Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasarkan perikemanusiaan,

keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban,

keadilan, gender dan non diskriminatif dan norma-norma agama.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Terwujudnya masyarakat

yang sehat merupakan salah satu faktor penunjang terbentuknya Negara Indonesia

yang sejahtera, makmur, dan tentram. Oleh karena itu, setiap masyarakat harus

memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang optimal dan merata. Kesehatan yang optimal dan merata

dapat diwujudkan dalam berbagai upaya kesehatan.

Berdasarkan peraturan pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang kefarmasian,

apotek merupakan suatu tempat dilakukannya pekejaan kefarmasian dan penyaluran

perbekalan farmasi kepada masyarakat yang dipimpin oleh seorang Apoteker yang

1
disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA). Seorang Apoteker harus memiliki

wawasan yang luas, keterampilan yang memadai mengenai pelayanan kefarmasian,

manajemen apotek, serta kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga dapat

memberikan informasi yang benar kepada masyarakat luas maupun tenaga kesehatan

lainnya. Selain dilakukan oleh apoteker pekerjaan kefarmasian juga dibantu oleh

tenaga teknis kefarmasian atau biasa disebut asisten apoteker.

Tenaga teknik kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam

menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri dari atas sarjana farmasi, alimadyah

farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi. Tenaga teknik kefarmasian

harus memiliki keterampilan dan kemampuan yang baik dalam menjalankan tugas

serta tanggung jawab yang diembankan agar dapat memberikan pelayanan

kefarmasian yang optimal kepada pasien serta mempunyai sikap dan perilaku yang

sesuai dengan etika dan kode etik profesi.

Mengingat pentingnya peran seorang Apoteker dan tenaga kefarmasian

tersebut, maka dari itu, program studi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

(STIFARM) Padang melakukan suatu upaya berupa pengalaman kerja yang dikenal

sebagai Praktek Kerja Farmasi (PKF). Pada sisi lain PKF juga berguna sebagai sarana

pengenalan lapangan kerja dan informasi di bidang pendidikan terutama kesehatan.

2
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

1. Mahasiswa mapu memahami dan mengenal dunia kerja segala aspek yang

terkait di bidang kefarmasian.

2. Mahasiswa mampu memahami tugas dan peran farmasi di lingkungan

Apotek.

3. Mahasiswa mampu memahami pelaksanaan pelayanan kefarmasian di

Apotek.

4. Mahasiswa mampu memahami dasar ilmu farmasi dan aplikasinya dalam

pelayanan kefarmasian.

5. Mahasiswa mampu menerapkan materi yang telah di dapatkan selama

perkuliahan.

1.2.2 Tinjauan Khusus

1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah terkait obat dan alternatif

solusinya untuk mengoptimalkan terapi.

2. Mahasiswa mampu memahami pelayanan sediaan farmasi dan alat

kesehatan dengan baik sesuai prosedur.

3. Mahasiswa mampu memahami bagaimana cara menyiapkan dan meracik

sediaan farmasi yang aman, efektif, stabil dan bermutu sesuai prosedur.

3
4. Mahasiswa mampu mencari atau menelusuri kembali, menganalisis,

mengevaluasi, mensintesis, mengdesiminasi informasi terkait obat dan

sediaan farmasi lainnya.

5. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam

menjalankan pekerjaan kefarmasian.

6. Mahasiswa mampu berkomunikasi dan membangun hubungan

iterpersonal dengan berbagai pihak.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Farmasi (PKF)

1. Mahasiswa dapat memahami peran, fungsi dan tugas farmasis di apotek.

2. Mahasiswa dapat Memahami bagaimana sistem administrasi, sistem

pengelolaan obat, manajemen dan lain-lain.

3. Mahasiswa dapat membandingkan ilmu yang dipelajari dengan kenyataan

yang dialami di lapangan, yaitu mampu melaksanakan standar pelayanan

farmasi di apotek, khususnya masyarakat pada umumnya.

4. Dapat menambah pengetahuan mengenai aplikasi ilmu farmasi dan

menumbuhkembangkan sikap mandiri, kreatif dan inovatif.

5. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran yang luas dan jelas mengenai seluruh

manajerial dan pelayanan farmasi di apotek dan menjamin penggunaan obat

yang rasional dalam hal pengabdian masyarakat (pharmaceutical care).

4
BAB II

TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Definisi Apotek

Menurut peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 9 tahun 2017

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian

oleh Apoteker.

2.1.1 Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Sedangkan tenaga kefarmasian adalah

tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga

teknis kefarmasian.

2.1.2 Tenaga Teknis Kefarmasian

Menurut Peraturan Pemerintah RI no. 51 tahun 2009 Tenaga Teknis

Kefarmasian adalah Tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan

Kefarmasian terdiri dari: Sarjana Farmasi, ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan

Tenaga Menengah farmasi atau Asisten Apoteker.

2.1.3 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab

kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai

hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

5
2.2 Fungsi Apotek

Ditinjau dari keberadaannya, apotek mempunyai fungsi yaitu :

a. Fungsi apotek secara sosial

 Sarana farmasi yang melakukan peracikan, pengobatan bentuk,

pencampuran dan penyerahan obat, atau bahan obat.

 Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang

diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

b. Fungsi apotek secara ekonomi

Salah satu sarana untuk menghasilkan laba dan menjaga kelangsungan usaha

serta untuk membayar biaya operasional apotek, juga untuk mencari nafkah bagi

Apoteker, Asisten Apoteker dan pegawainya seperti kasir

2.3 Perbekalan Farmasi

Perbekalan farmasi yang disalurkan oleh apotek meliputi obat, bahan obat, obat

tradisional dan kosmetika.

2.3.1 Pengelolaan Obat

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

a. Obat Bebas

6
Obat bebas adalah obat lain yang boleh beredar dan tidak dinyatakan

sebagai Narkotika dan Psikotropika. Obat bebas memiliki tanda khusus

dengan lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh :

Promag

Mylanta

Vitamin C

Obat Batuk Hitam

Minyak Kayu Putih

Antasid

Bodrexin

Entrostop

Penandaan :

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas atau obat yang termasuk dalam daftar “W”, menurut

bahasa Belanda “W”, singkatan dari “Warschuwing” artinya peringatan.

Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada

pemakainya tanpa resep dokter bila mana mempunyai persyaratan sebagai

berikut :

Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkus asli dari pabriknya.

7
Pada penyerahannya obat pembuat atau penjual harus mencantumkan

tanda peringatan yang tercetak sebagai contoh.

Obat bebas terbatas mempunyai tanda khusus lingkaran biru dengan garis

tepi berwarna hitam, berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm, dan menurut

pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :

P. No. 1 : Awas ! Obat Keras

Bacalah aturan pakai

P. No. 2 : Awas ! Obat Keras

Hanya untuk kumur, jangan ditelan

P. No. 3 : Awas ! Obat Keras

Hanya untuk bagian luar dari badan

P. No. 4 : Awas ! Obat Keras

Hanya untuk dibakar

P. No. 5 : Awas ! Obat Keras

Tidak boleh ditelan

P. No. 6 : Awas ! Obat Keras

Obat wasir, jangan ditelan

Penandaan :

8
Contoh :

CTM

Vitamin E

Betadine

Mixagrip

Decolgen

Vicks Formula 44

c. Obat Keras

Obat keras adalah :

1. Semua yang pada pembungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan

bahwa obat hanya diserahkan dengan resep dokter.

2. Semua obat baru, terkecuali oleh Departemen Kesehatan telah

dinyatakan tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan

kesehatan manusia.

3. Semua obat yang sedemikian rupa yang nyata-nyata dipergunakan

secara parental baik dengan suntikan maupun pemakaian dengan

pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan yang diizinkan

menguasai obat keras untuk dijual hanya PBF dan apotek.

4. Semua obat yang tercantum dalam obat keras, obat itu sendiri dalam

substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali

9
apabila di belakang nama obat disebutkan ketentuan lain atau ada

pengecualian daftar obat bebas terbatas.

Tanda khusus untuk obat keras daftar “G”, yaitu lingkaran bulat berwarna

merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh

garis tepi.

Penandaan :

Contoh :

Antalgin

Amoxan

Impugan

Myostatin

Corpamil

d. Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari

tumbuhan atau hewan, hewan mineral, sediaan gelanik atau campuran dari

bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman. Kode nomor pendaftaran untuk obat

tradisional sebagai berikut :

(1) TR : Obat tradisional produksi dalam negeri

10
(2) TL : Obat tradisional produksi dalam negeri atau lisensi

Contoh :

Jamu kejibeling

Antangin JRG

Diapet

Sari temulawak

Kuku bima ginseng

Kiranty

e. Obat Psikotropika

Menurut UU No. 5 tahun 1997 Obat psikotropika adalah zat atau obat,

baik alamiah atau sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif

pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan

khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Penandaan :

Contoh :

Diazepam

Alprazolam 0,5 mg

11
f. Obat Narkotika

Menurut UU Narkotika no 35 tahun 2009 adalah Narkotika dinefisikan zat

atau bahan yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis

maupun semi-sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan fisik maupun psikis.

Penandaan :

Contoh :

Tanaman Papaver somniferum

Codein 10 mg

Morfin

Opium

Heroin

2.3.2 Pengelolaan Obat Wajib Apotek (OWA)

Selain memproduksi obat generik, untuk memenuhi keterjangkauan pelayanan

kesehatan khususnya akses obat, pemerintah mengeluarkan kebijakan Obat Wajib

Apoteker (OWA). OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker

Pengelola Apotek (APA) kepada pasien.

12
Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan keputusan

Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan

diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek

tercantum dalam :

1) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat

Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1

2) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar

Obat Wajib Apotek No. 2

3) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar

Obat Wajib Apotek No. 3

Dalam peraturan ini disebutkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan masyarakat

dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu

ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat,

aman dan rasional. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional

dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan disertai dengan

informasi yang tepat sehingga menjamin penggunaan yang tepat dari obat tersebut.

Oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi,

Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan

dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri. Walaupun APA boleh memberikan

obat keras, namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA.

13
1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama,

alamat, umur) serta penyakit yang diderita.

2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada

pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan

hanya boleh diberikan 1 tube.

3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi,

kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang

mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut

timbul.

Obat Owa terdiri dari beberapa jenis yaitu :

Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat,

maka obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi

kebanyakan penyakit yang diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam

mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep

oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat KB hormonal.

Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat

diserahkan:

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah

usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada

kelanjutan penyakit.

14
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan

oleh tenaga kesehatan.

d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung

jawabkan untuk pengobatan sendiri.

2.3.3 Pengelolaan Obat Narkotika, Psikotropika

2.3.3.1 Pengelolaan Narkotika

Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika

dapat didefinisikan sebagai suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,

dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Dalam rangka mempermudah pengawasan penggunaan Narkotika di wilayah

Indonesia maka Pemerintah menetapkan PT. Kimia Farma sebagai satu-satunya

perusahaan yang diizinkan untuk memproduksi, mengimpor dan mendistribusikan

narkotika di Indonesia. Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan:

a. Pemesanan Narkotika

Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi

(PBF) Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA dengan

menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana tiap jenis pemesanan narkotika

15
menggunakan satu surat pesanan yang dilengkapi dengan nomor SIK apoteker dan

stempel apotek.

b. Penerimaan Narkotika

Penerimaan narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan

sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah

sebelumnya dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima

dilakukan pemeriksaan yang meliputi nama Apotek, nama obat, No.batch, tanggal

kadaluwarsa dan jumlah narkotika yang dipesan.

c. Penyimpanan Narkotika

Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35 tahun 2009

pasal 14 ayat (1). Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Permenkes

No 3 tahun 2015, persyaratan lemari narkotika :

1. Terbuat dari bahan yang kuat;

2. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda;

3. Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi Farmasi

Pemerintah;

4. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk apotek,

instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, instalasi farmasi klinik, dan lembaga

ilmu pengetahuan;

16
5. Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggungjawab/ apoteker yang

ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

d. Pelayanan Resep Narkotika

Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan resep dokter dengan

ketentuan berdasarkan surat edaran BPOM No.336/EE/SE/1977 antara lain

dinyatakan:

 Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) undang-undang no. 9 tahun 1976 tentang

narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,

walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.

 Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama

sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya

boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep aslinya.

 Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama

sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep

yang mengandung narkotika.

 Resep narkotika yang masuk dipisahkan dari resep lainnya dan diberi garis merah

dibawah obat narkotika.

e. Pelaporan Narkotika

Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) dinyatakan

bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi

pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan,

17
dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan

menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika

yang berada dalam penguasaannya. Laporan tersebut meliputi laporan pemakaian

narkotika dan laporan pemakaian morfin dan petidin. Pelaporan penggunaan

narkotika dilakukan setiap bulan. Laporan penggunaan obat narkotika dilakukan

melalui online SIPNAP ( Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika ).

 Pemusnahan Narkotika

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015 pasal 37 disebutkan

bahwa pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal:

 Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau

tidak dapat diolah kembali

 Kadaluarsa

 Tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan

atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan termasuk sisa penggunaan;

 Berkaitan dengan tindak pidana

Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, pemusnahan

narkotika dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan usaha yang bertanggung

jawab atas produksi dan atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu serta

lembaga ilmu pengetahuan dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh

Menteri Kesehatan.

18
Pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek yang memusnahkan

narkotika harus membuat berita acara pemusnahan paling sedikit 3 rangkap. Berita

acara pemusnahan tersebut memuat:

 Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.

 Tempat pemusnahan

 Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan;

 Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana

tersebut;

 Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.

 Cara pemusnahan.

 Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan;

 Pelanggaran Terhadap Ketentuan Pengelolaan Narkotika

Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan

bahwa pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan

narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan, yang berupa:

teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau

pencabutan izin.

19
2.3.3.2 Pengelolaan Psikotropika

Psikotropika menurut Undang-undang No. 3 Tahun 2015 merupakan

zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Tujuan dari pengaturan psikotropika ini sama dengan narkotika, yaitu:

1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan

ilmu pengetahuan.

2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.

3. Memberantas peredaran gelap psikotropika.

Pelaksanaan pengelolaan psikotropika di Apotek meliputi:

a. Pemesanan Psikotropika

Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan obat

lainnya yakni dengan surat pemesanan yang sudah ditandatangani oleh APA yang

dikirim ke pedagang besar farmasi (PBF). Pemesanan psikotropika menggunakan

surat pesanan khusus psikotropika. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam

Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan

psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit,

puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan

psikotropika dapat terdiri dari lebih dari satu jenis obat psikotropika.

20
b. Penyimpanan Psikotropika

Penyimpanan obat-obatan golongan psikotropika belum diatur dengan suatu

perundang-undangan. Namun karena obat-obatan psikotropika ini cenderung untuk

disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan psikotropika tersebut

dalam suatu rak atau lemari khusus yang terpisah dengan obat-obat lain, tidak harus

dikunci dan membuat kartu stok psikotropika.

c. Pelayanan Psikotropika

Pelayanan psikotropika oleh apotek hanya dilakukan kepada apotek lainnya,

rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pasien berdasarkan

resep dokter.

d. Pelaporan Psikotropika

Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan

dengan psikotropika dan melaporkannya setiap bulannya melalui SIPNAP (Sistem

Pelaporan Narkotika Dan Psikotropika). Laporan meliputi laporan pemakaian

psikotropika untuk bulan bersangkutan ( meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan,

satuan, persediaan awal bulan, pemakaian dan persediaan akhir).

e. Pemusnahan Psikotropika

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika, pemusnahan

psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa

memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan

21
dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan

pada pelayanan kesehatan dan atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat

yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara

pemusnahan tersebut memuat:

1. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.

2. Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek.

3. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek

4. Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan.

5. Cara pemusnahan.

6. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi

2.3.4 Pengelolaan Alat Kesehatan

Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak

mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan

dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada

manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

Contoh :

Kasa pembalut

Hansaplast

Sterile Syringe

Alkohol

22
Kapas

2.3.5 Pengelolaan Kosmetik

Menurut Permenkes RI No 445/Menkes/Per/v/1998. Kosmetika adalah

sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis,

rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk

membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya

tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk

mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

1.Lipstik

2.Parfum

3.Shamppo

4. Hair tonic

5.Hand and body lation

Untuk memproduksi kosmetika harus memperoleh izin dan memenuhi

persyaratan keselamatan dan kesehatan ,standar mutu yang ditetapkan mentri

kesehatan yaitu CPOB (cara pembuatan obat yang benar)

Contoh Bahan yang diizinkan dalam kosmetika:

 Auminium sulfat

 Belerang

 Asam borat

23
 Hidrokinon

 Formaida

2.3.6 Bahan Medis Habis Pakai

Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk

penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

2.4 Perlengkapan Apotek

Perlengkapan apotek yang ada di Apotek Madya I yaitu :

1. Lemari terkunci, tempat penyimpanan psikotropika.

2. Meja racikan untuk meracik obat.

3. Lemari kaca, untuk penyimpanan obat.

4. Lemari es, untuk menyimpan obat yang mudah rusak (meleleh).

5. Kursi tunggu, tempat orang menunggu ketika resep dikerjakan.

6. Lumpang dan stamfer serta perlengkapan untuk meracik obat dan lainnya.

7. Timbangan obat.

8. Meja kasir.

9. Lemari sediaan obat.

2.5 Pendirian Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017 pasal 3 apoteker dapat

mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik

24
perorangan maupun perusahaan. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek

bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap

dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.

Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:

2.5.1 Lokasi

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di

wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan kefarmasian.

2.5.2 Bangunan

Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan

kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan

keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anakanak, dan

orang lanjut usia. Bangunan Apotek harus bersifat permanen. Bangunan

bersifat permanen sebagaimana dimaksud dapat merupakan bagian dan/atau

terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah

susun, dan bangunan yang sejenis.

2.5.3 Sarana, prasarana, dan peralatan

Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:

1. penerimaan Resep

2. pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

3. penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

25
4. konseling

5. penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dan

6. arsip.

Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:

1. instalasi air bersih

2. instalasi listrik

3. sistem tata udara

4. sistem proteksi kebakaran.

2.5.4 Ketenagaan

1. Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh

Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.

2. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

2.6 Syarat pendirian Apotek

Untuk mendirikan apotek para pemilik apotek harus memenuhi persyaratan yang

berlaku sesuai dengan yaitu:

1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.

2. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota.

3. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa SIA.

26
4. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi

persyaratan.

2.7 Perizinan Tenaga Kefarmasian

Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya

disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga

Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis

Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK adalah surat izin praktik yang

diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan

kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian

wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud

berupa:

a. STRA bagi Apoteker

b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.

STRA dan STRTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikeluarkan oleh

Menteri. STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi

ulang selama memenuhi persyaratan.

Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi

persyaratan:

1. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya

27
2. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki

surat izin praktik

3. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki

STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang

menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian

4. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

kefarmasian.

2.8 Surat Izin Apotek ( SIA )

1. Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis

kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 1.

2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh

Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi:

a. fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli

b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)

c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker

d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan

e. daftar prasarana, sarana, dan peralatan.

3. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan

dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

28
menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap

kesiapan Apotek dengan menggunakan Formulir 2.

4. Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus melibatkan unsur

dinas kesehatan kabupaten/kota yang terdiri atas:

a. tenaga kefarmasian

b. tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.

5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa ditugaskan,

tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi

Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

dengan menggunakan Formulir 3.

6. Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan

dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

menerbitkan SIA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.

7. Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan

masih belum memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

harus mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas)

hari kerja dengan menggunakan Formulir 5.

29
8. Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pemohon dapat melengkapi persyaratan

paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan diterima.

9. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (8), maka Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan dengan menggunakan

Formulir 6.

10. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA

melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Apoteker

pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP

sebagai pengganti SIA.

Penerbitan SIA bersamaan dengan penerbitan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)

untuk Apoteker pemegang SIA. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.

2.9 Perubahan Izin Apotek

1. Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan

pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus

dilakukan perubahan izin.

2. Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau

perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau

nama Apotek, wajib mengajukan permohonan perubahan izin kepada

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

30
3. Terhadap Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau

perubahan nama Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak perlu

dilakukan pemeriksaan setempat oleh tim pemeriksa.

4. Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek yang melakukan

perubahan alamat dan pindah lokasi atau perubahan Apoteker pemegang SIA

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13.

2.10 Pengalihan tanggung jawab

1. Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal dunia, ahli waris Apoteker

wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

2. Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus menunjuk Apoteker lain untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga)

bulan.

3. Apoteker lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan

secara tertulis terjadinya pengalihan tanggung jawab kepada Pemerintah

Daerah kabupaten/kota dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh

empat) jam dengan menggunakan Formulir 7.

4. Pengalihan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai

penyerahan dokumen Resep Apotek, narkotika, psikotropika, obat keras,

dan kunci penyimpanan narkotika dan psikotropika.

31
2.11 Pencabutan Izin Apotek

Pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2017

tentang apotek dapat dikenai sanksi administratif berupa:

a. Peringatan tertulis

b. Penghentian sementara kegiatan

c. Pencabutan SIA

Mekanisme pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek :

1) Pencabutan SIA dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota

berdasarkan hasil pengawasan dan rekomendasi Kepala Balai POM.

2) Pelaksanaan pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan teguran tertulis

berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 1

(satu) bulan.

3) Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan jiwa,

SIA dapat dicabut tanpa peringatan terlebih dahulu.

4) Keputusan Pencabutan SIA oleh pemerintah daerah kabupaten/kota

disampaikan langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada Direktur

Jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi, dan Kepala Badan

5) Dalam hal SIA dicabut selain oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, selain

ditembuskan kepada Direktur Jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi, dan

Kepala Badan, juga ditembuskan kepada dinas kabupaten/kota.

32
2.12 Papan Nama Apotek

Menurut Permenkes No 9 tahun 2017 tentang Apotek, Apotek wajib

memasang papan nama yang terdiri atas:

a. Papan nama apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai nama

apotek, nomor SIA, dan alamat

b. Papan nama praktik apoteker, yang memuat paling sedikit informasi mengenai

nama apoteker, nomor SIPA dan jadwal praktik apoteker.

c. Papan nama harus dipasang di dinding bagian depan bangunan atau

dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah terbaca.

d. Jadwal praktik apoteker harus berbeda dengan jadwal praktik apoteker yang

bersangkutan di fasilitas kefarmasian lain.

33
BAB III

TINJAUAN KHUSUS APOTEK MADYA I

3.1 Sejarah Apotek Madya I

Apotek Madya I terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 96 padang. Apotek

ini berdiri sejak tanggal 17 November 1997. Pemilik Sarana Apotek (PSA) ini yaitu

bapak Drs. Heppymen yang menjabat sekaligus sebagai direktur di Apotek Madya I

dengan no. SIA 64/SIAP/BPMPTSP/X/2016 dan Apoteker Penanggung Jawab

Apotek (APA) bapak Drs. Surendra, Apt., M.Kes dengan no SIPA

1958070722/SIPA-13.71/2016/1.96.

Apotek Madya I memiliki dua tenaga teknis kefarmasian dan dua bagian

administrasi. Apotek Madya I terketak di jalur lalu lintas yang ramai dan berada dekat

dengan beberapa Rumah Sakit diantaranya RSUP. M. Djamil Padang, RS Yos

Sudarso Padang dan beberapa klinik swasta lainnya sehingga menjadikan apotek

Madya I sebagai salah satu tempat yang strategis. Apotek Madya I bekerja sama

dengan beberapa dokter salah satu nya dokter spesialis yaitu dr. Hj.Sri Lestari KS,

SpKK (K). Praktek dokter ini dibuka setiap hari senin sampai jumat dimulai pukul

17:00 sampai selesai.

3.2 Disiplin Kerja

Pekerjaan Apotek Madya I memiliki dua shift, yaitu :

1. Shift Pagi (08.00 sampai dengan 15.00)

2. Shift Siang (15.00 sampai dengan 22.00)

34
3.3 Struktur Organisasi Apotek Madya I

Dalam melaksanakan tugas sehari-hari Apotek Madya I memiliki strukur

organisasi :

Struktur Organisasi Apotek Madya I

Apoteker Pengelola Apotek Pemilik Sarana Apotek


Drs. Surendra., Apt. M.kes Drs. Heppymen
A A

Administrasi (Tata Usaha)


Rita Harlinda
A

Asisten Apoteker Asisten Apoteker


Faradilla Rasid Lutfia Kurnia

Kasir Kasir
Selvi Hestia M. Ridwan

GUDANG
Warnik

35
3.4 Aspek Pengelolaan Sumber Daya

3.4.1 Apoteker Penanggung Jawab Apotek

Apoteker Pengelola Apotek sebagai apoteker yang bertanggungjawab

terhadap pekerjaan kefarmasian di Apotek mempunyai kewajiban melaksanakan

semua pekerjaan demi kelangsungan jalannya apotek, yang meliputi :

 Secara umum bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang

menyangkut kefarmasian

 Memimpin, menentukan kebijakan, melaksanakan pengawasan dan

pengendalian Apotek sesuai undang-undang yang berlaku.

 Mengawasi mutu dan kualitas obat

 Membuat laporan-laporan meliputi

Laporan pemakaian obat narkotika dan obat psikotropika

Laporan pemusnahan obat dan resep.

 Melayani resep

 Memberikan informasi obat dan konseling kepada pasien;

 Mengontrol dan mengkoordinasi kerja tenaga teknis kefarmasian.

3.4.2 Tenaga Teknis Kefarmasian

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam

menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya

Farmasi dan Analis Farmasi.

36
Tenaga Teknis Kefarmasian bertanggungjawab dalam hal teknis di apotek.

Seorang tenaga teknis kefarmasian memiliki keahlian, keterampilan dan pengetahuan

kefarmasian. Tugas-tugas Tenaga Teknis Kefarmasian diantaranya adalah:

Membuat dan meracik obat sesuai dengan resep dokter.

Membuat kwitansi atau salinan resep untuk obat yang hanya ditebus

sebagian atau bila diperlukan pasien.

Pemesanan dan pembelian obat setelah disetujui oleh APA.

Menyusun, mencatat dan memeriksa alur masuknya obat-obatan dengan

mencatat secara rutin pada kartu stok.

Mencatat dan merinci jumlah keluar masuknya obat narkotika, obat

psikotropika, obat keras dan obat generik untuk dibuat laporan

pemakaiannya oleh APA.

Melayani penjualan obat bebas dan merangkap sebagai penerima resep

dan penyerahan obat kepada pasien.

3.4.3 Sarana dan Prasarana Di Apotek Madya I

Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek

dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai serta kelancaran praktik pelayanan kefarmasian. Menurut Permenkes No 73

tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian diapotek, sarana dan prasarana

yang diperlukan diapotek memiliki fungsi :

37
a. Ruang penerimaan resep

Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan

resep, 1 (satu) set meja dan kursi serta 1 (satu) set komputer. Ruang

penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat

oleh pasien.

b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas

meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan

sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air

minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat,

lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label

obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang

cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).

c. Ruang penyerahan obat

Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat

digabungkan dengan ruang penerimaan resep.

d. Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi

konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu

konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.

38
e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai.

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,

kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan

keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/ lemari

obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan

khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus,

pengukur suhu dan kartu suhu.

Peralatan Apotek lainnya :

1. Wadah pengemas dan pembungkus

 Etiket untuk pemakaian luar dan dalam

 Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat

2. Alat administrasi

- Blanko pesanan obat

- Blanko kartu stok obat

- Blanko salinan resep

- Blanko kwitansi

- Blanko faktur dan blanko nota penjualan

- Buku defecta

- Buku pengiriman

- Buku pencatatan narkotika

39
- Buku pemesanan obat narkotika

- Buku pembukuan keuangan

- Formulir laporan obat narkotika

- Formulir laporan obat psikoropika

- Alat-alat tulis dan kertas

3. Buku standar yang diwajibkan adalah

a. Farmakope Indonesia Edisi yang terbaru 1 (satu) buah;

b. Kumpulan peraturan perundang-undangan kefarmasian;

c. Buku Informasi Spesialite Obat (ISO).

3.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi di Apotek Madya I

3.5.1 Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,

budaya dan kemampuan masyarakat. Apotek Madya I melakukan perencanaan

berdasarkan jumlah obat yang digunakan atau yang biasa dipakai dalam praktek

dokter, selain itu apotek Madya I juga melakukan perencanaan berdasarkan

lingkungan sekitar baik dari segi ekonomi maupun pola penyakit.

3.5.2 Pengadaan

Menurut peratutan pemerintan no 73 tahun 2016 pengadaan bertujuan Untuk

menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus

melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

40
Apotek Madya I melakukan pengadaan setiap barang atau stok yang ada hampir

habis dan dapat langsung dipesan Pemesanan barang dilakukan dengan mengamprah

semua barang yang diperlukan ke gudang Apotek Madya I, selain itu dapat juga

dengan jalan melakukan pemesanan ke PBF. Apotek Madya I memesan barang pada

± 28 PBF. Hal yang dipertimbangkan dalam pengadaan barang yaitu program

(diskon), penggunaan,indikasi yang diberikan.

Berdasarkan analisis pareto, barang di apotek dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Klasifikasi A: 20% dari jumlah jenis barang yang terjual memberikan

kontribusi 80% terhadap omzet penjualan. Barang klasifikasi A ini merupakan

prioritas utama, wajib dipesan dan tidak boleh datang terlambat. Barang klasifikasi

ini harus selalu dipantau dan jangan sampai stoknya kosong.

b. Klasifikasi B: 75% dari jumlah jenis barang memberikan kontribusi 15%

terhadap omset penjualan.

c. Klasifikasi C : 5% dari jumlah jenis barang yang terjual memberikan

kontribusi 5% terhadap omzet penjualan. Klasifikasi C merupakan prioritas kedua

setelah klasifikasi A karena meskipun memberikan kontribusi yang kecil, namun

barang-barang ini yang membuat apotek memiliki dikenal sebagai apotek yang

lengkap.

Dalam keberjalanannya, analisis pareto perlu dibantu dengan sistem manual

atau defekta. Defekta merupakan buku yang berisi catatan atau data obat yang jumlah

stoknya telah mencapai jumlah minimal atau hampir habis.

41
3.5.3 Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,

jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan

kondisi fisik yang diterima. Kondisi yang diperiksa :

Memeriksakan jumlah barang yang diterima, apakah sudah sesuai dengan jumlah

yang dipesan (dicek dengan melihat faktur yang diterima).

Memeriksa tanggal kadaluarsa obat tersebut.

Memeriksa kemasan obat tersebut.

Bila ada yang rusak atau tidak sesuai dengan pesanan langsung dikembalikan

ke PBF yang bersangkutan. Jika sesuai dengan persyaratan maka faktur distempel dan

diparaf oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang bersangkutan. Setelah barang diterima

kemudian dicatat pada buku penerimaan barang, dicatat dibuku stok gudang dan

harian. Untuk penerimaan obat narkotika, psikotropika, dan prekursor dilakukan oleh

apoteker/TTK yang didelegasikan.

Penjualan dan pelayanan perbekalan farmasi di Apotek Madya I dilakukan dengan

cara melayani pembeli obat, baik obat bebas maupun obat yang ditebus dengan resep dokter.

Untuk menjaga agar jumlah konsumen tidak mengalami penurunan, maka pelayanan

terhadap konsumen di apotek perlu ditingkatkan antara lain dengan cara :

Bersikap ramah dan sopan santun kepada pembeli sehingga pembeli senang

untuk datang ke apotek kita.

Memberikan pelayanan kepada pasien secara cermat dan teliti.

42
Menginformasikan khasiat dan cara pemakaian efek sampingnya.

Menjaga kelengkapan sediaan farmasi berupa obat, alat kesehatan dan

perbekalan farmasi lainnya.

Menjaga kebersihan dan kerapian susunan barang berupa obat, alat kesehatan

dan perbekalan farmasi lainnya yang ada di lemari atau etalase.

Menyediakan perbekalan farmasi yang terjangkau masyarakat.

3.5.4 Penyimpanan

1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka

harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas

pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor

batch dan tanggal kadaluwarsa.

2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga

terjamin keamanan dan stabilitasnya.

3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang

lainnya yang menyebabkan kontaminasi

4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan

kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.

5. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO

(First In First Out).

Penyusunan barang pada apotek Madya I sebagai berikut :

43
1. Kapsul, tablet dan kaplet dalam bentuk obat merk dagang disimpan dalam

kemasan kemudian disusun berdasarkan abjad pada rak yang tersedia,

2. Obat-obat berbentuk sirup disimpan dalam kemasannya dan disusun berdasarkan

abjad pada rak yang tersedia;

3. Obat tetes mata, tetes telinga, salep, krim dan injeksi, disimpan dalam

kemasannya masing-masing dan disusun pada rak yang berbeda dan berdasarkan

abjad

4. Obat generik disusun berdasarkan abjad pada rak

5. Obat-obat yang penyimpanannya memerlukan kondisi khusus seperti vaksin dan

suppositoria disimpan dalam lemari pendingin

6. Obat-obat narkotik dan obat psikotropika disimpan dalam lemari khusus yang

terkunci

7. Bahan baku untuk keperluan peracikan, alat-alat peracikan dan wadahnya

disimpan tersendiri dekat dengan meja peracikan

8. Obat-obat bebas dan peralatan kesehatan disusun dalam etalase pada bagian

penerimaan resep

9. Perlengkapan lainnya seperti plastik, sendok sirup dan pipet tetes diletakkan

dalam kotak dekat dengan tempat peracikan.

10. Kemudian ada obat yang disusun berdasarkan khasiat atau kegunaan.

3.5.5 Administrasi

a. Admninistrasi

44
Bagian administrasi bertugas membuat laporan harian, laporan bulanan,

laporan mengenai pajak-pajak yang dibebankan dan membuat laporan tahunan tutup

buku (perhitungan rugi-laba) serta mengurus pembayaran hutang kepada Pedagang

Besar Farmasi (PBF), pembayaran rekening listrik, air dan telepon. Bagian ini

menerima uang dari kasir yang berasal dari penjualan tunai setiap hari dan

bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan apotek secara keseluruhan

b. Bagian Keuangan

Apotek Madya terdiri dari dua kasir yaitu kasir kecil dan kasir besar. Kasir kecil

bertugas menerima dan memasukan semua hasil penjualan tunai setiap hari ke dalam

buku kas dan menyetorkannya kepada kasir besar. Kasir besar merupakan

penanggung jawab dalam pengelolaan apotek secara keseluruhan.

Adapun tugas kasir di Apotek Madya sebagai berikut :

1. Menghitung harga resep yang harus dibayar oleh pasien

2. Menerima uang berdasarkan harga yang telah dihitung

3. Menerima resep dan memberi nomor pada resep serta memberi nomor

antrian pengambilan resep yang bersangkutan

4. Menyerahkan resep pada apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

c. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),

45
penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan

lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal

merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi

keuangan, barang dan laporan lainnya.

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi

pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut

oleh Direktur Jenderal.

3.5.6 Pemusnahan Resep

Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan

bentuk sediaan Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh

Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin

praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan

menggunakan Formulir.

Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-

kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain

yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2

46
sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan

kabupaten/kota.

Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun sudah tiga tahun apotek Madya I tidak melakukan pemusnahan dan

semua barang masih disimpan dalam bentuk utuh.

3.6 Aspek Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan

Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud

memencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

3.6.1 Skrining Resep

1. Persyaratan Administrasi

Saat melakukan prosedur ini, biasanya apoteker akan melakukan penerapan

persyaratan administrasi. Biasanya persyaratan administrasi ini akan menjadi

bukti legal terhadap resep yang telah dikeluarkan oleh dokter. Sehingga obat

yang diberikan kepada pasien juga memberikan manfaat yang sangat

maksimal. Persyaratan yang harus ada dalam resep saat diberikan kepada

pasien :

- Nama, SIP (surat izin Praktek), alamat dokter yang memberikan resep

47
- Memiliki tanggal yang sesuai dengan pemeriksaan

- Dokter mencantumkan tanda tangan secara jelas

- Memiliki keterangan pasien seperti nama, alamat, jenis kelamin, usia dan

berat badan.

- Resep harus memiliki infomasi tambahan tentang cara pemakaian dan

dosis yang dibeikan secara jelas.

- Beberapa dokter juga biasanya memberikan catatan tambahan untuk

ketersngan yamg dibutuhkan apoteker.

2. Kesesuaian Farmasetik

Prosedur ini dilakukan untuk melakukan pemeriksaan fisik maupun informasi

tambahan. Beberapa penyesuaian farmasetik yang diberikan pada resep terdiri

dari :

- bentuk dan kekuatan sediaan

- stabilitas

- kompatibilitas (ketercampuran Obat).

- kesesuaian dosis

- cara memberikan obat dalam jangka waktu tertentu

3. Kesesuaian Farmakologi

 ketepatan indikasi dan dosis Obat

 aturan, cara dan lama penggunaan Obat

 duplikasi dan/atau polifarmasi

48
 reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi

klinis lain

 kontra indikasi dan interaksi.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker

harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan,

pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai

pemberian informasi.

Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan

terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).

Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep akan diatur lebih lanjut

oleh Direktur Jenderal.

3.6.2 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam

pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan

dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain,

pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan

herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda

pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan

penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,

ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

49
1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan

2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet,pemberdayaan masyarakat

(penyuluhan)

3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien

4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang

sedang praktik profesi.

5. melakukan penelitian penggunaan Obat.

6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;

7. melakukan program jaminan mutu.

50
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Masalah Yang Ditemukan Selama PKF

1. Beberapa pasien yang datang memberikan keluhan-keluhan akan penyakitnya

tanpa membawa resep dokter, seakan-akan apotek adalah sarana / tempat

segala pengelola penyakit.

2. Pada saat tertentu stock obat kosong di apotek.

3. Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang datang ke apotek menawarkan harga

yang sejenis dengan harga berbeda.

4. Ada pembeli yang menginginkan obat paten, tentu harga obat tersebut mahal

akan tetapi pasien tidak mau dengan harga mahal

5. Ada beberapa Pasien menginginkan obat dengan merk dan bahkan PT yang

sama tanpa menerima pendapat lainnya.

6. Tidak adanya obat tradisional dan terjadinya penghabisan stock narkotika dan

psikotropika.

7. Tidak terjalankan nya pemusnahan obat yang seharusnya di lakukan setiap

tahunnya

8. Aptek Madya I tidak menyediaan Kosmetik, dan Obat tradisional

51
4.2 Pembahasan Masalah

1. Pasien yang datang dengan berbagai keluhan harus dilayani dengan memberikan

informasi, edukasi kepada pasien atau lebih baik jika pengobatan tidak dapat

ditemukan maka sebaiknya dianjurkan berobat ke dokter.

2. Untuk menghindari hilangnya omset maka stock / kelengkapan obat harus benar-

benar diperhatikan oleh apoteker atau asisten apoteker. Untuk menghindari

kekecewaan dari pasien untuk apotek dapat membeli obat tersebut ke apotek

setempat dengan harga yang lebih murah dan bisa di jankau oleh pasien dan

masyarakat setempat.

3. Sebaiknya apotek memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang menawarkan harga

yang lebih murah tetapi tidak mempengaruhi mutu dan kualitas obat.

4. Sebaiknya apoteker dan asisten apoteker memberikan penjelasan mengenai obat

tersebut bahwasanya obat paten tersebut memang mahal, oleh karena itu dapat

dianjurkan dengan member obat generik yang harganya lebih murah dan

kegunaannya sama.

5. Sebaiknya apotek tersebut menjual obat lebih murah, tidak mengambil untung yang

banyak. Yang penting pasien bisa menjadi pelanggan setia di apotek tersebut.

6. Narkotika dan psikotropika sengaja tidak disediaan oleh Apotek Madya I , mengingat

kurangnya penggunaan obat tersebut dan terjadinya penyalahgunaan oleh konsumen,

konsumen memaksa untuk membeli obat dengan resep dokter yang ditebus sampai 3

kali dalam sehari. Jadi untuk menghindari penyalahgunaan obat golongan narkotika

dan psikotropika stock sangat dibatasi dan tidak dijual sembarangan.

52
7. Pemusnahan belum dilakukan selama tiga tahun terakhir. Sebaiknya apotek Madya I

melakukan pemusnahan sesuai dengan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah

untuk penghindari pencemaran dan penyalahgunaan.

8. Sebaiknya Apotek menjual obat tradisional dan kosmetik

53
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ketelitian sangat diperlukan dalam setiap pekerjaan, karena pekerjaan seorang

Asisten Apoteker menyangkut nyawa manusia.

2. Asisten Apoteker memiliki keterampilan dan keahlian dalam melayani /

membaca resep.

3. Faktor yang sangat mempengaruhi omset di apotek adalah kelengkapan obat

dan harga obat dan tempat / lokasi yang sangat strategis.

4. Asisten Apoteker lebih sabar dalam menghadapi pembeli dan pelayanan yang

baik terhadap pasien sehingga dapat menambah kepercayaan pasien terhadap

suatu apotek.

5. Dengan adanya Praktek Kerja Lapangan (PKL) calon Asisten Apoteker dapat

menemukan masalah yang sering dihadapi dalam suatu apotek dan cara

penyelesaian yang nantinya menjadi persiapan bagi Asisten Apoteker sebelum

terjun ke dunia kerja serta dapat mengetahui cara pemesanan dan penyimpanan

obat, alat kesehatan, obat tradisional dan perbekalan farmasi lainnya yang ada

di apotek.

6. Asisten Apoteker terampil membaca resep dan mengetauhi khsiat obat.

54
7. Asisten Apoteker mampu mengetahui cara pemesanan dan penyimpanan obat,

alat kesehatan, obat tradisional di apotek, agar lebih mudah untuk mengetahui

jenis obat yang tersedia dan mengetahui tempat obat.

8. Sistem penyimpanan barang dagangan di Apotek Fanisa adalah berdasarkan

persediaan atau alfabetis dengan prinsip FIFO (barang duluan masuk, duluan

keluar)

5.2 Saran

1. Agar pembeli tidak menurun, maka pemilik apotek harus meningkatkan

pelayanan dengan melengkapi sediaan obat dan stock obat sesuai dengan

kebutuhan.

2. Sebaiknya juga harus teliti dalam mengasih obat kepada pembeli dan juga

harus mengetahui khasiat obatnya.

3. Sebaiknya penyimpanan narkotika dan psikotropika diperhatikan lagi.

55
56

Anda mungkin juga menyukai