Dr. Aidawati
PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
2012
MILIK
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kelancaran
dalam penerbitan Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Kepala
Perpustakaan Sekolah sebagai acuan nasional dalam penyelenggaraan Diklat Kepala
Perpustakaan Sekolah.
Bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan
Pelatihan, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan
Nasional RI. Penerbitan ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan penyelenggaraan diklat
yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Perpustakaan Sekolah/madrasah.
Terbitnya bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas penyelenggaraan Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah dan
sekaligus mampu meningkatkan kualitas penyelenggaraan perpustakaan sekolah di tanah
air.
Kami ucapkan terima kasih kepada penyusun, tim penyunting, dan seluruh pihak terkait
yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian bahan ajar diklat ini. Kritik maupun
saran untuk penyempurnaan bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini sangat
kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaannya pada terbitan yang akan datang.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
TUJUAN
Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat akan:
1. Memahami latar belakang perlunya kepala perpustakaan sekolah
2. Memahami peran kepala perpustakaan sekolah
3. Memahami tujuan perpustakaan sekolah
4. Memahami kompetensi dasar kepala perpustakaan sekolah
5. Mengidentifikasi indikator keberhasilan kepala perpustakaan sekolah.
KERANGKA ISI
Materi ajar diklat wawasan pendidikan ini secara garis besar membekali peserta diklat
dengan pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan dan fungsi sekolah/madrasah
dalam konteks pendidikan nasional, memahami kebijakan pengembangan kurikulum yang
berlaku, memahami peran perpustakaan sebagai sumber belajar, memfasilitasi peserta
didik untuk belajar mandiri, dan memberikan bimbingan literasi informasi.
1
tujuan organisasi. Mengacu pada era globalisasi yang menuntut keunggulan bersaing dari
setiap organisasi, persaingan global telah meningkatkan standar kinerja dalam berbagai
dimensi, meliputi kualitas, biaya, dan operasionalisasi yang lancar.
Penting pula pengembangan lanjut dari organisasi dan para pegawainya. Dengan
menerima tantangan yang ditimbulkan dari standar yang makin meningkat ini, organisasi
yang efektif bersedia melakukan hal-hal penting untuk dapat bertahan dan meningkatkan
kemampuan strategis. Dalam sistem pendidikan nasional, organisasi yang bergerak dalam
sistem tersebut merupakan subsistem yang memiliki sumber daya manusia yang perlu
dikelola secara tepat. Secara nyata, mereka adalah para tenaga kependidikan yang
memiliki peran sangat penting dalam mewujudkan tujuan organisasi pendidikan yang pada
gilirannya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
Kepala perpustakaan sekolah adalah salah satu tenaga fungsional kependidikan yang
membantu memfasilitasi pembelajaran yang berkualitas, menfasilitasi terjadinya belajar
pada peserta didik, memfasilitasi hasil belajar optimal sesuai dengan potensinya. Bentuk
fasilitasi adalah penyediaan sumber belajar, terdiri atas: tenaga pendidik, media: cetak,
audio, audio visul, komputer,lingkungan, dan perpustakaan.
2
Lebih jauh, pentingnya peran kepala perpustakaan sekolah yang menfasilitasi dalam
penyediaan sumber belajar bagi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan
masyarakat. Hanya saja di lapangan masih adanya berbagai permasalahan terkait
perpustakaan sekolah. Sebagian besar sekolah belum memiliki perpustakaan yang
memadai, perpustakaan belum difungsikan sebagai penyedia sumber belajar, isi buku-
buku wajib dan penunjang belum sesuai kebutuhan belajar, luas ruang, meja dan kursi
untuk membaca juga belum sebanding dengan jumlah peserta didik, pendidik, dan tenaga
kependidikan yang ada di sekolah. Oleh karena itu, harapan ke depan perpustakaan dapat
berfungsi sebagai “School Learning Center”, kepala perpustakaan sekolah sebagai
fasilitator terbentuknya “budaya belajar” di sekolah.
3
kreatif, membina rohani dan dapat menggunakan kemampuannya untuk dapat
menghargai hasil seni dan budaya manusia; e) dapat meningkatkan taraf kehidupan
sehari-hari dan lapangan pekerjaannya; f) dapat menjadi warga negara yang baik, dapat
berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional, dan dapat membina saling
pengertian antar bangsa; g) dapat menggunakan waktu senggang dengan baik serta
bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial.
4
BAB II
WAWASAN PENDIDIKAN
KEPALA PERPUSTAKAAN SEKOLAH
TUJUAN
Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat akan:
1. Memahami visi, misi, tujuan, dan fungsi pendidikan dalam konteks pendidikan
nasional.
2. Memahami kebijakan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan
3. Memahami perpustakaan sebagai pusat sumber belajar di abad pengetahuan
4. Memahami fungsi perpustakaan dalam memfasilitasi peserta didik untuk belajar
mandiri
5. Memahami perpustakaan pusat literasi informasi di sekolah.
KERANGKA ISI
Bab ini akan menjelaskan tentang visi, misi, tujuan, dan fungsi pendidikan dalam konteks
pendidikan nasional, kebijakan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan, perpustakaan sebagai pusat sumber belajar di abad
pengetahuan, fungsi perpustakaan dalam memfasilitasi peserta didik untuk belajar
mandiri, dan perpustakaan pusat literasi informasi di sekolah.
5
2.1 Pengertian tentang Visi, Misi, Tujuan, dan Fungsi Pendidikan dalam
Konteks Pendidikan Nasional
6
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
7
10. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan;
11. pemberdayaan peran masyarakat;
12. pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan
13. pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.
Dengan strategi tersebut diharapkan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional dapat
terwujud secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam
penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan Undang- Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun
2003, bab II, pasal 2 bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 dikatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
8
Isu kebijakan bidang pendidikan: 1. Penetapan tujuan dan standar minimal kompetensi
pendidikan, 2. Efisiensi pengelolaan pendidikan berbasis sekolah memberikan
kepercayaan sekolah dalam mengoptimalkan sumber daya. 3. Peningkatan relevansi
pendidikan berbasis masyarakat. Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah yang relevan dengan karakteristik sekolah dan masyarakat. 4. Pemerataan
pelayanan pendidikan yang berkeadilan. Pemerataan pelayanan pendidikan bagi peserta
didik pada semua lapisan masyarakat.
Selaras dengan isu kebijakan pendidikan tersebut di atas, salah satu prinsip
penyelenggaraan perpustakaan adalah perpustakaan sebagai sumber belajar harus
tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan IPTEK, baik dari segi bangunan,
sarana, koleksi buku, dan jenis pelayanannya. Penyelenggaraan perpustakaan sebagai
bagian integral dari sistem pendidikan nasional, berorientasi pada pendekatan
penyelenggaraan pendidikan, yaitu “Education Production Function atau Input Output
Analysis”.
Salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional dalam sistem pendidikan, maka
perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa; dalam rangka
meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa yang tercantum dalam UUD 1945 dan
Sistem Pendidikan Nasional, perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui
pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang
berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.
9
a) karakteristik
b) fungsi
c) tujuan
d) masyarakat
Penerapan kurikulum dewasa ini sebagai bukti bahwa sekolah diharapkan menjadi centre
of excellence dari inovasi implementasi kebijakan pendidikan saat ini yang bukan hanya
harus dikaji sebagai wacana dalam pengelolaan pendidikan namun sebaiknya
dipertimbangkan sebagai langkah strategis ke arah peningkatan mutu pendidikan.
Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar dalam
pengembangan kurikulum, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap
tuntutan masyarakat juga dapat ditujukan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan
pemerataan pendidikan. Adanya otonomi dalam pengembangan kurikulum ini merupakan
potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para pengelola sekolah termasuk guru
10
dan kepala perpustakaan sekolah dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
pendidikan. Selain itu, otonomi dalam pengembangan kurikulum memberikan keleluasaan
kepada sekolah dalam mengelola sumber daya dan menyertakan masyarakat untuk
berpartisipasi, serta mendorong profesionalisme para pengawas, kepala sekolah, dan
guru.
Dalam pelaksanaan kurikulum kepala sekolah dan guru serta kepala perpustakaan
sekolah memiliki kesempatan yang sangat luas dan terbuka untuk melakukan inovasi
pengembangan kurikulum, misalnya dengan cara melakukan eksperimentasi-
eksperimentasi di lingkungan sekolah itu berada. Kepala sekolah dan guru menjadi
perancang kurikulum (curriculum designer) bagi sekolahnya berdasarkan standar isi dan
standar kompetensi lulusan sekaligus melaksanakan, membina, dan mengembangkannya.
Dalam hal inilah, peranan pengawas sekolah (supervisor) sangat dibutuhkan untuk
membina kepala sekolah dan guru dalam merancang, melaksanakan, membina,
mengembangkan, sampai mengevaluasi kurikulum. Kecenderungan yang nampak dari
pelaksanaan kurikulum pada waktu yang lalu yaitu adanya penekanan makna mutu
pendidikan yang lebih banyak dikaitkan dengan aspek kemampuan akademik, khususnya
pada aspek kognitif. Hal tersebut berdampak pada terabaikannya aspek akhlak, budi
pekerti, seni, dan kecakapan yang diperlukan oleh siswa untuk menghadapi
kehidupannya. Indikator-indikator yang mendukung kecenderungan tersebut, berdasarkan
hasil evaluasi Ditjen Dikdasmen Depdiknas, di antaranya:
1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
materi/substansi setiap mata pelajaran.
11
2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari.
3. Terjadinya deviasi misi mata pelajaran tertentu dengan kegiatan belajar mengajar,
seperti mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Kerajinan Tangan dan
Kesenian yang lebih menekankan proses pembelajaran teoretis.
4. Bersifat sangat populis yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua
siswa di seluruh tanah air yang sebenarnya memiliki potensi, aspirasi, dan kondisi
lingkungan yang berbeda.
5 Kurang memberikan kemerdekaan pada guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk
melakukan improvisasi dan justifikasi sesuai kondisi lapangan. Pada saat yang sama
diperlukan penyesuaian-penyesuaian untuk menjawab.
Dengan melihat kenyataan pengembangan kurikulum tersebut tentunya peran kepala
perpustakaan sangat penting membantu terwujudnya pelaksanaan kurikulum agar tujuan
pendidikan di sekolah atau satuan pendidikan bisa tercapai.
12
4. Agar pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan
informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta tuntutan desentralisasi.
5. Lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajaran terhadap
kepentingan daerah dan karakteristik siswa serta tetap memiliki fleksibilitas dalam
melaksanakan kurikulum yang berdiversifikasi.
Sebagai kelanjutan dari terbitnya UU Nomor 20/2003, telah terbit juga Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang di
dalamnya memuat ketentuan mengenai delapan standar, yaitu: (1) standar isi, (2) standar
proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)
standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8)
standar penilaian pendidikan. Penetapan standar-standar di atas bertujuan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar tersebut juga
memiliki fungsi sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan
untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban
fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
13
yang di dalamnya mengatur tentang kurikulum sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa
kurikulum merupakan core business (urusan utama) dari pendidikan. Mulyasa (2005:3)
menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga syarat utama yang perlu diperhatikan
terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui institusi pendidikan, yakni 1)
kurikulum yang berkualitas, 2) sarana-prasarana yang memadai, dan 3) tenaga pendidik
dan kependidikan yang profesional. Berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia
Indonesia, banyak hasil survei atau penelitian menunjukkan bahwa manusia Indonesia
berjumlah mampu bersaing di dunia, seperti yang dikemukakan oleh Abdullah (2006),
serta Jalal dan Supriadi (2001) yaitu:
Pertama, lebih dari 80% tenaga kerja Indonesia hanya berpendidikan SD dan buta
aksara. Untuk menunjang pembangunan ekonomi, kualifikasi tenaga kerja demikian
tidaklah memadai.
Namun sampai saat ini masih terdapat beberapa masalah yang menghambat upaya
peningkatan mutu, yang boleh jadi disebabkan oleh kurikulum sekolah. Permasalahan-
permasalahan tersebut antara lain:1) Proses pembelajaran yang masih terlalu berorientasi
terhadap penguasaan teori dan hafalan sehingga kreativitas siswa cenderung terabaikan.
Juga proses pembelajaran yang kaku dan formal mengakibatkan proses pembelajaran
tersebut menjadi steril dengan perubahan lingkungan siswa (Alhadza, 2005:69). 2) Terlalu
terstrukturnya kurikulum sekolah dan sarat beban, baik materi maupun waktu kegiatan di
sekolah. Sebagai gambaran menurut Prasetyo (2006:147), dalam setahun jam pelajaran
siswa SD hingga SMA di Indonesia lebih dari 1000 jam pertahun dan merupakan angka
14
terlama di dunia sekalipun dibandingkan dengan negara-negara maju yang hanya berkisar
900-960 jam per-tahun.
Pengertian kurikulum seperti disebutkan di atas dianggap pengertian yang sempit atau
sangat sederhana. Jika kita mempelajari buku-buku atau literatur lainnya tentang
kurikulum, terutama yang berkembang di negara-negara maju, maka akan ditemukan
banyak pengertian yang lebih luas dan beragam. Kurikulum itu tidak terbatas hanya pada
sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning
experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkan
Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan
kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that areprovided for
the students by the school). Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja,
tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas. Pendapat
yang senada dan menguatkan pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander,
dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk
mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah,
maupun di luar sekolah.
Pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, satu dimensi
dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu:
15
(1) kurikulum sebagai suatu ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis
yang sebenamya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3) kurikulum
sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu
realita atau implementasi kurikulum.
Secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan. Pandangan atau anggapan yang sampai saat ini masih
lazim dipakai dalam dunia pendidikan dan persekolahan di negara kita, yaitu kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam Undang-
undang No. 20 Tahun 2003 tentang: "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu". Dalam panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang dikeluarkan oleh BSNP, pengertian kurikulum yang
digunakan mengacu pada pengertian seperti yang tertera dalam UU tersebut. Secara lebih
jelas dikatakan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus.
Apa sebenarnya fungsi kurikulum bagi guru, siswa, kepala sekolah/pengawas, orang tua,
dan masyarakat? Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan.
Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai
pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum itu
berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi
masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi
terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat
enam fungsi kurikulum sebagai berikut: (a) fungsi penyesuaian, (b) fungsi integrasi, (c)
fungsi diferensiasi, (d) fungsi persiapan, (e) fungsi pemilihan, dan (f) fungsi diagnostik.
16
a. Fungsi Penyesuaian
Fungsi Penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu
sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Karena itu, siswa pun
harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
b. Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan
anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki
kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
c. Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki
perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai dan dilayani dengan
baik.
d. Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup
dalam masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan
pendidikannya.
e. Fungsi Pemilihan
Fungsi Pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar
yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat
hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan
individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa
17
yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi
tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
f. Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima
kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Jika siswa sudah mampu memahami
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan
siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki
kelemahan-kelemahannya.
a. Peranan Konservatif
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-
nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada
generasi muda, dalam hal ini para siswa. Dengan demikian, peranan konservatif ini pada
hakikatnya menempatkan kurikulum, yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini
sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan
pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan yaitu
mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang hidup di
lingkungan masyarakatnya.
b. Peranan Kreatif
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang
baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat
pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang
dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya
untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta
cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
18
c. Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang
hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai
dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada
masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa
mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Karena itu, peranan
kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil
perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan
memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut.
Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial.
Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan
dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan. Ketiga peranan kurikulum
di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi
tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan
peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan
kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses
pendidikan.
Dengan posisi yang penting itu, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak
bisa dilakukan secara sembarangan. Diperlukan berbagai landasan/dasar yang kokoh dan
kuat. Landasan-landasan tersebut pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum, pada saat
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Sebuah bangunan/gedung yang besar tentu membutuhkan landasan atau fondasi yang
kuat agar bangunan tersebut dapat berdiri tegak, kokoh dan tahan lama. Apabila
bangunan tersebut tidak memiliki fondasi yang kokoh, maka yang cepat ambruk/hancur
19
adalah gedung itu sendiri, tetapi apabila landasan pendidikan/kurikulum yang lemah, tidak
kokoh, maka yang dipertaruhkan adalah manusianya (siswa). Berkaitan dengan landasan
pengembangan kurikulum ini, Robert S. Zais (1976) mengemukakanempat landasan,
yaitu: philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and
learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut dibuatlah model yang
disebut "An eclectic model of the curriculum and its foundations"
Dalam implementasi kurikulum sekolah pada suatu negara selalu dilandasi juga oleh
landasan legal berupa kebijakan-kebijakan pendidikan yang diberlakukan di negara
tersebut. Penyelenggaraan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang saat ini
diterapkan di Indonesia dilandasi oleh kebijakan perundang-undangan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan
Nasional, Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3);
Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4);Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38
ayat (1), (2).
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar
Nasional Pendidikan, Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5ayat (1), (2); Pasal 6 ayat
(6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7),(8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat
(1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1),(2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat
(1), (2), (3); Pasal16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat
(1),(2), (3); Pasal 20.
c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar isi ini
mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan
pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam standar isi adalah:
kerangka dasar dan struktur kurikulum Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Standar Kompetensi Lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24Tahun 2006
tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
20
tentang Standar Isi untuk Satuan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan PendidikanDasar dan Menengah.
21
Secara khusus, KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum sebagai berikut:
1. Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan Kepentingan Siswa dan
Lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa siswa memiliki posisi sentral untuk
mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi siswa disesuaikan dengan
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa serta tuntutan lingkungan.
Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa.
22
5. Menyeluruh dan Berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan
dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan
antarsemua jenjang pendidikan.
23
pengembangan pribadi siswa yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan,
dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan siswa dan pendidik yang saling
menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri
handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sungtulada (di belakang memberikan
daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan
memberikan contoh dan teladan).
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal
dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan
kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang
pendidikan.
Struktur kurikulum pada dasarnya merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum
pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi
yang harus dikuasai siswa sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur
kurikulum tersebut. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas kompetensi Inti dan
kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan
lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jika ditelaah dari dokumen Standar Isi
sebagai lampiran Permendiknas No. 22/2006, struktur kurikulum tersebut dibedakan pada
masing-masing tingkat satuan pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK).
24
2.2.8. Kondisi Nyata Peran Perpustakaan Sekolah Menunjang Program Kurikulum
Sekolah
Keberadaan perpustakaan sekolah masih kurang mendapat perhatian. Hal ini dapat dilihat
dari rendahnya pertumbuhan perpustakaan pada lembaga pendidikan, khususnya pada
tingkat Pendidikan Menengah dan Pendidikan Dasar. Dari 175.268 unit sekolah diseluruh
Indonesia, baru 12.620 sekolah yang memiliki perpustakaan. Untuk SD baru 5 % yang
mempunyai perpustakaan sekolah, SMP sekitar42% dan SMU sekitar 68% (Suara
Merdeka, Rabu 9 Juni 2004).
Kondisi ini menyiratkan bahwa perhatian penentu kebijakan di lingkungan sekolah belum
memprioritaskan perpustakaan sekolah sebagai program sekolah yang perlu diperhatikan
untuk menunjang ketercapaian program kurikulum untuk meningkatkan proses
pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Sementara itu dalam kurikulum menyiratkan
perlunya peningkatan peran perpustakaan sekolah sebagai penunjang kegiatan belajar
siswa dan guru. Kurikulum menutut guru untuk lebih aktif dalam mengembangkan
pembelajaran dalam mengembangkan indikator pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan siswa.
Untuk itu pada setiap sekolah perlu didukung adanya perpustakaan yang mampu
berfungsi dengan baik. Secara sederhana pengertian perpustakaan adalah salah satu
bentuk organisasi sumber belajar yang menghimpun berbagai informasi dalam bentuk
buku dan bukan buku yang dapat dimanfaatkan oleh pemakai (guru, siswa, dan
masyarakat) dalam upaya mengembangkan kemampuan dan kecakapannya. Menurut
Wiryokusumo (dalam Darmono, 2004), dengan memanfaatkan perpustakaan dapat
diperoleh data atau informasi untuk memecahkan berbagai masalah, sumber untuk
menentukan kebijakan tertentu, serta berbagai hal yang sangat penting untuk keperluan
belajar.
Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan di atas, diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Upaya perbaikan dan pengembangan kurikulum adalah suatu upaya untuk
memperbaiki mutu sumber daya manusia melalui pendidikan sebagai antisipasi
perkembangan masyarakat yang terus mengalami perubahan.
25
2. Tahapan kegiatan analisis kebijakan pengembangan kurikulum yaitu 1) analisis
kebutuhan, 2) merumuskan kebutuhan dan desain kurikulum, dan 3) menyusun
kurikulum.
3. Kebijakan kurikulum baru ini menimbulkan konflik/pertentangan karena sifatnya
sebagai inovasi. Namun, reaksi tersebut merupakan sebuah kewajaran dan normal.
4. Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum adalah suatu kegiatan penilaian kurikulum
yang biasanya dilakukan pada suatu periode yang telah ditentukan setelah suatu
kurikulum diimplementasikan, dengan maksud dan tujuan adalah untuk melihat
kualitas dan efektivitas program kurikulum, mendiagnosis, memperbaiki,
membandingkan, mengantisipasi kebutuhan pendidikan, serta menentukan seberapa
baiknya pelaksanaan kurikulum.
5. Perpustakaan sekolah perlu menunjang ketercapaian program kurikulum dalam
meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Sementara itu
dalam kurikulum menyiratkan perlunya peningkatan peran perpustakaan sekolah
sebagai penunjang kegiatan belajar siswa dan guru. Kurikulum tingkat satuan
pendidikan menutut guru untuk lebih aktif dalam mengembangkan pembelajaran
khususnya dalam mengembangkan indikator pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan siswa. Untuk itu pada setiap sekolah perlu didukung adanya perpustakaan
yang mampu berfungsi dengan baik dalam membantu tercapainya visi, misi, dan
tujuan pendidikan.
Perpustakaan sekolah adalah sumber belajar yang berada di sekolah, merupakan bagian
integral dari sekolah berfungsi mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Perpustakaan
sekolah sebagai perangkat pendidikan di sekolah merupakan bagian integral dalam sistem
pembelajaran di sekolah. Perpustakaan berfungsi sebagai: (1) pusat sumber belajar, yaitu
menyediakan koleksi bahan pustaka untuk mendukung pembelajaran, (2) pusat penelitian
sederhana, yaitu menyediakan koleksi bahan pustaka yang bermanfaat untuk
melaksanakan penelitian sederhana bagi peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan,
dan (3) pusat membaca guna menambah ilmu pengetahuan dan rekreasi.
26
Dalam kegiatan pembelajaran dan upaya mengembangkan melek informasi, perpustakaan
sekolah perlu melakukan peran sebagai berikut.
a. mendukung dan meningkatkan tujuan pendidikan nasional, insitusional, kurikuler, dan
pembelajaran;
b. mengembangkan dan meneruskan kebiasaan dan kesukaan peserta didik pada
bacaan;
c. memberikan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman dalam menciptakan dan
menggunakan informasi untuk pengetahuan, pemahaman, imajinasi dan kesenangan;
d. mendukung seluruh komunitas sekolah dalam belajar dan mempraktikkan keahliannya
untuk mengevaluasi dan mempergunakan informasi, tanpa memperhatikan bentuk,
format atau media, termasuk kepekaan terhadap cara berkomunikasi dalam
masyarakat;
e. memberikan akses kepada sumber lokal, regional, nasional, dan global;
f. menyelenggarakan kegiaan yang mendorong kesadaran dan kepekaan sosial dan
budaya;
g. bekerja bersama peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan untuk mencapai misi
sekolah;
h. menyatakan konsep bahwa kebebasan intelektual dan akses kepada informasi
merupakan hal yang penting untuk anggota masyarakat yang berguna dan
bertanggung jawab serta merupakan partisipasi dalam kehidupan berdemokrasi;
i. mempromosikan bacaan, sumber informasi, dan layanan perpustakaan sekolah untuk
seluruh masyarakat sekolah dan di luar masyarakat sekolah.
27
Key Resources by Economic Era
Dengan ditemukannya kabel serat optik tunggal, bidang komunikasi maju dengan pesat
karena mempunyai kemampuan untuk membawa pesan elektronik yang sangat cepat
dengan kapasitas yang besar. Pada tahun 1988, serat optik mempunyai kemampuan
membawa 3000 pesan elektronik, dan pada tahun 1996 kemampuannya bertambah
menjadi 1,5 juta pesan. Tahun 2000 kemampuannya berlipat menjadi 10 juta pesan
elektronik. Isi pesan-pesan tersebut yang sekarang digunakan untuk pesan surat
elektronik (e-mail), navigasi pesawat terbang, peralatan tempur, satelit, bank-bank yang
on-line di seluruh dunia, memesan tiket pesawat terbang, mengetahui saldo bank,
mengambil uang melalui ATM. Semua orang dapat berkomunikasi, melalui multimedia
28
interaktif dengan siapa saja, di mana saja, kapan saja, melalui komputer yang terhubung
internet.
Pada awal tahun 1999, terdapat 250 juta komputer personal yang aktif digunakan di
seluruh dunia dengan 150 juta orang memiliki akses ke internet. Dengan demikian,
minimal ada 150 juta orang yang terhubung dan saling berinteraksi satu sama lain melalui
internet. Pengalaman saya pribadi, untuk mencari informasi tentang sesuatu hal, lebih
cepat dilakukan melalui internet dari pada mencari di rak buku. Sedemikian cepatnya
komputer yang terhubung melalui internet, melacak sesuatu informasi yang kita cari ke
seluruh benua. Sehingga perpustakaan sekolah tentu lebih giat lagi menyesuaikan dalam
pelayanannya dengan memperhatikan kemajuan IPTEK tersebut.
2.3.3 Pembelajaran
Terminologi pembelajaran berasal dari kata belajar. Pembelajaran adalah suatu disiplin
yang menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan dan memperbaiki proses
belajar. Sasaran utamanya adalah mempreskripsikan (membuat resep-resep) strategi
yang optimal untuk mendorong prakarsa dan memudahkan belajar. Dengan demikian,
pembelajaran adalah upaya menata lingkungan agar terjadinya belajar pada pembelajar
(learner). Upaya menata lingkungan dilakukan melalui penyediaan sumber-sumber
belajar. Guru bukan satu-satunya sumber belajar, pembelajar dapat belajar dari berbagai
sumber belajar lainnya, yaitu: guru, pakar, praktisi, siswa lain, masyarakat, buku, jurnal,
majalah, koran, internet, CD ROM, televisi, video, radio.
29
dunia empirik dengan tindakan nyata, metode penyelidikan dan perancangan,
menemukan dan menciptakan, kolaboratif, berfokus pada masyarakat, hasil terbuka,
keanekaragaman yang kreatif, komputer sebagai peralatan semua jenis belajar, interaksi
multimedia yang dinamis, komunikasi yang tidak terbatas, unjuk kerja diukur oleh pakar,
mentor, kawan sebaya dan diri sendiri.
Tuntutan keluaran pembelajar yang mandiri pada abad pengetahuan berbeda dengan
abad pertanian atau abad industri. Ada tujuh keterampilan dasar yang diperlukan untuk
dapat menjadi pribadi yang mandiri pada abad pengetahuan, yaitu: (1) berpikir dan
berbuat secara kritis: memecahkan masalah, melakukan penyelidikan, melakukan analisis,
mengelola proyek, (2) kreativitas: menciptakan pengetahuan baru, merancang solusi
permasalahan, menceriterakan sesuatu secara menarik, (3) kolaborasi: bekerjasama,
melakukan kompromi, membuat konsensus, membangun lingkungan masyarakat, (4)
Saling pengertian lintas budaya: lintas etnik, lintas pengetahuan, lintas budaya organisasi,
lintas agama, (5) komunikasi: menyampaikan pesan, menggunakan media secara efektif,
menggunakan komputer: menggunakan informasi elektronik secara efektif, menggunakan
peralatan pengetahuan, dan (7) karir dan belajar meyakini kemampuan sendiri: mengelola
perubahan, belajar sepanjang hayat, mendefinisikan karier.
30
Dalam teknologi pembelajaran dikenal dua jenis sumber belajar:
1. Sumber belajar yang direncanakan (by design) ialah yang secara spesifik
dikembangkan sebagai komponen-komponen sistem pembelajaran dalam rangka
mempermudah tindak belajar yang formal dan direncanakan (purposive)
2. Sumber belajar yang terjadi karena dimanfaatkan (utilisation) dan tidak secara spesifik
dirancang untuk keperluan pembelajaran, tetapi dapat diperoleh (discovered),
dimanfatkan dan dipakai untuk maksud-maksud atau tujuan belajar.
Perpustakaan sekolah dapat berperan sebagai sumber belajar yang direncanakan oleh
guru maupun sumber belajar yang dimanfaatkan, walaupun tidak dirancang secara
spesifik untuk mendukung pencapaian kompetensi dalam pembelajaran di sekolah.
Dengan definisi teknologi pembelajaran yang sekarang dikenal empat jenis pilar dasar
pembelajaran, sebagai berikut.
a. Pola tradisional guru-siswa, yaitu guru (sebagai komponen sistem pembelajaran)
menjadi satu-satunya sumber seperti tergambar dalam diagram berikut.
b. Pola guru dan media guru memanfaatkan alat bantu audiovisual dalam kegiatan
pembelajarannya. Guru berperan sebagai komponen sistem pembelajaran yang
utama, sedang alat bantu audiovisual sebagai pelengkap seperti dalam diagram
berikut.
c. Pola yang menggunakan sistem pembelajaran yang lengkap dengan program media
terdapat pembagian tanggung jawab antara guru dan media dalam pembelajaran.
Dalam pola ini terdapat perubahan pada peranan guru, ia bukan lagi sekedar penyaji
31
informasi tetapi ia memilih dan mengevaluasi program media, merancang dan
melengkapi pembelajaran dengan hal-hal atau area yang belum dicakup oleh program
media yang dipilihnya. Hampir sebagian besar bahan pembelajaran yang diberikan
sudah dirancang dari awal (presigned) ke dalam sistem pembelajaran yang
menggabung materi, teknik, latar, dan orang. Dalam diagram pola yang ketiga itu akan
tampak sebagai berikut.
Media
Penetapan
Tujuan konten dan
Siswa
metode
Guru
d. Pola pembelajaran yang hanya menggunakan program media saja. Guru tidak
berperan langsung seperti tampak dalam diagram sebagai berikut.
Penetapan
Tujuan konten dan Media Siswa
metode
Pusat sumber belajar (learning resoureces center) merupakan suatu perpaduan dari
fungsi perpustakaan dan pusat multimedia pembelajaran. Pusat sumber belajar (PSB)
pada dasarnya merupakan penerapan teknologi pembelajaran yang terfokus pada tujuan
untuk memecahkan masalah-masalah belajar melalui intensifikasi dan diversifikasi
pemanfaatan sumber-sumber belajar (learning resources). Dengan cara demikian,
pembelajaran diharapkan terlaksana secara efektif dan efisien dan pada gilirannya dapat
mempertinggi mutu pembelajaran. Pusat sumber belajar bernilai ganda, dilihat dari segi
pendidik dan pembelajar. Bagi pendidik, dengan pemanfaatan PSB secara tepat dapat
meringankan tugasnya dalam menyajikan bahan pembelajaran yang dalam pembelajaran
konvensional merupakan beban yang cukup memberatkan. Kecuali itu, pendidik memiliki
peluang untuk lebih kreatif dalam mengembangkan kemampuan profesionalnya. Bagi
pembelajar, dengan penggunaan PSB dapat menyalurkan mereka dalam proses belajar
yang menggairahkan sebab terbuka peluang untuk belajar yang sesuai dengan kekhasan
gaya belajar (learning style) masing-masing.
32
Pusat sumber belajar (PSB) dalam dimensinya yang lebih komprehensif dapat
meluangkan terwujudnya pembelajaran yang adaptif dan akomodatif terhadap eksplorasi
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Jelasnya, eksplorasi ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) dewasa ini, utamanya di masa-masa mendatang, dari yang hanya
mentransmisi pengetahuan kepada pembelajar menjadi memotivasi pembelajar untuk
mampu mencari dan menemukan sendiri pengetahuan. Ini berarti bahwa PSB telah
menjadi kebutuhan dalam sistem persekolahan yang seharusnya diadakan dan dikelola
secafa profesional.
Pusat sumber belajar bermanfaat, paling tidak, dalam enam aspek pokok, yaitu: 1)
meningkatkan produktivitas pendidikan; 2) memberikan kemungkinan pendidikan yang
sifatnya lebih sesuai dengan kekhasan tiap individu; 3) memberikan dasar yang lebih
ilmiah terhadap pembelajaran; 4) dapat lebih memantapkan hasil pembelajaran; 5)
memungkinkan terjadinya belajar seketika secara bermakna (immediacy of learning); dan
6) memungkinkan penyajian pendidikan secara lebih luas, terutama dengan semakin
beragamnya dan semakin canggihnya media massa dalam era reformasi dewasa ini. Dari
enam aspek pokok tentang manfaat PSB tersebut di atas terungkap pengertian bahwa
PSB bukan pusat multimedia yang ditujukan untuk sekedar memecahkan masalah
kelangkaan media pembelajaran dalam ruang kelas tradisional, melainkan menyediakan
fasilitas pembelajaran yang memang dibutuhkan untuk terlaksananya pembelajaran yang
efektif dan efisien.
Tujuan umum PSB adalah mempertinggi daya guna dan hasil guna kegiatan pembelajaran
melalui pengembangan sistem pembelajaran. Hal ini diwujudkan dengan menyediakan
berbagai macam media sebagai fasilitas dan pilihan untuk menunjang kegiatan belajar
mengajar di ruang kelas biasa dan untuk mendorong pemanfaatan cara-cara yang inovatif
serta paling sesuai untuk mencapai tujuan program akademis yang telah direncanakan
secara baik.
Sesuai dengan tujuan umum itu, maka PSB mempunyai tujuan-tujuan khusus, antara lain:
1) menyediakan berbagai macam pilihan media untuk menunjang pembelajaran dalam
kelas tradisional; 2) memberikan pelayanan dalam perencanaan, produksi, operasional,
dan tindakan lanjutan untuk pengembangan sistem pembelajaran; 3) melaksanakan
latihan untuk staf pengajar mengenai pengembangan sistem pembelajaran; 4)
mengembangkan penelitian yang penting untuk pemanfaatan media pembelajaran; 5)
menyebarkan informasi yang bersifat kontributif dalam penggunaan berbagai sumber
33
belajar; 6) menyediakan pelayanan produksi bahan pembelajaran; 7) memberikan
konsultasi dalam mendesain dan memodifikasi fasilitas sumber belajar; 8) membantu
mengembangkan patokan penggunaan sumber-sumber belajar; 9) menyediakan
pelayanan pemeliharaan atas berbagai macam peralatan; 10) membantu dalam pemilihan
dan pengadaan media dan peralatannya; 11) menyediakan pelayanan evaluasi untuk
membantu menentukan efektivitas berbagai strategi pembelajaran.
Simpulan
Pertama, dalam abad pengetahuan ini modus belajar dapat dilakukan melalui berbagai
sumber belajar melalui teknologi cetak, audio, audiovisual, dan komputer. Sumber-sumber
belajar tersebut berada di perpustakaan sekolah.
Kedua, pola pembelajaran di sekolah pada dasarnya terdiri atas tiga pola yaitu: (1)
interaksi antara pendidikan dengan pembelajar saja, (2) interaksi antara pembelajaran
dengan media saja, dan (3) interaksi antara pembelajaran dengan pendidikan diperkaya
dengan media. Pola pertama dikatakan sebagai pola tradisional. Peran perpustakaan
terjadi pada pembelajaran modern dengan menggunakan pola kedua dan ketiga.
Ketiga, pusat sumber belajar dapat menyalurkan kegiatan pembelajaran yang bersifat
adaptif dan akomodatif terhadap eksplosi kemajuan Iptek, di samping penyaluran kegiatan
belajar para pembelajar secara menggairahkan karena terbukanya peluang untuk belajar
menurut kekhasan pribadi, khususnya keunikan gaya belajar. Kegiatan tersebut dapat
dilakukan di perpustakaan.
Dalam sistem pendidikan nasional, organisasi yang bergerak dalam sistem tersebut
merupakan subsistem yang memiliki sumber daya manusia yang perlu dikelola secara
tepat. Secara nyata mereka adalah para tenaga kependidikan yang memiliki peran sangat
penting dalam mewujudkan tujuan organisasi pendidikan yang pada gilirannya
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Tenaga kependidikan yang utama dalam memberikan pelayanan perpustakaan adalah
34
Kepala perpustakaan sekolah, sehingga perannya sangat penting menunjang
perpustakaan sekolah agar mampu memfasilitasi peserta didik belajar mandiri.
Setiap sekolah/madrasah untuk semua jenis dan jenjang yang mempunyai jumlah kepala
perpustakaan sekolah/madrasah lebih dari satu orang, mempunyai lebih dari enam
rombongan belajar (rombel), serta memiliki koleksi minimal 1000 (seribu) judul materi
perpustakaan dapat mengangkat kepala perpustakaan sekolah/madrasah.
35
Menurut hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Bidang Perpustakaan Sekolah, Pusat
Pembinaan Perpustakaan Diknas terhadap keberadaan perpustakaan sekolah
menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Banyak sekolah yang belum menyelenggarakan perpustakaan.
b. Perpustakaan sekolah yang yang ada kebanyakaan belum menyelenggarakan
layanan secara baik, kurang membantu proses belajar mengajar dan sering berfungsi
sebagai tempat penyimpanan buku belaka.
c. Ada sejumlah kecil perpustakaan sekolah yang kondisinya cukup baik tetapi belum
terintegrasi dengan kegiatan belajar mengajar.
d. Keberadaan dan kegiatan perpustakaan sekolah sangat tergantung dari sikap kepala
sekolah sebagai pemegang kebijakan dalam segala hal.
e. Kebanyakan perpustakaan sekolah tidak memiliki kepala perpustakaan, pustakawan
(kepala perpustakaan tetap), sering hanya dikelola oleh seorang guru yang setiap saat
dapat dimutasikan.
f. Pekerjaan di perpustakaan dianggap kurang terhormat sehingga kurang disukai,
bahkan dianggap sebagai pekerja kelas dua. Oleh karena itu, ada perpustakaan yang
pengelolanya diserahkan kepada petugas tata usaha sebagai tugas sampingan.
g. Koleksi perpustakaan sekolah umumnya tidak bermutu dan belum terarah sesuai
dengan tujuannya.
h. Layanan perpustakaan sekolah belum dilaksanakan dengan baik karena kurangnya
SDM yang terdidik dalam bidang perpustakaan.
i. Dana yang dialokasikan untuk pembinaan dan pengembangan perpustakaan sangat
terbatas.
j. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang khusus untuk perpustakaan.
36
f. Perpustakaan sekolah merupakan tempat untuk memperoleh bahan rekreasi sehat
melalui buku-buku bacaan yang sesuai dengan tingkat umur kecerdasan anak.
g. Perpustakaan sekolah memperluas kesempatan belajar bagi peserta didik.
Perpustakaan diharapkan mampu memberikan fasilitas agar peserta didik mampu belajar
mandiri. Oleh karena itu, perpustakaan perlu meningkatkan beberapa hal utama, yaitu:
a. Perpustakaan berfungsi sebagai “School Learning Center”
b. Kepala perpustakaan sekolah sebagai fasilitator terbentuknya “budaya belajar” di
sekolah.
c. Kepala perpustakaan sekolah sebagai tenaga fungsional yang profesional di sekolah.
d. Kepala perpustakaan sekolah sebagai Mitra Sejajar Guru dalam pengelolaan proses
pembelajaran yang bermutu.
e. Kepala perpustakaan sebaiknya memberikan masukan kepada guru dan peserta didik
untuk peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.
37
2.4.4 Upaya Meningkatkan Peran Perpustakaan untuk Memfasilitasi Belajar Mandiri
a. Meningkatkan kemampuan pengelola perpustakaan, termasuk perpustakaan yang
berada di satuan pendidikan (sekolah/madrasah).
b. Meningkatkan diversifikasi fungsi perpustakaan untuk mewujudkan perpustakaan
sebagai tempat yang menarik, terutama bagi anak dan remaja, untuk belajar dan
mengembangkan kreativitas.
c. Pemberdayaan kepala perpustakaan sekolah sebagai pusat sumber belajar (PSB)
dengan mengembangkan jabatan fungsional kepala perpustakaan sekolah.
d. Membangun Citra Ideal Kepribadian Kepala Perpustakaan Sekolah Profesional
RAMAH, SOPAN, KOMUNIKATIF, DISIPLIN, CERMAT
PUNYA JIWA KEPEMIMPINAN
MUDAH BEKERJA SAMA DENGAN TEAMWORK
PUNYA KREATIVITAS DAN DAYA KRITIS TINGGI
38
4. Sirkulasi
a. Melayani peminjaman dan pengembalian.
b. Melayani administrasi pendaftaran anggota perpustakaan.
c. Membuat tagihan buku terlambat ke setiap unit.
5. Penelusuran Informasi
a. Menyediakan sarana penelusuran berupa katalog, bibliografi, dan abstrak.
b. Membantu pengguna cara menggunakan sarana penelusuran informasi.
6. Kesiagaan Informasi
a. Menginformasikan bahan pustaka terbaru
b. Menyebarkan bibliografi koleksi terbaru
7. Terbitan Berseri
a. Menginventaris koleksi terbitan berseri
b. Membuat kliping
8. Pengembangan Perpustakaan
a. Mengembangkan perpustakaan melalui survei dll.
b. Mengadakan program:
1.Kuis Bulanan
2. Pemilihan Ratu dan Raja Buku
3.Storytelling
4. Gerakan Wakaf Buku
5. Pendidikan Pengguna (Diklat MOS & PPM serta ke kelas)
6. Bedah Buku/Jumpa Penulis atau Seminar
7. Mengikuti Seminar/ Pelatihan
c. Mengeluarkan surat keterangan bebas pustaka/pinjam
d. Lokakarya
e. Stock opname
f. Evaluasi
Simpulan
39
Perpustakaan belum difungsikan sebagai penyedia sumber belajar. 3) Isi buku-buku wajib
dan penunjang belum sesuai kebutuhan belajar. 4) Luas ruang, meja, kursi untuk
membaca juga belum sebanding dengan jumlah siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan
yang ada di sekolah.
40
masyarakat di Australia. Dengan semakin sentralnya posisi informasi dalam hidup
manusia, maka perlu lebih ditekankan apa yang sekarang dikenal dengan konsep
information literacy. Yang mencakup ”literasi teknologi”, ”literasi media”, dan ”literasi
komputer”. Terkahir ada juga yang menerjemahkan ”information literacy” dengan
”keberaksaraan informasi”.
Pengembangan literasi informasi melalui interaksi strategi teknologi dan praktis. Strategi
ini berkisar dari keterlibatan intensif dengan pengembangan kebijakan dan proses
perencanaan strategis, untuk pengujian, pelaksanaan dan evaluasi metode yang
mendukung khusus literasi informasi ke dalam kurikulum pendidikan dan/atau melalui
penerapan literasi informasi dalam kegiatan sosial dari masyarakat yang lebih luas
Pemahaman umum bahwa: "Melek informasi adalah kerangka kerja intelektual untuk
mengenali kebutuhan, memahami, menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan
informasi. Ini adalah kegiatan yang dapat didukung sebagian oleh kefasihan dengan
teknologi informasi, sebagian dengan metode investigasi suara, tetapi yang paling penting
melalui penegasan kritis dan penalaran. Literasi informasi memulai, menopang, dan
memperluas belajar sepanjang hayat melalui kemampuan yang mungkin menggunakan
teknologi"
Di Australia, literasi informasi sangat erat kaitannya dengan konsep dan tujuan belajar
seumur hidup, peran sentral literasi informasi dalam proses belajar seumur hidup. Pada
tahun 1994, Crebert dan laporan O'Leary, mengembangkan pembelajar seumur hidup
melalui sarjana melek "informasi pendidikan terhubung dengan belajar seumur hidup.
Karakteristik literasi informasi:
a. pengetahuan sumber daya utama yang tersedia saat ini pada satu bidang studi;
b. kemampuan untuk menyusun pertanyaan melalui penelitian pada satu bidang studi;
c. kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, mengelola, dan menggunakan
informasi dalam berbagai konteks;
d. kemampuan untuk mengambil informasi dengan menggunakan berbagai media
e. kemampuan untuk memecahkan kode informasi dalam berbagai bentuk: tertulis,
statistik, grafik, diagram, dan tabel, serta
f. kritis terhadap evaluasi informasi.
41
b. inklusi sosial;
c. perolehan keterampilan;
d. inovasi;
e. penciptaan pengetahuan baru;
f. pribadi, kejuruan, perusahaan danorganisasipemberdayaan, dan,
g. belajar untuk hidup.
Perpustakaan dan informasi layanan profesional bertanggung jawab mengembangkan
literasi informasi dan mendukung pemerintah memfasilitasi pengembangan literasi
informasi.
42
Dengan aneka batasan tersebut maka standar kompetensi bagi keberinformasian
juga berbeda antara negara tersebut. Sebagai contoh, berikut adalah apa yang disarankan
oleh American Library Association (ALA) tentang kemampuan yang perlu dimiliki:
1. menentukan jenis dan cakupan informasi yang diperlukan.
2. mengakses informasi tersebut secara efektif dan efisien.
3. mengevaluasi informasi maupun sumbernya secara kritis.
4. menggabungkan informasi yang terseleksi menjadi pengetahuan.
5. menggunakan informasi secara efektif untuk maksud tertentu.
6. memahami nilai ekonomi, hukum, maupun sosial, sekitar penggunaan informasi dan
aksesnya secara etis dan legal.
Secara rinci batasan model Inggris itu dapat ditulis seperti berikut:
a. Mengetahui kapan memerlukan informasi.
b. Mengetahui mengapa memerlukan informasi.
c. Mengetahui kemana mencari informasi.
d. Mengetahui bagaimana mengevaluasi informasi.
e. Mengetahui bagaimana menggunakan informasi.
f. Mengetahui bagaimana mengomunikasikan informasi.
Semua kriteria di atas apabila dipenuhi, seseorang dapat disebut sebagai orang
berinformasi, atau memiliki informasi secara ideal. Dengan kata lain orang yang
43
berinformasi adalah seseorang yang mampu memenuhi enam kriteria di atas. Namun
masih ada faktor nonteknis yang harus dipenuhi yaitu melakukan semua itu secara etis.
Dengan demikian dalam berinformasi harus ada etikanya.
Seseorang yang berinformasi harus mempunyai kemampuan untuk berpikir secara kritis
(critical thinking) terhadap informasi yang ada dihadapannya. Dengan demikian berpikir
secara kritis menjadi dasar dari semua kriteria teknis yang dipersyaratkan agar seseorang
menjadi berinformasi atau memiliki keberinformasian. Menurut Bertens dalam kebebasan
selalu ada tanggung jawab. Dikatakan terdapat hubungan timbal balik antar dua
pengertian ini, sehingga orang yang mengatakan ”manusia itu bebas” dengan sendirinya
menerima juga ”manusia itu bertanggung jawab” (Bertens, 2002). Kebebasan dan
tanggung jawab termasuk dalam tema etika umum. Maka tepatlah bahwa CILIP
mendefinisikan keberinformasian harus dilakukan secara etis.
Di negara maju telah ada standar kompetensi bagi keberinformasian. Untuk mencapai
tingkat keberinformasian itu diajarkan baik melalui pelajaran resmi atau tambahan di
sekolah. Awalnya memang lebih benyak dilakukan di tingkat pendidikan tinggi. Namun
sekarang seperti di Amerika Serikat, Australia dan Inggris telah juga diajarkan mulai di
sekolah dasar. Idealnya kemauan harus selalu muncul dari diri sendiri, bukan mau karena
dipaksa. Memang harus diakui bahwa beban ”mengajar belajar” sudah sangat berat, baik
bagi guru maupun siswa. Sekarang akan ditambah lagi dengan keberinformasian. Tetapi
mengingat kemampuan berinformasi tersebut jika sudah dikuasai akan memudahkan
proses mengajar maupun belajar, rasanya mengajarkan keberinformasian menjadi
langkah strategis. Ini juga sesuai dengan konsep KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi),
Telah difokuskan bahwa konsep keberinformasian menjadi berpikir secara kritis dan
bertindak secara etis. Dua hal inilah sebagai awal keberinformasian yang harus sudah
diajarkan sejak di tingkat dasar. Tentu dalam mengajar para guru memiliki cara masing-
masing agar mudah diterima oleh siswa sesuai tingkat pemahamannya. Selanjutnya baru
diperkenalkan pada sumber-sumber informasi yang dapat dan layak digunakan. Inipun
tentu sangat bervariasi dan sangat tergantung pada kemudahan (infrastruktur) informasi
yang dapat dicapai.
Tentu akan dihadapi kesulitan baik teknis maupun nonteknis. Kesulitan teknis dapat
diatasi dengan kerja sama. Kesulitan nonteknis memang sangat tergantung pada pribadi
masing-masing. Salah satu alat ukurnya adalah pertanyaan bagaimana kita menyikapi
44
sikap berpikir kritis pihak lain? Di sisi lain kita justru menyarankan mereka harus
mengembangkan sikap berpikir secara kritis terhadap informasi.
Sebenarnya yang paling hakiki dari perpustakaan sekolah adalah bagaimana menciptakan
kondisi di sekolah melalui perpustakaan agar dapat membantu warga sekolah dalam
proses belajar mengajar. Lebih jauh diharapkan perpustakaan sekolah dapat menciptakan
atmosfir sekolah yang kondusif mampu memberikan informasi, melek informasi bagi guru
dan peserta didik dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Melalui
perpustakaan sekolah dapat mendorong tumbuhnya daya kreasi dan imajinasi anak
melalui berbagai bahan bacaan yang tersedia di perpustakaan. Untuk bisa menciptakan
kondisi tersebut kelembagaaan perpustakaan sekolah haruslah dapat mendukung peran
dan tugas yang harus diembannya.
45
Untuk mengatasi masalah tersebut perpustakaan memang perlu mendapat perhatian.
Sekolah perlu melakukan berbagai upaya agar perpustakaan dapat berjalan paling tidak
sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah. Standar yang telah dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional memang perlu dijadikan acuan. Namun itu semua perlu
disesuaikan dengan kondisi sekolah.
Selain hal itu, pengelola perpustakaan berupaya melibatkan guru dalam pemilihan koleksi
perpustakaan yang akan dibeli, sehingga guru tahu koleksi yang dimiliki perpustakaan.
Pengelola perpustakaan juga aktif mempromosikan dan memasyarakatkan perpustakaan
dan koleksinya dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat menarik perhatian,
misalnya melaksanakan kegiatan khusus pada hari peringatan nasional.
PERPUSTAKAAN
1. perlu diupayakan adanya jam belajar di perpustakaan, sehingga siswa terbiasa
memanfaatkan perpustakaan.
2. perlunya pemberian rangsangan kepada siswa agar termotivasi untuk memanfaatkan
perpustakaan secara maksimal sebagai pusat informasi.
3. Memberikan penghargaan terhadap siswa yang meminjam buku paling banyak dalam
kurun waktu tertentu.
Perpustakaan sekolah yang baik memang bersifat relatif, namun demikian bukan berarti
kriteria tersebut tidak bisa dirumuskan sama sekali. Sifat relatif ini disebabkan oleh kondisi
dari sekolah yang sangat beragam. Ada sekolah yang mempunyai sarana yang lengkap
sedangkan pada sisi lain masih ada sekolah yang sarana pendukungnya kurang lengkap.
Berikut ini beberapa kriteria dari "perpustakaan sekolah yang ideal" yang dapat berfungsi
sebagai pusat informasi bagi siswa secara memadai.
1. adanya status kelembagaan yang kuat dari perpustakaan,
2. struktur oraganisasi perpustakaan jelas dan berjalan dengan baik,
3. memiliki ruangan yang memadai sesuai dengan jumlah siswa, bersih, dan
penyinaranya cukup,
46
4. memiliki tempat baca yang memadai,
5. miliki perabot perpustakaan secara memadai,
6. partisipasi pemakainya (siswa dan guru) baik dan aktif,
7. jenis koleksinya mencerminkan komposisi yang baik antara buku teks dengan buku
fiksi, yaitu 40% untuk buku teks, 30% buku-buku pengayaan, dan 30% buku fiksi serta
judul buku yang dimiliki bervariasi,
8. koleksi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan kurikulum sekolah,
9. memiliki tenaga pengelola dengan kompetensi yang memadai,
10. pengorganisasian koleksinya teratur,
11. didukung dengan teknologi informasi dan komunkasi
12. administrasi perpustakaanya tertib yang meliputi administrasi keanggotaan,
administrasi inventaris buku dan perabot, peminjaman, penyusutan, penambahan,
buku, dan statistik peminjaman,
13. memiliki sarana penelusuran informasi yang baik.
14. memiliki peraturan perpustakaan.
15. memiliki program pengembangan secara jelas dan terarah.
16. memiliki program keberaksaraan informasi (literasi infomasi)
17. memiliki program pengembangan minat membaca di kalangan siswa,
18. memiliki program mitra perpustakaan,
19. melakukan kegiatan promosi dan pemasyarakatan perpustakaan,
20. kegiatan perpustakaan terintegrasi dengan kurikulum dan kegiatan belajar,
21. memiliki anggaran perpustakaan secara tetap,
22. adanya kerja sama dengan sekolah lain,
23. pelayanannya menyenangkan,
24. ada jam perpustakaan sekolah yang terintegrasi dalam kurikulum.
Parameter di atas tentunya tidak bisa diterapkan di semua sekolah, karena masing-
masing sekolah kondisinya tidak sama. Dengan parameter tersebut pihak sekolah dapat
mengembangkan perpustakaan sekolah secara ideal.
Simpulan
47
digunakan lebih dahulu untuk terjemahan illiterate, baru kemudian muncul istilah melek
huruf sebagai padanan istilah literate. Istilah buta huruf dan melek huruf dipakai baik untuk
adjektiva (literate dan illiterate) maupun untuk nomina (literacy dan illiteracy). Menurut
aturan pembentukan istilah dalam Bahasa Indonesia, seharusnya literacy dan illiteracy
diterjemahkan menjadi ”ke-melekhuruf-an” dan ”ke-butahuruf-an”.
Dari uraian ringkas tersebut dapat ditarik benang merah bahwa dalam lingkungan sekolah,
kegiatan belajar perlu didukung oleh sarana yang memadai, salah satunya adalah
perpustakaan sekolah yang berfungsi sebagai pusat literasi informasi bagi siswa.
Perpustakaan sekolah mengemban beberapa fungsi yang amat vital. Fungsi perpustakaan
tersebut akan dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh beberapa hal seperti
pengembangan koleksi yang sesuai, organisasi dan penguatan kelembagaan
perpustakaan, pelayanan, penyediaan sarana dan prasarana, serta program promosi dan
pengembangan perpustakaan. Keberadaan perpustakaan sekolah perlu ditangani secara
baik dan memadai. Untuk itu diperlukan kemauan dari berbagai pihak untuk
mengembangkannya yaitu penentu
kebijakan pada tingkat departemen, tingkat daerah, tingkat sekolah (kepala sekolah,
guru,dan pengelola perpustakaan).
2.6 Rangkuman
a. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Sistem
Pendidikan Nasional, diperlukan perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang
hayat untuk mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional. Salah satu upaya untuk
memajukan kebudayaan nasional dalam sistem pendidikan, maka perpustakaan
merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa; dalam rangka meningkatkan
kecerdasan kehidupan bangsa yang tercantum dalam UUD 1945 dan Sistem
Pendidikan Nasional, perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui
pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang
berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.
48
b. Upaya perbaikan dan pengembangan kurikulum adalah suatu upaya untuk memperbaiki
mutu sumber daya manusia melalui pendidikan sebagai antisipasi perkembangan
masyarakat yang terus mengalami perubahan. Kemdiknas RI melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22, 23 dan 24 Tahun 2006 meluncurkan kurikulum baru
yang lebih menitikberatkan pada penetapan kompetensi dasar siswa dengan ukuran
terpenting prestasi siswa adalah penguasaan standar kompetensi, dan memberi
keleluasaan penuh setiap sekolah untuk mengembangkannya sesuai dengan potensi
sekolah dan daerah, yang sejalan dengan semangat otonomi daerah.
c. Tahapan kegiatan analisis kebijakan pengembangan kurikulum yaitu 1) analisis
kebutuhan, 2) merumuskan kebutuhan dan desain kurikulum, dan 3) menyusun
kurikulum.
d. Dasar penetapan dan pemberlakuan Kurikulum adalah dengan dikeluarkannya
Peraturan Mendiknas Nomor 22, 23 dan 24 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar
Kompetensi Lulusan dan Petunjuk Keterlaksanaannya. Dengan demikian mulai tahun
pelajaran 2006/2007 sekolah dasar dan menengah telah menerapkannya. KTSP
sebagai penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/Kurikulum 2004),
penetapannya didasarkan dari hasil evaluasi terhadap hasil uji coba terbatas pada
sejumlah sekolah selama 3 tahun dan pengkajian yang dilakukan oleh para ahli yang
berkumpul dalam wadah Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
e. Kebijakan kurikulum baru ini menimbulkan konflik/pertentangan karena sifatnya sebagai
inovasi. Namun, reaksi tersebut merupakan sebuah kewajaran dan normal. Dengan
ditetapkannya KTSP tersebut, maka mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, dan
siap atau tidak siap seluruh sekolah di Indonesia harus mengimplementasikannya pada
tahun 2010 untuk seluruh tingkat kelas.
f. Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum adalah suatu kegiatan penilaian kurikulum
yang biasanya dilakukan pada suatu periode yang telah ditentukan setelah suatu
kurikulum diimplementasikan, dengan maksud dan tujuan untuk melihat kualitas dan
efektivitas program kurikulum, mendiagnosis, memperbaiki, membandingkan,
mengantisipasi kebutuhan pendidikan, serta menentukan seberapa baiknya
pelaksanaan kurikulum.
g. Implementasi KTSP yang baru berjalan kurang lebih selama satu tahun belum layak
dievaluasi dari segi hasil terhadap siswa, bila dilihat dari kaitannya dengan kebutuhan
masyarakat. Namun, dari segi pelaksanaan pembelajaran, dapat dilakukan melalui
kegiatan monitoring yang dilakukan baik oleh tingkat sekolah (kepala sekolah atau
49
guru), tingkat daerah (oleh pengawas atau tim pengembang kurikulum) maupun tingkat
pusat (tenaga ahli kurikulum dan pembelajaran).
h. Perpustakaan sekolah untuk menunjang ketercapaian program kurikulum dalam
meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Sementara itu
dalam kurikulum tahun 2006 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
menyiratkan perlunya peningkatan peran perpustakaan sekolah sebagai penunjang
kegiatan belajar siswa dan guru. Kurikulum tingkat satuan pendidikan menutut guru
untuk lebih aktif dalam mengembangkan pembelajaran khususnya dalam
mengembangkan indikator pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Untuk
itu pada setiap sekolah perlu didukung adanya perpustakaan yang mampu berfungsi
dengan baik dalam membantu tercapainya visi, misi dan tujuan pendidikan dalam
KTSP.
i. Pada abad pengetahuan ini modus belajar dapat dilakukan melalui berbagai sumber
belajar melalui teknologi cetak, audio, audiovisual, dan komputer. Sumber-sumber
belajar tersebut berada di perpustakaan sekolah.
j. Pola pembelajaran di sekolah pada dasarnya terdiri atas tiga pola yaitu: (1) interaksi
antara pendidikan dengan pembelajar saja, (2) interaksi antara pembelajaran dengan
media saja, dan (3) interaksi antara pembelajaran dengan pendidikan diperkaya dengan
media. Pola pertama dikatakan sebagai pola tradisional. Peran perpustakaan terjadi
pada pembelajaran modern dengan menggunakan pola kedua dan ketiga.
k. Pusat sumber belajar dapat menyalurkan kegiatan pembelajaran yang bersifat adaptif
dan akomodatif terhadap kemajuan Iptek, di samping penyaluran kegiatan belajar para
pembelajar secara menggairahkan karena terbukanya peluang untuk belajar menurut
kekhasan pribadi, khususnya keunikan gaya belajar. Kegiatan tersebut dapat dilakukan
di perpustakaan
l. PSB dalam mewujudkan tujuan dan misinya, menyalurkan kegiatan-kegiatan melalui
empat fungsi pokok, yaitu fungsi-fungsi: pengembangan sistem pembelajaran,
pelayanan media, produksi, dan administratif dapat dilakukan melalui perpustakaan
sekolah.
m. Kepala perpustakaan sekolah merupakan salah satu elemen yang keberadaannya
sangat penting bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, karena tugas, fungsi,
dan peranan mereka sangat menunjang bagi kelancaran proses pembelajaran di
sekolah. Ada beberapa hal penting yang menjadi kendala dalam memfasilitasi peserta
didik belajar mandiri, yaitu 1) Sebagian besar sekolah belum memiliki perpustakaan
50
yang memadai. 2) Perpustakaan belum difungsikan sebagai penyedia sumber belajar.
3) Isi buku-buku wajib dan penunjang belum sesuai kebutuhan belajar. 4) Luas ruang,
meja, kursi untuk membaca juga belum sebanding dengan jumlah siswa, pendidik, dan
tenaga kependidikan yang ada di sekolah.
n. Penyelesaian masalah tersebut perlu diupayakan beberapa hal sebagai berikut: 1)
Meningkatkan kemampuan pengelola perpustakaan, termasuk perpustakaan yang
berada di satuan pendidikan (sekolah/madrasah). 2) Meningkatkan diversifikasi fungsi
perpustakaan untuk mewujudkan perpustakaan sebagai tempat yang menarik, terutama
bagi anak dan remaja, untuk belajar dan mengembangkan kreativitas. 3)
Pemberdayaan kepala perpustakaan sebagai pusat sumber belajar (PSB) dengan
mengembangkan jabatan fungsional kepala perpustakaan sekolah. 4) Membangun
Citra Ideal Kepribadian Kepala perpustakaan Sekolah Profesional. 5) Merencanakan
program kerja perpustakaan sesuai dengan aturan yang berlaku dan dengan sebaik-
baiknya.
51
BAB III
PENUTUP
Kepala perpustakaan sekolah merupakan salah satu elemen yang keberadaannya sangat
penting bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, karena tugas, fungsi dan
peranan mereka sangat menunjang bagi kelancaran proses pembelajaran di sekolah. Di
dalam UU No. 43 th. 2007 telah ditetapkan bahwa kepala perpustakaan (pasal 1 ayat 8)
adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan atau
pelatihan, serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan
dan pelayanan perpustakaan. Dengan demikian pekerjaan kepala perpustakaan kini
sudah diakui sebagai profesi, seperti halnya dokter, insinyur, pengacara dan guru. Tugas
mulia adalah pelayanan, dimana untuk pekerjaan tersebut dituntut prima demi
kepentingan pengguna. Untuk memenuhi pelayanan yang baik bukan sekedar mampu
menyediakan sekian eks/judul/subjek koleksi dan informasi lainnya yang dapat diakses
oleh yang memerlukan. Tetapi diperlukan pula ada unsur pembelajarannya.
Sebagai tenaga kependidikan perlu menyadari bahwa perlu aktif dan kreatif serta inovatif,
harusnya jemput bola dan siap melayani di bidang ilmu dan informasi. Cepatnya arus
komunikasi dan informasi menjadikan era globalisasi sebuah keniscayaan. Untuk itu
pengetahuan dan keterampilan yang relevan harus dimiliki oleh setiap orang, dan semua
pengetahuan itu diharapkan dapat diperoleh melalui perpustakaan. Sebagai bagian dari
Sumber Daya Pendidikan yang dapat memberi pembelajaran yang bersifat inovatif kepada
pengguna. Bagi orang yang mengerti benar pekerjaan pustakawan pasti tahu bahwa
sesungguhnya pekerjaan kepala perpustakaan tak pernah selesai dan erat hubungannya
dengan ketekunan, ketelitian, ketelatenan diimbangi dengan intelektualitas tinggi, sifat
ingin tahu (curiousity) dan siap membantu (helpful).
Perwujudan semua harapan tersebut perlu ditempuh beberapa kegiatan salah satunya
adalah pendidikan dan pelatihan kepala perpustakaan sekolah sehingga menjadi kepala
perpustakaan yang profesional.
Harapan penulis, bahan ajar diklat wawasan pendidikan bagi kepala perpustakaan
sekolah ini mampu menambah wawasan mereka agar menjadi kepala perpustakaan yang
andal dan profesional, sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada semua
pengguna perpustakaan di sekolah. Kepala perpustakaan mampu membangun Citra Ideal
52
Kepribadian Kepala perpustakaan Sekolah yang profesional, ramah, sopan komunikatif,
disiplin, cermat, punya jiwa melayani, mudah bekerjasama, kreatif, dan mampu berpikir
kritis.
53
DAFTAR RUJUKAN
Asep Herry Hernawan. 2006. Pengembangan Silabus dan Satuan Pembelajaran. Makalah
Pelatihan Pengembangan Kurikulum bagi Guru. Bandung.
Association of College and Research Libraries. 2000. Information literacy competency
standards for higher education. Chicago: ALA, 2000.
Bertens, K. 2002. Etika (Seri filsafat Atma Jaya 15). Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka
Utama.
Breivik, Patricia Senn. 2005. 21st century learning and information literacy. Change,
March-April.
Budisetyo Prianggono dkk. (thn. trbt.?). Manajemen Perpustakaan Sekolah. Kota Terbit:
Bahan pelatihan kepala Perpustakaan.
Chartered Institution for Library and Information Professions. 2006. A short introduction to
information literacy: professional guidance, policy & research. London: CILIP.
Cristison, Milton. 1975. Instruments For The Evaluation Of Constructional Materials
Centers. AECT.
Darmono, 2002. Menjadi pintar: memanfaatkan perpustakaan sekolah. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Darmono, 2004. Manajemen dan tata kerja perpustakaan sekolah. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.Cetakan ke-2.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1982/1983) Materi Dasar Pendidikan Program
Akta Mengajar V. Jakarta: Dirjen Dikti, P2IPT
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Pusat Sumber Belajar. Jakarta: P2LPTK
http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kependidikan
http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kependidikan
http://tendik.org/content/view/670/91/
http://tendik.org/content/view/670/91/
Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang
Irving R. Merril & Harold A. Drob. 1977. Criterai for Planning the College and University
Learning Resource Center. Washington: ECT.
John T. Gillespie & Diana L. Sprit.1983. Administering the chool Media Center. New York:
RR Bowke Company.
Koch, Melissa. 2001. Information Literacy: Where Do We Go from Here? Technos:
quarterly for education and technology, Spring, London: Clive Bingley
Matthies,Brad. 2005. The psychologist, the philosopher, and the librarian: the information-
literacy version of CRITIC. Skeptical Inquirer, May-June, 2005
Mudhoffir. 1986. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar, Bandung: Remadja
Karya, 1986.
Nana Sudjana. 1989. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung:
Sinar Baru.
54
Nana Syaodih Sukmadinata. 2001. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, A.S. 1978. Perpustakaan Sekolah. Petunjuk untuk Membina dan Memelihara
Perpustakaan Sekolah. Pusat Pembinaan Perpustakaan. Depdikbud,Jakarta.
Oemar Hamalik. 1990. Pengembangan Kurikulum, Dasar-dasar dan Pengembangannya.
Oman, Julie N. 2001. Information literacy in the workplace Information Outlook, June,
2001.
Ornstein, Allan c. and Francis P. Hunkins. 1988. Curriculum, Foundations, Principles, and
Issues. Boston: Allyn and Bacon.
Pack, Peter J; Pack F. Marian. 1988. Coledges, Learning and Libraries: the Future.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 22, 23, 24 Tahun 2006.
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Rader, Hannelore B. 2002. Information literacy 1973-2002: a selected literature review
Bibliography Library Trends, Fall.
S. Hamid Hasan. 1988. Evaluasi Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Schmid, William T. 1980. Media Center Management, A Practical Guide.New York:
Hastings House Publisers.
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan UPI. 2005. Pengantar Pengelolaan
Pendidikan. Bandung.
Tyler, Ralph W. 1975. Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago and London:
The University of Chicago Press.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 200
UPI, Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. 2005. Pengelolaan Pendidikan.
Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan UPI Bandung.AKAAN SEKOLOMOR 1 -
APRIL 2007 IS
Wafford, Azile. 1979. The School Library at Work. New York: HW Wilson Company.
Zais, Robert S.1976. Curriculum, Principles and Foundations. Haeper and Row Publisher,
NY.
Zamroni. 2003. Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan. Nasional.Jakarta.Cemerlang.
55