NIM : 18200100097
INDONESIA MAJU
LP ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
A. PENGERTIAN
ARDS adalah sindrom gawat pernafasan akut yang dikenal juga dengan edema paru
nonkardiogenik adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab
pulmonal atau non pulmonal (Hudak&Galo, 1977 dalam wahid 2013)
ARDS adalah penyakit paru berat yang dapat ditimbulkan oleh penyebab langsung atau
tidak langsung pada paru. ARDS ditandai dengan kondisi radang (inflamasi) yang hebat pada
jaringan paru, yang menyebabkan gangguan pertukaran gas dan hipoksemia dan sering disertai
gagal organ multiple.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi
Sistem pernapasan termasuk hidung , rongga hidung dan sinus , faring , laring (kotak
suara),trakea (tenggorokan ) , dan saluran-saluran yang lebih kecil yang mengarah ke
pertukaran gas di permukaan paru-paru . Saluran pernapasan terdiri dari saluran udara yang
membawa udara dari dan ke permukaan tersebut . Saluran pernapasan dapat dibagi menjadi
bagian konduksi dan bagian pernapasan . Bagian konduksi terdapat dari jalan masuk udara
dihidung ke rongga hidung ke bronkiolus terkecil dari paru-paru . Bagian pernapasan termasuk
saluran bronkiolus pernapasan dan kantung udara halus , atau alveoli ( al - VE ) , di mana
terjadi pertukaran gas . Sistem pernapasan termasuk saluran pernapasan dan jaringan terkait ,
organ , dan struktur pendukung . Saluran-saluran kecil ini menyesuaikan kondisi udara dengan
menyaring , pemanasan , dan melembabkan itu , sehingga melindungi bagian konduksi yang
peka dan melindungi pertukaran sistem pernapasan bawah dari partikel-partikel , patogen , dan
lingkungan ekstrem .( Martini et al 2012)
Paru-paru merupakan organ yang elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga
thoraks dan merupakan organ tubuh yang sering mengalami kelainan patologi. Paru terbagi
menjadi dua yaitu paru kanan yang berukuran lebih besar dan paru kiri. Paru-paru kanan dibagi
menjadi tiga lobus oleh fissura interlobaris dan paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Setiap
paru-paru terbagi juga menjadi beberapa sub bagian yaitu menjadi sepuluh unit terkecil yang
disebut brochopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang
disebut mediastinum.
Paru-paru dibungkus oleh membran serosa yaitu pleura. Pleura yang melapisi rongga
dada disebut pleura parietalis, sedangkan pleura yang menyelubungi paru-paru disebut pleura
viceralis. Di antara pleura parietalis dan pleura viceralis terdapat celah ruangan yang disebut
cavum pleura. Ruangan ini normalnya berisi sedikit cairan serous untuk melumasi dinding
dalam pleura. Cavum pleura memiliki tekanan negatif yang saling tarik menarik, di mana ketika
diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik mengembang begitu
juga sebaliknya.
Fungsi utama paru-paru yaitu sebagai alat respirasi untuk pertukaran gas oksigen (O2)
dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini terjadi pada alveolus-alveolus di paru melalui
sistem kapiler. Pertukaran gas tersebut untuk menyediakan kebutuhan oksigen bagi jaringan.
Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida akan berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan
metabolisme seseorang.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat
mekanisme dasar, yaitu:
1. Ventilasi paru
Ventilasi adalah sirkulasi keluar masuknya udara atmosfer dan alveoli. Proses
ini berlangsung di sistem pernapasan.
2) Difusi
Difusi adalah pertukaran dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan
darah. Proses ini terjadi di sistem pernapasan.
3) Transpor gas
Transpor gas adalah pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah
dan cairan tubuh ke dan dari sel. Proses ini terjadi di sistem sirkulasi.
4) Pengaturan ventilasi
Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi ventilasi
sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru
dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada atau tidaknya kelainan
fungsi ventilasi paru.
2. Fisiologi
Alveolus paru merupakan unit mikrokopik utama dari organ paru yang berbentuk
kantung terbuka pada salah satu isinya. Alveolus merupakan suatu invaginasi kecil seperti
kantung pada bronkiolus repiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris. Struktur seperti
kantung ini penting untuk pertukaran oksigen dan CO2 antara udara dan darah. Struktur
dinding alveoli dikhususkan untuk difusi antara lingkungan eksterna dan interna. Setiap dinding
dari dua alveolus yang berdekatan menjadi satu dinamakan septum atau dinding
interalveolaris. Septum alveolaris terdiri atas dua lapisan epitel gepeng tipis yang diantaranya
terdapat kapiler dan jaringan ikat. Struktur ini menyebabkan septum interalveolaris sangat
fleksibel, tidak kaku sehingga pengembangan tidak sempurna dan tidak terlalu lunak sehingga
pembuluh darah tidak pecah.
Jumlah alveolus mencapai 300 juta buah. Dengan adanya alveolus, luas permukaan
seluruh alveolus diperkirakan mencapai 100 kali lebih luas daripada luas permukaan tubuh.
Dinding alveolus mengandung kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi gas.
Alveolus dilapisis sel alveolar tipe I (sel alveolar gepeng) yang berfungsi mengadakan sawar
dengan ketebalan minimal yang dengan mudah dapat dilalui gas. Sel tipe II (sel alveolar besar)
ditemukan di antara sel alveolar tipe I. Sel-sel ini mengandung badan berlamel yang
menghasilkan materi yang menyebar di atas permukaan alveolus, memberi lapisan alveolar
ekstraselular yang berfungsi menurunkan ketegangan pulmuner yaitu surfaktan pulmuner. Sel
alveolar tipe I merupakan lapisan tipis yang menyebar menutupi lebih dari 90 persen daerah
permukaan paru.
C. PENYEBAB
ARDS disebabkan oleh kerusakan alveoli akibat merembesnya cairan dari pembuluh darah
kapiler di dalam paru-paru ke dalam alveoli. Alveoli adalah kantong udara di paru-paru yang
berfungsi menyalurkan oksigen ke darah dan mengeluarkan karbondioksida dari dalam darah.
Pada kondisi normal, membran yang melindungi pembuluh darah kapiler menjaga cairan
tetap di dalam pembuluh darah. Namun, pada ARDS, cedera atau penyakit berat menyebabkan
kerusakan pada membran pelindung tersebut, sehingga cairan bocor ke alveoli.
Penumpukan cairan tersebut membuat paru-paru tidak bisa terisi udara, sehingga pasokan
oksigen ke aliran darah dan tubuh menjadi berkurang. Kekurangan pasokan oksigen ini akan
menyebabkan terhentinya fungsi organ, termasuk otak dan ginjal. Jika dibiarkan, kondisi ini akan
mengancam nyawa penderitanya.
Menurut (Hudak&Galo, 1977 dalam wahid 2013) gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah :
2) Contusion paru
3) Aspirasi cairan lambung
5) Inhalasi toksin
b. Non Pulmonal
1) Cedera Kepala
3) Pascakardioversi
4) Pankreatitis
5) Uremia
c. Sistemik
3) Hipotermia
6) Eklamsia
7) Lukabakar
D. FAKTOR RISIKO
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena ARDS, di
antaranya:
Memiliki kebiasaan merokok
Mengalami overdosis obat-obatan tertentu
E. MANIFESTASI KLINIS
1) Penurunan kesadaran mental
2) Takikardi, takipnoe
3) Dispnoe dengan kesulitan bernafas
4) Terdapat retraksi interkosta
5) Sianosis
6) Hipoksemia
7) Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
8) Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
F. TANDA DAN GEJALA
Gejala ARDS dapat berbeda-beda pada setiap penderitanya, tergantung penyebab, tingkat
keparahan, dan apakah ada penyakit lain yang diderita, seperti penyakit jantung atau penyakit
paru-paru.
Beberapa gejala dan tanda yang dapat muncul pada penderita ARDS adalah:
Sesak napas
Keringat berlebih
Nyeri dada
Batuk
Demam
Bingung
G. PATOFISIOLOGI
Sistem imun innate sangat berperan dalam proses inflamasi pada ARDS melalui
neutrofil, makrofag, sel dendritik, spesies reaktif oksigen, serta sitokin seperti IL-1β, IL-6, IL-8,
dan TNF-α.
Fase eksudatif awal ditandai dengan adanya kerusakan alveolus akibat reaksi inflamasi
intrapulmonal dan ekstrapulmonal. Reaksi inflamasi dapat mempengaruhi epitel bronkus,
makrofag alveolus, dan endotel pembuluh darah paru. Makrofag alveolus berperan dalam
menstimulasi neutrofil serta sirkulasi mediator inflamasi (limfosit, monosit, sitokin, sel epitel, sel
stem mesenkimal, spesies reaktif oksigen) pada bagian paru yang mengalami kerusakan.
Mediator inflamasi yang aktif kemudian menyebabkan reaksi inflamasi lebih lanjut yang
menyebabkan penumpukan cairan kaya protein dalam alveolus, sehingga menyebabkan
edema serta hipoksemia. Reaksi inflamasi tersebut juga dapat menghancurkan sel epitel
alveolus tipe 2. Sel ini berperan dalam produksi surfaktan yang berfungsi sebagai pelindung
paru bagian dalam, menurunkan tekanan permukaan alveolus, dan mengatur transport ion
paru. Kedua mekanisme ini kemudian akan menyebabkan gangguan pertukaran gas dan
gerakan mekanis paru. Aktivasi endotel dan kerusakan mikrovaskular paru juga memperburuk
ARDS. [3,7-9]
2. Fase Proliferatif
Fase proliferatif mengikuti fase eksudatif. Fase ini merupakan proses penting pada
patofisiologi ARDS, karena pada fase ini terjadi perbaikan homeostasis jaringan yang ditandai
dengan ekspansi fibroblas, pembentukan matriks provisional, proliferasi sel progenitor dan sel
epitel alveolus tipe 2 baru. Sel-sel baru yang terbentuk akan mengalami infiltrasi ke dalam
alveolus dan membentuk membrane hialin pada membran basal alveolus. Setelah integritas
epitel kembali terbentuk, edema dalam alveolus akan mengalami resorpsi. Matriks provisional
juga akan memperbaiki struktur dan fungsi alveolus. Pada beberapa pasien, resolusi ini tidak
terjadi melainkan terjadi fase fibro-proliferatif yang ditandai dengan pembentukan matriks
ektraseluler dan penumpukan sel inflamasi akut serta kronis yang dapat
menyebabkan remodelling struktur paru yang buruk. [3,7-9]
3. Fase Fibrotik
Fase fibrotik tidak terjadi pada seluruh pasien. Apabila terjadi, fase ini menyebabkan
peningkatan mortalitas dan kebutuhan akan ventilasi mekanik yang lebih panjang. Pada fase
fibrotik, terjadi kerusakan membran basal secara ekstensif, reepitelisasi terlambat atau tidak
adekuat yang kemudian menyebabkan fibrosis interstisial dan intra-alveolar serta metaplasia
sel skuamous. Sel-sel yang berperan pada fase ini adalah akuaporin 5 (AQP5), regulator
transmembran fibrosis kistik (CFTR), faktor stimulasi koloni makrofag granulosit (GM-CSF),
faktor regulasi interferon 4 (IRF4), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan
insulin (IGF), faktor pertumbuhan hepatosit (HGF), reseptor mannose (MR), faktor
pertumbuhan turunan platelet (PDGF), dan faktor perubahan pertumbuhan β (TGF- β)
H. PATHWAY
I. DIAGNOSIS
Dalam menentukan diagnosis akan ditanyakan gejala dan riwayat penyakit pasien,
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan
tanda-tanda vital, seperti laju atau frekuensi pernapasan, tekanan darah, denyut nadi, suhu, serta
warna kebiruan pada bibir dan kuku, dan pemeriksaan fisik dinding dada.
Untuk memastikan diagnosis dan penyebab, dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan
di bawah ini :
Tes darah, untuk mengukur kadar oksigen dalam darah (analisa gas darah) dan memeriksa
kemungkinan anemia atau infeksi
Rontgen dada, untuk melihat lokasi dan banyaknya penumpukan cairan di dalam paru-paru,
sekaligus mendeteksi kemungkinan pembesaran jantung
CT scan, untuk melihat kondisi paru-paru dan jantung dengan gambaran yang lebih detail
Ekokardiografi (USG jantung), untuk menilai kondisi dan struktur jantung serta mendeteksi ada
tidaknya gangguan fungsi jantung
Elektrokardiogram (EKG), untuk melihat aktivitas kelistrikan jantung dan menyingkirkan
kemungkinan gejala disebabkan oleh penyakit jantung
Kultur atau pemeriksaan sampel dahak, untuk mengetahui bakteri atau mikroorganisme lain
yang menyebabkan infeksi
Biopsi atau pengambilan sampel jaringan dari paru-paru, untuk menyingkirkan kemungkinan
gejala disebabkan oleh penyakit paru-paru selain ARDS
J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ARDS bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah agar organ
tubuh pasien berfungsi normal dan terhindar dari gagal organ. Tujuan lain dari pengobatan ARDS
adalah untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi.
Beberapa metode untuk mengatasi ARDS adalah:
Memberikan bantuan oksigen melalui selang hidung atau masker bagi pasien dengan
gejala ringan
Memasang alat bantu napas dan ventilator untuk membantu mengalirkan oksigen ke
paru-paru
Memberikan cairan melalui infus
Memberikan asupan nutrisi menggunakan selang nasogastrik yang dipasang melalui
hidung
Memberikan obat antibiotik untuk mencegah dan mengatasi infeksi
Memberikan obat pengencer darah untuk mencegah penggumpalan darah di kaki dan
paru-paru
Memberikan obat pereda nyeri, obat untuk mengurangi asam lambung, dan obat untuk
meredakan kecemasan
Bagi pasien ARDS yang dalam masa pemulihan, disarankan untuk menjalani rehabilitasi
paru. Tindakan ini bertujuan memperkuat sistem pernapasan dan meningkatkan kapasitas paru-
paru.
K. KOMPLIKASI
Penderita ARDS dapat mengalami komplikasi, baik akibat ARDS itu sendiri maupun akibat
efek samping dari pengobatannya. Beberapa komplikasi tersebut adalah:
DVT (deep vein thrombosis) atau penggumpalan darah pada pembuluh darah vena dalam di
tungkai akibat berbaring terus menerus
Pneumothorax atau penumpukan udara pada selaput pleura, umumnya terjadi akibat tekanan
udara dari penggunaan ventilator
Infeksi paru-paru akibat masuknya kuman ke paru-paru melalui alat bantu napas
Fibrosis paru atau pembentukan jaringan parut di paru-paru yang membuat paru-paru makin
sulit memasok oksigen ke darah
Selain komplikasi di atas, penderita ARDS yang berhasil sembuh bisa mengalami gangguan
kesehatan jangka panjang, seperti:
Gangguan pernapasan, seperti napas pendek, sehingga pasien membutuhkan bantuan
oksigen dalam jangka panjang
Gangguan daya pikir dan daya ingat akibat kerusakan otak
Lemah dan atrofi otot akibat terlalu lama tidak digunakan untuk bergerak (pada pasien yang
harus berbaring lama)
Depresi
L. PENCEGAHAN
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya ARDS, yaitu:
Menghentikan kebiasaan merokok dan menjauhi paparan asap rokok
Menghentikan konsumsi minuman beralkohol
Menjalani imunisasi flu setiap tahun dan imunisasi PCV setiap 5 tahun untuk mengurangi risiko
terjadinya infeksi paru-paru
M. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
ARDS bisa terjadi pada semua umur baik anak-anak maupun dewasa. Akan tetapi
insiden lebih tinggi pada orang dewasa karena factor predisposisi (seperti trauma, sepsis,
pancreatitis)
b. Riwayat Penyakit
1) Dosis terapi obat (narkotik, salisilat, trisklik, paraquat, metadon, bleomisin)
2) Gangguan hematologi (DIC, Transfusi massif, by pass kardiopulmonal)
3) Eklamsia
4) Luka bakar
5) Pneumonia (viral, bacterial, jamur, pneumositik karini)
6) Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
7) Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hydrocarbon)
8) Pnemositis
9) Cedera kepala
10) Peningkatan Tekanan intrakarnial
11) Pascakardioversi
12) Uremia
c. Pemeriksaan Fisik
1. B1 : Breath Pernapasan
Subjektif : Timbul tiba-tiba atau bertahap, kesulitan bernafas
Objektif : Pernafasan: cepat, mendengkur, dangkal Peningkatan kerja nafas : penggunaan
otot aksesor pernafasan (retraksi interkostal atau substernal), pelebaran nasal,
memerlukan kosentrasi tinggi Bunyi nafas : pada awal normal. Krekels, ronkhi, dan
dapat terjadi bunyi nafas bronchial. Perkusi dada : bunyi pekak di atas area konsolidasi
Ekpansi dada menurun atau tidak sama Sputum sedikit, berbusa Pucat atau sianosis
2. B2 : Blood Kardiovaskuler
Subjektif : Fenomena embolik (lemak, darah udara)
Objektif : Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal. Hipotensi terjadi pada
tahap lanjut. Frekuensi jantung : takikardi Bunyi jantung : normal pada tahap dini Dapat
terjadi distrimia tetapi EKG sering normal Kulit dan membrane mukosa: pucat dingin,
pada tahap lanjut terjadi sianosis.
3. B3 (Brain- Persyarafan)
Objektif : penurunan mental, bingung
4. B4 (Blader –perkemihan)
Objektif : oliguria
5. B5 (Bowel – pencernaan)
Subjektif : Kehilangan selera makan, mula
Objektif : Hilang/berkurangnya bunyi usus
6. B6 (Bone-Muskuloskletal)
Objektif : kekurangan energi /kelelahan
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Sinar X
Terlihat pada tahap awal atau dapat menyatakan sedikit normal. Infiltrasi jaringan parut
lokasi terpusat pada region perihiliar paru. Pada tahap lanjut interstitial bilatralipus dan
alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru
2) AGD
Seri membedakan gambaran hipoksis (penurunan PACO2 meskipun kosentrasi oksigen
inspirasi meningkat) Hipokabnoe (penurunan kadar CO2) dapat terjadi pada tahap
awal sehubungan dengan kompensasi hiperventilasi. Hiperkabnoe (PAC02 lebih besar
dari 50) menunjukan kegagalan ventilasi Alkalosis respiratori (ph >7.45) dapat terjadi
pada tahap dini, tapi asidosis respiratori dapat terjadi pata tahap lanjut sehubungan
dengan peningkatan area mati dan penurunan area ventilasi alveolar. Asidosis
metabolic dapat terjadi pada tahap lanjut sehubungan dengan peningkatan kadar
laktat darah akibat dari metabolic anaerob.
3) Kadar asam laktat : meningkat
2. Diagnosis Keperawatan
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekresi dan
penurunan gerakan silia
b) Gangguan pertukaran gas: yang berhubungan dengan hipoksemia refraktori dan kebocoran
intertisial pulmonal/ alveolar pada status cedera kapiler paru.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d) Resiko perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan penurunan
selera makan, mual.
7. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mukus berlebihan
NOC : Status pernafasan : Kepatenan jalan nafas Definisi : saluran trakeobronkial yang
terbuka dan lancar untuk pertukaran udara Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat meningkatkan status pernafasan yang
adekuat meningkat dari skala 2 (cukup) menjadi skala 4 (ringan) dengan kriteria
hasil :
1. Frekuensi pernafasan normal (30-50x/menit)
2. Irama pernafasan normal (teratur)
3. Kemampuan untuk mengeluarkan secret (pasien dapat melakukan batuk efektif jika
memungkinkan)
4. Tidak ada suara nafas tambahan (seperti ; Ronchi,wezing,mengi)
5. Tidak ada penggunaan otot bantu napas (tidak adanya retraksi dinding dada)
6. Tidak ada batuk
Ket: 1. Sangat berat 2. Berat 3. Cukup 4. Ringan 5. Tidak ada
NIC : Manajemen jalan nafas
1. Monitor status pernafasan dan respirasi sebagaimana mestinya
2. Posisikan pasien semi fowler, atau posisi fowler
3. Observasi kecepatan,irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
4. Auskultasi suara nafas
5. lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
6. Kolaborasi pemberian O2 sesuai instruksi
7. Ajarkan melakukan batuk efektif
8. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan perangkat oksigen yang
memudahkan mobilitas