Anda di halaman 1dari 88

Disusun oleh :

Dr. Gardjito, M.Sc

PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
2012
MILIK

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Dilarang mempublikasikan, menggandakan, mencetak sebagian atau seluruh


isi Modul/Bahan Ajar ini tanpa izin dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kelancaran dalam
penerbitan Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Kepala Perpustakaan
Sekolah sebagai acuan nasional dalam penyelenggaraan Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah.

Bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan,
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI. Penerbitan
ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan penyelenggaraan diklat yang sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/madrasah.

Terbitnya bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas penyelenggaraan Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah dan sekaligus mampu meningkatkan
kualitas penyelenggaraan perpustakaan sekolah di tanah air.

Kami ucapkan terima kasih kepada penyusun, tim penyunting, dan seluruh pihak terkait yang telah
membantu penyusunan dan penyelesaian bahan ajar diklat ini. Kritik maupun saran untuk
penyempurnaan bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini sangat kami harapkan untuk
perbaikan dan penyempurnaannya pada terbitan yang akan datang.

Jakarta, Januari 2019


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Perpustakaan Nasional RI

Drs Widiyanto, M.Si.


NIP. 19600412 198703 1 001

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................ 4
1.3 Kompetensi Dasar .............................................................. 5
1.4 Indikator Keberhasilan........................................................ 5

BAB II KEPEMIMPINAN PERPUSTAKAAN ......................................... 6


2.1 Sistem Organisasi Perpustakaan ....................................... 6
2.2 Manajemen dan Kepemimpinan ......................................... 7
2.3 Kepemimpinan.................................................................... 9
2.4 Memengaruhi...................................................................... 33
2.5 Kekuasaan ......................................................................... 39
BAB III GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEPENGIKUTAN ...................... 46
3.1 Gaya Kepemimpinan .......................................................... 46
3.2 Kepengikutan ..................................................................... 54
BAB IV ENTREPRENEURSHIP .............................................................. 58
4.1 Pengertian .......................................................................... 58
4.2 Karakteristik........................................................................ 60
BAB V MANAJEMEN KONFLIK ............................................................ 63
5.1 Konflik Interpersonal........................................................... 63
5.2 Asumsi Mengenai Konflik ................................................... 68
5.3 Gaya Manajemen Konflik ................................................... 70
5.4 Resolusi Konflik .................................................................. 74
BAB VI PENUTUP ................................................................................. 77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 78

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


a. Perpustakaan Indonesia
Sejarah buku sudah tua di Indonesia akan tetapi sejarah perpustakaan baru mulai tumbuh
pada abad ke-17 pada masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1365 misalnya, masa kerajaan
Majapahit telah ditulis oleh pujangga dalam buku dengan mempergunakan daun lontar yang
menjadi sumber sejarah Indonesia -- Negara Kertagama -- yang disusun oleh Mpu Prapanca.
Buku ini melukiskan keadaan kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan Prabu Hayam
Wuruk. Kebiasaan menulis buku terus berlangsung di kerajaan-kerajaan Indonesia pada
masa kerajaan Islam di Indonesia.

Sejarah perpustakaan baru berkembang di Indonesia pada abad ke-17 dengan didirikannya
Perpustakaan Gereja Batavia tahun 1643 oleh Verenigde Oost Indische Company
(VOC) dipimpin oleh Pustakawannya, Dominus Abraham Fierenius. Pemerintah Belanda
kemudian mendirikan Bataviaasch Genootschapvan Kunsten en Wetenschappen
pada tanggal 24 April 1778 yang dikenal sebagai Perpustakaan Museum. Pemerintah
Belanda kemudian mendirikan perpustakaan umum yang bernama Volkbibliotheek. Dalam
rangka mendukung proses pembelajaran di sekolah-sekolah, dan perguruan tinggi didirikan
perpustakaan di lembaga-lembaga pendidikan.

Pada masa kemerdekaan Pemerintah Indonesia memperhatikan pentingnya perpustakaan


bagi kehidupan masyarakat. Hal ini diawali dengan didirikannya Biro Perpustakaan di
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang bertugas membina dan mengembangkan
perpustakaan di Indonesia. Djawatan Pendidikan Masyarakat mendirikan Perpustakaan
Masyarakat yang menjadi embrio perpustakaan umum untuk membina dan
mengembangkan perpustakaan- perpustakaan Departemen Pendidikan kemudian mengubah
Biro Perpustakaan menjadi Lembaga Perpustakaan dan kemudian menjadi Pusat
Pembinaan

1
Perpustakaan tahun 1970-an. Biro Perpustakaan, Lembaga Perpustakaan dan Pusat
Pembinaan Perpustakaan mendirikan Perpustakaan Negara kemudian menjadi Perpustakaan
Wilayah di setiap provinsi. Perpustakaan ini dirancang sama dengan State Library di
Amerika Serikat. Pusat Pembinaan Perpustakaan juga mendirikan Perpustakaan Umum di
kota dan kabupaten. Untuk memeratakan layanan perpustakaan, Pusat Pembinaan
Perpustakaan membangun Perpustakaan Keliling dan Perpustakaan Terapung yang berinduk
di Perpustakaan Wilayah dan Perpustakaan Umum.

Ketika Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mendirikan Perpustakaan Nasional pada


tahun 1980-an Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur ke dalam Perpustakaan Nasional.
Profesi kepustakawanan mulai berkembang pada masa Pemerintahan Penjajahan Belanda
dengan didirikannya berbagai perpustakaan yang dikelola oleh para pustakawan. Akan
tetapi secara formal baru berkembang tahun 1950-an dengan berdirinya sekolah
perpustakaan dan kursus-kursus perpustakaan serta berdirinya berbagai asosiasi
pustakawan tahun 1950-an. Pada tahun 1973 dalam Kongres Pustakawan Indonesia di
Ciawi, Bogor, semua asosiasi pustakawan melebur diri menjadi Ikatan Pustakawan
Indonesia. Mulai tahun 1950- an, pemerintah mengirimkan para pemuda Indonesia untuk
belajar ilmu perpustakaan ke Selandia Baru, Australia, Belgia, Belanda dan kemudian ke
Amerika Serikat dan Inggris. Tenaga-tenaga muda inilah yang kemudian menjadi pelopor
pengembangan Sistem Nasional Perpustakaan di Indonesia secara ilmiah.

Esensi perpustakaan dan kepustakawanan diakui dan dilindungi oleh Pemerintah Indonesia
dengan diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007
Tentang Perpustakaan (UP). UP mendefinisikan perpustakaan sebagai institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan
sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi
dan rekreasi para pemustaka. Dari ketentuan UP tersebut perpustakaan melakukan dua
aktivitas antara lain ke dalam perpustakaan harus mengelola bahan pustaka, dan ke luar
menyajikan layanan kepada para pemustaka. Prinsip penyelenggaraan layanan mengacu
pada UP pasal 14 yaitu a.l. dilakukan secara prima, berorientasi bagi
kepentingan

2
pemustaka, menerapkan tata cara layanan berdasarkan standar nasional
perpustakaan, serta dikembangkan sesuai kemajuan teknologi Informasi dan
komunikasi melalui jejaring telematika. Dari ketentuan UP tersebut dapat disimpulkan
bahwa perpustakaan merupakan lembaga jasa yang menyajikan jasa terbaik untuk para
pemustaka.

Tampilan 1: Lima Hukum Ilmu Perpustakaan Ranganathan

Lima Hukum Ilmu Perpustakaan Ranganathan:

1. Buku-buku untuk dipakai. Buku sering dirantai


untuk disimpan, dipreservasi sehingga membatasi
pemakaiannya. Preservasi penting tapi tidak boleh
membatasi pemakaiannya. Perpustakaan harus
mempromosikan layanannya dan mengatur agar
masyarakat dapat memakai buku.
2. Setiap pembaca dengan bukunya. Setiap
Pemustaka mempunyai hak untuk mendapatkan buku
yang diperlukannya. Koleksi perpustakaan harus
dapat memenuhi semua kebutuhan Pemustaka.
3. Setiap buku ada pembacanya. Setiap buku
dalam koleksi perpustakaan ada yang akan
mencarinya karena berguna bagi kehidupannya.
4. Menghemat waktu pembaca. Perpustakaan
harus membuat ketentuan di mana Pemustaka dapat
cepat memperoleh buku yang diperlukannya.
Misalnya, akses perpustakaan terbuka dengan layanan
yang cepat dan tepat.
5. Perpustakaan adalah organism yang tumbuh.
Organisasi perpustakaan harus mengakomodasi
pertumbuhan staf, koleksi, bangunan, ruang baca,
koleksi dan pemakaian oleh Pemustaka.

Ranganathan seorang dosen matematika. Ketika ditunjuk untuk menjadi pustakawan, ia


menyatakan profesi kepustakawanan merupakan profesi yang sangat membosankan. Akan
tetapi ketika ia mempelajari ilmu perpustakaan di Inggris pendapatnya berubah. Ia sangat
mencintai profesi itu, dan ia bekerja melebihi jam kerjanya dan tak pernah mengambil cuti. Ia
memelopori pembangunan sistem perpustakaan di India, mengembangkan Colon
Clasification dan mendapatkan penghargaan tertinggi dari Pemerintah India.

b. Kendala Perpustakaan
Dalam program otonomi daerah, perpustakaan merupakan salah satu bidang yang
diotonomikan kepada pemerintah daerah. Pelaksanaan otonomi perpustakaan, mengalami
sejumlah kendala antara lain:

3
1. Kurangnya perhatian pemerintah daerah mengenai perpustakaan. Di sejumlah
pemerintah daerah organisasi pengelolaan perpustakaan digabungkan dengan arsip
daerah. Hal ini menyebabkan eselon unit pengelola perpustakaan turun dan
berdampak pada terbatasnya mobilitas pustakawan dalam jabatan struktural.
2. Unit perpustakaan dikelola oleh tenaga nonpustakawan. Di pemerintah provinsi,
kabupaten dan kota terutama yang baru dimekarkan perpustakaan dipimpin dan
dimanajemeni oleh tenaga nonpustakawan. Keadaan ini bukan saja menghambat
perkembangan perpustakaan tapi juga menurunnya kuantitas dan kualitas layananan
kepada para pemustaka.
3. Anggaran perpustakaan yang rendah. Anggaran perpustakaan yang disediakan
pemerintah daerah sangat kecil dan sebagian terbesar habis untuk belanja pegawai.
Anggaran yang disediakan untuk pengembangan koleksi dan layanan perpustakaan
sangat kecil yang berdampak kepada kemampuan perpustakaan untuk menjangkau
pemustaka rendah.
4. Minat baca masyarakat rendah. Minat baca masyarakat Indonesia terutama di
pedesaan relatif rendah. Penggunaan perpustakaan untuk menunjang pendidikan,
pengembangan bakat, rekreasi dan pengembangan kualitas hidup masih sangat minimal.
Dengan demikian sumber daya perpustakaan belum dimanfaatkan secara maksimal.
Agar mampu mengembangkan perpustakaan dan melaksanakan fungsinya serta
menyajikan layanan jasa terbaik kepada para pemustaka, para pustakawan memerlukan
kompetensi profesional. Dua kompetensi profesional yang perlu dimiliki oleh para
pustakawan adalah kompetensi kepemimpinan dan kompetensi kewirausahaan.
Pustakawan harus mampu memengaruhi pemimpin lembaga induknya untuk
memperhatikan perpustakaan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan
perpustakaan.

Sebagai penyaji jasa perpustakaan, Pustakawan harus memengaruhi dan mempersiapkan


stafnya agar menyajikan jasa terbaik kepada para pemustaka. Pustakawan harus mampu
mengembangkan minat baca masyarakat dan memotivasi masyarakat untuk menggunakan
sumber daya perpustakaan untuk

4
mengembangkan kehidupannya. Memberikan kompetensi kepemimpinan dan
kewirausahaan kepada para pustakawan merupakan tujuan dari buku ini.

1.2 Tujuan
Kepemimpinan memegang peranan penting dalam mengembangkan perpustakaan dan
melayani para pemustaka. Berkembangnya perpustakaan dan kepuasan para pemustaka
tergantung pada kemampuan kepala perpustakaan dalam memimpin para pustakawan dan
pegawai perpustakaan lainnya. Sebagai seorang pemimpin, kepala perpustakaan perlu
mempunyai kompetensi kepemimpinan dan kewirausahaan. Oleh karena itu cakupan isi dari
modul ini adalah memberikan pengetahuan kedua kompetensi tersebut. Materi yang
disampaikan dipilih dan disusun sedemikian rupa agar sesuai dengan kebutuhan pelatihan
tenaga ahli perpustakaan yang mencakup:
a. Teori dan aplikasi kepemimpinan;
b. Dimensi kepemimpinan perpustakaan;
c. Kemampuan merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kepemimpinan
perpustakaan;
d. Teori dan aplikasi kewirausahaan untuk memimpin dan mengembangkan
perpustakaan;
e. Manajemen konflik: teori dan implementasinya.

1.3 Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti mata ajar diklat ini, peserta diharapkan memiliki pemahaman tentang
teori dan implikasi kepemimpinan dan kewirausahaan (entrepreneurship) bidang
perpustakaan.

1.4 Indikator Keberhasilan


a. Menjelaskan tentang kepemimpinan.
b. Memengaruhi.
c. Kekuasaan.
d. Gaya kepemimpinan dan kepengikutan.
e. Entrepreneurship bidang perpustakaan.
f. Manajemen konflik.

5
6
BAB II
KEPEMIMPINAN PERPUSTAKAAN

2.1 Sistem Organisasi Perpustakaan


Perpustakaan merupakan suatu sistem organisasi – organisasi juga sering disebut sebagai
sistem sosial – yang didirikan dan dikembangkan untuk melayani berbagai jenis pemustaka
yang ada di lingkungan eksternalnya. Anatomi sistem organisasi perpustakaan dapat dilihat
pada gambar 1. Sistem organisasi perpustakaan merupakan sistem terbuka yaitu sistem
yang memengaruhi lingkungan eksternal dan yang dipengaruhi oleh lingkungan
eksternalnya. Sistem perpustakaan terdiri atas sejumlah subsistem yang jumlahnya
tergantung pada besar kecilnya perpustakaan. Misalnya, jumlah subsistem Perpustakaan
Nasional lebih banyak dari pada subsistem Perpustakaan Umum.

Gambar 1: Sistem Organisasi Perpustakaan

7
Setiap subsistem mempunyai fungsi tertentu yang berbeda dengan subsistem lainnya. Setiap
subsistem diikat dengan ikatan sinergi dengan subsistem lainnya. Fungsi ikatan sinergi
pertama untuk mengarahkan semua subsistem agar bergerak bersama ke arah
pencapaian tujuan perpustakaan. Fungsi kedua ikatan sinergi adalah untuk
menciptakan sinergi positif dalam semua kegiatan perpustakaan. Sinergi positif adalah
produksi subsistem-subsistem yang bekerja dalam kesatuan sistem, lebih besar daripada
produksi masing-masing subsistem dijumlahkan. Misalnya, jika produksi subsistem A=150;
subsistem B=50; subsistem C=200; dan subsistem D=100, maka kinerja keempat subsistem
tersebut lebih besar dari 600. Itu berarti dapat 601, 700 atau 1000 dan sebagainya.

Di samping sinergi positif dapat juga terjadi sinergi negatif. Misalnya, jika terjadi konflik
destruktif antara subsistem-subsistem tersebut, maka dapat terjadi saling merusak
produktivitas subsistem-subsistem. Misalnya, konflik antara subsistem A dengan B
produktivitas keduanya menjadi 100 dan 25. Demikian juga, jika subsistem C mengalami
konflik, produkvitasnya merosot menjadi 80. Dengan demikian, produktivitas ketiganya
menjadi lebih kecil dari 600; dapat 590, 200 dan sebagainya. Oleh karena itu, kepala
perpustakaan harus mampu memanajemeni konflik yang dihadapinya di perpustakaan.
Sistem perpustakaan menyajikan berbagai jenis layanan jasa perpustakaan kepada para
pemustaka jenis dan jumlahnya banyak yang berada di lingkungan eksternal perpustakaan.
Penyajian layanan jasa dipimpin oleh pemimpin perpustakaan. Layanan tersebut
dilaksanakan berdasarkan Budaya Perpustakaan yang mengatur pola perilaku
pustakawan dan staf perpustakaan. Sistem perpustakaan dipengaruhi oleh lingkungan
eksternal berupa pemustaka, masyarakat, bisnis dan pemerintah yang menyediakan sumber
daya yang diperlukan oleh perpustakaan.

2.2 Manajemen dan Kepemimpinan

Orang awam tidak dapat membedakan antara manajemen dan kepemimpinan, karena kedua
istilah tersebut saling terkait. Dalam ilmu pengetahuan tertentu terjadi keterkaitan
pengertian istilah, konsep atau konstruk yang sesungguhnya mempunyai pengertian yang
berbeda (lihat Gambar 2). Perbedaan antara

8
manajemen dan kepemimpinan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel tersebut misalnya
menunjukkan bahwa definisi manajemen berbeda dengan definisi kepemimpinan. Seorang
manajer do the thing right artinya seorang manajer mengerjakan tugas yang dibebankan
kepadanya dengan baik. Ia tidak berani menyimpang dari apa yang ditugaskan kepadanya.
Misalnya, seorang manajer yang mendapatkan anggaran satu milyar rupiah untuk
membangun gedung dan lingkungan kantor, ia tidak berani mengubah peruntukan anggaran
tersebut. Seorang pemimpin yang mendapatkan anggaran dan peruntukan yang sama akan
melihat prioritas dan situasi. Jika gedung belum merupakan prioritas, sedangkan koleksi
perpustakaan merupakan kebutuhan yang mendesak, ia akan mengusulkan perubahan
peruntukan anggaran tersebut.

Tabel 1 Perbedaan Antara Manajemen dan Kepemimpinan


Faktor Manajemen Kepemimpinan
Manajemen adalah proses menyelesaikan
Kepemimpinan adalah proses pemimpin
aktivitas manajerial dengan orang dan alat
1. Definisi menciptakan visi, memengaruhi pengikut
untuk
mencapai tujuan secara efisien untuk merealisasi visi

2. Apa &
Do the thing right Do the right thing
bagaimana
Planning, organizing, leading and Menciptakan visi, memotivasi, menyatukan
3. Fungsi
controlling pengikut, mengembangkan kepercayaan dan
sebagainya
Mengambil risiko rendah sampai sedang
4. Risiko Mengambil risiko tinggi

5. Situasi yang
Stabilitas Perubahan
diciptakan

6. Mencapai Tujuan Visi

Jangka panjang
7. Horison Jangka pendek

8. Fokus Memanajemeni pekerjaan Memimpin orang

9
Gambar 2 menunjukkan hubungan antara ilmu manajemen dan ilmu
kepemimpinan

Gambar 2 : Manajemen dan Kepemimpinan

Di tengah-tengah kedua konsep tersebut ada bidang yang tumpang tindih yang dibahas oleh
kedua bidang ilmu tersebut. Seorang kepala perpustakaan, di samping menjadi pemimpin
perpustakaan, ia juga seorang Manajer perpustakaan. Oleh karena itu predikat yang tepat
untuknya adalah ”pemimpin manajer” atau leader manager.

2.3 Kepemimpinan

2.3.1 Pengertian
Sebagai lembaga jasa setiap perpustakaan dipimpin oleh pemimpin perpustakaan yang
predikatnya beragam tergantung organisasi di mana perpustakaan berada. Pemimpin
perpustakaan di Indonesia umumnya berpredikat Kepala misalnya, Kepala Perpustakaan
Nasional, Perpustakaan Wilayah, Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Universitas. Di
sejumlah negara pemimpin perpustakaan ada yang disebut sebagai Chief Librarian.
Pemimpin perpustakaan melaksanakan kepemimpinan perpustakaan. Para peneliti telah
mengemukakan berbagai definisi mengenai kepemimpinan. Wirawan (2006) misalnya
mendefinisikan kepemimpinan

1
sebagai berikut: ”... proses pemimpin menciptakan visi, memengaruhi sikap, perilaku,
pendapat, nilai-nilai, norma dan sebagainya dari pengikut untuk merealisir visi.”
Kepemimpinan adalah proses saling memengaruhi antara pemimpin dan para pengikutnya.
Perlu dipahami di sini bawa pengertian proses memengaruhi terjadi dua arah: pemimpin
memengaruhi pengikut dan pengikut memengaruhi pemimpin (lihat Gambar 3). Ini berbeda
dengan pandangan teori kepemimpinan abad pertengahan yang berpendapat bawa proses
memengaruhi satu arah: hanya pemimpin yang memengaruhi para pengikutnya. Pada masa
itu hubungan antara pemimpin dengan para pengikutnya seperti hubungan antara
penggembala dengan para ternaknya. Penggembala menentukan kemana arah yang yang
harus dituju ternak, apa yang dimakannya dan akhirnya dijual dan atau dijadikan korban
atau disembelih untuk dimakan atau dijual dagingnya.

Gambar 3: Interaksi Memengaruhi

Kepemimpinan dilaksanakan oleh seorang atau beberapa pemimpin. Pemimpin adalah


elit anggota sistem sosial yang diangkat atau dipilih secara sah. Dengan diangkat secara sah
pemimpin kemudian mempunyai previllege atau hak-hak istimewa yang tidak dimiliki oleh
anggota organisasi perpustakaan lainnya, misalnya pemimpin diberi fasilitas tertentu.
Pemimpin mempunyai visi dan memengaruhi para pengikutnya untuk merealisasi visinya.
Persyaratan yang harus dipenuhi saat orang akan diangkat menjadi pemimpin perpustakaan:

a. Sehat jasmani. Untuk menjadi kepala perpustakaan orang harus sehat jasmani. Jika
tidak sehat jasmaninya ia tidak mampu melaksanakan tugasnya secara

1
maksimal; sangat tergantung pada bawahannya; dan perpustakaan akan
mengeluarkan biaya banyak untuk membuatnya sehat.

b. Sehat jiwa. Pemimpin harus mengambil keputusan, memberi perintah kerja dan
berkomunikasi dengan para pemangku kepentingannya dan mengevaluasi hasil
pelaksanaannya. Orang yang tidak sehat jiwanya tidak dapat melaksanakan keempat
tugas tersebut.

c. Kecerdasan intelektual. Seorang pemimpin perlu mempunyai kecerdasan intelektual.


Untuk menjadi kepala perpustakaan misalnya, orang harus berpendidikan minimal S1
ilmu perpustakaan atau S1 bidang lainnya dan mengikuti pelatihan dasar ilmu
perpustakaan.

d. Kecerdasan emosional. Seorang pemimpin harus mempunyai kecerdasan emosional


yang tinggi. Ia harus mempunyai kecerdasan emosional yang baik. Menurut Goleman
(1996) kecerdasan emosional meliputi dimensi-dimensi: mengenali emosi diri; mampu
mengelola emosi; memotivasi diri sendiri; mengenal emosi orang lain; dan mampu
membina hubungan. Pemimpin juga harus memiliki kecerdasan sosial yaitu mampu
berinteraksi dengan orang lain.

e. Kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial adalah suatu teori yang dikemukakan oleh Daniel
Goleman (2006 ) pencetus konsep kecerdasan emosional. Kecerdasan sosial adalah
menjadi cerdas dalam hubungan sosial melalui menjadi empati dan mampu merasakan
perasaan dan maksud orang lain dalam interaksi sosial. Seorang pemimpin
perpustakaan memerlukan kemampuan untuk berinteraksi dengan bawahannya dan
dengan masyarakat yang dilayani.

f. Kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual suatu konsep menunjukkan persepsi, intuisi,


kognisi mengenai spiritualitas dan religiositas. Dalam memimpin stafnya dan melayani
pemustaka yang beragama, kepala perpustakaan harus mempunyai kecerdasan spiritual
yang baik.

g. Kreatif dan inovatif. Seorang pemimpin harus kreatif dan inovatif. Kreatif artinya
mampu menciptakan ide baru jika menghadapi problem. Sedangkan inovasi

1
adalah kemampuan untuk mengubah ide menjadi produk atau solusi untuk memecahkan
problem. Seorang kepala perpustakaan perlu mempunyai kreativitas dan inovasi yang
tinggi karena ia bekerja menghadapi berbagai masalah dan keterbatasan sumber-sumber.

h. Kepribadian dan sikap. Seorang pemimpin harus mempunyai kepribadian dan sikap
yang baik dalam melaksanakan tugasnya dan menghadapi para pemangku kepentingan.

i. Integritas. ”Integrity lies in the very heart of understanding what leadership is”
kata Joseph L. Badaraco seperti dikutip oleh Wirawan (2006). Integritas menunjukkan
mempunyai dan mendemostrasikan suatu komitmen yang kuat kepada moral personal
dan standard atau kode etik organisasi. Integritas juga berarti kejujuran dan mencintai
sesuatu yang benar.

j. Proaktif. Seorang pemimpin adalah orang yang proaktif artinya orang yang penuh
inisiatif bukan orang yang reaktif yaitu orang yang menunggu terjadinya sesuatu
kemudian bereaksi atas kejadian tersebut. Ia juga orang yang bertanggung jawab atas
perbuatannya.

k. Jiwa kewirausahaan. Seorang pemimpin adalah seorang wirausaha yang dapat


merumuskan visi, misi, nilai-nilai strategis dan tujuan sistem sosial serta menggerakkan
para pengikutnya untuk mencapai visi tersebut. Oleh karena itu seorang pemimpin perlu
mempunyai jiwa kewirausahaan.

l. Pengetahuan dan keterampilan ilmu perpustakaan. Agar dapat melaksanakan


tugasnya dengan baik, seorang kepala perpustakaan dan juga para pustakawan
bawahannya, harus menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang ilmu
perpustakaan dan ilmu-ilmu bantunya. Sebagai seorang profesional mereka perlu
memahami teori dan aplikasi ilmu-ilmu tersebut.

1
2.3.2 Fungsi kepemimpinan

Seorang pemimpin – kepala perpustakaan – ada untuk organisasi bukan organisasi untuk
pemimpin. Agar organisasi perpustakaan dapat berfungsi dengan baik pemimpin
perpustakaan mempunyai fungsi tertentu.

a. Menciptakan visi

Perbedaan antara manajer dengan pemimpin adalah adanya visi. Seorang manajer tidak
harus punya visi (kecuali Chief Executive Official), sedangkan seorang pemimpin wajib
mempunyai visi. Visi adalah apa yang diimpikan, apa yang akan dicapai, keadaan yang
ingin dicapai di masa mendatang. Visi dilukiskan dengan kalimat pendek dan filosofis. Dari
visi kemudian dikembangkan misi dan nilai-nilai strategis. Jika visi mengemukakan apa
yang diimpikan, apa yang ingin dicapai dan ke mana arah perpustakaan, maka misi
melukiskan apa yang harus dilakukan oleh perpustakaan untuk mencapai visi tersebut.
Sedangkan nilai-nilai strategis adalah nilai-nilai yang memengaruhi pola pikir, perilaku staf
perpustakaan dalam melaksanakan misi untuk mencapai visi perpustakaan.

b. Mengembangkan budaya organisasi

Manajemen modern adalah manajemen yang berdasarkan perilaku. Agar dapat melayani
pemustaka dengan baik para pustakawan harus berperilaku standar. Misalnya, pustakawan
harus ramah, tersenyum, mendengarkan dan memperhatikan apa yang dikemukakan
pemustaka dan melayani kebutuhan mereka dengan cepat dan tepat. Perilaku standar
diciptakan melalui pengembangan budaya organisasi perpustakaan.
Wirawan (2007) dalam bukunya yang berjudul Budaya dan Iklim Organisasi
mengemukakan pengertian budaya organisasi sebagai berikut:
norma, nilai-nilai, asumsi,kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi dan
sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama
oleh pendiri,pemimpin dan anggota organisai yang disosialisasikan dan diajarkan
kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga
memengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi
produk, melayani para konsumen dan mencapai tujuan organisasi.

Manajemen modern terutama pada organisasi yang menyajikan jasa seperti perpustakaan
merupakan manajemen berdasarkan perilaku. Untuk

1
mengembangkan perilaku para pegawai perlu dikembangkan budaya organisasi, khusunya
kode etik perpustakaan dan kode etik para pustakawan. Pemimpin sangat menentukan
keberhasilan upaya tersebut. Di negara-negara maju perpustakaan mengembangkan visi,
misi dan nilai-nilai strategis (lihat Tampilan 2)

Tampilan 2: Visi, Misi dan Nilai-nilai Vancover Public Library

VANCOVER PUBLIC LIBRARY VISION, MISSION AND VALUES

 Vision
Inspiration through Information
The Vancouver Public Library inspires and enriches the human spirit. It is a library for all. It
reflects the diversity of our communities, preserves the record of our experience, and provide
access to the world’s most innovative ideas and enduring wisdom. It celebrates our desires to
learn, to share knowledge, and contribute to the human story.

 Mission
To enrich all, to reach all
We strive to enrich the life of our community by providing access to the world’s ideas and
information. We offer the finest possible collections, services, and technology. We provide
caring and expert service supportive of human differences. We promote lifelong learning, the
love of reading and exploration of ideas, culture, and knowledge in a wiilcoming, lively
admosphere.
We are a cornerstone to the community and are vital, accountable, active participants within it.
We shape our collections and services in order to be sensitive and responsive to community
needs and aspirations.

 Values
We value:
o All people and their diversity
o Intellectual freedom
o Access for all
o The right of individuals to learn and grow
o Quality service
o Teamwork and staff development
o Wise use of resources
o Innovation and responsiveness to community needs
o Shared contributions of employees, Board members, friends and supporters

Sumber http://www.vpl.vancover. ...

1
c. Menciptakan sinergi

Kepala perpustakaan harus merakit dan mensinergikan sumber daya perpustakaan (man.
money, material, machine, method) menjadi kendaraan yang disebut perpustakaan
agar dapat melayani dan memenuhi kebutuhan pemustaka.
Tampilan 3: Profil Dr.Amelia Yasmin Sunami, Kepala Perpustakaan Umum

Dr. Amelia Yasmin Sunami


Kepala Perpustakaan Umum Kabupaten Global 21

Banyak teman-temannya di Biro Pemerintahan terperanjat ketika Dr.


Amelia Yasmin Sunami – Doktor Ilmu Pendidikan jebolan universitas di
Amerika Serikat – menerima pengangkatannya sebagai Kepala
Perpustakaan Umum suatu Jabatan Ekselon III di birokrasi Pemerintah
Kabupaten. Ia seorang muda idealis yang sangat kreatif yang bervisi
seorang pegawai negeri merupakan pelayan masyarakat dan karenanya ia
menginginkan melayani masyarakat secara langsung untuk menciptakan
perubahan. Gedung Perpustakaan Umum hanya seluas 240 meter 2, kurang
terawat, berdiri di atas tanah seluas 3.000 meter2.. Koleksi
perpustakaannya hanya 25,000 eksemplar yang 50 %nya“butut,” dan
Dr. Amelia Yasmin Sunami dikelola oleh 2 orang pustakawan, 4 orang asisten pustakawan dan 6 orang
pegawai administrasi dan pelayan dengan motivasi, disiplin dan kepuasan

Dua hari setelah pengangkatannya, ia mengadakan rapat dengan anak buahnya. Dengan mengikutsertakan anak buahnya, ia
menyusun visi, misi, dan nilai-nilai strategik dan Rencana Induk Perpustakaan umum (RIP) serta menyusun standar layanan perpustakaan. Untuk
melaksanakan RIP ia menyusun dan melaksanakan action plan yang antara lain berisi:
1. Melakukan penelitian layanan perpustakaan yang meliputi aspek kebutuhan informasi, minat baca, strata sosial pemustaka,
jenis-jenis layanan yang diperlukan, dan rasio antara jumlah buku dengan jumlah penduduk.
2. Memberdayakan para bawahannya melalui program pelatihan perpustakaan
3. Mengembangkan budaya organisasi perpustakaan
4. Mengembangkan koleksi perpustakaan
5. Mengembangkan prasarana dan sarana perpustakaan
6. Menyusun dan melaksanakan program marketing perpustakaan
7. Mengembangkan proses layanan perpustakaan yang cepat, baik dan murah
8. Membangun jejaring layanan perpustakaan dengan sekolah, lembaga pendidikan tinggi, pemerintah dan perusahaan serta
lembaga-lembaga internasional.
Ia mendekati ketua dan anggota anggota DPRD dan melalui dengar pendapat ia meyakinkan bahwa perpustakaan umum fungsinya
tidak hanya meminjamkan bahan pustaka akan tetapi merupakan agen perubahan sosial. Ia juga mendekati para pejabat pemerintah yang
mengenalnya dengan baik dan berupaya meningkatkan APBD untuk perpustakaan. Ia membuka komunikasi dengan lembaga-lembaga
donor dalam dan luar negeri. Ia menyediakan ruang pertemuan perpustakaan untuk kegiatan sosial, pendidikan dan keagamaan serta seminar-
seminar ilmiah dan pameran-pameran pembangunan.
Hasil dari pelaksanaan action plannya anggaran perpustakaan meningkat drastis dari Rp. 520.000.000 pada tahun 2005 menjadi Rp.
2.500.000.000 pada tahun 2007. Ia mendapatkan bantuan dari lembaga donor untuk merehabilitasi gedung dan halaman perpustakaan. Pada
tahun 2007 koleksi bahan pustakanya berkembang menjadi 175.000 eksemplar sebagaian merupakan sumbangan dari 5 perusahaan yang
beroperasi di Kabupaten. Ia mendapat sumbangan dana Rp. 875.000.000 untuk merehabilitasi gedung dan fasilitas perpustakaan. Para Pemustaka
yang mengunjungi perpustakaan meningkat menjadi rata-rata 210 orang perharinya. Sering sebagian dari mereka harus duduk dan membaca di
lantai karena meja dan kursi bacanya tidak mampu menampung mereka.
Para bawahannya sangat bergairah, termotivasi oleh Dr. Amelia yang menjadi role model mereka dan menerapkan konsep Kepemimpinan
Abdi (servant leadership). Mereka tidak hanya tahu akan tetapi juga mau melaksanakan pekerjaannya secara antusias.
Atas prestasinya tersebut, Dr. Amelia mendapat penghargaan sebagai Wanita Terkreatif Tahun 2007. Ia ditawari Gubernur untuk menjabat
Kepala Dinas Pendidikan Propinsi, akan tetapi ia meminta agar tawaran itu diperpanjang sampai tahun 2020. Ia harus menyelesaikan RIP
Perpustakaannya.

1
Dalam manajemen sinergi positif artinya produksi subsistem-subsistem yang bekerja dalam
kesatuan sistem lebih besar daripada produksi masing-masing subsistem dijumlahkan.
Misalnya, jika produksi subsistem akuisisi 5. subsistem pengolahan teknis 10 dan
produksi subsistem layanan 25 maka sinergi ketiga subsistem tersebut lebih besar dari
40. Dapat 41, 50, 100 atau 1000 tergantung dari pada bagaimana proses penciptaan sinergi.

d. Mempersatukan pengikut

Para pengikut seorang pemimpin merupakan beragam manusia dengan latar belakang
pendidikan, keterampilan, pengalaman, suku bangsa, agama dan struktur sosial.
Keberagaman ini dapat menciptakan konflik yang akan menghambat pencapaian tujuan
perpustakaan. Dalam kaitan keadaan tersebut pemimpin harus mempersatukan para
pengikutnya agar mempunyai pola pikir, sikap dan perilaku yang sama dalam melayani
pemustaka.

e. Memberdayakan pengikut

Istilah memberdayakan atau empowerment mulai dipergunakan tahun 1980-an.


Memberdayakan adalah aktivitas membuat para pengikut dari tidak berdaya menjadi
berdaya. Berdaya atinya mengetahui cara mencapai dan mau mencapai visi. Untuk ini
pemimpin mengembangkan kemampuan dan memotivasi, mengkoptasi dan
menggunakan pigmallion effect untuk merealisasi visi.

f. Menciptakan perubahan

Tugas utama pemimpin adalah menciptakan perubahan secara terus menerus. Masyarakat
berkembang secara terus-menerus oleh karena itu pemimpin harus menciptakan
perubahan dalam organisasi secara terus-menerus agar dapat melayani masyarakat.

g. Memotivasi pengikut

Pemimpin mempunyai fungsi memotivasi para pengikutnya secara terus- menerus agar
mau ikut serta merealisasi visi, misi dan tujuan organisasi. Pemimpin juga harus
memotivasi mereka untuk mengembangkan

1
kompetensinya secara terus-menerus. Tugas ini sulit dilakukan dalam organisasi
perpustakaan yang mempunyai keterbatasan sumber daya dan kompensasi yang rendah.

h. Mewakili sistem sosial

Seorang pemimpin mewakili sistem sosial yang dipimpinnya. Dalam kapasitas ini
pemimpin bertindak sebagai tokoh dan simbol sistem sosialnya. Ia berkewajiban untuk
memikul sejumlah tanggung jawab kedinasan, tanggungjawab sosial, seremonial dan
legal. Pemimpin bertindak sebagai laison masyarakat yang dipimpinnya dalam kaitan
dengan pihak luar.

i. Mengembangkan produk

Dipimpin oleh pemimpinnya organisasi memproduksi barang dan jasa yang diperlukan
oleh masyarakat. Masyarakat berkembang demikian juga kebutuhan akan produk baik
kuantitasnya maupun kualitasnya. Karena organisasi ada untuk masyarakat, bukan
sebaliknya, maka pemimpin organisasi berkewajiban untuk mengembangkan produk
tersebut. Di organisasi perpustakaan, kepala perpustakaan mempunyai kewajiban untuk
mengembangkan jasa layanan perpustakaan.

j. Membelajarkan organisasi

Istilah membelajarkan organisasi (learning organization) pertama kali dikemukakan


oleg Peter M. Senge dalam bukunya yang berjudul The fifth discipline (Wirawan, 2006).
Membelajarkan organisasi merupakan keadaan dimana para anggota organisasi secara
terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang mereka
inginkan, di mana pola pikir baru dan ekspansif dipelihara, di mana aspirasi kolektif
dibebaskan, dimana orang secara terus menerus belajar bagaimana belajar bersama. Hasil
dari upaya ini adalah para anggota organisasi dapat mengetahui laten needs (kebutuhan
laten) yaitu kebutuhan masyarakat yang akan muncul di kemudian hari.

1
Tampilan 4 : Melvil Dewey Pelopor Ahli Klasifikasi dan
Kepustakawanan Paling Berpengaruh di Dunia

Melville Louis Kossuth Dewey


10 Desember 1851-26 Desember 1931

Mellvile Louis Kossuth Dewey – pencipta Dewey Decimal


Classification – lahir pada tanggal 10 Desember 1851 di Adam Center, New
York anak kelima dari keluarga miskin pasangan Joel dan Eliza Greene
Dewey. Ketika belajar di Amherst College ia bekerja di perpustakaan
untuk membiayai pendidikannya. Ia memperoleh gelar Bachelor Degree
pada tahun 1874 dan Master Degree pada tahun 1877. Setelah wisuda pada
tahun 1874 ia bekerja sebagai pustakawan di almamaternya. Ia harus menata
ulang penempatan koleksi buku di rak yang waktu itu menggunakan fix
location. Dalam waktu dua tahun ia memikirkan sistem klasifikasi baru
menggunakan sistem desimal dan struktur klasifikasi ilmu pengetahuan Sir
Francis Bacon dan menghasilkan sistem klasifikasi baru yang diberi nama
Dewey Decimal Classification. Ia mematenkan temuannya tersebut dan
terus dikembangkan.
Melvil Dewey
Ia pindah ke Boston dan dari tahun 1883 sampai tahun 1888 ia menjabat sebagai Chief Librarian Columbia
University. Kemudian antara tahun 1888 sampai tahun 1906 menjadi Direktur New York State Library. Disamping
menciptakan sistem klasifikasi yang dipakai di seluruh dunia, pada tahun 1876 ia mendirikan Library Bureau suatu
perusahaan yang memasok berbagai peralatan dan supply perpustakaan. Ia kemudian mendirikan Amerikan Library
Association, organisasi pustakawan pertama di dunia. Pada tahun 1883 ketika menjadi pustakawan di Columbia
College ia mendirikan Library School – sekolah perpustakaan pertama di dunia.
Dewey juga tertarik pada bidang ejaan bahasa dan mendirikan The Spelling Reform Association. Ia tertarik pada
penyedehanaan ejaan, ia memendekkan nama dirinya menjadi Melvil dan membuang nama tengahnya bahkan ia pernah
mengeja nama keluarganya menjadi Dui.
Pada tahun 1894 Dewey dan Istrinya mendirikan tempat peristirahatan eksklusif di New York. Klub ini tidak
mengijinkan minoritas seperti orang Yahudi untuk menjadi anggota. Pada tahun 1905 sejumlah tokoh Yahudi terkenal
meminta ia dipecat, dan ia mengundurkan diri beberapa bulan kemudian.
Ia pensiun di Florida, akan tetapi tetap aktif dalam kepustakawanan dan mendirikan perumahan untuk para pensiunan.
Pada tanggal 26 Desember 1931 ia meninggal dunia karena stroke.

3. Teori-teori kepemimpinan
Seorang pemimpin perlu mempelajari berbagai teori kepemimpinan. Dengan mempelajari
teori kepemimpinan ia dapat menjelaskan sesuatu yang sedang terjadi, meramalkan apa
yang akan terjadi dan membimbing praktik kepemimpinan yang ia lakukan. Teori
kepemimpinan banyak jumlahnya di bawah ini dibahas sebagian di antaranya.

1
a. Kepemimpinan transaksional

Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) adalah kepemimpinan yang


mendasarkan diri pada transaksi antara pemimpin dengan pengikut. Dalam transaksi ini
pemimpin memberikan sesuatu kepada para pengikutnya dan menerima sesuatu dari
mereka. Sebaliknya para pengikut memberikan sesuatu kepada pemimpin dan mendapatkan
sesuatu dari pemimpin. Agar transaksi dapat berlangsung dengan baik, apa yang diberikan
dan diterima pemimpin dan pengikut harus ekuiti atau sepadan. Jika tidak sepadan akan
terjadi konflik dan proses kepemimpinan tidak dapat berlangsung dengan baik.

Kepemimpinan transaksional seperti yang terjadi pada pertunjukan lumba-lumba di Ancol.


Lumba-lumba meloncat karena mengharapkan diberi ikan. Jika meloncat tidak diberikan
ikan, lumba-lumba tidak akan meloncat. Demikian juga dalam kepemimpinan, pengikut
hanya mau melakukan sesuatu jika pemimpin mempunyai sumber yang diperlukannya.
Ketika keadaan krisis, pemimpin tidak mempunyai sumber yang dibutuhkan para
pengikutnya, transaksi kepemimpinan akan berhenti.

b. Kepemimpinan transformasional

Teori kepemimpinan transformasional pertama kali dikembangkan oleh James MacGregor


Burn kemudian oleh Benard M. Bass (Wirawan, 2006). Kepemimpinan transformasional
adalah sistem kepemimpinan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan bersama yang melukiskan nilai-nilai,
motivasi, keinginan, kebutuhan, aspirasi dan harapan mereka.
2) Walaupun pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan bersama, akan tetapi tingkal level
motivasi dan potensi mereka untuk mencapai tujuan tersebut berbeda. Pemimpin
memotivasi pengikut demikian juga pengikut memotivasi pemimpin untuk mencapai
tingkat yang lebih tinggi.
3) Kepemimpinan transformasional berupaya mengembangkan sistem dengan
mengemukakan visi yang mendorong berkembangnya masyarakat baru. Visi ini
menghubungkan nilai-nilai pemimpin dan pengikut kemudian menyatukannya. Keduanya
saling mengangkat ke level yang lebih tinggi, menciptakan moral yang

2
makin lama makin
ertun meninggi.Dibuat
1: Pemimpin Kepemimpinan
Bukan transformasional merupakan
kepemimpinan moral yang meningkatkan perilaku manusia.

Kartun 1: Pemimpin Dibuat Bukan Dilahirkan

4) Kepemimpinan transformasional akhirnya mengajarkan para pengikut bagaimana


menjadi pemimpin dan melaksanakan peran aktif dalam perubahan. Ikut sertanya para
pengikut dalam perubahan membuat pengikut menjadi pemimpin.

c. Kepemimpinan abdi

Sebagai lembaga jasa, kepemimpinan perpustakaan disebut sebagai kepemimpinan abdi


atau servant leadership dan pemimpinya disebut sebagai pemimpin abdi. Asal usul istilah
servant leader dikemukakan oleh Robert Greeleaf . Ia mendefinisikan pengertian servant
leader seperti dikutip oleh Anzalone (2007) dalam artikelnya yang berjudul Servant
leadership: A new model for law library leaders yang jika diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia sebagai berikut:

2
”Pemimpin abdi adalah mengutamakan layanan. Kepemimpinan tersebut dimulai
dengan perasaan alami bahwa pemimpin ingin melayani. Kemudian muncul
pilihan aspirasi untuk memimpin. Tes yang paling baik adalah: Apakah mereka
yang dilayani berkembang sebagai orang; apakah selagi dilayani menjadi lebih
sehat, lebih bijak, lebih bebas, lebih mandiri, lebih mungkin untuk menjadi abdi?”

Menurut Anzalone kepemimpinan abdi cocok untuk kepemimpinan perpustakaan. Para


pustakawan dan staf perpustakaan mempunyai kewajiban untuk melayani para pemustaka
yang beragam karakteristiknya. Anzalone mengemukakan 10 karakteristik pemimpin abdi di
perpustakaan hukum sebagai berikut.

1) Mendengarkan (listening)

Salah satu persyaratan kepemimpinan yang efektif di perpustakaan adalah mempunyai


kompetensi untuk mendengarkan apa yang dikatakan orang lain. Untuk dapat memimpin
secara efektif pemimpin perpustakaan harus mengetahui tidak hanya dirinya sendiri, akan
tetapi juga para bawahannya dan pemustaka, termasuk apa yang mereka butuhkan, apa yang
menyenangkan mereka, apa yang mematikan entusiasme mereka, dan bagaimana perasaan
mereka terhadap misi perpustakaan. Kepemimpinan selama ini terikat pada kebiasaan
bahwa kepemimpinan merupakan memberikan perintah dengan berbicara bukan
mendengarkan. Dalam mengambil keputusan pemimpin harus mendengarkan, terbuka untuk
ketidak sepakatan dengan pendapatnya sendiri. Mendengarkan tidak hanya sekedar kegiatan
pasif. Sesungguhnya mendengarkan memerlukan banyak energi, dan kerja keras.

2) Empati (empathy)

Menurut Anzalone, mendengarkan tidak mempunyai makna tanpa empati. Seorang


pemimpin abdi menunjukkan penghormatan terhadap para pengikutnya. Ia menerima
kemanusiaan para pengikutnya. Ia mempunyai kemauan untuk menerima koleganya, para
pegawai, dan teman satu tim. Akan tetapi bukan berarti ia menerima perilaku buruk dan
produk hasil kerja yang buruk.

3) Penyembuhan

2
Kepemimpinan abdi merupakan kepemimpinan transformasional. Hubungan antara
pemimpin dan para pengikutnya keduanya bergerak ke arah integrasi dan kebersamaan. Ini
merupakan elemen penyembuhan dari pemimpin abdi. Pilihan untuk menyembuhkan bukan
destruktif dalam berhubungan dengan orang lain di tempat kerja, merupakan hubungan
esensial di tempat kerja antara pemimpin dengan pengikutnya. Pemimpin yang melihat
dirinya terlebih dahulu sebagai abdi dapat ditemui dan terbuka untuk mendiskusikan
masalah yang sulit dan secara emosional menyelesaikan masalah.

Kartun 2: Perpustakaan Tanpa Kertas

4) Kesadaran

Kapasitas untuk terbuka kepada orang lain memerlukan kesadaran diri. Ketika
pemimpin mempraktikkan, menemukan, merefleksikan diri sendiri, ia menjadi lebih
mahir pada memahami perasaan orang lain. Kesadaran diri, terutama kesadaran diri
sendiri, memperkuat pemimpin abdi.

2
5) Persuasi

Pemimpin abdi lebih mempercayai persuasi daripada otoritas jabatan dalam membuat
keputusan. Ia lebih menggunakan persuasi dari pada memaksa orang lain untuk
mematuhinya. Ia membangun konsensus untuk menggerakkan kelompok yang ia
pimpin.

Kartun 3: Bukan Kepemimpinan Abdi

6) Konsepsualisasi

Seorang pemimpin abdi harus mempunyai kemampuan untuk mengkonseptualkan


tujuan, mempertahankannya, dan bekerja untuk mencapainya di samping bekerja
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dari hari ke hari.

2
7) Pandangan ke masa depan

Bergerak ke arah tujuan memerlukan pemimpin yang menyadari keadaan sekarang,


mampu belajar dari sejarah dan pengalaman, dan mampu untuk meramalkan
kemungkinan konsekuensi tindakan masa depan.

8) Pertumbuhan

Pemimpin abdi membaktikan diri kepada pertumbuhan orang lain dan tidak
memperlakukan pegawai sebagai alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
Pemimpin abdi melihat dan peduli terhadap para pengikutnya bukan hanya
kontribusinya terhadap organisasi. Ia menghargai dimensi profesional, personal dan
spiritual setiap kehidupan orang.

9) Masyarakat

Pemimpin abdi tidak memikirkan diri sendiri akan tetapi memikirkan orang lain.
Kekuasaan diberikan oleh para pengikut kepada pemimpinnya. Masyarakat
menciptakan peluang bagi seseorang untuk mempunyai kekuasaan menduduki posisi
tertentu. Dengan memberikan layanan kepada masyarakat, pemimpin abdi mendapatkan
kepercayaan dari para anggota masyarakat.

10) Mengurusi orang lain (stewardship)

Istilah stewardship mempunyai arti dipercaya oleh orang lain untuk mengurusi hak
milik atau memanajemeni urusan orang lain. Seorang pemimpin abdi mempunyai
hubungan dengan para bawahannya tidak mengontrolnya akan tetapi
memberdayakannya.

d. Kepemimpinan birokrasi

Perpustakaan merupakan organisasi yang menjadi salah satu level dari hierarkhi suatu
organisasi birokrasi. Perpustakaan Nasional merupakan salah satu unit birokrasi pemerintah
pusat. Perpustakaan Wilayah dan Perpustakaan Umum merupakan unit birokrasi Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kota dan Kabupaten. Perpustakaan Universitas dan Perpustakaan
Sekolah, merupakan unit

2
birokrasi dari perguruan tinggi dan sekolah. Sedangkan perpustakaan khusus merupakan
salah satu unit birokrasi dari lembaga tempat perpustakaan tersebut berada. Dalam kaitan ini
kepemimpinan perpustakaan merupakan kepemimpinan birokrasi dalam hierarkhi
kepemimpinan organisasi di mana perpustakaan berada. Karena itu seorang kepala
perpustakaan harus memahami prinsip-prinsip birokrasi agar dapat memahami
kepemimpinan birokrasi.

Birokrasi telah diterapkan dalam organisasi berabad-abad. Akan tetapi baru dikemukakan
secara teoretis oleh Max Weber (Wirawan, 2006) yang mengemukakan enam prinsip-
prinsip birokrasi yang ideal.

1) Pembagian kerja berdasarkan spesialisasi fungsional

Suatu organisasi melakukan banyak aktivitas yang terlalu kompleks untuk dikerjakan
oleh satu orang. Untuk kepentingan struktur birokrasi aktivitas- aktivitas tersebut
didistribusikan dalam bentuk kewajiban-kewajiban tetap kepada para birokrat.
Pembagian tugas antara jabatan-jabatan akan meningkatkan efisiensi pelaksanaan
aktivitas. Di perpustakaan harus ada pembagian kerja antara unit-unit kerja perpustakaan,
yang setiap unit kerja melaksanakan fungsi tertentu yang berbeda dengan unit kerja
lainnya.

2) Hierarki otoritas

Organisasi diatur dalam bentuk hierarki otoritas di mana setiap unit kerja yang lebih
rendah bertanggung jawab kepada dan dikontrol oleh unit kerja yang lebih tinggi. Oleh
karena itu kepala perpustakaan harus memahami perpustakaan merupakan bagian unit
apa dan kepala perpustakaan menerima perintah dari siapa dan harus bertanggung jawab
kepada siapa. Demikian juga struktur hierarki dalam organisasi perpustakaan.

3) Sistem peraturan

Sistem peraturan mengatur dalam birokrasi menentukan hak dan kewajiban dari aparat
yang memegang jabatan tertentu. Sistem peraturan mengatur koordinasi aktivitas dalam
hierarki dan menjamin kelangsungan operasi jika terjadi

2
pergantian aparat. Peraturan juga menjamin uniformitas dan stabilitas tindakan aparat.

Gambar 3: Hierarki Otoritas Berbentuk Piramid

4) Sistem prosedur yang mengatur proses melaksanakan tugas

Dengan adanya sistem prosedur dalam melaksanakan tugas, prosesnya dapat dilakukan
secara efisien dan dapat diperhitungkan hasilnya dalam pengertian kuantitas dan kualitas
produk, waktu yang diperlukan dan sumber yang diperlukan dalam melaksanakan
aktivitas.

5) Impersonalitas hubungan interpersonal

Pekerjaan dalam organisasi harus dilaksanakan dalam atmosfer impersonalitas formalistik


sine ira et studio – tanpa kebencian, afeksi, atau entusiasme. Aparat birokrasi membuat
keputusan berdasarkan fakta bukan berdasarkan perasaan atau emosi. Prinsip birokrasi ini
akan meminimalkan irasionalitas dan emosional para aparat birokrasi sehingga friksi
dan konflik interest, kolusi, korupsi dan

2
nepotisme dalam melayani klien dapat diminimalkan dan setiap klien
mendapatkan layanan yang sama tanpa memandang siapa dia.

Kartun 4: Imparsial Pustakawati—Calon Mertua

6) Seleksi dan promosi

Seleksi dan promosi jabatan dilakukan berdasarkan kompetensi dalam melaksanakan


tugas dan kewajiban. Promosi jabatan dilakukan berdasarkan kompetensi dan senioritas
bukan berdasarkan perasaan senang atau tidak senang.

Perpustakaan merupakan unit birokrasi dan kepala perpustakaan beserta stafnya merupakan
birokrat atau aparat yang harus memahami dan melaksanakan prinsip- prinsip birokrasi.
Walaupun teori Max Weber mengenai birokrasi dianggap salah satu penemuan besar bagi
umat manusia, akan tetapi dalam praktiknya

2
menghasilkan sejumlah kelemahan atau disfungsi dari birokrasi. Tabel 2 mengemukakan
disfungsi birokrasi yang harus dipahami para kepala perpustakaan. Kepala perpustakaan
harus memahami sistem birokrasi, membahas disfungsi birokrasi dan menyusun peraturan
serta prosedur pelaksanaan birokrasi ke dalam dan ke luar perpustakaan dalam melayani
pemustaka. Peraturan dan prosedur tersebut memerhatikan kemungkinan terjadinya
disfungsi birokrasi.

Tabel 2 Disfungsi Birokrasi


Prinsip birokrasi Fungsi Disfungsi
Pembagian tugas Menghasilkan Kebosanan dan menurunnya
berdasarkan spesialisasi keahlian dan motivasi kerja
spesialisasi
Hierarki otoritas Disiplin, Sentralisasi pengambilan
kepatuhan dan keputusan, kemacetan
koordinasi komunikasi dan
kelambatan layanan
Sistem peraturan Kontinuitas dan Kekakuan dan ketinggalan
uniformitas zaman. Peraturan menjadi
tujuan.Bureaupathic
behavior yaitu perilaku
bersembunyi di belakang
peraturan agar tidak
disalahkan.
Prosedur Efisiensi dan Kelambanan proses kerja
melakukan tugas dapat karena prosedur dijadikan
diramalkannya tujuan. Pekerjaan dibagi-
proses dan hasil bagi menjadi loket-loket
kerja atau meja-meja yang
memperpanjang proses
layanan.
Impersonalitas Rasionalitas, Moral rendah sering
kesamaan layanan menurunkan efisiensi
kepada klien organisasi. Sulit dilaksanakan
di Indonesia karena
merebaknya kolusi,
korupsi dan nepotisme.
Seleksi dan promosi Insentif, Konflik antara prestasi dan
berdasarkan objektivitas senioritas. Seleksi dan
kompetensi penilaian kinerja, promosi dilaksanakan
menghargai berdasarkan kedekatan
senioritas. dengan pejabat.
Sumber: Wirawan (2006)

2
Masalah yang timbul adalah pendapat yang menyatakan birokrasi bertentangan dengan
prinsip-prinsip profesionalisme. Profesionalisme berasal dari kata profesi yang berasal dari
Bahasa Inggris profession. Kenneth Lynn (Wirawan, 2008) mendefinisikan profesi sebagai
berikut:
A profession delivers esoteric services based on esoteric knowledge
systematically formulated and applied to the needs of client. Every
profession considers itself the proper body to set the terms in which some
aspects of society, life or nature is to be thought of, and to define the
general lines, or even the details of public policy concerning it.

Menurut Lynn suatu profesi menyajikan layanan yang disajikan oleh orang tertentu
berdasarkan pengetahuan yang hanya dimiliki oleh orang tertentu yang secara sistematis
diformulasikan dan diterapkan kepada kebutuhan klien. Setiap profesi menganggap dirinya
sebagai tubuh yang tepat untuk menentukan ketentuan di mana sejumlah aspek masyarakat,
kehidupan atau alam harus dipikirkan, dan untuk mendefinisikan aturan umum bahkan
kebijakan publik.

Kepustakawanan (librarianship) merupakan suatu profesi. Suatu profesi memerlukan suatu


persyaratan tertentu (Wirawan, 2008):

1) Pekerjaan penuh

Suatu profesi merupakan pekerjaan penuh yang diperlukan oleh masyarakat. Tanpa
profesi tersebut, masyarakat tidak dapat berfungsi dengan baik. Misalnya, tanpa profesi
dokter, anggota masyarakat akan banyak yang sakit dan meninggal dunia karena
terserang penyakit. Tanpa guru, anggota masyarakat banyak yang bodoh, orang yang
bodoh hidupnya miskin dan tidak sejahtera. Tanpa pustakawan pendidikan, penelitian,
profesi, rekreasi tidak dapat berlangsung dengan baik.

2) Ilmu pengetahuan

Untuk melaksanakan suatu profesi, orang harus menguasai teori dan aplikasi ilmu
pengetahuan tertentu. Misalnya, untuk jadi guru, orang harus minimal S1 ilmu
pendidikan dan harus lulus sertifikasi profesi guru. Pustakawan di Indonesia belum
memenuhi ketentuan ini, pegawai perpustakaan dengan pendidikan

3
nonperpustakaan, dapat menjadi pejabat fungsional pustakawan tanpa sertifikasi. Di
Amerika Serikat, untuk menjadi seorang pustakawan orang harus mempunyai pendidikan
S1 berbagai bidang dan lulus pendidikan Master of Library Science (MLS, Mlib) atau
Master of Science in Librarianship (MSL) – pendidikan strata 2 dalam bidang ilmu
perpustakaan.

3) Standar profesi

Agar profesional dapat melayani kliennya dengan baik, proses pelaksanaan layanan
profesi kepada klien di atur oleh standar profesi. Standar profesi berisi ketentuan-
ketentuan, teknik-teknik, peraturan dalam melaksanakan layanan profesi. Misalnya,
untuk mengatur bahan pustaka agar mudah ditelusur dengan cepat dan mudah
dipergunakan Dewey Decimal Classification dan Anglo American Cataloguing Rule
dan sistem penempatannya di rak. Perpustakaan juga mempunyai standar berbagai
layanan referensi dan sirkulasi bahan pustaka.

4) Otonomi

Profesi dan profesional merupakan lembaga yang otonom yang dapat mengambil
keputusan dalam melaksanakan profesi tanpa dipengaruhi atau diperintah oleh orang atau
organisasi lain di luar profesi.

5) Organisasi profesi

Setiap profesi mempunyai asosiasi atau organisasi profesi yang dibentuk oleh dan
beranggotakan profesional. Fungsi organisasi profesi antara lain:
 Organisasi rujukan para profesional dalam melaksanakan profesinya
 Menyusun dan mengawasi pelaksanaan kode etik profesi
 Mengembangkan pelaksanaan profesi

Organisasi profesi berbeda dengan organisasi serikat pekerja. Organisasi profesi


tujuannya untuk mengembangkan profesi, sedangkan organisasi serikat pekerja bertujuan
memperjuangkan nasib dan kesejahteraan pekerja atau buruh.

3
Kartun 5: Seorang Pustakawati Profesional Harus Lincah

6) Kode etik profesi

Kode etik profesi adalah norma dan nilai-nilai yang mengatur perilaku para profesional
dalam melaksanakan profesinya. Kode etik menentukan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan; apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk; apa yang dianggap
harus dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan oleh profesional.

3
7) Perilaku profesional

Seorang profesional – orang yang melaksanakan profesi – harus berperilaku tertentu


dalam melayani kliennya, yaitu perilaku profesional. Misalnya, dalam melayani kliennya,
seorang pustakawan harus imparsial, ramah, cepat, murah, efisien dan efektif.

8) Lembaga pendidikan dan lembaga penelitian profesi

Setiap profesi mempunyai lembaga pendidikan dan penelitian khusus. Profesional harus
belajar di lembaga pendidikan tersebut dan melakukan penelitian dan pengembangan
profesi.

Memang ada perbedaan antara prinsip birokrasi dengan prinsip profesi akan tetapi
perbedaan ini tidak mempertentangkan keduanya melainkan saling melengkapi. Prinsip
otonomi profesi, misalnya bertentangan dengan prinsip peraturan dan prinsip hierarkhi dari
birokrasi.

Demikian juga kode etik profesi berbeda dengan kode etik birokrasi organisasi. Perbedaan
ini sering menimbulkan konflik antara profesional dengan birokrat organisasi atau
perusahaan. Misalnya, di rumah sakit sering terjadi konflik antara dokter – profesional –
dengan manajemen atau birokrat rumah sakit. Kode etik kedokteran menyatakan layanan
dokter harus imparsial, artinya tidak membeda- bedakan orang miskin dengan orang kaya.
Dokter harus mengobati dan merawat mereka tanpa membedakan status sosialnya. Akan
tetapi rumah sakit membuat peraturan perusahaan. Orang yang sakit yang harus dirawat
inap, harus membayar uang muka terlebih dahulu untuk mencegah orang miskin untuk
rawat inap.

Di perpustakaan sering terjadi perbedaan pendapat antara pejabat struktural dan pejabat
fungsional mengenai bagaimana mengalokasi sumber-sumber perpustakaan untuk melayani
para pemustaka.

Akan tetapi di samping perbedaan juga ada persamaan antara prinsip birokrasi dengan
prinsip profesionalisme, misalnya keduanya mengemukakan perlu adanya standar dan
perilaku profesional dalam melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu

3
prinsip birokrasi saling melengkapi prinsip profesionalisme. Istilah yang sering digunakan
untuk itu adalah profesional birokrasi, untuk melaksanakan birokrasi diperlukan prinsip-
prinsip profesionalisme. Dari sini muncul istilah profesional birokrat dan
profesionalisme birokrasi.

2.4 Memengaruhi

2.4.1 Pengertian

Dalam upaya mencapai visi, misi dan tujuannya, pemimpin harus memengaruhi para
pengikutnya dan mereka yang terkait dengan pencapaian visi dan misi tersebut. Di
perpustakaan, kepala perpustakaan harus memengaruhi para pustakawan dan stafnya agar
melaksanakan tugasnya melayani kebutuhan para pemustaka dengan tepat dan cepat. Kepala
perpustakaan juga harus memengaruhi para pemustaka agar mau mempergunakan layanan
jasa perpustakaan untuk menunjang pekerjaan dan profesinya. Kepala perpustakaan perlu
meyakinkan pemustaka bahwa dengan mempergunakan layanan perpustakaan dan membaca
hidupnya akan berkembang dan lebih baik.
Apakah yang dimaksud dengan memengaruhi? Memengaruhi adalah proses Agen
– pemimpin-- merubah sikap, perilaku, pola pikir, motivasi, ideologi dan sebagainya
dari Target – para pengikut atau orang lain yang dipengaruhi. Memengaruhi adadah
proses mengubah Target agar bergerak dari posisi awal -- posisi A -- dan bergerak ke posisi
baru -- posisi B. Posisi B lebih baik, lebih tinggi, lebih banyak dari posisi A. Dalam
posisi B para pengikut dan pemustaka tahu dan mau untuk merealisir visi, misi dan tujuan
perpustakaan. Dalam proses memengaruhi pemimpin dan pengikut saling memengaruhi.
Jadi sebagai fenomena komunikasi, proses memengaruhi berlangsung dua arah.

2.4.2 Taktik memengaruhi

Kepala perpustakaan memengaruhi para pustakawan dan staf bawahannya serta para
pemustaka dengan mempergunakan taktik memengaruhi. Taktik memengaruhi adalah
pola perilaku kepala perpustakaan dalam mengubah sikap, perilaku, motivasi dan
sebagainya dari bawahan kepala perpustakaan dan para

3
pemustaka. Untuk memengaruhi mereka, kepala perpustakaan dapat mempergunakan
berbagai taktik memengaruhi. Jenis taktik memengaruhi sangat banyak. Di bawah ini
dikemukakan sebagian dari taktik-taktik memengaruhi.

a. Taktik memberi contoh

Seorang kepala perpustakaan yang menginginkan bawahannya berdisiplin, harus


memberi contoh bahwa ia juga disiplin. Jika mengharapkan pegawai harus masuk kerja
jam 8.00 pagi dan pulang jam 17.00 sore, kepala perpustakaan harus masuk kantor jam
7.45 dan pulang jam 17.30. Kepala perpustakaan mendapatkan previledge berupa
fasilitas kerja yang lebih banyak dari pada pegawainya karena itu ia dapat memberikan
contoh bagaimana memenuhi peraturan dan perintah kerjanya. Jika kepala perpustakaan
mengkampanyekan program membaca bagi masyarakat, ia sendiri harus membaca
buku. Ini sejalan dengan petuah Ki Hajar Dewantoro, bahwa pemimpin itu harus ing
ngorso sung tulodo, ing madyo mbangun karso dan tut wuri handayani.

Kartun 6: Taktik Memengaruhi Pustakawati

3
b. Taktik menggunakan otoritas

Yaitu taktik mempergunakan kekuasaan jabatan untuk memengaruhi orang lain. Kepala
perpustakaan diangkat secara sah oleh pejabat yang berwenang mengangkatnya.
Dengan menduduki jabatan ia mempunyai wewenang untuk memberi perintah kepada
bawahannya dan bawahannya wajib mematuhi perintahnya. Ia juga berhak untuk
menyusun peraturan prosedur operasi perpustakaan yang harus dipatuhi oleh para
pegawai perpustakaan dalam melaksanakan tugasnya dan para pemustaka dalam
menggunakan layanan perpustakaan. Jika mereka tidak mematuhinya, ia mempunyai
hak untuk memaksakan peraturan dan prosedur operasi perpustakaan dilaksanakan.

c. Taktik persuasi rasional

Yaitu mempergunakan teori ilmu pengetahuan, data, fakta, informasi dan pengalaman
masa lalu untuk memengaruhi orang lain. Misalnya, kepala perpustakaan
mempergunakan teori-teori ilmu perpustakaan untuk memengaruhi agar para pegawai
meningkatkan profesionalisme layanan mereka. Ia juga dapat menggunakan fakta
permintaan para pemustaka untuk mengembangkan koleksi perpustakaan; dan
menggunakan pengalaman pemborosan anggaran tahun yang lalu agar tahun yang akan
datang berhemat untuk mencapai efektifitas dan efisiensi anggaran yang tinggi.

Kartun 7 :Memberi Contoh, Sulit Dilakukan

3
d. Taktik pertukaran

Yaitu memberikan sesuatu kepada para pegawai dan pemustaka jika mereka juga
memberikan sesuatu. Misalnya, jika pegawai perpustakaan bekerja keras, berdisiplin
dan mempunyai etos kerja tinggi, akan diberikan kenaikan gaji dan kenaikan pangkat.
Demikian juga jika pemustaka terlambat mengembalikan buku yang dipinjamnya akan
diberi denda.

Kartun 8: Memengaruhi Pustakawan Badung

3
e. Taktik mengkoptasi

Yaitu memengaruhi orang lain dengan mengikutsertakan dalam perencanaan,


pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. Misalnya, jika kepala perpustakaan melakukan
diskriminasi terhadap seorang pegawai perpustakaan dengan tidak memberinya pekerjaan
kepadanya, ia akan bersikap negatif bukan saja kepada kepala perpustakaan akan tetapi
juga kepada perpustakaan.

f. Taktik permintaan inspirasional

Yaitu taktik memengaruhi orang lain dengan mempergunaan etat de corps, kode etik,
kesatuan kelompok, nilai-nilai dan tujuan bersama. Misalnya, ”semua pustakawan
merupakan anggota KORPRI, abdi negara yang harus melayani bukan dilayani
pemustaka.

g. Taktik menekan

Yaitu memengaruhi orang lain dengan mengancam untuk memberikan hukuman atau
tindakan yang tidak menyenangkan. Misalnya, kepala perpustakaan mengancam untuk
menurunkan pangkat seorang pegawai perpustakaan yang indisipliner, berkinerja
rendah, tidak mematuhi peraturan dan prosedur kerja.

2.4.3 Proses Memengaruhi

Dalam memengaruhi bawahannya atau orang lain, kepala perpustakaan sering harus
menggunakan proses memengaruhi secara sistematis dan sering harus menggunakan
beberapa taktik memengaruhi seperti dilukiskan pada Gambar 4.

a. Menentukan tujuan memengaruhi

Proses memengaruhi dimulai dengan menetapkan tujuan memengaruhi, yaitu apa yang
ingin dicapai dengan memengaruhi. Misalnya, kepala perpustakaan mempunyai tiga
orang bawahan biang kerok, disiplin, motivasi dan etos kerjanya rendah. Jika tidak segera
ditangani, biang kerok akan menjadi penyakit yang menular kepada pegawai lainnya. Ia
ingin mereka mengubah sikap, perilaku dan

3
kinerjanya. Tujuan memengaruhi adalah mengubah sikap, perilaku dan kinerja ketiga
pegawai tersebut (target).

b. Analisis target

Yaitu mengumpulkan dan menganalisis informasi mengenai target. Misalnya,


mereka dipanggil satu persatu dan diwawancarai mengenai harapan karier mereka. Dari
wawancara disimpulkan bahwa mereka sebetulnya menginginkan kariernya meningkat
agar dapat hidup lebih sejahtera.
c. Memilih taktik memberi contoh
Kepala perpustakaan memberi contoh bagaimana melaksanakan tugas sebagai pegawai,
datang lebih awal dari mereka, kemudian memberi tugas kepada mereka untuk
menyelesaikan sesuatu dan memonitor pelaksanaannya.
d. Mengevaluasi hasilnya
Apakah target terpengaruh dan mengubah sikap, perilaku dan kinerjanya?
e. Hasil evaluasi
Jika target terpengaruh, maka proses memengaruhi berhasil. Jika target tidak terpengaruh,
kepala perpustakaan harus mengubah teknik memengaruhinya, misalnya menggunakan
taktik pertukaran, taktik otoritas sampai taktik mengancam.

Gambar 4 :Proses Memengaruhi


(Wirawan, 2006)

3
f. Evaluasi hasilnya

Masing-masing pelaksanaan taktik dievaluasi hasilnya sampai target terpengaruh. Jika


target terpengaruh sikap, perilaku dan kinerjanya, memengaruhi berhasil, dan
kepemimpinan kepala perpustakaan berhasil. Perlu diingat bahwa memengaruhi
seseorang memerlukan kesabaran, teknik komunikasi di samping menggunakan berbagai
taktik memengaruhi.

2.5 Kekuasaan

2.5.1 Pengertian dan sifat kekuasaan

Kepemimpinan merupakan proses pemimpin memengaruhi pengikut. Di mana ada proses


memengaruhi di situ ada kepemimpinan. Kepemimpinan ada di perpustakaan, ada di
pemerintahan, ada di perusahaan dan ada di berbagai organisasi. Agar dapat memengaruhi
para pengikutnya, seorang pemimpin harus mempunyai kekuasaan – istilah teknis dalam
Bahasa Inggris social power. Tanpa mempunyai kekuasaan, pemimpin sulit untuk
memengaruhi para pengikutnya, karena itu kekuasaan merupakan bahan mentah dari
kepemimpinan. Kekuasaan adalah potensi memengaruhi orang lain agar mengubah
sikap, perilaku, pola pikir, motivasi, etos kerja, disiplin dan sebaiknya.

Kepemimpinan merupakan interaksi kekuasaan antara pemimpin dengan para pengikutnya.


Dalam interaksi tersebut, baik pemimpin dan para pengikutnya mempunyai kekuasaan (lihat
Gambar 5). Umumnya kekuasaan pemimpin lebih besar dari pada kekuasaan pengikunya
karena ia menduduki posisi atau jabatan tertentu. Akan tetapi dalam situasi tertentu dapat
terjadi kekuasaan pengikut lebih besar daripada kekuasaan pemimpinnya. Dengan demikian
justru pengikut yang memengaruhi pemimpinnya. Jika dilukiskan dengan matematika jika
kekuasaan pemimpin 100 dan kekuasaan pengikutnya 40, maka kekuasaan pemimpin
terhadap pengikut 100 – 40 = 60.

4
Gambar 5: Interaksi
Orang yang ingin menjadi pemimpin perlu memahami sifat dan berupaya mempunyai
kekuasaan. Kekuasaan mempunyai sifat atau karakteristik sebagai berikut (Wirawan, 2003):

a. Kekuasaan abstrak tidak terlihat akan tetapi jika digunakan akibatnya dapat
dirasakan. Misalnya, kekuasaan hakim tidak terlihat akan tetapi jika digunakan, orang
dapat dihukum mati.

b. Kekuasaan hanya terlihat dalam undang-undang, jabatan, tanda pangkat dan


pakaian dinas. Seorang hakim mempunyai kekuasaan karena ia diangkat dalam jabatan
hakim berdasarkan undang-undang. Kekuasaannya terlihat dalam bentuk toga yang ia
gunakan ketika memimpin sidang pengadilan.

c. Kekuasaan dapat diperoleh, bertambah, berkurang dan hilang. Setiap orang dapat
memiliki kekuasaan jika mau. Menjadi pegawai, pendidikan, mengikuti pemilihan
umum sebagai kandidat merupakan cara untuk memperoleh kekuasaan. Kekuasaan juga
dapat bertambah ketika karier kepegawaian seseorang naik. Akan tetapi kekuasaan juga
dapat berkurang dan hilang jika seorang pejabat yang menduduki posisi tertentu
melakukan perbuatan melanggar hukum, melanggar moral dan etika kemudian dipecat
dari jabatannya.

d. Lord Acton dalam korespondensinya dengan Lord Creighton menyatakan


sebagai berikut: ”Power tend to corrupt, and absolute power corrupt absolutely.”
Kekuasaan cenderung korupsi dan kekuasaan yang absolut korup secara absolut.

4
Kartun 9: Kehati-hatian Dalam Medelegasikan Kekuasaan

Penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dapat terjadi dalam bentuk kolusi,
korupsi dan nepotisme. Mula-mula pemimpin menyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk
menggunakan sumber daya organisasi untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau
kroninya. Pengikut mendiamkan tindakan tersebut karena menyangka merupakan hak
prerogatif pemimpin. Pembiaran para pengikut menyebabkan pemimpin merasa tindakannya
dilegitimasi oleh para pengikutnya. Penyalahgunaan kekuasaan berlanjut sampai pemimpin
merasa organisasi miliknya dan ia merasa dapat melakukan apa saja yang ia inginkan.

Kekuasaan sebetulnya netral, tidak buruk dan tidak baik. Baik buruknya kekuasaan
tergantung orang yang mempunyai kekuasaan. Jika berada di tangan orang yang buruk,
kekuasaan menjadi buruk, akan tetapi jika dimiliki orang baik, kekuasaan menjadi baik.
Korupsi kekuasaan dapat dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme. Misalnya, para nabi
dan rasul tidak pernah menyalahgunakan kekuasaannya. walaupun kekuasaannya absolut
karena berasal dari Tuhan.

4
Bagaimana mencegah korupsi atau abuse atau penyalahgunaan kekuasaan? Pertama, setiap
pegawai atau birokrat harus mempunyai job-description atau uraian tugas. Uraian tugas
adalah hak dan kewajiban yang harus dan boleh ia lakukan. Kedua, harus ada mekanisme
mendeteksi penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, harus ada hukuman bagi mereka yang
menyalahgunaan kekuasaan.

2.5.2 Jenis kekuasaan

John R. French dan Betram Raven membagi kekuasaan menjadi 5 jenis yaitu legitimate
power, coercive power, reward power, expertise power, dan referent power. Betram
Raven dan W. Kruglanski menambahkan jenis kekuasaan keenam
– information power sedangkan Paul Hersey dan Kennet Blanchard menambahkan jenis
kekuasaan yang ketujuh – connection power (Wirawan, 2003).

a. Legitimate power (authority) atau wewenang

Legitimate power atau kekuasaan yang syah, juga disebut authority – otoritas atau
wewenang yaitu kekuasaan yang bersumber diangkatnya atau dipilihnya pemegang
kekuasaan secara sah untuk menduduki jabatan atau posisi tertentu. Misalnya, seorang
kepala perpustakaan menduduki jabatannya setelah diangkat secara sah oleh pejabat
yang berhak mengangkatnya. Karena diangkat secara sah ia mempunyai wewenang
untuk memberi perintah kepada bawahannya untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Bawahannya wajib melaksanakan perintah tersebut.

b. Coercive power atau kekuasaan paksa

Kekuasaan paksa adalah kekuasaan yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan – karena
menduduki posisi tertentu -- untuk memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu. Misalnya, hakim mempunyai kekuasaan untuk memaksa
orang agar mematuhi hukum. Kepala perpustakaan mempunyai hak untuk memaksa
bawahannya atau para pemustaka untuk mematuhi peraturan kerja dan peraturan
perpustakaan.

4
c. Reward power atau Kekuasaan imbalan

Adalah kekuasaan untuk memberikan sesuatu atau tidak memberikan sesuatu kepada
orang lain. Misalnya, kepala perpustakaan mempunyai hak untuk memberikan atau
tidak memberikan kenaikan pangkat atau gaji kepada bawahannya jika memenuhi
standar kinerjanya.

d. Expertise power atau Kekuasaan Keahlian

Adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang karena ia menguasai ilmu pengetahuan


dalam bidang tertentu, keterampilan dalam bidang tertentu, dapat membuat sesuatu atau
menyelesaikan suatu masalah tertentu. Misalnya, seorang pustakawan mempunyai
kekuasaan keahlian dalam bidang kepustakawanan. Ia dapat memilih bahan pustaka
yang dibutuhkan oleh pemustaka, memroses dan menyimpan koleksi perpustakaan
secara sistematis dan menemukan kembali jika diperlukan oleh pemustaka. Ia
mempunyai keahlian untuk melayani semua jenis pemustaka

e. Referent power atau Kekuasaan Rujukan

Kekuasaan rujukan merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau organisasi
karena mempunyai daya tarik bagi orang lain, sehingga orang lain tersebut berupaya
mengidentifikasikan dirinya atau meniru dengan orang tersebut, atau menjadi anggota
organisasi tersebut dan berupaya mempertahankan hubungan dan keanggotaan dengan
organisasi tersebut. Misalnya, seorang pustakawan yang mempunyai keahlian untuk
menjelaskan secara menarik kepada para pemustaka mengenai fungsi perpustakaan
kepada pengembangan kehidupan mereka, dan para pemustaka telah membuktikan hal
tersebut akan menjadi rujukan bagi para pemustaka. Sedangkan perpustakaan akan
menjadi organisasi rujukan bagi pemustaka dalam mencari informasi bagi
pengembangan kebutuhan mereka.

Wirawan (2003) berpendapat referent power merupakan salah satu tahap menuju
kekuasaan kharisma (Charisma). Orang yang mempunyai kekuasaan kharisma
mempunyai keunggulan fisik dan keunggulan psikologi sehingga memukau power
recipient. Keunggulan fisik misalnya kecantikan, kegagahan

4
betuk fisik yang mengagumkan. Keunggulan psikologis misalnya kepandaian berbicara,
menyanyi, berpidato, kepandaian menari, berakting dan sebagainya. Keunggulan ini
menyebabkan power recipient meniru power holder dan mengidentifikasikan dirinya
dengan power holder. Kekuasaan kharisma misalnya dimiliki oleh Bung Karno
seorang pemimpin dan orator yang memukau rakyat Indonesia ketika ia berpidato.

f. Information power atau kekuasaan informasi

Ialah kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang karena ia mempunyai informasi yang
dibutuhkan oleh orang lain yang tidak mempunyai informasi tersebut. Seorang manajer
keuangan dan manajer personalia mempunyai informasi mengenai keuangan dan
personalia yang bersifat konfidensial. Untuk mendapatkan informasi yang
diperlukannya, orang yang memerlukan informasi tersebut harus melalui prosedur
tertentu. Pustakawan dan perpustakaan mempunyai kekuasaan informasi yang
diperlukan oleh masyarakat.

g. Connection power atau kekuasaan koneksi

Ialah kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang karena ia mempunyai koneksi dengan
orang lain yang mempunyai kekuasaan. Misalnya, seorang istri, anak atau teman
seorang pejabat negara tidak mempunyai jabatan kenegaraan. Akan tetapi mereka
mempunyai kekuasaan karena mempunyai koneksi dengan pejabat negara tersebut;
mereka terimbas oleh kekuasaan pejabat negara tersebut dan dapat memengaruhi
pengambilan keputusan pejabat negara tersebut. Jika ingin mengembangkan
perpustakaannya, kepala perpustakaan harus mengembangkan kekuasaan koneksi
dengan para pejabat negara agar dapat memperoleh sumber-sumber yang
diperlukannya.
Setiap orang yang ingin menjadi pemimpin harus berupaya memiliki ke tujuh kekuasaan
tersebut. Tanpa kekuasaan ia tidak dapat memengaruhi orang lain. Akan tetapi ia harus
ingat bahwa kekuasaan itu bukan tujuan melainkan alat. Jika tidak menyadari hal ini
orang cenderung untuk memperbesar dan mempertahankan kekuasaan sekedar untuk
tetap berkuasa. Jika ini yang dilakukannya, ia akan mengalami post power syndrome
jika kehilangan kekuasaannya. Sindrom tersebut dapat berupa sakit fisik atau sakit
jiwa atau
45
bunuh diri. Ingat pemimpin besar seperti Napoleon Bonaparte seperti orang gila ketika
di buang ke Pulau Elba. Adolf Hitler dan para pembantunya bunuh diri ketika
kehilangan kekuasaannya.

46
BAB III
GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEPENGIKUTAN

3.1 Gaya Kepemimpinan

3.1.1 Pengertian

Salah satu pembeda kepemimpinan seorang dengan kepemimpinan lainnya adalah gaya
kepemimpinannya. Misalnya, dalam memengaruhi Bangsa Indonesia, Presiden Sukarno,
menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan Presiden Suharto demikian juga
berbeda dengan Presiden Gus Dur. Gaya kepemimpinan menentukan citra pemimpin dan
memengaruhi caranya dalam mencapai visi dan visinya. Demikian juga seorang kepala
perpustakaan akan menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan kepala
perpustakaan lainnya.

Gaya kepemimpinan adalah pola perilaku pemimpin dalam memengaruhi para pengikutnya.
Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Wirawan (2006) mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola perilaku yang konsisten yang dipergunakan seorang pemimpin
dalam memengaruhi atau bekerja dengan orang lain seperti dipersepsikan orang tersebut.
Pola perilaku yang sama akan muncul pada diri pemimpin ketika ia menghadapi situasi
kepemimpinan yang sama.

3.1.2 Teori-Teori Gaya Kepemimpinan


Untuk menjadi seorang pemimpin yang bijak, baik dan efektif seorang calon pemimpin
harus mempelajari berbagai teori gaya kepemimpinan. Kemudian ia menerapkan gaya
kepemimpinan yang ia anggap tepat dalam memimpin para pengikutnya. Teori gaya
kepemimpinan banyak jenisnya, di bawah ini dikemukakan dua contoh dari taksonomi teori
gaya kepemimpinan.

a. Teori Gaya Kepemimpinan Situasional

Ada beberapa jenis teori gaya kepamimpinan situasional akan tetapi mempunyai prinsip-
prinsip yang sama. Salah satu teori gaya kepemimpinan situasional yang dipakai secara
meluas adalah yang dikemukakan oleh Paul Hersey dan Kenneth

47
Blanchard (Wirawan, 2006). Prinsip dasar dari teori gaya kepemimpinan situasional ini
sebagai berikut:
1) Tidak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk memimpin semua orang.
2) Jenis gaya kepemimpinan yang dipakai oleh seorang pemimpin disesuaikan dengan
kematangan atau kesiapan para pengikutnya.
3) Taksonomi gaya kepemimpinan situasional ditentukan berdasarkan dua dimensi:
 Dimensi Relationship behavior (perilaku hubungan) – pada as vertikal: yaitu
tinggi rendahnya perilaku pemimpin berusaha menciptakan hubungan baik dengan
para pengikutnya.
 Dimensi Task behavior (perilaku ketugasan) – pada as horizontal: yaitu
tinggi rendahnya perilaku pemimpin dalam menentukan, mengawasi dan
mengevaluasi tugas para pengikutnya.

Berdasarkan ke dua dimensi tersebut, Hersey dan Blanchard mengemukakan


4 gaya kepemimpinan: Telling (memberitahu), Selling ( menjual), Participating
(partisipasi), dan Delegating (mendelegasikan) seperti dilukiskan oleh Gambar 5.

Gambar 5: Taksonomi Teori Gaya Kepemimpinan Situasional

48
1) Telling Leadership Style atau Gaya Kepemimpinan Memberitahu

Gaya kepemimpinan ini untuk memimpin para pengikut jenis R1


(Readiness1=Kesiapan1) yaitu pengikut yang tidak tahu dan tidak mau melaksanakan
pekerjaan atau tugasnya. Perilaku pemimpin dalam memimpin pengikut jenis ini adalah:
 Memberikan petunjuk secara rinci dan jelas kepada para pengikut mengenai tugas
yang harus dikerjakan: who, what,when,, where and how to do task.
 Mendefinisikan secara operasional peran pengikut yang harus dilakukan
 Komunikasi sebagain besar satu arah dari pemimpin ke pengikut
 Keputusan sepenuhnya dibuat oleh pemimpin
 Supervisi dan pertanggungjawaban ketat
 Instruksi secara bertingkat
 KISS-Keep simple & specific

2) Selling Leadership Style atau Gaya KepemimpinanMenjual


Gaya kepemimpinan selling atau menjual/membujuk adalah gaya kepemimpinan yang
cocok untuk para pengikut R2 yaitu jenis pengikut yang tidak mampu akan tetapi
mempunyai kemauan untuk melaksanakan tugasnya, atau tak mampu akan tetapi percaya
diri. Perilaku pemimpin yang cocok untuk memimpin jenis pengikut ini adalah:
 Menyediakan petunjuk siapa, apa, di mana, bagaimana dan mengapa mengenai tugas
atau perintah kepada para pengikut.
 Pemimpin membuat keputusan dan menjelaskan keputusan serta
memungkinkan untuk klarifikasi oleh pengikut.
 Melakukan dialog dua arah
 Menjelaskan peran para pengikut
 Mengajukan pertanyaan untuk mengidentifikasi level kemampuan para pengikut
 Memperkuat setiap perkembangan kecil para pengikut.

49
3) Partisipating Leadership Style atau Gaya Kepemimpinan Berpartisipasi

Gaya kepemimpinan ini untuk memimpin para pengikut dengan level R3 yaitu para
pengikut yang mempunyai kemampuan akan tetapi tidak mau melaksanakan tugasnya atau
mempunyai kemampuan akan tetapi tidak percaya diri untuk melaksanakannya. Perilaku
pemimpin untuk memimpin para pengikut jenis ini adalah:
 Pemimpin membagi tanggung jawab untuk mengambil keputusan dengan para
pengikutnya.
 Memenuhi kebutuhan rasa ingin tahu para pengikut
 Memfokuskan kegiatan untuk mencapai hasil
 Mengikutsertakan para pengikut dalam konsekuensi tugas untuk meningkatkan
komitmen dan motivasi mereka.
 Menggabungkan pendapat pemimpin dan pendapat pengikut dalam pengambilan
keputusan.
 Menentukan langkah-langkah berikut bersama.
 Memberikan dorongan dan dukungan kepada para pengikut
 Mendiskusikan ketakutan dan keseganan pengikut terhadap pemimpin.
 Mendorong para pengikut untuk memberikan masukan.
 Secara aktif mendengarkan apa yang dikemukakan para pengikut.

4) Delegating Leadership Style atau Gaya Kepemimpinan Mendelegasikan

Gaya kepemimpinan ini dipergunakan untuk memimpin para pengikut dengan level R4.
Para pengikut jenis ini secara individual atau kelompok mampu dan mau serta merasa
percaya diri untuk melaksanakan tugasnya. Perilaku pemimpin untuk memimpin para
pengikut dengan kualitas tersebut adalah:
 Mendengarkan para pengikut untuk mengevaluasi perkembangan
 Mendelegasikan tugas dan aktivitas
 Pengikut mengambil keputusan dan melaksanakan keputusan dan
melaporkan hasilnya kepada pemimpin.
 Mendorong kebebasan untuk mengambil risiko
 Supervisi longgar
 Memonitor aktivitas

50
 Memperkuat hasil
 Selalu mudah dihubungi
 Memberi dukungan menyediakan sumber

b. Teori Gaya Kepemimpinan Berbagi Kekuasaan

Dengan menggunakan pola pikir Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt, Wirawan
(2003) mengemukakan Teori Gaya Kepemimpinan Berbagi Kekuasaan antara pemimpin
dan para pengikutnya. Seperti telah dijelaskan di atas, untuk memengaruhi seorang
pemimpin harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan merupakan interaksi kekuasaan
antara pemimpin dengan para pengikutnya. Dalam interaksi baik pemimpin maupun
pengikut mempunyai kekuasaan, hanya kekuasaan pemimpin umumnya lebih besar dari
kekuasaan para pengikutnya.

Teori Gaya Kepemimpinan Berbagi Kekuasaan disusun berdasarkan tiga asumsi mengenai
penggunaan kekuasaan oleh pemimpin dan para pengikutnya:

1) Kebebasan pemimpin mempergunakan kekuasaannya

Asumsi ini dipergunakan untuk mengukur seberapa tinggi pemimpin mempunyai kebebasan
untuk menggunakan kekuasaannya. Sebagai seorang elit yang menduduki posisi tertentu,
pemimpin merasa mempunyai berbagai jenis kekuasaan yang dapat dipergunakannya untuk
memengaruhi para pengikutnya. Dalam menggunakan kekuasaannya, pemimpin merasa
bebas untuk:
 Menentukan hak dan kewajiban para pengikutnya
 Menggunakan hak prerogatifnya
 Menggunakan kekuasaan posisional dan kekuasaan personalnya
 Berpendapat bahwa pengikut mempunyai kewajiban untuk mematuhi hak prerogatif
dan kekuasaan pemimpin
 Mendelegasikan pengambil keputusan kepada para pengikutnya
 Menilai pengikut dalam menggunakan kekuasaannya
 Mempunyai hak untuk menghukum pengikut jika tidak menghormati
kekuasaannya

51
2) Kebebasan pengikut untuk menggunakan kekuasaannya

Asumsi ini dipergunakan untuk mengukur seberapa tinggi pengikut merasa bebas untuk
menggunakan kekuasaannya. Karena mempunyai kekuasaan, pengikut merasa berhak
untuk:
 Mengambil inisiatif, berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugasnya
 Mengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya
 Menolak hak prerogatif pemimpin jika tidak sesuai dengan peraturan dan kelayakan.

3) Kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaan bertimbal balik dengan


kebebasan pengikut untuk menggunakan kekuasaan

Jika kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaan tinggi, maka kebebasan pengikut
untuk menggunakan kekuasaan rendah. Jika kebebasan pengikut untuk menggunakan
kekuasaannya tinggi maka kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaannya rendah.
Berdasarkan ketiga asumsi tersebut disusun taksonomi gaya kepemimpinan yang terdiri dari
lima gaya kepemimpinan seperti dilukiskan pada Gambar 6.

1) Gaya kepemimpinan otokratik

Dalam gaya kepemimpinan otokratik kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaan


tinggi sedangkan kebebasan pengikut untuk menggunakan kekuasaan rendah. Ciri daripada
gaya kepemimpinan ini adalah:
 Kekuasaan pemimpin absolut
 Pemimpin can do no wrong
 Pengikut tidak mempunyai kekuasaannya
 Tujuan organisasi ditentukan oleh pemimpin
 Pemimpin mengambil keputusan tanpa masukan dari para pengikutnya
 Para pengikut hanya melaksanakan keputusan dengan pengawasan ketat dari
pemimpinnya
 Komunikasi interpersonal antara pemimpin dan pengikut satu arah dari atas ke bawah

52
Otokratik Paternalistik Partisipatif

Gambar 6: Taksanomi Teori Gaya Kepemimpinan Berbagi Kekuasaan

2) Gaya kepemimpinan parternalistik

Ciri daripada gaya kepemimpinan paternalistik adalah sebagai berikut:


 Kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaan tinggi
 Kebebasan pengikut untuk menggunakan kekuasaan rendah
 Pengikut dianggap sebagai oarang yang belum matang karenanya harus dibantu
secara terus menerus
 Tujuan organisasi ditentukan oleh pemimpin
 Pengambilan keputusan dilakukan oleh pemimpin
 Pengikut hanya melaksanakan keputusan di bawah bimbingan pemimpinnya
 Pemimpin melaksanakan prinsip yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro: Ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani
 Pengikut menyebut pemimpin sebagai: bapak, ibu, mbak, father, frater, paduka yang
mulia dan datuk.
 Komunikasi interpersonal lebih banyak satu arah dan bersifat formal.

53
3) Gaya kepemimpinan partisipatif

Pada gaya kepemimpinan partisipatif kebebasan pemimpin untuk menggunakan


kekuasaannya sama dengan kebebasan pengikut untuk menggunakan kekuasaannya. Ciri
dari gaya kepemimpinan ini adalah sebagai berikut.
 Pemimpin mengambil keputusan dengan bantuan para pengikutnya
 Tujuan organisasi ditentukan oleh pemimpin dengan bantuan para
pengikutnya
 Sebagian dari kekuasaan pemimpin didelegasikan kepada para pengikutnya
 Pengikut melaksanakan keputusan dengan supervisi pemimpin
 Komunikasi interpersonal berlangsung dua arah baik secara formal maupun
informal

4) Gaya kepemimpinan demokratik

Pada gaya kepemimpin demokratis, kebebasan pengikut untuk menggunakan kekuasaannya


lebih tinggi dari pada kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaannya. Ciri
daripada gaya kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut:
 Kebebasan pemimpin dan pengikut untuk menggunakan kekuasaannya berimbang
dan saling mengontrol.
 Pengambilan keputusan dilakukan bersama oleh pemimpin dan pengikut dengan
melalui musyawarah atau voting.
 Tujuan organisasi ditentukan bersama pemimpin dan para pengikutnya
 Komunikasi interpersonal dua arah baik secara formal atau informal dua arah

5) Gaya kepemimpinan pemimpin terima beres

Gaya kepemimpinan ini sering disebut sebagai free rein leadership style atau laissez
faire leadership style. Ini bukan berarti gaya kepemimpinan tanpa pemimpin, pemimpin
tetap ada akan tetapi perannya minimal. Gaya kepemimpinan ini misalnya dipakai di
organisasi seperti NASA, high tech company atau di unit organisasi penelitian dan
pengembangan. Pemimpin hanya menentukan visi, misi, strategi dan tujuan organisasi,
merencanakan kegiatan dan mengevaluasi hasil kegiatan. Ciri dari pada gaya kepemimpinan
ini adalah:

54
 Kebebasan pemimpin untuk menggunakan kekuasaan sama besar dengan kebebasan
pengikut untuk menggunakan kekuasaannya. Akan tetapi pemimpin mengizinkan
para pengikutnya untuk menggunakan kekuasaannya secara maksimal.
 Pemimpin bersama-sama para pengikutnya menentukan tujuan organisasi.
 Pemimpin menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan kepada pengikutnya
akan tetapi dengan kewajiban untuk melaporkan keputusan tersebut kepada
pemimpin.
 Pengikut menentukan sendiri proses pelaksanaan keputusan, akan tetapi mempunyai
kewajiban untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada
pemimpin.
 Komunikasi interpersonal berlangsung dua arah secara formal dan informal. Dalam
ilmu kepemimpinan masih banyak teori mengenai gaya kepemimpinan. Kepala
pepustakaan wajib mempelajari berbagai teori tersebut dan menerapkan dalam
memimpin perpustakaan jika diperlukan.

3.2 Kepengikutan

3.2.1 Pengertian dan persyaratan

Kepemimpinan merupakan proses pemimpin memengaruhi pengikut untuk mencapai tujuan


yang telah ditetapkan. Dalam teori kepemimpinan klasik, keberhasilan kepemimpinan hanya
ditentukan oleh pemimpin. Pemimpin berfungsi sebagai penggembala sedangkan pengikut
adalah ternak yang digembalakan. Dalam teori kepemimpinan modern, peran pemimpin
sama dengan peran pengikut. Pemimpin tidak akan dapat merealisasi visinya tanpa bantuan
para pengikutnya. Oleh karena itu dalam ilmu kepemimpinan, di samping mempelajari
kepemimpinan, juga dipelajari kepengikutan (followership).

Siapakah yang disebut pengikut itu? Pengikut adalah orang yang ikut serta secara aktif
dalam mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi. Wirawan (2003) mendefinisikan pengikut
sebagai orang yang berinteraksi dengan, dipengaruhi dan memengaruhi pemimpin
untuk ikut serta dalam merealisasi visi sistem sosial. Di

55
perpustakaan yang dimaksud dengan pengikut kepala perpustakaan adalah staf dan
pegawai perpustakaan dan para pemustaka.

Agar dapat ikut serta dalam perubahan yang diciptakan oleh pemimpinnya, para
pengikut harus memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut antara lain:

a. Integritas

Agar dapat berpartisipasi aktif dalam perubahan yang diciptakan oleh pemimpin, seorang
pengikut harus mempunyai integritas tinggi. Integritas artinya mengindentifikasikan
dirinya dengan dan melaksanakan visi, misi, norma dan nilai-nilai organisasi. Dalam
istilah Budaya Jawa integritas adalah melu handarbeni dan melu hangrukebi
organisasi. Pengikut merasa memiliki organisasi, meyakini kebenaran visi, misi, norma
dan nilai-nilainya dan berupaya untuk melaksanakannya.

b. Mandiri

Pengikut yang mandiri adalah pengikut menguasai, mampu melaksanakan dan mau
melaksanakan tugasnya dengan sedikit mungkin supervisi dari pemimpinnya. Di samping
itu ia mempunyai motivasi internal yang tinggi untuk bergerak merealisasi visi
organisasi.

c. Adaptif

Kepemimpinan selalu berkaitan dengan perubahan yang terus-menerus. Pengikut harus


dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Sering pada awal perubahan
terjadi ketidakpastian dan kekacauan yang menimbulkan penderitaan. Para pengikut
harus dapat mengadaptasikan dirinya dengan situasi tersebut.

d. Berani

Ira Charleff (1995) menyatakan bahwa pengikut harus mempunyai lima keberanian atau
courage.
 Berani memikul tanggung jawab. Pengikut yang efektif berani mengambil tanggung
jawab untuk dirinya sendiri dan untuk organisasinya. Ia menciptakan peluang untuk
mengisi potensinya dan memaksimalkan nilai organisasi.

56
 Berani melayani. Bekerja keras dan mengambil tambahan tanggung jawab untuk
melayani pemimpinnya.
 Berani menantang. Berani mengemukakan ketidaksenangan jika perilaku pemimpin
bertentangan dengan kebenaran dan keadilan.
 Berani berpartisipasi dalam perubahan. Jika terjadi situasi yang menghambat
terjadinya perubahan pengikut merupakan garda terdepan untuk menghilangkan
hambatan tersebut serta tidak ragu ikut serta menciptakan perubahan.
 Berani meninggalkan pemimpin. Jika pemimpin menghianati organisasi dan
tindakannya merugikan tujuan bersama dan peringatan yang dikemukakan diabaikan,
pengikut harus berani meninggalkan pemimpin.
Sering jika terjadi konflik antara pemimpin dan pengikut, pengikut melakukan whistle
blower, yaitu membuka rahasia pemimpin atau organisasinya kepada publik.

3.2.2 Memberdayakan pengikut

Tugas utama pemimpin terhadap para pengikutnya adalah memberdayakannya (follower


empowerment). Memberdayakan atinya membuat pengikut berdaya untuk melaksanakan
tugas dan perannya. Aktivitas pemberdayaan pengikut antara lain sebagai berikut.

a. Melakukan human resources development (HRD)

HRD atau pengembangan sumber daya manusia merupakan kegiatan mengembangkan


pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku pengikut secara terus-menerus. HRD juga
suatu program untuk menyesuaikan pengikut agar sesuai dengan perkembangan
kebutuhan masyarakat yang berkembang secara terus-menerus.

b. Mempercayai pengikut

Kepercayaan atau trust merupakan modal sosial dalam interaksi sosial. Jika pemimpin
tidak mempercayai para pengikutnya akan meningkatkan biaya pengawasan dan sering
menimbulkan konflik antara keduanya.

57
c. Mengkooptasi pengikut

Mengkooptasi artinya mengikut sertakan pengikut dalam perencanaan, melaksanakan dan


mengevaluasi hasil kegiatan. Jika pemimpin tidak mengikutsertakan para pengikutnya
dalam kegiatan, akan timbul sikap negatif pengikut terhadap pemimpinnya.

d. Pigmallion effect

Yaitu memotivasi pengikut dengan menyatakan bahwa ia pasti berhasil jika berupaya
dengan maksimal.

e. Mendelegasikan kekuasaan

Jika pengikut berkembang dan dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri, akan
meningkatkan motivasi pengikut jika pemimpin mendelegasikan kekuasaan dan
wewenangnya.

58
BAB IV
ENTREPRENEURSHIP

4.1 Pengertian

Istilah kewirausahaan padanannya dalam Bahasa Inggris adalah entrepreneuship yang


berasal dari Bahasa Perancis entrepreneur yang artinya perantara. Entrepreneur adalah
perantara antara orang yang memproduksi atau mempunyai barang dengan orang yang
memerlukan barang. Dalam pengertian ini pustakawan dan perpustakaan juga merupakan
lembaga perantara atau intermediasi antara produsen bahan pustaka dengan pemustaka yang
memerlukan bahan pustaka.

Perlu juga dipahami bahwa istilah entrepreneurship terdiri dari dua katagori:
entrepreneur dan intrapreneur. Entrepreneur adalah wirausaha yang bekerja untuk
dirinya sendiri. Misalnya, pedagang dan pengusaha merupakan wirausaha yang berusaha
untuk dirinya sendiri. Jika untung, keuntungannya milik diri sendiri dan jika rugi, ia harus
menanggung kerugiannya sendiri. Intrapreneur adalah wirausaha yang bekerja untuk orang
lain. Misalnya, seorang pegawai dan agen perusahaan berusaha untuk orang lain yaitu untuk
perusahaan dan lembaga bisnis dan lembaga nonprofit. Pustakawan termasuk
intrapreneuring.

Hisrich, Peters & Shepherd (2005) mendefinisikan entrepreneurship sebagai berikut:

Entrepreneurship is the process of creating something new with valuae by


devoting the necessary time and effort, assuming the accompanying financial,
psychic, and social risk, and receiving the resulting rewards of monetary and
personal satisfaction and independence.

Dari definisi tersebut ada sejumlah kata kunci yang memerlukan penjelasan.

1. Proces creating something new with value

Kewirausahaan merupakan proses menciptakan sesuatu nilai baru. Entrepreneur


merupakan orang yang mampu menciptakan sesuatu tidak bernilai menjadi bernilai atau
menambah nilai sesuatu. Seorang pustakawan merupakan entrepreneur karena ia
menambah nilai pada bahan pustaka. Pertama, membuat
59
orang tidak tahu adanya bahan pustaka menjadi tahu adanya bahan pustaka tersebut.
Kedua, bahan pustaka menjadi bernilai untuk orang banyak. Satu judul buku misalnya,
dapat dibaca oleh ratusan pemustaka. Ketiga, menciptakan nilai sosial dari bahan pustaka.
Misalnya, dengan membaca bahan pustaka orang dapat berubah dari bodoh menjadi
cerdas, dari sakit menjadi sehat, dari miskin menjadi kaya.

2. Devoting time and effort

Entrepreneur bekerja dalam waktu yang panjang, terus berpikir dan berupaya untuk
menciptakan produk – barang dan jasa. Pustakawan juga berupaya menciptakan layanan
jasa perpustakaan bagi para pemustaka dengan membaktikan waktu dan upayanya secara
terus menerus.

3.2.3 Assuming risk

Dalam menciptakan sesuatu yang bernilai entrepreneur menghadapi risiko finansial,


psychic dan social risk. Risiko finansial misalnya mengalami kerugian, risiko kejiwaan
misalnya stres, kelelahan, frustrasi dan kebosanan. Sebagai entrepreneur, pustakawan juga
dapat mengalami risiko tersebut. Dalam hal kerugian finansial misalnya, pustakawan telah
mengeluarkan anggaran yang besar akan tetapi minat baca masyarakat rendah sehingga
layanan jasa perpustakaan tidak cost efective atau cost benefitnya rendah.

3.2.4 Receiving rewards

Jika upaya berhasil entrepreneur akan menghasilkan financial reward dalam bentuk
keuntungan finansial. Ia juga akan menghasilkan personal satisfaction – yaitu kepuasan
pribadi dalam bentuk kebahagiaan hidup. Jika layanan jasa perpustakaannya kepada para
pemustaka berhasil, sebagai seorang profesional, pustakawan juga akan menerima imbalan
finansial yaitu cost effectiveness dan cost efficiency dan cost benefit yang tinggi. Ia
juga akan mengalami kebanggaan dapat melaksanakan profesinya dengan baik.

60
4.2 Karakteristik

Agar sukses mencapai tujuannya, seorang entrepreneur memerlukan karakteristik tertentu.


Oleh karena itu entrepreneur perlu mengembangkan karakteristik tersebut dalam dirinya.

1. Internal locus control

Internal locus control artinya mampu mengontrol diri dan nasibnya sendiri. Nasib,
kesuksesan, kegagalannya tergantung pada dirinya sendiri bukan tergantung pada orang
lain. Jika gagal, ia akan menyalahkan diri sendiri bukan kesalahan orang lain.
Sebaliknya orang yang eksternal locus control selalu tergantung pada orang lain. Sebagai
seorang profesional, pustakawan harus internal locus control dan bantuan yang dapat ia
dapatkan adalah dari organisasi profesi pustakawan dan birokrat atasannya. Akan tetapi ia
harus menyalahkan diri sendiri jika upayanya gagal.

2. Kreatif dan inovatif

Kreativitas dan inovasi merupakan inti dari entrepreneurship. Tanpa mempunyai


kreativitas dan inovasi, orang tidak dapat menjadi seorang wirausaha. Kreativitas adalah
kemampuan untuk menciptakan ide baru jika menghadapi problem.
Sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk mengubah ide baru menjadi barang dan jasa
baru untuk menyelesaikan problem. Seorang entrepreneur bukan NATO – no action talk
only – ia mengemukakan ide baru dan berupaya mengubah idenya menjadi barang atau
jasa untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Perpustakaan dan pustakawan
merupakan agen perubahan, oleh karena itu harus muncul ide baru untuk memecahkan
problem yang dihadapi masyarakat. kepala perpustakaan dan pustakawan itu tidak seperti
sopir angkot yang hanya menunggu penumpang. Mereka agen perubahan yang idenya
ditunggu oleh para anggota masyarakat untuk menyelesaikan problem yang mereka
hadapi (lihat Gambar 7). Kepala perpustakaan yang membaca bahan pustaka yang ada
hubungannya dengan problem yang dihadapi oleh masyarakat, akan memunculkan ide
untuk menghadapi dan mengatasi problem.

61
3. Percaya diri tinggi dan tidak takut gagal

Wirausaha percaya bahwa produknya diperlukan dan disukai orang. Ia tidak takut gagal
atas upayanya untuk melayani masyarakat.

Gambar 7: Kreativitas dan Inovasi Pustakawan

4. Pekerja keras
Seorang wirausaha merupakan pekerja keras, beretos kerja tinggi dan sering workaholic.
Ia percaya dengan bekerja keras kemakmuran dan kebahagiaan manusia akan dapat
dicapai. Pustakawan merupakan pekerja keras. Misalnya, perpustakaan umum dan
perpustakaan universitas di negara-negara maju buka tujuh hari seminggu. Untuk
perpustakaan universitas umumnya buka dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam.

62
5. Ketahanmalangan
Wirausaha mempunyai daya tahan tinggi menghadapi kesulitan. Bagi mereka no pain no
gain. Berakit-rakit ke hulu dan berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu dan
bersenang-senang kemudian.
6. Proaktif
Seorang entrepreneur seorang proaktif – orang yang penuh inisiatif, dan penuh
tanggungjawab bukan sekedar orang yang reaktif. Ia tidak menunggu masyarakat datang
kepadanya, akan tetapi jemput bola untuk ikut memecahkan masalah masyarakat.

Entrepreneurship merupakan sifat yang diperlukan oleh kepala perpustakaan. Dalam


reformasi birokrasi yang sedang dilaksanakan di Indonesia dewasa ini diperlukan
kepemimpinan dan kewirausahaan kepala perpustakaan yang tinggi. Tanpa kepemimpinan
dan entrepreneurship yang tinggi, perpustakaan akan diterpa sumber-sumber daya yang
terbatas. Dan perpustakaan tidak akan mampu melaksanakan visi dan misinya dengan baik.

63
BAB V
MANAJEMEN
KONFLIK

5.1 Konflik Interpersonal

5.1.1 Pengertian

Dalam melaksanakan fungsi dan perannya, seorang pemimpin akan menghadapi konflik.
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan dicegah. Minimal
20 persen waktu pemimpin dipergunakan untuk menyelesaikan konflik yang dihadapinya.
Konflik dapat terjadi antara pemimpin dengan para pengikutnya, antara para pengikutnya,
dan antara organisasi yang dipimpinnya dengan orang atau organisasi yang berada di
lingkungan eksternalnya. Demikian juga seorang kepala perpustakaan menghadapi konflik
dengan bawahannya, konflik antar bawahannya, dan konflik antara perpustakaan dengan
para pemustaka atau dengan organisasi atau orang yang berhubungan dengan perpustakaan.
Konflik tersebut disebut konflik interpersonal atau konflik dalam suatu organisasi.Oleh
karena itu seorang kepala perpustakaan perlu memahami konflik dan bagaimana
memanajemeni konflik.

Apakah yang dimaksud dengan konflik? Wirawan (2010) mendefinisikan konflik sebagai
berikut: Konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak
atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola
perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Dari definisi
tersebut ada sejumlah kata kunci yang perlu mendapatkan penjelasan. Konflik terjadi
melalui proses yang unik, artinya proses dalam suatu konflik berbeda dengan proses
konflik lainnya. Konflik interpersonal atau konflik dalam suatu organisasi terjadi antara
dua pihak atau lebih: antara seorang individu dengan individu lainnya, dan antara seorang
individu dengan kelompok, antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

Pihak yang berkonflik saling tergantung, artinya satu pihak tidak bebas melakukan sesuatu
tanpa campur tangan pihak lainnya atau mendapatkan izin atau merugikan pihak lainnya.
Melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu suatu pihak akan
64
mempunyai akibat bagi pihak lainnya. Konflik merupakan pertentangan mengenai obyek
konflik – yaitu sesuatu yang menimbulkan konflik. Objek konflik banyak dan unik dalam
setiap konflik. Misalnya, di perpustakaan terjadi konflik antara pustakawan dan pemustaka
yang merasa kebutuhan informasinya tidak dilayani oleh perpustakaan. Akan tetapi
pertentangan hanya akan menjadi konflik jika telah diekspresikan. Pengekspresian terjadi
melalui kejadian pemicu (triggering event) -- melalui perilaku verbal, bahasa badan,
melalui komunikasi tertulis dan sebagainya. Misalnya, ketika saling bertemu, tidak saling
sapa atau memberi salam.

Ketika terjadi konflik, pihak yang berkonflik mempegunakan pola perilaku tertentu untuk
mecapai tujuannya berkonflik. Pola perilaku tersebut disebut sebagai gaya manajemen
konflik. Konflik menimbulkan interaksi konflik antara pihak-pihak yang berkonflik.
Interaksi konflik dapat berlangsung lama atau sebentar tergantung situasi konfliknya.
Dalam interaksi dipergunakan berbagai sumber-sumber organisasi, Interaksi ini kemudian
menghasilkan keluaran konflik.

5.1.2 Sumber konflik

Wirawan (2010) mengemukakan sepuluh sumber yang dapat menimbulkan konflik (lihat
Gambar 8):
a. Keterbatasan sumber
Organisasi mengalami keterbatasan sumber-sumber organisasi yang dapat menimbulkan
konflik. Sumber-sumber tersebut antara lain anggaran, fasilitas kerja, jabatan, dan
kesempatan untuk pengembangan karier

65
Gambar 8: Sumber Terjadinya Konflik

b. Tujuan yang berbeda

Konflik dapat terjadi karena pihak yang berkonflik mempunyai tujuan yang berbeda.
Misalnya, Perpustakaan Umum Kabupaten X mendapatkan anggaran pengembangan
perpustakaan dari DPRD Kabupaten yang penggunaannya harus segera direncanakan
oleh kepala perpustakaan. Joko Rejo Siregar, Kepala Seksi Layanan mengusulkan
anggaran dipergunakan untuk membangun perpustakaan keliling agar dapat melayani
masyarakat pedesaan. Amir Hasan, Kepala Seksi Administrasi menyarankan anggaran
dipergunakan untuk memperluas gedung perpustakaan dan menambah koleksi
perpustakaan. Kedua kepala seksi perpustakaan tersebut dapat terlibat konflik jika kepala
perpustakaan tidak menguasai masalah dan hanya mengikuti kehendak bawahannya.

c. Interdependesi tugas

Konflik terjadi karena adanya interdependensi tugas. Artinya salah satu pihak yang
berkonflik tidak dapat melaksanakan tugasnya tanpa persetujuan, bantuan, mengganggu,
merugikan lawan konfliknya.

66
d. Keragaman sistem sosial

Manusia hidup dalam kelompok sistem sosial yang beragam dengan latar belakang
budaya, agama, strata sosial yang berbeda. Perbedaan ini menghasilkan pola pikir, sikap,
perilaku dan kebutuhan yang berbeda, Keadaan tersebut dapat menimbulkan konflik.

e. Diferensiasi organisasi

Organisasi mempunyai sejumlah unit kerja yang mempunyai, tugas dan peran yang
berbeda dalam birokrasi organisasi yang formalitas strukturnya berbeda (formalitas tinggi
versus formalitas rendah) yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya, bendahara
perpustakaan bertugas menghemat anggaran dan hanya menggunakan uang sesuai dengan
mata anggaran dan rencana penganggaran karenanya ia sangat formal. Unit layanan
perpustakaan – ujung tombak perpustakaan -- harus melakukan promosi perpustakaan
dan membuat tempat pameran buku di gedung perpustakaan -- dan ikut serta dalam
pameran pembangunan. Sebagian dari kegiatan tersebut tidak dianggarkan. Keadaan ini
dapat menimbulkan konflik.

f. Ambiguitas yurisdiksi

Tidak adanya job-description yang definitif antara pegawai dan unit kerja sering
menimbulkan konflik. Setiap pegawai umumnya berupaya untuk menambah dan
memperluas tugas dan wewenangnya yang bertabrakan dengan tugas dan wewenang
pegawai lainnya.

g. Sistem imbalan yang tidak layak

Kompensasi yang tidak layak dan pengembangan karier yang tidak adil dapat
menimbulkan konflik. Misalnya, para pegawai bawahan hanya hidup dari gaji yang
jumlahnya kecil, tanpa fasilitas. Sedangkan kepala perpustakaan, di samping gaji juga
mendapat tunjangan jabatan dan fasilitas kerja yang mencukupi. Keadaan ini
menimbulkan kecemburuan dan konflik jika kepala perpustakaan tidak memikirkan
bawahannya.

67
h. Komunikasi yang tidak baik

Komunikasi dalam organisasi yang tidak nyambung banyak menimbulkan konflik


interpersonal. Misalnya, tugas daripada pegawai perpustakaan adalah untuk melayani
pemustaka bukan untuk dilayani. Untuk itu, pegawai perpustakaan harus dilatih teknik
berkomunikasi dengan para pemustaka yang sangat beragam jenisnya. Ketidakmampuan
berkomunikasi dengan para pemustaka dapat menimbulkan ketidakpuasan layanan.

i. Perlakuan yang tidak manusiawi

Perlakuan yang tidak manusiawi kepada siapa saja selalu menimbulkan konflik. Dengan
berlakunya undang-undang hak asasi manusia dan undang-undang anti diskriminasi para
staf perpustakaan harus berhati-hati dalam melayani pemustaka dan dalam berhubungan
dengan teman sekerjanya.

j. Pribadi orang
Ada orang yang mempunyai kepribadian yang mudah menimbulkan konflik dengan
orang lain. Kepribadian tersebut antara lain: sombong, egois, merasa dirinya super,
kurang dapat mengendalikan emosi dan sebagainya.

5.1.3 Jenis konflik

Konflik dapat dikelompokkan menjadi konflik personal dan konflik interpersonal;.


Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seorang individu. Misalnya, apakah
memilih profesi sebagai pustakawan atau menjadi seorang wirausaha. Jika memilih jadi
pustakawan, tidak mungkin dapat menjadi kaya – kecuali jika dapat lotre atau menikah
dengan orang kaya. Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi dalam organisasi.
Misalnya, konflik antara kepala perpustakaan dengan bawahannya.

Konflik dapat juga dikelompokkan menjadi konflik konstruktif dan konflik destruktif.
Konflik konstruktif adalah konflik yang menghasilkan solusi win and win. Pihak- pihak
yang berkonflik merasa puas terhadap resolusi konflik dan dapat kembali ke situasi sebelum
konflik terjadi. Konflik destruktif adalah konflik yang merusak

68
hubungan dan komunikasi interpersonal pihak-pihak yang berkonflik. Pihak-pihak yang
berkonflik berupaya mengalahkan lawan konfliknya dengan melakukan agresi untuk
memenangkan konflik. Solusi konflik adalah win and lose satu pihak menang dan lawan
konfliknya kalah. Konflik ini mempersulit terjadinya rekonsiliasi antara pihak-pihak yang
berkonflik.

Kartun 10: Konflik Destruktif Dengan Keluaran Win and Lose

5.2 Asumsi Mengenai Konflik

Para pemimpin, manajer dan orang mempunyai asumsi yang berbeda mengenai konflik.
Secara garis besar persepsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis (Wirawan, 2010):
1. Konflik buruk
Asumsi ini menyatakan bahwa konflik buruk dan merusak oleh karena itu harus
dihindari. Konflik merusak keharmonisan dan keserasian hidup manusia; menghambat
kemajuan manusia; membuat orang saling curiga; memboroskan sumber organisasi
untuk hal yang tidak perlu. Asumsi seperti ini misalnya diajarkan oleh Pemerintah Orde
Baru dalam penataran P4. Akan tetapi dengan asumsi ini konflik yang terjadi tidak
terselesaikan, terus berlangsung yang akan meledak di kemudian hari.
69
2. Konflik netral

Menurut asumsi ini, konflik netral tidak baik dan tidak buruk. Baik buruknya konflik
tergantung bagaimana memanajemeninya. Jika dimanajemeni dengan baik, konflik
akan menimbulkan suatu akibat yang baik. Jika dimanajemeni dengan buruk,
keluaran konflik akan buruk.
3. Konflik baik
Dalam asumsi ini, konflik baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang baru. Jika tidak
ada konflik dengan Orde Lama tidak akan ada Orde Baru. Dan jika tidak terjadi konflik
dengan Orde Baru tidak akan terjadi reformasi di Indonesia. Oleh kerena itu, di
sejumlah organisasi di negara maju mentoleransi terjadinya konflik, bahkan sering
diciptakan secara sengaja.
Menurut asumsi ini, pada level tertentu, konflik dapat meningkatkan produktivitas
individu dan organisasi. Akan tetapi setelah mencapai puncak, konflik akan
menurunkan produktivitas individu dan organisasi (Lihat Gambar 9). Oleh karena itu
setelah level tersebut, konflik harus dimanajemeni dengan bijak agar konflik tidak
berkembang menjadi konflik destruktif.

Gambar 9: Korelasi Level Konflik dan Kinerja

70
5.3 Gaya Manajemen Konflik

5.3.1 Pengertian

Dalam menghadapi situasi konflik, orang cenderung untuk berperilaku tertentu. Pola
perilaku dalam menghadapi interaksi konflik disebut sebagai gaya manajemen
konflik. Dalam menghadapi situasi konflik orang dapat menggunakan berbagai gaya
manajemen konflik. Gaya manajemen konflik seseorang tergantung pada sejumlah
faktor: pendidikan, kepribadian, asumsi mengenai konflik, pengalaman menghadapi
konflik, budaya, umur, tujuan konflik, kekuasaan yang dimiliki, sumber yang
dimiliki, jenis kelamin, kecerdasan emosional, budaya organisasi dan sebagainya.

5.3.2 Teori gaya manajemen konflik

Dalam ilmu manajemen konflik paling tidak ada lima teori gaya manajemen konflik.
Di bawah ini dikemukakan Teori Gaya Manajemen Konflik yang dikemukakan oleh
Keneth W, Thomas dan Ralph Kilman (Wirawan, 2010). Teori Gaya Manajemen
Konflik Thomas dan Kilman disusun berdasarkan dua dimensi (lihat Gambar 9):
Keasertifan pada as vertikal dan Kerjasama pada as horizontal.

 Keasertifan

Adalah upaya untuk memuaskan diri sendiri dan mengabaikan orang lain ketika
menghadapi konflik.

 Kerjasama

Adalah upaya untuk memuaskan orang lain dan mengabaikan diri sendiri ketika
menghadapi situasi konflik.
Berdasarkan kedua dimensi tersebut, Thomas dan Kilman mengemukakan lima
gaya manajemen konflik: Kompetisi (competiting), kolaborasi (collaborating),
kompromi (compromising), menghindar (avoiding) dan mengakomodasi
(acomodating).

71
 Kompetisi

Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan tinggi dan kerjasama rendah.
Gaya manjemen ini berorientasi kepada kekuasaan, di mana orang akan
menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan konflik dengan biaya lawan
konfliknya. Orang yang mempergunakan Gaya Manajemen Konflik Kompetisi
mempunyai karakteristik dan pertimbangan sebagai berikut.
o Merasa mempunyai kekuasaan dan sumber-sumber konflik untuk memaksakan
kehendaknya kepada lawan konfliknya.
o Tindakan perlu diambil dengan cepat, misalnya dalam keadaan darurat.
Keterlambatan mengambil keputusan atau tindakan akan memberikan akibat
yang tidak baik.
o Dalam tindakan yang tidak populer, terdapat hal yang harus dilakukan, seperti
mengurangi biaya, peraturan baru, dan pendisiplinan pegawai.
o Melindungi organisasi dari kebangkrutan dan keadaaan yang dapat merusak
citra perusahaan, seperti perilaku pegawai yang tidak patut dan pegawai biang
kerok.

Gambar 9: Taksonomi Gaya Manajemen Konflik


Thomas dan Kilman

72
 Kolaborasi
Gaya manajemen konflik ini menggunakan tingkat keasertifan dan kerjasama yang
tinggi. Tujuannya adalah mencari alternatif dasar bersama yang memuaskan
sepenuhnya kedua belah pihak yang terlibat konflik. Kedua belah pihak
bernegosiasi untuk menciptakan solusi yang memuaskan kedua belah pihak yang
berkonflik. Upaya tersebut sering meliputi saling memahami permasalahan
konflik, dan ketidaksepakatan lawan konflik. Selain itu kreativitas dan inovasi
juga digunakan untuk mencari alternatif yang dapat diterima kedua belah pihak
yang berkonflik. Orang yang mempergunakan gaya manajemen konflik kolaborasi
mempunyai karakteristik dan pertimbangan menggunakannya sebagai berikut.
o Menciptakan solusi integratif dan tujuan kedua belah pihak terlalu penting
untuk dikompromikan
o Tujuan pihak yang berkonflik untuk mempelajari pandangan lawan konfliknya.
o Kedua belah pihak yang berkonflik berupaya mempelajari pandangan lawan
konfliknya.
o Kedua belah pihak yang berkonflik tidak mempunyai cukup kekuasaan dan
sumber-sumber untuk memaksakan kehendak untuk mencapai tujuan mereka.

 Kompromi

Gaya manajemen konflik kompromi, merupakan gaya manajemen konflik tengah


di mana tingkat keasertifan dan kerja sama sedang. Dengan mempergunakan
strategi give and take , kedua belah pihak yang berkonflik bernegosiasi untuk
mencari titik tengah yang memuaskan sebagian keinginan mereka. Orang yang
mempergunakan gaya manajemen konflik kompromi mempunyai karakteristik dan
tujuan sebagai berikut:
o Pentingnya tujuan konflik sedang dan tidak cukup bernilai untuk dipertahankan
dengan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi atau kolaborasi. Akan
tetapi, konflik juga terlalu penting untuk dihindari.

73
o Kedua belah pihak yang berkonflik mempunyai kekuasaan dan sumber- sumber
yang sama, serta mempunyai tujuan konflik yang hampir sama.
o Untuk mencapai solusi sementara atas masalah yang kompleks.

 Menghindar

Gaya manajemen konflik menghindar merupakan gaya manajemen konflik dengan


keasertifan dan kerjasama rendah. Kedua belah pihak yang terlibat konflik
berusaha menghindari konflik. Bentuk menghindar tersebut dapat berupa:
menjauhkan diri dari pokok masalah konflik; menunda pokok masalah sampai
waktu yang tepat di kemudian hari; menarik diri dari konflik yang mengancam
dan merugikan. Orang yang mempergunakan gaya manajemen konflik menghindar
mempunyai karakteristik dan tujuan sebagai berikut.
o Kepentingan objek konflik rendah, masih ada hal lain yang lebih penting.
o Objek konflik tidak mungkin untuk dimenangkan karena memiliki kekuasaan
dan sumber-sumber yang rendah.
o Biaya yang diperlukan untuk memenangkan konflik lebih besar daripada nilai
objek konflik dan solusinya.
o Untuk menenangkan para karyawan dan mengurangi ketegangan, serta
menciptakan suasana kerja yang kondusif dan tenang sehingga meningkatkan
kerja mereka.

 Mengakomodasi

Gaya manajemen mengakomodasi dengan tingkat keasertifan rendah dan tingkat


kerjasama tinggi. Orang yang menggunakan gaya manajemen konflik ini
mengabaikan kepentingan diri sendiri dan memuaskan lawan konfliknya. Gaya
manajemen konflik ini misalnya dipergunakan jika terjadi konflik atara bawahan
dengan atasannya.

74
5.4 Resolusi Konflik

Resolusi konflik (conflict resolution) adalah proses untuk menciptakan keluaran


konflik dengan menggunakan metode resolusi konflik. Metode resolusi konflik adalah
proses manajemen konflik yang digunakan untuk menghasilkan keluaran konflik.
Metode resolusi konflik dapat dikelompokkan menjadi pengaturan sendiri oleh pihak-
pihak yang berkonflik atau self regulation dan melalui intervensi pihak ketiga atau
third party intervention (Wirawan, 2010).

1. Pengaturan sendiri

Dalam metode resolusi konflik pengaturan sendiri, pihak-pihak yang terlibat konflik
menyusun strategi konflik dan menggunakan berbagai taktik konflik untuk
mencapai tujuan konfliknya. Pihak-pihak yang berkonflik menggunakan taktik
mencari teman, menggunakan kekuasaan yang dimilikinya, melakukan agresi verbal
dan fisik agar memenangkan konfliknya dan lawan konfliknya menyerah. Taktik
ini dapat mengarah kepada solusi konflik menang-kalah (win and lose) yang
menimbulkan ketidakpuasan atau dendam pihak yang kalah dalam konflik.

2. Resolusi konflik melalui bantuan pihak ke tiga

Jika konflik berlangsung lama, tidak ada yang kalah dan menang, konflik
menghabiskan sumber-sumber organisasi dan energi para pihak yang berkonflik.
Pihak-pihak yang berkonflik tidak mampu memaksakan kehendaknya kepada
lawannya berkonflik. Dalam situasi pihak-pihak yang berkonflik memerlukan
bantuan pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik mereka. Pihak ketiga tersebut
dapat berupa:

a. Atasan langsung

Pihak-pihak yang berkonflik meminta atasan kedua belah pihak yang berkonflik
untuk menyelesaikan konflik. Dalam hierarki birokrasi atasan atau manajer pihak
yang berkonflik mempunyai wewenang untuk menyelesaikan konflik dalam
organisasinya.

75
b. Pengadilan Tata Usaha Negara

Jika warga masyarakat merasa dirugikan oleh keputusan yang dilakukan oleh
lembaga pemerintah maka yang dirugikan dapat meminta Pengadilan Tata
Usaha Negara untuk membatalkan keputusan tersebut. Misalnya, perpustakaan
umum memutuskan untuk tidak melayani masyarakat di desa atau tempat
tertentu, masyarakat dapat mengajukan kasusnya ke Pengadilan Tata Usaha
Negara.

c. Ombudsman

Ombudsman merupakan tempat mengadu jika masyarakat mendapatkan layanan


lembaga negara yang tidak baik. Akan tetapi kekuasaan Komisi Ombudsman
Indonesia sangat lemah hanya dapat menegur tapi tak mempunyai kewenangan
yudisial.

d. Mediator

Adalah lembaga atau orang yang diangkat oleh pihak-pihak yang berkonflik
untuk membantu menyelesaikan konflik mereka. Akan tetapi keputusan mediator
tidak mempunyai kekuatan yang mengikat pihak- pihak yang berkonflik.

e. Arbitrator

Adalah lembaga atau orang yang diserahi sepenuhnya oleh pihak-pihak yang
berkonflik untuk menyelesaikan konflik mereka. Arbitrator dapat mengambil
keputusan mengenai konflik tersebut dan keputusannya mengikat pihak-pihak
yang berkonflik.

76
Kartun 11: Rekonsiliasi Mencegah Dendam Akibat Konflik

f. Pengadilan Negeri

Konflik perdata yang terjadi antara para individu anggota masyarakat, atau antara
lembaga pemerintah dengan anggota masyarakat dapat diselesaikan melalui
Pengadilan Negeri.

g. Konsiliator

Sering setelah terjadi resolusi konflik, pihak-pihak yang berkonflik masih merasa
dendam, tidak nyaman dan masih teringat mengenai konflik yang terjadi. Untuk
menyelesaikan kasus seperti ini, diadakan proses rekonsiliasi yang dilakukan oleh
konsiliator. Melalui proses rekonsiliasi, hubungan pihak-pihak yang berkonflik
kembali normal seperti sebelum terjadi konflik.

77
78
BAB VI
PENUTU
P

Kompetensi kepemimpinan dan kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan


kompetensi yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin atau manajer perpustakaan agar dapat
mengelola perpustakaan secara profesional terutama menyangkut pengelolaan sumber daya
perpustakaan dan pemustaka. Pemahaman seorang pemimpin perpustakaan meliputi aspek
kepemimpinan dan aspek kewirausahaan yang perlu dimiliki seorang pemimpin
perpustakaan diantaranya adalah teori dan aplikasi kepemimpinan, dimensi kepemimpinan
perpustakaan, kemampuan merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kepemimpinan
perpustakaan, teori dan aplikasi kewirausahaan untuk memimpin dan mengembangkan
perpustakaan, serta teori dan implementasi mengenai manajemen konflik.
Melalui penguasaan kompetensi kepemimpinan dan kewirausahaan, pemimpin
perpustakaan diharapkan memiliki landasan teori dalam memimpin dan bertindak yang
mampu melihat peluang berwirausaha dibidang perpustakaan, serta mampu menangani
konflik di lingkungan kerja perpustakaan secara lebih aktif dan produktif, sehingga mampu
membawa perpustakaan ke arah perkembangan menuju pencapaian visi dan misi
perpustakaan, meningkatkan prestasi perpustakaan, dan bersaing dengan perpustakaan
lainnya secara nasional, regional maupun internasional.

79
80
DAFTAR PUSTAKA

Anzalone, Filippa Marullo. 2007. Servant leadership: A new model for law library leaders.
Law library journal 90(4):793-812.

Bolden, R; Gosling, J; Marturano, A. & Deninison, P. 2003.A review of leadership theory


and competency frameworks.Exter: Centre for Leadership Studies. University of
Exeter.

Charleff, Ira. 1995. The courageous follower: Standing up to and for our leaders.
San Fransisco, CA: Berrett-Koehler Publisher.

Goleman, Michael. 2006. Social intelligence. New York: Bantam.

Hillenbrand, Candy. 2005. Librarianship in 21 century: crisis or transformation?


Australian Library Journal, January 2005.

Hisrich, Robert D. ; Peter, Michael P. & Stephen, Dean A. 2005. Entrepreneurship.


New York: McGraw Hill.

Lynch, Bverly P. 1978. Library as bureaucracy. Library trends, Winter 1978:259- 267.

Waddell, Jane . 2006. Servant leadership. Regent: School of Leadership Studies, Regent
University.

Wirawan. 2003. Kapita selekta teori kepemimpinan: Pengantar untuk penelitian dan
praktek, jilid 2. Jakarta: Kerjasama antara Yayasan Bangun Indonesia dengan
UHAMKA Press.

-----------2006. Kapita selekta Teori Kepemimpinan : Pengantar untuk praktek dan


penelitian, jilid 1 cetakan ketiga. Jakarta : Kerjasama Yayasan Bangun Indonesia dan
Uhamka Press.

.----------2007. Budaya dan iklim organisasi: Teori, aplikasi dan penelitian. Jakarta:
Salemba Empat.

-----------2008. Profesi dan standar evaluasi. Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia &
UHAMKA Press.

-----------2009. Inovasi dan pengembangan bisnis (entrepreneurship). Jakarta : Universitas


Muhammadyah Prof Dr Hamka.

------------2010. Konflik dan manajemen konflik: Teori aplikasi dan penelitian.


Jakarta: Salemba Empat.

81
-----------2011. Evaluasi: Teori, model, standar, aplikasi dan profesi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

82

Anda mungkin juga menyukai