PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
2012
MILIK
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kelancaran
dalam penerbitan Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Kepala
Perpustakaan Sekolah sebagai acuan nasional dalam penyelenggaraan Diklat Kepala
Perpustakaan Sekolah.
Bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan
Pelatihan, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan
Nasional RI. Penerbitan ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan penyelenggaraan diklat
yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Perpustakaan Sekolah/madrasah.
Terbitnya bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas penyelenggaraan Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah dan
sekaligus mampu meningkatkan kualitas penyelenggaraan perpustakaan sekolah di tanah
air.
Kami ucapkan terima kasih kepada penyusun, tim penyunting, dan seluruh pihak terkait
yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian bahan ajar diklat ini. Kritik maupun
saran untuk penyempurnaan bahan ajar Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah ini sangat
kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaannya pada terbitan yang akan datang.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
Kegiatan penerapan literasi informasi dalam sektor pendidikan formal, informal dan non
formal, bahkan dalam kehidupan sehari-hari telah merebak di hampir semua belahan
dunia. Konsep information literacy yang diadaptasi dalam Bahasa Indonesia menjadi
literasi informasi dicetuskan oleh Paul Zurkowski, mantan Presiden U.S Information
Industry Association, pada tahun 1974 yang menulis proposal kepada National
Commission for Libraries and Information Science (NCLIS) dan mengatakan bahwa
seseorang harus menjadi information literate atau “melek informasi” jika ia ingin bertahan
dan mampu berkompetisi dalam masyarakat berinformasi (Eisenberg, Lowe & Spitzer,
2004:3).
1
nanti. Dengan demikian pemakai akan menggunakan literasi informasi tidak saja dalam
sektor pendidikan formal, melainkan juga pada setiap aspek kehidupan sehari-hari.
Literasi informasi berkembang bersamaan dengan literasi lainnya yang saling menunjang.
Seseorang sekurang-kurangnya memiliki keterampilan dasar yaitu membaca, menulis dan
berhitung terlebih dahulu sebelum ia dapat menguasai keterampilan literasi informasi.
Dasar-dasar penguasaan teknologi juga merupakan salah satu elemen yang menunjang
keterampilan literasi informasi ini disamping literasi media dan budaya. UNESCO (2007)
menyatakan bahwa keterampilan literasi informasi merupakan satu dari enam kategori
survival literacies di abad 21. Ke-enam kategori ini adalah:
1.1.1 Basic or core functional literacy atau literasi fungsional inti atau mendasar yaitu
membaca, menulis, berbicara dan berhitung
1.1.2 Computer literacy atau literasi komputer yaitu kemampuan seseorang dalam
menggunakan dan mengoperasikan komputer sebagai mesin informasi
1.1.3 Media Literacy atau literasi media yaitu pengetahuan dalam menggunakan
teknologi media yang baru maupun yang lama yang mempunyai hubungan erat
dengan isi pesan yang disampaikannya.
1.1.4 Distance education, e-learning atau pendidikan jarak jauh yang memanfaatkan
teknologi komunikasi
1.1.5 Cultural Literacy atau literasi budaya yaitu pengetahuan tentang sebuah negara,
agama, kelompok suku dan sarana komunikasi tradisional (e.g. budaya cerita lisan)
yang memberi pengaruh pada penciptaan, penyimpanan, penanganan, pelestarian
dan pengarsipan data, informasi dan pengetahuan.
1.1.6 Information Literacy atau literasi informasi yang akan dibahas lebih lanjut pada
bahan ajar ini.
Implementasi literasi informasi tidak bisa terlepas dari ke-lima literasi lainnya karena
mereka mempunyai keterkaitan yang lekat satu sama lainnya.
Bahan ajar ini mencakup pemahaman dasar tentang literasi informasi yang meliputi
perkembangan dan elemen-elemen penting yang terkandung didalamnya serta
perancangan sebuah program literasi informasi bagi pengguna perpustakaan di jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Selain itu, bahan ajar ini juga akan membahas elemen
penting yang patut diketahui dan dikuasai oleh kepala perpustakaan sekolah yaitu yang
menyangkut kompetensi manajerial dan kompetensi pendidikan.
3
1.3 Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti bahan ajar diklat literasi informasi ini peserta diharapkan mampu untuk:
1.4.3 memahami dan menjelaskan strategi implementasi literasi informasi dalam kegiatan
belajar mengajar yang dikembangkan bersama tenaga perpustakaan sekolah
LITERASI INFORMASI
Menurut Branch dan Gilchrist cakupan pendidikan pemakai ini sebatas pengenalan
bahan-bahan pustaka dan interpretasi alat-alat pembelajaran dan bukan kepada
perolehan atau pemilihan informasi dalam rangka pembelajaran. Sementara Mellon (1988
dalam Andretta, 2005:6-7) mengemukakan sebuah argumentasi bahwa permasalahan
dalam penerapan pendidikan pemakai tradisional lebih terfokus pada kegiatan
perpustakaan. Kegiatan ini mencakup pemanfaatan sarana informasi dan bukan pada
tugas-tugas yang lebih kompleks dalam penelusuran informasi berdasarkan pemikiran
kritis dan keterampilan evaluatif, dan cakupan ini ternyata tidak berhasil mendorong para
siswa untuk menjadi pembelajar seumur hidup.
5
Dengan berkembangnya teknologi pada tahun 1990an, ACRL kemudian mengubah
definisi library instruction ini menjadi “program yang memberikan instruksi bibliografi
melalui beragam teknik yang memungkinkan mereka menjadi information literate”.
(Mellon 1988 dalam Andretta, 2005: 7).
Perubahan pemahaman terhadap kegiatan program library instruction menjadi lebih luas
cakupannya dan menjadi program literasi informasi, karena literasi informasi memiliki
tujuan akhir yang lebih khusus yaitu menjadikan para pemakai perpustakaan sebagai
orang-orang yang melek informasi. Penerapan literasi informasi itu penting karena:
2.1.1 literasi informasi merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidup pribadi, sosial,
pekerjaan dan pendidikan (UNESCO)
Beberapa negara mengembangkan definisi tentang literasi informasi seperti yang dikutip
berikut ini :
2.2.1 Amerika Serikat
"To be information literate, a person must be able to recognize when information is needed
and have the ability to locate, evaluate, and use effectively the needed information.
Producing such a citizenry will require that schools and colleges appreciate and integrate
the concept of information literacy into their learning programs and that they play a
leadership role in equipping individuals and institutions to take advantage of the
opportunities inherent within the information society." (American Library Association ,
Presidential Committee on Information Literacy, Final Report, January 10, 1989)1
2.2.2 Australia
2.2.3 Inggris
"Information literacy is knowing when and why you need information, where to find it, and
how to evaluate, use and communicate it in an ethical manner."3
1 http://www.plattsburgh.edu/library/instruction/informationliteracydefinition.php
2 http://www.caul.edu.au/caul-doc/InfoLitStandards2001.doc
3 http://www.cilip.org.uk/publications/updatemagazine/archive/archive2005/janfeb/armstrong.htm
7
2.2.4 UNESCO
Komisi literasi informasi American Library Association (ALA) yang bertugas mengkaji
peran informasi di dunia pendidikan, bisnis, pemerintahan, dan kehidupan sehari-hari
dalam laporan akhirnya pada tahun 1989 menyimpulkan bahwa :
Information literate people are those who have learned how to learn. They know how to
learn because they know how knowledge is organized, how to find information and how to
use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared
for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or
decision at hand. (ALA, 1989, p.1)5
”Orang yang berinformasi adalah mereka yang telah belajar bagaimana belajar. Mereka
mengetahui bagaimana harus belajar karena mereka mengetahui organisasi
pengetahuan, memahami cara menemukan informasi, dan menggunakan/ memanfaatkan
informasi sehingga pihak lain dapat belajar darinya. Mereka adalah orang yang disiapkan
untuk belajar sepanjang hayat karena mereka selalu dapat menemukan informasi yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas atau mengambil keputusan”.
4 http://www.nclis.gov/libinter/infolitconf&meet/post-infolitconf&meet/PragueDeclaration.pdf.
5 http://www.ala.org/ala/mgrps/divs/acrl/issues/infolit/infolitoverview/introtoinfolit/introinfolit.cfm
Jabaran ALA mengenai literasi informasi ini sejalan dengan cita-cita dibangunnya
masyarakat melek informasi dalam tataran global yang disepakati World Summit on the
Information Society (WSIS), di Geneva 2003 dan di Tunisia 2005. Adapun batasan
masyarakat global yang ingin dibangun adalah:
We,... declare our common desire and commitment to build a people-centred, inclusive
and development-oriented Information Society, where everyone can create, access, utilize
and share information and knowledge, enabling individuals, communities and peoples to
achieve their full potential in promoting their sustainable development and improving their
quality of life, premised on the purposes and principles of the Charter of the United
Nations and respecting fully and upholding the Universal Declaration of Human Rights. 6
Dari definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi informasi adalah
seperangkat keterampilan untuk memecahkan masalah, baik itu untuk kepentingan
akademisi ataupun pribadi, termasuk lingkup tempat kerja; melalui proses pencarian,
penemuan dan pemanfaatan informasi dari beragam sumber; serta mengkomunikasikan
pengetahuan baru ini dengan efisien, efektif serta beretika.
6 http://www.itu.int/wsis/docs/geneva/official/dop.html
9
yang sudah ditemukan lewat informasi dari berbagai sumber tadi, maka langkah
selanjutnya adalah mengkomunikasikan perolehan solusi ini ke orang lain. Dalam konteks
sekolah, maka bentuk komunikasi yang paling sering digunakan adalah dalam bentuk
tulisan/esai, lisan dalam bentuk presentasi misalnya.
Secara umum, pemahaman yang terkandung dalam makna literasi informasi adalah:
2. menemukan informasi
3. mengevaluasi informasi
d. keterampilan literasi informasi merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang
hayat 7
Perkembangan literasi informasi ini ditandai dengan munculnya keragaman model literasi
informasi dari berbagai negara. Beberapa diantaranya adalah British Model, Big 6™,
Empowering 8 dan 7 Langkah Knowledge Management.
British Model dikembangkan oleh Michael Marland pada tahun 1981. Marland dalam
bukunya yang berjudul Information Skills in the Secondary Curriculum merumuskan
sembilan langkah dalam memecahkan masalah yaitu:
2.3.2 Big 6™
Dari Amerika Serikat, sebuah model yang cukup terkenal dan banyak digunakan di
sekolah adalah Big 6™ yang dikembangkan oleh Michael B.Eisenberg and Robert E.
Berkowitz dari Amerika Serikat. Enam langkah ini adalah:
Model Big 6™ sangat populer bukan saja di Amerika Serikat tapi juga di negara-negara
yang sudah menyadari pentingnya implementasi literasi informasi dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Selain itu kedua pengembangnya secara aktif dan berkelanjutan
mengembangkan model ini dengan mengeluarkan terbitan-terbitan yang bermanfaat bagi
pemakainya.
2.3.3 Empowering8
Pada tahun 2004, sebuah model yang dirancang khusus untuk kepentingan orang-orang
Asia dirumuskan dalam sebuah pertemuan International Workshop on Information Skills
for Learning yang diselenggarakan oleh IFLA/ALP dan NILIS di University of Colombo, Sri
Lanka. Model yang dihasilkan oleh peserta dari negara-negara Asia ini disebut dengan
Empowering 8 dan dipercaya sebagai salah satu model yang dapat langsung
11
diimplementasikan oleh negara-negara di Asia dan juga dianggap memiliki pendekatan
yang memberikan sebuah lingkungan pembelajaran yang lebih aktif, melibatkan siswa dan
mengandung keterampilan superior. Ke delapan langkah tersebut adalah:
a. Mengidentifikasi masalah;
b. Mengeksplorasi sumber informasi
c. Memilih sumber informasi
d. Menyusun informasi yang diperoleh
e. Menciptakan sebuah pengetahuan baru dari informasi yang terkumpul sebagai
jawaban dari masalah
f. Mempresentasikan pengetahuan baru yang sudah tercipta
g. Memberi penilaian terhadap pengetahuan baru tersebut
h. Mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut.
Di Indonesia, ada sebuah model literasi informasi yang juga sudah dikembangkan yang
disebut dengan 7 Langkah Knowledge Management oleh Diao Ailien, Agustin Wydia
Gunawan, Dora Aruan dan Santi Kusuma yang diterbitkan oleh Penerbit Atma Jaya pada
tahun 2008 untuk edisi pertama dan tahun 2010 untuk edisi yang kedua.
Webber and Johnston (2000 dalam Andreta, 2008:15) mengambil kesimpulan bahwa dari
beragam konsep dan definisi literasi informasi yang ada, maka aspek-aspek yang ada
pada semua konsep dan definisi itu mencakup mencakup keterampilan untuk menyadari
akan kebutuhan informasi; keterampilan dalam menyusun formula penelusuran informasi;
keterampilan untuk memilih dan mengintegrasikan sumber-sumber informasi yang
diperoleh; keterampilan mengevaluasi informasi tersebut serta keterampilan
menyelaraskan dan memanfaatkan informasi yang sudah diperoleh.
Standar digunakan sebagai alat ukur pencapaian proses literasi informasi bagi para
siswa. Standar juga dimanfaatkan sebagai sebuah landasan pengembangan program
agar pengukuran hasil progam dapat dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan yang
ditetapkan. Salah satu standar yang dikembangkan oleh American Association of School
Librarian (AASL) pada tahun 1994 mempunyai tiga kategori yang mencakup sembilan
standar dan dua puluh sembilan indikator. Berikut ini penjabaran tiga kategori dan
sembilan standar tersebut:
Standar 1 : Siswa yang melek informasi mengakses informasi secara efisien dan efektif
Standar 2 : Siswa yang melek informasi mengevaluasi informasi secara kritis dan
kompeten
Standar 3 : Siswa yang melek informasi menggunakan informasi secara akurat dan
kreatif
Standar 4 : Siswa pembelajar mandiri adalah siswa yang melek informasi dan
menggunakan informasi berkaitan dengan minat pribadinya
Standar 5 : Siswa pembelajar mandiri adalah siswa yang melek informasi dan
menghargai serta menyukai literatur dan bentuk ektspresi kreatif informasi lainnya
Standar 6 : Siswa pembelajar mandiri adalah siswa yang melek informasi dan berusaha
sebaik-baiknya dalam penelusuran informasi dan generasi pengetahuan
13
Standar 7 : Siswa yang memberi sumbangan positif pada komunitas pembelajar dan
masyarakat adalah siswa yang melek informasi dan mengetahui pentingnya informasi
dalam masyarakat demokratis.
Standar 8 : Siswa yang memberi sumbangan positif pada komunitas pembelajar dan
masyarakat adalah siswa yang melek informasi dan mempraktikkan perilaku etis terhadap
informasi dan teknologi informasi
Standar 9 : Siswa yang memberi sumbangan positif pada komunitas pembelajar dan
masyarakat adalah siswa yang melek informasi dan berpartisipasi secara efektif dalam
kelompok dalam penelusuran informasi dan generasi pengetahuan.
Pada umumnya, waktu yang dialokasikan untuk program perpustakaan dalam kaitan
orientasi siswa baru tidak banyak. Topik yang diberikan dalam kaitan orientasi siswa baru
mencakup pengenalan secara singkat tentang perpustakaan, termasuk dimana lokasinya,
apa saja yang dimilikinya, layanan serta tata tertib perpustakaan sekolah. Untuk itu
implementasi literasi informasi dapat dilakukan pada tahapan pengenalan program
daripada memberikan secara langsung materi ini dalam masa orientasi siswa.
Jika sebuah perpustakaan sudah mempunyai suatu program pendidikan pemakai, maka
literasi informasi dapat dimasukkan sebagai salah satu komponen programnya. Biasanya,
program pendidikan pemakai mencakup kegiatan yang mengajarkan peserta didik untuk
mengenalkan perpustakaan serta bagaimana menggunakannya.
Beberapa sekolah telah menyelenggarakan program keterampilan literasi informasi yang
diberikan dalam program literasi informasi mandiri artinya tenaga perpustakaan sekolah
mengembangkan sebuah model pengajaran secara utuh dan terprogram dalam suatu
kurun waktu tertentu. Program yang diberikan mencakup semua bagian keterampilan
literasi informasi yang dikembangkan dari sebuah model yang dipilih. Adapun keuntungan
dan kerugian dari implementasi literasi informasi secara mandiri ini adalah:
Keuntungan:
a. peserta didik mempelajari setiap unsur keterampilan literasi secara utuh dan terstruktur
b. peserta didik dapat menerapkan unsur-unsur keterampilan literasi informasi ini dalam
setiap mata pelajaran maupun keperluan memecahkan masalah lainnya yang dihadapi
di rumah, di sekolah maupun lingkungan lainnya
Kerugian:
Mengingat pelaksanaannya dalam waktu kegiatan pembelajaran sekolah, maka agak sulit
mengalokasikan waktu pelaksanaan di luar jam sekolah, kecuali jika perpustakaan
mengambil bagian dalam kegiatan ekstrakulikuler
Pengenalan ini dapat diberikan juga secara terpisah kepada para guru-guru baru dan
peserta didik baru. Adapun materi yang diberikan dalam satu kali pertemuan awal ini
adalah:
15
4. Pengenalan tata tertib perpustakaan
Ini merupakan strategi yang paling ampuh untuk menerapkan literasi informasi yang
melibatkan peserta didik serta pendidik secara menyekuruh di semua jenjang sekolah.
Jika program literasi informasi sudah berada dalam bagian kurikulum secara menyeluruh,
maka setiap kegiatan pembelajaran akan berorientasi pada perpustakaan dan sumber-
sumber yang ada di dalamnya. Hal ini akan memberikan posisi strategis bagi
perpustakaan untuk mengajarkan konsep literasi informasi dengan lebih mudah, karena
alokasi waktu untuk itu akan dapat disediakan.
Dari bagan ini komponen pengajaran literasi informasi oleh perpustakaan mencakup:
1. Library skills atau orientasi penggunaan perpustakaan. Pada tahap ini, pihak
perpustakaan memberikan penerangan tentang perpustakaan sekolah yang terdiri dari
koleksi, layanan serta tata tertib perpustakaan sekolah. Biasanya materi ini diberikan
saat orientasi siswa baru
3. Sinopis buku dan majalah, merupakan keterampilan dasar para peserta didik saat
mereka menggunakan sumber-sumber informasi serta mengambil intisari informasi
yang mereka butuhkan
17
4. Menonton film, merupakan kegiatan yang bukan saja bersifat rekreasi melainkan para
siswa juga diajarkan untuk menggunakan
Kolaborasi dapat terlihat saat kegaitan belajar mengajar mata pelajaran tertentu
menggunakan perpustakaan. Dalam bagan ini, pada sisi kanan yait KBM, beberapa mata
pelajaran yang menggunakan perpustakaan adalah mata pelajaran Bahasa Inggris,
Bahasa Indonesia, Biologi, Sejarah dan Olah raga.
Jika komponen “Perpustakaan” sudah diberikan secara regular kepada para siswa, maka
keterampilan literasi informasi yang perlu diberikan kepada para siswa adalah seperti
yang tertera di bagaian antara “Perpustakaan” dan “KBM” pada bagan ini yaitu
‘Keterampilan mencari infomrasi menggunakan internet dengan mesin pencari Goggle dan
bahan-bahan cetak maupun non cetak’; ‘Keterampilan untuk mengumpulkan dan
menyelaraskan informasi yang diperoleh’; ‘Keterampilan memanfaatkan informasi tersebut
sesuai dengan tugas akhir yang dikehendaki’.
Aspek yang harus diingat oleh kepala perpustakaan adalah bahwa peran kepala sekolah
sangat penting dalam implementasi program literasi informasi secara berkolaborasi ini.
Pendekatan kepada kepala sekolah dengan membawa perencanaan program secara
terjadwal dan menunjukkan kolaborasi dengan para guru-guru mata pelajaran tertentu
diharapkan dapat membuka wawasan kepala sekolah bahwa keberadaan perpustakaan
sekolah penting dan dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
BAB III
PENUTUP
Penerapan program literasi informasi dapat diterapkan secara berkala sesuai dengan
situasi sekolah dan perpustakaannya. Hal yang terpenting adalah kesadaran bahwa
perpustakaan sekolah memegang peranan penting dalam mengenalkan dan
mempromosikan pentingnya literasi informasi bagi kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Selain itu literasi informasi juga menunjukkan betapa pentingnya profesi pustakawan
sekolah yang bukan saja sebagai pengembang fasilitas perpustakaan sekolah melainkan
juga mendidik pemakainya untuk menjadi pembelajar seumur hidup.
Peran kepala perpustakaan menjadi penting dan strategis dalam mewujudkan program
literasi informasi ini. Kerjasamanya dengan para guru dan kepala sekolah menjadi
penting. Sikap pro aktif dan tidak mudah menyerah merupakan sikap yang diperlukan
disamping perencanaan yang strategis untuk mewujudkan sebuah perpustakaan sekolah
yang berperan sebagaimana mestinya.
19
DAFTAR PUSTAKA
APISI & IFLA/ ALP. 2008. 7-11 Juli. Aplikasi literasi informasi dalam kurikulum nasional
(KTSP) : contoh penerapan untuk tingkat SD, SMP dan SMA. Hasil diskusi
INDONESIAN Workshop On Information Literacy (INDONESIAN – WIL). Bogor:
APISI.
George, Hanna Chaterina. 2013. Literasi Informasi Perpustakaan Sekolah: Studi kasus
penerapan program literasi informasi di Perpustakaan Sekolah Santa Angela
Bandung. Bandung: Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Tesis
Shera, Jesse H. 1972. The Foundations of Education for Librarianship. Dalam , Ray,
Michael.S. 2001.”Shifting Sands-The Jurisdiction of Librarians in Scholarly
Communication’. ACRL Tenth National Conference. Denver, Colorado. March 15-18.
Pp 1-20 . Melalui :
http://www.ala.org/acrl/sites/ala.org.acrl/files/content/conferences/pdf/mray.pdf
[14/8/12]