Anda di halaman 1dari 26

Pembelajaran 2.

Hukum, Peraturan-peraturan yang


berlaku dan Etika Penyiaran

Sumber.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Pedoman Perilaku Penyiaran

A. Kompetensi

Setelah mempelajari keseluruhan materi pada pembelajaran ini, Anda diharapkan


dapat …

1. Memahami peraturan penyiaran dan perfilman serta peraturan perundangan


terkait yang berlaku.

2. Memahami etika penyiaran dan etika profesi yang terkait dengan kegiatan
penyiaran.

3. Menerapkan peraturan penyiaran dan perfilman serta peraturan perundangan


terkait yang berlaku.

4. Menerapkan etika penyiaran dan etika profesi yang terkait dengan kegiatan
penyiaran.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mempelajari materi dalam pembelajaran ini, Anda dapat:

1. Menjelaskan sejarah perkembangan peraturan penyiaran, peraturan


perundangan yang terkait, etika penyiaran dan etika profesi yang terkait dengan
kegiatan penyiaran.

2. Menjelaskan penerapan peraturan penyiaran dan perfilman serta peraturan


perundangan yang terkait dalam kegiatan penyiaran sejak penyiapan program,
proses roduksi sampai penyebarannya.

Broadcasting dan Perfilman | 21


3. Menjelaskan penerapan etika penyiaran dan etika profesi yang terkait dengan
kegiatan penyiaran.

4. Menganalisis produk penyiaran dan perfilman terkait dengan penerapan


peraturan penyiaran serta peraturan perundangan yang terkait.

5. Menganalisis produk penyiaran terkait dengan penerapan etika penyiaran dan


etika profesi.

6. Mengevaluasi produk penyiaran apakah sesuai dengan peraturan


perundangnya yang terkait serta etika penyiaran dan etika profesi.

C. Uraian Materi

1. Sejarah Perkembangan Peraturan Perundangan


a. Penyiaran

Peraturan tentang penyiaran di Indonesia sudah ada sejak jaman penjajahan,


yakni dengan dikeluarkannya Radiowet (undang-undang radio) yang mengatur
siaran radio pada tahun 1934. Radiowet ini menguatkan kedudukan Nederlands
Indische Radio Omroep Maatschaapij (NIROM), yakni Perusahaan Siaran
Radio Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1925. NIROM saat itu secara
resmi dan mendapat lisensi menyelenggarakan siaran radio selama lima tahun.
NIROM menjadi stasiun radio setengah resmi pemerintah Hindia Belanda dan
berhak memungut pajak radio setiap bulan dari setiap pemilik pesawat radio.
NIROM atas bantuan jawatan pos, telepon dan telegrafi Belanda (PTT)
memperbaiki dan menambah alat-alatnya dan kemudian dapat membangun
stasiun pemancar di Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan. Juga dapat
dibangun stasiun relai di Surakarta, Yogyakarta, Cepu, Malang, Sukabumi,
Bogor, dan Padang.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, seiring dengan bermunculannya


radio-radio siaran dan radio komunikasi pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah.
Selama hampir 27 tahun, radio siaran hanya diatur oleh aturan-aturan yang
tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Namun memasuki tahun
1997, dengan proses yang cukup panjang. Dewan Perwakilan Rakyat Republik

22 | Broadcasting dan Perfilman


Indonesia (DPR RI) akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang
Penyiaran yang kemudian disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran pada tanggal 29 September 1997.

Setelah dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia teknologi dan
juga perkembangan penyelenggaran penyiaran di Indonesia, Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran itu dicabut pada tahun 2002, dan
diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. UU
Penyiaran ini sah diundangkan pada tanggal 28 Desember 2002.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran itu kemudian diubah


dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 diubah dan
dihapus yang tertuang dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020
tentang Cipta Kerja.

b. Perfilman

Peraturan tentang perfilman di Indonesia muncul sejak jaman penjajahan


Belanda. Film sudah mulai diputar di bioskop sejak tahun 1900 dan kolonial
Belanda saat itu khawatir conten film yang diputar merugikan colonial Belanda.
Enam tahun setelah beroperasinya Nederlandsche Bioscope
Maatschappij (Perusahaan Bioskop Belanda) pada 5 Desember 1900,
dibuatlah peraturan sensor film.

Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Ordonansi pada tahun 1916 yang


mengatur tentang film dan cara penyelenggaraan usaha bioskop atau ”gambar
idoep”. Lembaga tersebut bernama Commissie voor de Kuering van
Films atau Komisi Pemeriksa Film (KPF). Menyadari pengaruh buruk film dan
bioskop, terutama yang dalam kacamata pemerintah kolonial yang dianggap
menyerang kewibawaan mereka secara psikologis, Ordonansi 1916 pun
berkali-kali mengalami pembaharuan sebagaimana yang tertera dalam
Lembaran Negara No.377 (1919), No.688 (1919), dan No.742 (1922).

Pada tahun 1942, Belanda bertekuk lutut di hadapan tentara pendudukan


Jepang. Film Commissie dibubarkan, diganti dengan Dinas Propaganda tentara
pendudukan Jepang Sendenbu Eiga Haikyusha (Peredaran Film), pada bulan
Desember 1942.

Broadcasting dan Perfilman | 23


Pada masa perjuangan mempertahankan Republik Indonesia antara tahun
1945-1946, tidak ada lembaga yang menangani penyensoran film. Baru pada
tahun 1948 diberlakukan kembali Film Ordonnantie 1940, yang menyatakan
bahwa urusan pengawasan film dilakukan oleh Panitia Pengawas Film (PPF) di
bawah Directeur van Binnenlandsche Bestuur. Sedangkan dalam kawasan
yang masih dikuasai oleh Pemerintahan RI, khususnya di Yogyakarta, Dewan
Pertahanan Nasional menerbitkan surat keputusan dan membentuk Badan
Pemeriksaan Film yang diangkat dan diberhentikan serta bertanggung jawab
kepada Menteri Penerangan RI.

Pada tahun 1951, pemerintah menetapkan film memiliki aspek pendidikan dan
budaya, sehingga PPF dipindah menjadi berada di bawah Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). Ketentuan tersebut
sebagaimana yang dipaparkan dalam Undang-Undang No. 23/ 1951, Tentang
Penyerahan Urusan Penilikan Pilem dari Kementerian Dalam Negeri Kepada
Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, yang mulai
diberlakukan pada tanggal 20 November 1951.

Dari Undang-undang No. 23 Tahun 1951, terlahir Keputusan Menteri


Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan RI, No. 40439/ Kab. Tahun 1952.
Keputusan Menteri ini memberi instruksi kepada Panitia Pengawas Film (PPF),
selain melaksanakan pasal 9 Film Ordonantie No. 507 Tahun 1940.

Pada tanggal 5 Agustus 1964 telah diterbitkan Penetapan Presiden Nomor 1/


1964, mengatur film yang dibuat di Indonesia dan persyaratan impor film.
Melalui Instruksi Presiden No. 012/1964, urusan film dialihkan dari Kementerian
PP dan K kepada Kementerian Penerangan. Sejauh menyangkut PPF, pada
tanggal 21 Mei 1965 ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri
Penerangan No. 46/SK/M/1965 yang mengatur penyelenggaraan penyensoran
film di Indonesia melalui suatu lembaga yang bernama Badan Sensor Film
(BSF).

Seiring dengan perkembangan perfilman pada masa orde baru, diterbitkan


Undang-Undang No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman disusul lahirnya
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1994 Tentang Lembaga Sensor Film (LSF).
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, termasuk di bidang film,

24 | Broadcasting dan Perfilman


pada tahun 2009 pemerintah memperbarui Undang-undang Perfilman dengan
melahirkan Undang-undang No. 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman kemudian


diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009
diubah dan dihapus yang tertuang dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 11
tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

2. Peraturan Pokok
a. Penyiaran

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang kemudian


diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja berisikan pokok-pokok sebagai berikut:

1) Asas, Tujuan, Fungsi, dan Arah

Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil
dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika,
kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.

Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi


nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam
rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan
sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai


media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
Dalam menjalankan fungsinya ini, penyiaran juga mempunyai fungsi
ekonomi dan kebudayaan.

Penyiaran diarahkan untuk :

a) Menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Broadcasting dan Perfilman | 25


b) Menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri
bangsa;

c) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia;

d) Menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa;

e) Meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;

f) Menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat


dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan
hidup;

g) Mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat


di bidang penyiaran;

h) Mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan


pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi;

i) Memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab;

j) Memajukan kebudayaan nasional.

2) Penyelenggaraan Penyiaran

Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional, dimana


Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk
penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola
jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk
stasiun jaringan dan stasiun lokal. Untuk penyelenggaraan penyiaran,
dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal


mengenai penyiaran. KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan
KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi. Dalam menjalankan fungsi, tugas,
wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi.

26 | Broadcasting dan Perfilman


KPI mempunyai wewenang:

a) Menetapkan standar program siaran;

b) Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;

c) Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran


serta standar program siaran.

d) Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman


perilaku penyiaran serta standar program siaran;

e) Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga


penyiaran, dan masyarakat.

f) KPI mempunyai tugas dan kewajiban :

g) Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar


sesuai dengan hak asasi manusia;

h) Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;

i) Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran


dan industri terkait;

j) Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang;

k) Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik


dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; dan

l) Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang


menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

3) Jasa Penyiaran

Jasa penyiaran terdiri atas, penyiaran radio dan penyiaran televisi. Jasa
penyiaran ini diselenggarakan oleh:

a) Lembaga Penyiaran Publik;

b) Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh


negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi
memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Lembaga

Broadcasting dan Perfilman | 27


Penyiaran Publik ini terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi
Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota
Negara Republik Indonesia.

c) Lembaga Penyiaran Swasta;

d) Lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum


Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa
penyiaran radio atau televisi. Warga negara asing dapat menjadi
pengurus Lembaga Penyiaran Swasta, hanya untuk bidang keuangan
dan bidang teknik. Lembaga ini didirikan dengan modal awal yang
seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia. Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan penambahan
dan pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari
modal asing, yang jumlahnya tidak lebih dari 20% (dua puluh per seratus)
dari seluruh modal dan minimum dimiliki oleh 2 (dua) pemegang saham.
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran
televisi masingmasing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran
dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.

e) Lembaga Penyiaran Komunitas;

f) Merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia,


didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak
komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas,
serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Lembaga Penyiaran
Komunitas didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas
tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. Lembaga Penyiaran
Komunitas dilarang menerima bantuan dana awal mendirikan dan dana
operasional dari pihak asing dan dilarang melakukan siaran iklan
dan/atau siaran komersial lainnya, kecuali iklan layanan masyarakat.

g) Lembaga Penyiaran Berlangganan

h) Lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang


usahanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib
terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran
berlangganan. Lembaga Penyiaran Berlangganan dipancarkan melalui

28 | Broadcasting dan Perfilman


satelit, kabel atau terrestrial. Lembaga penyiaran ini harus menyediakan
paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari kapasitas kanal saluran
untuk menyalurkan program dari Lembaga Penyiaran Publik dan
Lembaga Penyiaran Swasta; dan menyediakan 1 (satu) kanal saluran
siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi
luar negeri paling sedikit 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam
negeri.

4) Perizinan dan Pelaksanaan Siaran

Penyelenggaraan penyiaran dapat diselenggarakan setelah memenuhi


Perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat. Lembaga penyiaran wajib
membayar biaya Perizinan Berusaha yang diatur berdasarkan zona/daerah
penyelenggaraan penyiaran yang ditetapkan dengan parameter tingkat
ekonomi setiap zona daerah.

Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat


untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan
bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai
agama dan budaya Indonesia.

Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga
Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-
kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari
dalam negeri.

Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada


khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata
acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan
dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.

Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan


kepentingan golongan tertentu. Isi siaran dilarang:

a) Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;

b) Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan


narkotika dan obat terlarang; atau

c) Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

Broadcasting dan Perfilman | 29


Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau
mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak
hubungan internasional.

Setiap mata acara yang disiarkan wajib memiliki hak siar. Dalam
menayangkan acara siaran, lembaga penyiaran wajib mencantumkan hak
siar. Kepemilikan hak siar harus disebutkan secara jelas dalam mata acara.
Hak siar dari setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan/atau berita
diketahui terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan, atau terjadi sanggahan
atas isi siaran dan/atau berita. Ralat atau pembetulan dilakukan dalam
jangka waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam berikutnya, dan apabila
tidak memungkinkan untuk dilakukan, ralat dapat dilakukan pada
kesempatan pertama serta mendapat perlakuan utama. Ralat atau
pembetulan tidak membebaskan tanggung jawab atau tuntutan hukum yang
diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.

Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan
masyarakat yang wajib menaati asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran.
Siaran iklan niaga dilarang melakukan:

a) Promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi


dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan
martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain;

b) Promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;

c) Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;

d) Hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai


agama; dan/atau

e) Eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.

Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib


memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. Siaran iklan niaga yang
disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran. Siaran iklan niaga
yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-anak wajib mengikuti

30 | Broadcasting dan Perfilman


standar siaran untuk anak-anak. Lembaga Penyiaran wajib menyediakan
waktu untuk siaran iklan layanan masyarakat. Waktu siaran iklan niaga untuk
Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak 20% (dua puluh per seratus),
sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling banyak 15% (lima belas
per seratus) dari seluruh waktu siaran. Waktu siaran iklan layanan
masyarakat untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling sedikit 10% (sepuluh
per seratus) dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran
Publik paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari siaran iklannya. Waktu
siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan
apa pun, kecuali untuk siaran iklan. Materi siaran iklan wajib menggunakan
sumber daya dalam negeri.

5) Pedoman Perilaku Penyiaran

Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh


KPI yang bersumber pada :

a) Nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang


berlaku;

b) Norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan
lembaga penyiaran.

c) Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang


sekurang-kurangnya berkaitan dengan:

d) Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan;

e) Rasa hormat terhadap hal pribadi;

f) Kesopanan dan kesusilaan;

g) Pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme;

h) Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan;

i) Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak;

j) Penyiaran program dalam bahasa asing;

k) Ketepatan dan kenetralan program berita; i. siaran langsung; dan

l) Siaran iklan.

Broadcasting dan Perfilman | 31


KPI Pusat dalam menjalankan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya
bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. KPI Daerah dalam
menjalankan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya bertanggung
jawab kepada Gubernur dan menyampaikan laporan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Pimpinan badan hukum lembaga
penyiaran bertanggung jawab secara umum atas penyelenggaraan
penyiaran dan wajib menunjuk penanggung jawab atas tiap-tiap program
yang dilaksanakan.

Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan


teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi
digital. Migrasi penyiaran televisi terrestrial dari teknologi analog ke teknologi
digital dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling
lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang terbaru tentang
penyiaran, yakni Undang-Undang Nomer 11 tahun 2020 tengan Cipta Kerja.

b. Perfilman

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman yang kemudian


diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, berisikan pokok-pokok sebagai berikut:

1) Asas, Tujuan, Dan Fungsi

Perfilman berasaskan:

a) Ketuhanan Yang Maha Esa;

b) kemanusiaan;

c) bhinneka tunggal ika;

d) keadilan;

e) manfaat;

f) kepastian hukum;

g) kebersamaan;

h) kemitraan; dan

32 | Broadcasting dan Perfilman


i) kebajikan.

Perfilman bertujuan:

a) terbinanya akhlak mulia;

b) terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa;

c) terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa;

d) meningkatnya harkat dan martabat bangsa;

e) berkembangnya dan lestarinya nilai budaya bangsa;

f) dikenalnya budaya bangsa oleh dunia internasional;

g) meningkatnya kesejahteraan masyarakat; dan

h) berkembangnya film berbasis budaya bangsa yang hidup dan


berkelanjutan.

Perfilman mempunyai fungsi:

a) budaya;

b) pendidikan;

c) hiburan;

d) informasi;

e) pendorong karya kreatif; dan

f) ekonomi.

2) Kegiatan Perfilman dan Usaha Perfilman

Kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilakukan berdasarkan kebebasan


berkreasi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.

Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman
dilarang mengandung isi yang:

a) Mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta


penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;

b) Menonjolkan pornografi;

Broadcasting dan Perfilman | 33


c) Memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antar-
ras, dan/atau antargolongan;

d) Menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai-nilai agama;

e) Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;


dan/atau

f) Merendahkan harkat dan martabat manusia.

Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman
disertai pencantuman penggolongan usia penonton film yang meliputi film:

a) Untuk penonton semua umur;

b) Untuk penonton usia 13 (tiga belas) tahun atau lebih;

c) Untuk penonton usia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih; dan

d) Untuk penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.

Kegiatan perfilman meliputi: a. pembuatan film; b. jasa teknik film; c.


pengedaran film; d. pertunjukan film; e. apresiasi film; dan f. pengarsipan
film.

Usaha perfilman meliputi:

a) pembuatan film;

b) jasa teknik film;

c) pengedaran film;

d) pertunjukan film;

e) penjualan film dan/atau penyewaan film;

f) pengarsipan film;

g) ekspor film; dan

h) impor film.

Pelaku usaha pertunjukan film dilarang mempertunjukkan film hanya dari


satu pelaku usaha pembuatan film atau pengedaran film atau impor film
melebihi 50% (lima puluh persen) jam pertunjukannya selama 6 (enam)

34 | Broadcasting dan Perfilman


bulan berturut-turut yang mengakibatkan praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.

Pelaku usaha perfilman dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha


perfilman atau membuat ketentuan yang bertujuan untuk menghalangi
pelaku usaha perfilman lain memberi atau menerima pasokan film yang
mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Jenis usaha perfilman wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah


Pusat. Perizinan Berusaha ini tidak termasuk pertunjukan film yang
dilakukan melalui penyiaran televise atau jaringan teknologi informatika.
Pembuatan film oleh pelaku usaha pembuatan film harus memenhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.

Pembuatan film wajib mengutamakan insan perfilman Indonesia secara


optimal. Insan perfilman meliputi:

a) penulis skenario film;

b) sutradara film;

c) artis film;

d) juru kamera film;

e) penata cahaya film;

f) penata suara film;

g) penyunting suara film;

h) penata laku film;

i) penata musik film;

j) penata artistik film;

k) penyunting gambar film;

l) produser film; dan

m) perancang animasi.

Insan perfilman ditetapkan dalam Peraturan Menteri. Insan perfilman


mendapat:

Broadcasting dan Perfilman | 35


a) perlindungan hukum;

b) perlindungan asuransi pada usaha perfilman yang berisiko;

c) jaminan keselamatan dan kesehatan kerja; dan

d) jaminan sosial.

Perlindungan hukum untuk insan perfilman anak-anak di bawah umur harus


memenuhi hak-hak anak dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pembuatan film oleh pihak asing yang menggunakan lokasi di Indonesia


dilakukan berdasarkan persetujuan dari Pemerintah Pusat tanpa dipungut
beaya.

3) Pertunjukan Film

Pertunjukan film dapat dilakukan melalui:

a) layar lebar;

b) penyiaran televisi; dan

c) jaringan teknologi informatika.

Pertunjukan film untuk golongan penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun
atau lebih yang melalui penyiaran televisi hanya dapat dilakukan dari pukul
23.00 sampai pukul 03.00 waktu setempat. Pertunjukan film untuk golongan
penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih kepada khalayak umum
dilarang dilakukan di lapangan terbuka atau di gedung pertunjukan
nonbioskop kecuali kegiatan apresiasi film atau pertunjukan film untuk tujuan
pendidikan dan/atau penelitian.

Pelaku usaha pertunjukan film wajib mempertunjukkan film Indonesia


sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari seluruh jam pertunjukan
film yang dimilikinya selama 6 (enam) bulan berturut-turut.

4) Ekspor Film dan Impor Film

Pemerintah wajib mencegah masuknya film impor yang bertentangan


dengan nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.
Pemerintah wajib membatasi film impor dengan menjaga proporsi antara film

36 | Broadcasting dan Perfilman


impor dan film Indonesia guna mencegah dominasi budaya asing. Impor film
dapat dilakukan oleh perwakilan diplomatik atau badan internasional yang
diakui Pemerintah untuk kepentingannya sendiri. Film yang diimpor hanya
dapat dipertunjukkan kepada khalayak umum dengan pemberitahuan
kepada Menteri.

Pelaku usaha perfilman dilarang melakukan sulih suara film impor ke dalam
bahasa Indonesia, kecuali film impor untuk kepentingan pendidikan dan/atau
penelitian.

5) Hak dan Kewajiban

Setiap insan perfilman berhak:

a) Berkreasi, berinovasi, dan berkarya dalam bidang perfilman;

b) Mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja;

c) Mendapatkan jaminan sosial;

d) Mendapatkan perlindungan hukum;

e) Menjadi mitra kerja yang sejajar dengan pelaku usaha perfilman;

f) Membentuk organisasi profesi yang memiliki kode etik;

g) Mendapatkan asuransi dalam kegiatan perfilman yang berisiko;

h) Menerima pendapatan yang sesuai dengan standar kompetensi;

i) Mendapatkan honorarium dan/atau royalti sesuai dengan perjanjian.

Setiap insan perfilman berkewajiban:

a) Memenuhi standar kompetensi dalam bidang perfilman;

b) Melaksanakan pekerjaan secara profesional;

c) Melaksanakan perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis; dan

d) Menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya


bangsa.

Setiap pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman berhak:

a) Berkreasi, berinovasi, dan berkarya dalam bidang perfilman;

Broadcasting dan Perfilman | 37


b) Mendapatkan kesempatan yang sama untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kegiatan perfilman dan usaha perfilman;

c) Mendapatkan perlindungan hukum;

d) Membentuk organisasi dan/atau asosiasi kegiatan atau usaha yang


memiliki kode etik;

e) Mendapatkan dukungan dan fasilitas dari Pemerintah dan pemerintah


daerah.

Setiap pelaku kegiatan perfilman berkewajiban:

a) Memiliki kompetensi kegiatan dalam bidang perfilman;

b) Menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya


bangsa dalam kegiatan perfilman.

Setiap pelaku usaha perfilman berkewajiban:

a) Memiliki kompetensi dan sertifikat usaha dalam bidang perfilman;

b) Menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya


bangsa dalam usaha perfilman;

c) Membuat dan memenuhi perjanjian kerja dengan mitra kerja yang dibuat
secara tertulis.

6) Sensor Film

Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan wajib
memperoleh surat tanda lulus sensor. Surat tanda lulus sensor diterbitkan
setelah dilakukan penyensoran yang meliputi:

a) Penelitian dan penilaian tema, gambar, adegan, suara, dan teks


terjemahan suatu film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan
kepada khalayak umum;

b) Penentuan kelayakan film dan iklan film untuk diedarkan dan/atau


dipertunjukkan kepada khalayak umum;

c) Penentuan penggolongan usia penonton film.

38 | Broadcasting dan Perfilman


Penyensoran dilakukan dengan prinsip memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari pengaruh negatif film dan iklan film. Untuk melakukan
penyensoran dibentuk lembaga sensor film yang bersifat tetap dan
independen, berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia. Lembaga
sensor film bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. Lembaga
sensor film dapat membentuk perwakilan di ibukota provinsi. Surat tanda
lulus sensor diterbitkan oleh lembaga sensor film.

7) Peran Serta Masyarakat

Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam perfilman dibentuk


badan perfilman Indonesia. Pembentukan badan perfilman Indonesia
dilakukan oleh masyarakat dan dapat difasilitasi oleh Pemerintah. Badan
perfilman Indonesia merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri. Badan
perfilman Indonesia berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.
Badan perfilman Indonesia dikukuhkan oleh Presiden.

Badan perfilman Indonesia bertugas untuk:

a) Menyelenggarakan festival film di dalam negeri;

b) Mengikuti festival film di luar negeri;

c) Menyelenggarakan pekan film di luar negeri;

d) Mempromosikan Indonesia sebagai lokasi pembuatan film asing;

e) Memberikan masukan untuk kemajuan perfilman;

f) Melakukan penelitian dan pengembangan perfilman;

g) Memberikan penghargaan;

h) Memfasilitasi pendanaan pembuatan film tertentu yang bermutu tinggi.

8) Pendidikan, Kompetensi, Dan Sertifikasi

Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan dan/atau


memfasilitasi pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan kompetensi
insan perfilman. Insan perfilman harus memenuhi standar kompetensi yang
dilakukan melalui sertifikasi kompetensi. Sertifikasi kompetensi dilakukan
oleh organisasi profesi, lembaga sertifikasi profesi, dan/atau perguruan

Broadcasting dan Perfilman | 39


tinggi. Sertifikasi kompetensi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

9) Ketentuan Pidana

Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan, menjual, menyewakan,


atau mempertunjukkan kepada khalayak umum, film tanpa lulus sensor
padahal diketahui atau patut diduga isinya melanggar ketentuan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Setiap orang yang mempertunjukkan film hanya dari satu pelaku usaha
pembuatan film atau pengedaran film atau impor film tertentu melebihi 50%
(lima puluh persen) jam pertunjukannya yang mengakibatkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Setiap orang yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha perfilman atau
membuat ketentuan yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha
perfilman lain memberi atau menerima pasokan film yang mengakibatkan
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Dalam hal tindak pidana
dilakukan oleh atau atas nama korporasi, ancaman pidana denda ditambah
1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya.

3. Pedoman Perilaku Penyiaran

Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan-ketentuan bagi lembaga


penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai
panduan tentang batasan perilaku penyelenggaraan penyiaran dan pengawasan
penyiaran nasional. Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan oleh KPI
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, nilai-nilai agama,
norma-norma lain yang berlaku serta diterima masyarakat, kode etik, dan standar
profesi penyiaran. Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan berdasarkan asas
kemanfaatan, asas keadilan, asas kepastian hukum, asas kebebasan dan

40 | Broadcasting dan Perfilman


tanggung jawab, asas keberagaman, asas kemandirian, asas kemitraan, asas
keamanan, dan etika profesi.

a. Penghormatan Terhadap Nilai dan Norma

Lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan


antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan/atau
kehidupan sosial ekonomi.

Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan program yang merendahkan,


mempertentangkan dan/atau melecehkan suku, agama, ras, dan
antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan/atau
kehidupan sosial ekonomi.

Lembaga penyiaran dalam memproduksi dan/atau menyiarkan sebuah


program siaran yang berisi tentang keunikan suatu budaya dan/atau kehidupan
sosial masyarakat tertentu wajib mempertimbangkan kemungkinan munculnya
ketidaknyamanan khalayak atas program siaran tersebut.

Lembaga penyiaran wajib menghormati nilai dan norma kesopanan dan


kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. Lembaga penyiaran wajib
memperhatikan etika profesi yang dimiliki oleh profesi tertentu yang ditampilkan
dalam isi siaran agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif di
masyarakat. Etika profesi adalah etika profesi yang diakui dalam peraturan
perundang-undangan.

b. Kewajiban Perlindungan

Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan


untuk kepentingan publik, serta menjaga independensi dan netralitas isi siaran
dalam setiap program siaran. Lembaga penyiaran wajib menyiarkan program
siaran layanan publik.

Lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan


kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai
dengan penggolongan program siaran serta wajib memperhatikan kepentingan
anak dalam setiap aspek produksi siaran.

Lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan melindungi hak dan


kepentingan:

Broadcasting dan Perfilman | 41


1) Orang dan/atau kelompok pekerja yang dianggap marginal;

2) Orang dan/atau kelompok dengan orientasi seks dan identitas gender


tertentu;

3) Orang dan/atau kelompok dengan kondisi fisik tertentu;

4) Orang dan/atau kelompok yang memiliki cacat fisik dan/atau mental;

5) Orang dan/atau kelompok pengidap penyakit tertentu; dan/atau

6) Orang dengan masalah kejiwaan.

c. Ketentuan Pelarangan

Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau


pembatasan program siaran bermuatan seksual, kekerasan, dan wajib tunduk
pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program terkait muatan
rokok, NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif), dan/atau minuman
beralkohol.

Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau


pembatasan program siaran terkait muatan perjudian, mistik, horor, dan
supranatural.

d. Penggolongan Program Siaran

Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program


siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara.

Penggolongan program siaran diklasifikasikan dalam 5 (lima) kelompok


berdasarkan usia, yaitu:

1) Klasifikasi P: Siaran untuk anak-anak usia Pra-Sekolah, yakni khalayak


berusia 2-6 tahun;

2) Klasifikasi A: Siaran untuk Anak-Anak, yakni khalayak berusia 7- 12 tahun;

3) Klasifikasi R: Siaran untuk Remaja, yakni khalayak berusia 13 – 17 tahun;

4) Klasifikasi D: Siaran untuk Dewasa, yakni khalayak di atas 18 tahun

5) Klasifikasi SU: Siaran untuk Semua Umur, yakni khalayak di atas 2 tahun.

42 | Broadcasting dan Perfilman


Lembaga penyiaran televisi wajib menayangkan klasifikasi program siaran
dalam bentuk karakter huruf dan kelompok usia penontonnya, yaitu: P (2-6), A
(7-12), R (13- 17), D (18+), dan SU (2+) secara jelas dan diletakkan pada posisi
atas layar televisi sepanjang acara berlangsung untuk memudahkan khalayak
penonton mengidentifikasi program siaran. Penayangan klasifikasi P (2-6), A
(7-12) atau R (13-17) oleh lembaga penyiaran wajib disertai dengan imbauan
atau peringatan tambahan tentang arahan dan bimbingan orangtua yang
ditayangkan pada awal tayangan program siaran. Lembaga penyiaran radio
wajib menyesuaikan klasifikasi penggolongan program siaran dan pengaturan
tentang waktu siaran.

e. Prinsip-Prinsip Jurnalistik

Lembaga penyiaran wajib menjalankan dan menjunjung tinggi idealisme


jurnalistik yang menyajikan informasi untuk kepentingan publik dan
pemberdayaan masyarakat, membangun dan menegakkan demokrasi, mencari
kebenaran, melakukan koreksi dan kontrol sosial, dan bersikap independen.

Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara


lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan
menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak
menonjolkan unsur sadistis, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan
antargolongan, serta tidak membuat berita bohong, fitnah, dan cabul.

Lembaga penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wajib tunduk


pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

Lembaga penyiaran wajib menerapkan prinsip praduga tak bersalah dalam


peliputan dan/atau menyiarkan program siaran jurnalistik.

Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dalam proses produksi


program siaran jurnalistik untuk tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun
internal termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran.

Lembaga penyiaran dapat melakukan pencegatan di ruang publik maupun


ruang privat. Narasumber berhak menolak untuk berbicara dan/atau diambil
gambarnya saat terjadi pencegatan. Lembaga penyiaran tidak boleh
menggunakan hak penolakan narasumber sebagai alat untuk menjatuhkan

Broadcasting dan Perfilman | 43


narasumber atau objek dari suatu program siaran. Lembaga penyiaran tidak
boleh melakukan pencegatan dengan tujuan menambah efek dramatis pada
program faktual. Pencegatan dilakukan dengan tidak menghalang-halangi
narasumber untuk bergerak bebas.

Lembaga penyiaran dalam peliputan dan/atau menyiarkan program siaran


jurnalistik tentang terorisme, wajib menghormati hak masyarakat untuk
memperoleh informasi secara lengkap dan benar; tidak melakukan labelisasi
berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau antargolongan terhadap pelaku,
kerabat, dan/atau kelompok yang diduga terlibat; dan tidak membuka dan/atau
mendramatisir identitas kerabat pelaku yang diduga terlibat.

Lembaga penyiaran yang melakukan peliputan program jurnalistik dengan


menggunakan rekaman tersembunyi wajib mengikuti ketentuan sebagai
berikut:

1) Memiliki nilai kepentingan publik yang tinggi dan kepentingannya jelas;

2) Dilakukan di ruang publik;

3) Digunakan untuk tujuan pembuktian suatu isu dan/atau pelanggaran yang


berkaitan dengan kepentingan publik;

4) Dilakukan jika usaha untuk mendapatkan informasi dengan pendekatan


terbuka tidak berhasil;

5) Tidak disiarkan secara langsung; dan

6) Tidak melanggar privasi orang-orang yang kebetulan terekam.

Lembaga penyiaran wajib menjelaskan terlebih dahulu secara jujur dan terbuka
kepada narasumber dan/atau semua pihak yang akan diikutsertakan dalam
suatu program siaran untuk mengetahui secara baik dan benar tentang acara
yang melibatkan mereka.

Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan materi program siaran langsung


maupun tidak langsung yang diproduksi tanpa persetujuan terlebih dahulu dan
konfirmasi narasumber, diambil dengan menggunakan kamera dan/atau
mikrofon tersembunyi, atau merupakan hasil rekaman wawancara di telepon,
kecuali materi siaran yang memiliki nilai kepentingan publik yang tinggi.

44 | Broadcasting dan Perfilman


Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan materi siaran yang mengandung
tindakan intimidasi terhadap narasumber.

Pencantuman identitas narasumber dalam program siaran wajib mendapat


persetujuan narasumber sebelum siaran. Lembaga penyiaran wajib
menghormati hak narasumber yang tidak ingin diketahui identitasnya jika
keterangan atau informasi yang disiarkan dipastikan dapat mengancam
keselamatan jiwa narasumber atau keluarganya, dengan mengubah nama,
suara, dan/atau menutupi wajah narasumber.

Lembaga penyiaran tidak boleh mewawancarai anak-anak dan/atau remaja


berusia di bawah umur 18 tahun mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka
untuk menjawabnya, seperti: kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua
dan keluarga, serta kekerasan, konflik, dan bencana yang menimbulkan
dampak traumatik. Wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan
anak-anak dan/ atau remaja yang menjadi narasumber; dan wajib
menyamarkan identitas anak-anak dan/atau remaja dalam peristiwa dan/atau
penegakan hukum, baik sebagai pelaku maupun korban.

Lembaga penyiaran wajib mencantumkan sumber informasi atau narasumber


yang dikutip dalam setiap program yang disiarkan, kecuali sumber informasi
atau narasumber meminta agar identitasnya disamarkan.

Lembaga penyiaran dalam menyiarkan program siaran wajib memiliki dan


mencantumkan hak siar. Kepemilikan hak siar harus disebutkan secara jelas
dalam setiap program siaran.

f. Program Siaran

Lembaga penyiaran berlangganan wajib memuat paling sedikit 10% (sepuluh


per seratus) dari kapasitas saluran untuk menyalurkan program siaran produksi
lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran swasta lokal.

Lembaga penyiaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang


mengatur tentang periklanan dan berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.

Waktu siaran iklan niaga lembaga penyiaran swasta paling banyak 20% (dua
puluh per seratus) dari seluruh waktu siaran setiap hari. Waktu siaran iklan
layanan masyarakat paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari siaran iklan

Broadcasting dan Perfilman | 45


niaga setiap hari. Materi siaran iklan wajib mengutamakan penggunaan sumber
daya dalam negeri. Lembaga penyiaran wajib menyediakan slot iklan secara
cuma-cuma sekurang-kurangnya 50% (lima puluh per seratus) dari seluruh
siaran iklan layanan masyarakat per hari untuk iklan layanan masyarakat yang
berisi: keselamatan umum, kewaspadaan pada bencana alam, dan/atau
kesehatan masyarakat, yang disampaikan oleh badan-badan publik. Lembaga
penyiaran wajib memberikan potongan harga khusus sekurang-kurangnya 50%
(lima puluh per seratus) dari harga siaran iklan niaga dalam slot iklan layanan
masyarakat lainnya.

Lembaga penyiaran dapat menyiarkan program siaran asing dengan tunduk


pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Durasi relai siaran untuk
acara tetap yang berasal dari luar negeri dibatasi paling banyak 5% (lima per
seratus) untuk jasa penyiaran radio dan paling banyak 10% (sepuluh per
seratus) untuk jasa penyiaran televisi dari seluruh waktu siaran per hari, kecuali
siaran pertandingan olahraga yang mendunia yang memerlukan perpanjangan
waktu.

Lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan


Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah, wajib bersikap adil
dan proporsional terhadap para peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan
Umum Kepala Daerah, tidak boleh bersikap partisan terhadap salah satu
peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah serta tidak
boleh menyiarkan program siaran yang dibiayai atau disponsori oleh peserta
Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah.

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Pedoman Perilaku Penyiaran

46 | Broadcasting dan Perfilman

Anda mungkin juga menyukai