Anda di halaman 1dari 21

MASALAH TUNTAS

UTANG PUN LUNAS


Ippho Santosa
MENCICIL MASALAH

Saat ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah, umat manusia


memiliki satu musuh bersama. Apa itu? Apa lagi kalau bukan Covid
19. Selain risiko kematian, pandemi ini juga membawa kabar buruk
pada bidang ekonomi, pendidikan, dll.

Gelombang PHK, pengurangan gaji, dan pengurangan tunjangan


sudah dirasakan karyawan di berbagai industri. Nggak heran, orang-
orang mulai mengalami stress. WFH alias Work From Home
ternyata belum bisa jadi solusi bagi semua orang.

Jelas, ini masalah besar. However, menurut saya, ada bagian-bagian


yang belum bisa kita solusikan. Tapi sejatinya, ada juga bagian-
bagian yang BISA kita solusikan. Misalnya? Soal PHK. Saran saya,
baiknya mereka diarahkan saja untuk memulai usaha. Ya, memulai
bisnis.

Inilah yang saya maksudkan dengan mencicil masalah. Saya


memang tidak terlalu paham soal Covid 19, ekonomi makro, dan
pendidikan nasional. Tapi sedikit-banyak saya paham soal bisnis dan
bagaimana menghasilkan uang lewat bisnis. Nah, saya cicil saja dari
itu.

Berdasarkan pengalaman saya, kalau setiap orang menjalankan


perannya dan masing-masing berusaha mencicil masalah, sepertinya
masalah besar akan terselesaikan juga. Tentu ini lebih baik
ketimbang berdiam diri dan menyalah-nyalahkan keadaan.

Kembali soal WFH. Gimana itu? Sebenarnya, sejak lama saya dan
mitra-mitra sudah menjalankan WFH. Tanpa ruko, tanpa toko, tanpa
baliho, alhamdulillah kami bisa menjalankan bisnis dengan lancar
dan mencetak hasil yang WOW.

Sebab itulah kami menyebutnya WFH alias WOW From Home.


Saya harap teman-teman di manapun Anda berada juga bisa seperti
itu. Insya Allah pasti bisa. Kuncinya adalah memilih bisnis dan
ekosistem yang tepat. Soal ini, kapan-kapan kita bahas.
Yang pasti, e-book ini tentang masalah dan bagaimana
menyelesaikannya. Kurang-lebih isinya sebagai berikut:
- menghadapi konflik
- mencegah stress dan depresi
- meng-install keberanian
- masalah finansial
- ganjaran rupiah dan non rupiah
- melunasi utang
- menolak victim
- menyikapi sakit
- mengundang solusi

Satu bulan terakhir, saya melihat orang-orang jadi stress di mana-


mana. Saya prihatin. Sebagian malah ketakutan, bukan stress lagi.
Untuk itulah e-book ini dihadirkan dan mudah-mudahan menjadi
bagian dari solusi walaupun mungkin tak seberapa.

Jujur, sempat terlintas niat untuk menjual e-book ini Rp 50 ribu atau
Rp 60 ribu (biasanya saya jual segitu). Tapi setelah saya pikir-pikir
lagi, di tengah pandemi seperti sekarang, ada baiknya
DIGRATISKAN saja. Yes, it’s free.

Kalau boleh, mohon doa untuk saya dan keluarga saya. Semoga
kami selalu sehat, aamiin. Demikian pula semua pembaca e-book
ini. Saling mendoakan ya.

MENGHADAPI KONFLIK

Ada masalah di kantor? Di komunitas? Sampai konflik? Hm, itu


wajar. Mungkin karena interaksi orang-orang di dalamnya begitu
intens. Kalau sama orang-orang nggak dikenal, yah mana mungkin
konflik?

Terus, apa tips dari saya? Pertama, ketika terjadi konflik, tempatkan
diri kita dalam posisi orang lain. Ini namanya empati. Catat, em-pa-
ti. Standing in somenone's shoes, istilah lainnya.
Mungkin sulit menempatkan diri kita dalam posisi mereka. TAPI
bukannya mustahil. Perlu diingat, empati dan kompromi seringkali
lebih efektif juga lebih sehat ketimbang konfrontasi.

Kedua? Pertimbangkan kemungkinan terburuk bagi kedua belah


pihak. Mengetahui hal ini, kita akan berhati-hati dalam memutuskan
dan berusaha menghindari konfrontasi.

Terus? Cari pendapat pihak ketiga yang ahli dan netral. Jika Anda
menemui jalan buntu dengan 'pihak lawan' dan belum punya solusi
konkrit walaupun sudah berusaha sebaik-baiknya, maka carilah
pihak ketiga untuk bantu mendamaikan.
Terus? Fokus pada persamaan dan kompromilah sesekali. Begini.
Selagi tidak berbenturan dengan hal-hal prinsip, nggak ada salahnya
kalau kita mau berkompromi. Sekali lagi, hindari konfrontasi.
Kalau doa? Tentu saja ini harus. Sebagai orang beriman, kita sama-
sama tahu bahwa doa adalah bagian tak terpisahkan dari ikhtiar.
Bahkan doa itu senjata utama. Maka, sertakan ini sejak awal ketika
memulai dialog.
Bagaimana dengan optimisme? Harus juga. Baik sangka dan besar
harapan, itu istilah lainnya.
Saat e-book ini diketik, terjadi perbedaan pendapat di kalangan elite
tentang teknis pelaksanaan karantina wilayah. Perbedaan yang
muncul begitu tajam. Namun demikian saya pribadi tetap optimis.
Kata guru saya, “Setiap konflik yang kita hadapi, itu persis seperti
menapaki anak tangga. Mungkin melelahkan dan makan waktu. Tapi
insya Allah akan mengantarkan kita ke tempat yang lebih tinggi.
Optimisilah.”
Kata Price Pritchett, “Harapan untuk hari esok memungkinkan kita
mengatasi masalah hari ini.” Menurutnya, kesempatan sering datang
dan menyamar dalam bentuk konflik atau kesulitan.
Ini sesuai dengan firman Allah yang maknanya dalam kesulitan ada
kemudahan (lihat QS 94: 5-6). Sekali lagi, optimislah. Dengan cara
pandang seperti ini, mudah-mudahan konflik tersebut bisa reda dan
redam.
Lantas, bagaimana kalau sampai stress dan depresi? Nah, Anda
sudah membaca e-book yang tepat. Silakan simak paragrap-paragraf
berikutnya. Tuntas-tuntas. Insya Allah semua akan terjawab satu per
satu.

MENCEGAH STRESS

Pelapor: "Pak Polisi, saya mau lapor. Saya ini distributor. Dan
sekarang saya lagi stress."

Polisi: "Stress? Kenapa?"

Pelapor: "Ada dua calon agent berantem, ngerebutin saya."

Polisi: "Lalu, masalahnya apa?"

Pelapor: "Sepertinya yang bakal menang yang miskin, Pak."

Hahaha!

Btw, apapun posisi dan prestasi kita, tak bisa lepas dari stress.

Faktanya, orang miskin yang stress lebih cepat meninggal ketimbang


orang kaya yang stress. "Efek kemiskinan ditambah efek stress itu
ibarat bom," kata Antonio Ivan Lazzarino, peneliti dari University
College London, Inggris.

Profesor Glyn Lewis, pakar epidemiologi psikiatri di Universitas


Bristol di Inggris, tidak terkejut dengan temuan tersebut. Karena
memang ini lazim terjadi. Terus, gimana solusinya?

Saran saya, harus dicari tahu dulu akar permasalahannya. Jalan-


jalan, liburan, dan nonton film hanya bisa memberi kesenangan
sesaat. Solusi sejati tidak bisa terhadirkan dari aktivitas-aktivitas
tersebut.
Saran berikutnya, minta masukan dari pasangan dan mentor. Hei, ini
penting. Sepertinya mereka memiliki pandangan yang lebih jernih
terhadap masalah kita. Juga lebih jujur.

Beruntung sekali di komunitas BP (komunitas Belajar & Praktek),


semua mitra memiliki mentor. Ada mentor umum. Ada juga mentor
utama. Insya Allah saya adalah mentor utamanya.

Terakhir, bawa setiap masalah dalam doa dan ibadah. Kita semua
tahu, hanya DIA yang menggenggam segala solusi. Hanya DIA pula
yang bisa menentramkan setiap hati.

Dengan begitu, mudah-mudahan kita, tim kita, dan keluarga kita


terbebas dari masalah. Kalaupun ada masalah, nggak sampai stress.
Kalaupun stress, nggak sampai berlebihan. Insya Allah.

Di sini, saya ingin mengingatkan satu hal. Allah itu Maha Pengasih
dan Maha Penyayang. Saat hamba-Nya mengalami kesulitan
walaupun sedikiiiiit, langsung diberi kompensasi bahkan reward.

Contohnya:
- Hujan? Sebagai reward, Allah makbulkan doa-doa.
- Safar? Allah makbulkan doa-doa dan Allah gugurkan dosa-dosa.
- Lelah? Allah makbulkan doa-doa dan Allah gugurkan dosa-dosa.
- Sakit? Allah makbulkan doa-doa dan Allah gugurkan dosa-dosa.

Demikian pula saat kita ditimpa masalah dan musibah. Pasti ada
reward yang Allah siapkan kalau kita sebagai hamba ridha dan
ikhlas dengan ketetapan itu.
MENCEGAH DEPRESI

Kita lanjutkan.

Seorang pria Israel, David Shoshan, pernah meminta pengadilan


untuk menangkap Tuhan. Karena menurutnya, atas berbagai masalah
yang ada, Tuhan telah bersikap zalim lagi kejam kepada dirinya
selama 3 tahun terakhir dan tak berbuat apa-apa. Duh, ada-ada saja.

Mungkinkah dia stress dan depresi? Atau mengalami gangguan


jiwa? Mungkin saja. Yang jelas, ini adalah kisah nyata.

“Sikap mental yang baik, seperti bersyukur, akan mengurangi level


stress, depresi, dan kecemasan saat terjadi masalah," ungkap Paul
Mills, seorang profesor dari University of California, San Diego
School of Medicine. Jangan salah. Depresi dan ini semua, kalau
dibiarkan, dapat memicu sakit jantung.

Beriman bukan saja mengakui keberadaan Tuhan, tapi juga


mengakui segala takdir dan ketetapan-Nya. Bersyukur ketika beroleh
nikmat. Tawakal ketika beroleh masalah. Tanpa syukur dan tawakal
ini, jangan heran kalau manusia akan mengalami depresi, stress,
bahkan gangguan jiwa ketika ditimpa masalah.

Di sini perlu ditegaskan, masalah itu selalu ada. Ya, selalu ada.
Mana mungkin nggak ada? Yang penting adalah sikap kita dan cara
kita terhadap masalah. Baik masalah dalam keluarga maupun
masalah dalam bisnis.

Sering kali masalah itu bertambah hanya karena sikap kita dan cara
kita yang keliru. Misal, kita menganggap itu karena kesalahan orang
lain. Jujur, dulu saya pun pernah begitu.

Terkait masalah, saya sangat menyarankan teman-teman untuk


MEMBACA KE DALAM. Maksudnya, introspeksi. Bukan
menyalah-nyalahkan pihak lain. Bukan menyalah-nyalahkan
keadaan, apalagi sampai menyalah-nyalahkan Tuhan.

Nggak mungkin masalah terjadi begitu saja. Jangan-jangan kita


penyebabnya. Sedikit-banyak, pasti ada sebab dari kita. Right?
Sekali lagi, introspeksi. Soal introspeksi, ini sudah berkali-kali kami
bahas di pembinaan BP.

Introspection + Istighfar = Improvement

Pengalaman saya, masalah demi masalah akan membuat kita


semakin cerdas, kreatif, dewasa, tangguh, dan tawakal. Itulah
hikmah-hikmahnya. Lebih lanjut, bukan mustahil Allah menjadikan
masalah sebagai ALAT untuk menggugurkan dosa kita atau
menaikkan derajat kita.

Dengan kata lain, tidak ada yang salah dengan masalah. Jadi, buat
apa berlarut-larut resah dan gelisah? Apalagi sampai menyalah-
nyalahkan Allah. Kendati tidak mudah, sikapi saja dengan benar,
niscaya semua akan berakhir indah. Insya Allah.

Satu lagi. Jadikan MASALAH sebagai ‘MASA-MASA untuk lebih


dekat sama ALLAH.’ Siap?

MENG-INSTALL KEBERANIAN

Tadi kita sudah membahas soal stress dan depresi. Sekarang soal
rasa takut.

Rasa takut, menurut saya, jangan dimanja. Tetaplah melangkah.


Kalau kita melangkah, pelan-pelan rasa takut itu akan sirna, insya
Allah. Dan ternyata keberanian itu bisa di-stimulus.

"Jika ingin menaklukkan rasa takut, janganlah berdiam diri di rumah


dan menghabiskan waktu untuk berpikir. Keluarlah dan sibukkan
diri Anda," ungkap Dale Carnegie puluhan tahun yang lalu.

Menurut penelitian, respon terhadap rasa takut terbagi menjadi dua.


Pertama, reaksi biokimia. Kedua, reaksi emosional.

Reaksi biokimia dialami semua orang, tanpa terkecuali. Saat meng-


hadapi bahaya, tubuh manusia menimbulkan reaksi tertentu seperti
keringat keluar lebih deras atau jantung berdetak lebih kencang.
Jadi, rasa takut dengan segala reaksinya adalah sesuatu yang wajar.
Namun, jangan sampai ini menghalangi kita dalam berbuat. Tetaplah
berbuat selagi itu legal dan halal.

Dengan kata lain, beranilah asalkan itu legal dan halal.

Berani dalam hal apa saja? Banyak hal, misalnya:


- resign dari kantor
- memulai usaha
- menawarkan produk
- meyakinkan keluarga atas bisnis pilihan kita
- merekrut mitra
- merekrut karyawan
- nyetok (RO)
- ekspansi ke kota lain

Btw, ada pesan penting nih:


- Saat kita idealis, bersiaplah disalahpahami.
- Saat kita bervisi besar, bersiaplah disebut gila.
- Saat kita mengatasi masalah rumit, bersiaplah disalah-salahkan.
- Saat kita punya inisiatif, bersiaplah dikritik.
- Namun demikian, tetaplah berani dan persembahkan hasil yang
hebat (great works).

Sebenarnya, tak perlu takut. Hadapi. Buktikan.

Pesan siapa nih? Pesan dari Mark Zuckerberg, pendiri Facebook.


Sejak dulu sampai sekarang, Mark Zuckerberg sudah terbiasa
dengan masa-masa sulit dan kritikan. Berbekal keberanian dan
semangat, karya nyatalah yang menjadi tumpuan perhatiannya.
Cuma itu.

Baginya, mengeluh adalah pantang. Dan mundur adalah terlarang.

Bagaimana dengan kita? Saran saya, jangan manjakan rasa takut


kita. Lebih baik hadapi dan buktikan. Berani saja. Apalagi kita tahu
bahwa barang yang kita tawarkan itu barang bagus. Buat apa takut
dan ragu?
MASALAH FINANSIAL

Suka jualan? Saran, nggak usah malu kalau jualan.

Ashanty, jualan. Syahrini, jualan.

Nabi Muhammad juga pernah dagang alias jualan.

Anehnya, sebagian kita gengsi, bahkan anti dan benci sama jualan.

Disuruh jualan, katanya malu. Lha, ngutang kok nggak malu?


Hehehe...

Disuruh jualan, ngakunya nggak bakat. Pas ngutang, eh tiba-tiba


punya bakat. Hehehe...

Disuruh jualan, ngakunya nggak pinter ngomong. Pas ngutang, eh


tiba-tiba lancar ngomongnya. Hehehe...

Disuruh jualan, alasannya nggak kuat. Bo'ong tuh. Buktinya, miskin


dan kelilit utang bertahun-tahun, kuat-kuat aja. Hehehe...

Ngutang itu hina. Jualan itu mulia. Pilih mana?

Nah, biar ke depan terhindar dari ngutang, coba biasain hidup hemat
dan suka jualan. Ya, hidup hemat dan suka jualan. Begini. Kalau dua
hal ini kita rutinin, insya Allah berbagai masalah finansial akan
mudah tersolusikan...

Jualan, kalau nggak ahli, gimana?

Simple. Temukan lingkungan yang tepat.

Kita mungkin nggak jago jualan. Ndak masalah. Kalau kita berada di
lingkungan dan pergaulan yang jago jualan, pada akhirnya kita juga
jago jualan. Ngikut.

Kita mungkin nggak peduli sama kesehatan. Tapi kalau berada di


lingkungan dan pergaulan yang peduli sama kesehatan, pada
akhirnya kita juga peduli sama kesehatan. Kebawa.
Kita mungkin nggak terlalu soleh. Tapi kalau berada di lingkungan
dan pergaulan yang soleh, pada akhirnya kita juga soleh.
Terpengaruh. Betul apa betul?

Sukses. Sehat. Soleh. Insya Allah ini semua ada di komunitas BP.
Saya yakin mitra-mitra semua sudah merasakan ini, sedikit atau
banyak. Silakan tanya mereka. Berkali-kali saya sampaikan, di BP
kami sama-sama menuju 5S insya Allah.

5S adalah:
- Lebih Sukses
- Lebih Sejahtera
- Lebih Sehat
- Lebih Soleh
- Lebih Sakinah

Aamiin.

Ingat. Kita adalah 'makhluk ekosistem'. Kita mudah sekali


dipengaruhi oleh lingkungan kita. Sehari-hari, kita berteman dan
kopdar dengan siapa? Di grup WA, kita ngobrol dengan siapa?
Mentor kita, siapa? Buku yang dibaca, karya siapa? Itu akan
membentuk kita.

Memilih BP insya Allah memilih ekosistem yang tepat. Hasilnya


insya Allah dahsyat. Sangat dahsyat. Lihat saja, dalam 12 bulan
berbisnis, sudah banyak testimoni WOW secara finansial juga
kesehatan.

Mendapatkan uang belasan juta bahkan puluhan juta rupiah sebulan


BUKAN hal yang muluk-muluk di sini. Sudah banyak contohnya.
Boleh tanya sama teman-teman yang sudah duluan bergabung.
Sekiranya Anda berminat, boleh juga ikutan bergabung.

Bismillah, di komunitas BP hari demi hari insya Allah kami getting


better dari segi saldo, kesehatan, dan kesolehan. So, tidak perlu anti
sama jualan. Teman-teman setuju? Jangan sampai muncul istilah,
"Jualan segan. Miskin tak mau." Hehehe.
GANJARAN RUPIAH

Menurut saya, bisnis adalah ajang adu manfaat.

Sebelum memutuskan memproduksi atau mendistribusi suatu


barang, saya selalu menakar kadar manfaatnya terlebih dahulu.
Apakah sekedarnya atau memang sarat manfaat.

Lazimnya, saya hanya pilih barang yang sarat manfaat.

Dari segi kebermanfaatan, adakah persamaan mendasar antara


barang dan orang? Kita pun buru-buru mengangguk mengiyakan
karena kita semua tahu persis, sedikit-banyak memang ada
persamaannya.

Begini. Barang kalau kurang bermanfaat, akan dipinggirkan. Lalu


masuk gudang. Lalu masuk tong sampah. Demikian pula manusia,
sedikit-banyak ada kemiripan. Sekiranya keberadaan kita dianggap
kurang atau tidak bermanfaat, maka diri kita pelan-pelan dilupakan.
Dipinggirkan.

Emas yah karat. Manusia yah manfaat.

Kami yakin 100% bahwa BP itu produk dan bisnis yang sarat
manfaat. Adalah zalim kalau kami diam saja, tidak menyampaikan.
Jadi, yah sampaikan saja. Sekiranya ditolak, nggak masalah. Yang
penting, kami sudah menyampaikan.

Ingat, ganjaran rupiah dan ganjaran non-rupiah yang berhak kita


terima, kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh dua hal. Apa
itu? Pertama, niat baik (visi) yang kita canangkan. Kedua, manfaat
(kontribusi) yang kita berikan. Kurang-lebih begitu.

Pada akhirnya, tebarlah manfaat. Apapun bisnis kita, apapun


kesibukan kita.
GANJARAN NON-RUPIAH

Setiap kita ingin 'naik kelas'. Right?

Yang sekarang mahasiswa, pengen jadi sarjana.

Yang sekarang nganggur, pengen jadi karyawan.

Yang sekarang staf, pengen jadi supervisor atau manajer.

Yang sekarang entrepreneur, pengen jadi miliarder.

Yang sekarang jomblo, pengen? Pengen nangis, hehehe.

Nah, begitu kita naik level, sebenarnya kadar masalah pun


bertambah. Betul apa betul? Masalah yang dihadapi seorang manajer
tentulah lebih rumit daripada masalah yang dihadapi seorang staf.

Masalah yang dihadapi seorang gubernur tentulah lebih rumit


daripada masalah yang dihadapi seorang walikota. Mana mungkin
berkurang? Dengan kata lain, bertambahnya kadar masalah itu
sesuatu yang wajar.

Sebagai leader, sebagai entrepreneur, kita mesti paham soal ‘kadar


masalah’ seperti ini.

Btw, inilah yang lazim terjadi:


- Si zalim membuat masalah.
- Si jahat memperbesar masalah.
- Si awam membicarakan masalah.
- Si hebat menuntaskan masalah.
- Si bijak mensyukuri adanya masalah.
- Si jeli melihat peluang dari masalah.
- Si soleh naik derajat karena masalah.

Anda termasuk yang mana? Hm, Anda pasti tahu jawabannya.

Terus, gimana kalau ternyata ada masalah TAPI nggak ada


solusinya, nggak ada jalan keluarnya? Sebelum saya jawab, silakan
teman-teman baca dulu analogi-analogi berikut ini.
Mungkinkah guru memberikan ujian tanpa menyiapkan
jawabannya?

Mungkinkah guru memberikan ujian tanpa mempersiapkan


muridnya?

Mungkinkah guru memberikan ujian melebihi kemampuan


muridnya?

Mungkinkah guru memberikan ujian dengan niat menyusahkan


muridnya?

Tidak mungkin...

Kalau guru saja sedemikian baik terhadap muridnya, apalagi Allah


terhadap hamba-Nya. Jalan keluar pasti ada, insya Allah. Manusia
pasti mampu, insya Allah. Berbesarhatilah saat menghadapi
masalah.

Sebenarnya, masalah itu membuat kita semakin matang, semakin


tangguh, semakin tawakal, semakin kreatif, dan naik derajat. Ya,
naik kelas. Boleh dibilang, ini adalah ganjaran non-rupiah. Maka,
tetaplah berbesar hati. Siap?

MELUNASI UTANG

Anda punya utang?

Utang, inilah salah satu masalah besar yang melilit sebagian kita.
Bahkan artis juga.

Begini. Hal pertama yang harus dilakukan dalam menyikapi utang


adalah dengan 'tenang'. Maka inilah singkatan utang menurut saya:
- UTANG: Usahakan Tetap Tenang
- UTANG: Ujung-ujungnya Tetap Uang
Masalah itu ujian. Utang juga ujian. Maka, ingatlah pesan lama,
"Harap tenang, ada ujian."

Selanjutnya, saya menyiapkan sejumlah langkah praktis. Insya Allah


jadi solusi:

Pertama, minta maaf dan minta ridha kepada si pemberi utang.


Semakin dia ridha, semakin lancar rezeki Anda. Kalau dia jengkel,
seret rezeki Anda.

Kedua, cicil sebisanya. Ini menunjukkan keseriusan. Si pemberi


utang menilai. Malaikat pun menilai. Nah, Anda buktikan bahwa
Anda sungguh-sungguh ingin melunasi utang.

Ketiga, pastikan Anda bisa dihubungi oleh si pemberi utang. Ini


menunjukkan bahwa Anda tidak kabur. Maaf, banyak yang bersikap
sebaliknya, seperti mematikan handphone atau pindah rumah.

Keempat, sedekahkan barang-barang Anda. Siapa yang berani


meremehkan kekuatan sedekah? Ini akan memudahkan Anda untuk
menyicil dan melunasi utang.

Kelima, kalau Anda muslim, rutinkan subuh berjamaah di masjid


(nanti setelah badai Corona berlalu). Nggak usah banyak tanya,
lakukan saja. Btw, masjid itu mulia. Subuh itu mulia. Berjamaah itu
mulia. Insya Allah terkikis tuh utang.

Ke depan, agar sehat finansial dan bebas utang, hitunglah


pengeluaran secara ketat juga rinci. Jangan kira-kira saja.

Nah, sebelum menghitung pengeluaran dalam satu tahun, awali dulu


dengan menghitung pengeluaran dalam satu bulan. Mulai dari
cicilan utang, belanja bulanan, tagihan listrik, air dan pulsa, sampai
dengan ongkos transportasi dalam sebulan.

Nanti, total jumlah pengeluaran ini harus bisa terpenuhi dari profit
bulanan Anda. Jika tidak, masalah yang sama bisa berulang
menimpa Anda. Kapan-kapan kita sambung lagi penjelasannya.
Praktek ya!
MENOLAK VICTIM

Apa pilihan sikap kita saat terjadi masalah?

Victim atau victor?

Begini. Sebagian orang, ketika terjadi masalah, ia bersikap sebagai


korban (Victim), seolah-olah tidak berdaya dan teraniaya. Bukan
hanya itu, ia juga mengeluh dan menyalah-nyalahkan orang lain.

Dengan kata lain, ia tidak bertanggung-jawab atas keputusan yang


telah ia ambil. Jelas, ini tidak bijak.

Namun sebagian orang bersikap sebagai pemenang (Victor/Victory).


Dia tenang. Tak menyalahkan siapapun. Sebaliknya, ia bertanggung-
jawab penuh atas keputusan yang telah ia ambil.

"Aku yang memutuskan untuk berbisnis. Aku yang ingin sukses.


Aku yang mendapatkan untungnya. Tentulah, aku yang harus
memastikan ini semua berjalan. Andaikata nggak berjalan, andaikata
nggak untung, akulah yang bertanggung-jawab, sepenuhnya."

Sebuah pemikiran yang memberdayakan. Inilah sikap sang


pemenang.

Terlihat jelas di sini. Keadaan sama, namun respons berbeda,


tentulah hasilnya akan turut berbeda. Pasti. Makanya saya pun
menganjurkan, demi hasil yang lebih baik, sebisa-bisanya kita
hindari sikap sebagai Victim.

Ngeluh-ngeluh tidak menyelesaikan masalah.

Apalagi kita tahu bahwa mengeluh itu melemahkan otak dan tubuh!
Apalagi kita tahu bahwa menyalahkan orang lain bukannya
mengurangi masalah, melainkan hanya mengurangi teman!

Hati-hati!
MENYIKAPI SAKIT

Jatuh sakit adalah hal yang kurang menyenangkan. Kadang kita


menyebutnya dengan musibah. Lantas, apa saran saya? Izinkan saya
bercerita sebentar. Boleh ya.
Hari itu saya menjenguk sahabat saya di sebuah rumah sakit. Seperti
yang sudah-sudah, saya datang bersama istri. Berdua. Kebiasaan
saya, kalau menjenguk orang sakit selalu setel wajah cerah dan ceria.
Menyebarkan optimisme.
Kalau kita setel wajah suram dan muram, itu pesan yang
melemahkan bagi si sakit dan kemungkinan besar terekam oleh otak
bawah sadarnya. Pesimis, efeknya. Nggak bagus.
Kepada istri si sakit, saya berusaha menuliskan pesan singkat. Di
mana pesan ini saya kutip dari kata-kata guru saya, "Acapkali Allah
bekerja dengan cara yang misterius. Kadang kita nggak tahu apa
tujuan dan hikmahnya. Yang jelas, kita tahu bahwa Allah itu maha
baik, satu kali pun TAK PERNAH zalim."

Sakit. Mungkin ini untuk menaikkan derajat. Mungkin ini untuk


menggugurkan dosa.
Sambung saya, "Jadi, tugas kita adalah berbaiksangka dan bersabar.
Termasuk, besar harapan. Toh kita sama-sama menyadari, Allah
adalah sebaik-baik perencana. Tidak ada rencana-Nya yang sia-sia.
Insya Allah semua dalam bingkai kasih dan sayang-Nya."

Hidup + Ujian = Kualitas Hidup


Dan terakhir pesan saya, "Sesayang-sayangnya kita sama pasangan
kita, sama anak kita, ternyata Allah LEBIH sayang sama dia. Jauh
lebih sayang, sangat penyayang, bahkan maha penyayang. Ya, tak
mungkin Allah melampaui batas."
Berbaiksangka dan bersabar, memang ini tidak mudah. Namun tidak
ada salahnya kita upayakan. Satu lagi. Sebar e-book ini seluas-
luasnya ya. Mudah-mudahan setelah membaca e-book ini, siapa saja
yang tengah sakit bisa bertambah baiksangka dan sabarnya. Aamiin.
Terakhir, mohon doanya untuk saya dan keluarga saya, semoga
selalu sehat dan selalu bermanfaat. Aamiin
LAGI, MENYIKAPI SAKIT

Kegagalan...
Masalah...
Sakit...

Sakit adalah ujian. Sekaligus penambah kemuliaan bagi sesiapa yang


menjalaninya dengan sabar dan tegar. Sampai detik ini, Nabi Ayub
adalah teladan nyata yang penuh ibrah dan syiar.

Sakit adalah terapi kesabaran. Lagi-lagi Nabi Ayub kita jadikan


contoh nyata karena berhasil membuat hati kita tersentuh dan
trenyuh. Meski sakit di sekujur tubuh, sekalipun ia tak pernah
mengeluh.

Sakit adalah zikir dan muhasabah. Dibanding ketika sehat, orang


yang sakit akan lebih sering dan lebih khusyuk dalam menyebut
nama Allah. Pas sakit, amal-amal pun ia tambah.

Sakit adalah istighfar. Dosa-dosa akan lebih mudah teringat ketika


sakit ketimbang bugar. Sehingga kita lebih ringan untuk memohon
ampun dan istighfar. Terlebih-lebih Allah memang menjanjikan
sakit sebagai penggugur dosa baik kecil maupun besar.

Sakit adalah tobat. Saat sakit, manusia cenderung sulit diajak


berbuat sia-sia apalagi maksiat. Bahkan ia sedikit tertawa dan
banyak menangis yang mana ini merupakan anjuran mereka yang
taat. Alih-alih maksiat, si sakit malah menggiatkan tobat.

Sakit adalah ikhtiar. Sudah fitrahnya manusia berjuang demi beroleh


kesembuhannya. Sehingga terbukalah ilmu-ilmu kesehatan yang
baru ia ketahui tatkala berkonsultasi dengan dokter atau ahli-ahli
lainnya.

Sakit itu silaturahim. Saat menjenguk dan dijenguk, keluarga serta


kerabat yang sebelumnya jarang-jarang bertemu, eh malah bertemu.
Dalam syahdu, dalam rindu. Semuanya berpadu.
Sakit adalah nasihat. Tentang kesehatan yang begitu nikmat.
Tentang kematian yang selalu mendekat. Sehingga, setelah sembuh,
mudah-mudahan kita menjadi pribadi yang lebih mensyukuri
nikmat. Tambah taat.

Sakit adalah makbulnya doa. Nah, yang satu ini memang Allah yang
menjanjikan. Jadi, tak perlu lagi kita pertanyakan dan perdebatkan.
Doa yang lebih makbul dan terkabul insya Allah jadi kenyataan.

Dengan memahami hikmah-hikmah, semoga kita yang tengah sakit


terhindar dari keluh-kesah apalagi marah-marah.

Bismillah.

MENGUNDANG SOLUSI

Terakhir, soal umrah. Saya pertama kali berumrah pada tahun 2009.
Setelah itu, alhamdulillah setiap tahunnya saya berumrah. Kadang
sampai dua kali setahun.

Tahun 2019 yang lalu, alhamdulillah saya berkesempatan umrah


bareng mitra-mitra BP. Ini pengalaman yang sangat mengesankan
bagi saya. Btw, apa saja keutamaan umrah? Banyak. Salah satunya,
peningkatan dari segi rezeki.

Begini. Kita sedekah Rp 2 juta saja, terasa balasannya. Dahsyat.


Hebat. Apalagi berumrah, di mana kita mengeluarkan uang Rp 20
juta bahkan lebih. Sampai-sampai mengorbankan waktu dan
meninggalkan keluarga. Betul apa betul?

Bukan karena kaya, kita berumrah. Tapi, karena berumrah, insya


Allah kita akan dikayakan. Kaya, ini sih bukan tujuan. Melainkan
keutamaan dan fadilah dari berumrah.

Hm, apa iya sih? Dulu, kalau nggak salah tahun 2009, ibu saya tanpa
sengaja pernah bercerita tentang keinginannya untuk berumrah di
bulan Ramadhan. Sebut saja, angan-angan. Tahu sendiri kan, umrah
Ramadhan dua kali lipat lebih mahal daripada umrah biasa.
Saat itu saya nggak punya uang. Bener-bener nggak punya uang.
Tapi alhamdulillah, saya masih punya keyakinan. Langsung saja
saya sambar, "Insya Allah berangkat, Bu. Umrah Ramadhan."
Ternyata, beneran. Dengan izin Allah, tahu-tahu uangnya ada dan
ibu saya bisa berangkat. Surprise-nya lagi, saya pun ikut berangkat.

Sepulang umrah, masya Allah, rezeki malah meningkat. Berkali


lipat. Urusan dan masalah-masalah pun terselesaikan. Itulah yang
saya alami. Dan itu pula yang terjadi pada kebanyakan orang.
Mungkin juga pada Anda.

So, jangan pernah kuatir uang bakal habis karena biaya umrah.
Keluarkan saja. Tenang, pasti berbalas kok. Yang saya yakini, selain
mengundang rezeki, umrah juga mengundang solusi. Sekali lagi,
mengundang solusi.

Saya pun turut mendoakan, semoga teman-teman yang belum


berumrah, bisa berumrah. Segera. Aamiin. Dengan pembimbing
mana saja, dengan travel mana saja. Boleh dengan saya. Boleh
dengan BP. Boleh dengan yang lain. Nggak masalah. Yang penting,
berangkat (tentunya setelah pandemi ini berlalu).

Semoga kita semua dimampukan. Aamiin.

Sehat-sehat selalu ya…

Anda mungkin juga menyukai