Anda di halaman 1dari 26

Disusun oleh :

Hanna Latuputty, S.S.

PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
2012
MILIK

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Dilarang mempublikasikan, menggandakan, mencetak sebagian atau seluruh


isi Modul/Bahan Ajar ini tanpa izin dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kelancaran
dalam penerbitan Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Kepala
Perpustakaan Sekolah sebagai acuan nasional dalam penyelenggaraan Diklat Kepala
Perpustakaan Sekolah.

Bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan
Pelatihan, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan
Nasional RI. Penerbitan ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan penyelenggaraan diklat
yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Perpustakaan Sekolah/madrasah.

Terbitnya bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas penyelenggaraan Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah dan
sekaligus mampu meningkatkan kualitas penyelenggaraan perpustakaan sekolah di tanah
air.

Kami ucapkan terima kasih kepada penyusun, tim penyunting, dan seluruh pihak terkait
yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian bahan ajar diklat ini. Kritik maupun
saran untuk penyempurnaan bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini sangat
kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaannya pada terbitan yang akan datang.

Jakarta, Januari 2019


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Perpustakaan Nasional RI

Drs Widiyanto, M.Si.


NIP. 19600412 198703 1 001

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Deskripsi Singkat ........................................................................... 3

1.3 KompetensiDasar ........................................................................... 4

1.4 Indikator Keberhasilan .................................................................... 4

BAB II LITERASI INFORMASI ......................................................................... 5

2.1 Cikal Bakal Pendidikan Literasi Informasi ........................................ 5

2.2 Definisi dan Pengertian.................................................................... 6

2.3 Model Literasi Informasi ................................................................... 10

2.4 Standar Literasi Informasi .............................................................. 13

2.5. Strategi Implementasi Program Literasi Informasi ......................... 14

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 20


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan penerapan literasi informasi dalam sektor pendidikan formal, informal dan non
formal, bahkan dalam kehidupan sehari-hari telah merebak di hampir semua belahan
dunia. Konsep information literacy yang diadaptasi dalam Bahasa Indonesia menjadi
literasi informasi dicetuskan oleh Paul Zurkowski, mantan Presiden U.S Information
Industry Association, pada tahun 1974 yang menulis proposal kepada National
Commission for Libraries and Information Science (NCLIS) dan mengatakan bahwa
seseorang harus menjadi information literate atau “melek informasi” jika ia ingin bertahan
dan mampu berkompetisi dalam masyarakat berinformasi (Eisenberg, Lowe & Spitzer,
2004:3).

Literasi informasi kemudian berkembang dalam dunia kepustakawanan sekolah.


Awalnya, tenaga perpustakaan sekolah hanya berperan dalam mengembangkan koleksi,
mengolahnya agar pemakai dapat menemukan bahan pustaka yang disimpan hingga
menyediakannya agar pemakai dapat meminjam atau memanfaatkannya. Peran ini
kemudian berkembang dalam suatu program layanan pendidikan pemakai, yang intinya
memberi penuntun agar pemakai dapat menggunakan dan memanfaatkan koleksi
perpustakaan secara efektif dan efisien. Dengan perkembangan teknologi informasi dan
beragam bentuk dan media informasi dalam perpustakaan, maka peran tenaga
perpustakaan menjadi penting dalam menyampaikan pendidikan literasi informasi bagi
pemakai.

Dalam pendidikan literasi informasi kepada pemakai di perpustakaan sekolah, peserta


didik belajar memecahkan sebuah permasalahan dengan menggunakan beragam sumber
informasi. Ada beberapa aspek pembelajaran dalam literasi informasi yang merupakan
keterampilan dasar yang penting diberikan sebagai bekal mereka untuk menjadi
pembelajar seumur hidup. Pendidikan Literasi Informasi sangat strategis diberikan dalam
lingkup pendidikan formal di tingkat sedini mungkin. Ketika pemakai atau para peserta
didik menguasai keterampilan literasi pada saat mereka duduk di pendidikan formal,
keterampilan ini diharapkan akan melekat hingga mereka terjun ke dalam masyarakat

1
nanti. Dengan demikian pemakai akan menggunakan literasi informasi tidak saja dalam
sektor pendidikan formal, melainkan juga pada setiap aspek kehidupan sehari-hari.

Gambar 1. Perpustakaan sekolah dan Pendidikan Literasi Informasi

Gambar 1 menunjukkan bagaimana peran perpustakaan dalam siklus kehidupan


seseorang. Pada usia 7 hingga 23 tahun diperkirakan seseorang telah menyelesaikan
pendidikan formalnya untuk masuk ke dalam kehidupan mandiri dan bermasyarakat
sesungguhnya. Ia telah menjadi dewasa dan akan menemukan beragam permasalahan
yang akan ditemui dalam setiap aspek kehidupannya dan ia harus membuat keputusan-
keputusan sebagai pemecahan permasalahannya itu. Di situlah ia akan membutuhkan
informasi dan keterampilan literasi informasi.

Hal ini menunjukkan pentingnya penerapan program literasi informasi di perpustakaan


sekolah. Jika diterapkan dengan konsisten dan berkolaborasi, peserta didik akan terlatih
untuk menggunakan informasi dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya,
mulai dari permasalah di dunia pendidikan formal hingga pada kehidupan sehari-harinya.

Literasi informasi berkembang bersamaan dengan literasi lainnya yang saling menunjang.
Seseorang sekurang-kurangnya memiliki keterampilan dasar yaitu membaca, menulis dan
berhitung terlebih dahulu sebelum ia dapat menguasai keterampilan literasi informasi.
Dasar-dasar penguasaan teknologi juga merupakan salah satu elemen yang menunjang
keterampilan literasi informasi ini disamping literasi media dan budaya. UNESCO (2007)
menyatakan bahwa keterampilan literasi informasi merupakan satu dari enam kategori
survival literacies di abad 21. Ke-enam kategori ini adalah:

1.1.1 Basic or core functional literacy atau literasi fungsional inti atau mendasar yaitu
membaca, menulis, berbicara dan berhitung

1.1.2 Computer literacy atau literasi komputer yaitu kemampuan seseorang dalam
menggunakan dan mengoperasikan komputer sebagai mesin informasi

1.1.3 Media Literacy atau literasi media yaitu pengetahuan dalam menggunakan
teknologi media yang baru maupun yang lama yang mempunyai hubungan erat
dengan isi pesan yang disampaikannya.

1.1.4 Distance education, e-learning atau pendidikan jarak jauh yang memanfaatkan
teknologi komunikasi

1.1.5 Cultural Literacy atau literasi budaya yaitu pengetahuan tentang sebuah negara,
agama, kelompok suku dan sarana komunikasi tradisional (e.g. budaya cerita lisan)
yang memberi pengaruh pada penciptaan, penyimpanan, penanganan, pelestarian
dan pengarsipan data, informasi dan pengetahuan.

1.1.6 Information Literacy atau literasi informasi yang akan dibahas lebih lanjut pada
bahan ajar ini.

Implementasi literasi informasi tidak bisa terlepas dari ke-lima literasi lainnya karena
mereka mempunyai keterkaitan yang lekat satu sama lainnya.

1.2 Deskripsi Singkat

Bahan ajar ini mencakup pemahaman dasar tentang literasi informasi yang meliputi
perkembangan dan elemen-elemen penting yang terkandung didalamnya serta
perancangan sebuah program literasi informasi bagi pengguna perpustakaan di jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Selain itu, bahan ajar ini juga akan membahas elemen
penting yang patut diketahui dan dikuasai oleh kepala perpustakaan sekolah yaitu yang
menyangkut kompetensi manajerial dan kompetensi pendidikan.

3
1.3 Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh peserta adalah:

1.3.1 Menguasai aspek-aspek manajemen perpustakaan sekolah

1.3.2 Menguasai kurikulum dan sistem pembelajaran di sekolah tempat perpustakaannya


bernaung

1.3.3 Memahami beragam sumber-sumber informasi sebagai koleksi perpustakaan


sekolah

1.3.4 Memahami keterkaitan teknologi dalam penyediaan sumber-sumber informasi

1.4 Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti bahan ajar diklat literasi informasi ini peserta diharapkan mampu untuk:

1.4.1 menjelaskan konsep dan gambaran umum literasi

1.4.2 menjelaskan pentingnya penerapan literasi informasi dalam kegiatan belajar


mengajar

1.4.3 memahami dan menjelaskan strategi implementasi literasi informasi dalam kegiatan
belajar mengajar yang dikembangkan bersama tenaga perpustakaan sekolah

1.4.4 menjelaskan penyusunan perancangan program perpustakaan sekolah secara


menyeluruh dalam menunjang penerapan literasi informasi
BAB II

LITERASI INFORMASI

2.1 Cikal Bakal Pendidikan Literasi Informasi

Awalnya, profesi kepustakawanan hanya terfokus pada pekerjaan pengadaan dan


pengolahan bahan pustaka. Shera (1972 dalam Ray, 2001: 30) menyebut Tripartite Roles
dalam tugas pustakawan yang mengandung tiga tugas dan peran khusus dalam profesi ini
yaitu sebagai: (1) bibliographer, yaitu orang yang bertugas memilih buku dan bahan-
bahan lainnya untuk penambahan koleksi perpustakaan; (2) reference librarian, yaitu
orang yang memberikan informasi yang diperlukan oleh pengguna perpustakaan dan (3)
cataloging librarian, yaitu orang yang membuat katalog perpustakaan (tercetak dan atau
elektronik) dan memastikan bahwa koleksi perpustakaan sesuai penempatannya. Ketiga
tugas ini benar-benar telah menempatkan seorang pustakawan dalam profesi yang hanya
berkaitan dengan penataan buku-buku dengan memastikan temu kembalinya setepat
mungkin.

Peran dan tugas pustakawan kemudian berkembang ketika ia harus memberikan


pendidikan pemakai kepada pengguna perpustakaan. Pada tahun 1970an, Association of
Colleges and Research Libraries (ACRL) mendefinisikan library instruction sebagai
pemberian tuntunan bagi individu maupun kelompok dalam menggunakan bahan dan
sumber-sumber serta dalam menginterpretasikan alat-alat pembelajaran (Branch dan
Gilchrist dalam Andretta, 2005: 6).

Menurut Branch dan Gilchrist cakupan pendidikan pemakai ini sebatas pengenalan
bahan-bahan pustaka dan interpretasi alat-alat pembelajaran dan bukan kepada
perolehan atau pemilihan informasi dalam rangka pembelajaran. Sementara Mellon (1988
dalam Andretta, 2005:6-7) mengemukakan sebuah argumentasi bahwa permasalahan
dalam penerapan pendidikan pemakai tradisional lebih terfokus pada kegiatan
perpustakaan. Kegiatan ini mencakup pemanfaatan sarana informasi dan bukan pada
tugas-tugas yang lebih kompleks dalam penelusuran informasi berdasarkan pemikiran
kritis dan keterampilan evaluatif, dan cakupan ini ternyata tidak berhasil mendorong para
siswa untuk menjadi pembelajar seumur hidup.

5
Dengan berkembangnya teknologi pada tahun 1990an, ACRL kemudian mengubah
definisi library instruction ini menjadi “program yang memberikan instruksi bibliografi
melalui beragam teknik yang memungkinkan mereka menjadi information literate”.
(Mellon 1988 dalam Andretta, 2005: 7).

Perubahan pemahaman terhadap kegiatan program library instruction menjadi lebih luas
cakupannya dan menjadi program literasi informasi, karena literasi informasi memiliki
tujuan akhir yang lebih khusus yaitu menjadikan para pemakai perpustakaan sebagai
orang-orang yang melek informasi. Penerapan literasi informasi itu penting karena:

2.1.1 literasi informasi merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidup pribadi, sosial,
pekerjaan dan pendidikan (UNESCO)

2.1.2 literasi informasi merupakan sarana untuk memecahkan masalah dengan


memanfaatkan beragam sumber-sumber informasi sebagai hak asasi manusia
untuk menjadi pembelajar seumur hidup (US National Commission on Library and
Information Science)

2.1.3 literasi informasi sebagai keterampilan menyaring informasi dalam kehidupan


masyarakat berbasis informasi.

Pendidikan literasi informasi membekali para siswa dengan kemampuan untuk


merumuskan masalah yang dihadapinya dan kemampuan menggunakan sumber-sumber
informasi yang benar dan diperlukan sesuai kebutuhan. Termasuk di dalamnya adalah
kemampuan untuk mengorganisasi informasi tersebut, kemampuan mempresentasikan
hasil temuan, mengevaluasi proses pemecahan masalah dan menyimpannya kembali
sebagai pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
Pendidikan ini dapat dilakukan dengan kerjasama antara pustakawan sekolah dengan
para guru dalam bentuk kolaborasi kegiatan belajar mengajar.

2.2 Definisi dan Pengertian

Beberapa negara mengembangkan definisi tentang literasi informasi seperti yang dikutip
berikut ini :
2.2.1 Amerika Serikat

"To be information literate, a person must be able to recognize when information is needed
and have the ability to locate, evaluate, and use effectively the needed information.
Producing such a citizenry will require that schools and colleges appreciate and integrate
the concept of information literacy into their learning programs and that they play a
leadership role in equipping individuals and institutions to take advantage of the
opportunities inherent within the information society." (American Library Association ,
Presidential Committee on Information Literacy, Final Report, January 10, 1989)1

“Agar seseorang dikatakan memiliki keterampilan literasi informasi, ia harus mempunyai


kemampuan untuk menyadari kapan informasi diperlukan dan memiliki kemampuan untuk
menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan secara efektif informasi tersebut. Guna
menghasilkan orang-orang demikian, maka sekolah dan perguruan tinggi menerapkan
dan mengintegrasikan konsep literasi informasi ke dalam program pembelajaran dan
mereka memerankan fungsi kepemimpinan dalam memperlengkapi individu dan institusi
untuk mengambil kesempatan inherent ini dalam masyarakat informasi”

2.2.2 Australia

"Information literacy is an understanding and set of abilities enabling individuals to


recognise when information is needed and have the capacity to locate, evaluate, and use
effectively the needed information'." (CAUL, 2004)2

“Literasi informasi adalah pemahaman dan kemampuan seseorang untuk menyadari


kapan informasi diperlukan, menemukan, mengevaluasi, dan menggunakannya secara
efektif.”

2.2.3 Inggris

"Information literacy is knowing when and why you need information, where to find it, and
how to evaluate, use and communicate it in an ethical manner."3

“Literasi informasi adalah mengetahui kapan anda memerlukan informasi, ke mana


menemukannya, dan bagaimana mengevaluasi dan mengomunikasikannya secara etis.”

1 http://www.plattsburgh.edu/library/instruction/informationliteracydefinition.php
2 http://www.caul.edu.au/caul-doc/InfoLitStandards2001.doc
3 http://www.cilip.org.uk/publications/updatemagazine/archive/archive2005/janfeb/armstrong.htm

7
2.2.4 UNESCO

"Information Literacy encompasses knowledge of one's information concerns and needs,


and the ability to identify, locate, evaluate, organize and effectively create, use and
communicate information to address issues or problems at hand; it is a prerequisite for
participating effectively in the Information Society, and is part of the basic human right of
life long learning." (US National Commission on Library and Information Science, 2003)4

"Literasi informasi mengarahkan pengetahuan akan kesadaran dan kebutuhan informasi


seseorang, dan kemampuan untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi,
mengorganisasi dan secara efektif menciptakan, menggunakan, mengomunikasikan
informasi untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi; juga merupakan persyaratan
untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan merupakan hak asasi manusia
untuk belajar sepanjang hayat.

2.2.5 American Library Association (ALA)

Komisi literasi informasi American Library Association (ALA) yang bertugas mengkaji
peran informasi di dunia pendidikan, bisnis, pemerintahan, dan kehidupan sehari-hari
dalam laporan akhirnya pada tahun 1989 menyimpulkan bahwa :

Information literate people are those who have learned how to learn. They know how to
learn because they know how knowledge is organized, how to find information and how to
use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared
for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or
decision at hand. (ALA, 1989, p.1)5

”Orang yang berinformasi adalah mereka yang telah belajar bagaimana belajar. Mereka
mengetahui bagaimana harus belajar karena mereka mengetahui organisasi
pengetahuan, memahami cara menemukan informasi, dan menggunakan/ memanfaatkan
informasi sehingga pihak lain dapat belajar darinya. Mereka adalah orang yang disiapkan
untuk belajar sepanjang hayat karena mereka selalu dapat menemukan informasi yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas atau mengambil keputusan”.

4 http://www.nclis.gov/libinter/infolitconf&meet/post-infolitconf&meet/PragueDeclaration.pdf.
5 http://www.ala.org/ala/mgrps/divs/acrl/issues/infolit/infolitoverview/introtoinfolit/introinfolit.cfm
Jabaran ALA mengenai literasi informasi ini sejalan dengan cita-cita dibangunnya
masyarakat melek informasi dalam tataran global yang disepakati World Summit on the
Information Society (WSIS), di Geneva 2003 dan di Tunisia 2005. Adapun batasan
masyarakat global yang ingin dibangun adalah:

We,... declare our common desire and commitment to build a people-centred, inclusive
and development-oriented Information Society, where everyone can create, access, utilize
and share information and knowledge, enabling individuals, communities and peoples to
achieve their full potential in promoting their sustainable development and improving their
quality of life, premised on the purposes and principles of the Charter of the United
Nations and respecting fully and upholding the Universal Declaration of Human Rights. 6

“Kami,…menyatakan keinginan dan komitmen untuk membangun masyarakat informasi


yang inklusif, berpusat pada manusia dan berorientasi secara khusus pada
pembangunan, di mana setiap orang dapat mencipta, mengakses, menggunakan, dan
berbagi informasi serta pengetahuan, sehingga memungkinkan setiap individu, komunitas
dan masyarakat menggunakan seluruh kemampuan mereka untuk mendorong
pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan mutu hidup mereka, berdasar tujuan dan
prinsip Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa dan menaati sepenuhnya Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia”.

Dari definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi informasi adalah
seperangkat keterampilan untuk memecahkan masalah, baik itu untuk kepentingan
akademisi ataupun pribadi, termasuk lingkup tempat kerja; melalui proses pencarian,
penemuan dan pemanfaatan informasi dari beragam sumber; serta mengkomunikasikan
pengetahuan baru ini dengan efisien, efektif serta beretika.

Dalam setiap aspek kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dengan permasalahan


yang membutuhkan jalan keluar maupun keputusan yang harus dibuat. Ini merupakan
titik awal langkah keterampilan informasi dalam menentukan masalah apa yang perlu
dicari jalan keluarnya. Untuk itu, kita akan menggunakan sumber – sumber informasi yang
tersedia baik di rumah maupun di perpustakaan. Sumber – sumber informasi ini misalnya
dari internet, buku, koran, majalah, peta dan juga orang. Setelah informasi yang berkaitan
dengan masalah yang ingin kita pecahkan kita peroleh, maka kita akan menyusun kembali
informasi yang kita dapati untuk menjawab permasalahan tadi. Setelah memperoleh solusi

6 http://www.itu.int/wsis/docs/geneva/official/dop.html

9
yang sudah ditemukan lewat informasi dari berbagai sumber tadi, maka langkah
selanjutnya adalah mengkomunikasikan perolehan solusi ini ke orang lain. Dalam konteks
sekolah, maka bentuk komunikasi yang paling sering digunakan adalah dalam bentuk
tulisan/esai, lisan dalam bentuk presentasi misalnya.

Secara umum, pemahaman yang terkandung dalam makna literasi informasi adalah:

a. literasi informasi merupakan proses belajar bagaimana caranya belajar

b. keterampilan literasi informasi mencakup pemahaman dan kemampuan seseorang


untuk:

1. menyadari kapan informasi itu diperlukan

2. menemukan informasi

3. mengevaluasi informasi

4. menggunakan informasi yang diperoleh dengan efektif

5. mengkomunikasikannya dengan etis

c. keterampilan literasi informasi merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam


masyarakat berinformasi

d. keterampilan literasi informasi merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang
hayat 7

2.3 Model literasi informasi

Perkembangan literasi informasi ini ditandai dengan munculnya keragaman model literasi
informasi dari berbagai negara. Beberapa diantaranya adalah British Model, Big 6™,
Empowering 8 dan 7 Langkah Knowledge Management.

2.3.1 British Model

British Model dikembangkan oleh Michael Marland pada tahun 1981. Marland dalam
bukunya yang berjudul Information Skills in the Secondary Curriculum merumuskan
sembilan langkah dalam memecahkan masalah yaitu:

7 Hasil Diskusi Kelompok INDONESIAN Workshop in Information Literacy. 2008. hal 10


a. memformulasikan dan menganalisa kebutuhan
b. mengidentifikasi dan memeriksa sumber-sumber informasi
c. Menelusur dan menemukan sumber-sumber individu
d. Menguji, memilih sumber-sumber informasi
e. Mengintegrasikan sumber-sumber informasi tersebut
f. Menyimpan dan mensortir informasi
g. Menginterpretasikan, menganalisa, mensintesiskan dan mengevaluasi informasi
h. Mempresentasikan atau mengkomunikasikan informasi
i. Mengevaluasi.

2.3.2 Big 6™

Dari Amerika Serikat, sebuah model yang cukup terkenal dan banyak digunakan di
sekolah adalah Big 6™ yang dikembangkan oleh Michael B.Eisenberg and Robert E.
Berkowitz dari Amerika Serikat. Enam langkah ini adalah:

a. Penentuan tugas atau masalah


b. Strategi pencarian informasi
c. Pencarian sumber informasi yang diperlukan
d. Pemanfaatan informasi yang sudah diperoleh
e. Pengintegrasian informasi yang diperoleh dari sumber-sembert tersebut
f. Pengevaluasian terhadap hasil informasi yang diperoleh dan proses pemecahan
masalahnya.

Model Big 6™ sangat populer bukan saja di Amerika Serikat tapi juga di negara-negara
yang sudah menyadari pentingnya implementasi literasi informasi dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Selain itu kedua pengembangnya secara aktif dan berkelanjutan
mengembangkan model ini dengan mengeluarkan terbitan-terbitan yang bermanfaat bagi
pemakainya.

2.3.3 Empowering8

Pada tahun 2004, sebuah model yang dirancang khusus untuk kepentingan orang-orang
Asia dirumuskan dalam sebuah pertemuan International Workshop on Information Skills
for Learning yang diselenggarakan oleh IFLA/ALP dan NILIS di University of Colombo, Sri
Lanka. Model yang dihasilkan oleh peserta dari negara-negara Asia ini disebut dengan
Empowering 8 dan dipercaya sebagai salah satu model yang dapat langsung

11
diimplementasikan oleh negara-negara di Asia dan juga dianggap memiliki pendekatan
yang memberikan sebuah lingkungan pembelajaran yang lebih aktif, melibatkan siswa dan
mengandung keterampilan superior. Ke delapan langkah tersebut adalah:

a. Mengidentifikasi masalah;
b. Mengeksplorasi sumber informasi
c. Memilih sumber informasi
d. Menyusun informasi yang diperoleh
e. Menciptakan sebuah pengetahuan baru dari informasi yang terkumpul sebagai
jawaban dari masalah
f. Mempresentasikan pengetahuan baru yang sudah tercipta
g. Memberi penilaian terhadap pengetahuan baru tersebut
h. Mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut.

2.3.4 Tujuh Langkah Knowledge Management

Di Indonesia, ada sebuah model literasi informasi yang juga sudah dikembangkan yang
disebut dengan 7 Langkah Knowledge Management oleh Diao Ailien, Agustin Wydia
Gunawan, Dora Aruan dan Santi Kusuma yang diterbitkan oleh Penerbit Atma Jaya pada
tahun 2008 untuk edisi pertama dan tahun 2010 untuk edisi yang kedua.

Tujuh Langkah Knowledge Management ini adalah:

a. Langkah pertama: Perumusan Masalah

b. Langkah kedua: Mengidentifikasi sumber informasi dan mengakses informasi

c. Langkah ketiga: Evaluasi sumber informasi dan informasi

d. Langkah keempat: Menggunakan informasi

e. Langkah kelima: Menciptakan karya

f. Langkah keenam: Mengevaluasi

g. Langkah ketujuh: Menarik pelajaran (lesson learned)

Webber and Johnston (2000 dalam Andreta, 2008:15) mengambil kesimpulan bahwa dari
beragam konsep dan definisi literasi informasi yang ada, maka aspek-aspek yang ada
pada semua konsep dan definisi itu mencakup mencakup keterampilan untuk menyadari
akan kebutuhan informasi; keterampilan dalam menyusun formula penelusuran informasi;
keterampilan untuk memilih dan mengintegrasikan sumber-sumber informasi yang
diperoleh; keterampilan mengevaluasi informasi tersebut serta keterampilan
menyelaraskan dan memanfaatkan informasi yang sudah diperoleh.

2.4 Standar Literasi Informasi

Standar digunakan sebagai alat ukur pencapaian proses literasi informasi bagi para
siswa. Standar juga dimanfaatkan sebagai sebuah landasan pengembangan program
agar pengukuran hasil progam dapat dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan yang
ditetapkan. Salah satu standar yang dikembangkan oleh American Association of School
Librarian (AASL) pada tahun 1994 mempunyai tiga kategori yang mencakup sembilan
standar dan dua puluh sembilan indikator. Berikut ini penjabaran tiga kategori dan
sembilan standar tersebut:

Kategori 1 : Literasi Informasi

Standar 1 : Siswa yang melek informasi mengakses informasi secara efisien dan efektif

Standar 2 : Siswa yang melek informasi mengevaluasi informasi secara kritis dan
kompeten

Standar 3 : Siswa yang melek informasi menggunakan informasi secara akurat dan
kreatif

Kategori 2 : Pembelajaran Mandiri

Standar 4 : Siswa pembelajar mandiri adalah siswa yang melek informasi dan
menggunakan informasi berkaitan dengan minat pribadinya

Standar 5 : Siswa pembelajar mandiri adalah siswa yang melek informasi dan
menghargai serta menyukai literatur dan bentuk ektspresi kreatif informasi lainnya

Standar 6 : Siswa pembelajar mandiri adalah siswa yang melek informasi dan berusaha
sebaik-baiknya dalam penelusuran informasi dan generasi pengetahuan

Kategori 3 : Tanggung Jawab Sosial

13
Standar 7 : Siswa yang memberi sumbangan positif pada komunitas pembelajar dan
masyarakat adalah siswa yang melek informasi dan mengetahui pentingnya informasi
dalam masyarakat demokratis.

Standar 8 : Siswa yang memberi sumbangan positif pada komunitas pembelajar dan
masyarakat adalah siswa yang melek informasi dan mempraktikkan perilaku etis terhadap
informasi dan teknologi informasi

Standar 9 : Siswa yang memberi sumbangan positif pada komunitas pembelajar dan
masyarakat adalah siswa yang melek informasi dan berpartisipasi secara efektif dalam
kelompok dalam penelusuran informasi dan generasi pengetahuan.

2.5 Strategi Implementasi Program Literasi Informasi :

Strategi implementasi literasi informasi dapat dilakukan dengan:

2.5.1 Menempatkannya dalam program orientasi siswa baru

Pada umumnya, waktu yang dialokasikan untuk program perpustakaan dalam kaitan
orientasi siswa baru tidak banyak. Topik yang diberikan dalam kaitan orientasi siswa baru
mencakup pengenalan secara singkat tentang perpustakaan, termasuk dimana lokasinya,
apa saja yang dimilikinya, layanan serta tata tertib perpustakaan sekolah. Untuk itu
implementasi literasi informasi dapat dilakukan pada tahapan pengenalan program
daripada memberikan secara langsung materi ini dalam masa orientasi siswa.

2.5.2 Menempatkannya sebagai bagian dari kegiatan program perpustakaan

Strategi ini lebih memberikan keleluasan bagi perpustakaan dalam mengembangkan


program literasi informasi dengan lebih luas. Program perpustakaan dapat dirancang
dengan lebih seksama dan terjadwal. Materi yang diberikan juga dapat disesuaikan
dengan waktu yang ada dan tingkatan peserta didik.

2.5.3 Menempatkannya dalam program pendidikan pemakai

Jika sebuah perpustakaan sudah mempunyai suatu program pendidikan pemakai, maka
literasi informasi dapat dimasukkan sebagai salah satu komponen programnya. Biasanya,
program pendidikan pemakai mencakup kegiatan yang mengajarkan peserta didik untuk
mengenalkan perpustakaan serta bagaimana menggunakannya.
Beberapa sekolah telah menyelenggarakan program keterampilan literasi informasi yang
diberikan dalam program literasi informasi mandiri artinya tenaga perpustakaan sekolah
mengembangkan sebuah model pengajaran secara utuh dan terprogram dalam suatu
kurun waktu tertentu. Program yang diberikan mencakup semua bagian keterampilan
literasi informasi yang dikembangkan dari sebuah model yang dipilih. Adapun keuntungan
dan kerugian dari implementasi literasi informasi secara mandiri ini adalah:

Keuntungan:

a. peserta didik mempelajari setiap unsur keterampilan literasi secara utuh dan terstruktur

b. peserta didik dapat menerapkan unsur-unsur keterampilan literasi informasi ini dalam
setiap mata pelajaran maupun keperluan memecahkan masalah lainnya yang dihadapi
di rumah, di sekolah maupun lingkungan lainnya

c. tenaga perpustakaan sekolah hanya perlu memberikan keterampilan literasi informasi


ini dalam suatu kali program, tanpa harus mengulangnya di dalam mata pelajaran
sekolah yang diberikan kepada peserta didik

Kerugian:

Mengingat pelaksanaannya dalam waktu kegiatan pembelajaran sekolah, maka agak sulit
mengalokasikan waktu pelaksanaan di luar jam sekolah, kecuali jika perpustakaan
mengambil bagian dalam kegiatan ekstrakulikuler

Contoh rancangan program literasi informasi mandiri:

a. Menjadwalkan pertemuan untuk pengenalan jasa dan layanan perpustakaan sekolah


di semester satu saat tahun ajaran belajar dimulai.

Pengenalan ini dapat diberikan juga secara terpisah kepada para guru-guru baru dan
peserta didik baru. Adapun materi yang diberikan dalam satu kali pertemuan awal ini
adalah:

1. Pengenalan jam buka perpustakaan

2. Pengenalan hak dan kewajiban anggota perpustakaan

3. Pengenalan tenaga perpustakaan sekolah

15
4. Pengenalan tata tertib perpustakaan

5. Pengenalan koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan

6. Pengenalan cara menggunakan katalog perpustakaan

b. Menjadwalkan kegiatan pengajaran literasi informasi terstruktur. Tenaga perpustakaan


dapat mengembangkan program pembelajaran literasi informasi ini dengan
menentukan model literasi informasi mana yang dipilih. Sebagai contoh, jika tenaga
perpustakaan menentukan model Tujuh Langkah Knowledge Management, maka
materi yang diberikan dalam rangkaian kegiatan pengajaran literasi informasi ini yaitu:

1. Keterampilan tehnik perumusan masalah

2. Keterampilan mengidentifikasi dan mengevaluasi sumber informasi dan


mengakses informasi

3. Keterampilan menggunakan informasi

4. Keterampilan menciptakan karya dalam bentuk tulisan

5. Keterampilan mengevaluasi karya tulis.

Tenaga perpustakaan sekolah dapat mengalokasikan lima kali pertemuan untuk


mengajarkan rangkaian materi di atas, namun tidak menutup kemungkinan untuk
menambah waktu untuk praktiknya.

c. Menempatkannya sebagai bagian dalam kurikulum secara menyeluruh

Ini merupakan strategi yang paling ampuh untuk menerapkan literasi informasi yang
melibatkan peserta didik serta pendidik secara menyekuruh di semua jenjang sekolah.
Jika program literasi informasi sudah berada dalam bagian kurikulum secara menyeluruh,
maka setiap kegiatan pembelajaran akan berorientasi pada perpustakaan dan sumber-
sumber yang ada di dalamnya. Hal ini akan memberikan posisi strategis bagi
perpustakaan untuk mengajarkan konsep literasi informasi dengan lebih mudah, karena
alokasi waktu untuk itu akan dapat disediakan.

Contoh implementasi penerapan program literasi informasi berkolaborasi:


Sumber: Hasil Penelitian dalam Tesis “Literasi Informasi Perpustakaan Sekolah” oleh Hanna Chaterina
George, Tahun 2013

Dari bagan ini komponen pengajaran literasi informasi oleh perpustakaan mencakup:

1. Library skills atau orientasi penggunaan perpustakaan. Pada tahap ini, pihak
perpustakaan memberikan penerangan tentang perpustakaan sekolah yang terdiri dari
koleksi, layanan serta tata tertib perpustakaan sekolah. Biasanya materi ini diberikan
saat orientasi siswa baru

2. Membaca bebas merupakan kegiatan penopang literiasi informasi disamping sebagai


daya tarik para peserta didik untuk menggunakan perpustakaan

3. Sinopis buku dan majalah, merupakan keterampilan dasar para peserta didik saat
mereka menggunakan sumber-sumber informasi serta mengambil intisari informasi
yang mereka butuhkan

17
4. Menonton film, merupakan kegiatan yang bukan saja bersifat rekreasi melainkan para
siswa juga diajarkan untuk menggunakan

Kolaborasi dapat terlihat saat kegaitan belajar mengajar mata pelajaran tertentu
menggunakan perpustakaan. Dalam bagan ini, pada sisi kanan yait KBM, beberapa mata
pelajaran yang menggunakan perpustakaan adalah mata pelajaran Bahasa Inggris,
Bahasa Indonesia, Biologi, Sejarah dan Olah raga.

Jika komponen “Perpustakaan” sudah diberikan secara regular kepada para siswa, maka
keterampilan literasi informasi yang perlu diberikan kepada para siswa adalah seperti
yang tertera di bagaian antara “Perpustakaan” dan “KBM” pada bagan ini yaitu
‘Keterampilan mencari infomrasi menggunakan internet dengan mesin pencari Goggle dan
bahan-bahan cetak maupun non cetak’; ‘Keterampilan untuk mengumpulkan dan
menyelaraskan informasi yang diperoleh’; ‘Keterampilan memanfaatkan informasi tersebut
sesuai dengan tugas akhir yang dikehendaki’.

Aspek yang harus diingat oleh kepala perpustakaan adalah bahwa peran kepala sekolah
sangat penting dalam implementasi program literasi informasi secara berkolaborasi ini.
Pendekatan kepada kepala sekolah dengan membawa perencanaan program secara
terjadwal dan menunjukkan kolaborasi dengan para guru-guru mata pelajaran tertentu
diharapkan dapat membuka wawasan kepala sekolah bahwa keberadaan perpustakaan
sekolah penting dan dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
BAB III

PENUTUP

Penerapan program literasi informasi dapat diterapkan secara berkala sesuai dengan
situasi sekolah dan perpustakaannya. Hal yang terpenting adalah kesadaran bahwa
perpustakaan sekolah memegang peranan penting dalam mengenalkan dan
mempromosikan pentingnya literasi informasi bagi kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Selain itu literasi informasi juga menunjukkan betapa pentingnya profesi pustakawan
sekolah yang bukan saja sebagai pengembang fasilitas perpustakaan sekolah melainkan
juga mendidik pemakainya untuk menjadi pembelajar seumur hidup.

Peran kepala perpustakaan menjadi penting dan strategis dalam mewujudkan program
literasi informasi ini. Kerjasamanya dengan para guru dan kepala sekolah menjadi
penting. Sikap pro aktif dan tidak mudah menyerah merupakan sikap yang diperlukan
disamping perencanaan yang strategis untuk mewujudkan sebuah perpustakaan sekolah
yang berperan sebagaimana mestinya.

19
DAFTAR PUSTAKA

APISI & IFLA/ ALP. 2008. 7-11 Juli. Aplikasi literasi informasi dalam kurikulum nasional
(KTSP) : contoh penerapan untuk tingkat SD, SMP dan SMA. Hasil diskusi
INDONESIAN Workshop On Information Literacy (INDONESIAN – WIL). Bogor:
APISI.

Andretta, Susie. 2005. Information Literacy: a Practitioner’s Guide. Oxford:Chandos


Publishing

Diao Ai Lien . Literasi Informasi : 7 Langkah Knowledge Management. 2010. Jakarta:


Penerbitan Universitas Atmajaya

Eisenberg, Michael, Lowe, Carrie A & Spitzer, Kathleen L. 2004.


Informationliteracy:essential skills for the information age. Wesport:Libraries
Unlimited

George, Hanna Chaterina. 2013. Literasi Informasi Perpustakaan Sekolah: Studi kasus
penerapan program literasi informasi di Perpustakaan Sekolah Santa Angela
Bandung. Bandung: Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Tesis

Shera, Jesse H. 1972. The Foundations of Education for Librarianship. Dalam , Ray,
Michael.S. 2001.”Shifting Sands-The Jurisdiction of Librarians in Scholarly
Communication’. ACRL Tenth National Conference. Denver, Colorado. March 15-18.
Pp 1-20 . Melalui :
http://www.ala.org/acrl/sites/ala.org.acrl/files/content/conferences/pdf/mray.pdf
[14/8/12]

UNESCO Information for All Programme: “Understanding Information Literacy: A


Primer”.2007. Paris: UNESCO

Anda mungkin juga menyukai