadap
searah dengan penelitian Putri & Wahyono sulitnya keluarga terhadap akses pelayanan
(2013) bahwa jumlah anak dalam sebuah kesehatan serta persediaan kebutuhan
keluarga tidak berhubungan dengan kejadian pangan, hal ini jika terjadi dalam kurun
wasting. Secara teori jumlah anak dalam waktu yang lama maka akan terjadi gangguan
keluarga akan berpengaruh pada pola asuh pertumbuhan pada anak. Menurut Amosu et
ibu dan perhatian ibu akan terbagi, yang pada al. (2011), peluang kesempatan kerja yang
akhirnya menyebabkan perubahan status gizi sulit akan berdampak terhadap rendahnya
anak. Penlitian lain yang mendukung yaitu pendapatan keluarga dengan demikian
penelitian Khotimah and Sutedjo (2016), kebutuhan nutrisi yang lebih baik sangat
bahwa jumlah anggota keluarga tidak tidak memungkinkan untuk terpenuhi bagi
mempunyai pengaruh yang siginifikan keluarga mereka.
terhadap kejadian gizi buruk/kurang pada Selain itu faktor pendidikan ibu
balita di Sedati, Sidoarjo (p= 1,000). Lebih berkaitan dengan pendapatan mereka, begitu
lanjut disampaikan bahwa laju kelahiran yang juga pola pengasuhannya dan hal ini
tinggi dengan malnutrisi sangat nyata pada berpeluang terhadap pemanfaatan pelayanan
setiap keluarga. Keluarga yang mempunyai kesehatan bagi anak-anak mereka (Semba et
jumlah anggota 5 – 6 orang mempunyai al., 2008). Pekerjaan ibu juga akan

50
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016

berdampak terhadap pemanfaat pelayanan proporsional prevalensi underweight dan


kesehatan, menurut (Nasikhah & Margawati, stunting di pedesaan lebih tinggi
2012) hal tersebut tidak dapat dipisahkan dibandingkan perkotaan. Sedangkan masalah
dengan pendapatan keluarga serta tingkat gizi terkait balita wasting menunjukan
pendidikan orang ibu. Sulitnya mendapat perbedaan proporsional antara prevalensi
pekerjaan akan menyebabkan kemiskinan, didaerah pedesaan dengan diperkotaan
semua itu berawal dari rendahnya pendidikan berdasarkan karakteristik pekerjaan dan
ibu. Lebih lanjut dapat diketahui ternyata pendidikan, tetapi berdasarkan jumlah
proporsi wasting lebih tinggi di Kabupaten anggota keluarga prevalensi wasting tidak
Aceh Besar (daerah pedesaan) dibandingkan menunjukan perbedaan pada kedua daerah.
Kota Banda Aceh (daerah perkotaan). Secara proporsional prevalensi wasting di
Kondisi ini didukung oleh Putri & Wahyono pedesaan juga lebih tinggi dibandingkan
(2013), bahwa terdapat hubungan signifikan perkotaan.
tipe tempat tinggal dengan kejadian wasting Perlu ditingkatkan kerangka kerja
pada balita, dengan proporsi pada daerah sama yang lebih baik secara lintas sektoral
pedesaan yaitu 16,3% dan daerah perkotaan untuk membendung permasalahan gizi
15,0%. Menurut Smith et al. (2005), rata-rata lainnya yang terdapat didaerah pedesaan.
z-score balita (status gizi menurut indikator Upaya untuk mengurangi kendala sosial
berat badan terhadap tinggi) menunjukan ekonomi dianggap paling penting dan
nilai yang lebih baik pada daerah perkotaan menjadi suatu program yang harus
dibandingkan daerah pedesaan, hal tersebut diprioritaskan seperti sektor ekonomi dengan
kemungkinan akibat tingginya perbedaan memberikan pinjaman lunak sebagai modal
status ekonomi sosial masyarakat seperti usaha kecil bagi masyarakat miskin,
lapangan pekerjaan, akses terhadap membuka akses lapangan kerja, serta
pelayanan kesehatan, akses terhadap meningkatkan taraf pendidikan masyarakat
pendidikan yang layak, peluang usaha, serta pedesaan. Bagi tenaga kesehatan, perlu
sanitasi dan hygine lingkungan tempat dilakukan penyuluhan kepada masyarakat
tinggal. Status gizi balita (underweight, mengenai praktek pemberian makanan balita
stunting, wasting) didaerah perkotaan yang baik melalui pedoman gizi seimbang,
ternyata lebih baik dibandingkan daerah sehingga dapat mencukupi kebutuhan zat gizi
pedesaan, hasil positif ini kemungkinan terutama karbohidrat.
karena efek kumulatif dari serangkaian
kondisi sosial ekonomi yang lebih KEPUSTAKAAN
menguntungkan didaerah perkotaan seperti Amosu, A. M., Degun, A. M., Atulomah, N.
mudahnya akses kepalayanan kesehatan, O. S., & Olanrewju, M. F. (2011). A
kondisi sosial ekonomi yang lebih baik, study of the nutritional status of under-
5 children of low-income earners in a
peluang kejenjang pendidikan yang lebih
South-Western Nigerian community.
tinggi sangat memungkinkan yang pada Current Research Journal of
akhirnya membentuk anak-anak sehat. Biological Sciences, 3(6), 578–585.

KESIMPULAN Astuti, F. D., & Sulistyowati, T. F. (2013).


Hasil penelitian menunjukan bahwa Hubungan tingkat pendidikan ibu dan
masalah gizi (underweight dan stunting) tingkat pendapatan keluarga dengan
status gizi anak prasekolah dan sekolah
secara proporsional tidak menunjukan
dasar di Kecamatan Godean. Jurnal
perbedaan prevalensi antara daerah pedesaan Kesehatan Masyarakat (Journal of
dengan perkotaan berdasarkan karakteristik Public Health), 7(1), 15–20.
ibu seperti pekerjaan, pendidikan dan jumlah
anggota keluarga, walaupun secara Balitbangkes. (2013). Riset kesehatan dasar

51
Idea Nursing Journal Agus Hendra Al Rahmad

2013 (Pertama). Jakarta: Badan Labada, A., Ismanto, A., & Kundre, R.
Penelitian dan Pengembangan (2016). Hubungan karakteristik ibu
Kesehatan. https://doi.org/1 Desember dengan status gizi balita yang
2013 berkunjung di puskesmas Bahu
Manado. eJournal Keperawatan, 4(1).
Bappenas. (2014). Rencana pembangunan
jangka menengah nasional 2015-2019 Malina, R. M., Peña Reyes, M. E., & Little,
(1st ed., pp. 6–74). Jakarta: Nasional, B. B. (2008). Secular change in the
Kementerian Perencanaan growth status of urban and rural
Pembangunan Nasional/Badan schoolchildren aged 6-13 years in
Perencanaan Pembangunan. Oaxaca, southern Mexico. Annals Of
Human Biology, 35(5), 475–489.
Chandran, V. (2009). Nutritional status of https://doi.org/10.1080/030144608022
preschool children: a socio-economic 43844
study of rural areas of Kasaragod
District in Kerala. Journal of Nasikhah, R., & Margawati, A. (2012).
Shodhganga, X(December 2009), 163. Faktor resiko kejadian stunting pada
balita usia 24 - 36 bulan di kecamatan
Handayani, M. S., Dwiriani, C. M., & Riyadi, semarang timur. Universitas
H. (2013). Hubungan komposisi tubuh Diponegoro.
dan status gizi dengan perkembangan
seksual pada remaja putri di perkotaan Peng, X.-C., Luo, J.-Y., Yao, K.-B., Hu, R.-
dan perdesaan. Jurnal Gizi Dan S., Du, Q.-Y., & Zhu, M.-Y. (2008).
Pangan, 8(3), 181–186. The status on care and nutrition of 774
children staying in rural areas while
Health, O. M. D.-G. (2015). Ensure healthy parents were in towns. Zhonghua Liu
lives and promote wellbeing for all at Xing Bing Xue Za Zhi = Zhonghua
all ages. Oslo Ministerial Declaration- Liuxingbingxue Zazhi, 29(9), 860–864.
Global Health, 1–10.
Putri, D. S. K., & Wahyono, T. Y. M. (2013).
Hong, R. (2007). Effect of economic Faktor langsung dan tidak langsung
inequality on chronic childhood yang berhubungan dengan kejadian
undernutrition in Ghana. Public Health wasting pada anak umur 6 – 59 bulan
Nutrition, 10(4), 371–378. di Indonesia tahun 2010. Media
https://doi.org/10.1017/S13689800072 Penelitian Dan Pengembangan
26035 Kesehatan, 23(3), 110–121.

Kemenkes. (2015). Pedoman tekhnis Semba, R., De, P. S., Sun, K., Sari, M.,
pemantauan status gizi. Jakarta: Akhter, N., & Bloem, M. (2008).
Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan KIA Effect of parental formal education on
Direktorat Bina Gizi. Kementerian risk of child stunting in Indonesia and
Kesehatan RI. Bangladesh: A cross-sectional study.
The Lancet, 371(9609), 322–328.
Khotimah, H., & Sutedjo, A. (2016). Kajian https://doi.org/10.1016/S0140-
tingkat pengetahuan ibu, tingkat 6736(08)60169-5
pendapatan, tingkat pendidikan dan
jumlah anggota keluarga berkaitan Smith, L., Ruel, M., & Ndiaye, A. (2005).
dengan status gizi balita di Kecamatan Why is child malnutrition lower in
Sedati dan Kecamatan Wonoayu urban than in rural areas? evidence
Kabupaten Sidoarjo. Swara Bhumi, from 36 developing countries. Food
1(1), 10. Consumption and Nutrition Division
International Food Policy Research
Institute, 3(176), 1285–1305.

52

Anda mungkin juga menyukai