PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
2012
MILIK
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kelancaran dalam
penerbitan Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Kepala Perpustakaan
Sekolah sebagai acuan nasional dalam penyelenggaraan Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah.
Bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan,
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI. Penerbitan
ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan penyelenggaraan diklat yang sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/madrasah.
Terbitnya bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas penyelenggaraan Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah dan sekaligus mampu meningkatkan
kualitas penyelenggaraan perpustakaan sekolah di tanah air.
Kami ucapkan terima kasih kepada penyusun, tim penyunting, dan seluruh pihak terkait yang telah
membantu penyusunan dan penyelesaian bahan ajar diklat ini. Kritik maupun saran untuk
penyempurnaan bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini sangat kami harapkan untuk
perbaikan dan penyempurnaannya pada terbitan yang akan datang.
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah perpustakaan baru berkembang di Indonesia pada abad ke-17 dengan didirikannya
Perpustakaan Gereja Batavia tahun 1643 oleh Verenigde Oost Indische Company
(VOC) dipimpin oleh Pustakawannya, Dominus Abraham Fierenius. Pemerintah Belanda
kemudian mendirikan Bataviaasch Genootschapvan Kunsten en Wetenschappen
pada tanggal 24 April 1778 yang dikenal sebagai Perpustakaan Museum. Pemerintah
Belanda kemudian mendirikan perpustakaan umum yang bernama Volkbibliotheek. Dalam
rangka mendukung proses pembelajaran di sekolah-sekolah, dan perguruan tinggi didirikan
perpustakaan di lembaga-lembaga pendidikan.
1
Perpustakaan tahun 1970-an. Biro Perpustakaan, Lembaga Perpustakaan dan Pusat
Pembinaan Perpustakaan mendirikan Perpustakaan Negara kemudian menjadi Perpustakaan
Wilayah di setiap provinsi. Perpustakaan ini dirancang sama dengan State Library di
Amerika Serikat. Pusat Pembinaan Perpustakaan juga mendirikan Perpustakaan Umum di
kota dan kabupaten. Untuk memeratakan layanan perpustakaan, Pusat Pembinaan
Perpustakaan membangun Perpustakaan Keliling dan Perpustakaan Terapung yang berinduk
di Perpustakaan Wilayah dan Perpustakaan Umum.
Esensi perpustakaan dan kepustakawanan diakui dan dilindungi oleh Pemerintah Indonesia
dengan diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007
Tentang Perpustakaan (UP). UP mendefinisikan perpustakaan sebagai institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan
sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi
dan rekreasi para pemustaka. Dari ketentuan UP tersebut perpustakaan melakukan dua
aktivitas antara lain ke dalam perpustakaan harus mengelola bahan pustaka, dan ke luar
menyajikan layanan kepada para pemustaka. Prinsip penyelenggaraan layanan mengacu
pada UP pasal 14 yaitu a.l. dilakukan secara prima, berorientasi bagi
kepentingan
2
pemustaka, menerapkan tata cara layanan berdasarkan standar nasional
perpustakaan, serta dikembangkan sesuai kemajuan teknologi Informasi dan
komunikasi melalui jejaring telematika. Dari ketentuan UP tersebut dapat disimpulkan
bahwa perpustakaan merupakan lembaga jasa yang menyajikan jasa terbaik untuk para
pemustaka.
b. Kendala Perpustakaan
Dalam program otonomi daerah, perpustakaan merupakan salah satu bidang yang
diotonomikan kepada pemerintah daerah. Pelaksanaan otonomi perpustakaan, mengalami
sejumlah kendala antara lain:
3
1. Kurangnya perhatian pemerintah daerah mengenai perpustakaan. Di sejumlah
pemerintah daerah organisasi pengelolaan perpustakaan digabungkan dengan arsip
daerah. Hal ini menyebabkan eselon unit pengelola perpustakaan turun dan
berdampak pada terbatasnya mobilitas pustakawan dalam jabatan struktural.
2. Unit perpustakaan dikelola oleh tenaga nonpustakawan. Di pemerintah provinsi,
kabupaten dan kota terutama yang baru dimekarkan perpustakaan dipimpin dan
dimanajemeni oleh tenaga nonpustakawan. Keadaan ini bukan saja menghambat
perkembangan perpustakaan tapi juga menurunnya kuantitas dan kualitas layananan
kepada para pemustaka.
3. Anggaran perpustakaan yang rendah. Anggaran perpustakaan yang disediakan
pemerintah daerah sangat kecil dan sebagian terbesar habis untuk belanja pegawai.
Anggaran yang disediakan untuk pengembangan koleksi dan layanan perpustakaan
sangat kecil yang berdampak kepada kemampuan perpustakaan untuk menjangkau
pemustaka rendah.
4. Minat baca masyarakat rendah. Minat baca masyarakat Indonesia terutama di
pedesaan relatif rendah. Penggunaan perpustakaan untuk menunjang pendidikan,
pengembangan bakat, rekreasi dan pengembangan kualitas hidup masih sangat minimal.
Dengan demikian sumber daya perpustakaan belum dimanfaatkan secara maksimal.
Agar mampu mengembangkan perpustakaan dan melaksanakan fungsinya serta
menyajikan layanan jasa terbaik kepada para pemustaka, para pustakawan memerlukan
kompetensi profesional. Dua kompetensi profesional yang perlu dimiliki oleh para
pustakawan adalah kompetensi kepemimpinan dan kompetensi kewirausahaan.
Pustakawan harus mampu memengaruhi pemimpin lembaga induknya untuk
memperhatikan perpustakaan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan
perpustakaan.
4
mengembangkan kehidupannya. Memberikan kompetensi kepemimpinan dan
kewirausahaan kepada para pustakawan merupakan tujuan dari buku ini.
1.2 Tujuan
Kepemimpinan memegang peranan penting dalam mengembangkan perpustakaan dan
melayani para pemustaka. Berkembangnya perpustakaan dan kepuasan para pemustaka
tergantung pada kemampuan kepala perpustakaan dalam memimpin para pustakawan dan
pegawai perpustakaan lainnya. Sebagai seorang pemimpin, kepala perpustakaan perlu
mempunyai kompetensi kepemimpinan dan kewirausahaan. Oleh karena itu cakupan isi dari
modul ini adalah memberikan pengetahuan kedua kompetensi tersebut. Materi yang
disampaikan dipilih dan disusun sedemikian rupa agar sesuai dengan kebutuhan pelatihan
tenaga ahli perpustakaan yang mencakup:
a. Teori dan aplikasi kepemimpinan;
b. Dimensi kepemimpinan perpustakaan;
c. Kemampuan merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kepemimpinan
perpustakaan;
d. Teori dan aplikasi kewirausahaan untuk memimpin dan mengembangkan
perpustakaan;
e. Manajemen konflik: teori dan implementasinya.
5
6
BAB II
KEPEMIMPINAN PERPUSTAKAAN
7
Setiap subsistem mempunyai fungsi tertentu yang berbeda dengan subsistem lainnya. Setiap
subsistem diikat dengan ikatan sinergi dengan subsistem lainnya. Fungsi ikatan sinergi
pertama untuk mengarahkan semua subsistem agar bergerak bersama ke arah
pencapaian tujuan perpustakaan. Fungsi kedua ikatan sinergi adalah untuk
menciptakan sinergi positif dalam semua kegiatan perpustakaan. Sinergi positif adalah
produksi subsistem-subsistem yang bekerja dalam kesatuan sistem, lebih besar daripada
produksi masing-masing subsistem dijumlahkan. Misalnya, jika produksi subsistem A=150;
subsistem B=50; subsistem C=200; dan subsistem D=100, maka kinerja keempat subsistem
tersebut lebih besar dari 600. Itu berarti dapat 601, 700 atau 1000 dan sebagainya.
Di samping sinergi positif dapat juga terjadi sinergi negatif. Misalnya, jika terjadi konflik
destruktif antara subsistem-subsistem tersebut, maka dapat terjadi saling merusak
produktivitas subsistem-subsistem. Misalnya, konflik antara subsistem A dengan B
produktivitas keduanya menjadi 100 dan 25. Demikian juga, jika subsistem C mengalami
konflik, produkvitasnya merosot menjadi 80. Dengan demikian, produktivitas ketiganya
menjadi lebih kecil dari 600; dapat 590, 200 dan sebagainya. Oleh karena itu, kepala
perpustakaan harus mampu memanajemeni konflik yang dihadapinya di perpustakaan.
Sistem perpustakaan menyajikan berbagai jenis layanan jasa perpustakaan kepada para
pemustaka jenis dan jumlahnya banyak yang berada di lingkungan eksternal perpustakaan.
Penyajian layanan jasa dipimpin oleh pemimpin perpustakaan. Layanan tersebut
dilaksanakan berdasarkan Budaya Perpustakaan yang mengatur pola perilaku
pustakawan dan staf perpustakaan. Sistem perpustakaan dipengaruhi oleh lingkungan
eksternal berupa pemustaka, masyarakat, bisnis dan pemerintah yang menyediakan sumber
daya yang diperlukan oleh perpustakaan.
Orang awam tidak dapat membedakan antara manajemen dan kepemimpinan, karena kedua
istilah tersebut saling terkait. Dalam ilmu pengetahuan tertentu terjadi keterkaitan
pengertian istilah, konsep atau konstruk yang sesungguhnya mempunyai pengertian yang
berbeda (lihat Gambar 2). Perbedaan antara
8
manajemen dan kepemimpinan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel tersebut misalnya
menunjukkan bahwa definisi manajemen berbeda dengan definisi kepemimpinan. Seorang
manajer do the thing right artinya seorang manajer mengerjakan tugas yang dibebankan
kepadanya dengan baik. Ia tidak berani menyimpang dari apa yang ditugaskan kepadanya.
Misalnya, seorang manajer yang mendapatkan anggaran satu milyar rupiah untuk
membangun gedung dan lingkungan kantor, ia tidak berani mengubah peruntukan anggaran
tersebut. Seorang pemimpin yang mendapatkan anggaran dan peruntukan yang sama akan
melihat prioritas dan situasi. Jika gedung belum merupakan prioritas, sedangkan koleksi
perpustakaan merupakan kebutuhan yang mendesak, ia akan mengusulkan perubahan
peruntukan anggaran tersebut.
2. Apa &
Do the thing right Do the right thing
bagaimana
Planning, organizing, leading and Menciptakan visi, memotivasi, menyatukan
3. Fungsi
controlling pengikut, mengembangkan kepercayaan dan
sebagainya
Mengambil risiko rendah sampai sedang
4. Risiko Mengambil risiko tinggi
5. Situasi yang
Stabilitas Perubahan
diciptakan
Jangka panjang
7. Horison Jangka pendek
9
Gambar 2 menunjukkan hubungan antara ilmu manajemen dan ilmu
kepemimpinan
Di tengah-tengah kedua konsep tersebut ada bidang yang tumpang tindih yang dibahas oleh
kedua bidang ilmu tersebut. Seorang kepala perpustakaan, di samping menjadi pemimpin
perpustakaan, ia juga seorang Manajer perpustakaan. Oleh karena itu predikat yang tepat
untuknya adalah ”pemimpin manajer” atau leader manager.
2.3 Kepemimpinan
2.3.1 Pengertian
Sebagai lembaga jasa setiap perpustakaan dipimpin oleh pemimpin perpustakaan yang
predikatnya beragam tergantung organisasi di mana perpustakaan berada. Pemimpin
perpustakaan di Indonesia umumnya berpredikat Kepala misalnya, Kepala Perpustakaan
Nasional, Perpustakaan Wilayah, Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Universitas. Di
sejumlah negara pemimpin perpustakaan ada yang disebut sebagai Chief Librarian.
Pemimpin perpustakaan melaksanakan kepemimpinan perpustakaan. Para peneliti telah
mengemukakan berbagai definisi mengenai kepemimpinan. Wirawan (2006) misalnya
mendefinisikan kepemimpinan
1
sebagai berikut: ”... proses pemimpin menciptakan visi, memengaruhi sikap, perilaku,
pendapat, nilai-nilai, norma dan sebagainya dari pengikut untuk merealisir visi.”
Kepemimpinan adalah proses saling memengaruhi antara pemimpin dan para pengikutnya.
Perlu dipahami di sini bawa pengertian proses memengaruhi terjadi dua arah: pemimpin
memengaruhi pengikut dan pengikut memengaruhi pemimpin (lihat Gambar 3). Ini berbeda
dengan pandangan teori kepemimpinan abad pertengahan yang berpendapat bawa proses
memengaruhi satu arah: hanya pemimpin yang memengaruhi para pengikutnya. Pada masa
itu hubungan antara pemimpin dengan para pengikutnya seperti hubungan antara
penggembala dengan para ternaknya. Penggembala menentukan kemana arah yang yang
harus dituju ternak, apa yang dimakannya dan akhirnya dijual dan atau dijadikan korban
atau disembelih untuk dimakan atau dijual dagingnya.
a. Sehat jasmani. Untuk menjadi kepala perpustakaan orang harus sehat jasmani. Jika
tidak sehat jasmaninya ia tidak mampu melaksanakan tugasnya secara
1
maksimal; sangat tergantung pada bawahannya; dan perpustakaan akan
mengeluarkan biaya banyak untuk membuatnya sehat.
b. Sehat jiwa. Pemimpin harus mengambil keputusan, memberi perintah kerja dan
berkomunikasi dengan para pemangku kepentingannya dan mengevaluasi hasil
pelaksanaannya. Orang yang tidak sehat jiwanya tidak dapat melaksanakan keempat
tugas tersebut.
e. Kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial adalah suatu teori yang dikemukakan oleh Daniel
Goleman (2006 ) pencetus konsep kecerdasan emosional. Kecerdasan sosial adalah
menjadi cerdas dalam hubungan sosial melalui menjadi empati dan mampu merasakan
perasaan dan maksud orang lain dalam interaksi sosial. Seorang pemimpin
perpustakaan memerlukan kemampuan untuk berinteraksi dengan bawahannya dan
dengan masyarakat yang dilayani.
g. Kreatif dan inovatif. Seorang pemimpin harus kreatif dan inovatif. Kreatif artinya
mampu menciptakan ide baru jika menghadapi problem. Sedangkan inovasi
1
adalah kemampuan untuk mengubah ide menjadi produk atau solusi untuk memecahkan
problem. Seorang kepala perpustakaan perlu mempunyai kreativitas dan inovasi yang
tinggi karena ia bekerja menghadapi berbagai masalah dan keterbatasan sumber-sumber.
h. Kepribadian dan sikap. Seorang pemimpin harus mempunyai kepribadian dan sikap
yang baik dalam melaksanakan tugasnya dan menghadapi para pemangku kepentingan.
i. Integritas. ”Integrity lies in the very heart of understanding what leadership is”
kata Joseph L. Badaraco seperti dikutip oleh Wirawan (2006). Integritas menunjukkan
mempunyai dan mendemostrasikan suatu komitmen yang kuat kepada moral personal
dan standard atau kode etik organisasi. Integritas juga berarti kejujuran dan mencintai
sesuatu yang benar.
j. Proaktif. Seorang pemimpin adalah orang yang proaktif artinya orang yang penuh
inisiatif bukan orang yang reaktif yaitu orang yang menunggu terjadinya sesuatu
kemudian bereaksi atas kejadian tersebut. Ia juga orang yang bertanggung jawab atas
perbuatannya.
1
2.3.2 Fungsi kepemimpinan
Seorang pemimpin – kepala perpustakaan – ada untuk organisasi bukan organisasi untuk
pemimpin. Agar organisasi perpustakaan dapat berfungsi dengan baik pemimpin
perpustakaan mempunyai fungsi tertentu.
a. Menciptakan visi
Perbedaan antara manajer dengan pemimpin adalah adanya visi. Seorang manajer tidak
harus punya visi (kecuali Chief Executive Official), sedangkan seorang pemimpin wajib
mempunyai visi. Visi adalah apa yang diimpikan, apa yang akan dicapai, keadaan yang
ingin dicapai di masa mendatang. Visi dilukiskan dengan kalimat pendek dan filosofis. Dari
visi kemudian dikembangkan misi dan nilai-nilai strategis. Jika visi mengemukakan apa
yang diimpikan, apa yang ingin dicapai dan ke mana arah perpustakaan, maka misi
melukiskan apa yang harus dilakukan oleh perpustakaan untuk mencapai visi tersebut.
Sedangkan nilai-nilai strategis adalah nilai-nilai yang memengaruhi pola pikir, perilaku staf
perpustakaan dalam melaksanakan misi untuk mencapai visi perpustakaan.
Manajemen modern adalah manajemen yang berdasarkan perilaku. Agar dapat melayani
pemustaka dengan baik para pustakawan harus berperilaku standar. Misalnya, pustakawan
harus ramah, tersenyum, mendengarkan dan memperhatikan apa yang dikemukakan
pemustaka dan melayani kebutuhan mereka dengan cepat dan tepat. Perilaku standar
diciptakan melalui pengembangan budaya organisasi perpustakaan.
Wirawan (2007) dalam bukunya yang berjudul Budaya dan Iklim Organisasi
mengemukakan pengertian budaya organisasi sebagai berikut:
norma, nilai-nilai, asumsi,kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi dan
sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama
oleh pendiri,pemimpin dan anggota organisai yang disosialisasikan dan diajarkan
kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga
memengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi
produk, melayani para konsumen dan mencapai tujuan organisasi.
Manajemen modern terutama pada organisasi yang menyajikan jasa seperti perpustakaan
merupakan manajemen berdasarkan perilaku. Untuk
1
mengembangkan perilaku para pegawai perlu dikembangkan budaya organisasi, khusunya
kode etik perpustakaan dan kode etik para pustakawan. Pemimpin sangat menentukan
keberhasilan upaya tersebut. Di negara-negara maju perpustakaan mengembangkan visi,
misi dan nilai-nilai strategis (lihat Tampilan 2)
Vision
Inspiration through Information
The Vancouver Public Library inspires and enriches the human spirit. It is a library for all. It
reflects the diversity of our communities, preserves the record of our experience, and provide
access to the world’s most innovative ideas and enduring wisdom. It celebrates our desires to
learn, to share knowledge, and contribute to the human story.
Mission
To enrich all, to reach all
We strive to enrich the life of our community by providing access to the world’s ideas and
information. We offer the finest possible collections, services, and technology. We provide
caring and expert service supportive of human differences. We promote lifelong learning, the
love of reading and exploration of ideas, culture, and knowledge in a wiilcoming, lively
admosphere.
We are a cornerstone to the community and are vital, accountable, active participants within it.
We shape our collections and services in order to be sensitive and responsive to community
needs and aspirations.
Values
We value:
o All people and their diversity
o Intellectual freedom
o Access for all
o The right of individuals to learn and grow
o Quality service
o Teamwork and staff development
o Wise use of resources
o Innovation and responsiveness to community needs
o Shared contributions of employees, Board members, friends and supporters
1
c. Menciptakan sinergi
Kepala perpustakaan harus merakit dan mensinergikan sumber daya perpustakaan (man.
money, material, machine, method) menjadi kendaraan yang disebut perpustakaan
agar dapat melayani dan memenuhi kebutuhan pemustaka.
Tampilan 3: Profil Dr.Amelia Yasmin Sunami, Kepala Perpustakaan Umum
Dua hari setelah pengangkatannya, ia mengadakan rapat dengan anak buahnya. Dengan mengikutsertakan anak buahnya, ia
menyusun visi, misi, dan nilai-nilai strategik dan Rencana Induk Perpustakaan umum (RIP) serta menyusun standar layanan perpustakaan. Untuk
melaksanakan RIP ia menyusun dan melaksanakan action plan yang antara lain berisi:
1. Melakukan penelitian layanan perpustakaan yang meliputi aspek kebutuhan informasi, minat baca, strata sosial pemustaka,
jenis-jenis layanan yang diperlukan, dan rasio antara jumlah buku dengan jumlah penduduk.
2. Memberdayakan para bawahannya melalui program pelatihan perpustakaan
3. Mengembangkan budaya organisasi perpustakaan
4. Mengembangkan koleksi perpustakaan
5. Mengembangkan prasarana dan sarana perpustakaan
6. Menyusun dan melaksanakan program marketing perpustakaan
7. Mengembangkan proses layanan perpustakaan yang cepat, baik dan murah
8. Membangun jejaring layanan perpustakaan dengan sekolah, lembaga pendidikan tinggi, pemerintah dan perusahaan serta
lembaga-lembaga internasional.
Ia mendekati ketua dan anggota anggota DPRD dan melalui dengar pendapat ia meyakinkan bahwa perpustakaan umum fungsinya
tidak hanya meminjamkan bahan pustaka akan tetapi merupakan agen perubahan sosial. Ia juga mendekati para pejabat pemerintah yang
mengenalnya dengan baik dan berupaya meningkatkan APBD untuk perpustakaan. Ia membuka komunikasi dengan lembaga-lembaga
donor dalam dan luar negeri. Ia menyediakan ruang pertemuan perpustakaan untuk kegiatan sosial, pendidikan dan keagamaan serta seminar-
seminar ilmiah dan pameran-pameran pembangunan.
Hasil dari pelaksanaan action plannya anggaran perpustakaan meningkat drastis dari Rp. 520.000.000 pada tahun 2005 menjadi Rp.
2.500.000.000 pada tahun 2007. Ia mendapatkan bantuan dari lembaga donor untuk merehabilitasi gedung dan halaman perpustakaan. Pada
tahun 2007 koleksi bahan pustakanya berkembang menjadi 175.000 eksemplar sebagaian merupakan sumbangan dari 5 perusahaan yang
beroperasi di Kabupaten. Ia mendapat sumbangan dana Rp. 875.000.000 untuk merehabilitasi gedung dan fasilitas perpustakaan. Para Pemustaka
yang mengunjungi perpustakaan meningkat menjadi rata-rata 210 orang perharinya. Sering sebagian dari mereka harus duduk dan membaca di
lantai karena meja dan kursi bacanya tidak mampu menampung mereka.
Para bawahannya sangat bergairah, termotivasi oleh Dr. Amelia yang menjadi role model mereka dan menerapkan konsep Kepemimpinan
Abdi (servant leadership). Mereka tidak hanya tahu akan tetapi juga mau melaksanakan pekerjaannya secara antusias.
Atas prestasinya tersebut, Dr. Amelia mendapat penghargaan sebagai Wanita Terkreatif Tahun 2007. Ia ditawari Gubernur untuk menjabat
Kepala Dinas Pendidikan Propinsi, akan tetapi ia meminta agar tawaran itu diperpanjang sampai tahun 2020. Ia harus menyelesaikan RIP
Perpustakaannya.
1
Dalam manajemen sinergi positif artinya produksi subsistem-subsistem yang bekerja dalam
kesatuan sistem lebih besar daripada produksi masing-masing subsistem dijumlahkan.
Misalnya, jika produksi subsistem akuisisi 5. subsistem pengolahan teknis 10 dan
produksi subsistem layanan 25 maka sinergi ketiga subsistem tersebut lebih besar dari
40. Dapat 41, 50, 100 atau 1000 tergantung dari pada bagaimana proses penciptaan sinergi.
d. Mempersatukan pengikut
Para pengikut seorang pemimpin merupakan beragam manusia dengan latar belakang
pendidikan, keterampilan, pengalaman, suku bangsa, agama dan struktur sosial.
Keberagaman ini dapat menciptakan konflik yang akan menghambat pencapaian tujuan
perpustakaan. Dalam kaitan keadaan tersebut pemimpin harus mempersatukan para
pengikutnya agar mempunyai pola pikir, sikap dan perilaku yang sama dalam melayani
pemustaka.
e. Memberdayakan pengikut
f. Menciptakan perubahan
Tugas utama pemimpin adalah menciptakan perubahan secara terus menerus. Masyarakat
berkembang secara terus-menerus oleh karena itu pemimpin harus menciptakan
perubahan dalam organisasi secara terus-menerus agar dapat melayani masyarakat.
g. Memotivasi pengikut
Pemimpin mempunyai fungsi memotivasi para pengikutnya secara terus- menerus agar
mau ikut serta merealisasi visi, misi dan tujuan organisasi. Pemimpin juga harus
memotivasi mereka untuk mengembangkan
1
kompetensinya secara terus-menerus. Tugas ini sulit dilakukan dalam organisasi
perpustakaan yang mempunyai keterbatasan sumber daya dan kompensasi yang rendah.
Seorang pemimpin mewakili sistem sosial yang dipimpinnya. Dalam kapasitas ini
pemimpin bertindak sebagai tokoh dan simbol sistem sosialnya. Ia berkewajiban untuk
memikul sejumlah tanggung jawab kedinasan, tanggungjawab sosial, seremonial dan
legal. Pemimpin bertindak sebagai laison masyarakat yang dipimpinnya dalam kaitan
dengan pihak luar.
i. Mengembangkan produk
Dipimpin oleh pemimpinnya organisasi memproduksi barang dan jasa yang diperlukan
oleh masyarakat. Masyarakat berkembang demikian juga kebutuhan akan produk baik
kuantitasnya maupun kualitasnya. Karena organisasi ada untuk masyarakat, bukan
sebaliknya, maka pemimpin organisasi berkewajiban untuk mengembangkan produk
tersebut. Di organisasi perpustakaan, kepala perpustakaan mempunyai kewajiban untuk
mengembangkan jasa layanan perpustakaan.
j. Membelajarkan organisasi
1
Tampilan 4 : Melvil Dewey Pelopor Ahli Klasifikasi dan
Kepustakawanan Paling Berpengaruh di Dunia
3. Teori-teori kepemimpinan
Seorang pemimpin perlu mempelajari berbagai teori kepemimpinan. Dengan mempelajari
teori kepemimpinan ia dapat menjelaskan sesuatu yang sedang terjadi, meramalkan apa
yang akan terjadi dan membimbing praktik kepemimpinan yang ia lakukan. Teori
kepemimpinan banyak jumlahnya di bawah ini dibahas sebagian di antaranya.
1
a. Kepemimpinan transaksional
b. Kepemimpinan transformasional
2
makin lama makin
ertun meninggi.Dibuat
1: Pemimpin Kepemimpinan
Bukan transformasional merupakan
kepemimpinan moral yang meningkatkan perilaku manusia.
c. Kepemimpinan abdi
2
”Pemimpin abdi adalah mengutamakan layanan. Kepemimpinan tersebut dimulai
dengan perasaan alami bahwa pemimpin ingin melayani. Kemudian muncul
pilihan aspirasi untuk memimpin. Tes yang paling baik adalah: Apakah mereka
yang dilayani berkembang sebagai orang; apakah selagi dilayani menjadi lebih
sehat, lebih bijak, lebih bebas, lebih mandiri, lebih mungkin untuk menjadi abdi?”
1) Mendengarkan (listening)
2) Empati (empathy)
3) Penyembuhan
2
Kepemimpinan abdi merupakan kepemimpinan transformasional. Hubungan antara
pemimpin dan para pengikutnya keduanya bergerak ke arah integrasi dan kebersamaan. Ini
merupakan elemen penyembuhan dari pemimpin abdi. Pilihan untuk menyembuhkan bukan
destruktif dalam berhubungan dengan orang lain di tempat kerja, merupakan hubungan
esensial di tempat kerja antara pemimpin dengan pengikutnya. Pemimpin yang melihat
dirinya terlebih dahulu sebagai abdi dapat ditemui dan terbuka untuk mendiskusikan
masalah yang sulit dan secara emosional menyelesaikan masalah.
4) Kesadaran
Kapasitas untuk terbuka kepada orang lain memerlukan kesadaran diri. Ketika
pemimpin mempraktikkan, menemukan, merefleksikan diri sendiri, ia menjadi lebih
mahir pada memahami perasaan orang lain. Kesadaran diri, terutama kesadaran diri
sendiri, memperkuat pemimpin abdi.
2
5) Persuasi
Pemimpin abdi lebih mempercayai persuasi daripada otoritas jabatan dalam membuat
keputusan. Ia lebih menggunakan persuasi dari pada memaksa orang lain untuk
mematuhinya. Ia membangun konsensus untuk menggerakkan kelompok yang ia
pimpin.
6) Konsepsualisasi
2
7) Pandangan ke masa depan
8) Pertumbuhan
Pemimpin abdi membaktikan diri kepada pertumbuhan orang lain dan tidak
memperlakukan pegawai sebagai alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
Pemimpin abdi melihat dan peduli terhadap para pengikutnya bukan hanya
kontribusinya terhadap organisasi. Ia menghargai dimensi profesional, personal dan
spiritual setiap kehidupan orang.
9) Masyarakat
Pemimpin abdi tidak memikirkan diri sendiri akan tetapi memikirkan orang lain.
Kekuasaan diberikan oleh para pengikut kepada pemimpinnya. Masyarakat
menciptakan peluang bagi seseorang untuk mempunyai kekuasaan menduduki posisi
tertentu. Dengan memberikan layanan kepada masyarakat, pemimpin abdi mendapatkan
kepercayaan dari para anggota masyarakat.
Istilah stewardship mempunyai arti dipercaya oleh orang lain untuk mengurusi hak
milik atau memanajemeni urusan orang lain. Seorang pemimpin abdi mempunyai
hubungan dengan para bawahannya tidak mengontrolnya akan tetapi
memberdayakannya.
d. Kepemimpinan birokrasi
Perpustakaan merupakan organisasi yang menjadi salah satu level dari hierarkhi suatu
organisasi birokrasi. Perpustakaan Nasional merupakan salah satu unit birokrasi pemerintah
pusat. Perpustakaan Wilayah dan Perpustakaan Umum merupakan unit birokrasi Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kota dan Kabupaten. Perpustakaan Universitas dan Perpustakaan
Sekolah, merupakan unit
2
birokrasi dari perguruan tinggi dan sekolah. Sedangkan perpustakaan khusus merupakan
salah satu unit birokrasi dari lembaga tempat perpustakaan tersebut berada. Dalam kaitan ini
kepemimpinan perpustakaan merupakan kepemimpinan birokrasi dalam hierarkhi
kepemimpinan organisasi di mana perpustakaan berada. Karena itu seorang kepala
perpustakaan harus memahami prinsip-prinsip birokrasi agar dapat memahami
kepemimpinan birokrasi.
Birokrasi telah diterapkan dalam organisasi berabad-abad. Akan tetapi baru dikemukakan
secara teoretis oleh Max Weber (Wirawan, 2006) yang mengemukakan enam prinsip-
prinsip birokrasi yang ideal.
Suatu organisasi melakukan banyak aktivitas yang terlalu kompleks untuk dikerjakan
oleh satu orang. Untuk kepentingan struktur birokrasi aktivitas- aktivitas tersebut
didistribusikan dalam bentuk kewajiban-kewajiban tetap kepada para birokrat.
Pembagian tugas antara jabatan-jabatan akan meningkatkan efisiensi pelaksanaan
aktivitas. Di perpustakaan harus ada pembagian kerja antara unit-unit kerja perpustakaan,
yang setiap unit kerja melaksanakan fungsi tertentu yang berbeda dengan unit kerja
lainnya.
2) Hierarki otoritas
Organisasi diatur dalam bentuk hierarki otoritas di mana setiap unit kerja yang lebih
rendah bertanggung jawab kepada dan dikontrol oleh unit kerja yang lebih tinggi. Oleh
karena itu kepala perpustakaan harus memahami perpustakaan merupakan bagian unit
apa dan kepala perpustakaan menerima perintah dari siapa dan harus bertanggung jawab
kepada siapa. Demikian juga struktur hierarki dalam organisasi perpustakaan.
3) Sistem peraturan
Sistem peraturan mengatur dalam birokrasi menentukan hak dan kewajiban dari aparat
yang memegang jabatan tertentu. Sistem peraturan mengatur koordinasi aktivitas dalam
hierarki dan menjamin kelangsungan operasi jika terjadi
2
pergantian aparat. Peraturan juga menjamin uniformitas dan stabilitas tindakan aparat.
Dengan adanya sistem prosedur dalam melaksanakan tugas, prosesnya dapat dilakukan
secara efisien dan dapat diperhitungkan hasilnya dalam pengertian kuantitas dan kualitas
produk, waktu yang diperlukan dan sumber yang diperlukan dalam melaksanakan
aktivitas.
2
nepotisme dalam melayani klien dapat diminimalkan dan setiap klien
mendapatkan layanan yang sama tanpa memandang siapa dia.
Perpustakaan merupakan unit birokrasi dan kepala perpustakaan beserta stafnya merupakan
birokrat atau aparat yang harus memahami dan melaksanakan prinsip- prinsip birokrasi.
Walaupun teori Max Weber mengenai birokrasi dianggap salah satu penemuan besar bagi
umat manusia, akan tetapi dalam praktiknya
2
menghasilkan sejumlah kelemahan atau disfungsi dari birokrasi. Tabel 2 mengemukakan
disfungsi birokrasi yang harus dipahami para kepala perpustakaan. Kepala perpustakaan
harus memahami sistem birokrasi, membahas disfungsi birokrasi dan menyusun peraturan
serta prosedur pelaksanaan birokrasi ke dalam dan ke luar perpustakaan dalam melayani
pemustaka. Peraturan dan prosedur tersebut memerhatikan kemungkinan terjadinya
disfungsi birokrasi.
2
Masalah yang timbul adalah pendapat yang menyatakan birokrasi bertentangan dengan
prinsip-prinsip profesionalisme. Profesionalisme berasal dari kata profesi yang berasal dari
Bahasa Inggris profession. Kenneth Lynn (Wirawan, 2008) mendefinisikan profesi sebagai
berikut:
A profession delivers esoteric services based on esoteric knowledge
systematically formulated and applied to the needs of client. Every
profession considers itself the proper body to set the terms in which some
aspects of society, life or nature is to be thought of, and to define the
general lines, or even the details of public policy concerning it.
Menurut Lynn suatu profesi menyajikan layanan yang disajikan oleh orang tertentu
berdasarkan pengetahuan yang hanya dimiliki oleh orang tertentu yang secara sistematis
diformulasikan dan diterapkan kepada kebutuhan klien. Setiap profesi menganggap dirinya
sebagai tubuh yang tepat untuk menentukan ketentuan di mana sejumlah aspek masyarakat,
kehidupan atau alam harus dipikirkan, dan untuk mendefinisikan aturan umum bahkan
kebijakan publik.
1) Pekerjaan penuh
Suatu profesi merupakan pekerjaan penuh yang diperlukan oleh masyarakat. Tanpa
profesi tersebut, masyarakat tidak dapat berfungsi dengan baik. Misalnya, tanpa profesi
dokter, anggota masyarakat akan banyak yang sakit dan meninggal dunia karena
terserang penyakit. Tanpa guru, anggota masyarakat banyak yang bodoh, orang yang
bodoh hidupnya miskin dan tidak sejahtera. Tanpa pustakawan pendidikan, penelitian,
profesi, rekreasi tidak dapat berlangsung dengan baik.
2) Ilmu pengetahuan
Untuk melaksanakan suatu profesi, orang harus menguasai teori dan aplikasi ilmu
pengetahuan tertentu. Misalnya, untuk jadi guru, orang harus minimal S1 ilmu
pendidikan dan harus lulus sertifikasi profesi guru. Pustakawan di Indonesia belum
memenuhi ketentuan ini, pegawai perpustakaan dengan pendidikan
3
nonperpustakaan, dapat menjadi pejabat fungsional pustakawan tanpa sertifikasi. Di
Amerika Serikat, untuk menjadi seorang pustakawan orang harus mempunyai pendidikan
S1 berbagai bidang dan lulus pendidikan Master of Library Science (MLS, Mlib) atau
Master of Science in Librarianship (MSL) – pendidikan strata 2 dalam bidang ilmu
perpustakaan.
3) Standar profesi
Agar profesional dapat melayani kliennya dengan baik, proses pelaksanaan layanan
profesi kepada klien di atur oleh standar profesi. Standar profesi berisi ketentuan-
ketentuan, teknik-teknik, peraturan dalam melaksanakan layanan profesi. Misalnya,
untuk mengatur bahan pustaka agar mudah ditelusur dengan cepat dan mudah
dipergunakan Dewey Decimal Classification dan Anglo American Cataloguing Rule
dan sistem penempatannya di rak. Perpustakaan juga mempunyai standar berbagai
layanan referensi dan sirkulasi bahan pustaka.
4) Otonomi
Profesi dan profesional merupakan lembaga yang otonom yang dapat mengambil
keputusan dalam melaksanakan profesi tanpa dipengaruhi atau diperintah oleh orang atau
organisasi lain di luar profesi.
5) Organisasi profesi
Setiap profesi mempunyai asosiasi atau organisasi profesi yang dibentuk oleh dan
beranggotakan profesional. Fungsi organisasi profesi antara lain:
Organisasi rujukan para profesional dalam melaksanakan profesinya
Menyusun dan mengawasi pelaksanaan kode etik profesi
Mengembangkan pelaksanaan profesi
3
Kartun 5: Seorang Pustakawati Profesional Harus Lincah
Kode etik profesi adalah norma dan nilai-nilai yang mengatur perilaku para profesional
dalam melaksanakan profesinya. Kode etik menentukan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan; apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk; apa yang dianggap
harus dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan oleh profesional.
3
7) Perilaku profesional
Setiap profesi mempunyai lembaga pendidikan dan penelitian khusus. Profesional harus
belajar di lembaga pendidikan tersebut dan melakukan penelitian dan pengembangan
profesi.
Memang ada perbedaan antara prinsip birokrasi dengan prinsip profesi akan tetapi
perbedaan ini tidak mempertentangkan keduanya melainkan saling melengkapi. Prinsip
otonomi profesi, misalnya bertentangan dengan prinsip peraturan dan prinsip hierarkhi dari
birokrasi.
Demikian juga kode etik profesi berbeda dengan kode etik birokrasi organisasi. Perbedaan
ini sering menimbulkan konflik antara profesional dengan birokrat organisasi atau
perusahaan. Misalnya, di rumah sakit sering terjadi konflik antara dokter – profesional –
dengan manajemen atau birokrat rumah sakit. Kode etik kedokteran menyatakan layanan
dokter harus imparsial, artinya tidak membeda- bedakan orang miskin dengan orang kaya.
Dokter harus mengobati dan merawat mereka tanpa membedakan status sosialnya. Akan
tetapi rumah sakit membuat peraturan perusahaan. Orang yang sakit yang harus dirawat
inap, harus membayar uang muka terlebih dahulu untuk mencegah orang miskin untuk
rawat inap.
Di perpustakaan sering terjadi perbedaan pendapat antara pejabat struktural dan pejabat
fungsional mengenai bagaimana mengalokasi sumber-sumber perpustakaan untuk melayani
para pemustaka.
Akan tetapi di samping perbedaan juga ada persamaan antara prinsip birokrasi dengan
prinsip profesionalisme, misalnya keduanya mengemukakan perlu adanya standar dan
perilaku profesional dalam melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu
3
prinsip birokrasi saling melengkapi prinsip profesionalisme. Istilah yang sering digunakan
untuk itu adalah profesional birokrasi, untuk melaksanakan birokrasi diperlukan prinsip-
prinsip profesionalisme. Dari sini muncul istilah profesional birokrat dan
profesionalisme birokrasi.
2.4 Memengaruhi
2.4.1 Pengertian
Dalam upaya mencapai visi, misi dan tujuannya, pemimpin harus memengaruhi para
pengikutnya dan mereka yang terkait dengan pencapaian visi dan misi tersebut. Di
perpustakaan, kepala perpustakaan harus memengaruhi para pustakawan dan stafnya agar
melaksanakan tugasnya melayani kebutuhan para pemustaka dengan tepat dan cepat. Kepala
perpustakaan juga harus memengaruhi para pemustaka agar mau mempergunakan layanan
jasa perpustakaan untuk menunjang pekerjaan dan profesinya. Kepala perpustakaan perlu
meyakinkan pemustaka bahwa dengan mempergunakan layanan perpustakaan dan membaca
hidupnya akan berkembang dan lebih baik.
Apakah yang dimaksud dengan memengaruhi? Memengaruhi adalah proses Agen
– pemimpin-- merubah sikap, perilaku, pola pikir, motivasi, ideologi dan sebagainya
dari Target – para pengikut atau orang lain yang dipengaruhi. Memengaruhi adadah
proses mengubah Target agar bergerak dari posisi awal -- posisi A -- dan bergerak ke posisi
baru -- posisi B. Posisi B lebih baik, lebih tinggi, lebih banyak dari posisi A. Dalam
posisi B para pengikut dan pemustaka tahu dan mau untuk merealisir visi, misi dan tujuan
perpustakaan. Dalam proses memengaruhi pemimpin dan pengikut saling memengaruhi.
Jadi sebagai fenomena komunikasi, proses memengaruhi berlangsung dua arah.
Kepala perpustakaan memengaruhi para pustakawan dan staf bawahannya serta para
pemustaka dengan mempergunakan taktik memengaruhi. Taktik memengaruhi adalah
pola perilaku kepala perpustakaan dalam mengubah sikap, perilaku, motivasi dan
sebagainya dari bawahan kepala perpustakaan dan para
3
pemustaka. Untuk memengaruhi mereka, kepala perpustakaan dapat mempergunakan
berbagai taktik memengaruhi. Jenis taktik memengaruhi sangat banyak. Di bawah ini
dikemukakan sebagian dari taktik-taktik memengaruhi.
3
b. Taktik menggunakan otoritas
Yaitu taktik mempergunakan kekuasaan jabatan untuk memengaruhi orang lain. Kepala
perpustakaan diangkat secara sah oleh pejabat yang berwenang mengangkatnya.
Dengan menduduki jabatan ia mempunyai wewenang untuk memberi perintah kepada
bawahannya dan bawahannya wajib mematuhi perintahnya. Ia juga berhak untuk
menyusun peraturan prosedur operasi perpustakaan yang harus dipatuhi oleh para
pegawai perpustakaan dalam melaksanakan tugasnya dan para pemustaka dalam
menggunakan layanan perpustakaan. Jika mereka tidak mematuhinya, ia mempunyai
hak untuk memaksakan peraturan dan prosedur operasi perpustakaan dilaksanakan.
Yaitu mempergunakan teori ilmu pengetahuan, data, fakta, informasi dan pengalaman
masa lalu untuk memengaruhi orang lain. Misalnya, kepala perpustakaan
mempergunakan teori-teori ilmu perpustakaan untuk memengaruhi agar para pegawai
meningkatkan profesionalisme layanan mereka. Ia juga dapat menggunakan fakta
permintaan para pemustaka untuk mengembangkan koleksi perpustakaan; dan
menggunakan pengalaman pemborosan anggaran tahun yang lalu agar tahun yang akan
datang berhemat untuk mencapai efektifitas dan efisiensi anggaran yang tinggi.
3
d. Taktik pertukaran
Yaitu memberikan sesuatu kepada para pegawai dan pemustaka jika mereka juga
memberikan sesuatu. Misalnya, jika pegawai perpustakaan bekerja keras, berdisiplin
dan mempunyai etos kerja tinggi, akan diberikan kenaikan gaji dan kenaikan pangkat.
Demikian juga jika pemustaka terlambat mengembalikan buku yang dipinjamnya akan
diberi denda.
3
e. Taktik mengkoptasi
Yaitu taktik memengaruhi orang lain dengan mempergunaan etat de corps, kode etik,
kesatuan kelompok, nilai-nilai dan tujuan bersama. Misalnya, ”semua pustakawan
merupakan anggota KORPRI, abdi negara yang harus melayani bukan dilayani
pemustaka.
g. Taktik menekan
Yaitu memengaruhi orang lain dengan mengancam untuk memberikan hukuman atau
tindakan yang tidak menyenangkan. Misalnya, kepala perpustakaan mengancam untuk
menurunkan pangkat seorang pegawai perpustakaan yang indisipliner, berkinerja
rendah, tidak mematuhi peraturan dan prosedur kerja.
Dalam memengaruhi bawahannya atau orang lain, kepala perpustakaan sering harus
menggunakan proses memengaruhi secara sistematis dan sering harus menggunakan
beberapa taktik memengaruhi seperti dilukiskan pada Gambar 4.
Proses memengaruhi dimulai dengan menetapkan tujuan memengaruhi, yaitu apa yang
ingin dicapai dengan memengaruhi. Misalnya, kepala perpustakaan mempunyai tiga
orang bawahan biang kerok, disiplin, motivasi dan etos kerjanya rendah. Jika tidak segera
ditangani, biang kerok akan menjadi penyakit yang menular kepada pegawai lainnya. Ia
ingin mereka mengubah sikap, perilaku dan
3
kinerjanya. Tujuan memengaruhi adalah mengubah sikap, perilaku dan kinerja ketiga
pegawai tersebut (target).
b. Analisis target
3
f. Evaluasi hasilnya
2.5 Kekuasaan
4
Gambar 5: Interaksi
Orang yang ingin menjadi pemimpin perlu memahami sifat dan berupaya mempunyai
kekuasaan. Kekuasaan mempunyai sifat atau karakteristik sebagai berikut (Wirawan, 2003):
a. Kekuasaan abstrak tidak terlihat akan tetapi jika digunakan akibatnya dapat
dirasakan. Misalnya, kekuasaan hakim tidak terlihat akan tetapi jika digunakan, orang
dapat dihukum mati.
c. Kekuasaan dapat diperoleh, bertambah, berkurang dan hilang. Setiap orang dapat
memiliki kekuasaan jika mau. Menjadi pegawai, pendidikan, mengikuti pemilihan
umum sebagai kandidat merupakan cara untuk memperoleh kekuasaan. Kekuasaan juga
dapat bertambah ketika karier kepegawaian seseorang naik. Akan tetapi kekuasaan juga
dapat berkurang dan hilang jika seorang pejabat yang menduduki posisi tertentu
melakukan perbuatan melanggar hukum, melanggar moral dan etika kemudian dipecat
dari jabatannya.
4
Kartun 9: Kehati-hatian Dalam Medelegasikan Kekuasaan
Penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dapat terjadi dalam bentuk kolusi,
korupsi dan nepotisme. Mula-mula pemimpin menyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk
menggunakan sumber daya organisasi untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau
kroninya. Pengikut mendiamkan tindakan tersebut karena menyangka merupakan hak
prerogatif pemimpin. Pembiaran para pengikut menyebabkan pemimpin merasa tindakannya
dilegitimasi oleh para pengikutnya. Penyalahgunaan kekuasaan berlanjut sampai pemimpin
merasa organisasi miliknya dan ia merasa dapat melakukan apa saja yang ia inginkan.
Kekuasaan sebetulnya netral, tidak buruk dan tidak baik. Baik buruknya kekuasaan
tergantung orang yang mempunyai kekuasaan. Jika berada di tangan orang yang buruk,
kekuasaan menjadi buruk, akan tetapi jika dimiliki orang baik, kekuasaan menjadi baik.
Korupsi kekuasaan dapat dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme. Misalnya, para nabi
dan rasul tidak pernah menyalahgunakan kekuasaannya. walaupun kekuasaannya absolut
karena berasal dari Tuhan.
4
Bagaimana mencegah korupsi atau abuse atau penyalahgunaan kekuasaan? Pertama, setiap
pegawai atau birokrat harus mempunyai job-description atau uraian tugas. Uraian tugas
adalah hak dan kewajiban yang harus dan boleh ia lakukan. Kedua, harus ada mekanisme
mendeteksi penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, harus ada hukuman bagi mereka yang
menyalahgunaan kekuasaan.
John R. French dan Betram Raven membagi kekuasaan menjadi 5 jenis yaitu legitimate
power, coercive power, reward power, expertise power, dan referent power. Betram
Raven dan W. Kruglanski menambahkan jenis kekuasaan keenam
– information power sedangkan Paul Hersey dan Kennet Blanchard menambahkan jenis
kekuasaan yang ketujuh – connection power (Wirawan, 2003).
Legitimate power atau kekuasaan yang syah, juga disebut authority – otoritas atau
wewenang yaitu kekuasaan yang bersumber diangkatnya atau dipilihnya pemegang
kekuasaan secara sah untuk menduduki jabatan atau posisi tertentu. Misalnya, seorang
kepala perpustakaan menduduki jabatannya setelah diangkat secara sah oleh pejabat
yang berhak mengangkatnya. Karena diangkat secara sah ia mempunyai wewenang
untuk memberi perintah kepada bawahannya untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Bawahannya wajib melaksanakan perintah tersebut.
Kekuasaan paksa adalah kekuasaan yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan – karena
menduduki posisi tertentu -- untuk memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu. Misalnya, hakim mempunyai kekuasaan untuk memaksa
orang agar mematuhi hukum. Kepala perpustakaan mempunyai hak untuk memaksa
bawahannya atau para pemustaka untuk mematuhi peraturan kerja dan peraturan
perpustakaan.
4
c. Reward power atau Kekuasaan imbalan
Adalah kekuasaan untuk memberikan sesuatu atau tidak memberikan sesuatu kepada
orang lain. Misalnya, kepala perpustakaan mempunyai hak untuk memberikan atau
tidak memberikan kenaikan pangkat atau gaji kepada bawahannya jika memenuhi
standar kinerjanya.
Kekuasaan rujukan merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau organisasi
karena mempunyai daya tarik bagi orang lain, sehingga orang lain tersebut berupaya
mengidentifikasikan dirinya atau meniru dengan orang tersebut, atau menjadi anggota
organisasi tersebut dan berupaya mempertahankan hubungan dan keanggotaan dengan
organisasi tersebut. Misalnya, seorang pustakawan yang mempunyai keahlian untuk
menjelaskan secara menarik kepada para pemustaka mengenai fungsi perpustakaan
kepada pengembangan kehidupan mereka, dan para pemustaka telah membuktikan hal
tersebut akan menjadi rujukan bagi para pemustaka. Sedangkan perpustakaan akan
menjadi organisasi rujukan bagi pemustaka dalam mencari informasi bagi
pengembangan kebutuhan mereka.
Wirawan (2003) berpendapat referent power merupakan salah satu tahap menuju
kekuasaan kharisma (Charisma). Orang yang mempunyai kekuasaan kharisma
mempunyai keunggulan fisik dan keunggulan psikologi sehingga memukau power
recipient. Keunggulan fisik misalnya kecantikan, kegagahan
4
betuk fisik yang mengagumkan. Keunggulan psikologis misalnya kepandaian berbicara,
menyanyi, berpidato, kepandaian menari, berakting dan sebagainya. Keunggulan ini
menyebabkan power recipient meniru power holder dan mengidentifikasikan dirinya
dengan power holder. Kekuasaan kharisma misalnya dimiliki oleh Bung Karno
seorang pemimpin dan orator yang memukau rakyat Indonesia ketika ia berpidato.
Ialah kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang karena ia mempunyai informasi yang
dibutuhkan oleh orang lain yang tidak mempunyai informasi tersebut. Seorang manajer
keuangan dan manajer personalia mempunyai informasi mengenai keuangan dan
personalia yang bersifat konfidensial. Untuk mendapatkan informasi yang
diperlukannya, orang yang memerlukan informasi tersebut harus melalui prosedur
tertentu. Pustakawan dan perpustakaan mempunyai kekuasaan informasi yang
diperlukan oleh masyarakat.
Ialah kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang karena ia mempunyai koneksi dengan
orang lain yang mempunyai kekuasaan. Misalnya, seorang istri, anak atau teman
seorang pejabat negara tidak mempunyai jabatan kenegaraan. Akan tetapi mereka
mempunyai kekuasaan karena mempunyai koneksi dengan pejabat negara tersebut;
mereka terimbas oleh kekuasaan pejabat negara tersebut dan dapat memengaruhi
pengambilan keputusan pejabat negara tersebut. Jika ingin mengembangkan
perpustakaannya, kepala perpustakaan harus mengembangkan kekuasaan koneksi
dengan para pejabat negara agar dapat memperoleh sumber-sumber yang
diperlukannya.
Setiap orang yang ingin menjadi pemimpin harus berupaya memiliki ke tujuh kekuasaan
tersebut. Tanpa kekuasaan ia tidak dapat memengaruhi orang lain. Akan tetapi ia harus
ingat bahwa kekuasaan itu bukan tujuan melainkan alat. Jika tidak menyadari hal ini
orang cenderung untuk memperbesar dan mempertahankan kekuasaan sekedar untuk
tetap berkuasa. Jika ini yang dilakukannya, ia akan mengalami post power syndrome
jika kehilangan kekuasaannya. Sindrom tersebut dapat berupa sakit fisik atau sakit
jiwa atau
45
bunuh diri. Ingat pemimpin besar seperti Napoleon Bonaparte seperti orang gila ketika
di buang ke Pulau Elba. Adolf Hitler dan para pembantunya bunuh diri ketika
kehilangan kekuasaannya.
46
BAB III
GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEPENGIKUTAN
3.1.1 Pengertian
Salah satu pembeda kepemimpinan seorang dengan kepemimpinan lainnya adalah gaya
kepemimpinannya. Misalnya, dalam memengaruhi Bangsa Indonesia, Presiden Sukarno,
menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan Presiden Suharto demikian juga
berbeda dengan Presiden Gus Dur. Gaya kepemimpinan menentukan citra pemimpin dan
memengaruhi caranya dalam mencapai visi dan visinya. Demikian juga seorang kepala
perpustakaan akan menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan kepala
perpustakaan lainnya.
Gaya kepemimpinan adalah pola perilaku pemimpin dalam memengaruhi para pengikutnya.
Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Wirawan (2006) mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola perilaku yang konsisten yang dipergunakan seorang pemimpin
dalam memengaruhi atau bekerja dengan orang lain seperti dipersepsikan orang tersebut.
Pola perilaku yang sama akan muncul pada diri pemimpin ketika ia menghadapi situasi
kepemimpinan yang sama.
Ada beberapa jenis teori gaya kepamimpinan situasional akan tetapi mempunyai prinsip-
prinsip yang sama. Salah satu teori gaya kepemimpinan situasional yang dipakai secara
meluas adalah yang dikemukakan oleh Paul Hersey dan Kenneth
47
Blanchard (Wirawan, 2006). Prinsip dasar dari teori gaya kepemimpinan situasional ini
sebagai berikut:
1) Tidak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk memimpin semua orang.
2) Jenis gaya kepemimpinan yang dipakai oleh seorang pemimpin disesuaikan dengan
kematangan atau kesiapan para pengikutnya.
3) Taksonomi gaya kepemimpinan situasional ditentukan berdasarkan dua dimensi:
Dimensi Relationship behavior (perilaku hubungan) – pada as vertikal: yaitu
tinggi rendahnya perilaku pemimpin berusaha menciptakan hubungan baik dengan
para pengikutnya.
Dimensi Task behavior (perilaku ketugasan) – pada as horizontal: yaitu
tinggi rendahnya perilaku pemimpin dalam menentukan, mengawasi dan
mengevaluasi tugas para pengikutnya.
48
1) Telling Leadership Style atau Gaya Kepemimpinan Memberitahu
49
3) Partisipating Leadership Style atau Gaya Kepemimpinan Berpartisipasi
Gaya kepemimpinan ini untuk memimpin para pengikut dengan level R3 yaitu para
pengikut yang mempunyai kemampuan akan tetapi tidak mau melaksanakan tugasnya atau
mempunyai kemampuan akan tetapi tidak percaya diri untuk melaksanakannya. Perilaku
pemimpin untuk memimpin para pengikut jenis ini adalah:
Pemimpin membagi tanggung jawab untuk mengambil keputusan dengan para
pengikutnya.
Memenuhi kebutuhan rasa ingin tahu para pengikut
Memfokuskan kegiatan untuk mencapai hasil
Mengikutsertakan para pengikut dalam konsekuensi tugas untuk meningkatkan
komitmen dan motivasi mereka.
Menggabungkan pendapat pemimpin dan pendapat pengikut dalam pengambilan
keputusan.
Menentukan langkah-langkah berikut bersama.
Memberikan dorongan dan dukungan kepada para pengikut
Mendiskusikan ketakutan dan keseganan pengikut terhadap pemimpin.
Mendorong para pengikut untuk memberikan masukan.
Secara aktif mendengarkan apa yang dikemukakan para pengikut.
Gaya kepemimpinan ini dipergunakan untuk memimpin para pengikut dengan level R4.
Para pengikut jenis ini secara individual atau kelompok mampu dan mau serta merasa
percaya diri untuk melaksanakan tugasnya. Perilaku pemimpin untuk memimpin para
pengikut dengan kualitas tersebut adalah:
Mendengarkan para pengikut untuk mengevaluasi perkembangan
Mendelegasikan tugas dan aktivitas
Pengikut mengambil keputusan dan melaksanakan keputusan dan
melaporkan hasilnya kepada pemimpin.
Mendorong kebebasan untuk mengambil risiko
Supervisi longgar
Memonitor aktivitas
50
Memperkuat hasil
Selalu mudah dihubungi
Memberi dukungan menyediakan sumber
Dengan menggunakan pola pikir Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt, Wirawan
(2003) mengemukakan Teori Gaya Kepemimpinan Berbagi Kekuasaan antara pemimpin
dan para pengikutnya. Seperti telah dijelaskan di atas, untuk memengaruhi seorang
pemimpin harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan merupakan interaksi kekuasaan
antara pemimpin dengan para pengikutnya. Dalam interaksi baik pemimpin maupun
pengikut mempunyai kekuasaan, hanya kekuasaan pemimpin umumnya lebih besar dari
kekuasaan para pengikutnya.
Teori Gaya Kepemimpinan Berbagi Kekuasaan disusun berdasarkan tiga asumsi mengenai
penggunaan kekuasaan oleh pemimpin dan para pengikutnya:
Asumsi ini dipergunakan untuk mengukur seberapa tinggi pemimpin mempunyai kebebasan
untuk menggunakan kekuasaannya. Sebagai seorang elit yang menduduki posisi tertentu,
pemimpin merasa mempunyai berbagai jenis kekuasaan yang dapat dipergunakannya untuk
memengaruhi para pengikutnya. Dalam menggunakan kekuasaannya, pemimpin merasa
bebas untuk:
Menentukan hak dan kewajiban para pengikutnya
Menggunakan hak prerogatifnya
Menggunakan kekuasaan posisional dan kekuasaan personalnya
Berpendapat bahwa pengikut mempunyai kewajiban untuk mematuhi hak prerogatif
dan kekuasaan pemimpin
Mendelegasikan pengambil keputusan kepada para pengikutnya
Menilai pengikut dalam menggunakan kekuasaannya
Mempunyai hak untuk menghukum pengikut jika tidak menghormati
kekuasaannya
51
2) Kebebasan pengikut untuk menggunakan kekuasaannya
Asumsi ini dipergunakan untuk mengukur seberapa tinggi pengikut merasa bebas untuk
menggunakan kekuasaannya. Karena mempunyai kekuasaan, pengikut merasa berhak
untuk:
Mengambil inisiatif, berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugasnya
Mengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya
Menolak hak prerogatif pemimpin jika tidak sesuai dengan peraturan dan kelayakan.
Jika kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaan tinggi, maka kebebasan pengikut
untuk menggunakan kekuasaan rendah. Jika kebebasan pengikut untuk menggunakan
kekuasaannya tinggi maka kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaannya rendah.
Berdasarkan ketiga asumsi tersebut disusun taksonomi gaya kepemimpinan yang terdiri dari
lima gaya kepemimpinan seperti dilukiskan pada Gambar 6.
52
Otokratik Paternalistik Partisipatif
53
3) Gaya kepemimpinan partisipatif
Gaya kepemimpinan ini sering disebut sebagai free rein leadership style atau laissez
faire leadership style. Ini bukan berarti gaya kepemimpinan tanpa pemimpin, pemimpin
tetap ada akan tetapi perannya minimal. Gaya kepemimpinan ini misalnya dipakai di
organisasi seperti NASA, high tech company atau di unit organisasi penelitian dan
pengembangan. Pemimpin hanya menentukan visi, misi, strategi dan tujuan organisasi,
merencanakan kegiatan dan mengevaluasi hasil kegiatan. Ciri dari pada gaya kepemimpinan
ini adalah:
54
Kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaan sama besar dengan kebebasan
pengikut untuk menggunakan kekuasaannya. Akan tetapi pemimpin mengizinkan
para pengikutnya untuk menggunakan kekuasaannya secara maksimal.
Pemimpin bersama-sama para pengikutnya menentukan tujuan organisasi.
Pemimpin menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan kepada pengikutnya
akan tetapi dengan kewajiban untuk melaporkan keputusan tersebut kepada
pemimpin.
Pengikut menentukan sendiri proses pelaksanaan keputusan, akan tetapi mempunyai
kewajiban untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada
pemimpin.
Komunikasi interpersonal berlangsung dua arah secara formal dan informal. Dalam
ilmu kepemimpinan masih banyak teori mengenai gaya kepemimpinan. Kepala
pepustakaan wajib mempelajari berbagai teori tersebut dan menerapkan dalam
memimpin perpustakaan jika diperlukan.
3.2 Kepengikutan
Siapakah yang disebut pengikut itu? Pengikut adalah orang yang ikut serta secara aktif
dalam mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi. Wirawan (2003) mendefinisikan pengikut
sebagai orang yang berinteraksi dengan, dipengaruhi dan memengaruhi pemimpin
untuk ikut serta dalam merealisasi visi sistem sosial. Di
55
perpustakaan yang dimaksud dengan pengikut kepala perpustakaan adalah staf dan
pegawai perpustakaan dan para pemustaka.
Agar dapat ikut serta dalam perubahan yang diciptakan oleh pemimpinnya, para
pengikut harus memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut antara lain:
a. Integritas
Agar dapat berpartisipasi aktif dalam perubahan yang diciptakan oleh pemimpin, seorang
pengikut harus mempunyai integritas tinggi. Integritas artinya mengindentifikasikan
dirinya dengan dan melaksanakan visi, misi, norma dan nilai-nilai organisasi. Dalam
istilah Budaya Jawa integritas adalah melu handarbeni dan melu hangrukebi
organisasi. Pengikut merasa memiliki organisasi, meyakini kebenaran visi, misi, norma
dan nilai-nilainya dan berupaya untuk melaksanakannya.
b. Mandiri
Pengikut yang mandiri adalah pengikut menguasai, mampu melaksanakan dan mau
melaksanakan tugasnya dengan sedikit mungkin supervisi dari pemimpinnya. Di samping
itu ia mempunyai motivasi internal yang tinggi untuk bergerak merealisasi visi
organisasi.
c. Adaptif
d. Berani
Ira Charleff (1995) menyatakan bahwa pengikut harus mempunyai lima keberanian atau
courage.
Berani memikul tanggung jawab. Pengikut yang efektif berani mengambil tanggung
jawab untuk dirinya sendiri dan untuk organisasinya. Ia menciptakan peluang untuk
mengisi potensinya dan memaksimalkan nilai organisasi.
56
Berani melayani. Bekerja keras dan mengambil tambahan tanggung jawab untuk
melayani pemimpinnya.
Berani menantang. Berani mengemukakan ketidaksenangan jika perilaku pemimpin
bertentangan dengan kebenaran dan keadilan.
Berani berpartisipasi dalam perubahan. Jika terjadi situasi yang menghambat
terjadinya perubahan pengikut merupakan garda terdepan untuk menghilangkan
hambatan tersebut serta tidak ragu ikut serta menciptakan perubahan.
Berani meninggalkan pemimpin. Jika pemimpin menghianati organisasi dan
tindakannya merugikan tujuan bersama dan peringatan yang dikemukakan diabaikan,
pengikut harus berani meninggalkan pemimpin.
Sering jika terjadi konflik antara pemimpin dan pengikut, pengikut melakukan whistle
blower, yaitu membuka rahasia pemimpin atau organisasinya kepada publik.
b. Mempercayai pengikut
Kepercayaan atau trust merupakan modal sosial dalam interaksi sosial. Jika pemimpin
tidak mempercayai para pengikutnya akan meningkatkan biaya pengawasan dan sering
menimbulkan konflik antara keduanya.
57
c. Mengkooptasi pengikut
d. Pigmallion effect
Yaitu memotivasi pengikut dengan menyatakan bahwa ia pasti berhasil jika berupaya
dengan maksimal.
e. Mendelegasikan kekuasaan
Jika pengikut berkembang dan dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri, akan
meningkatkan motivasi pengikut jika pemimpin mendelegasikan kekuasaan dan
wewenangnya.
58
BAB IV
ENTREPRENEURSHIP
4.1 Pengertian
Perlu juga dipahami bahwa istilah entrepreneurship terdiri dari dua katagori:
entrepreneur dan intrapreneur. Entrepreneur adalah wirausaha yang bekerja untuk
dirinya sendiri. Misalnya, pedagang dan pengusaha merupakan wirausaha yang berusaha
untuk dirinya sendiri. Jika untung, keuntungannya milik diri sendiri dan jika rugi, ia harus
menanggung kerugiannya sendiri. Intrapreneur adalah wirausaha yang bekerja untuk orang
lain. Misalnya, seorang pegawai dan agen perusahaan berusaha untuk orang lain yaitu untuk
perusahaan dan lembaga bisnis dan lembaga nonprofit. Pustakawan termasuk
intrapreneuring.
Dari definisi tersebut ada sejumlah kata kunci yang memerlukan penjelasan.
Entrepreneur bekerja dalam waktu yang panjang, terus berpikir dan berupaya untuk
menciptakan produk – barang dan jasa. Pustakawan juga berupaya menciptakan layanan
jasa perpustakaan bagi para pemustaka dengan membaktikan waktu dan upayanya secara
terus menerus.
Jika upaya berhasil entrepreneur akan menghasilkan financial reward dalam bentuk
keuntungan finansial. Ia juga akan menghasilkan personal satisfaction – yaitu kepuasan
pribadi dalam bentuk kebahagiaan hidup. Jika layanan jasa perpustakaannya kepada para
pemustaka berhasil, sebagai seorang profesional, pustakawan juga akan menerima imbalan
finansial yaitu cost effectiveness dan cost efficiency dan cost benefit yang tinggi. Ia
juga akan mengalami kebanggaan dapat melaksanakan profesinya dengan baik.
60
4.2 Karakteristik
Internal locus control artinya mampu mengontrol diri dan nasibnya sendiri. Nasib,
kesuksesan, kegagalannya tergantung pada dirinya sendiri bukan tergantung pada orang
lain. Jika gagal, ia akan menyalahkan diri sendiri bukan kesalahan orang lain.
Sebaliknya orang yang eksternal locus control selalu tergantung pada orang lain. Sebagai
seorang profesional, pustakawan harus internal locus control dan bantuan yang dapat ia
dapatkan adalah dari organisasi profesi pustakawan dan birokrat atasannya. Akan tetapi ia
harus menyalahkan diri sendiri jika upayanya gagal.
61
3. Percaya diri tinggi dan tidak takut gagal
Wirausaha percaya bahwa produknya diperlukan dan disukai orang. Ia tidak takut gagal
atas upayanya untuk melayani masyarakat.
4. Pekerja keras
Seorang wirausaha merupakan pekerja keras, beretos kerja tinggi dan sering workaholic.
Ia percaya dengan bekerja keras kemakmuran dan kebahagiaan manusia akan dapat
dicapai. Pustakawan merupakan pekerja keras. Misalnya, perpustakaan umum dan
perpustakaan universitas di negara-negara maju buka tujuh hari seminggu. Untuk
perpustakaan universitas umumnya buka dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam.
62
5. Ketahanmalangan
Wirausaha mempunyai daya tahan tinggi menghadapi kesulitan. Bagi mereka no pain no
gain. Berakit-rakit ke hulu dan berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu dan
bersenang-senang kemudian.
6. Proaktif
Seorang entrepreneur seorang proaktif – orang yang penuh inisiatif, dan penuh
tanggungjawab bukan sekedar orang yang reaktif. Ia tidak menunggu masyarakat datang
kepadanya, akan tetapi jemput bola untuk ikut memecahkan masalah masyarakat.
63
BAB V
MANAJEMEN
KONFLIK
5.1.1 Pengertian
Dalam melaksanakan fungsi dan perannya, seorang pemimpin akan menghadapi konflik.
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan dicegah. Minimal
20 persen waktu pemimpin dipergunakan untuk menyelesaikan konflik yang dihadapinya.
Konflik dapat terjadi antara pemimpin dengan para pengikutnya, antara para pengikutnya,
dan antara organisasi yang dipimpinnya dengan orang atau organisasi yang berada di
lingkungan eksternalnya. Demikian juga seorang kepala perpustakaan menghadapi konflik
dengan bawahannya, konflik antar bawahannya, dan konflik antara perpustakaan dengan
para pemustaka atau dengan organisasi atau orang yang berhubungan dengan perpustakaan.
Konflik tersebut disebut konflik interpersonal atau konflik dalam suatu organisasi.Oleh
karena itu seorang kepala perpustakaan perlu memahami konflik dan bagaimana
memanajemeni konflik.
Apakah yang dimaksud dengan konflik? Wirawan (2010) mendefinisikan konflik sebagai
berikut: Konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak
atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola
perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Dari definisi
tersebut ada sejumlah kata kunci yang perlu mendapatkan penjelasan. Konflik terjadi
melalui proses yang unik, artinya proses dalam suatu konflik berbeda dengan proses
konflik lainnya. Konflik interpersonal atau konflik dalam suatu organisasi terjadi antara
dua pihak atau lebih: antara seorang individu dengan individu lainnya, dan antara seorang
individu dengan kelompok, antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya.
Pihak yang berkonflik saling tergantung, artinya satu pihak tidak bebas melakukan sesuatu
tanpa campur tangan pihak lainnya atau mendapatkan izin atau merugikan pihak lainnya.
Melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu suatu pihak akan
64
mempunyai akibat bagi pihak lainnya. Konflik merupakan pertentangan mengenai obyek
konflik – yaitu sesuatu yang menimbulkan konflik. Objek konflik banyak dan unik dalam
setiap konflik. Misalnya, di perpustakaan terjadi konflik antara pustakawan dan pemustaka
yang merasa kebutuhan informasinya tidak dilayani oleh perpustakaan. Akan tetapi
pertentangan hanya akan menjadi konflik jika telah diekspresikan. Pengekspresian terjadi
melalui kejadian pemicu (triggering event) -- melalui perilaku verbal, bahasa badan,
melalui komunikasi tertulis dan sebagainya. Misalnya, ketika saling bertemu, tidak saling
sapa atau memberi salam.
Ketika terjadi konflik, pihak yang berkonflik mempegunakan pola perilaku tertentu untuk
mecapai tujuannya berkonflik. Pola perilaku tersebut disebut sebagai gaya manajemen
konflik. Konflik menimbulkan interaksi konflik antara pihak-pihak yang berkonflik.
Interaksi konflik dapat berlangsung lama atau sebentar tergantung situasi konfliknya.
Dalam interaksi dipergunakan berbagai sumber-sumber organisasi, Interaksi ini kemudian
menghasilkan keluaran konflik.
Wirawan (2010) mengemukakan sepuluh sumber yang dapat menimbulkan konflik (lihat
Gambar 8):
a. Keterbatasan sumber
Organisasi mengalami keterbatasan sumber-sumber organisasi yang dapat menimbulkan
konflik. Sumber-sumber tersebut antara lain anggaran, fasilitas kerja, jabatan, dan
kesempatan untuk pengembangan karier
65
Gambar 8: Sumber Terjadinya Konflik
Konflik dapat terjadi karena pihak yang berkonflik mempunyai tujuan yang berbeda.
Misalnya, Perpustakaan Umum Kabupaten X mendapatkan anggaran pengembangan
perpustakaan dari DPRD Kabupaten yang penggunaannya harus segera direncanakan
oleh kepala perpustakaan. Joko Rejo Siregar, Kepala Seksi Layanan mengusulkan
anggaran dipergunakan untuk membangun perpustakaan keliling agar dapat melayani
masyarakat pedesaan. Amir Hasan, Kepala Seksi Administrasi menyarankan anggaran
dipergunakan untuk memperluas gedung perpustakaan dan menambah koleksi
perpustakaan. Kedua kepala seksi perpustakaan tersebut dapat terlibat konflik jika kepala
perpustakaan tidak menguasai masalah dan hanya mengikuti kehendak bawahannya.
c. Interdependesi tugas
Konflik terjadi karena adanya interdependensi tugas. Artinya salah satu pihak yang
berkonflik tidak dapat melaksanakan tugasnya tanpa persetujuan, bantuan, mengganggu,
merugikan lawan konfliknya.
66
d. Keragaman sistem sosial
Manusia hidup dalam kelompok sistem sosial yang beragam dengan latar belakang
budaya, agama, strata sosial yang berbeda. Perbedaan ini menghasilkan pola pikir, sikap,
perilaku dan kebutuhan yang berbeda, Keadaan tersebut dapat menimbulkan konflik.
e. Diferensiasi organisasi
Organisasi mempunyai sejumlah unit kerja yang mempunyai, tugas dan peran yang
berbeda dalam birokrasi organisasi yang formalitas strukturnya berbeda (formalitas tinggi
versus formalitas rendah) yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya, bendahara
perpustakaan bertugas menghemat anggaran dan hanya menggunakan uang sesuai dengan
mata anggaran dan rencana penganggaran karenanya ia sangat formal. Unit layanan
perpustakaan – ujung tombak perpustakaan -- harus melakukan promosi perpustakaan
dan membuat tempat pameran buku di gedung perpustakaan -- dan ikut serta dalam
pameran pembangunan. Sebagian dari kegiatan tersebut tidak dianggarkan. Keadaan ini
dapat menimbulkan konflik.
f. Ambiguitas yurisdiksi
Tidak adanya job-description yang definitif antara pegawai dan unit kerja sering
menimbulkan konflik. Setiap pegawai umumnya berupaya untuk menambah dan
memperluas tugas dan wewenangnya yang bertabrakan dengan tugas dan wewenang
pegawai lainnya.
Kompensasi yang tidak layak dan pengembangan karier yang tidak adil dapat
menimbulkan konflik. Misalnya, para pegawai bawahan hanya hidup dari gaji yang
jumlahnya kecil, tanpa fasilitas. Sedangkan kepala perpustakaan, di samping gaji juga
mendapat tunjangan jabatan dan fasilitas kerja yang mencukupi. Keadaan ini
menimbulkan kecemburuan dan konflik jika kepala perpustakaan tidak memikirkan
bawahannya.
67
h. Komunikasi yang tidak baik
Perlakuan yang tidak manusiawi kepada siapa saja selalu menimbulkan konflik. Dengan
berlakunya undang-undang hak asasi manusia dan undang-undang anti diskriminasi para
staf perpustakaan harus berhati-hati dalam melayani pemustaka dan dalam berhubungan
dengan teman sekerjanya.
j. Pribadi orang
Ada orang yang mempunyai kepribadian yang mudah menimbulkan konflik dengan
orang lain. Kepribadian tersebut antara lain: sombong, egois, merasa dirinya super,
kurang dapat mengendalikan emosi dan sebagainya.
Konflik dapat juga dikelompokkan menjadi konflik konstruktif dan konflik destruktif.
Konflik konstruktif adalah konflik yang menghasilkan solusi win and win. Pihak- pihak
yang berkonflik merasa puas terhadap resolusi konflik dan dapat kembali ke situasi sebelum
konflik terjadi. Konflik destruktif adalah konflik yang merusak
68
hubungan dan komunikasi interpersonal pihak-pihak yang berkonflik. Pihak-pihak yang
berkonflik berupaya mengalahkan lawan konfliknya dengan melakukan agresi untuk
memenangkan konflik. Solusi konflik adalah win and lose satu pihak menang dan lawan
konfliknya kalah. Konflik ini mempersulit terjadinya rekonsiliasi antara pihak-pihak yang
berkonflik.
Para pemimpin, manajer dan orang mempunyai asumsi yang berbeda mengenai konflik.
Secara garis besar persepsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis (Wirawan, 2010):
1. Konflik buruk
Asumsi ini menyatakan bahwa konflik buruk dan merusak oleh karena itu harus
dihindari. Konflik merusak keharmonisan dan keserasian hidup manusia; menghambat
kemajuan manusia; membuat orang saling curiga; memboroskan sumber organisasi
untuk hal yang tidak perlu. Asumsi seperti ini misalnya diajarkan oleh Pemerintah Orde
Baru dalam penataran P4. Akan tetapi dengan asumsi ini konflik yang terjadi tidak
terselesaikan, terus berlangsung yang akan meledak di kemudian hari.
69
2. Konflik netral
Menurut asumsi ini, konflik netral tidak baik dan tidak buruk. Baik buruknya konflik
tergantung bagaimana memanajemeninya. Jika dimanajemeni dengan baik, konflik
akan menimbulkan suatu akibat yang baik. Jika dimanajemeni dengan buruk,
keluaran konflik akan buruk.
3. Konflik baik
Dalam asumsi ini, konflik baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang baru. Jika tidak
ada konflik dengan Orde Lama tidak akan ada Orde Baru. Dan jika tidak terjadi konflik
dengan Orde Baru tidak akan terjadi reformasi di Indonesia. Oleh kerena itu, di
sejumlah organisasi di negara maju mentoleransi terjadinya konflik, bahkan sering
diciptakan secara sengaja.
Menurut asumsi ini, pada level tertentu, konflik dapat meningkatkan produktivitas
individu dan organisasi. Akan tetapi setelah mencapai puncak, konflik akan
menurunkan produktivitas individu dan organisasi (Lihat Gambar 9). Oleh karena itu
setelah level tersebut, konflik harus dimanajemeni dengan bijak agar konflik tidak
berkembang menjadi konflik destruktif.
70
5.3 Gaya Manajemen Konflik
5.3.1 Pengertian
Dalam menghadapi situasi konflik, orang cenderung untuk berperilaku tertentu. Pola
perilaku dalam menghadapi interaksi konflik disebut sebagai gaya manajemen
konflik. Dalam menghadapi situasi konflik orang dapat menggunakan berbagai gaya
manajemen konflik. Gaya manajemen konflik seseorang tergantung pada sejumlah
faktor: pendidikan, kepribadian, asumsi mengenai konflik, pengalaman menghadapi
konflik, budaya, umur, tujuan konflik, kekuasaan yang dimiliki, sumber yang
dimiliki, jenis kelamin, kecerdasan emosional, budaya organisasi dan sebagainya.
Dalam ilmu manajemen konflik paling tidak ada lima teori gaya manajemen konflik.
Di bawah ini dikemukakan Teori Gaya Manajemen Konflik yang dikemukakan oleh
Keneth W, Thomas dan Ralph Kilman (Wirawan, 2010). Teori Gaya Manajemen
Konflik Thomas dan Kilman disusun berdasarkan dua dimensi (lihat Gambar 9):
Keasertifan pada as vertikal dan Kerjasama pada as horizontal.
Keasertifan
Adalah upaya untuk memuaskan diri sendiri dan mengabaikan orang lain ketika
menghadapi konflik.
Kerjasama
Adalah upaya untuk memuaskan orang lain dan mengabaikan diri sendiri ketika
menghadapi situasi konflik.
Berdasarkan kedua dimensi tersebut, Thomas dan Kilman mengemukakan lima
gaya manajemen konflik: Kompetisi (competiting), kolaborasi (collaborating),
kompromi (compromising), menghindar (avoiding) dan mengakomodasi
(acomodating).
71
Kompetisi
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan tinggi dan kerjasama rendah.
Gaya manjemen ini berorientasi kepada kekuasaan, di mana orang akan
menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan konflik dengan biaya lawan
konfliknya. Orang yang mempergunakan Gaya Manajemen Konflik Kompetisi
mempunyai karakteristik dan pertimbangan sebagai berikut.
o Merasa mempunyai kekuasaan dan sumber-sumber konflik untuk memaksakan
kehendaknya kepada lawan konfliknya.
o Tindakan perlu diambil dengan cepat, misalnya dalam keadaan darurat.
Keterlambatan mengambil keputusan atau tindakan akan memberikan akibat
yang tidak baik.
o Dalam tindakan yang tidak populer, terdapat hal yang harus dilakukan, seperti
mengurangi biaya, peraturan baru, dan pendisiplinan pegawai.
o Melindungi organisasi dari kebangkrutan dan keadaaan yang dapat merusak
citra perusahaan, seperti perilaku pegawai yang tidak patut dan pegawai biang
kerok.
72
Kolaborasi
Gaya manajemen konflik ini menggunakan tingkat keasertifan dan kerjasama yang
tinggi. Tujuannya adalah mencari alternatif dasar bersama yang memuaskan
sepenuhnya kedua belah pihak yang terlibat konflik. Kedua belah pihak
bernegosiasi untuk menciptakan solusi yang memuaskan kedua belah pihak yang
berkonflik. Upaya tersebut sering meliputi saling memahami permasalahan
konflik, dan ketidaksepakatan lawan konflik. Selain itu kreativitas dan inovasi
juga digunakan untuk mencari alternatif yang dapat diterima kedua belah pihak
yang berkonflik. Orang yang mempergunakan gaya manajemen konflik kolaborasi
mempunyai karakteristik dan pertimbangan menggunakannya sebagai berikut.
o Menciptakan solusi integratif dan tujuan kedua belah pihak terlalu penting
untuk dikompromikan
o Tujuan pihak yang berkonflik untuk mempelajari pandangan lawan konfliknya.
o Kedua belah pihak yang berkonflik berupaya mempelajari pandangan lawan
konfliknya.
o Kedua belah pihak yang berkonflik tidak mempunyai cukup kekuasaan dan
sumber-sumber untuk memaksakan kehendak untuk mencapai tujuan mereka.
Kompromi
73
o Kedua belah pihak yang berkonflik mempunyai kekuasaan dan sumber- sumber
yang sama, serta mempunyai tujuan konflik yang hampir sama.
o Untuk mencapai solusi sementara atas masalah yang kompleks.
Menghindar
Mengakomodasi
74
5.4 Resolusi Konflik
1. Pengaturan sendiri
Dalam metode resolusi konflik pengaturan sendiri, pihak-pihak yang terlibat konflik
menyusun strategi konflik dan menggunakan berbagai taktik konflik untuk
mencapai tujuan konfliknya. Pihak-pihak yang berkonflik menggunakan taktik
mencari teman, menggunakan kekuasaan yang dimilikinya, melakukan agresi verbal
dan fisik agar memenangkan konfliknya dan lawan konfliknya menyerah. Taktik
ini dapat mengarah kepada solusi konflik menang-kalah (win and lose) yang
menimbulkan ketidakpuasan atau dendam pihak yang kalah dalam konflik.
Jika konflik berlangsung lama, tidak ada yang kalah dan menang, konflik
menghabiskan sumber-sumber organisasi dan energi para pihak yang berkonflik.
Pihak-pihak yang berkonflik tidak mampu memaksakan kehendaknya kepada
lawannya berkonflik. Dalam situasi pihak-pihak yang berkonflik memerlukan
bantuan pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik mereka. Pihak ketiga tersebut
dapat berupa:
a. Atasan langsung
Pihak-pihak yang berkonflik meminta atasan kedua belah pihak yang berkonflik
untuk menyelesaikan konflik. Dalam hierarki birokrasi atasan atau manajer pihak
yang berkonflik mempunyai wewenang untuk menyelesaikan konflik dalam
organisasinya.
75
b. Pengadilan Tata Usaha Negara
Jika warga masyarakat merasa dirugikan oleh keputusan yang dilakukan oleh
lembaga pemerintah maka yang dirugikan dapat meminta Pengadilan Tata
Usaha Negara untuk membatalkan keputusan tersebut. Misalnya, perpustakaan
umum memutuskan untuk tidak melayani masyarakat di desa atau tempat
tertentu, masyarakat dapat mengajukan kasusnya ke Pengadilan Tata Usaha
Negara.
c. Ombudsman
d. Mediator
Adalah lembaga atau orang yang diangkat oleh pihak-pihak yang berkonflik
untuk membantu menyelesaikan konflik mereka. Akan tetapi keputusan mediator
tidak mempunyai kekuatan yang mengikat pihak- pihak yang berkonflik.
e. Arbitrator
Adalah lembaga atau orang yang diserahi sepenuhnya oleh pihak-pihak yang
berkonflik untuk menyelesaikan konflik mereka. Arbitrator dapat mengambil
keputusan mengenai konflik tersebut dan keputusannya mengikat pihak-pihak
yang berkonflik.
76
Kartun 11: Rekonsiliasi Mencegah Dendam Akibat Konflik
f. Pengadilan Negeri
Konflik perdata yang terjadi antara para individu anggota masyarakat, atau antara
lembaga pemerintah dengan anggota masyarakat dapat diselesaikan melalui
Pengadilan Negeri.
g. Konsiliator
Sering setelah terjadi resolusi konflik, pihak-pihak yang berkonflik masih merasa
dendam, tidak nyaman dan masih teringat mengenai konflik yang terjadi. Untuk
menyelesaikan kasus seperti ini, diadakan proses rekonsiliasi yang dilakukan oleh
konsiliator. Melalui proses rekonsiliasi, hubungan pihak-pihak yang berkonflik
kembali normal seperti sebelum terjadi konflik.
77
78
BAB VI
PENUTU
P
79
80
DAFTAR PUSTAKA
Anzalone, Filippa Marullo. 2007. Servant leadership: A new model for law library leaders.
Law library journal 90(4):793-812.
Charleff, Ira. 1995. The courageous follower: Standing up to and for our leaders.
San Fransisco, CA: Berrett-Koehler Publisher.
Lynch, Bverly P. 1978. Library as bureaucracy. Library trends, Winter 1978:259- 267.
Waddell, Jane . 2006. Servant leadership. Regent: School of Leadership Studies, Regent
University.
Wirawan. 2003. Kapita selekta teori kepemimpinan: Pengantar untuk penelitian dan
praktek, jilid 2. Jakarta: Kerjasama antara Yayasan Bangun Indonesia dengan
UHAMKA Press.
.----------2007. Budaya dan iklim organisasi: Teori, aplikasi dan penelitian. Jakarta:
Salemba Empat.
-----------2008. Profesi dan standar evaluasi. Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia &
UHAMKA Press.
81
-----------2011. Evaluasi: Teori, model, standar, aplikasi dan profesi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
82