Anda di halaman 1dari 31

Asuhan Keperawatan pada Tn.

S dengan Diagnosa Medis Tetanus

RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya

Dosen Pembimbing: Chita Widia, S.pd.,S.kep.,M,KM

Disusun oleh Kelompok 1:

1. Dika Fachrinnisa Margin (10119053)


2. Rani Nursani (10119054)
3. Muhammad Farhan Fauzan (10119055)
4. Sindi Rahayu (10119056)
5. Ferlinda Nurhidayati (10119057)
6. Muldan Ery Riandi (10119058)
7. Rizqi Fauzi Nurul Awalin (10119059)
8. Fenita Puspita Sari (10119060)
9. Anis Nuryanah (10119061)
10. Diana Nur Daningtyas (10119062)

PRODI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

‫بسم هّللا ال ّر حمن ال ّر حيم‬

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah TUTORIAL KMB
II yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Diagnosa Medis
Tetanus RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
asuhan keperawatan pada konsep diri, pembaca dan juga bagi penulis.

Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu yang telah
memberi tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari makalah yang kelompok kami tulis masih jauh dari kata
sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Tujuan Penulisan Makalah............................................................................5
C. Metode Penulisan Makalah...........................................................................5
D. Sistematika Penulisan Makalah....................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................5
A. Konsep Penyakit...........................................................................................5
1. Definisi......................................................................................................6
2. Anatomi Fisiologi......................................................................................6
3. Etiologi......................................................................................................7
4. Patofisiologi...............................................................................................8
5. Tanda dan Gejala.......................................................................................9
6. Penatalaksanaan Medis..............................................................................9
7. Pathway teori...........................................................................................10
B. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................11
1. Pengkajian...............................................................................................12
2. Analisa Data............................................................................................12
3. Diagnosa Keperawatan............................................................................17
4. Rencana Keperawatan.............................................................................18
BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................22
A. Asuhan Keperawatan..................................................................................22
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32

3
BAB I

PENDAHULUAN

 
A. Latar Belakang
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat. 1 Insiden tetanus 500.0001.000.000 kasus per tahun
diseluruh dunia.4,5 mayoritas kasus tetanus terjadi dinegara-negara
berkembang yang melibatkan 50% dari neonates. Kebanyakan kasus di
Negara maju terjadi pada orang dewasa yang lebih tua, dimana laki-laki lebih
sering daripada wanita.6,7 Tetanus biasanya akut dan menimbulkan paralitik
spastic yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospasmin merupakan
neurotoksin yang diproduksi oleh clostridium tetani.2,3 Biasanya toksin
tersebut dihasilkan oleh bentuk vegetative organisme tersebut pada tempat
terjadinya perlukaan selanjutnya diangkut serta difiksasi didalam susunan
saraf pusat, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang-kejang
otot rangka tanpa gangguan kesadaran.

B. Tujuan Penulisan Makalah


1. Dapat memahami pengertian dari tetanus
2. Dapat memahami anatomi dan fisiologi dari clostridium tetanus
3. Dapat mengetahui dan memahami penyebab dari tetanus
4. Dapat memahami patofisiologi dan proses perjalanan penyakit ( WOC )
dari tetanus
5. Dapat mengetahui dan memahami komplikasi pada klien tetanus
6. Dapat membuat Asuhan keperawatan pada klien tetanus secara teoritis

C. Metode Penulisan Makalah


Metode penulisan Makalah menggunakan metode penulisan Deskriptif dan
Analisa Kasus yang menjabarkan Traumatic Brain Injury (TBI).

4
D. Sistematika Penulisan Makalah
Sitematika Penulisan mengenai susunan masing masing BAB, yaitu:
1. BAB I tentang Pendahuluan
2. BAB II tentang Tinjauan Teori
3. BAB III tentang Laporan Kasus
4. BAB IV tentang Kesimpulan dan Saran

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit

1. Definisi
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang
disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang
diproduksi oleh Clostridium tetani
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease". Dan pada tahun 1890,
diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.
lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari
tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890).

5
Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada
kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali
pusat (Tetanus Neonatorum).

2. Anatomi Fisiologi
Tetanus berasal dari kata tetanos (Yunani) yang berarti peregangan. Jenis-
jenis tetanus adalah:
1. Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan
tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan
menyusu secara normal, pada hari ke 3 atau lebih timbul kekakuan seluruh
tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul
dengan kejang–kejang. Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang
berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot.

2. Tetanus generalisata adalah bentuk yang paling umum dari tetanus.


Ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata. Masa
inkubasi bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada
tetanus berat, median onset setelah trauma adalah 7 hari, 19% kasus terjadi
dalam 3 hari dan 10% kasus terjadi setelah 14 hari.

3. Tetanus local adalah bentuk yang jarang, dimana manifestasi klinisnya


terbatas hanya pada otot-otot disekitar luka. Kelemahan otot dapat terjadi
akibat peran toksin pada tempat hubungan neuromuskuler.

4. Tetanus sefelik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus local, yang


terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga.masa inkubasinya 1-2 hari.
Dijumpai trismus dan disfungsi 1 atau lebih syaraf klanial (syaraf ke 7).

3. Etiologi
Tetanus pada bayi yang berusia 0-28 hari disebut tetanus neonatorum. Pada
bayi tersebut, penyakit tetanus biasanya timbul karena masuknya kuman

6
tetanus melalui luka tali pusat dengan alat yang tidak tepat, atau karena
perawatan tali pusat yang tidak steril.

Sementara pada tetanus yang menyerang anak lyang ebih besar, kuman masuk
melalui luka yang kotor atau infeksi telinga yang bernanah (congekan). Bisa
juga melalui gigi yang berlubang yang tidak terawat.

Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang masuk lewat luka.


Luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteri
tetanus ini. Clostridium tetani adalah bakteri Garam positif anaerob (tidak
membutuhkan banyak oksigen untuk berkembang), yang berbentuk batang
dan ramping, dengan masa inkubasi 1 hingga 2 pekan setelah masuknya
kuman bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera.
Clostridium tetani yang memproduksi toksin atau racun yang disebut
tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar daerah
luka dan dibawa ke sistem urat saraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga
terjadi gangguan pada aktivitas normal urat saraf. Terutama pada saraf yang
mengirim pesan ke otot.

Clostridium tetani biasanya terdapat di usus binatang dan usus manusia, tetapi


hanya berkembang biak dilingkungan anaerobik, seperti di dalam koreng.
Pada masa pertumbuhannya eksotoksin diproduksi, yang diserap oleh aliran
darah sistemik dan serabut saraf perifir. Melalui bagian tepi susunan saraf itu,
eksotoksin menuju ke motoneuron terutama interneuron renshaw.
Terganggunya sel – sel tersebut menghilangkan inhibisi terhadap alfa
motoneuron. Dalam keadaan tersebut, alfa motoneuron selalu berada dalam
keadaan hipereksitasi dan menimbulkan kejang tonik pada otot – otot skeletal
dan wajah. Keadaan tersebut pertama tercermin pada gaya jalan penderita,
yang memperlihatkan kekakuan sehingga jalannya seperti gerak jalan robot.
Kejang tonik pada otot – otot wajah menghasilkan raut muka yang khas, yang
dinamakan “risus sardonikus“ atau senyum seorang yang sedang menderita.

7
Manifestasi tetanus timbul kira – kira tujuh hari atau lebih lama setelah
mendapatkan kuman didalam tubuh. Selama eksotoksin masih di produksi
terapi untuk memberantas manifestasi tetanus tidak bermanfaat. Maka eksis
tempat klostridium tetanus masuk ke dalam tubuh harus dilakukan, supaya
kumannya ikut terbuang dan produksi eksotoksin tidak ada lagi.

4. Patofisiologi
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam
jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi
jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat
diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf yang memakan
waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum
terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah
terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toxin menjalar dari sel saraf
lower motorneuron kelekuk sinaps dan diteruskan keujung presinaps dari
spinal inhibitori neurin. Pada daerah inilah toxin menimbulkan gangguan pada
inhibitori transmitter dan menimbulkan kekakuan.

5. Tanda dan Gejala


Gejala tetanus diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus
atau kejang mulut) bersamaan timbulnya pembengkakan. Rasa sakit dan kaku
diotot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke
otot perut, lengan atas dan paha. Gejala awal adalah trismus: pada neonatus
tidak dapat / sulit menetek, mulut mencucu. Disertai dengan kaku kuduk,
resuskarbonikus, opistotomus, perut papan. Selanjutnya dapat diikuti kejang
apabila dirangsang atau kejang spontan ; pada kasus berat dijumpai status
konvulsivus.

8
6. Penatalaksanaan Medis
Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik,
menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan
sebagai berikut :

1. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis


dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk
memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering
kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat
1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas
darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum
peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium.

2. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit,


kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam
dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih
sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena
perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan
diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi
15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan
peroral dan diurunkan secara bertahap.

3. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM.


Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.

4. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10


hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi
lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien
meningitis bakterialis.

5. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70% / Betadine 10%.

6. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.

9
7. Pathway teori

10
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan


menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
(Santosa. NI, 1989, 154)

Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan


sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan
menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari
pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil
pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu
dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa
percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan
klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua
materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).

8. Analisa Data

Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan


mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar,
menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah
pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.   

11
Pengumpulan data pada kasus tetanus  ini meliputi :

a. Data subyektif

1. Biodata/Identitas

 Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.


 Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama,
umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

2. Keluhan utama: kejang 


3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)

 Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :


 Apakah disertai demam ? Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang
menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang
peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang
dengan demam..
 Lama serangan : Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan
waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
 Pola serangan : Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ? 
 Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsi mioklonik ?
 Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
 Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?

12
 Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum. 
 Frekuensi serangan : Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya,
umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi
kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul
pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
 Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan : Sebelum kejang perlu
ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang,
misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang
dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan
apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,
dan sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai:

 Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada


penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

 Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah


penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali ? 
 Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda
asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi,
menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

5. Riwayat kesehatan keluarga.

 Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang


aseptik.

13
6. Riwayat sosial

 Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekerjaannya

7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

 Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?


 Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :Pola persepsi dan tatalaksanaan
hidup sehat
 Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis ?
 Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
 Pola nutrisi : Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi  Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh
klien ?
 Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan
anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
 Pola aktivitas dan latihan 
 Pola tidur/istirahat : Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam
berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana
dengan tidur siang ?

b.  Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)

14
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Fisik

 Kepala
 Rambut : Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
 Muka/ Wajah : Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?
 Mata : Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
 Telinga : Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
 Hidung : Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?
 Mulut : Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh?
Apakah ada caries gigi ?
 Tenggorokan : Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-
tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
 Leher : Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans ?
 Thorax : Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi?

15
 Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
 Jantung : Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
 Abdomen : Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada
abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar
 Kulit : Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
 Ekstremitas : Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah
terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
 Genetalia : Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ? 

c.  Pemeriksaan Penunjang


Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi:

1. Darah

 Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200


mq/dl)
 BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
 Elektrolit: K, Na
 Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
 Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
 Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

2. Skull Ray: Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3. EEG: Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

16
9. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang
masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah
melalui tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang


berulang.
2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
sekunder dari depresi pernafasan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret
yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya
berhubungan dengan keterbatasan informasi.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin 

10. Rencana Keperawatan

Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan,


bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan
tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan
keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)

Diagnosa Keperawatan 1

Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang 

17
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan

Kriteria hasil :

 Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang


 klien tidur dengan tempat tidur pengaman
 Tidak terjadi serangan kejang ulang.
 Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit 
 Kesadaran composmentis

 Rencana Tindakan :

INTERVENSI RASIONAL
1.      Identifikasi dan hindari faktor 1. Penemuan faktor pencetus untuk
pencetus memutuskan rantai penyebaran toksin
2.      tempatkan klien pada tempat tetanus.
tidur yang memakai pengaman 2. Tempat yang nyaman dan tenang
di ruang yang tenang dan dapat mengurangi stimuli atau
nyaman rangsangan yang dapat menimbulkan
3.      anjurkan klien istirahat kejang
4.      sediakan disamping tempat 4. efektivitas energi yang dibutuhkan
tidur tongue spatel dan gudel untuk metabolisme.
untuk mencegah lidah jatuh ke 5. lidah jatung dapat menimbulkan
belakng apabila klien kejang obstruksi jalan nafas.
5.      lindungi klien pada saat  
kejang dengan : 5. tindakan untuk mengurangi atau
-          longgarakn pakaian mencegah terjadinya cedera fisik.
-          posisi miring ke satu sisi  
-          jauhkan klien dari alat yang  
dapat melukainya  

18
-          kencangkan pengaman  
tempat tidur  
-          lakukan suction bila banyak  
sekret  
6.      catat penyebab mulainya  
kejang, proses berapa lama, 6. dokumentasi untuk pedoman dalam
adanya sianosis dan penaganan berikutnya.
inkontinesia, deviasi dari mata  
dan gejala-hgejala lainnya yang  
timbul.  
7.      sesudah kejang observasi  
TTV setiap 15-30 menit dan 7. tanda-tanda vital indikator terhadap
obseervasi keadaan klien perkembangan penyakitnya dan
sampai benar-benar pulih dari gambaran status umum klien.
kejang  
8.      observasi efek samping dan  
keefektifan obat 8. efek samping dan efektifnya obat
9.      observasi adanya depresi diperlukan motitoring untuk tindakan
pernafasan dan gangguan irama lanjut.
jantung 9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi
10.  lakukan pemeriksaan depresi pernafasan dan kelainan irama
neurologis setelah kejang jantung.
11.  kerja sama dengan tim :  
-          pemberian obat 11. untuk mengantisipasi kejang, kejang
antikonvulsan dosis tinggi berulang dengan menggunakan obat
-          pemeberian antikonvulsan antikonvulsan baik berupa bolus, syringe
(valium, dilantin, pump.
phenobarbital)  
-          pemberian oksigen  
tambahan
-          pemberian cairan parenteral

19
-          pembuatan CT scan
 
Diagnosa Keperawatan 2

Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya


berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat


meningkat.

Kriteria Hasil :

 Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya


 klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
 klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna
pendidikan kesehatan yang diberikan.

Rencana Tindakan :

INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi tingkat pengetahuan 1. Tingkat pengetahuan penting untuk
klien dan keluarga modifikasi proses pembelajaran orang
2. Hindari proteksi yang dewasa.
berlebihan terhadap klien , biarkan 2. tidak memanipulasi klien sehingga ada
klien melakukan aktivitas sesuai proses kemandirian yang terbatas.
dengan kemampuannya.  
3. ajarkan pada klein dan keluarga 3. kerja sama yang baik akanmembantu
tentang peraawatan yang harus dalam proses penyembuhannnya
dilakukan sema kejang  
4. jelaskan pentingnya 4. status kesehatan yang baik membawa
mempertahankan status kesehatan dampak pertahanan tubuh baik sehingga
yang optimal dengan diit, istirahat, tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

20
dan aktivitas yang dapat  
menimbulkan kelelahan. 5. efek samping yang ditemukan secara
5. jelasakan tentang efek samping dini lebih aman dalam penaganannya.
obat (gangguan penglihatan,  
nausea, vomiting, kemerahan pada 6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik
kulit, synkope dan konvusion) merupakan dasar salah satu pencegahan
6. jaga kebersihan mulut dan gigi terjadinya infeksi berulang.
secara teratur
 

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Asuhan Keperawatan

Pengkajian
1) Identitas Pasien

Nama : Tn.S

Tempat, tanggal, lahir : Tasikmalaya,25 juni 1988

Alamat : Tasikmalaya

Jenis Kelamin : laki-laki

Tanggal Masuk : 5 september 2020

Tanggal Pengkajian : 6 september 2020

Diagnosa : TETANUS

21
2) Identitas Penanggung jawab

Nama : Ny.D

Tempat, tanggal, lahir : Garut,11 Juni 1987

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kp. sukaraja, 02/01, Ds. Jatisari

karangpawitan

Hubungan : keluarga

3) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
kejang-kejang, kaku kuduk dan rahang.
b. Riwayat kesehatan sekarang
2.) ± 2 minggu SMRS, klien tertusuk bambu di telapak kaki kiri saat
bekerja di sawah. Sesaat setelah tertusuk, klien membersihkan kakinya
dengan air lalu membalutnya dengan sobekan kain. Selang beberapa
hari, klien masih merasakan nyeri pada luka tersebut dan pasien
merasakan panas dingin. Hingga akhirnya 2 hari SMRS klien
mengeluh kaku pada leher belakang sampai ke mulut dan pernah
kejang seluruh tubuh, selain itu klien mulai berbicara pelo.

4) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umun
Penampilan umum : baik
Kesadaran umum : composmentis

b) Tanda tanda vital


Temperatur : 38,3oC
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 22 x/menit

22
Tekanan darah : 180/100 mmHg
BB : 60
TB : 170

5) Pola aktivitas sehari hari

No. Jenis aktivitas Sebelum sakit Saat sakit


1. a. Pola Nutrisi
-makan
Jenis Nasi ,lauk pauk Semi padat
Frekuensi 3x1 2x1
Porsi 1 porsi habis ½ porsi
-minum
Jenis Air putih Air putih
Frekuensi 4-5 gelas 2.4 gelas

2. b.pola istirahat tidur


-tidur siang 1 jam ½ jam
-tidur malam 8 jam ½ jam

6) Data psikologis, sosial dan spiritual


a) Data psikologis
Klien terlihat lemah ,lemas kotor
b) Data sosial
Klien merupakan orang yang mudah bersosialisasi selain itu klien
mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga
c) Data spiritual

23
Klien beragama islam ,klien selalu melakukan solat 5 waktu tetapi
selama di RS klien tidak pernah melaksanakannya hanya bisa berdoa
kesembuhannya.

A. Analisa Data

NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


.
1. DS:klien masih Ketegangan otot Perubahan nutrisi
merasakan ketegangan rahang kurang dari
otot rahang juga leher kebutuhan tubuh
DO:-kemampuan
menelan kurang baik
-kerusakan membuka
mulut
2. DS:klien merasa panas Suhu tubuh meningkat Hipertermi
dingin
DO:
TD:180/100mmhg
N:88x/menit
R:22x/menit
S:38 c
3. DS:klien mengatakan Susah bab Ganguan eliminasi
belum bab sejak di rs
DO:pemeriksaan
palpasi didapat kaku
pada dinding perut
4. DS:klien mengeluh Sering kejang Resiko terjadi
kaku pada leher cedera
belakang sampai ke
mulut dan pernah
kejang seluruh tubuh
DO:klien tertusuk

24
bambu ditelapak kaki
kiri
5. DS:klien merasakan Aktifitas motoric Gangguan mobilitas
nyeri pada luka lemah fisik
DO:klien masih
membutuhkan bantuan
merubah posisi tidur
-aktifitas motoric
lemah
6. DS:hipertermi Luka pada telapak Kerusakan
DO:klien tertusuk kaki kiri integritas kulit
bamboo ditelapak kaki
kiri

B. Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah

1.perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan


kekurangan cairan ke tubuh

DS:klien masih merasakan ketegangan otot rahang juga leher


DO:-kemampuan menelan kurang baik
-kerusakan membuka mulut

2. hipertermi berhubungan dengan suhu tubuh pasien tinggi

DS: klien merasa panas dingin


DO: S:38 c
TD:180/100mmhg
N:88x/menit
R:22x/menit
1. Ganguan eliminasi berhubungan dengan susah bab
DS: klien mengatakan belum bab sejak di rs
DO: pemeriksaan palpasi didapat kaku pada dinding perut

25
2. Resiko terjadi cedera berhubungan denga sering kejang
DS: klien mengeluh kaku pada leher belakang sampai ke mulut dan
pernah kejang seluruh tubuh
DO: klien tertusuk bambu ditelapak kaki kiri
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan aktifitas motoric
lemah
DS: klien merasakan nyeri pada luka
DO: klien masih membutuhkan bantuan merubah posisi tidur
-aktifitas motoric lemah

6. gangguan keusakan integritas kulit berhubungan dengan hipertermi

DS: -

DO: klien tertusuk bamboo ditelapak kaki kiri

C. Perencanaan Keperawatan

D. PROSES KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1. DS:klien masih Setelah dilakukan 1. kaji 1.mengetahui kekuranga
merasakan tindakan kperwatan pemenuhan nutrisi klien
ketegangan otot selama 1x24jam nutrisi klien 2.agar dapat dilakukan
rahang juga leher diharapkan 2.kaji penurunan intervensi dalam
DO:-kemampuan kebutuhan nutrisi nafsu makan pemberian makannan
menelan kurang klien bisa teratasi klien pada klien
baik dengan kriteria 3.jelaskan 3.untuk memotifasi
-kerusakan hasil : pentingnya klien agar meningkatkan

26
membuka mulut - tidak ada mkanan bagi nafsu makan klien
kesulitan menelan proses 4.membantu dalam
-tidak ada tanda pertumbuhan identifiasi malnutrisi
tnada malnutrisi 4.ukur tinggi dan protein kalori bila berat
berat badan klien badan kurang dari
5.ciptakan normal
suasana makan 5.mengidentifikasi
yang ketidakseimbangan
menyenangkan kebutuhan nutrisi
6.berikan makana 6.untuk meningkatkan
selagi hangat nafsu makan untuk
memudahkan proses
makan
2. DS:klien merasa Setelah dilakukan 1. kompres dingi 1. pasien bisa merasakan
panas ding tindakan kperwatan 2.monitor ttv rileks
DO: selama 1x24jam 3.tingkatkan 2.mengetahui
TD:180/100mmh diharapakan intake cairan dan perkembangan paaisen
g N:88x/menit masalah teratasi utrisi 3.adanya peningkatan
R:22x/menit dengan kriteria 4.monitoring metabolisme
S:38 c hasil : status hidrasi menyebabkan
-suhu tubuh pasien 5.pakai kan kehilangan banyak
kembali normal pakaian tipis energy untuk itu
untuk pasien diperlukan peningkatan
I take dan nutrisi
4.untuk menurunkan
suhu tubuh

3. DS:klien Setelah dilakukan 1.lakukan 1.menghindari iritasi


mengatakan tindakan kperwatan pemeriksaan kulit kulit sekitar anus
belum bab sejak selama 1x24jam parineal dan jaga 2.untuk mempasilitasi
di rs diharapakan dari gangguan refplek defekasi

27
DO:pemeriksaan gangguan eliminasi integritas 3.untuk mentuntaskan
palpasi didapat klien bisa di atasi 2.atur waktu eliminasi feses
kaku pada dengan kriteria yang tepat untuk
dinding perut hasil : depekasi
-pasien bisa bab 3.berikan cairan
normal jika kontra
-dinding perut indikasi 2-3
pasien tidak kaku liter/hari

4. DS:klien Setelah dilakukan 1.identifikasi dan 1.menghindari


mengeluh kaku tindakan kperwatan hindari faktor kemungkinan terjadinya
pada leher selama 1x24jam pencetus cedera akibat dari
belakang sampai diharapakan kaku 2.tempatkan stimulus kejang
ke mulut dan dileher teratasi pasien pada 2.menurunkan
pernah kejang dengan kriteria tempat tidur kemungkinan adanya
seluruh tubuh hasil : 3.lindungi pasien trauma
DO:klien -luka di kaki kiri pada saat kejang 3.menvegah terjadinya
tertusuk bambu klien membaik 4.catat kembali benturan dan trauma
ditelapak kaki mulai terjadinya yang memungkinkan
kiri kejang terjadinya cedera fisik
4.pendokumentasian
yang
akurat,memudahkan
pengontrolan dan
idenetifikasi kejang

5. DS:klien Setelah dilakukan 1.bantu pasien 1..supaya tidak lecek di


merasakan nyeri tindakan kperwatan posisi mika miki bagian punggung
pada luka selama 1x24jam 2. posisikn pasien 2. untuk memperlancar
DO:klien masih diharapakan untuk kekakuan otot
membutuhkan gangguan mobilitas meningkatkan 3.untuk membantu

28
bantuan merubah fisik pasien bisa drainase pasien bisa rileks
posisi tidur teratasi dengan 3.posisikan
-aktifitas motoric kriteria hasil : paisen semi
lemah 0klien bisa pwoler
berakftifitas dengan
sendiri
6. DS:hipertermi Setelah dilakukan 1.pantau 1.mengetahui
tindakan kperwatan karakterisitik perkembangan dari luka
DO:klien selama 1x24jam luka termasuk 2. agar tidak terjadi
tertusuk bamboo diharapakan terjadi drainase reaksi implamasi akibat
ditelapak kaki perbaikan jaringan ,warna ,ukuran dari cairan pembersih
kiri dengan kriteria dan bau luka
hasil: 2. bersihkan 3.mencegah resiko
-temperatus kulit dengan nacl infeksi pada luka
sekitar luka dalam 3.pertahankan 4.mengetahui adanya
rentang normal teknik steril saat perubahan pada kondisi
melakukan
perawatan luka
4.bandingkan dan
catat perubahan
pada luka

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

29
A. Kesimpulan

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)


tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman
clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan
kuman. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah resiko
tinggi cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak
sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman
Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

B. Saran

Beberapa saran yang dianjurkan agar terhindar dari tetanus adalah


mencegah terjadinya luka, merawat luka secara adekuat, pemberian anti
tetanus serum ( ATS ) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan
kekebalan secara pasif sehingga mencegah terjadinya tetanus atau
memperpanjang masa inkubasi.

DAFTAR PUSTAKA

30
N ezzati 2020 resiko infeksi tetanus, tugas akhir. Perpustakaan Universitas
Airlangga

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,


Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I


Made, EGC, Jakarta

Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.

Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya. 

31

Anda mungkin juga menyukai